33
(FT-UTP) Surakarta.
5
6
Analisa Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Dari Perspektif Kebijakan Deliberatif
Winarti, 2012
Tinjauan Keberadaan Pedagang Kaki Lima (Pkl), Aspek Pedestrian Area, Dan Parkir Di Kawasan Solo Grand Mall (SGM)
Danoe Iswanto, 2007
Jurnal Ilmiah
pendekatan kualitatif. dianalisa seperti apa yang dikemukakan oleh Strauss dan Corbin (1990:46) dalam Grounded theory .
Analisa kualitatif dengan pendekatan skenario planning
Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman ENCLOSUR E Volume 6 No. 2. Juni 2007
diusulkan bershelter terbuka permanen, lainnya bertenda bongkarpasang Keberadaan suatu organisasi masih lebih banyak berfungsi sebagai mengorganisir dan mengatur keberadaan pedagang kaki lima, sehingga dalam kondisi yang sangat diperlukan ( seperti saat krisis ekonomi) organisasi yang ada tidak mampu melakukan pemberdayaan (empowerment) para anggotanya. Beberapa hal yang terkait adalah mengenai jalur pedestrian, parkir, dan alternatif bagi ruang pedagang kaki lima. Keberadaan tiga hal tersebut cukup penting, karena termasuk aspek dalam perancangan kawasan.
3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 70% ditopang oleh sektor informal (Gusman, 2013). Salah satu bentuk kegiatan sektor informal adalah tumbuh dan berkembangnya kegiatan pedagang kaki lima (PKL) di perkotaan, termasuk didalamnya adalah Kota Bogor. Kota Bogor merupakan salah satu dari kawasan Jabodetabekpunjur, secara regional menjadi kawasan yang strategis. Pola hubungan Jakarta – Bogor memberikan peluang tumbuhnya PKL terutama di pusat-pusat kegiatan seperti terminal dan stasiun. Selain itu, Kota Bogor yang berada di tengah wilayah Kabupaten Bogor menambah peluang perkembangan tersebut semakin besar. Keberadaan PKL di Kota Bogor memiliki 2 sisi pandangan. Dari sisi positif, bahwa PKL merupakan upaya masyarakat untuk dapat berkontribusi dalam ekonomi. Aliran barang dan uang memberikan kontribusi terhadap dinamika ekonomi kota,
34
walaupun belum ada data yang menunjukkan besaran kontribusinya. Selain itu, PKL telah menjadi bagian dari masalah pengangguran yang dihadapi Kota Bogor. PKL banyak menyerap tenaga kerja. Namun disisi yang lain, karakter PKL yang berjualan di ruang-ruang publik seperti trotoar, taman, maupun badan jalan telah menimbulkan efek negatif terhadap estetika kota. Selain itu, akibat tidak tertatanya lapak-lapak PKL yang berjualan menampakkan kekumuhan. Belum lagi, ruang milik jalan yang seharusnya digunakan oleh pengendara menjadi lebih sempit, yang berdampak terhadap kemacetan lalu lintas. Melihat adanya potensi dan masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan PKL, maka Pemerintah Kota telah mengeluarkan kebijakan mengenai penataan PKL berupa Peraturan Daerah nomor 13 tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Namun setelah 9 tahun kebijakan tersebut dikeluarkan hingga saat ini belum menunjukkan hasil, terutama di kawasan prioritas penanganan. Tentunya hal ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak untuk dapat berkontribusi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL. Pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan selama ini perlu di evaluasi untuk mendapatkan gambaran efektivitas penanganan. Selain itu, perlu dilakukan pemetaan yang didasarkan pada kondisi riil di lapangan agar diketahui secara lebih detail tentang karakteristik PKL dimasing-masing lokasi, terutama lokasi prioritas penanganan PKL. Kondisi karakteristik dilapangan dan efktivitas kebijakan yang telah dilaksanakan, dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penataan PKL di Kota Bogor. Langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Kota Bogor selama ini (LKPJ Walikota Bogor, 2012), antara lain : 1. Penataan Lokasi PKL a. Penegasan titik lokasi PKL, berikut dengan pengaturan jenis komoditas, model desain berjualan, dan waktu berjualan. b. Mewajibkan pengembang menyediakan pasar tradisional skala lingkungan di perumahan-perumahan c. Mewajibkan pusat perbelanjaan modern menyediakan ruang untuk PKL khususnya makanan dengan insentif yang menarik d. Meredesain pasar yang ada agar nyaman bagi penjual dan pembeli khususnya komoditas hasil pertanian e. Pendataan regristrasi PKL untuk pengendalian jumlah PKL, dengan memberikan tanda khusus resmi 2. Penertiban PKL a. Penertiban PKL yang lebih tegas diluar lokasi titik PKL (strickly forbidden area) khususnya di jalan arteri dan kolektor b. Target penertiban PKL yakni 6 titik lokasi 5) Pembinaan PKL a. Pembinaan dan penyuluhan peningkatan disiplin PKL b. Pembinaan dan pemantauan kebersihan, keamanan dari komoditas yang dijual PKL dengan target 300 PKL Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran kajian disusun sebagaimana Gambar 2.
35
Perkembangan Ekonomi Kota Bogor Sektor Informal
Analisis Deskriptif Karakter PKL Persepsi Masyarakat
Indentifikasi FaktorFaktor Eksternal
Sektor Formal Pedagang Kaki Lima (PKL) Kota Bogor
Penataan PKL Di Kota BogoR
Matriks EFE
Indentifikasi FaktorFaktor Internal Matriks IFE
Analisis SWOT Alternatif Strategi Penataan PKL
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Strategi Penataan PKL Di Kota Bogor Program Penataan & Pemberdayaan PKL Di BogorPemikiran gambar Kota Kerangka
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di lokasi prioritas pembinaan PKL di Kota Bogor, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 13 tahun 2005 tentang Penataan PKL, salah satunya yaitu di Jalan Dewi Sartika Bogor. Pemilihan dilakukan secara purposif sesuai dengan maksud dan tujuan kajian ini. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai September 2014. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data dan informasi, pengolahan data dan analisis data, serta penulisan dan konsultasi. Jenis dan Sumber Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto et al (2001), penelitian survei
36
adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, yaitu: a. Data Primer. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai kondisi riil PKL dan hasil pengisian kuesioner dari responden penelitian. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview). b. Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Satpol PP Kota Bogor, PD Pasar Pakuan Jaya, dan pihak-pihak lain yang relevan dengan penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa Kota Bogor dalam Angka, kajian dan pemetaan PKL di Kota Bogor, Masterplan Penataan PKL dan data penunjang lainnya.
No 1
2
Tabel 6 Metode pengumpulan data Metode Jenis Data Pengumpulan Data Data Primer a. Jumlah PKL di lokasi b. Pemetaan Jenis Usaha c. Keuangan PKL d. Organisasi PKL e. Aspirasi Penataan PKL Data Sekunder a. Kondisi Umum Kota Bogor b. Data PKL Kota Bogor c. Rencana Tata Ruang Wilayah d. Peraturan/Kebijakan tentang PKL e. Peta f. Kajian/Studi PKL
Sumber
Survey Lokasi Kuesioner Kuesioner Kuesioner
PKL PKL PKL PKL PKL & Masyarakat
Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka
BPS dan Bappeda Kantor Koperasi & UMKM Bappeda
Studi Pustaka Bagian Hukum GIS Studi Pustaka
Bappeda Kantor Koperasi & UMKM
Data/informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa cara di bawah ini : a. Observasi, yaitu pengamatan kondisi lapangan secara langsung. b. Studi literatur, yaitu mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan teori yang berkaitan budaya kerja, organisasi, manajemen sumberdaya manusia, dan hasil-hasil penelitian terdahulu. c. Wawancara dan pengisian kuesioner, yaitu pengumpulan fakta dan data dengan cara melakukan Wawancara dan pengisian kuesioner secara intensif dan mendalam, terstruktur dan sistematis.
37
Tabel 7 Aspek yang diteliti, variabel, sumber data, dan teknik pengumpulan data N Aspek o
Variabel
Sumber Data
1
Kondisi lapangan, Kantor Koperasi UMKM,Bappeda, PKL
2
3
Sosial Ekonomi PKL
Jumlah PKL Jenis Usaha Keuangan PKL Kelembagaan PKL Lokasi Penempatan Regulasi/Kebija Rencana Tata Ruang kan Pemerintah Rencana Strategis Kota Rencana Penataan PKL Prioritas dan Pandangan PKL Strategi Pandangan Pembinaan PKL Pemerintah Pandangan DPRD Pandangan Masyarakat Pandangan Akademisi/Pengama t
Teknik Pengumpulan Data Studi Pustaka dan Kuesioner
Bappeda, Kantor Koperasi dan UMKM, Satpol PP
Studi Pustaka, Wawancara
PKL, Bappeda, Kantor Koperasi dan UMKM, DPRD, Masyarakat, Adkademisi
Kuesioner
Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk identifikasi karakter PKL dan persepsi masyarakat, metode SWOT untuk identifikasi dan analisis faktor-faktor internal dan eksternal, dan metode Analitycal Hirarki Process (AHP) untuk analisis alternatif strategi. Untuk analisis deskriptif tentang karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika, populasi PKL yang dipilih antara lain pedagang di Jalan Dewi Sartika sebanyak 50 PKL dari jumlah 323 PKL (Kantor Koperasi dan UMKM, 2014). Sedangkan untuk masyarakat dipilih 50 orang secara acak. Sementara untuk analisis SWOT dan AHP, sampel ditentukan sebanyak 7 orang yang terdiri dari : 1. Unsur anggota DPRD Kota Bogor 2. Asisten Walikota Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan 3. Bappeda Kota Bogor 4. Kantor Satpol PP 5. Kantor Koperasi dan UMKM 6. Koordinator Paguyuban PKL Kota Bogor 7. Koordinator PKL Jalan Dewi Sartika
38
Pada pengambilan sampel dilakukan 2 kali dengan aktor yang sama untuk informasi yang terkait analisis SWOT dan untuk analisis AHP. Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika Analisis deskriptif tentang karakteristik PKL didapatkan dari pengolahan data yang didapat dari hasil kuesioner yang telah didapat dari hasil pengisian oleh 50 PKL di Jalan Dewi Sartika. Pengolahan data deskriptif menggunakan perangkat lunak SPSS versi 10. Analisis deskriptif karakteristik PKL sangat diperlukan untuk mengetahui gambaran tentang profil PKL di Jalan Dewi Sartika, pola berdagang, permodalan dan saran terhadap penataan PKL oleh pemerintah. Gambaran tentang PKL ini akan membantu pada pola pendekatan terhadap penataan PKL di Jalan Dewi Sartika. Analisis Deskriptif Persepsi Masyarakat tentang PKL di Jalan Dewi Sartika Analisis deskriptif tentang persepsi masyarakat terhadap PKL didapatkan dari pengolahan data yang didapat dari hasil kuesioner yang telah didapat dari hasil pengisian oleh 50 masyarakat yang memandang berkembangnya PKL di Jalan Dewi Sartika. Pengolahan data deskriptif menggunakan perangkat lunak SPSS versi 10. Analisis deskriptif terhadap persepsi masyarakat sangat diperlukan untuk mengetahui gambaran tentang tanggapan masyarakat terhadap keberadaan PKL di Jalan Dewi Sartika, harapan dan saran terhadap penataan PKL oleh pemerintah. Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor Eksternal Agar penelitian lebih terfokus dan tepat dalam pengidentifikasian faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan pengidentifikasian faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) harus ditentukan dahulu indikator yang termasuk dalam faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian yang mengkaji strategi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor, yang menjadi faktor internal adalah pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan tentang keberadaan PKL di Kota Bogor yaitu Pemerintah Kota Bogor, yang didalamnya terdapat beberapa SKPD yang memiliki Tupoksi penanganan PKL, aspek pembiayaan atau pengaanggaran, aspek regulasi atau kebijakan. Sedangkan yang menjadi faktor eksternal adalah pemangku kepentingan yang langsung bersentuhan dengan aktivitas PKL yaitu pedagang atau PKL itu sendiri, paguyuban atau komunitas PKL, masyarakat sebagai pembeli yang berinteraksi dengan PKL, dan aktor-aktor pada sistem yang berlangsung dalam perkembangan PKL di Kota Bogor. Indikator internal dan eksternal dapat dilihat pada Gambar 3.
39
Faktor Internal Pemerintah Kota Bogor (SKPDSKPD)
Faktor Eksternal 1. PKL 2. Paguyuban/ Komunitas PKL 3. Masyarakat 4. Aktor-aktor pada sistem PKL
Gambar 3 Indikator Faktor Internal dan Eksternal Strategi Pemberdayaan PKL di Kota Bogor Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) Matriks IFE bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mengembangkan pembinaan PKL di Kota Bogor, sedangkan matriks EFE bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang di hadapi dalam mengembangkan pembinaan PKL di Kota Bogor. Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut : a. Identifikasi Faktor – Faktor Internal dan Eksternal Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam pembinaan PKL di Kota Bogor. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan. Identifikasikan faktor eksternal dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman dalam pembinaan PKL di Kota Bogor. Daftarkan peluang terlebih dahulu baru kemudian ancaman. Daftar harus spesifik dengan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Hasil kedua identifikasi faktor – faktor diatas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot. b. Penentuan Nilai Bobot Variable Pemberian bobot setiap faktor dimulai dengan hasil survey dari responden dengan skala mulai dari 1 (tidak penting/kelemahan utama), 2 (kurang penting/kelemahan kecil), 3 (penting/kekuatan kecil), dan 4 (sangat penting/kekuatan utama) terhadap faktor-faktor internal dan dan skala dari 1 (tidak penting/tidak berpengaruh), 2 (kurang penting/kurang berpengaruh) 3 (penting/kuat pengaruhnya), dan 4 (sangat penting/sangat kuat pengaruhnya). Terhadap faktor-faktor eksternal yang sudah didaftarkan. Kemudian Penentuan bobot akan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skala dengan jumlah responden yang telah memilih skala tersebut. Setelah jumlah didapat dibagi dengan jumlah responden sehingga didapat angka rata-rata nilai dan kemudian dibagi total bobot faktor-faktor internal dan total bobot faktor-faktor eksternal untuk mendapatkan nilai bobot. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9
40
Tabel 8 Penentuan nilai bobot faktor strategis internal No.
Faktor Strategis Internal
Bobot 1
2
3
4
RataN Jumlah rata
Nilai Bobot
Jumlah Tabel 9 Penentuan nilai bobot faktor strategis eksternal No.
Faktor Strategis Eksternal
1
2
Bobot Rata- Nilai 3 4 N Jumlah rata Bobot
Jumlah c. Penentuan Rating Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk memperoleh nilai rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata dan setiap hasil yang memiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah jika pecahan desimal berada pada kisaran dibawah 0,5 (<0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil rating diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau diatas 0,5 (>0,5) dibulatkan keatas. Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan secara signifikan. Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal pembinaan PKL di Kota Bogor lemah. Untuk jumlah skor faktor eksternal berkisar 1,0 – 4,0 dengan ratarata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 menunjukkan pembinaan PKL di Kota Bogor tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4,0 menunjukkan pembinaan PKL di Kota Bogor merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan baik. Analisis Matriks SWOT SWOT adalah singkatan dari kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses) lingkungan internal suatu daerah serta peluang (Opportinities) dan ancaman (Threats) lingkungan ekternal yang dihadapi daerah. Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT berupa sebuah matriks yang terdiri dari empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi
41
antar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Faktor-faktor strategis eksternal dan internal merupakan pembentukan matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu pemerintah dalam hal ini mengembangkan empat tipe strategi. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S,W,O dan T), empat sel alternatif strategi dan satu sel kosong. Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1) Tentukan faktor-faktor peluang eksternal daerah 2) Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal daerah 3) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal daerah 4) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal daerah 5) Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O 6) Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O 7) Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T 8) Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-T Analytical Hierarchy Process(AHP) Perumusan strategi pembinaan PKL dilokasi prioritas penanganan dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process(AHP). AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang dipublikasikan pertama kali dalam bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun 1980. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan persepsi manusia sebagai input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP: 1. Resiprocal Comparison, artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprocal yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x. 2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogeneity dan harus dibentuk suatu „cluster‟ (kelompok elemenelemen) yang baru. 3. Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di atasnya. 4. Expectation, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil
42
keputusan. Memutuskan tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap. Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun struktur hirarki AHP ditampilkan pada Gambar 4 dibawah ini. Sasaran
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria ke n
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Alternatif ke m m
Gambar 4 Struktur hirarki AHP AHP digunakan untuk menentukan alternatif strategi sesuai dengan faktor penentu, pelaku, dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembinaan PKL. AHP juga digunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta perbandingan beberapa alternatif pilihan. AHP pada penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor strategis dalam pembinaan PKL berdasarkan hasil analisis terhadap pelaksanaan pembinaan PKL, intervensi pemerintah, dan persepsi PKL itu sendiri. Langkah-langkah dalam metode AHP meliputi: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria-kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk menyintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
43
pencapaian tujuan. Memeriksa konsistensi hirarki, jika nilainya kurang dari 10 persen maka penilaian judgement harus diperbaiki. Narasumber untuk pengisian kuesioner AHP ada 7 orang, yaitu: 1. Asisten Walikota Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan Kota Bogor 2. Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 3. Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bogor 4. Kepala Kantor Koperasi dan UKM 5. Ketua Paguyuban PKL Kota Bogor 6. Koordinator PKL Jalan Dewi Sartika 7. Angota DPRD Kota Bogor Untuk memudahkan perumusan strategi penataan PKL di Kota Bogor, dibuat struktur hirarki AHP guna pembahasan strategi pemberdayaan PKL sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Strategi Penataan PKL di Kota Bogor
Fokus
Faktor
Aktor
Tujuan
Alternatif Strategi
Kebijakan Pemerintah
Sosial Ekonomi
Pemerintah
Peningkatan Penegakan Peraturan
Review Kebijakan tentang PKL
Estetika Kota
PKL
Masyarakat
Peningkatan Kesempatan Berusaha & Kesejahteraan
Meningkatkan Kemitraan Pemerintah dengan PKL
Ketertiban Umum
Pengendalian Tata Ruang Kota
Memfasilitasi Ruang Usaha dan Rasa Aman Berusaha
Mengoptimalkan Sarana Prasarana Kota
Gambar 5 Struktur hirarki strategi pemberdayaan PKL di Kota Bogor