Serambi Akademica Vol II No.2, November 2014
ISSN : 2337 - 8085
KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MA TEMA TIS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASlS MASALAH DI KELAS VII SMPN 1 BANDA ACEH
Yubasriatil• Cut Yuniza Eviyantr' 1,l)Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah 2
[email protected] [email protected] ABSTRAK
Pemecahan masalah merupakan bagian penting dari pembelajaran matematika, hai ini sesuai dengan barapan Kurikulum 2013. Siswa diharapkan memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Salah satu strategi yang relevan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah model pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah siswa kelas VII SMPN 1 Banda Aceh. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian true experimental design dengan model randomized control group pretest-postest pada Materi Peluang. Sampel penelitian diambil dua kelas dengan teknik random sampling, yaitu satu kelas untuk kelas eksperimen dan yang lainnya sebagai kelas kontrol. Data untuk penelitian ini berupa N-Gain skor dari nilai hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa Analisis data menunjukkan data berasal dari populasi yang berdistribusi normal sebingga pengujian hipotesis penelitian digunakan uji-t, dalam hal ini uji pihak kanan dan diperoleh t~w.:rw> L:alwl pada taraf signifikan a = 0.05. Berdasarkan analisis data maka simpulan dari penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis melaJui pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang lebih meningkat dari pada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional di kelas VII SMPN 1 Banda Aceh.
Kata kunci:
pembelajaran berbasis masalah, masalah matematis.
PENDAHULUAN Matematika merupakan bidang studi yang di pelajari oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak aJasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Sebagaimana menurut Ruseffendi (2006:94) bahwa "Kita barus menyadari bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu, sebagai pembimbing pola berfikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Oleb karena itu guru barus mandorong siswa untuk belajar matematika dengan baik." Cockroft dalam Abdurrahman (2003:253) mengatakan bahwa matematika perlu I
Yuhasriati dan Cut Yuniza Eviyanti diajarkan kepada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Semua alasan perlunya siswa menguasai matematika pada hakikatnya karena dibutuhkan dalarn kehidupannya sehari -hari. Secara umum, masalah adalah kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, antara apa yang diinginkan atau apa yang dituju dengan apa yang terjadi atau faktanya. Suatu masalah biasanya memuat situasi sebingga seseorang berkeinginan untuk menyelesaikannya, dan membutuhkan langkah langkah yang sistematis untuk menyelesaikannya. Suatu pertanyaan atau soal matematika dikatakan suatu masalah jika dalam penyelesaiannya inemerlukan suatu kreatifitas, pengertian dan pemikiranJ imajinasi dari orang yang menelesaikan masalah tersebut. Masalah matematika tersebut biasanya berbentuk soal cerita, membuktikan, menciptakan atau mencari suatu pola matematika. Pemecahan masalah menurut Polya (1985:30) adalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai. Khususnya dalam pembelajaran matematika, istilah tersebut dapat juga diartikan sebagai penyelesaian soal cerita yang tidak rutin atau pengaplikasian matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan Masalah matematika memerlukan kreativitas, pengertian dan pemikiran yang asli atau imajinasi. Sebingga dapat disimpulkan kemampuanpemecahan masalah merupakan kemampuan, pengetahuan yang dirniliki setiaporang yang dalam pemecahannya berbeda-beda tergantung pada apa yang dilihat, diamati, diingat dan dipikirannya sesuai pada kejadian dikehidupan nyata. Memecahkan soal berbentuk cerita berarti menerapkan pengetahuan yang dimiliki secara teoritis untuk memecahkan persoalan nyata/keadaan sehari-hari. Pemecahan masalah (problem solving) menurut Polya (1985: 34) ada empat langkah, yaitu: 1) memahami masalah, 2) menentukan rencana strategi penyelesaian masalah, 3) menyelesaikan strategi penyelesaian masalah, dan 4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Selanjutnya Hudoyo (2001:42) merincikan lagi langkahlangkah pemecahan masalah menjadi lima langkah yang harus ditempuh, yaitu; "1) menyajikan masalah dalarn bentuk yang lebih jelas, 2) menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional, 3) menyusun hipotesis-hipotesis altematif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik, 4) mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya, dan 5) mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh". Langkah-langkah tersebut termuat dalam pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan membuat simpulan. Freudenthal (dalam Hadi, 2005) menyatakan bahwa pembelajaran matematika bukan merupakan suatu objek yang siap saji untuk siswa, melainkan bahwa matematika adalah suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakan. Peran guru sangat dibutuhkan untuk mengemas materi matematika 2
Serambi Akademica Vol. II No.2, November 2014
ISSN : 2337 - 8085
yang menarik dan melibatkan siswa dalam menemukan konsep matematika dari materi yang akan dibahas. Pembelajaran matematika diupayakan dapat membantu siswa menggunakan matematika dalam realitas kehidupannya. Hal ini membantu siswa memahami mengapa yang mereka pelajari itu penting dan membuat mereka tidak cepat lupa. Pembelajaran Matematika seperti tersebut dapat dipertimbangkan pembelajaran dengan model Berbasis Masalah. Pembe1ajaran berbasis masalah menurut Moffit dalam Rusman (2010:241) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah duma nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoJeh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan Kurikulum 20 l3, siswa diberi kesempatan untuk mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikanl mengolah informasi serta dituntut untuk mandiri dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menuntut guru untuk mempersiapkan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhimya dapat menyimpulkan. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah (saintifik) Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Sanjaya (2010:216) yaitu; 1) orientasi masalah: pada langkah ini guru menjelaskan tujuanpembelajaran, memotivasi siswa, 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, 3) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan mengevaluasi proses memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan sebingga dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan atau keterampilan berpikir, keterampilan pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, membuat para siswa belajar berbagai peran orang dewasa (learn to be) dengan keterlibatannya dalam pengalaman nyata atau simulasi, menjadikan para siswa sebagai pembelajar yang otonom dan mandiri. Pembelajaran dengan kegiatan penyelesaian masalah, siswa mendapat pengalaman untuk menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimilikinya. Pengalaman ini berfungsi untuk melatih daya pikir siswa sehingga siawa dapat berpikir logis, anal iti s, sistematis, kritis, dan kreatif dalam menghadapi persoalan. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk me1akukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara mengeksplorasi informasi sebanyak-banyaknya. Pengalaman ini tentu sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dengan pol a pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya. Pada intinya pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran. Kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari pemecahan masalah tersebut. Dalam pembelajaran ini masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalarnan belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan
3
Yuhasriati dan Cut Yuniza Eviyanti penyelidikan, mengumpulkan data, mengintepretasi mempresentasikan, berdiskusi dan membuat laporan.
data, membuat
kesimpulan,
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model embelajaran berbasis masalah pada materi peluang di kelas VII SMPN 1 Banda Aceh? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah pada materi peluang di kelas VII SMPN 1 Banda Aceh. • METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Banda Aceh yang berlokasi di Jln. Prof. A. Majid Ibrahim 1, Banda Aceh. Alasan pemilihan SMP Negeri 1 Banda Aceh dikarenakan siswa-siswi SMP ini memiliki kemampuan yang baik dalam hal penyerapan dan penguasaan materi sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian yang menyangkut pemecahan masalah matematis. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal22 April-l0 Mei 2014. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimentrue experimental design berdesain randomized control group pretestpostest. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik acak yang menjadi kelas eksperirnen (VII7) dan kelas kontrol (VIIs). Kelas Eksperirnen yaitu kelas yang pembelajarannya dilakukan dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kelas Kontrol yaitu kelas yang pembelajarannya dilakukan dengan Model yang selama ini guru setempat menggunakannya (Non Pembelajaran Berbasis Masalah, NonPBM) Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini yakni data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan instrumen berupa tes yang akan disusun, diukur terlebih dahulu tingkat (kriteria) validitasnya sebelurn digunakan dalam pengumpulan data, dengan maksud untuk mendapatkan ketepatan data. Penulis melakukan konsultasi dengan pembimbing dan guru matematika di tempat penelitian. Hal ini dilakukan untuk memenuhi validitas teoritik instrumen. Tes ini berupa pre-test (sebelum perlakuan) dan post-test (setelah perlakuan). Tes tersebut masing-masing terdiri dari 5 soal uraian untuk menentukan seberapa jauh kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Peneliti melakukan 5 kali pertemuan, 1 kali pre-test, 3 kali melakukan pembelajaran dengan model PBM untuk kelas eksperimen dan konvensional untuk kelas kontrol dan 1 kali post-test untuk memperoleh data. Pre-test dan post-test diberikan pada semua siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pre-test dan post-test inilah 4
Serambi Akademica Vol. II No.2, November 2014 yang digunakan untuk mengetahui peningkatan matematis siswa pada materi peluang.
ISSN : 2337 - 8085 kemampuan
pemecahan
masalah
Teknis Analisis Data Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini, diperoleh dari tes kemampuan pemecahan masalah yang didasarkan pada indikator sebagai berikut: 1) Siswa mampu memahami masalah (mengindentifikasi masalah), yaitu mengetahui maksud dari soal/masalah tersebut dan dapat meyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dari masalah. 2) Siswa mampu memilih strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan dalam memecahkan masalah tersebut, misalnya apakah siswa dapat membuat sketsalgambar/model, rumus atau algoritma yang digunakan untuk memecahkan masalah. 3) Siswa mampu menyelesaiakan masalah dengan benar, lengkap, sistematis dan teliti. 4) Siswa mampu menafsirkan solusinya, yaitu menjawab apa yang ditanya dan menarik kesimpulan. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t pihak kanan terhadap skor gain kemampuan pemecahan masalah matematis untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara kelas Kelas Eksperimen yaitu kelas yang pembelajarannya dilakukan dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kelas Kontrol yaitu kelas yang pembelajarannya dilakukan dengan Model yang selama ini guru setempat menggunakannya (Non Pembelajaran Berbasis Masalah, Non PBM) pada taraf signifikan IX = 0,05. Pengujiannya adalah rata-rata 1>1 dan ,p:/., pasangan hipotesis nol dan tandingannya adalah: Ho: Jl"l. = (J.;t. Tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara pembelajaran dengan model PBM dan pembelajaran model Non PBM di Kelas VII SMP 1 Banda Aceh. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan model PBM lebih baik dari dengan model Non PBM di Kelas Vll SMP 1 Banda Aceh. Karena uji yang digunakan adalah uji pihak kanan, maka kriteria pengujian adalah tolak Ho jika t>tt-a:("'lI.~,,-2) dan terima Ho jika t mempunyai harga-harga yang lain, dengan derajat kebebasan dk = 111 + 1t2 - 2 dan peluang (1- 0'). Apabila data tidak berdistribusi normal, maka hipotesis akan diuji dengan uji statistik non-parametrik. Uji yang digunakan adalah uji Mann-Whitney . Menurut Sundayana (2010: 151) Uji Mann Whitney digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata dari dua kelompok sampel saling bebas jika salah satu atau kedua kelompok sampel tidak berdistribusi normal. RASIL PENELITIAN Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari selisih skor pre-test dan post-test (N-Gain skor) tentang kemampuan pemecahan masalah matematis pada pokok bahasan peluang. Hasil pengujian distribusi data menunjukkan bahwa data populasi berdistribusi normal, sebingga untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dianalisis dengan statistik uji-t, dalam hal ini uji pihak kanan. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan a = 0,05. Hasil analisis data N-Gain skor 5
Yuhasriati dan Cut Yuniza Eviyanti kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh
tkitv"ll=
3.7 dan
t~alnl =
1.67
atau tl!it1.w?ttllbs! yaitu 3.7 > 1.67, bal ini berarti Ho ditolak dan akibatnya HI diterima. Berarti dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. PEMBAHASAN Berdasarkan basil analisis data yang telah dilakukan, terlihat jelas bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan penilitian terdahulu (Meliyani, 2013:83) yang mengatakan bahwa dengan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika di kelas X TK] SMK Swasta PAB 9 Sampali, serta sesuai dengan penelitian (Prasetyo, 2011 :77) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBl, dapat meningkatkan kemarnpuan pemecahan masalah matematika. Secara teoritis pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan yakni model pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik, model ini membuat siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterarnpilan berfikir siswa yang lebih tinggisehingga siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran matematika sebab masalah yang diselesaikan merupakan masalah sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Wee dan Kek dalarn Amir (2010:32) mengatakan beberapa keunggulan model pembelajaran berbasis masalah, sebagai berikut: 1) Punya keaslian seperti di dunia kerja; 2) Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya; 3) Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Metakognitif artinya mencoba berefleksi seperti apa pemikiran kita atas satu hal.; 4) Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Dengan rancangan masalah yang menarik dan menan tang, pemelajar akan tergugah untuk belajar. Bila relevansinya tinggi dengan saat nanti praktik, biasanya pemelajar akan terangsang rasa ingin tahunya dan bertekad untuk menyelesaikan masalahnya. Diharapkan, pemelajar yang tadinya tergolong pasif bisa tertarik untuk aktif. Kegiatan dalarn penerapan model pembelajaran berbasis masalah sang at menuntut siswa untuk dapat memecahkan masalah, serta memberikan kesempatan untuk berkerja sarna dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan pengarnatan peneliti ketika berlangsungnya proses pembelajaran.Pada pelaksanaan pembelajaran terlihat bahwa model pembelajaran berbasis masalah ini menekankan kepada konsep dan kerja sarna antar siswa satu kelompok. Di sarnping ito, model ini mengutarnakan pemberian yang lebib kepada siswa, artinya jika siswa menemukan masalah dalarn belajamya, siswa tersebut berusaha untuk memecahkan masalahnya dengan kawan kelompoknya. Model pembelajaran berbasis masalah memiliki pengarub positif terhadap kemarnpuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi peluang. Model pembelajaran berbasis masalahmenyediakan wadah bagi siswa untuk saling berinteraksi. Interaksi antar siswa inilah yang kemudian memberikan kesempatan 6
Serambi Akademica Vol. II No.2, November 2014
ISSN : 2337 - 8085
yang lebih luas untuk mengetahui metode pemecahan masalah lain.Jika siswa tidak mempunyai jawaban atas suatu masalah, maka siswa yang lain dapat menerangkannya. Dalam proses pembelajaran berbasis masalah, belajar siswa lebih aktif dan bermakna, dimana dengan model pembeJajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk dapat menemukan sendiri konsep darimateri yang sedang dipelajari, sedangkan guru hanya memberikan sedikit bantuankepada siswa dalam menemukan konsep tersebut. Model pembelajaran berbasis masalah bisa diterima dengan baik dan mampu mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan, serta siswa dapat menyelesaikan soal pemecahan masalah dengan baik. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh penerapan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional pada materi peluang di kelas VII SMP Negeri 1 Banda Aceh. Perbedaan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Saran Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih memberi pengaruh yang positif terhadap siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, sehingga peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat dijadikan salah satu altematif dalam proses pembelajaran matematika di SMP, karena model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang tentunya berdampak pada hasil pikiran dan penyelesaian masalah. 2) Diharapkan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian yang sama namun pada materi yang berbeda dan aspek-aspek lain dalam pembelajaran matematika sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian ini. Daftar Pustaka Abdurrahman, Mu1YOIio.2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Amir, Muhammad Taufik. 2009. lnovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidikan Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hudojo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: nCA. IMSTEP. Polya, George, (1985), How To Solve It 2nd ed. New Jersey: Princeton University Press Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung: Raja grafindo.
7
Yuhasriati dan Cut Yuniza Eviyanti Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Syahputra, Edi. 2012. Pengaruh Penggunaan Model PembelajaranArchored Instruction terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self-Concept siswa. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Sudjana. 2005. Metoda Stattstika. Bandung: Tarsito.
8