UNIVERSITAS INDONESIA
USIA PERKAWINAN PERTAMA WANITA BERDASARKAN STRUKTUR WILAYAH KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
DINI RISYA P 0606071355
DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
USIA PERKAWINAN PERTAMA WANITA BERDASARKAN STRUKTUR WILAYAH KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
DINI RISYA P 0606071355
DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Geografi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. M.H. Dewi Susilowati,M.S selaku pembimbing I dan Pembimbing Akademis penulis serta Drs.F.T.H.R Sitanala, M.S selaku pembimbing II yang telah sabar membimbing, memberikan ide, membaca serta koreksi atas skripsi penulis dari awal tahap proposal hingga sidang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dra. Tuti Handayani, M.S dan Drs. Cholifah Bahaudin, M.A selaku penguji yang telah memberikan masukan,koreksi, dan saran kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini 3. Drs. Hari Kartono, M.S selaku ketua sidang yang telah memberikan masukan dan koreksi dalam penulisan skripsi ini 4. Para Dosen Departemen Geografi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan serta seluruh staff dan karyawan Departemen Geografi yang telah membantu penulis dalam pembuatan surat izin dan bantuan lainnya. 5. Keluarga tercinta terutama mama,papa, dan adik yang selalu memberikan semangat, dukungan baik moril maupun material, dan doa untuk penulis dari awal penulis menempuh pendidikan (sekolah) hingga saat skripsi ini dapat selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Le’ Tini dan Bude Ida yang selalu memberikan semangat, nasihat, serta bantuan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga selesai.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
6. Kepada Alm. M. Syarif Siregar, Opung Arif, penulis berterima kasih atas segala kasih sayang dan kebaikan yang diberikan kepada penulis semasa beliau hidup 7. Kepada Mba’ Dian (Alm. Dian Puspitasari), penulis sangat berterima kasih atas semua yang pernah beliau ajarkan dan atas segala kebaikan beliau semasa hidup. 8. Instansi Kesbanglinmas dan BPS Kabupaten Bogor, serta kepada seluruh responden yang telah berpartisipasi. Terima kasih bantuan, perizinan, dan partisipasi hingga skripsi ini dapat selesai 9. Dwi Cahyaningtyas,Fitriani Wulandari, Byanda Zanetta, Amanda Aurora, Farda Pusparini, Paramitha Citta Prabaswara, Cut Cinta Rimandya Marezi, Cinantya Natirasmi, dan Bindu Gusfiantini terima kasih atas semangat, dukungan, serta keceriaan yang kalian hadirkan. Terima kasih selalu sabar menjadi tempat penulis berkeluh-kesah dan sungguh sangat bersyukur kepada Tuhan karena dipertemukan dengan kalian yang merupakan saudara serta sahabat. 10.Teman-teman Georafi 2006 dan 2005 yang sama-sama berjuang dengan penulis selama penyusuan skripsi ini yaitu Alfariz, Laila Amirah, Zulfikri,Diah, tetap semangat kawan, juga kepada Dita Safitri, Habi Rubyah, Rizki Fitrahadi, Harmia, Wine Siagian, Kristi, Lasma, Venny, dan teman-teman Geografi 06 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu 11.Teman-teman Geografi 2007 yang sama-sama berjuang dan selalu memberikan semangat kepada penulis yaitu Dwityas Isnaeni, Fitria Wijayanti, Mentari Dewi, Shella Novasari, Tiara Ramadhanti, Mila, Anindito, Shinta, Karina Ajeng, Eva Astri, Bandu, Niki, Sunan, Ryan Saputra, penulis bersyukur dipertemukan oleh kalian. 12. Teman-teman Geografi 2008 yang membantu penulis semasa kuliah, Emir Hartato, Vashanti, Nadya Putri, Arum Nawang Wulan, Dewi, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
13. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih telah membantu penulis baik dalam kelancaran pengumpulan dan penyusunan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar penelitian dalam skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga hasil penelitian ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat dan pengembangan ilmu Geografi. Depok, Juli 2011 Penulis
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama : Dini Risya P Program Studi : Geografi Judul : Usia Perkawinan Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik usia perkawinan pertama rendah,salah satunya terdapat di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010, didapatkan data bahwa lebih dari 50% wanita di Kabupaten Bogor memiliki usia kawin pertama rendah. Penelitian dilakukan untuk mengetahui persebaran usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah di Kabupaten Bogor dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Kabupaten Bogor yang dikelompokkan menjadi wilayah perkotaan (urban),wilayah peralihan (sub-urban),dan wilayah pedesaan (rural). Metode analisis yang digunakan berupa analisis spasial, dan analisis statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan dominansi tingkat pendidikan wanita Tamat SD-SLTP, wanita yang tidak memiliki mata pencaharian, keluarga miskin, dan pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda. Usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan dominansi tingkat pendidikan Tamat SLTA, wanita yang tidak memiliki mata pencaharian (pekerjaan), keluarga tidak miskin, dan pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda. Kata Kunci xvii+100 halaman Daftar Pustaka
: usia kawin pertama wanita, struktur wilayah, tingkat pendidikan wanita : 9 gambar; 22 tabel; 12 peta : 42 (1965-2010)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name Majoring Title
: Dini Risya P : Geography : Age at First Marriage of Women According The Region Structure of Bogor Regency
West Java Province has a low age of first marriage, one of those was in Bogor Regency. More than 50% of women in Bogor Regency had a low age at first marriage during 2010 years. This research aims to determine the distribution on age at first marriage of women according the region structure in Bogor Regency and factors that affect it. Bogor Regency is classified into urban, sub-urban, dan rural. Analysis method’s that used in this research is spatial analysis and statistical analysis. The results of this research is the first marriage age of women < 18 years were more concentrated in rural areas with a dominance graduating primary school secondary until junior high school, women with no livelihood, poor families, and opinion which agree with marriage at young age .The first marriage age of women > 22 years were more concentrated in urban areas with the level of dominance graduating high school education, women with no livelihood,not poor family, and opinion which disagree with marriage at young age. There was a correlation between age at first marriage of women with level of education,women’s livelihood, poor families, and women's perceptions about marriage Key words
: age at first marriage of women, the region structure, level of education of women xvii+100 pages : 9 picture; 22 table; 12 map Bibliography : 42 (1965-2010)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iii KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ vii ABSTRAK ............................................................................................................... viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... .x DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv DAFTAR PETA ....................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 1.4 Batasan Penelitian ......................................................................................
1 1 4 4 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2.1 Geografi ...................................................................................................... 2.1.1 Objek Penelitian Geografi ................................................................ 2.1.2 Pendekatan Utama Dalam Geografi ................................................. 2.1.3 Geografi Penduduk dan Demografi .................................................. 2.1.3.1 Geografi Penduduk ..................................................................... 2.1.3.4 Demografi .................................................................................. 2.2 Struktur Wilayah ........................................................................................ 2.2.1 Urban (Wilayah Perkotaan) ............................................................. 2.2.2 Rural (Wilayah Pedesaan ) ............................................................... 2.2.3 Sub-urban (Wilayah Peralihan) ........................................................ 2.3 Perkawinan ................................................................................................. 2.4 Usia Perkawinan Pertama .......................................................................... 2.4.1 Tingkat Pendidikan ............................................................................ 2.4.2 Keluarga Miskin ................................................................................ 2.4.3 Mata Pencaharian .............................................................................. 2.4.4 Opini (Pendapat) ................................................................................
7 7 8 9 15 16 19 20 25 26 28 30 33 35 36 37 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 3.1 Alur Pikir Penelitian ................................................................................... 3.2 Daerah Penelitian........................................................................................ 3.3 Variabel Penelitian ..................................................................................... 3.4 Pengumpulan Data......................................................................................
45 45 47 47 47
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
3.4.1 Data Primer ....................................................................................... 3.4.2 Data Sekunder .................................................................................. 3.5 Pengolahan Data .......................................................................................... 3.5.2 Pengolahan Data Sekunder ................................................................ 3.5.3 Pengolahan Data Primer ...................................................................
47 50 51 51 53
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR .................................... 60 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bogor ............................................................. 60 4.2. Penggunaan Tanah Kabupaten Bogor ........................................................ 61 4.3 Aksesibilitas Kabupaten Bogor .................................................................. 62 4.4 Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor ................................................ 63 4.4.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bogor ......................... 63 4.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor .................................................... 64 4.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan di Kabupaten Bogor ……………………………………………….. . 64 4.4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten Bogor ....................................................... 67 4.4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kemiskinan di Kabupaten Bogor ....................................................... 68 4.4.6 Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat di Kabupaten Bogor ............ 68 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 70 5.1 Hasil ............................................................................................................... 70 5.1.1 Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ..................................................... 70 5.1.2 Usia Perkawinan Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ................................................................... .74 5.1.3 Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor .................................................................................. .75 5.1.4 Mata Pencaharian Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor .................................................................................. .76 5.1.5 Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor .................................................................................. 77 5.1.6 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ................................ 78 5.1.6.1 Hasil Kuisioner Persepsi Wanita Terhadap Penikahan ............... 78 5.1.6.2 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator................................................................. 79 5.1.6.3 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ......................... 85 5.2 Pembahasan .................................................................................................. 86 5.2.1 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Tingkat Pendidikan Wanita...................................................... 86 5.2.2 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Mata Pencaharian Wanita ........................................................ 88 5.2.3 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
dengan Keluarga Miskin....................................................................... 91 5.2.4 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda ................................................................. 93
BAB VI KESIMPULAN ......................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 97 LAMPIRAN
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Untuk Mengukur Persepsi Wanita Terhadap Pernikahan .................................................... 49 Tabel 3.2 Uji Validitas Instrumen Kuisioner Menggunakan Metode Korelasi Pearson-Product Moment ........................................... 57 Tabel 3.3 Uji Reliabilitas Instrumen Kuisioner Menggunakan Metode Cronbanch Alpha ...................................................................... 57 Tabel 4.1 Penggunaan Tanah Kabupaten Bogor Tahun 2009 ................................ 62 Tabel 4.2 Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2009 ............................................. 66 Tabel 4.3
Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor................................................... 67
Tabel 5.1
Usia Kawin Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor .................................................................................... 74
Tabel 5.2
Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ....................................................... 75
Tabel 5.3
Mata Pencaharian Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ....................................................... 76
Tabel 5.4
Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor .................................................................................... 77
Tabel 5.5
Hasil Kuisioner Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ....................................................... 78
Tabel 5.6
Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Menikah di Usia Muda ..................................... 79
Tabel 5.7
Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Pendidikan dan Pengetahuan Wanita Terhadap Pernikahan .............................................................................. 80
Tabel 5.8
Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Memiliki Pekerjaan Sebelum Menikah ................................... 81
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 5.9
Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Keluarga Miskin ..................................................................... 82
Tabel 5.10 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia MudaBerdasarkan Indikator Informasi dan Teknologi ....................................................... 83 Tabel 5.11 Total Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda ............ 84 Tabel 5.12 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia MudaUsia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor ................................. 85 Tabel 5.13 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi .................................................................... 88 Tabel 5.14 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Mata PencaharianWanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi ..................................................................... 90 Tabel 5.15 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi ..................................................................... 92 Tabel 5.16 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia MudaBerdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi ............................................ 95
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Jalur Terpusat Burgess ............................................................... 22 Gambar 2.2 Teori Sektor Hoyt ................................................................................ 23 Gambar 2.3 Multiple Nuclei Theory Haris - Ullman .............................................. 24 Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian ............................................................................ 46 Gambar 5.1 Aksesibilitas Jaringan Jalan Kabupaten Kabupaten Bogor dari Kecamatan Parung Panjang Menuju Kabupaten Tangerang .......................................................................... 71 Gambar 5.2 Perkebunan Anggrek Desa/Kelurahan Rawa Kalong .......................... 72 Gambar 5.3 Jalan Kabupaten Di Kecamatan Jonggol Menuju Desa/Kelurahan Sukanegara .......................................................................................... 72 Gambar 5.4 Pertanian Padi Sawah Desa/Kelurahan Kuta Mekar ........................... 73
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
DAFTAR PETA
Peta 1
Administrasi Kabupaten Bogor
Peta 2
Kepadatan Penduduk Kabupaten Bogor
Peta 3
Penggunaan Tanah Kabupaten Bogor
Peta 4
Penggunaan Tanah Terbangun Kabupaten Bogor
Peta 5
Mata Pencaharian Penduduk Non-Pertanian Kabupaten Bogor
Peta 6
Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Peta 7
Persebaran Responden Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Peta 8
Usia Kawin Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Peta 9
Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Peta 10
Mata Pencaharian Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Peta 11
Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Peta 12
Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Kuisioner Lampiran1 Administrasi Desa/Kelurahan Kabupaten Bogor Lampiran 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Lampiran 3 Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2010 Lampiran 4 Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Lampiran 5 Klasifikasi Desa/Kelurahan Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Lampiran 6 Daerah Survei Pada Desa/Kelurahan Berdasarkan Struktur, Wilayah Kabupaten Bogor Lampiran 7 Hasil Survei Lapang Usia Kawin Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam kaitan dengan pembangunan, salah satu masalah yang perlu di perhatikan yaitu masalah kependudukan. Menurut hasil sensus 2010, jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 % per tahun. Hal itu menandakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya, jumlah penduduk bertambah 3 sampai 3,5 juta jiwa (BPS, 2010). Dengan persentase pertambahan penduduk yang tinggi setiap tahunnya, menurut proyeksi penduduk, pada tahun 2025 Indonesia akan memiliki jumlah penduduk sebesar 273,2 juta jiwa (BAPPENAS, 2005). Pertambahan jumlah penduduk dapat disebabkan antara lain oleh fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Suatu ciri khas negara sedang berkembang adalah hampir semua negara itu memperlihatkan fertilitas yang jauh lebih tinggi daripada negara maju. Penelitian-penelitian tentang fertilitas yang telah banyak dilakukan memberikan hasil bahwa usia perkawinan pertama dari wanita, mempunyai pengaruh yang besar terhadap tinggi rendahnya tingkat fertilitas. Ini dikarenakan panjangnya masa reproduksi berkaitan dengan usia pertama kali wanita melakukan perkawinan. Makin muda usia wanita pada perkawinan pertama, maka kecenderungan untuk memiliki anak lebih banyak akan semakin tinggi. Dari sisi kesehatan, usia perkawinan pertama seorang wanita juga dapat mempengaruhi risiko melahirkan. Semakin rendah usia perkawinan pertama maka semakin besar risiko yang dihadapi selama masa kehamilan/melahirkan, baik keselamatan bagi ibu maupun anaknya. Hal ini dikarenakan belum matangnya rahim wanita muda untuk proses berkembangnya janin, dan belum siapnya mental menghadapi masa kehamilan/melahirkan.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Konsep mengenai usia perkawinan pertama muncul ketika Donald J Bogue (1969) memperkenalkan pengelompokkan usia perkawinan pertama ke dalam 4 klasifikasi yaitu usia perkawinan anak-anak (child marriage), usia perkawinan muda (early marriage), usia perkawinan pada saat dewasa (marriage at maturity), dan usia perkawinan tua (late marriage). Klasifikasi dari Bogue ini dapat membantu peneliti untuk melihat fenomena usia perkawinan pertama yang terjadi pada suatu wilayah. Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai usia kawin pertama salah satunya oleh Gavin W. Jones (2008) yaitu mengenai fenomena usia perkawinan pertama di provinsi-provinsi di Indonesia. Secara umum, ia menyimpulkan bahwa usia perkawinan pertama di Indonesia masih tergolong rendah, walau secara keseluruhan fenomena usia perkawinan pertama bervariasi di semua provinsi. Faktor budaya menjadi salah satu faktor yang masih kuat mempengaruhi terjadinya perkawinan muda (early marriage). Dengan kemajuan teknologi khusunya teknologi informasi seharusnya dapat meningkatkan pendewasaan usia kawin. Pendewasaan usia kawin merupakan salah satu komponen vital yang turut menentukan kualitas sumber daya manusia dan kebahagiaan keluarga termasuk juga kesehatan ibu. Kondisi ini tentunya cukup memprihatinkan karena masih tingginya persentasi wanita yang melangsungkan perkawinan pada usia sangat muda sehingga dapat menyebabkan resiko yang ditanggungnya akan lebih besar. Provinsi Jawa Barat memiliki karakteristik kependudukan yang unik dimana salah satunya adalah usia kawin pertama yang relatif masih rendah jika dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Jawa. Pada tahun 1996, wanita yang melangsungkan perkawinan pertamanya pada usia 10-16 tahun sebanyak 39% dan sedikit menurun menjadi 34,8% pada tahun 2000 (Hasbullah, M. Sairi dan Rudi Saprudin Dawris, 2001) dan sampai tahun 2008 pun, usia perkawinan pertama wanita di Jawa Barat tetap rendah dimana usia perkawinan pertama wanita dibawah 16 tahun dengan persentase 22,60% dari seluruh provinsi di Indonesia (SUSENAS 2008).
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Daerah penelitian meliputi Kabupaten Bogor dengan posisinya yang berbatasan dengan Kota Depok dan termasuk ke dalam kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) serta Bopuncur (Bogor, Puncak, Cianjur). Dengan posisinya tersebut, wilayah di sekitar Kabupaten Bogor secara tidak langsung dapat membawa pengaruh terhadap pembentukan karakteristik penduduk di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 4.763.209 jiwa dan merupakan salah satu wilayah dimana pernikahan di Provinsi Jawa Barat paling banyak terjadi yaitu sebesar 44.045 pernikahan pada tahun 2010. Berdasarkan data yang dimiliki BPPKB pada tahun 2008, rata-rata usia kawin pertama wanita Kabupaten Bogor, adalah 17,8 tahun. Data dari BPS Kabupaten Bogor pada tahun 2010, bila ditinjau menggunakan klasifikasi Bogue (1969), maka usia perkawinan muda (< 18 tahun) pada wanita mencapai 55,08%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah penduduk wanita di Kabupaten Bogor memiliki usia perkawinan pertama yang masih rendah. Fenomena usia perkawinan pertama wanita yang terjadi akan dilihat persebarannya pada wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub-urban), dan wilayah pedesaaan (rural) yang membentuk struktur wilayah Kabupaten Bogor. Pembentukan struktur wilayah Kabupaten Bogor mengacu kepada analisis struktur keruangan suatu wilayah yang salah satunya dikemukakan oleh Yunus (2010). Beliau menggunakan analisis struktur keruangan dalam melihat suatu fenomena yang terjadi pada wilayah kota dan desa menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengetahui bagaimana persebaran usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah Kabupaten Bogor yang meliputi wilayah perkotaan, pedesaan, dan peralihan serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana persebaran usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah di Kabupaten Bogor dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah di Kabupaten Bogor dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. 1.4 Batasan Penelitian a. Usia Perkawinan Pertama Wanita adalah usia pada saat wanita berubah statusnya dari belum kawin menjadi kawin atau menikah yang dilakukan secara hukum dan biologis yang merupakan saat pertama kalinya suami dan istri melakukan hubungan intim (sexual intercourse) sehingga memberikan hasil reproduksi yang nyata yaitu anak (Biro Pusat Statistik, 2010) b. Tingkat Pendidikan Wanita dalam penelitian ini yaitu jenjang pendidikan formal tertinggi yang berhasil dicapai oleh wanita c. Mata Pencaharian Wanita yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pekerjaan yang dimiliki oleh setiap penduduk wanita d. Mata Pencaharian dalam penelitian ini adalah pekerjaan yang dimiliki oleh setiap penduduk meliputi mata pencaharian tani, mata pencaharian non-tani, mata pencaharian buruh, mata pencaharian non-buruh, dan tidak memiliki mata pencaharian e. Mata Pencaharian Non-Tani yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu setiap penduduk yang memiliki pekerjaan pada bidang industri, perdagangan, perhotelan, konstruksi, pemerintahan, angkutan dan transportasi, wiraswasta, petambangan dan penggalian (Biro Pusat Statistik, 2010)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
f. Mata Pencaharian Buruh yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu setiap penduduk yang bekerja pada sektor industri maupun pertanian dan merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan
kelangsungan
perusahaan,
pekerja/buruh dan
dan
meningkatkan
keluarganya, kesejahteraan
menjamin masyarakat
Indonesia pada umumnya ( Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Buruh) g. Mata Pencaharian Non-Buruh yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu setiap penduduk yang memiliki pekerjaan pada sektor selain industri dan pertanian yang berkaitan dengan proses produksi barang maupun jasa. h. Keluarga Miskin adalah keluarga yang tidak memiliki kemampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar atau keluarga yang memiliki pendapatan lebih rendah dari UMR yang berlaku di suatu wilayah (Biro Pusat Statistik, 2010) i. Persepsi Wanita Terhadap Pernikahan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pernyataan pendapat seorang wanita terhadap pernikahan khusunya pernikahan yang terjadi di usia muda berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah didapatkannya. j. Penggunaan Tanah adalah pemanfaatan tanah menurut fungsinya yang menjadi indikator aktivitas masyarakat di suatu tempat k. Penggunaan Tanah Terbangun yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pemanfaatan tanah yang diperuntukkan bagi bangunan yang rapat dan bertingkat antara lain untuk permukiman dan gedung (Sinulingga, 1999) l. Struktur Wilayah dalam penelitian ini merupakan hasil dari susunan berbagai kesamaan pada ruang muka bumi berdasarkan kriteria tertentu yang terdiri dari
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub-urban), dan wilayah pedesaan (rural) m. Urban (wilayah perkotaan) dalam penelitian ini merupakan bagian ruang muka bumi yang memenuhi kriteria seperti jumlah penduduk > 2000 jiwa, mata pencaharian non-pertanian > 60%, dan jenis penggunaan tanah terbangun > 60% (Sinulingga, 1999) n. Sub-urban (wilayah pinggiran) dalam penelitian ini merupakan bagian muka ruang muka bumi yang memenuhi kriteria seperti jumlah penduduk 1000 – 2000 jiwa, mata pencaharian non-pertanian 40 - 60%, dan jenis penggunaan tanah terbangun 40 – 60% (Sinulingga, 1999) o. Rural (wilayah pedesaan) dalam penelitian ini merupakan bagian ruang muka bumi yang memenuhi yaitu jumlah penduduk ( < 1000 jiwa ), mata pencaharian non-pertanian < 40%, dan jenis penggunaan tanah terbangun
< 40%
(Sinulingga, 1999) p. Wilayah adalah ruang muka bumi yang memiliki ciri-ciri yang sama sehingga dapat dibedakan antara wilayah yang satu dengan yang lainnya (I Made Sandy, 1989)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geografi Geografi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu geo yang berarti bumi dan graphien yang berarti pencitraan. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan dari fenomena yang ada di permukaan bumi berikut makhluk hidup yang tinggal di dalamnya dan interaksi yang terjadi antara makhluk hidup dengan lingkungan. Peter Hagget (2001) dalam bukunya yang berjudul Geography: A Global Synthesis mengemukakan beberapa definisi Geografi menurut para ahli antara lain: a. Hartshrone (1959) Geografi merupakan ilmu yang memberikan perhatian terhadap deskripsi dan penggambaran karakteristik variabel-variabel yang terdapat di permukaan bumi secara akurat. b. Yeates (1968) Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang memberikan perhatian pada uji coba penjelasan teori dan pengembangan rasional dan memprediksikan karasteristik dari berbagai macam lokasi dan distribusi spasial pada permukaan bumi. Dari definisi di atas, dapat kita ketahui bahwa Geografi mempelajari variasi keruangan tentang bagaimana dan mengapa sesuatu hal berbeda antara tempat yang satu dengan tempat yang lain pada permukaan bumi.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
2.1.1 Objek Penelitian Geografi
Objek penelitian Geografi terdiri atas objek material dan objek formal. Objek material meliputi gejala yang terdapat di permukaan bumi meliputi tanah, batuan, cuaca, iklim, udara, air, flora dan fauna yang memiliki hubungan dengan kehidupan manusia. Objek formal meliputi cara berpikir dan sudut pandang terhadap suatu gejala yang terjadi di permukaan bumi baik yang bersifat fisik maupun sosial yang dikaji dari sudut pandang keruangan. Dalam objek formal terdapat tiga hal penting dalam sudut pandang keruangan, yaitu pola dan persebaran gejala tertentu di permukaan bumi (spatial patterns), hubungan antargejala (spatial system), dan perkembangan atau perubahan yang terjadi pada suatu gejala (spatial process). Pendekatan objek formal Geografi meliputi yaitu: a. Aspek Keruangan (Spatial) Dalam mempelajari suatu wilayah, Geografi melihat dari segi “nilai” suatu tempat dari berbagai kepentingan dan dari hal inilah kemudian kita mempelajari mengenai letak, jarak, keterjangkauan, dan lainnya. b. Aspek Kelingkungan (Ecology) Mempelajari suatu tempat dalam hubungannya dengan tempat lain dan komponen-komponen yang terdapat pada suatu wilayah terdiri dari komponen biotik (hidup) seperti manusia, hewan, tumbuhan serta komponen abiotik (mati) seperti air, tanah, iklim. c. Aspek Kewilayahan (Regional) Mempelajari persamaan dan perbedaan antara wilayah yang satu dengan yang lain yang memiliki karakteristik tertentu. Dengan demikian muncul regionalisasi atau pewilayahan.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
d. Aspek Waktu (Temporal) Mempelajari perkembangan suatu wilayah dari waktu ke waktu atau perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Contohnya perubahan penggunaan tanah di suatu wilayah dari waktu ke waktu.
2.1.2 Pendekatan Utama Dalam Geografi
Dalam ilmu Geografi terdapat 3 pendakatan utama yaitu:
a. Pendekatan Keruangan (Spatial Approach) Pendekatan Keruangan merupakan suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang mendapat posisi utama dari setiap analisis. Godall dalam Yunus (2010) mengemukakan bahwa pendekatan keruangan dapat diartikan sebagai metode analisis yang menekankan pada variabel ruang. Menurut Yunus (2010:46) terdapat 9 tema analisis dalam keruangan yaitu: 1) Analisis Pola Keruangan (Spatial Pattern Analysis) 2) Analisis Struktur Keruangan (Spatial Structure Analysis) 3) Analisis Proses Keruangan (Spatial Process Analysis) 4) Analisis Interaksi Keruangan (Spatial Interaction Analysis) 5) Analisis Organisasi/Sistem Keruangan (Spatial Organization/ Spatial System Analysis) 6) Analisis Asosiasi Keruangan (Spatial Association Analysis) 7) Analisis Komparasi Keruangan (Spatial Comparation Analysis) 8) Analisis Kecenderungan Keruangan (Spatial Tendency Trend Analysis) 9) Analisis Sinergisme Keruangan (Spatial Synergism Analysis) 10)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Dalam pendekatan keruangan, terdapat pendekatan-pendekatan antara lain: 1)
Pendekatan Topik Pendekatan topik dapat dilakukan dengan memilih topik yang menjadi
tema penelitian kemudian menentukan wilayah kajian. Topik yang menjadi tema penelitian diungkapkan secara deskriptif sesuai fakta yang terjadi di lapangan dihubungkan intensitas, interaksi, dan interaksi dengan wilayah kajian.
2)
Pendekatan Aktifitas Manusia Pendekatan aktifitas manusia dilihat melalui kegiatan manusia di suatu
wilayah atau daerah tertentu seperti persebaran, interaksi, interelasi, dan gejala lain yang
berhubungan dengan aktifitas manusia. Misalnya
persebaran aktifitas manusia dapat dilihat dari mata pencaharian penduduknya. Aktifitas tersebut tentunya dapat berlangsung di tempat yang berbeda sehingga dari situlah dapat dilihat bagaimana interelasi dengan lingkungan seperti kesuburan tanah, transportasi, dan lainnya yang termasuk ke dalam faktor Geografi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dibuat suatu deskripsi (gambaran) mengenai hubungan antara aktifitas manusia yaitu penduduk menurut persebarannya dalam ruang dan interelasinya dengan gejala lain.
3) Pendekatan Regional Pendekatan regional merupakan suatu metode untuk memahami gejala tertentu dimana unsur utama yang ditekankan adalah wilayah (region) yang merupakan ruang.
b. Pendekatan Ekologi (Ecological Approach) Pendekatan Ekologi merupakan suatu metode untuk memahami gejala tertentu yang berkaitan dengan interelasi antara manusia dengan variabel
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
lingkungan dan menjelaskan hubungan yang terjadi antara manusia dan lingkungan. Dalam pendekatan ekologi, manusia menjadi unsur utama kajian. Yunus (2010: 94) mengemukakan, secara garis besar ada 4 tema analisis yang dikembangkan dalam pendekatan ekologis yaitu:
1) Tema analisis manusia dengan lingkungan (Man and Environment Analysis) 2) Tema analisis kegiatan manusia dengan lingkungan (Human Activity and Environmental Analysis) 3) Tema analisis kenampakan fisikal alami dengan lingkungan (Physico-Natural Features and Environment Analysis) 4) Tema analisis kenampakan fisikal budayawi dengan lingkungan (Physico-Artificial Features and Environment Analysis)
c. Pendekatan Regional Kompleks (Regional Complex Approach) Pendekatan Regional Kompleks merupakan kombinasi dari pendekatan keruangan dan ekologi. Kesesuaian wilayah diidentifikasi melalui diferensiasi daerah, arus, dan hubungan antar wilayah yang ditentukan. 1) Konsep Wilayah (Region) Region atau wilayah secara umum dapat diartikan sebagai bagian ruang muka bumi yang dapat dibedakan menurut karakteristik tertentu dibandingkan dengan wilayah lainnya. Beberapa definisi tentang region atau wilayah yang diungkapkan para ahli yaitu: Hagget (2001) Region atau wilayah merupakan bidang manapun di permukaan bumi dengan karaktarestik baik alami maupun buatan manusia yang dapat dibedakan dengan daerah disekitarnya.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Bintarto (1979) Region atau wilayah merupakan sebagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari wilayah sekitar. Hartshorne (1959) Region atau wilayah merupakan sebuah daerah dari lokasi spesifik dimana dibedakan dari daerah lainnya yang terbentang sejauh luasnya perbedaan. Sandy (1989) Region atau wilayah merupakan ruang muka bumi yang memiliki ciri-ciri yang sama sehingga dapat dibedakan antara wilayah yang satu dan yang lainnya. Yunus (2010) Yunus (2010:124) mengemukakan pendapatnya mengenai definisi region atau wilayah berdasarkan pendapat parah ahli yaitu: a.
Suatu wilayah memiliki batas-batas tertentu yang dapat
digunakan
untuk
mengenali
karakteristiknya
sehingga dapat
dibedakan dengan wilayah lainnya b.
Suatu wilayah memiliki karakteristik tertentu yang menjadi
indikasi kesatuan di dalamnya c.
Karakteristik mana menunjukkan keseragaman yang dapat
diamati dalam lingkup satuan daerah dimana atribut tersebut berada d. Karakteristik wilayah dapat merupakan fenomena alami seperti wilayah geomorfologi, hidrologi sedangkan fenomena non-alami atau artifisial meliputi wilayah budaya, wilayah industri dan lainnya.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
e. Suatu wilayah tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wilayah mulai dari beberapa meter persegi sampai wilayah benua. f. Suatu wilayah memiliki batas-batas yang dapat berubah oleh karena sebab tertentu g. Suatu wilayah dapat memiliki batas-batas fisik yang jelas seperti sungai, jalan, batas tipe penggunaan tanah, dan dapat pula menyerupai batas maya seperti batas administrasi, batas wilayah budaya, wilayah bahasa, dan lainnya.
Berbicara
mengenai
wilayah,
tipe-tipe
wilayah
dikelompokkan
berdasarkan yaitu:
a. Wilayah Berdasarkan Keseragaman Wilayah berdasarkan keseragaman (homogenity) dikenal dengan sebutan
wilayah
formal
(formal
region),
wilayah
homogen
(homogeneous region), wilayah seragam (uniform region). Contoh wilayah formal berdasarkan kenampakan fisik alami seperti wilayah tanah regosol, wilayah hutan primer, dan sebagainya.
b.
Wilayah Berdasarkan Keanekaragaman Wilayah berdasarkan keanekaragaman (homogenity) dikenal dengan
sebutan wilayah heterogen (heterogenous region), wilayah fungsional (functional region), wilayah nodal (nodal region), dan wilayah organik (organic region). Identifikasi wilayah berdasarkan keanekaragaman didasarkan pada satu atau beberapa jenis kegiatan yang terbentun dalam jejaring keterkaitan antara sub-subwilayah. Misalnya jejaring sosial, ekonomi, kultural atau gabungan dari kegiatan tersebut.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
c. Wilayah Berdasarkan Tema Kajian Dalam Geografi, identifikasi tipe wilayah berdasarkan banyak sedikitnya topik dibedakan ke dalam berbagai perspektif, antara lain: • Atas dasar tema wilayah seperti wilayah lokal, regional, nasional dan lainnya • Atas dasar tipe lingkungan seperti wilayah lingkungan abiotik, wilayah lingkungan biotik, wilayah lingkungan sosial, dan lainnya • Atas dasar zona wilayah seperti wilayah DAS Kapuas, wilayah pantai, wilayah hujan tropis, dan lainnya • Atas dasar keilmuan seperti wilayah Geografis, wilayah geologis, dan lainnya
d. Wilayah Berdasarkan Banyak Sedikitnya Topik Identifikasi tipe wilayah berdasarkan banyak sedikitnya topik dibedakan menjadi wilayah satu topik (single topic region), wilayah topik ganda (double topic region), wilayah multi topik (multiple topic region), wilayah topik terfusi (fused topic region/combined topic region), wilayah Ad-Hoc (Ad-Hoc region), dan wilayah total (total region).
e. Wilayah Berdasarkan Banyak Hierarki Identifikasi tipe wilayah berdasarkan banyak sedikitnya topik dibedakan menjadi konsep order dan konsep ranking.
2)
Pewilayahan (Regionalization) Regionalization diartikan sebagai suatu proses pembentukan region.
Pengertian membentuk dalam hal ini bukan mengadakan suatu region, karena proses pembentukan region sejalan dengan dinamika perubahan alam maupun perubahan kehidupan manusia itu sendiri. Istilah regionalisasi atau
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
pewilayahan (bukan perwilayahan) adalah upaya untuk mengemukakan dan menentukan keberadaan wilayah di permukaan bumi. Yunus (2010:148) mengemukakan upaya untuk menentukan keberadaan wilayah itu sendiri dapat dilaksanakan melalui dua metode yaitu metode agregasi (metode penggabungan banyak daerah yang kecil menjadi suatu kesatuan wilayah yang besar dengan karakteristik tertentu) dan metode diseksi (metode pemecahan suatu kesatuan wilayah untuk mengidentifikasi keberadaan subwilayah secara lebih detail dengan mempertimbangkan semua unsur pembeda yang dimiliki masing-masing sub-wilayah sehingga karakteristik sub-wilayah dapat dikemukakan dengan jelas).
Metode diseksi disebut juga dengan
regional classification (klasifikasi regional). Dalam pembahasan mengenai wilayah yang telah dikemukakan, upaya regionalisasi dapat didasarkan atas ide homogenitas, heterogenitas, banyak sedikitnya topik atau ide tata jenjang wilayah. Variasi regionalisasi yang dilaksanakan sangat ditentukan oleh tujuan regionalisasi, kriteria, dan ketersediaan data yang ada. Hal yang perlu dipahami adalah bahwa metode agregasi dan diseksi bertujuan untuk mengurangi variasi wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lain sehingga perbedaan antara satu wilayah dengan wilayah lain dapat dipahami dengan jelas Dari ketiga pendekatan utama Geografi, Peter Hagget (2001:765) berpendapat bahwa tiga pendekatan utama Geografi ini memiliki keuntungan yaitu dapat menekankan kesatuan antara unsur fisik dan non-fisik sehingga fenomena yang terjadi dapat dipahami secara holistik (menyeluruh).
2.1.3 Geografi Penduduk dan Demografi Perkawinan
(meliputi
umur
perkawinan
pertama)
merupakan
aspek
kependudukan yang bersifat dinamis yang dapat mempengaruhi kondisi penduduk di suatu tempat. Perkawinan yang menjadi salah satu aspek dinamis kependudukan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
ini, dibahas dalam cabang ilmu Geografi yang mempelajari kependudukan yaitu Geografi Penduduk dan Demografi.
2.1.3.1 Geografi Penduduk Geografi penduduk yang awalnya tergabung dalam geografi regional muncul sebagai respon terhadap tingkat pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan masalah dalam pembangunan. Beberapa pengertian menenai geografi penduduk menurut antara lain dikemukakan oleh: a. Willbur Zelinsky (1966) Geografi Penduduk merupakan analisis geografi tentang fenomena penduduk yaitu interaksi diantara areal differences in population atau dengan unsur lain yang masih termasuk dalam studi geografi tentang suatu daerah
b. Beajeau Garnier (1976) Geografi
Penduduk
menjelaskan
tentang
fakta-fakta
demografi
dan
kemungkinan yang timbul yakni karakteristik alamnya
c. Edward Ackerman (1959) Geografi Penduduk mempelajari proses identifikasi dari fenomena-fenomena alam, dalam hal ini meliputi kategorisasi, klasifikasi, dan perbedaan. Geografi penduduk mengidentifikasikan perubahan yang terjadi. Aspek perubahan dan yang terjadi pada penyebaran dalam ruang dimana variabel waktu memainkan peranan.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Geografi Penduduk tidak hanya mempelajari manusia sebagai fenomena saja, tetapi merupakan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
ciri yang mewarnai suatu daerah dan elemen perbedaan suatu daerah. Adapun yang dipelajari dalam Geografi Penduduk antara lain di kemukakan oleh: a. Glenn T Trewartha - Tentang Geografi Penduduk masa lampau (sejarah penduduk) - Jumlah penduduk yang meliputi penyebaran, kepadatan, pertumbuhan, dan migrasi - Kualitas penduduk. pola daerah penyebarannya (termasuk kualitas sosial ekonomi dan fisik), dan karakteristik penduduk
b. Zellinsky (1966) Zellinksy mengklasifikasikan fenomena penduduk dalam 3 kategori yaitu: - Berdasarkan ciri-ciri yang diperoleh dari fakta kelahiran, keturunan atau sifat-sifat fisik seseorang termasuk umur, sex, dan ras - Yang berhubungan dengan ekonomi, sosial, dan budaya seperti tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, kasta, pendapatan, bahasa, dan agama - Elemen yang bersifat dinamis yaitu data vital tentang kelahiran, kematian, dan migrasi
c. John Clarke (1966) John Clarke melihat karakteristik manusia dalam Geografi Penduduk seperti: - Jumlah penduduk - Dari segi fisik yaitu umur, sex, ras, dan sebagainya - Dari segi sosial yaitu status keluarga, perkawinan, tempat tinggal, pendidikan, agama, bahasa, dan suku - Dari segi ekonomi yaitu industri, pekerjaan, pendapatan, dan sebagainya - Dinamika kelahiran, kematian, dan migrasi
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Geografi penduduk memanfaatkan data-data demografi yang berkepentingan dengan fenomena masalah kependudukan dalam ruang dan waktu tertentu yang meliputi penjelasan dan proses yang terjadi di dalamnya.Permasalahan mengenai kependudukan pun dibahas dalam Demografi.
Hal yang menjadi persamaan dan
perbedaan antara Geografi Penduduk dengan Demografi antara lain: 1. Persamaan a. Sama-sama mempelajari kependudukan b. Sama-sama menggunakan data statistik c. Pada dasarnya bersifat kuantitatif
2. Perbedaan a. Demografi lebih mengutamakan tentang angka, jumlah, dan persentase yakni dari segi fisik, umur, sex, dan ras b. Gerografi Penduduk lebih menjelaskan dan analisa aspek ruang dan interationships dari distribusi, komposisi, dinamika, pertumbuhan penduduk dengan unsur fisik, lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Adapun perbedaan Geografi Penduduk dengan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang kependudukan antara lain: a. Sosiologi
: mempelajari penduduk sebagai keluarga sosial masyarakat
b. Antropologi
: mempelajari evolusi manusia, perkembangan genetika, dan klasifikasi manusia
c. Ekonomi
: berkepentingan atas ekonomi dari pola demografi dan penelusuran sejarah populasi dalam perbedaan waktu
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Dalam Geografi Penduduk, perkawinan (meliputi umur perkawinan) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas, khususnya wanita, yang berkaitan dengan tingkat kelahiran bayi hidup, dimana perkawinan yang semakin ditunda akan mengurangi kemampuan reproduksi seseorang begitu pula dengan umur perkawinan pertama wanita. Semakin tua umur perkawinan pertama, maka semakin pendek masa reproduksinya sehingga makin sedikit anak yang akan dilahirkan dan sebaliknya.
2.1.3.2 Demografi Demografi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” yang berarti rakyat atau penduduk dan “ Grafein” yang artinya adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan datau karangan-karangan mengenai rakyat atau penduduk. Istilah ini pertama kali di pakai oleh Achille Guillard dalam karangannya yang berjudul Elements de Statistique Humaine on Demographic Compares pada tahun 1885. Donald J. Bogue, dalam bukunya yang berjudul Principles of Demography mengemukakan, definisi dari Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistik dan matematik, tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen yaitu Kelahiran (Fertilitas), Kematian (Mortalitas), Perkawinan, Migrasi dan Mobilitas Sosial. Adapun tujuan pokok dari Demografi yaitu: 1.
Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu
2.
Menjelaskan
pertumbuhan
masa
lampai,
penutunannya
dan
persebarannya dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia 3.
Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek organisasi sosial
4.
Mencoba meramalkan pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang dan kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Pengetahuan tentang kependudukan merupakan hal yang penting untuk lembaga-lembaga swasta maupun pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah. Perencanaan-perencanaan
yang
berhubungan
dengan
pendidikan,
perpajakan,
kemiliteran, kesejahteraan sosial, perumahan, pertanian, dan perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, jalan, rumah-rumah sakit, pusat-pusat pertokoan dan pusat-pusat rekreasi akan menjadi lebih tepat apabila kesemuanya didasarkan pada data
kependudukan.
Apabila
seseorang
ingin
mengetahui
seberapa
cepat
berkembangnya perekonomian suatu negara, maka hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan lapangan kerja, persentase penduduk yang ada di sektor pertanian, industri dan jasa-jasa. Untuk melihat peningkatan standar kehidupan dapat dilihat pada tingkat harapan hidup rata-rata penduduk, sebab tidak ada ukuran yang lebih baik kecuali lamanya hidup seseorang di negara tersebut. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Secara terus-menerus penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan pula akan dikurangi oleh jumalh kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Sementara itu migrasi juga berperan: ‘imigran’ (pendatang) akan menambah dan ‘emingran’ akan mengurangi jumlah penduduk. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh 4 komponen yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), in-migration (migrasi masuk) dan out-migration (migrasi keluar). Umur perkawinan pertama dalam demografi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingi rendahnya fertilitas dan berkaitan dengan fekunditas (potensi fisik untuk melahirkan anak) dimana makin muda seorang wanita melakukan perkawinan, maka makin panjang masa reproduksinya sehingga makin banyak anak yang dilahirkan dan sebaliknya.
2.2 Struktur Wilayah Istilah struktur berasal dari bahasa Inggris yaitu structure yang berarti susunan. Oleh karena sebuah ruang adalah wahana/wadah gejala geosfer, maka di dalamnya
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
terdapat berbagai macam gejala baik fisik maupun non-fisik. Untuk mempelajari struktur sebuah ruang, dapat menggunakan analisis struktur keruangan yang merupakan bagian dari pendekatan keruangan (spatial approach) dalam Geografi. Dengan menganalisis ruang atas dasar strukturnya, peneliti dapat mengungkapkan struktur gejala fisik, non-fisik, maupun keduanya. Dalam membahas struktur keruangan yang menjadi tekanan adalah kekhasan komposisi gejala yang ada dalam ruang. Yunus (2010:57) memberikan contoh analisis struktur ruang berdasarkan gejala fisik yaitu penggunaan tanah. Kenyataan menunjukkan bahwa bentuk penggunaan tanah bermacam-macam
seperti
untuk
permukiman,
tegalan,
persawahan,
industri,
perkantoran, dan sebagainya. Dari berbagai macam penggunaan tanah tersebut akan disederhanakan menjadi dua kelompok penggunaan tanah yaitu penggunaan tanah agraris dan non-agraris untuk memudahkan pemahaman. Analisis struktur keruangan dilakukan di suatu kota dan desa dengan mengambil 4 sampel ruang yang dianggap mewakili populasi dengan karakter gradasi komposisi bentuk penggunaan tanahnya yaitu bagian dalam kota (urban area), bagian pinggiran kota (urban fringe), bagian kedesaan (rural area). Hasil pengolahan data yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa struktur keruangan yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah sampel atas dasar komposisi bentuk penggunaan tanahnya. Di daerah bagian dalam kota menunjukkan bahwa penggunaan tanah non-agraris dengan persentase 100%, di daerah pinggiran kota yang lokasinya dekat dengan daerah terbangun sehingga bentuk penggunaan tanah nonagraris masih dominan dan untuk penggunaan tanah agraris dengan persentase sebesar 100% berada di rural area. Contoh lain mengenai pembentukan struktur ruang suatu wilayah yaitu dapat dilihat pada struktur ruang kota. Teori-teori yang membahas struktur internal ruang kota antara lain teori yang dikemukakan oleh Burgess dengan teori Concentric Zone, Hoyt dengan teori Sectoral Model, dan Ullman dengan teori Multiple Nuclei. a.) Concentric Zone theory (Burgess)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Teori Jalur Sepusat atau Teori Konsentri E.W. Burgess, mengemukakan bahwa kota terbagi sebagai berikut: •
Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (central business district atau CBD) yang terdiri atas bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan toko pusat perbelanjaan (1)
•
Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih yaitu rumah-rumah sewaan, kawasan industri, perumahan buruh (2)
•
Pada lingkaran tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik (3)
•
Pada lingkaran luar terdapat jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class) (4)
•
Di luar lingkaran terdapat jalur pendugdag yaitu jalur penglaju (jalur ulang-alik) sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya dan golongan atas atau masyarakat upakota (5)
Gambar 2.1 Teori Jalur Terpusat Burgess Sumber: http://rri.wvu.edu/WebBook/Briassoulis/figure3.2c.jpg
b.) Sectoral Model Theory (H. Hoyt) Teori Sektor menurut Hoyt, mengemukakan bahwa kota tersusun sebagai berikut: • Pada lingkaran sepusat terdapat pusat kota atau CBD (1)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
•
Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan (2)
•
Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut di atas, pada bagian sebelah menyebelahnya, terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh (3)
•
Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor madyawisma (4)
•
Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, kawasan tempat tinggal golongan atas (5)
Gambar 2.2 Teori Sektor Hoyt Sumber: http://cronodon.com/sitebuilder/images/Hoyt1-367x600.jpg
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
c.) Multiple Nuclei Theory (Harris-Ullman) Teori ini menggambarkan bahwa kota-kota besar akan mempunyai struktur yang terbentuk atas sel-sel, dimana penggunaan lahan yang berbedabeda akan berkembang disekitar titik-titik pertumbuhan atau Nuclei didalam daerah perkotaan. Perumusan ide ini pertamakali diusulkan oleh C.D Harris dan F.L Ullmann tahun 1945. (Yunus 2002;44). Disamping menggabungkan ide-ide yang dikemukakan teori konsentris dan teori sektor, teori pusat kegiatan banyak ini masih menambahkan unsur-unsur lain. Yang perlu diperhatikan adalah Nuclei yang mengandung pengertian semua unsur yang menarik fungsi-fungsi antara lain pemukiman, perdagangan, industri, dll. Oleh karenanya teori ini mempunyai struktur keruangan yang berbeda dengan teori konsentris dan teori sektoral.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Gambar 2.3 Multiple Nuclei Theory Haris - Ullman Sumber: http://cronodon.com/sitebuilder/images/Harris_Ullman-533x690.jpg
Berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Yunus (2010) dalam menentukan struktur keruangan dan teori pembentukan struktur ruang kota yang dikemukakan di atas, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi dan membuat struktur wilayah Kabupaten Bogor. Struktur wilayah dalam penelitian ini diartikan sebagai hasil dari susunan berbagai kesamaan pada ruang muka bumi berdasarkan kriteria tertentu, dimana dalam penelitian ini kriteria tersebut dikelompokkan berdasarkan kepadatan penduduk, penggunaan tanah terbangun, dan mata pencaharian non-pertanian. Struktur wilayah Kabupaten Bogor dalam penelitian ini akan diidentifikasi menurut karakteristik wilayah yang menyusun struktur wilayah Kabupaten Bogor yaitu wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub-urban), dan wilayah pedesaan (rural) 2.2.1 Urban ( Wilayah Perkotaan) Pendapat para ahli mengenai definisi kota, salah satunya di kemukakan oleh Haris dan Ulman dalam Daldjoeni (2003:39) dimana kota sebagai pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Sedangkan Jayadinata (1999:124) memberikan definisi kota secara Geografis, dimana kota merupakan suatu tempat yang penduduknya padat, rumahnya berkompak-kompak, dan mata pencahariannya penduduknya bukan pertanian. Dalam pengertian teknis, kota memiliki jumlah penduduk tertentu. Badan Pusat Statistik (BPS), dalam pelaksanaan survei status desa/kelurahan yang dilakukan pada tahun 2000, menggunakan beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu desa/kelurahan dikategorikan sebagai desa atau kota. Kriteria yang digunakan adalah: a. Kepadatan penduduk per kilometer persegi b. Persentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya adalah pertanian atau nonpertanian
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
c. Persentase rumah tangga yang memiliki telepon d. Persentase rumah tangga yang menjadi pelanggan listrik
e. Fasilitas umum yang ada di desa/kelurahan seperti fasilitas pendidikan, pasar,kompleks
pertokoan,dll.
Atas
dasar
skor
yang
dimiliki
oleh
desa/kelurahan tersebut,maka ditetapkan desa/kelurahan tersebut masuk dalam salah satu kategori berikut yaitu perkotaan besar, perkotaan sedang, perkotaan kecil, dan pedesaan Di sisi lain, Direktorat Cipta Karya Departemen PU secara implisit menganggap bahwa suatu konsentrasi permukiman dengan kepadatan 50 jiwa atau lebih per hektar berhak mendapat pelayanan fasilitas perkotaan, seperti pelayanan sampah dan air minum. Juga ada kriteria bahwa jaringan jalannya berlapis (berbentuk grid, bukan ribbon type). Kriteria di atas masih perlu di pertegas tentang berapa luas wilayah minimal yang kepadatannya 50 jiwa atau lebih per hektar dalam satu kesatuan wilayah yang utuh, artinya tidak terputus-putus. Dalam kebutuhan praktis misalnya menetapkan ibukota kabupaten yg berhak mendapat program P3KT perkotaan, Dirjen Ciptakarya PU menetapkan jumlah penduduk minimal 1000 jiwa. Tetapi instansi yang sama untuk kondisi yang berbeda menetapkan bahwa ibukota kecamatan yang perlu disusun rencana tata ruangnya setidak-tidaknya terdapat 10 hektar lahan dengan jumlah penduduk minimal 1000 jiwa. 2.2.2 Rural (Wilayah Pedesaan) Dalam pengertian umum, desa merupakan permukiman manusia yang letaknya di luar kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris. Dalam bahasa Indonesia sehari-hari disebut juga kampung. Desa dalam arti lain adalah bentuk kesatuan administratif yang disebut juga kelurahan. Bintarto dalam Daldjoeni (2003:54) berpendapat bahwa memang sulit untuk menyusun definisi dari desa yang tepat, tetapi sebagai geograf, ia
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
berdasarkan kenyataan bahwa faktor-faktor Geografis jelas berpengaruh pada desa, sehingga beliau mendefinisikan desa sebagai perwujudan Geografis, sosial, ekonomis, politis dan kultural yang ada disitu, dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya. Definisi lain mengenai desa menyiratkan adanya tiga unsur dari suatu desa yaitu penduduk, penggunaan tanah, dan bangunan. Unsur-unsur tersebut cepat atau lambat akan mengalami perubahan sehingga desa sebagai pola permukiman bersifat dinamis. Selain Bintarto, Sutardjo Kartohadikusumo dalam Daldjoeni (2003: 54) mengemukakan pendapatnya mengenai desa dalam arti administratif sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Pendapat mengenai definisi wilayah pedesaan antara lain di kemukakan oleh Direktur Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa dan Wimbley dalam Jayadinata (1999:59). Menurut Direktur Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa dalam Jayadinata wilayah pedesaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Perbandingan tanah dengan manusia (man land ratio) yang besar; b. Lapangan kerja agraris c. Hubungan penduduk yang akrab d. Sifat yang menurut tradisi (traditional) Pendapat lain dikemukakan oleh Wimbley yang mengatakan bahwa wilayah pedesaan menunjukkan bagian suatu negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu, baik pada waktu sekarang maupun beberapa waktu yang lampau. Penggunaan tanah di pedesaan diperuntukkan bagi kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi. Kehidupan sosial meliputi berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga, dan sebagainya (umumnya dilakukan di dalam kampung) sedangkan
kegiatan
ekonomi
meliputi
bertani,
berkebun,
beternak,
memelihara/menangkap ikan, menebang kayu di hutan dan sebagainya (umumnya
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
dilakukan di luar kampung), walaupun ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan di dalam kampung seperti industri kecil, perdagangan, dan jasa-jasa lain misalnya; guru, bidan, pegawai koperasi, dan lain-lain. Jadi, penggunaan tanah di wilayah pedesaan adalah untuk perkampungan dalam rangka kegiatan sosial, dan untuk pertanian dalam rangka kegiatan ekonomi. Dengan demikian kampung di pedesaan merupakan tempat kediaman (dormitory settlement) dan penduduk kampung di wilayah pertanian dan wilayah perikanan umumnya bekerja di luar kampung. 2.2.3 Sub-urban (Wilayah Peralihan) Pertumbuhan kota ke luar melahirkan wilayah pinggiran kota yang dalam Geografi disebut sub-urban, dari kata Latin suburbis (sub= bawah; urbis = kota). Dalam bahasa Inggris, dipakai istilah fringe untuk suburbia yang jika di Indonesiakan menjadi wilayah pinggiran. Perkembangan kota dan pedesaan yang dilanda urbanisasi menyebabkan munculnya suatu rural-urban fringe di antara kota dan desa yang hakikatnya dapat menjadi bagian dari kota maupun desa. Semakin suatu metropolis dilanda gerak sentrifugal (dari pusat menuju periferi) serta mobilitas fisik para penduduk dari pedesaan masuk ke kota, konsep fringe dan suburbia menjadi makin kabur. Kurtz dan Eicher dalam Daldjoeni (2003) mengajukan lima definisi rural-urban fringe, berasal aneka literatur sebagai berikut: a. Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling bertemu dan mendesak di periferi kota b. Rural-urban fringe meliputi semua suburbia, kota satelit dan teritorium lain yang berlokasi langsung di luar kota dimana tenaga kerja terlibat di bidang non-agraris c. Suatu kawasan yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi tetapi masih ada di dalam jarak melaju (commuting distance)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
d. Kawasan di luar kota yang penduduknya berkiblat ke kota (urban oriented residents) e. Suatu kawasan pedesaan yang terbuka, yang dihuni oleh orang-orang yang bekerja di kota f. Suatu daerah dimana bertemu mereka yang berpangupajiwa di kota dan di desa Seorang geograf bernama Whynne-Hammond dalam
Daldjoeni (2003)
mengemukakan bahwa ada empat alasan, tumbuhnya wilayah pinggiran kota yaitu: Pertama meningkatnya pelayanan transportasi kota yang berupa trem, bus kota, memudahkan orang untuk bertempat tinggal jauh dari tempat bekerjanya. Kedua, bertambahnya penduduk yang meramaikan suburbia. Ke situ masuklah dua arus penduduk baru, dari kota dan dari desa-desa yang lebih ada di pedalaman, Ketiga, meningkatnya taraf kehidupan penduduk suburbia memungkinkan orang mendapatkan rumah yang lebih baik, entah jenis sewaan entah milik sendiri. Keempat, gerakan pendirian bangunan pada masyarakat yang dibantu pemerintah lewat kredit bank yang ditunjuk, melancarkan pemilikan rumah di luar kota. Ciri khas dari suburbia yang paling mudah dilihat yaitu makin jauh lokasinya dari pusat kota, makin baru perubahannya dan makin kurang padat penghuninya. Sebaliknya, makin dekat pusat kota lokasinya, makin besarlah ukuran rumah-rumahnya dengan jumlah anggota keluarga yang lebih besar pula, tapi ongkos sewanya relatif lebih murah. Secara spasial, sub-urban terletak di agricultural hinterland tetapi secara ekologis, merupakan kawasan yang menjadi sasaran invasi penduduk baru serta bangunan-bangunan baru seperti pompa bensin, restoran, tempat hiburan, dan sebagainya. Dapat disimpulkan sub-urban itu dibangun tanpa rencana, sehingga tata guna lahan disitu menjadi semrawut. Berbarengan dengan itu penduduk non-agraris makin bertambah pesat dengan aneka jenis pekerjaan yang dilakukan sambil menglaju. Perlu dicatat bahwa perubahan sosial-ekonomis dan demografis di sub-urban dapat mengubah ciri-ciri spasial dan demografisnya (misalnya, kemasukan etnik baru).
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Perumahan-perumahan yang kemudian mejadi tua ditinggalkan oleh penghuninya, untuk pindah ke bagian suburbia yang lebih mewah rumah-rumahnya, sehingga terjadi pergeseran penghuni ke sana.
2.3 Perkawinan Perkawinan merubah status seseorang dari bujangan atau janda/duda menjadi berstatus kawin. Dalam demografi status perkawinan penduduk dapat dibedakan menjadi status belum pernah menikah, menikah, pisah atau cerai, janda atau duda. Konsep Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan no.1 Tahun 1974 yaitu: •
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
•
Untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun, dan untuk perempuan harus sudah berusia minimal 16 tahun.
•
Jika menikah dibawah usia 21 tahun harus disertai dengan ijin kedua atau salah satu orangtua atau yang ditunjuk sebagai wali.
Konsep perkawinan lebih difokuskan kepada keadaan dimana seorang laki-laki dan seorang perempuan hidup bersama dalam kurun waktu yang lama. Dalam hal ini hidup bersama dapat dikukuhkan dengan perkawinan yang syah sesuai dengan undang-undang atau peraturan hukum yang ada (perkawinan de jure) ataupun tanpa pengesahan perkawinan (de facto). Konsep ini dipakai terutama untuk mengkaitkan status perkawinan dengan dinamika penduduk terutama banyaknya kelahiran yang diakibatkan oleh panjang pendeknya perkawinan atau hidup bersama ini. Norma dan adat di Indonesia menghendaki adanya pengesahan perkawinan secara agama maupun secara undang-undang.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Perkawinan merupakan suatu lembaga yang sangat penting bagi manusia. Dari perkawinanlah akan terbentuk keluarga yang merupakan salah satu unit sosial yang terpenting dalam masyarakat. Perkawinan dapat berpengaruh cukup besar terhadap angka fertilitas yang merupakan salah satu unsur yang dapat secara langsung mempengaruhi jumlah penduduk. Perceraian yang terjadi juga dapat berpengaruh terhadap fertilitas wanita, dimana dapat dianggap menghilangkan kesempatan wanita untuk melahirkan. Perkawinan sebagai suatu lembaga memiliki kaitan dengan berbagai hal seperti umur kawin pertama, pola tempat tinggal, status sosial ekonomi, kawin ulang, pola kelahiran anak, dan perceraian. Keragaman adat budaya suatu daerah juga tampak terlihat dalam pola perkawinannya. Penelitian mengenai perkawinan yang dilakukan di wilayah Asia Tenggara memberikan hasil bahwa pola perkawinan di Asia Tenggara umumnya ditandai oleh latar belakar belakang budaya setempat. Di pedesaan, biasanya wanita akan segera dikawinkan setelah mencapai umur akil baligh (yang ditandai dengan datangnya menstruasi). Rata-rata wanita dikawinkan dengan laki-laki yang umurnya lima sampai delapan tahun lebih tua. Banyak terdapat kasus perkawinan yang dipengaruhi oleh dominasi peran orang tua sedangkan anak tidak berperan sama sekali. Begitu pula di Indonesia, dimana penelitian yang pernah dilakukan juga menggambarkan bahwa faktor budaya menjadi salah satu faktor kuat yang mempengaruhi terjadinya perkawinan muda terutama di pedesaan.
Pujiastuti dalam Sri Handayani Hanum (1997:2) melakukan penelitian tentang pola perkawinan di suatu desa di Kabupaten Karanganyar. Diperoleh gambaran bahwa adat perkawinan anak-anak pada masyarakat suku Jawa dilatarbelakangi oleh pengaruh orang tua yang begitu kuat sehingga banyak wanita yang menjelang umur belasan telah dijodohkan dan “dikawinkan” (disebut “kawin” karena pasangan yang dikawinkan tidak harus segera berhubungan seksual sebagai suami istri). Hal ini berhubungan dengan budaya yang telah ada di dalam masyarakat tersebut dimana orang tua akan mengawinkan anak perempuan mereka segera setelah mendapatkan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
menstruasi untuk pertama kali. Keterlambatan mengawinkan anak wanita dapat dianggap menjatuhkan status atau membawa aib bagi orang tua dan keluarga. Nunung Nurwati (2003) melakukan penelitian dengan membandingkan data SDKI tahun 1991 dan 1994, di Provinsi Jawa Barat terutama di pedesaan masih ditemukan perkawinan di usia muda yang dapat disebabkan antara lain oleh tingkat pendidikan wanita yang rendah dan perjodohan.
Ditinjau dari sisi agama, terutama agama Islam, dalam kompilasi Hukum Islam yang dikeluarkan oleh Departemen Agama tahun 2004, perkawinan di dalam Islam dinyatakan sah apabila memenuhi syarat yaitu: ada calon pengantin laki-laki dan perempuan, ada wali (orang tua, saudara laki-laki ayah atau wali hakim), ada saksi, ada mahar dari suami untuk istri, dan mengucapkan ijab kabul. Selain itu disunahkan untuk melakukan walimah (pesta/selamatan perkawinan) untuk mengumumkan bahwa perkawinan telah berlangsung secara sah kepada masyarakat di lingkungannya untuk menghindari fitnah. Dalam ijab kabul dibacakan sumpah suami untuk memberikan nafkah baik lahir dan batin kepada istri, mengafkahi keluarga, memberikan tempat tinggal, melindungi dan memberikan ketentraman dan kesejahteraan dalam keluarga yang sakinah, mawadah, warrohmah. Dalam hal ini istri juga mempunyai hak dan kewajiban untuk bersama-sama mewujudkan rumah tangga bahagia sejahtera. Sumpah ini menunjukkan bahwa ikatan perkawinan mempunyai konsekuensi yang tidak ringan berkenaan dengan perlindungan, kenyamanan dan kesejahteraan bagi istri dan anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut. setiap perkawinan harus dilakukan di depan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat nikah dan perkawinan yang dilakukakn di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 6 ayat 1 dan 2). Oleh sebab itulah, dalam tata cara dan prosedur perkawinan Islam, seseorang yang menikah secara Islam harus mencatatkan perkawinannya kepada pejabat pemerintah yang ditunjuk sebagai petugas pencatat nikah di Kantor Urusan Agama.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Indikator perkawinan berguna bagi penentu kebijakan dan pelaksana program kependudukan, terutama dalam hal pengembangan program-program peningkatan kualitas keluarga dan perencanaan keluarga. Perkawinan usia muda akan berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik ditinjau dari sisi ketidak siapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial atau ekonomi rumah tangga, maupun kesiapan fisik bagi calon Ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya. Dalam hal kehamilan yang tidak dikehendaki karena usia calon Ibu masih sangat muda, ada risiko pengguguran kehamilan yang dilakukan secara illegal dan tidak aman secara medis. Dari sisi lain, data mengenai banyaknya pasangan suami isteri serta rata-rata usia kawin laki-laki dan perempuan akan menjadi bahan utama pengembangan kebijakan penyediaan pelayanan dasar lainnya seperti pengembangan perumahan, kebutuhan peralatan rumah tangga disesuaikan dengan kemampuan daya beli, keperluan alat transportasi, dll.
2.4 Usia Perkawinan Pertama Perhatian terhadap pola perkawinan biasanya lebih banyak difokuskan pada usia kawin pertama dari wanita. Usia perkawinan selalu dibahas dalam demografi karena mempunyai pengaruh terhadap tingkat fertilitas (Kingsley Davis & Blake, 1974). Hal ini dikarenakan trend perkawinan pertama wanita akan berkaitan erat dengan perubahan demografi, status kesehatan, kualitas hidup, dan sosial ekonomi masyarakat. Dari segi demografi, semakin muda atau rendah rata-rata usia kawin pertama wanita akan berdampak pada panjangnya usai reproduksi dan kemungkinan pada tingginya tingkat fertilitas. Fertilitas dalam istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok bayi yang lahir hidup. Fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup dan peranan kelahiran terhadap perubahan penduduk. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa fertilitas dengan usia kawin pertama bersifat negatif dimana makin muda seseorang melangsungkan perkawinannya, maka makin banyak pula anak yang dilahirkannya. Sebaliknya, jika usia kawin pertama wanita tinggi, maka dapat memperpendek jangka waktu reproduksi
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
sehingga angka fertilitas cenderung menurun. Dapat dikatakan secara tidak langsung usia perkawinan pertama terutama wanita dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Dalam hal pembangunan, semakin banyak wanita yang memiliki usia perkawinan pertama muda maka dapat berpengaruh pada buruknya status kesehatan ibu dan anak yang terlihat dari tingginya angka kematian ibu karena melahirkan dan angka kematian bayi. Kedua fenomena ini kemudian dapat menjadi indikator bagi rendahnya kualitas hidup masyarakat. Usia belasan tahun bukan merupakan usia reproduksi yang baik secara fisik maupun mental, calon ibu yang berusia belasan tahun belum cukup matang untuk mempunyai anak sehingga secara langsung kehamilan umur belasan akan mempengaruhi status kesehatan bayi yang dilahirkannya. Usia perkawinan pertama adalah usia pada saat wanita melakukan perkawinan secara hukum dan biologis yang pertama kali (BPS, 2010). Konsep pengelompokkan usia
perkawinan
pertama
diperkenalkan
oleh
Bogue
(1969),
dimana
ia
mengelompokkan usia perkawinan pertama menjadi: 1. Usia perkawinan pertama kurang dari 18 tahun yang disebut dengan Child Marriage 2. Usia perkawinan pertama antara 18 – 19 tahun yang disebut dengan Early Marriage 3. Usia perkawinan pertama antara 20 – 21 tahun yang disebut dengan Marriage at Maturity 4. Usia perkawinan pertama di atas usia 22 tahun yang disebut dengan Late Marriage Menurut UU No 1 Tahun 1974 pasal 6 disebutkan bahwa perkawinan harus berdasarkan persetujuan kedua mempelai dan bagi seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus atas seizin kedua orang tuanya. Dalam pasal 7 ditentukan bahwa batas umur
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
diizinkannya perkawinan adalah jika sekurang-kurangnya pihak laki-laki telah berusia 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun. Peraturan ini secara tidak langsung dapat menjadi “ alat pembenar” untuk dilaksanakannya kebiasaan perkawinan wanita pada usia muda (remaja berumur di bawah 18 tahun). Pengambilan keputusan untuk melakukan perkawinan dapat dipengaruhi oleh keadaan atau latar belakang sosial ekonomi maupun budaya dari suatu penduduk. Usia perkawinan pertama yang semakin rendah disuatu wilayah dapat menggambarkan bahwa di wilayah tersebut terjadi early marriage (perkawinan usia muda). Penelitian mengenai perkawinan di usia muda antara lain penelitian yang dilakukan oleh Fitra Puspitasari (2006: Fakultas Ilmu Sosial) memberikan gambaran bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi usia perkawinan muda yaitu faktor ekonomi (perkawinan usia muda terjadi di keluarga yang memiliki kondisi ekonomi yang kurang/keluarga miskin), faktor diri sendiri (pasangan melakukan pernikahan muda atas kemauan sendiri dan pengetahuan yang didapat dari film atau media-media sehingga terpengaruh untuk melakukan pernikahan muda), faktor pendidikan (rendahnya pendidikan orang tua mengakibatkan pola pikir sempit yang dapat mempengaruhi orang tua untuk segera menikahkan anak perempuannya), dan faktor orang tua (tradisi turun temurun orang tua untuk menikahkan anaknya ketika dianggap sudah besar). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usia perkawinan pertama antara lain tingkat pendidikan, mata pencaharian, keluarga miskin, serta persepsi terhadap perkawinan. 2.4.1 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang berhasil ditamatkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, pembuatan cara mendidik. Kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan meningkatnya pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Menurut UU No 2 Tahun 1989, jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri dari: 1. Pendidikan Dasar yang meliputi sekolah dasar / Madrasah Ibtidaiyah dan SMP / MTs 2. Pendidikan Menengah yang meliputi SMA dan kejuruan serta Madrasah Aliyah 3. Pendidikan Tinggi yang meliputi Akademi, Institut, Sekolah tinggi dan Universitas 4. Tidak sekolah/belum sekolah adalah mereka yang tidak mau atau belum pernah sekolah, termasuk mereka yang tamat atau belum tamat taman kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke SD Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mulia Kusuma (1976), dikatakan bahwa peningkatan usia perkawinan pertama, khususnya pada wanita yang berada di wilayah perkotaan lebih tinggi daripada yang berada di wilayah pedesaan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana tingkat pendidikan di wilayah perkotaan jauh lebih baik daripada di wilayah pedesaan. Hasil Penelitian dari PPK bekerja sama dengan BKKBN Jawa Barat dalam Nunung Nurwati (2003:62) juga mengungkapkan bahwa faktor pendidikan berkorelasi sangat tinggi dengan umur perkawinan pertama dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pula umur perkawinan pertama. Selain itu didapatkan pula hasil penelitian bahwa rendahnya pendidikan orang tua mengakibatkan pola pikir sempit yang dapat mempengaruhi orang tua untuk segera menikahkan anak perempuannya. 2.4.2 Keluarga Miskin Menurut BPS kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Batas kecukupan pangan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk makanan yang memenuhi kebutuhan minimum energi 2100 kalori perkapita perhari.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Batas kecukupan non-makanan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk non makanan yang memenuhi kebutuhan minimum seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dll. Inti dari model ini adalah membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan “garis kemiskinan” (GK) yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi orang per bulan. Dalam penelitian tentang perkawinan di usia muda oleh Fitra Puspitasari (2006: Fakultas Ilmu Sosial) mengungkapkan perkawinan usia muda di Desa Mandalagiri sebagian disebabkan oleh kondisi keluarga yang kurang. Para orang tua menganggap dengan menikahkan anaknya maka beban ekonomi keluarga akan berkurang dan berharap jika anaknya sudah menikah dapat membantu kehidupan orang tuanya. 2.4.3 Mata Pencaharian Mata pencaharian merupakan suatu lapangan usaha atau pekerjaan yang dimiliki seseorang. Mata pencaharian dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat yaitu mata pencaharian tani, mata pencaharian non-tani, mata pencaharian buruh, mata pencaharian non-buruh. Mata pencaharian tani yang dimaksudkan disini yaitu pekerjaan yang dimiliki seseorang di bidang pertanian sedangkan mata pencaharian non-tani, menurut BPS dan Potensi Desa di Kabupaten Bogor yaitu pekerjaan yang meliputi bidang pemerintahan, perhotelan,perdagangan, restoran, jasa,angkutan, transportasi industri, pertambangan,penggalian, dan
lainnya yang tidak berhubungan dengan kegiatan
pertanian. Mata pencaharian buruh menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan diartikan sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Mata pencaharian buruh lebih berorientasi kepada sektor industri maupun tani yang bergerak di bidang produksi baik barang maupun jasa. Mata pencaharian penduduk non-buruh memiliki arti yang hampir sama dengan mata pencaharian non-pertanian dimana pekerjaan yang meliputi bidang pemerintahan, perhotelan, perdagangan, restoran, jasa, angkutan, transportasi, pertambangan, penggalian, dan lainnya yang tidak berhubungan dengan industri dan pertanian yang bergerak dalam produksi baik barang maupun jasa. Mata pencaharian penduduk pada
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
suatu wilayah dapat menjadi salah satu indikator apakah wilayah tersebut termasuk wilayah perkotaan atau pedesaan. Pada umumnya di wilayah perkotaan, penduduknya memiliki ciri salah satunya mata pencariannya non-tani. Merujuk pada hasil penelitian Sri Handayani Hanum (1997), dalam kaitannya dengan umur perkawinan pertama, faktor mata pencaharian wanita sebelum menikah ternyata dapat menjadi hal yang dapat menunda usia perkawinan. Para wanita yang pernah bekerja sebelum menikah, memiliki usia kawin pertama lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. 2.4.4 Opini (Pendapat) Opini berasal dari bahasa Latin, yaitu opinari yang berarti berpikir atau menduga. Opinion sendiri mengandung akar kata onis yang berarti harapan. Dalam kamus psikologi, pendapat atau opini diartikan sebagai suatu ekspresi/pernyataan pertimbangan yang tidak didasarkan pada pengetahuan positif atau fakta pembuktian, akan tetapi berdasarkan pada apa yang kelihatannya seperti benar atau mungkin. Opini atau pendapat seringkali dipengaruhi oleh emosi dan mencerminkan sikap-sikap seseorang. Pendapat juga merupakan bagian dalam proses berpikir dimana pendapat merupakan kegiatan jiwa yang muncul dalam proses berpikir setelah timbulnya pengertian. Pengertian merupakan hasil proses berpikir yang merupakan rangkuman dari sifat-sifat pokok dari suatu barang atau kenyataan yang dinyatakan dalam suatu perkataan. Ahmadi (2003:174) menyatakan bahwa pendapat merupakan hasil pekerjaan pikir meletakkan hubungan antara tanggapan yang satu dengan yang lain, antara pengertian satu dengan pengertian yang lain, yang dinyatakan dalam suatu kalimat. Proses pembentukan pendapat yaitu: a. Menyadari adanya tanggapan/pengertian, karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa menggunakan pengertian atas tanggapan b. Menguraikan tanggapan/pengertian. Misalnya: kepada seorang anak kita berikan sepotong karton kuning berbentuk persegi empat. Dari tanggapan yang majemuk
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
itu (sepotong, karton, kuning, persegi, empat) dianalisa. Kalau anak tersebut ditanya apakah yang kau terima, mungkin jawabannya hanya “ karton kuning “. Karton kuning adalah suatu pendapat. c. Menentukan hubungan logis antara bagian-bagian. Setelah sifat-sifat dianalisa, berbagai sifat dipisahkan tinggal dua pengertian saja yang kemudian satu sama lain dihubungkan, misalnya menjadi “karton kuning”. Beberapa pengertian yang dibentuk menjadi suatu pendapat yang dihubungkan dengan sembarangan tidak akan menghasilkan suatuh hubungan logis dan tidak dapat dinyatakan dalam suatu kalimat yang benar.
Pendapat terbagi menjadi dua yaitu pendapat tunggal dan majemuk. Jika dalam rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi satu kalimat maka disebut pendapat tunggal, contohnya pada kalimat “ rumah itu besar “. Jika dalam suatu rangkaian kata-kata yang terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi beberapa pendapat maka disebut pendapat majemuk, contohnya pada kalimat “ rumah itu besar dan sekarang akan dibongkar “. Aronson (1988:82), dalam bukunya yang berjudul “ The Social Animal “ memberikan definisi sederhana pada opini atau pendapat sebagai sesuatu yang dipahami sesuai dengan fakta kebenaran yang ada. Beliau juga mengemukakan bahwa sifat-sifat pendapat antara lain yaitu: a. Lebih mencakup aspek kognitif, jawaban yang dikemukakan berupa fakta yang telah diketahui oleh individu dan tidak terlalu dipengaruhi oleh aspek emosional dan evaluatif b. Pendapat seseorang dapat berubah jika ada fakta lain yang bersifat lebih baik
Pendapat memiliki dimensi berupa arah dan intensitas. Dimensi arah berada diantara pernyataan setuju dan tidak setuju yang mencakup juga kualitas emosional dan individu. Dimensi Intensitas dapat dilihat dari tingkat keyakinan seseorang akan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
jawaban. Young (1978) memiliki pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapat antara lain: a. Determinan Subyektif Determinan subyektif sebagai salah satu faktor yang menentukan pendapat terlihat dari: -
Bagaimana seseorang melihat diri sendiri dan orang lain dimana hal ini dapat dilihat dari stereotype yang berkembang di masyarakat
-
Informasi dan pengetahuan yang masing-masing individu miliki. Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh individu
-
Sikap yang dimiliki oleh individu yang merupakan akar dari pendapat karena sikap memiliki hubungan dengan kepribadian
-
Perasaan individu yang berhubungan dengan arti dari pertanyaan yang diajukan kepada individu
b. Pengaruh yang Bertentangan Dalam masyarakat seorang individu dapat menjadi anggota dari berbagai macam kelompok. Jika kelompok tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang tidak sama maka pendapat yang timbul juga berbeda yang dapat berpengaruh pada pendapat individu yang muncul
c. Lapisan Sosial Pendapat yang dikemukakan oleh individu seringkali di pengaruhi oleh sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat dimana individu tersebut menjadi anggota pada suatu lapisan sosial tertentu
d. Peranan Tokoh atau Ahli Pendapat para tokoh atau ahli dalam bidang tertentu juga dapat mempengaruhi pendapat individu
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
e. Pengalaman Peristiwa yang pernah terjadi dalam kehidupan seseorang dapat menambah informasi mengenai hal tertentu. Semakin bertambah informasi yang diperoleh, maka akan mempengaruhi pendapat seseorang terhadap hal tertentu Menurut Albig dalam Sunarjo (1984), opini berupa reaksi pertama di mana orang mempunyai rasa ragu-ragu dengan sesuatu, yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokkan, dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya. Latar belakang seseorang seperti agama, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir seseorang dan opini yang akan dinyatakannya tidak akan terlepas juga dari hal tersebut. Setiap opini mencerminkan suatu kumpulan yang lengkap yang terdiri dari tiga komponen yaitu keyakinan, nilai-nilai dan ekspetasi. Opini itu sendiri tidak memiliki tingkatan atau strata, namun mempunyai arah, antara lain: 1. Opini positif, jika opini yang ditampilkan secara eksplisit dan implisit mendukung obyek opini (individu memberikan pernyataan setuju). 2. Opini netral, apabila opini yang ditampilkan tidak memihak atau jika individu memberikan pernyataan ragu-ragu. 3. Opini negatif, jika opini yang ditampilkan secara eksplisit dan implisit menolak atau mencela obyek opini (individu memberikan pernyataan tidak setuju). Dalam penelitian, pendapat atau opini dapat diukur dengan menggunakan skala yang dibuat berdasarkan suatu tujuan melalui instrumen penelitian salah satunya berupa kuisioner. Pendapat seseorang dapat diketahui dari jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh individu yang diajukan pertanyaan. Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur opini atau pendapat yaitu:
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
a. Langsung bertanya kepada subyek mengenai perasaan mereka terhadap suatu hal atau masalah tertentu dengan menggunakan kuisioner baik terbuka maupun tertutup atau dengan wawancara b. Meminta responden memilih pernyataan yang mereka setujui dari daftar pertanyaan yang diberikan c. Meminta responden memilih tingkat kesetujuan maupun ketidaksetujuan pada sejumlah pernyataan mengenai hal yang kontroversial 2.4.5 Kuisioner Untuk mengukur bagaimana persepsi wanita terhadap pernikahan pada penelitian ini akan digunakan instrumen penelitian berupa kuisioner. Pada penelitian survei, penggunaan kuisioner merupakan hal yang pokok untuk pengumpulan data. Hasil kuisioner tersebut akan digambarkan dalam angka-angka, tabel, analisa statistik, dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Tujuan pokok pembuatan kuisioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survei dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin. Mengingat terbatasnya masalah yang dapat ditanayakn dalam kuisioner, maka senantiasa perlu diingat agar pertanyaan-pertanyaan memang langsung berkaitan dengan hipotesa dan tujuan penelitian tersebut
Jika variabel-variabel sudah jelas maka pertanyaan pun menjadi
jelas. Ini tentunya berkaitan pula dengan kemampuan teknis pembuatan kuisioner, walaupun titik-tolaknya adalah variabel yang jelas dan relevan. Sebaiknya, jika variabel masih kabur dalam pikiran peneliti, maka pertanyaan-pertanyaan juga akan tidak jelas dan mungkin sekali dimasukkan banyak pertanyaan yang tidak relevan. Beberapa isi pertanyaan kuisioner antara lain meliputi pertanyaan tentang fakta (umur, pendidikan, status perkawinan), pertanyaan tentang pendapat dan sikap, pertanyaan tentang informasi, dan pertanyaan tentang persepsi diri (responden menilai perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan yang lain ). Jenis pertanyaan pada instrumen kuisioner yaitu pertanyaan tertutup dimana jawaban sudah ditentukan terlebih
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain, pertanyaan terbuka dimana kemungkinan jawaban tidak ditentukan terlebih dahulu dan responden bebas memberikan jawaban, kombinasi tertutup dan terbuka dimana jawabannya sudah ditentukan tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka, dan pertanyaan semi terbuka dimana jawaban sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban. 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang usia perkawinan telah dilakukan oleh Bintang Silaen (1995: Fakultas Matematikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam) dengan judul Usia Kawin Muda Wanita Di Sekitar Kotamadya Sukabumi. Dalam penelitiannya ia meneliti bagaimana pola usia kawin muda wanita di sekitar Kotamadya Sukabumi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya berdasarkan data sekunder yang didapatkan. Dalam metode penelitiannya, ia menggunakan beberapa variabel yaitu tingkat pendidikan wanita, status pekerjaan, dan mata pencaharian orang tua wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase usia kawin muda wanita yang diklasifikasikan tinggi terdapat di sebelah barat Kotamadya Sukabumi, persentase usia kawin muda wanita yang diklasifikasikan sedang terdapat di sekitar Kotamadya Sukabumi, dan persentase usia kawin muda wanita yang diklasifikasikan rendah terdapat di sebelah timur dan barat Kotamadya Sukabumi. Wilayah dengan persentase usia kawin muda wanita yang di klasifikasikan tinggi berada di pedesaan dengan indeks tingkat pendidikan rendah, persentase wanita tidak bekerja tinggi, dan mata pencaharian orang tua adalah buruh. Wilayah dengan persentase usia kawin muda wanita yang diklasifikasikan sedang berada di pedesaan dan peralihan dan wilayah dengan persentase usia kawin muda wanita yang diklasifikasikan rendah berada di perkotaan, peralihan, dan pedesaan. Sedangkan Fitra Puspitasari (2006: Fakultas Ilmu Sosial) melakukan penelitian dengan judul Perkawinan Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan Dampaknya Terhadap
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus di Desa Mandalagiri, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya) yang memberikan hasil faktor pendorong terjadinya perkawinan di usia muda antara lain faktor ekonomi (keluarga miskin), faktor diri sendiri (pasangan melakukan pernikahan muda atas kemauan sendiri dan pengetahuan yang didapat dari film atau media-media sehingga terpengaruh untuk melakukan pernikahan muda),faktor rendahnya pendidikan orang tua
dan faktor tradisi turun
temurun orang tua untuk menikahkan anaknya ketika dianggap sudah besar.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alur Pikir Penelitian Kabupaten Bogor dalam penelitian ini akan dibuat struktur wilayahnya,terdiri dari administratif desa/kelurahan yang memiliki karakteristik wilayah perkotaan (urban), pedesaan(sub-urban), dan peralihan (rural) berdasarkan atas 3 kriteria yang ditentukan yaitu kepadatan penduduk, mata pencaharian non-pertanian, dan luas penggunaan tanah terbangun dengan nilai tertentu. Pada struktur wilayah ini akan dilihat bagaimana persebaran serta fenomena usia kawin pertama wanita di Kabupaten Bogor yang di pengaruhi oleh faktor antara lain tingkat pendidikan wanita, mata pencaharian wanita, jumlah keluarga miskin, dan persepsi wanita terhadap pernikahan. Dari hasil pengamatan lapangan, didapatkan gambaran mengenai persebaran serta fenomena usia perkawinan pertama yang terjadi pada wilayah urban (perkotaan), wilayah sub-urban (pinggiran), dan wilayah rural (pedesaan), sehingga dihasilkan usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah Kabupaten Bogor seperti yang terlihat pada bagan 1 alur pikir penelitian
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
3.2 Daerah Penelitian Daerah penelitian meliputi Kabupaten Bogor yang terdiri dari 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan struktur wilayah yang meliputi wilayah perkotaan (urban), pedesaan (rural), dan peralihan (sub-urban) di Kabupaten Bogor 3.3 Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu usia perkawinan pertama wanita sebagai variabel terikat dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usia perkawinan pertama antara lain tingkat pendidikan wanita, mata pencaharian wanita, keluarga miskin, dan persepsi wanita terhadap pernikahan sebagai variabel bebas 3.4 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dengan melakukan survei menggunakan kuisoner dan data sekunder yang diperoleh dari instansi atau dinas pemerintahan terkait yang ada di Kabupaten Bogor. 3.4.1 Data Primer Data Primer dalam penelitian merupakan data yang diperoleh langsung dari objek penelitian menggunakan instrumen kuisioner dalam survei lapang yang dilakukan. Jenis kuisioner yang digunakan merupakan kuisioner tertutup dengan pilihan jawaban yang telah di tentukan (kecuali untuk profil responden wanita). Adapun data primer yang dikumpulkan dari hasil kuisioner meliputi: • Profil Responden Wanita Identitas Responden Wanita yang meliputi data mengenai informasi pribadi responden
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
• Usia Perkawinan Pertama Wanita Berisi informasi mengenai usia pertama kali responden wanita dan tahun menikah • Data Sosial dan Ekonomi Data Sosial dan Ekonomi yang meliputi tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, dan biaya sehari-hari yang dikeluarkan oleh responden wanita serta mata pencaharian dan pendapatan orang tua responden wanita. • Pendapat Responden Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Untuk mengukur bagaimana pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda akan digunakan instrumen penelitian berupa kuisioner. Kuisioner yang digunakan termasuk ke dalam jenis kuisioner tertutup dengan pilihan jawaban yang sudah ditetapkan. Nilai pada setiap jawaban menggunakan Skala Likert, dimana Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, serta persepsi seseorang maupun kelompok terhadap fenomena atau gejala sosial yang terjadi. Menurut Churchill dalam Pasla (2000) pada metode Skala Likert, responden diminta memberikan pernyataan yang diukur dalam skala jenjang dan menyatakan tingkat kesetujuan dan ketidaksetujuan responden akan pernyataan yang disampaikan. Pada penelitian ini, skala Likert digunakan untuk membantu mengetahui
persepsi responden wanita terhadap pernikahan khususnya
pernikahan di usia muda melalui pernyataan pendapat yang tergambar pada jawaban kuisioner yang diberikan responden wanita. Skala Likert yang digunakan untuk mengukur persepsi responden wanita terhadap pernikahan menggunakan 5 kategori penilaian yaitu: a.) Sangat Setuju
=
5
b.) Setuju
=
4
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
c.) Ragu-Ragu
=
3
d.) Tidak setuju
=
2
e.) Sangat Tidak Setuju =
1
Dalam Skala Likert, variabel yang ingin diukur dibuatkan indikatornya dan indikator inilah yang kemudian menjadi dasar untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan
. Berikut ini merupakan kisi-kisi
instrumen yang terdiri dari indikator variabel untuk mengukur pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Untuk Mengukur Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Variabel Penelitian
Persepsi
Indikator
No. Item Instumen
Menikah Pada Usia Muda Pendidikan dan Pengetahuan Wanita Terhadap Pernikahan Memiliki Pekerjaan Sebelum Menikah Keluarga Miskin Informasi Dan Teknologi
1,11 3,5,6,7 4 2,10 8,9
[Sumber: Pengolahan Data Survei Lapang, 2011] Untuk memperoleh data yang dapat mewakili suatu populasi, maka dilakukanlah sampling pada struktur wilayah Kabupaten Bogor untuk memperoleh sampel yang dapat memberikan gambaran mengenai suatu populasi. Tahapan pengambilan sampel yang dilakukan yaitu: a. Menentukan desa/kelurahan yang masing-masing mewakili struktur wilayah Kabupaten Bogor. Di dapatkan 30 desa/kelurahan yang dianggap mewakili struktur wilayah Kabupaten Bogor
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
b. Menghitung populasi wanita menikah dari 30 desa/kelurahan yang telah ditentukan kemudian
menentukan jumlah repsonden wanita menikah yang
harus diambil, maka digunakan rumus Slovin:
[Sumber: Umar (2003)]
Keterangan:
n
= jumlah sampel responden wanita menikah
N
= jumlah populasi wanita menikah tiap desa/kelurahan yang dianggap mewakili struktur wilayah
2
e
= taraf kesalahan
Dari 30 desa/kelurahan yang dianggap mewakili masing-masing struktur wilayah,jumlah populasi wanita menikah yaitu 328 wanita dan setelah dihitung menggunakan rumus Slovin didapatkan jumlah responden wanita yang akan diambil sebesar 180 wanita. Selanjutnya dilakukan metode sampling yaitu quota sampling untuk mendapatkan sampel yang mewakili dan didapatkan 1 desa/kelurahan yang mewakili struktur wilayah memiliki kuota sebanyak 6 orang responden wanita menikah. 3.4.2 Data Sekunder Data Sekunder dalam penelitian ini di dapatkan dari instansi-instansi pemerintahan di Kabupaten Bogor. Adapun data sekunder yang dibutuhkan antara lain: a. Data Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kelurahan di Kabupaten Bogor
tahun 2010 yang diperoleh dari BPS Kabupaten Bogor serta Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bogor
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
b. Data Administrasi Kabupaten Bogor yang diperoleh dari peta yang dibuat BAPPEDA Kabupaten Bogor c. Data Penggunaan Tanah Kabupaten Bogor yang diperoleh dari peta yang dibuat oleh BAPPEDA Kabupaten Bogor d. Data Tingkat Pendidikan di Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan survei lapang e. Data Keluarga Miskin di Kabupaten bogor yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Bogor f. Data Jumlah Wanita Menikah di Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Kementrian Agama RI Kabupaten Bogor g.
Data Jaringan Jalan Kabupaten Bogor yang diperoleh dari peta yang dibuat
Dinas Tata Ruang dan Dinas Bina Marga Kabupaten Bogor. 3.5 Pengolahan Data 3.5.1 Pengolahan Data Sekunder Data sekunder yang di dapatkan diolah menggunakan software Ms. Excel untuk memasukkan dan mengolah data, serta software Arc View 3.3 untuk mengolah dan menghasilkan peta-peta. Tahapan pengolahan data sekunder meliputi: 1. Membuat Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Struktur Wilayah Kabupaten Bogor dalam penelitian ini terbentuk oleh susunan karakteristik wilayah yang meliputi wilayah perkotaan (urban area), pinggiran (sub-urban),dan pedesaan (rural area) berdasarkan kriteria yang telah ditentukan yaitu kepadatan penduduk, penggunaan tanah terbangun, dan mata pencaharian non-pertanian dengan langkah sebagai berikut:
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
a. Membuat klasifikasi kepadatan penduduk yang menjadi kriteria dalam penentuan karakterisktik wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (suburban), dan wilayah pedesaan (rural) ke dalam 3 kelas yaitu: 1) Tinggi ( > 2000 jiwa ) 2) Sedang ( 1000 – 2000 jiwa ) 3) Rendah ( < 1000 jiwa ) b. Membuat klasifikasi penggunaan tanah terbangun yang menjadi kriteria dalam penentuan karakterisktik wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub-urban), dan wilayah pedesaan (rural) ke dalam 3 kelas yaitu: 1)
Tinggi ( > 60%)
2)
Sedang ( 40% – 60% )
3)
Rendah ( < 40% )
c. Membuat klasifiksi mata pencaharian non-pertanian yang menjadi kriteria dalam penentuan karakterisktik wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub-urban), dan wilayah pedesaan (rural) ke dalam 3 kelas yaitu: 1)
Tinggi ( > 60%)
2)
Sedang ( 40% – 60% )
3)
Rendah ( < 40% )
d. Setelah mengklasifikasikan semua kriteria yang digunakan untuk menentukan karakteristik wilayah yang menyusun struktur wilayah Kabupaten Bogor, didapatkan hasil :
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
• Wilayah Perkotaan (urban) Memenuhi paling banyak 3 dan paling sedikit 1 kriteria tinggi dari seluruh kriteria yang digunakan untuk menentukan karakteristik wilayah yang menyusun struktur wilayah Kabupaten Bogor • Wilayah Pedesaan (rural) Memenuhi 3 kriteria rendah dari semua kriteria yang digunakan untuk menentukan karakteristik wilayah yang menyusun struktur wilayah Kabupaten Bogor • Wilayah Peralihan (sub-urban) Memenuhi paling banyak 3 kriteria sedang atau sedikitnya 2 kriteria sedang dan 1 kriteria tinggi dari semua kriteria yang digunakan untuk menentukan karakteristik wilayah yang menyusun struktur wilayah Kabupaten Bogor 2. Setelah mengetahui klasifikasi dari karakteristik wilayah yang ada kemudian memasukkan data klasifikasi karakteristik wilayah ke dalam tabel, selanjutnya dibuatkan peta struktur wilayah Kabupaten Bogor yang tersusun dari karakteristik wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub-urban), dan wilayah pedesaan (rural) 3. Membuat peta-peta dari data sekunder yang didapatkan seperti peta administrasi, peta penggunaan tanah Kabupaten Bogor 3.5.2 Pengolahan Data Primer Pengolahan data primer dilakukan berdasarkan hasil dari survei lapang dengan menggunakan kuisioner yang diolah melalui beberapa tahapan antara lain:
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
1. Membuat persentase usia perkawinan pertama wanita yang diperoleh dari hasil data survei yang diklafisikasikan menjadi: a) Usia Kawin Pertama < 18 tahun b) Usia Kawin Pertama 18-22 tahun c) Usia Kawin Pertama > 22 tahun 2. Membuat persentase tingkat pendidikan dimana tiap klasifikasi jenjang pendidikan akan diberikan label atau nilai: a) Tidak tamat SD (s1)
=
1
b) Tamat SD - SLTP (s2)
=
2
c) Tamat SLTA (s3)
=
3
d) Perguruan Tinggi (D3 / S1/ S2/ S3)
=
4
3. Membuat persentase mata pencaharian wanita sesuai dengan hasil data survei yang diklasifikasikan menjadi: a) Tidak Bekerja b) Buruh c) Non-Buruh 4. Membuat persentase wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin dengan indikator pendapatan orang tua yang diklasifikasikan menjadi: •
Pendapatan Orang Tua < Rp 1.000.000
•
Pendapatan Orang Tua Rp 1.000.000 – Rp 2.500.000
•
Pendapatan Orang Tua > Rp 2.500.000
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Yang termasuk kategori keluarga miskin yaitu keluarga yang memiliki pendapatan orang tua < Rp 1.000.000 dan pendapatan orang tua Rp 1.000.000 – Rp 2.500.000 dan > Rp 2.500.000 termasuk ke dalam kategori keluarga tidak miskin 5. Membuat tabulasi data dari hasil kuisioner mengenai persepsi wanita terhadap pernikahan muda dengan mengubah hasil data kualitatif menjadi kuantitatif menggunakan Skala Likert. Tiap pernyataan yang diajukan diberikan nilai misalnya: a.) Sangat Setuju
=
5
b.) Setuju
=
4
c.) Ragu-Ragu
=
3
d.) Tidak setuju
=
2
e.) Sangat Tidak Setuju =
1
Setelah hasil kuisioner terkumpul, dibuatlah tabulasi data sesuai data yang terkumpul, kemudian menghitung skor dari jawaban tiap responden. Menurut Guilford (1981:45) untuk melihat pendapat yang dalam penelitian ini pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda digunakan rumus Mean yaitu:
[Sumber: Guilford (1981:45)]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Rumus tersebut juga digunakan untuk melihat indikator mana yang paling berpengaruh pada pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda. Pendapat responden wanita terhadap pernikahan pada usia muda akan dilihat berdasarkan indikator dan total dari indikator pernyataan untuk mengukur pendapat responden wanita terhadap pernikahan pada usia muda dengan hipotesis yang dikemukakan: Pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda jika skor jawaban > nilai mean. Hal ini terlihat dari banyaknya wanita yang menjawab setuju dan sangat setuju dari pernyataan dalam kuisioner yang diajukan Pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda jika skor jawaban < nilai mean. Hal ini terlihat
dari banyaknya wanita yang
menjawab ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju dari pernyataan dalam kuisioner yang diajukan Selanjutnya menghitung persentase hasil jawaban yang telah digolongkan dan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuisioner . Uji validitas yang dilakukan yaitu uji validitas konstruksi (construct validity) menggunakan korelasi pearsonproduct moment sedangkan untuk uji reliabilitas digunakan metode Cronbanch Alpha. Berikut merupakan hasil uji validitas instrumen kuisioner menggunakan metode korelasi pearson-product moment.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 3.2 Uji Validitas Instrumen Kuisioner Menggunakan Metode Korelasi Pearson-Product Moment Butir Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
rxy
p
0,366 0,423 0,369 0,626 0,511 0,305 0,350 0,539 0,552 0,147 0,247
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,049 0,000
[Sumber : Pengolahan Data Dengan SPSS 17]
Tabel 3.3 Uji Reliabilitas Instrumen Kuisioner Menggunakan Metode Cronbanch Alpha
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.504
11
[Sumber : Pengolahan Data Dengan SPSS 17]
Dari hasil uji validitas terdapat 10 butir pernyataan valid dan 1 butir pernyataan tidak valid yaitu butr pernyataan 10. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbanch Alpha, didapatkan nilai Cronbanch Alpha sebesar 0,504 yang berarti instrumen kuisioner cukup reliabel.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
6. Membuat peta hasil survei seperti peta usia perkawinan pertama wanita, peta tingkat pendidikan wanita, peta mata pencaharian wanita, peta wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin, dan peta persepsi wanita terhadap pernikahan 7. Melakukan overlay peta hasil dengan struktur wilayah Kabupaten Bogor 8. Melakukan uji statistik yaitu dengan menggunakan uji chi square dan koefisien kontingensi antara usia perkawinan pertama dengan variabel yang mempengaruhinya. 3.6 Analisa Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Analisis spasial (keruangan) yaitu dengan cara melakukan perbandingan antara peta-peta yang telah dihasilkan. Diantaranya peta usia perkawinan pertama dengan peta tingkat pendidikan, peta usia perkawinan pertama dengan peta jenis pekerjaan, dan peta usia perkawinan pertama dengan peta keluarga miskin pada masingmasing struktur wilayah. 2) Analisis Statistik dengan menggunakan metode Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi menggunakan software SPSS 17 untuk mengetahui hubungan antara usia perkawinan pertama dengan variabel yang mempengaruhi seperti tingkat pendidikan, mata pencaharian, jumlah keluarga miskin, dan persepsi wanita terhadap pernikahan di usia muda. Rumus Chi Square:
[Sumber: Sugiyono (2010:108)]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Keterangan: f o = frekuensi observasi/teramati f e = frekuensi ekspektasi/harapan didapatkan dari (∑ barisx ∑ kolom): N
Rumus Koefisien Kontingensi:
[Sumber: Sugiyono (2010:108)]
Keterangan: X2
= Chi Square hasil hitung
n = jumlah data
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR
4.1 LETAK GEOGRAFIS KABUPATEN BOGOR Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan dengan ibukota negara RI (sebelum Kota Depok melepaskan diri dari Kabupaten Bogor) dengan luas 2.301,95 km2 dan terletak diantara 6,19o – 6,47o lintang selatan serta 106o21’ – 107o13’ bujur timur. Sejak tahun 1982 pusat pemerintahan Kabupaten Bogor berada pada Kecamatan Cibinong. Wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2010 terdiri dari 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan, 3.770 RW dan 15.124 RT. Dari jumlah tersebut , mayoritas desa yakni 235 desa berada pada ketinggian sekitar kurang dari 500 m dari permukaan laut, sedangkan 144 desa berada diantara 500-1000 meter dari permukaan laut dan sisanya 49 desa berada di atas ketinggian lebih dari 700 meter dari permukaan laut. Kabupaten Bogor dibagi ke dalam wilayah pembangunan yang meliputi wilayah pembangunan barat, tengah, dan timur. Batas-batas Kabupaten Bogor meliputi: Sebelah Utara
: Kota Depok, Kabupaten Tangerang, dan Kota Bekasi
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Lebak
Sebelah Timur
: Kabupaten Karawang
Sebelah Timur Laut
: Kabupaten Bekasi
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
4.2. Penggunaan Tanah Kabupaten Bogor Pada lampiran Peta 2, dapat dilihat jenis penggunaan tanah di Kabupaten Bogor meliputi badan air, belukar/semak, penggunaan tanah terbangun, tanah ladang/tegalan, sawah, kebun, hutan, dan tanah kosong. Pada wilayah barat dan timur Kabupaten Bogor, penggunaan tanah yang mendominasi yaitu penggunaan tanah berupa belukar/semak, hutan, kebun, dan sawah dengan persebaran penggunaan tanah sawah yang terdapat dari bagian utara sampai selatan. Bagian utara sampai selatan wilayah barat dan timur Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang. Penggunaan tanah pada wilayah tengah yang berbatasan dengan Kota Bogor, dominansi sebarannya yaitu penggunaan tanah ladang/tegalan serta penggunaan tanah terbangun seperti permukiman dan gedung. Penggunaan tanah terbangun, terutama pemukiman, persebarannya terdapat di bagian utara hingga selatan wilayah tengah Kabupaten Bogor. Sebaran pemukiman di Kabupaten Bogor pada umumnya mengumpul pada perbatasan antara Kabupaten Bogor dengan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota dan Kabupaten Bekasi. Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa dominansi penggunaan tanah Kabupaten Bogor adalah penggunaan tanan sawah dengan persentase sebesar 25,47 % sedangkan penggunaan tanah terbangun hanya sebesar 18,34%.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.1 Penggunaan Tanah Kabupaten Bogor Tahun 2009
Penggunaan Tanah
Persentase(%)
Badan Air Belukar/Semak Penggunaan Tanah Terbangun Tanah Ladang/Tegalan Sawah Hutan Kebun Tanah Kosong Jumlah
4,14% 10,62% 18,34% 12,53% 25,47% 8,48% 20,35% 0,09% 100%
[Sumber: Pengolahan Data Kabupaten Bogor, 2011]
4.3 Aksesibilitas Kabupaten Bogor Aktivitas masyarakat di wilayah Kabupaten Bogor tidak terlepas dari pengaruh aktivitas kota lainnya dalam Jabodetabek sebagai wilayah Metropolitan. Tingkat pergerakan penduduk Kabupaten Bogor dan wilayah JABODETABEK mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi sejalan dengan peningkatan pendapatan. Untuk mendukung pergerakan penduduk yang relatif tinggi tersebut, diperlukan aksesibilitas yang dapat membantu kelancaran kegiatan pergerakan penduduk tersebut. Pada tahun 2009, di Kabupaten Bogor tercatat aksesibilitas berupa jaringan jalan yang terdiri dari: • Jaringan Jalan Negara
: 122.836 km
• Jaringan Jalan Provinsi
: 126.809 km
• Jaringan Jalan Kabupaten
: 1.748.915 km
Dengan bertambahnya prasarana jalan, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat, jumlah kendaraan juga turut meningkat. Saat ini KabupatenBogor memiliki 87 trayek dengan 6.797 unit angkutan. Seluruh prasarana ini ditujukan untuk
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
memperlancar arus barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan mobilitas masyarakat baik dari pedesaan sampai ke perkotaan, daerah perbatasan, maupun daerah terpencil. Pola jaringan jalan di Kabupaten Bogor, di dominansi oleh jaringan jalan regional yang menghubungkan kota-kota kecamatan di Kabupaten Bogor. Memanfaatkan sarana transportasi darat, banyak alternatif pintu masuk ke Kabupaten Bogor. Dari arah utara, terutama dapat dimasuki dari DKI Jakarta melalui Kota Depok, dari Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten), maupun kota Bekasi. Dari selatan, pintu masuk menuju Kabupaten Bogor dapat melalui Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Dari barat, pintu masuk menuju Kabupaten Bogor dapat melalui Kecamatan Lebak, Provinsi Banten. Di Kabupaten Bogor, jaringan transportasi darat meliputi jaringan jalan, jalur kereta api, terminal, dan stasiun. Jaringan jalan darat yang terdiri dari jaringan arteri primer ( Bogor-Cimanggis-Jakarta), kolektor primer (BogorParung-Ciputat) dan jalan tol. Jaringan jalan arteri primer dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar pusat wilayah dan atau pusat kegiatan nasional. Jaringan kolektor primer dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah, antar pusat kegiatan lokal dan atau kawasan berskala kecil. Jalan tol dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa transportasi serta memacu perkembangan wilayah. Jalan tol yang melintasi Kabupaten Bogor yaitu Jalan Tol Jagorawi yang menghubungkan antara Jakarta dengan Ciawi dimana berfungsi sebagai gerbang utama memasuki KabupatenBogor dari arah utara. 4.4 Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor 4.4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bogor Salah satu aset pembangunan yang paling dominan yang dimiliki banyak negara berkembang pada umumnya jumlah penduduk dan angkatan kerja yang demikian besar jumlahnya. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bogor pada tahun 2010 yaitu 4.477.344 jiwa dan jumlah ini relatif besar diantara kabupaten/kota di Jawa Barat. Berdasarkan lampiran tabel jumlah penduduk menurut
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
jenis kelamin, diketahui bahwa penduduk laki-laki berjumlah 2.289.006 jiwa dan perempuan 2.118.388 jiwa dengan ratio jenis kelamin 105. Besarnya jumlah penduduk yang akan membawa implikasi tertentu utamanya terhadap persebaran dan densitasnya (kepadatan). Jumlah penduduk yang datang di Kabupaten Bogor pada tahun 2009 tercatat sebesar 1.761 penduduk yang terdiri dari 884 laki-laki dan 877 perempuan. Pada tahun 2008, kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk yang berkisar di atas 2000 jiwa/km2 sebanyak 20 kecamatan yakni: Leuwisadeng, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Taman Sari, Cijeruk, Cigombong, Ciawi, Megamendung, Sukaraja, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojong Gede, Tajur Halang, Rancabungur, dan Ciseeng. 4.4.2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Pada tahun 2010 terdapat jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.289.006 penduduk laki-laki dan 2.118.388 penduduk wanita di Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi penduduk menurut jenis kelamin yang mendominansi yaitu penduduk laki-laki. Dari segi struktur penduduk, Kabupaten bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, hal ini akan membawa akibat semakin besarnya jumlah angkatan kerja. Selama berlangsung kegiatan pembangunan telah ditekankan bahwa titik beratnya pada bidang ekonomi walaupun pembangunan bidang sosial tetap berlangsung. Telah disadari bahwa peningkatan sumber daya manusia menjadi sangat perlu untuk meningkatkan kualitas manusia dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa yang akan datang. 4.4.3
Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan di Kabupaten Bogor
Arah kebijakan pembangunan di bidang pendidikan difokuskan pada peningkatan dan perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar dan menengah yaitu peningkatan mutu, pencegahan dan penanggulangan murid putus sekolah, perintis dan pengembangan SD dan SMP unggulan serta pengembangan bahasa dan budaya daerah
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
yang pada gilirannya akan berdampak pada Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bogor. Pemerataan dan perluasan pendidikan merupakan prioritas pembangunan pendidikan di Kabupaten Bogor. Peningkatan kualifikasi pendidikan dan mutu guru dilakukan dengan mengupayakan peningkatan program pendidikan dan pelatihan guru secara berkesinambungan. Fasilitas pendidikan yang dimiliki Kabupaten Bogor tidak hanya pada jalur pendidikan formal saja, namun juga pada jalur pendidikan non-formal. Keberadaan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) adalah sebagai salah satu satuan pendidikan
non-formal
yang
merupakan
sarana
untuk
mengintensifkan
dan
mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang pelaksanaannya dipusatkan di suatu tempat yang dimiliki dan dikelola oleh, dari, dan untuk masyarakat. Tumbuhnya PKBM ini dapat dipandang sebagai kekuatan yang akan ikut berperan dalam peningkatan Indeks Pendidikan. Pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Bogor menjadi skala prioritas dalam rangka menggerakkan dan memacu peningkatan sektor ekonomi. Hal ini merupakan bagian dari upaya peningkatan sumber daya manusia yang memegang peranan sangat penting dalam pembangunan daerah. Melalui pendidikan diharapkan dapat terbentuk manusia yang berkualitas yang diperlukan untuk mendukug pembangunan ekonomi, sosial budaya, dan berbagai bidang lainnya. Dari data Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Bogor tahun 2010, terdapat jumlah SD dan MI seluruhnya adalah 2.238 sekolah dengan jumlah guru yang mengajar sebanyak 20.777 orang dengan 2.589 yang bersertifikasi. Jumlah SMP dan MTS seluruhnya sebanyak 747 sekolah (termasuk SMP terbuka, Kelas Jauh, SMP Satu, dan SMP LB) dengan jumlah guru yang mengajar 6.471 guru yang 982 diantaranya bersertifikasi.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.2 Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2009
Status Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Tidak/Belum Pernah Sekolah
42230
125742
167972
Masih Bersekolah
310574
287393
597967
Tidak Bersekolah Lagi
1264584
1295596
2560180
Jumlah
1617388
1708731
3326119
[Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2010]
Dari Tabel 4.2, jumlah laki-laki yang belum pernah sekolah yaitu sebesar 42.230 laki-laki, yang masih bersekolah sebesar 310.574 laki-laki, dan yang tidak bersekolah lagi sebesar 1.264.584 laki-laki. Jumlah wanita yang belum pernah sekolah sebesar 125.742 wanita, yang masih bersekolah sebesar 287.393 wanita, dan yang tidak bersekolah lagi yaitu sebesar 1.295.596 wanita. Jadi, dalam hal status pendidikan, penduduk yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi di dominansi oleh perempuan, sedangkan penduduk laki-laki mendominansi status pendidikan masih bersekolah.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 4.3 Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertingi dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Ijazah Yang Dimiliki Tidak Punya SD/MI/Sederajat SLTP/MTs/Sederajat SLTA/MA/Sederajat SMK Diploma I/II Diploma III/Sarjana Muda Diploma IV/S1 S2/S3 Jumlah
Laki-laki 409.832 487461 320623 198660 134556 3595 20038 39445 2978 1617388
Perempuan 534763 503157 287188 145738 84260 15653 14220 20704 2048 1708731
Jumlah 944595 990618 607811 344398 218816 19248 34258 60149 5026 3326119
[Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2010]
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat, pada tahun 2010, terdapat 534.763 wanita yang belum memiliki ijazah dan secara umum dapat dikatakan, dominansi tingkat pendidikan wanita di Kabupaten Bogor yaitu Tamat SD/MI/Sederajat berdasarkan jumlah ijazah yang dimiliki. Tingkat pendidikan SLTP, SLTA, Diploma III, S1/Diploma IV, dan S2/S3 dominansinya oleh penduduk laki-laki. Secara keseluruhan, tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor yaitu Tamat SD/MI/Sederajat berdasarkan ijazah yang dimiliki.
4.4.4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten
Bogor Dari lampiran 3 mata pencaharian penduduk Kabupaten Bogor tahun 2010 yang didapatkan dari data Potensi Desa (PODES) Kabupaten Bogor 2010, secara umum dapat dikatakan bahwa dominansi mata pencaharian penduduk Kabupaten Bogor yaitu mata pencaharian non-pertanian seperti pekerjaan pada bidang pemerintahan, perhotelan, pertambangan, dan lainnya dengan jumlah 596.422 penduduk dan 300.511 penduduk memiliki mata pencaharian pada bidang pertanian. Berdasarkan lampiran 4 mata
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
pencaharian penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Bogor tahun 2010, sebanyak 397.615 penduduk laki-laki memiliki mata pencaharian non-pertanian dan 200.341 penduduk laki-laki memiliki mata pencaharian pertanian. Sedangkan untuk penduduk wanita, sebesar 100.170 wanita memiliki mata pencaharian pertanian dan sebesar 198.807 wanita memiliki mata pencaharian non-pertanian. 4.4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kemiskinan di Kabupaten Bogor Berdasarkan data penduduk miskin di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat, pada tahun 2009 diketahui penduduk miskin di Kabupaten Bogor sebesar 464.000 jiwa dengan persentase sebesar 10,81% dan penduduk yang berada pada garis kemiskinan sebesar 197.319 penduduk. Secara umum terdapat 1.149.508 penduduk miskin dengan jumlah keluarga miskin mencapai 302.893 kelurga miskin pada tahun 2009 4.4.6
Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat di Kabupaten Bogor Etnis dan budaya Sunda merupakan bagian dari ke-bhinneka-tunggal-ika-an
bangsa Indonesia. Keberadaannya di Kabupaten bogor dapat dikatakan sudah sejak awal wilayah ini dihuni penduduk, sejak jauh di masa lalu ketika kerajaan-kerajaan masih berdiri dan menguasai kawasan ini. Kerajaan-kerajaan itulah yang telah memberikan pengaruh besar terhadap warisan budaya mereka, terutama agama yang dikembangkan pihak kerajaan. Mulai dari kerajaan-kerajaan Hindu hingga kerajaan-kerajaan Islam. Secara antropologis etnis sunda dikenal sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai semangat egaliter. Mereka bersikap baik terhadap kaum pendatang (someaah hade ka semah). Kegiatan utamanya terutama di masa lalu adalah bertani dan berdagang. Semangat egaliter itulah yang membuat kedatangan agama Islam (yang berasal dari jazirah Arab) dapat bersinergi dengan budaya lokal Sundah, disamping karena kelenturan (fleksibelitas) ajaran Islam itu sendiri terhadap tradisi setempat Proses islamisasi pada masyarakat Sunda (pada masa awal) berjalan tanpa bantuan organisasi dakwah yang cukup memadai, tapi semata-mata mengandalkan kemampuan dan ketekunan tenaga da’i, pedagang, dan guru. Kelenturan ajaran Islam
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
menjadi jaminan sosial gerakan kultural, dan diteruskan oleh para da’i dengan mendirikan madrasah, langgar/masjid dan pesantren. Maka terjadilah relasi yang jelas antara kegiatan komersial (petani/pedagang) – masjid (spiritual) – pesantren (pendidikan). Relasi itulah yang telah mengalirkan kehangatan dalam nafas budaya Sunda, sebuah warisan budaya yang menyangga kehidupan masyarakatnya hingga kini. Salah satu ungkapan budaya yang memperlihatkan keegaliteran dan menjadi falsafah hidup dikalangan masyarakat Kabupaten Bogor adalah heuras cokot, heuras tenggerong. Sejarawan Bogor Drs. Saleh (alm) mengungkapkan, heuras cokot brarti bahwa masyarakat Bogor memiliki sikap (pengkuh) yang kuat dan kokoh menjalani ketentuan hidup warisan para leluhur. Barangsiapa mencoba melanggarnya, mereka akan bangkit menindaknya. Sedangkan heuras genggerong berarti bahwa masyarakat Bogor memiliki sifat terbuka (balaka), tidak suka berbohong, jujur, dan bicara apa adanya. Dengan kata lain falsafah “ heuras cokot, heuras tenggerong “ menggambarkan sikap dan sifat masyarakat Bogor yang kokoh pada warisan leluhur sekaligus mandiri, terbuka, dan egliter . Tatanan kehidupan masyarakat Sunda juga mengedepankan keharmonisan. Hal ini misalnya tergambar dalam pepatah herang caina beunang ukna (jernih airnya dapat lauknya) yang berarti beroleh hasil tanpa menyakitkan hati orang lain atau dengan kata lain
menyelesaikan
masalah
tanpa
menimbulkan
masalah
(prinsip
saling
menguntungkan). Budaya Sunda memiliki pula komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai kebajikan. Hal ini antara lain terekspresikan pada pepatah ulah unggut kalinduan, ulah gedag kaanginan (jangan bergerak karena gempa, jangan bergoyang karena angin) yang bermakna jangan terkena pengaruh apapun, harus tabah hati menghadapi setiap persoalan, serta konsisten dan konsekuen menegakkan kebenaran. Untuk mencapai hal ini harus ada keserasian antara hati dan akal/rasio (antara hati nurani dan rasionalitas, antara perasaan dan pemikiran), sebagaimana terkandung dalam pepatah sing katepi ku ati, sing kahontal ku akal (harus tercapai oleh hati, terus tergapai oleh akal). Pepatah ini bermakna bahwa sebelum melakukan suatu tindakan haruslah lebih dulu ditimbang dalam hati dan dipikirkan secara seksama.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil 5.1.1 Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Dari hasil pengolahan data sekunder, didapatkan struktur wilayah Kabupaten Bogor yang terdiri dari karakteristik wilayah perkotaan (urban) meliputi 130 desa/kelurahan, wilayah peralihan (sub-urban) meliputi 235 desa/kelurahan, dan wilayah pedesaan (rural) meliputi 63 desa/kelurahan yang dapat dilihat dalam pada lampiran 5 klasifikasi desa/kelurahan berdasarkan karakteristik wilayah Kabupaten Bogor. Untuk mengetahui bagaimana persebaran usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah di Kabupaten Bogor, maka diambil titik sampel sebanyak 30 desa/kelurahan yang dianggap mewakili masing-masing karakteristik wilayah di Kabupaten Bogor, dapat dilihat pada lampiran 6 daerah survei pada desa/kelurahan berdasarkan karakteristik wilayah Kabupaten Bogor. Pada lampiran Peta 6, struktur wilayah Kabupaten Bogor, berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, didapatkan gambaran dominansi persebaran karakteristik wilayah Kabupaten Bogor yaitu karakteristik wilayah peralihan (sub-urban). Karakteristik wilayah perkotaan (urban) dari lampiran Peta 6 terlihat mendominansi bagian tengah menuju perbatasan bagian utara Kabupaten Bogor dimana wilayah perkotaan (urban) ini berbatasan antara lain dengan Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang. Karakteristik wilayah pedesaan (rural) terlihat mendominansi bagian selatan, sedikit bagian tengah barat dan timur Kabupaten Bogor. Karakteristik wilayah pedesaan (rural) antara lain berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Dari hasil survei, didapatkan gambaran karakteristik wilayah yang menyusun struktur wilayah Kabupaten Bogor, yaitu: 1. Wilayah Perkotaan (Urban) Wilayah perkotaan yang dijadikan daerah penelitian meliputi 10 desa/kelurahan yang terdiri dari desa/kelurahan Padasuka, Pasir Jambu, Pabuaran, Parung Panjang, Citayam, Babakan Sadeng, Pasir Angin, Kopo, Sukaraja, dan Sukamaju. Aksesibilitas yang melintasi wilayah perkotaan di daerah penelitian berupa jalan provinsi dan jalan kabupaten. Dominansi penggunaan tanah di wilayah perkotaan daerah penelitian yaitu penggunaan tanah terbangun berupa pemukiman baik teratur maupun tidak. Wilayah perkotaan pada daerah penelitian berbatasan dengan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota dan Kabupaten Bekasi.
Gambar 5.1 Aksesibilitas Jaringan Jalan Kabupaten Kabupaten Bogor dari Kecamatan Parung Panjang Menuju Kabupaten Tangerang
2. Wilayah Peralihan (Sub-urban) Wilayah peralihan (sub-urban) yang dijadikan daerah penelitian meliputi 10 desa/kelurahan yang terdiri dari desa/kelurahan Bojong,Gobang, Cipenjo, Sukanegara, Cimanggis, Sukaharja, Tugu Utara, Rawa Kalong, Sukaluyu, dan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Antajaya. Dominansi Aksesibilitas yang melintasi wilayah perkotaan di daerah penelitian yaitu jalan kabupaten. Dominansi penggunaan tanah
di wilayah
perkotaan daerah penelitian yaitu penggunaan tanah non-terbangun berupa sawah irigasi, sawah tadah hujan, perkebunan jati (desa/kelurahan Gobang), perkebunan teh, perkebunan anggrek (desa/kelurahan Rawa Kalong).
Gambar 5.2 Perkebunan Anggrek Desa/Kelurahan Rawa Kalong
Gambar 5.3 Jalan Kabupaten di Kecamatan Jonggol Menuju Desa/Kelurahan Sukanegar
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
3. Wilayah Pedesaan (Rural) Wilayah pedesaan (rural) yang dijadikan daerah penelitian meliputi 10 desa/kelurahan yang terdiri dari desa/kelurahan Curug, Purasari, Kuta Mekar, Bojong Murni, Warga Jaya, Banyu Asih, Kalong I, Situ Udik, Hambalang, dan Singasari. Aksesibilitas yang melintasi wilayah perkotaan di daerah penelitian berupa jalan provinsi dan jalan kabupaten. Dominansi penggunaan tanah
di
wilayah perkotaan daerah penelitian yaitu penggunaan non-terbangun khususnya untuk pertanian padi sawah.
Gambar 4.5 Pertanian Padi Sawah Desa/Kelurahan Kuta Mekar
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.1.2 Usia Perkawinan Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Berdasarkan lampiran Peta 8, didapatkan hasil pengolahan data sebagai berikut: Tabel 5.1 Usia Kawin Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Struktur Wilayah
Usia Kawin Pertama Wanita <18 18-22 >22 tahun tahun tahun
urban
1,67%
16,11%
15,56%
sub-urban
3,33%
22,78%
7,22%
rural
8,89%
22,22%
2,22%
Jumlah
13,89%
61,11%
25%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Pada Tabel 5.1, dari 180 wanita menikah, usia kawin pertama wanita < 18 tahun, paling banyak terjadi di wilayah pedesaan (rural) dengan persentase sebesar 8,89%, dimana usia kawin pertama wanita terendah yaitu 14 tahun, terdapat pada desa/kelurahan Purasari, Kecamatan Leuwiliang. Usia perkawinan pertama wanita 18 – 22 tahun paling banyak terjadi pada wilayah peralihan (sub-urban) dengan dominansi usia perkawinan pertama wanita pada usia 19 – 21 tahun yang hampir terdapat pada seluruh desa/kelurahan di wilayah pedesaan. Usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun dengan persentase tertinggi terdapat pada wilayah perkotaan (urban) sebesar 15,56% dari 180 wanita menikah, dimana usia kawin tertinggi yaitu 30 tahun. Di wilayah perkotaan (urban) masih terdapat usia kawin pertama wanita < 18 tahun yaitu 15 tahun yang terdapat pada desa/kelurahan Sukaraja, Kecamatan Sukaraja. Pada wilayah peralihan (sub-urban), dominansi usia perkawinan pertama wanita yaitu usia perkawinan pertama < 18 tahun dimana usia kawin pertama wanita terendah yaitu 16-17 tahun yang terdapat antara lain pada desa/kelurahan Bojong, Gobang, Cipenjo, dan Sukanegara.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.1.3 Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Berdasarkan lampiran Peta 9, didapatkan hasil pengolahan data sebagai berikut: Tabel 5.2 Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Tingkat Pendidikan Struktur Wilayah urban sub-urban rural Jumlah
Tidak Tamat SD 0% 1,11% 0% 1,11%
Tamat SDSLTP 17,78% 18,89% 26,11% 62,78%
Tamat SLTA 13,89% 12,78% 7,22% 33,89%
Tamat Perguruan Tinggi 1,67% 0,56% 0% 2,23%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Pada Tabel 5.2, terlihat bahwa tingkat pendidikan Tidak Tamat SD terdapat di wilayah pinggiran (sub-urban) sebesar 1,11%. Tingkat Pendidikan Tamat SD-SLTP dengan persentase tertinggi terdapat di wilayah pedesaan (rural) sebesar 26,11% dan terendah berada di wilayah perkotaan (urban) sebesar 17,78%. Tingkat Pendidikan Tamat SLTA dengan persentase tertinggi terdapat pada wilayah perkotaan (urban) sebesar 13,89% dan persentase terendah terdapat di wilayah pedesaan (rural) sebesar 7,22%. Tingkat pendidikan Tamat Perguruan Tinggi (D1/D2/D3/D4/S1/S2/S3) dengan persentase tertinggi berada pada wilayah perkotaan (urban) sebesar 1,67% dan persentase terendah terdapat pada wilayah pedesaan (rural). Berdasarkan struktur wilayah Kabupaten Bogor pada Tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa dominansi tingkat pendidikan di wilayah perkotaan (urban) yaitu tingkat pendidikan Tamat SDSLTP, dominansi tingkat pendidikan di wilayah peralihan (sub-urban) yaitu tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP, dan dominansi di wilayah pedesaan (rural) yaitu tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP. Jadi, tingkat pendidikan wanita dari 180 wanita menikah, yang sangat mendominansi adalah tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.1.4 Mata Pencaharian Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Berdasarkan lampiran Peta 10, didapatkan hasil pengolahan data sebagai berikut: Tabel 5.3 Mata Pencaharian Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Struktur Wilayah urban sub-urban rural Jumlah
Mata Pencaharian Tidak NonBuruh Bekerja Buruh 16,11% 7,22% 10% 16,11% 10,56% 6,67% 13,33% 7,78% 12,22% 45,55% 25,56% 28,89%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Pada Tabel 5.3, terlihat bahwa wanita yang tidak bekerja (memiliki mata pencaharian) dengan persentase tertinggi terdapat di wilayah perkotaan (urban) dan peralihan (sub-urban) sebesar 16,11%. Wanita yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh dengan persentase tertinggi terdapat di wilayah peralihan (sub-urban) sebesar 10,56% dan persentase terendah berada di wilayah perkotaan (urban) sebesar 7,22%. Wanita yang memiliki mata pencaharian non-buruh (wiraswasta, karyawati, dsb) dengan nilai persentase tertinggi terdapat pada wilayah pedesaan (rural) sebesar 12,22% dan persentase terendah terdapat di wilayah peralihan (sub-urban) sebesar 6,67%. Berdasarkan struktur wilayah Kabupaten Bogor, dilihat pada tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa pada ketiga karakteristik wilayah (urban, sub-urban, dan rural), wanita yang tidak bekerja (tidak memiliki mata pencaharian) sangat mendominansi.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.1.5
Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Berdasarkan lampiran Peta 11, didapatkan hasil pengolahan data sebagai berikut: Tabel 5.4 Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Struktur Wilayah urban sub-urban rural Jumlah
Keluarga Miskin Miskin Tidak Miskin 13,33% 20% 17,22% 16,11% 20% 13,33% 50,55% 49,44%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Pada Tabel 5.4, terlihat bahwa wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin berdasarkan pendapatan orang tua mereka yang berada di bawah UMR (Upah Minimum Regional) yaitu < Rp 1.000.000,00 dengan persentase tertinggi berada pada wilayah pedesaan (rural) sebesar 20% dan persentase terendah berada pada wilayah perkotaan (urban) sebesar 13,33%. Berdasarkan struktur wilayah, dilihat pada Tabel 5.4 di atas, di wilayah urban di dominansi oleh wanita yang termasuk keluarga tidak miskin sebesar 20%. Di wilayah sub-urban, di dominansi oleh wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin sebesar 17,22%. Di wilayah rural, di dominansi oleh wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin sebesar 20% ,. Dari tabel 5.4 di atas, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin dan tidak memiliki persentase hampir seimbang, dimana wanita yang termasuk ke dalam keluarga miskin berdasarkan penghasilan orang tua yaitu < Rp 1.000.000,00 memiliki persentase sebesar 50,55% dan wanita yang tidak termasuk ke dalam keluarga miskin berdasarkan penghasilan orang tua yaitu Rp 1.000.000,00- Rp 2.500.000,00 memiliki persentase sebesar 49.44%.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.1.6
Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan
Struktur Wilayah Kabupaten Bogor 5.1.6.1 Hasil Kuisioner Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan pengolahan data kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.5 Hasil Kuisioner Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Jawaban
Struktur Wilayah
Sangat Setuju
Setuju
Raguragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Urban
1,16%
21,06% 1,16%
9,90%
0,05%
Sub-urban
1,97%
20,86% 1,26%
9,24%
0%
Rural
0,40%
18,94% 1,26% 12,63%
0%
Jumlah
3,53%
60,86% 3,68% 31,77%
0,05%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Pada Tabel 5.5, pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda dapat dilihat dari hasil kuisioner yang disebarkan yang terdiri dari 5 klasifikasi nilai yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Hipotesis awal yang dikemukakan yaitu semakin besar persentase seorang wanita menjawab sangat setuju dan setuju terhadap butir pernyataan yang diajukan dalam kuisioner, maka wanita tersebut tidak setuju terhadap pernikahan di usia muda. Semakin besar persentase seorang wanita menjawab ragu-ragu,tidak setuju,dan sangat tidak setuju terhadap butir pernyataan yang diajukan dalam kuisioner, maka wanita tersebut setuju terhadap pernikahan di usia muda. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda yakni tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda yang ditunjukkan dengan persentase pilihan jawaban setuju sebesar 60,86 % . Di wilayah urban pendapat
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
wanita yang tidak menyetujui pernikahan pada usia muda merupakan persentase terbesar dengan nilai persentase pilihan jawaban setuju sebesar 21,06% sedangkan pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase terbesar berada pada wilayah rural dengan nilai persentase pilihan jawaban tidak setuju sebesar 12,63%. 5.1.6.2 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Berdasarkan kuisioner yang telah dikumpulkan dari survei lapang, didapatkan hasil pengolahan data sebagai berikut: 1. Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Menikah Pada Usia Muda Berdasarkan pengolahan jawaban kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.6 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Menikah di Usia Muda
Item Pernyataan
Pendapat
Total
Tidak Setuju
Setuju
78,3%
21,7%
100%
97,8%
2,2%
100%
Menikah harus di atas usia 16 tahun (1) Setiap pernikahan harus di daftarkan pada kantor urusan agama atau lembaga pernikahan yang resmi (11)
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.6, didapatkan hasil bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda berdasarkan indikator menikah pada usia muda di dominansi oleh pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebear
97,8% pada item pernyataan 11. Hal ini
menunjukkan bahwa hampir seluruh responden wanita memahami bahwa pernikahan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
harus dilakukan secara legal berdasarkan hukum dan sesuai ketentuan umur yang berlaku sehingga pada item pertanyaan 1, dominansi pendapat wanita yaitu tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 78,3%.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hampir seluruh responden wanita berpendapat tidak menyetujui adanya pernikahan di usia muda karena harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 2. Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Pendidikan dan Pengetahuan Wanita Terhadap Pernikahan Berdasarkan pengolahan jawaban kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.7 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Pendidikan dan Pengetahuan Wanita Terhadap Pernikahan
Item Pernyataan Sebelum menikah harus memiliki persiapan mental dan materi (3) Sebelum menikah harus mengenal lebih dalam ( > 2 tahun ) calon suami (5) Anak merupakan hal yang sangat penting setelah menikah (6) Sebaiknya usia anak tidak terpaut terlalu jauh ( > 30 tahun) dengan orang tua (7)
Pendapat Tidak Setuju Setuju
Total
99,4%
0,6%
100%
76,1%
23,9%
100%
92,2%
7,8%
100%
67,8%
32,2%
100%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.7, didapatkan hasil bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda berdasarkan indikator pendidikan dan pengetahuan wanita terhadap pernikahan di dominansi oleh
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebear 99,4% pada item pernyataan 3 kemudian item pernyataan 6 dengan persentase sebesar 92,2%, item pernyataan 5 dengan persentase sebesar 76,1%, dan item pernyataan 7 dengan persentase sebesar 67,8%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden wanita memiliki pengetahuan yang baik tentang pernikahan dan berpendapat bahwa pernikahan merupakan hal yang membutuhkan persiapan matang sehingga mereka tidak menyetujui adanya pernikahan di usia muda 3. Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Memiliki Pekerjaan Sebelum Menikah Berdasarkan pengolahan jawaban kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.8 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Memiliki Pekerjaan Sebelum Menikah Pendapat Item Pernyataan Sebelum menikah harus memiliki pekerjaan (4)
Tidak Setuju
Setuju
66,1%
33,9%
Total 100%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.8, didapatkan hasil bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan berdasarkan memiliki pekerjaan sebelum menikah di dominansi oleh pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebear 66,1% pada item pernyataan 4. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden wanita mengutamakan untuk memiliki pekerjaan sebelum menikah sehingga sebagian besar berpendapat tidak menyetujui adanya pernikahan di usia muda karena belum adanya pekerjaan yang dapat menjamin kehidupan mereka setelah menikah.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
4. Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Keluarga Miskin Berdasarkan pengolahan jawaban hasil kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.9 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Keluarga Miskin
Item Pernyataan Menikah dilakukan untuk memajukan perekonomian keluarga (2) Menikah dilakukan karena perjodohan (10)
Pendapat Tidak Setuju Setuju
Total
68,3%
31,7%
100%
90,6%
9,4%
100%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.9, didapatkan hasil bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda berdasarkan indikator keluarga miskin di dominansi oleh pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebear
68,3% pada item pernyataan 10 dan item pernyataan 2
dengan persentase 68,3% . Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh responden wanita berpendapat tidak menyetujui pernikahan pada usia muda dengan alasan perjodohan walaupun sebagian besar wanita masih memaklumi alasan menikah untuk memajukan perekonomian keluarga 5. Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Informasi dan Teknologi Berdasarkan pengolahan jawaban hasil kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut:
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 5.10 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Indikator Informasi dan Teknologi
Item Pernyataan Kemajuan teknologi mendorong terjadinya penundaan pernikahan Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga membuat seorang wanita menunda pernikahannya
Pendapat Tidak Setuju Setuju
Total
100%
0%
100%
100%
0%
100%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.10, didapatkan hasil bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda berdasarkan indikator informasi dan teknologi di dominansi oleh pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebesar
100% pada item
pernyataan 8 dan 9. Hal ini menunjukkan bahwa informasi-informasi yang di dapatkan dari berbagai sumber mempengaruhi pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda, sehingga mereka berpendapat tidak menyetujui pernikahan pada usia muda 6. Total Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan pengolahan jawaban hasil kuisioner, didapatkan hasil sebagai berikut:
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 5.11 Total Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda
Indikator Menikah Pada Usia Muda Pendidikan dan Pengetahuan Wanita Terhadap Pernikahan Memiliki Pekerjaan Sebelum Menikah Keluarga Miskin Informasi Dan Teknologi
Pendapat Tidak Setuju Setuju 88,05% 11,95%
Total 100%
80%
20%
100%
66,1%
33.9%
100%
38,85% 100%
61.15% 0%
100% 100%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 5.11, didapatkan hasil bahwa pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda di dominansi oleh pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebesar 100% pada indikator informasi dan teknologi, kemudian indikator menikah pada usia muda dengan persentase sebesar 88,05%, indikator pendidikan dan pengetahuan wanita terhadap pernikahan dengan persentase sebesar 80%, indikator memiliki pekerjaan sebelum menikah dengan persentase sebesar 66,1% dan indikator keluarga miskin dengan persentase sebesar 38,85% . Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh indikator membentuk pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda sehingga hampir seluruh responden wanita berpendapat tidak menyetujui adanya pernikahan pada usia muda, yang menurut mereka dapat merugikan seorang wanita yang melakukannya.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.1.6.3 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Berdasarkan lampiran Peta 12, didapatkan hasil pengolahan data sebagai berikut: Tabel 5.12 Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
Struktur Wilayah Urban Sub-Urban Rural Jumlah
Pendapat Tidak Setuju Setuju 19,44% 13,89% 20,56% 12,78% 14,44% 18,89% 54,44% 45,56%
[Sumber : Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Pada Tabel 5.12 terlihat bahwa pendapat wanita yang mendominansi struktur wilayah yaitu pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda pada wilayah sub-urban dengan persentase sebesar 20,56% dibandingkan dengan wilayah urban dengan persentase sebesar 19,44% dan rural dengan persentase sebesar 14,44%. Sedangkan untuk pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda dominansinya berada pada wilayah rural dengan persentase sebesar 18,89% dibandingkan dengan wilayah urban dengan persentase sebesar 13,89% dan sub-urban dengan persentase sebesar 12,78%. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada struktur wilayah Kabupaten Bogor, pendapat yang mendominansi yaitu pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan total persentase sebesar 54,44% yang tercermin pada hasil jawaban kuisioner yang didominansi oleh pilihan jawaban setuju sehingga dapat dikatakan sebagian besar responden wanita memiliki pendapat yaitu tidak menyetujui adanya pernikahan di usia muda.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Tingkat Pendidikan Wanita Usia kawin pertama wanita < 18 tahun di dominansi oleh tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP sebesar 13,33%, kemudian Tamat SLTA sebesar 1,11%. Usia kawin pertama wanita < 18 dengan dominansi tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 8,33% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 3.33% dan wilayah urban sebesar 1,67%. Usia kawin pertama wanita < 18 tahun dengan tingkat pendidikan Tamat SLTA lebih terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dan rural dengan persentase sebesar 0,56%. Usia kawin pertama wanita 18-22 tahun di dominansi oleh tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP dengan persentase sebesar 41,11%, kemudian Tamat SLTA sebesar 21,11%, Tamat Perguruan Tinggi dan Tidak Tamat SD masing-masing sebesar 0,56%. Usia kawin pertama wanita 18-22 tahun dengan tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase 17,22% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 12,78% dan wilayah urban sebesar 10,56%. Usia kawin pertama wanita 18-22 tahun dengan tingkat pendidikan Tamat SLTA lebih terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan persentase sebesar 8.33% dibandingkan dengan wilayah urban sebesar 7,78% dan wilayah rural sebear 5%. Usia kawin pertama wanita 18-22 tahun dengan tingkat pendidikan Tamat Perguruan Tinggi lebih terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan persentase 0,56% dan usia kawin pertama wanita 18-22 tahun dengan tingkat pendidikan Tidak Tamat SD terkonsentrasi di wilayah sub-urban dengan persentase 0,56%. Usia kawin pertama wanita > 22 tahun di dominansi oleh tingkat pendidikan Tamat SLTA sebesar 13,33%, kemudian Tamat SD-SLTP sebesar 7,22% dan Tamat Perguruan Tinggi sebesar 1,67%. Usia kawin pertama wanita > 22 tahun dengan tingkat pendidikan Tamat SLTA lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase sebesar 6,11% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 5,56% dan wilayah rural.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Berdasarkan hasil overlay antara peta usia perkawinan pertama wanita (lampiran Peta 8) dengan peta tingkat pendidikan wanita (lampiran Peta 9), usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun dengan tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP yang paling mendominansi pada struktur wilayah Kabupaten Bogor dengan persentase sebesar 41,11%. Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD di dominansi oleh usia perkawinan pertama 18-22 tahun dengan persentase sebesar 0,56% dibandingkan usia perkawinan pertama < 18 tahun dan > 22 tahun. Tingkat pendidikan Tamat SD-SLTP di dominansi oleh usia kawin pertama wanita 18-22 tahun dibandingkan dengan usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun sebesar 41,11% dan > 22 tahun sebesar 7,22%. Tingkat pendidikan Tamat SLTA mendominansi usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun dengan persentase sebesar 21,11% dibandingkan dengan usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun sebesar 1,11% dan > 22 tahun sebesar 13,33%. Tingkat pendidikan Tamat Perguruan Tinggi mendominansi usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun dengan persentase 1,67% dibandingkan dengan usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun sebesar 0,56% dan < 18 tahun. Pada penelitian-penelitian terdahulu mengenai usia perkawinan pertama wanita telah dijelaskan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi usia kawin pertama seorang wanita. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square dan koefisien kontingensi antara usia kawin pertama wanita dengan tingkat pendidikan wanita pada struktur wilayah Kabupaten Bogor, didapatkan nilai X2 (Pearson Chi Square) yaitu 29.328 dan signifikansi = 0.000. Nilai X2 tabel dengan df =6 yaitu 12.592, yang berarti bahwa nilai X2 hitung > X2 tabel dan signifikansi < 0.05 sehingga ada korelasi (hubungan) antara usia kawin pertama wanita dengan tingkat pendidikan wanita dan nilai koefisien kontingensi 0.374. Dari hasil uji chi square dan koefisien kontingensi menunjukkan bahwa usia kawin pertama wanita dengan tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dimana semakin rendah usia perkawinan pertama wanita maka semakin rendah tingkat pendidikannya dan sebaliknya.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Tabel 5.13 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Tingkat Pendidikan Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi Chi-Square Tests
6
Asymp. Sig. (2sided) .000
30.741
6
.000
Linear-by-Linear Association
26.291
1
.000
N of Valid Cases
180
Pearson ChiSquare Likelihood Ratio
Value a 29.328
df
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14.
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
N of Valid Cases
.374
Approx. Sig. .000
180
5.2.2 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Mata Pencaharian Wanita Pada usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun mata pencaharian yang mendominansi adalah wanita yang tidak memiliki pekerjaan (mata pencaharian) dengan persentase sebesar 10,56%, kemudian wanita yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh sebesar 1,67% dan non-buruh sebesar 2,22%. Usia kawin pertama < 18 tahun dengan wanita yang tidak memiliki pekerjaan (mata pencaharian) lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 5,56% dibandingkan dengan wilayah suburban sebesar 3,89% dan wilayah urban sebesar 1,67%. Usia kawin pertama wanita < 18 tahun dengan wanita yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 1,1%. Usia kawin pertama wanita < 18 tahun dengan wanita yang memiliki mata pencaharian atau pekerjaan nonburuh lebih terkonsentrasi pada wilayah rural sebesar 2,22% dibandingkan dengan wilayah urban dan sub-urban.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan pertama wanita 18 – 22 tahun di dominansi oleh wanita yang tidak memiliki pekerjaan (mata pencaharian) dengan persentase sebesar 26,67%, kemudian buruh sebesar 26,11%, dan non-buruh sebesar 10,56%. Usia kawin pertama 18-22 tahun dengan wanita yang tidak memiliki mata pencaharian lebih terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan persentase sebesar 11,67% dibandingkan wilayah urban sebesar 10,56%, dan wilayah rural sebesar 5,56%. Usia kawin pertama 18-22 tahun dengan wanita yang bekerja sebagai buruh lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase 13,89% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 5,56% dan wilayah urban sebesar 5%. Usia kawin pertama 18-22 tahun dengan wanita yang memiliki mata pencaharian non-buruh lebih terkonsentrasi pada wilayah suburban dengan persentase sebesar 5% dibandingkan wilayah urban sebesar 3,89% dan rural 2,78% Usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun di dominansi oleh wanita yang tidak bekerja (memiliki mata pencaharian) sebesar 8,33%, kemudian wanita yang bekerja sebagai buruh sebesar 7,22%, dan wanita yang memiliki mata pencaharian nonburuh sebesar 6,67%. Usia kawin pertama > 22 tahun dengan wanita yang tidak bekerja lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase 3,89% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 2,78% dan wilayah rural sebesar 2,22%. Usia kawin pertama > 22 tahun dengan wanita yang bekerja sebagai buruh lebih terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan persentase 3,89% dibandingkan dengan wilayah urban sebesar 2,22% dan wilayah rural sebesar 1,11%. Usia kawin pertama wanita > 22 tahun dengan wanita yang memiliki mata pencaharian non-buruh lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase sebesar 6,11% dibandingkan dengan wilayah suburban sebesar 0,56% dan wilayah rural. Berdasarkan hasil overlay antara peta usia perkawinan pertama wanita (lampiran Peta 8) dengan peta mata pencaharian wanita (lampiran Peta 10), usia kawin pertama wanita < 18 tahun, 18 – 22 tahun, dan > 22 tahun di dominansi oleh wanita yang tidak memiliki pekerjaan (mata pencaharian). Wanita yang tidak memiliki pekerjaan lebih mendominansi pada usia perkawinan pertama wanita 18 – 22 tahun dibandingkan dengan usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun dan > 22 tahun. Wanita yang
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
memiliki pekerjaan sebagai buruh lebih mendominansi usia 18-22 tahun dibandingkan usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun dan > 22 tahun. Wanita yang memiliki pekerjaan non-buruh lebih mendominansi usia 18-22 tahun dibandingkan usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun dan > 22 tahun Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi square dan koefisien kontingensi antara usia kawin pertama wanita dengan mata pencaharian wanita pada struktur wilayah Kabupaten Bogor, didapatkan nilai X2 (Pearson Chi Square) yaitu 13.579 dan signifikansi = 0.009. Nilai X2 tabel dengan df = 4 yaitu 9.488, yang berarti bahwa nilai X2 hitung > X2 tabel dan signifikansi < 0.05 sehingga ada korelasi (hubungan) antara usia kawin pertama wanita dengan mata pencaharian wanita yang meliputi tidak memiliki mata pencaharian (bekerja), mata pencaharian buruh, dan mata pencaharian non-buruh, dimana semakin rendah usia perkawinan pertama wanita maka wanita tersebut tidak memiliki mata pencaharian (tidak bekerja). Nilai koefisien kontingensi yang didapatkan dari hasil uji koefisien kontingensi yaitu 0.265 Tabel 5.14 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Mata Pencaharian Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Value a 13.579
df
Asymp. Sig. (2-sided) 4
.009
Likelihood Ratio
14.045
4
.007
Linear-by-Linear Association
6.454
1
.011
N of Valid Cases
180
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.06.
Symmetric Measures Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value .265
Approx. Sig.
180
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
.009
5.2.3 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Keluarga Miskin Usia perkawinan pertama wanita 18 tahun di dominansi oleh keluarga miskin sebesar 12% kemudian keluarga tidak miskin sebesar 2%. Usia perkawinan pertama < 18 tahun lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 7,22% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 3,33% dan wilayah urban sebesar 1,11%. Usia perkawinan pertama wanita <18 tahun dengan keluarga tidak miskin lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 1,67% dibandingkan dengan wilayah urban dan sub-urban masing-masing sebesar 0,56%. Usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun didominansi oleh keluarga miskin sebesar 33% kemudian keluarga tidak miskin sebesar 31%. Usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun dengan keluarga miskin lebih terkonsentrasi pada wilayah suburban dan rural dengan persentase masing-masing sebesar 11,67% dibandingkan dengan wilayah urban sebesar 8,89%. Usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun dengan keluarga tidak miskin lebih terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan rural dengan persentase masing-masing sebesar 10,56% dibandingkan dengan wilayah urban sebesar 7,78% Usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun didominansi oleh keluarga tidak miskin sebesar 14% kemudian keluarga miskin sebesar 8%. Usia perkawinan pertama wanita dengan keluarga miskin lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase sebesar 3,89% dibandingkan dengan wilayah rural sebesar 2,22% dan wilayah sub-urban sebesar 1,67%. Usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun dengan keluarga tidak miskin lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase sebesar 11,11% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 5,56% dan wilayah rural sebesar 0%. Berdasarkan hasil overlay antara peta usia perkawinana pertama wanita (lampiran Peta 8) dengan peta keluarga miskin (lampiran Peta 11), keluarga miskin paling mendominansi usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun pada struktur wilayah Kabupaten Bogor dengan persentase sebesar 33%, kemudian usia perkawinan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
pertama wanita < 18 tahun dan usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun sebesar 8%. Keluarga tidak miskin juga mendominansi usia perkawinan pertama wanita 18-22 tahun dengan persentase sebesar 31%, kemudian usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun sebesar 14% dan usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun sebesar 2%. Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi square dan koefisien kontingensi antara usia kawin pertama wanita dengan keluarga miskin pada struktur wilayah Kabupaten Bogor, didapatkan nilai X2 (Pearson Chi Square) yaitu 13.905 dan signifikansi = 0.008. Nilai X2 tabel dengan df = 4 yaitu 9.488, yang berarti bahwa nilai X2 hitung > X2 tabel dan signifikansi < 0.05 sehingga ada korelasi (hubungan) antara usia kawin pertama wanita dengan keluarga miskin dimana semakin rendah usia kawin pertama wanita maka wanita tersebut temasuk ke dalam keluarga miskin. Dari hasi uji koefisien kontingensi didapatkan nilai koefisien kontingensi sebesar 0.268. Tabel 5.15 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Keluarga Miskin Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Value a 13.905
df
Asymp. Sig. (2-sided) 4
.008
Likelihood Ratio
14.928
4
.005
Linear-by-Linear Association
11.899
1
.001
N of Valid Cases
180
a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
Value .268 180
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Approx. Sig. .008
5.2.4 Hubungan Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Usia perkawinan pertama < 18 tahun di dominansi pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 10% dan pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 4%. Usia perkawinan pertama < 18 tahun dengan persentase pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 8% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 2% dan wilayah urban sebesar 1%. Usia perkawinan pertama < 18 tahun dengan pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan persentase sebesar 2% dibandingkan dengan wilayah urban dan rural, masing-masing sebesar 1% Usia perkawinan pertama 18-22 tahun di dominansi pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 34% dan pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 29%. Usia perkawinan pertama 1822 tahun dengan persentase pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda terkonsentrasi pada wilayah rural dengan persentase sebesar 12% dibandingkan dengan wilayah urban dengan persentase sebesar 9% dan sub-urban sebesar 8%. Usia perkawinan pertama 18-22 tahun dengan pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda terkonsentrasi pada wilayah sub-urban dengan persentase sebesar 14% dibandingkan dengan wilayah urban dan rural sebesar 10% Usia perkawinan pertama > 22 tahun di dominansi pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 24% dan pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda sebesar 16%. Usia perkawinan pertama > 22 tahun dengan persentase pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase sebesar 4% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 3% dan wilayah rural sebesar 1%. Usia perkawinan pertama > 22 tahun dengan pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda terkonsentrasi pada wilayah urban dengan persentase sebesar 8% dibandingkan dengan wilayah sub-urban sebesar 4% dan wilayah rural sebesar 1%.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Berdasarkan hasil overlay antara peta usia kawin pertama wanita (lampiran peta 8) dengan peta pendapat wanita terhadapa pernikahan pada usia muda (lampiran peta 12), pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda mendominansi dengan persentase sebesar 52% dibandingkan dengan pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda dengan persentase sebesar 48%. Pendapat wanita
yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda,
menggambarkan bahwa pandangan wanita terhadap pernikahan pada usia muda semakin baik dalam hal pemahaman akan usia yang ideal untuk menikah dan persiapan apa saja yang diperlukan sebelum menikah. Hal ini tampak dalam jawaban-jawaban yang dikemukakan mereka ketika dilakukan wawancara dengan kuisioner untuk mendapatkan gambaran pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda bagi penelitian ini. Dari seluruh pernyataan yang diajukan pada kuisioner, mayoritas responden wanita dari semua klasifikasi usia perkawinan pertama wanita menjawab setuju dengan persentase sebesar 60,91%, tidak setuju dengan persentase sebesar 34,66%, ragu-ragu dengan persentase sebesar 4,39%, sangat setuju dengan persentase 3,08%, dan sangat tidak setuju 0,05%. Dengan dominansi jawaban setuju, dapat diketahui bahwa hampir setengah dari responden wanita memiliki pendapat bahwa pada zaman sekarang ini, menikah merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan dengan sangat matang. Hasil wawancara untuk mengetahui bagaimana pendapat wanita terhadap pernikahan pada zaman sekarang, menunjukkan bahwa secara umum seluruh responden wanita mengetahui usia ideal seorang wanita menikah dan dampak buruk bagi wanita yang menikah di usia muda. Ketika ditanya pendapat mereka tentang berapa usia ideal seorang wanita menikah, hampir seluruh wanita menjawab usia ideal seorang wanita menikah berada pada usia antara 20-21 tahun. Pendapat mereka bila ada seorang wanita yang menikah di usia muda ( < 17 tahun), hampir seluruhnya menjawab tidak setuju, karena hal tersebut akan membawa kerugian bagi wanita tersebut. Mereka berpendapat, dari segi usia, para responden wanita berpendapat bahwa wanita yang menikah di usia muda belum siap mental memasuki dunia rumah tangga dan belum siap secara fisik untuk mengandung dan melahirkan. Pada kenyataannya, di Kabupaten Bogor masih terdapat wanita yang
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
menikah di usia muda yang terkonsentrasi di wilayah rural. Walaupun sebetulnya mereka mengetahui usia menikah yang ideal, tetapi faktor-faktor seperti ekonomi dan budaya (kebiasaan lama) masih mempengaruhi mereka untuk melakukan pernikahan di usia muda. Dari hasil uji statistik menggunakan uji chi square dan koefisien kontingensi antara usia kawin pertama wanita dengan pendapat wanita terhadap pernikahan pada struktur wilayah Kabupaten Bogor, didapatkan nilai X2 (Pearson Chi Square) yaitu 7.191 dan signifikansi = 0,027. Nilai X2 tabel dengan df = 2 yaitu 5.991, yang berarti bahwa nilai X2 hitung > X2 tabel dan signifikansi < 0.05 sehingga ada korelasi antara usia kawin pertama wanita dengan pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda dan nilai koefisien kontingensi sebesar 0,196. Tabel 5.16 Korelasi Antara Usia Kawin Pertama Wanita dengan Pendapat Wanita Terhadap Pernikahan Pada Usia Muda Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Menggunakan Uji Chi Square dan Koefisien Kontingensi Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2sided) .027
Value df a Pearson Chi7.191 2 Square Likelihood Ratio 7.117 2 .028 N of Valid Cases 180 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.83.
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases
Contingency Coefficient
.196 180
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Approx. Sig. .027
BAB VI KESIMPULAN
Usia perkawinan pertama wanita berdasarkan struktur wilayah di Kabupaten Bogor memberikan gambaran bahwa usia perkawinan pertama wanita < 18 tahun lebih terkonsentrasi pada wilayah rural dengan dominansi tingkat pendidikan wanita Tamat SD-SLTP, wanita yang tidak memiliki mata pencaharian, keluarga miskin, dan pendapat wanita yang setuju terhadap pernikahan pada usia muda. Usia perkawinan pertama wanita > 22 tahun lebih terkonsentrasi pada wilayah urban dengan dominansi tingkat pendidikan Tamat SLTA, wanita yang tidak memiliki mata pencaharian (pekerjaan), keluarga tidak miskin, dan pendapat wanita yang tidak setuju terhadap pernikahan pada usia muda. Terdapat korelasi antara usia perkawinan pertama wanita dengan tingkat pendidikan, mata pencaharian wanita, keluarga miskin, dan pendapat wanita terhadap pernikahan pada usia muda.
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, Edward. (1970). Geography and Demography. New York : McGraw Hill Book
Ahmadi, H. Abu (2003). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Aronson, Elliot. (1988). The Social Animal (5th ed.). New York: Freeman and Company
Badan Pusat Statistik. (2010). Jawa Barat Dalam Angka 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. (2008). Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistic) 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2005). Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesian Projetion Population) 2000 – 2005. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Garnier, J. Beajeau. (1966). Geography of Population. New York : St. Martin’s Press
Bintarto, R. & Surastopo Hadisumarno. Metode Analisa Geografi. Jakarta: LP3ES
Bogue, Donald J .(1969). Principles Of Demography. New York: John Wiley & Sons Inc.
Clarke, John. (1965). Population Geography. Oxford: Pergamon Press
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Daldjoeni, N. (2003). Geografi Kota Dan Desa. Bandung: PT ALUMNI
Davis, Kingsley., & Blake, Judith. (1974). Struktur Sosial Dan Fertilitas. Lembaga Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Guilford, J.P & Benjamin Fruchter. 1981. Fundamental Statistics In Psychology and Education. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Hagget, Peter. (2001). Geography: A Global Synthesis. London: Prentice Hall
Hanum, Sri Handayani. (1997). Perkawinan Usia Belia. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada
Hartshorne, R. (1959). Perspective on the Nature of Geography. Chicago: Rand Mc Nally & Company
Hasan, Iqbal. (2001). Pokok-Pokok materi Statistik 2 ( Statistik Inferensif) Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara
Hasbullah, M. Sairi., dan Darwis, Rudi Saprudin. (2001). Profil Statistik Dan Indikator Gender Di Provinsi Jawa Barat. Jakarta: Badan Pusat Statistik Hilgard, E.R & R.L Atkinson., et al. (1990). Introduction to Psychology (10th ed.). New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Husein, Umar. (2003). Metode Penelitian Skripsi dan Tesis. Jakarta: Raja Grafindo Persada Jalalludin, Rakhmat. (1998). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
PT Remaja
Jayadinata, Johara T. (1999). Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Bandung: ITB
Jones, Gavin W. & Bina Gubhaju. (2008). Trend at Age Marriage in the Provinces of Indonesia.Asia Research Institute Working Paper No.105
Kasali, Rhenald. (1994). Manajemen Public Relation. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Kusuma, Sutarsih Mulia. (1976). Berbagai Aspek Perbedaan Pola Perkawinan Di Indonesia Dewasa Ini. Jakarta: Lembaga Demografi FE UI
Lane, Robert E. & David D. Sears. (1965). Public Opinion. New Delhi: Prentice Hall of India Ltd
Lembaga Demografi FE UI. (2007). Dasar-Dasar Demografi. Jakarta:Lembaga Demografi FE UI. Nasution, Zulkarnaen. (1990). Komunikasi Politik Suatu Pengantar. Jakarta: Yudhistira Nurwati, Nunung. (2003). Review: Hasil Studi Tentang Perkawinan dan Perceraian Pada Masyarakat Jawa Barat. Jurnal Kependudukan Padjadjaran Vol. 6 No.2 , Juli 2003:59-67 Puspitasari, Fitria. (2006). Perkawinan Muda: Faktor-Faktor Pendorong Dan Dampaknya Terhadap Pola Asuh Keluarga (Studi Kasus Di Desa Mandalagiri, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya). Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Semarang Sandy, I Made. (1989). Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana. Depok: Geografi UI Silaen, Bintang. (1995). Usia Kawin Muda Di Sekitar Kotamadya Sukabumi. FMIPA UI. Depok
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.(1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Sinulingga, Budi. D.(1999). Pembangunan Kota: Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Administrasi dilengkapi Metode R&D. Bandung: ALFABETA Sunarjo, Djonaesih S. (1984). Opini Publik. Yogyakarta: Liberty Toersilaningsih, Rani dan Nargis. (2005). Perkawian Di Bawah Tangan Menurut Hukum Islam dan Dampaknya Bagi Perempuan Dan Anak-anak. Warta Demografi
Vol. 35 No.3: 29-36
Young, K. (1978). Social Psychology (3rd ed.). New York: Appleton Century Crifts Inc. Yunus, Hadi. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Yunus, Hadi. (2002). Struktur Tata Ruang Kota. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Widyastutik, Retno. 2005. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Usia Kawin Di Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Fakultas Ilmu Sosial UNNES. Semarang Zelinsky, Wilbur. (1966). A Prologue to Population Geography. London: Prentice Hall
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
PETA
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KUISIONER PENELITIAN USIA PERKAWINAN PERTAMA WANITA BERDASARKAN STRUKTUR WILAYAH KABUPATEN BOGOR
Pewawancara : Dini Risya P NPM
: 0606071355
DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2011
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
RESPONDEN NO
:
KELURAHAN
:
KECAMATAN
:
KOORDINAT LOKASI
:
I. DATA RESPONDEN WANITA Nama Responden
:
Tempat/Tanggal Lahir
:
Umur Responden
:
Umur Suami
:
Umur Menikah Pertama
:
Tahun Menikah Pertama
:
Alamat
:
Jumlah Anak
:
Umur Anak
:
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
II. TINGKAT PENDIDIKAN Pendidikan Terakhir
: (1) Tidak Tamat SD (2) Tamat SD (3) Tamat SLTP
(4) Tamat SMA
(5) Tamat PT Pendidikan Terakhir Ayah/Ibu
: (1) Tidak Tamat SD (2) Tamat SD (3) Tamat SLTP
(4) Tamat SMA
(5) Tamat PT
Pendidikan Terakhir Suami
:(1) Tidak Tamat SD (2) Tamat SD (3) Tamat SLTP
(4) Tamat SMA
(5) Tamat PT
III. MATA PENCAHARIAN 1. Mata Pencaharian/Pekerjaan : (1) Tidak Bekerja (2) Pertanian (3) Non-Pertanian (………………………….)
2. Mata Pencaharian/Pekerjaan Suami : (1) Tidak Bekerja (2) Pertanian (3) Non-Pertanian m (……………………)
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
3. Mata Pencaharian/Pekerjaan Orang Tua : (1) Tidak Bekerja (2) Pertanian (3) Non-Pertanian (………………)
4. Pendapatan Responden(per bulan)
: (1) < Rp 1.000.000,(2) Rp 1.000.000 – Rp 2.500.000,(3) Rp 2.500.000 – Rp 5.000.000,-
4. Pendapatan Orang Tua (per bulan)
: (1) < Rp 1.000.000,(2) Rp 1.000.000 – Rp 2.500.000,(3) Rp 2.500.000 – Rp 5.000.000,-
4. Pendapatan Suami (per bulan)
: (1) < Rp 1.000.000,(2) Rp 1.000.000 – Rp2.500.000,(3) Rp 2.500.000 – Rp5.000.000,-
6. Pengeluaran: (per hari)
: (1) < Rp 50.000 (2) Rp 50.000 – Rp100.000 (3) > Rp 100.000
7. Saat ini anda tinggal dirumah:
(1) Orang tua
(2) Sendiri
(3) Mengontrak
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
8. Jika anda mengontrak rumah, biaya sewa per bulannya: (1) < Rp 500.000,(2) Rp 500.000, - Rp 1.000.000 (3) > Rp. 1000.000,-
IV. Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberikan tanda (√) pada kolom yang tersedia Jawaban No Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
SS
Menikah harus di atas usia 16 tahun
Menikah dilakukan untuk memajukan perekonomian keluarga Sebelum menikah harus memiliki persiapan mental dan materi Sebelum menikah harus memiliki pekerjaan Sebelum menikah harus mengenal lebih dalam ( > 2 tahun ) calon suami Anak merupakan hal yang sangat penting setelah menikah Sebaiknya usia anak tidak terpaut terlalu jauh ( > 30 tahun) dengan orang tua
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
ST
RG
TS
STS
Kemajuan
8.
teknologi
mendorong
terjadinya
penundaan pernikahan Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
9.
membuat seorang wanita menunda pernikahannya
10. Menikah dilakukan karena perjodohan
11.
Setiap pernikahan harus di daftarkan pada kantor urusan agama atau lembaga pernikahan yang resmi
Keterangan: SS
= Sangat Setuju
TS
= Tidak Setuju
ST
= Setuju
STS
= Sangat Tidak Setuju
RG
= Ragu-Ragu
V. Makna dan Tujuan Pernikahan 1. Apa makna pernikahan bagi anda? 2. Apa alasan dan tujuan anda menikah? 3. Apa arti keluarga bagi anda? 4. Apa yang anda ketahui dari UU No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan? VI. Budaya Dalam Masyarakat Setempat 1. Apa yang anda ketahui mengenai budaya atau adat setempat yang berhubungan dengan pernikahan? ( bisa berupa cerita dari orang tua/ adat kebiasaan/mitos/ legenda) 2. Apakah seorang wanita harus memiliki pekerjaan sebelum menikah? 3. Apakah seorang wanita harus memiliki pendidikan hingga perguruan tinggi sebelum menikah?
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
4. Apakah anda menikah untuk meringankan beban orang tua? 5. Bagaimana pendapat anda terhadap wanita yang melakukan pernikahan secara siri (di bawah tangan)? 6. Menurut anda, apakah masih banyak terjadi kasus pernikahan karena di jodohkan oleh orang tua di lingkungan sekitar anda? 7. Apakah sebelum menikah anda berpacaran? Jika iya, apa arti pacaran bagi anda? 8. Berapa usia ideal seorang wanita menikah? 9. Apa pendapat anda mengenai pernikahan di usia muda (<16 tahun)? 10. Apa makna seorang anak bagi anda? 11. Apakah setelah menikah, memiliki seorang anak adalah hal yang terpenting?
-
SEKIAN DAN TERIMA KASIH -
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1 Administrasi Desa/Kelurahan Kabupaten Bogor
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
1
Cijayanti
2
Bojong Koneng
3
Karang Tengah
4
Sumur Batu
5
Babakan Madang
6
Citaringgul
7
Cipambuan
8
Kadumangu
9
Sentul
10
Cimanggis
11
Waringin Jaya
12
Kedung Waringin
13
Bojong Gede
14
Susukan
15
Bojong Baru
16
Rawa Panjang
17
Pabuaran
18
Ragajaya
19
Pasir Buncir
20
Cinagara
21
Tangkil
22
Pasir Muncang
23
Muara Jaya
24
Caringin
25
Lemah Duhur
26
Cimande
27
Pancawati
28
Ciderum
29
Ciherang Pondok
30
Cimande Hilir
31
Karya Mekar
32
Bantar Kuning
33
Cikutamahi
34
Cibatu Tiga
35
Mekarwangi
KECAMATAN
BABAKAN MADANG
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
BOJONG GEDE
CARINGIN
CARIU
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
37
Cariu
38
Kuta Mekar
39
Sukajadi
40
Babakan Raden
41
Ciampea Udik
42
Cinangka
43
Cibuntu
44
Cicadas
45
Tegal Waru
46
Bojong Jengkol
47
Cihideung Udik
48
Cihideung Ilir
49
Cibanteng
50
Bojong Rangkas
51
Cibadak
52
Benteng
53
Ciampea
54
Cileungsi
55
Citapen
56
Cibedug
57
Bojong Murni
58
Jambu Luwuk
59
Banjar Sari
60
Banjar Wangi
61
Bitung Sari
62
Teluk Pinang
63
Banjar Waru
64
Ciawi
65
Bendungan
66
Pandan sari
67
Karadenan
68
Nanggewer
69
Nanggewer Mekar
70
Cibinong
71
Pakansari
72
Sukahati
73
Tengah
74
Pondok Rajeg
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
CIAMPEA
CIAWI
CIBINONG
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
76
Pabuaran
77
Cirimekar
78
Ciriung
79
Situ Udik
80
Situ Ilir
81
Cibatok 2
82
Ciaruten Udik
83
Cibatok 1
84
Sukamaju
85
Cemplang
86
Galuga
87
Dukuh
88
Cimanggu 2
89
Cimanggu 1
90
Girimulya
91
Leuweung Kolot
92
Ciaruten Ilir
93
Cijujung
94
Tugu Jaya
95
Cigombong
96
Wates Jaya
97
Srogol
98
Ciburuy
99
Cisalada
100
Pasir Jaya
101
Ciburayut
102
Ciadeg
103
Sukaraksa
104
Sukamaju
105
Cigudeg
106
Banyu Resmi
107
Wargajaya
108
Bunar
109
Mekarjaya
110
Cintamanik
111
Banyu Wangi
112
Banyu Asih
113
Tegalega
KECAMATAN
CIBUNGBULANG
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
CIGOMBONG
CIGUDEG
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
115
Rengasjajar
116
Bangunjaya
117
Argapura
118
Warung Menteng
119
Cijeruk
120
Cipelang
121
Cibalung
122
Cipicung
123
Tanjung Sari
124
Tajur Halang
125
Palasari
126
Sukaharja
127
Dayeuh
128
Mampir
129
Setu Sari
130
Cipeucang
131
Jati Sari
132
Gandoang
133
Mekar Sari
134
Cileungsi Kidul
135
Cileungsi
136
Limus Nunggal
137
Pasir Angin
138
Cipenjo
139
Kota Batu
140
Mekar Jaya
141
Parakan
142
Ciomas
143
Pagelaran
144
Sukamakmur
145
Ciapus
146
Sukaharja
147
Padasuka
148
Ciomas Rahayu
149
Laladon
150
Citeko
151
Cibeureum
152
Tugu Selatan
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
CIJERUK
CILEUNGSI
CIOMAS
CISARUA
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
154
Batu Layang
155
Cisarua
156
Kopo
157
Leuwimalang
158
Jogjogan
159
Cilember
160
Karihkil
161
Cibeuteung Udik
162
Babakan
163
Putat Nutug
164
Cibeuteung Muara
165
Cibentang
166
Parigi Mekar
167
Ciseeng
168
Cihowe
169
Kuripan
170
Tangkil
171
Hambalang
172
Tajur
173
Pasir Mukti
174
Sukahati
175
Leuwinutug
176
Sanja
177
Karang Asem Barat
178
Karang Asem Timur
179
Tarikolot
180
Gunung Sari
181
Citeureup
182
Puspanegara
183
Puspasari
184
Purwasari
185
Petir
186
Sukadamai
187
Sukawening
188
Neglasari
189
Sinar Sari
190
Ciherang
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
CISEENG
CITEUREUP
DRAMAGA
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
192
Babakan
193
Cikarawang
194
Karanggan
195
Gunung Putri
196
Tlajung Udik
197
Bojong Nangka
198
Cicadas
199
Wanaherang
200
Cikeas Udik
201
Nagrak
202
Ciangsana
203
Bojong Kulur
204
Jampang
205
Cibadung
206
Cibinong
207
Cidokom
208
Padurenan
209
Curug
210
Rawakalong
211
Pengasinan
212
Gunung Sindur
213
Pabuaran
214
Pangradin
215
Kalong Sawah
216
Sipak
217
Pamagersari
218
Jugala Jaya
219
Curug
220
Tegal Wangi
221
Koleang
222
Jasinga
223
Setu
224
Cikopomayak
225
Neglasari
226
Bagoang
227
Barengkok
228
Pangaur
KECAMATAN
GUNUNG PUTRI
GUNUNG SINDUR
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
JASINGA
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
230
Sukajaya
231
Sukanegara
232
Cibodas
233
Singasari
234
Singajaya
235
Sukasirna
236
Balekembang
237
Bendungan
238
Sirnagalih
239
Jonggol
240
Sukamaju
241
Sukamanah
242
Weninggalih
243
Sukagalih
244
Semplak Barat
245
Atang Sanjaya
246
Parakan Jaya
247
Bojong
248
Kemang
249
Pabuaran
250
Tegal
251
Pondok Udik
252
Jampang
253
Leuwikaret
254
Lulut
255
Bantar Jati
256
Nambo
257
Kembang Kuning
258
Kelapa Nunggal
259
Ligarmukti
260
Bojong
261
Cikahuripan
262
Purasari
263
Puraseda
264
Karyasari
265
Pabangbon
266 267
Karacak Barengkok Cibeber II
268
KECAMATAN
JONGGOL
KEMANG
KLAPANUNGGAL
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
LEUWILIANG
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
270
Leuwimekar
271
Leuwiliang
272
Karehkel
273
Wangun Jaya
274
Sadeng Kolot
275
Leuwisadeng
276
Sibanteng
277
Babakan Sadeng
278
Sadeng
279
Kalong II
280
Kalong I
281
Sukaresmi
282
Sukagalih
283
Kuta
284
Sukakarya
285
Sukamanah
286
Sukamaju
287
Sukamahi
288
Gadog
289
Cipayung Datar
290
Cipayung Girang
291
Megamendung
292
Malasari
293
Bantar Karet
294
Cisarua
295
Curug Bitung
296
Nanggung
297
Pangkal Jaya
298
Sukaluyu
299
Hambaro
300
Kalong Liud
301
Parakan Muncang
302
Cibunian
303
Purwabakti
304
Ciasmara
305
Ciasihan
306 307
Gunung Sari Gunung Bunder 2 Gunung Bunder 1
308
KECAMATAN
LEUWISADENG
MEGAMENDUNG
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
NANGGUNG
PAMIJAHAN
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
310
Gunung Picung
311
Cibitung Kulon
312
Cibitung Wetan
313
Pamijahan
314
Pasarean
315
Gunung Menyan
316
Cimayang
317
Iwul
318
Jabon Mekar
319
Pamager Sari
320
Parung
321
Waru
322
Warujaya
323
Bojong Sempu
324
Bojong Indah
325
Cogreg
326
Jagabaya
327
Gorowong
328
Dago
329
Cikuda
330
Pingku
331
Lumpang
332
Gintung Cilejet
333
Jagabita
334
Cibunar
335
Parung Panjang
336
Kabasiran
337
Mekarsari
338
Ranca Bungur
339
Pasir Gaok
340
Bantar Jaya
341
Bantar Sari
342
Candali
343 344
Cimulang
345 346 347 348
KECAMATAN
PARUNG
PARUNG PANJANG
RANCABUNGUR
Leuwibatu Cidokom Gobang Rabak Cibodas
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
RUMPIN
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
350
Rumpin
351
Cipinang
352
Sukasari
353
Kerta Jaya
354
Taman Sari
355
Sukamulya
356
Mekar Sari
357
Cisarua
358
Kiara Sari
359
Kiara Pandak
360
Harkat Jaya
361
Sukajaya
362
Sipayung
363
Suka Mulih
364
Pasir Madang
365
Cileuksa
366
Sukawangi
367
Sukaharja
368
Wargajaya
369
Sirnajaya
370
Sukamulya
371
Sukamakmur
372
Cibadak
373
Pabuaran
374
Sukadamai
375
Sukaresmi
376
Cibanon
377
Gunung Geulis
378
Nagrak
379
Sukatani
380
Sukaraja
381
Cikeas
382
Cadas Ngampar
383
Pasirlaja
384
Cijujung
385
Cimandala
386 387
Pasir Jambu Cilebut Timur Cilebut Barat
388
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
SUKAJAYA
SUKAMAKMUR
SUKARAJA
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
390
Tajur Halang
391
Sukmajaya
392
Naggerang
393
Sasak Panjang
394
Kalisuren
395
Citayam
396
Sukajadi
397
Sukaluyu
398
Sukajaya
399
Sukaresmi
400
Pasir Eurih
401
Taman Sari
402
Sukamantri
403
Sirnagalih
404
Cibadak
405
Tanjung Sari
406
Sirnasari
407
Sirnarasa
408
Buanajaya
409
Antajaya
410
Pasir Tanjung
411
Tanjung Rasa
412
Sukarasa
413
Selawangi
414
Ciomas
415
Tapos
416
Batok
417
Babakan
418
Bojong
419
Singabraja
420
Tenjo
421
Cilaku
422
Singabangsa
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
TAMAN SARI
TANJUNG SARI
TENJO
NO. DESA/KELURAHAN
KELURAHAN
423
Tapos 1
424
Gunung Malang
425
Tapos 2
426 427
Situ Daun Cibitung Tengah Cinangneng
428
[Sumber: Administrasi Bappeda Kabupaten Bogor 2011]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN TENJOLAYA
Lampiran 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Bogor Tahun 2010
No
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
1
Babakan Madang
50669
47564
2
Bojong Gede
105885
112298
3
Caringin
56785
52928
4
Cariu
23881
23362
5
Ciampea
72228
67594
6
Ciawi
48310
45439
7
Cibinong
127746
124996
8
Cibungbulang
63833
59657
9
Cigombong
42835
40464
10
Cigudeg
59565
56251
11
Cijeruk
39345
36397
12
Cileungsi
93681
91563
13
Ciomas
66641
63703
14
Cisarua
57279
52761
15
Ciseeng
48912
45840
16
Citeureup
88723
85596
17
Dramaga
47434
44968
18
Gunung Putri
150311
150515
19
Gunung Sindur
44506
42165
20
Jasinga
50607
46651
21
Jonggol
57952
55754
22
Kemang
42489
40470
23
Klapanunggal
39260
37503
24
Leuwiliang
58327
54883
25
Leuwisadeng
37977
54883
26
Megamendung
47635
43883
27
Nanggung
45665
42402
28
Pamijahan
70910
68464
29
Parung
52572
49500
30
Parung Panjang
52412
49287
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
No
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
31
Rancabungur
50026
47030
32
Rumpin
68406
63480
33
Sukajaya
32639
30354
34
Sukamakmur
38337
37317
35
Sukaraja
78702
74455
36
Tajur Halang
45909
43479
37
Taman Sari
43651
41411
38
Tanjung Sari
25032
23787
39
Tenjo
34375
31672
40
Tenjolaya
27564
27062
2.289.006
2.118.388
Jumlah
[Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2010]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Lampiran 3 Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2010
No
Kecamatan
Mata Pencaharian Non-Pertanian
Mata Pencaharian Pertanian
1
Babakan Madang
15829
6970
2
Bojong Gede
38018
2525
3
Caringin
21914
5215
4
Cariu
7410
7442
5
Ciampea
15712
12283
6
Ciawi
9888
8239
7
Cibinong
21216
1800
8
Cibungbulang
9941
5210
9
Cigombong
11111
9982
10
Cigudeg
5872
12008
11
Cijeruk
8490
13570
12
Cileungsi
50108
4859
13
Ciomas
28504
2312
14
Cisarua
22626
3586
15
Ciseeng
8736
12936
16
Citeureup
30550
10473
17
Dramaga
14287
6013
18
Gunung Putri
933
206
19
Gunung Sindur
16563
5001
20
Jasinga
8846
16502
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
No
Kecamatan
Mata Pencaharian Non-Pertanian
Mata Pencaharian Pertanian
21
Jonggol
18389
17179
22
Kemang
24824
5507
23
Klapanunggal
19895
2168
24
Leuwiliang
9622
15166
25
Leuwisadeng
6399
14197
26
Megamendung
6863
5107
27
Nanggung
2355
2860
28
Pamijahan
10498
8625
29
Parung
19385
5722
30
Parung Panjang
8597
6692
31
Rancabungur
6924
4323
32
Rumpin
19002
10075
33
Sukajaya
1447
8073
34
Sukamakmur
8831
9927
35
Sukaraja
32584
4526
36
Tajur Halang
22842
2622
37
Taman Sari
14653
5120
38
Tanjung Sari
5449
6800
39
Tenjo
7942
7291
40
Tenjolaya
3367
11399
Jumlah
596422
[Sumber: Pengolahan Data PODES Kabupaten Bogor 2010]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
300511
Lampiran 4 Mata Pencaharian Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Kabupaten Bogor Tahun 2010 Mata Pencaharian Pertanian No
Mata Pencaharian Non-Pertanian
Kecamatan
1
Babakan Madang
2
Bojong Gede
3
Caringin
4
Cariu
5
Ciampea
6
Ciawi
7
Cibinong
8
Cibungbulang
9
Cigombong
10
Cigudeg
11
Cijeruk
12
Cileungsi
13
Ciomas
14
Cisarua
15
Ciseeng
16
Citeureup
17
Dramaga
18
Gunung Putri
19
Gunung Sindur
20
Jasinga
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
4647
2323
10553
5276
1683
842
25345
12673
3477
1738
14609
7305
4961
2481
4940
2470
8189
4094
10475
5237
5493
2746
6592
3296
1200
600
14144
7072
3473
1737
6627
3314
6655
3327
7407
3704
8005
4003
3915
1957
9047
4523
5660
2830
3239
1620
33405
16703
1541
771
19003
9501
2391
1195
15084
7542
8624
4312
5824
2912
6982
3491
20367
10183
4009
2004
9525
4762
137
69
622
311
3334
1667
11042
5521
11001
5501
5897
2949
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Mata Pencaharian Pertanian No
Kecamatan
21
Jonggol
22
Kemang
23
Klapanunggal
24
Leuwiliang
25
Leuwisadeng
26
Megamendung
27
Nanggung
28
Pamijahan
29
Parung
30
Parung Panjang
31
Rancabungur
32
Rumpin
33
Sukajaya
34
Sukamakmur
35
Sukaraja
36
Tajur Halang
37
Taman Sari
38
Tanjung Sari
39
Tenjo
40
Tenjolaya
Jumlah
Mata Pencaharian Non-Pertanian
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
11453
5726
12259
6130
3671
1836
16549
8275
1445
723
13263
6632
10111
5055
6415
3207
9465
4732
4266
2133
3405
1702
4575
2288
1907
953
1570
785
5750
2875
6999
3499
3815
1907
12923
6462
4461
2231
5731
2866
2882
1441
4616
2308
6717
3358
12668
6334
5382
2691
965
482
6618
3309
5887
2944
3017
1509
21723
10861
1748
874
15228
7614
3413
1707
9769
4884
4533
2267
3633
1816
4861
2430
5295
2647
7599
3800
2245
1122
200341
100170
397615
198807
[Sumber: Pengolahan Data PODES Kabupaten Bogor 2010]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Lampiran 5 Klasifikasi Desa/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah Penyusun Struktur Wilayah Kabupaten Bogor
KECAMATAN
BABAKAN MADANG
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Cijayanti
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Bojong Koneng
rendah
sedang
rendah
sub-urban
rendah
sedang
rendah
sub-urban
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Karang Tengah Sumur Batu
BOJONG GEDE
CARINGIN
Babakan Madang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Citaringgul
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cipambuan
tinggi
tinggi
rendah
urban
Kadumangu
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sentul
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cimanggis
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Waringin Jaya
tinggi
tinggi
rendah
urban
Kedung Waringin
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Bojong Gede
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Susukan
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Bojong Baru
tinggi
tinggi
sedang
urban
Rawa Panjang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Pabuaran
tinggi
tinggi
rendah
urban
Ragajaya
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pasir Buncir
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cinagara
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Tangkil
rendah
rendah
rendah
rural
Pasir Muncang
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Muara Jaya
tinggi
rendah
sedang
sub-urban
Caringin
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Lemah Duhur
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Cimande
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Pancawati
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Ciderum
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Ciherang Pondok
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cimande Hilir
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN CARIU
CIAMPEA
CIAWI
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Bantar Kuning
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cikutamahi
rendah
rendah
rendah
rural
Cibatu Tiga
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Mekarwangi
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Tegal Panjang
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Cariu
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Kuta Mekar
rendah
rendah
rendah
rural
Sukajadi
rendah
sedang
sedang
sub-urban
Babakan Raden
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Ciampea Udik
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cinangka
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cibuntu
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cicadas
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Tegal Waru
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Bojong Jengkol
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cihideung Udik
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cihideung Ilir
tinggi
sedang
sedang
urban
Cibanteng
tinggi
tinggi
rendah
urban
Bojong Rangkas
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Cibadak
tinggi
tinggi
sedang
urban
Benteng
tinggi
tinggi
sedang
urban
Ciampea
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cileungsi
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Citapen
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cibedug
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Bojong Murni
rendah
rendah
rendah
rural
Jambu Luwuk
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Banjar Sari
tinggi
tinggi
sedang
urban
Banjar Wangi
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Bitung Sari
tinggi
rendah
sedang
sub-urban
Teluk Pinang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Banjar Waru
rendah
urban
tinggi
tinggi
Ciawi
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Bendungan
tinggi
tinggi
sedang
urban
Pandan sari
tinggi
tinggi
sedang
urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN CIBINONG
CIBUNGBULANG
CIGOMBONG
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Karadenan
tinggi
tinggi
rendah
urban
Nanggewer
tinggi
tinggi
rendah
urban
Nanggewer Mekar
rendah
tinggi
rendah
urban
Cibinong
tinggi
tinggi
sedang
urban
Pakansari
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sukahati
tinggi
tinggi
rendah
urban
Tengah
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pondok Rajeg
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Harapan Jaya
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pabuaran
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Cirimekar
rendah
tinggi
tinggi
urban
Ciriung
tinggi
tinggi
sedang
urban
Situ Udik
rendah
rendah
rendah
rural
Situ Ilir
rendah
rendah
rendah
rural
Cibatok 2
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Ciaruten Udik
rendah
rendah
rendah
rural
Cibatok 1
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Sukamaju
rendah
rendah
rendah
rural
Cemplang
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Galuga
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Dukuh
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cimanggu 2
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cimanggu 1
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Girimulya
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Leuweung Kolot
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Ciaruten Ilir
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Cijujung
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Tugu Jaya
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cigombong
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Wates Jaya
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Srogol
rendah
rendah
rendah
rural
Ciburuy
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cisalada
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Pasir Jaya
rendah tinggi
rendah rendah
rendah rendah
rural sub-urban
KEPADATAN
MATA
PENGGUNAAN
KLASIFIKASI
Ciburayut KECAMATAN
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
CIGUDEG
CIJERUK
CILEUNGSI
KELURAHAN
PENDUDUK
PENCAHARIAN NON-TANI
TANAH TERBANGUN
Ciadeg
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Sukaraksa
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sukamaju
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Cigudeg
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Banyu Resmi
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Wargajaya
rendah
rendah
rendah
rural
Bunar
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Mekarjaya
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Cintamanik
rendah
rendah
rendah
rural
Banyu Wangi
rendah
rendah
rendah
rural
Banyu Asih
rendah
rendah
rendah
rural
Tegalega
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Batu Jajar
rendah
rendah
rendah
rural
Rengasjajar
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Bangunjaya
rendah
rendah
rendah
rural
Argapura
rendah
rendah
rendah
rural
Warung Menteng
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cijeruk
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Cipelang
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Cibalung
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cipicung
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Tanjung Sari
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Tajur Halang
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Palasari
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sukaharja
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Dayeuh
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Mampir
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Setu Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cipeucang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Jati Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Gandoang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Mekar Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cileungsi Kidul
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cileungsi
tinggi
tinggi
sedang
urban
tinggi
tinggi
sedang
urban
Limus Nunggal
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
CIOMAS
CISARUA
CISEENG
CITEUREUP
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Pasir Angin
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cipenjo
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Kota Batu
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Mekar Jaya
tinggi
tinggi
sedang
urban
Parakan
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Ciomas
sedang
tinggi
sedang
urban
Pagelaran
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sukamakmur
tinggi
tinggi
rendah
urban
Ciapus
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sukaharja
tinggi
sedang
tinggi
sub-urban
Padasuka
sedang
tinggi
tinggi
urban
Ciomas Rahayu
sedang
tinggi
tinggi
urban
Laladon
tinggi
tinggi
sedang
urban
Citeko
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cibeureum
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Tugu Selatan
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Tugu Utara
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Batu Layang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cisarua
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Kopo
tinggi
tinggi
rendah
urban
Leuwimalang
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Jogjogan
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cilember
tinggi
tinggi
rendah
urban
Karihkil
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cibeuteung Udik
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Babakan
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Putat Nutug
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cibeuteung Muara
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Cibentang
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Parigi Mekar
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Ciseeng
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cihowe
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Kuripan
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Tangkil
rendah
rendah
rendah
rural
Hambalang
rendah
rendah
rendah
rural
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
DRAMAGA
GUNUNG PUTRI
GUNUNG SINDUR
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Tajur
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Pasir Mukti
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Sukahati
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Leuwinutug
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sanja
tinggi
tinggi
rendah
urban
Karang Asem Barat
tinggi
tinggi
sedang
urban
Karang Asem Timur
tinggi
tinggi
rendah
urban
Tarikolot
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Gunung Sari
tinggi
tinggi
rendah
urban
Citeureup
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Puspanegara
tinggi
tinggi
tinggi
urban
Puspasari
tinggi
tinggi
sedang
urban
Purwasari
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Petir
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukadamai
sedang
tinggi
rendah
urban
Sukawening
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Neglasari
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sinar Sari
tinggi
tinggi
rendah
urban
Ciherang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Dramaga
tinggi
tinggi
sedang
urban
Babakan
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cikarawang
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Karanggan
tinggi
tinggi
rendah
urban
Gunung Putri
tinggi
tinggi
sedang
urban
Tlajung Udik
tinggi
tinggi
sedang
urban
Bojong Nangka
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cicadas
tinggi
tinggi
sedang
urban
Wanaherang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cikeas Udik
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Nagrak
tinggi
tinggi
rendah
urban
Ciangsana
tinggi
tinggi
rendah
urban
Bojong Kulur
tinggi
tinggi
sedang
urban
Jampang
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cibadung
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cibinong
tinggi
tinggi
rendah
urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
JASINGA
JONGGOL
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Cidokom
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Padurenan
urban
tinggi
tinggi
rendah
Curug
tinggi
tinggi
rendah
urban
Rawakalong
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Pengasinan
tinggi
tinggi
rendah
urban
Gunung Sindur
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Pabuaran
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Pangradin
rendah
rendah
rendah
rural
Kalong Sawah
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Sipak
tinggi
tinggi
sedang
urban
Pamagersari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Jugala Jaya
rendah
rendah
rendah
rural
Curug
rendah
rendah
rendah
rural
Tegal Wangi
rendah
rendah
rendah
rural
Koleang
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Jasinga
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Setu
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Cikopomayak
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Neglasari
rendah
rendah
rendah
rural
Bagoang
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Barengkok
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Pangaur
rendah
rendah
rendah
rural
Wirajaya
rendah
rendah
rendah
rural
Sukajaya
rendah
rendah
rendah
rural
Sukanegara
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Cibodas
rendah
rendah
rendah
rural
Singasari
rendah
rendah
rendah
rural
Singajaya
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukasirna
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Balekembang
rendah
rendah
rendah
rural
Bendungan
rendah
rendah
rendah
rural
Sirnagalih
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Jonggol
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sukamaju
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sukamanah
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
KEMANG
KLAPANUNGGAL
LEUWILIANG
LEUWISADENG
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Weninggalih
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sukagalih
rendah
rendah
rendah
rural
Semplak Barat
tinggi
tinggi
rendah
urban
Atang Sanjaya
sedang
tinggi
sedang
urban
Parakan Jaya
tinggi
tinggi
rendah
urban
Bojong
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Kemang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pabuaran
tinggi
tinggi
rendah
urban
Tegal
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pondok Udik
tinggi
tinggi
rendah
urban
Jampang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Leuwikaret
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Lulut
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Bantar Jati
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Nambo
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Kembang Kuning
tinggi
tinggi
sedang
urban
Kelapa Nunggal
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Ligarmukti
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Bojong
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Cikahuripan
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Purasari
rendah
rendah
rendah
rural
Puraseda
rendah
rendah
rendah
rural
Karyasari
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Pabangbon
rendah
rendah
rendah
rural
Karacak
rendah
rendah
rendah
rural
Barengkok
rendah
rendah
rendah
rural
Cibeber II
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cibeber I
rendah
rendah
rendah
rural
Leuwimekar
rendah
tinggi
sedang
sub-urban
Leuwiliang
rendah
tinggi
sedang
sub-urban
Karehkel
rendah
rendah
sedang
sub-urban
Wangun Jaya
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Sadeng Kolot
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Leuwisadeng
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Sibanteng
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
MEGAMENDUNG
NANGGUNG
PAMIJAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Babakan Sadeng
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sadeng
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Kalong II
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Kalong I
rendah
rendah
rendah
rural
Sukaresmi
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sukagalih
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Kuta
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukakarya
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sukamanah
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Sukamaju
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukamahi
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Gadog
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cipayung Datar
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Cipayung Girang
tinggi
sedang
sedang
urban
Megamendung
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Malasari
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Bantar Karet
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Cisarua
rendah
rendah
rendah
rural
Curug Bitung
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Nanggung
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Pangkal Jaya
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Sukaluyu
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Hambaro
tinggi
rendah
sedang
sub-urban
Kalong Liud
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Parakan Muncang
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Cibunian
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Purwabakti
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Ciasmara
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Ciasihan
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Gunung Sari
rendah
rendah
rendah
rural
Gunung Bunder 2
rendah
rendah
rendah
rural
Gunung Bunder 1
rendah
rendah
rendah
rural
Cibening
tinggi
rendah
rendah
sub-urban
Gunung Picung
rendah
rendah
rendah
rural
Cibitung Kulon
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
KELURAHAN
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
PARUNG
PARUNG PANJANG
RANCABUNGUR
RUMPIN
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Cibitung Wetan
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Pamijahan
rendah
rendah
rendah
rural
Pasarean
rendah
rendah
rendah
rural
Gunung Menyan
rendah
rendah
rendah
rural
Cimayang
rendah
rendah
rendah
rural
Iwul
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Jabon Mekar
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Pamager Sari
tinggi
tinggi
rendah
urban
Parung
tinggi
tinggi
rendah
urban
Waru
tinggi
tinggi
sedang
urban
Warujaya
tinggi
tinggi
rendah
urban
Bojong Sempu
tinggi
tinggi
rendah
urban
Bojong Indah
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cogreg
tinggi
tinggi
rendah
urban
Jagabaya
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Gorowong
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Dago
rendah
rendah
rendah
rural
Cikuda
sedang
rendah
sedang
sub-urban
Pingku
sedang
sedang
sedang
sub-urban
Lumpang
sedang
tinggi
sedang
urban
Gintung Cilejet
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Jagabita
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Cibunar
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Parung Panjang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Kabasiran
tinggi
sedang
t
urban
Mekarsari
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Ranca Bungur
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pasir Gaok
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Bantar Jaya
tinggi
sedang
sedang
urban
Bantar Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Candali
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cimulang
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Leuwibatu
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cidokom
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Gobang
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
SUKAJAYA
SUKAMAKMUR
SUKARAJA
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Rabak
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cibodas
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Kampung Sawah
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Rumpin
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cipinang
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Sukasari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Kerta Jaya
sedang
tinggi
rendah
urban
Taman Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Sukamulya
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Mekar Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cisarua
rendah
rendah
rendah
rural
Kiara Sari
rendah
rendah
rendah
rural
Kiara Pandak
rendah
rendah
rendah
rural
Harkat Jaya
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sukajaya
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Sipayung
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Suka Mulih
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Pasir Madang
rendah
rendah
rendah
rural
Cileuksa
rendah
rendah
rendah
rural
Sukawangi
rendah
rendah
rendah
rural
Sukaharja
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Wargajaya
rendah
rendah
rendah
rural
Sirnajaya
rendah
rendah
rendah
rural
Sukamulya
rendah
rendah
rendah
rural
Sukamakmur
rendah
rendah
rendah
rural
Cibadak
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Pabuaran
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Sukadamai
rendah
tinggi
rendah
sub-urban
Sukaresmi
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cibanon
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Gunung Geulis
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Nagrak
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Sukatani
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sukaraja
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cikeas
tinggi
tinggi
rendah
urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
TAJUR HALANG
TAMAN SARI
TANJUNG SARI
TENJO
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Cadas Ngampar
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pasirlaja
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cijujung
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cimandala
tinggi
tinggi
sedang
urban
Pasir Jambu
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cilebut Timur
tinggi
tinggi
rendah
urban
Cilebut Barat
tinggi
tinggi
rendah
urban
Tonjong
tinggi
tinggi
rendah
urban
Tajur Halang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Sukmajaya
tinggi
tinggi
sedang
urban
Naggerang
tinggi
tinggi
rendah
urban
Sasak Panjang
tinggi
tinggi
sedang
urban
Kalisuren
tinggi
tinggi
rendah
urban
Citayam
tinggi
tinggi
sedang
urban
Sukajadi
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukaluyu
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukajaya
tinggi
sedang
rendah
sub-urban
Sukaresmi
tinggi
tinggi
rendah
urban
Pasir Eurih
tinggi
tinggi
sedang
urban
Taman Sari
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Sukamantri
tinggi
tinggi
sedang
urban
Sirnagalih
tinggi
tinggi
sedang
urban
Cibadak
rendah
rendah
rendah
rural
Tanjung Sari
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Sirnasari
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Sirnarasa
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Buanajaya
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Antajaya
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Pasir Tanjung
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Tanjung Rasa
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Sukarasa
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Selawangi
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Ciomas
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Tapos
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Batok
sedang
sedang
rendah
sub-urban
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
KECAMATAN
TENJOLAYA
KELURAHAN
KEPADATAN PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN NON-TANI
PENGGUNAAN TANAH TERBANGUN
KLASIFIKASI
Babakan
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Bojong
rendah
sub-urban
sedang
rendah
Singabraja
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Tenjo
sedang
tinggi
rendah
sub-urban
Cilaku
sedang
rendah
rendah
sub-urban
Singabangsa
sedang
sedang
sedang
sub-urban
Tapos 1
rendah
rendah
rendah
rural
Gunung Malang
rendah
rendah
rendah
rural
Tapos 2
rendah
rendah
sedang
sub-urban
Situ Daun
rendah
rendah
rendah
rural
Cibitung Tengah
rendah
sedang
rendah
sub-urban
Cinangneng
rendah
rendah
sedang
sub-urban
[Sumber: Pengolahan Data Survei Lapang, 2011]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Lampiran 6 Daerah Survei Pada Desa/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor
No
Desa/Kelurahan
Kecamatan
Struktur Wilayah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Padasuka Pasir Jambu Pabuaran Parung Panjang Citayam Babakan Sadeng Pasir Angin Kopo Sukaraja Sukamaju Bojong Gobang Cipenjo Sukanegara Cimanggis Sukaharja Tugu Utara Rawa Kalong Sukaluyu Antajaya Curug Purasari Kuta Mekar Bojong Murni Warga Jaya Banyu Asih Kalong I Situ Udik Hambalang Singasari
Ciomas Sukaraja Cibinong Parung Panjang Tajur Halang Leuwisadeng Cileungsi Cisarua Sukaraja Jonggol Tenjo Rumpin Cileungsi Jonggol Bojong Gede Cijeruk Cisarua Gunung Sindur Nanggung Tanjung Sari Jasinga Leuwiliang Cariu Ciawi Sukamakmur Cigudeg Leuwisadeng Cibungbulang Citeureup Jonggol
urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural
[Sumber: Pengolahan Data,2011]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Lampiran 7 Hasil Survei Lapang Usia Kawin Pertama Wanita Berdasarkan Struktur Wilayah Kabupaten Bogor Nomor Responden Wanita Menikah
Usia Kawin Pertama Wanita (tahun)
Desa/Kelurahan
Struktur Wilayah
Pendidikan Wanita
1
29
Padasuka
urban
SMA
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
25 24 25 22 30 19 25 21 20 23 22
Padasuka Padasuka Padasuka Padasuka Padasuka Pasir Jambu Pasir Jambu Pasir Jambu Pasir Jambu Pasir Jambu Pasir Jambu
urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban
SLTP SD SMA SMA SD SD PT (S1) SD SMA SLTP SMA
13
23
Pabuaran
urban
PT (S1)
14 15
28 27
Pabuaran Pabuaran
urban urban
SMA SMA
16
23
Pabuaran
urban
PT (S1)
17
22
Pabuaran
urban
SMA
18
23
Pabuaran
urban
SMA
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
19 21 21 22 23 23 19 21 24 25 22 23 20 20 21 17 23 21 21 19
Parung Panjang Parung Panjang Parung Panjang Parung Panjang Parung Panjang Parung Panjang Citayam Citayam Citayam Citayam Citayam Citayam Babakan Sadeng Babakan Sadeng Babakan Sadeng Babakan Sadeng Babakan Sadeng Babakan Sadeng Pasir Angin Pasir Angin
urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban urban
SD SMA SMA SLTP SLTP SLTP SD SLTP SMA SD SLTP SMA SD SD SLTP SD SLTP SD SD SMA
39
22
Pasir Angin
urban
SMA
40
21
Pasir Angin
urban
SD
Mata Pencaharian Wanita Penjahit Butik Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Pabrik Guru TK Tidak Bekerja Buruh Pabrik Buruh Pabrik Buruh Pabrik Pegawai Swasta Buruh Wiraswasta Karyawan Swasta Karyawan Swasta Karyawan Swasta Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Pabrik Buruh Jahit Buruh Pabrik Perawat Babysitter Tidak Bekerja SPG Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Tidak Bekerja Buruh Tidak Bekerja Buruh Pabrik Tidak Bekerja Karyawan Swasta Karyawan Swasta
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Pendapatan Orang Tua Wanita (Rupiah) 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500001 < 1000000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 0 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000
41 42 43 44
Usia Kawin Pertama Wanita (tahun) 17 18 18 19
45
23
Kopo
urban
SMA
46 47 48 49 50
22 24 21 15 21
Kopo Kopo Kopo Sukaraja Sukaraja
urban urban urban urban urban
SMA SMA SLTP SD SMA
Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Karyawan Mini Market Buruh Tidak Bekerja Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja
51
19
Sukaraja
urban
SD
Tidak Bekerja
0
52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
26 20 24 19 22 21 19 19 24 21 21
Sukaraja Sukaraja Sukaraja Sukamaju Sukamaju Sukamaju Sukamaju Sukamaju Sukamaju Bojong Bojong
urban urban urban urban urban urban urban urban urban sub-urban sub-urban
21
Bojong
sub-urban
64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
19 24 20 19 22 18 17 21 21 17 19 30 25 37 24 16 21 25
Bojong Bojong Bojong Gobang Gobang Gobang Gobang Gobang Gobang Cipenjo Cipenjo Cipenjo Cipenjo Cipenjo Cipenjo Sukanegara Sukanegara Sukanegara
sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban
82
18
Sukanegara
sub-urban
SLTP
83 84 85 86
25 22 23 28
Sukanegara Sukanegara Cimanggis Cimanggis
sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban
SD SD SD SMA
Tidak Bekerja Tidak Bekerja Karyawati Karyawati Karyawati Karyawati Karyawati Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Karyawan Swasta Wiraswasta Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Buruh Pabrik Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Buruh Buruh Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Karyawan PT Pegawai Swasta Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Pabrik Tidak Bekerja
< 1000000 < 1000000 < 1000000 0 1000000 - 2500000 0 0 0 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000
63
SMA SLTP SMA SMA SMA SMA SMA SLTP SD SD SMA Tidak Tamat SD SLTP SMA SMA SMA SMA SLTP SD SD SLTP SD SD SMA SMA SMA SMA SLTP SD SMA
Nomor Responden Wanita Menikah
Desa/Kelurahan
Struktur Wilayah
Pendidikan Wanita
Pasir Angin Pasir Angin Kopo Kopo
urban urban urban urban
SLTP SLTP SLTP SLTP
Mata Pencaharian Wanita
Pendapatan Orang Tua Wanita (Rupiah) 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000
1000000 - 2500000 1000000 - 2500001 1000000 - 2500000 0 < 1000000
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
1000000 - 2500000
0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 2500000 - 5000000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 1000000 - 2500000 0 0 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000
87 88 89 90 91 92
Usia Kawin Pertama Wanita (tahun) 17 21 19 21 28 18
93
21
Sukaharja
sub-urban
SD
94 95 96 97 98 99 100 101
18 21 19 19 25 23 19 22
Sukaharja Sukaharja Sukaharja Tugu Utara Tugu Utara Tugu Utara Tugu Utara Tugu Utara
sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban
SD SLTP SMA SD SMA SLTP SMA SMA
102
21
Tugu Utara
sub-urban
SMA
103 104
22 18
Rawa Kalong Rawa Kalong
sub-urban sub-urban
SLTP SMA
105
21
Rawa Kalong
sub-urban
SMA
106
18
Rawa Kalong
sub-urban
SD
107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
16 23 18 20 18 19 16 21 18 19 21 20 16 22
Rawa Kalong Rawa Kalong Sukaluyu Sukaluyu Sukaluyu Sukaluyu Sukaluyu Sukaluyu Antajaya Antajaya Antajaya Antajaya Antajaya Antajaya
sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban
SLTP SMA SD SMA SD SLTP SD SD SLTP SD SMA SMA SD SMA
121
20
Curug
rural
SMA
122 123
21 21
Curug Curug
rural rural
SD SLTP
124
17
Curug
rural
SLTP
125
15
Curug
rural
SD
126
21
Curug
rural
SLTP
127
14
Purasari
rural
SD
128
19
Purasari
rural
SD
Nomor Responden Wanita Menikah
Desa/Kelurahan
Struktur Wilayah
Pendidikan Wanita
Cimanggis Cimanggis Cimanggis Cimanggis Sukaharja Sukaharja
sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban sub-urban
SMA SLTP PT (D1) SMA SMA SLTP
Mata Pencaharian Wanita
Pendapatan Orang Tua Wanita (Rupiah)
Tidak Bekerja Guru TK Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Pabrik Tidak Bekerja Karyawan Toko Tas Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Wiraswasta Karyawan Swasta Cashier Buruh Pabrik Buruh Konveksi Karyawati Flexi Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Buruh Buruh Tidak Bekerja Buruh Buruh Tani/Kebun Buruh Buruh Operator Tagihan Listrik Tidak Bekerja Buruh Tani/Kebun Tidak Bekerja Buruh Tani/Kebun
1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 1000000 - 2500000 0
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
0 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000001 < 1000000 0 < 1000000 0 1000000 - 2500000 0 < 1000000 0 0 0 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 0 < 1000000 1000000 - 2500000 < 1000000 0
Nomor Responden Wanita Menikah
Usia Kawin Pertama Wanita (tahun)
Desa/Kelurahan
Struktur Wilayah
Pendidikan Wanita
129
21
Purasari
rural
SD
130 131 132
19 15 17
Purasari Purasari Purasari
rural rural rural
SMA SD SMA
133
21
Kuta Mekar
rural
SD
134
20
Kuta Mekar
rural
SD
135
22
Kuta Mekar
rural
SD
136 137 138 139 140 141 142 143
17 20 21 17 20 21 21 19
Kuta Mekar Kuta Mekar Kuta Mekar Bojong Murni Bojong Murni Bojong Murni Bojong Murni Bojong Murni
rural rural rural rural rural rural rural rural
SLTP SD SMA SLTP SD SMA SMA SD
144
19
Bojong Murni
rural
SMA
145 146 147 148
17 15 18 17
Warga Jaya Warga Jaya Warga Jaya Warga Jaya
rural rural rural rural
SD SD SD SD
149
21
Warga Jaya
rural
SLTP
150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166
18 18 23 16 17 19 17 20 21 25 23 20 19 22 15 18 20
Warga Jaya Banyu Asih Banyu Asih Banyu Asih Banyu Asih Banyu Asih Banyu Asih Kalong I Kalong I Kalong I Kalong I Kalong I Kalong I Situ Udik Situ Udik Situ Udik Situ Udik
rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural rural
SD SD SD SLTP SD SLTP SD SD SD SMA SMA SD SLTP SD SD SLTP SD
167
19
Situ Udik
rural
SD
168 169
18 19
Situ Udik Hambalang
rural rural
SD SD
170
20
Hambalang
rural
SD
171
17
Hambalang
rural
SD
Mata Pencaharian Wanita Buruh Tani/Kebun Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Pabrik Buruh Tani/Kebun Buruh Buruh Tani/Kebun Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Wiraswasta PRT PRT Buruh Pabrik Buruh Pabrik Karyawan toko Tidak Bekerja Pramusaji Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Tani/Kebun Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Wiraswasta Buruh Pabrik Buruh Tidak Bekerja Buruh Buruh Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Buruh Tani/Kebun Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh Tani/Kebun Tidak Bekerja
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Pendapatan Orang Tua Wanita (Rupiah) 1000000 - 2500000 < 1000000 0 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 0 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 < 1000000 0 1000000 - 2500000 0 0 < 1000000 1000000 - 2500000 < 1000000
Nomor Responden Wanita Menikah
Usia Kawin Pertama Wanita (tahun)
Desa/Kelurahan
Struktur Wilayah
Pendidikan Wanita
172
21
Hambalang
rural
SD
173 174 175 176 177 178 179 180
19 22 20 16 24 19 18 20
Hambalang Hambalang Singasari Singasari Singasari Singasari Singasari Singasari
rural rural rural rural rural rural rural rural
SD SMA SMA SD SMA SLTP SLTP SMA
Mata Pencaharian Wanita Buruh Tani/Kebun Tidak Bekerja Buruh Buruh Tidak Bekerja Buruh Tidak Bekerja Tidak Bekerja Buruh
[Sumber: Pengolahan Data Survei Lapang,2011]
Usia perkawinan..., Dini Risya, FMIPA UI, 2011
Pendapatan Orang Tua Wanita (Rupiah) < 1000000 < 1000000 < 1000000 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000 1000000 - 2500000 0 1000000 - 2500000