Unnes J Life Sci 3 (1) (2014)
Unnes Journal of Life Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/UnnesJLifeSci
KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI EKOSISTEM MANGROVE WILAYAH TAPAK KELURAHAN TUGUREJO KOTA SEMARANG Jamaludin Afif, Sri Ngabekti, Tyas Agung Pribadi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel
Abstrak
________________
___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Diterima Desember 2013 Disetujui Februari 2014 Dipublikasikan Mei 2014
Kota Semarang memiliki Ekosistem Mangrove yang terletak di Tapak Tugurejo. Ekosistem ini dikelilingi oleh berbagai industri dan kemungkinan besar membuang limbahnya ke lingkungan. Hal ini dapat berdampak pada keanekaragaman makhluk hidup di dalam perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan 9 stasiun pengumpulan sampel. Sampel diambil sebanyak 3 kali dengan selang waktu 2 minggu. Data kemudian dianalisis menggunakan Indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks dominansi. Hasil penelitian menemukan 15 spesies makrozoobentos, yang didominasi oleh Cerithidea cingulata. Nilai Indeks Keanekaragaman pada ekosistem mangrove rendah (0,86). Kualitas perairan di ekosistem mangrove termasuk dalam kriteria mutu air kelas II.
Keywords: Diversity Makrozoobenthos Tapak Mangrove ecosystem ____________________
Abstract ___________________________________________________________________ Semarang has mangrove ecosystem in the areal of Tapak Tugurejo. The ecosystem is surrounded by various industries and most probably these plants discharge the sewage to the environment. This might impact on the living creatures in the water. The research was aimed to investigate makrozoobenthos diversity as the indicators water quality. The purposive sampling was used to select 9 stations to collect the samples. The samples were taken three times with the interval of two weeks. Data were analyzed for the diversity index, evenness index, and dominance index. Result find that there were 15 species of macrozoobenthos, Cerithidea cingulata is dominated. The diversity index in mangrove ecosistem is low (0,86). The water quality in mangrove ecosystem include in criteria water quality class II.
© 2014 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung D6 Lt.1, Jl. Raya Sekaran, Gunungpati, Semarang, Indonesia 50229 E-mail:
[email protected]
ISSN 2252-6277
47
J Afif dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
terdapat banyak pabrik, diantaranya adalah
PENDAHULUAN
pabrik pengepakan ikan, pabrik sabun, pabrik Ekosistem mangrove merupakan kawasan
makanan, penyablonan gelas, dan pabrik mebel.
yang unik karena terletak di daerah muara
Diduga dari pabrik–pabrik tersebut membuang
sungai atau pada kawasan estuaria. Pada
limbahnya ke sungai baik secara langsung
ekosistem
maupun
mangrove
terdapat
kehidupan
tidak
langsung.
Hal
ini
dapat
berbagai jenis hewan yang hidupnya bergantung
mempengaruhi kondisi ekosistem mangrove
pada
yang aliran sungainya mengalir menelusuri
mangrove.
Menurut
Dahuri
(2003)
ekosistem mangrove memiliki fungsi penting
sekitar
area
dalam perikanan laut, yaitu sebagai tempat pemijahan (spawning ground), asuhan (nursery ground) pembesaran atau mencari makan (feeding
mempengaruhi kualitas sungai, limbah-limbah tersebut
ekosistem
dapat
mangrove.
mempengaruhi
Selain
keberadaan
organisme yang hidup di ekositem mangrove.
Kota
Pada bagian dasar atau substrat mangrove
Semarang dengan panjang pantai mencapai 21,6
dihuni oleh berbagai macam organisme, salah
Km tercatat 279 gugusan mangrove dengan
satunya
rerata luas 0,3 hektare dan luas kelompok
berperan aktif dalam proses penguraian bahan
maksimum
mencapai 8,52 hektare (Dinas
organik terutama dalam biodegradasi sisa-sisa
Kelautan dan Perikanan Kota Semarang 2010).
tanaman mangrove dan logam berat pencemar
Salah satu ekosistem mangrove terletak di Tapak
lingkungan (Setiawan 2010). Makrozoobentos
Tugurejo Kota Semarang.
juga memiliki peranan penting dalam siklus
ground).
Kawasan
pesisir
dan
laut
adalah
bentos.
Makrozoobentos
penduduk
nutrien di dasar perairan dan juga berperan
Tapak sebagian besar adalah nelayan dan petani
sebagai salah satu mata rantai penghubung
tambak. Ikan bandeng merupakan jenis ikan
dalam aliran energi dan siklus alga plantonik
yang
sampai konsumen tingkat tinggi. Keberadaan
Mata
pencaharian
paling
tambak.
banyak
Selain
itu
utama
dibudidayakan beberapa
petani
petani
makrozoobentos
juga
dapat
kualitas
(Bintari 2011). Kondisi wilayahnya didukung
merupakan bioindikator untuk mendeteksi baik
ekosistem mangrove yang menjadi daerah
atau tidaknya kualitas lingkungan suatu perairan
penyangga
(Odum 2003).
terutama
ekosistem
ekosistem
di
di
sekitarnya,
areal
Berdasarkan
tambak.
jadi
indikator
melakukan budidaya udang dan ikan nila
bagi
perairan,
dijadikan
hal
makrozoobentos
di
atas
dilakukan
Perekonomian warga sangat tergantung pada
penelitian untuk mengetahui keanekaragaman
pertambakan.
makrozoobentos
Kawasan
ini
memiliki
jenis
sebagai
indikator
kualitas
mangrove yang beragam, antara lain adalah Avicennia marina, Rhizopora Apiculata dan
perairan dan mengetahui kualitas perairan
Rhizophora mucronata.
Tugurejo Kota Semarang.
Pesatnya dewasa
ini
perkembangan
teknologi
mengakibatkan
semakin
kawasan ekosistem mangrove wilayah Tapak
METODE PENELITIAN
meningkatnya kegiatan industri di Indonesia. memberikan
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah
dampak positif, juga memiliki dampak negatif.
ekosistem perairan mangrove Tapak Tugurejo
Dampak negatif
pada
Dari
kegiatan
industri ini
selain
kebanyakan
berkaitan
bulan
Februari-Maret
2013
(musim
kerusakan lingkungan akibat polusi dan limbah
penghujan). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purpossive sampling yaitu
yang dihasilkan industri. Di kawasan Tugu
berdasarkan
dengan aspek lingkungan, yaitu pencemaran dan
48
pertimbangan
terwakilinya
J Afif dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
gambaran keseluruhan ekosistem. Pengambilan
nilai H’ dikarenakan keberadaan pabrik di
sampel dibagi menjadi 9 stasiun yang berbeda
sekitar
dengan teknik pengambilan komposit. Substrat
membuang
berikut
kemudian
sehingga perairan ekosistem mangrove tercemar.
ditumpahkan ke dalam ember yang berukuran 1
Taqwa (2010) menyatakan bahwa suatu perairan
liter.
disaring
estuaria yang tercemar karena ulah manusia
1
makrozoobentos Substrat
menggunakan
dikeruk
yang
saringan
didapat berukuran
hulu
Sungai
Tapak
limbahnya
ke
yang
diduga
dalam
sungai,
mm.
akan berakibat rendahnya nilai keanekaragaman
Makrozoobentos yang telah disortir dari substrat
jenis organisme air. Faktor lain yang diduga
selanjutnya
mempengaruhi
dibersihkan
dengan
air
dan
rendahnya
dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol 70%
keanekaragaman
dan dilabeli. Makrozoobentos diidentifikasi dan
diantaranya adalah substrat dasar, DO dan
dihitung
kandungan BOD.
jumlah
Laboratorium
dan
jenis
Biologi
individu
UNNES.
di
Waktu
menurut
indeks
Wijayanti (2007)
Nilai indeks keanekaragaman (H’) per
pengambilan sampel sebanyak 3x dengan selang
stasiun
waktu 2 minggu.
wilayah Tapak berkisar antara 0 - 0,68 (Tabel 1).
Data makrozoobentos
penelitian
di
(2007)
ekosistem
Mangrove
dianalisis indeks keanekaragaman Shannon-
Fachrul
menyatakan
nilai
Wienner (H’), indeks kemerataan/ Evenness (e)
keanekaragaman di bawah 1 termasuk rendah.
(Fachrul 2007), dan indeks dominasi (D) (Odum
Rendahnya nilai keanekaragaman dikarenakan
1993).
keberadaan pabrik di sekitar hulu Sungai Tapak yang diduga membuang limbahnya ke dalam sungai, sehingga perairan ekosistem mangrove
HASIL DAN PEMBAHASAN
tercemar. Perhitungan
indeks
keanekaragaman,
Stasiun penelitian I dan II nilai indeks
kemerataan jenis dan indeks dominansi per
keanekaragamannya terendah (Tabel 1). Hal ini
stasiun penelitian pada 3x pengambilan sampel
dikarenakan saat pengambilan sampel pada
dapat dilihat pada Tabel 1.
minggu pertama, kondisi fisik perairan berubah karena banjir. Selain hal itu, stasiun I dan II
Tabel 1.. Nilai H’, e dan D makrozoobentos di seluruh wilayah ekosistem mangrove. No
Stasiun penelitian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
I II III IV V VI VII VIII IX Total
∑ individu
1 2 35 82 17 14 27 4 10 192
∑ spesies
H’
e
D
1 1 6 6 8 4 6 2 4 15
0 0 0,54 0,67 0,68 0,53 0,64 0,24 0,57 0,86
0 0 0,7 0,86 0,31 0,88 0,82 0,81 0,94 0,73
0 0 0,37 0,26 0,76 0,33 0,28 0,62 0,28 0,2
terletak berdekatan dengan pabrik, dan diduga pabrik membuang limbahnya ke perairan stasiun penelitian.
Rendahnya
nilai
indeks
keanekaragaman pada stasiun I dan II ini dapat dipengaruhi oleh rendahnya nilai DO yaitu berkisar antara 4,23–4,77 mg/L (Tabel 3). Indeks keanekaragaman di stasiun III-IX (Tabel 1) berkisar antara 0,24 (Stasiun VIII) sampai 0,68 (Stasiun V). Rendahnya nilai indeks keanekaragaman pada Stasiun VIII dipengaruhi oleh keberadaan mangrove yang relatif sedikit pada sekitar area stasiun tersebut. Sedikitnya mangrove
Keterangan : H’: Indeks keanekaragaman, e: indeks kemerataan, D: indeks dominansi
yang
terdapat
di
stasiun
VIII
berpengaruh pada sedikitnya serasah yang ada, sehingga
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai indeks
banyak.
keanekaragaman (H’) makrozoobentos secara total sebesar 0,86 (kategori rendah). Rendahnya
49
makrozoobentos
jumlahnya
tidak
J Afif dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
pada
menyatakan spesies Cerithidea cingulata memiliki
stasiun V (Tabel 1) merupakan yang tertinggi
ekosistem perairan payau atau sekitar tambak
dari seluruh stasiun penelitian (0,68). Stasiun
dan daerah muara sungai. Sebaran spesies Cerithidea cingulata mencakup keseluruhan dari
Nilai
penelitian
indeks
V
keanekaragaman
merupakan
muara
sungai,
Wijayanti (2007) berpendapat tingginya nilai
ekosistem mangrove yang rimbun.
indeks keanekaragaman pada muara sungai dapat diduga karena terjadi proses pemulihan
Wardhana (1995) menyatakan bahwa gastropoda bersifat mobile (memiliki kemampuan
ekosistem mangrove dari masukan limbah
untuk
industri di sekitar ekosistem mangrove. Selain hal tersebut beberapa spesies yang ditemukan
mengindikasikan dengan terdapatnya spesies Cerithidea cingulata pada hampir seluruh stasiun
pada
penelitian,
stasiun
V
merupakan
spesies
yang
menghuni lautan. Tabel
berpindah
tempat).
menunjukkan
Hal
ini
bahwa
dapat
kondisi
ekosistem mangrove dalam keadaan stabil. pertama
Perhitungan indeks keanekaragaman (H’),
keanekaragaman
kemerataan jenis (e), dan indeks dominansi (D)
pada stasiun penelitian III, IV, VI, VII dan IX
per periode pengambilan sampel dapat dilihat
yang hampir seragam. Pada masing masing
pada Tabel 2.
menunjukkan
hasil
pengamatan
nilai
indeks
stasiun penelitian tersebut memiliki kondisi
Dari
tiga
kali
periode
pengambilan
mangrove yang cenderung rimbun. Rimbunnya
sampel, nilai indeks keanekaragaman spesies
kondisi
ekosistem
tertinggi berkisar antara 0,40-0,86 (Tabel 2).
tersebut memiliki kandungan organik yang
mangrove
menunjukkan
Pada minggu awal pengambilan sampel, jumlah
tinggi. Hal ini diperoleh dari proses dekomposisi
individu yang diperoleh paling sedikit. Hal ini
serasahan yang melibatkan makrozoobentos dan
disebabkan oleh banjir yang terjadi di sungai
organisme kecil (bakteri, protozoa dan lainnya).
Tapak. Pada periode pengambilan minggu ke 2
Hendrasari
(2003)
menyatakan
dan 3 jumlah individu yang diperoleh cenderung
makrozoobentos memanfaatkan serasah (daun-
semakin banyak. Menurut Fachrul (2007) bahwa
daun) dari mangrove yang banyak mengandung
klasifikasi tingkat pencemaran air berdasarkan
unsur hara dan nutrien untuk memenuhi
indeks keanekaragaman < 1 dapat digolongkan
kebutuhan hidupnya. Selain itu makrozoobentos
dalam perairan yang tercemar berat.
juga berperan penting mempercepat proses
Hasil pengukuran kualitas air pada setiap
dekomposisi serasah yang menghasilkan hara
stasiun penelitian di ekosistem mangrove dapat
untuk
dilihat pada Tabel 3. Kondisi faktor lingkungan
pertumbuhan
dan
perkembangan
mangrove (Wibisono 2005).
dari hasil pengukuran lebih tinggi dari kisaran
Dari keseluruhan data yang didapatkan,
kriteria mutu air kelas II (PP No. 82, 2001).
spesies yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah Cerithidea cingulata dari
Kandungan oksigen terlarut (DO) lebih tinggi
kelas Gastropoda (Tabel 3), yang ditemukan
5,62 mg/L. Tingginya oksigen terlarut dapat
pada stasiun III, IV, VI, VII, dan IX. Jumlah
dipengaruhi oleh suhu yang stabil dalam stasiun
total yang ditemukan sebanyak 72 individu.
penelitian (31oC – 33oC). Semakin tinggi
Spesies ini dapat digunakan sebagai spesies
kandungan DO pada suatu perairan, semakin
bioindikator. Menurut Yusuf dan Gentur (2004) spesies Cerithidea cingulata memiliki pola
berkualitas perairan tersebut, dan sebaliknya
dari kriteria mutu, yakni berkisar antara 4,22–
(Wardhana 1995).
perkembangbiakan yang sangat tinggi, dan
Kandungan
BOD
dan
COD
yang
hidupnya berkelompok dalam jumlah yang
didapatkan sedikit di atas kriteria mutu air kelas
besar.
II. Kisaran BOD pada penelitian adalah 3,11-
Yusuf
dan
Gentur
(2004)
juga
50
J Afif dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
5,27 mg/L. Kadar BOD yang sedikit di atas
tercemar.
Tingginya
kadar
kriteria mutu air kelas II menunjukkan bahwa
disebabkan
perairan ekosistem mangrove wilayah Tapak
oksidasi senyawa organik perairan tersebut.
dalam kondisi tercemar. Tingginya kadar BOD
Wardhana
diduga karena banyaknya bahan organik pada
mengukur COD akan diperoleh nilai yang
perairan tersebut. Bahan organik alami dapat
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan
berasal dari sisa dekomposisi serasah mangrove,
untuk proses oksidasi terhadap total senyawa
atau berasal dari buangan limbah industri yang
organik yang diuraikan secara biologis.
tingginya (1995)
COD
aktivitas
dapat
penguraian
menyatakan,
dengan
terletak disekitar hulu sungai Tapak sehingga mencemari ekosistem mangrove Tapak.
Tabel 3. Kualitas air yang diperoleh pada stasiun penelitian di Ekosistem Mangrove.
Tabel 2. Nilai H’, e dan D makrozoobentos per pengambilan sampel. No
Taksa
Faktor Lingkungan Abiotik
Jumlah total individu pada pengambilan ke-1 2 3
Gastropoda Bellamya javanica 1 0 10 8 Cerithidea cingulata 2 8 26 38 Marginella 3 3 10 8 quinqueplicata Murex trapa 4 0 1 0 Nassarius 5 0 0 1 margaritifer Oliva oliva 6 0 4 5 Strombus canarium 7 0 0 1 Telescopium 8 2 10 11 telescopium Vexilla lineate 9 0 14 9 Bivalvia 10 Arca granulosa 0 5 2 11 Cayatis inflata 0 0 1 12 Hysteroconcha affinis 0 0 1 13 Mytilis viridis 0 0 1 14 Scapharca 0 1 0 inaequivalvis Crustacea 15 Uca demani 0 7 5 ∑ 13 88 91 ∑ Spesies 3 10 13 H' 0,40 0.86 0.83 E 0,27 0.86 0.42 C 0,41 0,15 0.21 Keterangan : Pengambilan sampel pertama tanggal 24 Januari 2013, kedua tanggal 7 Februari 2013, dan ketiga tanggal 28 Februari 2013.
Kadar
COD
yang
didapatkan
Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas II (PP No. 82/2001) -
Kisaran Stasiun I – IX
Suhu air (oC) Suhu Substrat (oC) pH air pH substrat DO (mg/L) BOD (mg/L) COD (mg/L) Salinitas (‰) Substrat dasar
31-33 28-30 6-7 6-8 4,12-5,62 3,11-5,27 25,13-30,33 0-23 Lumpur
6-9 4 2 25 -
Struktur substrat dasar akan menentukan kemelimpahan dan komposisi jenis hewan makrozoobentos (Barnes 1987). Substrat dasar pada penelitian rata-rata berupa lumpur (Tabel 3), kecuali pada stasiun V yang merupakan muara sungai memiliki substrat dasar berupa lumpur berpasir. Nybakken (1992) menyatakan bahwa
substrat
dasar
yang
berbeda-beda
menyebabkan perbedaan fauna atau komunitas makrozoobentos. Salinitas yang diperoleh berkisar 1-23 ‰. Keadaan
salinitas
akan
mempengaruhi
penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun
horizontal.
Salinitas
yang
tinggi
mempengaruhi komposisi ekosistem. Stasiun V memiliki
saat
salinitas
dibandingkan
dengan BOD, tinggi kadar COD yang sedikit di
dikarenakan stasiun V terletak pada muara
atas kriteria mutu air kelas II pada perairan
sungai yang berbatasan secara langsung dengan
51
lainnya,
(20-23‰)
penelitian berkisar 25,13-30,33 mg/L. Sama
menunjukkan bahwa perairan tersebut sedikit
stasiun
tertinggi
hal
ini
J Afif dkk./Unnes Journal of Life Science 3 (1) (2014)
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT Gramedia. Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ruswahyuni. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos Yang Berasosiasi Dengan Lamun Pada Pantai Berpasir Di Jepara. Jurnal Saintek Perikanan. 3(2): 33-36. Setiawan D. 2010. Studi Komunitas Makrozoobentos Di Perairan Sungai Musi Sekitar Kawasan Industri Bagian Hilir Kota Palembang. Prosiding Seminar Nasional Limnologi. 5: 217228. Taqwa A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan Kota Tarakan Kalimantan Timur (Tesis) Semarang: Universitas Diponegoro. Wardhana AW. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offest. Wibisono WS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Grasindo. Wijayanti H. 2007. Kajian kualitas perairan di pantai kota Bandar Lampung berdasarkan komunitas hewan makrobenthos (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. Yusuf M & Gentur H. 2004. Dampak Pencemaran Tehadap Kualitas Perairan Dan Strategi Adaptasi Organisme Makrobenthos Di Perairan Pulau Tirangcawang Semarang. Ilmu Kelautan. 9 (1): 12-42.
laut. Spesies yang ditemukan pada stasiun V merupakan spesies yang hidup pada habitat laut. Dari
hasil
disimpulkan
pengamatan,
dapat
keanekaragaman
jenis
makrozoobentos dipengaruhi oleh parameter fisika dan kimia lingkungan perairan. Pada kesembilan
stasiun,
tampak
bahwa
faktor
lingkungan yang paling berpengaruh adalah jenis substrat dasar, kandungan oksigen terlarut (DO), dan kandungan BOD. Interaksi antar semua komponen ekosistem dalam ekosistem mangrove memungkinkan terjadinya proses daur
ulang
secara
alami
terhadap
bahan
pencemar tidak bernilai menjadi bahan bernilai. SIMPULAN Keanekaragaman
makrozoobentos
di
wilayah ekosistem mangrove Tapak Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang tergolong rendah.
Kualitas
perairan
di
ekosistem
mangrove wilayah Tapak Tugurejo Semarang berdasarkan keanekaragaman makrozoobentos termasuk kriteria mutu air kelas II (PP No.28 Tahun 2008, Peraturan Menteri LH RI). DAFTAR PUSTAKA Barnes DR. 1987. Invertebrate Zoology. USA : College Publising The Dryden Press. Bintari. 2011. Kondisi Mangrove Tugurejo. On line at http://www.bintari.org/index. php/in/lingkup-kerja/konservasi-pesisir /3kondisi-mangrove-tugurejo [diakses tanggal 23 februari 2012} Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang. 2010. Online at http://diskanlutjateng.go.id/index.php/read/budidaya_ ikan/profil [diakses tanggal 23 Februari 2012] Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta. Bumi Aksara. Hendrasari N. 2003. Indeks Keanekaragaman Bentos Di Kawasan Mangrove Pantai Probolinggo. Jurnal Aksial, Majalah Ilmiah Teknik Sipil. 5(2): 62-67.
52