DISKUSI SASTRA PKKH UGM
Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah Cerpen karya Asef Saeful Anwar
Senin, 25 Mei 2015 Pukul 19.30 WIB-selesai Di Ruang Gong Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri /PKKH UGM, Pembahas: Sungging Raga (Sastrawan) Royyan Julian (Mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB Pembaca cerpen: Ayu Dyah Cempaka MC dan Moderator: Ariny Rahma Rahmawati
DISKUSI SASTRA PKKH UGM Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah Cerpen karya Asef Saeful Anwar
Senin, 25 Mei 2015 Pukul 19.30 WIB-selesai Di Ruang Gong Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri /PKKH UGM, Pembahas: Sungging Raga (Sastrawan) Royyan Julian (Mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB Pembaca cerpen: Ayu Dyah Cempaka MC dan Moderator: Ariny Rahma Rahmawati Diselenggarakan oleh
i
Sekretariat: PUSAT KEBUDAYAAN KOESNADI HARDJASOEMANTRI, UGM BULAKSUMUR Email:
[email protected] Telepon: 0274-557317 (pukul 8.00-16.00 WIB) Facebook: Pkkh Ugm Koesnadi Hardjasoemantri Twitter: @PKKH_UGM
DISKUSI SASTRA PKKH UGM Acara ini dimaksudkan sebagai pergesekan atau persentuhan antar penyair dari generasi yang berbeda, yang diasumsikan mempunyai perspektif atau wawasan estetik yang berbeda. Selain itu juga ada pembahas luar yang berasal dari mahasiswa sebagai semacam sarana praktikum (walaupun tanpa kurikulum)
ii
DAFTAR ISI Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah Oleh Asef Saeful Anwar Halaman 1 - 10 HETEROFIKSI Oleh Sungging Raga Halaman 11- 19 MENYOAL IMAN SEKECIL ZARAH Oleh Royyan Julian Halaman 20 - 43 MISTERI KEMATIAN SEF
Oleh Faruk HT Halaman 44 - 49
iii
Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah karya Asef Saeful Anwar Kehamilan dalam Pertunangan 1 Ceritakanlah tentang Sef, lelaki yang paling mencintai Maria. 2Adakah kebahagiaan yang melebihi kesedihan Sef ketika mendengar tunangannya telah hamil oleh wahyu Tuhan? 3 Tukang kayu itu masih tekun mengukir wajah kekasihnya pada balok-balok kayu. 4Saat Kami menyurutkan matahari bersama langkah pulang Maria yang diikuti pandang orang-orang sekitarnya. 5
Suara-suara itu singgah juga ke dalam telinganya, “Wahai Tukang Kayu, tunanganmu telah berkhianat. Laknatlah ia.” 6Berkatalah (Sef) tanpa memandang mereka: “Apakah pengkhianat harus dilaknat?” 7 Mereka menjawab: “Telah kami beritahukan kebenaran padamu, dan kamu abai terhadapnya. Temuilah tunanganmu dan kamu akan mendapati apa-apa yang kami katakan adalah kebenaran adanya.” 8
Ingatlah ketika tukang kayu itu menemui tunangannya yang telah hamil di rumahnya. 9(Calon) istrinya itu berkata: “Benar. Aku telah hamil. 1
Alangkah baiknya kita batalkan pertunangan. Bilakah telah lahir, ia anakku, bukan anakmu.” 10Ia lelaki berdada karang lalu dipandanginya kekasihnya dengan likat dan disenyuminya perempuan yang telah tiga bulan meninggalkannya. 11Berkatalah Sef, “Duh perempuan berhati rembulan, aku telah tahu. Aku jauh telah tahu. Untuk itulah aku meminangmu sebelum kamu hamil. Sejahtera dan bahagialah orang-orang yang telah mendengar kehamilanmu.” 12
“Apakah kamu percaya akan perkataan Tuhan? 13
“Bagaimana aku percaya sementara Ia tak pernah berkata-kata padaku?” 14
“Sesungguhnya aku ingin seperti perempuan-perempuan dalam kaumku. Menjadi istri dan ibu, dan kelak menjadi nenek. Mencintai suami dan menyayangi anak-anak serta cucu. Tapi Tuhan telah menurunkan wahyu dalam perutku.” 15
“Aku tahu isi hatimu.”
16
“Jadi kau percaya pada perkataan Tuhan?” 17
“Aku percaya padamu.” 2
18
Kamilah yang paling tahu isi hati mereka. Sesungguhnya tak ada keimanan sebelum datang kepercayaan padanya. 20Berimanlah untuk kebaikanmu tanpa rasa ragu dan takut. 21Imanmu adalah kekuatan. 22Tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya. 23Maka lemahlah mereka yang tak beriman, yaitu orang-orang yang tak percaya bahwa Maria mengandung wahyu Kami. 24 Kami jadikan itu (orang-orang yang tak percaya) ujian bagi mereka.
19
25
Dapat tabahlah Sef menanggung duka dalam cinta kasihnya. 26Menikahlah mereka dalam sekapan olokan orang-orang sekelilingnya di depan altar Kami. 27Dalam dada Maria selalu menderas tanya yang diutarakannya berulang-ulang setiap malam. 28
“Mengapa kau lakukan?”
29
“Aku percaya padamu.”
30
“Mengapa kau lakukan?”
31
“Aku mencintaimu”
32
“Mengapa kau lakukan?”
33
“Marilah kita tidur.” 3
34
Sesungguhnya Aku tak pernah melarang (Sef) menyentuh istrinya yang telah halal seluruh tubuhnya. 35Tapi Sef memilih mengasihi hanya dengan mata dan suara. 36Sampai lahirlah bayi Kami pada suatu dinihari yang gerimis. 37Di bawah naungan pohon pisang yang rindang dengan daunannya yang lebar-lebar. 38Setelah (mereka) berulangkali ditolak orang-orang sekitarnya. 39 Dilepaslah caping Sef, ditaruhlah sang bayi di dalamnya. 40Kami selimuti bayi itu dengan cahaya yang hangat lagi berkat. 41Berkatalah sang bayi, “Apakah kamu masih belum percaya?” 42 Menjawablah Sef: “Aku percaya pada ibumu.” Berguru pada Binatang 43
Sebagian besar orang mulai percaya pada apa yang dulu dikatakan Maria sebab bayi Kami yang berkatakata pada mereka. 44“Bayi yang suci tak mungkin berdusta,” demikian sebagian dari mereka yang percaya. 45Sebagian yang lain masih tidak percaya kecuali meyakini itu sebagai sihir dan tipu muslihat. 46 Adapun Sef satu-satunya yang berada di tengah. 47 Maka Kami perintahkan bayi Kami untuk berkata (lagi) padanya. 48“Lihatlah tulang-belulang kambing itu.” 49Atas izin Kami tulang-belulang itu saling menyambung kembali. 50Berjalanlah kambing tulang
4
itu ke hadapan mereka. 51Bertanyalah bayi Kami: “Masihkah kamu tidak percaya?” 52“Aku percaya pada ibumu.” 53Atas izin Kami lengkaplah kambing itu dengan kulit, daging, dan bulu-bulunya serta suaranya yang mengagungkan nama-Ku. 54 Bertanyalah bayi Kami: “Masihkah kamu tidak percaya?”. 55“Aku percaya pada ibumu.” 56
Berkatalah bayi Kami, “Sesungguhnya lelaki-lelaki itu berguru dan berhutang pada binatang. 57Ingatkah kamu pada lelaki yang mengubur saudaranya setelah melihat gagak menggali dan memasukkan jasad sesamanya ke tanah? 58Pada lelaki yang ditegur semut karena tak berperilaku santun? 59Pada lelaki yang diajari bertaubat oleh seekor paus? 60Pada lelaki yang mengikuti ikan berenang untuk belajar bersabar? 61Pada lelaki yang disuapi remah-remah roti oleh seekor burung untuk tetap hidup? 62Pada lelaki yang dipayungi seekor ular saat bersemadi? 63 Sesungguhnya Kami menaruh kebaikan pada setiap binatang, bahkan pada yang jalang. 64Kami hidupkan kembali kambing itu agar kamu dapat belajar dan beriman. 65
Dan janganlah kamu seperti Namas yang menuruti nafsu telanjang binatang. 66Ingatlah tentang Namas dan orang-orang di bahtera itu. 67Telah Kami surutkan banjir bandang berbulan-bulan itu agar 6
bahtera mendarat di sebuah bukit. 68Turunlah semua yang berpasangan dari dalamnya. Satu-persatu bersama pasangannya. 69Di antara mereka terdapatlah Namas dan istrinya yang turun paling akhir. 70Sesaat setelah mendarat ditanggalkanlah istrinya itu. 71Berpetualanglah ia bagai binatang pemburu mencari betina-betina. 72Darinyalah lahir dosa-dosa kaum baru. 73Sebagian dari keturunanketurnannya menjadi ingkar. 74Dan tak ingat tentang banjir besar dan bahtera itu (yang di dalamnya pernah Kami selamatkan nenek moyangnya). 75
Kami kisahkan (kembali) kepadamu agar kamu mengingatnya. 76Sebab ingatan manusia sering melemahkan iman. 77Jadi, masihkah kamu tidak percaya?” 78Berkatalah Sef:“Aku percaya pada ibumu. Aku mencintainya.” Perumpamaan Manusia Diciptakan 79
Tumbuh besarlah bayi Kami bersama firmanfirman Kami. 80Hari itu Hari Ketujuh ketika ia menggenggam tanah liat dan membentuknya menjadi burung. 81Kawan-kawan kecilnya berusaha membuat hal serupa tetapi terus-menerus gagal. 82 Mereka berlarian kepada ibu dan bapaknya. 83 Diajarkanlah keterampilan itu berhari-hari hingga mereka mampu membuatnya. 84Namun, sebagian 5
berkata kepada ibunya: “Tapi, burung yang kawanku buat itu mampu berkicau dengan merdu.” 85 Sementara sebagiannya yang lain berkata kepada bapaknya: “Dan burung itu mampu terbang membumbung ke langit lalu kembali pada punggung telapak tangannya.” 86
Berkata-katalah para orangtua itu: “Sihir apa yang engkau tenungkan pada anak-anak kami? Sesungguhnya mereka terlalu kecil untuk dikelabui matanya. ” 87Berkatalah Anak Lelaki Maria: “Sekalikali aku tak pernah mampu membuat sesuatu yang hidup kecuali Tuhan yang meniupkan ruh ke dalamnya dan menjadikannya hidup. 88Tiadalah sihir yang hendak aku pertunjukkan kecuali sebuah pelajaran bagi mereka yang tak percaya bahwa manusia diciptakan dari tanah.” 89
Berkatalah mereka: “Alangkah berdustanya engkau sebab Tuhan melarang manusia membuat sesuatu di Hari Ketujuh ketika engkau membuat burung dari tanah liat itu.” 90Ia menjawab: “Sesungguhnya aku tak membuat apa-apa kecuali Tuhan yang bekerja pada tanganku. 91Dan melalui aku Ia menurunkan firman-firman-Nya.” 92Berbantah-bantahanlah mereka akan perkataan itu sebab sebagian dari yang lain mulai percaya. 93Seperti pernah diramalkan tetua-tetua mereka tentang akan datangnya seorang 8
utusan penyempurna ajaran nabi terdahulu. 94Mereka itu (yang percaya) adalah orang-orang yang dulu pernah menyaksikan perkataannya ketika ia masih dalam timangan Maria. Kematian Demi Keteladanan 95
Terbakarlah amarah sebagian besar orang-orang di kaumnya ketika sebagian lain mulai menuhankan Anak Lelaki Maria. 96Amarah adalah sesaat yang menyesatkan. 97Dan mereka menjadikan yang sesaat itu terus-menerus hingga menyalakan api di tangan mereka. 98Dilemparlah kobaran-kobaran api itu ke seluruh sisi rumah Sef dan istrinya yang tengah tidur. 99Sef terbangun ketika api demikian perkasa membakar. 100Dipanggil-panggilnya nama istrinya. 101 “Selamatkan anakku! Selamatkan anakku! Selamatkan anakku!” istrinya berteriak. 102
Sef segera melindungi anak dari istrinya, membawanya keluar sementara Maria tertinggal di dalam rumah. 103Kembalilah ia ke dalam api hingga terbakar seluruh tubuhnya. 104Sementara Kami jadikan api itu air yang membasahi tubuh Maria. 105
Maria menangis meminta Kami menghidupkan suaminya kembali. 106Anak lelakinya juga memohon Sef dihidupkan kembali seperti kambing yang pernah Kami kumpulkan tulang-belulangnya. 7
107 Berkatalah Kami (pada mereka berdua): “Telah Kami jadikan ia teladan untuk manusia di masa depan. Tentang cinta yang tanpa persentuhan, cinta tanpa persetubuhan.”
Ketentuan Selibat 108
Tapi Aku tak memintamu (Tatimmah) berselibat sebab memasukkan daging ke dalam daging adalah halal, kecuali (daging) yang dicuri. 109Selibat hanyalah satu jalan menundukkan nafsu telanjang binatang. 110Bukankah Kami pernah saling menukar anak-anak Manusia Pertama agar sampai kepada kaummu? 111Dan Kami terima persembahan yang tak dimuati nafsu telanjang binatang. 112Nafsu yang menyebabkan pembunuhan pertama. 113Katakanlah, “Demi nafas manusia, sekali-kali Tuhanmu tak ingin menjadikanmu suci sebagaimana malaikat.” 114Maka bertaubatlah apabila nafsu itu telah menuntunmu ke dalam gelap. 115Menikahlah dengan seseorang yang akan kamu sayangi masa tuanya. Larangan Berlebihan 116 Dan janganlah berlebih-lebihan, juga dalam beribadah. 117Ibarat anggur ibadah dapat memabukkan, melupakanmu dari apa yang ada di sekitarmu. 118Tidaklah Aku ciptakan manusia untuk menyembah-Ku kecuali bermanfaat bagi orang-
9
orang di sekelilingnya. 119Akan datang waktunya ketika manusia lebih suka berebutan daging daripada saling berbagi roti. 120Akan datang waktunya ketika manusia lebih suka menumpahkan darah daripada saling mengisi anggur. 121Jika datang waktunya, berpegangteguhlah kamu (Tatimmah) pada imanmu sebab tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya.***
(Cerpen Asef Saeful Anwar di atas diambil dari kumpulan cerpen Lamsijan Memutuskan Menjadi Gila [PSK UGM, 2014])
Asef Saeful Anwar: Lahir di Cirebon, 6 November 1985. Pernah ngaji di Ponpes Sunan Pandan Aran. Melanjutkan studi di Jurusan Sastra Indonesia FIB UGM. Kumpulan cerpen pertamanya Lamsijan Memutuskan Menjadi Gila (PSK UGM), Sementara hasil kajiannya adalah Persada Studi Klub dalam Arena Sastra Indonesia (UGM Press 2015). Surel:
[email protected]
10
HETEROFIKSI Oleh Sungging Raga Salah satu hal yang terus dilakukan dalam kerja menulis fiksi adalah usaha mencari kebaruan dalam bercerita, baik itu dari segi teknik atau tema. Hal ini seakan kian menjadi tuntutan sebab sebagian orang menganggap, sesuatu yang baru itulah yang menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang dalam proses menulisnya. Dari zaman ke zaman proses ini menjadi kian sulit sebab banyak hal yang kemudian sudah terpakai, banyak kombinasi yang ditemukan, dieksekusi, lalu menjadi usang. Jika di masa lalu seseorang cukup memulai ceritanya dengan “Pada suatu hari”, maka hari ini kalimat pembuka seperti itu konon dianggap selemah-lemah penceritaan. Begitu pun kalimat-kalimat pembuka yang sekarang dianggap sangat bagus, seperti yang digunakan Kafka dalam Metamorfosis atau Marquez dalam Seratus Tahun Kesunyian, akan ditiru, diutak-atik, dipakai berulang-ulang oleh penulis hari ini, menjadi hambar, hingga puluhan tahun mendatang nasibnya akan sama dengan “Pada suatu hari”. Jangankan kalimat, sebuah kata saja akan menjadi hambar jika terus diekspose lebih dari keperluannya. Sepuluh tahun lalu kata “galau” masih sangat langka dipakai, tapi sekarang 11
sudah mencapai titik popularitasnya sehingga kelangkaannya pun berubah menjadi pasaran. Maka kalau dipikir-pikir sungguh malang nasib calon penulis yang baru akan lahir seratus tahun mendatang sebab ia akan lahir dalam keadaan semua isi dalam rahim bahasa sudah dipakai. Sementara abjad tidak bertambah, tetap dari A sampai Z, kecuali kalau mereka sepakat membuat abjad dan kombinasi katakata baru. Pada kenyataannya, seorang yang berhasil menemukan sesuatu yang baru hingga menjadi identitasnya, itu tidak benar-benar baru, selalu ada pengaruh dari karya yang ia baca, terutama jika yang ia utak-atik adalah segi tekniknya. Dan cerpen “Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah” ini bisa dijadikan contoh sebuah usaha menemukan sesuatu yang unik, berbeda, dan khas daripada cerpencerpen yang beredar hari-hari ini. Sepanjang pengetahuan saya membaca karya-karya fiksi, model penceritaan dalam cerpen Asef Saeful Anwar ini adalah sesuatu yang baru, mungkin bukan yang pertama, tapi setidaknya masih jarang dipakai. Dalam pembacaan sekilas, cerpen ini mengandung unsur magis yang kental, unsur ini terbangun dari dua hal: yaitu cara dan bahan yang digunakan untuk membangun cerita. 12
Kita mulai dari judul. Pada judul ditunjukkan bahwa yang tertulis adalah (diasumsikan) sebagai wahyu yang turun. Ibnul Manzhur dalam Lisanul Arab menjelaskan definisi wahyu secara bahasa, yaitu pemberitahuan secara tersembunyi atau rahasia. Ada banyak sumber wahyu, tapi sumber yang paling terkenal ada dua: dari Tuhan dan dari syaitan. Wahyu Tuhan turun pada hamba-hamba pilihan-Nya, wahyu syaitan turun pada manusia yang mudah dipermainkan atau yang sengaja bekerjasama dengannya. Sebagaimana dalam Al Qur'an surat Al An'am ayat 121: “Sesungguhnya syaitan itu mewahyukan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” Lalu wahyu dari siapa yang turun kepada Tatimmah? Jika mulai dibaca teks-nya, akan terlihat yang ditulis ini seolah-olah dari Tuhan, meskipun syaitan juga bisa membuat kalimat-kalimat indah untuk menipu orang yang ingin menjadi Nabi palsu. Namun satu hal yang jelas adalah, yang tertulis di cerpen ini bukan wahyu asli, melainkan wahyu yang sudah diterjemahkan. Kalau ini asli, tidak mungkin Tuhan menurunkan wahyu memakai banyak tanda kurung seperti: “9(Calon) istrinya itu berkata:” atau “24Kami jadikan itu (orang-orang yang tak percaya) ujian bagi mereka.” Jadi ini mirip terjemahan Al Qur'an yang tentu sudah disesuaikan pemilihan katanya dalam bahasa 13
Indonesia, bukan lagi wahyu yang otentik. Kemiripannya semakin terlihat pada pembagian kisah menjadi bab-bab kecil yang memiliki judul seperti “Kehamilan dalam Pertunangan”, “Berguru pada Binatang”, hal yang juga biasa muncul dalam kitab terjemahan. Nah, kalau begitu, dalam bahasa apa wahyu yang asli turun kepada Tatimmah? Apakah bahasa Arab juga? Nanti ditanyakan pada penulisnya. Jadi, sebagaimana terjemahan Al Qur'an yang meski sudah berganti bahasa tapi masih menampakkan kekuatannya, cerita ini juga punya kekuatan itu, atau lebih tepatnya, mencoba untuk meminjam kekuatan itu. Hal inilah yang bagi saya baru, tapi tidak benarbenar baru. Usaha ini hampir sepenuhnya berhasil, sepanjang cerita, daya magis masing-masing kalimat benar-benar terasa, seolah-olah sedang membaca kitab wahyu yang sakral, meski ada beberapa bagian kecil yang timpang, seperti dialog ini misalnya: 28
“Mengapa kau lakukan?” “Aku percaya padamu.” “Mengapa kau lakukan?” 31 “Aku mencintaimu.” 32 “Mengapa kau lakukan?” 33 “Marilah kita tidur.” 29
30
Dialog ini, jika dalam cerita fiksi yang normal, sudah 14
memadai, tapi untuk ukuran kalimat “dianggap” wahyu, ini sangat lemah dan nyaris biasa saja. Meski pun ini hanya bagian kecil saja dari keseluruhan cerita. Setelah cara penulisan, yang kita perhatikan kemudian adalah bahan yang dipakai dalam membangun cerita. Bahan-bahan nyaris seluruhnya adalah kisah dalam Al Qur'an. Ibarat sebuah rumah, bahan bakunya sudah mahal. Hal ini membuat atmosfer cerita terasa makin kuat. Proses menceritakan kembali kisah-kisah masa lalu, daur ulang, dekonstruksi (atau entah apa istilah syar'i-nya dalam dunia sastra) adalah salah satu metode yang boleh-boleh saja dalam penulisan fiksi. Namun yang membedakan kisah dalam kitab wahyu dengan kisah lokal seperti mitos dan legenda adalah keimanan kita pada kisah tersebut. Kita mau sampai jungkir balik mengutak-atik kisah Sangkuriang atau Jaka Tarub, tidak akan mampu menandingi kisah Adam yang diusir dari surga, kisah perahu Nuh, pembunuhan Qabil-Habil, Ashabul Kahfi, dan seterusnya. Mengapa? Menurut saya, ini karena masalah orisinalitas. Kisah dalam Al Qur'an, meski yang paling tidak masuk akal sekali pun, tetap terjamin bahwa itu benarbenar terjadi. Berbeda dengan mitos dan legenda belum tentu bisa dipercaya. Apalagi nenek moyang kita hidup bergelimang legenda, mitos, dan dongeng 15
yang mengaburkan kejadian aslinya. Sebagai contoh, mengapa nenek moyang kita dahulu bisa membangun candi-candi yang besar, tapi ilmu arsitekturnya seperti tidak ada yang mewarisi? Salah satu penyebabnya adalah karena kita terlalu menyerahkan semuanya pada legenda. Ketika ada begitu banyak candi dibangun, bukannya mencari tahu tentang proses pembuatannya yang masuk akal, masyarakat kita lebih percaya bahwa itu memang dibuat dalam satu malam oleh seorang laki-laki sakti yang kemudian ditipu Roro Jonggrang menjelang shubuh. Nah, kembali pada cerpen ini, pengambilan sumber kisah-kisah dalam kitab wahyu inilah yang memberi kekuatan tersendiri. Mulai dari Maria (Maryam) tibatiba mengandung karena tiupan wahyu Tuhan, hal ini mengingatkan kita pada kisah Nabi Isa. Selanjutnya ada kisah mukjizat Nabi Isa yang bisa berbicara sejak bayi, bisa menghidupkan kambing dari tulangbelulangnya. Kemudian pada bagian: “57Ingatkah kamu pada lelaki yang mengubur saudaranya setelah melihat gagak menggali dan memasukkan jasad sesamanya ke tanah?” Ini adalah kisah pembunuhan Habil oleh Qabil. Kemudian pada bagian: “66Ingatlah tentang Namas dan orang-orang di bahtera itu. 67Telah Kami 16
surutkan banjir bandang berbulan-bulan itu agar bahtera mendarat di sebuah bukit. 68Turunlah semua yang berpasangan dari dalamnya. Satu-persatu bersama pasangannya.” Ini adalah kisah bahtera Nabi Nuh (tapi kenapa namanya Namas saya kurang tahu juga.) Ada juga bagian yang meminjam kisah Nabi Ibrahim yang dibakar api, dan masih banyak lagi. Setelah begitu banyak bahan potongan kisah itu dikumpulkan, dengan cerdik (dan cerdas) si penulis mampu merangkai kejadian yang sebenarnya tidak terjadi berurutan itu tergabung menjadi satu cerita yang utuh seolah satu paket wahyu yang lengkap. Selesai. Sekarang bagaimana jika cerpen ini dibaca sebagai sebuah cerpen? Bukan wahyu? Saya memakai sebuah istilah heterofiksi, atau fiksi bersayap. Artinya, fiksi yang bisa dibaca dalam banyak bentuk. Dalam kasus ini ada dua. Yang pertama adalah kita membacanya tidak sebagai cerpen, melainkan sebagai potongan kitab wahyu (yang tentu saja seserius apapun, maka ia tetap fiksi, tidak perlu dipercaya atau diyakini). Yang kedua adalah dibaca sebagai cerpen, tanpa memperhitungkan ornamen wahyu. 17
Baiklah. Jika kita membacanya sebagai cerpen, maka kita perlu mengenal bahwa ada dua jenis pembaca cerpen, yang pertama pembaca aktif, yang kedua pembaca1 pasif. Cerpen yang baik biasanya 2 mampu mengajak pembacanya menangkap sesuatu di luar teks. Cerpen itu menyimpan sesuatu yang tak diceritakan gamblang, yang mengundang pembaca untuk berpikir jauh setelah cerita itu selesai. Cerpen Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah ini, sebagaimana telah dijelaskan, mengandung unsur yang mengingatkan pembaca pada kisah-kisah di masa lalu. Namun semua itu hanya berlaku pada pembaca yang aktif. Lalu bagaimana kalau pembaca pasif? Yaitu pembaca yang tidak mau berpikir apa-apa kecuali fokus pada apa yang diceritakan. Bagaimana jika cerpen ini dibaca oleh seorang yang tidak menghubungkannya dengan kisah Nabi Isa dan ibunya, tidak ingat kisah tentang mukjizat Isa, pura-pura lupa kalau ada anak Adam yang membunuh saudaranya, tidak pernah dengar kalau Nuh membuat perahu, dan seterusnya? Saya, sekali lagi, mencoba membaca ulang dengan pasif, dan ternyata cerita ini tetap menarik, yang terbangun kemudian adalah adegan-adegan yang tak masuk akal, kesetiaan Sef pada seorang perempuan yang ajaib, yang dipenuhi pengalaman surealis, sampai kepada petuah-petuah yang bijak. Meski 18
penomoran itu jadi terasa mengganggu karena tidak ada manfaatnya. Nanti, masing-masing Anda bisa membaca dan memilih sendiri apakah ingin jadi pasif atau aktif. Sebab masing-masing ada kelebihannya. Kelebihan pembaca pasif adalah ia menerima dan menikmati apa yang disajikan, tidak bertanya apa 3 yang tak dimunculkan. Adapun pembaca aktif, apalagi kalau terlalu aktif, biasanya sangat penasaran. Nanti setelah cerita selesai akan ditanyakan: Lalu siapa Tatimmah? Kenapa dia berhak mendapat wahyu? kenapa judulnya Wahyu Kesebelas? Yang sepuluh kemana? Kenapa Sef ada di situ? Dan seterusnya. Maka, yang terbaik adalah, hendaklah kita menjadi yang pertengahan di antara keduanya.***
* Sungging Raga lahir pada 25 April 1987. Pernah kuliah di jurusan Matematika FMIPA UGM. Buku kumpulan cerpennya “Sarelgaz” (Indie Book Corner, 2014) Memiliki blog surgakata.wordpress.com
19
MENYOAL IMAN SEKECIL ZARAH Oleh Royyan Julian Yang paling zahir dalam cerpen “Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah” karya Asef Saeful Anwar adalah persoalan iman. Sejumlah fragmen—yang diwujudkan subbagian—dalam cerpen ini merujuk pada isu iman. Fragmen “Kehamilan dalam Pertunangan”, misalnya, menguji iman seseorang untuk percaya bahwa apabila Tuhan berkehandak, maka terjadilah1 meski fenomena tersebut sukar—atau bahkan tak bisa—dinalar oleh pikiran manusia2. Fragmen “Perumpamaan Manusia Diciptakan” juga menunjukkan nada serupa. Sementara itu, fragmen “Berguru pada Binatang” menunjukkan bahwa ayat-ayat kauniyah (tandatanda yang terhampar di alam) semestinya menjadi sumber iman bagi mereka yang berpikir. Jika dibaca sepintas, fragmen-fragmen dalam cerpen ini tampak tidak kohesif, berserak, sebagaimana ketika kita membaca kitab suci. Namun, sesungguhnya ada seutas benang merah yang menghubungkan fragmen-fragmen tersebut, yakni iman. Meski ada beberapa fragmen (misal “Kematian Demi Keteladanan” dan “Ketentuan Selibat”) seolah-olah tidak menggunjingkan masalah iman (tersebab kedua fragmen tersebut membincang 20
ibrah dan syariat), bagian tersebut tetap tidak bisa dihindari, sebab cerpen ini adalah hasil transformasi dari sebuah narasi dalam kitab suci. Tak dapat dipungkiri bahwa sebuah narasi kitab suci tidak hanya berbicara masalah iman, tetapi persoalanpersoalan penting lainnya. Lalu apakah persoalanpersoalan tersebut tidak berkorelasi dengan iman? Jawabannya tentu saja berkorelasi. Syariat, misalnya, adalah laku seseorang untuk menandakan bahwa dia orang yang beriman. Oleh karena itu, koda cerpen ini berbunyi, “121Jika datang waktunya, berpegangteguhlah kamu (Tatimmah) pada imanmu sebab tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya”; yang menunjukkan bahwa seluruh bagian dalam cerpen ini dibangun dalam konteks iman. Kisah Maria dalam Injil, Quran, dan Wahyu Tatimmah Cerpen “Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah” adalah transformasi dari narasi Maria dalam kitab suci. Cerpen ini berusaha mendialogkan kisah Maria dalam Injil dan Quran. Alhasil, kisah Maria dalam cerpen ini menjadi baru. Sejumlah fragmen yang ditampilkan cerpen ini tidak ada rujukannya, baik dalam Injil maupun Quran. 21
Cerpen ini dihidupkan oleh tiga karakter, yakni Sef (Yosef), Maria, dan bayi (Isa/Yesus). Maria dan Yesus adalah karakter-karakter yang terdapat dalam Injil dan Quran, tetapi Yosef si tukang kayu hanya terdapat dalam Injil. Yosef adalah tunangan Maria yang pada akhirnya menjadi suami Maria. Dalam Injil diketahui bahwa ia adalah keturunan Abraham—dan Adam—dalam pohon silsilah yang amat panjang3. Dalam cerpen ini, fragmen-fragmen yang melibatkan Yosef tidak merujuk pada Injil, misalnya percakapan antara Yosef dengan orangorang Israel, Maria, dan sang bayi, pun fragmen terbakarnya Yosef. Perhatikan kutipan berikut. 8
Ingatlah ketika tukang kayu itu menemui tunangannya yang telah hamil di rumahnya. 9(Calon) istrinya itu berkata: “Benar. Aku telah hamil. Alangkah baiknya kita batalkan pertunangan. Bilakah telah lahir, ia anakku, bukan anakmu.” 10Ia lelaki berdada karang lalu dipandanginya kekasihnya dengan likat dan 22
disenyuminya perempuan yang telah tiga bulan meninggalkannya. 11 Berkatalah Sef, “Duh perempuan berhati rembulan, aku telah tahu. Aku jauh telah tahu. Untuk itulah aku meminangmu sebelum kamu hamil. Sejahtera dan bahagialah orang-orang yang telah mendengar kehamilanmu.” Dalam kutipan tersebut, lantaran begitu cintanya kepada Maria, Yosef tetap ingin menikahinya. Ia tidak peduli gunjingan orang tentang Maria dan ia juga mengabaikan kenyataan bahwa Maria telah hamil di luar ikatan perkawinan. Dalam Injil, yang terjadi adalah sebaliknya. Karena tahu bahwa Maria hamil, Yusuf berencana membatalkan ikatannya dengan perempuan itu hingga malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya melalui mimpi. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud 23
menceraikannya diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus….” Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya….4 Segala laku Yosef dalam cerpen ini digerakkan oleh motif cinta kepada kekasihnya. Bahkan, mukjizat paling musykil pun—yang ditunjukkan dalam interaksi antara Yosef dengan sang bayi—tidak mampu mengalihkan rasa percayanya yang begitu besar kepada Maria. Kepercayaan yang begitu dalam itu hadir karena cinta. Sebagian besar narasi Maria dalam cerpen ini ditransformasikan dari teks Quran. Fragmenfragmen yang ditransformasikan dari teks Quran 24
antara lain, pergunjingan orang-orang atas kehamilan Maria5; proses kelahiran Yesus di bawah pohon6; mukjizat Yesus yang dapat berbicara ketika masih dalam buaian7; mukjizat Yesus yang membikin burung dari tanah8. Meski demikian, fragmen-fragmen dari teks Quran itu tidak disalin mentah-mentah. Fragmen-fragmen tersebut telah dimodifikasi sehingga narasi Maria dalam wahyu Tatimmah tampil dengan wajah yang berbeda (meski tak sepenuhnya berbeda). Proses kelahiran bayi Yesus, misalnya, dalam Quran digambarkan terjadi di bawah pohon kurma. Namun, dalam cerpen ini, fragmen tersebut mengalami pelokalan dengan mengubah latar kelahiran tersebut di bawah pohon pisang (tanaman tropis). Begitu juga fragmen Yesus yang membuat burung dari tanah. Dalam Quran, Yesus mengandalkan mukjizat tersebut ketika ia berusia dewasa dan peristiwa itu terjadi dalam konteks polemik sang rasul dengan lawan-lawannya. Sementara itu, dalam cerpen ini, Yesus membuat burung dari tanah ketika ia masih kanak-kanak dan peristiwa tersebut terjadi dalam konteks tamsil tentang ihwal kejadian manusia. Kombinasi kedua teks kitab suci dalam cerpen tersebut ditambah dengan pemodifikasian konteks cerita telah 25
menghasilkan semacam varian kisah Maria. Bila Injil dan Quran merupakan korpus kanon yang merekam riwayat Maria, maka cerpen ini bisa menjadi versi kisah Maria yang literer. Wahyu kesebelas yang diturunkan kepada Tatimmah telah mencatat kisah Maria dalam langgam kenusantaraan (ditunjukkan dengan artefak pohon pisang dan caping). Narasi-Narasi Tradisi Islam Selain kisah Maria, cerpen “Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah” juga memuat narasinarasi tradisi Islam. Hadirnya narasi-narasi tersebut berfungsi sebagai pendukung cerita. Melalui narasinarasi tersebut, mungkin cerpenis lebih mudah menyampaikan maksudnya. Narasi-narasi tersebut paling sering disebutkan dalam fragmen “Berguru pada Binatang”. Dalam fragmen “Berguru pada Binatang”, sebagian besar narasi tidak menjadi subcerita dalam cerpen. Narasi-narasi tersebut hanya disinggung dalam satuan kalimat dan merupakan bagian dari fragmen yang lebih besar. Fragmen “Berguru pada Binatang” dihadirkan dengan maksud bahwa manusia (laki-laki) selama ini mendapatkan pelajaran hidup dari binatang. 26
Kutipan-kutipan kisah tersebut diambil dari parabelparabel islami, baik yang dicatat oleh Quran maupun yang termaktub dalam khazanah kitab tafsir dan tradisi sufisme. Cerita besar fragmen “Berguru pada Binatang”, yaitu tentang tulang-tulang yang bangkit kembali menjadi seekor kambing yang hidup dan utuh terinspirasi dari bangkitnya tulang belulang keledai Uzair setelah mati seratus tahun yang lalu. ““… dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), dia pun berkata, “Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.””9 “Lelaki yang mengubur saudaranya setelah melihat gagak menggali dan memasukkan jasad sesamanya ke tanah” yang disinggung dalam cerpen tersebut merujuk kepada anak sulung Adam yang tak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap jenazah saudara laki-laki yang telah dibunuhnya. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya 27
(Qabil) bagaimana seharusnya dia menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.10 “Lelaki yang ditegur semut karena tak berperilaku santun” merujuk kepada kisah Sulayman yang mendengar percakapan semut. Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulayman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”; maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu….11 28
“Lelaki yang diajari bertaubat oleh seekor paus” merujuk kepada kisah ditelannya Yunus oleh seekor paus setelah diceburkan ke lautan. Sesungguhnya Yunus benarbenar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.12 “Lelaki yang mengikuti ikan berenang untuk belajar bersabar” merujuk kepada kisah Musa dan Yusak bin Nun sebelum berjumpa dengan Khidir. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, “Aku tidak akan berhenti 29
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” Muridnya menjawab, “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut 30
dengan cara yang aneh sekali.” Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat di sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.13 “Lelaki yang disuapi remah-remah roti oleh seekor burung untuk tetap hidup” bersumber dari kisah Malik bin Dinar yang ketika melintasi gurun pasir untuk menunaikan haji ke Mekah, ia bertemu seorang laki-laki di gua yang seluruh tubuhnya terikat. Laki-laki tersebut ternyata juga sedang menuju Mekah, tetapi dalam perjalanan, hartanya dirampas oleh penyamun, sedangkan dirinya diikat. Setelah lima hari kelaparan, Tuhan mengutus seekor gagak untuk memberinya makan (roti) dan minum.14 Dalam fragmen “Kematian Demi Keteladanan”, diceritakan bahwa orang-orang yang marah lantaran 31
sebagian yang lain menuhankan anak lelaki Maria, membakar rumah Maria. Kebakaran tersebut menyebabkan Yosef mati. Namun, Tuhan menyelamatkan Maria dengan “menjadikan api itu air yang membasahi tubuh Maria.” Dari manakah sumber inspirasi fragmen tersebut? Yang jelas bukan dari kisah Maria itu sendiri, baik kisah Maria dalam Injil maupun Quran. Peristiwa tersebut tidak pernah dialami oleh Maria, tetapi fragmen tersebut meminjam peristiwa pembakaran Ibrahim oleh Namrud dalam Quran. Ketika Ibrahim dibakar, Tuhan berfirman, “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim….”15 Dalam fragmen “Ketentuan Selibat” disinggung, “110Bukankah Kami pernah saling menukar anakanak Manusia Pertama agar sampai kepada kaummu? 111Dan Kami terima persembahan yang tak dimuati nafsu telanjang binatang. 112Nafsu yang menyebabkan pembunuhan pertama.” Bagian tersebut mencampuradukkan narasi kisah pembunuhan pertama umat manusia dalam Quran dengan narasi dalam kitab tafsir. Para mufasir seperti Tabari, Zamarkhasyari, Razi, dan Baidlawi mencatat motif pembunuhan Habil. Adam menghendaki Qabil kawin dengan saudara 32
kembar Habil (bernama Labuda), dan sebaliknya, Habil kawin dengan saudara kembar Qabil (Iklima). Namun, Qabil menolak karena menganggap saudara kembarnya lebih cantik. Motif ini terdapat dalam literatur Midras (Yahudi) dan Suryani (Kristen).16 “111Dan Kami terima persembahan yang tak dimuati nafsu telanjang binatang. 112Nafsu yang menyebabkan pembunuhan pertama” merujuk kepada ayat-ayat yang menceritakan korban yang dipersembahkan anak-anak Adam kepada Tuhan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak sulung Adam kepada saudara laki-lakinya. “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)…. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab 33
itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.”17 Doktrin Tandingan Polemik antara Ulil Abshar Abdalla dengan Pendeta Ioanes Rakhmat tentang Penyaliban Yesus dalam Quran menyimpulkan bahwa kitab suci Islam tersebut sedang menciptakan teologi tandingan. Dengan merevisi kisah Penyaliban Yesus dalam Injil, Quran hendak menolak doktrin soteriologi salib via dolorosa. Oleh karena itu, Quran mencatat bahwa Yesus tidak wafat di tiang salib.18 Tidak berbeda jauh dengan polemik tersebut, cerpen “Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah” juga ingin menciptakan doktrin tandingan, bukan tentang soteriologi salib, melainkan hidup selibat. Akibat surat-surat Paulus yang bersikap ambivalen terhadap tubuh, dalam gereja abad pertama, asketisme secara spesifik diartikulasikan dengan ide-ide tentang kemartiran, keperawanan, dan hidup selibat yang dianggap sebagai pemasrahan diri total kepada Tuhan.19 Dalam fragmen “Ketentuan Selibat”, narator 34
(Kami/Tuhan) menganjurkan manusia untuk menikah. “108Tapi Aku tak memintamu (Tatimmah) berselibat sebab memasukkan daging ke dalam daging adalah halal, kecuali (daging) yang dicuri.” Yang dimaksud dengan “daging yang dicuri” dalam cerpen itu barangkali adalah perselingkuan, pemerkosaan, dan hubungan badan tanpa ikatan perkawinan. Bagi narator, hidup selibat hanyalah salah satu jalan menundukkan nafsu telanjang binatang (nafsul amarah), yaitu nafsu rendah dan keji yang dapat menjerumuskan manusia ke jurang kegelapan. Secara implisit, cerpen ini menyiratkan bahwa manusia itu kompleks, terdiri atas raga dan jiwa. Hubungan seksual adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan ragawi, tetapi harus dengan cara yang halal. Tidak sama dengan doktrin asketisme kekristenan, cerpen ini tidak menegasikan nafsu yang bersumber dari tubuh. Dengan berhubungan seksual, manusia juga dapat melindungi spesiesnya dari kepunahan. Mungkinkah Beriman Tanpa Perantara? Lalu iman seperti apakah yang disoalkan secara spesifik dalam cerpen “Wahyu Kesebelas yang Diturunkan kepada Tatimmah”? Dalam cerpen ini, 35
kunci untuk mengetahui persoalan iman terletak pada keyakinan Yosef. Pernyataan iman Yosef direpresentasikan dalam dialog-dialognya. Ketika hamil oleh wahyu Tuhan, Maria bertanya kepada tunangannya itu, 12“Apakah kamu percaya akan perkataan Tuhan?” Lelaki itu menjawab, 13 “Bagaimana aku percaya sementara Ia tak pernah berkata-kata padaku?” Atau ketika bayi Maria acap bertanya kepada Yosef setelah mendemontrasikan mukjizat-mukjizatnya, “Masihkah kamu tidak percaya?” Lagi-lagi lelaki itu menjawab, 52“Aku percaya pada ibumu.” Iman dalam cerpen ini adalah soal apakah ia bisa dibuktikan atau tidak. Agar dapat dipercaya, eksistensi Tuhan beserta segala perbuatan-Nya harus bisa ditunjukkan secara konkret. Pada mulanya, orang-orang menyangkal bahwa kehamilan Maria disebabkan oleh wahyu Tuhan. Namun, setelah mukjizat-mukjizat itu tampak, misalnya bayi Maria yang dapat berbicara, barulah mereka percaya bahwa peristiwa itu terjadi karena kehendak Tuhan. Oleh karena itu tidak heran bila cerpen ini seringkali menampilkan fenomena-fenomena mukjizati untuk menunjukkan bahwa manusia membutuhkan tandatanda untuk dapat percaya.
36
Pertanyaannya, mungkinkah manusia dapat beriman tanpa perantara? Sebab figur nabi, tanda-tanda (baik yang kauliyah maupun kauniyah), mukjizat, menjadi perantara manusia untuk beriman kepada eksisten yang lebih tinggi. Mungkin saja manusia bisa beriman tanpa perantara, tetapi hal itu hanya terjadi pada manusia-manusia yang berbicara langsung dengan Tuhan, misalnya para nabi. Sayangnya, tak semua manusia dapat berbicara langsung dengan Tuhan. Maka, perantara menjadi jalan iman bagi mereka yang tak pernah mendapatkan pengalaman tersebut. Kami (Tuhan) dalam cerpen ini tak hentihentinya berbicara bahwa manusia tak mungkin beriman tanpa perantara. “19Sesungguhnya tak ada keimanan sebelum datang kepercayaan padanya…. 64 Kami hidupkan kembali kambing itu agar kamu dapat belajar dan beriman…. 75Kami kisahkan (kembali) kepadamu agar kamu mengingatnya. 76 Sebab ingatan manusia sering melemahkan iman. 77 Jadi, masihkah kamu tidak percaya?” Meski demikian, secara implisit cerpen ini hendak mengatakan bahwa manusia bisa memperoleh pengalaman transendental melalui perantara tersebut. Prasyarat untuk mendapatkan pengalaman ilahiah itu tidak lain adalah cinta—terma yang seringkali didengung-dengungkan oleh para 37
mistikus. Dalam cerpen ini, Yosef hanya bisa memperoleh iman (transendental) karena ia cinta kepada Maria (sang perantara). Yosef berkata, “Aku percaya pada ibumu. Aku mencintainya.” Begitulah manusia, tak dapat berinteraksi langsung dengan Tuhan, tetapi dapat berhubungan langsung dengan segala pancarannya. Manusia dapat mengenali Tuhan dalam tanda-tanda, sebab segala yang terhampar di bumi adalah representasi wajah Tuhan20; seluruh yang tergelar di alam adalah perlambang wujud Tuhan (tajalli)21. Bahkan Tuhan lebih dekat daripada urat nadi manusia.22 Kesadaran transendental semacam itu hanya dimiliki oleh seorang pecinta (asyiq). Cerpen ini begitu optimis berbicara tentang iman. “20Berimanlah untuk kebaikanmu tanpa rasa ragu dan takut. 21Imanmu adalah kekuatan. 22Tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya.”23 Pernyataan demikian diulang kembali pada akhiran cerpen. Bagi cerpen ini, orangorang yang tidak beriman adalah “orang-orang yang tak percaya bahwa Maria mengandung wahyu Kami.” Artinya, orang-orang yang tak percaya adalah orang-orang yang menyangkal tanda-tanda atau perantara. Bahkan, mungkin orang-orang yang 38
tak percaya telah menyangkal dirinya sendiri, sebab keberadaan manusia adalah salah satu tanda eksistensi Tuhan. Penyangkalan terhadap iman adalah penyangkalan terhadap fitrah diri sebagai makhluk yang bertuhan. Sekufur bagaimanapun manusia, semestinya ia masih memiliki iman meski hanya sekecil zarah, sebab sejak dalam janin, manusia telah mengikrarkan perjanjian primordial dengan Tuhan. ““Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka berkata, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.””24 Menuju Iman Hakiki Apakah iman berhenti sebatas iman (kepada Tuhan)? Tampaknya cerpen ini mengusung semangat profetik dengan menghadirkan kesadaran ketuhanan sebagai kesadaran kemanusiaan.25 Beriman adalah perihal hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia.26 Bahkan dalam cerpen ini Tuhan berkata, “116Dan janganlah berlebih-lebihan, juga dalam beribadah. 117Ibarat anggur ibadah dapat memabukkan, melupakanmu dari apa yang ada di sekitarmu.”
39
Seseorang tidak dikatakan lengkap keimanannya bila hanya mementingkan aspek ibadah formal sembari mengabaikan penderitaan manusia lainnya. Iman yang hakiki adalah iman yang menyapa orangorang lemah, tertindas, dan termarjinalkan. Oleh karena itulah dalam cerpen ini Tuhan berfirman, “118Tidaklah Aku ciptakan manusia untuk menyembah-Ku kecuali bermanfaat bagi orangorang di sekelilingnya.”27 Kenyataannya, nafsu serakah telah mengalihkan manusia dari sensitif kemanusiaan. Sebagai tanda keprihatinan, cerpen ini berkata, “119Akan datang waktunya ketika manusia lebih suka berebutan daging daripada saling berbagi roti. 120Akan datang waktunya ketika manusia lebih suka menumpahkan darah daripada saling mengisi anggur.” Korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, pembegalan, dan kasuskasus kriminalitas lainnya terjadi karena buah ketamakan manusia. Lalu pada ayat terakhir, cerpen ini menyeru, “121Jika datang waktunya, berpegangteguhlah kamu (Tatimmah) pada imanmu sebab tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya,” yaitu kekuatan untuk memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, memberi perlindungan bagi orang asing, 40
memberi pakaian mereka yang telanjang, dan merawat mereka yang sakit, sebab apa yang kamu lakukan untuk mereka, kamu telah melakukannya untuk Tuhan.28 Catatan kaki 1
meminjam Yasin: 82
2
Peristiwa kehamilan Maria (Maryam) mengingatkan kita pada pengalaman Isra' Mi'raj Muhammad. Sebagaimana tanggapan orangorang terhadap kehamilan Maria, peristiwa ajaib yang dialami Muhammad tersebut juga ditanggapi secara negatif oleh orang-orang Quraisy di Mekah (Lings, Martin. 1991. Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Terjemahan Qamaruddin S.F. 2014. Jakarta: 3 4 Matius 1:1—16 dan Lukas 3:23—38 5 Matius 1:19, 20, 24, dan 25 6 Maryam: 27—28 7 Maryam: 23—26 8Ali Imran: 46 9Ali Imran: 49 Al-Baqarah: 259 10 11 Al-Maidah: 31 12An-Naml: 18—19 13As-Saffat: 139—144 14Al-Kahfi: 60—65
Anam, Hairul. 2014. Sepenggal Kisah Tawakal Seekor Kijang, (Online), (www.nu.or.id), diakses 8 Mei 2015. 15
Al-Anbiya': 69
16
Sirry, Mun'im. 2015. Kontroversi Islam Awal: Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis. Bandung: Mizan. 17
Al-Maidah: 27 & 30
18
Abdalla, Ulil Abshar. 2007. Menyegarkan Kembali Pemahaman
41
Islam: Bunga Rampai Surat-Surat Tersiar. Jakarta: Nalar. 19
Synnott, Anthony. 1993. Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat. Terjemahan Pipit Maizier. 2007. Yogyakarta: Jalasutra. 20
Al-Baqarah: 15
21
Muthari, Abdul Hadi Wiji. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-Esai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus. 22 23Qaf:
16 Dengan iman sebiji sawi, seseorang dapat memindahkan gunung (Matius 17:20). 24 25Al-A'raf:
172 Kuntowijoyo. 2013. Maklumat Sastra Profetik: Kaidah Etika dan Struktur Sastra. Yogyakarta: Multi Presindo & LSBO PP Muhammadiyah. 26
Ali Imran:112
27
Paralel dengan hadis riwayat Thabrani dan Daruquthni yang berbunyi, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (Zainuddin, Ahmad. 2012. Apakah Anda Termasuk Sebaikbaik Manusia?[Online], [www.muslim.or.id], diakses 8 Mei 2015.).
Daftar Bacaan Abdalla, Ulil Abshar. 2007. Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam: Bunga Rampai Surat-Surat Tersiar. Jakarta: Nalar. Anam, Hairul. 2014. Sepenggal Kisah Tawakal Seekor Kijang, (Online), (www.nu.or.id), diakses 8 Mei 2015. Kuntowijoyo. 2013. Maklumat Sastra Profetik: Kaidah Etika dan Struktur Sastra. Yogyakarta: Multi Presindo & LSBO PP Muhammadiyah. Lembaga Alkitab Indonesia. 2005. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
42
Lings, Martin. 1991. Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Terjemahan Qamaruddin S.F. 2014. Jakarta: Serambi. Muthari, Abdul Hadi Wiji. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-Esai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus. Sirry, Mun'im. 2015. Kontroversi Islam Awal: Antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis. Bandung: Mizan. Synnott, Anthony. 1993. Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat. Terjemahan Pipit Maizier. 2007. Yogyakarta: Jalasutra. Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran. 2004. AlJumanatul Ali: Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: J-Art. Zainuddin, Ahmad. 2012. Apakah Anda Termasuk Sebaik-baik Manusia? (Online), (www.muslim.or.id), diakses 8 Mei 2015.
43
MISTERI KEMATIAN SEF Oleh Faruk HT Cerpen ini penuh dengan acuan pada cerita-cerita terdahulu, cerita-cerita otoritatif, khususnya dalam hal keagamaan, yang membuat saya merasa terpojok. Karena pengetahuan saya yang sangat kurang dan bahkan bisa dikatakan nihil tentang cerita-cerita otoritatif itu, saya anggap cerpen ini sebuah teror terhadap saya. Menyingkirkan saya dari percakapan. Ia seakan mengulang apa yang pernah dikatakan Chairil Anwar, “yang bukan penyair, tidak ambil bagian” (kutipan ini harus dicek kepersisannya dengan yang asli). Jadi, bagaimana mungkin saya bisa menulis tentangnya. “membaca saja aku sulit” (kata sebuah iklan layanan masyarakat tentang bantuan sebuah yayasan pada anak-anak yang terlahir dengan bibir sumbing). Tapi, karena sudah terlanjur janji untuk membuat tulisan dalam program diskusi sastra pkkh ini, saya tidak bisa tidak harus tetap membaca dan menulisnya. Hanya saja, saya akan mengambil strategi yang khusus, yang membuat saya cukup aman. Pertama, dengan menempatkannya sepenuhnya sebagai sebuah teks yang utuh, yang tidak membutuhkan bantuan teks lain yang ada di 44
luarnya untuk memahaminya. Kedua, kalaupun saya akan menyinggung hal-hal yang ada di luar teks, saya hanya akan menyentuh teks-teks yang ada dalam jaringan wacana yang saya ketahui, yang mungkin tidak dikehendaki oleh teks ini sendiri, kalau bukan oleh penulisnya. Yang pertama harus saya lakukan adalah melihat oposisi-oposisi yang dibangun oleh teks ini. Oposisi pertama yang menonjol adalah oposisi antara kami dengan mereka. “18Kamilah yang paling tahu isi hati mereka. 19Sesungguhnya tak ada keimanan sebelum datang kepercayaan padanya. 20Berimanlah untuk kebaikanmu tanpa rasa ragu dan takut. 21Imanmu adalah kekuatan. 22Tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya. 23Maka lemahlah mereka yang tak beriman, yaitu orang-orang yang tak percaya bahwa Maria mengandung wahyu Kami. 24Kami jadikan itu (orang-orang yang tak percaya) ujian bagi mereka.” Oposisi itu dijembatani oleh sintesis antara keduanya, yaitu mereka yang beriman, yang percaya akan kekuasaan tuhan. Yang beriman ini bisa disebut sebagai mereka yang kami, sedangkan yang tidak beriman adalah mereka yang bukan kami. 45
Oposisi yang kedua, yang terkait dengan yang pertama di atas, adalah oposisi antara hukum tuhan dengan hukum alam. Semua yang tidak mungkin terjadi dalam hukum alam mungkin terjadi dalam hukum tuhan. Dalam hal ini, mereka yang beriman adalah mereka yang menganut hukum tuhan, sedangkan yang tidak beriman adalah mereka yang menganut hukum alam. Tapi, bagaimana dengan binatang? Apakah binatang mengikuti hukum alam atau hukum tuhan? Dalam hal ini saya mau tidak mau harus keluar dari teks, memasuki teks lain atau wacana yang ada di luar teks, yang tidak dinyatakan oleh teks secara tersurat, tetapi disiratkannya, yaitu wacana yang menyangkut oposisi manusia dengan binatang. Manusia dipahami sebagai makhluk yang berakal, sedangkan binatang tidak berakal. Karena berakal, manusia berada dalam posisi yang lebih tinggi daripada binatang. Kalau akal dipahami sebagai kemampuan untuk mengetahui hukum alam, cara berpikir yang mengikuti hukum alam, maka binatang menjadi makhluk yang tidak mengikuti hukum alam. Tapi, binatang juga tidak mengikuti hukum tuhan. Karena itu, bisa dikatakan bahwa binatang berada di posisi antara hukum tuhan dengan hukum alam. Dibandingkan dengan manusia, binatang (yang tidak berakal itu) lebih dekat pada 46
tuhan, pada kami. Tentu saja, manusia ini adalah mereka yang tidak beriman pada hukum tuhan. Oposisi eksplisit yang ketiga adalah oposisi antara kehendak perempuan biasa dengan kehendak tuhan seperti yang terungkap dalam kutipan di bawah ini. 14“Sesungguhnya aku ingin seperti perempuanperempuan dalam kaumku. Menjadi istri dan ibu, dan kelak menjadi nenek. Mencintai suami dan menyayangi anak-anak serta cucu. Tapi Tuhan telah menurunkan wahyu dalam perutku.” Saya ingin menempatkan Maria dalam posisi antara, di antara perempuan-perempuan dalam kaumku dengan Tuhan di atas. Karena, ia adalah perempuan yang “luar biasa”, yang menerima wahyu tuhan. Namun, posisi itu tetap problematik baginya. Karena, seperti dalam kutipan di atas, ia cenderung merasa terpaksa daripada merasa ikhlas menerima wahyu yang ada di dalam perutnya itu. Dengan kata lain, oposisi yang ketiga ini cenderung masih merupakan oposisi yang belum terjembatani. Hal yang serupa, yang terkait erat dengan oposisi ketiga ini, adalah oposisi antara percaya pada istri/kekasih dengan percaya pada tuhan. Sampai di akhir hayatnya, Sef, tidak percaya pada tuhan dan pada hukum-hukum hutan. Ia hanya percaya pada Maria, istri/kekasihnya itu. 47
Dengan posisi yang demikian, Sef sesungguhnya menjadi saingan berat dari Tuhan. Bahkan, dalam merebut hati Maria yang sebenarnya juga belum ikhlas. Karena posisi sebagai kompetitor itulah Tuhan tampaknya memutuskan untuk membunuhnya, tidak menyelamatkannya dari api. Yang diselamatkan justru Maria yang tentu saja kemudian menjadi milik sepenuhnya dari Tuhan meskipun tetap dalam keterpaksaan. Yang lebih biadab lagi, Tuhan kemudian mengklaim Sef sebagai umatnya, sebagai orang yang percaya padanya, dan sebagai orang yang menjadi teladan bagi dirinya. Dalam hal apa sebenarnya Sef menjadi teladan kalau bukan dalam hal penolakannya untuk percaya pada Tuhan itu sendiri. Oposisi yang terakhir ini kemudian dikembangkan menjadi oposisi antara kemanusiaan dengan ketuhanan, hubungan horisontal antarmanusia dengan hubungan vertikal antara manusia dengan tuhan. 116Dan janganlah berlebih-lebihan, juga dalam beribadah. 117Ibarat anggur ibadah dapat memabukkan, melupakanmu dari apa yang ada di sekitarmu. 118Tidaklah Aku ciptakan manusia untuk menyembah-Ku kecuali bermanfaat bagi orang48
orang di sekelilingnya. 119Akan datang waktunya ketika manusia lebih suka berebutan daging daripada saling berbagi roti. 120Akan datang waktunya ketika manusia lebih suka menumpahkan darah daripada saling mengisi anggur. 121Jika datang waktunya, berpegangteguhlah kamu (Tatimmah) pada imanmu sebab tak ada kekuatan manusia yang lebih besar selain keimanannya. Penyelesaiannya adalah keseimbangan di antara keduanya. Namun, keseimbangan itu tidak mencairkan oposisi antara keduanya pula. Karena, bila timbangan berat kepada yang satu, yang lain akan berkurang. Artinya, cinta pada sesama akan mengurangi cinta pada tuhan, atau sebaliknya. Kedua-duanya menjadi tidak pernah penuh bila ada yang lain. Lalu, bagaimana bisa “berpegang teguh” bila cinta itu terbagi ke dua arah yang bertentangan. Penyelesaian ini menjadi dipaksakan. Sama dengan dipaksakannya kedamaian antara selibat dengan tidak selibat. Pada siapa sebenarnya manusia belajar, pada keajaiban hukum tuhan apa kepada binatang yang lebih rendah daripada manusia dari segi akalnya. Betapa dekatnya tuhan dengan binatang. Itulah sebabnya, ia melakukan kekerasan.
49