Veterinaria
Vol 6, No. 1, Pebruari 2013
Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pada Kandang Breeding di Kebun Binatang Surabaya Study The Couples Of Bali Starlings (Leucopsar rothschildi) on Breeding Cages at Surabaya Zoo 1
Dimitra, A. , 2 Imam Mustofa, 2Kusnoto, 2Djoko Legowo, 2Dyah Kusumawati, 2Budi Setiawan 1
PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Unair 2 Fakultas Kedokteran Hewan Unair
Kampuc C Unair, Jl. Mulyorejo Surabaya – 60115 Telp. 031-5992785, Fax. 031-5993014 Email :
[email protected] Abstract Bali starlings (Leucopsar rothschildi), is currently heading for extinction, the situation was mainly due to overfishing to supply the needs of trade, illegal arrests, and causes rapid loss of forest habitat is shrinking and threatened with extinction within a short time. Most zoos around the world run the Bali starlings breeding program, this is done to prevent extinction. The purpose of this study is to investigate the behavior of Bali starlings couples on breeding cages. Observation by using 7 pairs in cages 1B 2B, 3B, 5B, 6B, 7B and 8B. The results showed that there were identified 16 daily activities, and can be classified into four main behaviors, namely motionless behavior, movement, breeding and ingested. Motionless behaviour include rest, stationary, sunbathing. The activities of movements were going throught certain activities, walking, climb, visiting, flying, mopping up and speak out. The breeding behaviour is to make a nest, lay eggs and incubate the eggs. The ingested behavior is eating, drinking, defecation and urination. The analysis showed that frequency averages the movement’s behaviour 7421 time/tides with activities average 371,05 times/tides/day, whereas average relative frequency 14,48%. Frequency averages motionless behaviour around 39724 time/tides with activities average 1986,2 times/tides/day, whereas average relative frequency 77,48%. Frequency averages behaviour of bird breeding are 1141,71 time/tides with activities average 57,09 times/tides/day, whereas average relative frequency 2,23%. Frequency averages ingested behaviour 2976,85 time/tides with activities average 148,85 times/tides/day, whereas average relative frequency 5,8%. Keywords: Behavior, Bali starlings, activity, couples, frequency ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– Pendahuluan Satwa merupakan sumber daya alam hayati yang kelestariannya harus dijaga. Kelestarian satwa akan tetap terjaga jika dapat mengetahui perilaku satwa tersebut. Perilaku satwa adalah tindak tanduk satwa yang terlihat dan saling berkaitan baik secara individual maupun bersama-sama yang memungkinkan seekor satwa dapat menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan baik dari luar maupun dari dalam (Tanudimadja dalam Faridah, 1999) atau suatu strategi dari satwa dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Alikodra dalam Faridah, 1999).
Berdasarkan lembaga konservasi dunia atau IUCN Indonesia tercatat 117 jenis pada tahun 2009 termasuk dalam katagori secara global terancam punah (Gondo dan Sugiarto, 2009). Salah satunya adalah burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa langka dan endemik yang ada di Indonesia yaitu hanya terdapat di Pulau Bali (saat ini hanya di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat). Menurut IUCN burung Jalak Bali termasuk dalam status critically endangered dan terdaftar dalam CITES sebagai satwa appendix I. Keadaan ini utamanya disebabkan oleh adanya penangkapan yang berlebihan untuk memasok keperluan perdagangan. Penangkapan liar, serta hilangnya habitat
61
Dimitra, A. dkk. Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali…
hutan menyebabkan populasi burung Jalak Bali cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat (Balen dkk., 2000). Menurut Dewobroto dalam Henny (1995), konservasi adalah upaya pengelolaan sumber daya secara bijaksana yang berpedoman kepada asas pelestarian. Guna menjaga kelestarian sekaligus memulihkan populasi burung di Indonesia, perlu dilakukan kegiatan konservasi. Konservasi burung dapat dilakukan secara in-situ (di dalam habitat alaminya); seperti melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat dan populasi; dan secara ex-situ (di luar habitat alaminya), salah satu diantaranya melalui penangkaran (Setio dan Takandjanji, 2007). Sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran burung Jalak Bali, hal ini dilakukan untuk mencegah punahnya burung Jalak Bali (Alikodra, 2010). Kebun binatang ataupun taman safari memiliki peranan penting dalam pembiakan spesies-spesies dalam kondisi menuju kepunahan dan merupakan kegiatan konservasi secara ex-situ. Spesies khas dan langka telah berhasil diselamatkan melalui program pembiakan dalam tangkapan di kebun binatang (Alikodra, 2010). Tempat penangkaran tidak dapat dikondisikan serupa dengan habitat aslinya. Akibat keterbatasan inilah yang diduga dapat menyebabkan perubahan pada perilaku sehari-hari suatu satwa (Ronohardjo, 1984). Perilaku burung Jalak Bali yang dipelihara di kandang breeding Kebun Binatang Surabaya belum diteliti. Terutama perilaku burung Jalak Bali yang terdapat di kandang breeding, sehingga perlu adanya penelitian ini dilakukan untuk mencermati perilaku pasangan dalam kandang breeding di Kebun Binatang Surabaya. Penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan langkah-langkah pelestarian burung Jalak Bali di Kebun Binatang Surabaya khususnya dan wilayah Indonesia pada umumnya. Materi dan Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Binatang Surabaya. dengan cara observasi pada objek penenelitian yaitu perilaku burung Jalak Bali yang ditempatkan di kandang berbeda pada kandang breeding di Kebun Binatang Surabaya selama 20 hari mulai tanggal 11-30 Januari 2011 yang tidak
62
dilakukan secara terus-menerus tetapi dimulai dari pukul 07.30-12.30 dan 13.30-15.30 sesuai penelitian Takandjanji dan Mite (2008). Tiga puluh menit pertama pengamatan dilakukan empat kandang dan tiga puluh menit berikutnya pengamatan dilakukan tiga kandang, hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat penelitian atau pengamatan. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah 7 pasang burung Jalak Bali yang ditempatkan di kandang berbeda pada kandang breeding di Kebun Binatang Surabaya, jumlah keseluruhan 14 ekor indukan yang terdiri dari 7 ekor jantan dan 7 ekor betina. Pengamatan dilakukan di tujuh kandang yaitu kandang 1B, 2B, 3B, 5B, 6B, 7B, dan 8B. Jarak pengamat dengan kandang tempat penelitian yaitu 3,5 m. Pengelompokan Data Data yang diamati dikelompokkan dalam empat perilaku dengan 16 aktivitas (Takandjandji dan Mite, 2008). Pengelompokan terdiri dari: 1. Perilaku Diam Istirahat merupakan aktivitas pasif dengan posisi tubuh bertengger, bagian ventral menunduk, kedua kaki berpegang erat pada kayu, dan kedua mata terpejam. Stationer merupakan aktivitas yang dilakukan dengan posisi tubuh bertengger pada kayu dan kedua mata terbuka. Berjemur merupakan aktivitas pasif dengan posisi tubuh bertengger, satu kaki atau sayap diangkat dan direntangkan sambil mengarah pada sinar matahari. 2. Perilaku Bergerak Berjalan adalah aktivitas aktif yang dilakukan dengan berpindah tempat pada bagian bawah kandang, menggunakan kaki. Memanjat dilakukan dengan perpindahan tempat pada dinding kawat menggunakan kaki. Mendatangi merupakan aktivitas mendekati petugas pada saat memberikan makan. Terbang adalah aktivitas aktif yang dilakukan dengan menggunakan sayap. Membersihkan diri merupakan aktivitas membersihkan tubuh menggunakan kaki atau paruh. Bersuara adalah Aktivitas mengeluarkan suara. 3. Berkembangbiak Membuat sarang untuk bertelur adalah aktivitas mengambil ranting-ranting kering,
Veterinaria
Vol 6, No. 1, Pebruari 2013
dan dedaunan kering dengan menggunakan paruh yang diletakkan pada pepohonan. Bertelur, aktivitas mengeluarkan telur oleh indukan betina. Mengerami telur, aktivitas memelihara telur untuk proses penetasan. 4.
Ingestif Makan adalah aktivitas ingestif yang dilakukan dengan cara mengambil dan menghancurkan makanan menggunakan paruh atau lidah. Minum, aktivitas yang dilakukan dengan cara mencelupkan paruh ke dalam air lalu menengadahkan paruh. Defekasi, aktivitas membuang metabolisme dalam bentuk padat. Urinasi dilakukan dengan membuang metabolisme dalam bentuk cair Analisis Data Untuk mengetahui frekuensi aktivitas digunakan Sudjana (1992) sebagai berikut : F = Fi1 + Fi2 + Fi3 + .... + Fin Keterangan : F = Frekuensi; Frekuensi suatu aktivitas
Fi1,2,3,...,n=
Perhitungan rata-rata aktivitas didapat dengan formula : Rata - rata Aktivitas
=
Jumlah aktivitas kandang Jumlah hari pengamatan
Kemudian dilakukan perhitungan frekuensi relatif aktivitas, dengan formula sebagai berikut : Frekuensi suatu aktivitas frel = Frekuensi seluruh aktivitas x 100% Data pengamatan tingkah laku dinyatakan dalam grafik persentase frekuensi relatif aktivitas dan kemudian dianalisis dengan cara menelaah, mengurutkan, mengelompokkan data, dan verifikasi untuk mengangkatnya
menjadi kesimpulan sebagai temuan penelitian (Umagap, 2007). Hasil dan Pembahasan Kebun Binatang Surabaya terdapat tujuh pasang indukan Jalak Bali pada kandang breeding yang menjadi objek penelitian selama 20 hari dari pukul 07.30 sampai 15.30. Terdiri dari tujuh pasang indukan yaitu pada kandang 1B, 2B, 3B, 5B, 6B, 7B dan 8B. Perilaku Diam Aktivitas istirahat, berjemur dan stationer pada perilaku diam dilakukan oleh semua pasangan burung Jalak Bali. Bagi burung yang berada di penangkaran, makanan dan semua kebutuhan telah terpenuhi sehingga tidak perlu mencari seperti halnya burung di alam. Burung di penangkaran lebih banyak menggunakan waktunya untuk beristirahat dibandingkan dengan burung di alam yang harus terbang mencari makan (Takandjanji dan Mite, 2008). Aktivitas perilaku istirahat tertinggi dilakukan pada pukul 14.30-15.30 kandang 8B. Aktivitas stasioner berlangsung lama dengan frekuensi yang kecil. Aktivitas ini dilakukan ketika suhu lingkungan mulai tinggi dan burung berteduh atau bertengger pada kayu tenggeran dengan mata tidak tertutup. Kegiatan ini dilakukan setelah istirahat dan berjalan. Aktivitas perilaku stationer tertinggi dilakukan pukul 14.30-15.30 kandang 8B sebesar. Gerakan yang sering terlihat pada saat berjemur adalah merentangkan salah satu kaki atau sayap sambil menghadap sinar matahari pagi. Menurut Priyono dan Handini (1996), gerakan merentang dilakukan untuk melemaskan otot-otot yang tegang. Aktivitas perilaku berjemur tertinggi dilakukan pukul 07.30-08.30, frekuensi aktivitas kandang 8B. Berikut tersaji pada Gambar 1.
Tabel 1. Hasil Observasi Lapangan Pasangan Burung Jalak Bali di Kandang Breeding Kebun Binatang Surabaya Selama 20 Hari Pengamatan. Rata-Rata Frekuensi Frel Frekuensi Pengamatan Aktivitas Aktivitas Aktivitas (kali/pasang) (%) (kali/pasang/hari) Diam Istirahat 4273,57 213,68 8,34 Stationer 2368,43 118,42 4,62 Berjemur 779,00 38,95 1,52 Bergerak Berjalan 10901,43 545,07 21,26 Memanjat 5921,71 296,09 11,55
63
Dimitra, A. dkk. Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali…
Pengamatan
Berkembangbiak
Ingestif
Mendatangi Terbang Membersihkan diri Bersuara Membuat sarang untuk bertelur Bertelur Mengerami telur Makan Minum Defekasi Urinasi
Perilaku Bergerak Aktivitas berjalan, memanjat, mendatangi, terbang, membersihkan diri dan bersuara pada perilaku bergerak dilakukan oleh semua pasangan burung Jalak Bali. Berjalan lebih banyak disebabkan oleh adanya rangsangan eksternal dan internal dari dalam tubuh. Burung Jalak Bali termasuk salah satu keluarga Sturnidae yang sangat lincah (Takandjanji dan Mite, 2008). Berjalan dapat dilakukan dua cara, yaitu yang pertama berja1an biasa menggunakan kaki kiri lalu disusul kaki kanan. Kedua berjalan cepat, yaitu seperti halnya dengan jalan biasa hanya lebih cepat. Ketika melompat dengan menyentakan kaki belakang dan kaki depan lurus ke depan menuju pohon atau dahan atau tempat yang akan dicapainya (Faridah, 1999). Aktivitas perilaku berjalan tertinggi dilakukan pada pukul 11.30-12.30 kandang 3B. Memanjat dilakukan dengan cara berpindah tempat pada dinding kawat kandang dan batang atau dahan pohon dengan menggunakan kaki. Aktivitas perilaku memanjat tertinggi dilakukan pada pukul 08.30-09.30 kandang 4B. Mendatangi dilakukan pada salah satu pasangan baik jantan maupun betina dengan menghampiri salah satu pasangannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga salah satu pasangannya dari penganggu, membersihkan tubuh pasangannya, melakukan aktivitas istirahat maupun berjemur bersama (BTNBB, 2009). Mendatangi juga dilakukan untuk membersihkan tubuh betina. Aktivitas tersebut menandakan jika pasangan indukan tersebut sudah terbentuk pasangan atau jodoh (Mas’ud, 2010). Pasangan burung Jalak Bali yang saling
64
Frekuensi Aktivitas (kali/pasang) 2688,00 7110,29 2462,43 10640,14 721,57 0 420,14 1848,14 635,29 246,71 246,71
Rata-Rata Frekuensi Aktivitas (kali/pasang/hari) 134,40 355,51 123,12 532,01 36,08 0 21,01 92,41 31,76 12,34 12,34
Frel Aktivitas (%) 5,24 13.87 4,80 20,76 1,41 0 0,82 3,60 1,24 0,48 0,48
mendatangi merupakan salah satu tanda dalam berkembangbiak. Mendatangi biasanya diakhiri dengan kegiatan mencumbu pasangannya. Aktivitas perilaku mendatangi tertinggi dilakukan pada pukul 11.30-12.30 kandang 8B untuk mendatangi saat melakukan aktivitas diam maupun ingestif. Terbang dilakukan dengan cara berpindah tempat pada dinding kawat kandang dan batang atau dahan pohon dengan menggunakan kedua sayap. Cara terbang sesuai dengan pernyataan Fithri (2008) dengan meluncur (gliding) dan sayap tidak dikepakkan berfungsi sebagai penyeimbang tubuh agar tubuh tetap stabil dalam posisi melayang. Aktivitas perilaku terbang tertinggi pada dilakukan pukul 11.30-12.30 kandang 6B untuk mendatangi. Membersihkan diri dilakukan untuk merawat tubuh agar bulu tetap mengkilap, sehat, dan segar. Bulu sebagai pelindung bagi tubuh dari hujan dan panas, juga berguna untuk terbang mencari makan. Di samping itu, bulu juga berguna sebagai penghangat pada saat mengerami telur dan mengasuh anak. Membersihkan diri dilakukan dengan cara membersihkan paruh, menyelisik bulu (Takandjanji dan Mite, 2008). Mandi merupakan aktivitas yang paling disenangi. Aktivitas ini dilakukan sebagai bagian dari perawatan bulu agar tetap mengkilap dan tidak kusut. Menurut Mas’ud (2010), burung Jalak termasuk jenis burung yang memerlukan air untuk aktivitas hariannya sehingga digolongkan sebagai hewan yang tergantung pada air (water dependent spesies). Kebutuhan air digunakan untuk mandi dan minum. Menggaruk-garuk kepala merupakan bagian dari aktivitas membersihkan diri untuk
Veterinaria
memelihara bulu, khusus pada bagian kepala. Aktivitas ini dilakukan menggunakan kaki maupun paruh. Cara lain dilakukan dengan menggesek-gesekkan paruh pada permukaan kayu tenggeran atau kawat (Takandjanji dan Mite, 2008). Aktivitas perilaku membersihkan diri tertinggi pukul 13.30-14.30 kandang 8B. Aktivitas ini lebih banyak terjadi pada saat burung dalam keadaan takut. Aktivitas ini juga terjadi apabila ada hewan lain seperti serangga atau ular yang memasuki kandang burung (Takandjanji dan Mite, 2008). Kebiasaan bersuara yang dimulai dengan atraksi naik turun kepala dengan menegakkan jambul sering dilakukan pejantan untuk menarik pasangannya (BTNBB, 2009). Aktivitas perilaku bersuara tertinggi dilakukan pukul 11.30-12.30 kandang 1B. Berikut tersaji Gambar 2. Perilaku Berkembangbiak Aktivitas membuat sarang untuk bertelur dilakukan oleh semua pasangan. Sarang disiapkan sebagai sarana penting untuk perkembangbiakan. Bahan sarang berupa ranting pohon di dalam kandang breeding. Proses pembuatan sarang tidak pernah berhenti dari mulai akan bertelur hingga anak burung Jalak Bali keluar dari gowok. Sarang yang terbentuk tidak terbentuk namun menyerupai cawan (Nariswari dan Yuda, 1997). Pasangan burung Jalak Bali yang akan membuat sarang, mempunyai ciri-ciri antara lain suka terbang bersama, hinggap berjejeran didekat tempat dimana mereka akan membangun sarang, sering terbang keluar masuk tempat sarang yang diminati untuk penghuniannya, frekuensi keluar masuk tempat bersarang makin sering dan mulai membawa rerumputan atau bahan-bahan sarang lainnya untuk membangun sarang (Umagap, 2007). Aktivitas perilaku membuat sarang untuk bertelur tertinggi dilakukan pada pukul 13.30-14.30 kandang 2B. Aktivitas bertelur pada kandang 3B dan 5B. Telur kandang nomor 3B yaitu 3 butir telur dan empat butir telur pada kandang 5B. Menurut BTNBB (2009), selama bertelur burung Jalak Bali jantan menunggu di luar sarang sambil berjaga-jaga. Mengerami telur dilakukan dengan cara bergantian antara indukan jantan dan betina dengan waktu sekitar 10-15 menit. Ketika salah satu mengeram maka pasangannya
Vol 6, No. 1, Pebruari 2013
melakukan aktivitas ingestif, diam maupun bergerak. Aktivitas tersebut dilakukan hingga telur menetas menjadi piyik (BTNBB, 2009). Frekuensi aktivitas tertinggi mengerami telur pasangan Jalak Bali pukul 11.30-12.30 kandang 5B sebesar 1136 kali/pasang, sedangkan kandang 5B. Berikut tersaji Gambar 3. Perilaku Ingestif Aktivitas makan, minum, defekasi dan urinasi merupakan perilaku ingestif. Perilaku ingestif dilakukan oleh semua pasangan burung Jalak Bali. Pakan yang diberikan berupa pakan hewani dan nabati. Pakan hewani terdiri dari ulat hongkong, jangkrik dan telur semut Pakan nabati yang diberikan yaitu pisang atau pepaya yang diberikan setiap hari pada pagi hari setelah kandang dibersihkan. Sesuai dengan pernyataan Mas’ud (2010), tempat pakan dan minum yang disediakan di kadang breeding Kebun Binatang Surabaya terbuat dari tanah (cowek). Pada saat makan akan diambil dengan menggunakan paruh dan diletakkan di tanah kemudian baru dimakan. Makan merupakan aktivitas paling penting bagi burung, sementara aktivitas lainnya sebagai pendukung. Aktivitas ini dilakukan sambil merundukkan kepala sementara paruhnya mematuk makanan yang berupa pakan nabati (Takandjanji dan Mite, 2008). Cara burung Jalak Bali memakan pakan hewani yaitu dengan mengambil pakan dari tempat pakan dan membawanya ke tanah baru memakannya. Aktivitas perilaku makan tertinggi dilakukan pada pukul 13.30-14.30 pada kandang 8B. Menurut Mas’ud (2010), minum yang diberikan pada Jalak Bali diberikan secara penuh (ad libitum). Aktivitas perilaku minum tertinggi dilakukan pada pukul 13.30-14.30 pada kandang 8B. Defekasi adalah aktivitas dalam perilaku ingestif dengan cara membuang metabolisme dalam bentuk padat (Takandjanji dan Mite, 2008). Aktivitas perilaku urinasi dan defekasi tertinggi dilakukan pada pukul 13.30-14.30 pada kandang 8B. Perbedaan waktu perilaku ingestif dikarenakan adanya pengaruh iklim atau cuaca serta lingkungan. Berikut tersaji Gambar 3.
65
Dimitra, A. dkk. Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali…
Gambar 1. Grafik frekuensi relatif aktivitas diam selama 20 hari
Gambar 2. Grafik frekuensatif aktivitas bergerak selama 20 hari
4.66 3.83 3.81
3.78 3.58
1.72 1.18 1.28
1.26 1.11 0.76 1.18 1.28 1.11 1.26
0.76 1.18 1.28 1.11 1.26
Gambar 3. Grafik frekuensi relatif aktivitas Ingestif selama 20 hari
Kesimpulan Pasangan burung Jalak Bali pada kandang breeding di Kebun Binatang Surabaya pada 7 kandang yang berbeda (1B, 2B, 3B, 5B, 6B, 7B dan 8B). Penilitian ini dilakukan selama 20 hari. Pasangan burung Jalak Bali tersebut memiliki 4 perilaku utama (diam, bergerak, berkembangbiak dan ingestif) dengan 16 aktivitas (istirahat, stationer,
66
berjemur, berjalan, memanjat, mendatangi, membersihkan diri, bersuara, membuat sarang untuk bertelur, bertelur, mengerami telur, makan, minum, defekasi dan urinasi.
Veterinaria
Daftar Pustaka Alikodra, H.S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. PT Penerbit IPB Press. Cetakan kedua. Balen, S.V., I.A. Dirgayusa, I. W. A. Putra dan Prins H. H. T. 2000. Status and distribution of the endemic Bali starling Leucopsar rothschildi. Oryx Vol. 34(3). BTNBB Balai Taman Nasional Bali Barat. 2009. Mengenal Curik Bali di Taman Nasional Bali Barat. Gilimanuk. CITES. 2010. Convention on International Trade In Endangered Species (CITES) of wild fauna and flora Appendices I, II and III valid from 24 June 2010. //http://www.cites.org. [21 Agustus 2010] Faridah, I. 1999. Studi Perilaku dan Habitat Jelarang (Ratufa bicolor bicolor) di Hutan Tanaman Pinus Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung Jawa Barat [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Fithri, A. 2008. Strategi Mencari Makan Burung Pecuk Padi Hitam di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Teluk Jakarta. Jurnal Biologi XI (2) : 70-73. Gondo dan Sugiarto. 2009. Dinamika Populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Habitatnya. //http:www.tnbalibarat/?cat=1. [21 Agustus 2010] Henny, N. 2008. Perilaku Reproduksi Babi Kutil Pada Musim Kawain di Kebun
Vol 6, No. 1, Pebruari 2013
Binatang Surabaya [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. Mas’ud, B. 2010. Teknik Penangkaran Burung Jalak Bali di Rumah. Penerbit IPB Press. Bogor. Nariswari, Th. D dan Ign. P. Yuda. 1997. Perilaku Berbiak Burung Kuntul Kerbau di Halaman Ambarukmo Palace Hotel, Yogyakarta. Biota Vol. II (2) : 73-77. Noerdjito, M. 2005. Pola Persarangan Curik Bali (Leucopsar rothschildi Stressman, 1912) dan Kerabatnya di Taman Nasional Bali Barat. Berita Biologi. Volume 7. No.4. April 2005. Priyono, N.S. dan S. Handini. 1996. Memelihara, Menangkar, dan Melatih Nuri. Penebar Swadaya. Jakarta. Ronohardjo, P. 1984. Domestikasi Satwa Liar Ditinjau dari Segi Penyakit. Prosiding Seminar Satwa Liar, Puslitbang Peternakan Bogor. Sudjana, M.A. 1992. Metode Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung. Takandjanji, M. dan M. Mite. 2008. Perilaku Burung Beo Alor di Penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur. Buletin Plasma Nutfah 14(1). Umagap, W.A.Z. 2007. Beberapa Jenis Bahan Sarang dan Perilaku Bersarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara [M.Sc. Thesis]. Institut Pertanian Bogor.
67
Dimitra, A. dkk. Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali…
68