MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
PENGARUH PEMBERIAN SUSU KAMBING TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS TESTIS DAN KADAR TIMBAL (Pb) DALAM DARAH TIKUS WISTAR YANG TERPAPAR ASAP KENDARAAN BERMOTOR Dinni Lutfiani Muzakki1, R.B. Bambang Witjahyo2 1
Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2 Staf Pengajar Histologi Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang -Semarang 50275, Telp. 02476928010
ABSTRAK Latar belakang: Testis merupakan organ reproduksi terpenting pada pria. Timbal (Pb) yang dihasilkan oleh proses pembakaran bahan bakar minyak yang tidak sempurna pada kendaraan bermotor dapat menghambat proses spermatogenesis dan meningkatkan risiko infertilitas. Susu kambing merupakan bahan alami yang mengandung flavonoid,vitamin C, E, B1, B6, B9, Ca, Zn, Mg, Fe dan bermanfaat sebagai antiosidan, chelating agent Pb dan penghambat absorbsi Pb ke dalam darah. Menurunnya kadar Pb darah dapat mempengaruhi gambaran mikroskopis tubulus seminiferus testis yang berkaitan dengan proses spermatogenesis. Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian susu kambing terhadap gambaran mikroskopis testis dan kadar Pb dalam darah tikus wistar yang terpapar asap kendaraan bermotor. Metode: Penelitian ini berjenis true experimental dengan rancangan post-test only controlled group design. Sampel sebanyak 15 tikus wistar usia 2-3 bulan dengan berat badan 100–200 gram dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (K) yang hanya diberi makanan dan minuman standar, dan kelompok perlakuan (P1,P2) diberi paparan asap kendaraan bermotor 8 jam/hari selama 30 hari dan susu kambing sebanyak 473,2mg/kgBB pada P2. Pada hari ke-31, tikus diambil darah dan testisnya, kemudian diterminasi dan diamati kadar Pb darah dan gambaran mikroskopis tubulus seminiferus testis. Hasil: Pemberian susu kambing sebelum pemaparan asap kendaraan bermotor pada kelompok P2 mengakibatkan rerata kadar Pb darah pada kelompok P2 (7,80µg/dl± 4,18265) < kelompok P1 (11,24µg/dl± 6,27229) (p>0.05) dengan kerusakan tubulus seminiferus testis P2
0.05) dilihat secara mikroskopis. Simpulan: Susu kambing dengan dosis 473,2 mg/kgBB tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kadar Pb darah dan pencegahan kerusakan tubulus seminiferus testis akibat paparan asap kendaraan bermotor. Kata kunci : susu kambing, timbal, mikroskopik, testis, tubulus seminiferus, asap kendaraan
ABSTRACT THE EFFECT OF GOAT MILK ON MICROSCOPIC TESTIS APPEARANCE AND LEAD (Pb) BLOOD LEVEL OF WISTAR RATS WHICH MOTORIZED VEHICLE EMISSION EXPOSURED Background: Testis is the most important male reproductive organ. Lead (Pb) which is produced by incomplete fuel combustion on motorized vehicle can inhibit spermatogenesis process and increase infertility risk factor. Goat milk is a natural substance which contains of flavonoid, vitamin C, E, B1, B6, B9, Ca, Zn, Mg, Fe and useful as an antioxidant, Pb chelating agent and Pb absorption inhibitor into bloodstream. A decrease of Pb blood level influence microscopic appearance of testicle seminiferous tubules which related with spermatogenesis process. 626 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
Aim: To verify the effect of goat milk on microscopic testes appearance and Pb blood level of wistar rats with motorized vehicle emission exposure. Method: This was a true experimental research study with post-test only controlled group design. The sample were 15 wistar rats, 2-3 month old, 100 –200 gram. The sample were divided into 3 groups randomly, namely control group (K) which was given standard food and beverage only, treated group (P1,P2) which was given motorized vehicle emission exposure 8 hour/day for 30 days and 473.2mg/kgBW goat milk for P2.On day 31, blood and testes were taken and the rats were terminated, then examined Pb blood level and microscopic seminiferous tubule testes appearance of wistar rats each groups. Result: The administration of goat milk before motorized vehicle emission exposure on P2 group had less the mean of Pb blood level P2(7,80µg/dl± 4,18265)0.05) while the seminiferous tubule microscopic damage P20.05). Conclusion: Goat milk 473,2mg/kgBB does not effect on Pb blood level and seminiferous tubules testis damage prevention caused by motorized vehicle emission exposure significantly Keyword : goat milk, lead, Pb, microscopic, testis, seminiferous tubules, vehicle emission exposure
PENDAHULUAN Testis merupakan organ reproduksi terpenting pada pria yang memiliki dua fungsi yaitu fungsi reproduksi dan fungsi hormonal.1,
2
Fungsi reproduksi laki-laki ini diketahui
sangat sensitif terhadap berbagai chemichal dan physical agent yang dihasilkan oleh industri, kendaraan dan kegiatan agrikultural.3 Tahun 2000, Levin SM melaporkan bahwa pekerja yang setiap harinya terpapar Pb mempunyai faktor risiko lebih tinggi terhadap kejadian infertilitas.4 Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 8 -12% pasangan mengalami infertilitas selama masa reproduktif mereka. Jika delapan persen dari gambaran populasi sekitar 60 – 80 juta pasangan yang belum dikaruniai anak, diperkirakan muncul 2 juta pasangan infertil baru setiap tahunnya dan angka ini terus meningkat.5 Menurut Sumapraja angka infertilitas di Indonesia berkirsar 12 – 15%.6 Secara global faktor infertilitas pria seperti oligospermia dan astenospermia menyumbangkan 30 – 50 % dari total kasus infertilitas.7 Pb merupakan salah satu polutan udara berbahaya yang dapat bersumber dari asap kendaraan bermotor.8,
9
Peningkatan polusi udara ini berkorelasi dengan semakin
meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi gas buangan setiap harinya.8, 10 Pembakaran bensin yang tidak sempurna dapat menghasilkan sekitar 70–80% Pb
627 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
yang dikelurakan dari asap knalpot kendaraan bermotor.9 Setiap pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km. Jadi, jika terdapat 1 juta unit kendaraan bermotor yang beroperasi sejauh 15 km tiap hari, maka akan terdapat emisi timbal sebanyak 1,35 ton Pb/hari.10 30–40% Pb yang terdapat dalam polusi udara akan terhisap dan terabsorpsi masuk ke dalam sirkulasi darah. 99% Pb tersebut akan diikat oleh eritrosit sekitar 30-35 hari dalam sirkulasi dan tersebar ke berbagai jaringan seperti paru, jantung, otak, hati, ginjal, limpa, pankreas, ovarium, prostat, testis, otot, kelenjar adiposa dan tulang.4, 11 Toksisitas Pb yang merupakan suatu logam berat ini berbahaya bagi kesehatan. Adapun bahaya Pb pada sistem reproduksi pria adalah meningkatkan faktor risiko infertilitas pria. Kadar Pb darah yang mencapai > 30 -40 µg/dl dapat merusak sistem reproduksi pria dan mempengaruhi fungsi reproduksinya.12 Kerusakan ini disebabkan oleh adanya deposit Pb pada testis yang mempengaruhi proses spermatogenesis dalam hal produksi, maturasi, motilitas dan kemampuan fertilisasi spermatozoa sehingga memperburuk kualitas dan kuantitas sperma yang berdampak pada fungsi reproduksi pria.4, 7, 8, 13 Pb yang terdeposit pada testis akan meningkatkan rective oxygen species (ROS) yang dapat menghambat produksi sulfhydryl antioxidant, menonaktifkan dan menurunkan kadar glutation darah sehinga antioksidan alami tubuh tidak dapat lagi bekerja dengan efektif. Hal inilah yang dapat menyebabkan kerusakan sel pada testis. Kerusakan ini disebabkan oleh rusaknya asam nukleat dan terhambatnya perbaikan DNA pada inti sel. ROS juga menghambat aktivitas enzim steroidogenik pada proses steroidogenesis yang dapat menghambat pembentukan testosteron.4,
14-16
Oleh karena itu perlu adanya pengendali untuk mencegah timbulnya
toksisitas Pb dalam tubuh. Susu kambing merupakan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. 17 Antioksidan yang terkandung dalam susu kambing seperti vitamin C, E, B-6, flavonoid dan carotenoid dapat melindungi sel tubuh manusia terhadap kerusakan yang disebabkan oleh ROS.18 Fe, Ca dan Mg yang terdapat dalam susu kambing dapat membantu menurunkan kadar Pb dalam darah dengan cara menurunkan absorpsi Pb di gastrointestinal.4, 11, 19 Potesi tersebut dapat dijadikan alternatif dalam mencegah toksisitas Pb dalam tubuh yang diharapkan dapat mencegah kerusakan sistem reproduksi oleh Pb.
628 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Javier Diaz-Castro pada tahun 2012, pemberian susu kambing bubuk dengan dosis 473,2 mg/KgBB pada tikus memiliki manfaat sebagai antioksidan dan membatasi lipid peroksidasi pada kelebihan asupan Fe (Zat besi) yang kronik.20 Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengaruh pemberian susu kambing terhadap gambaran mikroskopis testis dan kadar timbal (Pb) dalam darah tikus wistar yang terpapar asap kendaraan bermotor.
METODE Penelitian ini berjenis true experimental dengan post test only with control group design. Pada penelitian ini sampel yang digunakan 15 sampel tikus wistar umur 2 - 3 bulan dengan berat badan 100-200 gram yang yang didapat dari Peternakan hewan coba Rattus Breeding Centre Malang. Penelitian ini terdiri dari 3 kelompok. Pembagian sampel pada keempat kelompok dilakukan dengan cara simple random sampling sehingga dalam setiap kelompok terdapat 5 ekor tikus. Kelompok kontrol (K) adalah kelompok tikus wistar yang tidak diberi perlakuan apaapa, hanya diberi makanan dan minuman standar. Kelompok perlakuan satu (P1) adalah kelompok tikus wistar yang dipapar asap kendaraan bermotor selama 8 jam/hari serta diberi makanan dan minuman standar selama 30 hari. Kelompok perlakuan dua (P2) adalah kelompok tikus wistar yang diberi susu kambing sebanyak 473,2 mg/kgBB yang dilarutkan ke dalam 1 ml air kemudian dipapar asap kendaraan bermotor selama 8 jam/hari serta diberi makanan dan minuman standar selama 30 hari. Paparan asap kendaraan bermotor dilakukan di SPBU Tugu
Sampangan dan pemberian susu kambing dilakukan peroral dengan
menggunakan sonde lambung. Hari ke-31 dilakukan pengambilan whole blood tikus wistar dari vena retroorbital, diterminasi dan dilakukan bedah minor untuk mengambil organ testis tikus wistar. Whole blood tikus wistar yang telah diambil kemudian diberi EDTA dan dilakukan pengukuran kadar timbal (Pb) dalam darah mencit dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectrofotometer. (Skala : Rasio) Testis tikus wistar yang telah diambilpun diproses secara mikroteknik kemudian dicat menggunakan Hematoxyllin Eosin. Masing-masing preparat testis kemudian diamati dan dibaca pada 5 lapangan pandang secara acak dari kiri ke kanan. Pengamatan dan pembacaan 629 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
preparat ini dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Pengamatan ini dilakukan untuk menilai tingkat kerusakan tubulus seminiferus dari tubulus seminiferus yang diamati di setiap lapangan pandang. Kriteria yang digunakan untuk menilai tingkat kerusakan tubulus seminiferus adalah kriteria Skor Johnsen yang telah dimodifikasi berdasarkan perhitungan kuantitas dengan penilaian 1 – 10. Adapun yang diamati di tubulus seminiferus adalah epitel tubulus seminiferus, gambaran spermatogenesis tubulus, lumen tubulus, sel spermatogonium, spermatosit primer, sel spermatid, sel spermatozoa dan sel sertoli. Ciri utama sel spermatogonia yaitu berukuran relatif besar, berbentuk bulat, sitoplasma sel pucat, inti sel besar dengan kromatin ireguler, inti yang sangat rapat, warna inti yang sangat gelap dan terletak di dekat membran basal epitel tubulus. Sel spermatosit primer sangat khas karena sel ini merupakan sel yang paling besar dibandingkan dengan sel spermatogenik lainnya, dan memiliki inti yang lebih jarang/sedikit jika dibandingkan dengan sel spermatogonia. Sel spermatid pada tubulus seminiferus berada disekitar lumen yaitu pada lapisan setelah spermatosit primer, berukuran paling kecil, berbentuk bulat, memiliki sitoplasma yang sedikit dan kromatin pada inti selnya padat. Sel sertoli memiliki ciri khas berbentuk piramidal dengan dasar sel melekat pada lamina basalis dan ujung apikalnya menjorok ke lumen tubulus, sel sertoli ini terletak di antara sel sel spermatogenik. Tabel 1. Skoring kerusakan tubulus seminiferus berdasarkan modifikasi Skor Johnsen dengan perhitungan kuantitas 21 Nilai
Keterangan
10
Epitel tubulus normal, spermatogenesis lengkap, lumen tubulus terbuka, sel spermatozoa ≥ 10
9
Epitel tubulus rusak, lumen tubulus tertutup, sel spermatozoa ≥ 10
8
Sel spermatozoa < 10
7
Sel spermatozoa 0, Sel spermatid ≥ 10
6
Sel spermatozoa 0, Sel spermatid < 10
5
Sel spermatozoa dan Sel spermatid 0, sel spermatosit ≥ 5
4
Sel spermatozoa dan Sel spermatid 0, sel spermatosit < 5
3
Sel spermatogenik hanya terdiri atas sel spermatogonium
2
Sel spermatogenik 0, hanya ada sel sertoli
1
Tidak ada sel sama sekali dalam tubulus 630 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
Metode pengamatan dilakukan dengan cara menghitung nilai kerusakan tubulus seminiferus pada lima bidang pandang setiap preparat, yang kemudian dirata – rata dan dinyatakan sebagai nilai kerusakan tubulus seminiferus testis tiap sampelnya. Selanjutnya skor ini akan di kategorikan menjadi 4 berdasarkan kategori diagnosis gangguan spermatogenesis secara histologi. Skor 10,9,8 termasuk dalam kategori Obstructive cases/normal (kategori1); skor 7,6 termasuk dalam kategori late maturity arrest (kategori 2); skor 5,4,3 masuk dalam kategori early maturity arrest (kategori 3); dan skor 2,1 termasuk dalam kategori absence of germ cell (kategori 4) 21 (Skala : Ordinal) Adapun keterangan dari keempat kategori tersebut yaitu sebagai berikut : Kategori 1 (obstructive case/obstructive azospermia) yang berarti sel germinal pada tubulus seminiferus dalam keadaaan normal dengan perkembangan teratur dari spermatogonia sampai spermatosit dengan kelompok spermatid dan spermatozoa yang matur (spermatogenesis lengkap). Kategori 2 (late maturity arrest) disebut juga incomplete maturation arrest, kategori ini menunjukan keadaan terhambatnya spermatogenesis dimana tidak terdapatnya spermatozoa atau terdapat penurunan spermatozoa yang nyata. Kategori 3 (early maturity arrest) atau yang disebut dengan complete maturation arrest adalah keadaan terhambatnya spermatogenesis dimana tidak terdapatnya sel spermatid dan spermatozoa, namun spermatogonia dan spermatosit primer masih ada pada tubulus seminiferus. Kategori 4 (absence of germ cell) adalah keadaan tidak terdapatnya sel germinal pada tubulus seminiferus.22, 23 Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang sebagai tempat pemeliharaan hewan coba. SPBU Tugu Suharto Sampangan - Semarang sebagai tempat perlakuan terhadap hewan. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr. Kariadi sebagai tempat pembuatan preparat dan pemeriksaan mikroskopis testis hewan coba. Bagian Histologi sebagai tempat analisis data penelitian. Laboratorium Gangguan Akibat Kekuarangan Iodium (GAKI) Fakutas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, sebagai tempat pemeriksaan timbal darah hewan coba. Data kadar Pb dalam darah tikus wistar yang memiliki skala rasio dengan data numerik diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk. Jika data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan uji One Way Annova, namun jika data tidak normal dan tidak homogen dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Apabila didapatkan data yang signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji Pos Hock.Data gambaran mikroskopis testis yang berskala ordinal 631 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
langsung diuji signifikansinya dengan uji non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis. Apabila didapatkan data yang signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. 15 tikus wistar, usia 2 -3 bulan, BB 100 - 200 gram
Aklimatisasi (7 hari)
Randomisasi
K 5 ekor tikus wistar yang hanya diberi pakan dan minum standar setiap hari selama 30 hari.
P1 5 ekor tikus wistar yang diberi pakan dan minum standar + diberi paparan asap kendaraan bermotor 8 jam / hari selama 30 hari.
P2 5 ekor tikus wistar yang diberi pakan dan minum standar + diberi susu kambing bubuk 473,2 mg/kg BB yang dilarutkan dalam 1 ml air kemudian dipaparan asap kendaraan bermotor 8 jam / hari selama 30 hari.
Pengambilan whole blood tikus wistar kemudian terminasi dan pengambilan organ testis tikus wistar pada hari ke -31.
Membuatan preparat mikroskopis testis tikus wistar yang dilanjutkan pembacaan preparat.
Mengukur kadar timbal (Pb) darah tikus wistar .
Analisis data gambaran mikroskopis dan kadar timbal dalam darah tikus wistar .
Gambar 1. Alur Penelitian
632 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
HASIL PENELITIAN Data primer yang diperoleh berupa data kadar Pb dalam darah dan gambaran mikroskopik testis tikus wistar. Tabel 2. Data deskriptif pengamatan kadar timbal darah post test. Normalitas
Homogenitas
(p)
(p)
Kelompok
Mean (µg/dl) ± SD
Kontrol (K)
5,08 ± 2,58612
0,378
Perlakuan 1 (P1)
11,24 ± 6,27229
0,428
Perlakuan 2 (P2)
7,80 ± 4,18265
0,363
0,429
Tabel diatas menunjukan rerata nilai kadar timbal darah post test tikus wistar dimana tikus kelompok P1 mempunyai rerata kadar timbal lebih tinggi yaitu 11,24 µd/dl ± 6,27229 dibandingkan dengan kelompok lainnya (P1>P2>K).
Tabel 3. Data deskriptif kategorikal histopatologi testis tiap kelompok yang dinyatakan dalam jumlah tikus. Kategori 2
Kategori 3
late maturity arrest (n (%))
early maturity arrest (n (%))
Kategori 4
Kelompok
Kategori 1 obstructive cases (n (%))
Kontrol (K)
2 (40%)
3 (60%)
0 (0%)
0 (0%)
5 (100%)
Perlakuan 1 (P1)
0 (0%)
3 (60%)
2 (40%)
0 (0%)
5 (100%)
Perlakuan 2 (P2)
1 (20%)
4 (80%)
0 (0%)
0 (0%)
5 (100%)
Ʃ tikus
absence of germ cell (n %)) (n (%))
Tabel.3 menunjukan bahwa kelompok K didapatkan 40% tikus dengan tubulus yang termasuk ke dalam kategori obstructive case atau normal dan 60% tikus memiliki tubulus dengan kategori late maturity arrest, sedangkan kelompok P1 memiliki 60% tikus dengan tubulus seminiferus dengan late maturity arrest dengan 40% tikus dengan tubulus berkategori early maturity arrest. Terdapat perbaikan kerusakan tubulus seminiferus pada kelompok P2, dimana P2 memiliki 80% tikus dengan tubulus seminiferus berkategori late maturity arrest dan 20% tikus dengan tubulus normal. 633 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
a
c
e b
A
d
B
Gambar 2.Gambar mikroskopis tubulus seminiferus testis kelompok K. (A) Pembesaran 100x. Tampak tubulus dengan sel – sel spermatogenik yang padat. (B) Pembesaran 400x. a = spermatogonium; b= spermatosit primer; c = spermatid; d = spermatozoa; e = sel sertoli a b c d
A
B
Gambar 3.Gambar mikroskopis tubulus seminiferus testis kelompok P1. (A) Pembesaran 100x. Tampak tubulus seminiferus dengan sel – sel spermatogenik yang renggang dengan beberapa epitel tubulus yang rusak (panah). (B) Pembesaran 400x. a = spermatogonium; b= spermatosit primer; c = spermatid; d = spermatozoa
a c d
b A
B
Gambar 4.Gambar mikroskopis tubulus seminiferus testis kelompok P2. (A) Pembesaran 100x.Tampak tubulus seminiferus dengan sel – sel spematogenik yang cukup padat dan renggang pada beberapa tubulus dengan kerusakan epitel ringan (panah). (B) Pembesaran 400x. a = spermatogonium; b= spermatosit primer; c = spermatid; d = spermatozoa. 634 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
Data kadar timbal (Pb) darah post test tikus wistar merupakan data dengan skala rasio yang diuji sebaran datanya terlebih dahulu menggunakan Uji Saphiro-Wilk dan diperoleh sebaran data yang normal. Test homogeneity of variances data kadar timbal post test antar kelompok didapatkan varian data yang sama, maka selanjutnya dilakukan uji One Way Anova dan didapatkan nilai p = 0,148 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan bermakna kadar timbal darah post test antar kelompok. Data mikroskopis tetis merupakan data dengan skala ordinal, diuji dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai p = 0,089 (p>0,05) yang menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada gambaran mikroskopis testis antar kelompok.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pemaparan asap kendaran bermotor 8 jam perhari selama 30 hari pada tikus kelompok P1 menyebabkan kadar Pb dalam darah tikus wistar P1 lebih tinggi dibandingkan tikus kelompok K. Pb yang berasal dari asap kendaraan bermotor tersebut terinhalasi dan terabsorpsi melalui traktus respiratorius,11, 24 namun Pb dengan ukuran 10µg terabsorpsi melalui traktus gastro intestinalis dikarenakan Pb dengan ukuran ini terdeposit pada saluran nafas atas dan tertelan karena jatuh ke nasofaring oleh proses pembersihan mukosiliar.24 Pemberian susu kambing sebanyak 473,2 mg/kgBB sebelum pemaparan dapat mencegah absorbsi Pb dalam darah, hal ini ditunjukan oleh rerata kadar Pb dalam darah kelompok P2 yaitu 7,8 µg/dl yang lebih rendah dibandingkan dengan rerata kadar Pb dalam darah kelompok P1 yaitu 11,24 µg/dl. Susu kambing mampu mempengaruhi kadar Pb dalam darah dengan dua mekanisme yaitu meningkatkan ekskresi Pb dalam darah dan mencegah absorpsi Pb di traktus gastro intestinalis. Kandungan vitamin B1 dan B9 pada susu kambing dapat meningkatkan ekskresi Pb dalam darah melalui saluran empedu dan urin.25,
26
Mg, Ca, Fe pada susu kambing
berperan sebagai kompetitor Pb pada proses absorpsi di traktus gastro intestinalis. Selain itu vitamin C pada susu kambing juga berperan sebagai chelator Pb dan dapat meningkatkan kemampuan Fe sebagai kompetitor Pb dalam menurunkan absorpsi Pb di TGI. Dalam hal ini vitamin C mempermudah proses reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ oleh enzim ferireduktase di duodenum, sehingga Fe yang bersifat sebagai kompetitor Pb lebih banyak terabsorpsi di intestinal daripada Pb.4, 11, 24, 25, 27 635 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
Seiring dengan tingginya kadar Pb dalam darah, Pb juga dapat menyebabkan kelainan fungsi dan struktur pada tesis yang mengakibatkan kedua fungsi testis tersebut terganggu. Kelainan yang disebabkan oleh Pb ini dapat ditandai dengan hilangnya sel germinal dan rusaknya tubulus seminiferus.28 Hal ini tampak pada gambaran mikroskopis tubulus seminiferus tetis tikus wistar kelompok P1, dimana sel – sel spermatogenik pada tubulus seminiferus kelompok P1 tampak jarang dan tampak adanya kerusakan epitel tubulus di beberapa tubulus semiferus. Paparan asap kendaraan bermotor yang mengandung Pb dapat menyebabkan kelainan pada testis dengan mempengaruhi mekanisme pretestikuler dan testikuler. Pada mekanisme pretestikuler, Pb di darah dapat melewati sawar darah otak dan mengganggu metabolisme kelanjar endokrin melalui penghambatan respirasi mitokondria kelanjar endokrin. Hambatan pada tingkat biokimia ini dapat menimbulkan gangguan pada aksis hipotalamus-pituitaritestikular (HPT).28 Efek gonadotoksik Pb ini menyebabkan terganggunya sekresi LH dan FSH. Dari segi hormonal, Pb juga berperan langsung terhadap sel interstitial testis atau sel leydig pada mekanisme testikuler, dimana timbal akan menghambat enzim steroidogenik pada proses steroidogenesis yang mengakibatkan penurunan sekresi testosteron. Penurunan hormon – hormon tersebut dapat mengganggu proses spermatogenesis pada testis29. Selain mengganggu sekresi tetosteron, pada tingkat testikuler timbal juga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada tesis. Kerusakan oksidatif ini diawali dengan adanya stress oksidatif yang disebabkan oleh Pb melalui dua proses yaitu dengan pembentukan ROS (hidrogenperoksida, singlet oxygen, hidroperoksida) dan mengurangi cadangan antioksidan dalam tubuh karena pembentukan ROS yang terus meningkat akan menghambat pembentukan antioksidan sulfhydryl. Ketidak seimbangan antara oksidan dan antioksidan yang terus menerus akibat Pb inilah yang dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif pada testis, dimana ROS akan berperan dalam mendegradasi sel dengan cara merusak membran lipid dengan memprakarsai lipid peroksidase pada membran sel, merusak protein, merusak asam nukelat dan mengahambat DNA repair pada sel.4, 18, 29, 30 Dalam penelitian ini, selain dapat mempegaruhi kadar Pb dalam darah, susu kambing juga berperan dalam mencegah kerusakan pada testis yang disebabkan oleh Pb, sebagaimana dalam tinjauan pustaka telah dipaparkan bahwa susu kambing dapat menstabilkan radikal bebas dan meningkatkan produksi glutation serta menurunkan kadar Pb dalam darah. Antioksidan yang terkandung dalam susu kambing (vitamin B6, C, E, Zn dan flafonoid) akan 636 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
menstabilkan ROS sehingga dapat mengurangi peroksidasi lipid pada membran sel. Selain itu, vitamin B6 dapat meningkatkan produksi antioksidan endogen, dimana piridoksin berperan di jalur metabolisme trans-sulfurasi yang memungkinkan terjadinya metabolisme sistein dari metionin. Metionin merupakan sumber utama sistein dalam proses pembentukan glutation.4, 18 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemberian susu kambing bubuk 473,2 mg/kgBB mempengaruhi gambaran mikroskopis tubulus seminiferus testis tikus kelompok P2, dimana terlihat lebih sedikitnya sel – sel spermatogenik yang berkurang dan epitel tubulus yang rusak dibandingkan dengan kelompok P1 yang hanya diberi paparan asap kendaraan bermotor. Hasil yang tidak bermakna pada kedua variabel penelitian ini dapat dipengaruhi oleh : 1) waktu perlakuan yang kurang lama, pada penelitian ini perlakuan dilakukan selama 30 hari dan dosis susu kambing yang terlalu kecil (473,2 mg/kgBB) sehingga pengaruh gambaran mikroskopis testis belum terlihat dengan jelas. 2) Kurangnya sampel darah yang dibutuhkan untuk pengukuran Pb darah dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) yaitu sebanyak 5 cc darah EDTA, sedangkan dalam penelitian ini hanya didapatkan sampel darah tikus wistar sebanyak 3 cc darah EDTA, sehuingga dilakukan pengenceran sampel. 3) Bensin yang digunakan kendaraan bermotor adalalah bensin non timbal, sehingga kadar timbal udara sudah mengalami penurunan dan tidak terakumulasi di dalam darah. Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 933.K/10/DJM.S/2013, tahun 2013 bahwa bensin yang memiliki oktan 88 mengandung timbal maksimal 0,013 gr/l.31
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa susu kambing dengan dosis 473,2 mg/kgBB tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kadar Pb darah dan pencegahan kerusakan tubulus seminiferus testis akibat paparan asap kenadaraan bermotor. Adapun saran dari penelitian ini yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan dosis susu kambing, waktu pemberian perlakuan, jumlah sampel, pemeriksaan timbal (Pb) darah pre-test sebelum perlakuan dan pemeriksaan kadar Pb udara di daerah penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
637 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Dr. dr. Kusmiyati Tjahyono DK.,M.Kes, dr. Fanti Saktini, M.Si.Med, dr. R.B. Bambang Witjahyo, M.Kes, dr. MI. Tjahjati DM, Sp.PK, dr. Meira Dewi Kusuma Astuti, M.si.Med, Sp.PA, dr. Siti Amarwati, Sp.PA (K), seluruh staf Laboratorim Fisiologi Hewan Jurusan Biologi FMIPA UNNES, seluruh staf Laboratorium GAKI FK UNDIP, seluruh staf bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan pihak-pihak lain yang telah membantu hingga penelitian dan penulisan artikel ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA 1. Leonard CH. The Concise Gray's Anatomy. New York: Cosimo, 2005. 2. Guyton Ac, Hall Je. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11. Jakarta: EGC. 2007. 3. Oliva A, Spira A, Multigner L. Human Reproduction Joural. Contribution of Environmental Factors to The Risk of Male Infertility [internet].2001 [cited : 2015 July 4];Vol.16:1768 - 77. Available from : ncbi 4. Lyn Patrick N. Alternative Medicine Review . Lead Toxicity Part II: The Role of Free Radical Damage And The Use Of Antioxidants In The Pathology And Treatment Of Lead Toxicity [internet]. 2006 [cited : 2014 Nov 5];11(2):114-27. Available from : ncbi 5. Ombelet W, Cooke I, Dyer S, Serour G, Devroey P. Human Reproduction Update. Infertility and The Provision of Infertility Medical Servicesin Developing Countries[internet].2008[cited : 2015 July 4];Vol.14:pp. 605-21. Available from : ncbi 6. Sumapraja S. Infertilitas : Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008:496-531. 7. Inhorn MC, King L, Nriagu JO, et al. Reproduction Toxicology Journal. Occupational and environmental exposures to heavy metals: Risk factors for male infertility in Lebanon? [internet]. 2008 [cited:2014 Nov 11];25:203–212. 8. Gusnita D. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Di Udara Dan Upaya Penghapusan Bensin Bertimbal. Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer. Berita Dirgantara[internet].2012 [cited 2014 Nov 1]:95-101.Available from : jurnal.lapan.go.id 9. Wijayanti AD, Maria AF, Khasanah SN. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit Putih (Curcuna Alba) Terhadap Nilai Hb(Hemoglobin),Pcy( Packedc Ell Volunte), Jumlah Dan Diferensial Lekosit Tikus Yang Terpapar Asap Sepeda Motor[internet]. 2011[cited: 2014 Nov 6]; 29 Available from : journal.ugm.ac.id 10. Kusminingrum N, Gunawan G. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendaraan Bermotor Di Jalan Perkotaan Pulau Jawa Dan Bali. Pusat Litbang Jalan Dan Jembatan [internet].2008[cited 2014 Nov 1].Available from : pu.go.id 638 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
11. Lyn Patrick N. Alternative Medicine Review .Lead Toxicity, A Review Of The Literature. Part I: Exposure, Evaluation, And Treatment [internet]. 2006[cited : 2014 Nov 5];11(1):2-22.Available from : ncbi 12. Apostoli P, Kiss P, Porru S, Bonde Jp, Vanhoorne M, Group Tas. Male Reproductive Toxicity Of Lead In Animals And Humans[internet]. 1998[cited : 2014 Nov 12];55:364– 374. Available from: www.ncbi 13. Chowdhury AR. Aretrospective, Al Ameen Journal of Medical Sciences.Recent Advances in Heavy Metals Induced Effect on Male Reproductive Function[internet]. 2009[cited:2014 Nov 11];2(2):37-42. Available from : newajms.alameenmedical.org 14. Biwas NM, Ghosh P. Kathmandu University Medical Journal (KUMJ) .Effect of Lead On Male Gonodal Activity In Albino Rats[internet]. 2004[cited: 2014 Nov 11];2(1):4346. Available from: ncbi 15. El-Tohamy MM, El-Nattat WS. Journal Of American Science. Effect Of Antioxidant On Lead-Induced Oxidative Damage And Reproductive Dysfunction In Male Rabbits[internet]. 2010[cited: 2014 Nov 11];6(11):613-22. Available from:.jofamericanscience 16. Liu H, Niu R, Wang J, He Y, Wang J, China S. Research Report on Fluoride. Changes Caused By Fluoride and Lead in Energy Metabolic Enzyme Activities in The Reproductive System of Male Offspring Rats[internet]. 2008[cited: 2014 Nov 12];41(3):184-191. Available from : fluorideresearch 17. Atmiyati. Balai Penelitian Terak. Potensi Susu Kambing Sebagai Obat Dan Sumber Protein Hewani Untuk Meningkatkan Gizi Petani[internet].2001[cited: 2014 Nov 12].Available from : balitnak.litbang.pertanian.go.id 18. Alyaqoubi S, Abdullah A, Samudi M, Abdullah N, Addai ZR, Al-Ghazali M. International Journal Of Chemtech Research. Effect Of Different Factors On Goat Milk Antioxidant Activity [internet].2014 [cited : 2014 Nov12];6(5):3091-3196. Available from : sphinxsai 19. Hasan, Wirsal. Makara Kesehatan .Pencegahan Keracunan Timbal Kronis Pada Pekerja Dewasa dengan Suplemen Kalsium [internet]. 2012 [cited: 2014 Nov 3];16(1):1-8. Available from : journal.ui.ac.id 20. Díaz-Castro J, Pérez-Sánchez LJ, Ramírez López-Frías M, López-Aliaga I, Nestares T, Alférez MJ, Ojeda ML, Campos MS. British Journal Of Nutrition. Influence Of Cow Or Goat Milk Consumption On Antioxidant Defence And Lipid Peroxidation During Chronic Iron Repletion[internet]. 2011 [cited : 2015 jan 8] ;108(1):1-8. Available from : ncbi 21. Akbar MA. Pengaruh Paparan Insektisida Bakar Bentuk Lingkar dan Insektisida Cair Terhadap Spermatogenesis Tiskus Sprague Dawley Dilihat Secara Histopatologis. Fakultas Kedokteran. Semarang: Universitas Diponegoro-Semarang 2014. 22. M Rashed, N Ragab, A Shalaby, W Ragab. The Internet Journal of Urology. Patterns Of Testicular Histopathology In Men With Primary Infertility [internet]. 2007 [cited : 2015 June 1st];Vol. 5. Available from : ispub 639 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640
MEDIA MEDIKA MUDA Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico Dinni Lutfiani Muzakki, R.B. Bambang Witjahyo
23. Liang Cheng and David G.Bostwick. Essential of Anatomic Pathology Ed.2. Humana Pres.2005. 24. Denny A. Jurnal Kesehatan Lingkungan . Deteksi Pencemaran Timah Hitam (Pb) dalam Darah Masyarakat yang Terpajan Timbal (Plumbum)[internet]. 2005 [cited : 2014 Dec 3]; 2:67 – 76. Available from : journal.lib.unair.ac.id 25. Taylor RJ. Fact Sheet: Nutrients That Reduce Lead Poisoning [internet]. 2010 [cited:2015Jan8]:1-10.Availablefrom : http://www.lead.org.au/fs/Fact_sheetNutrients_that_reduce_lead_poisoning_June_2010.pdf. 26. Najarnezhad V, Aslani MR, Balali-Mood M. Comparative Clinical Pathology Journal. The Therapeutic Potential of Thiamine for Treatment of Experimentally Induced Subacute Lead Poisoning in Sheep [internet]. 2010 [cited : 2015 July 6];;Vol.19:69-73. Available from : springer 27. Raafat Bm, Shafaa Mw, Rizk Ra, Elgohary Aa, Saleh A. Australian Journal Of Basic And Applied Science (AJBAS). Ameliorating Effects Of Vitamin C Against Acute Lead Toxicity In Albino Rabbits [internet]. 2009 [cited : 2015 Jan8] ;3:3597-3608. Available from : ebscohost. 28. Intani YC. Pengaruh Timbal (Pb) pada Udara Jalan Tol terhadap Gambaran Mikroskopis Testis dan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Mencit Balb/C Jantan. Fakultas Kedokteran. Semarang: Universitas Diponegoro.2010. 29. Adikwu E, Deo O, Geoffrey O-Bp, Enimeya Da. British Journal Of Pharmacology And Toxicology. Lead Organ And Tissue Toxicity: Roles Of Mitigating Agents (Part 2)[internet]. 2014 [cited : 2014 Dec 25] ;5(1):1-15. Available from : maxwellsci 30. Graça A, Ramalho-Santos J, Pereira MDL. Asian Journal Of Andrology. Effect Of Lead Chloride On Spermatogenesis And Sperm Parameters In Mice[internet]. 2004[cited: 2014 Dec 25] ;6:234-41. Available from : ncbi 31. Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi RI. Keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin yang Dipasarkan di Dalam Negeri. In: Indonesia Kementrian Energi dan Sumber Daya Mneral Republik Indonesia.206.
640 MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober : 626-640