162
Volume 46, Number 3, September 2013
Case Report
Restorasi mahkota logam dengan pasak fiber komposit pada molar permanen muda (Metal crown restoration with fiber composite post in young permanent molar) Theresia Dhearine Pratiwi dan Mochamad Fahlevi Rizal Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Jakarta – Indonesia
abstract
Background: The first permanent molar has a high prevalence of caries with the most rapid progression in the first two years after eruption. The destruction can extend to the pulp and require endodontic treatment. After endodontic treatment the teeth should have a final restoration due to the possibilities of fracture. The teeth with a few remaining tissue need a restoration such as crown with post and core support. Fiber composite post is widely used today because it has a similar modulus elasticity as dentin. Purpose: The case report was aimed to share the endodontic treatment which was followed by fiber composite post and metal crown insertion on young permanent molar. Case: An 11 years old girls was referred to Pediatric Dentistry clinic at Universitas Indonesia Dental Hospital due to caries #36 that extend to the pulp. Case management: Endodontic treatment with metal crown supported by fiber composite post and composite core was done as final restoration. One month after procedure there was no subjective complaints or inflammation. Conclusion: The case report showed that endodontic treatment followed by fiber composite post and metal crown insertion could be done succesfully on young permanent molar of 11 years old patient. Key words: Fiber composite post, metal crown, young permanent molar abstrak
Latar belakang: Gigi molar pertama permanen muda (M1) merupakan gigi dengan angka kejadian karies yang tinggi dengan kerusakan paling cepat terjadi pada dua tahun pertama setelah gigi tersebut erupsi. Kerusakan tersebut dapat mencapai pulpa sehingga diperlukan perawatan endodontik. Gigi yang sudah dirawat memerlukan restorasi akhir yang baik, karena kemungkinan terjadi fraktur. Sisa jaringan gigi yang sedikit membutuhkan restorasi akhir berupa mahkota tiruan dengan dukungan pasak dan inti. Pasak fiber komposit merupakan pasak yang saat ini sering digunakan karena memiliki keunggulan modulus elastisitas yang menyerupai dentin. Tujuan: Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan perawatan endodontik yang diikuti dengan pemasangan pasak fiber komposit dan mahkota logam pada molar pertama permanen muda. Kasus: Anak perempuan usia 11 tahun dirujuk ke klinik Kedokteran Gigi Anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Indonesia dengan kerusakan gigi #36 mencapai pulpa. Tatalaksana kasus: Perawatan endodontik dengan restorasi akhir mahkota tiruan tuang logam dengan dukungan pasak fiber komposit dan inti resin komposit. Pada kontrol setelah 1 bulan tidak didapatkan keluhan subjektif serta kondisi peradangan Simpulan: Laporan kasus ini menunjukkan bahwa perawatan endodontik yang diikuti dengan pemasangan pasak fiber komposit dan mahkota logam dapat dilakukan dengan baik pada molar pertama permanen muda dari pasien berusia 11 tahun. Kata kunci: Pasak fiber komposit, mahkota logam, molar permanen muda Korespondensi (correspondence): Theresia Dhearine Pratiwi, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Jl. Salemba Raya 4 Jakarta 10430, Indonesia. E-mail:
[email protected]
Pratiwi dan Rizal: Restorasi mahkota logam dengan pasak fiber komposit pendahuluan
Tingkat kejadian karies pada anak dan remaja sering terjadi pada gigi molar pertama tetap (M1). Di Amerika, Asia, dan Brazil angka kejadian karies pada gigi M1 dapat mencapai 40-50% dari populasi yang ada, dengan adanya kavitas pada gigi, restorasi, atau tanggalnya gigi M1. Perkembangan karies pada gigi M1 paling cepat terjadi pada dua tahun pertama setelah gigi M1 erupsi dengan adanya kemungkinan gigi tersebut mengalami kerusakan hingga mencapai pulpa.1 Perawatan yang harus dilakukan adalah perawatan endodontik dengan memperhatikan beberapa faktor seperti sisa jaringan mahkota, vitalitas pulpa, penutupan daerah apikal, dan tingkat kepatuhan pasien.2 Gigi yang telah dirawat endodontik membutuhkan suatu restorasi akhir yang baik agar dapat berfungsi optimal dalam rongga mulut. Gigi tersebut lebih rapuh daripada gigi vital sehingga meningkatkan kemungkinan fraktur selama berfungsi.3,4 Pasak merupakan retensi tambahan yang diletakkan di dalam saluran akar gigi yang telah dirawat saluran akar. Pasak bertujuan sebagai pemegang inti dan mahkota serta membantu melindungi penutupan apikal dari kontaminasi bakteri yang disebabkan karena kebocoran mahkota.5 Fungsi dari pasak dan inti adalah untuk meningkatkan daya tahan struktur jaringan gigi terhadap tekanan lateral dan mendistribusikan ke seluruh jaringan gigi yang ada.3 Beberapa syarat konstruksi inti dan pasak adalah panjang pasak yang harus seimbang atau panjangnya sesuai perkiraan mahkota klinis idealnya 2/3 panjang akar. Memiliki apikal stop untuk mencegah pergerakan ke arah apikal, konstruksi yang dapat menahan gaya normal dalam mulut, ketebalan yang cukup untuk mencegah pergerakan dan stabil, sisa gutta-percha yang tertinggal minimal 3-5 mm. Diameter pasak sebaiknya tidak lebih dari 1/3 diameter akar, dengan ketebalan minimum 1 mm.3 Pada tahun 1990 pasak fiber mulai sering digunakan. Pasak fiber mengandung kumpulan serat-serat karbon yang dikelilingi matriks resin, sehingga pasak menjadi kuat, tetapi kurang kaku dan kuat jika dibandingkan dengan pasak keramik dan metal.3 Modulus elastisitas menyerupai dentin berkisar antara 13-47 GPa sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur akar.3,4,6,7 Berbeda dengan pasak logam yang isotropik di mana modulus elastisitasnya sama pada semua sudut, sedangkan pasak fiber bersifat anisotropik yaitu modulus elastiknya menurun dari 0 sampai 90 derajat.7 Pasak fiber memiliki nilai estetik yang baik karena sewarna dengan gigi atau bersifat translusen, sehingga tidak membutuhkan opaquer dan cocok untuk semua bahan restorasi termasuk mahkota komposit dan all-ceramic. Biokompatibilitas baik, tidak toksik, tidak korosif, tidak galvanic, tidak terlalu invasif dibandingkan pasak logam, mudah diperbaiki atau dikeluarkan, dan tidak memberi efek sensitif terhadap gigi. Apabila dilakukan sementasi dengan baik, maka dapat mencegah terjadinya kebocoran
163
mikro.3,4 Penggunaan pasak fiber diperlukan pembuatan inti untuk meggantikan struktur mahkota yang hilang dan dikombinasikan dengan sisa jaringan mahkota. Inti pada pasak prefabricated terkadang sudah menjadi satu dengan pasak, namun ada juga beberapa pasak yang memerlukan pembuatan inti sebelum pembuatan mahkota tiruan.3 Bahan yang dapat digunakan untuk mahkota tiruan antara lain mahkota logam, metal porselen, atau, full porselen. Pada gigi molar tetap muda dengan masih mengalami pertumbuhan erupsi dan perubahan oklusi, mahkota logam stainless steel dapat dipilih sebagai restorasi sementara hingga gigi mendapat restorasi permanen.10 Namun, pada kondisi yang sudah stabil, mahkota tiruan dapat menggunakan mahkota tiruan tuang logam, mahkota tiruan metal porselen, mahkota tiruan seluruhnya porselen, mahkota tiruan metal akrilik, dan mahkota tiruan seluruhnya akrilik. Pembuatan mahkota tiruan logam dari base metal alloy atau high noble metal alloy dapat digunakan karena memiliki beberapa keuntungan seperti retensi dan resistensi yang baik serta kekuatan yang baik terutama di daerah posterior.3,5 Namun kerugiannya antara lain secara estetik tidak menguntungkan, test vitalitas yang sulit dilakukan pada gigi yang vital, dan pembuangan struktur gigi yang cukup besar.3 Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan perawatan endodontik yang diikuti dengan pemasangan pasak fiber komposit dan mahkota logam pada molar pertama permanen muda.
kasus
Pasien anak perempuan berusia 11 tahun datang ke klinik kedokteran Gigi Anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Indonesia dengan keluhan gigi molar pertama kiri bawah berlubang, keadaan umum baik. Hasil pemeriksaan pada ekstra oral tidak ditemukan asimetris wajah dan kelenjar getah bening submandibularis kiri teraba, keras, dan sakit dan sebelah kanan teraba, lunak, dan tidak sakit. Pemeriksaan intraoral, gingiva regio #36 terdapat kemerahan dan oedem. Hubungan vertikal molar satu permanen kiri dan kanan kelas I, susunan gigi berjejal, dan terdapat gigitan silang pada anterior antara gigi #11 dengan #41 dan #42. Pada pemeriksaan gigi geligi ditemukan gigi #36 karies mencapai pulpa (KMP), test perkusi menunjukkan adanya keluhan sedang pada test tekanan tidak ada keluhan (Gambar 1). Pada gigi M1 tetap lain mengalami karies enamel baik pada gigi #16, #26, dan #46. Pemeriksaan radiografik pada gigi #36 menunjukkan radiolusensi di oklusal mencapai kamar pulpa, radiolusensi di periapikal baik mesial dan distal, dan pembentukkan akar yang sudah sempurna. Diagnosis gigi #36 adalah nekrosis pula dengan abses periapikal. Rencana perawatan untuk kasus ini adalah perawatan saluran akar dengan restorasi akhir mahkota tiruan dengan pasak (dowel crown).
164
Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 46, Number 3, September 2013: 162–166 tatalaksana kasus
Kunjungan pertama dilakukan ekskavasi karies pada gigi #36 dan ditumpat sementara. Kunjungan kedua dilakukan open akses pada gigi #36 lalu penjajakan saluran akar menggunakan K-file #15. Preparasi dilakukan dengan protaper sampai ukuran F2 sesuai panjang kerja dengan irigasi NaOCl konsentrasi 2,5% setiap kali dilakukan penggantian alat lalu dikeringkan dengan paper point. Setelah itu, dilakukan sterilisasi dengan medikamen ChKM dan ditumpat sementara. Kunjungan berikutnya sudah tidak ditemukan keluhan subyektif dan dari pemeriksaan obyektif edema sudah tidak ada dan perkusi serta palpasi tidak ada keluhan dan kondisi gigi tertinggal dua dinding saja. Kemudian dilakukan pengisian saluran akar dengan gutta percha protaper serta sealer endomethasone sesuai dengan panjang kerja sebelumnya, diberi basis GIC dan ditumpat sementara (Gambar 2). Setelah satu minggu pengisian saluran akar dilakukan pemeriksaan gigi #36, perkusi, palpasi, keluhan subjektif, serta fistula pada gigi #36 dan tidak didapatkan keluhan. Setelah itu, dilakukan pengambilan guttap sepanjang 2/3 saluran akar distobukal dan mesiolingual menggunakan gates gliden drill (GGD) mulai dari ukuran terkecil hingga saluran akar bersih. Kemudian dilakukan sementasi pasak fiber ukuran 1.25 dengan menggunakan semen resin dual cured. Ukuran disesuaikan dari foto radiograf pengisian yang ada pada akar distobukal dan mesiolingual dan dilakukan pembuatan inti dengan resin komposit (Gambar 3A dan 3B). Setelah itu, dilakukan preparasi metal crown dan pencetakan dengan rubber base. Kemudian dilakukan sementasi mahkota logam dengan GIC luting. Pada kontrol 1 bulan setelah sementasi mahkota logam didapatkan hasil pemeriksaan perkusi dan palpasi tidak ada keluhan, tidak ada hiperemi dan edema, serta tidak ada keluhan subyektif. Hasil kontrol melalui foto radiograf didapatkan perbaikan lesi periapikal pada akar distal dan mesial namun penyembuhan di periapikal akar mesial masih belum sempurna meski sudah mulai terjadi penulangan (Gambar 4A dan 4B).
Gambar 1. Kondisi klinis awal rongga mulut dengan gigi #36 karies mencapai pulpa.
Gambar 2. Foto pengisian saluran akar gigi #36.
A
B
Gambar 3. Pemasangan pasak fiber. A) kondisi klinis saat pemasangan pasak fiber pada saluran akar mesiolingual dan distobukal; B) radiografis pasak fiber dalam saluran akar.
165
Pratiwi dan Rizal: Restorasi mahkota logam dengan pasak fiber komposit
A
B
C
Gambar 4. Gambaran klinis dan radiograf setelah 1 bulan pasca pemasangan restorasi pasak fiber dengan mahkota logam. A) mahkota logam pada gigi #36 dalam rongga mulut; B) radiograf awal gigi #36 sebelum perawatan C) radiograf setelah 1 bulan paska insersi mahkota logam, terlihat terjadi penyembuhan lesi periapikal.
pembahasan
Gigi M1 merupakan gigi yang paling sering mengalami karies pada anak, terutama M1 rahang bawah.10 Pasien ini berusia 11 tahun yang merupakan usia sekolah dan gigi M1 erupsi dengan pembentukkan akar yang sudah sempurna. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahmed dkk.,10 di mana pada pasien ini didapatkan karies pada seluruh gigi M1 dengan kondisi terparah terjadi pada gigi M1 kiri bawah dengan karies yang sudah mencapai pulpa. Gigi #36 pada pasien ini mengalami karies hingga kondisi pulpa yang sudah terbuka dan sudah nekrosis. Pada kasus kerusakan gigi M1 dapat dilakukan perawatan endodontik atau ekstraksi. Pada keadaan gigi #36 ini, sisa gigi yang tersisa masih dapat dilakukan perawatan endodontik. Selain itu, kondisi gigi #37 dari foto rontgen terlihat sudah menembus tulang dan pembentukkan akar mencapai 1/3 tengah akar. Oleh karena itu, diperlukan perawatan endodontik dan restorasi pasca endodontik yang sesuai untuk dapat menjaga ruangan yang ada dan mempertahankan gigi di dalam lengkung rahang karena hilangnya gigi M1 dapat berakibat masalah lain yang lebih kompleks seperti hilangnya kunci oklusi, migrasi gigi tetangga, ekstrusi gigi lawan dan sebagainya, kecuali jika pasien yang menginginkan dilakukan ekstraksi.11 Rencana perawatan pada gigi #36 ini adalah perawatan endodontik dengan restorasi akhir berupa mahkota tiruan dengan pasak dan inti karena sisa gigi yang ada hanya dua dinding mahkota yaitu bukal dan mesial. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa di mana indikasi dari pembuatan mahkota tiruan dengan pasak dan inti jika kerusakan mahkota cukup luas kurang dari tiga dinding.6 Pembuatan restorasi mahkota tiruan pasak dan inti diawali dengan pengambilan 2/3 bahan pengisi untuk penempatan pasak. Jenis pasak yang digunakan pada pasien ini adalah pasak prefabricated dengan bahan fiber komposit. Pasak ini dipilih karena pasak ini cukup kuat meskipun tidak sekuat pasak keramik atau logam, tetapi
pasak ini memiliki ketahanan terhadap fraktur karena modulus elastisitasnya yang sama dengan dentin.3 Sebuah penelitian juga menyatakan keuntungan lain dari pasak prefabricated adalah lebih efisien secara waktu dan memberikan hasil yang cukup memuaskan, dibandingkan dengan pasak custom made yang memiliki kerugian utama berupa tingginya resiko terjadinya fraktur akar.2,12 Posisi gigi yang berada di posterior juga menjadi salah satu pertimbangan karena adanya beban kunyah yang besar di daerah posterior. Pengambilan isi gutta point dilakukan dengan menggunakan gates gliden drill. Pengambilan gutta percha dapat menggunakan endodontik plugger yang dipanaskan atau dengan menggunakan rotary instrument seperti gates gliden drill. Pengambilan ini dilakukan perlahan sehingga meninggalkan bahan pengisi sepanjang 4 mm dari periapikal.3 Pada kasus ini, dua saluran akar dipakai untuk penggunaan pasak yaitu akar distobukal dan mesiolingual. Pada gigi berakar ganda (lebih dari 1 saluran akar) diperlukan retensi pasak lebih dari 1 saluran akar. Saluran akar yang dipilih untuk peletakkan pasak adalah saluran akar terbesar, dimana pada gigi M1 saluran akar terbesar terdapat pada saluran akar distal, sedangkan dua saluran akar diletakkan pasak agar distribusi gaya yang terjadi pada gigi tersebut dapat semakin merata.3 Sementasi pasak fiber komposit dilakukan dengan semen resin dual cured untuk memastikan terjadinya polimerisasi yang sempurna. Adanya photo initiator dan chemical initiator pada semen resin dual cured sehingga polimerisasi dapat terjadi dengan sempurna dan menghindari kebocoran mikro yang dapat menyebabkan inflamasi berulang.8 Pasak fiber terletak pasif dalam saluran akar dan luting agent berbahan dasar resin (resin semen) merupakan bahan yang diindikasikan untuk menambah retensi.4,8,9 Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan sementasi pasak adalah memastikan semen pengisian saluran akar tidak tertinggal dalam saluran akar karena dapat mengakibatkan terjadi kebocoron mikro.4
166
Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Volume 46, Number 3, September 2013: 162–166
Pembuatan inti pada pasien ini menggunakan bahan resin komposit sebelum dilakukan pencetakkan untuk pembuatan mahkota tiruan. Hal ini dilakukan karena cukup menguntungkan yaitu ikatan yang baik dengan pasak fiber, jumlah kunjungan yang lebih sedikit, prosedur laboratorium yang lebih sedikit, dapat mempertahankan sisa jaringan gigi, dan cukup kuat karena dapat beradaptasi dengan sisa jaringan gigi.3 Restorasi akhir yang dipilih adalah restorasi tuang logam. Restorasi ini dapat menjadi restorasi akhir untuk gigi tersebut karena gigi tersebut sudah gigi tetap, sudah dirawat saluran akar dan sudah diberi pasak, usia pasien 11 tahun, dan pembentukkan akar yang sudah sempurna. Ada beberapa alternatif mahkota tiruan yang sesuai untuk gigi tersebut yaitu mahkota tiruan metal porselen dan mahkota tiruan logam (all metal). Restorasi mahkota logam dipilih karena kuat menahan beban kunyah pada daerah posterior, membentuk kembali anatomi gigi, dan mempertahankan gigi dalam lengkung rahang. 3 Pada kasus ini jarak oklusogingival rendah karena itu digunakan mahkota tiruan logam tuang.5 Posisi gigi yang berada di posterior juga tidak memerlukan sifat estetik seperti gigi anterior. Dari segi biaya, mahkota tiruan all metal lebih terjangkau dibandingkan dengan mahktoa tiruan metal porselen, sehingga pasien memilih jenis restorasi ini. Pada pasien ini kondisi oklusi pasien daerah posterior juga berat sehingga mahkota logam dipilih menjadi restorasi akhir. Laporan kasus ini menunjukkan bahwa perawatan endodontik yang diikuti dengan pemasangan pasak fiber komposit dan mahkota logam dapat dilakukan dengan baik
pada molar pertama permanen muda dari pasien berusia 11 tahun.
daftar pustaka 1. Chen JW, Varner LL. Pulp Treatment for young first permanent molars: to treat or to extract. Endodontic Topics 2012; 23: 34-40. 2. Raducanu AM, Victor F, Claudiu H, Mihai AR. Prevalence of loss of permanent first molars in a group of romanian children and adolescents. OHDMBSC 2009; 3: 3-11. 3. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Restoration of the endodontically treated tooth. contemporary fixed prosthodontics. 4th ed. China: Mosby Elsevier; 2006. p. 336-74. 4. Schwart RS, Robbins JW. Post placement and restoration of endodontically treated teeth: a literature review. J Endod 2004; 30(5): 289-301. 5. Cheung DMD. A review management of endodontocally treated teeth post, core and final restoration. J Am Dent Assoc 2006; 136(5): 611-9. 6. Cohen S, Hargreaves KM. Pathways of the pulp. 9th ed. St Louis, Missouri: Mosby Inc; 2006. p. 786-810. 7. Hicks N. Esthetic fiber reinforced composite posts. Smile J 2008; Issue 9: 1-4. 8. Goracci C, Corciolani G, Vichi A, Ferrari M. Light-transmitting ability of marketed fiber posts. J Dent Res 2008; 87: 1122. 9. Teixeira EC, Teixeira FB, Piasick R, Thompson JY. An in vitro assessment of prefabricated fiber post systems. J Am Dent Assoc 2006; 137: 1006-12. 10. Ahmed NA, Astram AN, Skaug N, Petersen PE. Dental caries prevalence and risk factors among 12-year old schoolchildren from Baghdad, Iraq: a post-war survey. Int Dent J 2007; 57(1): 36-44. 11. Carrotte P. Endodontic treatment for children. British Dent J 2005; 198: 9-15. 12. Kaur J, Verma PR, Archana N. Fracture resistance of endodontically treated teeth restored with different post systems: a comparative study. Indian J Dent Sci 2011; 3: 5-9.