P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
UPAH DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh : Wuryanti Koentjoro Fakultas Ekonomi Unissula Senarang Abstrak Artikel ini menulis tentang masalah upah yang sangat penting dan dampaknya sangat luas. Jika para pekerja tidak menerima upah yang adil dan pantas,tidak hanya akan mempengaruhi daya beli yang akhirnya mempengaruhi standar penghidupan para pekerja beserta keluarga mereka, melainkan langsung mempengaruhi seluruh masyarakat karena mereka mengkonsumsi sejumlah besar produksi Negara. Disamping itu, ketidak adilan terhadap golongan pekerja akan menyebabkan rasa tidak senang dan kekacauan dikalangan mereka dan bisa menimbulkan aksi terhadap industri dalam bentuk aksi pemogokan. Ada perbedaan pendapat yang besar seberapa upah yang harus diterima atau bagaimana upah ditetapkan? Sebagian mengatakan upah ditetapkan berdasarkan ketentuan Produktivitas Marginal. Islam menawarkan suatu penyelesaian yang sangat baik atas masalah upah dan menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak, kelas pekerja dan para majikan tanpa melanggar hak-hak yang sah dari majikan. Mengingat posisinya yang lemah sebagai pekerja, Islam memberikan perhatian besar untuk melindungi hak-haknya dari pelanggaran yang dilakukan oleh majikan. Islam tidak membiarkan upah berada dibawah tingkat minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok kelompok pekerja; dan juga benar tidak membiarkan adanya kenaikan upah melebihi tingkat tertentu yang ditentukan berdasarkan sumbangsihnya terhadap produksi. Pada masa Rasulullah saw dan pemerintahan khalifah setelah beliau, terdapat perbedaan dalam upah para pegawai pemerintahan tapi tetap imbang dan masih dalam batas-batas yang wajar. Untuk mempertahankan suatu standar upah yang sesuai, Islam telah memberikan kebebasan sepenuhnya atas mobilisasi tenaga kerja. Disamping itu, memberi kebebasan sepenuhnya kepada pekerja untuk memilih jenis pekerjaan yang dikehendakinya. Dengan demikian, perlu untuk menyusun kembali sistem upah sesuai dengan ajaran Rasulullah saw demi kemakmuran dan kemajuan negara dan untuk menentukan upah minimum dengan berdasarkan pada prinsip “hak mata pencaharian” bagi setiap pekerja. Pendahuluan Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja diberikan 1
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
imbalan atas jasanya yang disebut upah. Dengan kata lain, upah adalah harga dari tenaga yang dibayar atas jasanya dalam produksi. Menurut pernyataan Professor Benham : “Upah dapat didefinisikan dengan sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai perjanjian” Masalah upah sangat penting dan dampaknya sangat luas.Jika para pekerja tidak menerima upah yang adil dan pantas,tidak hanya akan mempengaruhi daya beli yang akhirnya mempengaruhi standar penghidupan para pekerja beserta keluarga mereka, melainkanakan langsung mempengaruhi seluruh masyarakat karena mereka mengkonsumsi sejumlah besar produksi Negara. Jatuhnya daya beli dalam waktu panjang sangat merugikan industri-industri yang menyediakan barang-barang konsumsi bagi kelaa itu pekerja. Karena dalam dunia modern semua industri dan kegiatan usah lainnya salina ekonomi terkait maka dengan jatuhnya permintaan barang-barang konsumsi para pekerja akan dirasakan akibatnya oleh semua industri diseluruh dunia. Jadi secara ekonomi tindakan menghalangi pekerja mendapat bagian yang adil dari keuntungan yang diperoleh Negara, dengan sendirinya akan menghancurkan Negara itu sendiri. Disamping itu, ketidak adilan terhadap golongan pekerja akan menyebabkan rasa tidak senang dan kekacauan dikalangan mereka dan bias menimbulkan aksi terhadap industri dalam bentuk aksi pemogokan. Kasus bisnis semacam ini dan perselisihan dalam industri menyebabkan setiap tahun mengalami kerugian waktu dan uang lebih besar bagi para pengusaha sebagai penanam modal Negara disbanding seandainya dia memberikan kenaikan upah kepada para pekerjanya. Untuk itu sangat penting adanya perhatian yang besar yang harus diberikan terhadap penentuan upah dari kelompok pekerja Bagaimana Upah Ditetapkan Ada perbedaan pendapat yang besar dikalangan ahli ekonomi mengenai masalah ini. Seberapa upah seorang pekerja yang harus diterima atau bagaimana upah tersebut ditetapkan? Sebagian ahli ekonomi setuju tentang ini. Banyak teori yang telah diberikan oleh beberapa ahli ekonomi. Sebagian mengatakan upah ditetapkan berdasarkan ketentuan Produktivitas Marginal. Upah Menurut Pandangan Islam Islam menawarkan suatu penyelesaian yang sangat baik atas masalah upah dan menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak, kelas pekerja dan para majikan tanpa melanggar hak-hak yang sah dari majikan. Seorang majikan tidak dibenarkan bertindak kejam tehadap kelompok pekerja dengan menghilangkan hak sepenuhnya dari bagian mereka. Upah ditetapkan dengan cara yang paling tepat tanpa harus menindas pihak manapun. Setiap pihak memperoleh bagian yang sah dari hasil kerjasama mereka tanpa adanya ketidak adilan terhadap pihak lain. Prinsip pemerataan terhadap semua makhluk tercantum dalam surat Al Baqarah : 2
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 :…….kamu tidak Baqarah:279)
ISSN 1411 - 1497
menganiaya
dan
tidak
(pula)
dianiaya…(Al
Dalam perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak diterima pekerja dengan ditargetkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semua urusan dengan mereka, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri Penganiayaan terhadap para pekerja berarti bahwa mereka tidak dibayar secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerjasama sebagai jatah dari hasil kerja mereka tidak mereka peroleh; sedangkan yang dimaksud dengan penganiayaan terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar upah para pekerja melebihi dari kemampuan mereka. Oleh karena itu Al Qur^an memerintahkan kepada majikan untuk membayar para pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai kerja mereka, dan pada saat yang sama dia telah menyelamatkan kepentingannya sendiri. Dan jika dia tidak mau mengikuti anjuran Al Qur^an ini makadia akan dianggap sebagai penindas atau pelaku penganiayaan dan akan dihukum di dunia ini oleh Negara Islam dan di hari kemudian oleh Allah. Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan memaksa majikan untuk membayar melebihi kemampuannya. Prinsip keadilan yang sama tercantum dalam surat Al Jaatsiyah : 22 Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibatasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan (QS.Al Jaatsiyah : 22 ) Prinsip dasar ini mengatur kegiatan manusia karena mereka akan diberi balasan didunia dan di akhirat. Setiap manusia akan mendapat imbalan dari apa yang dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan. Jadi ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah disumbangkan dalam proses produksi; jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka hal itu dianggap ketidak adilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang telah dikerjakannya Tentang prinsip ini disebutkan lagi dalam surat Al Ahqaf : 19 ….dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaanpekerjaan mereka sedang mereka tidak dirugikan. (QS.Al Ahqaf : 19) Dan dalam surat Ali “Imran : 161 …..kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (Al Imran :161) Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan terhadap manusia di akhirat kelak terhadap pekerjaan mereka didunia, akan tetapi prinsip keadilan yang disebutkan disini dapat pula diterapkan kepada manusia dalam
3
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
memperoleh imbalannya di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang harus diberi imbalan penuh sesuai hasil kerjanya dan seorangpun yang harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya dalam produksi, sementara majikan harus menerima keuntungannya sesuai dengan modal dan sumbangsihnya terhadap produksi. Dengan demikian setiap orang memperoleh bagiannya dari deviden negara dan tidak seorangpun yang dirugikan. Tingkatan Upah Dalam Islam Berdasarkan prinsip keadilan, upah dalam masyarakat Islam akan ditetapkan melalui negosiasi antara pekerja, majikan dan Negara. Dalam pengambilan keputusan tentang upah maka kepentingan pencari nafkah dan majikan akan di pertimbangkan secara adil. Untuk itu menjadi tanggung jawab Negara Islam untuk mempertimbangkan tingkat upah yang ditetapkan agar tidak terlalu rendah sehingga tidak mencukupi biaya kebutuhan pokok para pekerja juga tidak terlalu tinggi sehingga majikan kehilangan bagian yang sesungguhnya dari hasil kerjasama itu. Agar dapat menetapkan suatu tingkatan upah yang cukup Negara perlu menetapkan terlebih dulu tingkat upah minimumnya dengan mempertimbangkan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan bawah dan dalam keadaan apapun tingkat upah ini tidak akan jatuh. Tingkat minimum ini sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup Tingkat maksimumnya akan ditetapkan berdasarkan sumbangsih tenaganya dan akan sangat bervariasi Tingkat Upah Minimum Pekerja dalam hubungannya dengan majikan berada dalam posisi yang sangat lemah yang selalu ada kemungkinan kepentingannya tidak akan terlindungi dan terjaga dengan sebaiknya-baiknya. Mengingat posisinya yang lemah, Islam memberikan perhatian besar untuk melindungi hak-haknya dari pelanggaran yang dilakukan oleh majikan. Sudah menjadi kewajiban para majikan untuk menentukan upah minimum yang dapat menutupi kebutuhan pokok hidup termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya, sehingga pekerja akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang layak. Pembagian kebutuhan-kebutuhan pokok disebutkan dalam ayat berikut ini : Sesungguhnya kamu sekalian tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya (QS.Thaahaa :118119) Kata “tadzmau” tidak hanya mengandung pengertian yang sederhana yaitu dahaga terhadap air tetapi dahaga (kebutuhan) terhadap pendidikan dan pengobatan. Dengan demikian sudah menjadi tanggung jawab Negara Islam untuk memenuhinya agar rakyat terpelihara hidupnya atau menetapkan upah minimum pada tingkat tertentu yang dapat memenuhi semua kebutuhan mereka. Mereka akan memperoleh makanan dan pakaian yang cukup serta tempat tinggal
4
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
yang layak.Selaian itu anak-anak mereka berkesempatan memperoleh pendidikan dan tersedianya fasilitas pengobatan bagi keluarga mereka. Apabila kebutuhankebutuhan pokok tidak terpenuhi dengan upah tersebut maka akan sangat mempengaruhi efisiensi populasi kerja sehingga akhirnya akan mempengaruhi kekayaan Negara.Disamping itu rasa ketidak puasan yang timbul dikalangan kelompok pekerja akan melahirkan kebencian dan konflik antara kelompok didalam masyarakat yang betul-betul akan merusak persatuan dan kesatuan dan akibatnya terjadi kehancuran dalam ekonomi masyarakat. Dalam ayat lain di surat Hud juga menyebutkan kenyataan bahwa negara Islam bertanggung jawab langsung atau tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makan masyarakatnya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya…..(Hud : 6) Sebuah negara Islam sebagai wakil Allah dimuka bumi diharapkan dapat melakukan pemerataan rezeki terhadap anggota masyarakatnya. Dengan demikian tugas utamanya adalah memperhatikan agar setiap pekerja dalam negara memperoleh upah yang cukup untuk untuk mempertahankan suatu tingkat kehidupan yang wajar. Dan tidak akan pernah membolehkan pemberian upah yang berada di bawah tingkat minimum agar pekerja agar pekerja dapat memenuhi kebutuhan pokoknya Rasulullah Saw senantiasa menasehati para sahabat beliau agar memberlakukan pelayan-pelayan mereka dengan baik dan memberi mereka upah yang cukup dan layak. Diriwayatkan Rasulullah saw pernah bersabda : Berilah makanan dan pakaian kepada pelayan dan budak sebagaimana kebiasaannya dan berilah mereka pekerjaan sesuai dengan kemampuannya (HR Bukhari Al Adab) Hadits ini jelas menganjurkan agar upah para pekerja harus cukup untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan pokok mereka menurut taraf hidup pada saat itu. Dan ini sewajarnya dianggap sebagai tingkat upah minimum, dan upah tidak seharusnya seharusnya jatuh di bawah tingkat minimum dalam suatu masyarakat. Selanjutnya Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda ……Kasihanilah mahluk yang berada di bumi, niscaya Allah(yang berada di langit) akan mengasihani kamu . ( HR Bukhari. Al Adab). Tidak diragukan lagi bahwasanya hadits ini memberi pengertian yang sangat luas, tapi juga dengan tegas dan meyakinkan menuntut persamaan hak kepada semua mahluk, khususnya termasuk para pekerja yang posisinya sangat lemah jika dibanding dengan para majikan. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa diperingatkan kepada orang-orang yang beriman yang berbuat kebajikan dan keadilan agar tidak mengharapkan imbalan uang kecuali mencari ridha Allah semata-mata. Diharapkan orang-orang seperti mereka akan bermurah hati dalam pemberian upah kepada pekerja mereka.Inilah tanda-tanda orang yang mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Oleh karena itu, setiap 5
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
majikan dari kalangan kaum muslimin diharapkan dapat memberi upah yang sesuai kepada para pekerjanya karena Allah semata-mata; dan tidak ada majikan yang beragama Islam ( Islam yang sebenar-benarnya dan bukan karena faktor keturunan saja ) yang akan membayar upah rendah kepada pekerjanya sehingga tidak dapat membeli sekalipun kebutuhan pokok hidupnya. Seorang majikan yang beragama Islam akan merasa bangga dan senang apabila memberi upah yang baik dan sesuai, kepada para pekerjanya. Tingkat Upah Tertinggi Benarlah bahwasanya Islam tidak membiarkan upah berada dibawah tingkat minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok kelompok pekerja; dan juga benar tidak membiarkan adanya kenaikan upah melebihi tingkat tertentu yang ditentukan berdasar kan sumbangsihnya terhadap produksi. Sebagaimana diketahui betapa pentingnya menyediakan upah bagi mereka yang setidak-tidaknya dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka agar tercipta keadilan dan pemerataan; disamping untuk menunjang efisiensi kerja mereka, juga perlu menjaga upah agar tetap berada pada batas-batas kewajaran agar mereka tidak menjadi pengkonsumsi semua barang-barang produksi. Sebagian karena alasan yang sama yaitu keadilan dan sebagian lagi alasan untuk mendorong serta mempertahankan tingkat investasi pada tingkat yang layak. Oleh karena itu diharapkan bahwa tidak perlu terjadi kenaikan upah melampaui batas tertinggi dalam penentuan batas maksim um upah tersebut. Dalam ayat berikut ini dapat memberikan gambaran tentang upah tertinggi : Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. An Najm : 39 ) Ayat ini menetapkan tentang apa yang dapat dituntut para pekerja dari para majikan mereka. Upah maksimum yang mereka tuntut dari para majikan harus sesuai dengan apa yang telah mereka sumbangkan dalam keberhasilan bersama faktor-faktor produksi lainnya. Prinsip upah maksimum digambarkan dalam ayat lain berikut ini: ……..dan kamu tidak dibatasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan (QS. Yasiin: 54) Sudah merupakan hukum alam seseorang yang melakukan sesuatu akan memperoleh imbalan nya sesuai dengan apa yang dilakukannya, tidak terkecuali kegiatan-kegiatan manusia yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan.Setiap pekerja akan menerima sesuai dengan apa yang dilakukannya ………Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orangorang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An Nahl : 96) Menjadi kewajiban bagi setiap majikan untuk membayar dengan upah yang baik dan cukup kepada para pekerjanya agar mereka dapat menikmati kehidupan yang menyenangkan. Orang-orang yang tidak membayar ganti rugi
6
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
yang sesuai kepada para pekerja mereka diperingatkan agar memperbaiki kesalahan mereka dan membayar kembali apa yang menjadi hak orang lain. Upah Pegawai Pada Masa Rasulullah Rasulullah saw. menetapkan beberapa prinsip dasar dalam penentuan upah pegawai kerajaan. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda : “Bagi seorang pegawai kerajaan jika dia belum kawin; dia harus menikah, jika dia tidak punya rumah untuk hidup, dia boleh membangunnya, dan siapapun yang melampaui batas ini maka ia termasuk perampas atau pencuri”(HR Abu Daud, Kitab Al-Karaj) Hadits ini memberikan 2 (dua) prinsip pengaturan upah pegawai kerajaan : 1. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan nyata dan praktis dari para pegawainya. 2. Tidak patut bagi para pekerja untuk menuntut lebih kepada badan keuangan negara dari kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya Jika upah pegawai pemerintah ditentukan berdasarkan prinsip ini, maka tidak akan pernah timbul perbedaan yang tidak adil dan tidak wajar dalam penentuan upah para pejabat tertinggi dan pejabat terendah dalam kerajaan. Upah Pegawai Pada Masa Kekhalifahan Para khalifah setelah Rasulullah menetapkan prinsip-prinsip yang telah dikeluarkan oleh Rasulullah saw dalam penentuan upah para pegawai kerajaan. Berbagai faktor yang diperhitungkan dalam penentuan upah; selain kemampuan pekerja, jenis pekerjaan dan tanggung jawab ekonominya juga ikut dipertimbangkan. Khalifah ke dua, Sayyidina Umar telah menjelaskan tentang prinsip-prinsip ini dalam beberapa pembicaraannya sehubungan dengan pembagian bantuan dan pemberian upah.Perbedaan-perbedaan dalam kemampuan, pelatihan, pengabdian, sifat dan tanggung jawab terhadap pekerjaan dan kebutuhaqn-kebutuhan ekonomi yang mendasar dan lainnya, tetap memperoleh upah yang sesuai, tapi hanya pada tingkat yang dibenarkan berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Walaupun ada perbedaan-perbedaan dalam pemberian upah terhadap para pegawai kerajaan kerajaan tersebut dapat bertahan, upah yang sangat rendah masih cukup untuk menutupi semua biaya kebutuhan dari pegawai tingkat rendah sehingga mereka dapat menikmati hidup yang layak. Perbedaan upah tertinggi dan terendah itu moderat sifatnya, tetapi tidak terlalu besar sebagaimana yang diketemukan pada saat ini di negara-negara kapitalis. Pada awal masa kekhalifahan ada perbedaan upah antar pejabat yang dibayar dengan upah yang sangat tinggi dengan pekerja, namun tidak menimbulkan adanya kesenjangan antara pegawai tingkat rendah dengan pegawai tingkat tinggi yang biasanya dapat menyebabkan perselisihan ekonomi dan sosial di antara keduanya. Karena ternyata pemberian upah kepada pegawai
7
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
kerajaan ditetapkan dengan sangat hati-hati sehingga seseorang dengan upah yang terendah mampu memenuhi semua kebutuhan pokoknya, sebaliknya seseorang dengan upah yang tertinggi tidak boleh menuruti keinginannya untuk hidup berlebih-lebihan atau bermewah-mewah. Dalam tahun ke 5 H, selain ada pengeluaran untuk istri-istri juga para sahabat Rasulullah saw yang telah ikut berperang dalam perang Badar dan Uhud, dimana upah minimumnya sebanyak 200 dirham; dengan (kira-kira 100 rupee) sedang maksimumnya sejumlah 2000 dirham; dengan perbandingan 1 :10. Karena pendapatan kerajaan meningkat, dengan sendirinya masyarakat muslim menjadi lebih makmur, upah minimumnya naik menjadi 300 dirham dan maksimumnya 3000 dirham; dengan perbandingan tetap 1 : 10 Adalah benar bahwa pada masa Rasulullah saw dan pemerintahan khalifah setelah beliau, terdapat perbedaan dalam upah para pegawai pemerintahan tapi tetap imbang dan masih dalam batas-batas yang wajar. Adanya perbedaan yang sangat mendasar dan tidak terelakkan karena disebabkan oleh perbedaanperbedaan dalam kemampuan dasar, pendidikan, pelatihan, jenis pekerjaan, tanggung jawab ekonomi dan lama pengabdian dan lain-lainnya di antara berbagai pekerja.Tapi yang paling penting, perbedaan upah tidak dibenarkan melampaui ketentuan-ketentuan khusus yang telah ditetapkan. Perbedaan perbandingan dalam upah tetap berkisar 1:10, sebaliknya dalam negara-negara Kapitalis modern perbandingannya setinggi 1:200; belum termasuk penghasilan yang luar biasa dari beratus-ratus bahkan beribu-ribu. Islam tidak mengizinkan sistim upah yang memberikan perbedaan besar dan terkadang tidak adil terhadap gaji para pegawai pemerintahan. Selain itu sistim ini sangat tidak adil terhadap pegawai golonga rendah yang memperoleh gaji yang sangat rendah, tidak cukup untuk menunjang kehidupannya apalagi satu keluarga dalam hidup yang layak. Dan tidak mengherankan bahwa kebanyakan pegawai yang diberi upah rendah seperti ini melakukan korupsi demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok keluarga mereka. Namun bahwa dengan pembayaran upah yang rendah kepada mereka pemerintah seolah-olah sengaja membuat mereka hidup dengan hasil korupsi.Dan seperti pada perusahaanperusahaan dan industri-industri pribadi mengikuti pemerintah yang dalam hal ini tingkat upah nasional tetap masih sangat rendah pada hampir seluruh negara berpenduduk Islam yang baru merdeka. Naiknya biaya hidup akhir-akhir ini selanjutnya semakin memburuk keadaan. Telah menjadikan meningkatnya kesulitan bagi pegawai pemerintahan khususnya yang berpenghasilan rendah untuk memenuhi biaya-biaya hidup mereka yang meningkat dengan gaji mereka yang rendah. Hal seperti ini telah membuka peluang bagi penyelewengan, penyalahgunaan dana masyarakat dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya. Dan ternyata menjalani kehidupan miskin seperti ini telah melemahkan nilai-nilai moral masyarakat sehingga tidak ada nilai kebaikan yang dapat diharapkan dari mereka tanpa adanya perubahan struktur gaji secara menyeluruh di setiap negara. Khalifah pertama, Abu Bakar mewariskan agar seluruh jumlah tunjangan yang telah dia terima pada masa ke Khalifahan dibayarkan kembali kepada
8
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
Badan Keuangan yang berasal dari harta milik pribadinya (Naeem Siddiqi, 168169). Sayyidina Umar sebagai khalifah kedua menjelaskan jenis tunjangan yang diterimanya sebagai berikut : “Keadaan saya dalam hubungannya dengan keuanganmu ibarat pengasuh anak yatim : Jika saya kaya, saya tidak akan mengambil apapun darinya, tapi jika saya membutuhkan nya, saya akan mengambil upah saya secara wajar” Dan setelah dihitung dengan baik, diketahui bahwa yang diterimanya hanya 2 dirham ( 1 rupee) per hari berarti 30 rupee per bulannya. Dengan contoh unik yang diberikan Rasulullah saw telah menciptakan prinsipprinsip dasar menyangkut tunjangan bagi para pejabat tinggi yang dijalankan dengan tegas oleh Khalifah setelah beliau dan para pejabat tinggi yang tunjangannya diatur sesuai standar hidup mereka. Inti ucapan beliau ini yang ditujukan kepada gubernurnya dan administratornya dapat memberikan gambaran sekilas tentang peraturan pegawai negeri yang ditetapkannya (Kitab Al Kharaj, 32-33) Dan setiap tindakan pencegahan yang diambil bertujuan agar supaya Peraturan Pegawai Negeri tersebut dijalankan oleh semua pejabat tinggi dalam negara Islam. Apabila ada pelantikan yang dilakukan kepada pejabat tinggi, surat pelantikan berisi syarat-syarat sumpah kesetian, biasanya dilakukan didepan umum. Tujuan langkah-langkah ini adalah untuk mencegah sifat foya-foya dan kemewahan di kalangan pejabat tinggi dan membiasakan mereka hidup sederhana sebagaimana warga negara biasa dalam negara Islam. Kestabilan Upah Untuk mempertahankan suatu standar upah yang sesuai, Islam telah memberikan kebebasan sepenuhnya atas mobilisasi tenaga kerja. Bebas bergerak dan mencari nafkah disetiap pelosok negeri. Dan tidak ada pembatasanpembatasan yang mutlak terhadap pindahnya mereka dari satu daerah ke daerah lain dalam negara, untuk mencari upah yang tertinggi. Cara kedua yang dianjurkan oleh Islam dalam menstandarisasikan upah diseluruh negeri yaitu memberi kebebasan sepenuhnya kepada pekerja untuk memilih jenis pekerjaan yang dikehendakinya. Setiap pekerja bebas memiliki pekerjaan sesuai pilihannya dan tidak ada batasan-batasan yang bisa menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam pemilihan pekerjaan atau dalam memiliki pekerjaan dilihat dari segi geografinya. Hasilnya tenaga kerja dari semua jenis pekerjaan tersebar di berbagai pelosok negara sesuai tuntutannya, dan jarang terjadi ada kelebihan atau kekurangan tenaga kerja dimana-mana. Kebebasan dalam mobilisasi kerja diantara daerah dan pekerjaan yang berbeda sangat membantu mempertahankan kestabilan upah di seluruh negera. 9
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
Kesimpulan Dari penulisan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perlu untuk menyusun kembali sistem upah sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw demi kemakmuran dan kemajuan negara Islam dan untuk menentukan upah minimum dengan berdasarkan pada prinsip “hak mata pencaharian” bagi setiap pekerja. Yang penting dalam penentuan tingkat upah terendah yaitu kebutuhan dan tanggung jawab ekonomi harus dipertimbangkan, sehingga meskipun pekerja terendah dia dapat menikmati taraf hidup yang layak.Suatu perhatian besar harus diberikan pada penentuan sistem upah agar perbedaan-perbedaan antara upah yang terendah dn tertinggi tetap dalam batas keadilan dan kewajaran. Menjadi kewajiban bagi setiap orang-orang yang beriman berusaha untuk berperan serta membantu mengadakan perubahan terhadap keberadaan sistem upah yang tidak Islami dan tidak adil serta menggantinya dengan sistem upah yang lebih tepat dan adil. Ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kembali suatu sistem upah antara lain : 1. Upah minimum haruslah cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan pokok. 2. Tanggung jawab ekonomi pekerja termasuk jumlah anggota keluarganya harus menjadi bahan pertmbangan. 3. Perbedaan-perbedaan dalam upah harus dalam batas-batas yang ditetapkan sesuai perbedaan-perbedaan yang mendasar antara lain dalam jenis pekerjaan, lama pengabdian, pendidikan, dan pelatihan serta kebutuhan ekonomi tiap pekerja; walau bagaimanapun dan dalam keadaan apapun tidak dibenarkan upah melampaui batas yang telah ditetapkan oleh ke tiga faktor ini. Daftar Pustaka Abu Daud dan Kitab al-Kharaj, dikutip oleh Naeem Siddiqi, Maushina Hamwarian Aur un Islami Edisi ke 2, hal 167 Afzahur Rahman “Doktrin Ekonomi Islam” Jilid 2, Edisi Lisensi, Seri Ekonomi Islam no 3, 1992 Al- Qur”an Buchari, Edisi Urdu, vol III Bab al-Adab, hal 232 No.983 Economic, Edisi ke 2, 1940, hal 231 Kitab al-Kharaj dikutip oleh Allama-Shibli Numani “Umar The Great” Terjemahan Bhs. Inggris, vol II hal 32-33 Naeem Siddiqi, opcit, hal 168-169
10