UPAYA PENINGKATAN MUTU GURU KIMIA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) KHUSUSNYA DI JURUSAN KIMIA Alifa, Wahyuningsih 1. PENDAHULUAN Untuk menghadapi perubahan yang serba cepat kita perlukan usaha pengembangan Sumber Daya Manusia yang dilakukan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Yang melatarbelakangi Pemakalah untuk menyampaikan / mengangkat “Upaya Peningkatan Mutu Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Khususnya di Kejuruan Kimia”, dimana dasar pemikirannya adalah secara: a. Kuantitas - Telah bermunculannya Jurusan Kimia pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang selama ini belum ada, dalam kurun waktu dua sampai dengan tiga tahun Terakhir, khususnya di Jawa Timur telah tercatat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang Negeri telah bertambah menjadi sepuluh sekolah yang telah membuka Jurusan Kimia. - Berkembangnya Industri-industri Kimia baik skala kecil maupun skala besar b. Kualitas - Banyak dibutuhkan tenaga kerja level menengah oleh Perusahaan untuk Jurusan Kimia Industri maupun Analis Kimia. - Masih perlunya peningkatan kemampuan Guru-guru Kimia yang benarbenar kompeten di bidangnya sesuai dengan kompetensi yang ada di Kejuruan kimia baik secara Metodik maupun Dedaktik serta kemampuan Skill (aplikasi praktikumnya) Sedangkan tujuan utama Pemakalah adalah mengharapkan adanya Guruguru yang professional nantinya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya untuk jurusan Kimia. Sesuai dengan yang melatar belakangi dan tujuan utama dalam upaya peningkatan mutu Guru Kimia di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya untuk Jurusan Kimia. Pemakalah mencoba memberikan dasar-dasar pijakan untuk lebih jelasnya, yaitu: - Profesi Guru - Guru yang profesional - Dasar-dasar filosofi pengembangan profesi - Langkah atau upaya nyata 2. Profesi Guru Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka (To Profess yang artinya menyatakan), yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
161
Everett Hughes menjelaskan, bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri. B.J. Chandler menegaskan, bahwa profesi mengajar adalah suatu jabatan yang mempunyai kekhususan. Kekhususan itu memerlukan kelengkapan mengajar dan keterampilan yang menggambarkan bahwa seseorang melakukan tugas mengajar, yaitu membimbing manusia. Menurut Myron Lieberman mengatakan, bahwa profesi menampakkan diri dalam bentuk layanan sosial, dimana cirri dari suatu profesi ialah, bahwa orang tersebut lebih mengutamakan tugas pelayanan sosial dari pada mencari keuntungan sendiri. Dengan pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, profesi guru adalah suatu sikap dari seseorang akan suatu jabatan dalam pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaannya. 3. Guru yang Profesional Untuk mengetahui bagaimana Guru profesional yang merupakan tujuan akhir dari maksud paparan ini, maka perlulah digambarkan lebih jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan Guru profesional. Pada umumnya orang-orang banyak yang memberi arti sempit terhadap pengertian profesional , dimana professional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang dimiliki seseorang, misalnya seorang Guru yang dikatakan profesional bila guru tersebut memiliki kualitas mengajar yang tinggi, padahal profesional mengandung arti yang lebih luas. Bukan hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis, akan tetapi profesional mempunyai makna Ahli (Ekspert), Tanggung Jawab (Responsibility), baik tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral dan memiliki Rasa Kesejawatan. Makna Profesional dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu: a. Ekspert / Ahli Yang pertama adalah ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik. Guru yang ahli harus memiliki pengetahuan tentang cara mengajar (Teaching is a Knowledge), juga keterampilan (Teaching is a Skill) dan mengerti bahwa mengajar itu juga seni (Teaching is an Art). Dalam kaitan ini orang juga selalu membicarakan Guru yang berhasil (a succesfull teacher), guru yang efektif (An effective teacher) dan guru yang baik (a good teacher). b. Rasa Tanggung Jawab Guru yang profesional disamping ahli dalam bidang mengajar dan mendidik, juga memiliki otonomi dan tanggung jawab. Yang dimaksud dengan otonomi adalah suatu sikap yang profesional yang disebut mandiri, ia telah memiliki otonomi atau kemandirian yang dalam mengemukakan apa yang harus dikatakan berdasarkan keahliannya.
162
c. Memiliki Rasa Kesejawatan Dimana untuk hal ini adalah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan dan ini dikembangkan melalui organisasi profesi dengan menciptakan rasa kesejawatan dalam semangat korps (Lesprit De Corps)
Apakah Saya Profesional (Wiles, 1955: 27)
4. Dasar-Dasar Filosofi Pengembangan Profesi Setiap profesi harus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan menuju kepada otonomi profesi, inti dari setiap otonomi ialah memiliki kemandirian dan tanggung jawab. Setiap pemilik profesi yang sudah mandiri dan bertanggung jawab harus memberi dan sanggup dimintai pertanggung jawaban. Untuk dapat mencapai sikap profesional seperti itu memerlukan pemeliharaan dan perawatan yang kontinyu, dan tugas ini termasuk dalam bidang pembinaan dan pengembangan profesi. Setiap pembinaan dan pengembangan berangkat dari asumsi tertentu, atau sekurang-kurangnya harus mempunyai asumsi dasar, yaitu: a. Perkembangan adalah hasil dari pengaruh eksternal dimana orang berangkat dari asumsi bahwa perkembangan terjadi oleh karena pengaruh factor luar, bertolak dari asumsi, bahwa jiwa manusia adalah tabularasa (John Locke). b. Perkembangan adalah hasil dari pengaruh faktor internal. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa dalam jiwa manusia ada kemungkinankemungkinan untuk berkembang.
163
c. Perkembangan adalah perpaduan dari faktor eksternal dan faktor internal, ini berangkat dari asumsi faktor X adalah eksternal dan faktor Y adalah internal (Wolfgang dan Glickman) 5. Langkah dan Upaya Nyata Setelah menelaah memperhatikan latar belakang, tujuan utama dalam paparan pemakalah dan pandangan atau gambaran hasil akhir yaitu guru yang profesional dan filosofi dasar untuk mengembangkan profesi maka perlulah langkah dan upaya nyata untuk meningkatkan mutu guru sekolah menengah Kejuruan(SMK) khususnya di Jurusan Kimia melalui pemberdayaan programprogram Education, diantaranya: a. Pre Service Education Memberi masukan pada Lembaga-lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) mengenai perlunya diperbanyak mahasiswa/mahasiswi yang melaksanakan praktek mengajar di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mana selama ini menurut pengamatan Pemakalah masih sangat sedikit, kalau tidak bisa dikatakan belum ada para mahasiswa/mahasiswi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang melaksanakan praktek atau magang di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya di Jurusan Kimia. Padahal dengan melakukan praktek atau magang di Sekolah-sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Kimia dalam segi Skill yang didapat jelas lebih menonjol bila dibandingkan dengan Sekolah-sekolah Non kejuruan khususnya Jurusan Kimia. Dengan melaksanakan praktek atau magang di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) nantinya diharapkan banyak membantu dalam pelaksanaan mengajar dan mendidik baik di Sekolah-sekolah Umum maupun di Sekolah-sekolah Kejuruan, dikarenakan perbandingan antara teori dan praktek di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bisa mencapai 30 % teori dan 70 % praktek. b. In Service Education Menurut Peter F. Oliva membedakan pengembangan staf (Staff Development), ia mengatakan istilah itu sama, tetapi sebenarnya berbeda, dimana pengembangan staf lebih luas dari pada In Service Education dan In Service Training. Menurut Serbiovany, dimana pengembangan staf bersumber dari dalam diri seseorang untuk bertumbuh, sifatnya internal, jadi usaha untuk berkembang itu bersumber dari dalam diri sendiri. Yang jelas pemahaman terhadap pengertian dari In Service haruslah dilihat dari fungsinya, dimana Lembaga pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) difungsikan untuk meningkatkan kemampuan Guru-guru tersebut. Good Carter menggunakan istilah Pertumbuhan Pendidikan (Education Growth), yaitu penambahan beberapa keterampilan. Sedangkan pengembangan pendidikan (Educational Development) adalah penambahan dalam kemampuan agar mampu menghadapi situasi tertentu sebagai hasil dari pengembangan orang lain.
164
Program In Service Education adalah suatu usaha yang memberi kesempatan kepada Guru-guru untuk mendapatkan penyegaran atau menurut Jacobson sebagai penyegaran yang membawa Guru-guru kearah Up to Date. Dalam upaya nyata pada In Service Education yang bisa dilaksanakan adalah: - Melaksanakan Pendidikan akta IV bagi Guru-guru yang belum mempunyai akta IV atau Guru-guru hasil Pendidikan non tenaga Kependidikan (Non LPTK) - Melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana (S2, S3) yang sesuai dengan bidang kejuruan, yaitu: KIMIA. c. In Service Training Pada umumnya yang paling banyak dilakukan ialah melalui pola penataranpenataran yang diantaranya: Penataran Penyegaran. Yaitu usaha peningkatan kemampuan Guru agar sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memantapkan kemampuan tenaga kependidikan agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari dengan lebih baik, sifat penataran ini adalah memberi penyegaran sesuai dengan perobahan yang terjadi. Penataran Peningkatan Kualifikasi Yaitu usaha peningkatan kemampuan Guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan. Penataran Penjenjangan Adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan Guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu kepangkatan atau jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam upaya nyata pada In Service Training adalah: - Melaksanakan penataran-penataran bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), maupun Non kependidikan (Non LPTK) dengan tujuan, memberi penyegaran sekaligus up date keilmuan khususnya Kimia. - Melaksanakan penataran-penataran bekerja sama dengan dunia idustri kimia yang bertujuan untuk memberikan aplikasi lapangan yang sebenarnya di Industri Kimia. Hanya saja perlu dipahami bersama bahwa kegiatan In Service Training dalam bentuk penataran-penataran bagi Guru-guru pada umumnya cenderung masih mengandalkan anggaran Pemerintah, baik dari pusat maupun daerah (APBN dan APBD). Dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada sekarang kecenderungan frekuensi penataran-penataran jauh lebih sedikit pada akhir-akhir ini, maka dari itu perlulah diadakan program terobosan-terobosan dalam rangka untuk peningkatan mutu Guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), khususnya Jurusan Kimia yang kami coba sebut dengan Alternatif
165
Model Pengembangan Profesi. a. Alternatif Pertama Model pengembangan profesi ini adalah mengikut sertakan Pihak Ketiga, dalam hal ini adalah perusahaan/industri yang masih memiliki perhatian terhadap bidang pendidikan. dasar-dasar filosofinya, yaitu dimana dunia industri/ perusahaan adalah merupakan pengguna dari hasil proses didik dalam bentuk Tenaga Kerja yang kompeten pada bidangnya berarti Industri/Perusahaan yang merasakan manfaat terbesarnya nanti. Walaupun dalam kenyataan sebenarnya masih banyak industri/perusahaan yang kurang memperhatikan Dunia Pendidikan, akan tetapi juga masih ada industri/perusahaan yang mempunyai perhatian pada Dunia Pendidikan baik itu yang berbentuk BUMN/BUMD maupun swasta murni (PMA/PMDN). Hal ini dapat dilihat dengan adanya suatu bagian dalam Perusahaan tersebut yang disebut dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Melalui bagian CSR inilah sebagian keuntungan perusahaan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pada masyarakat, termasuk didalamnya adalah Dunia Pendidikan dengan jalan melaksanankan training-training yang dibiayai oleh perusahaan. Sedangkan strategi training yang dapat untuk peningkatan mutu guru kimia di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat dipilih beberapa strategi, antara lain: - Strategi Datang Yaitu peserta training mendatangi tempat training yang telah ditentukan oleh industri/perusahaan. - Strategi Pergi Dimana para penatar/nara sumber yang telah ditunjuk oleh perusahaan/industri mendatangi salah satu sekolah yang dianggap memadai untuk pelaksanaan training ataupun menggunakan Lembagalembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), maupun Lembaga Pendidikan Non Kependidikan yang ditunjuk oleh perusahaan/industri tersebut.
b. Alternatif Kedua Model pengembangan ini adalah dengan melaksanakan Kunjungan Industri (Terprogram) dimana maksud dari pada terprogram disini segala sesuatunya harus benar-benar terprogram sesuai dengan tujuan pendidikan yang juga untuk menghindari dari unsur-unsur ikutan (misalnya: unsur berwisata) maka dari itu, pelaksanaan kunjungan industri benar-benar Terprogram antara lain: -
Terprogram Waktunya Terprogram Peserta Kunjungannya Terprogram Lingkup yang Dikunjungi (tidak membias) Terprogram Hasil Kunjungannya
166
Untuk lebih mengoptimalkan hasil dari dua jenis alternatif model pengembangan profesi dalam upaya peningkatan mutu guru kimia di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya dijurusan kimia, hasil-hasil tersebut dapat dikembangkan baik secara kelompok (sekolah) maupun secara individu, dengan menggunakan cara/pola sebagai berikut: -
Pola Ink Blot Pola ini juga disebut pola daya serap dan daya sebar seperti tinta yang diteteskan pada sehelai kertas putih, bila setitik tinta diteteskan pada sehelai kertas putih maka tinta itu akan terserap dan kemudia tersebar.
Seberapa jauh daya sebar tinta itu tergantung dari pada kemampuan penyebaran tinta itu dan jenis kertas yang ada. Konkritnya salah satu sekolah menjadi pusat penggerak sejumlah guru yang sudah ditatar dari sekolah tersebut dikembang ide dan latihan yang sudah diperoleh ke skolah lain di sekitar sekolah tersebut. Pola ini dapat digunakan dalam lingkup sekolah (kelompok besar).
S1b
S1
S1a
Sekolah sebagai S4
S3
Pusat Penggerak
S2a
S2
S2b
Keterangan: - Sekolah sebagai pusat penggerak hasil penataran - Dari satu sekolah tersebut dapat disebarkan ke sekolah-sekolah lain (misalnya: dari S1 tersebut ke S1a dan S1b atau S2, S3, S4 dan seterusnya)
-
Pola Sel Kalau dalam pola Ink Blot digunakan sekelompok guru dari satu sekolah sebagai penyebar hasil penataran, maka didalam pola sel guru-guru yang
167
telah ditatar secara individual diharapkan menjadi sumber penyebar pada rekan-rekan sejawatnya.
Individual Inti I1 I1a
I2 I1b
I2a I2b Keterangan: - Individu Inti memberikan informasi pada individu I1 dan I2 - Individu I1 memberikan informasi pada I1a dan I1b - Individu I2 memberikan informasi kepada I2a dan I2b.
168
PENERAPAN STRATEGI MIND MAPPING (PETA PIKIRAN) PADA POKOK BAHASAN ALKANA, ALKENA, ALKUNA UNTUK MENCAPAI KETUNTASAN BELAJAR SISWA DI KELAS X SMA NEGERI 3 MAGETAN Ismiati, Dian Novita
A. LATAR BELAKANG Mencatat yang efektif adalah salah satu kemampuan terpenting yang pernah dipelajari orang. Bagi pelajar, hal ini seringkali berarti perbedaan antara mendapatkan nilai tinggi atau rendah pada saat ujian. Alasan seseorang untuk mencatat adalah bahwa mencatat meningkatkan daya ingat. (De Porter dan Hernacki, 2001 : 146) Kebanyakan seseorang mengingat dengan sangat baik ketika menuliskannya. Tanpa mencatat dan mengulanginya, kebanyakan orang hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang mereka baca atau dengar kemarin. Pencatatan yang efektif dapat menghemat waktu dengan membantu menyimpan informasi secara mudah dan mengingatkannya kembali jika diperlukan. (De Porter dan Hernacki, 2001 : 147) Secara umum ada tiga gaya utama dari membuat catatan atau mencatat standar sebagaimana yang dikemukakan oleh Tony Buzan (2004) saat melakukan riset di beberapa negara dengan menyertakan pengamatan, mengajukan pertanyaan dan percobaan praktis (Buzan, Tony dan Barry, 2004 : 53), yaitu : gaya kalimat yang dikomunikasikan dalam bentuk naratif, gaya daftar, dan gaya garis besar numerik atau alfabet yang berbentuk urutan hierarki kategori utama dan subkategori. Masih menurut Buzan (2004), terdapat empat kekurangan dari sistem standar membuat catatan atau mencatat yaitu : 1) mengaburkan kata kunci, karena kata kunci sering tercantum di halaman yang berbeda dan dikaburkan oleh kata-kata yang kurang penting, 2) membuat sulit untuk mengingat, karena catatan monoton (satu warna) membosankan secara visual dan membuat otak dalam keadaan setengah terhipnotis, 3) memboroskan waktu, sebab mengharuskan orang membaca ulang catatan yang tidak perlu dan harus mencari kata-kata kunci, 4) gagal merangsang kreatifitas otak. (Buzan, Tony dan Barry, 2004 : 5-59) Berkaitan dengan kemampuan penguasaan materi ajar, ada sebuah teknik pencatatan yang efektif yaitu mind mapping (peta pikiran). Cara ini membuat siswa mampu melihat seluruh gambaran secara selintas dan menciptakan hubungan mental yang membantu untuk memahami dan mengingat. (De Porter dan Hernacki, 2002 : 152) Stratregi belajar Mind Mapping ini merupakan suatu bentuk mengajarkan siswa cara belajar yang efektif. Strategi mind mapping diharapkan dapat membantu siswa dalam membuat catatannya serta membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar. Menurut De Porter & Hernacki (2002) dalam Alwiyah, mind mapping merupakan teknik mencatat efektif yang dihasilkan dengan riset tentang bagaimana otak menyimpan dan mengingat informasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan kepala SMP Al Falah 2 Tropodo Sidoarjo pada tanggal 4-7 Desember 2006 diperoleh informasi bahwa sejak 169
kelas VII telah dikenalkan dan diterapkan strategi belajar mind mapping (peta pikiran). Sehingga ketika berada di kelas VIII dan IX, siswa tidak asing dengan strategi tersebut. Bahkan di kelas IX semester I setiap tahunnya, SMP Al Falah 2 Tropodo bekerjasama dengan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) Surabaya mengadakan pelatihan Quantum Learning untuk mengingatkan kembali strategi belajar efektif, salah satunya adalah mind mapping sebagai persiapan UTS, UAS dan Ujian Nasional (UNAS). Ketika peneliti menanyakan kepada siswa kelas IX.1 hampir 95,23 % dari mereka menjawab senang dengan strategi belajar mind mapping dan sebanyak 4,76 % menjawab tidak senang. Alasan mereka yang senang dengan mind mapping adalah karena menarik, tidak monoton, dan cepat masuk ke hafalan (cepat hafal). Menurut Sri Winarni, salah seorang guru kimia di SMA N 3 Magetan, selama ini dalam proses belajar mengajar terutama bidang studi kimia, para siswa belum pernah menggunakan strategi mind mapping dalam mencatat. Sedangkan guru kimia yang lain menyatakan belum tahu dan belum pernah mengikuti pelatihan quantum learning, sehingga siswa rata-rata belum mengenal mind mapping. Selain itu menurut angket yang diberikan kepada siswa salah satu kelas X, dari 40 siswa yang ada, sebanyak 80% mereka menyukai pelajaran kimia, tetapi sebanyak 67,5% merasa sulit untuk memahami pelajaran kimia. Hal itu merupakan permasalahan yang perlu diatasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk mencapai ketuntasan yang diharapkan. Oleh karena itu guru harus dapat memilih model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas yang efektif agar dapat memotivasi siswa untuk aktiv dalam belajar dan dapat merangsang siswa untuk dapat mengemukakan pendapatnya. Dari permasalahan di atas, diperlukan suatu cara / strategi agar dapat meningkatkan pemahaman siswa, salah satunya dengan menggunakan strategi dan model pembelajaran yang cocok dengan materi alkana, alkena, alkuna sehingga mencapai hasil belajar pada materi tersebut secara optimal. Untuk menentukan suatu model pembelajaran guru harus dapat memadukan antara suatu materi dengan suatu model pembelajaran maupun strategi yang digunakan agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Dipilihnya materi pokok alkana, alkena, alkuna lebih berkarakteristik hafalan dan pemahaman konsep. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pengelolaan kelas menggunakan model pengajaran langsung dengan strategi Mind Mapping. 2. Untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa di kelas X SMA N 3 Magetan melalui penggunaan strategi Mind Mapping pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna. 3. Mengetahui respon siswa terhadap penerapan strategi Mind Mapping pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna. C. TINJAUAN PUSTAKA Strategi Mind Mapping merupakan teknik pencatatan efektif yang dikembangkan sejak tahun 1970-an oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset
170
tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya. Otak seringkali mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk, dan perasaan. Mind Mapping menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Mind Mapping dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Cara ini menenangkan, menyenangkan, dan kreatif. Pikiran tidak akan menjadi mandeg karena mengulangi catatan jika catatan-catatan tersebut dibuat dalam bentuk peta pikiran. (De Porter & Hernacki. 2001 : 152) Menurut Buzan, Tony (2001) Mind Mapping adalah ekspresi dari pemikiran radian karena Mind Mapping merupakan fungsi alami dari pikiran manusia. Ini adalah teknik grafik yang berdaya guna yang menyediakan kunci universal untuk membuka potensi otak. Mind Mapping dapat diterapkan pada setiap aspek kehidupan di mana perbaikan pengetahuan dan pemikiran yang lebih jelas akan meningkatkan potensi manusia. Mind Mapping dapat dibuat dengan menggunakan pulpen berwarna dan memulai dari bagian tengah. Kalau bisa, kertas digunakan secara melebar untuk mendapatkan lebih banyak tempat. Lalu mengikuti langkah-langkah berikut : a. Menuliskan gagasan utamanya ditengah-tengah kertas dan melingkupinya dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain. b. Menambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan atau segmen. c. Menggunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang. d. Menuliskan kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk detail. Kata-kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memicu ingatan. Jika menggunakan singkatan, pastikan bahwa singkatan-singkatan tersebut dikenal sehingga dengan mudah diingat. e. Menambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik. D. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskripsi ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan keadaan obyek penelitian setelah diberikan perlakuan. Jadi penelitian ini bersifat menggali informasi setelah memberi perlakuan terhadap obyek penelitian. Desain penelitian ini menggunakan “One Shot Case Study Design”. Rancangan dapat digambarkan sebagai berikut : X O Keterangan : X = Perlakuan (Arikunto, 2002 : 77) O = Hasil Sedangkan perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan terdiri darin rencana pembelajaran (RP), lembar kerja siswa (LKS), lembar pengamatan kemampuan guru, soal tes hasil belajar, dan angket respon siswa. Metode analisis data terbagi menjadi 5 analisis yaitu : 1) analisis butir soal, 2) analisis data hasil pengamatan kemempuan guru mengelola kelas dalam kegiatan
171
belajar mengajar, 3) analisis data hasil belajar siswa, 4) analisis angket respon siswa, dan 5) analisis lembar observasi. E. HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN Berdasarkan hasil rekapitulasi pengamatan pengelolaan pembelajaran pada tabel 1di bawah dapat diperoleh bahwa skor rata-rata dari tiga rencana pembelajaran untuk kategori persiapan (secara keseluruhan) memperoleh skor 3,40 dengan kriteria baik. Pada kriteria pelaksanaan, aspek pendahuluan mendapat skor rata-rata 3,33, kegiatan inti memperoleh skor rata-rata 3,47, dan penutup memperoleh skor 3,33. Sehingga pada kategori pelaksaan ini memperoleh skor rata-rata 3,42 dengan kriteria baik. Berdasarkan hal tersebut diatas, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikategorikan baik dengan skor rata-rata 3,40. Tabel 1 Hasil pengelolaan pembelajaran penerapan mind mapping dengan pembelajaran langsung Rata-rata RataNo. Aspek yang diamati sub rata Kriteria kategori kategori 1. Persiapan 3,67 3,67 Baik 2. Pelaksanaan A. Pendahuluan 3,29 Fase I : Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa B. Kegiatan inti Fase II : 3,42 Mendemonstrasikan suatu pengetahuan atau ketrampilan 3,42 Baik Fase III : 3,61 Membimbing pelatihan Fase IV : 3,27 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Fase V : 3,33 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan C. Penutup 3,33 3. Pengelolaan waktu 3,33 3,30 Baik 4. Pengamatan suasana A. Siswa antusias 3,67 3,44 Baik B. Guru antusias 3,83 C. KBM sesuai dengan RP 2,83 Rata-rata keseluruhan 3,40 Baik
172
Sedangkan analisis data mengenai hasil tes akhir bahwa siswa dapat dikatakan tuntas jika mendapat nilai sama atau lebih dari 65. Pada pertemuan pertama (RP I) siswa yang tuntas sebanyak 32 siswa atau 74,42 %. Indikator hasil belajar yang digunakan dalam RP I ini sebanyak 5 indikator. Pada pertemuan kedua (RP II) siswa yang tuntas sebanyak 42 siswa atau 97,67 %. Indikator hasil belajar yang digunakan dalam RP II ini sebanyak 4 indikator. Pada pertemuan ketiga (RP III) siswa yang tuntas sama dengan pertemuan kedua yaitu sebesar 97,67 %. Indikator yang digunakan juga sama dengan RP II yaitu empat indikator.
Tabel 2. Hasil Nilai Tes Akhir No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Alkana Skor Ket 80 T 70 T 70 T 70 T 60 TT 70 T 70 T 80 T 60 TT 80 T 70 T 80 T 70 T 70 T 70 T 80 T 60 TT 60 TT 70 T 60 TT 60 TT 60 TT 70 T 70 T 60 TT 70 T 70 T 80 T 70 T 70 T 70 T 70 T 60 TT 60 TT
Alkena Skor 66.67 77.78 66.67 66.67 66.67 77.78 66.67 66.67 55.56 66.67 66.67 77.78 77.78 66.67 66.67 66.67 66.67 66.67 66.67 77.78 77.78 77.78 66.67 66.67 66.67 77.78 77.78 77.78 77.78 66.67 77.78 77.78 66.67 66.67
173
ket T T T T T T T T TT T T T T T T T T T T T T T T T T T T T T T T T T T
Alkuna Skor Ket 100 T 87.5 T 87.5 T 100 T 100 T 100 T 75 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 100 T 100 T 100 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 100 T 100 T 87.5 T 75 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 87.5 T 75 T 100 T
35 36 37 38 39 40 41 42 43
60 TT 70 T 70 T 70 T 70 T 60 TT 70 T 70 T 70 T Tuntas : 74,42 %
66.67 T 66.67 T 77.78 T 77.78 T 77.78 T 77.78 T 66.67 T 77.78 T 66.67 T Tuntas : 97,67 %
100 T 62.5 TT 100 T 87.5 T 87.5 T 100 T 100 T 75 T 100 T Tuntas : 97,67 %
Tabel 3 Data Hasil Rekapitulasi Angket Respon Siswa Secara Umum Terhadap Penerapan Strategi Mind Mapping No.
Aspek yang diamati
Respon siswa (%) Tertarik Tidak tertarik
1 a. Pendapat siswa tentang : 1) Materi yang sedang dipelajari 2) Lembar kerja siswa 3) Suasana belajar 4) Cara mengajar guru 2 Pendapat siswa dalam memahami : 1) Lembar kerja siswa 2) Cara mengajar guru
83.72 81.39 60.46 88.37 Mudah
16.28 18.61 39.54 11.63 Tidak mudah
48.83 51.17 74.42 25.58 Berminat Tidak berminat
3 Minat siswa apabila pokok bahasan lain berikutnya menggunakan mind mapping
4 a. Penjelasan guru pada saat KBM b. Bimbingan guru pada saat mengerjakan LKS selama KBM berlangsung
79.07
20.93
Jelas 72.09
Tidak jelas 27.91
74.42
25.58
F. SIMPULAN Dari hasil analisis data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
174
1. Pengelolaan pembelajaran oleh guru (peneliti) dalam menerapkan strategi mind mapping dengan pembelajaran langsung pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna di kelas X.5 SMA N 3 Magetan adalah baik dengan skor rata-rata 3,42. 2. Hasil belajar siswa kelas X.5 SMA N 3 Magetan yang diperoleh setelah pembelajaran strategi mind mapping dengan model pembelajaran langsung pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna telah tuntas secara klasikal dengan prosentase ketuntasan sebesar 97,67 %. 3. Respon siswa kelas X.5 SMA N 3 Magetan setelah penerapan strategi mind mapping pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna yang mendapat respon paling besar adalah ketertarikan siswa dengan cara mengajar guru sebesar 88,37 %, kemudian ketertarikan siswa pada materi / pokok bahasan alkana, alkena, alkuna, sebesar 82,72% dan urutan ketiga adalah ketertarikan siswa pada lembar kerja siswa yaitu sebanyak 81,39%. G. SARAN Setelah melihat hasil penelitian, maka peneliti merumuskan beberapa saran sebagai berikut : 1. Strategi mind mapping hendaknya dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam KBM karena strategi ini mendorong siswa untuk berfikir kreatif, lebih mudah memahami materi, dan menyenangkan. 2. Siswa hendaknya lebih sering dilatih untuk menerapkan mind mapping agar lebih terampil dan terasah kemampuan berfikir dan kreatifitasnya. 3. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan ada peneliti lain yang dapat melakukan penelitian serupa tetapi dengan menggunakan model pembelajaran lain atau dengan pokok bahasan yang berbeda.
Hasil Mind Mapping siswa pada pokok bahasan alkana, alkena, alkuna :
175
176
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA SISWA DALAM PRAKTIKUM LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT Etik Tri Lisdaningsih dan Bambang Sugiarto*) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian kinerja siswa dalam melakukan praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit. Penelitian ini juga untuk mengetahui respon guru terhadap instrumen penilaian kinerja yang telah dikembangkan dan respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja. Rancangan penelitian instrumen yang digunakan adalah 4-D models, yaitu Define, Design, Devolop, dan Disseminate. Akan tetapi penelitian ini dibatasi sampai tahap develop. Sebagai subyek penelitian adalah empat guru bidang studi kimia dan empat kelompok dari siswa kelas X SMA Negeri 3 Magetan, yang terdiri dari 4 siswa yang heterogen. Dari hasil validasi dinyatakan bahwa hasil rata-rata penilaian validitas konstruksi yaitu 75,23%. Hasil rata-rata penilaian validitas isi meliputi aspek materi, aspek kebahasaan, dan aspek penyajian yaitu berturut-turut sebesar 78,33%, 80,00%, dan 79,83%. Hasil rata-rata penilaian siswa terhadap validitas keterbacaan sebesar 98,43%. Hasil angket respon guru terhadap instrumen penilaian kinerja siswa yang telah dikembangkan termasuk dalam kategori positif dengan rata-rata persentase sebesar 85,75%. Hasil angket respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja termasuk dalam kategori positif dengan rata-rata persentase sebesar 95,62%. Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat disimpulkan bahwa instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit yang dikembangkan layak digunakan sebagai instrumen penilaian kinerja. Kata kunci: Penilaian kinerja, Kriteria konstruksi, isi, dan keterbacaan. *) Jurusan Kimia FMIPA Unesa A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Penilaian berbasis kelas (PBK) dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas. Penilaian dalam pembelajaran kimia perlu melibatkan kegiatan-kegiatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat merumuskan masalah, komunikasi, penalaran dan analisis konsep. Pada umumnya dalam pembelajaran kimia yang dilaksanakan di sekolah-sekolah selama ini, sistem penilaiannya masih banyak didominasi oleh metode pengujian tes tertulis yang hanya mengukur ingatan siswa terhadap informasi-informasi faktual. PBK dapat diakukan melalui beberapa cara, seperti: penilaian kinerja (performance assesment), hasil karya (produk), penugasan (proyek dan investigasi), pengumpulan kerja siswa (portofolio), dan tes tertulis (paper and pencil test). Kinerja dalam melakukan penyelidikan termasuk pengamatan dapat dilatihkan pada siswa melalui kegiatan praktikum yang disesuaikan dengan materi pokok. Kegiatan praktikum siswa dipandu dengan Lembar Kegiatan siswa (LKS). Keterampilan-keterampilan yang dilatihkan melalui LKS pada saatnya harus di ukur untuk mengetahui tingkat ketercapaiannya. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu
177
instrumen untuk menilai kinerja siswa tersebut yang berupa lembar penilaian kinerja siswa. Salah satu kriteria instrumen penilaian yang baik adalah validitas, karena itu harus dikembangkan instrument penilaian kinerja siswa melalui mekanisme penelitian. Dalam hal ini validitas yang di maksud meliputi validitas konstruksi, validitas isi, dan validitas keterbacaan. 2. Tujuan a. Mengetahui kelayakan instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit yang dikembangkan ditinjau dari syarat validitas konstruksi, validitas isi dan validitas keterbacaan. b. Mengetahui respon guru terhadap hasil pengembangan instrument penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit. c. Mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit. B. Kajian Pustaka 1. Penilaian Berbasis Kelas (PBK) Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetenesi (KBK). PBK dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar. PBK dapat berupa unjuk kerja (performance), proyek dan investagasi (penyelidikan), pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), jurnal, presentasi, dan diskusi serta tes kerja (paper and pencil). Guru menilai kompetensi dan hasil belajar siswa berdasarkan level pencapaian prestasi siswa. Dalam PBK, informasi-informasi dalam kemajuan belajar baik formal maupun non formal dikumpulkan secara terpadu. Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dalam suasana yang menyenangkan serta memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, dipahami dan mampu dikerjakan siswa. Untuk menentukan ada dan tidaknya kemajuan belajar siswa, maka dalam PBK dilakukan pengumpulan informasi dengan berbagai cara sehingga kamajuan belajar siswa dapat terdeteksi secara lengkap. Dengan terdeteksinya kemajuan belajar siswa, dapat terdeteksi pula perlu tidaknya bantuan yang diberikan pada siswa berdasarkan bukti yang cukup akurat. Bukti yang dikumpulkan guru tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga diluar kelas, secara formal dan informal. Penilaian berbasis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa. Dalam PBK, siswa dituntut agar dapat mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan semua potensi dalam menanggapi, mengatasi masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri. Siswa dilatih untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri berdasarkan kemampuan dan pengalaman belajarnya siswa tidak hanya sekedar dilatih untuk memilih jawaban yang tersedia. Penilaian Berbasis Kelas harus memperhatikan tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik). Ketiga ranah tersebut sebaiknya dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata pelajarannya. 2. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah prosedur yang memungkinkan siswa untuk menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan ketika dihadapkan dengan situasi
178
masalah nyata yang tidak dapat mereka tunjukan dengan tes pensil dan kertas. Jadi penilaian kinerja tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa tetapi juga menilai apa yang dilakukan siswa (Jatmiko, 2001). Penilaian kinerja dilakukan berdasarkan tugas jawaban terbuka (open ended task) atau kegiatan hands-on untuk mengukur kinerja siswa terhadap perangkat kriteria tertentu. Hal ini menuntut siswa menggunakan berbagai macam keterampilan, konsep dan pengetahuan serta menerapkan pengetahuan faktual dan konsep-konsep ilmiah pada suatu masalah atau suatu tugas realistis. Penilaian tersebut meminta siswa untuk menjelaskan ”Mengapa atau Bagaimana” dan suatu konsep atau proses. Dalam penilaian kinerja, siswa merestruktur informasi faktual tidak sekedar menyatakan ulang informasi tersebut. Penilaian kinerja memberikan kesempatan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan-keterampilan proses mereka, berpikir secara logis. Menerapkan pengetahuan awal ke suatu baru dan mengidentifikasi pemecahan-pemecahan baru terhadap suatu masalah (Nur, 2002). 3. Keterampilan-Keterampilan Proses Keterampilan-keterampilan proses adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inquiri ilmiah. Pada saat mereka terlibat aktif dalam penyelidikan ilmiah, mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses. Keterampilan proses tersebut adalah pengamatan, pengklasifikasian, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model. C. Instrument Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dapat digolongkan jenis penelitian pengembangan yang pelaksanaannya mengikuti 4-D Models dari Thiagarajan, Semmel and Semmel (Ibrahim, Muslimin. 2001) yang dimodifikasi, yaitu: define, design, develop, dan dessiminate. Pada penelitian ini dibatasi sampai tahap pengembangan saja. Dalam penelitian ini yang dikembangkan adalah Lembar Kegiatan Siswa dan Lembar Penilaian Kinerja Siswa. 2. Teknik Analisis Data a. Analisis Validitas Konstruksi dan Isi Instrumen Penilaian Kinerja % Kriteria = Jumlah Skor Responden x 100% Jumlah Skor Kriteria b. Analisis Validasi Keterbacaan Siswa P = Jumlah skor dari seluruh siswa × 100% Jumlah skor tertinggi c. Analisis Lembar Angket Respon Guru dan Siswa P= f x 100% N D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Tahap Pendefinisian a. Analisis Ujung Depan Pada tahap ini dilakukan telaah terhadap Kurikulum Kimia 2004 untuk SMA. Berdasarkan kurikulum tersebut standar kompetensi untuk materi pokok larutan elektrolit dan non elektrolit yaitu mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode dan pengukurannya, sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah menyelidiki daya hantar listrik berbagai larutan untuk membedakan larutan elektrolit dan non
179
elektrolit. Hasil telaah disimpulkan bahwa materi larutan elektrolit dan non elektrolit menuntut siswa untuk membangun sendiri konsep-konsep yang akan dipelajari sehingga pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode praktikum dengan penilaian kinerja siswa. b. Analisis Siswa Analisis siswa dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dan kemampuan akademik siswa. Pengetahuan awal siswa sebelum materi pokok larutan elektrolit dan non elektrolit adalah unsur, senyawa dan campuran yang telah diperoleh siswa pada waktu kelas VIII di SMP. Sedangkan kemampuan akademik siswa kelas X SMA Negeri 3 Magetan beragam yang terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan yang dikategorikan kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan penelitian di lapangan usia kelas X SMA Negeri 3 Magetan berkisar 15-16 tahun. c. Analisis Konsep Peta konsep larutan elektolit dan non elektrolit yang diajarkan adalah sebagai berikut: LARUTAN
Yang dapat menghantarkan arus listrik
Yang tidak dapat menghantarkan arus listrik
Disebut
Disebut
Larutan Elektrolit
Larutan Elektrolit Kuat contoh
NaCI, HCI, NaOH
Larutan Non Elektrolit
Larutan Elektrolit Lemah
Lar. Gula, Alkohol
contoh
CH3COOH, NH4OH
Gambar 4.1 Peta konsep larutan elektrolit dan non elektrolit
180
d. Analisis Tugas Tugas kinerja I: Merumuskan Hipotesis Permasalahan
Penalaran dilakukan berdasarkan teori Pernyataan kesimpulan sementara yang bersifat spesifik
Hipotesis Gambar 4.2 Analisis tugas merumuskan hipotesis Tugas Kinerja II: Melakukan pengamatan Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan untuk praktikum
Melakukan praktikum sesuai dengan prosedur kerja
Gambar 4.3 Analisis tugasdengan melakukan pengamatan Pengamatan dilakukan tepat dan teliti
Menuliskan hasil pengamatan pada tempat yang telah disediakan
181
Tugas Kinerja III: Membuat pertanyaan Berdasarkan data hasil pengamatan
Melakukan pemahaman terhadap data pengamatan
Dianalisis hasilnya
Membuat pertanyaan sesuai dengan data pengamatan yang diperoleh Gambar 4.4 Analisis Tugas Membuat pertanyaan e. Perumusan tujuan Adapun tujuan dari indikator pertama yaitu siswa mampu mengidentifikasi keberadaan arus listrik pada contoh larutan yang diberikan, siswa dapat merumuskan hipotesis mengenai gejala-gejala arus listrik berdasarkan permasalahan yang diberikan. Tujuan dari indikator kedua yaitu: Siswa mampu menggunakan alat-alat laboratorium yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan praktikum yang benar, siswa mampu mengelompokkan larutan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit, dan siswa mampu membuat pertanyaan. 2. Tahap Perancangan a. Penyusunan Butir-butir tes kinerja Penyusunan butir-butir tes kinerja disesuaikan dengan analisis tugas, analisis materi, dan indikator yang ingin dicapai. Tugas kinerja disusun dalam bentuk LKS. Dalam LKS terdapat tugas yang meminta siswa untuk menyimpulkan gejala-gejala arus listrik dalam berbagai larutan dan mengelompokkan larutan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan sifat hantaran listriknya. b. Pemilihan alat dan bahan penunjang pelaksanaan penilaian kinerja Alat: Rangkaian alat penguji larutan elektrolit dan non elektrolit, gelas ukur 50 ml, gelas kimia 100 ml Bahan-bahan:Air suling, KOH 2M, HCI 2M, CH3COOH (larutan asam) 2M, larutan gula, larutan garam dapur (NaCI) 2M, Air sirup, Asam sulfat (H2SO4 ) 2M, Air sumur, Alkohol (C2H5OH), NH4OH 2M, KBr 2M, HNO 3 2M, MgCI2 2M, AI(OH)3 2M. c. Desain awal Pada tahap ini dilakukan perancangan instrument penilaian kinerja. Hasilnya berupa tugas kinerja dalam bentuk LKS dan lembar penilaian untuk menilai tugas kinerja siswa yang disebut sebagai draf 1. 3. Tahap Pengembangan 182
Pada tahap pengembangan data penelitian dan hasil analisisnya disajikan dengan urut sebagai berikut: Validitas konstruksi, Validitas isi, Validitas keterbacaan. Selanjutnya disajikan pula data mengenai angket respon guru dan respon siswa yang pelaksanaannya dilakukan setelah ujicoba. 1. Validitas Konstruksi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa Berdasar hasil analisis data diperoleh fakta bahwa instrumen penilaian kinerja siswa yang ditulis sudah memenuhi 7 aspek yang dinilai, yaitu aspek: kesesuaian dengan KBK, menekankan pada penerapan dunia nyata, diwarnai oleh student centered daripada teacher centered, memberikan kemudahan dalam mengembangkan salah satu atau lebih keterampilan proses/inquiri/pemecahan masalah, menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi, kesesuaian sebagai alat evaluasi hasil belajar, dan kemampuan mengundang keingintahuan siswa lebih lanjut. Berdasarkan hasil rekapitulasi penilaian validitas konstruksi maka instrumen penilaian kinerja siswa yang dikembangkan termasuk dalam kriteria memenuhidengan rata-rata persentase sebesar 75,23%. 2. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa a. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja siswa dari Aspek Materi Penilaian validitas isi materi didasarkan kepada aspek-aspek: kebenaran konten (isi), kemutakhiran konten, keterkaitan dengan sains, teknologi, dan masyarakat, serta sistematika dan kesesuaian dengan struktur keilmuan. Berdasarkan pada hasil penilaian yang diberikan oleh penilai ahli diperoleh fakta bahwa instrument penilaian kinerja siswa yang ditulis sudah memenuhi empat aspek dari criteria materi dengan rata-rata persentase sebesar 78,33%. b. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa dari Aspek Kebahasaan Berdasarkan pada hasil penilaian yang diberikan oleh penilai ahli diperoleh fakta bahwa instrument penilaian kinerja yang ditulis sudah memenuhi empat aspek dari kriteria kebahasaan dengan rata-rata persentase sebesar 80,00%. Hal ini memberi arti bahwa instrument penilaian kinerja yang ditulis sudah memenuhi syarat validitas kebahasaan. Instrument penilaian kinerja yang ditulis: 1) telah menggunakan bahasa yang sesuai dengan usia siswa, 2) sudah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, 3) sudah menggunakan istilah-istilah yang mudah dan tepat, dan 4) telah menggunakan istilah dan symbol dengan ajeg. c. Validitas Isi Instrumen Penilaian Kinerja Siswa dari Aspek Penyajian Penilaian validitas isi dengan criteria penyajian didasarkan kepada aspekaspek: membangkitkan motivasi/minat/rasa ingin tahu, kesesuaian dengan taraf berfikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong siswa terlibat aktif, memperhatikan perbedaan kemampuan belajar siswa, dan menarik/menyenangkan. Berdasar kepada hasil penilaian yang diberikan oleh penilai ahli diperoleh fakta bahwa instrument penilaian kinerja yang ditulis sudah memenuhi lima aspek dari criteria penyajian dengan rata-rata persentase sebesar 79,83%. 3. Validitas Keterbacaan Instrumen Penilaian Kinerja Siswa Khususnya Lembar Kegiatan Siswa Berdasar hasil analisis keterbacaan instrument penilaian kinerja siswa yang ditulis ditemukan fakta bahwa instrument yang ditulis telah memenuhi syarat validitas keterbacaan dengan rata-rata persentase sebesar 98,43%. Fakta ini sejalan dengan komentar-komentar positif yang dituliskan oleh siswa. 4. Angket Respon Guru Terhadap Instrumen Penilaian Kinerja Siswa pada Praktikum Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit yang telah dikembangkan 183
Berdasar hasil analisis angket respon guru yang diberikan kepada guru kimia SMA Negeri 3 Magetan diperoleh bahwa guru memberikan respon positif terhadap instrument penilaian kinerja yang dikembangkan. Secara umum, instrument penilaian kinerja yang dikembangkan dapat membantu guru dalam menilai kinerja siswa dalam kegiatan praktikum, relevan untuk kegiatan praktikum, mendorong pengembangan instrument yang serupa untuk materi pokok yang lain, membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi yang sedang disampaikan, memotivasi guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Rata-rata persentase angket respon guru sebesar 87,5 % yang menunjukkan bahwa hasil angket respon guru adalah positif menurut skala Likert. 5. Angket Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Penilaian Kinerja Siswa Pada Praktikum Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Berdasarkan angket respon siswa yang diberikan peneliti setelah pelaksanaan penilaian kinerja, didapatkan bahwa respon siswa terhadap instrument penilaian kinerja adalah positif. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa hampir keseluruhan pertanyaan angket respon siswa yang diberikan kepada siswa memberikan respon yang baik. Rata-rata persentase angket respon siswa sebesar 95,62 % yang menunjukkan bahwa hasil angket respon siswa adalah positif menurut skala Likert. E. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesipulan sebagai berikut: 1. Instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dikembangkan layak digunakan dengan kriteria konstruksi memenuhi sebesar 75,23%, Kriteria isi yang meliputi aspek materi sebesar 78,33%, Aspek kebahasaan sebesar 80,00%, aspek penyajian sebesar 79,83%, dan kriteria keterbacaan sebesar 98,43%. 2. Respon guru terhadap hasil pengembangan instrumen penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit termasuk dalam kategori positif dengan rata-rata persentase sebasar 87,5%. 3. Respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja siswa dalam praktikum larutan elektrolit dan non elektrolit termasuk dalam kategori positif dengan rata-rata persentase sebesar 95,62%. Daftar Pustaka Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan perangkat pembelajaran Menurut Jerold E. Kemp & Thiagarajan. Surabaya: PSMS-PPS Unesa. Jatmiko, Budi, Wasis dan Wahono. 2002. Contoh Tes Kinerja. Makalah Pelatihan Pembelajaran yang Berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Para Guru MIPA SMU Negeri I Sidoarjo pada tanggal 13-14 Maret 2002. surabaya: PSMS-PPS Unesa. Nur, Mohammad. 2002. Assesmen Tradisional, assesmen Kinerja dan Rubrik. “Makalah Disampaikan dalam Latihan Pembelajaran Berkaitan Dengan KBK Kepada Guru MIPA SMAN Kabupaten Sidoarjo Pada Tanggal 13-14 Maret 2002 di Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA.
184
IMPLEMENTASI ASESMEN KINERJA SISWA (PERFORMANCE ASSESMENT) PADA MATERI POKOK LARUTAN ASAM DAN BASA KELAS XI Ana Nurmawati dan Bambang Sugiarto* Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi asesmen kinerja meliputi keterlaksanaan dan hasil kinerja siswa dalam melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, dan membuat kesimpulan, serta respon siswa terhadap penilaian kinerja. Penelitian dilakukan di Kelas XI-IA SMA Negeri I Sidayu Gresik. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan metode observasi dan angket. Hasil kinerja siswa dalam melakukan observasi, merumuskan pertanyaan dan membuat kesimpulan pada eksperimen I dan II bervariasi pada setiap kelompok. Pada eksperimen I, kemampuan siswa dalam melakukan observasi sebesar 86,1 %, merumuskan pertanyaan sebesar 81,25 %, dan membuat kesimpulan sebesar 94,4 %. Pada eksperimen II, kemampuan siswa dalam melakukan observasi sebesar 100 %, merumuskan pertanyaan sebesar 66,67 %, dan membuat kesimpulan sebesar 100 %. Angket respon siswa menunjukkan 93,34 % siswa setuju bahwa dengan menerapkan asesmen kinerja, kondisi belajar siswa yang sebenarnya dapat diketahui dan semua siswa setuju jika penilaian kinerja terus diterapkan pada pelajaran kimia.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan, penilaian memegang peranan penting. Penilaian dapat dijadikan sebagai masukan baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru penilaian belajar dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dilakukan, sedangkan bagi siswa dapat untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang telah dicapai sebenarnya (Arikunto, 2001). Sudjana (2002) juga mengemukakan bahwa salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses belajar sebagai bagian dari peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan sistem penilaian. Selama ini penerapan evaluasi yang diterapkan di SMA Negeri 1 Sidayu Gresik sudah memenuhi aspek kognitif dan aspek psikomotor. Akan tetapi penilaian terhadap proses kinerja siswa pada aspek psikomotor belum dilakukan secara mendetail. Penilaian hanya dilakukan secara umum misalnya bagaimana kemampuan dan keterampilan siswa dalam merangkai alat dan bahan, mengoperasikan alat, mengukur larutan dengan gelas ukur, dan cara memipet larutan. Sedangkan ketelitian siswa kurang diperhatikan, misalnya: ketepatan siswa dalam mengukur dan membaca skala yang ada pada gelas ukur, cara memipet yang baik dan benar, cara menggunakan dan membaca skala buret pada saat titrasi, cara mengguncang erlenmeyer larutan saat titrasi, dan sebagainya. Sesuai dengan kebijakan pemerintah bahwa penilaian harus mengacu pada authentic assesment (penilaian yang sebenarnya) artinya penilaian tentang kemajuan belajar siswa *
Jurusan Kimia Unesa
185
diperoleh sepanjang proses pembelajaran (penilaian proses). Oleh karena itu, penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintregasi dengan kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses bukan semata-mata dari hasil. Penilaian hasil belajar seharusnya mencakup tiga ranah yaitu: kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap dan nilai). Penilaian harus dapat memberikan gambaran yang utuh tentang profil siswa dilihat dari berbagai sisi, meliputi: kemampuan berbicara, memecahkan masalah, menulis, membaca, berpikir kritis dan bernalar, serta sejauh mungkin berhubungan dengan dunia nyata. Materi pokok larutan asam basa merupakan salah satu materi pokok dalam mata pelajaran kimia yang mengandung sejumlah indikator yang menuntut siswa melakukan suatu eksperimen dan pengamatan, seperti : mengukur pH beberapa larutan asam/basa kuat dan lemah yang konsentrasinya sama dengan indikator universal, mengamati trayek perubahan warna berbagai indikator asam basa, memperkirakan pH suatu larutan elektrolit yang tidak dikenal, menentukan konsentrasi larutan asam atau basa melalui titrasi pada reaksi penetralan asam basa, dan sebagainya (Depdiknas, 2003). Melalui eksperimen tersebut, banyak keterampilan-keterampilan proses yang dapat didemonstrasikan siswa, misalnya: keterampilan dalam melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, membuat kesimpulan, dan sebagainya. 2. Tujuan Penelitian a. Mengetahui implementasi asesmen kinerja siswa (Performance Assesment) meliputi pelaksanaan dan hasilnya pada materi pokok larutan asam dan basa kelas XI-IA 1 di SMA Negeri 1 Sidayu Gresik. b. Mengetahui respon siswa terhadap implementasi asesmen kinerja pada materi pokok larutan asam dan basa. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Penilaian Dalam Pembelajaran Menurut Arikunto (2001), menilai mempunyai beberapa makna yaitu : (1) bagi siswa, dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan guru, (2) bagi guru, dapat digunakan untuk mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah menguasai bahan pelajaran dan siswa mana yang belum, mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat dan apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum, (3) bagi sekolah, dapat digunakan untuk mengetahui kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sesuai harapan atau belum, mengetahui tepat atau tidaknya kurikulum yang diterapkan sebagai pertimbangan perencanaan yang akan datang. Hasil penilaian tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui ketercapaian tujuan instruksional, dalam hal ini perubahan tingkah laku siswa, tetapi juga sebagai umpan balik upaya memperbaiki proses belajar mengajar. 2. Penilaian Berbasis Kelas Penilaian adalah proses penentuan nilai hasil pengukuran yang sudah dibandingkan dengan acuan tertentu. Pada pembelajaran berbasis kelas, acuan yang digunakan adalah kriteria unjuk kerja yang terdapat pada standar kompetensi.
186
Penilaian berbasis kelas mengacu pada penilaian autentik. Penilaian autentik adalah penilaian yang berusaha mengukur atau menunjukkan pengetahuan dan keterampilan siswa dengan cara menerapkan pengetahuan dan keterampilan itu pada kehidupan nyata (Siswono, 2002). Oleh karena itu, penilaian berbasis kelas dilakukan secara terpadu dengan kegiatan belajar mengajar. Prinsip penilaian berbasis kelas antara lain mencakup tiga ranah (kognitif, psikomotor, dan afektif), proporsional, berkelanjutan, komprehensif, kerjasama, dan menilai diri sendiri (Depdiknas, 2003). Ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan intelektual. Ranah kognitif menurut taksonomi Bloom meliputi : pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4 ), sintesis (C5), dan evaluasi (C6) (Jarolimek dan foster dalam Dimyati,1999). Ranah afektif berhubungan dengan sikap, penghargaan, nilai, perasaan, emosi dan pandangan (Devies dalam Dimyati, 1999). Ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf dan badan (Devies dalam Dimyati, 1999). Pelaksanaan penilaian berbasis kelas terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar sebagai kegiatan refleksi. Informasi hasil belajar diperoleh dari berbagai jenis penilaian dengan mengembangkan lembar pengamatan belajar siswa yang bervariasi. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar membuat keputusan tingkat pencapaian siswa. Bentuk penilaian berbasis kelas ada dua yaitu tes dan non tes. Bentuk tes meliputi lisan atau tertulis (paper and Pencil), pilihan ganda, uraian obyektif, uraian bebas, jawaban singkat, menjodohkan. Sedangkan bentuk non tes meliputi laporan kerja praktek (proyek), ujian praktek, unjuk kerja (performance), hasil kerja (produk), dan pengumpulan kerja siswa (portofolio). 3. Penilaian Kinerja (Performance Assesment) Penilaian kinerja adalah prosedur yang memungkinkan siswa untuk menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan ketika dihadapkan dengan situasi masalah nyata yang tidak dapat mereka tunjukkan dengan tes pensil dengan kertas. Jadi, penilaian kinerja tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa tapi juga menilai apa yang dilakukan siswa (Jatmiko, 2001). Pada penilaian kinerja memungkinkan guru untuk mengevaluasi siswa bagaimana menerapkan pengetahuan ilmiah dan keteramplian proses, mengecek perkembangan keterampilan-keterampilan berpikir kritis, mengakses pembelajaran siswa dalam situasi yang realistik dengan konteks yang berbeda-beda, mengukur kedalaman pemahaman dan pengertian siswa serta mengevaluasi bagaimana kegigihan, keimajinasian dan kekreatifan siswa pada saat menghadapi tugas-tugas (Nur, 2002). 4. Daftar Penilaian Tugas Kinerja (Performance Task Assesment List) Dalam daftar penilaian tugas kinerja, penilaian-penilaiannya dirumuskan secara rinci dan mengacu pada indikator hasil belajar untuk tercapainya hasil pengajaran. Daftar penilaian tugas mengandung sejumlah indikator kategori tugas spesifik.
187
Kriteria penilaian kinerja menurut Jatmiko (2001) antara lain: (a) memusatkan pada elemen-elemen pengajaran yang penting, (b) mengintegrasikan informasi, konsep, keterampilan, dan kebiasaan kerja, (c) sesuai dengan kuikulum, (d) melibatkan siswa, (e) mengaktifkan kemauan untuk bekerja, (f) keseimbangan antara kerja kelompok dan perorangan, (g) terstruktur untuk memudahkan pemahaman, (h) memiliki produk yang autentik, (i) memiliki proses yang autentik, (j) memasukkan penilaian diri, (k) memungkinkan umpan balik dari orang lain. 5. Rubrik Untuk menilai kualitas kerja siswa maka digunakan rubrik. Rubrik adalah seperangkat kriteria penskoran yang digunakan untuk mengevaluasi kerja siswa dan mengakses kinerja siswa.. Kriteria penilaian pada rubrik menggunakan skala kategori 4 (amat baik), 3 (baik), 2 (cukup), 1 (jelek), dan 0 (amat jelek). Kriteria penilaian disesuaikan dengan materi pokok yang sedang dipelajari oleh siswa, ciri khas bidang studi dan taraf kemampuan berpikir siswa. C. METODE PENELITIAN 1. Sasaran Penelitian Dalam penelitian ini sebagai sasaran penelitian adalah 30 orang siswa kelas XIIA 1 SMA Negeri 1 Sidayu Gresik yang dibagi menjadienam kelompok. 2. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap kinerja siswa selama proses pembelajaran. 3. Instrumen Penelitian a. Tugas kinerja (Performance Task) Tugas kinerja berisi kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Tugas kinerja ini meliputi pengamatan siswa terhadap eksperimen, merumuskan pertanyaan, membuat kesimpulan dan proses atau kegiatan selama praktikum yang diperoleh dari kegiatan eksperimen sehingga mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. b. Daftar Penilaian Tugas Kinerja (Performance Task and Assesment list) Daftar penilaian ini mengandung elemen-elemen penilaian yang dirumuskan secara rinci dan digunakan untuk menilai kinerja siswa dalam melakukan kegiatan eksperimen, merumuskan pertanyaan, membuat kesimpulan dan proses atau kegiatan praktikum selama PBM. Instrumen ini diadaptasi dari Nur (2002). c. Rubrik Profil Kinerja Siswa Rubrik merupakan seperangkat kriteria penskoran yang digunakan untuk mengevaluasi kerja siswa dan mengakses kerja siswa yang dinyatakan dalam bentuk tindakan atau karakteristik karya yang dapat diamati. Kriteria penilaian pada rubrik menggunakan skala kategori 4 (Amat Baik), 3 (Baik), 2 (Cukup), 1 (Jelek), dan 0 (Amat Jelek). d. Angket Respon Siswa
188
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan penilaian kinerja sebagai alternatif penilaian lain yang masih baru sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan terhadap pembelajaran kimia selanjutnya. 3. Prosedur Pengumpulan Data Metode observasi dan angket 4. Metode Analisis Data a. Data mengenai catatan kegiatan pelaksanaan penelitian dianalisis secara deskriptif. b. Data mengenai hasil kinerja siswa dianalisis dengan cara: 1). Mengevaluasi hasil kinerja siswa dengan menggunakan rubrik sehingga diketahui kualitas kinerjanya yang disimbolkan dalam bentuk angka (data kuantitasi). 2). Menghitung persentase elemen penilaian yang berhasil dikerjakan maupun tidak dikerjakan serta menghitung rata-rata keberhasilan kelompok. Rata-rata munculnya setiap elemen =
poin seluruh kelompok
poin yang mungkin untuk seluruh kelompok
X 100 %
(Hibbard dalam Purnomo, 2004) Rata-rata keberhasilan kelompok “x” =
elemen yang muncul pada kelompok " x" X 100 % elemen (Hibbard dalam Purnomo, 2004) Data respon siswa terhadap pelaksanaan penilaian kinerja, disajikan dalam bentuk persentase dengan rumus =
siswa yang merespon perta nyaan X 100% siswa keseluruhan
Persentase
(diadaptasi dari Ridwan, 2003) D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Kinerja Siswa Pada Eksperimen I Dalam melakukan observasi rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 69,45% sedangkan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok sebesar 86,1 %. Rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok dalam merumuskan pertanyaan sebesar 48,95 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok adalah 81,25 %. Dalam membuat kesimpulan ratarata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 77,8 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok sebesar 94,4 % .
189
Dari diagram tampak adanya perbedaan kualitas kinerja siswa pada masing-masing elemen penilaian di tiap-tiap kelompok. Kemampuan siswa dalam merumuskan pertanyaan umumnya lebih rendah daripada kemampuan siswa dalam melakukan observasi maupun membuat kesimpulan.
Siswa
Hasil Kinerja
Nilai Rata-rata
DIAGRAM NILAI RATA-RATA HASIL KINERJA SISWA PADA EKSPERIM EN I 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Kemampuan melakukan observ asi kemampuan merumuskan pertanyaan Kemampuan membuat kesimpulan
1
2
3
4
5
6
Kelo mpok
Gambar 1. Diagram Nilai Rata-rata Hasil Kinerja Siswa dalam Melakukan Observasi, Merumuskan Pertanyaan, dan Membuat Kesimpulan Pada Eksperimen I 2. Hasil Kinerja Siswa Pada Eksperimen II Dalam melakukan observasi rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 68,05 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok sebesar 100 %. Rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok dalam merumuskan pertanyaan sebesar 59,9 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok adalah 66,67 % . Dalam membuat kesimpulan rata-rata munculnya semua elemen pada seluruh kelompok sebesar 75 % dan rata-rata keberhasilan seluruh kelompok adalah 100 %.
Siswa
Hasil Kinerja
Nilai Rata-rata
DIAGRAM NILAI RATA-RATA HASIL KINERJA SISWA PADA EKSPE RIMEN II 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Kemampuan melakukan observ asi Kemampuan merumuskan pertanyaan Kemampuan membuat kesimpulan
1
2
3
4
5
6
Kelo mpok
Gambar 2. Diagram Nilai Rata-rata Hasil Kinerja Siswa dalam Melakukan Observasi, Merumuskan Pertanyaan, dan Membuat Kesimpulan Pada Eksperimen II Darii diagram diatas tampak adanya perbedaan kualitas kinerja siswa pada masing-masing elemen penilaian (melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, dan membuat kesimpulan) pada tiap-tiap kelompok.
190
3. Respon Siswa Berdasarkan data respon siswa, diketahui bahwa sebanyak 26,67 % menyatakan setuju dan 10 % sangat setuju terhadap pernyataan “Pembelajaran dengan menggunakan penilaian kinerja adalah hal baru bagi saya”. Bagi siswa yang tidak setuju ditengarai mereka sudah pernah mendengar tentang penilaian kinerja tetapi belum diterapkan secara langsung di kelas. Meskipun demikian seluruh siswa (100%) berpendapat bahwa penilaian kinerja dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari 56,67 % siswa menjawab setuju dan 43,33 % siswa menjawab sangat setuju. Demikian pula pada pernyataan “Pembelajaran dengan menggunakan penilaian kinerja adalah hal yang sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya bagi saya”. Hal ini dapat dilihat dari 76,67 % siswa menjawab setuju dan 23,33 % siswa menjawab sangat setuju. Selain itu 83,33 % siswa setuju dan 13,33 % sangat setuju bahwa penilaian kinerja dapat memotivasi untuk meningkatkan cara belajar saya”. Sebanyak 80 % siswa menjawab setuju dan 13,33 % sangat setuju pada bahwa penilaian kinerja dapat menunjukkan keterampilan dan kreatifitas. Sebanyak 66,7% menjawab setuju dan 26,67 % menjawab sangat setuju bahwa melalui penilaian kinerja siswa dapat mengetahui materi mana yang sudah dipahami dan belum . Penilaian kinerja dapat memacu semangat siswa untuk berkompetisi di kelas (86,67 % siswa menjawab setuju dan 6,67 % siswa menjawab sangat setuju). Siswa juga menyatakan bahwa melalui penilaian kinerja dapat menghilangkan rasa takut untuk belajar serta mendorong keberanian untuk dapat berbicara di depan umum. Hal ini didukung oleh 96,67 % siswa menyatakan bahwa pada saat diskusi siswa dapat menyampaikan ide atau atau pendapatnya. Dari angket, siswa berpendapat bahwa manfaat penilaian kinerja antara lain: (1) dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, (2) penilaian kinerja adalah hal yang sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya, (3) dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, (4) siswa dapat menunjukkan keterampilan dan kreatifitasnya, (5) siswa dapat mengetahui kondisi belajar yang sesungguhnya, (6) memacu semangat siswa untuk berkompetisi di kelas, dan (7) menghilangkan rasa takut siswa untuk belajar. Dari manfaat diatas, seluruh siswa merasa senang apabila penilaian kinerja terus diterapkan pada pelajaran kimia, hal ini didukung dengan data angket respon 73,33 % menyatakan setuju, dan 26,67 % menyatakan sangat setuju. E. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan berikut ini: a. Implementasi asesmen kinerja secara umum sudah terlaksana dengan baik, pemberian contoh-contoh sederhana dalam menjelaskan elemen-elemen dan kriteria penilaian sangat diperlukan serta pembahasan hasil kinerja siswa pada eksperimen sebelumnya menjadi “umpan balik” bagi siswa untuk memperbaiki kinerja pada eksperimen sebelumnya. Hasil kinerja siswa dalam melakukan observasi, merumuskan pertanyaan, dan membuat kesimpulan pada eksperimen I dan II bervariasi pada setiap kelompok. Pada eksperimen I, kemampuan siswa 191
dalam melakukan observasi sebesar 86,1 %, merumuskan pertanyaan 81,25 %, dan membuat kesimpulan 94,4 %. Pada eksperimen II, kemampuan siswa dalam melakukan observasi sebesar 100 %, merumuskan pertanyaan 66,67 %, dan membuat kesimpulan 100 %. b. Dari angket respon siswa dapat diketahui bahwa semua siswa 100 % merasa sangat senang dan merasakan banyak manfaatnya terhadap penilaian kinerja. Sebanyak 93,34 % siswa menyatakan bahwa penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi belajar siswa yang sebenarnya (kelebihan dan kekurangannya). Oleh karena itu, semua siswa 100 % merasa senang jika penilaian kinerja terus diterapkan pada pembelajaran kimia. 2. Saran Saran yang dapat disampaikan setelah dilakukan penelitian adalah: a. Dengan mengetahui hasil kinerja siswa dari tahapan ke tahapan, guru hendaknya melakukan diagnosis terhadap kelemahan/kekurangan prestasi belajar siswa. b. Pada penelitian ini tidak dilakukan reformasi terhadap anggota kelompok sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai pengaruh reformasi anggota kelompok terhadap hasil kinerja siswa. c. Pada penelitian ini hanya dilakukan dengan penilaian kinerja sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai penilaian proyek, portofolio, tugas, dan tes. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta : Bumi Aksara. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia 2003. Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah Umum Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Jatmiko, B. Wasis Wahono. 2001. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi. Jakarta : Depdiknas. Nur, Mohamad. 2002. Asesmen Tradisional, Asesmen Kinerja dan Rubrik. Surabaya : Unesa. Purnomo, Heny. 2004. Uji Coba Implementasi Penilaian Kinerja Pada Pokok Bahasan Larutan Asam Basa Kelas II. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya : Unesa. Ridwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Jakarta: Alfabeta. Siswono, E. y, Tatag. 2002. Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Kontekstual. Surabaya : Unesa. Sudjana, Nana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
192
Penerapan Sistem Pembelajaran Bernuansa Kritis, Kreatif, Mandiri dan Terbuka pada Mata Kuliah Kimia Unsur Untuk Meningkatkan Kualitas Mahasiswa Jurusan Kimia Sri Wardhani. Tutik Setianingsih, Darjito
Jurusan Kimia FMIPA Univ. Brawijaya Malang email
[email protected] BAB I : PENDAHULUAN Mata kuliah Kimia Unsur merupakan salah satu mata kuliah wajib pada bidang minat Kimia Anorganik yang diajarkan pada semester ganjil untuk mahasiswa semester V dengan penunjang mata kuliah Kimia Dasar, Kimia Struktur Anorganik, dan Reaksi Kimia Anorganik. Mata kuliah tersebut diajarkan dengan harapan dapat diterapkan sebagai penunjang mata kuliah pilihan pada bidang minat Kimia Anorganik di semester lanjut, antara lain Kimia Sintesa Anorganik, Organologam, Kimia Polimer Anorganik, Mineralogi - Kristalografi, maupun penunjang Tugas Akhir. Secara garis besar, Kimia Unsur membahas tentang kelimpahan unsur di alam, sifat fisika, dan sebagian besar sifat kimia yang menyangkut reaktifitasnya dalam pembentukan dan penguraian senyawa-senyawa anorganik. Alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan untuk mata kuliah tersebut adalah 16 kali pertemuan, masing-masing 150 menit (3 sks). Permasalahan yang dihadapi perkuliahan kimia unsur yaitu daya tarik penyampaian materi rendah 62,75%; kepuasan mengikuti kuliah rendah 66% ; serta daya tarik materi kuliah juga rendah, hanya 52,73% . Akar permasalahan telah dicari melalui pengisian form evaluasi oleh mahasiswa dan diketahui bahwa daya tarik materi yang rendah terutama karena materi kimia unsur bersifat sangat kompleks/beragam, sedangkan daya tarik penyampaian materi kuliah rendah akibat penyampaian yang bersifat pemaparan lebih banyak dibandingkan analisis, kurang terhubungnya materi dengan aplikasi, serta kurang melibatkan gambar-gambar berwarna yang menarik. Kepuasan mahasiswa yang rendah terhadap Kimia Unsur terutama karena tidak suka dengan model pembelajaran yang telah diterapkan, yaitu lebih banyak ceramah dibandingkan diskusi. Selain itu juga karena soal ujian dirasa sulit sehingga nilai cenderung jelek. Hal ini didukung oleh data nilai ujian mahasiswa yang memang masih didominasi nilai C. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka dilakukan jajak pendapat tentang sistim pembelajaran Kimia Unsur yang disukai mahasiswa. Dari jajak pendapat itu diketahui bahwa untuk menyederhanakan materi kimia unsur yang sangat kompleks, maka mahasiswa cenderung menginginkan pembahasan kimia unsur dari trend tiap golongan atau antar golongan saja. Untuk mengatasi permasalahan daya tarik penyampaian materi sekaligus kepuasan yang rendah, maka akan dilakukan perubahan sistim pembelajaran dari 2 sks ceramah aktif + 1 sks diskusi yang dirasakan mahasiswa masih menjemukan menjadi 3
193
sks diskusi dengan pembagian : 1 sks menggali pertanyaan setiap mahasiswa terhadap suatu topik (melatih sifat kritis) dan 2 sks mendiskusikan jawabannya (melatih sifat berani, terbuka). Materi diskusi akan dirancang dengan komposisi 75% konsep dasar (analisis reaktifitas unsur) dan 25% aplikasi. Untuk diskusi aplikasi, topik yang diangkat adalah lingkungan dan pengolahan mineral alam menjadi produk industri. Penyertaan gambar-gambar berwarna sebagai pendukung akan ditingkatkan baik dalam hand out maupun diskusi agar lebih menarik. Dalam menerapkan metode pembelajaran tersebut, profesionalisme dosen sangat dituntut untuk selalu memotivasi mahasiswa agar aktif berdiskusi sekaligus mampu membawa suasana kelas tetap “”fun”” agar mahasiswa nyaman dalam belajar. Penguasaan materi oleh dosen juga sangat dituntut karena dosen di kelas selain sebagai moderator juga berperan sebagai reviewer dalam setiap diskusi. Fasilitas penunjang seperti OHP atau LCD akan disediakan sebagai sarana untuk diskusi mahasiswa. Ujian tidak lagi sekedar menjawab pertanyaan, tetapi ujian dibagi dua, yaitu ujian penggalian pertanyaan dan ujian menjawab pertanyaan analisis. Nilai ujian yang cenderung kurang bagus selama 2 tahun terakhir ini terkait dengan ujian menjawab pertanyaan analisis dan merupakan bukti bahwa mahasiswa kurang daya analisisnya. Oleh karena itu pada sistim pembelajaran yang baru ini daya analisis mahasiswa akan lebih dipacu melalui asah diskusi secara terus-menerus. Kurangnya aktif berbicara mahasiswa diperkirakan terkait dengan penilaian mahasiswa bahwa dosen kurang memotivasi mahasiswa sekaligus penyediaan waktu diskusi yang kurang banyak. Oleh karena itu penambahan jumlah waktu diskusi sangatlah tepat. Hal ini juga sesuai dengan rambu-rambu yang diberikan oleh kurikulum berbasis kompetensi sebagaimana ditetapkan oleh Depdiknas th 2005, bahwa lulusan yang berkualitas adalah lulusan yang mampu belajar secara kritis, kreatif, mandiri serta terbuka (KKMT) terhadap penanganan suatu masalah. Kekritisan mahasiswa akan diasah melalui forum penggalian pertanyaan, sifat kreatif diasah melalui pencarian jawaban pertanyaan itu, dan sifat terbuka akan diasah melalui debat ilmiah dalam forum diskusi tentang jawaban tersebut. Apabila sifat kritis dan terbuka mahasiswa akan diasah dengan penerapan full diskusi, maka sifat kreatif dan mandiri akan diasah melalui pengerjaan tugas terstruktur. Hasil jajak pendapat, diketahui bahwa mahasiswa cenderung menyukai tugas terstruktur yang berupa hunting informasi dari internet dan membuat ringkasannya. Untuk pengerjaan tugas terstruktur mahasiswa diwajibkan membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu tentang topik yang diangkat dan dicari jawabannya. Ringkasan artikel yang diperoleh tidak lagi dituliskan dalam kertas seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi diwujudkan dalam pembuatan poster yang melibatkan baik informasi dan gambar-gambar menarik. Tujuan kegiatan ini adalah : Memperbaiki seluruh perangkat pembelajaran ( sarana, peran dosen, waktu, dan metode)., Merangsang mahasiswa untuk bersikap KKMT , Meningkatkan daya tarik materi dan cara penyampaian materi , Meningkatkan kepuasan mahasiswa dalam mengikuti kuliah Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi institusi dan mahasiswa karena dapat meningkatkan kualitas mahasiswa ditinjau dari rana kognitif (pemahaman materi Kimia
194
Unsur), afektif (perilaku yang terkait dengan permasalahan dalam Kimia Unsur), dan motoriknya (ketrampilan). BAB II : KONSEP DAN PENGEMBANGAN DAN TINJAUAN TEORITIK a. Lulusan Perguruan Tinggi yang Berkualitas (Djanali, dkk, 2005(a) dan 2005(c) Sesuai dengan SK Mendiknas No.232/U/2000 dan No.045/U/2002, kurikulum yang diterapkan di Perguruan Tinggi adalah kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Proses perencanaan pembelajaran berbasis kompetrensi dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pada masiswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Pada KBK tersebut, persyaratan yang harus dipenuhi agar lulusan dapat disebut kompeten antara lain: Mempunyai kemampuan berlandaskan pada kepribadian, Berkemampuan menguasai IPTEKS, Berkemampuan berkarya, Berkemampuan bersikap mandiri, menilai dan mengambil keputusan dengan bertanggung jawab, Berkemampuan hidup bermasyarakat dengan bekerjasama, menghargai perbedaan dan kedamaian. Kemampuan yang harus digali dari peserta didik agar menjadi lulusan yang berkualitas antara lain: Minat ternalar terhadap profesi yang dituju, Kemampuan belajar secara mandiri, Kemampuan mengembangan kreatifitas dan kritis, Kemampuan terbuka terhadap penanganan masalah Agar lulusan berkualitas, pembelajaran harus merupakan upaya bersama antara dosen dan mahasiswa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi landasan untuk menciptakan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Subyek kajian yang harus diberikan agar lulusan berkualitas antara lain: Kemampuan subyek kajian, Kemampuan metodologi, Kemampuan berkehidupan masyarakat, Kemampuan berkomunikasi, Kemampuan menguasai teknologi informasi. b. Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi (Djanali, dkk, 2005(a) dan 2005(b) Yang dimaksud dengan pembelajaran di PT adalah kegiatan terprogram dalam desain FEE (Facilitating, Empowering, Enabling) untuk membnuat mahasiswa belajar secara aktif. Pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan pikir mahasiswa serta dapat meningkatkan dan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upayah meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan. Proses pembelajaran sudah saatnya bergeser dari sekedar transfer ilmu menjadi mengkonstruksikan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga problem based learning menjadi standar pembelajaran yang penting bidang imu-ilmu dasar untuk saat ini. PBL merupakan salah satu motode pembelajaran jenis SCL (Student Centered Learning), yaitu pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa bukan hanya pada aktivitas dosen mengajar. Peran dosen dalam SCL antara lain : Sebagai fasilitator, Mengkaji kompetensi mata kuliah yang perlu dikuasai mahasiswa, Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran, Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya, Mengidentifikasi dan menentukan pola penialaian belajar mahasiswa Kemampuan yang harus dimiliki oleh dosen antara lain : memotivasi diri dan mahasiswa, menguasai materi agar dapat berperan sebagai dinamisator dan fasilitator, 195
merekonstruksikan dasar pengetahuan dan metode pembelajaran, kurikulum, pedagogi (Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif)
menguasai
c. Evaluasi Pembelajaran (Rohani, 2004 ; Suharjono, 2006; Harjanto, 1997; Djanali, dkk, 2005(c) Evaluasi pembelajaran terdiri dari 2 macam, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi hasil terdiri atas assesment berdasarkan test, tanpa test, dan evaluasi diri. Hal ini sesuai dengan paradigma baru pengelolaan PT, bahwa yang menjadi sasaran utama adalah kualitas pengelolaan PT yang salah satunya dapat dilihat dari kualitas lulusannya, bukan hanya dilihat dari kemampuan akademik tetapi juga karakter sebagai manusia yang unggul seperti tercantum dalam UU Sisdiknas Bab II Pasal 4. Berdasarkan metode pembelajaran konstruktif (Anonimous, 2005), test/ujian sebaiknya tidak lagi semata-mata hafalan, tetapi yang merangsang peserta didik untuk berpikir. Sedangkan evaluasi proses dapat terdiri dari assesment sejawat dan survey pendapat mahasiswa. Evaluasi terhadap proses pembelajaran harus tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian proses bertujuan menilai efektifitas dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Objek dan sasaran penilaian proses adalah komponen-komponen sistem pembelajaran itu sendiri, baik yang berkenaan dengan masukan proses maupun dengan keluaran, dengan semua dimensinya. BAB III : PELAKSANAAN DAN EVALUASI A. Pelaksanaan 1. Sosialisasi tujuan kuliah dan perencanaan metode kuliah mata kuliah kimia unsur oleh semua dosen pengasuh serta pembagian kelompok diskusi. (minggu pertama, 1 sks) 2. Presentasi dosen tentang kaitan kimia unsur dengan berbagai aplikasi sekaligus pemberian contoh pertanyaan analisis dan jawabannya. (Minggu pertama, 2 sks) 3. Pengujian model pembelajaran mata kuliah kimia unsur dengan nuansa KKMT dengan cara : a. Kegiatan kelas 1 sks : Tiap kelompok mahasiswa (2 orang) diwajibkan membuat pertanyaan secara tertulis kemudian dikumpulkan dan mahasiswa diminta untuk mengemukakan pertanyaan yang ditulisnya. Setelah pertanyaan terkumpul, dosen membahas kualitas pertanyaan. Pertanyaan yang terkumpul dikelompokkan oleh dosen kemudian dibagikan kepada mahasiswa untuk didiskusikan jawabannya di luar kegiatan kelas (PR). b. Kegiatan kelas 2 sks : Presentasi jawaban pertanyaan oleh tiap kelompok dan kelompok yang lain diminta untuk menganggapinya. Dosen bertindak sebagai moderator dan korektor jika ada jawaban yang salah atau kurang lengkap. c. Pameran poster : Pameran dibagi menjadi 2 sesi dengan masing-masing sesi menampilkan pameran separuh dari jumlah kelompok yang ada. Untuk setiap sesi, anggota kelompok yang tidak sedang bertugas membuat pameran akan menjadi penonton pameran tersebut .
196
B. Evaluasi - Evaluasi hasil belajar Nilai akhir
: 40% ujian, 35% diskusi, dan 25% tugas terstruktur
Nilai ujian
: 50% nilai ujian membuat pertanyaan analisis dan 50% ujian menjawab pertanyaan analisis.
Nilai diskusi : 50% aktifitas berbicara (individu), 30% kualitas pertanyaan dan jawaban individu (diskusi 2 sks), dan 20% kualitas jawaban kelompok (hasil diskusi di luar kelas). Nilai tugas terstruktur : 50% daya tarik penampilan dan 50% kelengkapan isi poster (kelompok) - Evaluasi proses belajar Evaluasi oleh dosen adalah Evaluasi terhadap kebiasaan belajar mahasiswa, meliputi : a. Keaktivan bertanya dan menjawab b. Kualitas pertanyaan dan jawaban, c. Kepatuhan mengerjakan tugas, d. Kehadiran Evaluasi oleh mahasiswa adalah Evaluasi terhadap perangkat pembelajaran, meliputi : Profesionalisme dosen (kemampuan sebagai ,motivator, fasilitator, dinamisator), Metode pembelajaran, Sarana belajar (media belajar, hand out), Waktu. - Indikator kinerja Sebagai patokan keberhasilan terhadap setiap parameter KKMT adalah sebagai berikut : a. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan kritis apabila minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk kualitas pertanyaan lisan dalam forum diskusi 2 sks dan ujian membuat pertanyaan b. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan kreatif apabila minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk kualitas jawaban lisan dalam forum diskusi 2 sks maupun ujian menjawab pertanyaan c. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan terbuka apabila minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk aktivitas berbicara dalam forum diskusi 2 sks d. Mahasiswa peserta mata kuliah kimia unsur dapat dinyatakan mandiri apabila minimal 60% mahasiswa peserta kuliah mendapatkan nilai B untuk tugas terstruktur membuat poster BAB IV : HASIL YANG DICAPAI Dari Gambar 4.1 diketahui bahwa mahasiswa cukup aktif dalam menyusun pertanyaan sebagaimana ditunjukkan oleh persen jumlah pertanyaan yang berhasil dibuat lebih dari 70% dari 10 soal yang ditargetkan. Hal ini dapat terjadi karena mahasiswa merasa dilatih dan termotivasi untuk bersifat kritis sebagaimana ditunjukkan pada data evaluasi dari mahasiswa. Tidak tercapainya angka 100% diperkirakan karena mahasiswa merasa waktu yang disediakan sedikit karena kurang dari 60% mahasiswa menyatakan baik atau juga karena factor daya nalar mengingat dengan pencapaian yang tidak 100% tersebut lebih dari 70% mahasiswa sudah merasa 197
aktif Dari segi kualitas, pertanyaan yang mendominasi adalah pertanyaan analisis yang tidak didasari analisis awal atau dengan nilai B dengan mencapai lebih dari 70%, sementara pertanyaan analisis yang didasari analisis awal (nilai A) masih sangat kecil. Kemungkinan hal ini terkait dengan faktor kemampuan nalar yang masih kurang atau bisa juga karena keterbatasan waktu diskusi yang tersedia. 100 80
jml
60 40 20 0 % jml % pertany. pertanyaan analisis A
% pertany. analisis B
% pertany. deskripsi
Gambar 4.1 Jumlah dan kualitas pertanyaan pada Latihan bersifat Kritis Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa kedisiplinan mahasiswa dalam mengerjakan tugas sangat baik, yaitu mencapai 88%. Sementara kualitas jawaban yang disusun mahasiswa juga baik karena didominasi oleh jawaban dengan kualitas nilai A dengan pencapaian > 60%, yaitu jawaban yang lengkap untuk pertanyaan yang diberikan. Hal ini disebabkan lebih dari 60% mahasiswa menyatakan selalu berdiskusi dalam mencari jawaban atas soal-soal yang diberikan, dengan kehadiran yang sangat baik (> 80%), penggunaan referensi terutama internet, serta sangat termotivasi untuk berlatih bersifat kreatif. 100 80 60 40 20 0 % tepat % % % waktu jawaban A jawaban B jawaban C
Gambar 4.2
Kualitas jawaban (bernilai A, B, C) dan ketepatan waktu mengumpulkan jawaban pada latihan bersifat kreatif
Dari Gambar 4.3 diketahui bahwa mahasiswa yang aktif bertanya atau menjawab pada tiap sesi diskusi rata-rata masih kurang dari 40%. Sedang dari Gambar 4.4 nampak bahwa secara akumulasi dari 3 X diskusi yang diselenggarakan kebanyakan mahasiswa berbicara 2 – 3 X (total hampir 65%) yang berarti kebanyakan mahasiswa hanya berbicara 1X dalam setiap sesi deskusi. Hal ini diperkirakan karena sebagian
198
mahasiswa masih merasa kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat secara lisan, bukan karena kurang niat, karena dari hasil evaluasi mahasiswa menunjukkan bahwa sebenarnya mahasiswa sangat termotivasi untuk berlatih bersikap berani. Selain itu waktu yang tersedia juga masih terlalu pendek. Hal ini dibuktikan dari evaluasi oleh mahasiswa bahwa hanya sekitar 60% mahasiswa menyatakan waktunya cukup. Namun demikian jumlah jawaban yang lebih banyak dari jumlah pertanyaan menunjukkan adanya proses pembahasan yang cukup interaktif antar mahasiswa untuk soal-soal tertentu sehingga melibatkan komentar lebih dari satu kali. Selain itu dari evaluasi diketahui bahwa secara kumulatif dari 3 X diskusi tersebut semua mahasiswa pernah berbicara dalam forum diskusi untuk kelas A dan 95% untuk kelas B. 60
jumlah
40
20
0 %mhs bertanya
%mhs menjawab
Gambar 4.3.
% mahasiswa pasif
jml pertanyaan
jml jawaban
Profil aktivitas bicara dalam forum diskusi 2 sks
Dari Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 diketahui bahwa pertanyaan besifat analisis maupun jawaban yang bersifat lengkap dalam forum diskusi telah mencapai lebih dari 60%. Hal ini menunjukkan bahwa daya nalar mahasiswa secara rata-rata sudah cukup bagus selain ditunjang motivasi yang tinggi untuk berlatih bersifat berani dan terbuka.
199
% mahasiswa
40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
jumlah pertanyaan dan jawaban
Gambar 4.5
Kebiasaan mahasiswa ditinjau dari jumlah pertanyaan dan jawaban secara kumulatif yang dikemukakan selama 3 X diskusi
80
prosentase(%)
70 60 50 40 30 20 10 0 pertany. analisis
Gambar 4.4
pertany. paparan
jawaban lengkap
jawaban kurang
Profil kualitas bicara dalam forum diskusi 2 sks
% mahasisw a
Kebiasaan belajar mahasiswa ditinjau dari kehadiran di kelas sangat baik (ditunjukkan pada Gambar 4.6). Hal ini diperkirakan karena pada setiap pertemuan ada penilaian untuk kegiatan yang sedang berlangsung sehingga mahasiswa cenderung enggan membolos.
100 99 98 97 96 95 94 93 sosialisasi
diskusi 1 sks Gambar 4.6
diskusi 2 sks
ujian/quiz
Kehadiran mahasiswa di kelas
Dari
Gambar 4.7 diketahui bahwa menurut penilaian mahasiswa dosen pengasuh mata kuliah mempunyai profesionalisme yang baik (gabungan sangat baik dan cukup baik) ditinjau dari peranannya sebagai motivator (nilai baik 96,35%), fasilitator (nilai
200
baik 86,05%), kejelasan penyampaian materi (nilai baik 93,30%), dan penguasaan materi (nilai baik 90,55%). 80 sgt baik cukup baik
70
% pe nil aia n
60
kurang baik
50 40 30 20 10 0 motivator
Gambar
fasilitator
4.7.
kejelasan penyampaian materi
penguasaan materi
Evaluasi terhadap profesionalisme dosen
Di mata mahasiswa kualitas pembelajaran melalui metode bernuansa KKMT ini adalah baik (gabungan nilai cukup baik dan sangat baik) berdasarkan evaluasi pada Gambar 4.8 karena nilai baik untuk daya tarik penyampaian materi, materi, kepuasan mengikuti kuliah, serta rangsangan bersikap KKMT semuanya > 80%. Penilaian baik terhadap rangsangan bersikap KKMT ini disebabkan mahasiswa merasa sangat dilatih dan termotivasi untuk kritis melalui diskusi membuat pertanyaan 1 sks untuk kreatif melalui diskusi menjawab pertanyaan), dan berani melalui diskusi membahas jawaban 2 sks . Daya tarik penyampaian materi yang dinilai baik oleh mahasiswa ini diperkirakan karena profesionalisme dosen yang baik serta penyediaan sarana yang baik, antara lain penyediaan flash disk oleh dosen dan pemakaian LCD di setiap forum diskusi 2 sks, serta penyediaan hand out untuk tiap kali diskusi 1 sks. Daya tarik materi yang baik diduga karena materi kimia unsur tidak bersifat diskriptif yang menjemukan, namun berpola analisis yang menantang daya pikir. Selain itu karena kualitas hand out yang juga cukup baik ditinjau dari keringkasan informasi dan sistimaka penyampaian dalam trend golongan yang memudahkan mahasiswa mengkritisi permasalahan. Kepuasan mengikuti kuliah yang baik diperkirakan karena kepuasan mahasiswa yang juga baik (lebih dari 80% mahasiswa menyatakan puas) dalam bertanya maupun menjawab di kelas yang diberikan selama latihan berdiskusi Selain itu juga ditunjang sarana yang cukup baik serta profesionalisme dosen yang sangat baik sebagaimana dibahas sebelumnya.
201
Kualitas pembelajaran
% penilaian
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
sgt baik cukup kurang
rangsangan bersikap KKMT
Gambar
daya tarik penyampaian materi
daya tarik materi
kepuasan mengikuti kuliah
4.8. Evaluasi kualitas metode pembelajaran bernuansa KKMT
persentase penilaian (%)
120 100 80
awal
60
KKMT
40 20 0 kejelasan penyamp
Gambar 4.9.
daya tarik penyampaian materi
daya tarik materi
kepuasan mengikuti kuliah
Perbandingan kualitas pembelajaran Kimia Unsur sebelum dan setelah pelaksanaan metode pembelajaran bernuansa KKMT
Hasil yang dicapai berdasarkan evaluasi nilai Dari Gambar 4.10 diketahui bahwa metode pembelajaran bermuansa KKMT telah berhasil membuat mahasiswa bersifat kreatif dan kritis karena lebih dari 60% mahasiswa mendapatkan nilai minimal B untuk parameter-parameter penunjang sifatsifat tersebut. Namun demikian untuk sifat berani/terbuka belum tercapai dan merupakan PR dari sisa kegiatan yang ada untuk memperbaikinya. Ada beberapa kemungkinan penyebab mahasiswa pasif bicara, antara lain takut salah (tidak percaya diri), sulit mengungkapkan pendapat secara lisan, serta masalah kemampuan daya pikir (kognitif).Penyebab tersebut akan dicari melalui isian kuisioner sebagai upayah pemecahannya. Selain itu hasil evaluasi sementara yang sudah terjaring juga akan disosialisasikan kepada mahasiswa agar mahasiswa termotivasi untuk ikut memperbaikinya.
202
90 80
% jml mhs
70 60 50 40 30 20 10 0 Sifat kritis
Sifat kreatif
Sifat berani dan terbuka
indikator keberhasilan
Gambar 4.10 Indikator keberhasilan penerapan metode pembelajaran bernuansa KKMT
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penerapan metode pembelajaran bernuansa KKMT ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan nilai ujian dan komponen diskusi metode pembelajaran bernuansa KKMT telah berhasil membuat mahasiswa bersikap kritis dan kreatif, namun belum berhasil membuat mahasiswa bersifat terbuka/berani 2. Penerapan metode pembelajaran bernuansa KKMT menyebabkan profesionalisme dosen mengalami peningkatan sebesar 21,55%, daya tarik penyampaian materi sebesar 44,38%, daya tarik substansi/materi sebesar 62.72%, serta kepuasan mahasiswa mengikuti kuliah sebesar 31,36% Saran Perlu dilakukan upayah agar sifat berani/terbuka mahasiswa dapat diwujudkan melalui penerapan metode pembelajaran KKMT dengan lebih memotivasi mahasiswa untuk berani berbicara dalam forum diskusi.
DAFTAR PUSTAKA Harjanto, 1997, Perencanaan Pengajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta. Rohani, A., 2004, Pengelolaan Pengajaran, PT Rineka Cipta, Jakarta. Suharjono, 2006, Lokakarya Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran, Program Hibah Kompetisi A-2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya, Malang. Djanali,S., dkk.,2005(a), Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang-bidang Ilmu, Depdiknas. Djanali,S., dkk.,2005(b), Tanya Jawab Seputar Unit Pengembangan Materi dan proses Pembelajaran di PT, Depdiknas. Djanali,S., dkk.,2005(c), Tanya Jawab Seputar KBK di PT, Depdiknas.
203
Lesson Study Sebagai Alternatif Model Pelatihan Guru Kimia Oleh Achmad Lutfi*
[email protected]
ABSTRAK Lesson Study diangkat sebagai bentuk kegiatan di sekolah-sekolah Jepang dengan atau tanpa diawali dengan riset. Lesson Study bisa diangkat dari pemikiran, ide, atau gagasan pembelajaran inovatif dari seseorang (pemikir, dosen, atau guru), individu ataupun kerja kolektif. Namun pada umumnya merupakan kerja kolaboratif, antara dosen dengan guru, antara peneliti dengan guru, atau guru dengan guru untuk menghasilkan pembelajaran inovatif. Pada prinsipnya Lesson Study tidak selalu harus diset sebagai penelitian, namun ide atau gagasan individual atau kolektif baik dari ahli pendidikan ataupun guru kebanyakan. Sejumlah sekolah di Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Pasuruan serta beberapa sekolah di Surabaya telah melakukan Lesson Study, memperlihatkan bahwa guru: (1) berlatih membuat perencanaan pembelajaran beserta perangkat-perangkat lainnya, (2) berlatih mengiplementasikan rencana pembelajaran yang telah dibuat, dan (3) memperoleh masukan atau klarifikasi atas berbagai kekurangan jelasan, keraguan serta kekeliruan yang terjadi selama pembuatan rencana pembelajaran dan mengimplementasiannya melalui refleksi dan diskusi bersama-sama para guru sejawat dan fasilitator. Atas dasar pengalaman itu maka Lesson Study dapat digunakan sebagai alternatif pembinaan guru kimia dalam upaya meningkatkan profesionalan dan kompetensi guru. Key word: Lesson Study, profesional guru * Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unesa
204
Pendahuluan Banyak model perlatihan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, misal TOT, TOT-Terintegrasi, Pelatihan CTL dan Life skill dan lain-lainnya. Pelatihan-pelatihan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru mengimplementasikan kurikulum dan meningkatkan kompetensi guru yang dinilai belum memadai. Namun pelatihan-pelatihan tersebut masih dirasakan kurang memberikan dampak yang signifikan bagi peserta. Banyak peserta pelatihan yang sampai akhir kegiatan pelatihan merasa belum mempunyai kesiapan yang cukup untuk mencobakan hasil pelatihan itu di kelas mereka. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sekembali dari pelatihan para guru kembali ke kebiasaan semula; tidak memunculkan inovasi maupun perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini dimungkinkan akibat kurangnya porsi waktu untuk latihan implementasi. Kemungkinan lain, pelatihan-pelatihan ini belum maksimal dalam mengagendakan monitoring dan penjaminan sustainabilitas. Pemerintah Indonesia sudah berusaha dengan berbagai cara menghasilkan guru yang bermutu. Lembaga pendidikan guru, ratusan jumlahnya di negeri ini, sayangnya mutunya sangat bervariasi. Pelatihan guru juga sering kali dilaksanakan oleh berbagai lembaga. Namun usaha-usaha pemerintah Indonesia tersebut belum mampu meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang tercermin dari hasil study UNDP 2005 bahwa indek pembangunan manusia Indonesia menempati peringkat 110, ketinggalan dari negara-negara tetangga kita: Singapura (peringkat 25), Brunei (peringkat 33), Malaysia (peringkat 61), Thailand (peringkat 73), Pilipina (peringkat 84), dan Vietnam (peringkat 108). Pertanyaan kita adalah, sudah efektifkah pembinaan guru di Indonesia? Sudah sistematikkah pembinaan guru di Indonesa? Sudah berkelanjutankah pembinaan guru di Indoesia? Dalam perkembangannya, Lesson Study diangkat sebagai bentuk kegiatan di sekolahsekolah di Jepang dengan atau tanpa diawali dengan pembelajaran riset. Lesson Study bisa diangkat dari pemikiran, ide, atau gagasan pembelajaran inovatif dari seseorang (pemikir, dosen, atau guru), individu ataupun kerja kolektif. Namun pada umumnya merupakan kerja kolaboratif, antara dosen dengan guru, antara peneliti dengan guru, atau guru dengan guru untuk menghasilkan pembelajaran inovatif. Pada prinsipnya Lesson Study tidak selalu harus diset sebagai penelitian, namun ide atau gagasan individual atau kolektif baik dari ahli pendidikan ataupun guru kebanyakan. Berikut akan dipaparkan suatu alternatif solusi bagi pembinaan guru di Indonesia melalui lesson study: apa, mengapa, dan bagaimana? Apa Lesson Study? Lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Gambar 1 memperlihatkan tahapan pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study. Pelaksanaan pengkajian pembelajaran melalui kegiatan lesson study dilakukan dalam siklus-siklus kegiatan yang tiap siklusnya terdiri dari 3 tahapan (Plan, Do, See). Tahap pertama, Plan, membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa secara kolaboratif. Tahap kedua, DO, menerapkan rencana pembelajaran di kelas oleh seorang guru sementara guru lain mengamati aktifitas siswa dalam pembelajaran. 205
Tahapan ketiga, SEE, diskusi pasca pembelajaran untuk merefleksikan efektifitas pembelajaran yang dilaksanakan langsung setelah pembelajaran selesai. Hasil refleksi merupakan masukan untuk perencanaan pada siklus berikutnya agar pembelajaran lebih baik dari siklus sebelumnya. Setiap tahapan pengkajian pembelajaran harus dilaksanakan secara kolaboratif dan tidak pernah berakhir melakukan perbaikan pembelajaran.
PLAN (merencanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa)
DO (melaksanakan pembelajaran dan observasi)
SEE (merefleksikan efektifitas pembelajaran untuk perbaikan)
. Siklus kegiatan lesson study
Konsep lesson study telah puluhan tahun dipraktekan di Jepang sebagai bentuk pembinaan profesi guru berkelanjutan. Sekarang, negara-negara maju seperti Amerika Serikat, German, dan Australia belajar lesson study dari Jepang. Sekarang lesson study telah berkembang pula di Indonesia. Cikal bakal lesson study di Indonesia dikembangkan melalui IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project), suatu proyek kerjasama teknis JICA, sejak tahun 1998. Mengapa Lesson Study? Ilmu pengetahuan dan teknologi cepat sekali berkembang oleh karena itu pengetahuan dan keterampilan guru pun harus selalu dimutahirkan secara periodik, sebulan sekali, setahun sekali, atau lima tahun sekali. Walau seorang guru lulus dari suatu lembaga pendidikan guru terkemuka, apabila yang bersangkutan tidak pernah diikut sertakan dalam pelatihan maka guru tersebut akan ketinggalan informasi perkembangan pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya guru tersebut akan menyendiri melakukan persiapan dan tertutup terhadap inovasi serta saran untuk perbaikan. Kemungkinan besar guru seperti itu mendominasi kelas dengan ceramahnya, tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreatifitas. Sementara Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19, ayat 1 mengatakan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, 206
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik”. Bagaimana Melakukan Persiapan Lesson Study? Telah dikemukakan sebelumnya bahwa lesson study pada dasarnya meliputi tiga tahapan kegiatan yakni perencanaan, implementasi, dan refleksi. Untuk mempersiapkan sebuah lesson study hal pertama yang sangat penting adalah melakukan persiapan. Tahap awal persiapan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi masalah pembelajaran yang meliputi materi ajar, teaching materials, strategi pembelajaran, dan siapa yang akan berperan menjadi guru. Materi ajar yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku serta program yang sedang berjalan di sekolah. Analisis mendalam tentang materi ajar yang dipilih perlu dilakukan secara bersama-sama untuk memperoleh alternatif terbaik yang dapat mendorong proses belajar siswa secara optimal. Pada tahapan analisis tersebut perlu dipertimbangkan kedalaman materi yang akan disajikan ditinjau antara lain dari tuntutan kurikulum, latar belakang pengetahuan dan kemampuan siswa, kompetensi yang akan dikembangkan, serta kemungkinan-kemungkinan pengembangan dalam kaitannya dengan materi terkait. Dalam kaitannya dengan materi ajar yang dikembangkan, juga perlu dikaji kemungkinan-kemungkinan respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sangat penting dilakukan terutama untuk mengantisipasi respon siswa yang tidak terduga. Jika materi ajar yang dirancang ternyata terlalu sulit bagi siswa, maka kemungkinan alternatif intervensi guru untuk menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa perlu dipersiapkan secara matang. Sebaliknya, jika ternyata materi ajar yang dirancang terlalu mudah bagi siswa maka kemungkinan intervensi yang bersifat pengembangan perlu juga dipersiapkan. Dengan demikian, sebelum implementasi pembelajaran berlangsung guru telah memiliki kesiapan yang mantap sehingga proses pembelajaran yang terjadi pada saat lesson study dilaksanakan mampu mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan yang diharapkan.
Lesson Study Di Sumedang
Lesson Study sebagai model untuk pelatihan guru Mencermati makna dan praktik Lesson Study yang menarik tersebut, rasanya sangat tepat bila kegiatan ini dikembangkan di kalangan sekolah atau di MGMP. Lesson Study perlu diangkat menjadi wahana berlatih bersama, menjadi wahana belajar bersama di kalangan guru di suatu sekolah atau kelompok MGMP. Lesson Study dapat dilaksanakan sebagai kegiatan teragenda atau inisiatif guru, sekolah, atau MGMP. Namun bisa juga untuk skala yang lebih besar, Lesson Study diangkat menjadi model pelatihan guru. Pemerintah atau otoritas pendidikan dapat mengundang sejumlah besar 207
guru dan ahli pendidikan untuk berlatih melakukan preparasi atau penyiapan perencanaan pembelajaran inovasif, pengimplementasikan rencana, dan melakukan refleksi secara bersama-sama dan berkesinambungan. Dengan pelatihan menggunakan Lesson Study, memungkinkan seseorang guru untuk: (1) Berlatih membuat perencanaan pembelajaran beserta perangkat-perangkat, penyela lainnya, (2) berlatih mengiplementasikan rencana pembelajaran yang telah dibuat, dan (3) memperoleh masukan atau klarifikasi atas berbagai kekurangan jelasan, keraguan serta kekeliruan yang terjadi selama pembuatan rencana pembelajaran dan mengimplementasiannya melalui refleksi dan diskusi bersama-sama para guru sejawat dan fasilitator. Kegiatan Lesson Study ini haruslah berujung pada upaya meningkatkan keprofesionalan dan kompetensi guru. Selanjutnya Lesson Study haruslah mengatrol kualitas pembelajaran dan kualitas belajar siswa yang pada akhirnya berujung kepada peningkatan kualitas hasil belajar siswa. Oleh karenanya, mengangkat suatu inovasi yang benar-benar akan mendatangkan manfaat bagi perbaikan kualitas pembelajaran dan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa menjadi fokus perhatian pengembangan Lesson Study ini. Secara substansi, sebagian atau bahkan keseluruhan langkah-langkah ini, mungkin bukanlah hal yang baru, yang sudah banyak dikembangkan dalam pelatihanpelatihan atau kegiatan penelitian. Namun bentuk coopetarive dan collaborative work yang menonjol dalam berlatih membelajarkan siswa tersebut merencanakan pembelajaran inovative work yang menonjok dalam berlatih membelajarkan siswa tersebut rupanya sulit ditemukan pada model-model pelatihan sebelumnya. Latihanlatihan merencanakan pembelajaran inovasive, latihan implementasi dan analisis performansi, serta refleksi secara bersama-sama merupakan warna khas Lesson Study yang dapat meningkatkan kesejawatan antar guru, meningkatkan kompetensi dan keprofesionalan guru. Oleh karenanya memungkinkan dijadikan sebagai alternatif model pelatihan guru.
Lesson Study di Yogjakarta
Lesson Study di berbagai lokasi Beberapa SMP dan SMA di Sumedang kerjasama dengan Pemda Kabupaten Sumedang dengan UPI, UNY bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Bantul, dan UM bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Pasuruan serta di Dinas Pendidikan Kota Surabaya dengan Unesa telah mengadakan Lesson Study. Dampak atau hasil yang diperoleh setelah Lesson Study, antara lain:
208
a. Kualitas guru meningkat di dalam melaksanakan pembelajaran berbasis konstruktivisme, baik di dalam mempersiapkan, melaksanakan maupun pelaksanaan asesmen. b. Peningkatan performance siswa, baik kognitif, afektif maupun psikomotor. c. Peningkatan ketrampilan guru dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). d. Meningkatkan ketrampilan guru dalam merancang kegiatan demostrasi, praktikum dan kegiatan pembelajaran di luar kelas. e. Tumbuhnya rasa percaya diri guru karena melihat siswa meningkat minat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran.
Lesson Study Di Malang
f. Semakin banyak media pembelajaran yang dihasilkan untuk materi pembelajaran MIPA. g. Guru berani menyampaikan karya ilmiah dalam forum seminar di Perguruan Tinggi.
Lesson Study Di Surabaya
Bagaimana Tindak Lanjut dari Kegiatan Lesson Study?
209
Kegiatan lesson study pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang mampu mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning community) yang secara konsisten melakukan continuous improvement baik pada level individu, kelompok, maupun pada sistem yang lebih umum. Pengetahuan yang dibangun melalui lesson study dapat menjadi modal sangat berharga untuk meningkatkan kualitas kinerja masing-masing fihak yang terlibat. Sebagai contoh, seorang guru yang terlibat dalam observasi sebuah lesson study berhasil menemukan sejumlah hal penting berkenaan dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Menurut pendapatnya, bahan ajar eksploratif yang digunakan ternyata telah mampu mendorong kreativitas siswa sehingga mereka mampu menampilkan sebuah strategi baru yang bersifat orisinal. Berdasarkan pengalaman ini guru akan berusaha mencoba menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran di sekolahnya. Seorang Kepala Sekolah, setelah mengikuti beberapa kali lesson study secara intensif, mengajukan pendapatnya bahwa kegiatan tersebut sangat potensial mendorong banyak fihak untuk melakukan hal yang terbaik. Siswa ternyata menunjukkan motivasi yang sangat tinggi untuk menunjukkan potensinya masingmasing pada saat lesson study dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut mampu menjadi dorongan untuk tumbuhnya motivasi berprestasi pada diri siswa. Guruguru lain yang baru melihat aktivitas lesson study banyak yang mulai tertarik untuk mencobanya. Dengan mencoba melakukan lesson study, berarti guru terdorong untuk melakukan persiapan yang lebih baik dibanding biasanya sehingga proses pembelajaran yang dikembangkan kadang-kadang sangat di luar dugaan bahkan sangat inovatif. Seorang guru kimia yang telah memerankan sebagai guru model berpendapat bahwa dengan Lesson Study memungkinkan melakukan menilaian aspek psikomotor dan afektif siswa yang selama ini sulit dilakukan oleh guru. Hal ini dimungkinkan karena hadirnya observer yang cukup banyak. Seorang dosen, setelah beberapa kali mengikuti kegiatan lesson study juga mengaku mulai terpengaruh untuk mencoba memperkenalkan dan menerapkan hal-hal positif yang dia dapatkan dari aktivitas tersebut pada kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Seorang Dekan juga tidak kalah dengan fihak-fihak lain untuk mencoba mengambil manfaat dari lesson study bagi mahasiswa calon guru di fakultasnya. Berdasarkan pengalamannya melakukan lesson study bersama guru-guru di sekolah, dia akhirnya menetapkan suatu kebijakan bahwa setiap mahasiswa peserta Program Pengalaman Lapangan diharuskan terlibat secara aktif dalam kegiatan lesson study. Keterlibatan mahasiswa tersebut tidak hanya terbatas sebagai observer, akan tetapi juga sebagai pelaku utama yakni sebagai guru pengajarnya. Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa kegiatan lesson study ternyata memiliki dampak cukup luas bagi munculnya kegiatan-kegiatan lain yang inovatif. Dengan demikian, jika lesson study yang dilakukan benar-benar dipersiapkan dengan baik sehingga setiap orang yang mengikuti merasa memperoleh pengetahuan yang sangat berharga, maka baik disadari atau tidak tindak lanjut dari kegiatan tersebut akan terjadi dengan sendirinya yang dapat berlangsung pada tataran individu, kelompok, atau sistem tertentu. Sehingga dapat dijadikan suatu alternatif bagi pembinaan (in service) guru kimia di berbagai lokasi.
210
Konsep Lesson Study juga perlu disampaikan kepada calon guru yang saat ini masih berstatus mahasiswa, dengan harapan bila meraka nanti menjadi guru akan bisa melakukannya. Daftar Pustaka Baba,T. and Kojima, M. (2003). Lesson Study, In Japan International Cooperation Agency (Ed.) Japanese Eductional Experiences. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. FMIPA Unesa. 2007. Pelaksanaan Lesson Study di FMIPA Unesa (Laporan Pada Pertemuan Forum MIPA LPTK se Indonesia di UPI Nov 2007). Surabaya: FMIPA Unesa Indonesia (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional. Lewis, C., Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study. Educational Leadership. Lutfi, Achmad. 2005. Model Pelatihan Guru dengan Lesson Study (Makalah Seminar). Gresik: Unmuh Gresik. Stevenson., H.W., and Stigler, J.W. (1999). The Learning Gap. New York: Touchstone. Nonaka (2005). Knowledge Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia. Stigler, J.W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the World’s Teachers for Improving Education in the Classroom. New York: The Free Press. Saito, E., Harun, I., Kuboki, I. and Tachibana, H. (2006). Indonesian Lesson Study in Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Journal of In-service Education. 32 (2): 171-184. Saito, E., Sumar, H., Harun, I., Ibrohim, Kuboki, I., and Tachibana, H. (2006). Development of School-Based In-Service Training Under an Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Improving School. 9 (1): 47-59. Saito, E., Harun. I., Sumar, H. (2006). Affect of Lower Secondary Students Towards Mathematics and Science Education in Indonesia. Spektra, 6(1): 11-21. Sumar Hendayana, et.al. (2006). Lesson Study: Pengalaman IMSTEP-JICA. Bandung UPI Press.
211
PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA PADA MATERI TERMOKIMIA KELAS XI SEMESTER I SEBAGAI PENUNJANG KURIKULUM 2004 Puji Ariyati, Bambang Sugiarto ABSTRAK Buku ajar merupakan sarana efektif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu dikembangkan perangkat pembelajaran berupa buku ajar kimia khususnya pada materi Termokimia sebagai penunjang kurikulum 2004 yang layak digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan buku siswa yang dikembangkan pada materi Termokimia bagi siswa SMA kelas XI semester I. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan perangkat 4D model yaitu: pendefinisian (Define), perancangan (Design), pengembangan (Develop), penyebaran (Disseminate). Sasaran penelitian ini adalah buku ajar kimia untuk SMA kelas XI semester I pada materi Termokimia dan sebagai sumber data adalah 3 ahli materi (dosen kimia), 3 guru kimia SMA dan 9 siswa SMA. Metode pengumpulan data menggunakan angket dan analisis data yang dilakukan secara deskriptif kuantitatif dari persentase untuk mengetahui kelayakan buku ajar yang dikembangkan. Sedangkan angket siswa digunakan untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap buku ajar yang dikembangkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa buku ajar kimia yang dikembangkan pada materi Termokimia berdasarkan hasil penilaian rata-rata dari dosen dan guru kimia dikatakan memenuhi: 1) Kriteria komponen model buku siswa dengan skor rata-rata 3,34 (sangat memenuhi), 2) Kriteria materi dengan skor rata-rata 3,25 (sangat memenuhi), 3) Kriteria penyajian dengan skor rata-rata 3,53 (sangat memenuhi), 4) Kriteria kebahasaan dengan skor rata-rata 3,25 (sangat memenuhi), 5) Kriteria penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi dan mendukung kegiatan belajar mengajar dengan skor rata-rata 3,44 (sangat memenuhi). Hasil uji coba terbatas siswa diperoleh: 1) Kriteria penyajian fisik 95,06%, 2) Kriteria penyajian materi 92,93% dan 3) Kriteria bahasa 95,06%. Hasil tahap penyebaran buku ajar pada siswa diperoleh: 1) Kriteria penyajian fisik 95,06%, 2) Kriteria penyajian materi 94,27% dan 3) Kriteria bahasa 95,06%. Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia yang dikembangkan telah layak digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dan mendapat respon positif dari siswa.
Kata kunci : Pengembangan, Buku Ajar Kimia, Termokimia, Kurikulum 2004
212
A. PENDAHULUAN Pendidikan selalu menjadi sorotan atau topik pembicaraan bagi pemerintah maupun masyarakat. Pola pikir masyarakat yang semakin kritis telah melahirkan kritik dan saran bagi kondisi pendidikan di Indonesia. Pemerintah berusaha memperbaiki dan meningkatkan pendidikan dengan melaksanakan kurikulum 2004 yang dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan sesuai dengan tuntutan zaman dan reformasi yang sedang bergulir, menjawab tantangan dan arus globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur dan adaptif terhadap berbagai perubahan (Mulyasa, 2003:7). Kurikulum sains menyediakan berbagai pengalaman belajar yang mencakup baik konsep atau proses sains dimana ada keseimbangan antara pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan yang dimiliki pebelajar tentang sesuatu (fakta, generalisasi, pendapat, aturan permainan) dan pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan yang dimiliki siswa tentang bagaimana melakukan sesuatu (mendeklamasikan sesuatu, memainkan permainan) (Depdiknas, 2003: 1). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Aneka ragam sumber belajar dapat didayagunakan dalam proses pembelajaran. Selain itu sumber belajar juga dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar sebab pada hakekatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan). Bahan ajar merupakan sumber belajar dan perangkat pembelajaran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Buku dalam proses belajar mengajar adalah salah satu sumber yang berisi materi utama kurikulum sesuatu bidang studi atau sub bidang studi. Maka jelaslah bahwa buku merupakan sarana umum yang dianggap paling efektif, walaupun sekarang peralatan elektronik lebih canggih dan modern. Bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum 2004 SMA harus memenuhi tiga aspek yaitu aspek afektif yang menitik beratkan pada motivasi dan minat belajar, sikap, kerjasama, kedisiplinan, kehadiran. Aspek kognitif yang menitik beratkan pada pengetahuan/ teori, misalnya : menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisa, sintesa dan evaluasi. Aspek psikomotorik yang menitik beratkan pada keterampilan gerak fisik, contoh : mempraktikkan, melaksanakan tugas, penguasaan pengetahuan sesuai dengan standar operasional prosedur (Depdiknas, 2003: 1). Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari buku-buku yang beredar khususnya pada materi pokok Termokimia, diantaranya: Buku 1 (penerbit I) telah menyajikan materi yang didukung dengan fitur-fitur seperti orbital kimia yang berisi informasi mengenai tokoh kimia dan topik faktual yang berhubungan dengan ilmu kimia, kimia interaktif yang menghubungkan kimia dengan lingkungan sekitar, rangkuman dalam bentuk peta konsep dan soal-soal latihan. Kelemahan dalam buku ini yaitu belum dilengkapi dengan lab mini yang berisi kegiatan laboratorium sederhana dan belum
213
menganalogikan materi dengan kehidupan sehari-hari. Buku 2 (penerbit II) sudah menyajikan materi yang didukung dengan fitur-fitur yang menganalogikan materi dengan hal-hal yang ada dengan lingkungan sekitar, soal-soal latihan, informasi mengenai tokoh kimia namun buku ajar ini juga belum dilengkapi dengan lab mini. Buku 3 (penerbit III) telah menyajikan materi yang didukung dengan fitur-fitur seperti lab mini yang dapat memperkaya pengalaman siswa, kata kunci yang mempermudah siswa memahami konsep, namun buku ajar ini belum menganalogikan materi dengan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil observasi buku ajar yang digunakan siswa, peneliti membuat angket prapenelitian. Berdasarkan hasil angket yang diberikan pada siswa SMA Negeri Surabaya diketahui bahwa siswa masih tergantung pada penjelasan guru dalam pembelajaran kimia. Selain itu berdasarkan hasil angket yang telah diedarkan sebanyak 64,10% siswa mengatakan tertarik pada pembelajaran kimia, sebanyak 71,79% siswa mengatakan bahwa materi termokimia adalah materi yang sulit dipelajari, sebanyak 69,23% siswa mengatakan buku penunjang yang dipakai belum dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan sebanyak 53,85% siswa mengatakan buku penunjang yang dipakai terdapat sedikit gambar yang menunjang materi. Buku ajar atau buku penunjang yang beredar saat ini sangat banyak, buku tersebut dapat memberi kemudahan siswa dalam aktifitas belajar. Buku ajar yang beredar di lapangan telah banyak sekali menyajikan fitur-fitur yang diharapkan dapat mempermudah siswa dalam belajar dan memahami materi pelajaran. Pada kenyataannya buku yang beredar belum sepenuhnya menunjang siswa dalam belajar khususnya materi yang akan diteliti yaitu termokimia yang diajarkan pada siswa SMA kelas XI semester 1. Sebagai penunjang kurikulum 2004, buku ajar yang dikembangkan diharapkan dapat menunjukkan bagaimana kimia dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata, selain itu siswa diharapkan memperoleh pengetahuan yang lebih luas seperti yang terdapat pada fitur: ilmuwan kita, info kimia (berupa gambar, analogi, dll), lab kimia, peneliti cilik, jelajah, berfikir kritis sehingga dapat menerapkan kimia dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Dengan mengkaji uraian diatas, dilakukan penelitian Pengembangan Buku Ajar Kimia Pada Materi Termokimia Kelas XI Semester I Sebagai Penunjang Kurikulum 2004 yang dapat membantu siswa menemukan konsep-konsep kimia serta sesuai dengan kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Penelitian pengembangsan buku ajar kimia SMA pada materi Termokimia yang mengacu pada model pengembangan perangkat 4-D (Four D Model) yang dikemukakan oleh Thiagrajan yang terdiri dari 4 tahap, yaitu Define (Pendefinisian), Design (Desain), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebaran). Rancangan penelitian ini secara skematis digambarkan pada gambar 1.
214
Deskripsi dari masing-masing tahap adalah sebagai berikut: 1. Tahap Pendefinisian (Define) Tahap ini bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari 5 langkah pokok, yaitu: a. Analisis Ujung Depan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis ujung depan adalah kurikulum yang berlaku, tantangan dan tuntutan masa depan. b. Analisis Siswa Analisis siswa dilakukan untuk menelaah karakteristik siswa sebagai acuan dalam perancangan dan pengembangan bahan pembelajaran. Karakteristik ini meliputi pengalaman siswa dan kemampuan kognitif. Siswa yang dijadikan subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI yang sebelumnya sudah memiliki dasar pengetahuan tentang materi termokimia. Menurut teori perkembangan Piaget, siswa pada usia antara 11- dewasa berada pada tahap operasional formal yang seharusnya sudah mampu berfikir abstrak dan menalar. c. Analisis Tugas Analisis tugas merupakan kumpulan prosedur untuk menentukan isi satuan pelajaran, yang dilakukan dengan merinci isi mata pelajaran dalam bentuk garis besar. Analisis tugas mencakup tentang pemahaman tugas yang akan dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2004 untuk SMA kelas XI pada materi termokimia b. Analisis Materi Analisis materi dilakukan dengan mengidentifikasi materi-materi yang terkait dengan materi termokimia yang akan digunakan untuk menyusun bahan ajar secara rinci dan sistematis. c. Spesifikasi Indikator Pembelajaran Pada tahap ini dirumuskan indikator-indikator pembelajaran pada materi pokok termokimia berdasarkan analisis tugas dan analisis konsep tersebut diatas. 2. Tahap Perancangan (Design) Tujuan pada tahap ini adalah merancang perangkat pembelajaran berupa buku ajar kimia. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: penulisan, pengadopsian, pembuatan buku ajar, dan konsultasi dengan dosen pembimbing. Pemilihan bahan acuan dan format untuk pengembangan perangkat pembelajaran materi Termokimia diperoleh dengan cara mengkaji bahan acuan dan format dari Glencole (2000), Raymond Chang (2003) dan J.G.R Briggs (2000) yang isinya akan diadaptasikan dengan kurikulum 2004 SMA.
215
Model pengembangan pada penelitian ini secara skematis dapat digambarkan seperti diagram berikut: ANALISIS UJUNG DEPAN
DEFINE ANALISIS SISWA
ANALISIS TUGAS
ANALISIS KONSEP
SPESIFIKASI INDIKATOR PEMBELAJARAN
PENYUSUNAN BAHAN AJAR DESAIN AWAL BAHAN AJAR
DESIGN DRAFT I
TELAAH OLEH AHLI MATERI DRAFT II
REVISI I
VALIDASI AHLI MATERI
DEVELOP DOSEN KIMIA
GURU KIMIA
ANALISA DATA DRAFT III
REVISI II
UJI COBA TERBATAS PADA 9 SISWA BUKU AJAR
REVISI III
DISSEMINATE PENGGUNAAN BUKU AJAR DALAM SKALA LUAS (KELAS)
Gambar 1. Model pengembangan buku ajar kimia SMA model 4D (diadaptasi dari Ibrahim, 2001).
216
3. Tahap Pengembangan (Develop) Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan para pakar dan siswa. Tahap ini meliputi: a. Telaah Buku yang telah di desain awal (draft I) ditelaah oleh 3 ahli materi (validasi isi dan konstruksi) untuk memberi masukan atas buku tersebut. Telaah ini hanya untuk memperbaiki susunan awal buku ajar (draft I) b. Revisi I Selanjutnya draft I mengalami revisi I sehingga menghasilkan draft II c. Validasi Draft II divalidasi (validasi isi dan konstruksi) oleh tim ahli materi yang terdiri dari 3 orang dosen kimia Universitas Negeri Surabaya dan 3 orang guru kimia. Dalam memvalidasi ini, penelaah sekaligus memberi masukan atas buku tersebut. sehingga diperoleh data penilaian tentang buku ajar kimia yang telah direvisi dengan mengisi lembar instrument penilaian . d. Analisa data Hasil penilaian atau validasi oleh penelaah ahli materi dan guru kimia serta hasil uji-coba terbatas oleh siswa, dianalisis untuk mengetahui respon terhadap buku ajar yang dikembangkan dan memperbaiki buku ajar yang dikembangkan sehingga buku ajar tersebut layak dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar. e. Revisi II Hasil analisis data dari validasi dosen dan guru kimia mengalami revisi II sehingga menghasilkan draft III. f. Uji Coba Draft III di uji-cobakan pada 9 orang siswa (uji coba terbatas) SMA kelas XI. Hasil uji coba terbatas ini adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap buku ajar kimia yang dikembangkan. g. Revisi III Hasil uji coba terbatas buku ajar kimia mengalami revisi III sehingga menghasilkan draft IV, yaitu buku ajar yang layak untuk digunakan. 4. Tahap Penyebaran (Disseminate) Tahap ini merupakan tahapan penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, sekolah lain, oleh guru yang lain dan sebagainya. Tahap ini bertujuan untuk menguji efektifitas penggunaan buku ajar dalam kegiatan belajar mengajar. Data uji coba dikumpulkan dengan menggunakan instrumen pengumpulan data. Instrumen yang dikembangkan, yaitu : 1. Lembar Validasi Buku 2. Lembar Angket Respon Siswa Terhadap Buku `Lembar validasi untuk dosen dan guru kimia serta lembar angket respon siswa diadopsi dan dimodifikasi dari Pusat Perbukuan Nasional (2006) dan Nur (2002). Lembar validasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pendapat ahli materi (dosen kimia), guru kimia, dan siswa terhadap kelayakan buku ajar yang telah dihasilkan. Langkah yang dilakukan adalah menyiapkan angket dengan persetujuan dosen pembimbing, menggandakan angket, membagikan angket berturut-turut
217
kepada 3 orang ahli materi (dosen kimia), 3 orang guru kimia, dan 9 orang siswa SMA kelas XI. Hasil validasi tersebut digunakan untuk menilai kelayakan dan mengetahui pendapat mereka tentang buku ajar yang dikembangkan. Selanjutnya dianalisis dan direvisi II sehingga menghasilkan draft III yang di uji cobakan pada 9 siswa SMA kelas XI sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan mengalami revisi III sehingga menghasilkan master buku ajar (draft IV). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengelompokkan data yang berasal dari penilaian ahli materi (dosen kimia) dan penilaian guru kimia, kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menggunakan skala likert. Tabel 1. Skala Likert. Penilaian Nilai skala Sangat baik 4 Baik 3 Cukup 2 Kurang 1 Cara penilaian kelayakan dari tiap kriteria digunakan rumus sebagai berikut : JumlahSkorYangDicapai HasilPenilaian JumlahPeserta Tabel 2. Kriteria Interpretasi Skor (Memenuhi/ Tidak Memenuhi), yaitu : Skor Kriteria 0 – 0,83 Sangat kurang memenuhi kriteria 0,84 – 1,63 Kurang memenuhi kriteria 1,64 – 2,43 Cukup memenuhi kriteria 2,44 – 3,23 Baik memenuhi kriteria 3,24 – 4 Sangat baik memenuhi kriteria. (Riduwan, 2003: 15) Penilaian respon siswa diperoleh dari angket (lembar observasi) respon siswa setelah membaca buku panduan siswa, kemudian di analisis dengan prosentase. Hasil prosentase tersebut disimpulkan dalam kalimat deskriptif. Cara penilaian : Jumlah skor dari seluruh siswa %Hasil penilaian x100% JumlahSkorTertinggi Penilaian menggunakan penilaian : Ya :3 Kurang :2 Tidak :1
218
Tabel 3. Kriteria Interpretasi Skor (Memenuhi/ Tidak Memenuhi), yaitu : Skor Kriteria 0% - 20% Sangat kurang memenuhi kriteria 21% - 40% Kurang memenuhi kriteria 41% - 60% Cukup memenuhi kriteria 61% - 80% Baik memenuhi kriteria 81% - 100% Sangat baik memenuhi kriteria. (Riduwan, 2003: 15) Berdasarkan kriteria tersebut, buku ajar sebagai penunjang kurikulum 2004 pada materi Termokimia kelas XI dalam penilaian ini dikatakan layak apabila persentasinya 61% baik memenuhi kriteria dan sangat layak apabila prosentasenya 81% sangat baik memenuhi kriteria (Riduwan, 2003). C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 4. Data Hasil Penilaian oleh Ahli Materi (Dosen dan Guru kimia) NILAI ASPEK YANG DINILAI N RATANILAI O RATA KATEGORI 1 Komponen Model Buku Siswa 3,34 Sangat memenuhi 2
Komponen Materi Kriteria Kebahasaan
3
3,25
Sangat memenuhi
3,44
Sangat memenuhi
3,53
Sangat memenuhi
3,44
Sangat memenuhi
Kriteria Penyajian 4 Kriteria Penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi dan mendukung kegiatan belajar mengajar
5
Tabel 5. Data Hasil Uji Coba Terbatas Persen tase rata-rata No 1
Pertanyaan Kriteria penyajian fisik
95,06%
2
Kriteria penyajian konsep
92,93%
3
Kriteria Bahasa
95,06%
Nilai kategori Sangat memenuhi Sangat memenuhi Sangat memenuhi
Tabel 6. Data Hasil Tahap Penyebaran Persen tase rata-rata No 1 2
Pertanyaan Kriteria penyajian fisik
95,06%
Kriteria penyajian konsep
94,27%
219
Nilai kategori Sangat memenuhi Sangat
3
Kriteria Bahasa
95,06%
memenuhi Sangat memenuhi
Berdasarkan tabel 4, tabel 5 dan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia SMA sebagai penunjang kurikulum 2004 pada materi Termokimia yang dikembangkan layak digunakan dalam proses pembelajaran. D. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa buku ajar kimia yang dikembangkan pada materi termokimia telah layak dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dilihat dari hasil penilaian rata-rata dari dosen, guru kimia, uji coba terbatas dan respon siswa pada tahap penyebaran. Kelayakan buku ajar tersebut ditinjau dari: 1. Hasil penilaian dosen dan guru kimia : a. Kriteria komponen model buku siswa dengan skor rata 3,34 yang diartikan sangat memenuhi b. Kriteria materi dengan skor rata-rata 3,25 yang diartikan sangat memenuhi. Kriteria penyajian dengan skor rata-rata 3,53 yang diartikan sangat memenuhi c. Kriteria kebahasaan dengan skor rata-rata 3,25 yang diartikan sangat memenuhi d. kriteria penilaian buku siswa dalam menunjang inovasi dan mendukung kegiatan belajar mengajar dengan skor rata-rata 3,44 yang diartikan sangat memenuhi 2. Respon siswa pada data uji coba terbatas: Kriteria penyajian fisik 95,06%, kriteria penyajian materi 92,93% dan kriteria bahasa 95,06%. Secara umum siswa mengatakan bahwa buku ajar yang dikembangkan menarik, memudahkan siswa dalam belajar dan memotivasi siswa dalam belajar. 3. Respon siswa pada tahap penyebaran : Kriteria penyajian fisik 95,06%, kriteria penyajian materi 94,27% dan kriteria bahasa 95,06%. Secara umum siswa mengatakan bahwa buku ajar yang dikembangkan menarik, memotivasi siswa dan memudahkan siswa dalam belajar. E. DAFTAR PUSTAKA Azizah, Utiya. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Lamongan : Tim PKM Dosen FMIPA. Azizah, Utiya. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Surabaya: Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Belawati, Tian. 2004. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
220
Ibrahim, Muslimin.. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Jerold E. Kemp & Thigrajan. Surabaya: Faculty of Mathematics and Science State University of Surabaya. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung; Remaja Rosdakarya. Nur, Mohamad. 2001. Ide-Ide Inovatif Dalam Mengajar, Belajar, dan Asesmen Mata Pelajaran Matematika dan Sains SMP dan MTs. Samarinda: Dinas Pendidikan Nasional. Nur, Mohamad. 2002. Beberapa Karakteristik Perangkat Pembelajaran dan Multi Media IPA Yang Baru. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Nur, Mohamad. 2003. Kesesuaian Bahan Ajar Contextual Teaching and Learning Dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Mata Pelajaran MIPA SLTP. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA. Nur, Mohamad. 2003. Pendekatan Pembelajaran dan Asesmen Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional UNESA Pusat Pmbinaan dan Pengembangan Pendidikan. Riduwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Workshop MGMP SMA Jawa Timur. 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Surabaya: Dinas Pendidkan dan Kebudayaan.
221
FENOMENA PEMBELAJARAN IPA SMP TERBUKA DI KOTA MOJOKERTO Vonny Septiana dan Suyono
Abstrak:
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui fenomena pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto. Pelaksanaan penelitian dengan metode triangulasi yaitu mengecek balik derajat kepercayaan informasi tentang kurikulum, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto masih belum maksimal ditandai dengan tidak digunakannya media pembelajaran, rendahnya kualitas guru pamong, penggunaan kurikulum yang tidak efektif, dan rendahnya kesadaran siswa untuk menuntut ilmu. Kata Kunci : Metode Triangulasi, Pembelajaran IPA, SMP Terbuka
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar pada saat ini terutama dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Depdiknas melaksanakan wajib belajar 9 tahun pada pendidikan dasar (SD dan SMP) yang dimulai pada tahun 1993/1994. Salah satu upaya untuk menuntaskan wajar 9 tahun antara lain menambah daya tampung SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan membangun Unit Sekolah Baru (USB) di daerah yang belum memiliki SMP/MTs dan menambah ruang kelas bagi daerah memiliki SMP/MTs (www.kapanlagi.com). Selain itu pamerintah juga terus melakukan inovasi untuk dapat menuntaskan wajar 9 tahun. Salah satu di antaranya adalah dengan membuka SMP Terbuka karena dengan pertimbangan banyaknya lulusan SD yang tidak tertampung untuk bersekolah di SMP Reguler. Banyak hal yang menyebabkan mengapa banyak lulusan SD tidak tertampung pada SMP Reguler, di antaranya: nilai yang kurang memenuhi persyaratan, faktor ekonomi orang tua, transportasi, letak geografis, dan harus membantu orang tua untuk bekerja. SMP Terbuka merupakan salah satu pendidikan jalur formal yang menggunakan prinsip belajar secara mandiri. Bahan belajar utama siswa adalah bahan cetak (modul) dan bahan penunjang lain seperti program radio, kaset audio, OHP, dan televisi. Di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) siswa wajib datang 4-5 hari dalam seminggu dengan alokasi waktu kurang lebih 4 jam pelajaran. Di TKB siswa dibimbing oleh guru pamong sebagai fasilitator (tutor) yang diharapkan akan mampu membantu siswa dalam belajar lebih intensif di TKB (www.dwp.or.id). Mata pelajaran yang diajarkan di SMP Terbuka sama dengan yang diajarkan di SMP reguler lainnya termasuk pelajaran IPA. Dalam mempelajari IPA diperlukan kreativitas yang tinggi dan bercirikan belajar aktif serta lebih diutamakan peran siswa sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran
222
IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2003). Apakah idealisme itu terjadi di SMP Terbuka yang ada di Indonesia? Bagaimana pula yang terjadi di kota Mojokerto? SMP Terbuka yang mulai dikembangkan pada tahun 1979 ternyata tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Ini terbukti dengan banyaknya siswa SMP terbuka yang tidak lulus UAN. Sebagai contoh adalah yang terjadi di Bali pada tahun 2006 sebanyak tiga SMP terbuka di Bali siswanya tidak lulus 100% (www.balipost.com). Di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah sebanyak 243 siswa dari 280 siswa SMP Terbuka (86%) dinyatakan tidak lulus UAN pada tahun 2006. Ini membuktikan bahwa SMP Terbuka termasuk ke dalam klasifikasi sekolah yang siswanya paling banyak gagal dalam UN 2006 (http://temanggung.us). SMP Terbuka di Jawa Timur pada saat ini juga terus bertambah jumlahnya sudah mencapai 429 sekolahan dengan 1.180 TKB dengan jumlah murid keseluruhan adalah 33.852. Adapun jumlah guru pamongnya adalah 1.870 dan memiliki 5.044 guru bina. Jumlah tersebut tersebar di 38 kota dan kabupaten di Jawa Timur (Data Pokok Depdiknas Jawa Timur 2005/2006). Mojokerto merupakan salah satu daerah di Jawa Timur dengan penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun mencapai Tuntas Utama yaitu 90%-94%. Seperti telah diketahui bahwa salah satu usaha pemerintah untuk menyukseskan wajib belajar 9 tahun adalah dengan membuka SMP Terbuka. Kota Mojokerto memiliki dua buah SMP Terbuka dengan TKB yang letaknya pada sekolah induk. Jumlah murid 147 siswa dengan 31 guru bina dan 10 guru pamong (Data Pokok Depdiknas Jawa Timur 2005/2006). Prestasi akademik yang dimiliki oleh siswa SMP Terbuka di Kota Mojokerto bila dibandingkan dengan siswa SMP Reguler dilihat dari nilai ratarata hasil UAN pada tahun 2003/2004 dan 2005/2006 adalah sebagai berikut: Tahun 2003/2004 untuk SMP Reguler nilai Bahasa Indonesia 6,94; Bahasa Inggris 6,42; Matematika 6,09; untuk SMP Terbuka nilai Bahasa Indonesia 5,35; Bahasa Inggris 4,63; Matematika 4,23. Tahun 2005/2006 untuk SMP Reguler nilai Bahasa Indonesia 7,70; Bahasa Inggris 7,70; Matematika 6,66; untuk SMP Terbuka nilai Bahasa Indonesia 5,54; Bahasa Inggris 5,54; Matematika 4,45. Lebih rendahnya prestasi belajar siswa SMP Terbuka dibanding siswa SMP Reguler menginspirasi peneliti untuk melakukan kajian terhadap fenomena atau pelaksanaan pembelajaran di SMP Terbuka kota Mojokerto. Sesuai dengan latar belakang pendidikan peneliti, maka kajian fenomena pembelajaran di SMP Terbuka diarahkan kepada Mata Pelajaran IPA. Fenomena yang dikaji di SMP Terbuka ini meliputi beberapa aspek, di antaranya: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan peserta didik. Kurikulum dan pembelajaran memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar dan mengajar, kurikulum dan pembelajaran memiliki beberapa subkomponen penting yang harus dikaji, diantaranya: silabus,
223
kalender pendidikan, rencana pelaksanaan pembelajaran, kegiatan remidiasi, praktikum, buku-buku penunjang, media atau alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran, dan berbagai macam evaluasi yang berperan penting dalam pembelajaran (BAS Kota Surabaya, 2004). Fenomena lain yang dapat dikaji adalah tentang sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana memiliki beberapa komponen penting, di antaranya: ruang kelas, perpustakaan, serta laboratorium IPA. Bahan kajian lain yaitu tentang ketenagaan, meliputi subkomponen: jumlah guru, jumlah siswa, dan tenaga praktikan untuk melayani praktikum (BAS Kota Surabaya, 2004). Fokus kajian lain yang juga sangat penting adalah peserta didik. Peserta didik memiliki beberapa subkomponen, di antaranya: kualifikasi akademis siswa dan perlombaan yang diikuti oleh siswa. Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui fenomena pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto, dengan indikator-indikator: (1) kesesuaian pembelajaran IPA SMP terbuka dengan kurikulum SMP/MTs; (2) sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran IPA; (3) kualifikasi ketenagaan; dan (4) kualifikasi peserta didik.
METODE PENELITIAN 1. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian adalah fenomena pembelajaran IPA di SMP Terbuka, khususnya pada komponen: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, dan peserta didik. Sekolah sasaran adalah SMP Terbuka di Kota Mojokerto. 2. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berjenis triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. 3. Prosedur Penelitian Terdiri dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi: mencari data dan informasi di Depdiknas Provinsi Jawa Timur, mencari informasi dan data serta meminta surat rekomendasi di Depdiknas Kota Mojokerto, dan menyusun panduan wawancara dan panduan observasi.Tahap pelaksanaan penelitian meliputi: pelaksanakan wawancara dan observasi di SMPSMP Terbuka di Kota Mojokerto. Wawancara dan observasi ditujukan untuk mencocokkan komponen-komponen pembelajaran yang seharusnya ada dengan komponen-komponen pembelajaran yang ada (kenyataan) di TKB dan sekolah. 4. Instrumen Penelitian Panduan Wawancara dan observasi dikembangkan oleh peneliti dengan mengadopsi format Evaluasi Diri untuk SMP yang diterbitkan BAS Kota Surabaya. Adopsi instrumen lebih diarahkan kepada empat komponen sekolah yaitu: kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, ketenagaan, serta
224
peserta didik. Sebelum digunakan, instrumen tersebut telah divalidasi oleh beberapa orang yang pernah terlibat sebagai asesor dalam akreditasi sekolah. 5. Analisis Data Data yang telah tercatat pada instrumen penelitian diperiksa keabsahannya melalui metode triangulasi dengan sumber, yaitu: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Data yang diperoleh dipresentasekan kesesuaiannya dengan persentase sebagai berikut: 100% = sangat sesuai 75% - 99% = sesuai 51% - 74% = kurang sesuai < 50% = belum sesuai (Depdiknas, 2005) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kesesuaian Pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto dengan Kurikulum dan Pembelajaran SMP/MTs Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut: a. Secara umum komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 sudah sesuai yaitu 87,5% dari komponen kurikulum dan pembelajaran IPA telah terpenuhi. b. Kalender pendidikan 2007 di SMP Terbuka 1 sama dengan yang dimiliki oleh SMP induknya yaitu SMP Negeri 1 Kota Mojokerto. Ini terbukti dengan pembagian kalender pendidikan 2007 kepada setiap siswa SMP Terbuka 1 Mojokerto yang sama dengan yang ada di ruang kantor SMP Negeri 1 Mojokerto. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk mata pelajaran IPA juga sama dengan yang dimiliki oleh SMP induk, ini terbukti dengan dokumen silabus dan RPP untuk mata pelajaran yang dimiliki oleh guru bina sama dengan silabus dan RPP untuk SMP Negeri 1 Mojokerto. Guru pamong di SMP Terbuka 1 tidak membuat buku pendalaman materi esensial dan sulit pada modul untuk diserahkan pada guru bina. Dengan demikian materi pembelajaran IPA yang dianggap sulit dan penting oleh siswa tidak dapat diketahui, sehingga guru bina tidak dapat mengetahui perkembangan pembelajaran IPA. c. Modul IPA untuk pegangan guru dan untuk siswa sudah ada dan lengkap. Modul IPA untuk pegangan siswa dipinjami oleh SMP Terbuka 1 Mojokerto. Siswa SMP Terbuka juga membeli LKS untuk latihan soalsoal.
225
d. Evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA menurut siswa jarang dilakukan atau hampir tidak pernah. Evaluasi sumatif (ulangan umum/akhir semester dilakukan bersama-sama dengan SMP induk. Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian untuk SMP Terbuka 2 sebagai berikut: a. Secara umum komponen kurikulum dan pembelajaran di SMP Terbuka 2 belum sesuai hanya 50% dari komponen kurikulom dan pembelajaran IPA yang terpenuhi. b. Guru bina di SMP Terbuka 2 tidak membuat silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk mata pelajaran IPA. Ini tebukti ketika diwawancarai, guru bina mengatakan tidak pernah membuat silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA. Kalender pendidikan yang digunakan oleh SMP Terbuka 2 sama dengan SMP Induk yaitu SMP Negeri 3 Mojokerto. Guru pamong di SMP Terbuka 2 tidak membuat buku pendalaman materi esensial dan sulit pada modul untuk diserahkan pada guru bina. Dengan demikian materi pembelajaran IPA yang dianggap sulit dan penting oleh siswa tidak dapat diketahui, sehingga guru bina tidak dapat mengetahui perkembangan pembelajaran IPA. c. Modul IPA untuk pegangan guru sudah ada dan lengkap, sedangkan modul IPA untuk pegangan siswa kurang lengkap karena satu modul dipakai untuk 2 orang. d. Evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA menurut siswa tidak pernah dilaksanakan. Evaluasi sumatif (ulangan umum/akhir semester) dilakukan bersama-sama dengan SMP induk. Dari data yang telah dijabarkan dalam Data Penelitian tentang komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 dapat diuraikan pembahasan sebagai berikut: a. Komponen kurikulum dan pembelajaran dapat dinilai dari: modul, silabus, kalender pendidikan, rencana pelakasanaan pembelajaran, kegiatan remidiasi, praktikum, dan berbagai macam evaluasi yang berperan penting dalam pembelajaran, serta kegiatan tatap muka (BAS Kota Surabaya, 2004). Secara umum komponen kurikulum dan pembelajaran di SMP Terbuka 1 Kota Mojokerto sudah ada dan lengkap. Komponen kurikulum dan pembelajaran di SMP Terbuka 1 sudah ada dan lengkap ini terlihat dari lengkapnya silabus dan rencana pelaksannan pembelajaran IPA yang dibuat oleh guru bina. Namun demikian, guru pamong di SMP Terbuka 1 tidak membuat buku catatan mengenai materi esensial dan sulit sehingga guru bina tidak dapat mengetahui kemajuan pembelajaran IPA di SMP Terbuka. Guru pamong tidak membuat buku catatan mengenai buku catatan mengenai materi esensial dan sulit karena guru pamong bukan merupakan lulusan sarjana pendidikan sehingga dimungkinkan guru pamong tidak memahami pembelajaran IPA di SMP Terbuka, selain itu dimungkinkan guru bina tidak pernah menanyakan kepada guru pamong mengenai kesulitan siswa di kelas.
226
b. Evaluasi disusun dan dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi. Evaluasi berdasarkan kompetensi adalah suatu proses penilaian/perbandingan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dari hasil evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik. Besar kecilnya perbandingan kompetensi nyata yang dicapai peserta didik dibanding dengan kompetensi standar/baku akan menunjukkan tingkat efektivitas (Slamet, 2005). c. Pada kenyataannya dokumen evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA di SMP Terbuka 1 masih kurang. Kurangnya evaluasi formatif yang dilakukan dimungkinkan karena sempitnya waktu belajar mengajar yang di SMP Terbuka Kota Mojokerto sedangkan materi yang diberikan terlalu banyak, selain itu dimingkinkan karena guru bina menganggap siswasiswa di SMP Terbuka sudah cukup hanya diberikan materi saja dan yang penting hanya bersekolah saja. Hal demikian harus diperhatikan dalam arti harus dilengkapi karena dengan adanya evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik. Besar kecilnya perbandingan kompetensi nyata yang dicapai peserta didik dibanding dengan kompetensi standar/baku akan menunjukkan tingkat efektivitas. Dari data yang telah dijabarkan dalam Data Penelitian tentang komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2 dapat diuraikan pembahasan sebagai berikut: a. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Depdiknas, 2006). b. Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20). Pada kenyataannya di SMP Terbuka 2 tidak membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran IPA dan silabus. Guru bina tidak membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dimungkinkan karena guru bina meremehkan pembelajaran di SMP Terbuka. Bahkan, guru pamong di SMP Terbuka 2 tidak membuat buku catatan mengenai materi esensial dan sulit sehingga guru bina tidak dapat mengetahui kemajuan pembelajaran IPA di SMP Terbuka. Guru pamong tidak membuat buku catatan mengenai buku catatan mengenai materi esensial dan sulit karena guru pamong bukan merupakan lulusan sarjana pendidikan sehingga dimungkinkan guru pamong tidak memahami pembelajaran IPA di SMP Terbuka, selain itu dimungkinkan guru bina tidak pernah menanyakan kepada guru pamong mengenai kesulitan siswa
227
di kelas. Hal demikian harus diperhatikan dalam arti harus dilengkapi untuk lebih menentukan arah pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2. c. Sarana utama SMP Terbuka adalah modul. Modul adalah satuan pembelajaran bagi siswa yang diharapkan mampu merangsang siswa untuk belajar mandiri tanpa bantuan orang lain (Selayang Pandang SLTP Terbuka, 2002). Pada kenyataannya di SMP Terbuka 2 penggunaan modul untuk siswa masih kurang karena siswa hanya dipinjami 1 modul untuk 2 orang. Modul yang kurang dimungkinkan karena pemberian dari Pemerintah kurang atau tidak disesuaikan dengan jumlah siswa yang ada. Hal tersebut akan berpengaruh juga pada pembelajaran IPA yang akan kurang berjalan lancar. d. Dari hasil evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik. Besar kecilnya perbandingan kompetensi nyata yang dicapai peserta didik dibanding dengan kompetensi standar/baku akan menunjukkan tingkat efektivitas (Slamet, 2005). Pada kenyataannya dokumen evaluasi formatif untuk mata pelajaran IPA di SMP Terbuka 2 tidak ada dan bahkan pembelajaran IPA tidak dilaksanakan di Kelas 3 pada bulan-bulan terakhir dengan alasan tidak ikut mata pelajaran UAN. Tidak adanya evaluasi formatif yang dilakukan dimungkinkan karena sempitnya waktu belajar mengajar yang di SMP Terbuka Kota Mojokerto sedangkan materi yang diberikan terlalu banyak, selain itu dimungkinkan karena guru bina menganggap siswa-siswa di SMP Terbuka sudah cukup hanya diberikan materi saja dan yang penting hanya bersekolah saja. Hal demikian harus diperhatikan dalam arti evaluasi harus dilengkapi karena dengan adanya evaluasi akan diperoleh informasi tentang tingkat ketercapaian kompetensi peserta didik untuk mata pelajaran IPA. Dengan demikian komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 Kota Mojokerto sudah sesuai sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena di SMP Terbuka 1 komponen kurikulum dan pembelajaran IPA sebesar 87,5% sedangkan komponen kurikulum dan pembelajaran yang dimiliki oleh SMP Terbuka 2 belum sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena hanya sebesar 50% komponen kurikulum yang terpenuhi. Meskipun komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 sudah lengkap namun komponen yang penting seperti evaluasi formatif dan catatan untuk materi esensial dan sulit masih belum ada. 2. Sarana dan Prasarana penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMP Terbuka Kota Mojokerto Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut: a. Mengenai penggunaan sarana dan prasarana tidak ditampilkan karena memang sarana dan prasarana tersebut tidak ada. b. Mengenai sarana dan prasarana yang ada di sekolah induk tidak ditampilkan karena hanya ruang kelas milik sekolah induk saja yang
228
boleh digunakan oleh SMP Terbuka. Perlu diketahui bahwa proses belajar mengajar SMP Terbuka dilaksanakan di SMP Induk. c. Ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas milik sekolah induk, SMP Terbuka 1 dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk. Letak sekolah induk dan TKB adalah sama hanya saja siswa SMP reguler masuk pagi sedangkan siswa SMP Terbuka masuk siang hari pukul 13.00-17.00 setiap hari Senin-Jumat. d. SMP Terbuka 1 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player, Komputer /Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word, hubungan internet, dan ruang media. SMP Terbuka 1 memiliki Televisi dan tape recorder tetapi tidak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 Mojokerto tidak didukung oleh penggunaan media pembelajaran seperti tersebut. e. SMP Terbuka 1 memiliki alat transportasi berupa sepeda motor yang dibawa oleh Wakasek dengan alasan tidak ada yang bisa memelihara. Secara umum sarana prasarana penunjang pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 belum lengkap karena hanya mencapai 23% dari total kebutuhan. Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian untuk SMP Terbuka 2 sebagai berikut: a. Mengenai penggunaan sarana dan prasarana tidak ditampilkan karena sarana dan prasarana tersebut tidak ada. b. Mengenai sarana dan prasarana yang ada di sekolah induk tidak ditampilkan karena hanya ruangan milik sekolah induk saja yang boleh digunakan oleh SMP Terbuka sebagai kelas. Perlu diketahui bahwa proses belajar mengajar SMP Terbuka 2 dilaksanakan di SMP induk. c. Ruangan yang digunakan untuk ruang kelas SMP Terbuka 2 Mojokerto merupakan milik SMP Induk yang sehari-hari digunakan untuk UKS, aula, dan ruang kantor SMP Terbuka 2. Siswa kelas I SMP Terbuka 2 menempati aula yang luasnya 10 m x 10 m. Siswa kelas II menempati ruang UKS yang luasnya 2 m x 7 m. Siswa kelas III menempati ruang kantor SMP Terbuka 2 yang luasnya 4 m x 4 m. d. SMP Terbuka 2 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player, Komputer/Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word, hubungan internet, ruang media, di SMP Terbuka 2 juga tidak ada televisi dan CD kaset pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2 Mojokerto tidak didukung oleh penggunaan media pembelajaran seperti tersebut. e. SMP Terbuka 2 memiliki alat transportasi berupa sepeda motor yang dipakai oleh guru pamong untuk kendaraan saat mengajar.
229
Secara umum sarana prasarana penunjang pembelajaran IPA di SMP Terbuka 2 belum lengkap karena hanya mencapai 15,3% dari total kebutuhan. Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota Mojokerto adalah sbb: a. Sarana dan prasarana menunjang pembelajaran IPA adalah ruang kelas yang memadai (cukup untuk kegiatan pembelajaran) dan sebagai bahan penunjang yaitu berupa program radio, kaset audio, OHP, dan televisi. Sarana dan prasarana ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas milik sekolah induk, SMP Terbuka 1 dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk. SMP terbuka tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player, Komputer/Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word, hubungan internet, ruang media. b. SMP Terbuka 1 memiliki Kaset pembelajaran tetapi tidak pernah digunakan untuk pembelajaran karena menurut pengalaman ketika guru memutar tape recorder di depan kelas, siswa-siswa membawa kaset musik sendiri dari rumah digunakan untuk bernyanyi. SMP Terbuka 1 Mojokerto juga memiliki televisi yang diletakkan di ruang kantor tetapi tidak digunakan untuk sarana pembelajaran hanya untuk menonton acara televisi biasa. c. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 tidak didukung oleh media tersebut. Padahal, agar modul SMP Terbuka mudah dipahami dan dikuasai siswa kemudian dilengkapi pula dengan program audio visual/video, program slide dan program transparansi (Selayang Pandang SLTP Terbuka, 2002). d. SMP Terbuka 1 memiliki alat transportasi berupa sepeda motor yang dibawa oleh Wakasek dengan alasan tidak ada yang bisa memelihara. Keberadaan alat transportasi tidak memiliki kontribusi secara langsung kepada pembelajaran IPA, karena proses belajar mengajar SMP Terbuka 1 Mojokerto dilaksanakan di SMP Induk. e. Prasarana yang diperlukan oleh SMP Terbuka yang bisa dipinjam dari SMP Induk adalah ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, ruang tata usaha, dan lapangan olah raga (Selayang Pandang SLTP Terbuka, 2002). SMP Negeri 1 Kota Mojokerto tidak meminjamkan laboratorium, perpustakaan, dan ruang media kepada SMP Terbuka, dengan demikian pembelajaran IPA tidak didukung oleh praktikum di laboratorium dan siswa SMP Terbuka tidak diberi kesempatan untuk memperdalam materi dengan membaca buku di perpustakaan. SMP Induk tidak meminjamkan sarana dan prasarana kepada SMP Terbuka 1 karena SMP Induk menganggap siswa SMP Terbuka tidak bisa merawat sarana dan prasarana tersebut atau takut jika sarana dan prasarana akan dirusak. Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota Mojokerto adalah sbb:
230
a. Sarana dan prasarana ruang kelas yang digunakan merupakan ruang kelas milik sekolah induk, SMP Terbuka dipinjami 3 ruang kelas SMP Induk. Kelas 1 diletakkan di ruang aula SMP induk, Kelas 2 diletakkan di ruang UKS yang sempit 2 m x 7 m, sedangkan kelas 3 diletakkan di ruang kantor SMP Terbuka yang juga sempit 4 m x 4 m. Hal ini seharusnya diperhatikan karena ruang belajar harus cukup untuk kegiatan pembelajaran. b. SMP Terbuka 2 tidak memiliki OHP, Transparansi OHP, VCD Player, Komputer /Laptop, LCD, File dalam bentuk power point atau MS Word, hubungan internet, ruang media, di SMP Terbuka 2 juga tidak ada televisi dan CD kaset pembelajaran. SMP Terbuka 2 juga tidak memiliki televisi dan tape recorder. c. Dengan demikian pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 tidak didukung oleh media tersebut. Padahal, agar modul SMP Terbuka mudah dipahami dan dikuasai siswa kemudian dilengkapi pula dengan program audio visual/video, program slide dan program transparansi (Selayang Pandang SLTP Terbuka, 2002). d. SMP Terbuka 2 memiliki kendaraan bermotor berupa sepeda motor yang dipakai oleh guru pamong sebagai alat transportasi. Dengan demikian kendaraan bermotor memiliki kontribusi secara langsung terhadap pembelajaran IPA karena guru pamong menggunakan kendaraan bermotor tersebut sebagai alat transportasi ke sekolah induk untuk mengajar. e. SMP Negeri 3 Kota Mojokerto tidak meminjamkan laboratorium, perpustakaan, dan ruang media kepada SMP Terbuka, dengan demikian pembelajaran IPA tidak didukung oleh praktikum di laboratorium dan siswa SMP Terbuka tidak diberi kesempatan untuk memperdalam materi dengan membaca buku di perpustakaan. f. SMP Induk tidak meminjamkan sarana dan prasarana kepada SMP Terbuka 2 karena SMP Induk menganggap siswa SMP Terbuka tidak bisa merawat sarana dan prasarana tersebut atau takut jika sarana dan prasarana akan dirusak. Dari hasil penilitian yang diperoleh maka sarana dan prasarana sebagai penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMP Terbuka di Kota Mojokerto banyak yang tidak dimiliki sedangkan penggunaan sarana prasarana yang dimiliki masih belum optimal. Sarana dan prasarana yang ada di SMP Terbuka 1 hanya 23% sedangkan di SMP Terbuka 2 hanga 15%. 3. Kualifikasi Ketenagaan SMP Terbuka di Kota Mojokerto Ditinjau dari Sisi Pembelajaran IPA Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian untuk SMP Terbuka 1 sebagai berikut: a. SMP Terbuka 1 menggunakan sistem pengajaran semi reguler yaitu pengajaran oleh guru bidang studi masing-masing atau yang disebut guru bina.
231
b. Guru pamong hanya mendampingi dan mencatat pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan siswa kemudian disampaikan kepada guru bina dan menjaga siswa jika ada waktu kosong. c. Kualifikasi untuk guru pamong jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA belum sesuai kerena sekitar 25% yang merupakan lulusan sarjana, tetapi bukan dalam bidang IPA. d. Kualifikasi untuk guru bina jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA sudah sangat sesuai karena 100% merupakan lulusan sarjana pendidikan IPA. Dengan mendasarkan kepada hasil triangulasi dapat diberikan hasil penelitian untuk SMP Terbuka 2 sebagai berikut: a. SMP Terbuka 2 menggunakan sistem pengajaran semi reguler yaitu pengajaran oleh guru bidang studi masing-masing atau yang disebut guru bina. b. Guru pamong hanya mendampingi dan mencatat pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan siswa kemudian disampaikan kepada guru bina dan menjaga siswa jika ada waktu kosong. c. Kualifikasi untuk guru pamong jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA masih belum sesuai kerena sekitar 33,34% yang merupakan lulusan sarjana, tetapi bukan dalam bidang IPA. d. Kualifikasi untuk guru bina jika dilihat dari sisi pembelajaran IPA sudah sangat sesuai karena 100% merupakan lulusan sarjana pendidikan IPA.
Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota Mojokerto adalah sbb: a. Guru pamong pada umumnya adalah guru SD atau anggota masyarakat yang bertugas membantu guru bina dalam pelaksanaan kegiatan belajar di TKB serta penyelenggaraan tes. Guru pamong tidak mengajar tetapi memberikan tuntunan serta dorongan manakala siswa mengalami kesulitan dengan bahan belajar mereka. Belajar secara tatap muka dilaksanakan di sekolah induk/SMP reguler bersama-sama guru bina yaitu guru mata pelajaran selama satu atau dua hari selama seminggu dan 6 jam pelajaran setiap hari. Melalui tatap muka masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan di TKB dibahas bersama guru bina. Seperti halnya siswa SMP reguler, siswa SMP terbuka juga harus mengikuti ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, dan ujian nasional. b. SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto menggunakan sistem pengajaran semi reguler yaitu pengajaran oleh guru bidang studi masingmasing atau yang disebut guru bina. Guru pamong hanya mendampingi dan mencatat pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan siswa kemudian disampaikan kepada guru bina dan menjaga siswa jika ada waktu kosong. c. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik secara tatap muka di SMP Terbuka dengan berbagai alternatif. Alternatif 1: Pola Tatap Muka di SMP Induk yaitu 4 hari pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan pembelajaran tatap muka (12 jam di sekolah induk), dan kegiatan belajar
232
d.
e.
f.
g.
mandiri (14 jam di tempat yang sesuai. Jumlah tatap muka seluruhnya adalah 42 jam. Alternatif 2: Pola Tatap Muka Kombinasi di SMP Induk dan di TKB yaitu 4 hari kegiatan pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan tatap muka (6 jam di sekolah induk), 1 hari pembelajaran tatap muka (6 jam di TKB oleh Guru bina, dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang sesuai). Jumlah tatap muka seluruhnya adalah 42 jam. Alternatif 3: Pola tatap muka guru kunjung yaitu 4 hari kegiatan pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan tatap muka (12 jam di TKB oleh guru bina), dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang sesuai). Jumlah tatap muka adalah 42 jam. Alternatif 4: Pola Temu Wicara melalui Radio Komunikasi Dua Arah (RKDA) yaitu 4 hari pembelajaran di TKB (16 jam), 2 hari kegiatan pembelajaran temu wicara (12 jam oleh guru bina melalui radio RKDA dari sekolah induk ke TKB dan sebaliknya), dan kegiatan belajar mandiri (14 jam di tempat yang sesuai). Jumlah seluruh tatap muka adalah 42 jam. TKB ada di sekolah induk, siswa SMP reguler masuk pagi sedangkan siswa SMP Terbuka masuk siang hari pukul 13.00-17.00 setiap hari SeninJumat. TKB dengan SMP induk dalam satu lokasi dikarenakan keinginan dari siswa sendiri. Sistem TKB dulu pernah dibuat di kantor kelurahan tetapi lama-kelamaan bubar, karena menurut mereka tidak bersekolah jika tidak di sekolahan. Proses pembelajaran di SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto oleh tenaga pendidik masih kurang, karena hanya 20 jam/minggu dan tidak termasuk dalam keempat alternatif pola tatap muka di SMP Terbuka. Pembelajaran yang kurang ini dimungkinkan karena kurangnya jumlah guru bina dan guru pamong dan kepedulian para pengelola SMP Terbuka di Kota Mojokerto terhadap pembelajaran di SMP Terbuka serta kurangnya perhatian terhadap kemajuan SMP Terbuka. Hal tersebut juga akan mempengaruhi pembelajaran IPA karena materi yang banyak untuk disampaikan sedangkan waktu untuk proses belajar mengajar kurang. Guru bina IPA datang setiap 2 hari setiap minggu, yaitu setiap Hari Senin dan Kamis. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sesuai dengan bidang studi masing-masing tentang pembelajaran IPA karena 100% merupakan lulusan sarjana. Sebagian besar Guru pamong yang mengajar tidak sesuai untuk mengajar siswa SMP. Hanya 25% di SMP Terbuka 1 dan 33,34% di SMP Terbuka 2 yang merupakan lulusan sarjana. Hal ini juga akan mempengaruhi dalam pembelajaran IPA karena jika ada siswa yang bertanya tentang pembelajaran IPA mungkin guru pamong tidak bisa menjawab. Salah satu tugas guru pamong pada kegiatan belajar di TKB adalah menyampaikan daftar kesulitan tiap minggu sebelum tatap muka di SMP Induk (Petunjuk Praktis bagi Guru Pamong, 2005). Guru pamong di SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 tidak membuat buku cacatan materi esensial dan sulit, dengan demikian perkembangan siswa dalam pembelajaran IPA tidak diketahui oleh guru bina. Ini menunjukkan rendahnya kualitas guru pamong yang bukan merupakan lulusan sarjana
233
pendidikan sehingga dimungkinkan guru pamong tidak memahami tentang pembelajaran di SMP Terbuka. Selain itu, dimungkinkan guru bina tidak menanyakan mengenai materi esensial dan sulit kepada guru pamong.
4. Peserta Didik a. Sebagian besar orang tua siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto yaitu sebanyak 64,29% dan 66,67% memiliki penghasilan kurang dari Rp. 250.000. b. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebanyak 50% merupakan anak usia 15-16 tahun. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 2 yaitu 52,09% adalah anak usia 13-14 tahun. c. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebesar 75% pekerjaan orang tuanya adalah swasta/ dagang. Sebagian besar orang tua siswa SMP Terbuka 2 yaitu sebesar 50% pekerjaannya adalah jasa/tukang. d. Banyak juga di antara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja, ini ditunjukkan dari keadaan di sekolah pada setiap Hari Jumat hanya sedikit siswa yang hadir, sekitar 2 orang setiap kelas. Menurut guru pamong mereka bekerja sebagai pengamen jalanan. e. Siswa SMP Terbuka 1 Mojokerto umum merupakan lulusan SD. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 dan 2 yaitu sebesar 75% dan 68,75% berasal dari SD Negeri. Ada 2 siswa SMP Terbuka kelas 3 yang sudah pernah menjadi siswa SMP sebelumnya, mereka berhenti dari SMP Reguler karena dikeluarkan dan karena tidak ada biaya. f. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 yaitu sebanyak 60,71% menganggap kondisi belajar mengajar cukup menyenangkan. Siswa SMP Terbuka 2 sebagian besar yaitu 43,75% menganggap kondisi belajar mengajar sangat menyenangkan. g. Sebagian besar siswa SMP Terbuka 1 dan 2 yaitu sebesar 64,29% dan 72,92% tidak tahu akan melanjutkan ke SMA/SMK atau tidak. Siswa yang memilih untuk tidak melanjutkan ke SMA/SMK dikarenakan tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah. h. Seluruh siswa baik dari SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 tidak ada yang berprestasi dalam bidang IPA. Pembahasan tentang sarana dan prasarana di SMP Terbuka 1 kota Mojokerto adalah sbb: a. Siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto pada umumnya memilih bersekolah ke SMP Terbuka bukan karena letak geografis, melainkan karena kondisi ekonomi. Jarak rumah mereka tidak ada yang terlalu jauh. Kondisi ekonomi mereka yang kurang mampu dilihat dari penghasilan orang tua sebagian besar di bawah Rp. 250.000. Bahkan, banyak diantara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja sebagai pengamen dapat diluhat pada setiap Hari Jumat sedikit siswa yang hadir dengan alasan bekerja.
234
b. Kondisi usia siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto sudah sesuai dengan usia siswa SMP yaitu tidak ada yang melebih usia 18 tahun, karena SMP Terbuka dirancang khusus untuk melayani para siswa usia 1315 tahun dan maksimal 18 tahun yang tidak dapat mengikuti pelajaran secara biasa pada SMP Reguler setempat. c. Keinginan untuk melanjutkan ke jenjang SMA/SMK dari siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 juga rendah ini terbukti sebagian besar dari mereka tidak tahu akan melanjutkan atau tidak ke SMA/SMK dengan alasan belum ada biaya atau karena ingin bekerja membantu ekonomi keluarga. Bahkan, ada diantara mereka yang tidak melanjutkan ke SMA/SMK. d. Di antara siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Mojokerto tidak ada yang pernah berprestasi dalam bidang IPA. Hal demikian menunjukkan bahwa tingkat pencapaian pembelajaran IPA di SMP Terbuka tidak untuk mencetak siswa-siswi yang berprestasi tetapi agar siswa mengerti saja tentang pembelajaran yang diberikan. Kesadaran akan pendidikan oleh siswa SMP Terbuka 1 dan SMP Terbuka 2 Kota Mojokerto juga masih rendah. Ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang absen sertiap harinya. Bahkan, setiap ada ulangan umum, guru pamong harus menjemput sebagian siswa karena tidak mau masuk sekolah dengan alasan membantu orang tua bekerja. Banyak juga diantara siswa SMP Terbuka 1 yang bekerja menjadi pengamen, dan siswa SMP Terbuka banyak juga yang bekerja membantu membuat helm atau menjahit sepatu. Hal ini juga menunjukkan rendahnya kesadaran orang tua tentang pendidikan karena orang tua menginginkan anaknya untuk bekerja membantu perekonomian keluarga. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian sebagai berikut: 1. Komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 Kota Mojokerto sudah sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena di SMP Terbuka 1 komponen kurikulum dan pembelajaran IPA sebesar 87,5% sedangkan komponen kurikulum dan pembelajaran yang dimiliki oleh SMP Terbuka 2 belum sesuai dengan kurikulum SMP/MTs karena hanya sebesar 50% komponen kurikulum yang terpenuhi. Meskipun komponen kurikulum dan pembelajaran IPA di SMP Terbuka 1 sudah lengkap namun komponen yang penting seperti evaluasi formatif dan catatan untuk materi esensial dan sulit masih belum ada. 2. Sarana dan prasarana sebagai penunjang pembelajaran IPA yang ada di SMP Terbuka di Kota Mojokerto banyak yang tidak dimiliki sedangkan penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki masih belum optimal. 3. Kualifikasi guru bina sudah layak atau sangat sesuai dengan bidang IPA karena 100% merupakan lulusan sarjana. Sebagian besar Guru pamong yang mengajar tidak sesuai untuk mengajar SMP karena guru pamong yang
235
lulusan sarjana hanya 25% di SMP Terbuka 1 dan 33,34% di SMP Terbuka 2 tetapi bukan dalam bidang IPA. 4. Kualifikasi peserta didik SMP Terbuka Kota Mojokerto secara umum sudah sesuai yaitu menurut usia dan asal sekolah mereka, namun kurangnya kesadaran dari siswa dan orang tua siswa tentang pendidikan dan kondisi keadaan ekonomi menyebabkan siswa kurang berprestasi dalam bidang IPA. 5. Dari 4 simpulan di atas dapat dibuat simpulan umum yaitu pembelajaran IPA SMP Terbuka di Kota Mojokerto masih belum maksimal. Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan serta ditemukannya simpulansimpulan, penulis mengajukan saran atau rekomendasi sebagai berukut: 1. Silabus dan RPP untuk mata pelajaran IPA perlu dibuat secara khusus oleh guru bina untuk SMP Terbuka. 2. SMP Induk perlu meminjamkan sarana dan prasarana seperti: laboratoium IPA, ruang media, dan perpustakaan kepada SMP Terbuka untuk menunjang pembelajaran IPA. 3. Perlu segera dilakukan upaya-upaya perbaikan kualitas guru pamong, perbaikan kurikulum di SMP Terbuka, prebaikan sarana dan prasarana , dan peningkatan kesadaran belajar siswa dengan memberikan motivasi. 4. Pentingnya catatan kesulitan siswa dan materi yang esensial yang dibuat oleh guru pamong sehingga memberi masukan atau gambaran kepada guru bina dalam menetapkan tindakan yang akan dilakukan terhadap pembelajaran IPA.
DAFTAR PUSTAKA Slamet, 2005. Pendidikan Berbasis Kompetensi. Makalah disampaikan dalam seminar Pendidikan Berbasis Kompetensi. Depdiknas. 2002. Selayang Pandang SLTP Terbuka. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Dierektorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama. Depdiknas. 2003. Kurikulum SMP Panduan Pengembangan Silabus SMP Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. 2004. Instrumen Evaluasi Diri SMP. Surabaya: Badan Akreditasi Sekolah Nasional. Depdiknas. 2005. Monitoring dan Evaluasi Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
236
Depdiknas. 2005. SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Depdiknas. 2005. Petunjuk Operasional SMP Terbuka. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Bina. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. 2005. Petunjuk Praktis Bagi Guru Pamong. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. 2005. Petunjuk Pengelolaan SMP Tebuka. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas 2006. Data Pokok Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur 2005/2006. Pemerintah Propinsi Jawa Timur: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data. Depdiknas. 2006. Instrumen Pendataan SMP Tebuka Tahun 2006. Jakarta: Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 17 ayat 2 dan Pasal 20 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Mari Kita Mengenal SMP Terbuka. http://www.dwp.or.id/prg/pagel.php?utk=590&ctg=INF. 22 September 2006. Program SMP Terbuka. http://www.pikiran rakyat.com/cetak/2005/0405/04/1105.htm. 22 September 2006.
237