2014
Laporan Analisis:
Evaluasi Kinerja UPT/UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan β 2014
LAPORAN AKHIR
EVALUASI KINERJA UPT/UPTD DALAM PELAYANAN TERA DANTERA ULANG UTTP
Heny Sukesi Ranni Resnia Erizal Mahatama Bagus Wicaksena Dwi Ariestyani
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan KEMENTERIAN PERDAGANGAN - 2014
RINGKASAN EKSEKUTIF
Latar belakang 1.
Pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dilakukan agar konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai tukar yang dibayarkan. Kementerian Perdagangan melaksanakan pengawasan terhadap Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa
2.
Akurasi dan reliabilitas UTTP sebagai alat ukur barang yang diperdagangkan diperlukan agar masing-masing pihak memperoleh perlindungan yang setara. Pedagang dilindungi dari kerugian karena memberikan barang yang melebihi volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian karena menerima
jumlah
barang
yang
lebih
rendah
dari
volume
yang
diminta/dibayarkannya. 3.
Walaupun demikian, UPT dan UPTD masih menghadapi kendala dalam pelaksanaan pelayanannya. Hasil penelitian Puska Dagri (2013) menunjukkan bahwa jangkauan untuk pelayanan tera dan tera ulang di daerah penelitian hanya mencapai 30,6% dari keseluruhan populasi UTTP yang digunakan. Hal ini disebabkan antara lain karena terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan tera dan tera ulang, jumlah sumber daya penera mengalami penurunan sebanyak 5% selama periode 2 tahun terakhir, dan sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Metodologi 4.
Untuk mendapatkan pandangan awal yang menyeluruh terhadap kinerja dan pemetaan kebutuhan UPTD secara nasional, maka nformasi kinerja dan pemetaan kebutuhan UPTD direncanakan diperoleh dari seluruh UPTD yang ada di Indonesia. Karena sifatnya yang menyeluruh/nasional, maka pemetaan direncanakan hanya untuk menggambarkan kondisi umum yang ada. Sedangkan pengetahuan yang lebih mendalam akan dikumpulkan melalui
wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan langsung ke daerah. 5.
Kinerja
UPTD
merupakan
fungsi
dari
pelayanan
tera,
pemeliharaan
ketertelusuran standar ukuran yang dimilikinya, pembinaan SDM internal UPT/UPTD, pemeliharaan dokumen sistem manajemen mutu, dan partisipasi dalam kegiatan interkomparasi seperti berikut : πΎππππππ ππππ·π‘ 6.
= π(πππππ¦ππππ π‘ππππ‘ , ππ‘ππππππ‘ , ππ·ππ‘ , π·πππ’πππ ππ’π‘π’π‘ , πΌππ‘ππππππππππ ππ‘ )
Memetakan kebutuhan UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang yaitu kebutuhan SDM, anggaran dan sarana dengan melakukan perhitungan gap pelayanan maksimal dengan kebutuhan potensi alat UTTP dan pengelompokan
ususlan
kebutuhan
dari
pertanyaan
terbuka
kepada
responden. Pembahasan dan Kesimpulan 7.
Berdasarkan PP 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan seharusnya pemerintah daerah melaksanakan pelayanan tera/tera ulang. Namun belum seluruh daerah memiliki unit kerja pelayanan metrologi legal. Hal ini menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah dalam melaksanakan undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal untuk menjamin kebenaran pengukuran dan kepastian hukum dalam pemakaian alat UTTP.
8.
Dalam satu tahun, UPTD Provinsi hanya dapat melakukan pelayanan antara 3248 hari untuk seluruh kabupaten kota yang ada di wilayah kerjanya. Jangkauan pelayanan tera/tera ulang hanya 46,28% dari estimasi populasi jumlah UTTP. Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, adalah perencanaan yang kurang baik, anggaran yang terbatas, kurang optimalnya prosedur pelayanan tera ulang di luar kantor (khususnya di pasar tradisional yang belum pasar tertib ukur), kurangnya tenaga penera, kebijakan daerah kurang mendukung pelaksanaan pelayanan, serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Dengan jangkauan yang hanya sekitar 46,28%, maka sebuah pasar hanya dapat dilayani 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
ii
9.
Sarana untuk pelayanan tera/tera ulang di daerah relatif telah usang dan tidak mencukupi untuk melayani seluruh UTTP yang ada. Kondisi tersebut menggambarkan kondisi sarana UPTD secara nasional.
Sarana meliputi
gedung, peralatan, kendaraan operasional, dan standar ukuran. Setiap UPTD provinsi minimal memerlukan 3 (tiga) set standar ukuran untuk pelayanan tera ulang minimal yang tertelusur secara baik. 10. Berdasarkan analisis kapasitas Penera dibutuhkan jumlah penera sebanyak 3.444 orang secara nasional. Kondisi saat ini jumlah penera hanya sebesar 787 orang (22,9% dari kebutuhan tenaga penera).
Jika tidak ada upaya
penambahan jumlah SDM metrologi legal, maka rasio ini akan semakin menurun. Hambatan lain dalam menambah SDM penera adalah karena kesulitan memperoleh SDM yang sesuai dengan kualifikasi metrologi legal (S1 Teknik). 11. Salah satu fungsi metrologi legal adalah pengawasan, namun belum semua daerah memiliki tenaga pengawas, umumnya pelaksana pengawasan dirangkap oleh penera. Hal ini mengakibatkan penegakan hukum di bidang metrologi legal menjadi lemah. Selama ini pengawasan lebih fokus pada barang beredar, bukan khusus untuk metrologi legal. 12. Berdasarkan data survey, biaya operasional tidak mencukupi biaya pelayanan maksimal karena rendahnya prioritas pemerintah daerah. Pemerintah daerah seharusnya memprioritaskan kegiatan pelayanan tera/tera ulang karena kegiatan tersebut wajib dilaksanakan dalam rangka perlindungan konsumen, bukan sebagai sumber PAD. 13. Estimasi kebutuhan biaya pelayanan luar kantor berkisar antara Rp 19.500.000 β Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun.
Sehingga, perkiraan kebutuhan
biaya pelayanan nasional per tahun adalah antara Rp 9.964.500.000 hingga Rp 21.921.900.000. Kondisi ini belum memperhitungkan tambahan biaya transpor untuk menjangkau pulau terluar atau daerah remote. 14. Untuk melakukan perencanaan pelayanan dan evaluasi kinerja diperlukan data UTTP yang lengkap dan valid, namun UPTD pelaksana dan satuan kerja yang menangani metrologi legal di daerah belum memiliki data tersebut.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
iii
15. Penyuluhan tentang pentingnya tera/tera ulang kepada pelaku usaha/pedagang jarang dilakukan, hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya program penyuluhan yang rutin. Penyuluhan dilakukan hanya pada saat pelaksanaan tera ulang di pasar tradisional yang menjadi tempat pelaksanaan tera ulang.
Rekomendasi Kebijakan 16. Mendorong daerah untuk membangun unit kerja yang membidangi Metrologi Legal di daerah, sesuai amanat UU No. 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal dan PP No. 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 17. Meningkatkan sarana operasional UPTD seperti kendaraan,
kelengkapan
peralatan, dan standar ukuran untuk pelayanan tera/tera ulang minimal melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). 18. Meningkatkan jumlah SDM penera melalui rekrutmen SDM kemetrologian yang intensif oleh Direktorat Metrologi untuk ditempatkan di daerah. Program intensif dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan
tingkat
pendidikan
keterampilan (jenjang pendidikan D-1, D-2 maupun D-3).
berbasis
Menambah kelas
pendidikan dan pelatihan pada Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kemetrologian (PPSDMK), dan membangun PPSDMK di tingkat regional. 19. Memotivasi tenaga fungsional penera agar tidak pindah ke unit kerja lain dengan meningkatkan tunjangan profesi. Menyusun peraturan bersama antara Menteri Perdagangan dengan Menteri Dalam Negeri untuk mencegah pemindahan/mutasi Penera dan PPNS-ML oleh kepala daerah ke unit lain tanpa ada pengganti. 20. Membangun unit kerja pengawas kemetrologian khusus ditingkat provinsi untuk mengawasi kegiatan kemetrologian di daerah. Untuk itu diusulkan perlunya Peraturan Menteri Perdagangan tentang pedoman pengawasan metrologi legal. 21. Mendorong koordinasi penggunaan (sharing) anggaran antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan jangkauan pelayanan. Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
iv
22. Mendorong UPTD dan BSML untuk melakukan pendataan UTTP yang beredar di wilayah kerjanya. Data riil mengenai jumlah UTTP yang beredar di suatu wilayah merupakan dasar bagi UPTD dalam rangka peningkatan Pelayanan tera dan tera ulang di wilayahnya. 23. Melanjutkan program Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib Ukur, serta pembinaan dan penyuluhan oleh UPTD kepada pelaku usaha/pedagang dan konsumen baik dalam bentuk sosialisasi, temu usaha, tayangan di media massa dan elektronik secara berkelanjutan sebagai bentuk kampanye Gema Tertib Ukur seperti βPASTI PASβ, Mulai dari βNOLβ, dan pro-aktif dalam layanan pengaduan.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga laporan analisis βEvaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTPβ dapat diselesaikan. Kajian ini dilatarbelakangi bahwa peran pelayanan tera dan tera ulang UTTP sangat epnting untuk menjamin bahwa produk yang diterima konsumen saat jual beli sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai uang yang dibayarkan. Namun, pihak yang berwenang unutk melakukan pelayanan tersebut yaitu UPTD di daerah masih menemui berbagai kendala sehingga pelayanannya belum maksimal. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya pelayanan tera dan tera ulang tersebut antara lain perencanaan yang kurang baik, anggaran yang terbatas, belum adanya standar kerja, kurangnya tenaga penera, peraturan daerah dirasa kurang mendukung, serta sarana dan prasarana yang masih belum memadai. Kajian
ini diselenggarakan secara swakelola
oleh
Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri dengan tim penelitian yaitu Heny Sukesi, Ranni Resnia, Erizal Mahatama, dan Bagus Wicaksena. Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang standarisasi dan perlindungan konsumen.
Jakarta,
Mei 2014
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................. i KATA PENGANTAR .................................................................................................... vi DAFTAR ISI..................................................................................................................vii DAFTAR TABELβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.ix DAFTAR GAMBARβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ x BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1.
Latar belakang .................................................................................................... 1
1.2.
Tujuan ................................................................................................................. 3
1.3.
Keluaran.............................................................................................................. 3
1.4.
Dampak analisis ................................................................................................. 3
1.5.
Ruang lingkup ..................................................................................................... 3
1.6.
Sistematika penulisan laporan ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR............................................. 5 2.1. Tinjauan pustaka.................................................................................................... 5 2.1.1. UPTD Sebagai Otoritas Peneraan ........................................................... 5 2.1.2. Peranan Badan Standardisasi Metrologi Legal (BSML)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦7 2.1.3. Pengukuran Kinerja Pelayanan Tera dan Tera Ulangβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ 10 2.1.4. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Tera/Tera Ulang UTTPβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..11 2.1.5. Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................................. 13 2.2. Kerangka Pikir ...................................................................................................... 17 BAB III. METODOLOGI ............................................................................................ 20 3.1. Pendekatan pelaksanaan analisis ...................................................................... 20 3.2. Metode analisis ................................................................................................... 21 3.3. Daerah analisis ................................................................................................... 24 3.4. Sampel ................................................................................................................ 25 3.5. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data ................................................... 25 BAB IV. GAMBARAN KINERJA PELAYANAN TERA/TERA ULANG ..................... 26 4.1. Banjarmasin-Kalimantan Selatan ....................................................................... 26 4.1.1. UPTD Pelayanan Metrologi Legal Provinsi Kalimantan Selatanβ¦β¦β¦...27 Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
vii
4.1.2. Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML) Regional III Kalimantan . 36 4.2. Daerah Istimewa Yogyakarta.............................................................................. 38 4.2.1. UPTD Yogyakarta.................................................................................. 38 4.2.2. BSML Regional II D.I.Yogyakartaβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦44 4.3. Jangkauan Pelayanan Tera/Tera Ulang Per Daerah
41
4.4. Permasalahan Pelayanan Tera/Tera Ulang ....................................................... 43 BAB V. PEMETAAN KEBUTUHAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP PADA UPT/UPTD ............................................................................................. 47 5.1. Kalimantan Selatan ............................................................................................. 47 5.1.1. Kebutuhan SDM .................................................................................... 47 5.1.2. Kebutuhan Anggaran ............................................................................ 49 5.1.3. Kebutuhan Sarana................................................................................. 50 5.2. DI Yogyakarta ..................................................................................................... 52 5.2.1. Kebutuhan SDMβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ 52 5.2.2. Kebutuhan Anggaranβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. 5.3. Estimasi Kebutuhan UPTD ................................................................................. 54 5.3.1. Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM ................................................. 54 5.3.2. Estimasi Kebutuhan Anggaran.............................................................. 57 5.4. Evaluasi Terhadap Pelayanan Tera/Tera Ulang ................................................. 59 BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................................... 62 6.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 62 6.2. Rekomendasi ...................................................................................................... 64
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Table 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9
Metode Analisis Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari Pelayanan dan Jumlah Penera Jumlah Penera UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013 Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Tahun 2013 Anggaran BPK Kalimantan Selatan Tahun 2013 Potensi, Kinerja, dan Jangakauan Tera/tera Ulang UPTD Regional III Kalimantan 2013 Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari Pelayanan dan Jumlah Penera Sumber Daya Manusia UPTD D.I.Yogyakarta Tahun 2013 Anggaran UPTD Yogyakarta Tahun 2013 Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP Tahun 2013 Jumlah UTTP yang ditera dan Ditera Ulang Oleh Balai Metrologi (UPTD) D.I.Yogyakarta Tahun 2013 Jangkauan Pelayanan Tera/tera Ulang Nasional Tahun 2011 PerhitunganPotensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari Pelayanan dan Jumlah Penera Kebutuhan SDM UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013 Perhitungan Biaya Pelayanan Luar Kantor Identifikasi Kebutuhan Sarana Jumlah Penera UPTD D.I. Yogyakarta Anggaran UPTD Metrologi Legal Yogyakarta Perhitungan kebutuhan Anggaran Pelayanan tera/tera Ulang Luar Kantor di UPTD D.I. Yogyakarta Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM per Daerah Estimasi Kebutuhan Anggaran Pelayanan Tera/Tera Ulang
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
23 28 30 31 32 35 40 41 40 42 44 46 52 54 55 56 58 59 59 61 63
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4
Peran BSML Dalam Tera/Tera Ulang Pembentukan UPTD di Daerah Kerangka Pemikiran Evaluasi Kinerja UPT/UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP Pendekatan Analisis Unsur pembentuk Kinerja UPTD Daerah Analisis Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Banjarmasin Faktor Pengaruh Kinerja Tera/Tera Ulang BPK Kalimantan Selatan Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Yogyakarta Pohon Permasalahan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera/tera Ulang UTTP
8 9 18 20 21 25 27 32 37 49
x
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan pemerintah, pelaku usaha maupun konsumen untuk melakukan usaha-usaha
perlindungan
konsumen
yang
berasaskan
manfaat,
keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Dengan demikian, tiap pihak seharusnya dapat memahami hak dan kewajibannya sesuai peraturan. Salah satu hak konsumen yang penting adalah memilih dan mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Untuk itu, informasi dan kondisi yang jujur dan benar mengenai barang yang ditransaksikan harus tersampaikan dengan baik. Salah satu cara untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi yang seharusnya adalah dengan menjamin timbangan atau takaran yang digunakan oleh pelaku usaha atau pedagang tepat dan benar. Jaminan tersebut dilakukan melalui pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dan timbangan oleh pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai tukar yang dibayarkan. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan melaksanakan pengawasan terhadap Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa (Laporan Kinerja Menteri Perdagangan Tahun 2011). Lebih lanjut, dalam peraturan berikut yang merupakan regulasi turunan dari Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yaitu Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya,
kemudian
Peraturan
Menteri
Perdagangan
No.
08/M-
DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 01/SPK/SE/5/2011 tentang Tera
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP
1
UTTP mengamanatkan agar UTTP yang secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan wajib ditera atau ditera ulang. Alat-alat ukur dan timbangan yang digunakan dalam transaksi dagang, yang selanjutnya disebut UTTP, digunakan oleh pedagang sepanjang waktu dengan frekuensi yang cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadinya perubahan pada bagian tertentu (Puska Dagri, 2013). Hal tersebut berpotensi untuk terjadinya kesalahan timbangan atau ukuran yang akan merugikan konsumen dan juga pelaku usaha. Untuk itu, tera dan tera ulang terhadap UTTP berperan penting dalam usaha perlindungan konsumen. Dari sisi pelaku usaha, mereka yang dalam melakukan transaksi dagangnya menggunakan UTTP wajib untuk memeriksakan atau melakukan tera ulang UTTP tersebut melalui sidang tera. Jika ada pelaku usaha yang tidak tertib dalam memeriksakan UTTP yang digunakan dan terbukti rusak atau tidak sesuai takaran namun tidak diperbaiki, pelaku usaha tersebut maka bisa dikenakan sangsi. Akurasi dan reliabilitas UTTP sebagai alat ukur barang yang diperdagangkan diperlukan agar masing-masing pihak memperoleh perlindungan yang setara. Pedagang dilindungi dari kerugian karena memberikan barang yang melebihi volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian karena
menerima
jumlah
barang
yang
lebih
rendah
dari
volume
yang
diminta/dibayarkannya (Puska Dagri, 2013). Kemudian, sebagaimana yang diatur dalam Permendag No.50 Tahun 2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal, maka pihak yang berwenang dalam melakukan pengujian UTTP serta pelaksanaan tera dan tera ulangnya adalah UPT dan UPTD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun demikian, UPT dan UPTD masih menghadapi kendala dalam pelaksanaan pelayanannya. Berdasarkan hasil penelitian Puska Dagri (2013), jangkauan untuk pelayanan tera dan tera ulang di daerah penelitian hanya mencapai 24,7% dari keseluruhan populasi UTTP yang digunakan. Penyebabnya antara lain terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan tera dan tera ulang, jumlah sumber daya penera mengalami penurunan sebanyak 5% selama periode 2 tahun terakhir, dan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait dengan kinerja pelayanan dan kebutuhan UPT/UPTD di daerah dalam rangka Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
2
pelaksanaan pelayanan tera dan tera ulang, mencakup antara lain kebutuhan SDM penera, sarana pelayanan, anggaran, dan prosedur pelayanan yang baik.
1.2. Tujuan 1. Menganalisis kinerja UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang (jumlah populasi timbangan yang harus dilayani, jumlah pelayanan tera yang dilakukan, 2. Memetakan kebutuhan UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang 3. Merumuskan usulan kebijakan untuk meningkatkan pelaksanaan tera dan tera ulang
1.3. Keluaran 1. Kinerja UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang di daerah 2. Peta kebutuhan UPT/UPTD dalam pelaksanaan tera dan tera ulang di daerah 3. Rumusan usulan kebijakan untuk meningkatkan pelaksanaan tera dan tera ulang di daerah
1.4. Dampak analisis Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan dan lembaga terkait dalam membantu tercapainya perdagangan yang adil bagi pedagang dan perlindungan konsumen melalui penerapan tera dan tera ulang alat UTTP.
1.5. Ruang lingkup 1. Jenis UTTP yang dianalisis adalah semua jenis UTTP yang menjadi lingkup pelayanan UPTD setempat 2. Aspek yang dianalisis: peraturan pusat maupun daerah mengenai pelayanan tera dan tera ulang, ruang lingkup pelayanan (jenis UTTP yang dapat dilayani tera/tera ulangnya), sarana pelayanan, sumber daya manusia, anggaran, mekanisme pelayanan, sanksi terhadap pelanggaran 3. Daerah penelitian dipilih berdasarkan representasi daerah tertib ukur dan keterbatasan pelayanan sebagai kasus perbandingan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
3
-
Kota Yogyakarta, merupakan salah satu daerah yang memiliki BSML, dan UPTD Metrologi Legal yang berprestasi baik pada tahun 2013.
-
Kota Banjarmasin, merupakan daerah yang diduga memiliki tingkat pelayanan tera/tera ulang terbatas
1.6. Sistematika penulisan laporan Laporan analisis ini terdiri dari enam bab sebagai berikut: BAB I
:
Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, tujuan, keluaran, dampak dan ruang lingkup analisis yang dilakukan.
BAB II
:
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pikir. Bab ini menjelaskan tinjauan literatur yang digunakan sebagai referensi serta kerangka pikir analisis ini.
BAB III
:
Metodologi Penelitian menjelaskan metode yang digunakan dalam analisis ini meliputi kerangka pemikiran, kebutuhan informasi, responden dan sampling, metode pengumpulan data, metode analisis data, sumber data, dan tahapan pelaksanaan analisis. Gambaran
BAB IV
Kinerja
Pelayanan
Tera/Tera
Ulang.
Bab
ini
menguraikan hasil analisis pengolahan data primer dan sekunder BAB V
:
Pemetaan Kebutuhan Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP. Pada bab ini memuat hasil temuan lapangan, analisis deskriptif dan kuantitatif dari pelayanan tera/tera ulang UTTP di daerah analisis.
BAB VI
:
Kesimpulan dan Rekomendasi. Memberikan kesimpulan dan saran untuk usulan kebijakan terkait upaya peningkatan pelayanan tera/tera ulang UTTP.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
United Nation Conference on Trade and Development/UNCTAD (2004) menyatakan
bahwa
Metrologi
adalah
ilmu
tentang
pengukuran,
termasuk
didalamnya satuan ukuran beserta standarnya, instrumen pengukuran dan penerapannya, serta teori dan permasalahan dalam aplikasi yang berkaitan dengan pengukuran. Pengukuran sangat penting dan menjadi bagian dari berbagai aktivitas manusia, mulai dari pengawasan produksi, pengukuran kualitas lingkungan, persyaratan kesehatan dan keselamatan, persyaratan kesesuaian produk dalam melindungi konsumen dan jaminan terselenggaranya perdagangan yang terbuka. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, definisi dari metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas. Metrologi meliputi semua aspek pengukuran praktis dan teoritis, termasuk juga ketidakpastian pengukuran di bidang aplikasinya. Puslitbang Dagri (2007) juga menyebutkan bahwa manfaat metrologi dalam kehidupan sehari-hari dapat dijumpai dalam
berbagai bidang
antara
lain
perdagangan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L). Pada sektor perdagangan, metrologi merupakan aspek yang sangat penting karena terkait dengan kegiatan jual beli. Beberapa aspek yang terkait dengan Metrologi Legal antara lain kalibrasi dan peneraan, otoritas metrologi, dan sumberdaya metrologi.
2.1. Tinjauan pustaka 2.1.1. UPTD Sebagai Otoritas Peneraan Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang benar, pemerintah telah menetetapkan Otoritas Metrologi yang diakui sebagai rujukan. Otoritas metrologi terbagi dalam tiga bidang: bidang metrologi ilmiah dalam hal kebenaran ilmiah menjadi tanggung jawab Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit KIM-LIPI); bidang metrologi legal dalam hal pengukuran yang berkaitan dengan regulasi menjadi tanggung jawab Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan, dan bidang akreditasi laboratorium
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
5
dalam hal menentukan kompetensi suatu laboratorium untuk melakukan pengukuran (baik pengujian maupun kalibrasi) menjadi wewenang Komite Akreditas Nasional (KAN). Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan Republik Indonesia memiliki tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, pengawasan serta evaluasi di bidang Kemetrologian. Adapun fungsinya meliputi: a) penyiapan perumusan kebijakan; b) penyiapan perumusan standar, norma, kriteria, dan prosedur; c) bimbingan dan pelaksanaan teknis; d) pengawasan dan evaluasi pelaksanaan di bidang sarana dan tenaga, standar ukuran dan laboratorium, teknik, pengawasan dan penyuluhan serta kerjasama kemetrologian; e) pelaksanaan urusan tata persuratan dan rumah tangga Direktorat. Dengan demikian secara garis besar, tugas pokok dan fungsi Direktorat Metrologi adalah mengelola standar ukuran dan satuan ukuran, melaksanakan tera dan tera ulang UTTP, melakukan pengawasan UTTP dan BDKT serta penyuluhan kemetrologian (Ditjen PDN, 2013). Pada era otonomi daerah dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kewenangan dalam pelaksanaan dan pengawasan
metrologi
legal
berada
di
daerah
(Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota). Untuk memfasilitasi pelayanan kemetrologian legal di daerah dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal sebagai unsur pelaksana tugas teknis di bidang metrologi legal di daerah. Kualitas SDM Metrologi dipengaruhi oleh kompetensi yang memadai. Suparno (2001) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau kepemilikan atas suatu kecakapan dan keterampilan yang disyaratkan. Terkait dengan metrologi, kompetensi penera merupakan kemampuan untuk memenuhi kuantitas dan kualitas pelayanan kemetrologian. Sementara dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/MDAG/PER/12/2010 tentang Pengelolaan Sumber Daya Kemetrologian, jenis SDM Metrologi meliputi penera, pengamat tera, pranata laboratorium kemetrologian, dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) metrologi legal. Secara detil mengenai fungsi SDM metrologi dijelaskan sebagai berikut: a. Penera adalah pegawai berhak dalam proses menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku ataumemberikan keterangan tertulis yang Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
6
bertanda tera sah atau tanda terabatal yang berlaku berdasarkan pengujian yang dijalankan atas UTTP. b. Pengamat tera bertugas melakukan pengawasan terhadap UTTP, Barang Dalam Kemasan Terbungkus (BDKT), dan Satuan Sistem Internasional (SI). c. Pranata laboratorium kemetrologian bertugas melakukan pengelolaan standar ukuran dan laboratorium kemetrologian untuk menjamin kesesuaian dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku serta ketertelusuran standar di tingkat nasional atau internasional. d. PPNS Metrologi Legal berwenang dalam melakukan penyidikan tindak pidanaUndang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
2.1.2. Peranan Badan Standardisasi Metrologi Legal (BSML) BSML adalah wakil pemerintah Pusat dalam mengawal pelaksanaan urusan Kemetrologian di daerah, meliputi BSML Regional I (Medan) dengan wilayah kerja pulau Sumatera, BSML Regional II (D.I.Yogyakarta) dengan wilayah kerja pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Bali, BSML Regional III (Banjarmasin) dengan wilayah kerja pulau Kalimantan, dan BSM Regional IV (Makassar) yang wilayah kerjanya meliputi pulau Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur. Sebelum tahun 2000, UPTD dikelola secara terpusat oleh Direktorat Metrologi. Dalam era sentralisasi, seluruh urusan yang berhubungan dengan ketertelusuran standar, monitoring, SDM, anggaran, dan peralatan dikelola secara langsung oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Metrologi di Bandung. Pada tahun 2001, ketika Otonomi Daerah dilaksanakan, maka urusan perdagangan menjadi salah satu urusan yang dapat diserahkan kepada daerah (dalam hal ini Pemerintah Provinsi). Dengan demikian pengelolaan SDM, anggaran, dan peralatan kemudian beralih ke pemerintah daerah. BSML kemudian dibentuk tahun 2007 untuk menjamin terlaksananya peran ketertelusuran standar dan monitoring pelaksanaan urusan metrologi legal ini oleh daerah.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
7
UTTP
Sebelum Beredar
Tera awal oleh UPTD di wilayah pabrik
Asal Dalam Negeri
Asal Luar Negeri
Izin Tanda Pabrik
Izin Tipe
Verifikasi standar, bantuan teknis, fasilitasi tera ulang oleh BSML
Tera Ulang oleh UPTD di wilayah pengguna
Sesudah Beredar
Pengguna UTTP di Daerah
Konsumen di Daerah
Gambar 2.1. Peran BSML Dalam Tera/Tera Ulang Selanjutnya, berdasarkan Direktorat Metrologi, tugas dan wewenang BSML adalah sebagai berikut : 1.
Memberikan bimbingan dan pembinaan bagi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal dan Pegawai Berhak. Bimbingan dan pembinaan tersebut dapat dilakukan melalui melaksanakan bimbingan teknis pengelolaan laboratorium uji dan melayani konsultasi teknis di bjdang metrologi legal.
2.
Melaksanakan interkomparasi standar acuan Tingkat IV pada UPTD Metrologi Legal Provinsi untuk memastikan kesamaan kemampuan dan keakurasian standar antar UPTD Metrologi Legal Provinsi. Interkomparasi atau uji banding merupakan program tahunan bekerjasama dengan UPTD, frekuensinya tergantung pada anggaran masing-masing. Interkomparasi dilakukan antar UPTD dalam satu region/wilayah, idealnya interkomparasi juga dilakukan antar region/wilayah
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
8
3.
Verifikasi standar acuan Tingkat IV, dan verifikasi standar uji/kerja UPTD Metrologi Legal Kabupaten/Kota apabila UPTD Metrologi Legal Provinsi belum siap/mampu menangani.
4.
Monitoring standar uji/kerja pada UPTD Metrologi Legal Kabupaten/Kota dan standar acuan Tingkat IV pada UPTD Metrologi Legal Provinsi untuk menjamin standar tersebut telah tertelusur secara berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.
Melaksanakan tera/tera ulang UTTP di wilayah kerja provinsi apabila pemerintah daerah provinsi tersebut belum membentuk UPTD Metrologi Legal.
6.
Memberikan bantuan Pegawai Berhak untuk pelayanan tera/tera ulang UTTP sesuai dengan permintaan dari UPTD Metrologi Legal Provinsi atau UPTD Metrologi Legal Kabupaten/Kota. Jika UPTD provinsi atau kabupaten/kota kekurangan personel dalam melakukan tera dan tera ulang di wilayahnya, makan BSML dapat mengirimkan peneranya untuk membantu UPTD tersebut.
7.
Melakukan pemantauan dan penyuluhan di bidang metrologi legal.
Gambar 2.2. Pembentukan UPTD di daerah Pemerintah Daerah Usulan Pembentukan Penilaian persyaratan BSML
Pemenuhan persyaratan
Kajian data populasi
Koordinasi Direktorat Metrologi
Penilaian
Layak
UPTD Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
9
Lebih lanjut, terkait dengan peran BSML dalam pembentukan UPTD di daerah, dalam Permendag No.50/M-DAG/PER/10/2009 dipersyaratkan bahwa pembentukan UPTD meliputi ketersediaan gedung, peralatan, SDM (minimal 1 penera ahli dan 3 penera trampil), memiliki sarana mobilitas, dan memiliki sistem mutu. Setelah persyaratan pembentukan dipenuhi, kemudian dilakukan penilaian oleh Direktorat Metrologi. Jika lulus penilaian, maka akan memperoleh surat izin dari Menteri Perdagangan untuk melaksanakan pelayanan tera/tera ulang.
2.1.3. Pengukuran Kinerja Pelayanan Tera dan Tera Ulang Mahsun (2009) menjelaskan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi suatu organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategi organisasi. Sedangkan menurut Time (2000), kinerja adalah prestasi kerja yang ditentukan oleh beberapa faktor eksternal karyawan diantaranya adalah lingkungan dan perilaku manajemen. Secara umum kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atau sejauh mana tujuan organisasi dapat dicapai atau dijalankan. Moeheriono (2009) mengemukakan bahwa dalam organisasi dikenal tiga jenis kinerja yaitu operasional, administratif, dan stratejik. Kinerja operasional adalah hal yang berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap sumberdaya yang digunakan oleh organisasi seperti modal, bahan baku, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja administratif berkaitan dengan struktur admisnistrasi yang mengatur hubungan otoritas, wewenang, dan tanggung jawab dari orang yang menduduki jabatan. Kinerja administratif juga mengatur tentang aliran komunikasi dalam organisasi. Sedangkan kinerja stratejik merupakan kinerja perusahaan yang dievaluasi dengan ketepatan perusahaan dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi organisasi dalam mencapai misinya. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkatan pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program. Kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (stretegic Planning)
suatu
organisasi
(Indra Bastian, 2001 dalam I Dewa Komang Ary
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
10
Gunartha dan Nyoman Djinar Setiawina, 2012). Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Untuk
mengetahui keberhasilan/kegagalan suatu
organisasi
seluruh
aktivits organisasi tersebut harus dapat diukur. Pengukuran kinerja pelayanan tera atau tera ulang kepada masyarakat pada Unit Pelaksana Teknis Metrologi yang tersebar diseluruh Kabupaten atau kota se-Bali dengan 14 variabel yang di pakai, variabel tersebut meliputi prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan dan kepastian petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggungjawab petugas
pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kecepatan
pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas dan kewajaran biaya pelayanan, yang cukup memuaskan pelanggan atau masyarakat. Hasil perhitungan secara keseluruhan dikategorikan cukup efektif, Ini berarti bahwa pengukuran kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen dalam hal ini masyarakat yang memiliki alat UTTP dengan melihat ke 14 variabel diatas sudah cukup efektif namun perlu ditingkatkan lagi (I Dewa Komang Ary Gunartha dan Nyoman Djinar Setiawina, 2012).
2.1.4. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Tera/Tera Ulang UTTP Peran pengawasan pelayanan metrologi legal merupakan aspek penting dalam perlindungan konsumen. Sejauh ini, lembaga pengawasan pelayanan metrologi legal seperti pelayanan tera dan tera ulang dilakukan oleh Balai Metrologi dan Unit Pelayanan Teknis Daerah yang membidangi metrologi. Peran lembaga pengawas tidak lepas dari produk kebijakan pemerintah yang mengaturnya. Dengan demikian, tingkat efektifitas lembaga pengawas pelayanan kemetrologian sangat bergantung dari eksistensi kebijakan dan pelaksanaannya. Berdasarkan Permendag No.50/M-DAG/PER/10/2009 tentang unit kerja dan unit pelaksana teknis metrology legal, maka kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan tera/tera ulang UTTP dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Dalm peraturan tersebut, kepala daerah harus membentuk unit kerja yang berfungsi untuk melakukan kegiatan penyuluhan, pengamatan, pengawasan, dan penyidikan tindak pidana di bidang metrology legal di lingkungan kantor dinas propinsi. Unit Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
11
kerja tersebut harus memiliki pengamat tera dan atau penyidik pegawai negeri sipil di bidang metrologi legal. Hidayat, Warella, dan Sulandari (2007) menelaah tentang implementasi Undang β Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal khususnya pelayanan tera ulang kWh meter di Surakarta. Dalam uraiannya, Undang β Undang tersebut secara jelas mengatur lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan pelayanan kemetrologian. Undang βUndang tersebut juga merupakan suatu produk kebijakan publik untuk mengatasi permasalahan di bidang kebenaran alat UTTP dalam transaksi jual beli di bidang industri, perdagangan, pertanian, perikanan, dan perkebunan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada kepentingan umum dalam hal kebenaran pengukuran. Berdasarkan hasil studi, Hidayat et al (2007) menjelaskan bahwa minimnya sumberdaya pelayanan dan pengawasan serta komunikasi dalam implementasi kebijakan merupakan faktor utama rendahnya pelaksanaan pelayanan dan pengawasan kemetrologian, khususnya kWh meter di Surakarta. Hidayat et al (2007) mengusulkan salah satu cara untuk meningkatkan peran lembaga pengawas adalah dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang perlindungan konsumen. Keterlibatan LSM diharapkan dapat meningkatkan peran pengawasan baik secara preventif maupun represif. Ardimento dan Clemente (2002) juga menilai peran lembaga pengawas dalam pelayanan kemetrologian sangat penting karena menjamin keadilan dalam usaha dan perlindungan konsumen. Pada kawasan Uni Eropa, Local Metrology Authority (LMA) merupakan badan yang bertanggung jawab atas kebenaran alat ukur di negara anggota. Namun dalam pelaksanaanya, dengan semakin banyaknya jumlah alat ukur yang secara hukum harus diawasi menyebabkan tugas dari LMA menjadi tidak efisien. Perkembangan kebijakan kemetrologian juga mengarah pada izin bagi produsen (manufacturers) melakukan βself-certifyβ untuk menjamin sistem mutu dan keandalan ukuran. Oleh karena itu, peran lembaga pengawasan yang selama ini berada di bawah LMA dapat diserahkan kepada pihak swasta atau laboratorium dengan mengedepankan semangat kemandirian dan kompetensi (independence and competence). Selanjutnya, LMA dapat terus melanjutkan tugasnya sebagai lembaga pengawas dengan melakukan pengambilan contoh (sample) produk yang Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
12
telah diverifikasi oleh lembaga swasta untuk menjamin kompetensi pengawasan lembaga tersebut.
2.1.5. Hasil Penelitian Sebelumnya a. Penelitian PT SUCOFINDO Hasil survey Sucofindo (2011) menunjukkan bahwa secara nasional jumlah total UTTP yang ada di pasar tradisonal diperkirakan berjumlah 7.737.904 UTTP. Penggunaan UTTP terbanyak terdapat pada pasar tradisional di wilayah Jawa Barat yakni sebanyak 2.007.397 unit atau sekitar 26% dari total jumlah UTTP nasional. Sementara jenis UTTP yang paling banyak digunakan di pasar tradisional sebanyak 11 jenis dari total 40 jenis UTTP yang tercatat di Direktorat Metrologi. Jenis UTTP yang paling banyak beredar adalah anak timbangan dengan dugaan berjumlah 5.411.338 unit atau sekitar 69,93% dan jenis kedua yang banyak beredar yakni timbangan meja beranger dengan dugaan sebanyak 1.172.042 unit atau sekitar 15.15%. Jenis kedua tersebut merupakan yang paling banyak beredar di pasar tradisional di pulau Jawa. Lebih lanjut, tanda tera yang ditemukan pada 7.737.904 UTTP yang beredar di pasar tradisional, hanya sekitar 53% yang ditemukan dalam kondisi baik. Sementara dengan kondisi tanpa tanda tera (38.67%), rusak (3.74%), bahkan ada beberapa yang sudah putus (1.67%) dan sekitar 3% tidak ada keterangan. Sementara untuk tanda tera sah atau bertanda setahun terakhir hanya sekitar 40% UTTP dan sisanya bertanda tera lebih dari setahun (Sucofindo; 2013). Pelaksanaan sistem metrologi legal di Indonesia belum efektif yang diakibatkan belum optimalnya kondisi faktor pembentuk sistem metrologi legal di Indonesia serta interaksi antar komponennya. Komponen utama pembentuk sistem metrologi legal di Indonesia yaitu: (1) peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan bekerjanya sistem metrologi legal; (2) Kelembagaan unit metrologi di tingkat nasional dan unit metrologi legal di daerah, beserta tupoksi dan kewenangannya; (3) sumberdaya metrologi, seperti SDM, laboratorium uji, sarana, peralatan dan standar kerja, dukungan anggaran, dan sumberdaya lainnya yang berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem metrology; (4) manajemen dan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
13
pelaksanaan kemetrologian seperti layanan kemetrologian; dan (5) lingkungan kemetrologian yaitu perkembangan jumlah dan jenis UTTP (Puska Dagri, 2007). Berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah kurang diantisipasi secara memadai atau terlambatnya pedoman pengaturan mengenai pengelolaan laboratorium metrologi legal telah mengakibatkan bentuk kelembagaan unit metrologi daerah dan tupoksinya bervariasi satu daerah dengan daerah lainnya. Bentuk kelembagaan unit metrologi daerah umumnya berupa UPTD Metrologi, Subdin Metrologi atau Kantor Metrologi (Kajian Sistem Metrologi Legal, 2007).
b. Kajian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Selanjutnya, studi yang dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menunjukkan saat ini baru 10% dari sekitar 66 juta unit UTTP wajib ditera dan ditera ulang yang telah dilakukan tera/tera ulang. Salah satu penyebab hal ini adalah jumlah pegawai (penera) yang melaksanakan tera/tera ulang UTTP yang minim hanya 857 orang di seluruh UPTD. Jumlah ini terus mengalami penurunan akibat bermacam-macam hal, antara lain karena pensiun, mutasi ke luar UPTD dan sulitnya memperoleh tambahan formasi baru. Menyadari pentingnya peran metrologi legal dalam upaya memberikan perlindungan konsumen khususnya di era otonomi daerah, BPKN melakukan kajian tentang pelaksanaan perlindungan konsumen dalam bidang Metrologi dengan mengambil timbangan sebagai objek di 18 (delapan belas) daerah (16 UPTD). Hasil Kajian BPKN sebagai berikut: 1. Lebih dari 60% Konsumen dan 57% Pedagang ternyata tidak mengenal dengan baik tentang Metrologi; 2. Seluruh UPTD sebagai unit pelayanan kemetrologian di daerah menyatakan bahwa hambatan utama pelayanan tera/tera ulang UTTP adalah keterbatasan anggaran, peralatan standar/sarana/prasarana, dan SDM Kemetrologian. 3. Adanya penetapan biaya tera yang berbeda setiap daerah dengan penetapan pemerintah menyebabkan pelaksanaan tera dan tera ulang menemui kendala.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
14
4. Lemahnya pengawasan terhadap penyelenggaraan Kemetrologian di lapangan terutama dalam penggunaan UTTP. Dari hasil kajian yang dilanjutkan dengan workshop tersebut, BPKN merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1) Mengingat pelaksanaan Kemetrologian menyangkut berbagai sektor dan kewenangan, pelaksanaannya dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, dan Kabupaten/Kota, maka BPKN merekomendasikan perlunya peningkatan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan juga upaya sosialisasi Kemetrologian kepada masyarakat luas. 2) Perbedaan penetapan biaya tera dan tera ulang disetiap daerah dengan penetapan biaya yang diatur UUML menjadi permasalahan bagi setiap UPTD dan pemilik UTTP, menyebabkan disharmonisasi penyelenggaraan Kemetrologian antara satu daerah dengan daerah lain. Sesuai tugas pokok dan fungsi Kementerian Perdagangan, maka BPKN merekomendasikan untuk dapat segera menyusun pedoman penetapan biaya tera dan tera ulang yang berlaku sama di seluruh Indonesia sebagai konsekuensi mandat yang diamanatkan dalam UUML. 3) Karena jumlah tenaga teknis penera maupun PPNS Metrologi Legal yang terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan dan luasnya cakupan wilayah kerja, maka diperlukan langkah terobosan bagi pemenuhan kebutuhan penera. Sistem pendidikan
sebagai
sarana
pengadaan
tenaga
teknis
yang
menjadi
tanggungjawab pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan dirasakan belum optimal. Oleh karena itu BPKN merekomendasikan kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan evaluasi mengenai sistem pendidikan guna mengejar kebutuhan tenaga teknis penera maupun PPNS di lapangan. 4) Sejak diundangkannya UUML, sampai era globalisasi saat ini telah terjadi perubahan-perubahan dibidang IT dan Informatika termasuk bidang ukur mengukur. Disamping itu, UUML lahir pada era pemerintahan sentralistik yang dapat dilihat dari tidak terdapatnya akses masyarakat dalam penyelenggaraan Kemetrologian.
BPKN
menyarankan
untuk
segera
merevisi UUML
dan
mengikutsertakan peran masyarakat dalam penyelenggaraan UUML.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
15
c. Analisis Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Hasil pengawasan UTTP pada 2010 yang dilakukan di 66 pasar tradisional terdapat 21.814 UTTP, ditemukan UTTP yang tidak bertanda tera sah sebanyak 9.843 (45,1%). Sebagai alat untuk mengukur volume yang diperdagangkan, maka akurasi dan reliabilitas alat-alat UTTP diperlukan agar masing-masing pihak memperoleh perlindungan yang setara.
Pedagang dilindungi dari kerugian
karena memberikan barang yang melebihi volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian karena menerima jumlah barang yang lebih rendah dari volume yang diminta/dibayarkannya. Kegiatan
pelayanan
tera/tera
ulang
UTTP
masih
mengandalkan
Pemerintah Pusat yang saat ini masih menghadapi permasalahan seperti keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM, anggaran, serta sarana dan prasarana tera/tera ulang. Sedangkan pemerintah daerah belum memprioritaskan kegiatan tersebut, karena semata-mata hanya sebagai sumber PAD melalui retribusi bukan tugas yang sifatnya mandatory dalam rangka perlindungan konsumen. Selain pelayanan tera/tera ulang UTTP, kegiatan pengawasan dan penyuluhan relatif tidak dilaksanakan karena belum semua kabupaten/kota yang sudah memiliki unit/seksi pelayanan dan pengawasan memperoleh alokasi SDM yang sesuai dengan persyaratan (requirement) dan kompetensi di bidang pelayanan dan pengawasan tera/tera ulang UTTP. Pelaksanaan tera dan tera ulang UTTP di daerah, secara umum kapasitas pelayanan tera/tera ulang hanya dapat menjangkau sekitar 24,7% dari estimasi populasi timbangan yang ada di pasar tradisional. Penyebabnya yaitu pertama, jumlah hari pelayanan dalam 5 tahun terakhir rata-rata turun hampir sebesar 82%/tahun. Saat ini pelayanan metrologi legal di kabupaten hanya dapat dilayani 1 kali setiap 3 tahun per pasar, seharusnya wajib tera ulang dilakukan setiap tahun. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan anggaran. Kedua, jumlah petugas penera turun sebesar 5% dalam 2 tahun terakhir. Ketiga, kondisi sarana/prasara pelayanan relatif sudah tua (telah terdepresiasi) seperti peralatan standar, gedung laboratorium, alat transportasi,dll yang dinilai tidak memadai. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas pelayanan tera/tera ulang UTTP agar dapat menjangkau seluruh populasi timbangan yang ada di pasar tradisional dengan cara membentuk standar operasi Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
16
dan prosedur (SOP) pelayanan tera ulang yang lebih baik dan teratur sehingga jangkauan pelayanan dapat lebih banyak dan dilakukan secara periodik serta tidak ada komplain timbangan rusak sesudah di tera ulang. Berdasarkan SOP ini akan diketahui kebutuhan jumlah hari pelayanan tera ulang di setiap pasar. Kemudian, perlu juga untuk memetakan kebutuhan tenaga penera/PPNS Metrologi Legal di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Penambahan dan perbaikan kondisi sarana/prasara pelayanan relatif sudah tua (telah terdepresiasi) seperti peralatan standar, gedung laboratorium, alat transportasi juga dirasakan penting.
2.2. KERANGKA PIKIR Tujuan analisis ini secara umum berada dalam kerangka kegiatan Monitoring dan Evaluasi terhadap sebuah program pembangunan, yaitu pembangunan perlindungan konsumen melalui pelaksanaan bidang metrologi legal di Indonesia. Monitoring adalah pengumpulan data terus menerus pada indikator tertentu untuk menilai implementasi suatu intervensi dalam pembangunan (proyek, program atau kebijakan) dalam kaitannya dengan jadwal kegiatan dan pengeluaran dana yang dialokasikan,
serta
kemajuan
(progress)
dibandingkan dengan tujuannya.
dan
pencapaian
(achievements)
Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan dan
menganalisis data dari indikator-indikator yang dibentuk untuk tujuan monitoring tersebut.
Informasi kinerja yang dihasilkan kegiatan monitoring akan menjadi
wahana umpan balik pembelajaran dari pengalaman sehingga dapat memperbaiki program yang sedang dilaksanakan. Dalam analisis ini langkah monitoring dilakukan melalui pengukuran kinerja UPTD dalam melaksanakan pelayanan tera/tera ulang UTTP di masing-masing wilayah kerjanya.
Kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan standar
pelayanan minimal dan/atau besarnya potensi UTTP di wilayah tersebut. Mengacu pada Permendag No.51/Tahun 2009 dalam pelaksanaan fungsi UPT/UPTD, disampaikan bahwa selain kemampuan melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang UTTP, kinerja sebuah UPTD juga diukur dari kemampuannya untuk melakukan (1) Pemeliharaan ketertelusuran standar ukuran yang dimilikinya, (2) Pembinaan
SDM
internal
UPT/UPTD,
(3)
Pemeliharaan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
dokumen
sistem
17
manajemen mutu, dan (4) Partisipasi dalam kegiatan interkomparasi.
Keempat
indikator kinerja ini akan turut digambarkan dalam analisis ini, mendampingi ukuran tingkat pelayanan tera/tera ulang UTTP yang dianggap sebagai ukuran kinerja utama dari UPTD metrologi legal.
Wilayah kerja UPT/UPTD Metrologi Legal Perlindungan konsumen produsen di wilayah kerja UPTD
Hambatanhambatan
Kebutuhan pelayanan tera/tera ulang UTTP
Pelaksanaan Tera/tera ulang, pengawasan, penyuluhan UTTP
Tingkat pelayanan tera/tera ulang UTTP saat ini
β’ Jumlah UTTP;
dan
β’ Pengetahuan, kesadaran, kepedulian produsen & konsumen;
β’ Pemeliharaan ketertelusuran standar ukuran
β’ Pengawasan dan penegakan aturan;
β’ Partisipasi dalam kegiatan interkomparasi
β’ Pembinaan SDM internal
β’ Sumberdaya UPTD (SDM, anggaran, sarana, timbangan pengganti; strategi, prosedur) β’ Koordinasi dan sharing sumberdaya antar Pemprov dan Pemkab/Pemkot diwilayahnya β’ Pelaksanaan amanat urusan perdagangan (Tuntutan pemenuhan SPM)
Perkuatan urusan perdagangan daerah oleh Pemerintah Pusat
Monitoring
β’ Kinerja UPT/UPTD saat ini
Umpan balik
β’ Informasi kebutuhan UPTD agar dapat melaksanakan pelayanan tera/tera ulang yang penuh dan optimal di wilayah kerjanya,
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Evaluasi Kinerja UPT/UPTD Dalam Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
18
Hasil perbandingan ini (gap) dan masukan pihak UPTD, kemudian digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan kebutuhan UPTD agar dapat melaksanakan pelayanan tera/tera ulang yang penuh dan optimal di wilayah kerjanya. Informasi ini kemudian digunakan untuk menyusun serangkaian rekomendasi perkuatan yang dapat diberikan kepada UPTD sebagai pelaksana urusan metrologi legal di daerah, dalam rangka mencapai pembangunan perlindungan konsumen Indonesia. Gambar kerangka pemikiran dapat diikuti dalam gambar 2.7. Pelayanan tera/tera ulang yang dilakukan oleh sebuah unit pelayanan metrologi legal di daerah (UPTD Metrologi legal) pada dasarnya merupakan fungsi dari sumberdaya yang dimilikinya.
Pada analisis terdahulu, ditemukan bahwa
kapasitas sumberdaya ini dapat diperluas jika UPTD di tingkat Provinsi mampu melakukan koordinasi dan sharing pembiayaan operasional pelayanan tera/tera ulang dengan pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah kerjanya; dan jika memperoleh perkuatan urusan perdagangan dari pemerintah pusat. Sebagai pelaksanaan
bagian
pelayanan
dari
program
tera/tera
ulang
perlindungan ini
konsumen
seharusnya
Indonesia,
disediakan
dalam
jumlah/tingkat yang sesuai dengan potensi permintaan/kebutuhan akan pelayanan tera/tera ulang yang ada di dalam wilayah kerja UPTD. Idealnya adalah, setiap UTTP yang digunakan untuk transaksi dengan masyarakat, yang ada di daerah tersebut, dapat ter-tera ulang paling tidak satu kali setiap tahunnya. Kemampuan UPTD untuk memenuhi permintaan/potensi kebutuhan pelayanan ini di wilayah kerjanya, merupakan sebuah ukuran kinerja pelayanan UPTD yang ingin dimonitor (diukur) dalam analisis ini.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
19
BAB III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan pelaksanaan analisis Informasi kinerja dan pemetaan kebutuhan UPTD direncanakan diperoleh dari seluruh UPTD yang ada di Indonesia. Hal ini dilakukan agar diperoleh pandangan awal yang menyeluruh terhadap kinerja dan kebutuhan UPTD secara nasional.
Karena
sifatnya
yang
menyeluruh/nasional,
maka
pemetaan
direncanakan hanya untuk menggambarkan kondisi umum yang ada. Pemetaan dilakukan menggunakan kuesioner yang direncanakan untuk diisi sendiri oleh responden (self-administered questioner). Sedangkan pengetahuan yang lebih mendalam akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dan pengamatan langsung ke daerah. Untuk pengamatan langsung ini hanya akan dipilih 2 (dua) daerah yang merupakan perwakilan dari daerah yang relatif baik (1 daerah) dan relatif rendah (1 daerah) kualitas pelaksanaan tingkat pelayanan tera/tera ulangnya.
Gambar 3. 1. Pendekatan Analisis
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
20
3.2. Metode analisis Secara umum, data dan informasi yang diperoleh dikelola menggunakan alat-alat yang ada dalam lingkup statistika deskriptif. Melalui alat-alat statistika deskriptif seperti perhitungan nilai sentral dan dispersi, pembuatan grafik, dan penyusunan tabel kontijensi, maka perilaku dari setiap daerah dapat dengan segera
diamati
dan
diperbandingkan,
sehingga
karakteristik
yang
berbeda/menarik dapat dengan segera teridenitifkasi.
SDM Kemetrologian
Sarana, gedung
Dokumentasi mutu
Legalitas
Pelayanan Tera/Tera Ulang
Standar
UPTD
Ketertelusuran
Gambar 3. 2. Unsur Pembentuk Kinerja UPTD Kinerja UPTD merupakan fungsi dari pelayanan tera, pemeliharaan ketertelusuran standar ukuran yang dimilikinya, pembinaan SDM internal UPT/UPTD, pemeliharaan dokumen sistem manajemen mutu, dan partisipasi dalam kegiatan interkomparasi, yang dapat dituliskan sebagai: πΎππππππ ππππ·π‘
= π(πππππ¦ππππ π‘ππππ‘ , ππ‘ππππππ‘ , ππ·ππ‘ , π·πππ’πππ ππ’π‘π’π‘ , πΌππ‘ππππππππππ ππ‘ )
β’
Kinerja pelayanan tera/tera ulang diukur dengan menghitung tingkat jangkauan pelayanan tera/tera ulang UPTD di wilayah kerjanya. Ukuran ini diperoleh dengan menghitung proporsi jumlah UTTP yang dapat ditera/tera ulang, terhadap jumlah UTTP total yang ada di wilayah kerja. Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
21
β’
π½ππππππ’ππ πππππ¦ππππ π‘ππππ‘ =
π½π’πππβ ππππ ππ π‘ππππ‘ π½π’πππβ π‘ππ‘ππ ππππ ππ π€ππππ¦πβ ππππππ‘
Γ 100%
Kinerja pemeliharaan standar ukuran yang dimiliki, diukur dari nilai akreditasi Lab yang dimiliki, frekwensi kegiatan pemeliharaan standar, dan proporsi standar jenis UTTP yang telah dipelihara terhadap total jenis standar yang dimiliki.
β’
Kinerja pembinaan SDM internal diukur dari rasio jumlah penera yang dihasilkan secara mandiri oleh daerah terhadap jumlah penera total, rasio jumlah penera terhadap jumlah UTTP
total, rasio jumlah PPNS-ML
terhadap jumlah UTTP total, dan jumlah pelatihan/seminar sesuai kompetensi yang diikuti pada tahun yang bersangkutan. β’
Kinerja pemeliharaan dokumen sistem manajemen mutu diukur dari keberadaan dokumen sistem manajemen mutu tahun terakhir.
β’
Upaya interkomparasi diukur dari keberadaan atau keikutsertaan UPTD dalam kegiatan yang bersifat interkomparatif. Data pelayanan akan diukur langsung dari survey yang dilakukan,
sedangkan 4 (empat) variabel lainnya (kinerja pemeliharaan standar, pembinaan SDM, pemeliharaan dokumen mutu, dan upaya menjaga ketertelusuran) akan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Metrologi. Kelima rasio ini kemudian digunakan untuk menggambarkan profil kinerja masingmasing UPTD menggunakan diagram jaring atau diagram batang yang disamakan skalanya. Penggunaan diagram ini dinilai akan memudahkan proses perbandingan profil antar UPTD yang diamati. Kebutuhan sumberdaya dilihat dari besarnya potensi UTTP yang harus dilayani oleh UPTD di dalam wilayah kerjanya, dibandingkan dengan kinerja jangkauan pelayanan
yang
dihasilkan
pada tahun
yang bersangkutan,
dihubungkan dengan masukan UPTD mengenai kebutuhan SDM, anggaran, sarana, dan masukan lain yang diperoleh dari proses pengumpulan data. Masukan terhadap kebutuhan ini dilakukan melalui metode pengumpulan data yang relatif terbuka untuk mengeksplorasi jenis kebutuhan yang lebih beragam. Diharapkan analisis dapat memperoleh informasi kebutuhan yang diluar kebutuhan βtradisionalβ sebuah pelayanan tera/tera ulang. Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
22
Profil kinerja dan besar gap kebutuhan yang dimiliki kemudian diperbandingkan untuk melihat pengaruh faktor lain terhadap kinerja UPTD seperti: β’
Faktor sumberdaya UPTD (SDM, anggaran, sarana)
β’
Faktor geografis (jawa-luar jawa, atau menurut pulau)
β’
Faktor anggaran (anggaran rata-rata per jumlah UTTP, relatif terhadap rata-rata nasional)
β’
Faktor kepedulian daerah terhadap urusan metrologi legal (keberadaan peraturan daerah, keberadaan standar operasi dan prosedur baku yang dikembangkan secara mandiri oleh daerah, persepsi pengelola UPTD)
β’
Koordinasi (keberadaan kegiatan koordinasi dalam sharing pembiayaan dan sumberdaya)
β’
Dan faktor lain yang muncul dalam wawancara dan pengamatan ke daerah analisis. Perbandingan tersebut dianalisis menggunakan alat uji chi-square. Uji
chi square digunakan jika data bersifat nominal atau ordinal, atau data yang bersifat interval namun di downgrade skala pengukurannya.
Perbandingan
diharapkan memberi pengetahuan yang lebih mendalam.
Tabel 3.1. Metode Analisis Tujuan Analisis
Sumber Informasi
Menganalisis UPTD kinerja Direktorat UPT/UPTD Metrologi dalam pelaksanaan tera dan tera ulang (jumlah populasi timbangan yang harus dilayani, jumlah pelayanan tera yang dilakukan
Sumber β’ Data primer (dikumpulkan menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada Kepala UPTD; dan hasil indepth interview) β’ Data sekunder
Keluaran
Alat Bantu/ Analisis
Profil identitas umum β’ Pencatatan UPTD dan pengelolaan β’ Lokasi dan kondisi data wilayah pelayanan menggunakan β’ Sumberdaya dimiliki statistika UPTD (Jumlah dan deskriptif komposisi SDM, (tabulasi dan grafik). anggaran, sarana dimiliki saat ini) β’ Bentuk lembaga, tingkat eselon, dasar legalitas
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
23
Tujuan Analisis
Sumber Informasi
Sumber (yang diperoleh dari Direktorat Metrologi) β’
Keluaran
Alat Bantu/ Analisis
dimiliki.
β’ Kinerja masingmasing UPTD
β’ Perhitungan rasio kinerja UPTD (parsial) β’ Perhitungan skor kinerja gabungan per UPTD β’ Penggambaran profil kinerja UPTD dan skor gabungan menggunakan diagram jaring atau diagram batang
Memetakan UPTD kebutuhan Direktorat UPT/UPTD Metrologi dalam pelaksanaan tera dan tera ulang
β’
β’ Kebutuhan SDM UPTD β’ Kebutuhan anggaran UPTD β’ Kebutuhan Sarana UPTD
β’ Perhitungan gap pelayanan maksimal dengan kebutuhan potensi β’ Pengelompokk an usulan kebutuhan dari pertanyaan terbuka
Merumuskan Hasil keluaran Hasil keluaran β’ Identifikasi variabel β’ Analisis chiusulan dari tujuan 1 dari tujuan 1 profil umum yang square masingkebijakan untuk dan 2 dan 2 memiliki pengaruh masing faktor meningkatkan terhadap kinerja profil umum pelaksanaan UPTD terhadap skor tera dan tera kinerja ulang β’
β’ Daftar usulan β’ Pengolahan kebijakan/ program Pohon yang perlu masalah dan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
24
Tujuan Analisis
Sumber Informasi
Sumber
Keluaran dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan tera/tera ulang
Alat Bantu/ Analisis Kerangka logis
3.3. Daerah analisis Daerah analisis pada dasarnya bersifat nasional, meliputi 53 UPTD yang ada di seluruh Indonesia. Sedangkan 2 (dua) daerah analisis untuk in-depth interview, untuk sementara ditetapkan: (1) Provinsi DI Yogyakarta (sebagai wakil daerah pelayanan baik), dan (2) Provinsi Kalimantan Selatan (sebagai wakil daerah pelayanan relatif rendah).
Gambar 3. 3. Daerah Analisis 3.4. Sampel Secara umum, analisis menggunakan data sekunder mencakup UPTD yang ada di seluruh Indonesia. Sedangkan secara khusus,
pemilihan daerah analisis
untuk in-depth interview dilakukan menggunakan metode purposive sampling, Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
25
yaitu satu daerah yang menurut catatan Direktorat Metrologi memiliki kinerja pelayanan yang relatif baik (DI Yogyakarta) dan satu daerah yang kinerja pelayanannya relatif kurang baik (Kalimantan Selatan).
3.5. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan Data a. Data primer : Hasil survey dan
wawancara dengan narasumber pada
UPT/UPTD dan lembaga terkait lainnya. b. Data sekunder : Data SDM, anggaran, pelaksanaan tera dan tera ulang, lingkup pelayanan tera dan tera ulang, sarana dan prasarana
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
26
BAB IV. GAMBARAN KINERJA PELAYANAN TERA/TERA ULANG
Dua daerah yang dianalisis secara in-depth adalah Banjarmasin dan kota Yogyakarta. Berikut ini gambaran pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang di kedua daerah tersebut.
4.1. Banjarmasin-Kalimantan Selatan 4.1.1. UPTD Pelayanan Metrologi Legal Provinsi Kalimantan Selatan Unit Pelaksana Teknis Daerah pelayanan metrologi legal yang ada di Banjarmasin disebut dengan nama Balai Pelayanan Kemetrologian Kalimantan Selatan (BPK Kalsel). UPTD ini berada dibawah pengelolaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. UPTD ini melayani seluruh wilayah Kalimantan Selatan, yang meliputi 2 (dua) kota dan 11 kabupaten, yaitu Kabupaten Tanah Laut, Kab. Kotabaru, Kab. Banjar, Kab. Barito Kuala, Kab. Tapin, Kab. Hulu Sungai Selatan, Kab. Hulu Sungai Tengah, Kab. Hulu Sungai Utara, Kab. Tabalong, Kab. Tanah Bumbu, Kab. Balangan, Kota Banjarmasin, dan Kota Banjarbaru.
BPK Kalsel
berada dalam binaan Balai Standarisasi Metrologi Legal (BSML) Regional III Kalimantan.
a) Metode Pelaksanaan Pelayanan Tera/Tera Ulang BPK Kalimantan Selatan melaksanakan pelayanan tera/tera ulang di kantor dan diluar kantor.
Pelayanan luar kantor dilakukan untuk melakukan tera ulang
UTTP yang tidak dapat dibawa ke kantor UPTD (seperti timbangan konveyor dan jembatan timbang yang terpasang tetap), atau mendekati pemilik UTTP yang berkumpul dalam jumlah besar di satu tempat (misalnya pedagang pasar). Pemilik UTTP yang menjadi pelanggan UPTD relatif beragam, mulai dari perusahaan swasta yang memang membutuhkan ketelitian UTTP bagi kegiatan usahanya, hingga pedagang pasar yang relatif tidak terlalu peduli dengan akurasi UTTP yang digunakannya. Dari seluruh jenis UTTP tersebut, pelayanan luar kantor untuk UTTP Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP
27
yang digunakan pedagang pasar tradisional, masih menjadi kekurangan pada UPTD karena jumlahnya yang besar dan menyentuh masyarakat banyak secara langsung. Hingga saat ini, BPK Kalimantan Selatan masih menggunakan jalur pelayanan tera/tera ulang timbangan dengan cara konvensional biasa seperti tersaji dalam gambar 4.1. berikut
Pendaftaran administrasi
Mulai
Tera-1
ya
Lulus? tidak Reparasi (Oleh ya Perusahaan Reparatir ditunjuk)
Bisa reparasi? tidak
Tera-2
Lulus? tidak
Stempel Batal
tanda
ya Stempel Sah
tanda
Pembayaran biaya tera dan reparasi
Selesai
Gambar 4. 1. Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Banjarmasin
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
28
Kelemahan jalur pelayanan seperti ini adalah UPTD butuh waktu yang banyak untuk menyelesaikan pelayanan tera ulang, karena jumlah timbangan dan jumlah pasar yang relatif banyak.
b) Jenis UTTP Beredar dan Jangkauan Pelayanan Tabel 4.1 (kolom nomor 2/warna biru) menunjukkan jenis UTTP yang beredar di Kalimantan Selatan.
Secara keseluruhan ada 24 jenis UTTP yang diduga
beredar/dilayani tera/tera ulangnya di Kalimantan Selatan. Kolom berwarna orange menunjukkan estimasi jumlah UTTP tersebut menurut keterangan BPK Kalsel, sedangkan kolom warna kuning menunjukkan jumlah estimasi yang dikoreksi sebesar 20% dari data awal.
Koreksi dilakukan untuk βmendorongβ estimasi
mendekati data dari BSML Regional III Kalimantan.
Tabel 4. 1. Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari Pelayanan dan Jumlah Penera Jumlah UTTP No
Jenis UTTP
Tera ulang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Meter kayu Takaran Kering Takaran Basah Bejana Ukur TUT Bentuk Silinder Datar Tangki Ukur Gerak/Mobil Timbangan ban berjalan Timbangan Elektronik Timbangan Pegas Timbangan Cepat Neraca emas Neraca obat Dacin Timbangan sentisimal Timbangan bobot ingsut Timbangan meja Beranger
37 572 313 57 59 637 14 1.197 551 8 89 3 409 402 52 2.665
Tera 6
28 214 5 5
Total 43 572 313 57 87 851 14 1.202 556 8 89 3 409 402 52 2.665
Dugaan Koreksi Jangkauan jangkauan 50% 50% 50% 90% 90% 90% 70% 90% 50% 90% 90% 50% 60% 60% 60% 75%
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
30% 30% 30% 70% 70% 70% 50% 70% 30% 70% 70% 30% 40% 40% 40% 55%
Estimasi UTTPawal 86 1.144 626 64 97 946 20 1.336 1.112 9 99 6 682 670 87 3.554 29
estimasi UTTPkoreksi 144 1.907 1.044 82 125 1.216 28 1.718 1.854 12 128 10 1.023 1.005 130 4.846
Jumlah UTTP No 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis UTTP
Tera ulang
Tera
Total
70% 70%
Estimasi UTTPawal 2 168
55%
20.582
28.066
70% 30% 55% 80% 30% 52%
1.457 80 323 628 6.994 40.772
1.873 134 440 785 11.657 58.445
Dugaan Koreksi Jangkauan jangkauan
Timbangan kuadran 1 1 90% Timbangan jembatan 119 32 151 90% Anak Timbangan Ketelitian Biasa 15.436 15.436 75% Anak Timbangan Ketelitian Halus 1.311 1.311 90% Anak timbangan obat 40 40 50% Meter arus kerja 237 5 242 75% Pompa BBM 610 18 628 100% Meter Air Dingin 7 3.490 3.497 50% TOTAL 24.826 3.803 28.629 72% Sumber: BPK Kalsel, BSML Regional III Kalimantan, Diolah.
Memperhatikan jenis UTTP yang dilayani, tampak bahwa UPTD Banjarmasin baru dapat melakukan pelayanan tera/tera ulang pada lingkup yang minimal (sesuai Permendag 51/M-DAG/PER/10/2009 Tentang Penilaian terhadap unit pelaksana teknis dan Unit pelaksana teknis daerah metrologi legal. Data pada tabel 4.1 menunjukkan jumlah pelayanan tahun 2013 adalah sebesar 28.629 unit, sedangkan jumlah UTTP yang ada di wilayah Kalimantan Selatan diestimasi berjumlah antara 40.772 unit hingga 58.445 unit (dugaan BSML 58.004 unit). Angka estimasi minimal berasal dari dugaan BPK Kalsel, sedangkan angka estimasi maksimal berasal dari BSML Regional III Kalimantan. Berdasarkan data tersebut, jangkauan pelayanan BPK Kalimantan Selatan berkisar antara 48,9% hingga 70,2% pada tahun 2013.
c) Sumberdaya Manusia BPK Kalimantan Selatan memiliki 6 (enam) orang penera aktif, yang terdiri dari 1 orang Penera Trampil, dan 5 (lima) orang Penera Ahli (menyusul akan ada satu lagi Penera Terampil, namun saat survey masih dalam pendidikan). Dari 5 (lima) orang penera ahli yang ada, 3 (tiga) diantaranya menjabat pada posisi Struktural. Disamping Penera, BPK memiliki 3 (tiga) orang tenaga Penyidik Pegawai
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
30
estimasi UTTPkoreksi 2 216
Negeri Sipil (PPNS), 4 (empat) orang Pembantu Teknik, dan 5 (lima) orang tenaga Administrasi. Total sumberdaya manusia (SDM) BPK Kalimantan Selatan pada saat analisis berjumlah 19 orang. Di SDM BPK tidak terdapat petugas Laboratorium, Pengamat Tera, dan Penyuluh Metrologi Legal. Tugas-tugas dari SDM tersebut, pada dasarnya dapat dilaksanakan juga oleh petugas Penera, atau oleh satuan kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang lain. Untuk saat ini, jumlah SDM yang ada dinilai sudah mencukupi kebutuhan pelayanan tera/tera ulang, namun pada tingkatan yang minimal. Kompetensi dan ketrampilan SDM dinilai sudah mencukupi untuk saat ini, yang diperlukan adalah upgrading secara rutin setiap tahun untuk mengembangkan pengetahuan mengikuti perkembangan UTTP yang ada.
Butuh waktu untuk
mengembangkan kompetensi dan ketrampilan SDM, menurut Ka Balai, kompetensi SDM baru berkembang dalam praktek/pekerjaan. SDM yang baru lulus pendidikan relatif hanya menguasai sisi teorinya saja, namun belum sepenuhnya mampu melaksanakan pelayanan tera/tera ulang UTTP secara baik.
Tabel 4. 2. Jumlah Penera UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013 SDM Penera terampil
Jumlah Kompetensi Keterangan 2 orang Mencukupi 1 (satu) orang masih pendidikan di Bandung Penera Ahli 5 orang Mencukupi 3 (tiga) orang diantaranya menjadi struktural Pembantu Teknik 4 orang Mencukupi Dari lulusan SLTA/STM Mesin PPNS Metrologi 3 orang Mencukupi Legal Administrasi 5 orang Kurang Kompetensi administrasi kantor UPTD Mencukupi kurang (harus mampu mengoperasikan komputer, mengisi formulir/sertifikat/nota, dan menyusun laporan) Pranata Belum ada Laboratorium Pengamat Tera Belum ada TOTAL 19 Sumber: BPK Kalsel
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
31
d) Fasilitas/Peralatan UPTD baru saja menempati kantor barunya di Jalan A. Yani Km 7 Banjarmasin selama 1 tahun ini, karena itu beberapa fasilitas tampak belum terpasang secara baik, seperti instalasi listrik yang masih bermasalah sehingga aliran listrik di dalam kantor menjadi sering terganggu. Hal ini bisa mengganggu pelayanan tera ulang yang akan dilakukan.
Tabel 4. 3. Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Tahun 2013 No Jenis UTTP 1 Meter kayu 2 Takaran Kering 3 Takaran Basah 4 Bejana Ukur 5 TUT Bentuk Silinder Datar 6 Tangki Ukur Gerak/ Mobil 7 Timbangan ban berjalan 8 Timbangan Elektronik 9 Timbangan Pegas 10 Timbangan Cepat 11 Neraca emas 12 Neraca obat 13 Dacin 14 Timbangan sentisimal 15 Timbangan bobot ingsut 16 Timbangan meja Beranger 17 Timbangan kuadran 18 Timbangan jembatan 19 Anak Timbangan Ketelitian Biasa 20 Anak Timbangan Ketelitian Halus 21 Anak timbangan obat 22 Meter arus kerja 23 Pompa BBM 24 Meter Air Dingin Sumber: BPK Kalsel
Penilaian Cukup Cukup Cukup Cukup Tidak cukup Cukup Tidak cukup Tidak cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Tidak cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Tidak cukup Cukup Tidak cukup
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
32
Secara umum, fasilitas yang dimiliki UPTD dinilai kurang memadai untuk melaksanakan pelayanan tera/tera ulang jenis-jenis UTTP yang dilayaninya. Terutama dari sisi jumlah standar/standar kerja. Akibat kurangnya jumlah standar, penera tidak dapat melakukan pelayanan secara bersamaan untuk 2 jenis UTTP yang membutuhkan standar yang sama. Hal ini menyebabkan: (1) Penera terpaksa bergantian menggunakan standar. Dan (2) Penera terpaksa melakukan tera ulang menggunakan standar yang bukan khusus ditujukan bagi UTTP yang bersangkutan.
e) Anggaran Data anggaran BPK β KalSel Tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan. Anggaran tersebut sudah termasuk anggaran pengadaan gedung baru yang ditempati saat ini. Jumlah anggaran ini oleh Kepala UPTD dinilai sudah mencukupi untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang di seluruh wilayah Kalimantan Selatan.
Tabel 4. 4. Anggaran BPK Kalimantan Selatan Tahun 2013 Anggaran 2012 Total anggaran 2,5 M Anggaran pelayanan tera/tera ulang NA Sumber: Kepala BPK Kalsel
2013 2,8 M 1,6 M
f) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pelayanan Tera/Tera Ulang Gambaran yang ada menunjukkan bahwa dari sisi SDM dan Anggaran, UPTD Banjarmasin relatif memiliki jumlah yang cukup untuk melaksanakan pelayanan bagi populasi UTTP yang ada di wilayah kerjanya. Kendati demikian, jangkauan pelayanan UPTD ternyata baru pada tingkat 49-70%-an.
Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kekurangan fasilitas (sarana, gedung, standar ukuran,
peralatan),
kekurangan
penyuluhan/pengawasan
untuk
membangun
kesadaran pemilik UTTP, hambatan dari peraturan daerah yang tidak mendukung, dan kemampuan manajerial pengelola UPTD yang rendah.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
33
Fasilitas: Kurang
Penyuluhan/ Pengawasan: Kurang Peraturan Daerah: Kurang mendukung
Anggaran: Cukup
Kinerja Tera/Tera ulang BPK Kalsel
Penera: Cukup
Kemampuan Manajerial: kurang
Gambar 4. 2. Faktor Pengaruh Kinerja Tera/Tera Ulang BPK Kalimantan Selatan Kekurangan
standar
kerja
peralatan
yang
digunakan
bergantian
menyebabkan penera tidak dapat melakukan pelayanan bersamaan terhadap UTTP yang membutuhkan standar yang sama, dan ada UTTP yang ditera tidak menggunakan standar yang seharusnya. Kekurangan standar membuat layanan tera/tera ulang tidak dapat dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) tim secara bersamaan. Selain itu, jumlah outlet pelayanan terbatas, maka mekanisme Pelayanan tera/tera ulang paling mudah dilakukan dengan jalan mendekati pengguna UTTP/memberikan pelayanan di tempat UTTP berada.
Misalnya dengan
mendatangi pasar untuk memberikan pelayanan tera ulang kepada pedagang pemilik timbangan dan UTTP lainnya yang ada di pasar. Pelayanan diluar kantor seperti ini hanya efektif bagi UTTP-UTTP yang memiliki/memerlukan standar uji yang relatif kecil dan mudah dibawa, seperti timbangan meja, TBI, takaran kering, takaran basah, ukuran panjang, dan lain-lain yang sejenis.
Memperhatikan hal
tersebut, maka sebuah UPTD Metrologi Legal pada tingkatan Provinsi, sebaiknya memiliki paling tidak 3 (tiga) set standar kerja bagi pelayanan minimal tersebut, dimana 2 (dua) standar kerja akan dibawa oleh 2 (dua) tim pelayanan berkeliling menuju kabupaten/kota di wilayah kerja, dan 1 (satu) standar kerja ada di ruang tera di kantor UPTD, sehingga UPTD tetap dapat melakukan pelayanan di dalam kantor. Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
34
Pengalaman UPTD Banjarmasin pada tahun 2011 hingga tahun 2013 menunjukkan pentingnya proses pengawasan oleh Seksi Pengawasan Dinas Perdagangan masing-masing
kabupaten/kota, untuk dilaksanakan
beriringan
dengan pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang oleh UPTD Provinsi. Pelaksanaan yang beriringan (Pengawasan dulu, baru pelayanan tera ulang) membuat pemilik UTTP aware dengan pentingnya melakukan tera ulang, dan mengetahui kapan jadwal pelaksanaan tera ulang bagi daerahnya akan dilangsungkan.
Hal ini
dipercaya telah meningkatkan partisipasi pemilik UTTP dalam melakukan tera ulang di tahun 2013. Kendala pelayanan lain yang dihadapi adalah adanya pembatasan lama perjalanan dinas yang diperkenankan.
Sebuah pelayanan tera ulang ke
Kabupaten/Kota, paling tidak membutuhkan waktu selama 6 (enam) hari. Namun, peraturan daerah di Kalimantan Selatan, membatasi perjalanan ke daerah hanya dapat dilakukan paling lama selama 3 hari per orang per perjalanan. Pembatasan waktu perjalanan dinilai membuat membatasi waktu pelayanan ke kabupaten/kota. Jika ingin tetap memberikan pelayanan yang cukup, UPTD harus mengirim lebih dari 1 (satu) tim pelayanan ke daerah yang sama. Hal ini dinilai akan meningkatkan biaya operasional, mengingat jarak tempuh antar daerah di Kalimantan relatif jauh dan membutuhkan ongkos perjalanan yang relatif tinggi. Hambatan
terhadap
pencapaian
kinerja
lainnya
adalah
rendahnya
kemampuan manajerial dari pengelola UPTD. Kalimantan Selatan menjadi daerah survey karena record data kinerja pelayanan tera/tera ulangnya relatif rendah pada tahun 2011-2012. Saat hal ini dikonfirmasikan, maka hal pertama yang muncul adalah masalah sarana, yaitu kurangnya sarana gedung yang mendukung operasional pelayanan tera/tera ulang.
Namun dari wawancara yang dilakukan,
tampak bahwa pada periode tersebut, UPTD tampak dipimpin oleh orang yang bukan berasal dari latar belakang Kemetrologian.
Tim menduga, latar belakang
manajerial ini yang membuat UPTD tidak optimal melakukan pelayanan tera/tera ulang.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
35
4.1.2. Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML) Regional III Kalimantan BSML regional III Kalimantan dibentuk pada tahun 2007. BSML bertugas memverifikasi ketertelusuran standar-standar satuan ukuran laboratorium Metrologi Legal yang dimiliki oleh UPTD, fasilitasi tera atau tera ulang UTTP, peningkatan kompetensi SDM Metrologi serta penyuluhan kemetrologian di wilayah kerjanya. a) Jangkauan Pelayanan UPTD di Kalimantan Menurut BSML III Secara umum, data yang ada menunjukkan jangkauan pelayanan UPTD Metrologi Legal di wilayah Regional III baru berkisar sebesar 52,2%. Dari 5 (lima) UPTD yang ada di wilayah kerja BSML, UPTD yang paling tinggi jangkauan pelayanannya adalah UPK Singkawang, dengan jangkauan sebesar 94,1%. Singkawang adalah Daerah Tertib Ukur di tahun 2011. Informasi potensi UTTP yang dimiliki oleh BSML bersumber pada hasil kajian Direktorat Metrologi bersama Sucofindo tahun 2011, yang sifatnya estimasi. Menurut BSML, potensi UTTP di seluruh Kalimantan adalah sebesar 176.942 unit, dari beragam jenis, diluar meter Kwh dan meter air. Kedua UTTP ini dikeluarkan dari perhitungan karena memiliki umur operasi yang relatif panjang (10 tahun), sehingga tidak memerlukan tera ulang setiap tahunnya. Hasil rekapitulasi laporan bulanan UPTD Metrologi Legal menunjukkan pada tahun 2013 berhasil ditera dan tera ulang sebanyak 92.358 unit UTTP.
Tabel 4. 5. Potensi, Kinerja, dan Jangkauan Tera/Tera Ulang UPTD Regional III Kalimantan 2013 UPTD
Potensi Kinerja tera/ Jangkauan UTTP1) tera ulang2) Pelayanan UPK Pontianak 32.310 16.009 49,5% UPK Singkawang 8.607 8.097 94,1% BPK Banjarmasin 58.004 28.713 49,5% UPTD Palangkaraya 43.190 20.246 46,9% UPTD Samarinda 34.831 19.293 55,4% Total 176.942 92.358 52,2% Keterangan: 1) Diluar meter Kwh dan meter air, sumber Sucofindo; 2) Sumber Laporan Bulanan UPTD Metrologi Legal Sumber: BSML Reg. III Kalimantan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
36
Tata cara/prosedur untuk tera dan tera ulang telah disusun oleh Direktorat Metrologi untuk seluruh jenis UTTP yang ada, yaitu melalui Syarat-Teknis Alat Ukur dan SOP tera/tera ulang. b) Kendala Pengembangan Kemetrologian Kalimantan Potensi Kendala pengembangan Kemetrologian yang dihadapi Kalimantan adalah: β’
Kurangnya pembinaan SDM metrologi, khususnya Penera.
Pada era
desentralisasi otonomi daerah, monitoring dan penindakan SDM metrologi yang melanggar kode etik dan SOP tidak dapat dilakukan secara langsung. Penindakan (teguran, pemindahan, atau penghentian) dikembalikan kepada UPTD masing-masing. β’
Tingkatan struktur BSML secara vertikal. Kepala BSML harus berkoordinasi dan mengkoordinasikan kepala dinas terkait perlindungan konsumen melalui metrologi legal di wilayah kerjanya.
Kepala dinas yang dikoordinasikan
berada dalam tingkatan eselon 2, sedangkan kepala BSML hanya eselon 3. Idealnya posisi ini setara agar dinas tidak berkeberatan dengan permintaan koordinasi dan arahan yang dilakukan. Pada saat ini di wilayah regional III, kepala dinas belum terlalu memahami posisi BSML sehingga tidak menjadi masalah. Namun ke depan, seiring dengan makin tingginya pemahaman daerah terhadap BSML, dapat terjadi masalah. β’
Pertentangan antara PP38/2007 dan UU 2/1981 dalam hal prioritas urusan. UU
2/1981
mengamanatkan
urusan
metrologi
legal
bersifat
wajib
dilaksanakan oleh pemerintah, sedangkan dalam PP38/2007, urusan ini menjadi bersifat pilihan bagi pemerintah. Perlu ada batas yang jelas, apakah urusan perdagangan secara langsung berarti urusan metrologi legal. β’
Pertentangan antara PP 16 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tentang Tarif Biaya Tera dengan Perda dalam hal tarif.
β’
Tidak adanya fungsi pengawasan terhadap UTTP.
Menurut Keputusan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M/Per/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan(?), tugas dan fungsi BSML adalah (1) memverifikasi ketertelusuran standar-standar satuan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
37
ukuran laboratorium Metrologi Legal yang dimiliki oleh UPTD, (2) fasilitasi tera atau tera ulang UTTP, (3) peningkatan kompetensi SDM Metrologi serta (4) penyuluhan kemetrologian di wilayah kerjanya.
Peran 1 dan 2 relatif
sudah dilaksanakan. Sedangkan tugas 3 dan 4 belum dilaksanakan secara optimal. Yang utama adalah, peran pengawasan belum dilaksanakan baik oleh pusat maupun daerah. β’
Keterbatasan jumlah Penera. Persyaratan menjadi penera adalah S1 teknik. Pada saat ini minat S1 teknik untuk menjadi penera amat rendah.
β’
Kurangnya
jumlah
tenaga
administrasi
yang
kompeten,
memahami
penganggaran dan pelaporan dan mampu mengoperasikan komputer untuk membantu pelaksanaan tugas.
4.2. Daerah Istimewa Yogyakarta 4.2.1. UPTD Yogyakarta a) Metode Pelaksanaan Pelayanan Tera/Tera Ulang Dalam melaksanakan pelayanan tera/tera ulang bagi UTTP yang ada di masyarakat, UPTD Yogyakarta memiliki alur pelaksanaan yang sedikit berbeda. Untuk memangkas waktu pelayanan tera ulang di pasar, maka alih-alih pemilik UTTP memeriksakan dahulu UTTP-nya kepada Penera, maka di daerah DIY, pemilik UTTP malah mendatangi dahulu pihak Reparatur, untuk memastikan timbangannya dalam keadaan baik atau melakukan perbaikan jika rusak, baru kemudian menerakan timbangannya kepada petugas penera, dengan berbekal keterangan dari reparatur, atau dibantu pengantarannya oleh perusahaan reparatur. Langkah ini memiliki kelebihan dalam menghemat waktu pelayanan, karena sebagian tugas telah dilaksanakan oleh reparatur, dan proses pelayanan tidak perlu dilakukan di pasar, namun dapat dilakukan di tempat yang lebih umum (misal balai kecamatan), karena UTTP diantarkan oleh reparatur. Disini seolah-olah UPTD memiliki outlet pelayanan yang lebih banyak.
Sistem ini
hanya dapat digunakan pada pelayanan tera ulang UTTP yang berukuran kecil/portabel.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
38
Mulai
biaya pemeriksaan, reparasi, & tera
Menghubungi reparatur Pemilik β Reparatur di tempat pemilik
Pemeriksaan, dan perbaikan, oleh reparatur
Tera ulang oleh Penera UPTD
tidak
Lulus? tidak
Stempel Batal
tanda
Reparatur β UPTD di tempat UPTD
ya Stempel Sah
tanda
Pembayaran biaya tera
Selesai
Gambar 4. 3. Jalur Pelayanan Tera/Tera Ulang Yogyakarta
b) Jenis UTTP Beredar dan Jangkauan Pelayanan Berdasarkan data sekunder dan hasil wawancara yang dilakukan pada UPTD D.I.Yogyakarta, berikut Tabel 4.6 yang menggambarkan estimasi jangkauan Pelayanan dan estimasi jumlah UTTP yang beredar. Dari hasil estimasi tersebut, dilakukan perhitungan kebutuhan hari Pelayanan dan kebutuhan jumlah penera. Kebutuhan hari Pelayanan diestimasi berdasarkan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
39
waktu yang dibutuhkan oleh penera untuk melakuka tera/tera ulang untuk tiap jenis UTTP.
Tabel 4. 6. Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari Pelayanan dan Jumlah Penera No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Jenis UTTP Ukuran panjang Takaran (untuk barang kering atau cair) Anak timbangan biasa Anak timbangan halus Timbangan meja Dacin logam Timbangan bobot ingsut/sentisimal Timbangan cepat Timbangan elektronik Neraca Meter arus kerja Pompa ukur BBM Meter air Meter KWh 1 phasa Meter KWh 2 phasa Tangki ukur tetap silinder datar Tangki ukur tetap silinder tegak Tangki ukur mobil Tangki ukur wagon Gelas ukur Pipet Buret Labu ukur Bejana ukur Meter taksi Meter kadar air Alat ukur tinggi Tensimeter Manometer Thermometer Timer Stop watch Total
Estimasi Estimasi Jumlah Jangkauan UTTP 0.6 528 0.6 83 0.6 172,535 0.6 11,028 0.6 61,905 0.6 273 0.6 3,672 0.6 1,267 0.6 1,567 0.6 865 0.6 53 0.95 1,833 0.95 9,807 0.95 26 0.95 397 0.7 24 0.7 7 0.8 224 0.8 69 0.6 25 0.6 222 0.6 7 0.6 10 0.6 155 0.6 1,783 0.6 33 0.6 250 0.6 30 0.6 0.6 503 0.6 28 0.6 107 0.6625 269,317
Kebutuhan hari pelayanan 159 2 575 184 2,064 9 367 253 313 87 27 183 327 5 159 24 7 224 69 3 22 1 1 16 178 3 25 3 50 3 11
Kebutuhan Penera 1 0 4 1 13 0 2 2 2 1 0 1 2 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 33
Sumber : UPTD D.I. Yogyakarta (diolah)
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
40
Sementara untuk menghitung kebutuhan jumlah penera didasarkan pada kemampuan dan kapasitas tiap tingkatan fungsional penera dalam melakukan tera/tera ulang untuk tiap jenis UTTP. Data pada UPTD D.I. Yogyakarta menunjukkan ada 32 jenis UTTP yang diduga beredar dan dilayani tera/tera ulangnya di provinsi ini. Dengan demikian, dengan memperhatikan jenis UTTP yang dilayani dan jangkauan Pelayanan serta kebutuhan, dapat disimpulkan bahwa
UPTD
D.I.Yogyakarta sudah dapat melakukan pelayanan tera/tera ulang pada lingkup yang relatif baik sesuai Permendag 51/M-DAG/PER/10/2009 Tentang Penilaian terhadap unit pelaksana teknis dan Unit pelaksana teknis daerah metrologi legal.
c) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia pada UPTD D.I. Yogyakarta berjumlah 23 orang, dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel 4. 7. Sumber Daya Manusia UPTD D.I. Yogyakarta Tahun 2013 SDM Jumlah Penera merangkap struktural 4 orang Penera ahli 7 orang Penera terampil 12 orang Pengamat tera Sumber: UPTD Yogyakarta
Saat ini jumlah SDM dirasa cukup, namun perlu penambahan personel dalam 3 β 4 tahun ke depan. Hal ini dikarenakan dalam waktu 3 β 4 tahun yang akan datang, beberapa fungsional penera akan memasuki mas pensiun. Selain itu, potensi perdagangan di provinsi D.I.Yogyakarta juga cenderung meningkat sehingga diperkirakan jumlah alat UTTP akan meningkat pula. Saat ini, UPTD tersebut sudah merencanakan program
penambahan fungsional penera
untuk
tahun-tahun
mendatang seperti perencanaan pelatihan dan pendidikan untuk calon penera serta estimasi jumlah penera yang dibutuhkan untuk selanjutnya diajukan ke Badan Kepegawaian Daerah.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
41
d) Anggaran Jumlah anggaran untuk operasional pelayanan tera/tera ulang di UPTD Yogyakarta tahun 2013 adalah sebesar Rp 400 juta.
Jumlah anggaran ini oleh
UPTD dinilai kurang mencukupi untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang, pengawasan serta penyuluhan metrologi di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta.
Tabel 4. 8. Anggaran UPTD D.I. Yogyakarta Tahun 2013 Uraian
Anggaran Tahun 2013
Pelayanan tera/tera ulang Pengawasan dan penyuluhan Total PAD yang disumbangkan Sumber: UPTD Yogyakarta
Rp 400.000.000 Rp 100.000.000 Rp 165.000.000
e) Fasilitas/Peralatan Secara umum, fasilitas yang dimiliki UPTD dinilai relatif cukup memadai untuk
melaksanakan
dilayaninya.
pelayanan
tera/tera
ulang
jenis-jenis
UTTP
yang
Terkait dengan standar kerja, masih ada keterbatasan yaitu
jumlahnya kurang mencukupi. Dengan demikian, standar kerja harus digunakan secara bergantian untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang.
Tabel 4.9. Penilaian Standar Kerja yang Dimiliki Untuk Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP Tahun 2013 No
Jenis UTTP
Penilaian
1
Meter kayu
Cukup
2
Takaran Kering
Cukup
3
Takaran Basah
Cukup
4
Bejana Ukur
Cukup
5
TUT Bentuk Silinder Datar
Cukup
6
Tangki Ukur Gerak/ Mobil
Cukup
7
Timbangan ban berjalan
Tidak cukup
8
Timbangan Elektronik
Tidak cukup
9
Timbangan Pegas
Cukup
10
Timbangan Cepat
Cukup
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
42
11
Neraca emas
Cukup
12
Neraca obat
Cukup
13
Dacin
Cukup
14
Timbangan sentisimal
Cukup
15
Timbangan bobot ingsut
Cukup
16
Timbangan meja Beranger
Cukup
17
Timbangan kuadran
Cukup
18
Timbangan jembatan
Cukup
19
Anak Timbangan Ketelitian Biasa
Cukup
20
Anak Timbangan Ketelitian Halus
Cukup
21
Anak timbangan obat
Cukup
22
Meter arus kerja
Tidak cukup
23
Pompa BBM
Cukup
24
Meter Air Dingin
Cukup
25
Tensimeter
Cukup
26
Manometer
Cukup
27
Thermometer
Cukup
28
Timer
Cukup
29
Stopwatch
Cukup
30
Meter taksi
Cukup
31
Meter kadar air
Cukup
32 Alat ukur tinggi Sumber: UPTD D.I.Yogyakarta
Cukup
f) Permasalahan Pelayanan Tera/Tera Ulang Permasalahan yang dihadapi UPTD di D.I.Yogyakarta sebagai berikut : 1. Kurang optimalnya kegiatan pengawasan dan penyuluhan karena belum semua kabupaten/kota yang sudah memiliki unit/seksi pelayanan dan pengawasan memperoleh alokasi SDM yang sesuai dengan persyaratan (requirement) dan kompetensi di bidang pelayanan dan pengawasan tera/tera ulang UTTP. Kurang optimalnya kegiatan ini juga mengakibatkan tingkat kepedulian pemilik UTTP juga rendah terhadap tera dan tera ulang 2. UPTD pelaksana dan satuan kerja yang menangani pelayanan tera/tera ulang UTTP di daerah tidak memiliki data jumlah UTTP yang lengkap dan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
43
valid. Sehingga sulit untuk mengukur kinerja UPTD dalam hal jangkauan pelayanan tera dan tera ulang 3. Kondisi sarana/prasara pelayanan di beberapa UPTD seperti peralatan standar, gedung laboratorium, alat transportasi,dll yang dinilai kurang memadai. Hal ini dikarenakan pengadaan sarana/prasarana tersebut membutuhkan biaya yang besar dan pengajuan anggaran untuk pengadaan tersebut sering tidak disetujui oleh lembaga legislative daerah karena tingkat pengembalian yang kecil. 4. Tidak ada sanksi jika ada pelanggaran yang ditemukan. Hal ini karena UPT tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dan tindakan. Tindakan pelanggaran yang sangat merugikan dilaporkan kepada pihak kepolisian.
4.2.2. BSML Regional II Daerah Istimewa Yogyakarta BSML Regional II adalah wakil pemerintah Pusat dalam mengawal pelaksanaan urusan Kemetrologian di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. BSML bertugas memverifikasi ketertelusuran standar-standar satuan ukuran laboratorium Metrologi Legal yang dimiliki oleh UPTD, fasilitasi tera atau tera ulang UTTP, peningkatan kompetensi SDM Metrologi serta penyuluhan kemetrologian di wilayah kerjanya. Wilayah kerja BSML meliputi 24 (dua puluh empat) UPTD yang ada di 4 (empat) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur..
Tabel 4.10. Jumlah UTTP Yang Ditera Dan Ditera Ulang Oleh Balai Metrologi (UPTD) D.I. Yogyakarta Tahun 2013 No
Jenis UTTP
Jumlah UTTP Tera
Tera Ulang
Total
1
Ukuran panjang
-
317
317
2
Takaran (untuk barang kering atau cair)
-
50
50
3
Anak timbangan biasa
51,800
51,721
103,521
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
44
4
Anak timbangan halus
-
6,617
6,617
5
Timbangan meja
27,602
9,541
37,143
6
Dacin logam
-
164
164
7
Timbangan bobot ingsut/sentisimal
-
2,203
2,203
8
Timbangan cepat
-
760
760
9
Timbangan elektronik
-
940
940
10
Neraca
-
519
519
11
Meter arus kerja
-
32
32
12
Pompa ukur BBM
-
1,741
1,741
13
Meter air
6,494
2,823
9,317
14
Meter KWh 1 phasa
-
25
25
15
Meter KWh 2 phasa
-
377
377
16
Tangki ukur tetap silinder datar
-
17
17
17
Tangki ukur tetap silinder tegak
-
5
5
18
Tangki ukur mobil
-
179
179
19
Tangki ukur wagon
-
55
55
20
Gelas ukur
-
15
15
21
Pipet
-
133
133
22
Buret
-
4
4
23
Labu ukur
-
6
6
24
Bejana ukur
-
93
93
25
Meter taksi
-
1.070
1.070
26
Meter kadar air
-
20
20
27
Alat ukur tinggi
-
150
150
28
Tensimeter
-
18
18
29
Manometer
-
-
-
30
Thermometer
-
302
302
31
Timer
-
17
17
32 Stop watch Total 85.896 Sumber: BSML Regional II D.I.Yogyakarta
64
64
79.978
165.874
Data yang ada pada Balai Metrologi (UPTD) provinsi D.I.Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang selama tahun 2013 adalah sebanyak 165.874 buah. Target tera UTTP tahun 2013 adalah 44.060 dan target tera ulang adalah 81.222. Dengan demikian, realisasi tera melebihi target atau
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
45
sekitar 194% dari target pencapaian. Namun untuk realisasi tera ulang sedikit kurang dari target atau sebesar 98,5% dari target.
4.3. Jangkauan Pelayanan Tera/Tera Ulang Per Daerah Menggunakan data dari Buku Statistik Kemetrologian dan estimasi jumlah UTTP oleh PT Sucofindo tahun 2011, kemudian dihitung jangkauan pelayanan tera/tera ulang per daerah secara nasional, makahasil estimasi PT Sucofindo tidak dapat digunakan secara langsung untuk menghitung jangkauan pelayanan tera/tera ulang
secara nasional karena hasil estimasi tampaknya terlalu rendah (under
estimate). Hal ini terlihat pada beberapa daerah yang memiliki hasil pelayanan yang jauh lebih tinggi diatas nilai estimasinya. Dalam kasus jumlah pelayanan lebih tinggi dari nilai estimasinya, maka data yang digunakan adalah data jumlah pelayanan. Nilai estimasi gabungan ini kemudian ditingkatkan dengan faktor 10% (dikalikan 1,1) untuk mengakomodasi pendapat BSML Regional II yang menyatakan hasil estimasi Sucofindo cenderung terlalu rendah. Data yang dapat diolah hanyalah data tahun 2011, meskipun data pelayanan ada hingga triwulan III tahun 2013.
Tabel 4.11. Jangkauan Pelayanan Tera/Tera Ulang Nasional Tahun 2011 Provinsi
Pelayanan 2011 1)
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Kep Bangka Belitung Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat
30.373 46.546 24.820 23.540 18.325 15.299 4.263 16.280 8.746 16.162 165.780 3.328.499 4.569.992
Estimasi 2011 2) 65.870 185.412 68.751 52.815 20.158 37.945 28.050 89.251 10.652 204.384 389.979 3.661.349 5.026.991
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
Jangkauan 2011
Rerata Jangkauan menurut pulau 46,1% 40,7% 25,1% 36,1% 44,6% 90,9% 40,3% 15,2% 18,2% 82,1% 7,9% 42,5% 72,9% 90,9% 90,9% 46
Provinsi
Pelayanan 2011 1)
Estimasi 2011 2)
Jangkauan 2011
Jawa tengah 2.172.640 2.389.904 90,9% DIY Jogjakarta 187.396 206.136 90,9% Jawa Timur 775.853 2.491.382 31,1% Bali 63.880 88.141 72,5% Nusa Tenggara Barat 43.480 71.444 60,9% Nusa Tenggara Timur 14.608 45.465 32,1% Kalimantan Barat 22.595 33.353 67,7% Kalimantan tengah 20.814 37.990 54,8% Kalimantan Selatan 45.415 54.643 83,1% Kalimantan Timur 19.434 29.735 65,4% Sulawesi Barat 801 9.068 8,8% Sulawesi Selatan 92.896 102.186 90,9% Sulawesi Tenggara 7.096 13.453 52,7% Sulawesi Tengah 11.875 18.360 64,7% Sulawesi Utara 13.716 17.965 76,3% Gotrontalo 12.052 13.257 90,9% Maluku 1.570 1.888 83,2% Maluku Utara 868 1.386 62,6% Papua Barat 3.455 3.801 90,9% Papua 7.065 7.772 90,9% Nasional 11.786.134 10.450.513 60,4% Sumber: 1) Buku Statistik Kemetrologian. Direktorat Metrologi 2) PT Sucofindo 2011, diolah
Rerata Jangkauan menurut pulau
55,2%
67,8%
64,1%
72,9% 90,9%
Akurasi data estimasi memang menjadi isu bagi beberapa UPTD. Misalnya, untuk provinsi Jawa Timur, nilai jangkauan pelayanannya hanyalah 31%. Padahal jika diperhatikan hasil penilaian Direktorat Metrologi terhadap UPTD-UPTD yang ada di Jawa Timur, tampak bahwa UPTD memiliki kinerja pelayanan yang baik hingga istimewa. Ini berarti jangkauan pelayanan Jawa Timur, seharusnya sebesar 60-70%. Hasil perhitungan jangkauan secara umum menunjukkan bahwa jangkauan pelayanan tera/tera ulang baru berkisat pada tingkatan 60,4%. Jika diperhatikan rata-rata menurut pulaunya, tampak bahwa jangkauan pelayanan relatif rendah di Sumatera dan Bali-Nusa Tenggara, pada tingkatan 40% - 55%. Pelayanan di Kalimantan dan Sulawesi ada pada tingkat 60%-an. Jawa dan Maluku pada tingkat Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
47
72%, dan Papua pada tingkat 90%. Terlepas dari akurasi hasil estimasi yang ada, hasil ini menunjukkan: (1) perbedaan karakteristik kemajuan industri dan perdagangan, dan (2) Faktor aksesibilitas transportasi antar daerah perlu dipertimbangkan dalam menganalisis kebutuhan UPTD Metrologi Legal. Perlu ada koefisien Teknis dan koefisien Wilayah yang menyesuaikan perhitungan kebutuhan UPTD.
4.4. Permasalahan Pelayanan Tera/Tera Ulang Permasalahan dalam pelayanan tera/tera ulang yang ditangkap dari responden UPTD, BSML, dan Pedagang selama proses survey di 5 (lima) daerah kemudian disusun dalam pohon permasalahan seperti tampak dalam gambar 4.6 berikut ini. Permasalahan yang ada dibagi ke dalam area sebab dan akibat, dengan titik potong (cut off) pada permasalahan pokok yaitu βJumlah anggaran tidak mencukupi kebutuhan pelayananβ. Permasalahan pokok ini dipilih karena paling banyak diajukan oleh responden yang ditemui. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, tampak bahwa permasalahan yang dianggap utama (menyebabkan permasalahan pokok) adalah: 1. Rendahnya prioritas urusan Kemetrologian di pemerintah daerah 2. Belum optimalnya pemanfaatan dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat. 3. Tidak adanya data UTTP 4. Lemahnya koordinasi dalam pelayanan dan pengawasan UTTP 5. Tidak adanya UPTD atau Unit Kerja di pemertintah daerah (Pemda) yang bertugas mengawasi UTTP 6. Lemahnya
koordinasi antara
Pemda
dan
Direktorat
Metrologi dalam
penyediaan SDM kemetrologian 7. Rendahnya kinerja reparatur UTTP 8. Biaya reparasi yang dinilai tidak transparan 9. Rendahnya kompetensi kepemimpinan di UPTD
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
48
Belum seluruh UTTP dapat dilayani dalam waktu periode pakainya Jumlah pelayanan tera ulang menurun
Belum memiliki Standar utk UTTP jenis baru/ digital
Standar yang dimiliki sudah lama dan kurang jumlah
Partisipasi pemilik UTTP melakukan tera ulang
Pengetahuan pemilik UTTP
Kondisi geografis daerah kepulauan
Jumlah pengawas tera kurang
UPTD terlambat melaksanakan tera ulang
MInat menjadi penera kurang
Jumlah SDM penera menurun
AKIBAT
Jumlah anggaran tidak mencukupi kebutuhan pelayanan
Pemanfaatan Kompetensi dan sumber dana Kepemimpinan pusat (DAK, TP, Dekon) belum UPTD optimal
Tidak ada Data UTTP
Koordinasi dalam pelayanan & pengawasan UTTP
Belum ada PPNS utk penyidikan
Tidak ada UPTD untuk pengawasan UTTP
Koordinasi Dirmet dengan Pemda dalam penyediaan SDM
Tempat pelaksanaan tera ulang di pasar seadanya
SEBAB
Peraturan daerah membatasi perjalanan dinas
Transparansi biaya tera (reparasi)
Prioritas Metrologi Legal di daerah
Kinerja reparatur rendah
Gambar 4. 4. Pohon Permasalahan Permasalahan-permasalahan tersebut diatas, dianggap mengakibatkan: 1. Tidak mencukupinya anggaran untuk pelayanan tera/tera ulang 2. Rendahnya minat menjadi SDM metrologi legal 3. Menurunnya jumlah SDM penera dan kurangnya jumlah pengawas tera 4. Tidak optimalnya mekanisme pelayanan tera/tera ulang 5. Standar kerja yang dimiliki kurang atau tidak uptodate
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
49
6. Keterlambatan UPTD dalam melaksanakan pelayanan tera/tera ulang 7. Rendahnya pengetahuan dan partisipasi pemilik UTTP 8. UPTD tidak dapat mengatasi kondisi geografis (luas wilayah dan kesulitan mencapainya) yang dihadapi daerahnya dalam memberikan pelayanan tera ulang. 9. Menurunnya jumlah pelayanan tera ulang. 10. Tidak seluruh UTTP dapat dilayani dalam periode pakainya
Permasalahan masukan gabungan responden tersebut bersifat umum, dan dapat dipadankan dengan masukan permasalahan khusus yang disampaikan secara langsung oleh pihak BSML atau Kepala UPTD.
a. Permasalahan yang dihadapi BSML: 1.
Tidak optimalnya tingkatan eselonisasi pada BSML menghambat upaya koordinasi BSML kepada Kepala Dinas yang berhubungan di daerah menjadi tidak terlalu mudah.
2.
Pelaksanaan tugas penyuluhan kemetrologian masih belum optimal karena masalah keterbatasan anggaran dan luasnya wilayah kerja.
3.
Masalah utama dalam hal sumber daya manusia adalah minat yang rendah untuk menjadi penera, terutama unutk penera ahli yang kualifikasi pendidikannya adalah Sarjana Teknik. Sedangkan untuk penera terampil, kualifikasi pendidikannya adalah Diploma 3 Teknik.
b. Permasalahan yang dihadapi UPTD: 1.
Persyaratan pembentukan UPTD dalam Permendag No.50 Tahun 2009 Tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal pasal 5 (3). Yang menjadi kendala adalah bahwa tiap kabupaten/kota memiliki tingkat perekonomian yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi besar kecilnya volume/transaksi
perdagangan
di
kabupaten/kota
tersebut.
Dengan
demikian, potensi penggunaan UTTP pada suatu kabupaten/kota bisa jadi kurang βfeasibleβ untuk daerah tersebut membangun sebuah UPTD tingkat kabupaten/kota.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
50
2.
UPTD pelaksana dan satuan kerja yang menangani pelayanan tera/tera ulang UTTP di daerah tidak memiliki data jumlah UTTP yang lengkap dan valid. Sehingga sulit untuk mengukur kinerja UPTD dalam hal jangkauan pelayanan tera dan tera ulang
3.
Kondisi sarana/prasara pelayanan di beberapa UPTD seperti peralatan standar, gedung laboratorium, alat transportasi,dll yang dinilai kurang memadai. Hal ini dikarenakan pengadaan sarana/prasarana tersebut membutuhkan biaya yang besar dan pengajuan anggaran untuk pengadaan tersebut sering tidak disetujui oleh lembaga legislative daerah karena tingkat pengembalian yang kecil (kontribusi terhadap PAD).
4.
Terkait SDM penera, permasalahan yang dihadapi oleh UPTD antara lain minat yang rendah untuk menjadi penera, diklat untuk penera cukup lama (5 (lima) bulan) dan harus dilakukan pada Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemetrologian di Bandung sehingga menimbulkan kendala waktu dan biaya
5.
Dari 3 (tiga) fungsi metrologi legal (yaitu: Pelayanan, Pengawasan, dan Penyuluhan), baru fungsi Pelayanan yang telah dilaksanakan. Dua fungsi lainnya relatif tidak dilaksanakan karena bersifat cost center, dan/atau salah pemahaman dengan dianggap sama dengan unit pelaksana pengawasan barang beredar.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
51
BAB V. PEMETAAN KEBUTUHAN PELAYANAN TERA/TERA ULANG UTTP PADA UPT/UPTD
5.1. Kalimantan Selatan 5.1.1. Kebutuhan SDM Perhitungan kebutuhan SDM dilakukan dalam tabel 5.1.
Tabel tersebut
menunjukkan jenis UTTP yang dinilai beredar di Kalimantan Selatan.
Secara
keseluruhan ada 24 jenis UTTP yang diduga beredar di Kalimantan Selatan. Kolom berwarna kuning menunjukkan estimasi jumlah UTTP tersebut.
Tabel 5. 1. Perhitungan Potensi UTTP dan Estimasi Kebutuhan Hari Pelayanan dan Jumlah Penera No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis UTTP Meter kayu Takaran Kering Takaran Basah Bejana Ukur TUT Bentuk Silinder Datar Tangki Ukur Gerak/Mobil Timbangan ban berjalan Timbangan Elektronik Timbangan Pegas Timbangan Cepat Neraca emas Neraca obat Dacin Timbangan sentisimal
Estimasi jangkauan 30% 30% 30% 70%
Estimasi Jumlah UTTP 144 1.907 1.044 82
Hari pelayanan 2,9 38,1 20,9 82,0
Penera /tahun 1,0 1,0 1,0 1,0
70%
125
125,0
3,0
70%
1.216
121,6
3,0
50%
28
84,0
3,0
70%
1.718
171,8
1,0
30%
1.854
185,4
1,0
70% 70% 30% 40%
12 128 10 1.023
0,6 12,8 1,0 51,2
1,0 1,0 1,0 1,0
40%
1.005
50,3
1,0
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP
52
No 15 16 17 18
19
20 21 22 23 24
Estimasi jangkauan
Estimasi Jumlah UTTP
Hari pelayanan
Penera /tahun
40%
130
2,9
1,0
55%
4.846
107,7
1,0
70%
2
0,2
1,0
70%
216
216,0
3,0
55%
28.066
561,3
3,0
70%
1.873
37,5
1,0
30%
134
2,7
1,0
55% 80%
440 785
146,7 78,5
2,0 2,0
30% 52%
11.657 58.445
388,6
2,0
Jenis UTTP Timbangan bobot ingsut Timbangan meja Beranger Timbangan kuadran Timbangan jembatan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Anak Timbangan Ketelitian Halus Anak timbangan obat Meter arus kerja Pompa BBM Meter Air Dingin TOTAL Sumber: Tabel 4.1,
Kolom berwarna hijau muda, menunjukkan kebutuhan hari pelayanan untuk setiap jenis UTTP. Kebutuhan hari pelayanan dihitung dengan membagi potensi jumlah UTTP dengan kapasitas pelayanan UPTD. Misalnya untuk meter kayu, untuk seluruh wilayah Kalimantan Selatan, dibutuhkan 2,9 (dibulatkan 3) hari kerja untuk menyelesaikan pelayanannya. Kolom berwarna hijau tua menunjukkan kebutuhan penera untuk melayani masing-masing jenis UTTP (perhitungan masih dilakukan satu per satu). Kebutuhan penera dihitung dengan membagi kebutuhan hari pelayanan dengan jumlah hari kerja dalam setahun (dipilih 231 hari). Jadi, tanpa mempertimbangkan kenyataan untuk pergi ke daerah untuk melakukan pelayanan; pembagian tim untuk menjaga pelayanan loko, pelayanan di kantor, dan pelayanan diluar kantor; kemungkinan ada yang cuti/sakit; dll; maka kebutuhan penera untuk pelayana tera / tera ulang di Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
53
Kalimantan Selatan adalah sebanyak 3 orang. Kebutuhan pembantu teknik adalah 6 orang (sekitar 2 kali jumlah penera), sedangkan kebutuhan tenaga administrasi adalah 6 orang (sekitar 2 kali jumlah penera). Jika memperhatikan keterangan Kepala Balai, untuk jumlah SDM yang sesuai, jumlah SDM di 3 (tiga) tahun mendatang perlu ditambah paling tidak 2 (dua) kali lipat dari jumlah yang ada saat ini. Penambahan ini diperlukan untuk mengantisipasi (1) kondisi geografis yang dihadapi oleh UPTD, dan (2) Pertumbuhan SDM yang aman. Seperti diketahui, disamping melakukan pelayanan di Banjarmasin, BPK Kalsel juga harus melakukan pelayanan tera/tera ulang di kabupaten/kota yang belum memiliki UPTD Metrologi Legal (pelayanan luar kantor), padahal Kalimantan Selatan memiliki kondisi geografis yang khas, dimana ada kabupaten/kota yang masih sulit dicapai melalui jalan darat, atau jalan penghubung yang relatif rusak. Akibatnya idealnya BPK Kalsel perlu memiliki paling tidak 3 (tiga) tim, yaitu 1 (satu) tim jaga untuk melakukan pelayanan di kantor, dan 2 (dua) tim pergi, untuk melakukan pelayanan luar kantor ke kabupaten/kota yang menjadi daerah kerja. Jumlah SDM yang ada saat ini dinilai cukup untuk menjadi hanya 2 (dua) tim saja (satu jaga, satu pergi) pada jumlah yang βpas-pasanβ.
Tabel 5. 2. Kebutuhan SDM UPTD Kalimantan Selatan Tahun 2013 SDM Penera terampil
Jumlah Kebutuhan Keterangan 2 orang 6 orang 1 (satu) orang masih pendidikan di Bandung Penera Ahli 5 orang 12 orang 3 (tiga) orang diantaranya menjadi struktural Pembantu Teknik 4 orang 8 orang Dari lulusan SLTA/STM Mesin PPNS Metrologi 3 orang 4 orang Legal Administrasi 5 orang 10 orang Yang memiliki kompetensi administrasi kantor UPTD yang mencukupi (mampu mengoperasikan komputer, mengisi formulir/sertifikat/nota, dan menyusun laporan) Pranata 2 orang Laboratorium TOTAL 19 42 * Keterangan: Menurut BPK Kalsel
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
54
Perhitungan kebutuhan SDM dilakukan dalam tabel 5.1. Data jumlah penera, pembantu
teknik
dan
tenaga
administrasi
ditampilkan
dalam
tabel
5.2.
Memperhatikan perhitungan ini, tampak bahwa jumlah penera relatif dinilai mencukupi. Yang masih dinilai kurang adalah jumlah pembantu teknis, dan tenaga administrasi yang sesuai dengan kompetensinya.
5.1.2. Kebutuhan Anggaran Jumlah anggaran pelayanan sebesar Rp 1,6 Milyar dinilai sudah mencukupi untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Analisis kemudian mencoba menghitung kebutuhan anggaran untuk pelayanan tera/tera ulang.
Seperti diketahui, pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang dapat
dilakukan di 3 (tiga) tempat: (1) pelayanan di kantor, (2) pelayanan diluar kantor, dan (3) pelayanan Loko (akibat permintaan). Komponen biaya bagi pelayanan tera ulang luar kantor adalah biaya perjalanan, biaya penginapan, uang harian, dan biaya bahan bakar.
Estimasi
anggaran pelayanan luar kantor adalah:
Tabel 5. 3. Perhitungan Biaya Pelayanan Luar Kantor Komponen Biaya perjalanan
Jumlah 150.000
Biaya penginapan Uang harian Biaya bahan bakar
300.000 380.000 200.000
Unit Orang perjalanan Orang hari Orang hari Hari perjalanan
5 orang x perjalanan 5 orang x 5 hari 5 orang x 5 hari 5 hari
Jumlah 2 1.500.000 7.500.000 9.500.000 1.000.000
1 kabupaten 19.500.000 12 234.000.000 kabupaten/kota Per tahun (2 x 468.000.000 pelayanan)
Perhitungan dilakukan dengan asumsi setiap bulan akan dilakukan 1 kali kunjungan ke kabupaten; Setiap kunjungan dilakukan dalam 5 hari kerja; Kunjungan
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
55
dilakukan oleh 1 tim yang terdiri dari 5 orang (3 penera, 1 pembantu teknis, 1 tenaga administrasi) menggunakan 1 mobil. Dari perhitungan tampak bahwa kebutuhan biaya pelayanan tera/tera ulang luar kantor selama 1 tahun masih dalam batas anggaran pelayanan tera/tera ulang, yang untuk Kalimantan Selatan tahun 2013 sebesar Rp 1,6 milyar.
5.1.3. Kebutuhan Sarana Secara umum UPTD memiliki fasilitas yang kurang untuk melaksanakan pelayanan tera/tera ulang jenis-jenis UTTP yang dilayaninya. Terutama dari sisi jumlah standar/standar kerja. Akibat kurangnya jumlah standar, penera tidak dapat melakukan pelayanan secara bersamaan untuk 2 jenis UTTP yang membutuhkan standar yang sama. standar.
Akibatnya: (1) Penera terpaksa bergantian menggunakan
Dan (2) Penera terpaksa melakukan tera ulang menggunakan standar
yang bukan khusus ditujukan bagi UTTP yang bersangkutan. Karena itu kebutuhan fasilitas UPTD Kalimantan Selatan adalah: 1. Penambahan sarana gedung bagi pelayanan tera/tera ulang dan tempat penyimpanan. 2. Penambahan jumlah standar kerja agar bisa ada 2 tim yang melakukan pelayanan bersama. 3. Pengadaan standar khusus yang belum dimiliki atau sudah rusak, sehingga kegiatan tera dilakukan menggunakan standar yang memang ditujukan untuk UTTP yang bersangkutan. 4. Perbaikan/Revitalisasi truk angkut untuk menjamin pengangkutan standar kerja yang besar/berat tidak terhambat.
Tabel 5. 4. Idenitifkasi Kebutuhan Sarana No
Jenis UTTP
Penilaian
1
Meter kayu
Cukup
2
Takaran Kering
Cukup
Sarana paling dibutuhkan untuk pelayanan UTTP Standar kerja untuk dibawa ke lapangan Bourje
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
Jumlah 2 atau 3 buah lagi 2 set (untuk 2 tim) 56
3
Takaran Basah
Cukup
4
Bejana Ukur
Cukup
5
TUT Bentuk Silinder Datar
Tidak cukup
11 12
Tangki Ukur Gerak/ Mobil Timbangan ban berjalan Timbangan Elektronik Timbangan Pegas Timbangan Cepat Neraca emas Neraca obat
13
Dacin
6 7 8 9 10
14 15 16 17
18
Timbangan sentisimal Timbangan bobot ingsut Timbangan meja Beranger Timbangan kuadran Timbangan jembatan
Cukup Tidak cukup Tidak cukup Cukup Cukup
Tidak cukup Cukup Cukup Cukup
Cukup
Tidak cukup
23
Pompa BBM
Cukup
21
2 buah 1 set 1 set 1 set 1 set 1 set 1 set 1 set
Penambahan jumlah standar kerja Penambahan jumlah standar kerja Penambahan jumlah standar kerja Penambahan jumlah standar kerja
1 set
Cukup
22
20
Standar untuk di laboratorium Standar untuk flowmetrik Standar untuk geometrik Tambahan 1 alat Tangki Ukur Mobil (TUM) Standar khusus dan alat untuk uji konveyor Penambahan Standar kerja (sudah lama) Standar khusus untuk tera timbangan pegas Standar khusus untuk tera timbangan cepat
2 set (untuk 2 tim)
Cukup Cukup
Anak Timbangan Ketelitian Biasa Anak Timbangan Ketelitian Halus Anak timbangan obat Meter arus kerja
19
Bourje
Penambahan jumlah standar kerja untuk tera timbangan dengan kapasitas diatas 8 ton
Cukup
Cukup Cukup Meter arus (Rusak) Penambahan set peralatan dan standar ukuran yang
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
1 buah 1 set 57
24
diperlukan Instalasi air untuk Meter Air Dingin Tidak cukup pelaksanaan tera. Sekarang bekerjasama dengan PDAM Sumber: BPK Kalimantan Selatan
1 set
5.2. DI YOGYAKARTA 5.2.1. Kebutuhan SDM Kebutuhan sumber daya manusia pada UPTD D.I.Yogyakarta didasarkan pada perkiraan jumlah UTTP yang beredar di wilayah D.I.Yogyakarta.
Tabel 5. 5. Jumlah Penera UPTD D.I.Yogyakarta SDM Jumlah Penera merangkap struktural 4 orang Penera ahli 7 orang Penera terampil 12 orang Pengamat tera Sumber : UPTD D.I.Yogyakarta *) Saat ini jumlah SDM dirasa cukup, namun dalam 3 β 4 ke depan
Kebutuhan*) 4 orang 10 orang 15 orang 4 orang perlu penambahan personel
5.2.2. Kebutuhan anggaran Jumlah anggaran UPTD dinilai kurang mencukupi untuk melakukan pelayanan tera/tera ulang, pengawasan serta penyuluhan metrologi di seluruh wilayah D.I.Yogyakarta.
Analisis kemudian mencoba menghitung kebutuhan
anggaran untuk pelayanan tera/tera ulang.
Seperti diketahui, pelaksanaan
pelayanan tera/tera ulang dapat dilakukan di 3 (tiga) tempat: (1) pelayanan di kantor, (2)
pelayanan
diluar
kantor,
dan
(3)
pelayanan
Loko
(permintaan
oleh
perusahaan/industri). Data anggaran pelayanan yang diperoleh untuk tahun 2012 dan 2013 adalah sebagai berikut:
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
58
Tabel 5. 6. Anggaran UPTD Metrologi Legal Yogyakarta Uraian Anggaran Tahun 2013 Pelayanan tera/tera ulang Rp 400.000.000 Pengawasan dan penyuluhan Rp 100.000.000 Total PAD yang disumbangkan Rp 165.000.000 Sumber: UPTD Metrologi Legal Yogyakarta
Biaya pelayanan tera ulang luar kantor. Komponen biaya bagi pelayanan tera ulang luar kantor adalah biaya perjalanan dan uang harian. Estimasi anggaran pelayanan luar kantor ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 5. 7. Perhitungan Kebutuhan Anggaran Pelayanan Tera/Tera Ulang Luar Kantor di UPTD D.I. Yogyakarta Komponen Satuan Jumlah (Rp) Biaya transport Per orang per hari 150.000 Uang harian Per orang per hari 45.000 Biaya per orang per bulan 3.900.000 Total biaya per bulan per tim (4 orang) 15.600.000 Total biaya per tahun (Jan-Nop) 171.600.000 Sumber: UPTD Metrologi Legal Yogyakarta
Biaya
pelayanan
tera/tera
ulang
luar
kantor,
yaitu
pelayanan
ke
kabupaten/kota dilakukan sepanjang tahun dari bulan Januari sampai Nopember. Total hari kerja yang digunakan dalam pelayanan ini adalah rata-rata 20 hari per bulan atau sekitar 220 hari per tahun. Kabupaten yang dikunjungi antara lain Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Bantul, dan Kulonprogo. Kunjungan per kabupaten dilakukan selama 2 β 3 bulan tergantung banyaknya kecamatan dan UTTP yang beredar di daerah tersebut. Kunjungan ke tiap kabupaten tersebut dilakukan secara tim yang beranggotakan 4 orang. Masing-masing anggota tim membutuhkan biaya sekitar Rp 3.900.000 per bulannya atau sekitar Rp 171.600.000 per tahunnya untuk keseluruhan tim. Dengan demikian, biaya pelayanan tera/tera ulang di luar kantor tersebut masih dalam batas anggaran pelayanan tera/tera ulang Rp 400.000.000 seperti yang tercantum pada Tabel 5.6. Namun demikian, perincian biaya untuk pelayanan tera/tera ulang di kantor dan Loko tidak diperoleh. Sehingga
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
59
tidak dapat diperkirakan mengenai struktur biaya pelayanan tera/tera ulang secara keseluruhan.
5.3. ESTIMASI KEBUTUHAN UPTD Hasil kunjungan kedua daerah menghasilkan beberapa pengetahuan sebagai dasar untuk mengestimasi kebutuhan SDM, anggaran, dan sarana yang dibutuhkan suatu UPTD. 5.3.1. Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM Pengetahuan yang diperoleh dari analisis daerah survey adalah bahwa estimasi dasar kebutuhan penera dapat didekati dengan rumus. menggunakan asumsi hari kerja= 200 hari /tahun, dan kemampuan penera =45 UTTP /hari. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan penera dihitung dengan rumus: π½π’πππβ ππππππ =
ππ’πππβ ππππ βπππ πππππ πππ π‘πβπ’π Γ πππππ ππ‘ππ π‘πππ πππ βπππ
Terhadap rumus dasar tersebut kemudian dapat ditambahkan koefisien penyesuai bagi perbedaan akses transportasi (koefisien wilayah) dan penyesuaian perbedaan tingkat kemajuan jenis UTTP yang ditera (koefisien Teknis).
Rumus
penyesuaian adalah: π½π’πππβ ππππππ =
ππ’πππβ ππππ Γ (ππ€ + ππ‘) βπππ πππππ πππ π‘πβπ’π Γ πππππ ππ‘ππ π‘πππ πππ βπππ
Koesfisien wilayah (kw), adalah cara untuk memasukkan unsur kondisi wilayah, khususnya akses transportasi, dalam menjalankan pelayanan (masukan dari BPK Banjarmasin). Dengan koefisien ini, di daerah yang akses transportasinya relatif baik, maka jumlah penera dapat ditentukan dengan besaran: β’
0,5=jika akses transportasi di daerah kerja relatif mudah;
β’
1=jika akses cukup sulit;
β’
1,5=jika akses tergolong sulit; dan
β’
2=akses dianggap sangat sulit.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
60
Penentuan
tingkat kesulitan
dapat didekati oleh
beberapa
faktor seperti:
kemungkinan harus menyeberangi sungai/laut, atau pesawat udara untuk mencapai daerah pelayanan, kondisi jalan akses (diukur jenis mobil yang dapat digunakan untuk menempuh jalan darat.
Jika untuk seluruh daerah kerja dapat dijangkau
dengan kendaraan roda empat 1000-1300 cc (seperti Xenia) maka berarti akses relatif βMudahβ, jika sebagian besar harus kendaraan roda empat 1600-2000 cc (seperti Innova) maka daerah dapat dianggap
βCukup Sulitβ, jika
harus
menggunakan mobil bergardan ganda maka berarti βSulitβ, dan jika sudah harus truk/kendaraan khusus maka berarti βAmat Sulitβ), dan lainnya.
Tabel 5. 8. Estimasi Kebutuhan Penera dan SDM per Daerah Estimasi Jumlah UTTP 1)
Estimasi Kebutuhan Penera
Penera Existing
Koef wilayah
Est Wilayah & Teknis
Koef teknik 4)
9
1
12
0,5
22
22
1
43
68.751
9
9
1
Riau
52.815
7
7
Kep Riau
20.158
4
Jambi
37.945
Bengkulu
28.050
Sumatera Selatan Kep Bangka Belitung
Propinsi
Dasar 2)
Est. Wilayah
surplus/ defisit
Pemb. Teknis 6)
Admin
65.870
9
19
7
38
19
Sumatera Utara
185.412
1
44
1
88
44
Sumatera Barat
13
0,5
21
8
42
21
1
13
1
18
5
36
18
5
1,5
7
1
9
2
18
9
6
6
1
8
0,5
13
5
26
13
5
5
1
6
0,5
9
3
18
9
89.251
11
11
1
21
1
14
-7
28
14
10.652
3
3
1
3
0,5
8
5
16
8
Lampung
204.384
24
24
1
36
0,5
21
-15
42
21
banten
389.979
45
23
0,5
88
1,5
24
-64
48
24
DKI Jakarta
3661.349
408
205
0,5
815
1,5
52
-763
104
52
Jawa Barat
5.026.991
560
281
0,5
1119
1,5
124
-995
248
124
Jawa tengah
2.389.904
267
134
0,5
533
1,5
113
-420
226
113
206.136
24
13
0,5
36
1
24
-12
48
24
2.491.382
278
140
0,5
555
1,5
83
-472
166
83
Bali
88.141
11
6
0,5
16
1
23
7
46
23
Nusa Tenggara Barat
71.444
9
9
1
13
0,5
11
-2
22
11
Nusa Tenggara Timur
45.465
7
7
1
9
0,5
19
10
38
19
Kalimantan Barat
33.353
5
7
1,5
11
1
18
7
36
18
Kalimantan tengah
37.990
6
8
1,5
12
1
12
0
24
12
Kalimantan Selatan
54.643
8
11
1,5
17
1
8
-9
16
8
Kalimantan Timur
29.735
5
6
1,5
10
1
14
4
28
14
Aceh
DIY Jogjakarta Jawa Timur
3)
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
Jumlah 2011 5)
SDM
61
7)
Estimasi Jumlah UTTP 1)
Propinsi
Estimasi Kebutuhan Penera
Penera Existing
Koef wilayah
Est Wilayah & Teknis
Koef teknik 4)
Dasar 2)
Est. Wilayah
surplus/ defisit
Pemb. Teknis 6)
Admin
9.068
3
3
1
3
0,5
0
-3
0
0
102.186
13
7
0,5
19
1
22
3
44
22
Sulawesi Tenggara
13.453
3
2
0,5
Sulawesi Tengah
18.360
4
4
1
3
0,5
12
9
24
12
5
0,5
14
9
28
14
Sulawesi Utara
17.965
3
2
0,5
4
1
14
10
28
14
Gotrontalo
13.257
3
2
0,5
3
0,5
6
3
12
6
Maluku
1.888
2
2
1,5
2
0,5
6
4
12
6
Maluku Utara
1.386
2
2
1,5
2
0,5
2
0
4
2
Papua Barat
3.801
2
2
2
3
0,5
4
1
8
4
Papua
7.772
2
3
2
4
0,5
6
2
12
6
15478934
1.770
980
(2.657)
1.574
787
Sulawesi Barat Sulawesi Selatan
3)
Dir. Metrologi
Jumlah 2011 5)
SDM 7)
102 3.444
787
Sumber: Dir Metrologi, Sucofindo, Diolah Keterangan: 1) data sucofindo 2011, disesuaikan dengan buku statistik Metrologi, di ditambah 10% 2) estimasi dasar menggunakan asumsi hari kerja= 200 hari /tahun, dan kemampuan penera 45 UTTP /hari 3) Koesfisien wilayah : 0,5=akses mudah; 1=akses cukup sulit; 1,5=akses sulit; 2=akses sangat sulit 4) Koefisien Teknis: 0,5=rjenis UTTP sederhana; 1=jenis UTTP berkembang; 1,5=jenis UTTP maju; 2=jenis UTTP sangat maju 5) sumber: Buku Statistik Metrologi Legal, Dir Metrologi 6) Asumsi, 1 penera membutuhkan 2 pembantu teknis 7) Asumsi: 1 penera membutuhkan 1 tenaga administrasi
Koefisien Teknis (kt), adalah cara untuk memasukkan unsur jumlah dan tingkat keragaman UTTP yang dihadapi UPTD di daerah kerjanya. Koefisien ini sementara ditentukan dengan besaran: β’
0,5=jenis UTTP sederhana;
β’
1=jenis UTTP berkembang;
β’
1,5=jenis UTTP maju;
β’
2=jenis UTTP sangat maju
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
62
UTTP βsederhanaβ meliputi jenis UTTP minimal, terutama yang digunakan di pasar tradisional dan industri rumah tangga. UTTP βberkembangβ adalah jika jenis UTTP yang dihadapi meliputi seluruh UTTP minimal atau lebih, namun belum memerlukan standar kerja yang canggih. Daerah UTTP βmajuβ memiliki ragam UTTP mulai dari tradisional hingga modern, yang membutuhkan standar kerja khusus yang canggih dan relatif baru. UTTP βsangat majuβ jika daerah telah memiliki kebutuhan untuk standar kerja khusus, canggih, dan membutuhkan penera ahli dengan spesialisasi yang baru/langka. Koefisien teknis kemudian dapat dihubungkan dengan kebutuhan penera ahli dengan spesialisasi khusus. Penentuan jumlah pembantu teknis ditentukan dengan asumsi, 1 (satu) penera membutuhkan 2 (dua) pembantu teknis.
Sedangkan penentuan jumlah
tenaga administrasi ditentukan dengan asumsi seorang penera membutuhkan satu orang tenaga administrasi (Keterangan dari BPK Banjarmasin). Estimasi dan sebaran kebutuhan Penera dan SDM disajikan dalam tabel 5.8.
5.3.2. Estimasi Kebutuhan Anggaran Analisis terhadap data operasional luar kantor di BPK Banjarmasin dan UPTD Yogyakarta menunjukkan bahwa pelayanan luar kantor membutuhkan anggaran antara Rp 19.500.000 β Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun. Dengan demikian, perkiraan kebutuhan biaya pelayanan per daerah seperti disajikan dalam tabel 5.9. Dalam estimasi ini, biaya pelayanan di kantor dianggap disatukan dengan biaya pelayanan di kota tempat kantor UPTD berada.
Tabel 5. 9. Ulang No. 1 2 3 4 5 6
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi
Estimasi Kebutuhan Anggaran Pelayanan Tera/Tera
Kabupaten
Kota
Total
18 26 12 10 5 9
5 7 7 2 2 2
23 33 19 12 7 11
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
Kebutuhan Anggaran Bawah Atas 448.500.000 986.700.000 643.500.000 1.415.700.000 370.500.000 815.100.000 234.000.000 514.800.000 136.500.000 300.300.000 214.500.000 471.900.000 63
No.
Provinsi
Kabupaten
Kota
Total
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Total
Bengkulu Sumatera Selatan Kep.Bangka Belitung Lampung Banten Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur DI Yogyakarta Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Utara Gorontalo Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat
9 13 6 13 4 18 1 29 29 4 8 8 21 12 11 13 7 4 5 21 12 12 11 6 9 8 28 12 414
1 4 1 2 4 9 5 6 9 1 1 2 1 2 2 1 3 1 1 3 2 1 4 0 2 2 1 1 97
10 17 7 15 8 27 6 35 38 5 9 10 22 14 13 14 10 5 6 24 14 13 15 6 11 10 29 13 511
Kebutuhan Anggaran Bawah Atas 195.000.000 429.000.000 331.500.000 729.300.000 136.500.000 300.300.000 292.500.000 643.500.000 156.000.000 343.200.000 526.500.000 1.158.300.000 117.000.000 257.400.000 682.500.000 1.501.500.000 741.000.000 1.630.200.000 97.500.000 214.500.000 175.500.000 386.100.000 195.000.000 429.000.000 429.000.000 943.800.000 273.000.000 600.600.000 253.500.000 557.700.000 273.000.000 600.600.000 195.000.000 429.000.000 97.500.000 214.500.000 117.000.000 257.400.000 468.000.000 1.029.600.000 273.000.000 600.600.000 253.500.000 557.700.000 292.500.000 643.500.000 117.000.000 257.400.000 214.500.000 471.900.000 195.000.000 429.000.000 565.500.000 1.244.100.000 253.500.000 557.700.000 9.964.500.000 21.921.900.000
Estimasi kebutuhan anggaran belum menghitung kebutuhan anggaran barang modal. penambahan
Kebutuhan pembelian barang modal, seperti asset kantor, standar
kerja
baru,
penambahan
bangunan,
dan
lain-lain,
sesungguhnya dapat diestimasi dengan memperhatikan koefisien teknis.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
64
5.4. Evaluasi Terhadap Pelayanan Tera/Tera Ulang Komitmen daerah untuk melaksanakan perlindungan konsumen melalui pelaksanaan urusan Metrologi Legal masih relatif rendah. Hal ini tercermin dari jumlah unit kerja yang bertugas melaksanakan urusan metrologi legal di daerah yang masih rendah.
Urusan perdagangan memang merupakan urusan pilihan,
namun dari seluruh kabupaten/kota yang memilih untuk mengatur urusan perdagangannya (memiliki dinas perdagangan), belum seluruhnya memiliki unit kerja yang menangani urusan metrologi legal. Dari 511 kabupaten/kota yang ada, baru 4 (empat) kota yang memiliki unit kerja metrologi legal (0,8%), dimana untuk pelaksanaan pelayanannya pun masih menggunakan sumberdaya dari UPTD provinsi. Secara umum, daerah tidak dapat melaksanakan fungsi metrologi legal. Hal ini tampak dari 3 fungsi metrologi legal yang ada (yaitu: Pelayanan, Pengawasan, dan Penyuluhan), baru fungsi Pelayanan yang relatif telah dilaksanakan, itupun baru pada tingkat 46%-60,4%. Dua fungsi lainnya relatif belum dilaksanakan. Fungsi pelayanan dapat relatif lebih berjalan karena berada dalam bentuk UPTD yang relatif lebih terlindung, dan memiliki fokus tugas yang jelas. Hal ini berbeda dengan fungsi pengawasan dan penyuluhan yang dilaksanakan oleh Unit Kerja yang ada dibawah SKPD yang membidangi perdagangan di daerah. Unit kerja ini biasanya berada pada tingkat eselon yang rendah (biasanya Eselon 4 atau Staf), sering mengalami mutasi/pergantian personil, menangani lebih dari satu fungsi pengawasan (dapat pengawasan barang, pemantauan harga, pengawasan metrologi legal), dan biasanya tidak memiliki SDM yang telah dilatih khusus untuk melakukan pengawasan metrologi legal (pengamat tera dan PPNS Metrologi Legal), sehingga fungsi pengawasan dan penyuluhan tidak berjalan optimal. Kinerja UPTD diukur melalui beberapa unsur seperti: jumlah pelayanan tera/tera ulang yang diberikan; pemilikan/kejelasan legalitas lembaga; jumlah dan kegiatan pengembangan SDM Kemetrologian; kondisi Sarana, bangunan, gedung; pengelolaan Dokumen mutu; pemilikan standar kerja yang cukup; serta penjagaan Ketertelusuran standar kerja. Dari unsur-unsur tersebut, bidang yang paling lemah pada saat analisis adalah: Pelayanan tera/tera ulang, Jumlah SDM kemetrologian, Kondisi sarana dan gedung, serta kecukupan jumlah standar kerja yang dimiliki.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
65
Jangkauan pelayanan tera ulang secara nasional baru pada tingkat 60,4% (46% di daerah sampel). Hal ini adalah imbas dari rendahnya pertumbuhan unit kerja pelaksana urusan metrologi legal di daerah, rendahnya proses perencanaan pelayanan Metrologi Legal yang lebih didorong oleh tidak adanya data UTTP di daerah, rendahnya anggaran pelayanan tera/tera ulang yang hanya cukup untuk 3248 hari kerja, sistem/mekanisme pelayanan tera ulang yang belum optimal, dan defisit jumlah penera. Tanpa dorongan bagi penumbuhan unit kerja metrologi legal di daerah, atau dukungan penuh pada UPTD provinsi, maka jangkauan penuh pelayanan metrologi legal tidak akan pernah terwujud. Tanpa upaya rekrutmen SDM Kemetrologian (Penera, Tenaga Pembantu Teknis, dan Administrasi) yang aktif/intensif, pada tahun 2016 Indonesia akan mengalami defisit SDM Kemetrologian yang berbahaya. Estimasi kebutuhan Penera tahun 2013 adalah sejumlah 3.444 orang. Jumlah Penera existing (menurut data tahun 2011) adalah sebesar 787 orang (22,9%).
Hal ini menunjukkan secara
nasional Indonesia kekurangan penera sekitar 2.657 orang penera. Berdasarkan jumlah Penera ini, diestimasi kebutuhan tenaga Pembantu Teknik sebesar 1.574 orang, dan tenaga Administrasi sebanyak 787 orang.
Defisit SDM Penera ini
disebabkan oleh tidak adanya strategi penambahan jumlah SDM Kemetrologian dan Perencanaan serta pengorganisasian SDM Kemetrologian oleh Pemerintah Daerah, Jumlah penera tidak dapat dijaga karena mutasi oleh Pemerintah Daerah dan rendahnya Kompetensi tenaga administrasi yang ditugaskan ke UPTD membuat Penera harus ditugaskan untuk mengurus masalah administrasi. Daerah memerlukan strategi pelayanan tera-tera ulang yang lebih baik dan menjamin titik pelayanan dan jangkauan yang lebih luas kepada masyarakat. Beberapa contoh mekanisme pelayanan oleh DI Yogyakarta dan Jawa Barat menunjukkan kemungkinan menyusun mekanisme berjenjang untuk memperluas jangkauan ini. Mekanisme ini menuntut koordinasi yang erat antara UPTD Metrologi Legal Provinsi, Unit Kerja Metrologi Legal di Kabupaten/Kota, perusahaan reparatur bersertifikat yang baik, serta pengelola pasar.
Upaya ini membutuhkan
pertumbuhan unit kerja yang menangani urusan metrologi legal di Kabupaten/Kota, dan jumlah penera yang cukup. Sumber pendanaan bagi pelaksanaan pelayanan urusan Metrologi Legal yang berasal dari Pemerintah Pusat relatif cukup tersedia melalui beragam sumber Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
66
kepada daerah, seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Tugas Perbantuan, dan Dana Dekonsentrasi. Kenyataannya, SKPD dan pemerintah daerah belum bisa mengelola dan memanfaatkan dana-dana ini secara optimal untuk tujuan pelaksanaan pelayanan metrologi legal. Penegakan peraturan merupakan salah satu issue dalam pelaksanaan perlindungan konsumen melalui metrologi legal. Perlindungan tidak dapat dilakukan tanpa penegakan hukum yang konsisten dan kuat. Situasi saat ini menunjukkan kekuatan penegakan hukum metrologi legal amat rendah. PPNS Metrologi Legal kebanyakan belum memiliki legalitas untuk bertindak untuk penegakan hukum. Disamping itu, kekuatan PPNS Metrologi Legal tetap tunduk pada kekuatan Kepala Dinas atau Kepala Daerah. Pelaksanaan program Pasar Tertib Ukur (PTU) dan Daerah Tertib Ukur (DTU) merupakan salah satu cara untuk menjawab beberapa kebutuhan pelayanan metrologi legal ini. Persyaratan PTU dan DTU yang mengharuskan pengelola pasar, atau Pemerintah Daerah memiliki data UTTP akan menjadi salah satu basis yang kokoh bagi proses perencanaan kegiatan pelayanan yang lebih baik. PTU dan DTU juga meningkatkan pengetahuan (awareness) pemerintah daerah kepada urusan metrologi legal. Sisi manajerial juga perlu diperhatikan dalam pengelolaan metrologi legal di daerah. Wawancara dan pengamatan menunjukkan faktor kepemimpinan dan latar belakang pengetahuan kepala UPTD sangat penting bagi pencapaian target pelayanan tera/tera ulang, serta pelayanan lainnya di daerah.
Reward dan
Punishment seperti pemberian tunjangan tenaga fungsional dan penerapan kode etik penera diperlukan agar motivasi penera tetap tinggi.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
67
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan 1.
Pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dilakukan agar konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai
tukar
yang
dibayarkan.
Berdasarkan
Permendag
No.50/M-
DAG/PER/10/2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal, pihak yang berwenang dalam melakukan pengujian UTTP serta pelaksanaan tera dan tera ulangnya adalah UPT dan UPTD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, namun belum semua daerah memiliki Unit dimaksud. 2.
UPT dan UPTD tersebut masih memiliki kendala dalam pelaksanaan pelayanan tera/tera ulang UTTP. Hal ini terlihat dari pelayanan tera dan tera ulang hanya menjangkau rata-rata 46,28% dari keseluruhan populasi UTTP yang digunakan.
3.
Berdasarkan PP 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan seharusnya pemerintah daerah melaksanakan pelayanan tera/tera ulang. Namun belum seluruh daerah memiliki unit kerja pelayanan metrologi legal. Hal
ini
menunjukkan
kurangnya
komitmen
Pemerintah
dalam
melaksanakan undang-undang nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal untuk menjamin kebenaran pengukuran dan kepastian hukum dalam pemakaian alat UTTP. 4.
Dalam satu tahun, UPTD Provinsi hanya dapat melakukan pelayanan antara 32-48 hari untuk seluruh kabupaten kota yang ada di wilayah kerjanya. Jangkauan pelayanan tera/tera ulang hanya 46,28% dari estimasi populasi jumlah UTTP. Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, adalah perencanaan
yang
kurang
baik, anggaran
yang
terbatas, kurang
optimalnya prosedur pelayanan tera ulang di luar kantor (khususnya di pasar tradisional yang belum pasar tertib ukur), kurangnya tenaga penera,
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan Tera Ulang UTTP
68
kebijakan daerah kurang mendukung pelaksanaan pelayanan, serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Dengan jangkauan yang hanya sekitar 46,28%, maka sebuah pasar hanya dapat dilayani 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun. 5.
Sarana untuk pelayanan tera/tera ulang di daerah relatif telah usang dan tidak mencukupi untuk melayani seluruh UTTP yang ada. Kondisi tersebut menggambarkan kondisi sarana UPTD secara nasional. Sarana meliputi gedung, peralatan, kendaraan operasional, dan standar ukuran.
Setiap
UPTD provinsi minimal memerlukan 3 (tiga) set standar ukuran untuk pelayanan tera ulang minimal yang tertelusur secara baik. 6.
Berdasarkan
analisis
kapasitas
Penera
dibutuhkan
jumlah
penera
sebanyak 3.444 orang secara nasional. Kondisi saat ini jumlah penera hanya sebesar 787 orang (22,9% dari kebutuhan tenaga penera). Jika tidak ada upaya penambahan jumlah SDM metrologi legal, maka rasio ini akan semakin menurun. Hambatan lain dalam menambah SDM penera adalah karena kesulitan memperoleh SDM yang sesuai dengan kualifikasi metrologi legal (S1 Teknik). 7.
Salah satu fungsi metrologi legal adalah pengawasan, namun belum semua
daerah
memiliki
tenaga
pengawas,
umumnya
pelaksana
pengawasan dirangkap oleh penera. Hal ini mengakibatkan penegakan hukum di bidang metrologi legal menjadi lemah. Selama ini pengawasan lebih fokus pada barang beredar, bukan khusus untuk metrologi legal. 8.
Berdasarkan data survey, biaya operasional tidak mencukupi biaya pelayanan maksimal karena rendahnya prioritas pemerintah daerah. Pemerintah daerah seharusnya memprioritaskan kegiatan pelayanan tera/tera ulang karena kegiatan tersebut wajib dilaksanakan dalam rangka perlindungan konsumen, bukan sebagai sumber PAD.
9.
Estimasi kebutuhan biaya pelayanan luar kantor berkisar antara Rp 19.500.000 β Rp 42.900.000 per kabupaten per tahun.
Sehingga,
perkiraan kebutuhan biaya pelayanan nasional per tahun adalah antara Rp 9.964.500.000
hingga
Rp
21.921.900.000.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
Kondisi
ini
belum 69
memperhitungkan tambahan biaya transpor untuk menjangkau pulau terluar atau daerah remote. 10. Untuk melakukan perencanaan pelayanan dan evaluasi kinerja diperlukan data UTTP yang lengkap dan valid, namun UPTD pelaksana dan satuan kerja yang menangani metrologi legal di daerah belum memiliki data tersebut. 11. Penyuluhan
tentang
pentingnya
tera/tera
ulang
kepada
pelaku
usaha/pedagang jarang dilakukan, hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya program penyuluhan yang rutin. Penyuluhan dilakukan hanya pada saat pelaksanaan tera ulang di pasar tradisional yang menjadi tempat pelaksanaan tera ulang.
6.2. Rekomendasi 1. Mendorong daerah untuk membangun unit kerja yang membidangi Metrologi Legal di daerah, sesuai amanat UU No. 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal dan PP No. 32 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 2. Meningkatkan sarana operasional UPTD seperti kendaraan, kelengkapan peralatan, dan standar ukuran untuk pelayanan tera/tera ulang minimal melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). 3. Meningkatkan jumlah SDM penera melalui rekrutmen SDM kemetrologian yang intensif oleh Direktorat Metrologi untuk ditempatkan di daerah. Program
intensif
dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan
tingkat
pendidikan berbasis keterampilan (jenjang pendidikan D-1, D-2 maupun D3).
Menambah kelas pendidikan dan pelatihan pada Pusat Pelatihan
Sumber Daya Manusia Kemetrologian (PPSDMK), dan membangun PPSDMK di tingkat regional. 4. Memotivasi tenaga fungsional penera agar tidak pindah ke unit kerja lain dengan meningkatkan tunjangan profesi. Menyusun peraturan bersama antara Menteri Perdagangan dengan Menteri Dalam Negeri untuk
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
70
mencegah pemindahan/mutasi Penera dan PPNS-ML oleh kepala daerah ke unit lain tanpa ada pengganti. 5. Membangun unit kerja pengawas kemetrologian khusus ditingkat provinsi untuk mengawasi kegiatan kemetrologian di daerah. Untuk itu diusulkan perlunya Peraturan Menteri Perdagangan tentang pedoman pengawasan metrologi legal. 6. Mendorong koordinasi penggunaan (sharing) anggaran antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk
mengoptimalkan
jangkauan pelayanan. 7. Mendorong UPTD dan BSML untuk melakukan pendataan UTTP yang beredar di wilayah kerjanya. Data riil mengenai jumlah UTTP yang beredar di suatu wilayah merupakan dasar bagi UPTD dalam rangka peningkatan Pelayanan tera dan tera ulang di wilayahnya. 8. Melanjutkan program Pasar Tertib Ukur dan Daerah Tertib Ukur, serta pembinaan dan penyuluhan oleh UPTD kepada pelaku usaha/pedagang dan konsumen baik dalam bentuk sosialisasi, temu usaha, tayangan di media massa
dan elektronik secara berkelanjutan sebagai bentuk
kampanye Gema Tertib Ukur seperti βPASTI PASβ, Mulai dari βNOLβ, dan pro-aktif dalam layanan pengaduan.
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
71
DAFTAR PUSTAKA
Ardimento, G dan Clemente, E (2002). Surveillance Policies on Weighing and Measuring Instruments. OIML Bulletin, Vol XLIII, No. 03:5-9. Hidayat, T. Warella, Y. dan Sulandari, S. (2007). Implementasi Undang-Undang No 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal Khususnya Pelaksanaan Tera Ulang Meter kWh di Balai Metrologi Wilayah Surakarta Dinas Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. Dialogue: Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Vol. 4, No. 1: 1-22.
I Dewa Komang Ary Gunartha dan Nyoman Djinar Setiawina. (2012). Analisis Potensi Retribusi, Efektifitas, Efisiensi dan Kinerja Pelayanan Tera dan Tera Ulang pada Unit Pelaksana Teknis Metrologi Provinsi Bali. Universitas Udayana, Bali Indonesia. Mahsun, M. (2009). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia Indonesia Nasrul, Isa. (2000). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tera Ulang Metrologi Legal. FISIP UI. Tesis. Diunduh dari http://www.pustaka.ut.ac.id/pdftesis/40686.pdf Puska Dagri. (2007). Kajian Sistem Metrologi Legal. Kementerian Perdagangan. Puska Dagri. (2013). Analisis Pelayanan Tera/Tera Ulang UTTP di Pasar Tradisional. Kementerian Perdagangan. Robbins S.P & Judge A.T. (2008). Organizational Behavior. Edisi Ke-12. Jakarta: Salemba Empat Timpe A.D. (2000). Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta : Elekmedia Komputindo
Evaluasi Kinerja UPTD Dalam Pelayanan Tera dan tera Ulang UTTP
72