1
WUJUD KESANTUNAN IMPERATIF DALAM INTERAKSI ANTARPEMUDA DI DUSUN SIDOREJO KABUPATEN SIMALUNGUN Oleh Novi Sri Trisnawati Drs. Syamsul Arif, M.Pd. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Wujud Kesantunan Imperatif Antarpemuda Di Dusun Sidorejo. Populasi penelitian ini adalah pemuda di Dusun Sidorejo yang berjumlah 62 orang dan yang menjadi subjek penelitian sebanyak 26 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tehnik rekam .Dari hasil penelitian diperoleh wujud imperatif desakan, himbauan, persilaan, perintah, dan permintaan berjumlah masingmasing 4 data tuturan dengan persentase 8,51%, wujud imperatif bujukan berjumlah 3 data tuturan dengan persentase 6,38%, wujud imperatif larangan berjumlah 1 data tuturan dengan persentase 2,13%, dan wujud imperatif “ngelulu” berjumlah 2 data tuturan dengan persentase 4,26%.Penelitian ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian-penelitian selanjutnya, diantaranya kesantunan berbahasa dilihat dari daerah asal atau etnis pemudanya. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian yang asimetris antara pemuda dengan masyarakat yang lebih tinggi, seperti pengurus dusun, desa, atau, kecamatan.
Kata kunci: Kesantunan Imperatif, Interaksi, Antarpemuda.
PENDAHULUAN Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur merupakan masyarakat yang timbul karena rapatnya komunikasi atau integrasi simbolis, dengan tetap menghormati kemampuan komunikatif penuturnya tanpa mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan. Dalam berkomunikasi, norma-norma itu tampak dari perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Perilaku verbal dalam fungsi imperatif misalnya, terlihat pada bagaimana penutur mengungkapkan perintah, keharusan, atau larangan melakukan
2
sesuatu kepada mitra tutur. Sedangkan perilaku nonverbal tampak dari gerak gerik fisik yang menyertainya. Norma sosiokultural menghendaki agar manusia bersikap santun Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai media komunikasi. Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa yang lain. Proses saling mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas. Saling mempengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya kosakata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosakata itu memiliki sifat terbuka. Menurut Weinrich (dalam Chaer dan Agustina 1995:159) kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling mempengaruhi antara bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis. Adanya kedwibahasaan juga akan menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan ide,informasi, dan pesan kepada orang lain. Komunikasi merupakan komunikasi dua arah antara pembicara. Salah satu tujuan orang berkomunikasi adalah menyampaikan pesan atau saran kepada si pembicara. Pesan atau saran inilah yang akan ditanggapi oleh
3
lawan sipembicara.Untuk menghindari ancaman terhadap si pembicara, perlu digunakan kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa bertujuan untuk menghindari konflik antara si pelaku pembicara. Kesantunan berbahasa sangat diperlukan dalam segala jenis komunikasi. Baik itu komunikasi lisan dan tulisan. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama” (Sibarani, 2004:170). Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat
tempat
hidup
dan
dipergunakannya
suatu
bahasa
dalam
berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan normanorma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani, 2004:170). Fraser (dalam Kaswanti 1994:48) mendefenisikan kesantunan merupakan property atau bagian yang ditunjukkan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau mengingkari memenuhi kewajibannya. Maksudnya adalah bahwa si penutur memerintah mitra tutur sesuai dengan kemampuan mitra tutur tersebut, apabila tidak sesuai dengan kemampuan mitra tutur maka tuturan tersebut tidak santun. Ulasan Fraser terhadap kesantunan berbahasa yaitu pertama, kesantunan itu adalah property atau bagian dari ujaran, jadi tidak hanya ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu merupakan ujaran. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak diukur berdasarkan (1) apakah si penutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicaranya; maksudnya adalah bahwa penutur jika memerintah atau menyuruh mitra tutur harus sesuai dengan kemampuan mitra tutur dan (2) apakah si penutur
4
memenuhi kewajibanya kepada lawan bicaranya; maksudnya adalah si penutur memenuhi kewajibannya kepada mitra tutur Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia
apabila
dikaitkan
dengankonteks
situasi
tutur
yang
melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangatditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Selain berwujud pragmatik, pragmatik imperatif dapat juga berupa tuturan dengan konstruksi
nonimperatif.
Austin (1962:100-102) dalam
konstruksi
yang
bermacam-macam tersebut ditemukan pula makna-makna pragmatik imperatif yang langsung maupun tidak langsung. Hal penting yang berkenaan dengan keberhasilan pengaturan interaksi sosial melalui bahasa adalah strategi yang mempertimbangkan maksud penutur dan mitra tutur. Keberhasilan penggunaan strategi-strategi ini menciptkan suasana kesantunan
yang
memungkinkan
transaksi
sosial
berlangsung
tanpa
mempermalukan penutur dan mitra tutur. Pada komunitas ini terjadi interaksi minimal dan pemeliharaan maksimal pada bahasa dan kebudayaan. Dilatarbelakangi oleh penjabaran sebelumnya, akhirnya peneliti tertarik untuk
meneliti
judul
“Wujud
Kesantunan
Imperatif
Dalam
Interaksi
Antarpemuda Di Dusun Sidorejo Kabupaten Simalungun”. METODE PENELITIAN Motode memegang peranan yang sangat penting dalam melakukan penelitian. Hal ini disebabkan karena semua kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian sangat bergantung pada metode yang digunakan. Metode penelitian adalah suatu cara untu mencari kebenaran dengan mengumpulkan data dan menganalisis data yang akan diperlukan guna mencari tunuan penelitian. Arikunto (2006:22), mengemukakan “metode penelitian merupakan struktur yang sangat penting, karena berhasil tidaknya penelitian demikian juga rendahnya kualitas penelitian sangat ditentukan oleh ketetapan dalam memilih metode penelitian”.
5
Sebagai upaya mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan metode deskriptif. Dalam kajiannya, metode deskriptif menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya) (Arikunto, 1993: 310). Metode deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan apa adanya hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan oleh penulis. Metode deskriptif dipilih oleh penulis karena metode ini dapat memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Sidorejo Kecamatan Sitalasari Kabupaten Simalungun. Populasi dalam penelitian ini adalah pemuda sebanyak 62 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 26 orang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Wujud Kesantunan Imperatif Bahasa Yang Digunakan Antarpemuda Di Dusun Sidorejo. Tabel dibawah ini akan menjelaskan wujud kesantunan imperatif bahasa yang digunakan antarpemuda di Dusun Sidorejo : Tabel 1 Klasifikasi Wujud Kesantunan Imperatif Bahasa Yang Digunakan Antarpemuda Di Dusun Sidorejo 1. Tuturan bermakna imperatif desakan
W U
-
J U D
Wujud Imperatif
Ayo bali! Wes maghrib iki. Ayo! Ndang gerak kita. Cepet Ki! Seng lain wes podo nunggu. Selak udan, Njol!
Imperatif Pragmati 2. Tuturan bermakna imperatif bujukan k -
Cak njele hp mu, Dod. Aku arak ndelo lagu-lagumu. Weslah, ojo koyo ngono mene. Pokoke , nak aku bali sesok koe wes
6
nggowo cewek, Trot.
K
3. Tuturan bermakna imperatif himbauan
E
-
S
-
A
-
N
Nak dolan ojo mbengi-mbengi baline. Nak kocone ngomong, mbok diperhatikno. Nak eneng rapat mbokya tekoo. Jadi uwong koyo Haris, ora sombong.
4. Tuturan bermakna imperatif persilaan
T
-
Ayo woi, mlebu lah Ayo monggo dipangani. Enak kok, bro.
U 5. Tuturan bermakna imperatif larangan
N -
A
Ojo koyo ngono loh, melas Tonggek dieka’i wae.
6. Tuturan bermakna imperatif perintah
N
-
I
-
M
Meneng! Eneng adzan. Cepet woi! Je’i seng lain. Jimuke dilut ngopo, Cok! Gak kesel ngomong wae?
7. Tuturan bermakna imperatif permintaan
P
-
E
Tulung Jupukno Sepatuku ijo iku! Dod, tulung jalukke es teh rong gelas nang mburi!
8. Tuturan bermakna imperatif ”ngelulu”
R A
-
T
Teruske wae!
1. Faktor panjang pendek tuturan
I
-
F Kesantunan Imperatif
Hp iku! Jupuke hp iku! Tulung jupuke hp iku!
Kesantun an 2. Faktor urutan tutur Linguisti k - Wis jam 7 kurang limo, engko telat! -
Cepet! Cepet! Engko telat! Wes jam 7 kurang limo.
7
3. Faktor isyarat kinesik
N O
-
Dicelok bang Bagol
4. Faktor ungkapan (tulung, ayo)
N
-
S
penanda
kesantunan
Tulung gawano bajuku. Ayo woi, mlebu!
T R U 1. Kesantunan imperatif dalam tuturan
deklaratif
K
-
T
Sopo seng dolan dewe-dewe ora setia
Kesantun kawan. an Pragmati 2. Kesantunan imperatif dalam tuturan interogatif k
U R
-
A
-
Gak kesel ngomong wae? Ngele, kalian wes mangan?
L
2. Faktor Penyebab Tuturan Menjadi Tidak Santun Setelah melakukan penelitian akan diperoleh data penyebab tuturan menjadi tidak santun, dan akan dijabarkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2 Faktor- Faktor Penyebab Tuturan Menjadi Tidak Santun No .
Kesantunan Linguistik
Ciri-ciri
1.
Faktor Panjang Pendek Tuturan
Semakin panjang tuturan semakin
Juml ah Data 4
Perse n-tase 8,51%
Kesantuna n Pragmatik Tuturan Deklaratif Perintah
Jumlah Data 2
8
Perse n tase 4,26%
2.
Faktor Urutan Tutur
3.
Faktor Intonasi dan Isyarat Kinesik
4.
Faktor Ungkapan Penanda Kesantunan
santun Penataan urutan tutur berpengaruh terhadap tinggi rendahnya peringkat kesantunan Intonasi berpengaruh terhadap tinggi rendahnya peringkat kesantunan Penanda kesantunan penentu kesantunan linguistik
2
4,26%
Tuturan Deklaratif Ajakan
1
2,13%
1
2,13%
Tuturan Deklaratif Larangan
2
4,26%
3
6,38%
Tuturan Interogatif Perintah
1
2,13%
Tuturan Interogatif Ajakan Tuturan Interogatif Permintaan Tuturan Interogatif Larangan
2
4,26%
2
4,26%
1
2,13%
11
23,40 % 44,68 %
5.
6.
7.
Jumlah
10 Total
21,28 %
21
Pembahasan Penelitian 1. Wujud Kesantunan Imperatif Bahasa Yang Digunakan Antarpemuda Di Dusun Sidorejo. Wujud pemakaian kesantunan imperatif nonstruktural dalam interaksi antarpemuda di Dusun Sidorejo Kabupaten Simalungun dibagi menjadi wujud imperatif dan kesantunan imperatif. Wujud imperatif pragmatik (tuturan bermakna pragmatik imperatif desakan, bujukan, himbauan, persilaan, larangan, perintah, permintaan, dan “ngelulu”). Sedangkan factor- faktor kesantunan imperatif
9
meliputi kesantunan linguistik (faktor panjang pendek tuturan, faktor urutan tutur, faktor intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik, dan faktor ungkapan-ungkapan penanda kesantunan yang meliputi penanda kesantunan tulung dan ayo) dan kesantunan pragmatik (kesantunan pragmatik imperatif dalam tuturan deklaratif dan kesantunan pragmatik imperatif dalam tuturan interogatif). Dari tabel di atas diperoleh kesantunan imperatif linguistik faktor panjang pendek berjumlah 4 data tuturan dengan persentase 8,51%. Kesantunan imperatif linguistik faktor urutan tutur, kesantunan pragmatik tuturan deklaratif perintah, tuturan deklaratif larangan, tuturan interogatif dan tuturan interogatif permintaan berjumlah masing-masing 2 data tuturan dengan persentase 4,26%. Kesantunan imperatif linguistik faktor intonasi dan isyarat kinesik, kesantunan pragmatik tuturan deklaratif ajakan, tuturan interogatif perintah, dan tuturan interogatif larangan berjumlah masing-masing 1 data tuturan dengan persentase 2,13%,. Dan, kesantunan imperatif linguistik faktor ungkapan penanda kesantunan berjumlah 3 data tuturan dengan persentase 6,38%. 2. Faktor Penyebab Tuturan Menjadi Tidak Santun Dapat dilihat bahwa tuturan pendek dinilai lebih santun jika digunakan dalam berinteraksi antarpemuda Dusun Sidorejo karena sifatnya tegas, sedangkan tuturan yang lebih panjang dinilai kurang santun karena bertele-tele atau ribet. Perilaku pemuda yang berbicara menggunakan kalimat pendek justru semakin menunjukkan bahwa pemuda tersebut semakin santun dalam berinteraksi dengan pemuda lainnya. Urutan tutur sebuah tuturan berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya peringkat kesantunan tuturan yang digunakan pada saat bertutur. Dapat terjadi bahwa tuturan yang digunakan kurang santun, dapat menjadi jauh lebih santun ketika tuturan itu ditata kembali urutannya. Intonasi dapat dibedakan menjadi intonasi berita, intonasi tanya, dan intonasi seruan. Intonasi memiliki peranan besar dalam menentukan tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan imperatif. Penggunaan penanda kesantunan tulung sebagai penentuan kesantunan linguistik bertujuan untuk memperhalus maksud tuturan imperatifnya. Dengan digunakannya penanda
10
kesantunan ini tuturan tidak dianggap semata-semata hanya sebagai imperatif yang bermakna permintaan.
PENUTUP Status
sosial
berpengaruh
terhadap
strategi
dalam
berinteraksi
antarpemuda yang direfleksikan melalui pemilihan bentuk tuturan imperatif yang dinilai bisa menjaga keselarasan hubungan antarpemuda tersebut. Berdasarkan empat strategi dasar yang dikemukakan Brown dan Levinson, beberapa strategi tersebut terefleksi dalam penggunaan tuturan pemuda. Strategi kurang santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan yang pendek, urutan tutur diawali dengan tuturan imperatif, tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan langsung yang diwujudkan dalam bentuk tuturan imperatif. Strategi agak santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan yang lebih panjang, penggunaan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan langsung yang diwujudkan dalam bentuk tuturan imperatif. Strategi lebih santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan panjang, penggunaan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan langsung yang diwujudkan dalam bentuk tuturan imperatif. Strategi paling santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan yang pendek, penggunaan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan tidak langsung. Melalui pemilihan bentuk tuturan imperatif dapat dinilai menjaga keselarasan hubungan antarpemuda di dusun Sidorejo
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Rahardi,Kunjana. 2008.Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Chaer, Abdul.2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Moelong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja RosdaKarya.
11
12