BAGIAN PERTAMA Yogyakarta,3 Juli 1994 pukul 22.00 WIB Seluruh dunia tengah asyik menyaksikan satu tayangan menarik bagi para penggila ataupun hanya sekedar have fun menonton. Tinggal memilih nonton di rumah masing-masing,bersama tetangga rumah atau nonton bareng yang biasa diadakan di cafe,mall atau tempat-tempat umum yang berkualitas elit. Tak hanya orang dewasa,anakanak pun menyukai acara satu ini hingga membuat rating penayangan salah satu channel swasta di tanah air mendapat banyak keuntungan. Tidak hanya itu,para bandar judi juga mengeruk banyak keuntungan dari para penjudi yang kelas teri hingga kelas kakap. Beratus ribu,bahkan jutaan membuat mereka kalap dalam hingar bingar tebakan skor.
1
Apalagi kalau bukan acara Piala Dunia 1994. Beberapa wakil Amerika Latin menjadi sasaran kuat dalam memenangkan tiap pertandingan. Mungkin itu sisi negatif dari pertandingan sepakbola dunia yang hanya terjadi empat tahun sekali. Namun,piala dunia bisa menjadi tempat pemersatu bangsa yang tadinya masing-masing menjadi berkumpul dalam satu tempat sambil menikmati serunya Piala Dunia. Tak pelak Piala Dunia dinikmati semua keluarga besar ataupun kecil. Seperti salah satu rumah besar dikawasan timoho,Yogyakarta. Rumah yang hanya tinggal sepasang suami istri dan seorang gadis kecil beserta seorang pembantu dan seorang satpam. Mereka tampak asyik menikmati pertandingan,kecuali si satpam yang nonton di pos depan. Pertandingan antara Inggris vs Argentina. Sebagai supporter fanatik,sang ayah memakai kostum tim Inggris berwarna merah bertuliskan nama Beckham. Si gadis 2
cilik tengah serius menonton pertandingan dengan kostum argentina. Sesekali ada suara teriakan ketika sang striker hampir menjebol gawang lawan. “Ye...ye....ye....jagoan kakak kalah,” ledek sang ayah kepada putrinya yang manyun tidak jadi gol. “Ah,papa gak asik.” Sang gadis kecil pun bangkit dari karpet dan berjalan ke belakang tanpa membawa boneka Teddy Bear nya. “Mau kemana,Kak?” tanya sang ibu sambil menatap putrinya terus menuju dapur. “Ambil minum,haus,”jawabnya tanpa berpaling. „TING,TONG,TING,TONG!!!‟ Terdengar suara bel rumah berbunyi. Sang ibu dengan keadaan perut
3
sedikit membesar langsung bangkit dari sofa seraya memenuhi panggilan bel rumah. “Biar saya saja yang buka,bu,”ucap si pembantu wanita paruh baya saat mengejar majikannya. “Saya saja. Bibi „kan mau istirahat,”jawab ibu itu pelan. Sang pembantu hanya mengangguk kemudian berjalan pada tujuan semula. Istirahat di kamar. Tayangan sepak bola pun disela iklan sebagai sponsor dari stasiun televisi yang membayar penayangan Piala Dunia membuat sang ayah berpaling ke belakang memastikan siapa tamu yang datang pada pukul 22.00 malam. Pintu pun dibuka. Karena lampu ruang tamu sudah dimatikan,sang ayah tidak begitu jelas melihat siapa yang datang. Namun dari ucapan salamnya dan postur
4
tubuh yang tinggi besar,sudah bisa dipastikan seorang pria. Sang ibu menjawab salamnya. “Oh,Tuan Shiffer. Silakan masuk,”ucap sang ibu sopan. Sang ayah mendengar dari ruang keluarga langsung bangkit dan menghampiri tamu yang mulai melangkah masuk,sementara sang ibu hendak menyalakan lampu ruang tamu. “Eh,ada pak Ary. Mari,silahkan masuk!” sambut sang ayah dengan nada bersahabat. „GUBRAKK!!!‟ Si tamu menghantamkan tongkat kasti ke kepala sang ayah sampai tangan sang ayah menghempas tubuh sang ibu hingga jatuh menabrak meja kaca dan terbentur di lantai. Sang ibu tampak kesakitan dengan luka di bagian dahi dan terus 5
memegang perutnya yang terbentur meja. Sedangkan sang ayah tampak luka di bagian mulut dan masih menggeliat di atas lantai sambil berusaha bangkit dan melawan. Si gadis kecil tampak kaget melihat dari ruang keluarga sambil membawa segelas susu hangat,kedua orangtuanya dipukuli dengan tongkat kasti sampai tidak berdaya. Namun, keadaan ruang gelap membuatnya tidak mampu melihat wajah lelaki itu “Ary,kenapa kamu lakukan ini di rumahku?” tanya sang ayah yang masih menggeliat di lantai dengan lumuran darah. “Seperti ini pula juga orangorangmu memperlakukannya?” „DUAKK!!!‟ Sang ibu ditendang melalui punggung belakang hingga tidak bergerak lagi. Wajahnya sudah penuh lebam dan pucat.
6
“Aku tidak mereka!!” teriak sang ayah kesal.
menyuruh
„DUAKKK!!‟ Si tamu kembali memukul wajah sang ayah yang masih tergeletak di lantai. Suasana rumah kembali sepi. Si gadis kecil hanya diam melihat orangtuanya terbujur di bawah kaki si tamu. Si tamu hanya menatap gadis kecil itu di bawah gelap ruang tamu. Sampai suara guntur menggelegar di luar rumah. “Tuan....tuan...pak dirman... masya Allah!!!” sang pembantu berlari dari pintu belakang,namun langsung berhenti saat dua majikannya sudah tak bernyawa di bawah kaki si tamu. Si tamu melangkah pelan hendak mendekati anak kecil tadi. Perlahan pula sang pembantu mengajak mundur si gadis kecil. 7
“Schiffer,takkan ku biarkan kamu menyakiti anakku!” sang ayah tampak menahan tongkat kasti yang masih dipegang si tamu. Sementara si pembantu menggendong gadis kecil itu ke belakang, menerobos dapur hingga isi gelas bertumpahan dan buru-buru membuka kunci pintu belakang. Terdengar suara teriakan sang ayah membuat panik si pembantu hingga lupa kunci mana yang harus digunakan. Sang ayah berteriak sangat kencang hingga tak terdengar lagi suara gaduh dari dalam. Si pembantu mengambil gelas yang masih dipegang gadis kecil itu. Lalu menggendongnya keluar. Langkah kaki seribu yang terbatas rok panjang membuat si pembantu harus berusaha cepat melewati taman belakang hingga sampai pintu pagar yang terbuka lebar.
8
“Astaghfirullah!!!” sebut si pembantu ketika melihat si satpam sudah terbujur kaku di lantai pos satpam dengan penuh darah di bagian kepala. Sedangkan si gadis kecil langsung melotot saat si tamu sudah berlari setengah pincang hendak mendekati mereka. Gadis itu hampir melihat wajah si tamu,namun si pembantu terus berlari keluar pagar tanpa alas kaki sambil menggendong gadis kecil. Tiba-tiba ujung bawah rok terinjak oleh kaki si pembantu sendiri hingga mereka jatuh,tak terkecuali si gadis kecil pun jatuh dan dahinya terbentur aspal jalanan. “Non,lari....lari,non!!” teriak si pembantu dengan napas tersengal-sengal ketika si anak sudah bangkit dari jatuhnya. “Non,lari yang jauh,ya”,selanya beberapa kata si pembantu menoleh ke belakang. Si tamu hampir mendekat. “Non,lari,ya.” 9
“Tapi,Bibi...” “Bibi bilang lari,Non!!” sambar si pembantu saat gadis kecil melihat kasihan kepada si pembantu. Gadis kecil itu semakin takut dan menuruti apa yang disuruh si pembantu. Ia berlari dan terus berlari secepat yang ia mampu. Setelah lelah berlari,gadis kecil itu berbalik dan memastikan si pembantu masih ada. Namun,si pembantu sudah tidak bergerak lagi. Si gadis kecil kembali berlari ketakutan sambil berurai airmata. Tidak ada lagi tempat buat ia melepas tangis manja. Matanya sudah melihat semua kebejatan yang dilampiaskan pada seluruh keluarganya. „BUK!!‟ Gadis kecil itu tidak sengaja menabrak seorang lelaki yang mengenakan sarung di pundaknya.
10
11