Jurnal Kebidanan 07 (01) 1-114 Jurnal Kebidanan http : //www. journal.stikeseub.ac.id PENGARUH
ASSERTIVE
MENGEKSPRESIKAN
TRAINING
MARAH
TERHADAP
PASIEN
KEMAMPUAN
SKIZOFRENIA
DENGAN
RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT GRHASIA DIY Suyanta1) , Dwi Ari Murti W 2) 1) 2)
Poltekkes Kemenkes Semarang
E-mail:
[email protected] ABSTRAK Perilaku kekerasan adalah tidak kemampuan mengekspresikan marah secara asertif, salah satu terapi untuk meningatkan kemampuan mengekpresikan marah secara asertif adalah dengan Assertiveness Training. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Assertiveness Training terhadap kemampuan marah secara asertif pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. Responden dalam penelitian adalah pasien dengan riwayat perilaku kekerasan sebanyak 46 pasien. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi dengan pendekatan pre poset tes menggunakan kelompok kontrol dengan teknik sampling proposif. Intrumen penelitian berupa SOP terapi Assertiveness Training dan instrumen kemampuan mengekspresikan kemampuan marah dengan menggunakan lembar observasi yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji statistik yang digunakan uji Wilcoxson pada kelompok berpasangan dan uji Mann-Whitney pada kelompok tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif dari pre post test kelompok perlakuan melalui uji wilcoxon dengan P value 0.000 (p<0,05) yang berarti terdapat pengaruh terapi Assertiveness Training terhadap kemampuan marah secara asertif. Hasil uji Mann-Whitney post test kelompok perlakuan dengan post test kelompok kontrol menunjukkan p value 0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif lebih tinggi pada kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol. Kata kunci : Assertiveness Training, marah, perilaku kekerasan
ASSERTIVE
EFFECT
ON
ABILITY
TRAINING
EXPRESS
ANGRY
SCHIZOPHRENIA PATIENTS WITH HISTORY OF VIOLENT BEHAVIOR IN HOSPITAL GRHASIA DIY ABSTRACT Violent behavior is the inability of anger assertively, one therapy to increase ability to express angry assertively is with Assertiveness Training. This study aimed to determine the effect on the ability of Assertiveness Training angry assertively in schizophrenic patients in the Psychiatric Hospital of Grhasia DIY. Respondents in the study were patients with a history of violent behavior as much as 46 patients. This study is a quasi experimental research with pre post test approach using control groups with proposif sampling technique. Research instrument in the form of therapy SOP Assertiveness Training and instruments ability to express angry capabilities using observation sheet that has been tested for validity and reliability. The statistical test used Wilcoxson test on paired groups and MannWhitney unpaired groups. The results showed an increased ability to express angry Assertive of pre post test treatment group through Wilcoxon test with a P value of 0.000 (p <0.05), which means there is a therapeutic effect on the ability of Assertiveness Training angry assertively. The results of the Mann-Whitney test of post test group treated with the control group showed p value of 0.000 (p <0.05), which means that there are differences in the ability of anger assertively higher in the treatment group compared to the control group. Keywords: Assertiveness Training, angry, violent behavior
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
1
PENDAHULUAN Perkembangan zaman yang makin
antara
lain
melalui
latihan
asertif
maju dan meningkatnya tuntutan hidup
(assertiveness training) (FIK UI, 2008).
akan memunculkan banyak masalah yang
Assertives training menurut Stuart dan
harus diatasi oleh setiap orang. Orang yang
Laraia (2010) adalah intervensi tindakan
memiliki mekanisme koping tidak adaptif
keperawatan pasien perilaku kekerasan
akan berisiko mengalami gangguan jiwa.
dalam tahap preventif. Latihan asertif
Gangguan
bertujuan agar pasien mampu berperilaku
jiwa
yang
paling
banyak
dijumpai di masyarakat adalah skizofrenia
asertif
dalam
(Maramis, 2005)
kemarahannya.
mengekspresikan
Skizofrenia merupakan gangguan
Di RSJ Grhasia DIY prevalensi
jiwa kronik yang dialami sekitar 1%
penderita schizofrenia dengan masalah
penduduk
ditandai
perilaku kekerasan memempati peringkat
kemampuan
tertinggi dan terapi assertivness training
komunikasi, gangguan realitas ( halusinasi
belum diterapkan secara efektif (RSJ
atau
Grhasia,
dengan
dunia.
Skizofrenia
penurunan
waham
),
afek
ketidakmampuan
yang
Berdasarkan
latar
belakang tersebut peneliti memandang
mengalami kesukaran melakukan aktifitas
perlu untuk meneliti mengenai pengaruh
sehari-hari, adapun masalah keperawatan
Assertive Training terhadap kemampuan
yang
pasien
mengekspresikan marah pasien skizofrenia
kekerasan
dengan riwayat perilaku kekerasan di
skizofrenia
muncul
adalah
abstrak
2012).
dan
sering
berfikir
tumpul,
pada
perilaku
(Keliat, 1992). Perilaku
Rumah Sakit Grhasia DIY. kekerasan
merupakan
kondisi kegawatdaruratan psikiatri yang
Perumusan Masalah
sangat perlu pencegahan dan penanganan
Adakah
segera.
Perilaku
kekerasan
dapat
Training
pengaruh terhadap
Assertiveness kemampuan
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan
mengekspresikan marah pasien skizofrenia
lingkungan. Tindakan keperawatan yang
dengan riwayat perilaku kekerasan di RSJ
dapat dilakukan antara lain mengajarkan
Grhasia DIY ?
cara
manajemen
TujuanPenelitian
lingkungan, latihan mengontrol rangsang,
1. Tujuan umum
serta melibatkan pihak keluarga, selain itu
Mengetahui
pengaruh
terapi modalitas juga dapat diterapkan
Training
terhadap
pada pasien dengan perilaku kekerasan
mengekspresikan
2
mengontrol
marah,
Assertiveness kemampuan
marah
pasien
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
skizofrenia dengan riwayat perilaku kekerasan.
3. Bagi Peneliti lain
2. Tujuan khusus
Hasil penelitian ini dapat digunakan
a) Mengetahui
kemampuan
mengekspresikan
marah
pasien
sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dengan masalah serupa.
skizofrenia dengan riwayat perilaku kekerasan
sebelum
dilakukan
Assertivenes Training. b) Mengetahui
TINJAUAN PUSTAKA 1. Skizofrenia
kemampuan
Skizofrenia berasal dari dua kata
pasien
“skizo” yang artinya retak atau pecah
skizofrenia dengan riwayat perilaku
(split) dan “frenia” yang artinya jiwa, jadi
kekerasan
seseorang
mengekspresikan
marah
setelah
dilakukan
Assertivenes Training.
Training
kemampuan
menderita
skizofrenia
adalah orang yang mengalami keretaan
c) Mengetahui Assertivveness
yang
pengaruh
jiwa
atau
terhadap
personality),
kepribadian (Hawari,
(Splinting 2003).
of
Bleuler
mengekspresikan
dalam Kaplan (1994) mengatakan bahwa
marah pasien skizofrenia dengan
skizofrenia adalah perpecahan (schism)
riwayat perilaku kekerasan.
antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien .
Manfaat Penelitian
diharapkan
memberikan
Penyebab
skizofrenia
manfaat antara lain kepada :
Stuart (2007) meliputi :
1. Rumah Sakit Jiwa
a. Teori biologis
Hasil
penelitian
sebagai
bahan
dapat
digunakan
masukan
Pencitraan
otak
pada
menurut
penderita
dalam
schizofrenia menunjukkan adanya lesi
menangani dan merawat pasien dengan
pada area frontal dan temporal, adanya
riwayat perilaku kekerasan.
pembesaran ventrikel dan adanya atropi
2. Bagi perawat
otak.
Ketidak
seimbangan
Sebagai bahan kajian ilmiah dan acuan
neurotransmiter,
tindakan
berlebihan)
dan
menentukan
timbulnya
pasien
asuhan dengan
keperawatan riwayat
jiwa
perilaku
kekerasan.
(dopamin
yang
Genetik
juga
skizofrenia,
tetapi potensinya kuat atau lemah tergantung pada lingkungan individu tersebut.
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
3
b. Sosial budaya
b. Gejala negatip
Adanya stres yang menumpuk, masalah dalam proses kelahiran dan kekurangan gizi selama kehamilan turut berperan.
1) Afek datar : tidak adanya respon walaupun diberi stimulus. 2) Alogia : Ketidakmampuan bicara karena kebingungan mental.
Gejala
3) Apati : Kurang memiliki perasaan,
Stuart (2007) membedakan menjadi 5
emosi, ataupun minat.
kelompok gejala inti yaitu:
4) Defisit perhatian.
a. Gejala positip
c. Gejala kognitif
1) Waham, yaitu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan
dan
disampaikan berulang-ulang. 2) Halusinasi,
yaitu
gangguan
stimulus eksternal.
pikiran).
Yang
paling
menonjol adalah gangguan asosiasi dan inkoherensi.
berlebihan
patuh,
tidak
mampu
menjalankan perintah, dan masalah dalam pengelolaan waktu.
1) Disforia : Perasaan sedih, marah, karena tidak sesuai kenyataan. 2) Gagasan untuk bunuh diri dan keputusasaan.
4) Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang
2) Kerusakan memori yaitu pelupa,
d. Gejala alam perasaan
3) Gangguan Pikiran (bentuk, proses isi
menyelesaikan tugas.
kurang
penerimaan panca indra tanpa ada
dan
1) Gangguan perhatian yaitu kesulitan
e. Disfungsi sosial
sehingga
Perawatan diri kurang, Isolasi dan
mengakibatkan mudah marah dan
menarik diri dari hubungan sosial dan
mudah tersinggung.
penurunan kualitas hidup.
5) Kekacauan dalam gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui penggunaan kata dan bahasa.
2. Marah
a. Pengertian Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap stressor, yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1992). Kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (Yosep, 2010).
4
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
b. Rentang respon marah Respon adaptif
Respon maladaptif
I
I
Asertif
I
Frustasi
Pasif
I Agresif
I Kekerasan
Gambar 1 : Rentang respon marah (Yosep, 2010)
3. Perilaku Kekerasan
melakukan
a.
kekerasan.
Pengertian Perilaku keadaan
b.
kekerasan dimana
adalah seseorang
perilaku
c) Sosial budaya Budaya
tertutup
dan
menunjukkan perilaku yang aktual
membalas orang secara diam
melakukan kekerasan yang ditujukan
(pasif agresif) dan kontrol
pada diri sendiri, orang lain dan
sosial
lingkungan secara verbal maupun non
terhadap perilaku kekerasan
verbal
akan menciptakan seolah-olah
(Grhasia, 2006).
Faktor-faktor
yang
menyebabkan
perilaku kekerasan menurut Stuart (2006) meliputi :
yang
tidak
pasti
perilaku kekerasan diterima. d) Respon neurobiologis Banyak terdapat kerusakan
1) Faktor predisposisi meliputi :
sistem limbik lobus frontal,
a) Psikologis
lobus
temporal
dan
Kegagalan yang dialami dapat
ketidakseimbangan
menimbulkan frustasi yang
neurotransmiter
kemudian dapat menimbulkan
berpengaruh dalam terjadinya
agresif
perilaku psikotik.
atau
kanak-kanak
amuk.
Masa
yang
tidak
menyenangkan kekerasan,
yaitu ditolak
dan
turut
2) Faktor presipitasi Faktor bersumber
presipitasi dari
dapat pasien,
dianiaya.
lingkungan atau interaksi dengan
b) Perilaku
orang lain. Kondisi fisik klien
Reinforcement yang diterima
seperti
saat
kekerasan,
keputusasaan, ketidakberdayaan,
dan seringnya mengobservasi
percaya diri yang kurang dapat
kekerasan di
menjadi
melakukan
menstimulasi
rumah
akan
individu
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
kelemahan
pencetus
fisik,
perilaku
kekerasan.
5
c.
Gejala-gejala marah dan perilaku
ketegangan
kekerasan
komunikasi lebih jelas dan lebih
berkurang,
rasional.
Kemarahan dinyatakan dalam 5)
berbagai bentuk. Perilaku bermusuhan
Fase pascakrisis Klien
dan agresif dapat terjadi tiba-tiba
berusaha
memperbaiki
hubungan dengan orang lain dan
tanpa banyak peringatan. Akan tetapi
kembali ketingkat fungsi sebelum
ada fase yang dapat diidentifikasi
insiden agresi (marah). Perilaku
pada insiden agresif (marah) yaitu
yang diunjukkan : Menyesal,
meliputi: 1)
otot
meminta
Fase pemicu
maaf,
menangis,
menarik diri.
Terjadi peristiwa atau keadaan lingkungan yang memunculkan respon
klien
dalam
bentuk
kemarahan atau permusuhan. 2)
Fase eskalasi Peningkatan kehilangan
d.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada pasien dengan marah menurut Stuart dan Laraia (2001) meliputi : 1)
perilaku kendali.
menuju
Respon fisiologis timbul karena
Perilaku:
kegiatan sistem syaraf otonom
wajah pucat atau kemerahan, berteriak,
bersumpah,
bereaksi
agitasi,
meningkat,
mengancam, sikap bermusuhan, mampu
merah,
menyelesaikan
Fase krisis Perilaku
2) :
kehilangan
kendali fisik dan
emosional,
berkomunikasi jelas. 4)
memperoleh
kendali fisik dan
tidak
nyaman,
dendam,
ingin
ngamuk,
bermusuhan
tidak
berkelahi, hati,
menyalahkan dan menuntut. 3)
Aspek intelektual untuk
kembali emosional.
Perilaku: Merendahkan suara,
6
urin
Peran pancaindera sangat penting
Fase pemulihan Klien
pengeluaran
dan
berdaya, sakit, jengkel, frustasi,
menggigit,
mencakar, menjerit, tidak mampu
melebar,
Aspek emosional Merasa
melemparkan benda, memukul, menendang,
wajah
meningkat.
Periode krisis emosional dan fisik.
sekresi
takhikardi,
pupil
frekuensi
masalah atau berfikir jernih. 3)
terhadap
epinefrin sehingga tekanan darah
menuntut, mengepalkan tangan, tidak
Aspek biologis
beradaptasi
lingkungan
yang
dengan selanjutnya
diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman.
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
4)
Aspek sosial
lain, sehingga orang lain merasa
Meliputi interaksi sosial, budaya,
sakit hati.
rasa percaya dan ketergantungan.
5)
Aspek spiritual
Sebagian
6)
Kepercayaan, nilai
klien
kemarahan
menyalurkan
dengan
nilai
dan
dan moral
mempengaruhi ungkapan marah
mengkritik tingkah laku orang
individu
dan
hubungannya
dengan lingkungan. Menurut Stuart dan Laraia (2001), perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif pasien. Intervensi dapat dipilih sesuai rentang intervensi keperawatan. l l l Strategi preventi Strategi antisipasi Strategi pengurungan Gambar 2 : Rentang intervensi keperawatan (Stuart dan laraia, 2001) Strategi preventif : kesadaran diri, pendidikan klien, Latihan asertif. Strategi antisipas : komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku, psikofarmakologi. Strategi pengurungan meliputi : managemen krisis, isolasi, dan fiksasi.
4.
Assertiveness training
3)
Assertiveness training adalah suatu terapi modalitas keperawatan dalam bentuk terapi
tingkah
laku,
klien
tepat
atau
asertif
sehingga
tegas 4)
belajar
mengungkapkan perasaan marah secara
menyatakan : apa yang diinginkan, apa yang disukai, apa yang ingin dikerjakan,
5)
menggunakan nada suara
Menggunakan ekspresi wajah dan sikap tubuh untuk penekanan
b. Ciri ciri berperilaku asertif menurut Stuart & Laraia (2001) : 1) Berkomunikasi langsung dengan
dan kemampuan untuk membuat seseorang merasa tidak risih berbicara tentang dirinya
Tidak
minta maaf atau merengek
mampu
berhubungan dengan orang lain, mampu
Berbicara jelas, dapat didengar dan
orang lain 2) Tidak untuk permintaan yang
sendiri (Susana, Hendarsih dkk, 2007).
beralasan 3) Mengatakan mampu menyatakan
a. Bahasa tubuh asertif menurut Stuart & Laraia (2001), meliputi : 1)
Mempertahankan
4) Mengekspresikan apresiasi yang kontak
mata
posisi
tubuh
langsung 2)
Mempertahankan
keluhan.
sesuai c. Pelaksanaan Assertiveness Training
tegak
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
1)
Tehnik pelaksanaan Assertiveness Training menurut Wahyuningsih
7
(2009) dibagi menjadi empat sesi
pasien skizofrenia dengan riwayat perilaku
yaitu :
kekerasan di RSJ Grhasia DIY.
a) Sesi Satu : Melatih kemampuan mengungkapkan
pikiran,
perasaan dan perilaku asertif.
METODE PENELITIAN 1.
Jenis dan Rancangan Penelitian
b) Sesi Dua : Melatih kemampuan
Jenis penelitian ini adalah quasi
mengungkapkan keinginan dan
eksperimen dengan pendekatan pre post
kebutuhan
test, yaitu memberikan perlakuan untuk
dan
cara
memenuhinya.
mengetahui gejala yang timbul akibat dari
c) Sesi Tiga : Menjalin hubungan sosial
dalam
memenuhi
kebutuhannya.
perlakuan dengan menggunakan kelompok kontrol
KA KB
perubahan asertif pada berbagai
Waktu pelaksanaan Assertif Training terdiri dari 4 sesi,
KB : O :
masing-masing sesi menggunakan metode describing, modelling, role
X : O1A :
play, feed back dan transfering.
O1A O2B
Kelompok kontrol Observasi sebelum perlakuan (pre test) Perlakuan assertivenes training Post test pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan. Post test pada kelompok kontrol.
:
diulang satu kali dan sesi 4
2.
Populasi dan Sampel
dilakukan satu kali. Jumah total
a.
Populasi
pertemuan 7 kali pertemuan.
Populasi
Tempat pelaksanaan
skizofrenia dengan riwayat perilaku
Tempat ruang rawat inap dengan
kekerasan yang dirawat di bangsal
suasana tenang, nyaman dan frifasi
maintenance
terjaga.
Grhasia. b.
Hipotesis Ada
Training
penelitian
Rumah
ini
Sakit
pasien
Jiwa
Sampel dan Sampling Metode pengambilan sampel dengan
pengaruh terhadap
Assertiveness
kemampuan pasien
mengekspresikan marah secara asertif
8
x -
O2B:
Waktu pelaksanaan sesi 1 sampai 3
5.
O O
Perlakuan Test KAPre : Test Kelompok yang diberi Post perlakuan.
situasi.
3)
pembandingnya
(Nursalam, 2010).
d) Sesi Empat : Mempertahankan
2)
sebagai
purposive sampling. Besaran sampel ditentukan
dengan rumus Solvin
(Nursalam, 2003).
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
n= N/ ( 1 + N e2 )
3.
Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian Keterangan : n : jumlah sampel N : jumlah populasi e : tingkat kesalahan ( 10% )
dilakukan
pelaksanaan 6 bulan.
jumlah populasi 87 orang yaitu :
4.
Variabel Penelitian
Variabel
bebas
Training.
1 + 87 ( 10 % )2
secara asertif
= 46,5 dibulatkan menjadi 46
5.
adalah
Variabel
Kemampuan
87
menjadi
23
perlakuan
46
responden dan
23
terbagi
kelompok responden
kelompok kontrol setelah memenuhi 2 kriteria yaitu :
a)
Pasien
dengan
riwayat perilaku kekerasan yang telah discreening dengan And
Violence
Assesment Tools dengan skore 3
–
8
(moderate
risk
precaution). b)
Pasien dapat berkomunikasi verbal cukup baik.
c)
adalah marah
tindakan
Training
perawat
pada
adalah pasien
dalam membantu mengekspresikan marah
secara
asertif
yang
dilakukan secara individual, terdiri 4
sesi
dengan
metode
describing, modeling, role play,
skizofrenia
Assault
terikat
Definisi Operasional
dari
1) Kriteria inklusi
Assertivenes
mengekspresikan
a. Assertivenes sampel
bangsal
maintenance RSJ Grhasia DIY. Waktu
Maka jumlah sampel diambil dari
Jumlah
di
Pasien kooperatif dan kondisi fisik baik.
2) Kriteria eksklusi a)
Klien dengan kondisi amuk
b)
Klien droup out
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
feed back dan transfering sesuai SOP yang sudah dimodifikasi dari Wahyuningsih (2009). b. Kemampuan marah
mengekspresikan
secara
kemampuan
asertif
adalah pasien
mengungkapkan kemarahan secara verbal maupun nonverbal, secara asertif yang diukur menggunakan lembar
observasi
perbandingan
perilaku asertif, agresif dan pasif menurut Stuart dan Laraia (2001) yang dikembangkan oleh peneliti.
9
6.
Instrumen Penelitian
Windows. Analisa data yang digunakan
Instrumen untuk pengumpulan data
adalah dengan Wilcoxon Sign Rank Test.
dengan menggunakan lembar observasi
Skala datanya ordinal, merupakan statistik
berdasarkan perbandingan perilaku asertif,
non
agresif dan pasif Stuart dan Laraia (2001)
merupakan uji pre dan post test untuk
yang telah dikembangkan oleh peneliti.
mengetahui perbedaan.
Observasi yang dilakukan meliputi :
Pengujian data pre post antara kelompok
verbal,
perlakuan
interaksi,
emosi,
nada
parametrik
dan
dengan
uji
wilcoxon
kelompok
kontrol
suara/tekanan, sikap fisik, kontak mata,
menggunakan uji U-Mann Whitney.
aktivitas spiritual, dan intelektual.
10. Etika Penelitian a.
7.
Pengumpulan Data
Melakukan
perijinan
dan
surat
menyurat pada tempat penelitian.
Dilakukan
pengukuran
/
b.
Meminta informent consent kepada
observasi kemampuan mengekspresikan
perawat yang bertanggung jawab dan
marah (pre test) pada kedua kelompok. Pre
pasien sebagai subyek penelitian .
test dilakukan 24 jam sebelum pelaksanaan terapi
Assertiveness
perlakuan
Training.
Assertivess
Setelah
training
kedua
HASIL PENELITIAN 1.
secara asertif sebelum perlakuan
kelompok dilakukan post test. a. 8.
Uji validitas dan reliabilitas
a.
Uji validitas
Katagori
metode korelasi product moment.
Buruk Sedang Baik Jumlah
Butir instrumen dinyatakan valid jika harga rxy ≥0,3. Uji reliabilitas
b.
Sebuah instrumen dikatakan reliabel bila
mempunyai
koefisien
sekurang-kurangnya
9.
kemampuan pre test
Frek
%
4 16 3 23
17,4% 69,6% 13,0% 100%
Kelompok kontrol Tabel 2. Kemampuan mengekspresikan marah pre test kelompok Kontrol
alpha
Katagori
(Kaplan
Frek
%
dalam Widoyoko, 2012).
Buruk Sedang Baik
3 18 2
13,0% 78,3% 8,7%
Analisa Data
Jumlah
23
100%
Data komputer
10
0,7
Kelompok perlakuan. Tabel 1. Tingkat mengekspresikan marah kelompok perlakuan
Untuk mengukur validitas digunakan
b.
Kemampuan mengekspresikan marah
dianalisa program
dengan SPSS
bantuan 16.0
for
2.
Kemampuan mengekspresikan marah secara asertif setelah perlakuan
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
a.
Kelompok perlakuan
Jumlah
Tabel 3. Kemampuan mengekspresikan marah post test kelompok perlakuan Katagori
b.
Frek
%
Buruk Sedang Baik
0 4 19
0% 17,4% 82,6%
Jumlah
23
100%
3.
Perbedaan kemampuan
pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. a.
Perbedaan
kemampuan
mengekspresikan marah secara asertif sebelum perlakuan.
Tabel 4. Kemampuan mengekspresikan marah post test kelompok kontrol Frek
%
3 15 5
13,0% 65,2% 21,8%
Buruk Sedang Baik
100%
mengekspresikan marah secara asertif
Kelompok kontrol
Katagori
23
Hasil kelompok
perbedaan perlakuan
pre
dan
test
kontrol
dengan uji Mann-Whitney didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil uji Mann-Whitney antara pre test kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol
Pre test kelompok perlakuan Pre test kelompok kontrol
N
Median (minimum-maximum)
Z
P
23
7(3 – 10)
-990
0,322
23
13(7 – 16)
Hasil Mann-Whitney Test adalah p = 0,322 (p > 0,05). Hasil uji tersebut menunjukkan datanya homogen pada responden dan sebarannya merata. b.
Perbedaan kemampuan mengekspresikan marah secara asertif
kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol setelah perlakuan. Tabel 6. Hasil uji Mann-Whithney antara post test kelompok perlakuan kontrol
Post test kelompok perlakuan Post test kelompok kontrol
dengan kelompok
N
Median (minimum-maximum)
Z
P
23
7 (3 – 10)
-5,138
0,000
23
13(7 - 16)
Hasil uji Mann-Whitney Test antara post test kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol p = 0,000 (p < 0,05) hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna hasil post test antara kedua kelompok.
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
11
PEMBAHASAN Hasil uji Mann-Whitney antara post test kelompok perlakuan dengan kelompok
satu cara mencegahnya adalah dengan memberikan latihan asertif.
kontrol menunjukkan p = 0,000, dengan demikian
p < 0,05, hal
menunjukkan bermakna
hasil
Dalam latihan asertif terjadi proses
tersebut
belajar atau pendidikan kesehatan dan
adanya perbedaan yang
terdapat penambahan pengetahuan cara
post
test
kelompok
mengekspresikan
marah,
dan
latihan
perlakuan lebih tinggi dari kelompok
mengekspresikan marah yang tepat. Pasien
kontrol dalam mengekspresikan marah
skizofrenia
secara asertif setelah mendapat tindakan
kekerasan yang diberikan latihan asertif
keperawatan terapi assertivness trainning.
akan
Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis
mengekspresikan marah yang tepat dan
penelitian yang berarti ha diterima dan ho
dilatih cara mengekspresikan marah yang
ditolak. Hasil tersebut juga masih sama
tepat,
dengan hasil penelitian terdahulu yang
mengekspresikan marahnya menjadi lebih
dilakukan
dan
baik dari sebelumnya. Notoatmodjo (2003)
Wahyuningsih (2009) meskipun dilakukan
mengatakan belajar merupakan proses
dengan cara yang berbeda.
peningkatan pengetahuan dan pengalaman,
Widodo
Penderita
(2009),
skizofrenia
akan
dengan
mendapatkan
riwayat
pengetahuan
sehingga
dimana
perilaku
terjadi
cara
kemampuan
pertumbuhan,
mengalami gangguan proses pikir, afek,
perkembangan atau perubahan kearah lebih
emosi, kemauan, psikomotor, waham, dan
dewasa, lebih baik dan lebih matang.
halusinasi. Hawari (2003) mengatakan
Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri :
gangguan pada pasien skizofrenia akan
menghasilkan
mempengaruhi cara berfikir, berperasaan
kemampuan baru, dan perubahan itu terjadi
serta
karena usaha dan disadari.
tingkah
laku
terutama
pada
kemampuan mengekspresikan marah. Hal tersebut
menyebabkan
perubahan,
Peningkatan
didapatkan
kemampuan
kemampuan
berperilaku asertif dapat dipengaruhi oleh
mengekspresikan marah yang tidak tepat
faktor dari dalam diri pasien. Karakteristik
yang
responden
menyebabkan
kekerasan/amuk
yang
perilaku
yang
melekat
pada
diri
dapat
responden juga memberikan kontribusi
membahayakan diri sendiri, orang lain dan
pada tingkat resiko perilaku tidak asertif.
lingkungan sehingga perlu bantuan atau
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
pertolongan untuk mencegahnya. Salah
sebagian besar responden dalam penelitian
12
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
ini berusia 29 – 37 tahun . Menurut tahap
kali (30,4%). Frekuensi dirawat berkaitan
perkembangan
dengan lamanya sakit jiwa dan riwayat
Erickson
rentang
usia
tersebut masuk dalam tahap kematangan
pengobatan
emosi dan daya pikir.
berhasil.
Pasien yang
sebelumnya
yang
kurang
menderita Skizofrenia pada usia dini
Beberapa faktor yang dimungkinkan
memperlihatkan hasil akhir yang lebih
terjadinya bias dalam penelitian ini adalah
buruk dibandingkan dengan pasien usia
psikofarmaka
lebih tua. Pasien yang mengalami awitan
Psikofarmaka merupakan terapi medis
penyakit
utama untuk skizofrenia. Anti psikotik
secara
bertahap
cenderung
dan
terutama
lingkungan.
mengalami prognosis yang lebih buruk
diprogramkan
karena
dibandingkan yang mengalami awitan akut
keefektifannya dalam mengurangi gejala
dan mendadak (Videbeck, 2008).
psikotik. Antipsikotik atipikal tidak hanya
Jenis kelamin dalam penelitian ini
mengurangi gejala positif skizofrenia tetapi
cukup berimbang antara laki-lali dan
juga mengurangi gejala negatif skizofrenia
perempuan.
Beberapa
(Videbeck, 2008).
menyatakan
laki-laki
penelitian lebih
telah
mungkin
Faktor lingkungan yang terstruktur
terganggu oleh gejala negatif daripada
sangat bermanfaat bagi pasien dalam
perempuan. Perempuan lebih mungkin
membentuk perilaku yang sehat. Motivasi
memiliki fungsi sosial yang lebih baik
dan bimbingan dari perawat ruangan pada
daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil
saat pasien melakukan aktivitas dapat
akhir untuk pasien Skizofrenia perempuan
mempengaruhi
lebih baik dari pada hasil akhir untuk
mengekspresikan marah secara asertif.
pasien laki-laki (Kaplan, Sadock, 1997).
Dalam penelitian ini terdapat beberapa
kemampuan
Pendidikan menurut Hidayat (2004)
keterbatasan dan kelemahan, antara lain
juga mempengaruhi perilaku seseorang.
pengambilan data pre test dan post test
Orang yang lebih tinggi pendidikannya
lebih lama karena kemampuan mengikuti
lebih baik dalam berperilaku daripada
terapi antar pasien satu dengan pasien
orang yang berpendidikan lebih rendah,
lainnya berbeda. Keterbatasan waktu juga
begitu juga cara berfikir, berwawasan juga
mempengaruhi keberhasilan terapi, karena
lebih baik. Dalam penelitian ini sebagian
untuk
besar
perubahan perilaku perlu waktu cukup dan
berpendidikan
Frekuensi
dirawat
SMA sebagian
(39,1%). besar
mengevaluasi
keberhasilan
sesi-sesi yang harus dilalui.
responden dalam penelitian ini adalah dua kali dirawat (30,4%) dan lebih dari empat
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
13
PENUTUP
secara asertif pada pasien skizofrenia
Kesimpulan
dengan riwayat perilaku kekerasan.
Berdasarkan hasil analisa data dan
DAFTAR PUSTAKA
pembahasan maka kesimpulan penelitian
David A, (2004). Psikiatri,Jakarta, EGC
adalah sebagai berikut:
Davis, M.,Eshelman, ER, dan Kay. M.M.,
1.
Kemampuan mengekspresikan marah
(1995).
secara
Reduksi Stress, Jakarta, EGC
asertif
sebelum
dilakukan
terapi Assertiveness Training dari 23 pasien kelompok perlakuan adalah kategori baik 3 pasien, sedang 13 dan buruk
4
pasien.
Adapun
pada
kelompok kontrol katagori baik 2
2.
Relaksasi
dan
FIK UI. (2006). Modul IC CMHN: tidak dipublikasikan Hajar,I. (2009). Statistik untuk Praktisi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu Keliat, B. A., (1992). Marah Akibat
pasien, sedang 18 dan buruk 3 pasien.
Penyakit yang di Derita, Jakarta:
Kemampuan mengekspresikan marah
ARCAN
secara
asertif
pada
kelompok
perlakuan sesudah dilakukan terapi Assertiveness
Training
peningkatan sebanyak
terjadi 19 pasien
kategori baik, 4 pasien kategori sedang dan 0 pasien kategori buruk. Adapun pada kelompok kontrol hasil post test adalh katagori baik 5 pasien,
3.
Panduan
Kaplan
&
Sadock.
(1997).
Sinopsis
Psikiatrik,Jakarta: Binarupa Aksara Maramis, W. F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran
Ilmu
Jakarta:Airlangga National
Safety
Jiwa,
University Press
Council.
(2004).
Manajemen Stress, Jakarta: EGC Notoatmojo,
S.
(2002).
Metodologi
sedang 15 dan buruk 3 pasien.
Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT
Ada
Rineka Cipta
perbedaan
secara
terhadap
signifikan kemampuan
Nursalam. (2003). Metodologi Peelitian
mengekspresikan marah secara asertif
ilmu keperawatan, Jakarta: Medika
antara
Salemba
pre
kelompok
dan
post
perlakuan
test
pada
dibanding
Peter, E., Patricia, A.(1997). Mengatasi
kelompok kontrol. Berdasarkan hasil
Stress
uji Mann Whitney nilai p 0,000,
Gramedia Pustaka Ilmu
kesimpulan dari analisis ada pengaruh Assertiveness
Training
terhadap
Secara
Positip,Jakarta:
Riwidikdo, H. (2009). Statistik Kesehatan, Yogyakarta: Mitra Cendekia Press
kemampuan mengekspresikan marah
14
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
Riyanto,
A.
(2009).Pengolahan
Analisis
Data
Dan
Stuart,G.W., and Laraia, M.T. (2001)
Kesehatan,
Principas and Practice of Psyciatric
Yogyakarta: Mulia Medika
Nursing, St Louis: Mosby Year
RSJ Grhasia. (2012). Modul Pelatihan Terapi
Modallitas
Keperawatan
Jiwa:
Dalam tidak
dipublikasikan RS Grhasia.
Wahyuningsih,
Standard
Kesehatan
D.(2009)
Asertiveness perilaku
(2006).
Keperawatan
Book Pengaruh
Training
kekerasan
pada
terhadap pasien
suhan
Skizofrenia di RSUD Banyumas,
Jiwa,
diakses 5 Desember dari http://
Yogyakarta: tidak dipublikasikan
eprins.lib.ui.ac/id/eprint/1 3946
Susana, S. A., Hendarsih, S., Ghofur, A.,
Widodo, S. (2009). Pengaruh Latihan
dan Riwidikdo, H. (2007). Terapi
Asertif
Modalitas,
Mengekspresikan
Yogyakarta:
itra
Cendekia
terhadap
Kemampuan Marah
pada
Pasien Skizofrenia Dengan Riwayat
Sevilla, C.G. (1993). Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI Press
Perilaku Kekerasan, Skripsi D IV: Poltekkes Depkes Yogyakarta tidak
Sheila, L., Videbeck.(2008). Buku Ajar
dipublikasikan
Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC Stuart,
G.W.
(2007).
Buku
Saku
Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC
Jurnal Kebidanan, Vol. VII, No. 01, Juni 2015
15