VARIABILITAS KLOROFIL-a DAN BEBERAPA PARAMETER OSEANOGRAFI HUBUNGANNYA DENGAN MONSOON, ENSO DAN IOD DI LAUT BANDA
EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut Banda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2013 Evangelin Martha Yulia Kadmaer NIM C551100011
RINGKASAN EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER. Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut Banda. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan AGUS S ATMADIPOERA. Laut Banda adalah daerah yang sangat subur karena merupakan daerah yang berpotensi dalam bidang perikanan, serta merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang terbesar di Indonesia. Laut Banda dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti El Nino Southern Oscilation (ENSO), Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dan Musim. Selain itu Laut Banda juga dapat dikatakan sebagai “jantung” dari aliran arus di perairan Indonesia, sebagai “kapasitor” transport massa air ke Samudera Hindia serta merupakan salah satu daerah terjadinya upwelling. Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji variabilitas dari parameter tinggi muka laut (TPL), suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a; menganalisa pengaruh Monson, ENSO dan Indian Ocean Dipole (IOD) hubungannya dengan variabilitas TPL, SPL dan klorofil-a serta mencari internal forcing yang menyebabkan terjadinya variabilitas tersebut . Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2012-Juni 2012 berlokasi di Laut Banda dengan posisi antara 3.5oLS-7.5oLS dan 124oBT-133oBT. Data-data yang digunakan adalah data tinggi muka laut, suhu permukaan laut, klorofil-a. Data ini dari data satelit MODIS-Aquamulti-sensor antara tahun 2002-2012 serta data permukaan angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF). Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Ferret versi 6.0 untuk melihat variabilitas siklus musiman dan siklus tahunannya. Kemudian data angin, indeks Nino 3.4 dan DMI (Dipole Mode Index) yang akan dianalisis menggunakan metode wavelet dengan perangkat lunak Matlab 2010 untuk melihat siklus antar-tahunannya dalam bentuk continous wavelet transform (CWT) dan cross wavelet transform (XWT). Variabilitas tinggi muka laut bulanan rata-rata dari tahun 2002-2012 maksimum pada bulan Maret (musim peralihan I) dengan nilai sebesar 0.1498 m dan minimum pada bulan Agustus (musim timur) dengan nilai sebesar -0.02 m. Variabilitas suhu permukaan laut maksimum pada bulan Desember (musim barat) dengan nilai sebesar 30.68oC dan minimum pada bulan Agustus dengan nilai sebesar 26.67oC. Nilai kandungan klorofil-a maksimum pada bulan Agustus dengan nilai 0.458 mg/m3 dan minimum pada bulan Desember dengan nilai 0.125 mg/m3. Pola sirkulasi angin zonal pada bulan Januari (musim barat) dengan kecepatan 5.32 m/det lebih kuat dimana terjadi angin muson barat daya. Bulan Juli (musim timur) kecepatan anginnya melemah dengan nilai sebesar-4.567 m/det. Pola sirkulasi angin meridional pada bulan Juli lebih kuat dengan nilai sebesar 5.252 m/det dimana yang terjadi adalah angin muson tenggara. Pada bulan Pebruari (musim timur) dengan nilai sebesar -1.336 m/det. Sebaran waktu berdasarkan perbedaan bujur dan lintang dimana setiap bulan Juni-Agustus (musim barat) dari tahun 2002-2012 tinggi muka laut dan suhu permukaan laut minimum. Pada bulan Desember-Pebruari maksimum dan penyebarannya merata sepanjang posisi dari bujur maupun lintang yang berbeda. Klorofil-a minimum pada bulan Desember-Pebruari (musim barat) dan maksimum
pada bulan Juni-Agustus (musim timur). Penyebarannya di mulai dari bagian timur ke bagian barat pada posisi bujur yang berbeda dan pada posisi lintang berbeda tinggi pada posisi lintang yang rendah. Hasil analisa wavelet dimana spektrum densitas energi (CWT) dari tinggi muka laut memiliki variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Variabilitas yang kuat adalah variabilitas tahunan dan antar-tahunan. Hasil korelasi silang transformasi wavelet (XWT) dengan ENSO dan IOD dimana variabilitas antar-tahunan yang kuat dan bersifat antifase. Hubungannya dengan angin zonal dan angin meridional dimana memiliki variabilitas tahunan dan bersifat sefase. Hasil analisa wavelet dengan spektrum densitas energi (CWT) dari suhu permukaan laut memiliki variabilitas yang dominan. Hasil korelasi silang transformasi wavelet (XWT) dari suhu permukaan laut memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Korelasi silang dengan IOD memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat antifase. Korelasinya dengan angin zonal dan angin meridional memiliki variabilitas tahunan. Hasil analisa wavelet dengan spektrum densitas energi (CWT) dari klorofil-a memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Korelasi silang dengan IOD memiliki variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat antifase dan sefase. Korelasi IOD dengan angin zonal bersifat antifase dan angin meridional bersifat sefase dan keduanya memiliki variabilitas tahunan yang kuat. Tinggi muka laut dan suhu permukaan laut minimum pada saat peristiwa El Nino dan IOD positif sedangkan klorofil-a tinggi. Kata Kunci : siklus tahunan dan antar-tahunan, data satelit multi sensor, ENSO, IOD.
SUMMARY EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER. Variability of Chlorophyll-a and some Oceanographic parameter in related with Monsoon, ENSO and IOD at the Banda Sea. Supervised by I WAYAN NURJAYA and AGUS S ATMADIPOERA. The Banda Sea is a very fertile area because it’s a potential area of fisheriesfield, and is one of the largest fishing areas in Indonesia. The Banda Sea is influenced by external factors such as El Nino Southern Oscilation (ENSO), the cross-currents of Indonesia (Arlindo) and season. Furthermore the Banda Sea can also be called “the heart of “ current flow in the waters of Indonesia, as well as “the capasitor of ”water mass transport to the Indian Ocean and one of the areas that upwelling occurs where the water surface temperature can reach down to 25oC, was caused by the cold water from the bottom layer is elevated to the upper layers. The purpose of this study was to analyze the influence of variability of sea surface height parameter, sea surface temperature and chlorophyll-a; to analyze the influence of ENSO and Indian Ocean Dipole (IOD) has related with the variability of sea surface height (SSH), sea surface temperature (SST) and chlorophyll-a; and to search the internal forcing that causes the variability. The research was carried out in February 2011-June 2012, located in the Banda Sea with position between 3.5-7.5oLS and 124-133oBT. The data used are the sea surface height, sea surface temperature, chlorophyll-a, which are derived from MODIS-Aquamulti-sensor satellite data from 2002 to 2012, and surface wind data obtained from the European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF). The data were analyzed by using the Ferret software version 6.0 in order to show the view variability of seasonal cycle and it’s annual cycle. Then the wind data, the Nino index 3.4 and Dipole Mode Index (DMI) will be analyzed by using wavelet methods in Matlab 2010 software to show annual cycle in the format of continous wavelet transform (CWT) and cross wavelet transform (XWT). In the variabilityof monthly average sea surface height from 2002 to 2012, there were the maximum value in March (transitional season I) with the value is 0.1498 m. The sea surface height of minimum in August with the value is -0.02 m. The Variability of sea surface temperature is maximum in December (west season) with a value is 30.68oC. The lowest temperature value found in August with avalue was 26.67oC. The value of chlorophyll concentrationat west ranged from 0.125-0.145 mg/m3 and chlorophyll concentration value at transitional season II ranged from 0.125 to 0.146 mg/m3. The chlorophyll concentration values at east season are 0.285 to 0.458 mg/m3 and chlorophyll concentration value at transitional season I range between 0.372-0.134 mg/m3. The highest value of the chlorophyll concentration which occurs on east season in August with a value of 0.458 mg/m3 and the lowest at west season in December with a value of 0.125 mg/m3. Zonal wind circulation patterns in January (west season) with speed 5.32 m/sec is more stronger because occurrence of the southwest monsoon winds are blown strong whereas in July (east season) the wind speed are weaker at 4,987 m/sec. The meridional wind circulation patterns in July (east season) are more powerful with a value 5.252 m/sec, where happened is south eastern wind monsoon while in February (east season) with a value is -1336 m/sec.
The distribution of time based on difference of longitude and latitude where at every June to August (west season) from 2002-2012 against high of sea surface temperature and sea surface height was found lower. But in December to January was found high and evenly spread along different position of latitude and longitude. Other wise, the concentration of chlorophyll-a was found low in December to January (west season) and is found high in June to August (east season) and spreads from the east to west on different position of longitudes and latitude but found high on low latitudes position. Wavelet analysis results where energy density spectrum (CWT) of sea surface height has variability of a half annual, annual and annual interagency. A strong variability is the annual variability and annual interagency. Results of the cross-correlation wavelet transformation (XWT) with ENSO and IOD found the existence of a strong annual interagency variability and is antifase. While the relationship with zonal wind and meridional wind has annual variability and were sefase. Wavelet analysis results with energy density spectrum (CWT) of sea surface temperature has a dominant annual variability. While the results of crosscorrelation wavelet transformation (XWT) of sea surface temperature has a strong annual variability and were sefase. Cross-correlation with the IOD has a strong annual variability and were antifase, furthermore it’s correlation with zonal wind and meridional wind has annual variability. Wavelet analysis results with energy density spectrum (CWT) of chlorophyll-a has a strong annual variability and were sefase. Cross-correlation with the IOD has a strong annual variability and were antifase and sefase, furthermore it’s correlation with the zonal wind are antifase and meridional wind are sefase and both have a strong annual variability. Sea surface height and sea surface temperature is low during El Nino events and the positive IOD whereas chlorophyll-a high. Key words: Annual and interannual cycles, multi-sensors satellite data, ENSO, IOD
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
VARIABILITAS KLOROFIL-a DAN BEBERAPA PARAMETER OSEANOGRAFI HUBUNGANNYA DENGAN MONSOON, ENSO DAN IOD DI LAUT BANDA
EVANGELIN MARTHA YULIA KADMAER
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi: Dr Khairul Amri, SPi MSi
Judul Tesis : Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monson, ENSO dan IOD di Laut Banda Nama : Evangelin Martha Yulia Kadmaer NIM : C551100011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc Ketua
Dr Agus S Atmadipoera, DESS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Neviaty P Zamani, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 28 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monson, ENSO dan lOD di Laut Banda Nama : Evangelin Martha Yulia Kadmaer : C5 511 0001 1 NlM
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dr Neviaty P Zamani, MSc
Tanggal Ujian: 28 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
o 4 NOV 2m3
PRAKATA Puji dan Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan tuntunan-NYA sehingga tesis ini dapat saya selesaikan dengan baik. Penelitian ini dengan judul “Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monson, ENSO dan IOD di Laut Banda”. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada: 1. Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr Agus S Atmadipoera, DESS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk penulisan tesis. 2. Dr Khairul Amri, SPi MSi selaku penguji luar komisi atas segala masukan untuk memperbaiki tesis ini. 3. Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc sebagai Ketua Mayor Ilmu Kelautan yang telah memberikan masukan dan dukungan moril. 4. Ditjen Dikti dan Pemda Kota Tual yang telah memberikan bantuan kepada Penulis selama studi. 5. Kedua orang tua tercinta (Papa Nelson Kadmaer dan Mama Fin Kadmaer), Almarhum Mama Jeane Kadmaer/Kadtabal, Mama Maria Maspaitella, Suamiku tercinta Romeo Maspaitella dan anakku tersayang Sharon Paschalia Maspaitella serta saudara-saudaraku Bu Ongen, usi Dina, usi Nona, adik novi, adik Bobi, adik Blandi, Adik Max, Adik Nina, Adik Eti, Adik nelly, adik Pey, adik Sonya serta ponakan-ponakanku yang selalu dengan setia memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis. 6. Kel. Pak Natih, Kel. Bapak Manu Kadtabal, Kel. Bu Roby Bastian atas dukungan moril selama penulis dalam pendidikan 7. Rekan-rekan Politeknik Perikanan Negeri Tual (Ibu Nona, Ibu Meyske, Ibu Erna, Ibu Eda, Ibu Nini, Ibu Kori, Ibu Wiwi, Pak Irwan, Pak Yapi, Pak Jay, Pak Musa, Pak Kemi, Pak Beni) serta Ibu Neng atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis selama ini 8. Rekan-rekan IKL 2010 (Alm Yuida Labetubun, Adi, Abdul, Rezi, Yasser dan Princy), rekan-rekan TEK 2010 (Jhon, Elis, Widi, Mey, Murjad, Ari Anggoro, Pak Bambang, Pak Sadan, Pak Romi, Pak Uda) serta Pak Andri Purwandani, Pak Tri Hartanto, Ibu Nita Noya, Pak Gentio atas kerjasamanya dalam menempuh studi bersama serta rekan-rekan Laboratorium Pemrosesan Data Bagian Oseanografi atas perhatian dan kerjasamanya selama ini. 9. Rekan-rekan PS Gita Swara Pascasarjana IPB (Bu James, Kak Oni, Kak Adel, Maiyani, Alin, Ida) dan Rekan-rekan Persekutuan Mahasiswa Maluku atas kebersamaan yang terbina selama ini 10. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2013 Evangelin Martha Yulia Kadmaer
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Kerangka Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 3 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Angin Suhu Permukaan Laut Klorofil-a El Nino Southern Oscillation (ENSO) Indian Ocean Dipole (IOD)
4 4 5 6 8 10
3 METODE Lokasi Penelitian Bahan Alat Pengolahan Data Tinggi Muka Laut Suhu Permukaan Laut Klorofil-a Angin Prosedur Analisis Data Analisis Wavelet Continous Wavelet Transform Cross Wavelet Transform
13 13 13 14 14 14 14 14 14 14 15 15 16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus Musiman Parameter Oseanografi Variabilitas Tinggi Muka Laut Suhu Permukaan Laut Klorofil-a Angin Sebaran TPL Berdasarkan Waktu Sebaran SPL Berdasarkan Waktu Sebaran Klorofil-a Berdasarkan Waktu Variabilitas Siklus Tahunan Tinggi Muka Laut Suhu Permukaan Laut Klorofil-a
16 16 16 19 21 25 27 28 29 30 30 30 31 32
Angin Siklus Antar-tahunan Kondisi ENSO Berdasarkan Indeks Nino 3.4 Kondisi IOD Berdasarkan DMI Korelasi Silang SPL dan Klorofil-a Indeks Nino 3.4 dan TPL Indeks Nino 3.4 dan SPL Indeks Nino 3.4 dan Klorofil-a Indeks IOD dan TPL Indeks IOD dan SPL Indeks IOD dan Klorofil-a Pengaruh Angin terhadap Variabiliatas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a Pengaruh ENSO terhadap Variabilitas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a Pengaruh IOD terhadap Variabilitas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a
33 34 34 36 36 36 37 39 39 41 42 43 44 45 46
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
47 47 47
DAFTAR PUSTAKA
47
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
69
DAFTAR TABEL 1 Sumber Data dari Parameter yang Digunakan Dalam Penelitian 2 Kejadian El Nino dan La Nina Berdasarkan Indeks Nino 3.4
13 35
DAFTAR GAMBAR 1 Pola angin (a) musim barat di bulan Pebruari (b) musim timur di bulan Juli 2 Rata-rata bulanan SPL di Laut Banda 2004-2006 3 Rata-rata bulanan Klorofil-a di Laut Banda 2004-2006 4 Skema kondisi La Nina (a) dan El Nino (b) 5 Lokasi Penelitian di Laut Banda 6 TPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012 7 TPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012 8 Siklus tahunan dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 9 SPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012 10 SPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012 11 Siklus tahunan dari SPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 12 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012 13 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember dan Desember dari Tahun 2002-2012 14 Siklus tahunan dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012 15 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Januari, Pebruarai, Maret, April, Mei dan Juni di Indonesia dari Tahun 2002-2012 16 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember dan Desember di Indonesia dari Tahun 2002-2012 17 Siklus tahunan dari Angin di Laut Banda Tahun 2002-2012 18 TPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda 19 SPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda 20 Klorofil-a bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda 21 CWT dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 22 CWT dari SPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 23 CWT dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012 24 CWT dari (a) angin zonal (U) dan (b).angin meridional (V) di Laut Banda Tahun 2002-2012 25 Transformasi Wavelet Kontinyu dari Indeks Nino 3.4 26 Kondisi El Nino dan La Nina berdasarkan Indeks Nino 3.4 selama Tahun 2002-2012
5 6 7 8 13 17 17 18 20 20 21 22 22 24 26 26 27 27 29 30 31 32 32 33 34 35
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Transformasi Wavelet Kontinyu dari DMI Kondisi IOD berdasarkan Nilai DMI selama Tahun 2002-2012 CWT SPL dan Klorofil-a di Laut Banda Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan TPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan SPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan TPL selama Tahun 2002-2011 di Laut Banda Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan SPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Korelasi silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Hubungan antara a). angin zonal dengan b). TPL, c). SPL dan d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Hubungan antara a). angin meridional dengan b). TPL, c). SPL dan d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Hubungan antara a). indeks ENSO dengan variabilitas antar-tahunan b). TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Hubungan antara a). indeks IOD dengan variabilitas antar-tahunan b). TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
36 36 37 38 39 40 41 42 43 44 44 45 46
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tahapan proses analisis data dengan perangkat lunak Ferret 2 Tahapan proses data dengan pendekatan wavelet transform 3 Nilai time series dari TPL, SPL, Klorofil-a, dan kecepatan angin zonal (U) serta angin meridional (V) bulanan di Laut Banda tahun 2002-2012 4 Spektrum densitas energi TPL dengan metode wavelet 5 Spektrum densitas energi SPL dengan metode wavelet 6 Spektrum densitas energi Klorofil-a dengan metode wavelet 7 Spektrum densitas energi Angin dengan metode wavelet 8 Riwayat Hidup
55 57 65 66 67 68 69 70
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laut Banda adalah daerah yang sangat subur karena merupakan daerah yang berpotensi dalam bidang perikanan dan merupakan daerah penangkapan ikan yang terbesar di Indonesia. Laut Banda dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ENSO, ARLINDO dan Musim (Sukresno dan Kasa, 2008). Angin monsoon (musim) menimbulkan pula arus-arus laut monsoon di Kepulauan Indonesia yang disebut arus monsoon Indonesia atau Armondo (Berlage, 1972; Ilahude, 1996). Sistem monsoon mempengaruhi sistem sirkulasi saat ini di Laut Banda (Hantoro et al. 1995; van Bennekom, 1995; Ilahude, 1999). Selama monsoon tenggara (Juni sampai Agustus), air permukaan didorong dari Laut Banda ke dalam Laut Flores, Laut Jawa, dan Laut Cina Selatan. Selama monsun barat laut (Desember hingga Pebruari), air permukaan dari Laut Jawa dan Selat Makassar didorong dari Laut Flores ke Laut Banda (Gordon et al. 1994). Selain itu Laut Banda juga dapat dilihat sebagai “jantung” dari aliran arus di perairan Indonesia (Ilahude, 1999). Dimana air mengalir dari Samudera Pasifik melalui lautan bagian Timur Indonesia ke Samudera Hindia. ARLINDO mengangkut massa air Samudera Pasifik memasuki Perairan Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur barat masuk melalui Laut Sulawesi terus ke Selat Makasar, Laut Flores dan ke Laut Banda. Jalur kedua adalah jalur timur yang melalui Laut Maluku dan Laut Halmahera terus ke Laut Banda. Dari sini massa air akan keluar menuju Samudera Hindia terutama melalui Laut Timor. Jalur keluar lainnya melalui Selat Ombai, yaitu Selat antara Alor dan Timor, serta melalui Selat Lombok (Murray dan Arief, 1988; Fieux, et al. 1996). ARLINDO merupakan bagian penting dari sirkulasi lintang pertengahan Samudera Hindia dan Pasifik (Tomascik, 1997). Angin dan arus yang berganti arah sesuai dengan peralihan musim mempengaruhi pula sebaran mendatar dari beberapa parameter oseanografi perairan Indonesia. Pada musim barat misalnya, angin dan arus mendorong massa air hangat Indonesia lebih ke selatan lagi, yaitu ke kawasan Laut Arafura dan barat Laut Arafura, sedangkan kekosongan yang timbul diganti oleh masuknya air yang relatif dingin dari kawasan Laut Cina Selatan, timurnya Asia Tenggara. Akibatnya terdapat peningkatan suhu paras Laut dari Cina Selatan ke arah Laut Arafura (Ilahude dan Nontji, 1999). Akibat perubahan angin musim, maka kondisi perairan juga akan mengalami perubahan. Gordon dan Susanto (2001) melaporkan bahwa Laut Banda merupakan laut yang mendapat pengaruh dari perubahan angin musim. Suhu permukaan laut juga berfluktuasi berkaitan dengan perubahan musim dimana suhu terendah didapati pada musim timur sedangkan suhu tertinggi didapati pada musim barat. Anomali tinggi permukaan laut juga memiliki fluktuasi yang mirip dengan suhu permukaan laut yang berkaitan dengan El Nino maupun musim, hal inilah yang menyebabkan koefisien korelasi antara suhu permukaan laut dan anomali tinggi permukaan laut relatif tinggi (Sukresno dan Kasa, 2008). Wyrtki (1958) dalam Gordon dan Susanto (2001) melaporkan bahwa ketika musim timur, arus bergerak ke Samudera Hindia membawa massa air sehingga
2 terjadi upwelling untuk menggantikan massa air yang mengalir ke Samudera Hindia tersebut. Sprintall dan Liu (2005) juga melaporkan bahwa aliran dari Laut Banda menuju Samudera Hindia mencapai puncak ketika musim timur yaitu Juli sampai September. Pada waktu tersebut akan menyebabkan naiknya massa air dingin dari lapisan bawah dan menyebabkan suhu permukaan akan menjadi lebih rendah pada bulan-bulan tersebut. Kecepatan angin maksimum terjadi pada musim timur dan karena angin berhubungan erat dengan arus, maka akan menyebabkan aliran massa air menuju selatan juga akan mengalami peningkatan. Pergerakan massa air ke selatan ini akan menyebabkan kekosongan dan akan digantikan oleh massa air lapisan bawah yang lebih dingin namum kaya nutrient (Sukresno dan Suniada, 2007). Gordon dan Susanto (2001) juga melaporkan bahwa Ekman upwelling mencapai maksimum pada bulan Mei dan Juni dan akan didistribusikan dengan bantuan angin maksimum pada bulan Agustus. Naiknya massa air yang lebih dingin tersebut dapat dideteksi dengan jelas dari satelit, dan inilah yang menyebabkan pada bulan Agustus suhu permukaan Laut Banda terlihat paling rendah jika dibandingkan dengan bulan lainnya. Suhu rata-rata Laut Banda adalah 25,50C-29,50 C. Suhu terendah terjadi selama monson tenggara sebagai akibat dari peristiwa upwelling. Secara keseluruhan, Laut Banda mengalami suhu air yang lebih tinggi dan fluktuasi suhu kurang di Pasifik pada umumnya (Yan et al. 1992 dalam Terangi). Penetrasi cahaya di Laut Banda tinggi dan terjadinya fluktuasi musiman, sebagai akibat adanya perbedaan tingkat produksi primer dan sekunder (Tomascik et al. 1997). Karena Indonesia dipengaruhi oleh ENSO, diasumsikan bahwa, pada skala waktu interannual, variabilitas warna laut di perairan Indonesia juga akan sangat dipengaruhi oleh ENSO. Kekuatan pendorong lain yang mungkin memiliki pengaruh pada warna laut yang telah terbukti mempengaruhi Laut Indonesia adalah IOD (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Feng dan Meyers 2003), Madden Julian Osilasi (MJO) (Madden dan Julian 1994), gelombang Kelvin dan Rossby dan pasang surut (Ffield dan Gordon 1996; Sprintall et al. 2000; Susanto et al. 2000). Adanya dorongan yang kuat dari laut dan atmosfer sehingga dapat mempengaruhi suhu permukaan laut, anomali tinggi permukaan laut dan angin, dengan demikian dapat diharapkan untuk mempengaruhi variabilitas warna laut dimana warna laut identik sebagai klorofil-a. Klorofil-a merupakan pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang berperan penting dalam proses fotosintesis di perairan (PreZelin 1981 dalam Sediadi dan Edward, 2000). Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Laut Banda yaitu oleh Nonjti 1974 meneliti tentang kandungan klorofil pada fitoplankton di Laut Banda dan Laut Seram; Baars et al. 1990 mengenai kelimpahan zooplankton di timur Laut Banda dan utara Laut Arafura selama dan sesudah musim upwelling, Agustus 1984 dan Februari 1985; Gieskes et al. 1990 meneliti tentang perbedaan monsoonal pada produksi primer di timur Laut Banda (Indonesia); Boely et al. 1990 meneliti tentang variasi musiman dan antar-tahunan dari suhu permukaan laut di daerah Laut Banda dan Laut Arafura; Yusuf dan Wouthuyzen (1997) meneliti tentang kelimpahan zooplankton di Perairan Laut Banda dan Laut Seram; Waworuntu et al. 2000 meneliti tentang resep perairan Laut Banda; Gordon dan Susanto (2001) meneliti divergen di lapisan permukaan Laut Banda; Moore et al.
3 2003 meneliti tentang respon muson tenggara di Laut Banda; Sediadi (2004) melihat tentang efek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda dan sekitarnya; Sukresno dan Kasa (2008) mengkaji analisis dinamis dari Laut Banda yang berhubungan dengan El Nino, ARLINDO dan angin muson dengan menggunakan data satelit dan model numerik; Iskandar (2010) meneliti tentang pola musiman dan antar tahunan dari suhu permukaan laut di Laut Banda yang dinyatakan dalam bentuk peta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas maka perlu lebih mengkaji mengenai variabilitas klorofil-a dan beberapa parameter oseanografi dimana klorofil-a merupakan indikator adanya fitoplankton pada suatu perairan. Kehadiran klorofil-a dipengaruhi oleh suhu dimana Laut Banda merupakan salah satu daerah terjadinya proses upwelling. Oleh karena itu sangat diperlukan untuk mengetahui bagaimana variabilitas beberapa parameter oseanografi dan khlorofila hubungannya dengan ENSO dan IOD di Laut Banda dengan menggunakan data time series 11 tahunan untuk dapat mengidentifikasi fenomena-fenomena yang terjadi. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: a. Mengkaji variabilitas dari parameter TPL, SPL dan klorofil-a. b. Menganalisa pengaruh Monsun, ENSO dan IOD hubungannya dengan variabilitas TPL, SPL dan klorofil-a. c. Mencari internal forcing yang menyebabkan terjadinya variabilitas tersebut.
Kerangka Penelitian Laut Banda merupakan salah satu daerah terjadinya upwelling tahunan pada musim timur dimana suhu permukaan laut sangat rendah karena terjadi kekosongan di lapisan atas permukaan air akibat adanya transport Ekman southeast winds dan pergerakan massa air ke Samudera Pasifik sehingga massa air yang berada di lapisan bawah terangkat ke atas dengan membawa zat-zat hara menyebabkan daerah di sekitar Laut Banda tersebut sangat subur. Hal ini yang menyebabkan suhu permukaan laut menjadi rendah. Jika suhu rendah maka juga akan berhubungan dengan fenomena ARLINDO, ENSO dan IOD, dimana jika pergerakan ARLINDO melemah maka akan mempercepat terjadinya El Nino sehingga didapati IOD menjadi positif (+) dan menyebabkan kekeringan, dan sebaliknya. Untuk itu perlu adanya suatu kajian untuk mengidentifikasi apakah proses terjadinya suhu rendah di Laut Banda juga menyebabkan terjadinya fenomena ENSO dan IOD di daerah tersebut pada saat terjadi upwelling. Dengan demikian maka suhu sangat penting sebagai indikator terjadinya upwelling di Laut Banda dan juga dapat mempengaruhi terjadinya fenomenafenomena alam di Laut Banda. Dari penjelasan di atas maka masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana variabilitas dari tinggi muka laut, suhu permukaan laut dan klorofil-a.
4 Bagaimana ENSO dan IOD mempengaruhi variabilitas tinggi muka laut, suhu permukaan laut dan klorofil-a.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai variabilitas klorofil-a dan beberapa parameter oseanografi hubungannya dengan ENSO dan IOD di Laut Banda sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam penentuan daerah penangkapan ikan di Laut Banda dan sebagai data informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA Angin Angin mempunyai peran yang besar dalam proses interaksi lautan dan atmosfer. Kekuatan angin sebanding dengan perbedaan tekanan udara pada suatu tempat tertentu (Hasse dan Dobson, 1986). Pariwono dan Manan (1990) menambahkan gerak angin ditentukan oleh faktor lainnya seperti pengaruh rotasi bumi dan gaya gesek (frictional process). Angin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim. Udara cenderung mengalir dari daerahdaerah yang bertekanan atmosfer tinggi ke tempat-tempat yang bertekanan atmosfer rendah sehingga akan menimbulkan arah angin yang berbeda-beda. Keadaan inilah yang mengakibatkan adanya sistem angin utama di dunia. Di samping itu adanya angin laut dan angin darat di daerah pantai merupakan suatu sifat khas (Hutabarat, 2001). Angin merupakan faktor yang paling bervariasi dalarn membangkitkan arus. Sejak sistem angin dunia jumlahnya selalu tetap sepanjang tahun, maka arah arus dunia hanya mengalami variasi tahunan yang kecil. Tetapi di bagian Utara Lautan Hindia dan lautan di sekitar perairan Asia Tenggara, angin musim (monsoon) berubah secara musiman dan mempunyai pengaruh yang dramatis terhadap arah dari arus permukaan. Arus di perairan Asia Tenggara terjadi di musim barat (Desember-Pebruari) ataupun di musim timur (Juni-Agustus) dimana musim barat di tandai oleh adanya aliran air dari arah utara melalui Laut Cina bagian atas, Laut Jawa dan Laut Flores, sedangkan pada waktu musim timur hal ini terjadi kebalikannya yaitu arus mengalir dari arah Selatan (Wyrtki, 1960). Gambar 1 menunjukkan pola angin pada bulan Pebruari (Musim Barat) dan bulan Juli (Musim Timur) dimana polanya sama dengan hasil penelitian Wyrtki (Sprintall dan Liu, 2005) Seperti Laut Arafura/Banda stratifikasi dan sirkulasi monsun kuat yang memaksa iklim musiman dan menurut Wyrtki (1985) bahwa laut mempengaruhi karakter ITF. Diketahui bahwa selama musim barat laut, air yang mengalir ke Laut Banda dari Laut Flores tenggelam ke kedalaman yang lebih besar, hanya beberapa yang keluar dari Laut Banda di lapisan permukaan melalui Laut Halmahera dan Maluku ke utara, atau melalui timur ke selatan.
5
Gambar 1
Pola angin (a). musim barat di bulan Pebruari. (b). musim timur di bulan Juli (Sprintall dan Liu, 2005) Suhu Permukaan Laut
Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan Jumlah bahang yang terkandung dalam suatu benda. Suhu merupakan salah satu parameter fisik laut yang penting (Svedrup et al.1942). Hal ini disebabkan suhu secara langsung mempengaruhi proses fisiologi dan siklus reproduksi hewan. Suhu juga secara tidak langsung mempengaruhi daya larut oksigen yang bermanfaat untuk proses respirasi organisme laut. Suhu permukaan laut merupakan salah satu indikator utama keberadaan penyimpangan iklim. Penyimpangan iklim memerlukan pengukuran dan prediksi secara teratur dan benar. Nilai suhu permukaan laut menggambarkan proses interaksi antara lautan dan atmosfer. Menurut hasil penelitian Sukresno dan Suniada (2007) bahwa suhu permukaan laut dari tahun 2004-2006 di Laut Banda selalu menurun pada bulan Mei dan mencapai titik terendah pada bulan Agustus setelah itu suhu permukaan laut akan meningkat dan mencapai maksimum pada bulan Desember. Hal ini dapat dipahami karena laut disekitar Kepulauan Indonesia dipengaruhi oleh angin
6 musim (monsoon). Akibat perubahan angin monson, maka kondisi perairan juga akan mengalami perubahan (Gambar 2). Variabilitas suhu permukaan laut terkait dengan perubahan kedalaman
Gambar 2 Rata-rata bulanan SPL di Laut Banda 2004– 2006 (Sumber:Sukresno dan Suniada, 2007). termoklin, yang bervariasi dengan musim hujan dan ENSO (Bray et al. 1996; Ffield et al. 2000). Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.80C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal. Kisaran suhu di daerah daratan yang pernah dimonitor adalah yang paling rendah - 68°C di Siberia pada tahun 1982 dan yang paling tinggi 58°C di Libya pada tahun 1922. Daerah tropis suhu air laut di perairan terbuka berkisar antara 25-280C, sedang di daerah perairan dangkal berkisar antara 28-300C dan suhu ini terus akan meningkat di daerah yang semi atau tertutup (Hutabarat, 2001). Hautala et al. 2001 mengatakan bahwa divergen dengan termohalin Laut Banda mempunyai efek penting dalam stratifikasi termohaline dan suhu panas yang sangat tinggi di lautan. Laut Banda disebut sebagai “kapasitor” dalam mengontrol transport massa air ke Samudera Hindia karena Laut Banda berperan sebagai zona divergen di lapisan permukaan laut melalui mekanisme Ekman pumping yang mempengaruhi variabilitas lapisan (Gordon dan Susanto, 2001).
Klorofil-a Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan (Mann dan Lazier, 1991). Klorofil-a adalah salah satu parameter indikator tingkat kesuburan dari suatu perairan. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a di laut sangat dipengaruhi oleh faktor hidrologi perairan (suhu, salinitas, nitrat dan fosfat) (Afdal et al. 2004).
7 Klorofil-a fitoplankton adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peran penting di dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan (Prezelin, 1981). Semua sel yang berfotosintesis mengandung satu atau beberapa pigmen klorofil (hijau coklat, merah atau lembayung). Adanya variasi warna
Gambar 3 Rata-rata bulanan Klorofil-a di Laut Banda 2004–2006 (Sumber : Sukresno dan Suniada, 2007) disamping itu juga pada klorofil terdapat pigmen tambahan seperti karotenoida dengan warna kuning, merah atau lembayung dan fikobilin dengan warna merah dan biru. Klorofil merupakan pigmen yang spesifik, dan dapat diekstraksi dari daun dengan alkohol atau aseton dan diisolasi dengan cara kromatografi. Pada tumbuhan tingkat tinggi, terdapat dua jenis klorofil yaitu klorofil- a dan klorofil b, keduanya berbeda pada struktur (Sediadi dan Edward, 2000). Menurut hasil penelitian Afdal et al. 2004 di Selat Makassar menunjukkan bahwa pada kedalaman 0 - 50 m, suhu, salinitas, fosfat dan nitrat tidak terlalu mempengaruhi kandungan klorofil-a. Sedangkan pada kedalaman 100 m; nitrat, fosfat dan salinitas mempengaruhi kandungan klorofil-a. Secara umum kandungan klorofil-a maksimum ditemukan pada lapisan permukaan. Sebaran dan tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan kondisi hidrologis perairan. Beberapa parameter fisika-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, suhu, salinitas dan nutrien (terutama nitrat dan fosfat). Tisch et al. (1992) mengatakan perubahan kondisi suatu massa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat massa air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan kandungan nutrien. Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Perairan yang subur dan mempunyai produktivitas yang tinggi tentunya akan memberikan daya dukung lingkungan yang positif bagi kehidupan biota laut.
8 Di Laut Banda sesuai dengan Gambar 3 menunjukkan bahwa pola rata-rata bulanan dari klorofil-a menunjukkan peningkatan pada bulan Mei dan mencapai maksimum pada bulan Agustus (Sukresno dan Suniada, 2007).
El Nino Southern Oscillation (ENSO) Istilah ENSO digunakan untuk menyatakan adanya suatu fenomena interaksi antara lautan dan atmosfer, dengan El Nino dinyatakan sebagai fenomena lautan dan Southern Oscillation sebagai fenomena atmosfer. ENSO adalah perbedaan fase tekanan udara permukaan laut yang berskala global antara Indonesia dengan Samudera Pasifik Tenggara (Quin et al. 1978). Fenomena ENSO merupakan hasil fluktuasi antar-tahunan sistem laut-atmosfer di Samudera pasifik (Wells, 1986). a.Kondisi La Nina
b.Kondisi El Nino
Gambar 4. Skema kondisi La Nina (a) dan El Nino (b) (Philander, 2001) Selama La nina (Gambar 4a), angin trade bertiup secara terus-menerus sehingga menyebabkan lapisan termoklin memiliki kemiringan yang sangat jelas ke arah barat, dimana pada bagian timur dari khatulistiwa Pasifik menjadi dingin, sedangkan pada bagian barat menjadi hangat dimana udara menjadi lembab dan naik ke atmosfer. Udara berhenti di timur, wilayah yang curah hujannya sedikit, kecuali lemah di bagian selatan-utara dan terjadi konvergen di utara-timur. Selama El Nino (Gambar 4b), angin trades berada sepanjang khatulistiwa, seperti halnya kemiringan termoklin ketika permukaan air hangat mengalir ke arah timur.
9 Perubahan suhu permukaan dikaitkan dengan pergeseran ke arah timur dari wilayah dengan hujan lebat (Philander, 2001). Fenomena El Nino memiliki siklus yang tidak teratur dengan periode antara 2 sampai 7 tahun (Quinn et al.1978). Pada perkembangannya terdapat pula fase yang berlawanan dari El Nino, yaitu La Nina. Pada saat berlangsungnya La Nina, Angin Pasat di Samudera Pasifik bertiup dengan kuat. Pada perkembangannya El Nino berkaitan erat dengan Osilasi Selatan (Southern Oscillation) sehingga fenomena ini disebut ENSO. Perbedaan fase tekanan udara permukaan laut yang berskala global antara Perairan Indonesia dan Pasifik Tenggara yang disertai penyimpangan peredaran dan curah hujan disebut Osilasi Selatan (Philander, 1990). Menurut Quin et al. 1978 bahwa untuk memperoleh nilai indeks ini maka nilai tekanan paras laut di Tahiti dikurangi dengan tekanan paras laut di Darwin kemudian dinormalkan dengan perbedaan standar deviasi. Banyak penelitian telah menunjukkan pengaruh muson India pada sirkulasi tropis (Normand 1953; Troup 1965; Yasunari 1990; Yasunari dan Seki, 1992) atau; sebaliknya, dampak ENSO pada monsun (Walker dan Bliss, 1937; Shukla dan Paolino, 1983; Joseph et al. 1994). Kebalikan peristiwa La Nina (dingin), yang kadang-kadang diikuti peristiwa hangat, menghasilkan pergeseran anomali suhu permukaan laut hangat ke barat dan konveksi (Rasmusson dan Carpenter, 1982). Kekuatan monsun dan terjadinya peristiwa ENSO hangat atau dingin tergantung pada lokasi dan besarnya suhu permukaan laut di Pasifik barat dan konveksi tropis (Soman dan Slingo, 1997). Muson kuat (hujan lebat, tekanan rendah permukaan laut, angin timur yang kuat) cenderung untuk menghambat peristiwa hangat dan mendukung peristiwa dingin (Yasunari, 1990). Sebaliknya, peristiwa ENSO hangat (penurunan konveksi dan SPL tinggi di barat Pasifik, easterlies/angin timur lemah) cenderung untuk menekan monsoon (Webster, 1995). ENSO-Monsoon saling berinteraksi pada dua arah, sehingga sulit untuk menggunakan satu untuk meramalkan yang lain. Tentang salah satu yang juga rumit oleh interaksi ENSO-monsoon itu sendiri, yang terjadi pada skala waktu intra-seasonal melalui Madden-Julian oscillation, waktu terjadinya muson, periode modulasi muson aktif/istirahat, dan angin westerly Pasifik Barat meledak (review Webster et al. 1998). Ditambah Model laut-atmosfer yang mencakup proses intra-seasonal (antar musiman) dan interannual (antar-tahunan) menyarankan bahwa monsun India dapat memiliki dampak yang besar pada ENSO (Ju dan Slingo, 1995; Wainer dan Webster, 1996; Meehl, 1997), namun pengetahuan ini belum efektif diterapkan ke dalam monsoon atau sistem peramalan ENSO. Beberapa kegagalan ini disebabkan oleh perubahan interdecadal di kedua sistem ENSO-monsoon dan kondisi dasar dari laut-atmosfer secara global (Webster dan Palmer, 1997). Sirkulasi atmosfer monsoonal (Fu dan Fletcher, 1988; Parthasarathy et al. 1991), frekuensi ENSO dan amplitude/panjang gelombang (Gu dan Philander, 1995; Mark, 1995; Wang dan Wang, 1996) dan hubungan ENSO–monsoon (Elliott dan Angell, 1988; Shukla, 1995). Karena ENSO dan monsun memiliki hubungan yang kuat dengan iklim anomali global, hal ini penting untuk mengetahui ENSO dan variabilitas monsoon. Perubahan inter-decadal adalah juga penting dalam menganalisis kelayakan dan kekokohan teori ENSO dan hujan, dan diharapkan dapat menentukan ENSO- Monsoon.
10 Indian Ocean Dipole (IOD). Fenomena IOD telah dicatat sebagai manifestasi penting lainnya dari interaksi tropis udara-laut (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Behera et al. 1999; Vinayachandran et al. 1999; Murtugudde et al. 2000; Rao et al. 2002; Vinayachandran et al. 2002). Juga ternyata bahwa dampak IOD tidak terbatas ke Samudera India khatulistiwa, juga pengaruh dari Southern Oscillation (Behera dan Yamagata, 2002), curah hujan monsun panas Indian dan bahkan kondisi iklim musim panas di Asia (Ashok et al. 2001; Saji dan Yamagata, 2002). Sifat IOD kuat sebagai fenomena laut-atmosfir ditambah simulasi yang berhasil menggunakan resolusi tinggi ditambah GCMs yang juga menyelesaikan ENSO di Pasifik (Iizuka et al. 2000; Cai et al. 2002). Seperti dicatat oleh penelitian sebelumnya menggunakan analisis EOF, anomali suhu permukaan laut seluruh cekungan yang disebabkan oleh munculnya ENSO secara statistik sebagai modus interannual paling dominan di Samudera Hindia (Cadet, 1985; Klien et al. 1999; Wallace et al. 1998; Venzke et al. 2000). Struktur zona dipole mode muncul sebagai modus kedua. Namun, dipole mode yang muncul sebagai sinyal dominan dalam beberapa tahun. Sebagai contoh, adalah kasus selama bulan Mei sampai November 1994. Behera et al. (1999) menunjukkan bahwa dipole mode dalam anomali OLR juga overley suhu permukaan laut dipole. Berbeda dengan peristiwa 1994 di mana dipole yang menonjol hanya di Samudera Hindia. Fenomena yang sama pada tahun 1997 bersamaan dengan pola dipole yang lain di pasifik karena simultan terjadinya disebut peristiwa El Nino. Fenomena IOD tidak terbatas hanya untuk kedua peristiwa ini. Menurut data gisst, anomali suhu permukaan laut menunjukkan polaritas berlawanan di Samudera Hindia Timur dan Barat selama 178 bulan dimana totalnya 504 bulan dari tahun 1958 hingga 1999. Dalam menanggapi anomali angin, permukaan laut tertekan (mengangkat) di Samudera Hindia Timur (Barat) selama peristiwa dipole positif (negatif). Yang menarik, salah satu kutub anomali permukaan laut mendapatkan dipole mode sangat baik sebagai dipole adalah dominan modus variabilitas dalam lapisan bawah permukaan (Rao et al. 2002). Oleh karena itu, kita cenderung untuk menyimpulkan bahwa peristiwa IOD terjadi sebagai bagian dari peristiwa ENSO (Allan et al. 2001; Baquero-Bernal dan Latif, 2002). Sirkulasi Walker di diagnosis dari zona perumusan fluksi seperti yang digambarkan oleh Newell et al (1974) dan Bergman dan Hendon (2000). IOD Positif (negatif) ini dianggap murni sebagai peristiwa ketika itu tidak disertai secara bersamaan oleh El Nino (La Nina). Fenomena ini adalah karena gangguan sinyal di Pasifik Barat selama fase dewasa El Nino melalui wilayah Indonesia dan penyebaran massa air selanjutnya sepanjang pantai Australia oleh gelombang pantai Kelvin. Hal ini dibahas oleh Clarke dan Liu (1994) secara teoritis dan dikonfirmasi oleh Meyers (1996) menggunakan data XBT; disebut sebagai efek Clarke-Meyers. Kedua data yang murni dan semua komposit IOD menunjukkan dengan jelas bahwa anomali ketinggian permukaan laut lebih rendah di Samudera Hindia Timur disertai dengan anomali lebih tinggi di tengah Samudera Hindia. Karena indeks ENSO dan IOD non-ortogonal, wajar untuk mengangkat masalah counter bahwa ENSO Pasifik sendiri mungkin dipengaruhi oleh IOD. Menggunakan analisis korelasi parsial maka Behera dan Yamagata (2002), berhasil dalam
11 mengungkapkan pengaruh invers indeks Osilasi Selatan. Ditemukan bahwa DMI memiliki puncak koefisien korelasi 0.4 dengan indeks tekanan Darwin dalam satu bulan. Ketika index Darwin mengarah 3 bulan, koefisien korelasi (0.2) turun di bawah tingkat signifikan. Indeks tekanan dari kawasan Pasifik tengah-barat menunjukkan korelasi puncak tentang 0.3 ketika DMI merupakan indeks Pasifik tengah-barat dengan 4-5 bulan. Ini menunjukkan bahwa beberapa peristiwa IOD mendahului beberapa peristiwa ENSO. Ada tiga peristiwa ENSO yang hangat (dalam tahun 1972, 1982, 1997) yang berhubungan dengan peristiwa IOD positif (dalam tahun 1961, 1967 and 1994). Sebaliknya, tiga dari peristiwa IOD yang positif tidak disertai oleh peristiwa ENSO hangat. Hal ini menunjukkan kemungkinan fenomena Pasifik yang dipengaruhi oleh fenomena yang berasal di Samudera Hindia. Pengaruh IOD tidak hanya terbatas pada wilayah tropis, tetapi mencapai jauh ke seluruh dunia (Saji dan Yamagata, 2002). Dalam beberapa artikel Saji dan Yamagata (2002), menggunakan analisis korelasi parsial, telah menunjukkan bahwa peningkatan hujan Afrika Timur didominasi oleh IOD positif daripada El Nino. Menariknya, IOD positif dan kejadian ENSO hangat memiliki pengaruh yang berlawanan di bagian timur termasuk di Jepang dan Korea. Peristiwa IOD positif (negatif) menyebabkan musim hangat dan kering (dingin dan basah) karena peningkatan menurunnya troposfer. Ini jelas tercatat selama peristiwa IOD pada tahun 1961, 1967, 1994, dibandingkan dengan terjadinya simultan IOD positif dan El Nino pada tahun 1997. Curah hujan musim panas India monsoon (ISMR) ditingkatkan (berkurang) selama peristiwa IOD positif (negatif). Melemahnya hubungan ENSO-ISMR ini dapat ditafsirkan dalam hal sering terjadinya IOD positif dalam dekade ini (Ashok et al. 2001). Di belahan bumi selatan, IOD yang berdampak besar di barat daya Australia dan Brasil karena propagasi gelombang planet di belahan bumi pada musim dingin, peristiwa IOD (negatif) positif menyebabkan kondisi hangat dan kering (dingin dan basah). Mekanisme hubungan global memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Hal ini karena kurang adanya penjelasan posisi yang lebih rendah dalam statistik. Sebenarnya, sinyal IOD di Samudera Hindia jelas terlihat bahkan dalam data mentah suhu permukaan laut di tahun 1961, 1967, 1972, 1982, 1994, 1997 (Meyers, 1996; Saji et al. 1999, Behera et al. 1999). Ini juga menegaskan keberadaan fisik IOD dengan cara yang paling sederhana meskipun analisis statistik yang baru-baru ini oleh beberapa penulis (Baquero-Bernal dan Latif, 2002; Allan et al., 2001) menyatakan bahwa IOD adalah hasil dari statistik. IOD mungkin berkembang tanpa memaksa eksternal dari Pasifik ENSO tetapi berinteraksi dengan fenomena Pasifik dalam beberapa peristiwa mungkin melalui atmosfer (Behera dan Yamagata, 2002) dan sebagian melalui throughflow di seluruh Benua Australia. Menurut Saji et al.1999 bahwa dipole mode dapat diidentifikasi dengan serangkaian waktu sederhana indeks yang menggambarkan perbedaan anomali suhu permukaan laut antara Samudera Hindia Barat tropis (500 E-700 E, 100 S-100 N) dan Samudera Hindia Timur Selatan tropis (900 E-1100 E, 100 S - Equator). Korelasi yang kuat (0.7) antara indeks ini, disebut sebagai dipole mode indeks (DMI). Peristiwa dipole mode independen dari ENSO di Samudera Pasifik. Untuk menunjukkan hal ini, kita memplot anomali suhu permukaan laut perwakilan dari tengah dan Timur Pasifik khatulistiwa (dari apa yang disebut wilayah Nino 3) terhadap time series DMI. Peristiwa dipole mode sangat
12 signifikan pada tahun 1961, 1967 dan 1994 bertepatan dengan tidak ada ENSO, La Nina dan lemah El Nino. Ada tahun di mana peristiwa dipole mode bertepatan dengan peristiwa ENSO yang kuat seperti pada tahun 1972 atau 1997. Selama peristiwa dipole mode, bidang permukaan angin di Samudera India tropis mengalami perubahan besar, terutama di komponen zonal (Timur-Barat) lebih dari khatulistiwa. Perubahan maksimum angin zonal terjadi di atas khatulistiwa tengah dan timur Samudera Hindia. Dipole mode sangat tergantung pada keadaan sistem yang dibentuk oleh sirkulasi monsoonal, diperkirakan bahwa variabilitas monsun akan secara signifikan mempengaruhi mode ini (Saji et al. 1999). Selama peristiwa IOD di Samudera Hindia yang khas melemah dan pembalikan angin di Samudera Hindia Khatulistiwa Tengah menyebabkan hangatnya suhu permukaan laut di Samudera Hindia Barat. Menurut Prasad et al. (2004) bahwa laporan hasil analisis model dan pengamatan untuk periode 19991990, menampilkan anomali pemanasan yang terjadi selama 1997-1998 dan peristiwa IOD tahun 1994-1995 di Samudera Hindia Barat. Peristiwa IOD (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999) diyakini menjadi kunci untuk memahami mekanisme untuk perubahan iklim di Samudera Hindia tropis. Peristiwa IOD dicirikan oleh anomali rendah suhu permukaan laut di Samudera Hindia khatulistiwa Tenggara dan anomali suhu permukaan laut di Samudera Hindia Barat terkait dengan angin dan anomali curah hujan. Ini mengakibatkan pembalikan gradien iklim normal suhu permukaan laut di Samudera Hindia, dengan suhu permukaan laut yang meningkat dari timur ke barat dan bukan dari barat ke timur [Saji et al.1999; Webster et al. 1999; Chambers et al. 1999; Yu dan Rienecker, 1999, 2000; Vinayachandran et al. 1999,2002; Murtugudde et al. 2000; Rao et al. 2002]. IOD adalah mode variabilitas interannual di Samudera India tropis yang melibatkan interaksi laut-atmosphere ke arah zona (Saji et al., 1999; Webster et al., 1999; Murtugudde et al., 2000). Pada peristiwa anomali IOD negatif dari suhu permukaan laut muncul di Samudera India Tenggara khatulistiwa, dengan lemah anomali positif di bagian barat Sungai. Perbedaan suhu permukaan laut di TimurBarat di Samudera Hindia sering digunakan sebagai indeks IOD (Saji et al. 1999; Ashok et al. 2004; Song et al. 2007a), meskipun anomali suhu permukaan laut terbesar dan paling aktif hubungan laut-atmosphere terjadi di bagian timur dari cekungan samudera Hindia (Annamalai et al. 2005). Selain variasi interannual, IOD menunjukkan variabilitas pada skala waktu decadal dan multidecadal. Ashok et al. (2004) Mencatat frekuensi rendah (8-25 tahun) variasi dalam suatu indeks IOD dan menunjukkan bahwa adanya korelasi dengan kedalaman termoklin di Samudera Hindia. Hasilnya menunjukkan pentingnya perubahan dinamik laut untuk dekadal IOD. Berdasarkan model percobaan laut, Annamalai et al. (2005), menunjukkan bahwa lapisan termoklin dangkal di timur Khatulistiwa Samudera Hindia (EEIO) penting untuk pengembangan peristiwa IOD yang kuat. Song et al. (2007b) menemukan bahwa lapisan termoklin EEIO yang shoaling akibat penutupan Throughflow Indonesia dalam Model GFDL CM2.1 mengakibatkan peningkatan variabilitas IOD yang besar. Sebagai contoh, berturut-turut dua peristiwa IOD positif terjadi pada tahun 2006 dan 2007 dengan El Nino dan La Nina di Pasifik, (Behera et al. 2008; Luo et al.2008). Peristiwa IOD yang kuat termasuk tahun 1950-an, awal 1960-an dan 1990-an.
13
3 METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2012 - Juni 2012 berlokasi di Laut Banda dengan posisi antara 3.5o LS – 7.5o LS dan 124o BT – 133o BT (Gambar 5). Penelitian ini terbagi menjadi 4 tahap yaitu tahap pertama studi literatur, tahap kedua pengumpulan data dan tahap ketiga pengolahan data serta tahap keempat yaitu penyusunan Laporan Tesis. Pengolahan data ini dilakukan di Laboratorium Pemrosesan Data, Bagian Oseanografi, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB.
Gambar 5 Lokasi Penelitian di Laut Banda Bahan Bahan yang digunakan berupa data-data selama 11 tahun dari tahun 2002 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sumber data dari parameter yang digunakan dalam penelitian No 1.
Data Angin
Sumber Data Situs ECMWF (http://dataportal.ecmwf.int/data/d/ interim_daily/)
2.
Klorofil-a
Satelit MODIS-Aqua (http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ocea nwatch.php)
3.
4.
Suhu permukaan laut Tinggi muka laut
Satelit MODIS-Aqua (http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ocea nwatch.php)
AVISO SSH (http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ocea nwatch.php)
5.
Indeks Nino NOAA-Climate Prediction 3.4 Center
6.
DMI
(www.cpc.noaa.gov/data/indices/) http://www.jamstec.go.jp/frcgc/research/d 1/iod/DATA/dmi.weekly.ascii)
Coverage
Waktu
Spatial, Resolusi 1,50x1.50 Komposit mingguan Global, Resolusi 0,05 deg, Komposit mingguan Global, Resolusi 0,05 deg, Komposit mingguan
2002-2012 (11 tahun)
Global, Resolusi 0,25deg, Komposit mingguan
2002-2012 (11 tahun)
2002-2012 (11 tahun) 2002-2012 (11 tahun)
2002-2012 (11 tahun) 2002-2012 (11 tahun)
14 Alat a. b. c. d.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Software Matlab 2010 Software “Ferret” Versi 6.0 Laptop “Acer” 14 inchi Hardisk Eksternal 320 GB
Pengolahan Data Tinggi Muka Laut Data anomali TPL diperoleh dari tahun 2002-2012 dengan resolusi 0,25 deg yang diperoleh dari situs http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ oceanwatch.php, dimana data tersebut merupakan data mingguan dan disajikan dalam format NetCDF. Suhu Permukaan Laut Data SPL diperoleh dari Juli 2002 – Desember 2012 dengan spasial grid data 0,05 derajat bujur x 0,05 derajat lintang, geografis. Data ini adalah data citra penginderaan jauh dengan sensor MODIS dan dikelola oleh NOAA Coast Watch Program NASA’s, Goddad Space Flight Center dan Ocean Color Web. Data tersebut merupakan data mingguan dan disajikan dalam format NetCDF. Klorofil-a Data Chlorofil-a diperoleh dari citra satelit penginderaan jauh dengan sensor MODIS dimana data ini dikelola oleh NOAA Coast Watch Program NASA’s, Goddad Space Flight Center dan Ocean Color Web. Data Spasial grid 0.05 derajat bujur x 0.05 derajat lintang, geografis. Data tersebut merupakan data mingguan bulan Juli 2002 - Desember 2012 yang diperoleh dari situs http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ocean watch.php dan data ini disajikan dalam format NetCDF. Angin Data angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF, 2010) level 3 yang digunakan adalah data angin mingguan tahun 2002-2012 dengan resolusi spasial 1.5o x 1.5o. Data ini merupakan data kecepatan angin 10 meter di atas permukaan terdiri dari nilai-nilai grid berdasarkan garis lintang dan garis bujur dari komponen kecepatan angin zonal dan meridional (u dan v). Data tersedia dalam format NetCDF.
Prosedur Analisis Data Analisis deret waktu dari parameter angin, khlorofil-a, suhu permukaan laut dan anomali tinggi muka laut diolah dengan menggunakan perangkat lunak MS.Excell, Ferret versi 60 dan analisa wavelet yang dilakukan dengan menggunakan Matlab versi 2010. Untuk data parameter-parameter tersebut di atas
15 akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak untuk melihat sebaran permukaan bulanan, sebaran berdasarkan waktu (diagram Hovmoller), plot rataan bulanan dan nilai time series. Selanjutnya nilai times series dari parameterparameter tersebut di atas akan diolah dengan metode wavelet dan menggunakan perangkat lunak Matlab versi 2010. Analisis Wavelet Transformasi wavelet merupakan pengembangan dari transformasi fourier. Analisis wavelet menurut Torrence dan Compo (1998) merupakan upaya mendekomposisi deret waktu ke dalam ruang waktu-frekuensi secara simultan. Metode ini mengkalkulasikan energi spektrum dari deret waktu. Analisis wavelet yang digunakan adalah morlet mother. Kelebihan dari analisis wavelet yaitu dapat mendeteksi fluktuasi-fluktuasi periodik yang bersifat transient serta dapat menggambarkan proses dinamik nonlinear komplek yang diperlihatkan oleh interaksi gangguan dalam skala ruang dan waktu. Analisis wavelet yang dilakukan berupa Continous Wavelet Transform (CWT) dan Cross Wavelet Transform (XWT). Sub program analisis wavelet dalam bahasa MATLAB dapat diunduh di alamat http://www.pol.ac.uk/home/research/waveletcoherence/download/wtcr16.zip. Selanjutnya baris-baris program analisis wavelet untuk CWT dan XWT yang sudah dimodifikasi sesuai data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Continous Wavelet Transform Menurut Grinsted et al. (2004) wavelet adalah sebuah fungsi dengan rerata nol (0) dan mempunyai alokasi dalam frekuensi dan waktu. Wavelet dapat dikarakterisasi oleh bagaimana alokasinya dalam waktu (Δt) dan frekuensi (Δω atau panjang gelombang). Wavelet morlet dirumuskan sebagai berikut: 𝟏 𝟐 𝜼
𝝍𝟎 𝜼 = 𝝅
−𝟏/𝟒𝒆𝒊𝝎𝒐 𝜼𝒆𝟐
...............................................................................(9)
dimana : ω0 : frekuensi yang tidak memiliki dimensi η : waktu yang tidak memiliki dimensi CWT menggunakan wavelet sebagai band pass filter terhadap deret waktu. Wavelet dipanjangkan dalam waktu dengan memvariasikan skalanya (s), sehingga η= s.t, dan menormalisasinya sehingga mempunyai unit energi. CWT sebuah deret waktu (xn,n = 1,…….,N) dengan selang waktu yang sama δt, didefinisikan sebagai bilangan kompleks dari xndengan skala dan wavelet yang telah dinormalisasi, yang dirumuskan sebagai berikut (Torrence dan Compo, 1998): |𝑾𝒏 𝒔 |𝟐 =
𝑵−𝟏 𝜼′ =𝟏 𝒙𝒏′
𝝍∗[
(𝒏′ −𝒏)𝜹𝒕 𝒔
]........................................................(10)
dimana : |𝑾𝒏 𝒔 |𝟐 : Spektrum energi wavelet s : Skala ψ : Wavelet morlet Menurut Torrence dan Compo (1998) terdapat error pada bagian awal dan akhir CWT karena wavelet tidak sepenuhnya dialokasikan dalam waktu. Oleh
16 karena itu diperkenalkanlah Con of Influence (COI) karena error ini tidak dapat diabaikan. COI didefinisikan sebagai area dimana kekuatan wavelet disebabkan oleh diskontinuitas pada batas terluar yang mempunyai nilai lebih kecil e-2 nilai batas terluar (Grinsted et al. 2004). Cross Wavelet Transform XWT digunakan untuk menganalisa kovarian dari dua deret waktu Xn dan Yn, yang didefinisikan sebagai berikut (Torrence dan Compo, 1998) : 𝑾𝒙𝒚 𝒔, 𝒕 = 𝑾𝒙 𝒔, 𝒕 𝑾𝒚∗(s,t)………………………………………………..(11)
dimana * menandakan complex conjugation. Spektrum daya wavelet silang lebih lanjut didefinisikan sebagai |Wxy|. Argumen kompleks arg (Wxy) dapat diinterpretasikan sebagai fase relatif lokal antara Xn dan Yn dalam ruang frekuensi waktu (Grinsted et al. 2004). Hubungan fase relatif ditunjukkan dengan arah panah dimana panah ke arah kanan berarti sefase (inphase), panah ke arah kiri berarti anti fase (anti-phase), panah 90º ke arah bawah berarti X mendahului Y dan panah 90º ke arah atas berarti Y mendahului X.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus Musiman Parameter Oseanografi Variabilitas Tinggi Muka Laut TPL bulanan rata-rata dari tahun 2002-2012 ditampilkan pada Gambar 6 – 7. Secara umum bahwa pada musim timur (Juni-Agustus) dan musim peralihan II (September-November) menunjukkan gambar yang berwarna hijau muda yang artinya bernilai negatif/nilai rendah. Pada musim barat (Desember-Februari) dan musim peralihan I (Maret-Mei) menunjukkan gambar yang berwarna merah yang artinya bernilai positif/nilai tertinggi. TPL mulai meningkat dari bulan Desember-Maret dengan nilainya berkisar antara 0.083-0.1498 m dan mencapai puncaknya pada bulan Maret (musim peralihan I) dengan nilai sebesar 0.1498 m kemudian TPL mulai menurun pada musim timur dimana pada bulan Juni-Agustus dengan nilainya yang berkisar antara 0.0489 - (-0.02) m dan TPL minimum pada bulan Agustus dengan nilainya sebesar -0.02 m. TPL pada bulan September dan Oktober mulai meningkat berkisar antara nilai -0.007-0.020 m. Pola sebaran TPL merata sepanjang tahun dari bulan Desember-Mei kemudian pola sebarannya mulai berubah dari bulan Juni-November dimana pada musim barat TPL mencapai maksimum dan pada musim timur minimum. Hal ini disebabkan karena perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim.
17
Gambar 6 TPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012
Gambar 7 TPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember dari Tahun 2002-2012
18 Disamping itu, juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi perairan Indonesia menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (ARLINDO) [Wyrtki, 1961]. Menurut Wyrtki (1961) bahwa sirkulasi massa air perairan Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur. Dimana pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menuju perairan lndonesia bagian barat. Siklus tahunan TPL pada Gambar 8 menunjukkan bahwa grafik TPL mulai meningkat dari bulan Januari, Pebruari dan mencapai puncak maksimum pada bulan Maret. Kemudian mulai menurun dari bulan Maret-Agustus dengan titik terendah terjadi pada bulan Agustus, selanjutnya mulai meningkat sampai pada bulan Desember. Sehingga kita dapat ketahui bahwa pada musim barat terjadi penumpukan massa air dan pada musim timur terjadi pengurangan massa air. Sesuai dengan pendapat Wyrki (1961) maka pada musim barat akan terjadi penumpukan massa air di Laut Banda sehingga terlihat bahwa TPL di Laut Banda
Gambar 8 Siklus tahunan dari TPL di Laut Banda Tahun 2002-2012 pada musim barat sangat tinggi. Pendapat ini dikuatkan juga oleh Ilahude et al. 1990; Wetsyen et al. 1990; Zijlstra, 1990 bahwa pada musim barat, banyak massa air yang diangkut Armondo dari Laut Jawa ke Laut Banda sehingga terjadi surplus disini dan untuk menimbali surplus tersebut sehingga terjadilah penyasapan (downwelling) air di Laut Banda yang diikuti oleh arus ke Laut Banda. Sebaliknya pada musim timur, Armondo banyak mengangkut air ke Laut Jawa dari Laut Banda dan sekitarnya sehingga terjadilah defisit massa air di Laut Banda dan untuk menimbali defisit tersebut taiklah (upwelling) massa air dari lapisan-lapisan bawah ke lapisan atas. Selama monsun barat laut, dari Desember hingga Pebruari, air permukaan dari Laut Jawa dan Selat Makassar didorong dari Laut Flores ke Laut Banda. Sebaliknya selama monsoon tenggara, dari Juni sampai Agustus, air permukaan didorong dari Laut Banda ke dalam Flores, Jawa, dan Laut China Selatan (Gordon et al. 1994).
19 Suhu Permukaan Laut Pada Gambar 9-10 menunjukkan bahwa SPL secara bulanan dari tahun 2002-2012, pada musim barat (Desember-Pebruari) menunjukkan warna hijau sampai kuning dengan suhu hangat yang berkisar antara 29.59oC-30.68oC dan suhu tertinggi ditemukan pada bulan Desember dengan nilai sebesar 30.68oC. Kemudian pada musim peralihan I (Maret-Mei) suhu mulai menurun berkisar antara 28.22oC-30.06oC. SPL mengalami penurunan yang sangat drastis pada musim timur (JuniAgustus) menunjukkan warna biru sampai ungu dengan nilai berkisar antara 26.67oC-28oC dan nilai suhu yang terendah ditemukan pada bulan Agustus dengan nilai sebesar 26.67oC. Kemudian suhu mulai naik pada musim peralihan II (September-November) berkisar antara 27.36oC-30.31oC. Pola sebaran SPL juga merata sepanjang tahun dari bulan November-April dan kemudian berubah pola sebarannya dari bulan Mei-September. Pola sebaran SPL yang tinggi bergerak menuju ke timur sedangkan pola sebaran SPL yang terendah terlihat bergerak menuju ke barat. Di Laut Banda ditemukan suhu rendah pada musim timur (bulan Agustus) dengan nilai 26.67oC dan suhu tinggi pada musim barat (bulan Desember) dengan nilai 30.68oC. Sesuai dengan hasil penelitian Gordon dan Susanto, 2001 bahwa SPL di Laut Banda bervariasi dari yang rendah 26.5 oC pada bulan Agustus sampai yang tinggi 29,5oC pada bulan Desember-Mei. Variasi terbaik dari SPL di Laut Banda terjadi di timur Laut Banda dan Arafura. Pergantian musim mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi hidrologi perairan. Dikatakan pula bahwa Musim Timur menyebabkan terjadinya upwelling di Laut Banda dan stabilitas vertikal pada kolom perairan menjadi rendah. Namun pada Musim Barat terjadi downwelling dengan stabilitas vertikal kolom perairan menjadi tinggi (Schalk, 1987). SPL di Indonesia umumnya berkisar 28-32oC. Lokasi dimana terjadi penaikan air (upwelling), seperti di Laut Banda dan di selatan Jawa pada Musim Timur, suhu permukaan bisa turun hingga menjadi 24-25oC. Hal ini disebabkan karena air yang dingin di lapisan bawah terangkat naik ke atas. Selanjutnya dikatakan bahwa pada bulan Agustus di saat terjadinya upwelling, suhu permukaan perairan berkisar pada 25oC, sedangkan pada bulan Pebruari di saat terjadinya downwelling, suhu permukaan perairan lebih dari 25oC dan umumnya perairan lebih berstratifikasi di bagian barat Laut Banda. Suhu permukaan Indonesia umumnya berkisar antara 25-30oC dan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya kedalaman hingga 80 db, sedangkan salinitas permukaan laut berkisar antara 31,2-34,5 ‰ (Tomascik et al. 1997a). Pada Musim Barat, air yang lebih dingin dari utara menyusup ke Laut Cina Selatan yang membuat perairan disini menjadi lebih dingin, sekitar 26-27oC (Nontji, 2011). Ilahude dan Gordon (1996) mengatakan bahwa suhu permukaan bagian sentral Laut Banda pada musim timur berkisar antara 25,7-26,1 oC dengan salinitas 34,1-34,4 ‰ sedangkan musim barat suhu berkisar antara 29,6-30,3 oC dan salinitas 34,5 ‰.
20
Gambar 9 SPL rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 20022012
Gambar 10 SPL rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember dari Tahun 2002-2012
21 Dari Gambar 11 menunjukkan bahwa suhu terendah terjadi pada bulan Agustus saat musim timur dan suhu tertinggi pada bulan Desember saat musim barat. Suhu terendah terjadi pada musim timur karena adanya upwelling dimana zat-zat hara dari bawah laut dengan air yang dingin terangkat ke atas permukaan sehingga daerah permukaan menjadi dingin. Pada musim barat suhu menjadi tinggi karena adanya massa air hangat dari Laut Jawa yang dibawa menuju bagian timur sehingga terjadi penumpukan air hangat di Laut Banda dan terus ke Laut Arafura.
Gambar 11 Siklus tahunan dari SPL di Laut Banda dari Tahun 2002-2012
Klorofil-a Pada Gambar 12–13 menunjukkan bahwa klorofil-a secara bulanan dari tahun 2002-2012 pada musim barat (Desember–Pebruari) dan musim peralihan I (Maret-April) menunjukkan nilai kandungan klorofil-a yang rendah dengan indikasinya berwarna ungu. Nilai kandungan klorofil-a pada musim barat berkisar antara 0.125-0.145 mg/m3 dan nilai kandungan klorofil-a pada musim peralihan I berkisar antara 0.125-0.146 mg/m3. Kandungan klorofil-a mulai meningkat pada musim timur (Juni-Agustus) yang menunjukkan warna biru muda sampai merah tua dan mulai menurun pada musim peralihan II (September-Nopember). Nilai kandungan klorofil-a pada musim timur berkisar antara 0.285-0.458 mg/m3 dan nilai kandungan klorofil-a pada musim peralihan II berkisar antara 0.134-0.372 mg/m3. Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi terjadi pada musim timur yaitu pada bulan Agustus dengan nilai 0.458 mg/m3 dan terendah pada musim barat yaitu pada bulan Desember dengan nilai 0.125 mg/m3.
22
Gambar 12 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni dari Tahun 2002-2012
Gambar 13 Klorofil-a rataan bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember dari Tahun 2002-2012
23 Nilai kandungan klorofil-a tertinggi pada musim timur disebabkan karena angin tenggara pada musim timur (Juli-Agustus) mendorong banyak massa air dari Laut Banda dan sekitarnya ke barat lewat Laut Flores dan masuk ke Laut Jawa sehingga mengakibatkan di Laut Banda dan sekitarnya terjadi defisit air di permukaan yang harus diganti dari bawah dan penaikan air tersebut itulah yang disebut upwelling (Wyrtki, 1961). Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993), selanjutnya peranan pemompaan Ekman untuk memperkaya lapisan permukaan dengan zat hara. Juga sesuai penelitian Gieskes et al. (1988) bahwa kosentrasi klorofil-a pada bulan Agustus 1984 diatas zona euphotik lima (5) kali lebih tinggi dari bulan Pebruari 1985. Kosentrasi klorofil-a meningkat dengan nilai kosentrasi yang mencapai 5-15 kali lebih tinggi pada musim upwelling (Juli-Agustus) sehingga meningkatkan produktivitas perairan di Laut Banda (Wiadnyana, 1999). Sesuai Gambar 14 bahwa daerah pantai di sekitar Pulau Ambon, Pulau Saparua dan Pulau Kei kandungan klorofil-a nya sangat tinggi. Hasil penelitian dari Yusuf dan Wouthuyzen (1997) bahwa kelimpahan fitoplankton di perairan Laut Banda relatif padat menyebar di sebelah selatan P. Manipa, P. Ambon dan P. Lease dan semakin meningkat di sekitar Teluk Elpaputih, sebelah timur P.Saparua dan di sekitar P.Saparua. Ini berarti bahwa ada kesamaan dari hasil penelitian ini dimana kelimpahan fitoplankton disebabkan karena adanya klorofil-a yang tinggi di sekitar perairan pantai tersebut. Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Produksi di perairan pantai umumnya lebih besar dari pada di perairan lepas pantai. Produksi yang tinggi umumnya mendapatkan masukan zat hara dari sungai-sungai besar di daratan. Di perairan lepas pantai produksi juga dapat meningkat karena adanya upwelling (Nontji, 2011). Divergen pada lapisan permukaan di Laut Banda dapat mencapai 4 Sv, dan akan mempengaruhi bentuk dari transport air permukaan yang berhubungan dengan ITF (Gordon dan Susanto, 2001). Menurut Wyrtki (1985) bahwa ada hubungan antara Ekman pumping di Laut Banda dan lapisan permukaan yang menuju ke Samudera Hindia. Besarnya air permukaan yang keluar akan terjadi selama periode upwelling monsoon tenggara (lapisan permukaan divergen) dan akan berkurang eksportnya ketika Laut Banda mengalami transport Ekman penyebab downwelling (konvergen) terjadi pada monsoon barat laut. Permukaan air Laut Banda menuju ke timur masuk ke Halmahera dan Laut Maluku atau menuju ke barat masuk ke Laut Jawa dan selat Makassar (Wyrtki, 1958, 1961). Tingginya kadar klorofil di Laut Banda dibandingkan dengan perairan lainnya disebabkan karena adanya upwelling. Pada bulan September di permukaan Laut Banda kadar klorofil lebih dari 0,40 mg/m3 ditemukan dibagian tengah, membentang kurang lebih dari barat-laut ke tenggara sedangkan daerah dengan kadar yang rendah (kurang dari 0,20 mg/m3) terdapat di bagian selatan terutama di sekitar Pulau-pulau Tanimbar. Pada lapisan yang lebih dalam, klorofil-a lebih banyak ditemukan di bagian tenggara (Nontji, 1974).
24 Pada musim barat (Desember-Februari) kandungan klorofil-a rendah karena angin dan arus di Laut Jawa berhembus dari barat menuju ke timur sehingga massa air dari Laut Cina Selatan dengan suhu lebih rendah mengisi Laut Jawa (Wyrtki 1961). Massa air pada musim barat dari Laut Jawa bersuhu hangat menuju ke Laut Banda sehingga menyebabkan SPL menjadi tinggi maka kandungan klorofil-a menjadi rendah karena rendahnya zat hara di daerah tersebut. Menurut Waworunto et al. (2000) bahwa stratifikasi dan komposisi massa air di Laut Banda dipengaruhi oleh divergen Banda. Dari Gambar 14 terlihat bahwa adanya fluktuasi klorofil-a di Laut Banda dimana terjadi 3 puncak dan 3 lembah. Puncak tertinggi terjadi pada musim timur (Agustus) kemudian pada musim peralihan I (Maret) dan musim barat (Januari). Titik terendah dari klorofil-a terjadi pada musim peralihan I (April) dan musim barat (Pebruari dan Desember). Klorofil-a mulai meningkat pada bulan Mei dan mencapai puncak tertinggi pada bulan Agustus kemudian akan menurun pada bulan September sehingga dapat dikatakan bahwa klorofil-a tinggi terjadi pada bulan Agustus dimana sesuai dengan penelitian Wyrtki (1962) dan Edward dan Tarigan (2001) menyatakan bahwa Upwelling di Laut Banda terjadi
Gambar 14 Siklus tahunan dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012 pada bulan Juni-Agustus dan puncaknya pada bulan Agustus. Juga menurut Hendiarti et al. (2005) bahwa selama musim timur, suhu permukaan laut akan menurun dan naiknya kandungan klorofil disebabkan oleh adanya Ekman upwelling. Gordon dan Susanto (2001) menyatakan bahwa di Laut Banda, Ekman upwelling mencapai maksimum pada bulan Mei dan Juni.
25 Angin Pola sirkulasi angin permukaan di atas perairan Laut Banda rata-rata bulan Januari-Desember dari tahun 2002-2012 ditunjukkan pada Gambar 15-16. Terlihat bahwa pola sirkulasi angin zonal pada bulan Januari dengan kecepatan 5.32 m/det dan angin meridional dengan kecepatan -1.02 m/det dengan posisi 3.5oLS-4.8oLS bergerak dari bagian barat daya ke tenggara. Pada posisi 4.9oLS 7.5oLS pola sirkulasi angin bergerak dari bagian barat ke timur setelah itu pola angin akan berubah menuju ke arah tenggara pada posisi 130oBT-135oBT dengan pola angin yang sama kuatnya. Pada bulan Pebruari pola sirkulasi angin zonal dengan kecepatan 4.90 m/det lebih kuat dari bulan Januari. Angin meridional dengan kecepatan -1.34 m/det mempunyai pola sirkulasi yang sama dimana pada posisi 3.5oLS-5.3oLS pola sirkulasi angin bergerak dari barat laut ke tenggara dan pada posisi 5.4oLS-7.5oLS pola sirkulasi angin bergerak dari barat ke timur. Pada posisi 130oBT-135oBT maka pola angin akan berubah ke arah tenggara. Pada bulan Maret pola sirkulasi angin zonal dengan kecepatan 3.50 m/det lebih lemah dari bulan Januari-Pebruari. Angin meridional dengan kecepatan -0.32 m/det mengalami perubahan yang besar dimana arahnya searah jarum jam dan bergerak dari tenggara ke barat laut pada posisi 5.5oLS-7.5oLS. Pada posisi 3.5oLS-4.9oLS sampai 125oBT pola sirkulasi angin akan bergerak ke utara setelah itu pada posisi 127oBT pola angin akan bergerak ke arah timur laut. Pada bulan April-Oktober mempunyai pola sirkulasi angin yang sama arahnya bergerak dari arah tenggara ke barat laut dengan kecepatan angin yang berbeda-beda dimana nilainya dapat dilihat pada Lampiran 3. Pola sirkulasi angin zonal pada bulan Nopember dengan kecepatan -0.59 m/det dan angin meridional dengan kecepatan 1.63 m/det. Pola sirkulasinya mulai berubah arah dimana bergerak dari barat ke arah timur laut. Arah angin akan kembali berubah arahnya dari barat ke timur terjadi pada bulan Desember dimana pola sirkulasinya sama dengan pola sirkulasi angin permukaan pada bulan Januari-Pebruari dengan kecepatan angin zonal sebesar 2.95 m/det dan kecepatan angin meridional sebesar -0.12 m/det. Awal musim peralihan I (Maret) dan akhir musim peralihan II (November) mempunyai pola sirkulasi yang berbeda dengan bulan-bulan yang lain. Gambar 17 menunjukkan bahwa adanya fluktuasi angin zonal (U) dan meridional (V) di Laut Banda dimana kurvanya terlihat berbanding terbalik. Hal tersebut berarti bahwa saat angin zonal negatif (-) maka angin meridional akan positif (+). Angin zonal mulai menurun pada bulan Pebruari dan mencapai titik terendahnya pada bulan Juni dan mulai tinggi dari bulan Juli dan mencapai puncak tertinggi pada bulan Desember. Angin meridional mulai meningkat pada bulan Pebruari dan mencapai puncaknya pada bulan Juni setelah itu mulai menurun pada bulan Juli sampai mencapai titik terendah pada bulan Desember.
26
Gambar
15
Pola sebaran angin bulanan pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei dan Juni di Indonesia dari Tahun 2002-2012
Gambar 16 Pola sebaran angin bulanan pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, November dan Desember di Indonesia dari Tahun 2002-2012
27
Gambar 17 Siklus tahunan dari angin di Laut Banda Tahun 2002-2012
Sebaran TPL Berdasarkan Waktu Pola sebaran TPL berdasarkan waktu dapat dilihat pada Gambar 18, dimana variabilitas TPL pada transek 1 berdasarkan perbedaan bujur dari timur ke barat
Gambar 18 TPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda
28 (Gambar 18a) tinggi pada tahun 2006, 2008-2012 setiap bulan November-Mei dengan nilai antara 0.08-0.26 m. TPL juga rendah pada bulan November-Maret di tahun 2002-2005. Rendahnya TPL pada bulan-bulan tersebut disebabkan karena adanya pengaruh El Nino kuat dimana El Nino 1 terjadi pada tahun 2002 dan El Nino 2 pada tahun 2004. TPL rendah juga pada setiap bulan Juni-Agustus dengan nilai berkisar antara -0.08-0.04 m. Pada tahun 2006 TPL tinggi pada bulan JuniAgustus, hal ini juga disebabkan karena masih adanya pengaruh La Nina 1 pada tahun tersebut. Berdasarkan bujur maka TPL sangat tinggi pada posisi bujur 127 BT-129 BT dengan nilai sampai mencapai 0.26 m. TPL rendah pada posisi bujur 129 BT-133 BT dengan nilai sampai mencapai -0.12 m. Berdasarkan perbedaan lintang maka TPL rendah pada setiap bulan JuliAgustus dan ditemukan tinggi pada setiap bulan Desember-Maret dan menyebar merata pada semua lintang. TPL sangat tinggi pada tahun 2012 dengan nilai 0.10.16 m dan menyebar dari lintang rendah sampai lintang tinggi sedangkan tahun 2011 tinggi mulai dari lintang rendah dan mulai menurun pada lintang tinggi. TPL rendah pada tahun 2002 pada lintang rendah dan menuju ke lintang tinggi mulai naik.
Sebaran SPL Berdasarkan Waktu Pola sebaran SPL berdasarkan waktu dapat dilihat pada Gambar 19 dimana variabilitas SPL pada transek 1 berdasarkan perbedaan bujur dari timur ke barat (Gambar 19a) sangat tinggi dari bulan Oktober-Mei dengan nilai 30oC-32oC dan ditemukan hampir di semua lokasi dari posisi bujur yang rendah sampai bujur yang tinggi. SPL yang tinggi terjadi pada tahun 2010 dan berada pada posisi dari timur ke barat, sedangkan SPL yang rendah berada juga pada posisi dari arah timur ke barat pada tahun 2004, 2006 serta 2007 dan masih tetap terlihat stabil. Suhu yang rendah terjadi pada setiap bulan Juni-Agustus sepanjang tahun 2002-2009 dan 2011-2012 dengan nilai 25oC-26oC tetapi pada bulan Juni-Agustus tahun 2010 suhu berubah menjadi tinggi sekitar 27oC. Perubahan suhu ini terjadi karena pada tahun 2010 terjadi El Nino 4 yang juga merupakan El Nino terkuat dengan rentang waktu yang lama yaitu 10 bulan yang menyebabkan sehingga suhu menjadi tinggi pada tahun ini. Variabilitas SPL tinggi maupun rendah dan menyebar di semua tempat dan biasanya SPL rendah di mulai pada posisi bujur yang tinggi dari bagian timur kemudian selanjutnya akan melemah di bagian barat. Sesuai dengan hasil penelitian dari Boely et al. (1990) menunjukkan bahwa ditemukan di sebelah timur Laut Banda SPL lebih kuat daripada di sebelah barat. Pada bulan JuliAgustus (musim timur) tahun 2002, 2003, 2005, 2008, 2009, 2011, 2012 variabilitas SPL sangat rendah terlihat di sekitar posisi bujur yang tinggi hal ini terkait dengan terjadinya upwelling selama musim timur. Hal ini juga sesuai dengan variabilitas SPL berdasarkan lintang yang berbeda (Gambar 19b) dimana sangat jelas terlihat perbedaan antara SPL yang rendah dan SPL yang tinggi. SPL yang tinggi ditemukan pada bulan Oktober-Mei dari tahun 2002-2012 dengan nilai mencapai 29oC-31oC dan ditemukan dari utara menuju ke selatan atau dari lintang rendah sampai lintang tinggi. Suhu yang terendah ditemukan pada setiap bulan Juni-Agustus tahun 2002-2012 dengan nilai mencapai 25oC-28oC tetapi
29 pada bulan Juli-Agustus 2010 suhu yang rendah ditemukan antara 4oLS-4.5oLS dan 5.3oLS-7oLS tetapi tidak terlalu kuat karena terjadinya El Nino 4 yang sangat kuat dengan periode yang panjang.
Gambar 19 SPL bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda Sebaran Klorofil-a Berdasarkan Waktu Pola sebaran klorofil-a berdasarkan waktu pada lintang dan bujur yang berbeda (Gambar 20), dimana pada posisi bujur berbeda terlihat bahwa klorofil-a tertinggi dimulai dari sebelah timur dengan posisi bujur yang tinggi (Gambar 20a). Klorofil-a ditemukan tinggi pada setiap bulan Juni-Agustus tahun 2004, 2006 dan 2007 disaat SPL rendah dan merata sepanjang arah timur ke barat atau dari bujur yang tinggi ke bujur yang rendah. Menurut hasil penelitian Moore et al. (2003) bahwa biomassa fitoplankton tertinggi ditemukan di sebelah timur Laut Banda, sedangkan klorofil-a yang rendah ditemukan pada setiap bulan September-Mei selama tahun 2002-2012. Dengan demikian maka hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian yang sedang dilakukan dimana klorofil-a ditemukan tinggi di sebelah timur. Klorofil-a merupakan indikator untuk menduga biomassa fitoplankton dan mempelajari proses fotosintesis.
30 Pada bulan Juli-Agustus tahun 2010 terjadi perubahan klorofil-a menjadi sangat rendah karena pada saat itu suhu berubah menjadi tinggi. Perubahan ini diakibatkan karena terjadinya El Nino 4 (El Nino yang kuat) dengan periode yang lama yaitu 10 bulan. Begitu juga dengan variabilitas klorofil-a berdasarkan lintang yang berbeda (Gambar 20b), dimana klorofil-a tertinggi ditemukan pada bulan Oktober 2002, Juni -Agustus 2003, Juli-Agustus 2004, Juni-Agustus 2005-2006,
Gambar 20 Klorofil-a bulanan selama Tahun 2002-2012 (a) pada posisi 124oBT-133oBT dan (b) pada posisi 3.5oLS-7.5oLS di Laut Banda Juli-Agustus 2011 dan Juni-Agustus 2012. Pada tahun 2008 di Laut Banda tertutup awan sehingga data kandungan klorofil-a dibagian lintang yang rendah tidak diketahui, sedangkan tahun 2007 dan 2009 kandungan klorofil-a sangat rendah diduga karena telah terjadi pemangsaan oleh zooplankton.
Variabilitas Siklus Tahunan Tinggi Muka Laut Hasil analisa spektrum densitas energi (CWT) dengan menggunakan metode wavelet dapat dilihat pada Lampiran 4. Pola spektrum densitas energi dengan menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 21. Spektrum densitas energi yang signifikan terjadi memiliki variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Variabilitas tahunan dan antartahunan yang sangat dominan. Variabilitas tahunan memiliki periode 33 - 64 (11.4
31
Gambar 21 CWT dari TPL di Laut Banda Tahun 20022012 bulan) yang terjadi antara bulan Juli 2003 - Desember 2011 dan variabilitas antartahunan dengan periode 64 - 96 (18.7 bulan) yang terjadi antara bulan Juni 2009 Maret 2011. Variabilitas setengah tahunan sangat rendah dengan periode 24 - 31 (6.5 bulan) antara bulan Maret 2006 - Maret 2007. Suhu Permukaan Laut Hasil analisa spektrum densitas energi (CWT) SPL dengan menggunakan metode wavelet (Lampiran 5). Pola spektrum densitas energi dengan menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 22. Spektrum densitas energi yang signifikan memiliki variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Variabilitas tahunan memiliki periode 33 - 56 (13.07 bulan) terjadi antara bulan September 2003 - November 2011. Variabilitas setengah tahunan ditemukan 3 spektrum dengan power energinya lebih rendah dari variabilitas tahunan dimana periode 18 - 28 (6.3 bulan) terjadi antara bulan Mei 2003 Januari 2005, periode 17 - 26 (5.9 bulan) terjadi antara bulan September 2005 Maret 2008, periode 19 - 27 (6.13 bulan) terjadi antara bulan Juli 2008 - Mei 2012. Variabilitas antar tahunan ditemukan tetapi sangat lemah. Untuk SPL memiliki energi yang kuat pada periode 33 - 56 (13.07 bulan) yang terjadi sepanjang tahun sehingga spektrum densitas energi dari SPL memiliki variabilitas tahunan yang sangat dominan. Variabilitas tahunan dari SPL di Laut Banda di pengaruhi oleh kejadian El Nino dimana El Nino memiliki siklus yang tidak teratur dengan periode antara 2 - 7 tahun (Quin et al. 1978).
32
Gambar 22 CWT dari SPL di Laut Banda Tahun 20022012 Klorofil-a Hasil analisa spektrum densitas energi (CWT) klorofil-a dengan menggunakan metode wavelet dilihat pada Lampiran 6. Pola spektrum densitas energi dengan menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 23. Spektrum densitas energi yang signifikan memiliki variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar tahunan terjadi sepanjang tahun. Variabilitas setengah tahunan memiliki periode 18 - 28 (6.1 bulan) yang terjadi antara bulan Maret 2003 - April 2005 dan periode 22 - 28 (6.7 bulan) yang terjadi antara bulan Juni 2005 - September 2007.
Gambar 23 CWT dari Klorofil-a di Laut Banda Tahun 2002-2012
33 Variabilitas tahunan memiliki spektrum energi yang kuat pada periode 33 52 (11.5 bulan) yang terjadi antara bulan September 2003 - Agustus 2009, periode 47 - 50 (12.9 bulan) yang terjadi antara bulan Pebruari 2011 - September 2011. Variabilitas tahunan antara bulan Mei 2009 - Januari 2011 walaupun memiliki spektrum energi yang tinggi tetapi karena berada di luar selang kepercayaan 95% (COI) sehingga diabaikan (Torrence dan Compo, 1998). Variabilitas antar tahunan juga ditemukan tetapi sangat lemah. Angin Hasil analisa spektrum densitas energi (CWT) angin dengan menggunakan metode wavelet di lihat pada Lampiran 7. Pola spektrum densitas energi dengan menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 24. Spektrum densitas energi angin yang signifikan memiliki variabilitas tahunan yang terjadi sepanjang tahun baik untuk angin zonal (Gambar 24a) maupun angin meridional (Gambar 24b). Variabilitas tahunan angin zonal
Gambar 24 CWT dari (a) angin zonal (U) dan (b) angin meridional (V) di Laut Banda Tahun 2002 - 2012 memiliki periode 34 - 58 (12.27 bulan) yang terjadi antara bulan September 2003 - Mei 2011 dan variabilitas tahunan angin meridional memiliki periode 36 - 56 (12.27 bulan) yang terjadi antara bulan September 2003 - Mei 2011. Kepulauan Indonesia sangat dipengaruhi oleh angin monsoon sehingga akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi perairan. Salah satunya adalah Laut Banda yang sangat dipengaruhi oleh angin muson dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas angin baik angin zonal maupun angin meridional terjadi sepanjang tahun dan sangat dominan. Hal ini dibuktikan dengan laporan Gordon dan Susanto (2001) bahwa Laut Banda merupakan laut yang mendapat pengaruh dari perubahan angin musim barat yaitu bulan November sampai Maret dan musim timur pada bulan Mei sampai September. Bulan Oktober dan April merupakan musim peralihan. Puncak tiupan angin zonal terjadi pada bulan Pebruari dan puncak tiupan angin meridional terjadi pada bulan Juli. Semakin bertambahnya waktu maka pola kejadian El Nino/La Nina semakin bertambah. Pada bulan November 2005-Maret 2006 saat terjadi La Nina 1 maka akan diikuti oleh kejadian La Nina 3 pada bulan Agustus 2006 – Januari 2007.
34 Siklus Antar Tahunan Kondisi ENSO Berdasarkan Indeks Nino 3.4 Menurut Trenberth (1997) bahwa anomali SPL pada wilayah Nino 3.4 dengan anomali suhu positif di atas 0.4 0C dan bertahan selama 6 bulan diindikasikan terjadinya El Nino dan jika anomali suhu negatif dibawah 0.4 0C dan bertahan selama 6 bulan diindikasikan terjadinya La Nina. Gambar 25 menunjukkan bahwa indeks Nino 3.4 memiliki variabilitas antar- tahunan yang kuat. Selama tahun 2002-2012 telah terjadi 4 kali El Nino
Gambar 25 Transformasi Wavelet Kontinyu dari Indeks Nino 3.4 dan 5 kali La Nina (Tabel 2). 4 kali kejadian El Nino terdiri dari 3 kali El Nino kuat dan 1 kali El Nino lemah serta 2 kali La Nina kuat dan 3 kali La Nina lemah. La Nina 4 merupakan yang terkuat terjadi pada bulan 2 Juni 2010 – 11 Mei 2011 (12 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai -1.9 oC. La Nina kedua terjadi pada 1 Agustus 2007-Mei 2008 (10 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai -2.2 oC serta La Nina ketiga terjadi pada Agustus 2011 – Maret 2012 (8 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai 0.9 o C. Kejadian El Nino 4 merupakan yang terkuat dimana terjadi pada bulan Juni 2009-April 2010 (11 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai 1.9 o C kemudian diikuti oleh kejadian El Nino kedua pada bulan Juli 2002-Maret 2003 (9 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai 1.7 oC serta El Nino ketiga terjadi pada bulan Juli 2004-Januari 2005 (7 bulan) dengan anomali suhu permukaan laut mencapai 0.9 oC. Gambar 26 menunjukkan pola terjadinya kondisi anomali suhu permukaan laut pada wilayah Nino 3.4 dimana dari bulan Juli 2002-November 2005 pola kejadiannya lebih ke arah positif atau ke arah atas dan yang dominan adalah kejadian El Nino sedangkan dari tahun 2006–2012 pola kejadiannya sangat berfluktuasi dan tidak beraturan antara kejadian La Nina, kejadian normal dan kejadian El Nino.
35 Tabel 2 Kejadian El Nino dan La Nina berdasarkan Indeks Nino 3.4 Periode
Puncak
Anomali
No
Kejadian
1
El Nino 1*
3 Jul 02–26 Mar 03 (9 bulan)
Nov 02
1.7
2
El Nino 2*
21 Jul 04–26 Jan 05 (7 bulan)
Sep 04
0.9
3
El Nino 3**
23 Ags 06–24 Jan 07 (6 bulan)
Des 06
1.3
4
El Nino 4*
17 Jun 09 – 21 Apr 10 (11 bulan)
Des 09
1.9
5
Normal 1
2 Apr 03–30 Jun 04 (15 bulan)
Okto 03
0.4
6
Normal 2
2 Peb 05–23Nov 05 (10 bulan)
Jun 05
0.5
7
Normal 3
5 Apr 06– 16 Agu 06 (5 bulan)
Agu 06
0.4
8
Normal 4
Peb 07 – Jul 07 (6 bulan)
Ap 07
0.2
9
Normal 5
Jun 08 – Nov 08 (6 bulan)
Ags 08
0.2
10
Normal 6
Apr 09 – Mei 09 (2 bulan)
Mei 09
0.4
11
Normal 7
Mei 10 (1 bulan)
Mei 10
0.2
12
Normal 8
Jun 11 – Jul 11 (2 bulan)
Jul 11
-0.3
13
Normal 9
Apr 12 – Okt 12 (7 bulan)
Agu 12
0.9
14
La Nina 1**
30 Nov 05–29 Mar 06 (4 bulan)
Jan 06
-1.1
15
La Nina 2*
1 Ags 07 – 28 Mei 08 (10 bulan)
Jan-Peb 08
-2.2
16
La Nina 3**
3 Des 08 – 25 Mar 09 (4 bulan)
Des 08-Jan 09
-1.2
17
La Nina 4*
2 Jun 10 – 11 Mei 11 (12 bulan)
Sep – Okt 10
-1.9
18
La Nina 5**
3 Agu 11 – 21 Mar 12 (8 bulan)
Jan 12
-1.2
Suhu
Keterangan :**=lemah, *=kuat
Gambar 26 Kondisi El Nino dan La Nina berdasarkan Indeks Nino 3.4 selama Tahun 2002-2012
36 Kondisi IOD Berdasarkan DMI Gambar 27 menunjukkan variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antartahunan. Terlihat bahwa ketiga variabilitas ini ditemukan sangat kuat, dimana variabilitas tahunan terjadi pada 2006-2008. Menurut Saji et al. 1999 bahwa IOD positif terjadi jika nilai DMI positif lebih besar dari nilai standar deviasi 1 dan IOD negatif terjadi jika nilai DMI negatif lebih kecil dari 1 setidaknya selama 3 bulan berturut-turut. Gambar 28 menunjukkan bahwa selama tahun 2002-2012 telah terjadi kejadian IOD positif sebanyak satu kali. Kejadian IOD positif ini bersamaan dengan adanya kejadian El Nino.
Gambar 27 Transformasi Wavelet Kontinyu dari DMI
Gambar 28 Kondisi IOD berdasarkan nilai DMI selama Tahun 2002-2012 Korelasi Silang SPL dan Klorofil-a Hasil korelasi silang antara SPL dan klorofil-a dengan metode wavelet menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 29. Variabilitas yang terjadi di Laut Banda adalah variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan.
37 Variabilitas tahunan yang sangat dominan dimana memiliki periode 32-56 (11.73 bulan) yang terjadi antara Agustus 2003-November 2011 sedangkan variabilitas setengah tahunan terjadi periode 18-28 (6.1 bulan) antara bulan Pebruari 2003-Nopember 2009 dan pada periode 19-26 (6.1 bulan) yang terjadi antara Juli 2010-Mei 2012. Variabilitas antar-tahunan ditemukan sangat lemah. Variabilitas antara SPL dan klorofil-a cenderung yang terjadi bersifat antifase baik untuk siklus setengah tahunan maupun siklus tahunan. Hal ini berarti bahwa saat SPL turun maka kandungan klorofil akan naik dan juga sebaliknya. Rendahnya SPL di Laut Banda disebabkan karena adanya Ekman upwelling dan angin tenggara yang kuat (Gordon and Susanto, 2001), selain oleh
Gambar 29 CWT SPL dan Klorofil-a di Laut Banda angin tenggara, variabilitas musiman SPL juga diakibatkan oleh fluks panas di permukaan (Kida and Richards, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sukresno dan Suniada (2007) bahwa korelasi antara SPL dan klorofil-a di Laut Banda adalah berbanding terbalik ini dikuatkan juga oleh kesimpulan dari Solanki et al. (2003) dimana SPL dan klorofil-a mempunyai hubungan yang kuat namun negatif. Indeks Nino 3.4 dan TPL. Berdasarkan hasil analisis TPL pada wilayah Nino 3.4 maka secara keseluruhan dapat dilihat bahwa ada perbedaan fluktuasi yang sangat signifikan antara indeks Nino 3.4 dan TPL dimana saat terjadi kondisi ENSO maka TPL akan menjadi rendah dan sebaliknya. Pada saat kondisi normal maka akan terlihat adanya pola fluktuasi indeks Nino 3.4 dan TPL yang sama. Indeks Nino 3.4 yang tinggi diidentifikasikan dengan kejadian El Nino sedangkan indeks Nino 3.4 yang rendah diidentifikasikan dengan kejadian La Nina. Hasil korelasi silang antara indeks Nino 3.4 dan TPL dengan metode wavelet menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 30.
38 Pada gambar tersebut terlihat bahwa ditemukan adanya variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan yang terjadi dan variabilitas antar-tahunan yang sangat kuat serta terjadi sepanjang tahun. Varibilitas antar-tahunan yang terkuat pada periode 128-189 (39.7 bulan) terjadi pada bulan Mei 2006-September 2008. Periode 92-128 (28.7 bulan) terjadi pada bulan Januari 2005-April 2010 selanjutnya periode 64-75(16.1 bulan) terjadi pada bulan Januari 2008-Desember 2010. Variabilitas tahunan pada periode 34-64
Gambar 30 Korelasi Silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan TPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda (11.43 bulan) terjadi pada bulan Juli 2003-Desember 2010 serta variabilitas setengah tahunan pada periode 26-33 (6.8 bulan) terjadi pada bulan Desember 2005-Mei 2007. Variabilitas antar-tahunan dari indeks Nino 3.4 dan TPL cenderung yang terjadi bersifat antifase dimana jika terjadi El Nino maka beberapa waktu kemudian sekitar 16,1 bulan, 28.7 bulan dan 39.7 bulan akan diikuti dengan naiknya TPL dan jika terjadi La Nina maka beberapa waktu kemudian akan diikuti dengan rendahnya TPL dimana terjadi pada bulan Desember 2005-Mei 2007. Siklus tahunan bersifat antifase dan sefase serta siklus setengah tahunan cenderung bersifat sefase. Pada siklus tahunan cenderung terjadi bersifat antifase pada bulan Juli 2003-Juni 2009 dimana jika terjadi El Nino maka beberapa waktu kemudian sekitar 11.43 bulan akan diikuti dengan naiknya TPL dan jika terjadi La Nina maka beberapa waktu kemudian akan diikuti dengan rendahnya TPL. Kemudian siklus tahunan bersifat sefase dimana jika TPL naik maka beberapa waktu kemudian sekitar 11.43 bulan akan diikuti oleh meningkatnya La Nina dan sebaliknya.
39 Indeks Nino 3.4 dan SPL Hasil korelasi silang antara indeks Nino 3.4 dan SPL dengan metode wavelet menggunakan selang kepercayaan 95% dapat dilihat pada Gambar 31. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar tahunan yang terjadi antara indeks Nino 3.4 dan SPL. Variabilitas tahunan yang ditemukan sangat kuat dan terjadi sepanjang tahun. Siklus antar tahunan juga kuat tapi karena berada diluar selang kepercayaan 95 % sehingga diabaikan (Torence and Compo, 1998). Varibilitas tahunan yang terkuat pada periode 31-61 (12.5 bulan) dengan korelasi densitas energi 8-16 (energi) terjadi pada bulan April 2003-Oktober 2011. Selanjutnya variabilitas setengah tahunan pada periode 17-27 (5.9 bulan) terjadi pada bulan April 2007-Januari 2008, periode 19-24 (5.6 bulan) terjadi pada bulan September 2010-Maret 2011 dan periode 20-26 (6.4 bulan) terjadi pada bulan November 2005-Desember 2006 dengan korelasi densitas energinya 1-2 (energi).
Gambar 31 Korelasi Silang Transformasi Wavelet antara indeks Nino 3.4 dengan SPL selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Variabilitas setengah tahunan dan tahunan dari ENSO dan SPL cenderung yang terjadi bersifat sefase dan antifase. Hal ini berarti bahwa indeks Nino 3.4 dan SPL saling mempengaruhi dimana jika SPL meningkat maka beberapa waktu kemudian sekitar 12.5 bulan akan diikuti oleh meningkatnya El Nino. Jika SPL menurun maka beberapa waktu kemudian akan diikuti oleh menurunnya La Nina sehingga dapat dikatakan bahwa indeks ENSO mempengaruhi SPL di laut Banda. Indeks Nino 3.4 dan Klorofil-a Hasil korelasi silang antara indeks Nino 3.4 dan klorofil-a dengan metode wavelet menggunakan selang kepercayaan 95% terlihat pada Gambar 32. Ternyata ditemukan adanya variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antartahunan dimana variabilitas tahunan yang sangat kuat dan terjadi sepanjang tahun. Siklus antar-tahunan juga kuat tapi karena berada diluar selang kepercayaan 95% sehingga diabaikan (Torence and Compo, 1998). Variabilitas tahunan yang
40 sangat kuat dan terjadi sepanjang tahun dengan periode antara 35-60 (12.5 bulan) terjadi pada bulan Agustus 2003-September 2010, selanjutnya varibilitas setengah tahunan sangat rendah dengan periode antara 22-28 yang terjadi pada bulan November 2005-November 2007. Variabilitas setengah tahunan dan tahunan cenderung bersifat antifase dimana jika terjadi El Nino maka beberapa waktu kemudian sekitar 12.5 bulan akan diikuti dengan naiknya klorofil-a dan jika terjadi La Nina maka beberapa
Gambar 32 Korelasi Silang Transformasi Wavelet antara Indeks Nino 3.4 dengan Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda waktu kemudian akan diikuti dengan rendahnya klorofil-a. Tetapi ada saat dimana jika indeks Nino 3.4 naik maka beberapa waktu kemudian akan diikuti dengan turunnya klorofil-a atau jika indeks Nino 3.4 turun maka beberapa waktu kemudian akan diikuti oleh naiknya klorofil-a. Sesuai dengan kesimpulan dari penelitian Iskandar (2010) bahwa di Laut Banda pada skala interannual pola SPL dapat didefinisikan dalam dua bagian yaitu pola La Nina dan Pola El Nino dan/atau IOD dimana pola La Nina bercirikan SPL tinggi sementara pola El Nino bercirikan SPL rendah. Variabilitas tahunan dibagi dalam beberapa tahap dimana saat terjadinya antifase yaitu pada bulan Agustus 2003-September 2010 kemudian tahap dimana jika terjadi La Nina maka selang beberapa waktu kemudian akan diikuti dengan turunnya klorofil-a yang terjadi pada bulan Juni 2006-Agustus 2007, selanjutnya tahap dimana jika terjadi El Nino/La Nina maka beberapa waktu kemudian akan diikuti oleh naik/turunnya klorofil-a yang terjadi pada bulan September 2007Agustus 2010.
41 Indeks IOD dan TPL Hasil korelasi silang antara indeks IOD dan TPL dengan menggunakan metode wavelet dalam selang kepercayaan 95% terlihat pada Gambar 33.
Gambar 33 Korelasi Silang Transformasi Wavelet antara indeks IOD dengan TPL Selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Ditemukan adanya variabilitas setengah tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Variabilitas yang kuat terjadi pada siklus antar-tahunan pada bulan Juni 2007 Januari 2010 dengan periode antara 112-145 (30.3 bulan) kemudian bulan Agustus 2010-Agustus 2011 dengan periode antara 71-92 (20.5 bulan). Siklus tahunan terjadi pada bulan Mei 2006-September 2009 dengan periode antara 3264 (13,3 bulan) dan siklus setengah tahunan yang terjadi pada bulan September 2005-September 2008 dengan periode antara 24-32 (6.5 bulan). Variabilitas antar-tahunan dan tahunan terjadi bersifat antifase, dimana pada siklus tahunan jika terjadi IOD positif maka selang 13.3 bulan maka TPL akan rendah dan saat terjadi IOD negatif maka TPL akan tinggi artinya bahwa arahnya berlawanan dimana terjadi pada bulan Januari 2004-Agustus 2008. Kemudian pada bulan September 2008-November 2009 adanya fluktuasi dimana saat IOD positif mulai tinggi maka beberapa saat akan diikuti oleh naiknya TPL setelah itu pergerakan IOD mulai mendahului TPL pada bulan Maret 2010. Pada bulan Juli 2010-Juni 2011 TPL akan naik mendahului IOD setelah itu arah pergerakan IOD akan searah dengan arah pergerakan TPL yang bersifat sefase terjadi pada bulan Juli 2011-April 2012 dimana jika naiknya TPL maka selang 13.3 bulan kemudian diikuti dengan naiknya IOD positif. Variabilitas setengah tahunan cenderung bersifat sefase dimana jika TPL naik maka selang waktu 6.5 bulan maka akan meningkatnya IOD atau jika TPL turun maka dalam selang waktu 6.5 bulan kemudian akan diikuti dengan turunnya IOD terjadi pada bulan September 2006-September 2008.
42 Indeks IOD dan SPL Berdasarkan hasil korelasi silang antara IOD dan SPL dalam selang kepercayaan 95% dengan metode wavelet dapat ditunjukkan pada Gambar 34. Diketahui bahwa variabilitas yang terjadi adalah variabilitas setengah
Gambar 34 Korelasi silang transformasi wavelet antara Indeks IOD dengan SPL selama Tahun 20022012 di Laut Banda tahunan, tahunan dan antar-tahunan, dimana variabilitas tahunan yang terkuat dengan power spektrum 16-32 yang terjadi pada periode 31-58 (11 bulan) pada bulan Mei 2005-Mei 2010 dan periode 29-48 (12.8 bulan) yang terjadi pada bulan Agustus 2004-Pebruari 2005. Variabilitas setengah tahunan terjadi pada periode 21-25 (6.1 bulan) pada bulan Desember 2002-April 2003 dengan power spekrum 4 (energi) dan terjadi pada periode 21-28 (6.7 bulan) dimana terjadi pada bulan Maret 2005-Januari 2008. Variabilitas setengah tahunan cenderung bersifat sefase dan antifase dimana sifat sefase terjadi pada bulan Mei 2005-Mei 2006 dimana jika SPL naik maka beberapa saat kemudian selang waktu 6.1 bulan dan 6.7 bulan akan diikuti oleh naiknya IOD/terjadinya IOD positif. Pada bulan Mei 2006-Oktober 2006 SPL akan naik dan diikuti oleh IOD setelah itu pada bulan November 2006-Pebruari 2007 SPL akan naik/turun mendahului IOD. Pada bulan Maret 2007-Januari 2008 kondisi akan berubah kembali dimana variabilitas setengah tahunan akan bersifat antifase. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika SPL naik maka selang waktu 6.7 bulan kemudian akan diikuti dengan turunnya IOD atau sebaliknya jika SPL turun maka selang waktu 6.7 bulan kemudian akan diikuti dengan naiknya IOD. Sesuai dengan hasil penelitian Iskandar (2010) di Laut Banda bahwa pola IOD dan El Nino mempunyai hubungan yang diindikasikan dengan suhu rendah. Variabilitas tahunan terjadi bersifat sefase dan antifase dimana bersifat antifase terjadi pada bulan Agustus 2004-Pebruari 2005 dimana jika SPL naik maka selang waktu 12.8 bulan kemudian akan diikuti oleh naiknya IOD.
43 Sedangkan bersifat sefase terjadi pada bulan Mei 2005-Mei 2010 dimana jika SPL turun maka selang waktu 11 bulan kemudian akan diikuti oleh naiknya IOD. Variabilitas antar-tahunan lebih lemah dari variabilitas setengah tahunan dan tahunan serta bersifat sefase. Indeks IOD dan Klorofil-a Sesuai hasil korelasi yang dilakukan dengan metode wavelet antara IOD dengan klorofil-a dalam selang kepercayaan 95% (Gambar 35). Pada gambar tersebut ditemukan adanya variabilitas setengah tahunan dan tahunan, selain itu juga terlihat ada variabilitas antar-tahunan tetapi diluar selang kepercayaan 95% sehingga diabaikan (Torrence and Compo, 1998).
Gambar 35 Korelasi Silang Transformasi Wavelet antara Indeks IOD dengan Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda Variabilitas setengah tahunan terjadi pada periode 17-26 (6.4 bulan) yang terjadi pada bulan Agustus 2005-Pebruari 2008 dan bersifat antifase selanjutnya periode 21-25 (6.1 bulan) terjadi pada bulan Pebruari 2003-Juni 2003. Variabilitas tahunan terjadi pada periode 35-45 (10.7 bulan) pada bulan September 2004-Mei 2005, kemudian periode 33-57 (14 bulan) pada bulan September 2005-Maret 2010. Siklus tahunan sangat kuat bersifat antifase dan sefase dimana yang bersifat antifase terjadi pada bulan September 2004-Mei 2005 dimana jika IOD naik/IOD positif maka beberapa waktu kemudian selang waktu 10.7 bulan akan diikuti dengan turunnya klorofil-a atau sebaliknya jika IOD turun/IOD negatif maka beberapa waktu kemudian sekitar 10.7 bulan akan diikuti dengan naiknya klorofila, sehingga dapat dikatakan bahwa pada bulan ini terjadi siklus tahunan tetapi arahnya berlawanan dimana IOD tidak mempengaruhi klorofil-a. Kemudian siklus tahunan yang bersifat sefase terjadi pada bulan September 2005-Maret 2010 dimana jika klorofil-a meningkat maka beberapa waktu kemudian sekitar 14 bulan akan diikuti dengan meningkatnya IOD/terjadi IOD
44 positif dan sebaliknya juga seperti itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siklus tahunan yang bersifat sefase ini saling mempengaruhi antara IOD dan klorofil-a. Pengaruh Angin terhadap TPL, SPL dan Klorofil-a. Berdasarkan hasil korelasi yang dilakukan dengan metode wavelet antara Angin dengan TPL, SPL dan klorofil-a dalam selang kepercayaan 95% (Gambar 36) dilihat bahwa adanya variabilitas tahunan yang dominan. Angin zonal dan angin meridional terjadi sepanjang tahun dimana angin zonal terjadi dari bulan September 2003-Agustus 2011 sangat kuat dengan energi spektrumnya sebesar 64 m/det, sedangkan angin meridional terjadi dari bulan Oktober 2003-Agustus 2011 dengan energi spektrumnya sebesar 32 m/det.
Gambar 36
Hubungan antara a). angin zonal dengan b). TPL c). SPL dan d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda
Kemudian korelasi angin zonal dengan TPL (Gambar 36a) dan SPL (Gambar 36b) menunjukkan variabilitas tahunan yang kuat dan bersifat sefase. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang kuat antara angin dengan TPL dan SPL. Korelasi angin zonal dan klorofil-a (Gambar 36c) menunjukkan variabilitas tahunan juga yang terjadi sepanjang tahun dan bersifat antifase yang berarti hubungannya berbanding terbalik dimana jika kecepatan angin zonal tinggi maka klorofil-a akan rendah dan sebaliknya.
Gambar 37 Hubungan antara a). angin meridional dengan b). TPL c). SPL dan d). Klorofil-a selama tahun 2002-2012 di Laut Banda Korelasi angin meridional dengan TPL (Gambar 37a) dan SPL (Gambar 37b) juga menunjukkan variabilitas tahunan dan bersifat antifase. Korelasi antara angin meridional dan klorofil-a (Gambar 37c) menunjukkan variabilitas tahunan sepanjang tahun dan bersifat sefase dimana jika terjadi kenaikan klorofil-a maka
45 akan diikuti dengan naiknya kecepatan angin meridional sehingga keduanya mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Pengaruh ENSO terhadap Variabilitas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a Hasil korelasi antara Indeks Nino 3.4 dengan variabilitas antar-tahunan dari TPL, SPL dan klorofil-a dapat dilihat pada Gambar 38. Pola fluktuasi dari indeks Nino 3.4 (Gambar 38a) menunjukkan bahwa nilai indeks ini sangat berfluktuasi
Gambar 38 Hubungan a).indeks ENSO dengan variabilitas antar-tahunan dari b). TPL, c). SPL, d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda sedangkan korelasi antara indeks Nino 3.4 dan TPL (Gambar 38b) menunjukkan bahwa TPL memiliki pola yang hampir sama dengan indeks Nino 3.4 tetapi berbanding terbalik dimana saat indeks ENSO tinggi maka TPL akan rendah sebaliknya saat indeks ENSO rendah maka TPL akan meningkat tetapi pada tahun 2003 terlihat bahwa adanya pola yang sama antara indeks ENSO dan TPL. Dengan adanya pola yang sama demikian karena pada saat itu tidak terjadi kejadian El Nino atau La Nina dimana berada pada kondisi normal sehingga fluktuasinya seragam. Hubungan antara indeks ENSO dan SPL (Gambar 38c) juga sama dengan TPL dimana mempunyai hubungan yang sangat tinggi tetapi berbanding terbalik dimana saat indeks ENSO tinggi atau saat terjadi El Nino maka SPL akan turun sebaliknya saat terjadi La Nina maka SPL akan naik. Tetapi pada saat terjadi El Nino 4 dengan durasi waktu 11 bulan mempunyai pola yang sama dengan SPL dimana suhu menjadi tinggi sehingga pada tahun ini merupakan tahun kejadian El Nino tertinggi. Hubungan antara indeks ENSO dan klorofil-a (Gambar 38d) secara umum memiliki pola yang sama dimana saat terjadi La Nina maka klorofil-a akan menurun tetapi pada saat terjadi El Nino maka klorofil-a akan meningkat. Hal ini sesuai dengan korelasi antara SPL dan klorofil-a dimana saat suhu tinggi maka klorofil-a akan rendah dan sebaliknya saat suhu rendah maka klorofil-a akan tinggi.
46 Pengaruh IOD terhadap Variabilitas Antar-tahunan TPL, SPL dan Klorofil-a. Hasil korelasi antara IOD dan variabilitas antar-tahunan dari tinggi muka laut, SPL dan klorofil-a dapat dilihat pada Gambar 39. Pola fluktuasi IOD (Gambar 39a) sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. IOD meningkat dengan tajam pada tanggal 28 Oktober 2006 dimana merupakan kejadian IOD positif yang tertinggi sedangkan IOD akan menurun
Gambar 39 Hubungan a).indeks IOD dengan variabilitas antar-tahunan dari b). TPL, c). SPL d). Klorofil-a selama Tahun 2002-2012 di Laut Banda dengan drastis pada tanggal 22 september 2010 tetapi bukan merupakan kejadian IOD positif karena nilainya tidak lebih kecil dari -1 sehingga dikatakan bahwa dari tahun 2002-2012 hanya terjadi kejadian IOD positif dan tidak terjadi IOD negatif. Korelasi IOD dengan variabilitas antar-tahunan TPL (Gambar 39b) sangat berfluktuasi dimana polanya hampir sama antara kedua variabel tersebut. Pada kondisi normal maka polanya akan sama tetapi pada saat terjadi peristiwa IOD positif yang meningkat dengan tajam maka akan terlihat perubahan dari tinggi muka laut dimana mulai menurun. Dan pada saat IOD menurun terjadi pada tanggal 29 September 2010 dengan nilai -1.01054 tetapi hanya terjadi dalam satu bulan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai kejadian IOD positif. Korelasi IOD dengan SPL (Gambar 39c) memiliki korelasi yang hampir sama polanya. Pada saat terjadi IOD positif terlihat kurva SPL menurun pada tahun 2006 sehingga nilai korelasi menjadi rendah sebaliknya pada tahun 2010 saat nilai IOD mulai menurun maka nilai SPL mulai meningkat tetapi bukan merupakan kejadian IOD negatif. Korelasi antara IOD dan klorofil-a ditunjukkan pada Gambar 39d, dimana secara umum fluktuasi klorofil-a memiliki pola yang hampir sama dengan IOD. Pada saat terjadi IOD positif maka klorofil-a juga meningkat tetapi tidak sama tinggi dengan nilai IOD dan pada saat IOD menurun pada tanggal 29 September 2010 maka klorofil-a juga menurun dan hampir sama rendahnya. Dengan demikian maka IOD sangat mempengaruhi terjadi peningkatan klorofil-a.
47
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Siklus tahunan dari variabilitas tinggi muka laut (TPL) dan suhu permukaan laut (SPL) ditemukan maksimum (minimum) pada musim barat (musim timur). Sebaliknya, klorofil-a maksimum (minimum) pada musim timur (musim barat). Hasil analisa dengan transform wavelet dari klorofil-a dan parameter oseanografi menunjukkan variabilitas dalam rentang periode semi tahunan, tahunan dan antar-tahunan. Variabilitas antar-tahunan (ENSO) menunjukkan bahwa pada tahun El Nino TPL minimum, tetapi klorofil-a maksimum. Pada tahun La Nina TPL menjadi maksimum tetapi klorofil-a minimum. Variabilitas antar-tahunan (IOD) menunjukkan bahwa pada tahun IOD positif, TPL dan SPL menjadi minimum serta klorofil-a menjadi maksimum.
Saran Diharapkan agar perlu adanya penelitian lanjutan dengan menggunakan data daerah penangkapan ikan untuk melihat keterkaitan antara daerah penangkapan ikan dan proses upwelling yang terjadi di Laut Banda. Untuk melihat variabilitas antar-tahunan diharapkan menggunakan rentang data yang lebih panjang dari 10 tahun.
DAFTAR PUSTAKA Allan RJ, Chambers D, Drosdowsky W, Hendon H, Latif M, Nicholls N, Smith I, Stone R, Tourre Y. 2001. Is there an Indian Ocean Dipolee independent of the El Nino southern oscillations; CLIVAR Exchanges 6 4–8. Annamalai H, Potemra J, Murtugudde R, McCreary JP. 2005. Effect of preconditioning on the extreme climate events in the tropical Indian Ocean. J. Climate, 18, 3450–3469. Ashok K, Gaun Z, Yamagata T. 2001. Impact of the Indian ocean Dipolee on the relationship between the Indian monsoon rainfall and ENSO; Geophys. Res. Lett. 28: 4459–4502. Ashok K, Chan WL, Motoi T, Yamagata T. 2004. Decadal variability of the Indian Ocean Dipolee. Geophys. Res. Lett., 31, L24207, doi : 10. 1029/ 2004 GL021345. Baars MA, Sutomo AB, Oosterhuis SS, Arinadi OH. 1990. Zooplankton Abundance In The Eastern Banda Sea and Northern Arafura Sea During and After The Upwelling Season, August 1984 and February 1985. Netherlands Journal Of Sea Research. 25(4):527-534(1990). Behera SK, Krishnan R, Yamagata T. 1999. Unusual ocean-atmosphere conditions in the Indian Ocean during 1994. Geophys. Res. Lett. 26:3001-3004.
48 _________ , Yamagata T. 2002. The Indian Ocean Dipolee impact on the Southern Oscillation. J.Met. Soc. Japan (accepted). _________, Luo JJ, Yamagata T. 2008. Unusual IOD event of 2007. Geophys. Res. Lett., 35, L14S11, doi:10.1029/ 2008. GL034122. Bequero-Bernal A, Latif M, Legutke M. 2002. On Dipolee like variability of sea surface temperature in the tropical Indian Ocean; J. Climate 15: 1358–1368. Bergman JW, Hendon HH. 2000. Cloud radiative forcing of the low latitude tropospheric circulation: linear calculations. J. Atmos. Sci., 57, 2225-2245. Berlage, H. P. 1972. Monsoon Currents in the Java Sea and its Entrances.Verh.Magn.Met.Obs.,Batavia, 19 : 1-28. Bray NA, Hautala S, Chong J, Pariwono J . 1996. Large-scale sea level, termoklin, and wind variations in the Indonesian throughflow region. J Geophys. Res. 101:12239-12254. Boely T, Gastellu-Etchegorry JP, Potier M, Nurhakim S. 1990. Seasonal and Interannual Variations of the Sea Surface Temperature (SST) in the Banda and Arafura Sea area. Neth J Sea Res 25:425-429. Cadet DL. 1985. The Southern Oscillation over the Indian Ocean. J. Climatol., 5, 189-212. Chambers DP, Tapley BD, Stewart RH. 1999. Anomalous warming in the Indian Ocean coincident with El Nino. J.Geophys.Res., 104: 10523-10533. Clarke AJ, Liu X. 1994. Interannual sea level in the Northern and Eastern Indian Ocean. J. Phys. Oceanogr., 24, 1224–1235. [ECMWF] European Centre for Medium-Range Weather Forecasts. 2010. ECMWF Products. http://www.ecmwf.int/products/. Edward, Tarigan M. 2001. Pengaruh Upwelling terhadap eutrofikasi zat hara fosfat di Laut Banda bagian utara. Makalah disajikan pada Seminar ISOI di Jakarta. Elliott WP, Angell JK. 1988. Evidence for changes in Southern Oscillation relationships during the last 100 years. J. Climate,1: 729–737. Feng M, Meyers G. 2003. Interannual Variability in the Tropical Indian Ocean: Two Year Time Scale of IOD, Deep Sea Res., Part II, 50, 2263-2284, doi:10.1016/S0967-0645(03)00056-0. Ffield A, Gordon AL. 1996. Tidal mixing signatures in the Indonesia Seas. J Phys. Oceanogr 26:1924-1937. Fieux M, Andrie C, Charriaud E, Ilahude AG, Metzl N, Molcard R, Swallow JC. 1996. Hydrological and chlorofluoromethane measurements of the Indonesian throughflow entering the Indian Ocean. J. Geophys. Res. 101, 12,433-12,454. _______ , Vranes K, Gordon AL, Susanto RD, Garsoli SL. 2000. Temperature variability within Makassar Strait. Geophys. Res. Lett. 27:237-240. Fu CB, Fletcher J . 1988. Large signals of climatic variation over the ocean in the Asian monsoon region. Adv. Atmos. Sci.,5: 389–404. Gieskes W.W.C, Kraay GW, Nontji A, Setiapermana D, Sutomo. 1988. Monsoonal Alternation of a Mixed and a Layered in the Phytoplankton of the euphotic zone of the Banda Sea (Indonesia):A Mathematical Analysis of algal pigment fingerprints. Netherlands Journal of Sea Research. 22(2):123-137. _______________________. 1990. Monsoonal differences in primary production in the eastern Banda Sea (Indonesia). Netherlands Journal of Sea Research. 25(4):473-483.
49 Gordon AL, Ffield A, Ilahude AG. 1994. Termoklin of the Flores and Banda Seas. Journal Of Geophysical Research, Vol. 99, No. C9, Pages 18,235-18,242. Gordon AL, Susanto RD. 2001. Banda Sea Surface Layer Divergence, Ocean Dyn., 52(1), 2-10, doi:10.1007/s10236-001-8172-6. Grinsted A, Moore JC, Jevrejeva S. 2004. Application of the cross wavelet transform and wavelet coherence to geophysical time series, Nonlin. Processes Geophys., 11, 561–566, doi:10.5194/npg-11-561-2004 Gu D, Philander SGH. 1995. Secular changes of annual and interannual variability in the Tropics during the past century. J. Climate, 8: 864–876. Hantoro WS, Faure H, Djuwansah R, Faure-Denard L, Pirazzoli PA. 1995. The Sunda and Sahul continental platform: lost land of the last glacial continent in S.E. Asia. Quatern Int 29,30:29–134. doi:10.1016/1040-6182(95)00015-B Hasse L, Dobson F. 1986. Introductory Physics of the Atmosphere and Ocean. Reidel Publishing Company. Dordrecht, Holland. Hautala S, Sprintall J, Potemra J, Ilahude A, Chong J, Pandoe W, Bray N. 2001. Velocity structure and transport of the Indonesia throughflow in the major straits restricting flow into the Indian Ocean. J.Geophys. Res (in press). Hendiarti N, Suwarso, Aldrian E, Amri K, Andiastuti R, Sachoemar SI, Wahyono IB. 2005. Seasonal variation of pelagic fish catch around Java. Oceanography l, 18,4, 112 -123. Ilahude AG, Komar, Mardanis.1990. On the hydrology and its relation to the productivity of the Arafura Sea. Neth. J. Sea Res., 25(4) : 573-583. _________, Gordon AL . 1996. Termoklin Stratification within the Indonesian Seas.J. Geophys. Res., 101 (C5): 12,401 – 12,420. _________,. 1996. Kaji Arlindo di Indonesia. Orasi Ilmiah Pengukuhan APU Bidang Oseanografi Kimia. Puslitbang Oseanologi, LIPI Jakarta, 37 pp. __________. 1999. Sebaran Parameter Hidrologi di Laut Banda Timur. In: Suyarso (ed). 1999. Atlas Oseanologi laut Banda. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta:15-52. __________ , Nontji A. 1999. Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim Global (El Nino dan La Nina). Lokakarya Kita dan Perubahan Iklim Global: Kasus El Nino-La Nina, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 18-19 Mei 1999. Iizuka S, Matsuura T, Yamagata T. 2000. The Indian Ocean SST Dipolee simulated in a coupled general circulation Model. Geopys. Res. Lett., 27: 33693372 Iskandar I. 2010. Seasonal and Interannual patterns of the sea surface temperature in Banda Sea as revealed by self-organizing map. Continental shelf research . 30: 1136-1148. Johnstone RE, Sudaryanti. 1995. The Birds of Banda Neira, Moluccas, Indonesia. The Western Australian Naturalist 20(1):15-19. Joseph PV, Eischeid JK, Pyle RJ. 1994. Interannual var iability of the onset of the Indian summmer monsoon and its association with atmospheric features, El Nino, and sea surface temperature anomalies. J. Climate, 7, 81–105. Ju J, Slingo J. 1995. The Asian summer monsoon and ENSO. Quart. J. Roy. Meteor. Soc., 121: 1133–1168. Kida S, Richards KJ. 2009. Seasonal Sea Surface Temperature Variability in the Indonesian Seas. J. Geophys. Res. 114, C06016, doi:10.1029/ 2008JC005150.
50 Klein SA, Soden BJ, Lau NC. 1999. Remote sea surface temperature variations during ENSO: Evidence for a tropical atmospheric bridge. J. Climate, 12, 917– 932. Luo JJ, Behera SK, Masumoto Y, Sakuma H, Yamagata T. 2008. Successful prediction of the consecutive IOD in 2006 and 2007. Geophys. Res. Lett., 35, L14S02, doi:10.1029/2007GL032793. Madden RA, Julian PR. 1994. Observations of the 40-50 day Tropical OscillationA Review, Mon. Weather Rev., 122, 814-837, doi:10.1175/1520-0493. Mann KH, Lazier JRN. 1991. Dynamic of Marine Ecosystem, Biological-Physical Interaction in the Ocean. Boston. Mak M. 1995. Orthogonal wavelet analysis: Interannual variability in the sea surface temperature. Bull. Amer. Meteor. Soc., 76:2179–2186. Meehl GA. 1997. The South Asian monsoon and the tropospheric biennial oscillation. J. Climate, 10: 1921–1943. Meyers G. 1996. Variation of Indonesian throughflow and the El Nino southern oscillation; J. Geophys. Res. 101: 12255–12263. Moore TS, Marra J, Alkatiri A. 2003. Response of The Banda Sea To The Southeast Monsoon, Mar. Ecol. Progr. Ser., 261, 41-49. Murray SP, Arief D. 1988. Throughflow into the Indian Ocean through the Lombok Strait, January 1985– January 1986, Nature, 333, 444–447. Murtugudde R, Mc Creary JP, Busalacchi AJ. 2000. Oceanic processes associated with anomalous events in Indian Ocean with relevance to 1997–98; J. Geophys. Res.105: 3295–3306. Newell RE, Kidson JW, Vincent DG, Boer GJ. 1974. The General Circulation of the Tropical Atmosphere. Vol. 2, The MIT Press, 371 pp. Nontji A. 1974. Kandungan Chlorophyl pada Phytoplankton di Laut Banda dan Laut Seram. Oseanologi di Indonesia, No. 2:1-16. _______. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta : 368 h. _______. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. _______. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 368 hlm. _______. 2011. Ekosistem pelajik. Penerbit Coremap LIPI. Cetakan I : 2011 Normand C. 1953. Monsoon seasonal forecasting. Quart. J. Roy. Meteor. Soc., 79, 463–473. Pariwono JI, Manan E. 1990. Diktat Kuliah Meteorologi Laut. IPB. Bogor. Parthasarathy B, Rupa Kumar K, Munot AA. 1991. Evidence of secular variations in Indian monsoon rainfall–circulation relationships. J. Climate, 4: 927–938. Philander SG. 1990. El Nino, La Nina and the Southern Oscillation. Academic Press, Inc. New York, NY. ___________. 2001. El Nino Southern Oscillation Models. Princeton University, USA. Academic Press. Hal.827-832. Prezelein BB. 1981. Light reactions in photosynthesis Dalam: Physiological Bases of phytoplankton ecology (T. Platt ed) Canadian Bulletin of Fish and Aquatic Sciince 210:1-43. Quinn WH, Zopf DO, Short KS, Kuo Yang RTW. 1978. Historical Trends and Statistics of the Southern Oscilation, El Nino and Indonesian Droughts. Fishery Bulletin.
51 Rao SA, Behera SK, Masumoto Y, Yamagata T. 2002. Interannual subsurface variability in the tropical Indian Ocean with a special emphasis on the Indian Ocean Dipolee; Deep Sea Res. Part II 49: 1549–1572. Rasmusson EM, Carpenter TH. 1982. Variations in tropical sea surface temperature and surface wind fields associated with the southern oscillation/El Nino; Mon.Weather Rev. 110: 354–384. Saji NH, Goswami BN, Vinayachandran PN, Yamagata T. 1999. A Dipole modein the Tropical Indian Ocean, Nature, 401, 360-363, doi: 10. 1038/ 43854. ______, Yamagata T. 2002. Interference of teleconnection patterns generated from the tropical Indian and Pacific Oceans (under preparation). Sediadi A, Edward, 2000. Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Perairan PulauPulau Lease Maluku Tengah. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Seminar Nasional Pendayagunaan Sumberdaya Hayati Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal.1-11. ______. 2004. Dominasi Cyanobacteria pad amusim peralihan di PerairanLaut Banda dan sekitarnya.Makara, Sains, Vol.8, No. 1, April 2004: 1-14. Schalk PH. 1987. Monsoon – Related Changes in Zooplankton Biomass in the Eastern Banda Sea and Aru Basin.Biol. Oceanogr., 5: 1 – 12. Shukla J. 1995. Predictability of the tropical atmosphere, the tropical oceans and TOGA. Proc. Int. Sci. Conf. on the Tropical Ocean Global Atmosphere (TOGA) Programme, WCRP-91, WMO/TD 717, Vol. 2, Melbourne, Australia, WCRP, 725–730. _______, Paolino DA. 1983. The Southern Oscillation and longrange forecasting of the summer monsoon rainfall over India. Mon. Wea. Rev., 111: 1830–1837. Soegiarto, Birowo. 1975. Atlas Oseanografi Perairan Indonesia dan Sekitarnya. No. 1.LON-LIPI. Jakarta, Indonesia. Solanki SK, Usoskin IG, Kromer B, Schussler M, Beer J. 2003. Unusual activity of the Sun during recent decades compared to the previous 11,000 years.Nature Publishing Group. Vol. 431. Soman MK, Slingo J. 1997. Sensitivity of the Asian summer monsoon to aspects of sea surface temperature anomalies in the tropical Pacific Ocean. Quart. J. Roy. Meteor. Soc., 123: 309–336. Song QN, Vecchi GA, Rosati A. 2007a. Indian Ocean variability in the GFDL CM2 coupled climate Model. J. Climate, 20, 2895–2916. _____________. 2007b. The role of the Indonesian Throughflow in the Indo– Pacific climate variability in the GFDL Coupled Climate Model. J. Climate, 20, 2434–2451. Sprintall J, Gordon A, Murtugudde R, Susanto RD. 2000. A Semi-annual equatorial Western Indian Ocean Forced Kelvin Wave Observed in the Indonesian Seas in May 1997. J Geophys Res 105: 17217-17230. Sprintall J, Liu WT. 2005. Ekman Mass and Heat Transport in the Indonesia Seas.Journal Oceanography Vol 18 No.4.Oceanography Society-Rockville/ USA. Sukresno B, Suniada KI. 2007. Observasi Pengaruh ENSO Terhadap Produktivitas Primer Dan Potensi Perikanan Dengan Menggunakan Data Satelit Di Laut Banda. __________, Kasa IW. 2008. Dynamical Analysis Of Banda Sea Concerning With Elnino, Indonesian Through Flow And Monsoon By Using Satellite Data
52 and Numerical Model. Tesis yang tidak dipublikasikan, Universitas Undayana, Denpasar. Ecotrophic. 3(2): 87-91. Susanto DR, Gordon A, Sprintall J, Herunadi B. 2000. Intraseasonal Variability and Tides in Makasar Strait. Geophys Res Lett 27: 1499-1502. __________, Moore II TS, Marra J. 2006. Ocean Color Variability In The Indonesia Seas During The Sea WiFS era, Vol.7.Number 5.1-16. Svedrup HV, Jhonson MW, Fleming RH. 1946. The Oceans, Their Physic, Chemistry and General Biology. Prentice-Hall. Inc. Englewood. New York. [SWFSC] Southwest Fisheries Science Center, La Jolla. 2006. Ocean Watch North Pacific Demonstration Project. http://las.pfeg.noaa.gov/oceanWatch/ ocean watch. php [Maret 2012]. Tan KC, Ishizaka J, Matsumara S, Yusof FMo, Mohamed MIH. 2005. Seasonal Variability osSeaWifs Chlorophyll-a in the Malacca Straits in Relation to Asian Monsoon. Continental Shelf Research, 26:168-178. Terangi (Colaborasi with UNESCO), Banda Islands Coastal Ecosystems, Collection and analysis of Secondary Data. The Indonesia Coral Reef Foundation. Tisch TD, Ramp SR, Collins CA. 1992. Observations of the geostrophic current and water mass characteristics off Point Sur, California, from May 1988 through November 1989. Journal of Geophysical Research 97: doi: 10.1029/92JC01094. issn: 0148-0227 Tomascik T, Moosa MK. 1997a. The Ecology of the Indonesia Seas. Vol. II. __________, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997a. The Ecology of the Indonesian Seas. Part One. The Ecology of Indonesian Series. Vol. VII. Periplus Editions (HK) Ltd. Torrence C, Compo GP. 1998. A practical guide to wavelet analysis. Bull. Amer. Meteor. Soc., 79: 61–78. _________, Webster PJ. 1998. The annual cycle of persistence in the El Nino– Southern Oscillation. Quart. J. Roy. Meteor. Soc., 124, 1985–2004. _________, Webster PJ. 1998. Interdecadal Changes in the ENSO-Monsoon System. American Meteorology Society. Hal.2679-2690. Trenberth KE. 1997. The definition of El Nino. Bull. Amer. Meteor. Soc., 78: 2771–2777. Troup AJ. 1965. The southern oscillation. Quart. J. Roy. Meteor.Soc., 91: 490– 506. Van Bennekom AJ, Treguer P, Nelson DM, De Master DJ, Leynaert A, Quiguiner B. 1995. The Silica Balance in the World Ocean: A reestimate. Science 268:375-379. Venzke S, Latif M, Villwock A. 2000. The coupled GCM ECHO-2. Part II: Indian Ocean response to ENSO; J. Climate 13: 1371–1383. Vinayachandran PN, Saji NH, Yamagata T. 1999. Response of the equatorial Indian Ocean to an anomalous wind event during 1994; Geophys. Res. Lett. 26: 1613–1615. Vinayachandran PN, Iizuka S, Yamagata T. 2002. Indian Ocean Dipole modeevents in an ocean general circulation Model; Deep Sea Res. Part II 49: 1573–1596.
53 Wallace JM, Rasmusson EM, Mitchell TP, Kousky VE, Sarachik ES, von Storch H. 1998. On the structure and evolution of ENSO-related climate variability in the tropical Pacific. J. Geophys. Res., 103, 14241-14260 Wainer I, Webster PJ. 1996. Monsoon/El Nino – Southern Oscillation relationships in a simple coupled ocean–atmosphere Model. J. Geophys. Res., 101, 25 599–25 614. Walker GT, Bliss EW. 1937. World weather VI. Mem. Roy. Meteor. Soc., 4, 119– 139. Wang B, Wang Y. 1996. Temporal structure of the Southern Oscillation as revealed by waveform and wavelet analysis. J. Climate,9, 1586–1598. Waworunto JM, Fine RA, Olson DB, Gordon AL. 2000. Recipe for Banda Sea Water.Journal of Marine Research, 58: 547-569. Webster PJ. 1995. The annual cycle and the predictability of the tropical coupled ocean–atmosphere system. Meteor. Atmos.Phys., 56: 33–55. Webster PJ, Palmer TN. 1997. The past and future of El Nin˜o. Nature, 390, 562– 564 Webster PJ, Magana V, Palmer TN, Shukla J, Tomas RA, Yanai M, Yasunari T. 1998. Monsoons: Processes, predictability and the prospects for prediction. J. Geophys. Res., 103: 14 451–14 510. Webster PJ, Moore AM, Loschnigg JP, Leben RR. 1999. Coupled ocean– atmosphere dynamics in the Indian Ocean during 1997–98. Nature, 401: 356– 360. Wells N. 1986. The Atmosphere and Ocean: A Physical Introduction. Taylor and Francis Ltd. London, England. Wetsyen FJ, AG Ilahude, Baars MA. 1990. Nutrient distributions of the upper 300 m of eastern Banda Sea and northern Arafura Sea during and after upwelling season. Neth. J. Sea Res., 25(4) : 449-464. Wiadnyana NM. 1999. Variation of zooplankton abundance in relation to the water productivity of Banda Sea.OseanologidanLimnologi Indonesia (no. 31) p. 57-68. Wouthuyzen S. 1997. Penelitian karakteristik upwelling untuk penangkapan ikan pelagis di Laut Banda dan Laut Seram (Maluku). Laporan akhir proyek Penelitian Explorasi Sumberdaya Laut, Balitbang Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. 55 h. Wyrtki K. 1958. The Water exchange between the Pacific and The Indian Ocean in relation to upwelling processes. Proc. 9th Pac. Scie.Congr., 16 : 61-66. ________. 1961. The Physical Oceanography Of South East Asian Waters. Naga Report Vol.2.University California Press, La Jolla, California. 195p. ________. 1985. Relations Between Sea Level, Termoklin Depth, Heat Contet, and Dynamic Height in the Tropical Pacific Ocean. Journal Of Geophysical Research, Vol.90,No. C6, Pages 11,719-11,725,November 20, 1985. Yasunari T. 1990. Impact of Indian monsoon on the coupled atmosphere/ocean system in the tropical Pacific. Meteor. Atmos.Phys., 44: 29–41. _________, Seki Y. 1992. Role of the Asian monsoon on the interannual variability of the global climate system. J. Meteor. Soc.Japan, 70: 177–189. Yu L, Rienecker MM. 1999. Mechanisms for the Indian Ocean warming during 1997 – 1998 El Nin˜o, Geophys. Res. Lett., 26:735–738
54 Yusuf SA, Wouthuyzen S. 1997. Kelimpahan Zooplankton di Perairan Laut Banda dan Laut Seram. Seminar Kelautan LIPI-UNHAS, Ambon 4-6 Juli 1997 : 218 – 226. Zijlstra JJ, Baars MA, Tijssen SB, Wetstyen FJ, Witte JIJ, Ilahude AG, Hadikusumah. 1990. Monsoonal effect of the hydrography of the upper (<300 m) of the eastern Banda Sea and northern Banda Sea, with special reference to vertical transport processes. Neth. J. Sea. Res., 25(4) : 431-447.
55 Lampiran 1 Tahapan proses analisis data dengan perangkat lunak ferret Data yang didapat dalam bentuk netCDF kemudian data diurutkan sesuai waktunya dan akan digabungkan menjadi satu file untuk masing-masing data tinggi muka laut, suhu permukaan laut, klorofil-a dan angin dengan menggunakan perangkat lunak netCDFData Operator (NCO) [NCO User’s Guide Version 4.0.8, May 2011 (Zender C 2011)]. Contoh : 001 nc. 002 nc. 003 nc. 004 nc. 005 nc.(chl_2002_2012.nc)
Nama file yang
diurutkan
ncrcat *nc klorofil_2002_2012.nc
cara menggambungkan data
Data harus disimpan pada file fer_data/data agar dapat dibaca di ferret. Cara kerja menyusun data klorofil-a: Use klorofil_2002_2012.nc ............................ data untuk dibaca di ferret Sh da ............................ menampilkan data MEAN ! Set win/aspect=1/size= 2 1 dibuat Fill/pal=modulo chl[d=1,l=@ave] go land_detail frame/file=mean_chl.gif VARIANCE ! Set win/aspect=1/size= 2 1 dibuat Fill/pal=modulo chl[d=1,l=@var] go land_detail frame/file=variance_chl.gif
menunjukkan batasan gambar yang akan menampilkan sebaran spasial dari klorofil-a menampilkan daratan Indonesia menyimpan file
menunjukkan batasan gambar yang akan menampilkan sebaran spasial dari klorofil-a menampilkan daratan Indonesia menyimpan file
use klorofil_2002_2012 nama file hasil penggabungan sh da menampilkan data use climatological_axes data diolah dalam bulanan let chl_clim=mhchla[d=1,gt=month_reg@mod] JAN ! Set region/x=120E:140E/ y=2S:10S,l=1] fill/lev=(0,1,0.005)/pal=modulo chl_clim[d=1] contour/ov/col=0/lev=(0,1,0.005)/pal=modulo chl_clim[l=1] go land_detail frame/file=Jan_chl_clim.gif
56 Lampiran 1. Lanjutan.... PEB ! Set region/x=120E:140E/ y=2S:10S,l=2] fill/lev=(0,1,0.005)/pal=modulo chl_clim[d=1] contour/ov/col=0/lev=(0,1,0.005)/pal=modulo chl_clim[l=1] go land_detail frame/file=Peb_chl_clim.gif Data disimpan dalam bentuk txt use klorofil_2002_2012 sh da use climatological_axes let chl_clim=mhchla[d=1,gt=month_reg@mod] sh da let chl=mhchla[d=1,x=120E:140E@ave,y=2S:10S@ave] (data disimpan dlm bentuk txt) list/file=chl_timeseries.txt Untuk membuat plot gambar use klorofil_2002_2012 sh da use climatological_axes let chl_clim=mhchla[d=1,gt=month_reg@mod] sh da sh grid chl_clim (untuk melihat posisi data) plot chl_clim[x=120E:140E@ave,y=2S:10S@ave] frame/file=plotchl_2002.gif (gambar plot akan disimpan) Untuk membuat diagram Hovmoller use klorofil_2002_2012 sh da set win/size=0.5/aspect=1.6 fill mhchla[d=1,j=@ave,x=120E:140E,l=1:472] menampilkan gambar bujur set win 2 fill mhchla[d=1,x=@ave,y=2S:10S,l=1:472] menampilkan gambar lintang frame/file=chl_2002.gif
57 Lampiran 2. Tahapan proses data dengan pendekatan wavelet transform Untuk menggunakan wavelet transform dalam penelitian ini di running dalam aplikasi Matlab 2010 berdasarkan petunjuk A Practical Guide to Wavelet Analysis oleh C. Torence and G.P. Compo, 1998. Contoh pendekatan wavelet transform untuk daerah penelitian. %Load the data d1=load('chl.txt'); d2=load('sst.txt'); d3=load('ssh.txt'); %Continuous wavelet transform (CWT);The CWT expands the time series into time frequency space. figure(1) clf hold on wt(d1); set(gca,'Xtick',[1 46 92 136 181 226 271 316 361 406 451],'FontSize',6,'FontName','Arial','XTickLabel',{'J02','J 03','J 04','J 05','J 06','J 07','J 08','J 09','J 10','J 11','J 12'}) xlabel('Waktu','FontSize',13,'FontName','Arial') ylabel('Periode (8 harian)','FontSize',13,'FontName','Arial') title('CWT CHL-a','FontSize',13,'FontName','Arial') gridon %set(gca,'xlim',min(t1),max(t1); figure(2) clf hold on wt(d2) set(gca,'Xtick',[1 46 92 136 181 226 271 316 361 406 451],'FontSize',6,'FontName','Arial','XTickLabel',{'J02','J 03','J 04','J 05','J 06','J 07','J 08','J 09','J 10','J 11','J 12'}) xlabel('Waktu','FontSize',13,'FontName','Arial') ylabel('Periode (8 harian)','FontSize',13,'FontName','Arial') title('CWT SST','FontSize',13,'FontName','Arial') gridon figure(3) clf hold on %t3=1:642; wt(d3) set(gca,'Xtick',[1 53 106 158 210 262 314 365 418 469 519],'FontSize',6,'FontName','Arial','XTickLabel',{'J02','J 03','J 04','J 05','J 06','J 07','J 08','J 09','J 10','J 11','J 12'}) xlabel('Waktu','FontSize',13,'FontName','Arial') ylabel('Periode (7 harian)','FontSize',13,'FontName','Arial') title('CWT SSH','FontSize',13,'FontName','Arial') gridon %Cross wavelet transform (XWT);The XWT finds regions in time frequency space where the time series show high common power.
58 Lampiran 2. Lanjutan.... figure(4) clf hold on xwt(d1,d2) set(gca,'Xtick',[1 46 92 136 181 226 271 316 361 406 451],'FontSize',6,'FontName','Arial','XTickLabel',{'J02','J 03','J 04','J 05','J 06','J 07','J 08','J 09','J 10','J 11','J 12'}) xlabel('Waktu','FontSize',13,'FontName','Arial') ylabel('Periode (8 harian)','FontSize',13,'FontName','Arial') title('XWT: SST dan CHL-a','FontSize',13,'FontName','Arial') grid on %Wavelet coherence (WTC);The WTC finds regions in time frequency space where the two time series co-vary (but does not necessarily have high power). figure(5) clf hold on wtc(d1,d2) set(gca,'Xtick',[1 46 92 136 181 226 271 316 361 406 451],'FontSize',6,'FontName','Arial','XTickLabel',{'J02','J 03','J 04','J 05','J 06','J 07','J 08','J 09','J 10','J 11','J 12'}) xlabel('Waktu','FontSize',13,'FontName','Arial') ylabel('Periode (8 harian)','FontSize',13,'FontName','Arial') title('WTC: sstdan chl','FontSize',13,'FontName','Arial') grid on functionvarargout=wt(d,varargin) %% Continous Wavelet Transform % Creates a figure of wavelet power in units of % normalized variance. % % USAGE: [wave,period,scale,coi,sig95]=wt(d[,params]) % % d: a time series % wave: the wavelet transform of d % period: a vector of "Fourier" periods associated with wave % scale: a vector of wavelet scales associated with wave % coi: the cone of influence % % Settings: Pad: pad the time series with zeros? % . Dj: Octaves per scale (default: '1/12') % . S0: Minimum scale % . J1: Total number of scales % . Mother: Mother wavelet (default 'morlet') % . MaxScale: An easier way of specifying J1 % . MakeFigure: Make a figure or simply return the output. % . BlackandWhite: Create black and white figures % . AR1: the ar1 coefficient of the series % . (default='auto' using a naive ar1 estimator. See ar1nv.m) % % Settings can also be specified using abbreviations. e.g. ms=MaxScale. % For detailed help on some parameters type help wavelet.
59 Lampiran 2. Lanjutan.... % % % Example: % wt([0:200;sin(0:200)],'dj',1/20,'bw','maxscale',32) % % (C) AslakGrinsted 2002-2004 % % http://www.pol.ac.uk/home/research/waveletcoherence/ % ---------------------------------------------------------------% Copyright (C) 2002-2004, AslakGrinsted % This software may be used, copied, or redistributed as long as it is not %sold and this copyright notice is reproduced on each copy made. This %routine is provided as is without any express or implied warranties % whatsoever. % ------validate and reformat timeseries. [d,dt]=formatts(d); n=size(d,1); sigma2=var(d(:,2)); %----------default arguments for the wavelet transform----------Args=struct('Pad',1,... % pad the time series with zeroes (recommended) 'Dj',1/12, ... % this will do 12 sub-octaves per octave 'S0',2*dt,... % this says start at a scale of 2 years 'J1',[],... 'Mother','Morlet', ... 'MaxScale',[],... %a more simple way to specify J1 'MakeFigure',(nargout==0),... 'BlackandWhite',0,... 'AR1','auto'); Args=parseArgs(varargin,Args,{'BlackandWhite'}); ifisempty(Args.J1) ifisempty(Args.MaxScale) Args.MaxScale=(n*.17)*2*dt; %automaxscale end Args.J1=round(log2(Args.MaxScale/Args.S0)/Args.Dj); end ifstrcmpi(Args.AR1,'auto') Args.AR1=ar1nv(d(:,2)); if any(isnan(Args.AR1)) error('Automatic AR1 estimation failed. Specify it manually (use arcov or arburg).') end end %----------------::::::::---------:::::::::::::-----------------
Analyze:
---------
60 Lampiran 2. Lanjutan.... [wave,period,scale,coi] = wavelet(d(:,2),dt,Args.Pad,Args.Dj,Args.S0,Args.J1,Args.Mother); t=d(:,1); power = (abs(wave)).^2 ; % compute wavelet power spectrum signif = wave_signif(1.0,dt,scale,0,Args.AR1,-1,-1,Args.Mother); sig95 = (signif')*(ones(1,n)); % expand signif --> (J+1)x(N) array sig95 = power ./ (sigma2*sig95); Yticks = 2.^(fix(log2(min(period))):fix(log2(max(period)))); ifArgs.MakeFigure ifArgs.BlackandWhite levels = [0.25,0.5,1,2,4,8,16] ; [cout,H]=safecontourf(t,log2(period),log2(abs(power/sigma2)),log2( levels));%,log2(levels)); %*** or use 'contourfill' cout(1,:)=2.^cout(1,:); HCB=colorbarf(cout,H); barylbls=rats([0 levels 0]'); barylbls([1 end],:)=' '; barylbls(:,all(barylbls==' ',1))=[]; set(HCB,'yticklabel',barylbls); cmap=(1:-.01:.5)'*.9; cmap(:,2:3)=cmap(:,[1 1]); %cmap(:,1:2)=cmap(:,1:2)*.8; colormap(cmap); set(gca,'YLim',log2([min(period),max(period)]), ... 'YDir','reverse', ... 'YTick',log2(Yticks(:)), ... 'YTickLabel',num2str(Yticks'), ... 'layer','top') %xlabel('Time') ylabel('Period') holdon [c,h] = contour(t,log2(period),sig95,[1 1],'k'); %#ok set(h,'linewidth',3) plot(t,log2(coi),'k','linewidth',3) %hcoi=fill([t([1 1:end end])],log2([period(end) period(end)]),'r') %set(hcoi,'alphadatamapping','direct','facealpha',.3)
coi
holdoff else H=imagesc(t,log2(period),log2(abs(power/sigma2)));%#ok,log2(levels )); %*** or use 'contourfill' %logpow=log2(abs(power/sigma2)); %[c,H]=safecontourf(t,log2(period),logpow,[min(logpow(:)):.25:max( logpow(:))]); %set(H,'linestyle','none')
61 Lampiran 2. Lanjutan.... clim=get(gca,'clim'); %center color limits around log2(1)=0 clim=[-1 1]*max(clim(2),3); set(gca,'clim',clim) HCB=safecolorbar; set(HCB,'ytick',-7:7); barylbls=rats(2.^(get(HCB,'ytick')')); barylbls([1 end],:)=' '; barylbls(:,all(barylbls==' ',1))=[]; set(HCB,'yticklabel',barylbls); set(gca,'YLim',log2([min(period),max(period)]), ... 'YDir','reverse', ... 'YTick',log2(Yticks(:)), ... 'YTickLabel',num2str(Yticks'), ... 'layer','top') %xlabel('Time') ylabel('Period') holdon [c,h] = contour(t,log2(period),sig95,[1 1],'k'); %#ok set(h,'linewidth',2) %plot(t,log2(coi),'k','linewidth',3) tt=[t([1 1])-dt*.5;t;t([end end])+dt*.5]; hcoi=fill(tt,log2([period([end 1]) coi period([1 end])]),'w'); set(hcoi,'alphadatamapping','direct','facealpha',.5) holdoff end set(gca,'box','on','layer','top'); end varargout={wave,period,scale,coi,sig95}; varargout=varargout(1:nargout); function [cout,H]=safecontourf(varargin) %R14 HACK --- fix. vv=sscanf(version,'%i.'); if (version('-release')<14)|(vv(1)<7) [cout,H]=contourf(varargin{:}); else [cout,H]=contourf('v6',varargin{:}); end functionhcb=safecolorbar(varargin) vv=sscanf(version,'%i.'); if (version('-release')<14)|(vv(1)<7) hcb=colorbar(varargin{:}); else hcb=colorbar('v6',varargin{:}); end functionvarargout=wtc(x,y,varargin) %% Wavelet coherence %
62 Lampiran 2. Lanjutan.... % USAGE: [Rsq,period,scale,coi,sig95]=wtc(x,y,[,settings]) % % % Settings: Pad: pad the time series with zeros? % . Dj: Octaves per scale (default: '1/12') % . S0: Minimum scale % . J1: Total number of scales % . Mother: Mother wavelet (default 'morlet') % . MaxScale: An easier way of specifying J1 % . MakeFigure: Make a figure or simply return the output. % . BlackandWhite: Create black and white figures % . AR1: the ar1 coefficients of the series % . (default='auto' using a naive ar1 estimator. See ar1nv.m) % . MonteCarloCount: Number of surrogate data sets in the significance calculation. (default=300) % . ArrowDensity (default: [30 30]) % . ArrowSize (default: 1) % . ArrowHeadSize (default: 1) % % Settings can also be specified using abbreviations. e.g. ms=MaxScale. % For detailed help on some parameters type help wavelet. % % Example: % t=1:200; % wtc(sin(t),sin(t.*cos(t*.01)),'ms',16) % % Phase arrows indicate the relative phase relationship between the series % (pointing right: in-phase; left: anti-phase; down: series1 leading % series2 by 90°) % % Please acknowledge the use of this software in any publications: % "Crosswavelet and wavelet coherence software were provided by % A. Grinsted." % % (C) AslakGrinsted 2002-2004 % % http://www.pol.ac.uk/home/research/waveletcoherence/
% -----------------------------------------------------------------------% Copyright (C) 2002-2004, AslakGrinsted % This software may be used, copied, or redistributed as long as it is not % sold and this copyright notice is reproduced on each copy made. This % routine is provided as is without any express or implied warranties % whatsoever.
63 Lampiran 2. Lanjutan.... % ------validate and reformat timeseries. [x,dt]=formatts(x); [y,dty]=formatts(y); ifdt~=dty error('timestep must be equal between time series') end t=(max(x(1,1),y(1,1)):dt:min(x(end,1),y(end,1)))'; %common period if length(t)<4 error('The two time series must overlap.') end
time
n=length(t); %----------default arguments for the wavelet transform----------Args=struct('Pad',1,... % pad the time series with zeroes (recommended) 'Dj',1/12, ... % this will do 12 sub-octaves per octave 'S0',2*dt,... % this says start at a scale of 2 years 'J1',[],... 'Mother','Morlet', ... 'MaxScale',[],... %a more simple way to specify J1 'MakeFigure',(nargout==0),... 'MonteCarloCount',300,... 'BlackandWhite',0,... 'AR1','auto',... 'ArrowDensity',[30 30],... 'ArrowSize',1,... 'ArrowHeadSize',1); Args=parseArgs(varargin,Args,{'BlackandWhite'}); ifisempty(Args.J1) ifisempty(Args.MaxScale) Args.MaxScale=(n*.17)*2*dt; %auto maxscale end Args.J1=round(log2(Args.MaxScale/Args.S0)/Args.Dj); end ad=mean(Args.ArrowDensity); Args.ArrowSize=Args.ArrowSize*30*.03/ad; %Args.ArrowHeadSize=Args.ArrowHeadSize*Args.ArrowSize*220; Args.ArrowHeadSize=Args.ArrowHeadSize*120/ad; if ~strcmpi(Args.Mother,'morlet') warning('WTC:InappropriateSmoothingOperator','Smoothing is designed for morlet wavelet.')
operator
end ifstrcmpi(Args.AR1,'auto') Args.AR1=[ar1nv(x(:,2)) ar1nv(y(:,2))]; if any(isnan(Args.AR1)) error('Automatic AR1 estimation failed. Specify it manually (use arcov or arburg).') end end
64 Lampiran 2. Lanjutan.... nx=size(x,1); %sigmax=std(x(:,2)); ny=size(y,1); %sigmay=std(y(:,2)); %-----------:::::::::::::--------- ANALYZE ----------::::::::::::-----------
65 Lampiran 3 Nilai time series dari TPL, SPL, Klorofil-a, dan kecepatan angin zonal (U) serta angin meridional (V) bulanan di Laut Banda Tahun 2002-2012
No
Bulan
1.
Januari
2.
Pebruari
3.
SPL (oC)
Klorofil-a (mg/m3)
TPL (m)
Angin (m/detik) U V
0,144978
0,109898 5.32
-1.02
29,59
0,140933
0,136085 4.90
-1.34
Maret
30,03
0,146398
0,149787 3.50
-0.32
4.
April
30,06
0,125075
0,133426 -0.60
1.84
5.
Mei
29,22
0,157968
0,09508
-3.43
3.56
6.
Juni
28,00
0,284703
0,048925 -4.17
4.83
7.
Juli
26,89
0,413025
0,004348 -4.66
5.25
8.
Agustus
26,67
0,457802
-0,02004
-4.40
4.85
9.
September
27,36
0,3716
-0,00654
-3.31
3.80
10. Oktober
28,90
0,216189
0,019771 -2.20
2.68
11. November
30,31
0,133655
0,054224 -0.59
1.63
12. Desember
30,68
0,124727
0,082889 2.95
-0.12
29,68
66 Lampiran 4 Spektrum densitas energi TPL dengan metode wavelet Spektrum
Periode (bulan)
Energi (m /spb)
Fenomena
2
1
24 - 31
2
Setengah Tahunan
2
33 - 64
2 – 32
Tahunan
3
64-96
16 – 32
Antar Tahunan
67 Lampiran 5 Spektrum densitas energi SPL dengan metode wavelet Spektrum
Periode (bulan)
Energi
Fenomena
(oC2/spb)
1
18 - 28
4–8
Setengah Tahunan
2
17 - 26
2–8
Setengah Tahunan
3
19 - 27
4–8
Setengah Tahunan
4
33 - 56
8 - 32
Tahunan
68 Lampiran 6 Spektrum densitas energi Klorofil-a dengan metode wavelet Spektrum
Periode
Energi
Fenomena
3 2
(bulan)
((mg/m ) /spb)
1
18 - 28
4-8
Setengah tahunan
2
22 - 28
4-8
Setengah tahunan
3
33 - 52
16 - 64
Tahunan
4
47 - 50
16
Tahunan
69 Lampiran 7 Spektrum densitas energi angin zonal dan angin meridional dengan metode wavelet Spektrum
Periode (bulan)
Energi ((m/det)/spb)
Fenomena
Angin zonal
34-58
16 - 64
Tahunan
Angin meridional
36 - 56
16 - 64
Tahunan
70
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 juli 1974 di Tual sebagai anak ketiga dari 8 bersaudara pasangan Nelson Kadmaer dan Almarhumah Jeane Kadtabalubun. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Tual lulus tahun 1987, kemudian melanjutkan sekolah ke SMP Negeri I Tual dan lulus tahun 1990 dan tahun 1993 menyelesaikan Pendidikan di SMA Negeri I Tual selanjutnya melalui jalur UMPTN Penulis melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi Universitas Pattimura Ambon dan lulus tahun 2000. Penulis bekerja di Yayasan Hivlak Langgur tahun 2002-2005 dan pada tahun 2008 bekerja di UNICEF. Pada Desember 2008 Penulis diterima sebagai staf Dosen pada Politeknik Perikanan Negeri Tual. Penulis melanjutkan studi Magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ilmu Kelautan pada tahun 2010 dengan Beasiswa BPPS On going Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Dalam penyelesaian studi Magister Sains, penulis menyusun tesis yang berjudul “Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut Banda”.