Wuuush Forum Penulis Bacaan Anak ISBN: 978-602-9488-04-3 Penanggung Jawab Supervisi Konsep Naskah Penyuntingan Ilustrasi Desain
: Dedie A. Rachim : Sandri Justiana (KPK), Ali Muakhir (FPBA) : Ryvafie Damani : Intan Daswan (Secukupnya Saja), Maya Agustiana (Susu untuk Ibu), Triani Retno A. (Pasar Kaget), Evi Z. Indriani (Rencana Aji), Erna Fitrini (Monster DurDur) : Ary Nilandari : Pandu Sotya : Bang Aswi
Diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Jl. H.R. Rasuna Said Kav C-1 Jakarta Selatan 12920 http://www.kpk.go.id Cetakan 1: Jakarta, 2012 Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya, diperbanyak untuk tujuan pendidikan dan non-komersial lainnya, dan bukan untuk diperjualbelikan.
Sepatah Kata Pimpinan KPK Anak-anak Indonesia, buku ini akan melatih kalian untuk berani berbuat jujur, bertanggung jawab, dan disiplin. Mulailah dari diri sendiri agar kalian dapat membangun integritas karena integritas adalah bekal meraih cita-cita. Selamat membaca.
Jujur itu hebat. Disiplin itu keren. Peduli itu luar biasa. Mari berlomba menjadi anak Indonesia yang hebat, keren, dan luar biasa. Mulailah dari diri sendiri. Jangan lupa, ajak orang tua, saudara, dan teman-temanmu.
br aham Samad KETUA -
A
dn
a
- W n Pandu Pr A KI L KETUA -
Z
- W ulkarnain A KI L KETUA -
aj
a
s dda o q u Busyro M ETUA - WAKIL K
Siapakah yang akan menjadi presiden Indonesia 30 tahun yang akan datang? Pasti salah satu dari kalian. Ayo, tanamkan dalam diri sejak sekarang. Kalian akan memimpin negeri ini sebagai pemimpin yang bersih, sederhana, pemberani, dan adil. Baca dan buku adalah “koin peradaban”. Siapa suka baca, dialah pemegang kunci pengetahuan. Buku adalah pintu dan jendela pembuka pengetahuan. Siapa suka baca buku, dialah pemilik masa depan. Anak Indonesia, kalianlah pemilik dan penggenggam pengetahuan, masa depan, dan peradaban itu.
Tiada hari tanpa membaca, karena membaca membuat kita cerdas. Tiada hari tanpa berbuat jujur, karena apalah artinya cerdas kalau tidak jujur. Jadilah anak jujur, karena jujur adalah pakaian orang cerdas.
Ba mb
- Wang Widjoj A KI L KETUA -
an
t
o
A
a j a S a y n p u Secuk
Susu untuk Ibu Pasar Kaget Rencana Aji r u D r u D r e t s Mon
Secukupnya Saja Aldo ingin membawa bermacam-macam bekal.
Spageti saja tidak cukup.
“Memangnya bisa kamu makan semua?” Kak Eno menegur. “Secukupnya saja.” Aldo cemberut. “Ini kan makanan
ultahku.
Aku mau bawa semua.” Karena Aldo merajuk, akhirnya Bunda berkata, “Baiklah. Tapi
porsinya sedikit-sedikit
saja ya, Aldo,” kata Bunda. “Sayang kalau tidak termakan.”
Saat istirahat, Aldo mengeluarkan semua makanannya. Ia
makan satu per satu.
Aldo tidak menawarkan makanan kepada teman-temannya. Padahal, ada temannya yang
tidak membawa makanan. “Coba tebak, apa Aldo bisa
menghabiskan semuanya!”
bisik Dimas. Teman-teman menggeleng yakin.
Beberapa saat kemudian. “Aduh, perutku
sakit. Kepalaku juga pusing.”
Aldo mengerang. “Rasanya mual, ingin muntah....” Teman-teman memanggil Bu Guru. Bu Guru datang dan membantu Aldo berdiri. “Aldo, ini
kuenya masih ada,” kata Dimas.
Aldo menggeleng lemas. “Aku tidak bisa
makan lagi selamanya.”
Bu Guru tertawa. “Tentu saja kamu masih bisa makan lagi.” Tapi secukupnya saja, pikir Aldo.
Susu
untuk
Ibu
Ah, rasanya Leo mau
meleleh. Siang ini panas menyengat. Tenggorokan Leo
kering, bajunya basah oleh
keringat.
Leo melepas seragam, lalu minum cepat-cepat. Eh, ada tulisan Ibu di secarik kertas.
Ganti bajumu, makan siang, lalu salat.”
“
“Ibu! Ibu!” panggil Leo. Rumah
sepi, tak seperti biasa.
Leo mencari di dapur dan ruang keluarga. Ibu tak ada di sana. Biasanya, Ibu membukakan pintu untuknya. Lalu mereka
siang bersama.
makan
Barangkali Ibu tidur di kamarnya?
Selimut tebal membungkus tubuh Ibu. Napasnya terdengar
lirih
berirama. “Bu! Ibu!” Leo menggoyang tubuh Ibu. Namun Ibu tidur dengan sangat nyenyaknya! Aneh, panas begini, mengapa Ibu memakai selimut? Ah, jangan-jangan...
Ibu sakit?
Bagaimana memastikannya? Oh ya, raba keningnya! Itu yang sering dilakukan Ibu. Tangan kanan Leo meraba
kening Ibu.
Tangan kirinya lalu meraba keningnya sendiri. “Mana yang lebih hangat, ya?” gumam Leo.
Hm… Kening Ibu
lebih hangat sedikit. Ya, Ibu memang sakit!
Apa lagi yang akan dilakukan Ibu saat Leo sakit? Di lemari dapur, tersimpan bahan makanan aneka macam. Tetapi,
Leo tak bisa
memasaknya.
Ah ya, bagaimana kalau segelas
susu hangat?
Lima ribu, mungkin cukup untuk membeli sebungkus susu. Atau, sepuluh ribu? Leo membuka
celengannya.
Wah, ternyata warung Bu Mirna menjual
susu bubuk
dalam kemasan kecil! “Pas untuk satu gelas,” kata Bu Mirna. Leo merasa lega. Pindahkan ke gelas, tuang air termos, lalu aduk-aduk. Gampang, kan?
Satu, dua, tiga. Pelan-pelan Ibu
menyeruput susu itu.
Leo tak sabar ingin mendengar pendapat Ibu. “Bagaimana, Bu? Enak, kan?” Ibu mengangguk sambil tersenyum. “Cuma sedikit
terlalu manis.
Kamu tambahkan gula, ya?” “Oh, Leo pikir…,” Leo meringis. “Tak apa-apa.
Terima kasih, ya.” Ibu membelai kepala Leo. Ternyata susu bubuk itu sudah manis
tanpa gula.
Semanis
senyum Ibu untuknya.
Ke Pasar Kaget Hari ini ka mi sekeluarga ke pasar kaget. Dor! Eh copooot… eh kaget… kaget… kaget! Hihihi… bukan seperti itu. Disebut pasar kaget karena hanya ada di hari Minggu. Aku, kakak, dan adikku senang sekali. Mainan, makanan, dan hewan peliharaan dijual di sini. Pakaian pun berwarna-warni. Wow! Banyak sekali yang ingin ka mi beli. “Tidak, Cika. Lemari pakaianmu sudah sesak.” “Tidak, Nia. Boneka mu sudah banyak.” “Anak aya m warna-warni? Ra ma, itu juga tidak.” Ayah tersenyu m-senyu m mendengar Ibu sibuk menolak.
Aku, Kak Ra ma, dan Nia cemberut. Wajah ka mi pasti seperti jeruk purut. Ibu pelit, semua dilarang. Tak senang! Tak senang! Eh, tapi Ibu memberi uang pada pengemis tua pincang.
Ibu membeli kue-kue untuk ca milan agar ka mi riang. Lima bungkus pepes ikan untuk lauk makan siang. Sandal jepit hijau untuk Bi Ipat, mengganti yang sudah usang. Juga sebuah payung lipat, agar ka mi tak kehujanan lalu meriang. Oh, rupanya Ibu bukan pelit melainkan cermat. Hanya membeli barang yang tepat. Ka mi tetap senang dan kenyang meski Ibu hemat. Ka mi memang keluarga sederhana yang hebat.
Rencana Aji Mata Aji berkilat melihat
uang sewa buku. “Dapat berapa?”
“Hari ini 244.000 rupiah,” sahutku. Baru selesai menghitung. “Banyak!” kata Aji. “Kak Tias sudah tahu?” “Belum.” Aku heran dengan sikapnya. Tiga hari ini Aji rajin menengok
taman bacaan. Sebelumnya? Jangan
tanya! Ia lebih suka main bola. Kak Tias sampai harus meminta bantuanku. Aku senang menunggui taman bacaan sepulang sekolah, sambil
membaca.
“Seharusnya
komik diperbanyak. Masa novel melulu!” kata Aji lagi.
“Sebagian uang kita belikan komik, yuk!” “Kak Tias bilang, uang hendak
ditabung,” bantahku.
“Kak Tias tidak perlu tahu. Taman bacaan juga untung karena komik bakal laris.” Kupikir, Aji ada benarnya. Tapi... “Tidak apa-apa, kita kan
tidak mencuri,” kata Aji.
Sore itu hujan deras.
Bocor di sana sini.
Aku dan Kak Tias menggeser perabot. Menyelamatkan buku. Menempatkan baskom-baskom untuk menampung tetesan air.
“Sayang, uang
tabungan
belum cukup untuk memperbaiki atap,” keluh Kak Tias. Aku tertegun. “Oh, tidak semua uang sewa buku untuk beli buku baru?”
“Tidak, dong. Peminjam kan tidak cuma butuh buku, tapi juga tempat membaca yang
nyaman. Lihat tuh karpetnya bolong-bolong. Kita
perlu mengganti karpet dan rak. Malah kalau cuaca panas, kipas angin juga diperlukan.” Aku terdiam. Melaksanakan rencana Aji, atau menyerahkan semua uang kepada Kak Tias?
Aduh,
bingung.
“Kamu
melamun, Wan?”
Kak Tias tersenyum. Aku memandang Kak Tias. Tiba-tiba, aku tahu pilihan terbaik. Kuceritakan kepadanya rencana itu. Tapi kukatakan juga, anak-anak selalu menanyakan komik baru. Aku dan Aji sangat suka membaca
komik.
Kak Tias mengangguk. “Kakak senang kamu berterus terang. Bisa saja sebagian uang untuk membeli beberapa komik.” “Benar, Kak?” Aku melonjak gembira. “Kakak “Kenapa harus marah?” Kak Tias balas bertanya. “Yah, karena hendak mengambil uang tanpa izin,” kataku malu. Memang itu rencana Aji, tapi aku sempat ingin mengikutinya. “Kamu memilih untuk
jujur.
Kakak senang. Soal Aji, jangan khawatir. Biar Kakak yang berbicara padanya. Aji kadang suka-suka. Mentang-mentang pemilik taman bacaan ini kakaknya sendiri.” Aku
tersenyum lega.
tidak marah?“
MONSTER DURDUR
Sudah dua musim, pohon
durian di seluruh desa tidak berbuah.
Penduduk bingung karena kehilangan sumber nafkah. Konon, pohon durian malas berbuah karena tidak ada
Monster DurDur.
Seperti apa monster itu, tidak ada yang tahu. Di mana sarangnya, juga tidak ada yang tahu. Pokoknya, dengan segala cara penduduk mencari Monster DurDur.
Anak-anak tidak mau ketinggalan. Di kebun durian, Hafil, Ayman, dan Jatmiko merapal
mantra
pemanggil Monster DurDur. Entah dari mana Hafil mendapatkan mantra itu. Begini bunyinya: “Gatrem Dur Dur gatrem. Gatrem Dur Dur gatrem.”
“Jangan sampai Dibyo tahu, ya!” kata Hafil. “Dibyo tak akan percaya.” “Tapi kalau Monster DurDur tidak muncul, berarti mantranya
gagal!”
kata Ayman. Hafil cemberut. “Mantra ini pasti
ampuh memanggil monster.”
Lalu ia merapal lagi. Gatrem Dur Dur gatrem. Gatrem Dur Dur gatrem. Ayman tertawa tertahan. “Ssst. Kalau tidak serius, Monster DurDur tidak akan datang,” kata Jatmiko.
Malam itu, penduduk dikejutkan
bunyi-bunyian aneh
di kebun. Mereka berbondong-bondong keluar rumah. Tampak bayangan hitam berkelebatan di antara pepohonan. “Monster DurDur
datang!” seru mereka.
“Mantra kita berhasil!” kata Hafil. “Kami yang memanggilnya.” Ia menggamit Ayman dan Jatmiko. Orang-orang dewasa menepuk bahu mereka.
Berterima kasih.
Dibyo muncul bersama bapaknya. “Itu kawanan
kelelawar dari
negeri tetangga. Kelelawar asli daerah ini sudah punah karena diburu. Itu sebabnya pohon durian lama tidak berbuah. Sekarang, kelelawar itu datang untuk
membantu bunga durian menjadi buah.”
“Tapi kalian boleh saja menyebut kawanan kelelawar itu Monster DurDur,” kata Bapak Dibyo kepada Hafil dan kawan-kawan. “Bagus juga namanya.” “Ahoy, Monster DurDur, kalian
sahabat kami!”
seru Hafil kepada para kelelawar. “Kalau ada yang memburu kalian, lapor saja padaku!” Orang-orang tertawa mendengarnya.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya disampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penerbitan buku ini, sejak cetusan gagasan kerja sama, training dan workshop untuk penulis, hingga realisasinya dalam bentuk buku serial Tunas Integritas. 1. Para peserta Training dan Workshop Antikorupsi untuk Penulis Bacaan Anak (Bandung, 30 November - 2 Desember 2011) yang telah berkomitmen untuk turut serta memberantas korupsi melalui tulisan: • Afin Murtiningsih • Ammy Ramdhania • Ali Muakhir • Ary Nilandari • Asri Andarini • Assyfa Nurhalimah • Bang Aswi • Chitra Savitri • Dewi Telaphia • Dian Nafi • Dyah P. Rini • Dydie Prameswarie • Erna Fitrini • Eva Y. Nukman • Evi Z. Indriani • Ina Inong • Intan Siti Noer Rita • Jumari Haryandi • Laksmi P. Manohara
• M. Isnaeni • Maya Agustiana • Monica Anggen • Nia Haryanto • Nia Kurniawati • Paula Rosaline • Ratno Fadillah • Sari Wiryono • Sofie Dewayani • Sri Al Hidayati • Sri Lina • Susanti Hara Jv. • Syifa Kamilatussa’adah • Tethy Permanasari • Tia Marty • Triani Retno A. • Yang Putri Insani • QS. Emmus
2. Ali Muakhir, Koordinator FPBA 3. Ryvafie Damani, Konseptor seri Tunas Integritas 4. Sandri Justiana dan Dian Rachmawati, Fasilitator Training dan Workshop Antikorupsi untuk Penulis Bacaan Anak 5. Tim Ilustrator dan Desainer • Bang Aswi • Mukhlis Nur • Dianda Primalita • Pandu Sotya • Hutami Dwijayanti • Paula Rosaline • Ismirahma Fitria • Wing Yudha 6. Dony Mariantono, Elvira GB, Ary Wibowo, Andriansyah Putra, Nina Siti Nurhasanah, dan seluruh tim Direktorat Dikyanmas yang telah mendukung program ini. 7. Segenap pengurus dan anggota Wadah Pegawai KPK
Semua Bisa Berintegritas, Semua Bisa Memberantas Korupsi Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan dengan tujuan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Namun, cita-cita mulia ini belum terwujud. Salah satu penyebabnya adalah korupsi yang merajarela di negeri ini. Gara-gara korupsi, negara dirugikan. Gara-gara korupsi, pembangunan menjadi terhambat. Garagara korupsi, sendi-sendi dan tatanan kehidupan masyarakat rusak dan berantakan. Intinya, korupsi telah membuat rakyat sengsara dan menderita. Tidak ada pilihan lain agar Indonesia bisa mewujudkan cita-citanya: BERANTAS KORUPSI. Ini adalah cita-cita kita bersama. Maka, memberantas korupsi dari bumi Indonesia menjadi tugas bersama pula. KPK sebagai lembaga yang khusus dibentuk untuk memberantas korupsi tidak dapat bekerja sendiri. KPK memerlukan dukungan dan kerjasama dari semua pihak. Setiap elemen bangsa ini mempunyai keunikan, minat, bakat, dan kompetensi yang berbeda-beda. Apa dan siapa pun Anda: SEMUA BISA MEMBERANTAS KORUPSI. Contoh nyata peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi adalah penerbitan seri TUNAS INTEGRITAS ini. Seri bacaan anak ini terbit berkat sinergi dan kerjasama apik antara KPK dan Forum Penulis Bacaan Anak (FPBA).
FPBA adalah organisasi nirlaba yang beranggotakan penulis, ilustrator, editor, desainer, penerbit, partisipan, wartawan, media, dan pemerhati bacaan anak. Sejak resmi berdiri pada 2 Mei 2010, FPBA memiliki anggota lebih dari 2.000 orang. FPBA memiliki visi terciptanya bacaan yang sehat, kreatif, dan sesuai dengan anakanak Indonesia. Visi ini diupayakan melalui misi, antara lain: menciptakan dan memberdayakan sumberdaya di bidang tulis-menulis bacaan anak, serta menjalin kerjasama dengan media massa, pelaku bisnis penerbitan di Indonesia maupun di negara lain, dan bersinergi dengan lembagalembaga yang memiliki kesamaan visi. Kolaborasi KPK dan FPBA dalam penerbitan buku diawali dengan Training dan Workshop Anti Korupsi yang diikuti para kreator bacaan anak. Buku yang merupakan komitmen dan upaya para kreator bacaan anak dalam pemberantasan korupsi ini memunculkan karakter Keluarga Kumbi (dung beetle). Jika kumbang berperan besar membuat kondisi tanah kondusif bagi pertumbuhan tunas tanaman, maka KPK bersama FPBA, lewat seri Tunas Integritas ini, berusaha memberikan stimulasi bagi anak-anak Indonesia untuk tumbuh dengan nilai-nilai integritas. Mengapa? Karena kami yakin SEMUA BISA BERINTEGRITAS. Bagaimana dengan Anda?
Ehem, ehem. Tes!
KUMBI
Tes! Lho, kenapa ini?
WER
Suaraku terdengar tidak? Hei, pantas saja! Kumbi Rob! Jangan lindas kabelnya!
Biar aku saja! Salam adik-adik, aku Kumbi Ole Marun. Aku keren ya? Kami keluarga Kumbi. Di depan sana ada Kumbi Rak, ada... ehem, baca saja nama masing-masing ya. Hei, Kumbi Emu, habiskan makananmu cepat!
I
B KUM
RAK
KUM
BI
KU
T
KUMBI
HIL
Kumbi Kut, kenapa sembunyi? Oh ya ampun! Kumbi Tuk, bangun! Maaf ya. Tapi begitulah keluargaku. Seru di mana-mana. Coba temukan kami di setiap halaman buku ini.
KUMBI
JAN
KUMBI
EMU KUMBI
ONG