JURNAL AGROTEKNOS Maret 2013 Vol. 3 No. 1. Hal 34-40 ISSN: 2087-7706
VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMIS GALUR JAGUNG DENGAN TESTER MR 14 Genetic Variability and Heritability of Agronomic Characters of Maize Inbred Line with Tester 14 AMIN NUR, NENY R. IRIANY, A. TAKDIR M. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
ABSTRACT The objective of research was to estimate the genetic variability and heritability of inbred line maize agronomic characters as the initiation step of assessment for assembling of new cultivars. In dry season 2006, 90 inbred lines of maize from ICERI were evaluated at Village of ILETRI KP. Muneng, District of Probolinggo, Province of East Java. The design was simple latice design with two replications. Results showed that plant growth, days of flowering and silking, plant harvested, ear harvested, ear weight, moisture content, yield, ear range and 100 seeds weight had wide genetic variability, while plant height, ear height, days to hervest and ear diameter had narrow genetic variability. Heritability broad sense, for characters plant growth, days of flowering and silking, plant harvested, ear harvested, ear weight, moisture content, yield, ear range, plant height, ear height, days to harvest and 100 seeds weight was classified medium; while for characters of ear diameter was classified low. Therefore, efforts to increase inbred line of maize yield are still promising through improvement of such characters. Keywords: genetik variability, heritability, inbred line
1PENDAHULUAN
Pemuliaan tanaman pada hakekatnya merupakan ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni dalam mengelola variabilitas genetik tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru untuk memenuhi kebutuhan manusia. Aspek variabilitas genetik dalam pemuliaan tanaman menempati posisi yang sangat penting dalam peningkatan kemampuan genetik tanaman. Untuk meningkatkan variabilitas genetik dalam perakitan kultivar unggul yang memiliki potensi hasil tinggi dapat dilakukan dengan cara persilangan. Pembentukan kultivar unggul hibrida melalui mekanisme ini banyak dilakukan pada tanaman menyerbuk silang, khususnya jagung yang tidak bermasalah dalam regenerasi penyerbukan sendiri. Persilangan dua tetua yang homosigot akan menghasilkan F1 yang heterosigot yang memiliki pengaruh vigor *)
Alamat korespondensi: Email :
[email protected]
hibrida. Gejala heterosis diperlihatkan suatu keturunan tanaman yang memiliki peningkatan karakteristik seperti ukuran tanaman, vigor atau produktivitas lebih besar dibandingkan dengan kedua tetuanya (Sleper dan Poehlman, 2006) Salah satu tipe persilangan yang sering dilakukan dalam meningkatkan variabilitas genetik adalah persilangan dengan metode testcross. Syarat melakukan persilangan testcross salah satu diantaranya adalah tetua penguji yang disilangkan memiliki komposisi genetik yang homosigot. Mr 14 merupakan tetua penguji (galur) yang memiliki komposisi genetik yang sudah homosigot. Sedangkan galur yang disilangkan dengan Mr 14 berasal dari hasil persilangan SP-006, 007, 008, 009, Swn-5 dan Bisma. Persilangan beberapa galur ini dengan tetua penguji Mr 14, diharapkan memiliki keragaman genetik pada turunannya. Tingginya keragaman galur jagung hibrida dengan tester Mr 14 memberikan peluang yang semakin baik dalam perbaikan karakter yang dikehendaki. Prediksi keragaman ini
Vol. 3 No.1, 2013
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas
dapat dilihat dari penampilan aktualnya, uji keturunan. Salah satu tolok ukur biasa digunakan para pemulia untuk menilai penampilan aktual tanaman dengan menghitung variabilitas genetik dan hertabilitas. Variabilitas genetik adalah suatu besaran yang megukur variasi penampilan yang disebabkan oleh faktor genetik. Variabilitas suatu penampilan tanaman dalam populasi dapat disebabkan oleh genetik penyusun populasi, lingkungan dan interaksi genetik x lingkungan. Jika variabilitas karakter tanaman disebabkan peranan genetik maka variabilitas tersebut akan dapat diwariskan pada generasi berikutnya. Jika seleksi diterapkan pada karakter ini, maka pada generasi selanjutnya dapat diharapkan terjadi perubahan susunan genetik tanaman yang mengarah pada kemajuan genetik (Fehr, 1987). Kelemahan dari metode ini yaitu apabila faktor lingkungan lebih berpengaruh daripada faktor genetik, karena penilaian didasarkan pada penampilan fenotipe yang merupakan gabungan antara faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu peran faktor genetik juga perlu dilihat dengan jalan mengurangi penampilan aktual tanaman (phenotype) dengan faktor lingkungannya (Singh dan Chaudary, 1979; Falconer, 1989). Galur yang memiliki variabilitas genetik yang luas dan nilai hertabilitas sedang hingga tinggi, diharapkan dapat menjadi calon tetua persilangan dalam perakitan varietas unggul baru. Penelitian bertujuan menduga variabilitas genetik dan heritabilitas beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14.
35
BAHAN DAN METODE Sebanyak Sembilan puluh galur jagung dengan tester Mr 14 di evaluasi di Kebun Percobaan Muneng Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) pada bulan September – Desember 2006. Penelitian disusun dalam bentuk Rancangan lattice sederhana dengan dua ulangan. Luas masing-masing plot 5 m x 1 m dengan jarak tanam antar baris 75 cm dan di dalam baris 25 cm. Ditanam dua biji per lubang tanam dan setelah satu minggu dilakukan penjarangan. Pemupukan dilakukan dua kali dengan cara tugal . Dosis pupuk yang digunakan pada pemupukan pertama adalah 150 kg. ha-1 (Urea), 200 kg. ha-1 SP36 dan 100 kg. ha-1 KCl. Pemupukan kedua dilakukan setelah tanaman berumur satu bulan (30 hari setelah tanam ) dengan dosis 150 kg.ha-1. Pemeliharan dilakukan dengan melakukan penjarangan, pembumbunan, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiangan dan pengendalian hama penyakit dilakukan disesuaikan dengan tingkat serangan serta pertumbuhan gulma. Parameter yang diamati adalah hasil (ton.ha-1), jumlah tongkol panen, berat tongkol (kg), Kadar air (%), tanaman tumbuh, tanaman panen (hari), tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol (cm), Umur jantan (Hari), umur betina (hari), umur masak (hari), panjang tongkol, diameter tongkol, dan bobot 100 biji. Ragam genetik dihitung dengan kuadrat tengah harapan menurut Singh dan Chaudary (1979) (Tabel 1).
Tabel 1. Kuadrat tengah harapan karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14
Sumber keragaman Ulangan Genotipe Galat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
r-1 g-1 (g-1)(r-1)
M1 M2
Kuadrat tengah harapan 2e + r2g 2e
Keterangan : r = ulangan, g = genotipe, 2e = ragam lingkungan, 2g = ragam genotipe
Ragam fenotipik (2p) dan ragam genotipik dihitung sebagai berikut: 2p = 2e + 2g 2g = (M1-M2)/2 Koefisien keragaman genetik diduga 2 berdasarkan ragam genotipik ( σg ) dan (2g)
kategori luas sempitnya keragaman genetik diklasifikasikan menurut Anderson dan Bancroff dalam Wahdah et al. (1996) berdasarkan nilai standard deviasi genotipik ( σ σ 2 ) sebagai berikut: g
36
Nur et al.
2 g
2 2 r
J. Agroteknos
M 22 M 12 dbgenotip 2 dbgalat 2
di mana : M2 : kuadrat tengah galur M1: kuadrat tengah galat r : ulangan db : derajat bebas
Keragaman genetik luas apabila koefisien keragaman genetik lebih besar atau sama dengan dua kali simpangan baku genotipiknya (KKg ≥ 2 σ σ 2 ), sedangkan keragaman genetik g
sempit apabila koefisien keragaman genetik lebih kecil daripada dua kali standard deviasi genotipiknya (KKg < 2 σ σ 2 ). g
Koefisien keragaman Genetik = 2G KVG= x 100% X Koefisien keragaman Fenotipe = 2F KVF= x 100% X Heritabilitas dalam arti luas dihitung sebagai berikut:
hbs =
2g
2p Kategori tinggi rendahnya heritabilitas digolongkan menurut Stansfield (1991) sebagai berikut: <0,2 : rendah 0,2- 0,5 : sedang >0,5 : tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN Sidik ragam beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 menunjukkan pengaruh sangat nyata, kecuali pada karakter diameter tongkol (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa antara genotipe satu dengan yang lain menunjukkan adanya perbedaan. Namun demikian perbedaan ini perlu dilihat lebih jauh, seberapa besar faktor genetik berperan dalam perbedaan tersebut. Apakah keragaman yang ada benar-benar mencerminkan keragaman genetiknya, bukan karena pengaruh lingkungan atau interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan.
Tabel 2. Sidik ragam beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter Jumlah Tanaman tumbuh Umur berbunga jantan Umur berbunga betina Tinggi tanaman Tinggi letak tongkol Umur Panen Tanaman panen Tongkol panen Bobot tongkol kupasan basah Kadar Air Hasil Panjang tongkol Diameter tongkol Bobot 100 biji
KT genotipe 11,21** 4,39** 5,05** 336,53** 166,86** 20,79** 10,78** 37,28** 1,00** 3,95** 3,75** 2,13** 65,47tn 33,02**
KT galat 6,46 0,71 0,97 120,21 75,65 4,36 6,26 9,09 0,32 1,72 1,18 1,11 59,27 14,07
KK (%) 12,5 1,6 1,7 5,8 8,9 2,2 12,6 13,4 14,1 5,8 14,1 6,3 17,2 10
**nyata pada taraf 1%, tn tidak nyata
Penampilan aktual dari 90 galur jagung dengan tester Mr 14 yang dievaluasi memiliki kisaran yang cukup luas (Tabel 3), terutama karakter tanaman tumbuh, tinggi letak
tongkol, tanaman panen, tongkol panen, bobot tongkol kupasan basah, kadar air, hasil, diameter tongkol dan bobot 100 biji, sedangkan pada karakter umur berbunga
Vol. 3 No.1, 2013
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas
jantan, umur berbunga betina, tinggi tanaman, umur panen tidak begitu besar. Rata-rata umur berbunga jantan 54 hari dan umur berbunga betina 57 hari dan umur panen 96 hari. Hal ini memperlihatkan bahwa periode pembuahan minimal 4 hari dan maksimal 6 hari, sedangkan pengisian biji mencapai 39 hari. Kecilnya kisaran pada karakter karakter umur berbunga jantan, umur berbunga betina, tinggi tanaman, umur panen, mengindikasikan bahwa karakter sudah mencapai tingkat homosigositas dan lebih dipengaruhi oleh
37
lingkungan. Penampilan yang diperlihatkan oleh suatu tanaman disebut fenotipe yang merupakan hasil ekspresi dari penampilan galur tanaman pada suatu lingkungan tertentu dan interaksinya (Allard, 1960; Falconer, 1972; Brennan dan Byth, 1979). Makkulawu (2006) melaporkan bahwa galur dengan tester Mr 14 memiliki daya gabung baik dan galur yang mempunyai daya gabung baik merupakan calon tetua hibrida yang mempunyai potensi hasil tinggi.
Tabel 3. Kisaran, rata-rata, dan simpangan baku beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter Jumlah Tanaman tumbuh Umur berbunga jantan Umur berbunga betina Tinggi tanaman Tinggi letak tongkol Umur Panen Tanaman panen Tongkol panen Bobot tongkol kupasan basah Kadar Air Hasil Panjang tongkol Diameter tongkol Bobot 100 biji
Kisaran 11 – 25 55 – 56 57 - 59 191,5 – 192,5 94,5 – 107,5 95 – 96 11 – 24 15 – 31 2,42 – 5,11 18 – 26,6 4,57 – 10,57 14,4 – 19,91 39,23 – 93,23 27,25 – 60,45
Koefisien keragaman fenotipik dan genetik beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 disajikan pada Tabel 4. Koefisien keragaman fenotipik tertinggi ditunjukkan oleh karakter tongkol panen, diikuti oleh karakter hasil, sedangkan koefisien keragaman fenotipik terendah ditunjukkan oleh karakter umur berbunga jantan. Koefisien keragaman fenotipik dan genotipik antar karakter dapat saling dibandingkan karena nilai ini merupakan nilai baku setelah dibagi dengan nilai rata-ratanya. Apabila dilihat koefisien keragaman genetiknya, koefisien keragaman fenotipik sejalan dengan koefisien keragaman genetiknya. Koefisien keragaman genetik yang besar cenderung memiliki koefisien keragaman fenotipik yang besar pula. Hal ini menggambarkan bahwa keragaman yang teramati sudah mencerminkan keragaman genetiknya. Berdasarkan nilai simpangan baku genetiknya, semua karakter memiliki
Rata-rata 20 54 57 187,5 97,3 96 20 23 4,0 22,6 7,8 16,8 44,7 37,6
Simpangan baku 3,0 1,6 1,7 15,8 11,4 3,6 2,9 4,8 0,8 1,8 1,6 1,3 7,9 4,9
keragaman genetik luas kecuali tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur panen dan diameter tongkol. Keragaman genetik yang luas ini mengindikasikan adanya peluang perbaikan karakter galur jagung hibrida yang dievaluasi melalui ke sembilan karakter tersebut. Jika variabilitas karakter tanaman disebabkan peranan genetik maka variabilitas tersebut akan dapat diwariskan pada generasi berikutnya. Jika seleksi diterapkan pada karakter ini, maka pada generasi selanjutnya dapat diharapkan terjadi perubahan susunan genetik tanaman yang mengarah pada kemajuan genetik (Fehr, 1987). Ragam fenotipik, ragam genetik dan heritabilitas beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 disajikan pada Tabel 5. Ragam genetik dan lingkungan berimplikasi pada penampilan fenotipik tanaman yang diekspresikan pada masingmasing karakternya. Satuan ragam dari masing-masing karakter berbeda, tergantung pada satuan pengukurannya. Berdasarkan
38
NUR ET AL.
J. AGROTEKNOS
Stansfield (1991), heritabilitas dalam arti luas dari ke empat belas karakter yang diamati berkisar dari rendah sampai sedang. Terdapat tiga belas karakter yang memiliki heritabilitas sedang, hanya karakter diameter tongkol yang memiliki hertabilitas rendah. Rendahnya hertabilitas pada karakter diameter tongkol mengindikasikan bahwa karakter ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, karena heritabilitas merupakan nisbah ragam genetik dibagi dengan ragam fenotip dan
ragam lingkungan. Pendugaan heritabilitas akan berguna dalam penentuan kemajuan seleksi harapan dan pengembangan strategi pemuliaan yang sesuai dengan memberikan petunjuk metode dan arah seleksi (Bari et al., 1974; Pantalone et al., 1996). Nilai duga heritabilitas suatu karakter dapat berbedabeda tergantung pada cara perhitungan yang digunakan (Basuki, 1995).
Tabel 4. Koefisien keragaman fenotipik dan genetik beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter Jumlah Tanaman tumbuh Umur berbunga jantan Umur berbunga betina Tinggi tanaman Tinggi letak tongkol Umur Panen Tanaman panen Tongkol panen Bobot tongkol kupasan basah Kadar Air Hasil Panjang tongkol Diameter tongkol Bobot 100 biji
KKp
KKg
σσ 2
Kriteria
16,59 3,86 3,96 10,07 13,60 4,79 16,62 27,14 25,12 9,23 24,88 8,70 18,05 15,31
7,57 2,51 2,51 5,55 6,94 2,99 7,57 16,64 14,60 4,66 14,52 4,26 3,94 8,18
1,93 0,66 0,12 53,27 27,31 3,71 1,86 5,72 0,02 0,64 0,59 0,36 13,17 5,35
Luas Luas Luas Sempit Sempit Sempit Luas Luas Luas Luas Luas Luas Sempit Luas
g
KKp = koefisien keragaman fenotipik, KKg = koefisien keragaman genetik,
σ σ2 = simpangan baku genetik g
Tabel 5. Ragam fenotipik, ragam genetik, dan heritabilitas beberapa karakter agronomis galur jagung dengan tester Mr 14 di Muneng, Probolinggo, MT 2006/2007
Karakter Jumlah Tanaman tumbuh Umur berbunga jantan Umur berbunga betina Tinggi tanaman Tinggi letak tongkol Umur Panen Tanaman panen Tongkol panen Bobot tongkol kupasan basah Kadar Air Hasil Panjang tongkol Diameter tongkol Bobot 100 biji
2p 11,39 4,38 5,05 356,64 175,33 20,88 10,88 37,48 1,02 4,35 3,75 2,13 65,24 33,20
2g 2,38 1,84 2,04 108,16 45,61 8,21 2,26 14,09 0,34 1,11 1,28 0,51 3,11 9,47
Hbs 0,21 0,42 0,41 0,30 0,26 0,40 0,21 0,38 0,34 0,26 0,34 0,24 0,05 0,29
2p = ragam fenotipik, 2g = ragam genotipik, Hbs = heritabilitas dalam arti luas
Dalam pembentukan varietas unggul hibrida yang lebih ditekankan pada potensi
hasil dan keseragaman penampilan tanaman, maka karakter memiliki hertabilitas sedang
Vol. 3 No.1, 2013
Variabilitas Genetik dan Heritabilitas
yang memungkinkan digunakan dalam seleksi adalah Karakter hasil (h2 = 0,34), berat tongkol kupasan basah (h2 = 0,34), tinggi tanaman (h2 = 0,30), tinggi letak tongkol (h2 = 0,26 ), umur panen (h2 = 0,40), dan panjang tongkl (h2 = 0,24). Namun demikian penggunaan karakter tersebut di atas perlu dikonfirmasikan lagi karena heritabilitas yang dihitung dalam penelitian ini merupakan heritabilitas arti luas. Heritabilitas dalam arti luas seperti pada karakter hasil dengan nilai 0,34 berarti bahwa faktor genetik hanya menyumbang 34% pada penampilan suatu fenotipe, sedangkan 66% merupakan faktor lingkungan. Dari 34% faktor genetik ini masih terbagi lagi dalam ragam genetik aditif, dominan dan epistasis; sehingga ragam aditif yang merupakan penyebab kemiripan antar kerabat (Falconer, 1989) akan semakin rendah. Heritabilitas yang efektif untuk seleksi adalah heritabilitas dalam arti sempit, yang dapat menggambarkan ragam genetik aditifnya. Heritabilitas dalam arti luas yang dihitung pada penelitian ini bertujuan untuk prediksi awal besarnya nilai heritabilitas yang akan diperoleh pada pembentukan varietas unggul hibrida. Nur et. Al., (2007) hasil pengujian penampilan agronomi galur jagung dengan tester MR 14 terhadap cekaman kekeringan memperlihatkan bahwa terdapat lima galur jagung yang memiliki hasil lebih tinggi dari keempat pembandingnya (Bisi-2, Bima-1, Arjuna dan Lamuru) dan satu galur yang memiliki hasil lebih tinggi dari ke empat varietas pembandingnya pada cekaman.
SIMPULAN 1. Hampir semua karakter agronomis yang diamati pada galur jagung dengan tester Mr 14 memperlihatkan keragaman genetik yang luas kecuali pada karakter tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur panen dan diameter tongkol memiliki keragaman genetik sempit. 2. Heritabilitas dalam arti luas untuk semua karakter agronomis tergolong sedang, kecuali pada karakter diameter tongkol. 3. Galur dengan tester Mr 14 memiliki potensi untuk dijadikan sebagai calon tetua persilangan dalam pembentukan kultivar unggul baru. 4. Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria dengan nilai keragaman genetik
39
luas dan nilai hertabilitas sedang adalah jumlah tongkol panen, bobot tongkol kupasan basah dan hasil. Saran. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah pada generasi selanjutnya terjadi perubahan susunan genetik tanaman yang mengarah pada kemajuan seleksi dengan melihat daya gabungnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Kepada Bapak Sriwiyono, Moenadi, Sunarto, Arifuddin, Sampara dan Ka. KP. Muneng yang telah membantu kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. John wiley & Sons, Inc. New York. Bari A, S Musa, E Sjamsudin. 1974. Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Basuki Nur. 1995. Pendugaan Peran Gen. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Brennan PS, DE Byth. 1979. Galur x Environment Interction for Wheat Yields and Selection for Widely Adapted Wheat genoyypes. Aust. J.Agric. Res. 30 : 221-232. Falconer DS. 1989. Introduction to Quantitative Genetiks. English Language Book Society. London. Fehr WR. 1987. Principles of Cultivar Development. Macmillan Publishing Company, New York. Jugenheimer RW. 1985. Corn Improvement, Seed Production and Uses. John Wliiey. New York. Makkulawu AT, RN Iriany, NA Subekti, Musdalifah, MM Dahlan, 2006, Evaluasi daya gabung hasil 28 galur jagung dengan tester Mr 4 dan Mr 14 di Malang dan Bajeng, Agrivigor Vol 5 (2), P, 173 – 181, Nur A, N Iriany, M Azrai 2007. Penampilan karakter agronomik galur jagung pada cekaman kekeringan. Agrivigor Vol. 6 (3), P. 226 – 235. Pantalone VR, JW Burton, TE Jr Carter. 1996. Soybean root heritability and genotypic correlations with agronomics and seed quality traits. Crop Sci. 36:1120-1125.
40
Nur et al.
Sleper, Poelhman JM. 2006. Breeding Field Crop. Iowa State University Press. Ames, Iowa. Riede CR, JA Anderson. 1996. Linkage of RFLP markers to an aluminum tolerance gene in wheat. Crop Sci. 36:905-909. Singh RK, BD. Chaudary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetik Analysis. Kalyani Publisher. New Delhi. Stansfiled WD 1991. Teori dan Soal-soal Genetika. (Terjemahan M. Apandi dan L.T. Hardy) Erlangga. Jakarta.
J. Agroteknos Rulkens T, N Nugrahaeni. 1990. Germplasm Catalogue Soybean (Glycine max (L.) Merrill). Malang Research Institute for Food Crops, November 1986. (unpublished). Sutjahjo SH, A Makmur. 1999. Identifikasi keterpautan marka molekuler RAPD dengan karakter toleransi terhadap keracunan aluminium pada tanaman padi gogo. Zuriat 10(1):19-25. Wahdah R, A Baihaki, R Setiamihardja, G Suryatmana. 1996. Variabilitas dan heritabilitas laju akumulasi berat kering pada biji kedelai. Zuriat 7(2):92-98.