ANALISIS PERBEDAAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK: STUDI KASUS PADA WAJIB PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI YANG SUDAH DIPERIKSA DAN YANG BELUM DIPERIKSA Wirawan ED Radianto Universitas Ciputra
ABSTRACT Pajak memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan negara kita, maka dari itu penyelewengan terhadap pajak harus ditindak tegas karena akan sangat merugikan negara. Kepatuhan wajib pajak dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya sangat penting untuk meningkatkan penerimaan pajak. Penelitian ini menginvestigasi apakah terdapat perbedaan kepatuhan WP orang pribadi jika wajib pajak tersebut sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa. Yang menjadi objek penelitiannya adalah WP PPh orang pribadi yang bergerak di bidang usaha handicraft. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive random sampling. Jumlah responden yang diteliti adalah 116 orang yang berdomisili di Kabupaten Gianyar provinsi Bali. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji ANOVA. Ternyata dari hasil hipotesis ini diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kepatuhan WP pajak penghasilan orang pribadi yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa dalam memenuhi kewajiban perpajakannnya. Kata kunci: Wajib Pajak, orang pribadi, Kepatuhan, Pemeriksaan,
2
1. Pendahuluan Dengan makin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional dan globalisasi serta reformasi diberbagai bidang, maka perlu dilakukan perubahan undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsinya dan peranannya dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dan yang terakhir adalah dalam Undangundang Nomor 17 Tahun 2008. Perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut dilakukan dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal yang nantinya diharapkan mampu menyempurnakan undang –undang sebelumnya dengan memiliki kelebihan sebagai berikut: (1) lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak, (2) lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak, (3) menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal luar negeri di bidang usaha tertentu dan daerah tertentu yang mendapat prioritas.(Resmi Siti, 2005:2) Pajak Penghasilan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah. Dalam rangka pelaksanaan yang efektif, maka Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan yang digunakan sekarang adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Keputusan Menteri Keuangan; Keputusan Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Undang-undang ini menyebutkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiiban perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu. Selain undang-undang diatas diperlukan suatu badan yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak. Mungkin selama ini badan ini
3
sudah ada, namun belum nampak hasil kerja mereka atau mungkin badan ini hanya sekedar formalitas pemerintah saja untuk menutupi kesalahan mereka. Namun demikian di beberapa daerah ternyata tingkat kepatuhan WP masih rendah.
Di Medan tingkat kepatuhan WO hanya 38,5 persen dibanding WP
terdaftar yang berjumlah 61.761. Menurut pejabat yang berwenang rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak antara lain karena masih rendahnya pemahaman mereka tentang pajak (Berita Sore, 2009). Di daerah Solo tingkat kepatuhan untuk melaporkan kewajiban pajak, seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh), masih rendah (Suara Karya, 2009). Sedangkan tingkat kepatuhan
wajib
pajak
di
Provinsi
Sulawesi
Selatan,
Tenggara
dan
Barat(sulselrabar) masih sangat rendah, yang mengakibatkan intensifikasi pemungutan pajak di kawasan ini belum optimal. Data menunjukkan dari 225.000 lebih wajib pajak orang perorang (WP OP), hanya 10 persen yang menyerahkan Surat Pemberitahun Pajak Terhutang (SPPT).Sedangkan WP badan hanya 32,23 persen dari 15.700 WP lebih yang terdaftar yang sudah menyerahkan SPPT (Berita Daerah, 2008) Melalui berbagai sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Dirjen Pajak maka Pemerintah berusaha meningkatkan jumlah wajib pajak dan tentu saja meningkatkan wajib pajak yang ada saat ini menjadi wajib pajak yang patuh. Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, perlu diingat beberapa sasaran administrasi perpajakan, misalnya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam. Hal ini bertujuan utnuk mendapatkan penerimaan pajak yang maksimal dengan biaya optimal (Nasucha, 2009.
2. Kepatuhan Wajib Pajak Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai WP Patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut:
4
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dalam 2 (dua) tahun terakhir; b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut; c. SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya; d. Tidak mempunyai tunggakan Pajak untuk semua jenis pajak: 1) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; e. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan f. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus : 1) Disusun dalam bentuk panjang (long form report); 2) Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Menurut Safri Nurmantu (2009) ada dua jenis kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan yang dilandasi bukan pada hakekat kewajiban tersebut melainkan pada nama dan bentuk kewajiban saja. Sedangkan kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana wajib pajak melandasi pada kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk kewajiban perpajakan dan pemenuhan hakekat kewajiban perpajakannya.
5
3. Dampak Kepatuhan Wajib Pajak WP yang patuh akan mendapatkan keuntungan. Sebagai contoh keuntungan tersebut adalah bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria sebagai WP Patuh akan diberikan pelayanan khusus dalam restitusi Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. WP patuh juga akan diberikan penghargaan. Diharapkan dengan pemberian penghargaan kepada para WP patuh ini akan menjadi motivasi serta menimbulkan deterrent effect positif bagi WP lainnya untuk menjadi WP patuh. Hal ini akan mengurangi beban biaya dan memberikan kemudahan bagi WP sendiri serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak untuk mencukupi kebutuhan pembangunan bangsa (Abimanyu, 2004) Namun demikian konsekuensi dari rendahnya kepatuhan WP akan berdampak pada hilangnya potensi pendapatan, membuat sistem perpajakan kurang prospektif sehingga menyebabkan kurangnya efektivitas kebijakan fiskal untuk stabilisasi ekonomi yang pada akhirnya berdampak pada masalah kebijakan ekonomi, dan membuat sistem perpajakan kurang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan. Untuk dampak yang terakhir sangat berpengaruh pada pemulihan ekonomi Indonesia dalam hal ini mengurangi kebergantungan terhadap pinjaman dalam negeri dan asing serta mengurangi defisit anggaran.
4. Studi Empiris Kepatuhan Wajib Pajak Studi empiris mengenai kepatuhan WP bertujuan untuk menginvestigasi apakah ada perbedaan tingkat kepatuhan apabila WP itu sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa (Ngakan & Radianto, 2007). Penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratoris dengan metoda survey. Sedangkan WP yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak PPh yang berdomisili usaha di Kabupaten Gianyar Bali. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive random sampling yaitu mengambil sampel wajib pajak dengan kriteria sebagai berikut: WP yang bergerak di bidang usaha handicraft, WP yang
6
melakukan kewajiban perpajakannya yaitu menyetor dan melaporkan PPh orang pribadi, dan WP yang berdomosili usaha di Kabupaten Gianyar Bali. Untuk menguji validitas dari kuesioner digunakan skala Likert. Untuk penelitian ini validitas menggunakan formulasi korelasi Product Moment. Sedangkan untuk untuk menguji reliabilitas digunakan metoda genap dan ganjil. Pengujian terhadap perbedaan tingkat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak yang sudah diperiksa dengan wajib pajak yang belum diperiksa menggunakan ANOVA.
Hasil dan Pembahasan WP yang menjadi objek penelitian ini adalah wajib pajak PPh yang bergerak di bidang usaha Handicraft, terdiri dari dua golongan responden yaitu wajib pajak yang sudah pernah diperiksa dan wajib pajak yang belum pernah diperiksa. Jumlah responden yang diteliti adalah 116 orang yang berdomisili di Kabupaten Gianyar provinsi Bali dan datanya diperoleh dari penyebaran kuesioner. Data ini terdiri dari 32 responden yang sudah pernah diperiksa dan 84 responden yang belum pernah diperiksa. Kuesioner yang disebar terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama yang menjelaskan tentang identitas responden, dan bagian kedua yang terdiri dari 12 butir pertanyaan yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak. Sebelum peneliti menyebar keseluruhan kuesioner maka peneliti terlebih dahulu menyebar kuesioner sebanyak 30 kuesioner kepada 30 responden dan harus dipastikan ke-30 kuesioner itu tidak ada yang cacat, kemudian melakukan pengujian validitas dan reabilitas untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut valid dan relibel. Setelah melakukan pengujian tersebut dan mendapat hasil yang valid dan relibel terhadap kuesioner tersebut, maka peneliti melanjutkan untuk menyebarkan 116 kuesioner kepada 116 responden. Ternyata dari penyebaran ini didapatkan hasil 32 responden yang diperiksa dan 84 responden yang belum pernah diperiksa. Dari kuesioner bagian pertama akan diambil pernyataan yang menjelaskan bahwa responden sudah pernah diperiksa atau belum pernah diperiksa. Dari sini
7
akan diambil pula pernyataan mengenai usia responden, umur usaha, pendapatan setiap bulan dan jumlah karyawan dari respoden yang nantinya digunakan untuk mendukung hasil uji hipotesis yang nantinya diperoleh. Pada bagian kedua terdiri dari 12 pertanyaan yang sangat berhubungan dengan bagaimana kepatuhan Wajib Pajak.
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Uji signifikan dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Dengan jumlah responden 30 dan alpha 0.05 didapat r tabel 0,239. Jika r hitung (untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlation) lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir/pernyataan terseut dinyatakan valid. Dari pengujian validitas pada tabel diatas, pada kolom corrected item-
total correlation sebagai indikator variabel tingkat kepatuhan wajib pajak. Nilai r hitung untuk masing-masing pernyataan ternyata positif
dan semuanya lebih
besar dari r tabel, maka dapat dinyatakan bahwa keduabelas butir pertanyaan yang ada pada kuesioner tersebut adalah valid. Sedangkan untuk pengujian reliabilitas suatu variabel dikatakan relibel jika memberikan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,60. Dari tabel diatas cronbach alpha dari atribut itu menunjukkan angka lebih besar dari 0,60, maka dapat dinyatakan atribut ini adalah relibel.
Hasil Pengujian Uji ANOVA
Tabel 4.1 Test of Homogeneity of Variances Keterangan
Levene Statistik
df1
df2
Sig
TKWP_1
1,624
1
114
0,205
TKWP_2
0,093
1
114
0,762
TKWP_3
0,000
1
114
1,000
TKWP_4
1,088
1
114
0,299
8
TKWP_5
0,018
1
114
0,894
TKWP_6
0,043
1
114
0,836
TKWP_7
0,368
1
114
0,545
TKWP_8
0,002
1
114
0,969
TKWP_9
0,278
1
114
0,599
TKWP_10
0,073
1
114
0,787
TKWP_11
0,002
1
114
0,969
TKWP_12
2,133
1
114
0,147
Analisis ini bertujuan untuk menguji berlaku tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu apakah keduabelas pernyataan ini mempunyai varians yang sama. Jika diperoleh hasil yang sama maka uji ANOVA baru akan bisa terpenuhi. Terlihat bahwa keduabelas dari pernyataan ini memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (probabilitas > 0,05), maka Η 0 diterima. Dengan demikian, asumsi kesamaan varians untuk uji ANOVA sudah terpenuhi.
Tabel 4.2 Tabel Pengambilan Keputusan Keterangan
F Hitung
Probabilitas
TKWP_1
0,532
0,467
TKWP_2
0,024
0,877
TKWP_3
0,000
1,000
TKWP_4
0,234
0,630
TKWP_5
0,013
0,910
TKWP_6
0,011
0,916
TKWP_7
0,086
0,769
TKWP_8
0,000
0,984
TKWP_9
0,072
0,788
TKWP_10
0,018
0,893
TKWP_11
0,000
0,984
TKWP_12
0,485
0,488
9
Dari tabel di atas bahwa probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima berarti Tidak ada perbedaan tingkat kepatuhan WP yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepatuhan WP yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini ditunjukkan dalam pengisian kuesioner wajib pajak baik wajib pajak yang diperiksa maupun tidak diperiksa menjawab pertanyaan dalam porsi yang sama.. Maka dapat simpulkan bahwa dari keseluhan pernyataan mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak (12 point) tidak terdapat perbedaan tingkat kepatuhan WP yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Beberapa hal yang menyebabkan tidak adanya perbedaan adalah sebagai berikut: Kurang tegasnya petugas dalam menindak para WP yang melakukan pelanggaran, hukuman yang akan dikenakan kepada mereka yang melanggar hanya tertulis saja dan tidak langsung dilakukan tindakan, sehingga pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas kepada WP tidak mempengaruhi kepatuhan mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakannya baik itu wajib pajak yang sudah diperiksa maupun wajib pajak yang belum diperiksa. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak yang sudah diperiksa dengan wajib pajak yang belum diperiksa. Wajib pajak yang dinyatakan sudah diperiksa oleh petugas merasa tidak terlalu dibebankan oleh pemeriksaan tersebut. Hal ini disebabkan karena petugas melakukan pemeriksaan hanya dalam bentuk formalitas saja bukan benar-benar untuk menindak mereka yang melakukan pelanggaran. Seandainya petugas melakukan
pemeriksaan
dengan
sungguh-sungguh
kemungkinan
tingkat
kepatuhan wajib pajak yang sudah diperiksa akan lebih tinggi daripada wajib pajak yang belum pernah diperiksa, karena pemeriksaan yang dilakukan akan menjelaskan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak bersangkutan, kemudian petugas menerangkan sanksi apa yang
10
akan dikenakan atas pelanggaran itu. Sanksi inilah yang nantinya akan membuat mereka merasa takut mengulangi pelanggaran yang mereka pernah lakukan. Terlalu mudahnya menyuap petugas pajak dan kadang-kadang uang yang dipakai untuk menyuap petugas pajak lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh akibat melakukan
pelanggaran pajak merupakan salah satu hal yang
menyebabkan mereka tidak akan mungkin berhenti untuk melakukan pelanggaran. Sehingga pemeriksaan yang telah membuktikan WP itu bersalah dapat dihapuskan begitu saja dengan cara menyuap petugas pajak, dalam kata lain seolah-olah pemeriksaan itu tidak dilakukan. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya perbedaan tingkat kepatuhan WP yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa. Maka agar pemeriksaan pajak itu lebih transparan dan menghindari praktik korupsi dan kolusi sebaiknya tim pemeriksa tidak dilakukan oleh aparat pajak, tapi ada tim khusus dari Depkeu. Mudah-mudahan tingkat kebocoran penerimaan pajak bisa ditekan serendah mungkin dan kepatuhan wajb pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dapat ditingkatkan. Dalam pemeriksaan yang telah dilakukan oleh petugas, ternyata Wajib Pajak terbukti dalam penyampaian SPT-nya dinyatakan lebih bayar, dan ternyata petugas tidak melaporkan kepada Fiskus mengenai kelebihan bayar dari Wajib Pajak tersebut. Karena Fiskus tidak mengetahui hal itu maka Fiskus tidak melakukan pengembalian terhadap kelebihan pajak Wajib Pajak bersangkutan. Ini adalah salah satu hal yang perlu menjadi perhatian Fiskus karena jika dilakukan pengembalian terhadap kelebihan pajak tersebut, Wajib Pajak akan merasa mendapat perlakuan yang istimewa dari petugas sehingga dapat memicu kepatuhan mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Ini adalah salah satu hal yang menyebabkan Wajib Pajak yang sudah diperiksa dan wajib pajak yang belum diperiksa mendapat perlakuan yang sama sehingga kepatuhan mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya akan sama juga. Masih kecilnya jumlah pendapatan yang diperoleh oleh responden, baik responden yang sudah diperiksa dan responden yang belum diperiksa, sehingga seandainya WP tersebut diperiksa dan terbukti melakukan pelanggaran, dan mereka kena denda atas pelanggaran yang dilakukan mungkin denda yang
11
dikenakan tidak terlalu besar, sehingga WP tidak terlalu takut untuk melakukan pelanggaran yang tadinya sudah pernah dilakukan, dan tingkat kepatuhan mereka akan sama dengan tingkat kepatuhan mereka sebelum dilakukan pemeriksaan.
5. Kesimpulan Setelah melakukan pengujian hipotesis mengenai apakah ada perbedaan tingkat kepatuhan WP pajak penghasilan orang pribadi yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa ternyata didapatkan hasil sebagai berikut: Pada hipotesis pertama diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kepatuhan WP pajak penghasilan orang pribadi yang sudah diperiksa dengan WP yang belum diperiksa dalam memenuhi kewajiban perpajakannnya dalam hal ini hipotesis diterima. Keterbatasan dari penelitian ini adalah terlalu sedikitnya sampel yang diambil karena masih kurangnya responden yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau dalam wilayah penelitian ini masih sedikit WP yang bisa diperoleh karena kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, dalam kata lain masih banyak terdapat usaha yang ilegal dalam wilayah penelitian ini. Disamping itu yang menjadi responden hanya terbatas pada perusahaan yang bergerak di bidang usaha Handicraft saja. Dengan adanya keterbatasan ini maka diharapkan penelitian mendatang dapat lebih mempertimbangkan dalam pengambilan sampel sehingga dapat memperoleh hasil riset yang lebih baik karena sampel sangat berpengaruh besar dalam sebuah penelitian. Walaupun demikian peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan masukan kepada pengembangan teori dalam bidang akuntansi perpajakan pada umumnya dan kepada petugas perpajakan pada khususnya untuk dapat memperbaiki kinerja mereka.
12
Daftar Pustaka Abimanyu, Anggito (2004) Wajib Pajak (belum) Patuh. Finansial www.fiskal.depkeu.go.id 27 Februari 2004 diakses tanggal 19 November 2009 Azwar, Saifuddin, 2000, Reabilitas dan Validitas, Edisi 3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Boedijoewono, Noegroho, 2001, Pengantar Statistik Ekonomi dan Perusahaan, Edisi 2, AMP YKPN, Yogyakarta. Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Edisi Revisi 2002, Andi, Yogyakarta. Nasucha, Chaizi (2009) Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Masyarakat Terhadap Ketentuan Umum Perpajakan Khususnya Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada Nasabah Bank Danamon Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk). Jurnal skripsi 22 April 2009 diakses tanggal 20 November 2009. Ngakan & Radianto (2007) Analisis Perbedaan Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Yang Sudah Diperiksa Dan Yang Belum Diperiksa. Karya Ilmiah tidak dipublikasikan. UKDW Nurmantu, Safri. 2009. Kepatuhan Wajib Pajak. http://safri-nurmantu.com/ diakses tanggal 20 November 2009 Radianto, Wirawan, 2005, Dasar-Dasar Perpajakan, Diktat Perkuliahan Perpajakan 2, Yogyakarta. Santoso, Singgih, 2005, Menguasai Statistik di Era Reformasi dengan SPSS 12, Elex Media Komputindo, Jakarta. Suandy, Erly, 2003, Perencanaan Pajak, Edisi Revisi 2003, Salemba Empat, Yogyakarta. Sugiyono, 2004, Statistika Untuk Penelitian, Edisi 2, Alfabeta, Bandung. www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/default diakses 17 Februari 2006. www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/default.asp di akses 17 Februari 2006. www.LTO BERITA.com di akses 17 Februari 2006 pagead2.googlesyndication.com di akses 17 Februari 2006
13
www.klikpajak.com/print_version.php?article_id=7845 diakses 28 Februari 2006 http://beritasore.com/2009/10/22/kepatuhan-wajib-pajak-di-medan-masih-rendah/ diakses 19 November 2009 http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=6338&q=bpkp&hlm=1 diakses 19 November 2009 http://beritadaerah.com/news.php?pg=berita_sulawesi&id=1847&sub=column&p age=150 diakses 19 November 2009