355
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
VARIASI POLA WARNA IKAN BOTIA (Chromobotia macracanthus BLEEKER, 1852) SERTA PROSPEK PENGEMBANGANNYA Ruby Vidia Kusumah, Asep Permana, dan Agus Priyadi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Jl. Perikanan No. 13, Pancoran Mas, Depok 16436 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pola warna yang menghiasi tubuh ikan telah banyak dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah secara ekonomi pada produk hasil budidaya, contoh ikan koi (Cyprinus carpio), mas koki (Carassius auratus), zebra (Danio rerio), cupang hias (Betta splendens), dan guppy (Poecilia reticulata). Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan hias air tawar endemik Indonesia yang telah berhasil diproduksi secara masal dalam lingkungan budidaya di Balai Riset Budidaya Ikan Hias (sekarang Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias), Depok, sejak tahun 2009. Berdasarkan warnanya, ikan botia dikarakterisasi oleh dasar tubuh yang oranye cerah-merah disertai tiga pita lebar hitam vertikal yang membentuk pola warna unik yang memanjang mulai dari tubuh bagian atas hingga ke bagian bawahnya. Pita hitam pertama terletak di bagian kepala melewati mata, pita kedua terletak di antara kepala dan sirip dorsal menurun ke arah dada, sedangkan pita ketiga terdapat pada sirip dorsal memanjang hingga ke sirip anal. Pada kenyataannya, pola warna ikan botia tersebut tidaklah menjadi suatu standar yang baku. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, ditemukan beberapa variasi pola warna lainnya. Karakterisasi pola warna ikan botia menjadi suatu hal yang penting dipelajari untuk menentukan arah pengembangan riset serta budidaya-nya di masa depan. Makalah ini merupakan hasil kajian terhadap variasi pola warna yang terdapat pada ikan botia (Chromobotia macracanthus) serta prospek pengembangannya di masa yang akan datang. KATA KUNCI:
Chromobotia macracanthus, karakterisasi, pola warna, variasi
PENDAHULUAN Ikan botia (Chromobotia macracanthus) merupakan ikan air tawar endemik Indonesia yang telah menjadi komoditas perdagangan ikan hias nusantara sejak puluhan tahun lalu. Tidak hanya pasar dalam negeri (lokal), ikan dari famili Cobitidae ini juga diekspor ke berbagai Negara di dunia, seperti Perancis, Denmark, Jerman, Swedia, Amerika Serikat, Norwegia, Australia, Jepang, Singapura, dan Hongkong. Berdasarkan hasil Forum Jaringan Pemuliaan Ikan Hias nasional yang diselenggarakan Balai Riset Budidaya Ikan Hias (sekarang Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, BPPBIH) pada tahun 2011, disebutkan juga bahwa ikan botia termasuk dalam daftar 10 besar komoditas ikan hias air tawar terlaris yang diekspor Indonesia (BPPBIH, 2011 unpublished) dengan total volume ekspor mencapai 75% dari pasokan dunia (BRKP-DKP, 2004). Warna serta pola warna memiliki peran dan fungsi penting bagi makhluk hidup. Banyak taksa pada hewan, termasuk ikan, menggunakannya sebagai alat komunikasi antar sesama jenisnya (intraspecific communication), contoh dalam hal memilih pasangan, maupun saat berinteraksi dengan spesies lainnya (interspecific interaction) terutama sebagai alat perlindungan dan pertahanan diri dari predator, contoh kamuflase (Hubbard et al., 2010; Doucet & Meadows, 2009; Price et al., 2008). Secara ekonomi warna dikenal sebagai karakter komersil penting yang dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk hewani sehingga kemudian turut menentukan nilai jualnya di pasar (Colihueque, 2010; Turne et al., 2009; Pavlidis et al., 2006; Anderson, 2000). Pada ikan salmon, Anderson (2000) menyatakan bahwa warna menjadi hal yang pertamakali dipertimbangkan konsumen untuk memperkirakan spesies, umur, asal, harga, rasa/tekstur yang diinginkan, kesegaran serta kualitas. Sedangkan pada banyak spesies ikan hias, warna dikenal sebagai salah satu parameter penentu keindahan. Untuk mendapatkan suatu standar serta kualitas yang diinginkan, para pemulia (breeder) melakukan proses pemuliaan terhadap karakter warna ini.
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
356
Ikan botia (Chromobotia macracanthus) dikarakterisasi oleh warna dasar tubuhnya yang oranye cerah-merah disertai tiga pita lebar hitam vertikal yang membentuk pola warna unik (Kottelat, 2004) yang terletak memanjang mulai dari tubuh bagian atas hingga bawah-nya. Pita hitam pertama terletak di bagian kepala melewati mata, pita kedua terletak diantara kepala dan sirip dorsal menurun ke arah dada, sedangkan pita ketiga terdapat pada sirip dorsal memanjang hingga ke sirip anal (lihat Gambar 4). Pada kenyataannya, pola warna ikan botia tersebut tidaklah menjadi suatu standar yang baku. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, ditemukan beberapa variasi pola warna. Pola warna yang menghiasi tubuh ikan telah banyak dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah secara ekonomi pada produk hasil budidaya. Sebagai contoh, pengembangan variasi pola warna pada ikan koi (Cyprinus carpio), mas koki (Carassius auratus), zebra (Danio rerio), cupang hias (Betta splendens), dan guppy (Poecilia reticulata), telah mampu meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk tersebut. Upaya budidaya ikan botia yang masih berkisar pada tahap pengembangan produksi ikan botia secara masal (Chumaidi et al., 2009; Priyadi et al., 2006; Priyadi et al., 2010), peningkatan nutrisi pakan untuk mencerahkan warna tubuh (Priyadi et al., 2007), hingga penerapan teknologi produksinya di masyarakat (BPPBIH, 2012, unpublished), memerlukan upaya-upaya pemuliaan untuk meningkatkan nilai jualnya di pasar. Karakterisasi pola warna ikan botia (Chromobotia macracanthus) menjadi suatu hal yang penting dan menarik untuk dipelajari sebagai informasi dasar pengembangan riset warna dalam upaya budidayanya di masa depan. Makalah ini merupakan kajian terhadap variasi pola warna yang terdapat pada ikan botia (Chromobotia macracanthus) serta prospek pengembangannya di masa yang akan datang. METODE PENELITIAN Ikan botia (Chromobotia macracanthus) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi indukan hasil tangkapan alam (F0) serta keturunan pertama(F1)-nya yang berhasil diadapatasi dan dibudidayakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok. Setiap individu berukuran 6-20 cm diseleksi berdasarkan pola warna hitam yang dimiliki dan didokumentasikan menggunakan kamera digital. Beberapa tambahan pola warna lainnya diunduh langsung dari situs www.loaches.com. Pola warna yang terbentuk dari pita hitam yang menghiasi tubuh ikan botia, digambar ulang menggunakan software CorelDraw 13.0. Analisa data dilakukan secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Variasi Pola Warna Ikan Botia Ikan botia (Chromobotia macracanthus) induk hasil tangkapan alam (F0) serta generasi pertama (F1) yang berhasil diadaptasi dan dibudidayakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok, menunjukkan variasi pola warna yang berbeda-beda. Pada populasi anakan (F1) Sumatera, kondisi ini lebih umum ditemukan. Beberapa pola tampak menunjukkan bentuk tutul (spot) (Gambar 1g, 1j, 1h, dan 1l), puzzle (jigsaw) (Gambar 1a), pita terpisah (fragmentasi) (Gambar 1c, 1d, 1h, 1f, dan 1k), pita bergabung (join) (Gambar 1b dan 1e), dan pelana kuda (saddle) (Gambar 1a, 1f, 1i, dan 1l). Variasi Pola Warna pada Dua Sisi Tubuh Sisi tubuh bagian kiri dan kanan tidak selalu menunjukkan pola warna yang sama antara sisi satu dengan yang lainnya. Hasil pengamatan seringkali menemukan adanya perbedaan antara sisi kiri dan kanan tubuh. Sebagai contoh, fenomena ini dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2a tampak persamaan pola pelana (pita kedua) di kedua sisi tubuh. Sedangkan Gambar 2b menunjukkan pola warna yang berbeda antara kedua sisi tubuh, pada sisi kanan (bawah) pita kedua tampak membentuk pola puzzle (jigsaw) sedangkan sisi lainnya tidak. Variasi Pola Warna pada Bagian Dorsal Variasi pola warna pada tubuh bagian samping (kiri dan kanan) membentuk beberapa pola unik lainnya di bagian kepala dan dorsal ikan botia. Pita hitam pertama, kedua, dan ketiga terkadang
357
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
Gambar 1. Variasi pola warna ikan botia koleksi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok (a-l)
Gambar 2. Pola warna hitam pada dua sisi tubuh: (a) pola warna sama; (b) pola warna beda menunjukkan penggabungan antara satu sama lainnya jika diamati di bagian dorsal sehingga tampak seperti Gambar 3c. Pada Gambar 3a, pita hitam pertama di bagian kepala tampak menghubungkan kedua mata, sedangkan pada Gambar 3b, pita hitam di bagian tersebut tampak membentuk tutul (spot) seperti halnya pola tancho pada ikan hias koi (Cyprinus carpio). Sel Warna pada Ikan Botia Warna pada hewan dihasilkan oleh sel pigmen yang disebut kromatofor. Pada ikan (teleost), kromatofor ini umumnya terdapat pada dermis (Cerda-Reverter et al., 2009; Leclercq et al., 2009) dan terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama merupakan tipe kromatofor yang menyerap cahaya
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
358
(light-absorbing chromatophore) yang memberikan warna sebenarnya, terdiri atas: (i) melanophore; (ii) erythropore; (iii) xanthophore; dan (iv) cyanophore. Sedangkan golongan kedua merupakan tipe kromatofor yang memantulkan cahaya (light-reflecting chromatophore) yang tidak memberikan warna sebenarnya, terdiri dari: (i) leucophore dan (ii) iridophore (Fujii, 2000; Kelsh, 2004; Leclercq et al., 2009). Menurut Doucet & Meadows (2009), mekanisme pewarnaan (coloration) pada kromatofor golongan pertama disebut sebagai pewarnaan pigmen (pigmentary coloration) sedangkan pada golongan kedua disebut pewarnaan struktural (structural coloration).
Gambar 3. Contoh pola warna ikan botia di bagian dorsal: (a) pita hitam pertama pada mata bergabung; (b) pola hitam mata berbentuk spot; dan (c) pola hitam pada mata, depan, dan belakang sirip dorsal bergabung Melanophore, xanthophore, erythrophore, dan cyanophore merupakan sel dendritik yang terspesialisasi tidak hanya dalam proses penyimpanan akan tetapi juga berperan dalam translokasi sejumlah butiranbutiran (granule) pigmen penyerap cahaya. Melanophore dapat ditemukan di dermis dan terkadang di epidermis (Leclercq et al., 2009). Pada ikan, kromatofor ini hanya berisi eumelanin (Cerda-Reverter et al., 2009) yang memproduksi pigmen warna hitam hingga cokelat (Goda & Fujii, 1995; Fujii, 2000; Kelsh, 2004; Cerda-Reverter et al., 2009; Amiri & Shaheen, 2012). Gelap atau terangnya tubuh ikan ditentukan oleh sel warna ini. Xanthophore dan erytrophore mengandung karotenoid dan/atau pteridin yang menyebabkan warna kemerahan dan kekuningan pada pewarnaan kulit (Cerda-Reverter et al., 2009; Leclercq et al., 2009). Cyanophore merupakan tipe kromatofor yang mengandung pigmen berwarna biru. Data mengenai kromatofor ini sangat jarang dimiliki oleh kebanyakan hewan secara umum (Leclercq et al., 2009). Dari hasil penelitian yang dilakukan Goda & Fujii (1995), jenis sel warna ini hanya terdapat pada dua spesies ikan mandarin (Synchiropus splendidus dan S. picturatus). Iridophore dan leucophore bukan merupakan sel dendritik serta tidak mengandung pigmen warna sebenarnya (Leclercq et al., 2009). Menurut Fujii (2000), iridophore menghasilkan warna metalik atau iridescent. Sedangkan menurut Bettaterritory (2010) lapisan warna iridophore memiliki fungsi sebagai pengatur sejumlah pigmen warna biru, mulai dari kemunculan warna iridescent, penyebaran iridocyte, hingga pengaturan warna bukan biru (non blue) yang ada pada tubuh ikan cupang (Betta sp.). Iridophore terkadang juga sering disebut guanophore (Wikipedia, 2010) dikarenakan warna yang dihasilkan berasal dari susunan kristal purin, khususnya guanin, yang menyebabkan proses pemantulan cahaya (CerdaReverter et al., 2009). Leucophore merupakan sel warna yang juga menyebabkan proses pemantulan cahaya, akan tetapi, pengaturan kerja kristal-kristal purin-nya sangat lemah (Leclercq et al., 2009). Warna yang dihasilkan tipe kromatofor ini adalah putih atau krem (Lamoreux et al., 2005; Leclercq et al., 2009). Dengan menganggap bioluminescence sebagai pengecualian, semua warna pada hewan dihasilkan oleh salah satu atau bahkan kombinasi dari dua mekanisme utama pewarnaan (coloration) di atas, pigmentary coloration dan structural coloration (Doucet & Meadows, 2009). Selanjutnya Goda & Fujii (2000) menambahkan bahwa pewarnaan seringkali muncul akibat penggabungan dari banyak jenis kromatofor, tidak hanya berasal dari satu tipe kromatofor saja. Berdasarkan informasi di atas, maka tubuh ikan botia (Chromobotia macracanthus) yang tersusun atas warna hitam, kuning, oranye, hingga
359
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
merah (baca warna dan kualitas warna ikan botia) dihasilkan oleh sel melanophore, erythrophore, xanthophore, atau bahkan kombinasi diantaranya. Selain itu, berdasarkan pengamatan secara langsung pada tubuh ikan botia di bagian perut, tampak menunjukkan warna krem dengan kemilau perak ketika terkena cahaya. Warna ini diduga berasal dari sel leucophore. Warna dan Kualitas Warna Ikan Botia Weber & de Beaufort (1916) mendeskripsikan tubuh ikan botia (Chromobotia macracanthus) dengan warna cokelat kekuningan disertai tiga pita hitam lebar melintang. Pita hitam pertama, terbatas, melewati mata, pita kedua terletak sebelum dorsal, dan pita terakhir berada diantara posterior dorsal dan anal (Weber & de Beaufort, 1916). Keunikan pola warna ini membedakan ikan botia (Chromobotia macracanthus) dengan genus lainnya (Kottelat, 2004) dari subfamili Botiinae (Botia Gray, 1831; Sinibotia Fang, 1936; Syncrossus Blyth, 1860; dan Yasuhikotakia Nalbant, 2002) (Slechtová et al., 2006). Selanjutnya Kottelat (2004) juga mendeskripsikan pola warna yang sama dengan Weber and de Beaufort (1916) (tiga pita hitam lebar, satu melewati mata dan dua lainnya pada tubuh), namun warna dasar yang disebutkan berbeda.
Gambar 4. Pola warna standar ikan botia (Chromobotia macracanthus) (dimodifikasi dari Nalbant, 2004) Kottelat (2004) menyatakan bahwa warna dasar tubuh ikan botia adalah oranye cerah-merah. Sedangkan menurut Innes (1953), disebutkan bahwa tubuh ikan botia berwarna kuning-oranye yang dibagi oleh tiga pita biru-hitam dengan sirip dayung, anal, dan ekor dihiasi oleh warna merah darah. Pernyataan-pernyataan ini seringkali membingungkan, namun dari hasil pengamatan secara langsung maupun tidak langsung, warna dasar ikan botia secara umum terbagi atau bahkan berasal dari kombinasi dua jenis warna tersebut, kuning dan oranye. Seperti halnya ikan botia yang digunakan Priyadi et al. (2007), menurut hasil pengamatan mereka, warna dasar tubuh ikan botia yang digunakan adalah kuning. Sedangkan berdasarkan Hidonis (2008) dan RD (2010) disebutkan bahwa warna dasar tubuh ikan botia adalah oranye. Berdasarkan kualitas warnanya, ikan botia asal populasi Kalimantan dan Sumatera menunjukkan adanya perbedaan. Menurut para breeder, eksportir, dan hobbies, populasi ikan botia Kalimantan memiliki warna yang lebih cemerlang dibandingkan ikan dari Sumatera (Sudarto & Pouyaud, 2005). Ikan botia Kalimantan dikarakterisasi oleh warna sirip yang kemerahan dan warna yang lebih cerah pada tubuh sedangkan populasi dari Sumatera menunjukkan warna tubuh yang kekuningan hingga oranye pada sirip dengan warna tubuh yang buram (Sudarto & Pouyaud, 2005). Pernyataan ini sama dengan keterangan RD (2010) yang menyebutkan bahwa secara keseluruhan ikan botia dari Kalimantan lebih cerah, dengan warna oranye/merah yang lebih menyala pada sirip-nya. Selanjutnya RD (2010) juga menyatakan bahwa kondisi ini terjadi dikarenakan populasi Kalimantan hidup di air coklat (gambut) yang kaya akan tanin dan asam humus (humic acid) sehingga menyebabkan warna kemerahan/oranye pada ikan. Kualitas warna pada ikan dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari kualitas air (Lin et al., 2009), cahaya (Yasir & Qin, 2009; Lin et al., 2009), warna wadah pemeliharaan (Doolan et al., 2008; Lin et al., 2009; Turne et al., 2009), kondisi pemeliharaan (Van der Salm, 2004), hingga nutrisi (Priyadi et
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
360
al., 2007; Kalinowski, et al., 2007). Pada penelitian Priyadi et al. (2006) disebutkan bahwa warna kuning dan merah yang ada pada tubuh dan sirip ikan botia asal Kalimantan dan Sumatera dapat ditingkatkan dengan perlakuan berupa penambahan Spirulina sp. dan astaksantin dalam formula pakan buatan. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan warna kuning, oranye, atau bahkan merah yang ada pada ikan botia Kalimantan maupun Sumatera dapat ditingkatkan melalui perlakuan ini. Priyadi et al. (2007) selanjutnya menambahkan bahwa hasil penelitiannya tidak mempengaruhi peningkatan warna hitam (pembentuk pola warna) ikan botia. Perkembangan Pola Warna Ikan Botia Kelsh et al. (2009) menyatakan bahwa semua sel pigmen vertebrata, kecuali pada pigmentasi epitel retina, berasal dari neural crest. Selama tahap embriogenesis, prekursor sel pigmen ini bermigrasi menjauh dari neuro epitheliumin dan berkontribusi pada suatu sistem integumen organ (untuk penjelasan lebih lengkap baca Kelsh, 2004). Variasi dalam migrasi, ukuran populasi, organisasi, dan diferensiasi pigmen sel dalam integumen ini menghasilkan keragaman pola pigmen. Lebih jauh lagi, banyak spesies ikan, termasuk zebra (Danio rerio) dan medaka (Oryzias latipes) mengembangkan karakteristik pola pigmen awal larva sebelum memperoleh pola yang pasti pada bentuk dewasa (Kelsh et al., 2009). Pada ikan botia (Chromobotia macracanthus), pola warna hitam yang terbentuk dapat diamati dengan jelas selama tahap perkembangan larva (ontogeni). Berdasarkan penelitian Legendre et al. (2005) terhadap ontogeni populasi ikan botia Sumatera, sel pigmen melanocyte (melanophore) pembentuk pola warna hitam ini sudah dapat terlihat pada tubuh larva berumur 52 jam (2,17 hari) setelah menetas (Gambar 5). Hasil berbeda dilaporkan Baras et al. (2012) yang menyatakan bahwa sebelum berumur 72 jam (3 hari) setelah menetas, tidak ada pigmen yang teramati pada tubuh larva botia. Pola warna hitam ini terus berkembang mulai dari terbentuknya lima bagian kecil melanophore (tampak seperti spot) yang terpisah-pisah pada umur 78 jam (5,5 mm), kemudian berubah menjadi lima pita yang tampak jelas pada umur 148 jam (6,0 mm), empat pita saat berumur 509 jam (11,7 mm), hingga tiga pita pada umur 750 jam (18,7 mm) setelah menetas (Legendre et al., 2005) (Gambar 5). Sedangkan menurut Baras et al. (2012) perkembangan pola warna larva ikan botia ini dapat dilihat pada Gambar 6. Variasi Pola Warna Ikan Botia Interaksi cahaya dengan pola distribusi sel pigmen menyebabkan terbentuknya pola warna pada ikan (Cerda-Reverter et al., 2009). Mills & Patterson (2009) melaporkan bahwa pola pigmentasi warna dibedakan menjadi tiga bentuk dasar, antara lain: (a) dorsal/ventral, (b) garis (strip) dan pita (bar), serta (c) tutul (spot). Sedangkan menurut Kondo & Shirota (2009) pola ini terbagi menjadi: (a) tutul (spot), (b) garis (strip), dan (c) polygon (contoh bentuk kebalikan dari spot). Seiring perkembangannya, setiap bentuk pola warna ini kemudian dipelajari lebih jauh oleh para ahli matematika biologi menggunakan model pendekatan reaction-diffusion (RD) system yang disampaikan Turing pada tahun 1952. Melalui pendekatan ini mekanisme pembentukan pola warna yang ada pada kulit dapat dijelaskan dengan logis. Meskipun tidak dapat mengidentifikasi gen-gen yang terlibat, namun pendekatan model matematika ini mampu memprediksi perilaku pokok pola pewarnaan kulit serta dapat memberikan usulan mengenai kondisi-kondisi yang diperlukan untuk pembentukan pola tersebut (Kondo & Shirota, 2009). Berdasarkan hasil karakterisasi para ahli ikhtiologi (Weber & de Beaufort, 1916; Kottelat, 2004), pola pigmentasi warna hitam pada ikan botia (Chromobotia macracanthus) termasuk dalam bentuk pola dasar pita (bar/strip). Pada kenyataannya, pola warna hitam ini tidaklah selalu mengikuti bentuk standar pola ikan botia pada umumnya. Berdasarkan pengamatan Thoene (2008) dijelaskan bahwa terdapat variasi pola warna ikan botia (Chromobotia macracanthus) yang kemudian dikelompokkan menjadi enam kategori dasar, antara lain : (a) pola puzzle (jigsaw); (b) pola fragmentasi pita (stripe fragmentation); (c) pola pelana (saddle); (d) pola tutul atas & bawah (top & bottom spot); (e) pola tutul samping (side spot); dan (f) pola penggabungan (join) (Gambar 7). Jika diamati dengan cermat, jenis pola warna ini secara umum muncul dari proses penambahan bentuk hingga pengurangan, pemisahan, dan penggabungan antara dua atau bahkan tiga pita standar yang biasa dijumpai pada ikan botia
361
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
Gambar 5. Perkembangan pola warna hitam ikan botia (Chromobotia macracanthus) Sumatera (dimodifikasi dari Legendre et al., 2005) (Chromobotia macracanthus) (Gambar 4). Selain keenam kategori dasar tersebut, Thoene (2008) juga menunjukkan pola warna unik lainnya seperti halnya yang terdapat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok, variasi pola warna yang ada pada ikan botia (Gambar 1) juga dapat dikelompokkan sesuai hasil pengamatan Thoene (2008). Dalam setiap kelompok pola warna, tidak selalu menunjukkan bentuk yang selalu sama (tetap) namun seringkali mengalami perubahan, baik pada pita pertama, kedua, atau bahkan pita ketiga pada pola standar ikan botia (Chromobotia macracanthus) (Gambar 4). Pola warna yang dihasilkan juga tidak hanya berbentuk pita (bar/strip) saja namun cenderung mengarah ke bentuk polygon atau bahkan tutul (spot) berukuran besar (Gambar 1, 7, dan 8). Kehadiran pola warna ikan botia yang bervariasi ini juga menunjukkan dinamisasi gen-gen pengatur bentuk pola warna tersebut. Perbandingan Pola Warna Chromobotia macracanthus dengan Spesies Botiid Lainnya Variasi pola warna ikan botiid tidak hanya terdapat pada Chromobotia macracanthus saja. Pada banyak spesies botiid atau bahkan spesies ikan lainnya, juga ditemukan beberapa variasi pola warna tersebut, sebagai contoh pada Botia histronica (Janiczak, 2002; Kottelat, 2004). Selain itu, variasi pola warna beberapa individu Chromobotia macracanthus, contoh Gambar 1e, hampir menyerupai pola warna hitam pada Yasuhikotakia morleti (Gambar 9). Pola warna (standar) yang ada pada Chromobotia macracanthus merupakan karakter unik yang membedakan dengan genus ikan botiid lainnya (Kottelat, 2004). Berbeda dengan pernyataan tersebut,
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
Gambar 6. Variasi perkembangan pola warna dari 30 lar va Chromobotia macracanthus. Simbol menunjukkan posisi tengah pita hitam pada lateral line (Baras et al., 2012)
Gambar 7. Pola warna dasar ikan botia (Chromobotia macracanthus) : (a) Jigsaw; (b) 3rd Stripe Fragmentation; (c) “Saddle” 2nd stripe; (d) 2nd Stripe, Top & Bottom Spot; (e) Side Spot; (f) 1-2 Join (dimodifikasi dari Thoene, 2008)
Gambar 8. Variasi pola warna lainnya (dimodifikasi dari Thoene, 2008)
362
363
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
Gambar 9. Yasuhikotakia morleti (loaches.com) Nalbant (2004) menyebutkan bahwa pigmentasi suatu spesies (ikan) tidak bisa membentuk suatu karakter tersendiri yang dapat memisahkan spesies dalam suatu genus baru (Botia menjadi Chromobotia), khususnya diantara ikan-ikan botiid. Pada genus Botia, evolusi pigmentasi terbentuk oleh komplikasi pada pemisahan pola pita yang bersilang (splitting of cross-bars). Untuk proses ini, Nalbant (2004) memberikan contoh yang membandingkan antara spesies botiid lainnya, mulai dari B. dario vs B. striata, B. lohachata vs B. geto, dan B. kubotai vs B. almorhae (Gambar 10). Pola warna yang menghiasi tubuh Chromobotia macracanthus tampak berkerabat dekat, atau langsung berasal dari satu garis keturunan yang sama dengan Botia histrionica (Gambar 10). Berdasarkan pernyataanpernyataannya tersebut, Nalbant (2004) kemudian mempertimbangkan Chromobotia (Kottelat, 2004) sebagai sinonim dari genus Botia (Gray, 1831). Penelitian dan Prospek Pengembangan Pola Warna Ikan Botia Upaya budidaya ikan botia (Chromobotia macracanthus) telah dilakukan sejak tahun 1990. Serangkaian penelitian-pun telah banyak dilakukan mulai dari pengelolaan lingkungan terhadap induk (1994–2006), pengelolaan pakan terhadap induk (2004–2006), pengelolaan ikan botia terhadap penyakit (1993–2003), kematangan gonad dan reproduksi (1993–2006), pengelolaan pakan pada benih (1990–2006), hingga pengelolaan larva (2005–2006) (BPPBIH, 2012, unpublished). Sejak tahun 2009, produksi massal ikan botia telah berhasil dilakukan dalam lingkungan budidaya di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok. Upaya ini telah mampu memproduksi ikan botia sepanjang tahun hingga mencapai tahap generasi anakan kedua (F2) (komunikasi pribadi dengan Permana). Selanjutnya menurut Permana et al. (2011), upaya budidaya secara terkontrol dalam sistem resirkulasi ini telah mampu memproduksi total larva ikan botia hingga 165.000 ekor pada tahun 2010. Kondisi ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yang hanya mampu memproduksi larva sebanyak 114.783 (Permana et al., 2011). Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan di atas, tidak ada satu-pun upaya-nya yang menuju ke arah pemuliaan. Hingga saat ini upaya budidaya ikan botia masih berada pada tahap pengembangan produksi masal-nya di daerah tempat ikan ini berasal, contoh Katingan-Kasongan, Kalimantan Tengah dan Musi Banyuasin-Palembang, Sumatera Selatan (BPPBIH, 2012, unpublished). Kehadiran variasi pola warna yang ada pada ikan botia merupakan prospek upaya pemuliaan ikan ini dimasa yang akan datang. Teknologi pemijahan buatan ikan botia yang telah dikuasai dengan baik diharapkan semakin mempermudah upaya tersebut. Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPPBIH, Depok, yang salah satu mandat-nya melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang pemuliaan sumber daya plasma nutfah ikan hias (Permen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.35/MEN/2011), mulai merintis program pemuliaan ikan botia sejak tahun 2012 yang diharapkan dapat diterjemahkan dalam suatu roadmap sebagai acuan penelitian beberapa waktu ke depan. Kajian mendetail tentang variasi pola warna ikan botia (Chromobotia macracanthus) disertai kajian pasar
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
364
Gambar 10. Perbandingan pola warna antar spesies ikan botiid: (a) Botia histrionica (acuariorosa.wikispaces.com); (b) B. dario (kolumbus.fi); (c) B. striata (wikipedia.com); (d) B. lohachata (aquahobby.com); (e) B. geto (familie-hauffe.de); (f) B. kubotai (thepieraquatics.blogspot.com); (g) B. almorhae (petresources.net) mengenai daya tarik masyarakat terhadap suatu jenis pola warna tertentu mendukung pengembangan upaya budidayanya di masa yang akan datang. Selain itu, kajian mendetail terhadap gen-gen pengatur pola warna hitam ikan botia ini diharapkan mampu mengontrol kemunculan suatu pola tertentu. KESIMPULAN Ikan botia (Chromobotia macracanthus) yang berhasil dibudidayakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok, maupun dari berbagai foto yang diunduh dari beberapa situs internet menunjukkan variasi pola warna yang beragam mulai dari pola pita (bar), tutul (spot), hingga polygon. Di BPPBIH, induk hasil tangkapan alam (F0) maupun generasi pertama (F1) menunjukkan kondisi serupa namun secara umum lebih banyak ditemukan pada populasi anakan (F1) Sumatera. Lebih spesifik lagi, pola warna yang terbentuk tampak menunjukkan pola tutul (spot), puzzle (jigsaw), pita terpisah (fragmentasi), pita bergabung (join), dan pelana kuda (saddle). Variasi pola warna pada tubuh bagian samping (kiri dan kanan) juga membentuk beberapa pola unik lainnya di bagian kepala dan dorsal ikan botia. Pita hitam pertama, kedua, dan ketiga terkadang menunjukkan penggabungan hingga membentuk tutul (spot) seperti halnya pola tancho pada ikan hias koi (Cyprinus carpio). Kehadiran variasi pola warna yang ada pada ikan botia merupakan prospek upaya pemuliaan ikan ini dimasa yang akan datang.
365
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Sudarto, Bapak Chumaidi, dan Ibu Darti Satyani atas saran dan koreksi untuk perbaikan makalah. Achmaidi Rinal, Rosanty, Rona Drajat Agung, dan Mochamad Hasan atas bantuan penyeleksian pola warna pada ikan botia (Chromobotia macracanthus) di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH), Depok. DAFTAR ACUAN Amiri, M.H. & Shaheen, H.M. 2012. Chromatophores and color revelation in the blue variant of the Siamese ûghting ûsh (Betta splendens). Micron Volume 43, Issues 2–3. Pages 159–169. Anderson, S. 2000. Salmon Color and the Consumer. IIFET 2000 Proceedings, 3 pp. Baras, E., Slembrouck, J., Priyadi, A., Satyani, D., Pouyaud, L., & Legendre, M. 2012. Biology and culture of the clown loach Chromobotia macracanthus (Cypriniformes, Cobitidae): 3-Ontogeny, ecological and aquacultural implications. Aquat. Living Resour., 25: 119"130. Bettaterritory. 2010. Color definitions & genetics. http://bettaterritory.nl/BT-AABcolor genetics.htm. diakses 4 Agustus 2010 pukul 12:25:50 PM. BPPBIH. 2012. Rangkuman Penelitian Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) tahun 1990-2006. Presentasi disampaikan dalam Rapat Internal Peneliti lingkup Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok. Unpublished. BRKP-DKP. 2004. Iptek Kelautan and Perikanan Masa Kini. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, 188 hlm. Cerda-Reverter, J.M., Haitina, T., Schioth, H.B., & Peter, R.E. 2009. Gene Structure of the Goldfish Agouti-Signaling Protein: A Putative Role in the Dorsal-Ventral Pigment Pattern of Fish. Endocrinology, 146(3): 1597–1610. Chumaidi, Nurhidayat, & Priyadi, A. 2009. Pemeliharaan Larva Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) Menggunakan Pakan Alami Yang Diperkaya Nutrisinya. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1): 11-18. Colihueque, N. 2010, Genetics of salmonid skin pigmentation: clues and prospects for improving the external appearance of farmed salmonids. Rev Fish Biol Fisheries, (2010) 20:71–86. Doolan, BJ., Allan, G.L., Booth, M.A., & Jones, P.L.. 2008. Effects of cage netting colour and density on the skin pigmentation and stress response of Australian snapper Pagrus auratus (Bloch & Schneider, 1801). Aquaculture Research, 39: 1360-1368. Doucet, S.M. & Meadows, M.G. 2009. Iridescence: a functional perspective: review. J. R. Soc. Interface (2009), 6: S115–S132. Fujii, R. 2000. The Regulation of Motile Activity in Fish Chromatophores: Review. Pigment Cell Res., 13: 300–319. Goda, M. & Fujii, R. 1995. Blue chromatophores in two species of callionymid ûsh. Zoological Science, 12: 811–813. Hidonis, K. 2008. Genetic differentiation among populations of Chromobotia macracanthus Bleeker from Sumatra and Kalimantan based on sequencing gene of MtDNA Cytochrome b and Nucleus DNA RAG2. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, xiii+35 p. Hubbard, J.K., Uy, J.A.C., Hauber, M.E., Hoekstra, H.E., & Safran, R.J. 2010. Vertebrate pigmentation: from underlying genes to adaptive function. Trends in Genetics, 26(5): 231-239. Innes, W.T. 1953. Exotic Aquarium Fishes. Innes & Sons Publishing, Philadelphia, 523 pp. Janiczak, B. 2002. Botia histrionica - Development of Markings During Growth. http://www.loaches.com/ articles/botia-histrionica-development-of-markings-during-growth. Diakses 22 Mei 2012 pukul 10:16:45 AM. Kalinowski, C.T., Izquierdo, M.S., Schuchardt, D., & Robaina, L. E. 2007. Dietary supplementation time with shrimp shell meal on red porgy (Pagrus pagrus) skin colour and carotenoid concentration. Aquaculture, 272: 451–457. Kelsh, R.M. 2004. Genetics and Evolution of Pigment Patterns in Fish - Review: Pigment Gene Focus. Pigment Cell Res., 17: 326–336.
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
366
Kelsh, R.M., Harris, L., Colanes, S., & Erickson, C.A. 2009. Stripes and belly-spots—A review of pigment cell morphogenesis in vertebrates. Seminars in Cell & Developmental Biology, 20: 90–104. Kondo, S. & Shirota, H. 2009. Theoretical analysis of mechanisms that generate the pigmentation pattern of animals: Review. Seminars in Cell & Developmental Biology, 20: 82–89. Kottelat, M. 2004. Botia kubotai, a New Species of Loach (Teleostei: Cobitidae) from the Ataran River Basin (Myanmar), with Comments on Botiine Nomenclature and Diagnosis of a New Genus. Zootaxa, 401: 1-18. Lamoreux, M.L., Kelsh, R.N., Wakamatsu, Y., & Ozato, K. 2005. Pigment pattern formation in the medaka embryo. Pigment Cell Res., 18: 64–73. Legendre, M., Mundriyanto, H., Satyani, D., Pouyaud, L., Sudarto, Sugito, S., & Slembrouck, J. 2005. Perkembangan ontogeni larva Chromobotia macracanthus (populasi Sumatera). Poster presented at the Seminar ikan hias botia (Botia macracanthus), organised by RIFA, December 5, 2005, Jambi (Sumatra Centre). Leclercq, E., Taylor, J.F., & Migaud, H. 2009. Morphological skin colour changes in teleosts. Fish And Fisheries, p. 1–35. Lin, Q., Lin, J., & Huang, L. 2009. Effects of substrate color, light intensity and temperature on survival and skin color change of juvenile seahorses, Hippocampus erectus Perry, 1810. Aquaculture, 298: 157–161. Mills, M.G. & Patterson, L.B. 2009. Not just black and white: Pigment pattern development and evolution in vertebrates. Seminars in Cell & Developmental Biology, 20: 72–81. Nalbant, T.T. 2004. Hymenphysa, Hymenophysa, Syncrossus, Chromobotia and other problems in the systematics of Botiidae. A reply to Maurice Kottelat. Travaux du Museum d’Histoire Naturelle “Grigore Antipa” ,47: 269-277. Pavlidis, M., Papandroulakis, N., & Divanach, P. 2006. A method for the comparison of chromaticity parameters in fish skin: Preliminary results for coloration pattern of red skin Sparidae. Aquaculture, 258: 211–219. Permana, A., Kusumah, R.V., & Priyadi, A. 2011. Budidaya Sebagai Model Konservasi Ex-situ Ikan Hias Botia (Chromobotia macracanthus BLEEKER). Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, KSI-04:1-11. Price, A.C., Weadick, C.J., Shim, J., & Rodd, F.H. 2008. Pigments, Patterns, and Fish Behavior. Zebrafish, 5(4): 297-307. Priyadi, A., Slembrouck, J., Fahmi, M.R., Sugito, S., Subamia, I W., Pouyad, L., & Legendre, M. 2006. Pengaruh Sirkulasi Air dan Kedalaman Air untuk Padat Penebaran, Tingkat Pertumbuhan dan Sintasan Larva Botia (Chromobotia macracanthus) Sumatera. Poster Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. Priyadi, A., Chumaidi, & Musa, A. 2007. Pengaruh Spirulina sp. dan Astaksantin dalam formula pakan terhadap peningkatan kualitas warna benih Botia (Chromobotia macracanthus) asal Sumatera dan Kalimantan. Buku Ikan Hias Nusantara, hlm. 1–7. Priyadi, A., Ginanjar, R., Permana, A., & Slembrouck, J. 2010. Tingkat Densitas Larva Botia (Chromobotia macracanthus) Dalam Satuan Volume Air Pada Akuarium Sistem Resirkulasi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. RD. 2010. Clown Loach Color Variants. http://www.monsterfishkeepers.com/forums/ showthread.php?204026-Sumatran-Clown-Loaches!/page6. Diakses 2 Mei 2012 pukul 11:43 AM. Šlechtova, V., Bohlen, J., Freyhof, J., & Rab, P. 2006. Molecular Phylogeny of the Southeast Asian Freshwater Fish Family Botiidae (Teleostei: Cobitoidea) and Origin of Polyploidy in Their Evolution. Molecular Phylogenetics and Evolution, 39: 529–541. Sudarto & Pouyaud, L. 2005. Systematic of Chromobotia macracanthus from Sumatra and Kalimantan. Laporan Kegiatan Seminar Ikan Hias Botia (Chromobotia macracanthus). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, PRPB-BRKP, DKP. Makalah, 5: 1-5. Thoene, M. 2008. Clown Loach Coloration & Marking Variations. http://www.loaches. com/articles/clownloach-coloration-marking-variations. Diakses 2 Mei 2012 pukul 13:39 PM. Turne, R.K., Sikes, A.L., Tabrett, S., & Smith, D.M. 2009. Effect of background colour on the distribution
367
Variasi pola warna ikan botia dan prospek ... (Ruby Vidia Kusumah)
of astaxanthin in black tiger prawn (Penaeus monodon): Effective method for improvement of cooked colour. Aquaculture, 296: 129–135. Van der Salm, A.L., Mart1nez, M., Flik, G., & Bonga, S.E.W. 2004. Effects of husbandry conditions on the skin colour and stress response of red porgy, Pagrus pagrus. Aquaculture, 241: 371–386. Weber, M. & de Beaufort, L.F. 1916. The Fishes of the Indo-Australian Archipelago. Vol VIII. E. J. Brill, Ltd. Leiden, 456 pp. Wikipedia. 2010. Chromatophore. http://en.wikipedia.org/wiki/Chromatophore. Diakses 27 Agustus 2010 pukul 2:22:51 PM. Yasir, I. & Qin, J.G. 2009. Effect of Light Intensity on Color Performance of False Clownûsh, Amphiprion ocellaris Cuvier. Journal Of The World Aquaculture Society, 40(3): 337-350.