UPAYA MENGURANGI EXPECTATION GAP YANG TERJADI PADA AUDITING Emile Satya Dharma Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstrak Berbagai kosep dan penelitian yang pernah ada sebenarnya menyediakan banyak cara untuk mengurangi expectation gap, namun hal ini tidak berlanjut pada tataran praktek. Apakah mungkin bahwa masalah expectation gap ini juga dipengaruhi dengan masalah-masalah lainnya dalam dunia bisnis? Sebagaimana kasus spektakuler didunia akuntansi yakni skadal Enron, dimana KAP berfungsi sebagai Auditor dan sekaligus Konsultan. Upaya melalui laporan audit yang diperluas atau dimodifikasi, upaya melalui pendidikan, serta upaya melalui peningkatan kualitas audit adalah hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi expectation gap ini, namun sekali lagi masalahnya adalah bagaimana menerapkannya. Tulisan ini membahas berbagai upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi Expectation Gap. Keywords
: Expectation Gap, Auditor, Laporan Audit, Kualitas Audit, : Auditing, Skandal Enron, KAP.
A. PENDAHULUAN Dinamika masyarakat dan pasar yang terus berkembang menyebabkan profesi akuntansi semakin mempertinggi kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan. Standar-standar akuntansi terus bertambah dan beberapa mengalami revisi agar tidak tertinggal dari kebutuhan informasi oleh pengguna informasi akuntansi tersebut. Demikian pula dalam proses auditing, kualitas audit menjadi tuntutan yang selayaknya dari masyarakat pengguna laporan audit. Laporan audit dapat dijadikan sebagai titik temu kesesuaian dari harapan masyarakat terhadap kualitas informasi yang dikandung laporan audit tersebut dengan kewajiban yang harus dan telah dipenuhi auditor untuk melaporkan hasil audit dari perusahaan yang telah menjadi kliennya. Tetapi titik temu tersebut dapat menjadi titik
temu yang semu jika ternyata tidak terdapat kesesuaian antara sesuatu yang diharapkan dengan sesuatu yang telah dipenuhi. Hal ini terjadi jika terdapat gap antara pembuat laporan audit (auditor) dengan pengguna laporan audit tersebut (selain klien auditor). Gap yang sangat dikenal dan sering dijumpai dalam khasanah auditing adalah “expectation gap audit”. Istilah “ expectation gap” pertama kali digunakan dalam auditing oleh Liggio (1974). Sejak saat itu, bukti kumulatif terus meningkat menandai kehadiran dari suatu expectation gap (Godsell, 1992). Expectation gap timbul ketika antara auditor dan masyarakat memiliki keyakinan yang berbeda tentang tanggung-jawab dan tugas-tugas auditor terhadap informasi yang disampaikan dalam laporan audit. Nampak ada suatu gap antara sesuatu yang diharapkan masyarakat dengan sesuatu yang benar-benar didapatkan. (Hian dan E-Sah, 1998) Dalam dinamika masyarakat dan pasar yang terus berkembang, dampak dari expectation gap akan semakin menjadi sorotan tajam yang ditimpakan pada auditor jika tidak dilakukan antisipasi terhadap expectation gap. Hal ini terjadi karena gap yang dapat dikatakan sebagai manifestasi dari kesalahpahaman tersebut menjadi semakin lebar. Seperti telah dinyatakan oleh Godsell (1992), ada suatu keyakinan yang tersebar luas bahwa seseorang yang mempunyai minat dalam perusahaan (pemegang saham, investor potensial, penawar take-over, kreditur dll.) harus dapat bersandar pada rekening yang teraudit sebagai jaminan tentang kemampuan membayar utang
perusahaan, kebenaran dan kelangsungan hidup bisnis. Karenanya, jika hal tersebut berlangsung tanpa peringatan terlebih dahulu tentang perusahaan, maka akan berada pada posisi kesukaran keuangan yang serius. Secara luas dirasakan bahwa seseorang harus dibuat bertanggung jawab untuk bencana keuangan ini, dan seseorang tersebut adalah selalu auditor. Perbedaan persepsi oleh masyarakat tersebut dianggap sebagai krisis pertanggungjawaban legal yang dihadapi profesi akuntansi (Maccarrone,1993). Jatuhnya beberapa perusahaan besar (di Amerika, Indonesia, dan beberapa negara lainnya) yang telah diaudit (dengan laporan wajar) sering membuat masyarakat memandang auditor tidak memberikan informasi sebelumnya dengan tepat. Kasus-kasus litigasi (persidangan di pengadilan) sudah mulai banyak membawa auditor atau KAP (Kantor Akuntan Publik) untuk hadir memberikan kesaksiannya di pengadilan. Masyarakat (media pers) beranggapan bahwa diantara beberapa auditor atau KAP tersebut selayaknya sampai lebih jauh dari posisi sekedar saksi. Lebih jauh lagi (terlepas dari sisi akademis atau ilmiah), sempat tercermin dari gurauan sebagian masyarakat Indonesia pada awal masa krisis moneter dahulu bahwa salah satu profesi disamping beberapa profesi lainnya yang seharusnya bertanggungjawab terhadap kejatuhan perekonomian Indonesia adalah profesi Akuntan. Bagaimanapun juga, sebenarnya bagian dari “ruang hampa” (“accountability vacuum”) akuntabilitas (pertanggungjawaban) bukanlah sesuatu yang sepatutnya hanya dapat dibebankan pada pundak auditor sendiri, karena sifat dasar dan tujuan dari auditing adalah dapat dianggap atau diartikan secara berbeda-beda oleh pihak yang berbeda-beda pula (Lim, 1993).
Definisi Expectation Gap Ada perbedaan antara apa yang diharapkan masyarakat dan pemakai laporan keuangan dengan apa yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab auditor. Perbedaan ini sering disebut expectation gap. (Abdul Halim, 1995) Riset-riset tentang masalah expectation yang telah dilakukan selama ini adalah substansial. Hal ini tidak mengejutkan karena expectation gap antara auditor dan pemakai laporan keuangan telah ada sejak 100 tahun lalu walaupun istilahnya baru diperkenalkan kepada auditing belum lama (Humphrey et al., 1992). Definisi expectation gap bervariasi diantara para peneliti. Istilah “expectation gap” pertama kali digunakan dalam auditing oleh Liggio (1974). Ia menggambarkan expectation gap sebagai perbedaan antara tingkatan dari expected performance seperti yang dibayangkan oleh akuntan yang mandiri dan oleh pemakai laporan keuangan. The Cohen Commission (Komisi pengawas atas pertanggungjawaban Auditor, 1978) memperluas definisi ini dengan mempertimbangkan apakah suatu gap mungkin terjadi diantara sesuatu yang diharapkan atau dibutuhkan masyarakat dan apakah auditor dapat dan layak diharapkan untuk memenuhinya. Monroe dan Woodliff (1993) mendefinisikan expectation gap audit sebagai perbedaan dalam kepercayaan antara auditor dan masyarakat tentang tugas-tugas dan tanggung-jawab yang diasumsikan oleh auditor dan pesan yang disampaikan oleh laporan audit. Jennings et al. (1993), dalam studi mereka atas penggunaan bantuan keputusan audit untuk meningkatkan ketaatan auditor sebagai “standard”, adanya
opini bahwa expectation gap audit adalah perbedaan antara apa yang masyarakat harapkan dari profesi auditing dan apa yang benar-benar disediakan oleh profesi. Definisi ini juga didukung oleh Lowe (1994) dalam risetnya atas expectation gap dalam legal sistem. Porter (1993) melakukan suatu studi empiris dari audit expectationperformance gap dan menggambarkan expectation gap sebagai society’s expectation of auditors dan auditors’ performance, sebagai yang dirasakan oleh masyarakat. Hal tersebut meliputi dua komponen, yaitu Reasonableness Gap dan Performance Gap. Performance Gap lebih jauh dibagi lagi ke dalam “deficient standart” dan “deficient performance”. Tricker (1982) memandang expectation gap sebagai hasil
penyimpangan
waktu alami dalam profesi auditing diidentifikasi dan direspon secara terus menerus pengembangan dan penyebarluasan public expectation. Pengarang lain berargumentasi bahwa hal tersebut adalah konsekuensi pertentangan dalam suatu sistem audit selfregulated yang beroperasi dengan intervensi minimal pemerintah (Hopwood, 1990; Humphrey, 1991; Humphrey et al., 1992; Sikka et al., 1992). Mereka mendasarkan pandangan ini atas sejumlah studi yang sudah ditemukan para pemakai laporan keuangan yang biasanya memegang harapan yang layak dari kemampuan auditor dan sifat alami dari jaminan audit (e.g. Canadian Institute of Chartered Accountants (CICA), 1988) dan
fakta bahwa
sebagian dari isu ini sudah terus menerus mendominasi literatur expectation.
Bukti Adanya Expectation Gap Yang Selalu Terjadi Untuk membuktikan adanya expectation gap yang selalu terjadi, maka diperlukan review terhadap literatur dan penyajian hasil riset-riset yang representatif di berbagai negara dari masing-masing benua. Riset-riset tersebut harus diambil dari tahun-tahun yang berbeda pada kurun waktu yang panjang. Studi empiris yang berkenaan dengan sifat dasar dan struktur expectation gap dimaksudkan untuk aktualisasi permasalahan seperti halnya pengamatan peran dan tanggung jawab dari auditor dan mencoba untuk menguraikan faktor yang menyebabkan expectation gap. Kebanyakan dari studi ini melalui survei penggunaan daftar pertanyaan. Di Amerika, Baron et al. (1977) menemukan bahwa auditor dan para pemakai laporan akuntansi mempunyai kepercayaan yang berbeda. Para pemakai laporan akuntansi lebih suka pada tingkat tanggung-jawab auditor untuk mendeteksi dan menyingkapkan ketidakteraturan dan tindakan tidak legal. Jennings et al. (1991) menyatakan bahwa pertanggungjawaban auditor tergantung pada sikap dari judicial litigants terhadap profesi auditing. Expectation gap bisa mempunyai implikasi legal untuk profesi. Lowe (1994) membandingkan persepsi auditor dan judicial litigants mengenai harapan mereka dari profesi auditing. Ditemukan adanya expectation gap diantara mereka. Epstein dan Geiger (1994), menemukan bahwa investor mencari mutu dari jaminan laporan keuangan yang sangat tinggi dan di sana ada suatu expectation gap antara auditor dan investor atas mutu jaminan suatu sajian audit.
Frank et al. (2001), melakukan riset dengan responden auditor, anggota juri (jurors) dan mahasiswa akuntansi. Hasilnya terdapat expectation gap antara auditor dan anggota juri (jurors), sedangkan pada mahasiswa akuntansi yang relatif akan menjadi auditor tidak terdapat perbedaan yang berarti. Di Inggris, Humphrey et al. (1993) menggunakan responden akuntan publik, direktur perusahaan keuangan, analis investasi, karyawan bank pemberi pinjaman, dan wartawan keuangan. Ditemukan adanya expectation gap yang secara rinci dalam area seperti sifat dasar dari fungsi audit dan capaian auditor yang dirasakan. Komponen yang kritis dari expectation gap telah ditemukan meliputi peran auditor dalam pendeteksian penipuan, tingkat tanggung-jawab auditor ke pihak ketiga, penilaian sifat dasar neraca, kekuatan dan kelanjutan ancaman terhadap independensi auditors, dan aspek pekerjaan audit (misal: kemampuan auditor untuk mengatasi resiko dan ketidakpastian). Chandler et al. (1993) melihat berbagai aspek pengembangan fungsi audit di Inggris dan menyelidiki sifat dasar dari
tanggung-jawab auditor dan persepsi
masyarakat tentang peran auditor. Ditemukan obyek audit dan praktik cenderung untuk mengikuti peristiwa eksternal dan profesi menjumpai kesukaran besar dalam merekonsiliasi public expectations dengan practicalities auditing. Dalam konteks serupa, Low (1980) menguji expectation gap di Australia. Ditemukan bahwa kelompok auditor dan non-auditor berbeda dalam persepsi mereka tentang tingkat tanggung-jawab penyingkapan dan pendeteksian auditor, dan terdapat expectation gap diantara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut konsisten dengan
Beck (1974), yang melaporkan bahwa pemegang saham mempunyai harapan yang lebih tinggi terhadap auditor. Di Selandia Baru, Porter (1993) menguji struktur yang didalilkan dari audit expectation-performance gap dan untuk menetapkan komposisi dan keluasan gap dan bagian-bagian kontituennya. Digunakan kelompok auditor, karyawan perusahaan publik, analis keuangan, akademisi auditing, pengacara, wartawan keuangan dan khalayak ramai mengenai tugas-tugas auditor’s existing, standard of performance dari tugas-tugas ini, dan tugas-tugas auditor yang dikerjakan. Penemuan dari survei mengungkapkan bahwa 50 per sen dari gap adalah bisa dihubungkan dengan deficient standards, 34 per sen dari masyarakat yang unreasonable expectations pada auditor dan 16 per sen dari sub-standard performance yang dirasakan oleh auditor. Cameron (1993) menyelidiki hubungan antara akuntan publik dan klien bisnis kecil mereka di Selandia Baru yang berhubungan dengan pihak ketiga (bankers, konsultan bisnis dan para agen perusahaan) berkenaan dengan peran auditor. Diungkapkan bahwa ke tiga kelompok mengharapkan auditor untuk menyediakan compliance service, memberi nasihat yang terkait dengan akuntansi, menunjukkan perhatian untuk kesehatan keuangan klien , dengan aktif mencari-cari permasalahan klien, dan memberi nasihat bisnis umum. Auditor dirasa seperti benar-benar menyediakan semua jasa yang diharapkan dari mereka kecuali layanan dengan aktip mencari-cari permasalahan klien. McInnes (1994) melakukan studi expectation gap di Republik Afrika Selatan dan menemukan tiga area (independensi auditor; peran auditor, khususnya berkenaan
dengan penipuan dan going concern issues; dan kewajiban audit pada perusahaan kecil) di mana suatu expectation gap terdapat diantara auditor dan non-auditor. Di Singapura, Low et. al. (1988) menguji tingkat expectation gap antara auditor dan analis keuangan dengan obyek audit perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kelompok merasa sasaran tradisional audit (yaitu pernyataan suatu pendapat pada laporan keuangan) sebagai salah satu dari sasaran hasil audit yang utama. Analis keuangan merasa audit sebagai yang menentukan suatu cap (untuk memperkuat) atas ketelitian rekening dari laporan keuangan perusahaan. Lebih lanjut, persepsi tanggung-jawab pencegahan dan pendeteksian penipuan dari auditor adalah lebih dituntut dibandingkan dengan yang dipercayai auditor bahwa mereka sendiri perlu menguasai. Di Indonesia, N.S. Yeni (2001) melakukan studi dengan responden auditor, mahasiswa akuntansi, dan pemakai laporan keuangan (investor). Hasilnya adalah terdapat expectation gap yang signifikan. Dari review literatur dan hasil riset-riset tersebut diatas, bukti keberadaan dari suatu expectation gap audit adalah substansial. Upaya Mengurangi dan Menutup Expectation Gap Dalam upaya untuk mengurangi gap, berbagai pendekatan telah diuji dan diusulkan oleh para peneliti dan badan profesional. Upaya mengurangi expectation gap ini tentunya menjadi sempurna jika sampai ke tingkat tertutupnya expectation gap pada sebuah negara atau pada wilayah operasi auditor atau KAP.
Upaya Melalui Laporan Audit Yang Diperluas Atau Dimodifikasi Laporan audit yang diperluas merupakan upaya mengurangi expectation gap dengan merubah format atau kata yang terdapat pada laporan audit. Hal ini tentunya akan melibatkan badan profesional pada suatu negara karena melalui standar yang ditetapkan. Beberapa studi berbasiskan di Amerika, Inggris, dan Australia. Di Amerika, Nair dan Rittenberg (1987) menyimpulkan bahwa persepsi pemakai tentang tanggung-jawab relatif dari manajemen dan auditor diubah dengan laporan audit yang diperluas. Kelly dan Mohrweis (1989) juga menemukan bahwa persepsi pemakai tentang sifat alami audit signifikan diubah dengan modifikasi susunan kata dalam laporan audit. Miller et al. (1990) melaporkan bahwa pemilik bank menemukan laporan audit yang diperluas menjadi lebih bermanfaat dan dapat dimengerti dibanding laporan bentuk ringkas. Secara umum, studi ini menyajikan bukti bahwa laporan audit yang diperluas memberi lingkup pemahaman yang lebih, sifat alami dan arti audit dan mempengaruhi persepsi pembaca mengenai audit dan peran auditor. Laporan audit yang diperluas mengurangi expectation gap audit. Di Inggris, Holt dan Moizer (1990) menemukan bahwa akuntan dan para sophisticated users berbeda persepsinya mengenai arti dari laporan audit. Dalam konteks yang sedikit berbeda, perubahan
susunan kata dari laporan auditor
mengakibatkan persepsi berbeda mengenai arti dari laporan. Dalam studi Hartherly et
al.’s (1991, 1992), persepsi dari tanggung-jawab auditor dan manajemen tidaklah signifikan dipengaruhi oleh susunan kata yang dimodifikasi. Hanks (1992) mengusulkan bahwa laporan audit harus diperluas untuk menyampaikan secara lebih rinci apa yang siratkan audit. Masyarakat juga harus dididik mengenai arti dari laporan audit dan lingkup pekerjaan yang diperlukan untuk menyatakan suatu pendapat. DiAustralia, studi dilakukan oleh Gay dan Schelluch (1993), Monroe dan Woodliff (1994) yang menemukan bahwa susunan kata yang dimodifikasi dalam laporan audit mempunyai dampak penting atas kepercayaan tentang sifat alami audit dan tanggung-jawab manajemen dan auditor. Para peneliti mengusulkan bahwa perubahan susunan kata dalam laporan audit yang menunjuk area yang spesifik dari expectation gap harus dipertimbangkan dalam upaya penghilangan gap. Laporan Audit yang diperluas sangat tergantung pada badan professional masing-masing negara. Hal ini menimbulkan perbedaan di masing-masing negara. Riset-riset perlu lebih diperluas lagi terutama uantuk auditor atau KAP yang beroperasi di beberapa negara dan menemui standar yang berbeda-beda. Upaya Melalui Pendidikan Upaya mengurangi expectation gap melalui pendidikan merupakan upaya panjang dan terkait dengan sistem serta kultur dari masyarakat pemakai laporan keuangan. Beberapa Studi menemukan bukti untuk mendukung kepercayaan bahwa
pengetahuan para pemakai mempengaruhi ukuran expectation gap. Karenanya, beberapa peneliti mendukung pendidikan dalam menyempitkan expectation gap. Di Amerika, Bailey et al. (1983) menemukan bahwa pemakai yang cakap menempatkan lebih sedikit tanggung jawab pada auditor dibanding pemakai yang kurang cakap. Epstein dan Geiger (1994) menemukan lebih banyak investor terdidik (berkenaan dengan akuntansi, keuangan dan pengetahuan analisa investasi) memungkinkan lebih sedikitnya tuntutan terhadap jaminan auditor. Bailey et al., Epstein dan Geiger mengusulkan suatu cara untuk mengatasi expectation gap melalui peningkatan
kesadaran publik atas sifat alami dan
pembatasan audit. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pemakai diperlukan kebaikan dari komunikasi pada setiap tersedianya kesempatan (misalnya saat pertemuan pemegang saham). Cara lainnya adalah mempunyai laporan audit yang dengan tegas menandakan jaminan layak. Tetapi Epstein dan Geiger (1994) mencatat bahwa peran pokok dari audit di masyarakat harus jadi diperiksa ulang oleh profesi audit dan para pemakai keuangan dan mereka harus sepakat untuk menutup gap. Di Australia, Monroe dan Woodliff (1993) menguji efek pendidikan atas persepsi siswa dari pemberitahuan pesan melalui laporan audit. Hasil pengujian ini menyatakan bahwa melalui proses pendidikan mungkin adalah suatu pendekatan efektif
untuk
membatasi
expectation
gap.
Tetapi
diperlukan
pula
untuk
mengungkapkan isi dan kuantitas dari pendidikan publik yang diperlukan untuk mendidik para pemakai informasi keuangan tentang sifat alami auditing.
Monroe dan Woodliff (1994) dalam studi lainnya, melaporkan bahwa perbedaan
persepsi antara auditor dan sophisticated users adalah lebih kecil
dibandingkan dengan para pemakai wajar (khususnya, pemegang saham dan para siswa) dan auditor. Mereka mengusulkan kembali bahwa pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan tingkat kesempurnaan kelompok pemakai dalam rangka mengurangi expectation gap audit. Upaya mengurangi expectation gap melalui pendidikan ini masih perlu diteliti lagi, tapi lebih pada cara, isi maupu jangka waktu pendidikan itu sendiri. Hal ini karena menyangkut publik yang memiliki personalitas berbeda-beda.
Upaya Melalui Peningkatan Kualitas Audit Upaya mengurangi expectation gap melalui peningkatan kualitas audit adalah dengan menuntut auditor untuk menjalankan kualitas audit yang lebih tinggi. Peningkatan kualitas audit ini dapat ditempuh dengan berbagai cara atau sistem yang pada intinya mengarah pada kualitas audit. Menurut penulis, metodologi audit terstruktur adalah salah satu contoh upaya mengurangi expectation gap melalui peningkatan kualitas audit. Metodologi audit terstruktur dijalankan dengan penggunaan bantuan keputusan auditor yang ditingkatkan. Hal ini adalah salah satu dari respon yang dibuat oleh KAP untuk mengatasi expectation gap dengan harapan dapat terjadi pengurangan dalam pertanggungjawaban legal auditor. Dengan mengadopsi metode operasi yang lebih tersusun, KAP berharap secara konsisten high-quality audit dapat disumbangkan. Purvis (1987) mempelajari efektivitas penggunaan metode terstruktur dan semi-terstruktur dari pengumpulan data dan disimpulkan bahwa pemaksaan struktur dapat mempunyai aspek fungsional dan disfungsional. Boritz et al. (1987) juga menyimpulkan bahwa metodologi audit yang terstruktur tidak mendorong kearah consensus intra-firm yang lebih besar. Jennings et al. (1993) mengungkapkan bahwa bantuan keputusan digunakan sebagai wakil standar atau pengganti auditor oleh ahli hukum. Ahli hukum menerima dan menggunakan bantuan keputusan audit sebagai metoda untuk meningkatkan atau sedikitnya memelihara standard auditing.
Contoh
lainnya
adalah
perluasan
pertanggungjawaban
auditor
dan
peningkatan independensi auditor. Humphrey et al. (1993) menyatakan bahwa tidak ada good expecting the public untuk meninggalkan harapan mereka kepada auditor yang dianggap mereka sebagai fraud detectives jika melalui pendidikan, atau lamanya memodifikasi laporan audit, atau perlakuan perkecualian terhadap highly publicized audit failures. Sebagai ganti, mereka menawarkan tiga usul: pengaturan atas KAP independen
untuk
meningkatkan
independensi
auditor
dengan
mengatur
pengangkatan auditor dari perusahaan besar dan untuk mengatur audit fees; perluasan tanggung-jawab auditor dengan peraturan (undang-undang) sehingga mereka dengan jelas meliputi tanggung-jawab ke pemegang saham, kreditur dan pemegang saham potensial; dan menjelaskan bahwa auditor mempunyai tugas untuk mendeteksi penipuan. O’Malley (1993) juga menyetujui untuk mengenakan tanggung-jawab tambahan pada auditor, terutama tentang pendeteksian penipuan. Ia mengusulkan empat tanggung-jawab tambahan dimana profesi mungkin mempertimbangkan: manajemen dan evaluasi auditor dari sistem pengawasan intern; pemenuhan laporan; mengarahkan pelaporan oleh auditor ke pengatur; dan asosiasi auditor dengan informasi keuangan interim. Lochner (1993) juga percaya bahwa tidak adil mengharapkan auditor untuk melebihkan pertanggungjawabannya tanpa tersedianya jaminan yang cukup kepada mereka untuk melawan possible litigation.
Knutson (1994) mengusulkan standar untuk menunjukan tentang expectation gap. Rabinowitz (1996) menyatakan solusi untuk membetulkan defisiensi proses audit adalah: meningkatkan struktur kendali disekitar manajer puncak dan para eksekutif; mempertemukan auditor dalam kaitan dengan pengalaman dan pelatihan kepada entitas teraudit; meningkatkan interaksi audit eksternal-internal; meninjau ulang praktik ketenaga-kerjaan; mengembangkan prosedur audit yang lebih efektif; dan memperkuat komite audit. Studi dari kerja sama Australian Society of Certified Practising Accountants dan Institute of Chartered Accountants di Australia tahun 1994, menghasilkan usulan beberapa solusi untuk menutup expectation gap sebagai berikut: manajemen dari entitas pelaporan diharuskan untuk melaporkan efektivitas kontrol internal atas laporan keuangan dan auditor perlu melaporkan atas pernyataan ini; review partner harus ditetapkan untuk audit dari semua entitas pelaporan dan dia harus tanda tangan sebagai penguat laporan audit; dan semua entitas pelaporan diharuskan untuk menghasilkan laporan keuangan setengah-tahunan dan triwulanan yang telah diaudit. Porter (1993) menyajikan pandangan mendalam yang baru dalam struktur, komposisi dan perluasan dari audit expectation-performance gap dan didukung oleh risetnya. Dia mengusulkan ketika masyarakat mengkritik auditors’ performance (atau ketiadaan performance) suatu tugas, tugas yang dipermasalahkan harus diteliti untuk mengidentifikasi komponen gap (yaitu deficient standards, deficient performance atau unreasonable expectations) tersebut ditampilkankan. Tindakan korektif yang sesuai kemudian diterapkan.
Terbuka peluang yang sangat lebar dalam melakukan upaya mengurangi expectation gap melalui peningkatan kualitas audit, misalnya melalui pemanfaatan teknologi (termasuk teknologi informasi) sebagai alat bantu. Teknologi juga dapat diterapkan untuk mengurangi expectation gap malalui pendidikan agar efektif dan efisien. PENUTUP Konsep dari expectation gap audit menyatakan bahwa masyarakat mengharapkan auditor untuk bertindak dengan cara yang berbeda dari apa yang auditor sendiri harapkan untuk bertindak. Untuk mengurangi expectation gap secara garis besar dapat diupayakan dengan melalui: 1.
Upaya Melalui Laporan Audit Yang Diperluas Atau Dimodifikasi
2.
Upaya Melalui Pendidikan
3.
Upaya Melalui Peningkatan Kualitas Audit.
Masih terbuka peluang lebar dalam upaya untuk mengurangi expectation gap dengan cara-cara lainnya. Tetapi menurut penulis permasalahan utama terletak pada bagaimana menerapkannya. Menurut penulis, dari uraian di atas sebenarnya dapat disimpulkan bahwa cukup banyak cara untuk mengurangi expectation gap. Tetapi pada umumnya baru pada dataran konsep dan riset-riset. Pada dataran aplikasi masih perlu untuk dikaji lebih dalam lagi aktualisasi serta dampak sesungguhnya dari masyarakat.
Masalah expectation gap sesungguhnya juga terkait dengan masalah-masalah lainnya dalam dunia bisnis. Sebagai contoh adalah kasus yang spektakuler di dunia akuntansi yaitu skandal Enron. Kasus tersebut menjatuhkan perusahaan raksasa Enron Corporation dan KAP Arthur Andersen LLP. KAP tersebut selain berfungsi sebagai auditor juga berfungsi sebagai konsultan. Fungsi auditor dari KAP akan melebar menjadi fungsi jasa konsultan akuntansi, yang akhirnya melebar pula menjadi fungsi jasa konsultan manajemen. Dari sinilah timbulnya suatu resiko tindak kecurangan terhadap expectation gap. Jadi menurut penulis kasus Enron tersebut tidak tepat jika dipandang oleh masyarakat sebagai kasus auditing saja. Tetapi bermula pada kasus konsultasi manajemen yang melebar menjadi kasus auditing. Contoh inilah yang dimaksudkan penulis bahwa gangguan expectation gap bisa semakin besar. Skala peningkatan dan frekuensi dari proses peradilan yang melibatkan auditor yang terus meningkat akan merugikan upaya menurunkan expectation gap. Hal tersebut bukan hal yang baru dan nampak menumbuhkan kerusakan dari kedudukan profesi akuntansi di masyarakat (Chandler et al., 1993). Oleh sebab itu wajar jika masyarakat menuntut agar auditor juga berfungsi sebagai fraud detective. Melihat kondisi yang terdapat dalam dunia akuntansi, penulis memandang bahwa masalah expectation gap akan masih terus berlanjut.
DAFTAR PUSTAKA Accounting Practices Board (1992), The Future Development of Auditing, Accounting Practices Board, London. Accounting Practices Board (1993a), Statement of Auditing Standards 600: Auditors Report on Financial Statements, Accounting Practices Board, London. Accounting Practices Board (1993b), Auditing and Related Services: An Explanation for Users, Accounting Practices Board, London. American Institute of Certified Public Accountants (1984), Major Issues for the CPA Profession and the AICPA, American Institute of Certified Public Accountants, New York, NY. Bailey, K.E., Bylinski, J.H. and Shields, M.D.(1983), "Effects of audit report wording changes on the perceived message", Journal of Accounting Research, Vol. 21, Spring, pp. 355-70. Baron, C.D., Johnson, D.A., Searfoss, D.G. and Smith, C.H. (1977), "Uncovering corporate irregularities: are we closing the expectation gap?", Journal of Accountancy, Vol. 144, October, pp. 243-50. Beck, G.W. (1974), Pubic Accountants in Australia Their Social Role, Australian Accounting Research Foundation, Melbourne. Boritz, J.E., Gabor, B.J. and Lemon, W.M. (1987), An Experimental Study of Review of Preliminary Audit Strategies by External Auditors, Canadian Academic Accounting Association, Canada. Cameron, A. (1993), "Do chartered accountants live up to small business expectations?", Accountants' Journal, Vol. 72, June, pp. 76-8. Canadian Institute of Chartered Accountants (1988), Report of the Commission to Study the Public's Expectation of Audits, Canadian Institute of Chartered Accountants, Canada. Chandler, R.A., Edwards, J.R. and Anderson, M. (1993), "Changing perceptions of the role of the company auditor: 1840-1940", Accounting and Business Research, Vol. 23, Autumn, pp. 443-59. Commission on Auditors' Responsibilities (Cohen Commission) (1978), Report, Conclusions and Recommendations, American Institute of Certified Public Accountants, New York, NY.
Dopuch, N. and King, R. (1992), "Negligence versus strict liability regimes in auditing: an experimental investigation", The Accounting Review, Vol. 67, January, pp. 97-120. Epstein, M.J. and Geiger, M.A. (1994), "Investor views of audit assurance: recent evidence of the expectation gap", Journal of Accountancy, Vol. 177, January, pp. 60-6. Gay, G. and Schelluch, P. (1993), "The impact of the longform audit report on users' perceptions of the auditor's role", The Australian Accounting Review, Vol. 3, November, pp. 1-11. Gloeck, J.D. and Jager, H. (1993), "The audit expectation gap in the republic of South Africa", Working Paper, School of Accountancy, University of Pretoria. Godsell, D. (1992), "Legal liability and the audit expectation gap", Singapore Accountant, Vol. 8, November, pp. 25-8. Guy, D. and Sullivan, J. (1988), "The expectations gap auditing standards", Journal of Accountancy, Vol. 165, April, pp. 36-46. Halim, Abdul, (2001), “Auditing 1: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan”, Edisi 2 (revisi), UPP-AMP YKPN, Yogyakarta. Hanks, J. (1992), "The expectations gap - the consumer angle", Accountancy, Vol. 109, February, p. 33. Hartherly, D.J., Innes, J. and Brown, T.A. (1991), "The expanded audit report - an empirical investigation", Accounting and Business Research, Vol. 21, Autumn, pp. 311-19. Hartherly, D.J., Innes, J. and Brown, T.A. (1992), The Audit Expectations Gap in the United Kingdom, The Institute of Chartered Accountants in England and Wales, London. Hian Chye Koh, E-Sah Woo, (1998), “The Expection Gap In Auditing” Managerial Auditing Journal, Maret, pp. 147-154. Holt, G. and Moizer, P. (1990), "The meaning of audit reports", Accounting and Business Research, Vol. 20, Spring, pp. 111-21. Hopwood, A.G. (1990), "Ambiguity, knowledge and territorial claims: some observations on the doctrine of substance over form - a review essay", British Accounting Review, Vol. 22 No. 1, pp. 79-87.
Humphrey, C.G. (1991), "Audit expectations", in Sherer, M. and Turley, S. (Eds), Current Issues in Auditing, Paul Chapman Publishing, London. Humphrey, C.G., Moizer, P. and Turley, W.S. (1992), "The audit expectations gap plus ça change, plus c'est la même chose", Critical Perspectives on Accounting, Vol. 3, May, pp. 137-61. Humphrey, C.G., Moizer, P. and Turley, W.S. (1993), "The audit expectation gap in Britain: an empirical investigation", Accounting and Business Research, Vol. 23, Summer, pp. 395-411. Jennings, M.M., Reckers, P.M.J. and Kneer, D.C. (1991), "The auditor's dilemma: the incongruous judicial notions of the auditing profession and actual auditor practice", American Business Law Journal, Vol. 29, Spring, pp. 99-125. Jennings, M., Reckers, M.J. and Kneer, D.C. (1993), "The significance of audit decision aids and precase jurists' attitudes on perceptions of audit firm culpability and liability", Contemporary Accounting Research, Vol. 9, Spring, pp. 489-507. Kelly, A. and Mohrweis, L. (1989), "Banker's and investors' perceptions of the auditor's role in financial statement reporting: the impact of SAS No. 58", Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 9, Fall, pp. 87-97. Knutson, P.H. (1994), "In the public interest - is it enough?", CPA Journal, Vol. 64, January, pp. 32-4. Lee, T.A. (1970), "The nature of auditing and its objectives", Accountancy, Vol. 81, April, pp. 292-6. Liggio, C.D. (1974), "The expectation gap: the accountant's Waterloo", Journal of Contemporary Business, Vol. 3, Spring, pp. 27-44. Lim, H.S. (1993), "Address by the ICPAS President, Mr Lim Hock San, at the ICPAS' 30th Anniversary Dinner held at the Neptune Theatre Restaurant on 6 March 1993", Singapore Accountant, Vol. 9, April/May, pp. 6, 9. Lochner, P.R.J. (1993), "Accountants' legal liability: a crisis that must be addressed", Accounting Horizons, Vol. 7, June, pp. 92-6. Low, A.M. (1980), "The auditor's detection responsibility: is there an "expectation gap?", Journal of Accountancy, Vol. 150, October, pp. 65-70.
Low, A.M., Foo, S.L. and Koh, H.C. (1988), "The expectation gap between financial analysts and auditors - some empirical evidence", Singapore Accountant, Vol. 4, May, pp. 10-13. Lowe, D.J. (1994), "The expectation gap in the legal system: perception differences between auditors and judges", Journal of Applied Business Research, Vol. 10, Summer, pp. 39-44. Maccarrone, E.T. (1993), "Using the expectation gap to close the legal gap", CPA Journal, Vol. 63, March, pp. 10-16. McInnes, W.M. (1994), "The audit expectation gap in the Republic of South Africa", Accounting and Business Research, Vol. 24, Summer, pp. 282-3. Miller, J., Reed, S. and Strawser, R. (1990), "The new auditor's report: will it close the expectations gap in communications?", The CPA Journal, Vol. 60, May, pp. 68-72. Monroe, G.S. and Woodliff, D.R. (1993), "The effect of education on the audit expectation gap", Accounting and Finance, Vol. 33, May, pp. 61-78. Monroe, G.S. and Woodliff, D.R. (1994), "An empirical investigation of the audit expectation gap: Australian evidence", Accounting and Finance, Vol. 34, May, pp. 47-74. Nair, R. and Rittenberg, L. (1987), "Messages perceived from audit, review, and compilation reports: extension to more diverse groups", Auditing, a Journal of Practice and Theory, Vol. 7, Fall, pp. 15-38. O'Malley, S.F. (1993), "Legal liability is having a chilling effect on the auditor's role", Accounting Horizons, Vol. 7, June, pp. 82-7. Porter, B. (1993), "An empirical study of the audit expectation-performance gap", Accounting and Business Research, Vol. 24, Winter, pp. 49-68. Purvis, C. (1987), "The impact of documentation format on auditors' preliminary evaluation of internal accounting control", Working Paper, Centre of Accounting Research, University of Southern California. Rabinowitz, A.M. (1996), "Rebuilding public confidence in auditors and organisational controls", CPA Journal, Vol. 66, January, pp. 30-4. Sikka, P., Puxty, A., Wilmott, H. and Cooper, C. (1992), Eliminating the Expectations Gap?, Chartered Association of Certified Accountants, Canada.
Tricker, R.I. (1982), "Corporate accountability and the role of the audit function", in Hopwood, A.G., Bromwich, M. and Shaw, J. (Eds), Auditing Research: Issues and Opportunities, Pitman Books, London.