Urgensi Asba
URGENSI ASBA
Abstrak Artikel ini mencoba menelisik sebuah masalah dalam tafsir alQur’an yaitu mengenai urgensi asba>b al-nuzul dalam penafsiran al-Qur’an. Pembahasan dimulai dari upaya untuk memahami konteks persoalan yang ada, menghadapkan dua kaidah yang cukup memancing perdebatan, yaitu “al ibrah bi umu>m al-lafd} la bikhu>sus al-sabab” dan “al ibrah bi khusu>s al-sabab la bi umu>m al- lafd}”. Selanjutnya penulis mencoba mendefinisikan asba>b al-nuzul dengan merujuk pada pandangan para mufassir, hingga kemudian dapat menunjukkan asba>b al-nuzul sebagai bagian metode tafsir. Pada pembahasan lebih jauh penulis menelisik beberapa masalah pemahaman asba>b al-nuzul dalam kaitannya dengan penetapan hukum Islam, hingga akhirnya sebagai pamungkas penulis memaparkan urgensitas asba>b alnuzul dalam penafsiran al-Qur’an. Kata Kunci: Ilmu Ma’a>ni, Baya>n, Naql, Ijtihād, Ijma’, Qiyās A. Pendahuluan Al-Qur’an merupakan jantung dan jiwa Islam. Ia merupakan pembeda antara yang benar dan palsu, yang merupakan sumber normatif, tindakan, serta inspirasi seluruh dimensi kehidupan umat Islam.1 Karena itu pasca wafatnya Nabi Muhammad sebagai otoritas penafsir, umat Islam mulai mengembangkan ilmu-ilmu al-Qur’an guna membatu menafsirkan alQur’an, dan salah satu dari cakupan ilmu tersebut adalah asba>b al-nuzul sebagai ilmu tentang sebab turunnya wahyu.2 1
Ali ibn Ahmad al-Wahidi, Asba>b al-Nuzul, translated by Mokrane Guezzuo (Amman: Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought, 2008), 3. 2 Wahidi, Asba>b al-Nuzul, 2. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 489
Jala>l al-Di>n al-Suyu>ti mengungkapkan bahwa ayat alQur’an dari segi pewahyuannya dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: pertama, ayat al-Qur’an yang turun untuk merespons peristiwa, insiden, kondisi khusus, serta pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi; kedua, ayat yang turun tidak berdasarkan keterhubungannya dengan peristiwa historis dan sosial apapun dalam kehidupan masyarakat Muslim ketika itu.3 Pemahaman terhadap kandungan tipe ayat yang kedua tentu tidak membutuhkan pengetahuan tentang asba>b al-nuzul, akan tetapi pemahaman terhadap kandungan tipe ayat kedua tentu saja membutuhkan pengetahuan tentang asba>b al-nuzul yang meliputi fakta, peristiwa, ataupun kejadian yang menyebabkan turunnya ayat. Karena itulah Ima>m al-Wahi>dy (w. 1075 M.) menekankan pentingnya asba>b al-nuzul dalam penafsiran ayat al-Qur’an.4 Beranjak dari pemikiran di atas penulis tertarik untuk mendalami tingkat urgensitas asba>b al-nuzul dalam penafsiran al-Qur’an, dengan menempatkannya sebagai salah satu ilmu yang harus dipahami dalam upaya penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Walaupun demikian, terdapat sebuah masalah dalam upaya ini yaitu bahwa para ulama tafsir sudah mempersiapkan keilmuan yang harus dimiliki untuk mampu menafsirkan alQur’an, yang kita kenal dengan Ulu>m al- Qur’an. Di dalamnya dibahas pula tentang ka’idah-ka’idah penafsiran, diantarnya tentang dua kaidah tafsir yang cukup memancing perdebatan, yaitu “al ibrah bi umu>m al-lafd} la bi khusu>s al-sabab” dan “al ibrah bi khusu>s al-sabab la bi umu>m al-lafd}”. Pertanyaannya kini adalah kaidah mana yang mesti diterapkan dan apa alasannya? Hal inilah yang juga menjadi perhatian dalam tulisan ini dalam hubungannya dengan ilmu asba>b al-nuzul. B. Definisi Asba>b al-Nuzul Kata asba>b al-nuzul terdiri dari lafaz kata asba>b dan nuzul. Kata asba>b merupakan jamak dari kata yang berarti sebab, jalan, dan asal. 5 Sedangkan kata nuzu>l merupakan masdar dari kata 3
Jala>l al-Di>n al-Suyu>ti, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Cairo: Mat}ba’ah al-Hija>zi, tt), 28. 4 Wahidy, Asba>b al-Nuzu>l, 3. 5 Muh}ammad Idris al-Marba>wy, Kamus al-Marba>wy (Mesir: Sharikat Mustafa al-Ba>by al-Halaby, tt), 275. 490 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Urgensi Asba
yang berarti turun.6 Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama tafsir memiliki pendapat masing-masing. Menurut Ahmad Adil Kamal dalam karyanya ‘Ulu>m al-Qur'an, asba>b al-nuzul adalah suatu peristiwa yang diiringi oleh turunnya beberapa ayat yang membicarakan tentang peristiwa, menjelaskan hukum, atau menerangkan situasi dan kondisi pada waktu turunnya ayat. 7 Subhi al-Shalih dalam kitabnya Maba>hith fi ‘Ulu>m al-Qur'an menerangkan bahwa asba>b al-nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab turunnya ayat, memberi jawaban tentang sebab, atau menerangkan hukum pada saat terjadinya peristiwa.8 Sementara Manna’ al-Qaththan dalam karyanya Maba>hith fi ‘Ulu>m al-Qur'an menerangkan bahwa asba>b al-nuzul merupakan masalah-masalah yang waktu terjadinya dijelaskan Allah dengan menurunkan ayat al-Qur’an, baik berupa peristiwa ataupun jawaban terhadap pertanyaan.9 Definisi etimologis dan juga terminologis asba>b al-nuzul di atas memberikan pengertian bahwa asba>b al-nuzul hakikatnya adalah peristiwa yang terjadi di zaman Nabi atau masa penurunan al-Qur’an yang menjadi penyebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Ia dapat merupakan penjelasan ataupun jawaban terhadap sebuah peristiwa. Walaupun demikian, tidak semua ayat al-Qur’an turun berdasarkan sebuah peristiwa ataupun asba>b al-nuzul. C. Asbab al-Nuzul sebagai Metode Tafsir Pertimbangan terhadap asba>b al-nuzul sebagai salah satu metode penafsiran al-Qur’an dewasa ini perlu ditelisik dengan mengedepankan kelebihan atau keuntungan dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an. Beberapa anggapan yang cenderung sinis terhadap pola baru penafsiran al-Qur’an yang berkembang di kalangan para mufassir ini sepertinya didasari oleh pandangan 6
Lois Ma’luf, al-Munjid fi Lughah wa al-Adab wa al-‘Ulu>m (Bairut: Maktabah Kastulikiyah, 1927), 871. 7 Ahmad Adil Kamal, ‘Ulu>m al-Qur’an (Kairo: al-Mukhtar alIslamiyah, tt.), 28. 8 Subhi al-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an (Kairo: Mathba’ah Hijazi, tt.), 132. 9 Manna’ Khalil al-Qaththan, Maha>bith fi ‘Ulum al-Qur’an (Bairut: Syarikat al-Muhtadah, 1973), 78. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 491
bahwa ilmu asba>b al-nuzul adalah bagian dari ilmu sejarah. 10 Dengan pandangan tersebut sebagian ulama beranggapan bahwa tidak ada gunanya mempelajari ilmu asba>b al-nuzul karena merupakan bagian dari sejarah yang tidak diketahui kebenaran ceritanya atau tidak didapat dijamin kebenarannya, karena tidak diketahui asalnya secara pasti, sehingga tidak perlu dipelajari lebih dalam. Pendapat di atas tampaknya tidak mendapat sambutan ulama tafsir secara umum. Sebagian ulama melihat tidak diketemukannya alasan logis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menolak aplikasi atau penggunaan asba>b al-nuzul dalam penafsiran al-Qur’an. Asba>b al-nuzul pada dasarnya adalah suatu ilmu yang mencoba untuk mendekati kebenaran dari pemahaman ayat-ayat al-Qur'an, karena hanya dengan mengetahui atau melihat latar belakang suatu ayat al-Qur'an, akan dapat tercipta upaya hukum. Kemudian upaya hukum itu baru bisa ditetapkan jika dikuatkan oleh landasan yang kokoh karena memiliki landasan naql. Landasan naql ini berfungsi untuk memperkuat pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an, sebagaimana yang diungkapkan alZarkasyi. Bahwa ilmu tafsir dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu: Pertama, ilmu tafsir yang memerlukan naql, seperti; asba>b al-Nuzul, nasikh mansukh, serta ilmu untuk menentukan yang mubham dan menerangkan yang mujmal; kedua, ilmu tafsir yang tidak memerlukan naql, tetapi cukup memahaminya dengan mempergunakan pikiran (ijtihad) menurut cara yang mu'tabar.11 Para ulama tafsir umumnya memandang pengetahuan tentang asba>b al-Nuzu>l sebagai pengetahuan yang memiliki arti penting dan besar faedahnya bagi orang-orang yang ingin mendalami kandungan al-Qur'an dengan sempurna. Al-Wahidy mengomentari bahwa tak mungkin mengetahui tafsir ayat alQur'an tanpa terlebih dahulu mengetahui latar belakang peristiwanya dan menjelaskan sebab turunnya. 12 Ibn Taimiyah 10
Jala>l al-Di>n al-Sayuthi, Luba>b al-Nuql fi Asba>b al-Nuzul, Juz II (Bandung: Syarikat al-Ma’arif, tt), 6. 11 Badr al-Di>n Muh}ammad bin Abdullah al-Zarkasyi, Mana>hil al-Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’an, Juz I (Mesir: Isa al-Ba>by al-Halaby, tt), 171. 12 Wahidy, Asba>b al-Nuzul, 3. 492 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Urgensi Asba
mengungkapkan bahwa asba>b al-nuzul dapat menolong memahami suatu ayat al-Qur'an, karena dengan mengetahui peristiwa yang terjadi bi balik turun sebuah ayat, seseorang bisa memiliki dasar untuk mengetahui penyebab konteks turunnya ayat dengan benar. 13 Sementara Ibn Daqiqy al-‘Iyd menerangkan bahwa keterangan tentang kejadian turunnya ayat merupakan jalan yang tepat untuk memahami makna yang terkandung di dalam sebauh ayat.14 Sejarah Islam ini memperlihatkan pentingnya pemahaman terhadap kejadian yang menjadi penyebab turunnya ayat. Marwan bin Hakam pernah mengalami kesulitan dalam memahami makna dan kandungan QS. ‘Ali>-lmra>n ayat 188, yang berbunyi:
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orangorang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”.15 Marwan tidak bisa membayangkan mengapa orang-orang yang merasa gembira dengan apa yang telah mereka lakukan, dan dengan senang hati dipuji atas apa yang mereka tidak perbuat, lalu mereka disiksa Allah. Karena ketidakpahamannya tentang makna ayat tersebut, lalu ia bertanya kepada Ibn Abbas ra. Ibn Abbas ra. menerangkan bahwa sseungguhnya ayat tersebut berkenaan dengan Ahl Kitab yang pernah ditanya Nabi SAW mengenai sesuatu hal. Mereka waktu itu tidak mau menjawab pertanyaan Nabi SAW, bahkan mereka mengalihkan 13
Lihat Imam Taqiyuddin Ah}mad bin Ah}mad Hami>m Ibn Taimiyah,
Muqaddimah fi Us}u>l al-Tasi>r (Kuait: Dar al-Qur’an al-Qarim, 1971), 47. 14 Al-Sayuthi, Lubab al-Nuql fi Asba>b al-Nuzul, 29. 15 Tim YPPAI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Depag RI., 1971), 109. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
493
masalah dengan menceritakan masalah yang tidak ditanyakan oleh Nabi SAW. Mereka mengira bahwa perbuatan mereka tersebut mendapat penilaian baik dari Nabi SAW, karena itu mereka gembira atas perbuatan mereka dan berharap akan mendapat pujian dari Nabi. 16 Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan Ibn Abbas ra. tersebut berulah Marwan ibn Hakam dapat memahami pengertian ayat tersebut. Melihat dan menelisik riwayat tentang pengalaman Marwan ibn Hakam, ketika ia mendapat kesulitan dalam memahami makna ayat di atas, dapat di mengerti bahwa proses pemberitaan dalam penjelasan suatu maksud ayat dapat berarti jika seseorang mengetahui dengan baik latar belakang yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut, karena itu dapat dikatakan bahwa asba>b al-nuzul dapat membantu dan mengantar seseorang kepada pemahaman yang tepat terhadap sesuatu ayat yang dimaksud. Sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang ingin mendalami kandungan ayat al-Qur'an untuk mengetahui asba>b al-nuzul, karena ia memiliki peran yang signifikan dalam membantu seorang mufassir dalam beberapa hal sebagai berikut, sebagaimana diterangkan oleh Ahmad Adil Kamal: Pertama, asbab al-nuzul dapat mengantarkan seseorang untuk mengetahui tuntutan keadaan yang ditimbulkan oleh ilmu ma’a>ni dan baya>n, di mana kedua ilmu itu merupakan syarat mutlak untuk mempelajari isi kandungan al-Qur'an; kedua, pengetahuan tentang asba>b al-nuzul dapat menghilangkan kemuskilan di dalam memahami ayat alQur'an.17
Melihat dan memperhatikan wewenang dari ilmu asba>b alnuzul tersebut dan pengaruhnya dalam penafsiran terhadap alQur’an, diyakini bahwa asba>b al-nuzul al-Qur'an memiliki pengaruh yang besar terhadap penetapan hukum Islam, mengingat asba>b al-nuzul punya andil yang cukup signifikan dalam memberikan arti atau maksud suatu ayat al-Qur'an. Dengan demikian, hal yang pasti adalah bahwa asba>b al-nuzul memiliki tempat tersendiri dalam upaya penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur'an, yang tentu saja menjadikan keberadaannya harus diperhitungkan, sebagaimana diungkapkan oleh Manna' 16
Al-Zarkasyi, Mana>hil al-Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’an, 103. Ahmad Adil Kamal, Ulum al-Qur’an (Kairo: al-Mukhtar alIslamiyah, tt), 30. 494 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 17
Urgensi Asba
al-Qaththan, bahwa asbab al-nuzul adalah jalan yang baik untuk mengetahui/menetapkan atau mengungkapkan hal-hal yang mendekatkan seseorang pada pemahaman al-Qur'an karena asbab al-nuzul sendiri merupakan sebagai dari pelajaran dan penafsiran.18 Berdasarkan pendapat ulama tafsir dan penjelasan dalam pembahasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa bahwa asba>b al-nuzul merupakan ilmu yang mempunyai pengaruh besar dalam mempelajari dan memahami kandungan al-Qur'an, yang berisikan pelajaran dan penjelasan bagi orang-orang yang ingin memhami ayat-ayat al-Qur'an dan berguna pula dalam penafsiran al-Qur'an. D. Problem Pemahaman Asbab al-Nuzul dalam Hukum Islam Salah satu persoalan yang banyak ditemukan pembahasanya dalam literatur keislaman khususnya pada aspek hukum adalah sejauhmana nilai dan ketetapan hukum dalam Islam dipengaruhi oleh kondisi ruang dan waktu yang berisikan muatan budaya masyarakat yang hidup di dalamnya. Kemapanan budaya itu pada gilirannya akan melahirkan tradisi. Sebagai konsekuensinya, perbedaan ruang dan waktu sekaligus perubahannya mengandung perbedaan bahkan perubahan budaya dan tradisi masyarakat itu. Dalam hukum Islam hubungan antara nilai dan ketetapan hukum di satu sisi dengan perubahan ruang dan waktu di sisi lain terjadi antitomi antara stabilitas dan perubahan hukum. Untuk menyelesaikan ketegangan ini, para ahli hukum Islam mengemukakan kaedah bahwa "tradisi bagian yang diperhatikan dalam penetapan hukum",19 dan "hukum berubah di latar belakangi oleh waktu, tempat dan keadaan". 20 Akan tetapi, dalam uraian yang lebih tehnis mereka berbeda pendapat tentang batas terjauh dibenarkannya perubahan itu. Persoalan yang muncul tentang hubungan asbab al-nuzul dengan ayat yang diturunkan, karena itu adalah apakah antara 18
Al-Qaththan, Maha>bith fi ‘Ulu>m al-Qur’an, 95. Ali Ahmad al-Na>wi, al-Qawa>’id al-Fiqhiyyah (Damsyik: dar alQalam, 1982), 256. 20 M. Hasby al-Shiddiqy, Sejarah Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta Bulan Bintang, 1962), 196 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 495 19
keduanya mengandung hubungan kausalitas ? sehingga dia berimplikasi membatasi nilai dan ketetapan hukum yang dikandung ayat. Dalam hal ini, para ahli Hukum Islam mengemukakan kaedah bahwa "pengambilan makna dilakukan berdasarkan generalitas lafaz, tidak berdasarkan partikularitas penyebab".21 Di sisi lain ada juga sebagian ulama berpendapat bahwa ungkapan satu lafaz harus dipandang dari segi kekhususan sebab, mereka mengemukakan kaedah bahwa "pengambilan makna berdasarkan partikularitas penyebab, tidak berdasarkan generalitas lafaz". Jadi, cakupan ayat terbatas pada kasus yang menyebabkan ayat itu diturunkan. Adapun kasus lainnya yang serupa dengan kasus itu, kalaupun mendapatkan penyelesaian yang sama, maka itu tidak diambil dari pemahaman ayat, tetapi dengan upaya menarik nilai sebuah kasus dari dataran generitas yang setinggi-tingginya. Dengan begitu nilai tersebut tidak lagi terikat oleh kekhususan peristiwa asal mulanya, akan tetapi diberlakukan kepada kasus-kasus lain yang muncul pada semua ruang dan waktu.22 Uraian di atas memberikan pemahamahan bahwa asba>b alnuzul berimplikasi terhadap pemahaman ayat bukan dalam hubungan kausalitas yang dapat membatasi penerapan pesan inti yang dikandung oleh ayat. Sebab, perbedaan dua kelompok ulama di atas memandang hubungan antara asba>b al-nuzul dengan ayat yang diturunkan pada dasarnya berkaitan dengan tehnis penerapan ayat itu secara metodologis. Kelompok pertama menerapkan pesan ayat berdasarkan makna generalnya, sedangkan kelompok kedua berdasarkan kemiripan inti kasus penyebab turunnya ayat, yang secara metodologis melalui qias.. Dalam bahasa yang "lebih kurang pas", bahwa kelompok ulama pertama menempuh metode deduksi, sedangkan kelompok ulama kedua menempuh metode induksi. Adapun kemungkinan penerapan suatu ayat kepada semua kasus yang di luar sebab turunnya, mereka menyepakatinya.
21
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Us}ul Fiqh (Jakarta: Majlis al-Islamiyah, 1978), 189. 22 Lihat Abd. al-Mun’im al-Namr, ‘Ulu>m al-Qur’an al-Kari>m (Kairo: Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1971), 100-101. 496 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Urgensi Asba
E. Urgensi Abab al-Nuzul dalam Penafsiran al-Qur’an: Analisa Kritis Al-Qur'an mengandung berbagai permasalahan yang dapat menjawab tantangan zaman telah pula siap mengembangkan sayapnya dengan mendalami bagian-bagian dari hukumhukumnya sehingga hukum-hukumnya dapat dipertanggung jawabkan.Namun sebelum melangkah lebih jauh terhadap upaya bagian-bagian dari ilmu al-Qur'an dalam usaha menetapkan hukum-hukumnya, ada baiknya dilihat terlebih dahulu landasanlandasannya. Sebagaimana diketahui bahwa landasan syara' yang telah disepakati oleh Jumhur Ulama ada 4 (empat) macam, yaitu: al-Qur'an, al-Hadits, Ijma', dan Qiyas.23 Keempat landasan hukum tersebut merupakan pengambilan dalil-dalil hukum Islam dan sebagai suatu sarana untuk mengembangkan hukum yang kiranya tidak terdapat dalam salah satunya, dan sebagai alat istidlal yang selalu berusaha untuk meletakkan sesuatu hukum Islam dengan berorentasi pada alat-alat istidlal yang harus berjenjang. Sebagai bukti keharusan beristidlal dengan keempat macam dalil hukum tersebut diatas adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Nisa ayat 59:
“Hai. Orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan taatilah Nabi SAW (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah-Nya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih 24 utama(bagimu) dan lebih balk akibatnya”. 23
Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam (Bandung: alMaarif, 1986), 28 24 Tim YPPAI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 128. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 497
Perintah untuk mengikuti Allah dan Rasul-Nya adalah perintah untuk mengikuti al-Qur'an dan al-Sunnah. Sedangkan perintah untuk mentaati orang yang memegang kekuasaan adalah perintah untuk menta'ati atau mengikuti hukum-hukum dan ketentuan yang dibuat dan disetujui oleh badan-badan yang mempunyai kekuasaan membuat Undang-Undang. Adapun perintah untuk memulangkan perkara yang dipertengkarkan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah perintah untuk menggunakan Analogi (qiyas), selama tidak ada nash dan ijma'. Dikatakan demikian karena qiyas dapat menganalogikan sesuatu kejadian yang tidak jelas atau tidak ada dalam nash dengan suatu kejadian yang sudah ada hukumnya dalam nash, lantaran adanya persamaan illat hukum pada kejadian itu. Dengan demikian yang dimaksud dengan tertib jenjang dalam beristidlal dari al-Qur'an, al-Sunnah, al-Ijma' dan al-Qiyas ialah apabila terdapat suatu kejadian yang memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama hendaklah dicari terlebih dahulu dalam al-Qur'an. Kalau ketetapan hukumnya sudah ada dalam al-Qur'an, maka ditetapkanlah hukumnya sesuai dengan yang ditunjuk oleh al-Qur'an itu sendiri. Akan tetapi, jika ketetapan hukumnya tidak ditemukan dalam al-Qur'an, barulah beralih kepada al-Sunnah. Bila ditemukan hukumnya dalam alSunnah, ditetapkanlah menurut petunjuk al-Sunnah itu. Jika tidak ada nash al-Sunnah yang menetapkan hukumnya, kemudian beralih pula kepada tahap pemeriksaan adalah putusan dari mujtahid yang menjadi ijma' (kesepakatan) dari masa kemasa tentang masalah yang sedang dicari hukumnya, kalau ada diterangkan atau diterapkan. Sekiranya ijma' dalam masalah tersebut tidak didapatkan, maka hendaklah berusaha sungguhsungguh dengan jalan menganalogikannya (mengkiyaskannya) kepada peristiwa yang sejenis yang telah ada nashnya.25 Uraian di atas memperlihatkan adanya klasifikasi sumber hukum yang terdiri dari al-Qur'an, al-Sunnah, al-Ijma', dan Qiyas. Semuanya itu merupakan alat dalam menafsirkan ayatayat al-Qur'an, hingga seseorang harus berorentasi pada salah satu dari sumber hukum tersebut. Dari sederetan sumber hukum tersebut al-Sunnahlah yang merupakan landasan dari ketetapan 25
498
Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam, 29. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Urgensi Asba
hukum Islam terhadap latar belakang turunnya ayat-ayat alQur'an. Maksudnya dalam proses apapun ayat-ayat al-Qur'an turun, maka harus bersumber al-Sunnah, karna berdasarkan alSunnah seseorang dapat mengetahui akan benar atau tidaknya suatu peristiwa. Asba>b al-nuzul karenanya merupakan sarana untuk memahami ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan pemberitaan yang benar dan jujur, sebab dapat dijadikan landasan untuk menetapkan hukum Islam. Di mana asba>b al-nuzul sangat besar pengaruhnya dalam melihat benar atau tidaknya peristiwa tersebut. Ada ulama berpendapat bahwa ayat yang bersifat umum harus diperlakukan menurut sifat umumnya dan tidak terikat dengan sebab turunnya ayat. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa dalam memahami ayat harus terikat dengan sebab turunnya ayat. Dari pendapat tersebut lahirlah dua kaidah ushul, yaitu: Pertama, al-'ibrah bi umu>m al-lafad} la bi khusu>s alsabab (yang menjadi dasar pemahaman adalah umumnya lafaz bukan khususnya sebab; kedua, al-‘ibrah bi khusu>s al-sabab la bi umu>m al-lafad} (yang menjadi dasar pemahaman adalah khususnya sebab, bukan umumnya lafaz ayat).26 Jumhur ulama berpegang pada kaidah pertama, yaitu umumnya lafadh bukan khususnya sebab.27 Hal ini mengandung arti bahwa ketetapan hukum yang terkandung dalam al-Qur'an berlaku umum untuk setiap peristiwa yang tercakup dalam pengertian umum lafaz. Pendapat tersebut dijelaskan dengan beberapa landasan, yaitu: Pertama, yang dipakai sebagai hujah dan dalil adalah lafaz yang diturunkan Allah SWT, bukan peristiwa khusus yang merupakan sebab turun ayat; Kedua, pada prinsipnya lafaz harus dipahami menurut maknanya yang asli atau yang mutawatir, kecuali jika ada karinah atau tanda bahwa makna asli tersebut tidak dimaksudkan; Ketiga, para sahabat dan mujtahid selalu berpegang pada umumnya lafaz dalam berhujjah, sekalipun ayat tersebut turun karena sebab yang khusus.28 Muhammad Abduh sendiri sejalan dengan jumhur ulama di atas, karena ayat-ayat al-Qur'an bersifat umum berlaku untuk 26
Al-Qaththan, Maha>bith fi ‘Ulu>m al-Qur’an, 83. Ibn Taimiyah, Muqaddimah fi Us}u>l al-Tasi>r, 47. 28 Al-Zarqany, Mana>hil Irfa
m al-Qur’an, Juz I, 120. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014 27
499
selamanya dan segala umat manusia, bukan untuk orang-orang tertentu saja. 29 Namun sebagian ulama lainnya berpendapat sebaliknya, di mana yang diperpegangi khususnya sebab bukan umumnya lafaz. 30 Hal ini berarti bahwa sekalipun ayat alQur'an turun dengan lafaz yang umum, namun hukum yang terkandung di dalamnya berlaku terhadap peristiwa atau pertanyaan yang merupakan sebab ayat tersebut. Peristiwa yang berkenaan tentang kesamaan dengan peristiwa sebab turunnya ayat tersebut tidak dapat di ketahui langsung dari nash ayat, melainkan dari qiyas. Manna' Qaththan karena itu menyatakan bahwa harus serasi antar sebab dengan musabbabnya sebagaimana halnya harus serasi (mutabaqah) antara pertanyaan dan jawaban.31 Barangkali yang maksud dengan keserasian ayat oleh ulama di atas adalah adanya ayat yang bersifat khusus, meskipun lafaz ayat bersifat umum, maka hukum yang terkandung dalam ayat yang umum hanya berlaku untuk sebab khusus. Lebih jauh Abu Hayyan, berpendapat bahwa keumuman ayat berlaku bagi orang-orang yang menyembunyikan ilmu agama, baik bagi ahli kitab maupun umat Islam, meskipun ayat tersebut turun dengan sebab khusus, maka ia berlaku pada setiap orang yang menyembunyikan ilmu agama yang diperlukan untuk disebarkan dan disiarkan.32 Merujuk pada beberapa pandangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa asba>b al-nuzul memiliki peran penting dalam proses ketetapan hukum Islam, meskipun diketahui bahwa bukan asba>b al-nuzul satu-satunya ilmu yang berperan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur'an. Namun satu hal yang jelas bahwa jika asba>b al-nuzul diperkuat oleh keterangan yang terdapat dalam hadist-hadist shahih, maka keberadaan asba>b alnuzul punya peran yang cukup besar. Oleh karena itu, jelaslah bahwa setiap mufassir yang ingin menafsirkan ayat-ayat alQur'an, ia harus merujuk penafsirannya dalam al-Qur'an itu 29
M. Quraish Shihab, Metode Penelitian Tafsir (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984), 12. 30 Al-Qaththan, Maha>bith fi ‘Ulu>m al-Qur’an, 85. 31 Al-Qaththan, Mahabis fi ‘Ulum al-Qur’an, 85. 32 Muhammad Ali al-Shabuny, Rawa’i al-Bayan, diterjemah oleh Imran A Manan, Juz I (Surabaya, Bina Ilmu, 1983), 103. 500 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
Urgensi Asba
sendiri. Jika tidak ditemukan hendaknya mencarinya dalam hadith. Setelah itu, memeriksa keterangan sahabat, karena mereka lebih banyak mengetahui maksud-maksud ayat, karena mereka mendengar sendiri dari Nabi SAW dan melihat sebabsebab nuzul ayat. Kemudian, barulah melihat penafsiran dari tabi'in dan tabi'in tabi'in, karena metode tabi'in dalam menafsirkan al-Qur'an adalah menafsirkan ayat-ayat dengan hadist Nabi SAW atau para sahabat, dan kadangkala menerangkan arti ayat tanpa merujuk kepada siapa pun. Sehingga sikap para mufassir dewasa ini terhadap pandangan tabi'in ini sama dengan sikap mereka terhadap hadist-hadist Nabi SAW, dan memandang sebagai hadist mauquf. F. Penutup Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa asba>b al-nuzul punya peran yang besar dalam memahami kandungan al-qur'an dan berguna sebagai perangkat untuk menetapkan hukum Islam. Ilmu asba>b al-nuzul, merupakan suatu ilmu yang merangkan peristiwa tentang turunnya ayat-ayat al-Qur'an melalui periwayatan suatu hadist untuk menerangkan maksud-maksud ayat al-Qur'an agar mudah dalam memahami kandungan al-Qur'an. Karena itu pemahaman terhadapnya akan dapat menghilangkan kemuskilan dalam memahami kandungan al-Qur'an, karena asba>b al-nuzul mengandung suatu pelajaran dan penafsiran bagi setiap penafsir. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa pengetahuan tentang asba>b al-nuzul dapat dipergunakan dalam penafsiran al-Qur'an selama berita atau peristiwa yang melatar belakangi kejadian turunnya ayat benar-benar shahih dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dalam mengomentari turunnya suatu ayat. Di mana peristiwa atau berita tersebut benar-benar terjadi di masa Nabi SAW, yang dikuatkan dengan penyaksian Nabi SAW sendiri atau Sahabat yang melihat peristiwa yang terjadi. Adapun implimentasi asba>b al-nuzul dalam penafsiran al-Qur'an dapat berjalan selama ayat-ayat yang ditafsirkan itu mempunyai sebab nuzul. Daftar Pustaka Kamal, Ahmad Adil. ‘Ulu>m al-Qur’an. Kairo: al-Mukhtar alIslamiyah, tt. TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014
501
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Us}ul Fiqh. Jakarta: Majlis alIslamiyah, 1978. Ma’luf, Lois. Al-Munjid fi Lughah wa al-Adab wa al-‘Ulu>m. Bairut: Maktabah Kastulikiyah, 1927. Marba>wy, Muh}ammad Idris al-. Kamus al-Marba>wy. Mesir: Sharikat Mustafa al-Ba>by al-Halaby, tt. Na>wi, Ali Ahmad al-. Al-Qawa>’id al-Fiqhiyyah. Damsyik: dar al-Qalam, 1982. Namr, Abd. al-Mun’im al-. ‘Ulu>m al-Qur’an al-Kari>m. Kairo: Dar al-Kitab al-Islamiyah, 1971. Qaththan, Manna’ Khalil al-, Maha>bith fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Syarikat al-Muhtadah, 1973. Suyu>thi, Jala>l al-Di>n al-. Luba>b al-Nuql fi Asba>b al-Nuzul, Juz II. Bandung: Syarikat al-Ma’arif, tt. Suyu>thi, Jala>l al-Di>n al-, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Cairo: Mat}ba’ah al-Hija>zi, tt. Shabuny, Muhammad Ali al-. Rawa’i al-Bayan. diterjemah oleh Imran A Manan, Juz I. Surabaya, Bina Ilmu, 1983. Shalih, Subhi al-. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an. Kairo: Mathba’ah Hijazi, tt. Shiddiqy, M. Hasby al-. Sejarah Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta Bulan Bintang, 1962. Shihab, M. Quraish. Metode Penelitian Tafsir. Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1984. Taimiyah, Imam Taqiyuddin Ah}mad bin Ah}mad Hami>m Ibn. Muqaddimah fi Us}u>l al-Tasi>r. Kuwait: Dar al-Qur’an alQarim, 1971. Tim YPPAI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI., 1971. Wahidy, Ali ibn Ahmad al-. Asba>b al-Nuzul. Translated by Mokrane Guezzuo, Amman: Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought, 2008. Yahya, Mukhtar. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam. Bandung: al-Maarif, 1986. Zarkasyi, Badr al-Di>n Muh}ammad bin Abdullah al-. Mana>hil alIrfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’an, Juz I. Mesir: Isa al-Ba>by alHalaby, tt.
502 TAJDID Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014