A.PROTO-ONKOGEN MENJADI ONKOGEN Proto-onkogen adalah gen normal sel yang dapat berubah menjadi onkogen aktif karena terjadinya mutasi atau mengalami ekspresi yang berlebihan (menghasilkan onkoprotein dalam jumlah berlebihan). Onkogen adalah istilah untuk gen yang bisa menginduksi satu atau beberapa sifat karakteristik sel kanker. Gen tersebut dapat berupa gen virus atau gen sel yang bila dimasukkan ke dalam sel yang sesuai, secara sendiri atau bersama gen lain dapat merubah sifat sel normal menjadi sifat sel ganas. Virus onkogenik saat menginfeksi sel dapat menyebabkan mutasi proto-onkogen sel menjadi onkogen.
Gen Pengendali Tumor (Tumor Supressor Gene) adalah gen yang bila mengalami inaktivasi (menjadi tidak aktif) akan menyebabkan pembentukan tumor. Tumor adalah istilah untuk perbanyakan sel yang tidak normal. Kanker adalah sebutan untuk tumor yang ganas. Pada saat virus menginfeksi sel, dia berintegrasi ke dalam sel menjadi provirus yang akan mengganggu Gen Pengendali Tumor atau merubah ekspresi proto-onkogen yang normal. Akibat perubahan itu sel menjadi memiliki karakteristik sifat-sifat sel yang tertransformasi. Diantara sifat-sifat sel tertransformasi adalah 1. Dapat tumbuh tidak terbatas (disebut immortal) 2. Kebutuhan faktor pertumbuhan berkurang 3. Kerapatan tinggi 4. Hilangnya sifat contact inhibition (perbanyakan sel normal akan berhenti pada saat sel tersebut kontak dengan sel lain) 5. Bentuk sel berubah Bila sel masih memiliki sifat contact inhibition, sel tersebut akan menghentikan perbanyakannya saat bertemu dengan sel lain. Hilangnya sifat tersebut menyebabkan sel tumbuh terus, sel dapat berpindah ke jaringan atau organ lain (metastasis), dan menyebarkan pertumbuhan kanker. Sifat-sifat lain dari sel kanker adalah mensekresi protease, mensekresi faktor pertumbuhan yang menstimulasi perbanyakan sel endotel kapiler di sekitarnya (angiogenesis), gagal berdiferensiasi (perbanyakan sel terus menerus) dan tidak mengalami apoptosis (kematian) meskipun terjadi
kerusakan DNA sel.Onkoprotein adalah produk dari gen onkogenik yang dapat memberi sinyal pada sel untuk melakukan transformasi sehingga sel tersebut akan memperbanyak diri secara tidak terbatas. Perbanyakan tak terkontrol ini bila disertai beberapa mutasi lainnya, bisa berujung pada pembentukan sel kanker. Onkoprotein dapat berupa protein normal yang diproduksi dalam jumlah melebihi produksi normal, namun kebanyakan berupa protein yang telah berubah dari protein normal. Onkoprotein dapat digolongkan dalam 8 kategori: 1.
Faktor
pertumbuhan
peptida
(peptida
adalah
komponen
penyusun
protein)
2. Reseptor faktor pertumbuhan di membran plasma atau sitoplasma (reseptor adalah istilah untuk penerima) 3. Protein G (protein yang diregulasi oleh GTP) 4. Reseptor membran dengan tirosin kinase / dengan aktifitas treonin-serin kinase 5. Protein kinase sitoplasma dengan aktifitas tirosin kinase / dengan aktifitas serin-treonin 6. Protein pengikat DNA yang berfungsi sebagai aktifator transkripsional / mendorong replikasi RNA (catatan: pada proses sintesis protein, DNA ditranskripsi menjadi mRNA, selanjutnya protein disintesa berdasar kode-kode pada mRNA tersebut). 7. Siklin (memicu aktifitas protein kinase) 8. Protein yang menghambat protein pengendali tumor. Onkoprotein hampir seluruhnya memiliki fungsi dalam berbagai jalur transduksi sinyal yang dimulai dari sebuah sinyal dan berakhir dengan transkripsi (proses awal produksi protein) maupun replikasi DNA (proses penggandaan DNA). Onkoprotein akan mengambil alih regulasi
normal dari sel dan mengirimkan sinyal terus menerus yang mengaktifkan ekspresi gen dan progresi melalui siklus sel (progresi tumor adalah istilah untuk akumulasi mutasi pada sel-sel pada sebuah populasi tumor, yang berakibat kenaikan kecepatan pertumbuhan dan keganasan sel).
Aktifitas onkoprotein tersebut akan meningkatkan peluang terjadinya mutasi proto-onkogen dan gen pengendali tumor. Semakin banyak proto-onkogen menjadi onkogen, regulasi sel semakin tidak terkendali. Demikian juga dengan semakin banyaknya gen pengendali tumor yang rusak akan semakin banyak jalur transduksi sinyal / mekanisme regulasi siklus sel yang tidak berfungsi dengan baik.
B.SIKLUS SEL
Pembelahan Sel
Daerah Pembelahan Sel
Dalam proses pembelahan sel terdapat daerah tertentu pada sel sebagai tempat terjadinya pembelahan. Daerah demikian disebut sebagai “daerah pembelahan”yang dibagi atas:
1. Nucleus (inti sel) 2. Proses pembelahan pada inti sel disebut karyokinesis (karyon = inti; kinesis = kejadian atau gerakan) Cytoplasma 3. Proses
pembelahan
pada
sitoplasma
disebut
cytokinesis
(cytus
=
sel).
Karyokinesis mengalami pembelahan terlebih dahulu, untuk kemudian diikuti dengan cytokinesis.
Mekanisme Pembelahan Sel (Mitosis) Pembelahan sel menampakkan keaktifan mitosis dan sitokinesis sebagai perubahan yang terusmenerus. Mitosis memiliki beberapa fase antara lain: profase, metafase, anafase, dan telofase. Mitosis berasal dari kata mitos yang berarti benang, disebut demikian karena dalam prosesnya terbentuk benang-benang kromosom dalam inti. Pembelahan semacam ini terjadi pada seluruh jaringan tubuh, baik jaringan somatic (vegetatif) maupun jaringan germinatif (generatif). Dalammitosis, karyotipe yabf 2 N (diploid) pada sel induk akan tetap 2 N pada sel anak.
Mitosis terjadi pada sel jaringan yang selalu bersifat muda dan mampu membelah diri terus menerus (neristematis). Dibagi atas dua fase utama, yaitu:
1. Persiapan (interfase)
2. Pembelahan (mitosis)
1. Persiapan (interfase), terbagi atas tiga periode:
a. Periode G1 (Gap 1); waktu senggang
Periode sel sedang aktif mensintesa ARN (transkripsi) dan protein (transisi) serta membentuk sitoplasma baru, yang nantinya merupakan bahan untuk membina sel anak. Peristiwa ini mendorong inti dan sitoplasma membesar. Lama G1 30-40% dari waktu daur.
b. Periode S (sintesa)
Merupakan masa aktif mensintesa ADN (replikasi). Dengan replikasi terbentuk bahan genetic baru yang persis sama susunan AND-nya dengan yang lama. Dengan demikian sel anak mengandung bahan genetis yang sama dengan sel induk.
c. Periode G2
Merupakan masa persiapan sitoplasma untuk membelah dan merampungkan bahan yang disintesa pada periode G1. Nucleus masih nyata dibungkus membran inti mengandung satu atau lebih nucleoli. Dua sentrosom (pusat organisasi mikrotubul) muncul di luar inti, terbentuk selama awal interfase melalui proses replikasi dari sentrosom tunggal (pada sel hewan setiap sentrosom mempunyai ciri terdiri atas sepasang sentriol). Mikrotubul meluas dari sentrosom dalam susunan
radial dinamakan aster (stars = bintang). Kromosom telah menduplikasi (selama fase S) tetapi dalam keadaan ini tidak dapat dibedakan sendiri-sendiri, karena masih dalam bentuk serabut kromatinyang terkemas longgar. Pada periode ini semua bahan sitoplasma dan organel menjadi rangkap dua. Lamanya 10-20% dari waktu daur. Periode ini segera disusul oleh pembelahan (mitosis).
2. Pembelahan (mitosis), memiliki 4 fase yaitu:
a. Profase (fase awal)
Pada periode ini terjadi perubahan pada nucleus dan sitoplasma. Pada nucleus, nukleuli menghilang. Serabut-serabut kromatin menjadi lebih menggulung rapat dan melipat sehingga kian pendek dan tebal berubah menjadi kromosom,yang besar dan tampak jelas. Kromosom kemudian berduplikasi menjadi dua kromatid anak yang sama, dan kemudian bergabung pada sentromer. Spindle mitosis terbentuk di sitoplasma, tersusun dari mikrotubul dan bergabung dengan protein, tersusun teratur di antara dua sentrosom. Selama profase sentrosom bergerak berlawanan satu sama lain dan nampaknya bergerak sepanjang permukaaninti melalui pemanjangan berkas mikrotubul diantara dua sentrosom.
b. Prometafase
Selama prometafase membrane inti terpotong-potong. Mikrotubul dari spindle sekarang dapat masuk ke dalam inti dan berhubungan dengan kromosom yang telah menjadi lebih padat. Berkas mikrotubul dinamakan serabut spindel, yang meluas dari setiap kutub kea rah ekuator sel. Setiap kromatid dari kromosom kini memiliki struktur khusus yang dinamakan kinetokor, yang terletak pada daerah sentromer. Mikrotubul yang menambat pada kinetokor dinamakan mikrotubul-
kinetokor. Struktur ini menyebabkan kromosom bergerak. Mikrotubul yang lain, mikrotubulnonkinetokor, tersusun radier dari kutub menuju ke ekuator sel tanpa menambat pada kromosom.
c. Metafase
Sentrosom berada pada kedua kutub sel yang berlawanan. Kromosom berada pada bidang metaphase, bidang yang mempunyai jarak yang sama antara spindle kedua kutub. Spindel sentromer dari semua kromosom lurus satu sama lain pada bidang metaphase. Untuk setiap kromosom, kinetokor dari permukaan kromatid anak berlawanan kutub sel. Karena itu kromatid yang sama dari setiap kromosom menambat pada mikrotubul-kinetokor yang tersusun radier dari kutub yang berlawanan dari sel induk. (Serat gelendong terbentuk sempurna antara kutub, kromosom menggantung pada serat gelendong tersebut lewat sentromernya, dan semua bergerak ke bidang ekuator hingga kromosom terletak pada satu bidang datar)
d. Anafase (fase kembalinya kromosom ke kutub bersebrangan.)
Sentromer dari setiap kromosom mengganda, sehingga setiap kromatid memiliki sentromer sendiri-sendiri. Setiap kromatid sekarang dianggap sebagai calon kromosom. Spindle mulai menggerakkan kromatid menuju kutub sel yang berlawanan. Hal ini dikarenakan mikrotubul kinetokor menambat pada sentromer. Mikrotubul kinetokor memendek ketika kromosom mendekati kutub sel. Pada saat yang bersamaan kutub dari sel juga bergerak lebih jauh. Akhir dari anafase kedua kutub sel sama jaraknya dan merupakan kumpulan dari kromosom.
e. Telofase (fase akhir. Pada fase ini sel induk menjadi dua sel anak.)
Pada fase telofase, mikrotubul nonkinetokor selalu memanjang dan anak inti mulai terbentuk pada kedua kutub sel, dan kromosom berada dalam keadaan terhimpun. Membrane inti terbentuk dari potongan-potongan membrane inti sel induk dan bagian lain dari system endomembran. Pada fase profase dan prometafase selanjutnya nucleoli nampak kembali dan serabut kromatin dari masing-masing kromosom menjadi kurang erat memilin. Mitosis merupakan pembelahan dari satu inti menjadi dua inti yang secara genetic sama.
Sitokinesis Sitokinesis terjadi setelah pembelahan karyokinesis selesai. Kemudian disusul pembentukan sitoplasma bagi tiap inti baru. Periode G1 dan G2 dikonkritkan di sini. Secara umum sitokinesis adalah sebagai berikut:
Di daerah bidang ekuator terjadi invaginasi yang membentuk ceruk pada kedua sisi, yang makin lama makin dalam, dan akhirnya bertemu dengan mikrotubuli serat gelendong. Mikrotubuli bersama dengan mikrofilamen ikut membentuk gentingan. Bersamaan dengan itu terbentuk vesikula di bidang ekuator. Vesikula kemudian bersatu sehingga terbentuk dua membran sel. Sebelum kedua sel anak terpisah sempurna, terlebih dahulu terjadi penggandaan organel. Sedangkan sitokinesis secara lebih terperinci memperlihatkan proses yang berbeda antara sel hewan dan tumbuhan. Pada sel hewan, sitokinesis terjadi melalui proses yang dikenal sebagai pembelahan. Tanda peretama dari pembelahan adalah nampaknya alur yang membelah, terletak pada permukaan sel dekat bidang metaphase induk, dimulai dengan alur yang dangkal. Pada sisi sitoplasma dari alur terdapat cincin kontraktil dari mikrofilamen yang tersusun dari protein aktin. Protein ini mempunyai fungsi utama yang sama dengan yang terjadi pada peristiwa kontraksi otot, dan gerakan sel. Bila cincin dari mikrofibril berkontraksi dan diameternya mengecil maka
alur pembelahan menjadi lebih dalam sampai sel induk menggenting menjadi dua. Jembatan terakhir antara dua sel anak mangandung spindel mikrofibril, yang akhirnya pecah meninggalkan dua sel baru yang memisah.Pada sel tumbuhan yang mempunyai dinding sel berbeda, saat sitokinesis tidak terdapat alur pemisah, namun terdapat suatu struktur yang dinamakan “bidang sel”. Bidang sel terbentuk selama telofase melintang di tengah-tengah sel induk. Gelembunggelembung dari apparatus golgi didorong sepanjang mikrotubul ke tengah sel, meluas membentuk bidang sel. Peleburan gelembung membentuk dua membran yang seringkali bergabung dengan membran plasmanya masing-masing. Dinding sel baru terbentuk antara dua membran dari bidang sel.
Sitokinesis terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Disjunctive
Sitokinesis yang disjunctive, menghasilkan sel-sel anak yang lepas-lepas. Contoh: profiliferasi limfosit dalam reaksi immune, sehingga terbentuk klon. Sel tidak berhubungan / berlekatan satu sama lain.
2. Astral
Sitokinesis astral menghasilkan sel-sel anak yang masih berhubungan / berlekatan. Contoh: cleavage pada zygote membentuk blastula. Tiap sel dalam blastula (blastomer) masih berlekatan dan berhubungan. Hubungan antara sel bersebelahan berupa gap junction, yang merupakan tempat keluar masuk / transport berbagai bahan bermolekul kecil, ion, air, dan juga terjadi perimbangan muatan listrik.
Struktur dan Fungsi Spindel Mitosis (Gelendong Pembelahan) Peristiwa mitosis bergantung pada suatu struktur yang dinamakan spindel mitosis (gelendong pembelahan), yang mulai terbentuk di sitoplasma selama profase. Struktur ini terdiri atas serabutserabut yang terbuat dari mikrotubul yang bergabung dengan protein.Sementara spindel mitosis terakit, mikrotubul dari sitoskeleton secara parsial terurai, mungkin memberukan bahan untuk digunakan membangun spindel. Spindel mikrotubul memanjang melalui penggabungan banyak unit protein tubulin. Banyak mikrotubul sejajar membentuk berkas yang cukup besar yang dinamakan serabut spindel. Perakitan spindel mikrotubul dimulai di sentrosom (microtubule organizing center).Mikrotubul adalah polar yang berbeda ujungnya (positif & negatif). Suatu mikrotubul panjangnya dapat berubah melalui penambahan atau pengurangan protein tubulin hanya pada ujung positif. Ujung positif spindel mikrotubul adalah ujung yang jauh dari sentrosom. Sedangkan ujung negatif merupakan ujung yang dekat dengan sentrosom. Pada selsel hewan, sepasang sentriol terdapat pada pusat dari sentrosom, namun struktur ini tidaklah penting bagi pembelahan sel. Berbeda dengan sel hewan, sentrosom dari sel tumbuhan tidak memiliki sentriol. Penelitian menunjukkan bahwa apabila sentriol dari sel hewan dirusak dengan sinar laser mikro, spindel tetap terbentuk dan berfungsi selama mitosis.
Meiosis Meiosis adalah bentuk pembelahan inti yang sangat penting diantara reproduksi seksual organisme. Meiosis terjadi pada organisme ekuariot, yang selnya mengandung jumlah kromosom diploid. Dioploid berarti rangkap, dalam artian bahwa informasi genetik pada salah satu kromosom dapat dijumpai pada bentuk yang sama ( atau termodifikasi) pada kromosom kedua didalam inti. Kedua kromosom membentuk pasangan sedemikian yang dinamakan homolog. Sel
diploid manusia mengandung 46 kromosom, atau 23 pasang homolog ke 46 kromosom dari zigote terbentuk dari fertilisasi, yang berasal dari sel sperma dan sl telur yang masing-masing gamet
memberikan
satu
anggotanya
dari
setiap
pasangan
homolognya.
Pemembelahan meiosis terdiri atas 2 tahap yaitu:
1. Meiosis pertama (I)
2. Meiosis kedua (II)
Masing-masing memiliki ke-4 fase: profase, metafase, anafase, dan telofase. Istirahat antara kedua tahap disebut interkinesis. Profase meiosis I dibagi atas 5 sub-tahap: leptoten, zigoten, pakiten, diloten, dan diakinesis.
1. Meiosis I
a. Interfase I
Meiosis didahului oleh interfase, dimana setiap kromosom mengalami proses replikasi. Proses ini menyerupai pada replikasi kromososm mitosis. Untuk setiap kromosom, stiap kromatid ( anak) menyerupai sifat genetik yang sama menambat pada sntromer. Ada sepasang sentriol (pada sel hewan) juga mengalami replikasi untuk membentuk dua pasang.
b. Profase I
Profase meiosis I dibagi atas 5 sub-tahap: leptoten, zigoten, pakiten, diloten, dan diakinesis. 1) Leptoten
Kromatin
terpilin
menjadi
kromosom.
Terdapat
2
pasang
kromosom
homolog
2) Zigoten
Kromosom homolog mengandeng; sebelah berasal dari kromosom induk (kromosom matroklin) dan sebelah lain dari kromosom bapak (kromosom patroklin). Dibeberapa tempat terjadi persilangan (chiasma; jamak: chiasmata).
3) Pakiten
Kromosom homolog mengandeng rapat sepanjang lengannya, dari pangkal ke ujung terbentuk tetrade. 4) Diploten
Setiap kromosom membelah longitudinal membentuk dua kromatid, sentromer masih satu terjadi chiasmata pada beberapa tempat natara kromatid homolog; dari chiasmata timbul crossing over. 5) Diakinesis
Kromosam (kromatid) mencapai pilinan maksimal, sehingga mencapai besar maksimal pula. Kromosom homolog merenggang, nukleus menghilang, selapu inti hancur, sentriol menganda dan setiap pasang menuju kutub berseberangan.
c. Metafase I
Selapu inti menghilang, serat gelondong terbentuk anatara kedua pasang sentriol, yang terdiri dari: mikrotubuli dan mikrofilia. Kromosom (berpasangan homolog) bergerak ke bidang ekuator.
d. Anafase I
Sel memanjang dari kutub ke kutub. Kromosom homolog berpisah ke kutub berseberangan dan kromatid belum terbentuk.
e. Telofase I
Selaput inti terbentuk kembali. Sepasang sentriol berada dipinggir luar selaput. Cytokinesis terjadi, sehingga sel induk menjadi sel anak. Gametosit I pada akhir meiosis I menjadi gametosit II.
Meiosis II Proses Miosis II
a. Profase II
Masanya pendek sekali. Selaput inti hilang. Sentriol mengganda dan menuju ke kutub berseberangan inti. Kromatid disetiap kromosom belum terpia=sah. Sentromer masih satu.
b. Metafase II
Serat gelondong terbentuk antara pasangan sentriol. Kromosom (sepasang kromatid) yang menggatung pada serat gelondong lewat sentromer pindah ke bidang equator.
c. Anafase II
Sel memanjang dari kutub ke kutub menurut poros serat gelondong. Sentromer pada setiap pasangan kromatid membelah sehingga kromatid bersaudara lepas. Kromatid berpisah dan bergerak ke kutub berseberangan.
d. Telofase II
Kromatid terbuka kembali pilinannya, terlepas-lepas, menjadi jala halus: kromatin. Selaput inti terbentuk kembali. Nucleolus muncul, melekat pada kromatin. Terjadi sitokinesis, sehingga dari dua gametaosit II terbentuk 4 gametid. Gametid mengandung kromosom separuh dari sel induk, dari 2N pada gametosit I, menjadi 1N pada gametid.
Dengan proses transformasi gametid nanti akan berubah menjadi gamet, yakni sel benih matang. Meiosis menghasilkan gamet yang mengandung bahan genetis yang:
1. Separuh dari bahan gametogonium
2. Bervariasi, karena terjadinya crossing over pada profase I
Perbedaan Antara Mitosis dan Meiosis Perbedaan Mitosis Meiosis
Interfase lama sebentar
Profase Sebentar; tidak ada subfase; hanya sekali Agak lama; dibagi atas subfase pada meiosis I; 2x; frofase II kromatid tidak menggandakan lagi
Terbentuknya kromosom Awal profase Pertengahan profase: pakiten
Kromosom homolog Tidak bergandeng Bergandengan pada zigoten sampai anafase meiosis I Dan diploidTetrad, synapsis, metafase Tidak terbentuk Terbentuk pada pakiten dan diploid Metafase, sentromer Membagi 2 sehingga kromatid berpisah Metafase I: belum menbagi 2 Metafase II: membagi 2
Anafase, kromatid Pindah ke kutub berseberangan Anafase I: kromosomhomolog pindah ke kutub berseberangan
Anafase II: kromatid pindah ke kutub bersebernaga
Telofase Terbentuk 2 sel anak masing-masing 2N Telofase I: terbentuk 2 sel anak masingmasing 2N
Telofase II: terbentuk 4 sel anak masing-masing 1N
Interkinesis Tidak ada Ada, antara meiosis I dan meiosis II
Terjadi pada Jaringan somatif dan germinatif Hanya pada germinatif
C.Disregulasi Apoptosis pada Keganasan
Apoptosis adalah suatu proses fisiologis yang dikendalikan dengan kontrol genetik yang ketat, berlangsung melalui proteolisis, kondensasi dan fragmentasi DNA disusul dengan pengerutan sel. Secara biokimiawi terjadi aktivasi berbagai endonuklease dan protease, DNA dipecah menjadi fragmen-fragmen dengan panjang berbeda. Proses ini berakhir dengan di”makan”nya sel-sel tersebut oleh sel-sel yang berada di sekitarnya misalnya makrofag, tanpa merangsang respons inflamasi.
Apoptosis merupakan proses penting baik dalam perkembangan jaringan normal maupun homeostasis jaringan pada orang dewasa. Sejak lama juga diketahui bahwa apoptosis merupakan bagian integral dari fungsi sistem imun, khususnya untuk menyingkirkan sel-sel T autoreaktif untuk mencegah berlanjutnya penyakit autoimmune, atau untuk menyingkirkan sel-sel limfosit T yang terinfeksi HIV, baik di darah tepi maupun dalam kelenjar getah bening. Kematian sel terprogram juga merupakan proses penting dalam berbagai stadium perkembangan sel B, yaitu apabila terjadi kesalahan rearrangement gen imunoglobulin dan apabila terdapat klon sel B autoreaktif IgM
/IgD . Di dalam pusat germinal juga terjadi proses apoptosis yang tinggi untuk menyingkirkan sel-sel yang tidak diperlukan dan memilih sel-sel yang mempunyai afinitas tinggi terhadap antigen.
Dalam kaitannya dengan pengendalian tumorigenesis, apoptosis merupakan mekanisme penting untuk mencegah proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, agar sel-sel dengan lesi DNA tersebut tidak dilipat gandakan, sehingga dalam hal ini apoptosis berfungsi sebagai salah satu kontrol checkpoint dalam siklus sel. Kegagalan sel-sel tumor untuk melaksanakan mekanisme apoptosis merupakan salah satu faktor yang mendasari pertumbuhan tumor yang makin lama makin besar, instabilitas genetik sel-sel bersangkutan dan resistensi terhadap khemoterapi.
Defek mekanisme apoptosis dapat meningkatkan ketahanan hidup sel dan menambah kemungkinan ekspansi sel ganas. Akibat defek mekanisme apoptosis yang lain adalah memperbesar kemungkinan terjadinya keganasan selain akibat instabilitas genetik dan akumulasi kelainan genetik, juga akibat ketidak taatan terhadap aturan yang ditentukan pada checkpoint siklus sel untuk menginduksi apoptosis.
D.ALUR APOPTOSIS DAN BERBAGAI MOLEKUL YANG TERLIBAT Proses apotosis dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu: fase inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada stimulus, fase efektor atau komitmen pada saat mana diambil keputusan untuk “bunuh diri”, dan fase degradasi atau eksekusi di mana sel-sel bersangkutan memperlihatkan gambaran biokimia dan morfologi apoptosis.
Selama fase induksi atau inisiasi yang heterogen, sel menerima stimulus yang menginduksi kematian, kehilangan faktor-faktor yang menunjang ketahanan hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme dan terjadi pengikatan reseptor yang meneruskan sinyal kematian, misalnya pengikatan Fas/FasL, TNF/TNFR dan lain-lain. Reaksi kimia yang berperan dalam fase induksi ini sangat heterogen bergantung pada seberapa lethal stimulus yang diterimanya. Pada fase berikutnya, yaitu fase efektor, proses inisiasi dilanjutkan dengan reaksi metabolik dengan pola yang lebih teratur, dan sel mengambil keputusan atau komitmen untuk “bunuh diri”. Pada fase selanjutnya, yaitu fase degradasi atau fase eksekusi , terjadi peningkatan berbagai aktivitas, termasuk peningkatan aktivasi enzimenzim katabolik dan produksi reactive oxygen species (ROS). Pada fase ini perubahan morfologi dan biokimiawi sel, di antaranya fragmentasi DNA, degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain menjadi lebih jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola tertentu dan menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengekspresikan semua komponen protein yang diperlukan untuk meng-eksekusi kematian sel.
Apoptosis dapat diinduksi oleh kerusakan subnekrosis atau melalui sinyal yang diterima oleh reseptor pada permukaan sel. Proses induksi apoptosis yang terjadi selanjutnya dalam fase ini bergantung pada stimulus, sehingga jalur ini merupakan jalur “privat” dan heterogen. Integrasi berbagai jalur privat ke dalam jalur umum yang berlaku bagi semua jalur apoptosis dan tidak bergantung pada apa yang menginduksinya, berlangsung melalui transisi permeabilitas mitokhondria (permeability transition, PT). Onkoprotein Bcl2 mengatur induksi PT dan sebagai respons terhadap induksi PT, mitokhondria melepaskan apoptosis inducing factor (AIF) yang memberikan sinyal apoptosis pada nukleus. Di samping itu, PT mengakibatkan penglepasan reactive oxygen species (ROS) dan ekspresi phosphatidyl serine (PS) pada permukaan sel dalam waktu singkat
E.DISREGULASI APOPTOSIS PADA KANKER
Apoptosis merupakan salah satu cara untuk menyingkirkan sel yang mengandung lesi DNA, sehingga dapat dicegah terjadinya transformasi sel dan terjadinya kanker. Kelainan atau mutasi yang terjadi pada berbagai gen, khususnya gen yang berperan meningkatkan apoptosis, memungkinkan terjadinya resistensi terhadap proses apoptosis yang diperlukan untuk mencegah transformasi. Defek mekanisme apoptosis berperan dalam menimbulkan kanker dengan cara menghasilkan lingkungan yang memungkinkan terjadinya instabilitas genetik dan akumulasi kelainan gen yang menyebabkan checkpoint siklus sel tidak taat lagi pada pengendalian siklus sel yang dalam keadaan normal menginduksi terjadinya apoptosis, dan peningkatan ketahanan hidup sel. Peran bcl2 dalam tumorigenesis, seperti telah diuraikan di atas adalah melalui: 1) pencegahan dikeluarkannya cytochrome-c dari mitokhondria dan 2) gangguan aktivasi caspases oleh cytochrome-c dan Apaf-1. Diduga bahwa ekspresi berlebihan bcl2 dan bclxl dapat meningkatkan kedua proses di atas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya transformasi.
Mutasi gen bcl2 yang sering dijumpai adalah substitusi basa pada segmen penyandi (coding region) atau pada proline-rich loop yang mengatur fosforilasi. Hilangnya loop ini akibat mutasi mengakibatkan fosforilasi bcl2 terganggu dan sel resisten terhadap rangsangan apoptosis. Protein berbagai jenis virus memiliki sekuen yang homolog dengan bcl2 atau bcl-xl, misalnya p19-E1B dari adenovirus, p30 dari Baculovirus dan BHFR-1 dari Virus Epstein Barr (EBV).
Karena virus-virus tersebut sering dihubungkan dengan kanker, diduga protein-protein tersebut mempunyai fungsi yang sama dengan bcl2, yaitu anti-apoptosis. Disregulasi proses apoptosis juga terjadi pada astrocytoma. Caspase-1 bersamasama caspase-3 dan 8 memediasi apoptosis yang diinduksi Fas pada astrocytoma. Resistensi astrocytoma terhadap apoptosis yang dimediasi oleh Fas mengakibatkan astrocytoma dapat menghindar dari sistem imun pejamu dan memungkinkan tumor menempuh jalur alternatif untuk inflamasi dan angiogenesis sehingga mendukung pertumbuhan tumor.
Ekspresi caspase-9 dan caspase-9S juga memegang peran penting dalam menentukan kepekaan sel-sel astrocytoma pada apoptosis. Resistensi terhadap apoptosis akibat defek intrinsik pada caspase-9 juga dikemukakan oleh Ceruti dan kawan-kawan
yang mengungkapkan bahwa defek caspase-9 pada astrocytoma mengakibatkan hambatan aktivasi enzim dan gangguan interaksi dengan protein yang dilepaskan oleh mitokhondria Seperti telah diuraikan di atas ada peran p53 dalam apoptosis. Kehilangan p53 akibat mutasi terjadi pada awal perkembangan astrocytoma. Kehilangan p53 pada awal perkembangan astrocytoma menyebabkan gangguan pada checkpoint G1 dari siklus sel sehingga terjadi ekspansi klonal, akumulasi kelainan genetik dan progresi astrocyt ke arah keganasan.
DARTAR PUSTAKA 1. MORTON, N.E., Parameters of the human genome, 3. INTERNATIONAL HUMAN GENOME SEQUENCING CONSORTIUM, Initial sequencing and analysis of the human genome, Nature, 409, 860921, 2001. 4. LEVINE, A.J., p53, the cellular gatekeeper for growth and division, Cell, 88, 323-331, 1997. 5.IPTEK ILMIAH POPULER mutations at CpG dinucleotides, Human Mutation, 21, 192-200, 2003. 6. PARADA, L.F., TABIN, C., SHIH, C.J. and WEINBERG, R.A., Human EJ bladder carcinoma oncogene is homologue of Harvey sarcoma virus ras gene, Nature, 297, 474-478, 1982. 7. HARRIS, C.C., Molecule of the year Science, 19. BARTEK, J. and LUKAS, J., Are all cancer genes equal?, Nature, 411, 1001-1002, 2001. 20. FINLAY, C.A., HINDS, P.W. and LEVINE, A.J., The p53 proto-oncogene can act as a suppressor of transformation, Cell, 57:1083-1093, 1983.
DISUSUN OLEH: SITI RAHMI NIM:080610052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MALIKUSSALEH TAHUN AJARAN 2009-2010