i
1019/FT.01/SKRIP/07/2011
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VOLUME VOID TERHADAP KEKUATAN HOLLOW-CORE SLAB NON PRATEGANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
KRISNA ADI SURYA SAGALA 0706266355
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2011
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
ii
1019/FT.01/SKRIP/07/2011
UNIVERSITY OF INDONESIA
EXPERIMETAL STUDIES OF THE EFFECT OF VOID VOLUME TO THE STRENGTH OF NON-PRESTRESSED HOLLOW-CORE SLAB
FINAL PROJECT
Submitted as a partial fulfillment of the requirement for the degree of Bachelor of Engineering
KRISNA ADI SURYA SAGALA 0706266355
FACULTY OF ENGINEERING CIVIL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPOK JUNE 2011
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Krisna Adi Surya Sagala
NPM
: 0706266355
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Juni 2011
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
iv
BAB 4PAGE OF ORIGINALITY PRONOUNCEMENT
I declare that this undergraduate thesis is the result of my own research, and all of the references either quoted or cited here have been stated clearly.
Name
: Krisna Adi Surya Sagala
NPM
: 0706226355
Signature
:
Date
: June, 21th 2011
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh: Nama
: Krisna Adi Surya Sagala
NPM
: 0706266355
Program Studi : Teknik Sipil Judul Skripsi
: Studi Eksperimental Pengaruh Volume Void Terhadap Kekuatan Hollow-Core Slab Non-Prategang
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr.-Ing. Ir. Josia Irwan Rastandi
(
.)
Pembimbing : Mulia Orientilize, M.Eng
(
)
Penguji
: Dr. Ir. Elly Tjahjono, DEA
(
)
Penguji
: Ir. Madsuri, MT
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 21 Juni 2011
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
vi
STATEMENT OF LEGITIMATION
This final report is submitted by : Name
: Krisna Adi Surya Sagala
Student Number
: 0706266355
Study Program
: Civil Engineering
Thesis Title
: Experimental Studies of The Effect of Void Volume to The Stregth of Non-Prestressed HollowCore Slab
Has been successfully defended before the Council of Examiners and was accepted as part of the requirements necessary to obtain a Bachelor of Engineering degree in Civil Engineering Study Program, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia
BOARD OF EXAMINERS Adviser
: Dr-Ing. Josia I. Rastandi, ST., MT.
(
)
Adviser
: Mulia Orientilize, ST., M.Eng.
(
)
Examiner
: Dr. Ir. Elly Tjahyono, DEA.
(
)
Examiner
: Ir. Madsuri, MT.
(
)
Defined in
: Depok
Date
: June 21, 2011
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerahnya saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak sangat sulit bagi saya untuk terus maju hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Josia I. Rastandi dan ibu Mulia Orientilize selaku pembimbing yang senantiasa membimbing serta membantu saya selama penelitian ini dilaksanakan; 2. Abimantrana, Marsha Niken, Dimas Boli, dan Heru sebagai teman seperjuangan suka duka dalam menjalankan penelitian ini; 3. Orang tua, kakak, serta adik saya yang telah memberi dukungan moral serta materi; 4. Laboran Lab. Bahan dan Material DTS FTUI , khususnya Pak Pri yang selalu ada untuk membantu melakukan pengecoran maupun pengujian sampel; 5. Teman-teman Sipil-Lingkungan UI yang turut membantu dalam melakukan persiapan “bottle nite party” maupun penbacaan dial, Mahi “culun”, Indra “gepeng”, Rekto, Dapot, Mario, Pujas “Dopong”, Ryan, Ardo, Rizki, Eric, Rais, Gregory, Rifa “pecong”, Rino, Try, Muliadi, Widya, Dian, dan kawankawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu (penulis lupa siapa lagi yang bantuin); 6. Teman-teman Sipil-Lingkungan UI angkatan 2007 yang selalu memberi semangat; 7. Revana Octiviani yang senantiasa menyemangati saya dari awal penelitian hingga penulisan skripsi ini berakhir. Akhir kata, saya berharap dan berdoa agar kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberkati semua pihak yang turut memberi dukungan kepada saya. Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun saya berharap semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan menambah wawasan bagi yang membaca. Depok, 1 Juli 2011
Krisna Adi Surya Sagala
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Krisna Adi Surya Sagala
NPM
: 0706266355
Program Studi : Teknik Sipil/Struktur Departemen
: Teknik Sipil
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non –exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VOLUME VOID TERHADAP KEKUATAN HOLLOW-CORE SLAB NON-PRATEGANG
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Tanggal : 16 Juni 2011
(Krisna Adi Surya Sagala)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................
v
KATA PENGANTAR ................................................................................................
vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............................
viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
xvi
ABSTRAK ...................................................................................................................
xvii
BAB1 PENDAHULUAN ............................................................................................
1
1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN ..............................................
1
1.2 PERUMUSAN MASALAH .......................................................................
4
1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................
5
1.4 HIPOTESA AWAL ....................................................................................
5
1.5 PEMBATASAN MASALAH ....................................................................
5
1.6 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................
6
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN ..................................................................
9
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................................
11
2.1.PENGENALAN BETON BERTULANG ..................................................
11
2.1.1 Beton .................................................................................................
11
2.1.2 Baja Tulangan ...................................................................................
19
2.1.3 Beton Bertulang ................................................................................
21
2.2 PELAT BETON BERTULANG ................................................................
24
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
x
2.2.1 Klasifikasi Pelat Beton Bertulang.....................................................
24
2.2.2 Perancangan Pelat Satu Arah ............................................................
29
2.3 INOVASI TEKNOLOGI PELAT BETON BERTULANG .......................
34
2.3.1 Pre-Stressed Hollow-Core Slab .......................................................
35
2.3.2 Bubble-Deck System .........................................................................
37
BAB 3 METODE PENELITIAN ..............................................................................
39
3.1 METODE PENELITIAN ...........................................................................
39
3.1.1 Alur Penelitian ..................................................................................
39
3.1.2 Waktu Pelaksanaan ...........................................................................
42
3.2 PERSIAPAN PENELITIAN ......................................................................
42
3.2.1 Spesifikasi Material ..........................................................................
42
3.2.2 Spesifikasi Benda Uji .......................................................................
43
3.2.3 Pembuatan Benda Uji .......................................................................
43
3.3 METODE PENGUJIAN.............................................................................
45
3.3.1 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton ....................................
45
3.3.2 Pengujian Slump Beton ....................................................................
47
3.3.3 Pengujian Kuat Tekan Beton ............................................................
48
3.3.4 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan ...............................................
50
3.3.5 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton ...................................................
51
3.3.6 Penguian Kuat Geser Beton ..............................................................
52
3.3.5 Third-Point Loading .........................................................................
53
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS ...................................................
56
4.1 PENDAHULUAN ......................................................................................
56
4.1.1 Pengecoran .......................................................................................
56
4.1.2 Benda Uji ..........................................................................................
57
4.2 DATA HASIL PENGUJIAN MATERIAL...............................................
58
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xi
4.2.1 Uji Kuat Tekan (Compressive Test) .................................................
58
4.2.2 Uji Kuat Tarik Belah (Splitting Tensile Test) ...................................
59
4.2.3 Uji Kuat Geser (Shear Test) .............................................................
60
4.2.4 Uji Kuat Lentur (Modulus of Rupture Test) .....................................
61
4.3 DATA HASIL PENGUJIAN THIRD-POINT LOADING PELAT ............
62
4.3.1 Hasil Loading Test Pelat Solid (Benchmark) ...................................
63
4.3.2 Hasil Loading Test Pelat HCS 4 Void (19% Volume Void) ............
64
4.3.3 Hasil Loading Test Pelat HCS 5 Void (24 % Volume Void) ...........
71
4.4 ANALISIS POLA KERUNTUHAN ..........................................................
76
4.4.1 Pola Keruntuhan Benda Uji ..............................................................
77
4.4.2 Pengaruh Volume Void Terhadap Pola Keruntuhan ........................
83
4.5 ANALISIS GRAFIK BEBAN-LENDUTAN DAN MOMEN-ROTASI...
88
4.5.1 Pelat Solid (Benchmark) ...................................................................
88
4.5.2 Pelat HCS 4 Void (19 % Volume Void) ..........................................
91
4.5.3 Pelat HCS 5 Void (24 % Volume Void) ..........................................
94
4.5.4 Pengaruh Volume Void Terhadap Beban-Lendutan dan Momen-Rotasi ..................................................................................
97
4.6 ANALISIS KEKUATAN TEORITIS .......................................................
103
4.6.1 Analisis Kekuatan Lentur.................................................................
103
4.6.2 Analisis Kekuatan Geser ..................................................................
108
BAB 5 PENUTUP .......................................................................................................
112
5.1 KESIMPULAN ..........................................................................................
112
5.2 SARAN .......................................................................................................
113
DAFTAR REFERENSI .............................................................................................
114
LAMPIRAN ................................................................................................................
116
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Diagram Alir Metodologi Penelitian................................................
8
Gambar 2.1
Kurva Tegangan Regangan Kuat Tekan Beton................................
16
Gambar 2.2
Grafik Pengaruh Faktor Air Semen Terhadap Kekuatan Beton ......
17
Gambar 2.3
Kurva Tegangan-Regangan Tarik Beton .........................................
18
Gambar 2.4
Modulus elastisitas tangen dan sekan ..............................................
19
Gambar 2.5
Kurva Tegangan-Regangan Tarik Baja Tulangan ...........................
20
Gambar 2.6
Distribusi Tegangan Ekuivalen ........................................................
23
Gambar 2.7
Rasio Perbandingan Bentang Pelat ..................................................
25
Gambar 2.8
Koefisien Momen Untuk Pelat Satu Arah dan Balok Menerus .......
27
Gambar 2.9
Tabel Koefisien Momen Lentur Distribusi Amplop ........................
29
Gambar 2.10
Distribusi Tegangan Lentur dan Geser pad Penampang Pelat Beton ................................................................................................
36
Gambar 3.1
Diagram Alir Metode Penelitian dan Pengujian ..............................
40
Gambar 3.2
Pembuatan Benda Uji.......................................................................
44
Gambar 3.3
Alat Kerucut Abrams .......................................................................
47
Gambar 3.4
Alat Kuat Tarik Belah ......................................................................
52
Gambar 3.5
Benda Uji Kuat Geser ......................................................................
53
Gambar 3.6
Alat Third-Point Loading ................................................................
54
Gambar 4.1
Dimensi Benda Uji ...........................................................................
57
Gambar 4.2
Foto Hasil Pengujian Compressive Test ..........................................
59
Gambar 4.3
Foto Hasil Pengujian Splitting Tensile Test ....................................
60
Gambar 4.4
Foto Hasil Pengujian ShearTest .......................................................
61
Gambar 4.5
Foto Hasil Pengujian MoR ...............................................................
62
Gambar 4.6
Skema Pembebanan Loading Frame dan Posisi Dial.......................
63
Gambar 4.7
Grafik Beban Lendutan BM 1dial 3, 4, 5 .........................................
64
Gambar 4.8
Grafik Beban Lendutan Rata-Rata BM 1dial 3, 4, 5. .......................
64
Gambar 4.9
Grafik Momen-Rotasi BM 1dial 1dan 7 ..........................................
64
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xiii
Gambar 4.10
Grafik Beban-Lendutan BM II dial 3, 4 dan 5 ................................
65
Gambar 4.11
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata BM II dial 3, 4 dan 5 ................
65
Gambar 4.12
Grafik Momen-Rotasi BM II Dial 1 dan 7 .......................................
66
Gambar 4.13
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata BM II Dial 1 dan 7 ......................
66
Gambar 4.14
Grafik Beban-Lendutan 4 Void I dial 3, 4 dan 5 ...........................
67
Gambar 4.15
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void I dial 3, 4 dan 5...........
67
Gambar 4.16
Grafik Momen-Rotasi 4 Void I Dial 1 dan 7 ...................................
67
Gamabr 4.17
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void I Dial 1 dan 7 .................
68
Gambar 4.18
Grafik Beban-Lendutan 4 Void II dial 3, 4 dan 5 ..........................
68
Gambar 4.19
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void II dial 3, 4 dan 5 .........
69
Gambar 4.20
Grafik Momen-Rotasi 4 Void II Dial 1 dan 7 .................................
69
Gambar 4.21
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void II Dial 1 dan 7 .................
69
Gambar 4.22
Grafik Beban-Lendutan 4 Void III dial 3, 4 dan 5 .........................
70
Gambar 4.23
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void III dial 3, 4 dan 5 ........
70
Gambar 4.24
Grafik Momen-Rotasi 4 Void III Dial 1 dan 7.................................
71
Gamabr 4.25
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void III Dial 1 dan 7................
71
Gambar 4.26
Grafik Beban-Lendutan 5 Void I dial 3, 4 dan 5 ...........................
72
Gambar 4.27
Grafik Beban-Lendutan Rata –Rata 5 Void I dial 3, 4 dan 5 .........
72
Gambar 4.28
Grafik Momen-Rotasi 5 Void I Dial 1 dan 7 ...................................
72
Gambar 4.29
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 5 Void I Dial 1 dan 7 ..................
73
Gambar 4.30
Grafik Beban-Lendutan 5 Void II dial 3, 4 dan 5 ..........................
73
Gambar 4.31
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 5 Void II dial 3, 4 dan 5 .........
74
Gambar 4.32
Grafik Momen-Rotasi 5 Void II Dial 1 dan 7 ..................................
74
Gambar 4.33
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 5 Void II Dial 1 dan 7 .................
74
Gamabr 4.34
Grafik Beban-Lendutan 5 Void III dial 3, 4 dan 5 .........................
75
Gambar 4.35
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 5 Void III dial 3, 4 dan 5 ........
75
Gambar 4.36
Grafik Momen-Rotasi 5 Void III Dial 1 dan 7.................................
76
Gambar 4.37
Grafik Momen-Rotasi Rata – Rata 5 VoidI II Dial 1 dan 7 .............
76
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xiv
Gambar 4.38
Skema Daerah Lentur Murni dan Daerah Kombinasi Lentur dan Geser..........................................................................................
77
Gambar 4.39
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat BM I ...................................
78
Gambar 4.40
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat BM II .................................
78
Gambar 4.41
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 4 Void I ..............................
80
Gamabr 4.42
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 4 Void II.............................
81
Gambar 4.43
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 4 Void III ...........................
81
Gambar 4.44
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 5 Void I ..............................
83
Gambar 4.45
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 5 Void II.............................
83
Gambar 4.46
Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 5 Void III ...........................
83
Gambar 4.47
Perbandingan Pola Retak dan Keruntuhan Pelat..............................
87
Gambar 4.48
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata Benchmark ...............................
88
Gambar 4.49
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata Benchmark ..................................
89
Gamabr 4.50
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void.......................................
92
Gambar 4.51
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void .........................................
92
Gambar 4.52
Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 5 Void.......................................
95
Gambar 4.53
Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 5 Void .........................................
95
Gambar 4.54
Grafik Beban-Lendutan sampel pelat 4 Void dan BM ....................
98
Gambar 4.55
Grafik Beban-Lendutan sampel pelat 5 Void dan BM ...................
99
Gambar 4.56
Grafik Beban-Lendutan sampel pelat 4 Void, 5 Void dan BM .......
99
Gambar 4.57
Grafik Momen-Rotasi sampel pelat 4 Void dan BM .......................
101
Gamabr 4.58
Grafik Momen-Rotasi sampel pelat 5 Void dan BM .......................
101
Gambar 4.59
Grafik Momen-Rotasi sampel pelat 4 Void, 5 Void dan BM ..........
102
Gambar 4.60
Distribusi Tegangan Lentur Pelat ....................................................
103
Gambar 4.61
Distribusi Tegangan Geser Pelat ......................................................
109
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Faktor Reduksi Kekuatan pada struktur beton .................................
30
Tabel 2.2
Tebal Minimum Pelat Satu Arah .....................................................
32
Tabel 3.1
Barchart Pelaksanaan Penelitian ......................................................
42
Tabel 3.2
Spesifikasi Benda Uji .......................................................................
43
Tabel 4.1
Data Umum Benda Uji .....................................................................
57
Tabel 4.2
Hasil Uji Kuat Tekan .......................................................................
58
Tabel 4.3
Hasil Uji Kuat Tarik Belah ..............................................................
59
Tabel 4.4
Hasil Uji Kuat Geser ........................................................................
60
Tabel 4.5
Hasil Uji Kuat Lentur .......................................................................
61
Tabel 4.6
Data retak awal pelat solid (Benchmark II) .....................................
90
Tabel 4.7
Data kelelehan pelat solid (Benchmark II) .....................................
90
Tabel 4.8
Data keruntuhan pelat solid (Benchmark II) ....................................
91
Tabel 4.9
Data retak awal HCS 4 Void ............................................................
93
Tabel 4.10
Data kelelehan HCS 4 Void .............................................................
93
Tabel 4.11
Data keruntuhan HCS 4 Void .........................................................
94
Tabel 4.12
Data retak awal HCS 5 Void ............................................................
96
Tabel 4.13
Data kelelehan HCS 5 Void ............................................................
97
Tabel 4.14
Data keruntuhan HCS 5 Void .........................................................
97
Tabel 4.15
Perbandingan Pu Teori dengan Pu Eksperimen ...............................
106
Tabel 4.16
Perbandingan Vu Teori dengan Vu Eksperimen..............................
111
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton ................................... 117
Lampiran 2
Hasil Pengujian Kuat Tarik Beton .................................... 118
Lampiran 3
Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton .................................. 119
Lampiran 4
Pembacaan Dial Pelat Benchmark I.................................. 120
Lampiran 5
Pembacaan Dial Pelat Benchmark II ................................ 121
Lampiran 6
Pembacaan Dial Pelat 4 Void I ......................................... 122
Lampiran 7
Pembacaan Dial Pelat 4 Void II ........................................ 123
Lampiran 8
Pembacaan Dial Pelat 4 Void III ...................................... 124
Lampiran 9
Pembacaan Dial Pelat 5 Void I ......................................... 125
Lampiran 10 Pembacaan Dial Pelat 5 Void II ........................................ 126 Lampiran 11 Pembacaan Dial Pelat 5 Void III ...................................... 127 Lampiran 12 Grafik Pelat Benchmark I ................................................. 128 Lampiran 13 Grafik Pelat Benchmark II ................................................ 129 Lampiran 14 Grafik Pelat 4 Void I ......................................................... 130 Lampiran 15 Grafik Pelat 4 Void II ....................................................... 131 Lampiran 16 Grafik Pelat 4 Void III ...................................................... 132 Lampiran 17 Grafik Pelat 5 Void I ......................................................... 133 Lampiran 18 Grafik Pelat 5 Void II ....................................................... 134 Lampiran 19 Grafik Pelat 5 Void III ...................................................... 135
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xvii
ABSTRAK
Nama
: Krisna Adi Surya Sagala
Program Studi
: Teknik Sipil
Judul
: Studi Eksperimental Pengaruh Volume Void Terhadap Kekuatan Hollow- Core Slab Non-Prategang
Skripsi ini membahas penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh persentase volume void terhadap perilaku dan kapasitas lentur dari pelat Hollow-Core Slab (HCS) yang menggunakan limbah botol PET sebagai pembuat lubang. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan benda uji berdimensi 1750 x 600 x 150 mm3 yang dicor setempat (cast in-site). Pada penelitian ini dilakukan pengujian pembebanan empat titik sehingga didapatkan perbandingan perilaku antara pelat beton bertulang biasa dengan pelat beton HCS. Analisis dilakukan dengan membandingkan grafik beban- lendutan, dan grafik momenrotasi yang terjadi, selain itu pola retak dan keruntuhan yang terjadi pada benda uji juga dianalisis secara visual, dan terakhir peninjauan mengenai perbandingan kapasitas ultimit secara teoritis dan eksperimental. Penelitian ini memberikan inovasi mengenai pelat HCS yang dicor setempat dengan kapasitas yang tidak jauh dibandingkan dengan pelat beton bertulang biasa sehingga dapat digunakan untuk mengurangi efek gaya gempa yang diterima struktur dan turut menyumbangkan teknologi yang ramah lingkungan. Kata kunci: Hollow-Core Slab, HCS, Pembebanan Empat Titik, pelat beton bertulang, limbah botol PET, pola retak, kapasitas lentur
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
xviii
ABSTRACT
Name
: Krisna Adi Surya Sagala
Study Program
: Cuvil Engineering / Stucture
Judul
: Experimental Study of The Effect of Void Volume to The Strength of Non-Prestressed Hollow- Core Slab
The focus of this stdies is to analize the effect of the percentage of void volume to the flexural capacity and behavior of non-prestressed hollow-core slab (HCS) that uses waste PET bottle as a void. The research was carried out experimentally using 1750 x 600 x 150 mm3 test slab with cast in-site method. In this study thirdpoint loading test was used to compare the behavior of solid reinforced concrete slab and hollow-core slab. The research continued by comparing the loaddeflection and moment-rotation graphs, and visually observing the crack patern and failure mode that occurs on a test slab. Final review of the ultimate capacity ratio theoretically and experimentally was also compared to summarize the effect of the void volume on hollow-core slab. This research provides an innovation on the cast in-site non-prestressed hollowcore slab with a capacity that doesn’t significantly different compared to ordinary reinforced concrete slab so it can be used to reduce the effects of earthquake forces received by the structure and also contributed an environmentally green technologies.
Keywords: Hollow-core slab, third-point load, reinforce concrete, PET bottle wastes, crack, failure mode, flexural capacity
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Industri konstruksi merupakan salah satu tulang punggung ekonomi suatu negara. Kemajuan sektor konstruksi pada suatu negara mengidentifikasikan level kesejahteraan dari negara tersebut. Hal ini terjadi karena sektor konstruksi menunjang perkembangan infrastruktur dan sarana di dalam wilayah suatu negara. Produk yang dihasilkan berupa suatu bangunan dan juga bentuk fisik lainnya yang berfungsi memfasilitasi individu maupun masyarakat sehingga hal ini menjadikan industri konstruksi suatu sektor terpenting yang secara tidak langsung menunjang sektor-sektor lainnya dalam mendefinisikan proses pembangunan nasional negara. Pembangunan infrastruktur memungkinkan peningkatan mobilitas masyarakat dan niaga; prasarana sanitasi; kesehatan dan pendidikan serta fungsi-fungsi sosial lainnya juga menjadi lebih baik Pada negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, industri konstruksi masih belum memperoleh pencapaian yang optimal. Berbagai masalah dari aspek legal, aspek ekonomi, hingga aspek teknis masih banyak bermunculan selama proses konstruksi berlangsung. Mengingat sumbangan sektor konstruksi nasional terhadap PDB yang mencapai 8 % pada tahun 1997 dan sempat mengalami kemerosotan sekitar 6 % pada tahun 2002 setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, dan hingga pada tahun 2005 tercatat kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB kembali meningkat hingga level 6,35 % dari seluruh pendapatan negara1) maka perlu dilakukan pengkajian terhadap kemajuan dari sektor konstruksi itu sendiri. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan inovasi dalam penyelenggaran industri konstruksi di Indonesia. Inovasi yang dapat dilakukan dalam industri konstruksi tentunya sangatlah beragam. Beberapa aspek yang dapat ditingkatkan pada industri konstruksi diantaranya adalah aspek manajemen, aspek arsitektural, hingga termasuk aspek _______________________ 1)
Bimo W. Soemardi. Peningkatan Daya Saing Industri Konstruksi. 2008
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
2
struktural. Akan tetapi satu hal yang menjadi kunci dari penghematan biaya dan peningkatan
kualitas
dari produksi industri konstruksi adalah aspek
strukturalnya. Aspek struktural merupakan fisik dari pekerjaan konstruksi sendiri, oleh karena itu dengan melakukan inovasi pada aspek tersebut sama dengan melakukan inovasi secara fisik sehingga hasil dari inovasi yang dilakukan dapat diimplementasikan terhadap hampir seluruh proyek konstruksi di berbagai wilayah. Aspek struktural dari konstruksi sendiri adalah komponen-komponen struktur dari bangunan seperti kolom, dinding geser, balok, dan juga pelat. Oleh karena itu melakukan inovasi dalam aspek struktural artinya adalah dengan melakukan perubahan ataupun penambahan kualitas ke arah yang lebih baik dari komponen-komponen struktural tersebut. Di negara Indonesia yang merupakan negara berkembang, konstruksi beton masih menjadi pilihan utama untuk pembangunan. Konstruksi beton memiliki beberapa kelebihan dan juga beberapa keuntungan dibandingkan konstruksi baja ataupun konstruksi komposit. Kelebihan dari konstruksi beton di Indonesia adalah kemudahan mendapatkan material pembentuk beton tersebut. Berbeda dengan konstruksi baja yang menggunakan material yang tidak mudah didapatkan sehingga menyebabkan biaya yang lebih tinggi dibanding dengan konstruksi beton. Indonesia yang memiliki banyak produsen semen serta pertambangan pasir dan batuan menjadikan bangunan beton memiliki harga yang lebih murah. Walau begitu, konstruksi beton memiliki kekurangan dari konstruksi baja diantaranya adalah kemudahan instalasinya. Hal-hal diataslah yang menjadikan konstruksi beton lebih diminati di negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, dengan melakukan inovasi pada satu atau lebih komponen struktural bangunan beton, penghematan maupun penambahan kualitas dari bangunan beton tersebut akan turut meningkat. Pada akhirnya apabila inovasi tersebut dapat diaplikasikan pada seluruh bangunan beton di Indonesia, hal tersebut dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari industri konstruksi yang kerap berhubungan dengan tujuan pembangunan nasional negara. Inovasi teknologi beton yang sedang banyak berkembang di manca negara saat ini diantaranya adalah teknologi beton prategang berlubang yang
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
3
diaplikasikan pada struktur pelat atau lebih dikenal dengan nama hollow core slab (HCS). Teknologi beton HCS ini merupakan salah satu terobosan yang telah diaplikasikan pada pelat-pelat lantai bangunan bertingkat, dinding-dinding gudang (warehouse), dinding-dinding pengaman (security walls), hingga dinding penahan tanah (retaining walls) dan dinding-dinding pada waduk (reservoir). Dalam aplikasinya pada industri konstruksi nantinya dengan menggunakan beton HCS daripada beton bertulangan konvensional dapat memberikan keuntungan diantaranya mempercepat waktu pengerjaaan, volume beton yang lebih kecil, serta tenaga kerja yang lebih sedikit sehingga dapat menekan biaya konstruksi sebesar 10% sampai 30% dari biasanya2). Penelitian mengenai HCS telah menjadi sorotan beberapa dekade terakhir sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Beberapa penelitian yang dilakukan di mancanegara menunjukkan bahwa daerah tengah dari ketebalan pelat beton tidak menyumbangkan ketahanan lentur yang signifikan dan dari sanalah berkembang ide mengenai pembuatan beton HCS. Ide dasar tentang pembuatan HCS ini berawal dari teori elastis tengangan lentur, dimana diketahui bahwa tegangan maksimum ditahan oleh sisi terluar penampang sedangkan bagian tengah penampang hanya menahan sebagian kecil dari tegangan. Perkembangan HCS untuk selanjutnya adalah dengan menambahkan teknologi prategang pada HCS yang meningkatkan kekuatan dari beton struktur pelat sendiri. Penambahan teknologi prategang tersebut walaupun memiliki keuntungan menambah kekuatan pelat akan tetapi mengakibatkan pelat HCS di produksi di pabrik dan menjadi produk pelat precast. Hal ini mengakibatkan lonjakan harga jual dari pelat HCS tersebut. Harga yang relatif mahal ini menjadikan HCS kurang praktis dan tidak menguntungkan penggunaannya pada struktur bangunan tidak tinggi (non-highrise building). Oleh karena itu apabila dapat dibuat suatu metode pengecoran in-situ bagi HCS ini, diharapkan harga jual produk HCS dapat lebih terjangkau dan dapat diaplikasikan pada berbagai macam bentuk struktur. Metode pengecoran in-situ dari HCS sangat mungkin dapat dilakukan apabila tanpa menggunakan teknologi prategang. Dengan memanfaatkan botol-botol plastik air mineral kosong (limbah Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
4
PET) yang ada dipasaran, daerah void dapat diciptakan. Selain itu, dari studi literatur menunjukkan bahwa cacahan limbah plastik air mineral (limbah PET) pada campuran beton dapat meningkatkan kekuatan geser beton. Kesimpulan ini didapat dari penelitian yang dilakukan di Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia yang menemukan bahwa penambahan cacahan limbah plastik dari botol air mineral sebagai campuran agregat pada beton mampu meningkatkan kekuatan geser dari beton hingga hampir 40%. Akan tetapi kemampuan beton HCS yang diproduksi tanpa teknologi prategang ini masih belum diketahui. Tanpa adanya prategang pada HCS, menjadikan pelat HCS seperti pelat biasa yang memiliki pengurangan volume pada daerah tengahnya (daerah void). Kekuatan dari pelat yang memiliki daerah void ini diduga akan lebih rendah daripada pelat biasa maupun pelat HCS prategang sehingga untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang tersebutlah pada penelitian kali ini penulis akan meneliti mengenai pengaruh volume daerah void pada beton HCS yang memanfaatkan botol-botol plastik air mineral pada kekuatan dari beton HCS nonprategang yang diproduksi secara pengecoran in-situ. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Permasalahan utama yang akan dipelajari dalam penelitian ini adalah : a.
Bagaimana perbandingan kekuatan lentur antara HCS beton yang dicor insitu, tanpa melibatkan proses prategang, dengan pelat beton solid yang berukuran sama?
b.
Apa pengaruh dari besarnya volume void beton HCS terhadap kapasitas lenturnya?
c.
Bagaimana perbandingan perilaku keruntuhan dan pola retak antara HCS bervolume void yang memanfaatkan 4 (empat) buah botol air mineral 1500 mL dengan HCS bervolume void yang memanfaatkan 5 (lima) buah botol air mineral 1500 mL?
_______________________ 2)
Raubenheirne. Mark. Prestressed Hollow-Core Slabs on Load Bearing Mansory. 2009 Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
5
d. Apakah pengaruh dari lubang (void) pada pelat terhadap gaya geser yang dialaminya? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh besarnya volume void beton HCS terhadap kekuatan lenturnya dan terhadap gaya geser yang dialaminya. Selain itu diharapkan dapat membandingkan kekuatan lentur ultimit dari pelat beton HCS dengan pelat beton bertulangan konvensional. Sehingga pada akhirnya didapatkan nilai persentase perbandingan kekuatan akibat besarnya volume void. 1.4 HIPOTESA AWAL Hipotesa awal penulis adalah sebagai berikut: a. Kekuatan antara HCS yang dibuat dengan pengecoran in-situ dan tanpa melibatkan proses prategang diduga akan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pelat beton tanpa lubang. b. HCS beton dengan memanfaatkan 4 (empat) baris botol air mineral 1500 mL sebagai volume void diduga akan memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan HCS beton dengan memanfaatkan 5 (lima) baris botol air mineral 1500 mL sebagai volume void. c. Volume void dari beton diduga akan mengurangi kapasitas ultimit geser dari HCS, akan tetapi tidak akan mempengaruhi perilakunya dalam menahan gaya geser. d. Pola retak yang terjadi diduga merupakan pola yang didominasi oleh retak lentur dan keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan lentur.
1.5 PEMBATASAN MASALAH Penelitian yang akan dilakukan dibatasi oleh obyek penelitian yang diangkat, mutu material yang digunakan, serta jenis pengujian yang dilakukan.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
6
1. Nilai properti material (kuat tekan beton, tegangan leleh baja tulangan, modulus elastisitas beton, dan modulus elastisitas baja) setiap sampel diasumsikan sama. 2. Campuran beton yang digunakan memiliki properti sebagai berikut: a.
Mutu beton
: K-300
b.
Slump
: 15 cm (+ 1 cm)
c.
Memiliki waktu setting yang lama (Dicampur dengan retarder)
3. Tulangan yang digunakan memiliki properti sebagai berikut: a.
Mutu
: U24
b.
Diameter
: 10 mm
4. Dimensi pelat yang diuji adalah 1750 mm x 600 mm x 150 mm 5. Rincian jumlah sampel yang digunakan adalah sebagai berikut: a.
2 sampel slab biasa (padat)
b.
3 sampel HCS dengan 4 baris lubang
c.
3 sampel HCS dengan 5 baris lubang
6. Pengujian dilakukan dengan sistem pembebanan Third Point Load menggunakan peralatan yang ada di Laboratorium Struktur dan Material Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 7. Limbah polyethylene terephthalate yang digunakan adalah limbah botol air mineral berukuran 1500 mL
1.6 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini dapat dilihat secara diagram alir seperti dapat dilihat pada Gambar 1.1 dengan penjelasan sebagai berikut: a. Menentukan dan merumuskan masalah yang diangkat sebagai objek penelitian; b. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan menjabarkan hipotesa awal; c. Melakukan studi kepustakaan dari literatur maupun referensi yang didalamnya terdapat teori-teori yang diperlukan untuk penelitian. Teoriteori tersebut antara lain adalah teori mengenai sifat mekanis material
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
7
beton dan struktur pelat beton konvensional serta teori mengenai HCS prategang. Semua teori yang diperoleh berasal dari buku, jurnal, artikel, maupun webpage internet; d. Menyusun metode pengujian dan analisis yang akan digunakan, menyesuaikan standar yang dipublikasikan di ASTM. Penyusunan metode termasuk prosedur seluruh tes yang dilakukan, alat serta bahan yang diperlukan; e. Mempersiapkan penelitian yang akan dilakukan, seperti pemesanan material beton dan bekisting; f. Merancang bekisting yang akan digunakan; g. Melakukan pengecoran seluruh sampel beton sesuai prosedur, dilanjutkan dengan curing selama 28 hari dengan menggunakan karung goni yang dibasahi untuk pelat dan perendaman untuk sampel uji material; h. Melakukan pengujian pembebanan empat titik pada pelat dan pengujian sampel material lainnya; i. Melakukan pengolahan data statistik untuk benda uji; j. Melakukan penarikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
8
METODE PENELITIAN
DASAR TEORI
PENDAHULUAN
Mulai
Teori sifat mekanis
Menentukan Pokok Permasalahan Menentukan tujuan penelitian
Teori sifat mekanis beton
ASTM, prosedur, alat
Studi kepustakaan
Teori HCS dan pelat
Menyusun metode pengujian dan analisis
Metode Analisis
Mempersiapan Penelitian
Pengecoran
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Curing
Pengujian sampel
Pengolahan data
Analisis
PENUTUP
Menarik kesimpulan
Selesai Gambar 1.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
9
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah pemahaman terhadap pembahasan penelitian yang dilakukan, maka penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang saling terintegrasi antar satu dengan yang lainnya dengan inti pembahasan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 akan menjelaskan tentang asal muasal penelitian ini mulai dari latar belakang pemilihan obyek penelitian, perumusan masalah yang disusun terhadap obyek penelitian, tujuan yang diharapkan dari penelitian, pembatasan masalah dari obyek yang diteliti, metode yang digunakan pada penelitian, hingga sistematika penulisan dari penelitian yang diangkat. BAB 2 DASAR TEORI Pada bab 2 ini akan lebih dibahas lebih mendalam mengenai landasan teori yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dasar teori dari penelitian ini terutama dari segi ilmu properti material beton, sifat mekanis dari material beton, teori yang berhubungan dengan HCS prategang, teori mengenai sifat mekanis dan karakteristik pelat beton, teori mengenai standar pengujian yang akan dilakukan, review dari jurnal maupun artikel yang berhubungan, serta teori lainnya yang dapat mendukung penelitian yang akan dilakukan. BAB 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian akan dibahas secara lebih mendalam pada bab yang ketiga ini. Pada bab ini akan dijabarkan dan digambarkan secara mendetail mengenai tahapan pegujian serta pengambilan dan pengolahan data yang akan dilakukan. Termasuk didalamnya adalah prosedur untuk pengujian untuk setiap jenis benda uji, alat dan bahan yang digunakan, setting dari alat yang digunakan, teknik pengumpulan dan pengambilan data dari sampel yang diuji, serta validasi dari standar pengujian yang digunakan.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
10
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS Pada bab 4 ini akan dilakukan proses pengolahan data yang didapatkan serta analisis hasil pengujian. Hasil dari pengolahan data tersebut kemudian dianalisis kembali dan membandingkannya dengan literatur yang terkumpul. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran. Penulis akan menjabarkan kesimpulan yang didapatkan dari proses maupun hasil penelitian yang telah dilakukan. Saran dan gagasan dari penulis mengenai penelitian lebih lanjut yang perlu dilakukan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis juga akan diberikan pada bab ini.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
11
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 PENGENALAN BETON BERRTULANG Untuk lebih mendalami mengenai penelitian yang akan dilakukan terhadap pelat beton ber-hollow core ini sebelumnya perlu pemahaman secara mendalam mengenai beton bertulangan konvensional terlebih dahulu. 2.1.1 Beton Beton merupakan bahan yang paling sering digunakan dalam membangun infrastruktur di dunia pada masa kini. Secara umum beton merupakan material struktural yang paling banyak dapat dijumpai pada hampir seluruh bangunan. Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik pembentuknya (seperti abu polzonoik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi, dan bahkan jauh sebelum zaman-zaman tersebut. Akan tetapi secara intens teknologi beton baru mulai berkembang dengan pesat pada awal abad ke-19. Secara sederhana, material penyusun beton adalah pasta semen, yang terdiri dari semen dan air, dan juga agregat, yang terdiri dari agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil/batu pecah). Selain bahan-bahan tersebut, beton dapat juga dibentuk dengan penambahan bahan lainnya (admixture) yang berfungsi untuk meningkatkan sifat dari beton tersebut. Pasta semen merupakan material pengikat dalam susunan beton sedangkan agregat adalah material yang diikat. Interaksi yang terjadi antara semen dan air menimbulkan reaksi hidrasi yang kemudian akan mengeras menghasilkan beton. Selama proses hidrasi ini beton perlu diberikan perawatan yang bertujuan untuk menjaga kandungan faktor air semen (w/c ratio) selama hidrasi berlangsung. Setelah campuran memadat dan mengering, material yang dihasilkanlah yang disebut dengan beton. Beton tersebut memiliki ketahanan terhadap tekan yang tinggi akan tetapi ketahanan terhadap tarik yang rendah.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
12
1. Material Pembentuk Beton Berikut ini akan dijelaskan mengenai persyaratan standar material pembentuk beton: a. Air Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Pasal 5.4 mensyaratkan bahwa air yang digunakan sebagai campuran pembentuk beton haruslah air bersih yang tidak mengandung zat-zat yang merusak seperti oli, minyak, asam, alkali, garam, bahan organik, ataupun bahan-bahan lainnya yang berbahaya bagi beton dan dapat merusak dan mengurangi kualitas beton tersebut.Sebagai tambahan, secara umum air yang baik digunakan sebagai bahan pencampur beton haruslah memiliki kadar keasaman dengan pH diantara 6.0 hingga 8.03). Kadar zat-zat yang tersebut diatas yang berlebihan dapat mengganggu proses hidrasi dari beton yang akan dibuat, memperlambat waktu pengikatan (setting time), menurunkan tingkat kekuatan beton, mempengaruhi volume (penyusutan ataupun pemuaian),
hingga dapat mengakibatkan terjadinya
korosi dan pemekaran pada tulangan (efflorescence). b. Semen Menurut SII 0031-81 (Tjokrodimuljo,1996) semen portland atau lebih dikenal dengan semen dibagi menjadi lima tipe, yaitu: -
Tipe I
: Digunakan untuk konstruksi pada umumnya dimana properti
khusus tidak digunakan. -
Tipe II : Digunakan untuk beton yang membutuhkan ketahanan terhadap sulfat. Memiliki panas hidrasi yang sedang
-
Tipe III : Digunakan untuk beton yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi (cepat mengeras), memiliki panas hidrasi yang lebih tinggi dari tipe 1.
-
Tipe IV: Digunakan untuk beton yang memerlukan panas hidrasi yang rendah, seperti beton massal (mass concrete).
-
Tipe V : Digunakan untuk beton yang memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Diaplikasikan untuk pondasi, dinding basement, terowongan, juga beton yang bersentuhan dengan tanah.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
13
c. Pasir (Agregat Halus) Agregat halus yang digunakan untuk membuat beton bertulang adalah pasir. Pasir merupakan material yang didapatkan dari gunung atau sungai yang disaring sehingga memiliki butiran dengan ukuran tertentu yang tidak terlalu kecil tetapi tidak terlalu besar. Standar penggunaan pasir untuk bahan campuran beton adalah pasir dengan ukuran berkisar antara 1 mm – 5 mm. Adapun syarat pasir yang baik digunakan diantaranya adalah: 1. Berbutir tajam dan keras; 2. Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk dan hancur oleh perubahan cuaca seperti terik matahari dan hujan; 3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % dari berat keringnya, jika kadar lumpur lebih dari 5 % maka pasir tersebut harus dicuci; 4. Tidak boleh menggunakan pasir laut, kecuali dengan petunjuk staff ahli, karena pasir laut mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan.
d. Kerikil/Batu Pecah (Agregat Kasar) Kerikil merupakan agregat kasar yang digunakan sebagai bahan campuran beton. Kerikil yang digunakan pada umumnya berukuran antara 5 mm hingga 40 mm tergantung dari kebutuhan dan target pencampuran. Agregat kasar merupakan material yang paling menentukan besarnya kekuatan dari beton. Semakin besar ukuran dari agregat kasar biasanya menghasilkan kekuatan beston yang juga lebih besar dibanding dengan beton yang memiliki ukuran agregat kasar yang lebih kecil pada nilai faktor air semen yang sama. Akan tetapi, agregat kasar yang memiliki ukuran lebih dari 40 mm tidak baik digunakan sebagai bahan campuran beton. Adapun beberapa persyaratan bagi agregat kasar yang digunakan sebagai material pencampur beton diantaranya: 1. Bersifat padat dan keras;
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
14
2. Kandungan lumpur tidak lebih dari 1 %, jika lebih maka harus dilakukan pencucian; 3. Kerikil kasar dan tajam lebih baik daripada kerikil bulat, sehngga kecuali pada keadaan terpaksa atau tujuan khusus tertentu barulah digunakan kerikil bulat. Selain dari keempat material utama pembentuk beton yang telah dijelaskan, masih terdapat beberapa bahan tambahan yang dapat digunakan sebagi bahan campuran beton. Akan tetapi bahan-bahan tersebut tidak akan dibahas lebih jauh disini. 2. Sifat Mekanis Beton Sifat mekanis dari beton tergantung dari proporsi material campuran yang digunakan dan juga dari proses pembuatan dan perawatan beton itu sendiri. Sebagai bagian dari suatu struktur, beton perlu memiliki standar kekuatan tertentu yang dinilai aman. Beberapa karakteristik kekuatan dari beton yang perlu diketahui adalah diantaranya: a. Kuat Tekan Beton Beton merupakan material yang diukur kekuatannya terhadap kemampuan menahan tegangan tekan. Kuat tekan beton dapat didefinisikan sebagai kekuatan satu buah beton, berbentuk silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm yang dirawat selama 28 hari semenjak waktu pencampurannya, dalam menahan tegangan tekan yang terjadi akibat pembebanan suatu gaya tekan bernilai tertentu (kita misalkan P) hingga beton tersebut mencapai tegangan maksimumnya. Nilai tegangan tekan beton atau kuat tekan beton diberi notasi fc’. Mutu beton dibedakan menjadi tiga macam menurut kuat tekannya5), yaitu: 1. Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, digunakan untuk beton non struktur misalnya kolom praktis dan balok praktis; 2. Mutu beton dengan fc’ berkisar antara 10 Mpa hingga 20 Mpa, digunakan _______________________ 3)
MacGregor, James G. .James K Wright. Reinforced Concrete Mechanics and Design. Prentice Hall:2006. hal. 55
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
15
untuk beton struktur, misalnya kolom, balok, dan pelat; 3. Mutu beton dengan fc’ lebih dari 20 Mpa, digunakan untuk beton struktur yang dirancang menahan gempa, seperti struktur bangunan tinggi. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa kuat tekan beton diukur dari beban P yang mengakibatkan keruntuhan silinder beton. Sehingga tegangan tekan beton dapat dihitung berdasarkan gaya tekan beban P dibagi dengan luas permukaan silinder.
σ
=
P
A
Dimana,
σ = Tegangan Tekan Beton P = Beban yang bekerja A = Luas permukaan silinder beton Akibat adanya pembebanan pada silinder beton tersebut, terjadi deformasi bentuk pada silinder yaitu panjang silinder menyusut. Perubahan panjang silinder ini dinamakan regangan. Regangan pada beton sendiri dapat dirumuskan sebagai perubahan panjang yang terjadi dibagi dengan panjang awal silinder beton.
=
∆
Dimana,
= Regangan silinder beton ∆ = Perubahan panjang silinder beton _______________________ 4)
Asroni, Ali. Pelat dan Balok Beton Bertulang. Graha Ilmu. Yogyakarta:2010. Hal.15
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
16
= Panjang awal silinder beton Kemudian hubungan antara tegangan dan regangan yang terjadi pada silinder beton akibat pembebanan P tersebut dapat digambarkan dengan suatu kurva yang disebut kurva tegangan-regangan (stress-strain curve) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tegangan (σ )
fc’ 0,85fc’ 0,75fc’
0,3fc’
α 0,002
0,003
Regangan ( )
Gambar 2.1 Kurva Tegangan Regangan Kuat Tekan Beton
Pada gambar tersebut terlihat perilaku dari tegangan regangan beton sebagai berikut: 1. Pada daerah linear ( σ << 0,75fc’) beton masih dalam kondisi elastis, yaitu kondisi dimana regangan yang terjadi akibat tegangan yang bekerja masih dapat kembali mendekati kondisi awal (tidak sama tetapi berbeda sangat kecil). 2. Pada daerah
σ = 0,75fc’, kurva tegangan regangan mulai mengalami
deviasi. Pada kondisi ini beton mulai mengalami keretakan lekatan. 3. Pada daerah σ > 0,75fc’, deviasi pada kurva mulai membesar dan beton tidak lagi dalam keadaan elastis. Kondisi ini menyebabkan keretakan yang mulai merambat ke mortar dan terbentuk pola retakan yang kontinu. Beberapa hal yang mempengaruhi kekuatan tekan beton diantaranya adalah faktor air semen (rasio air semen/ w/c ratio), proporsi dan jenis/tipe semen pembentuk, jenis dan bentuk/ukuran agregat pembentuk, dan juga umur dari beton itu sendiri. Faktor air semen berpengaruh dengan signifikan terhadap
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
17
kekuatan beton, semakin besar nilai faktor air semen maka semakin rendah kuat tekan beton yang dihasilkan hal ini dapat dilihat pada grafik di Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Grafik Pengaruh Faktor Air Semen Terhadap Kekuatan Beton
Proporsi dan jenis semen mempengaruhi kualitas beton yang diikatnya, grafik pengaruh jenis semen terhadap kuat tekan beton dapat dilihat pada gambar. Pada faktor air semen yang sama, proporsi semen yang terlalu rendah atau terlalu tinggi terhadap campuran akan menghasilkan kuat tekan yang rendah. Sedangkan pada slump yang sama, semakin tinggi kandungan semen maka akan semakin kuat beton yang dihasilkan. Umur dari beton juga mempengaruhi kekuatan beton tersebut. Beton dikatakan mencapai 100 % kekuatannya pada saat berumur 28 hari dan akan terus bertambah hingga 135 % pada saat berumur 365 hari (satu tahun). b. Kuat Tarik Beton Berbeda dengan kekuatan tekannya yang besar, beton cenderung memiliki kekuatan terhadap gaya tarik yang kecil. Kemampuan beton menahan gaya tarik cenderung jauh lebih kecil dibanding kemampuannya menahan gaya tekan, kuat tarik beton diketahui hanya sebesar 10 % dari kuat tekannya.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
18
Perilaku beton saat dibebani gaya tarik dapat dilihat pada kurva tegangan
ɛct
Tegangan (σc)
regangan akibat gaya tarik pada Gambar 2.3
Regangan (ɛc)
σct runtuh
Gambar 2.3 Kurva Tegangan-Regangan Tarik Beton
c. Modulus Elastisitas Beton Karakteristik dan kekuatan beton bertulang selain dipengaruhi oleh ukuran dan bentuknya, juga dipengaruhi oleh sifat tegangan-regangan beton dan tulangannya. Terdapat sedikitnya tiga cara untuk menentukan modulus elastisitas pada beton. Nilai tangen dari suatu titik pada kurva teganganregangan menghasilkan nilai tangen modulus elastis, ET. Modulus elastis pada titik awal kurva tegangan-regangan disebut sebagai initial tangent modulus of elasticity. Adapun modulus elastisitas tangent pada suatu tegangan tertentu adalah kemiringan garis yang menghubungan titik awal dengan suatu titik pada kurva tegangan-regangan yang menunjukkan besar tegangan tersebut. Nilai ini umumnya didefinisikan dengan menggunakan titik yang nilainya adalah 0,4 fc’; menunjukkan tegangan beban izin. Nilai modulus elastisitas memiliki satuan MPa/regangan, di mana regangan tidak memiliki satuan, sehingga satuan modulus elastisitas adalah MPa.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
19
Gambar 2.4 Modulus elastisitas tangen dan sekan
2.1.2 Baja Tulangan Baja tulangan adalah material lain yang diperlukan untuk membuat beton bertulang. Berbeda dengan beton, baja merupakan material yang cenderung memiliki ketahanan terhadap gaya tarik yang besar. Ketahanan terhadap gaya tarik yang dimiliki baja inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk bersama-sama digunakan sebagai beton bertulang. Di pasaran terdapat dua jenis baja tulangan, yaitu Baja Tulangan Polos (BJTP) dan Baja Tulangan Deform/ulir (BJTD). Kedua jenis baja inilah yang diisyaratkan SNI sebagai material baja yang diijinkan untuk menjadi tulangan beton. Selain itu terdapat pula jenis baja tulangan precast yang biasa digunakan untuk memudahkan pengecoran pelat beton bertulang. Baja tulangan tersebut adalah baja tulangan wiremesh. Wiremesh sendiri merupakan baja yang berbentuk mesh atau jaring-jaring yang saling tegak lurus yang dapat digunakan untuk penulangan pelat beton bertulang. Secara umum baja tulangan wiremesh memiliki perilaku dan karakteristik tidak berbeda dengan baja tulangan konvensional, akan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
20
tetapi perbedaan yang ada hanya berdasarkan kemudahan perakitannya di lapangan. a) Kuat tarik baja Kuat tarik baja tulangan dapat dilukiskan dengan kurva tegangan-regangan tarik baja tulangan pada Gambar 2.5. Walau pada dasarnya baja tulangan juga memiliki kekuatan tekan yang cukup baik, tetapi karena dalam struktur beton bertulang beton sudah menyumbangkan ketahanan tekan yang tinggi sehingga tulangan baja hanya diutamakan untuk menahan gaya tarik yang terjadi pada beton bertulang. Dari gambar dapat terlihat daerah elastis yang digambarkan dengan kurva linear, kemudian baja tulangan mengalami kelelehan yang tergambar dengan kurva yang bergelombang. Kondisi leleh ini disebut kondisi plastis, yaitu kondisi dimana baja yang dibebani mengalami peregangan yang tidak elastis sehingga tidak dapat kembali kekondisi awal. Baja kemudian terus meregang hingga akhirnya patah di titik failure. fkap
Tegangan (fs)
fy
α ɛy
Regangangan (ɛs)
Gambar 2.5 Kurva Tegangan-Regangan Tarik Baja Tulangan
b) Modulus Elastisitas Baja Tulangan Dari gambar
terlihat hubungan tegangan regangan tarik baja yang
digambarkan dengan sudut α. Sudut α ini adalah sudut yang terbentuk dari garis linear pada kurva yang ditarik dari nol hingga perpotongan fy dan ɛy. Modulus elastis baja adalah tangen dari sudut α tersebut, dimana menurut SNI 03-28472002 modulus elastisitas baja tulangan (Es) dapat diambil sebesar 200000 Mpa.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
21
2.1.3 Beton Bertulang Beton bertulang merupakan gabungan dari beton dan tulangan yang dicor secara
bersamaan.
Beton
bertulang
sendiri
merupakan
struktur
utama
dalambangunan beton dimana struktur bangunan tersebut memanfaatkan kekuatan tekan dari beton dan kekuatan tarik dari baja tulangan. Dengan adanya tulangan di dalam beton memungkinkan gaya tarik yang dialami beton dapat ditahan oleh tulangan yanga ada didalamnya sehingga beton yang tadinya lemah menghadapi gaya tarik menjadi kuat terhadap gaya tarik. 1. Karakteristik Dasar Beton Bertulang Seperti yang telah dibahas sebelumnya, beton merupakan material yang getas. Kekuatan beton dalam menahan gaya tarik pada beton tidaklah sebesar kekuatanya dalam menahan gaya tekan. Sedangkan dilain pihak, baja merupakan material yang ductile yang memiliki kemampuan menahan gaya tekan maupun gaya tarik dengan baik, akan tetapi baja merupakan material yang mahal bila dibandingkan dengan beton. Untuk menutupi kekurangan masing-masing, maka beton bertulang digunakan dengan prinsip memanfaatkan kekuatan tekan beton dan kekuatan tarik baja. Pada dasarnya struktur beton bertulang bekerja dengan prinsip keseimbangan gaya. Kekuatan dari beton bertulang bergantung dari besarnya momen kopel yang terjadi dari gaya tarik pada penampang tulangannya dan gaya pada penampang tekan beton. Terutama pada struktur balok dan pelat, beton diasumsikan sama sekali tidak dapat menahan gaya tarik sehingga gaya tarik yang terjadi pada serat tarik beton akan ditahan oleh kekuatan tarik baja tulangan. Sehingga pada perencanaannya, kekuatan ultimit beton bertulang akan ditentukan oleh gaya tarik yang mampu ditahan oleh baja tulangan. Hal inilah yang menjadi prinsip dasar perancangan balok dan pelat beton bertulang.
2. Hubungan Tegangan Regangan Pada Beton Bertulang Hubungan tegangan-regangan pada beton dapat didasari oleh kurva tegangan-regangan atau diasumsikan sebagai bentuk persegi, trapezium, parabola, atau bentuk lainnya yang dapat merepresentasikan kekuatan yang sebenarnya.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
22
Oleh karena itu, penggunaan diagram lain selain diagram tegangan-regangan Modified Hongestad atau Todeschini dapat dilakukan untuk memudahkan perhitungan matematis, selama diagram tersebut dapat merepresentasikan kekuatan sebenarnya dengan baik. Standar Nasional Indonesia memungkinkan penggunaan distribusi tegangan sebagai bentuk persegi sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 7 untuk perhitungan kekuatan ultimit. Distribusi berbentuk persegi didefinisikan sebagai berikut: 1. Tegangan sebesar α1 fc’ terdistribusi merata sepanjang daerah yang ekuivalen dengan daerah tekan yang dibatasi oleh bagian samping penampang melintang dan sebuah garis yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c dari serat dengan regangan tekan terbesar. 2. Jarak c dari serat dengan regangan tekan terbesar ke sumbu netral diukur sejajar dengan sumbu netral tersebut. 3. Faktor β1 yang digunakan diambil dengan nilai sebagai berikut: •
fc’ > 30 MPa, β1 = 0,85
•
30 < fc’<55 MPa, β1 = 1,09 + 0,008fc’
•
fc' > 55 MPa, β1 = 0,65
Untuk daerah tekan dengan lebar konstan b dan jarak ke sumbu netral adalah c, resultan gaya tekan yang terjadi adalah: = ′ Dan momen yang terjadi akibat gaya tersebut terhadap sumbu netral adalah: = 1 −
′ 2
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
23
Gambar 2.6 Distribusi Tegangan Ekuivalen
3. Kelebihan dan Kekurangan Beton Bertulang Tiga material yang paling sering digunakan dalam konstruksi adalah kayu, baja, dan beton bertulang. Beton bertulang memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu bila dibandingkan dennga kedua material lain tersebut. Pada dasarnya, beton tanpa tulangan (plain concrete) memiliki kuat tekan yang besar, namun kuat tariknya relatif rendah. Untuk itu, beton bertulang diperkuat dengan tulangan baja, khususnya pada bagian yang mengalami tegangan tarik. Dengan kombinasi keduanya, beton bertulang memiliki kekuatan yang baik terhadap tekan dan tarik. Selain itu, beton bertulang juga memiliki kelebihan lainnya yang tidak dimiliki oleh baja dan kayu, yakni beton dapat dibuat menjadi berbagai macam bentuk. Meski demikian, terdapat sejumlah kekurangan pada beton bertulang. Salah satu di antaranya adalah berat sendiri beton bertulang yang relatif besar. Sebagai contoh, baja profil W berukuran 12 x 30 memiliki berat per satuan panjang 30 p/f atau 0,4378 kN/m. Sementara itu, beton dengan bentuk penampang persegi panjang yang memiliki panjang dan lebar sama memiliki berat per satuan panjang sebesar 1,21 kN/m.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
24
2.2 PELAT BETON BERTULANG Pelat beton bertulang merupakan salah satu elemen penting dalam struktur bangunan beton. Dalam aplikasinya pada struktur beton, pelat beton bertulang merupakan elemen struktur yang digunakan sebagai struktur horizontal yang bertumpu
pada balok ataupun balok anak. Fungsi utama dari pelat beton
bertulang adalah untuk menyalurkan beban yang diterimanya kepada tumpuannya (balok, balok anak, ataupun kolom). Pada aplikasinya, pelat juga menyumbangkan kekakuan yang tinggi bagi struktur bangunan yang dirancang untuk menahan beban gempa, akan tetapi massa dari pelat tersebut juga menyumbangkan gaya inersia yang mempengaruhi besar kecil gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan. Pelat beton bertulang dapat didefinisikan sebagai struktur tipis yang terbuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal dan memiliki beban yang bekerja secara tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Secara fisik ciri-ciri dari pelat adalah perbandingan antara ketebalan dengan bentangannya yang cukup besar. Ketebalan pelat secara umum berkisar antara 120 mm hingga 750 mm tergantung dari fungsi dan kegunaannya. Untuk pelat beton bertulang yang langsung menyentuh dengan tanah, SNI 03-2847-2002 mengisyaratkan ketebalan minimum yaitu 450 mm. Dalam bangunan beton, pelat beton bertulang digunakan sebagai lantai bangunan, atap, kepala tiang pancang (pile cap), pondasi telapak, perkerasan jalan, dan masih banyak lainnya. Beban yang bekerja pada pelat pada umumnya diperhitungkan sebagai beban gravitasi, yaitu berat sendiri pelat tersebut dan juga berat dari beban mati dan beban hidup yang bekerja diatasnya. Beban-beban tersebut menghasilkan momen lentur pada pelat dan juga gaya geser, sehingga dalam perencanaannya pelat dirancang untuk menahan kombinasi gaya-gaya dalam tersebut. 2.2.1 Klasifikasi Pelat Beton Bertulang Pelat beton bertulang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan perilakunya dalam merespon momen lentur yang bekerja. Kedua jenis tersebut
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
25
adalah pelat satu arah (one-way slab) dan pelat dua arah (two-way slab). Secara umum kedua jenis pelat tersebut dapat dibedakan berdasarkan perbandingan panjang dan lebarnya. Pelat satu arah merupakan pelat dengan rasio perbandingan panjang dan lebar sebesar ≥ 2, sedangkan pelat yang memiliki rasio yang kurang dari nilai tersebut diklasifikasikan pelat dua arah. 1. Pelat Satu Arah Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, pelat satu arah memiliki rasio perbandingan antara panjang dan lebar bentang yang cukup signifikan. Dapat
bentang pendek (x)
dilihat pada Gambar 2.7 mengenai rasio perbandingan tersebut.
bentang panjang (y)
Gambar 2.7 Rasio Perbandingan Bentang Pelat
Pada pelat satu arah ini, momen lentur yang bekerja diasumsikan berada pada bentang terpanjangnya (bentang y). Hal ini mengakibatkan pelat berperilaku layaknya balok menerus biasa. Momen yang bekerja pada bentang x (bentang pendek) relatif jauh lebih kecil dibanding dengan momen yang bekerja pada bentang y, bahkan untuk beberapa kasus seperti pelat kantilever dan pelat dengan dua tumpuan sejajar tidak terjadi momen di arah bentang y. Momen pada bentang x yang relatif kecil tersebut dapat diabaikan karena penulangan cukup dilakukan pada bentang y. Karakteristik pelat satu arah selain rasio perbandingan bentang panjang dan bentang pendek seperti diatas, terdapat beberapa syarat lainnya yang harus terpenuhi, diantaranya:
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
26
1. Jumlah minimum bentang menerus adalah minimum dua bentang pada bentang terpanjang (bentang y) 2. Panjang antar bentang yang menerus tidak terlalu berbeda, dengan rasio panjang bentang y terpanjang dengan panjang bentang y terpendek dari dua bentang yang bersebelahan tidak lebih dari 1,2; 3. Beban yang bekerja pada pelat satu arah menerus adalah beban terbagi merata; 4. Beban hidup per satuan panjang tidak lebih dari beban mati per satuan panjangl 5. Komponen struktur adalah prismatis. Kelima karakteristik diatas tertuang didalam SNI 03-2847-2002. Untuk menghitung besarnya momen yang bekerja pada pelat satu arah ini dapat digunakan tabel koefisien momen untuk pelat satu arah dan balok menerus. Tapi sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu mengenai hubungan antara jenis perletakan (tumpuan) pelat terhadap momen yang terjadi. Hubungan antara pelat dengan tumpuannya menjadi salah satu bagian dari perencanaan pelat. Secara umum terdapat tiga jenis tumpuan pelat pada balok, sebagai berikut: 1. Terletak bebas, yaitu pelat yang bertumpu dengan bebas pada balok atau perletakan lainnya. Tumpuan jenis ini diperhitungkan tidak menahan momen lentur karena pelat diasumsikan terletak bebas tidak monolit dengan tumpuannya sehingga mengakibatkan pelat dapat mengalami rotasi dengan bebas pada tumpuan tersebut. Pada keadaan ini tumpuan diasumsikan sebagai roller. 2. Terjepit elastis, yaitu saat dimana pelat dan tumpuannya monolit akan tetapi inersia dari tumpuan (balok) cukup kecil sehingga masih memungkinkan terjadinya rotasi. Sehingga pada keadaan ini tumpuan diasumsikan sebagai sendi (joint). 3. Terjepit penuh, yaitu keadaan dimana pelat terjepit penuh terhadap tumpuan yang kaku sehingga rotasi tidak dapat terjadi. Hal ini mengakibatkan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
27
terjadinya momen lentur pada pelat dan momen torsi pada tumpuannya. Sehingga pada keadaan ini tumpuan diasumsikan sebagai jepit. Layaknya pada struktur lainnya, pada pelat satu arah pembebanan yang terjadi dibagi menjadi dua jenis, yaitu beban mati dan beban hidup. Beban mati didefinisikan sebagai beban yang terjadi akibat berat sendiri pelat dan juga berat dari instalasi ataupun beban lainnya yang relatif kekal pada struktur pelat. Sedangkan beban hidup didefinisikan sebagai beban yang mungkin terjadi akibat berat dari benda (hidup ataupun mati) yang bersifat sementara. Adapun seperti yang telah dibahas sebelumnya, pembebanan pada pelat diasumsikan sebagai beban terbagi merata, sehingga momen yang terjadi akibat pembebanan tersebut dapat dicari dengan menggunakan koefisien momen yang konstan. Berikut ini daftar koefisien momen pada pelat satu arah dan balok menerus yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan perancangan struktur.
Gambar 2.8 Koefisien Momen untuk Pelat Satu Arah dan Balok Menerus
2. Pelat Dua Arah Pelat dua arah merupakan pelat dimana gaya dalam momen lentur yang bekerja terjadi terhadap kedua arah bentangannya. Hal ini menyebabkan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
28
penulangan pelat dilakukan terhadap kedua arah bentangnya dan perhitungan mengenai kekuatan pelat tersebut dilakukan pula terhadap masing-masing bentang. Dalam SNI 03-2847-2002, syarat terjadinya momen lentur secara dua arah diperhitungkan dengan rasio perbandingan bentang y (bentang panjang) dengan bentang x (bentang pendek) yang melebihi nilai 1,2. Oleh karena itu, hal yang membedakan dalam perencanaan pelat dua arah dengan pelat satu arah adalah penentuan besar dari momen lentur yang terjadi. Perhitungan momen ultimate pada pelat dua arah dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya: 1. Envelope Method (Metode Amplop) 2. Equivalent Frame Method 3. Direct Design Method Metode amplop adalah metode paling umum digunakan pada perhitungan momen lentur pelat dua arah di Indonesia, oleh karena itu akan dibahas mengenai penentuan momen lentur dengan metode amplop. Sehingga pada penelitian kali ini tidak akan dibahas secara mendetail mengenai perhitungan kedua metode lainnya yakni direct design dan equivalent frame. Pada dasarnya metode amplop adalah metode penentuan momen lentur dengan menggunakan koefisien momen yang sudah ditetapkan berdasarkan penelitian dan diisyaratkan pada PBI -1971 (Peraturan Beton Bertulang 1971). Tabel koefisien momen tersebut digunakan berdasarkan asumsi perilaku balok ataupun kolom yang menumpu pelat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ada tiga jenis tumpuan pada pelat yaitu tumpuan bebas, jepit elastis, dan tumpuan jepit
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
29
??
Tabel Penentuan momen pelat berdasarkan beban terbagi merata, PBI 1971 Gambar 2.9 Tabel Koefisien Momen Lentur Distribusi Amplop??
2.2.2 Perancangan Pelat Satu Arah Pada perencanaan penulangan pelat satu arah, langkah perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan pembebanan yang terjadi; Pembebanan yang diperhitungkan adalah pembebanan ultimate yang merupakan kombinasi dari beban-beban yang bekerja, kombinasi-kombinasi tersebut adalah: U = 1,4 DL U = 1,2 DL + 1,6 LL + 0,5 (A atau R) U = 1,2 DL + 1,0 LL ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
30
U = 0,9 DL + 1,6 W U = 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 E Dengan, U = Kombinasi beban terfaktor , kN, kN/m’, atau kNm. D = beban mati (Dead Load) , kN, kN/m’, atau kNm. L = beban hidup (Live Load) , kN, kN/m’, atau kNm. A = beban hidup atap, kN, kN/m’, atau kNm. R = beban air hujan, kN, kN/m’, atau kNm. W = beban angin, kN, kN/m’, atau kNm. E = beban gempa, , kN, kN/m’, atau kNm. Ditetapkan berdasarkan SNI 031726-1989-F 2. Menghitung gaya dalam ultimate yang terjadi, dengan menggunakan tabel koefisien momen ataupun perhitungan statis tak tentu. Gaya dalam ultimate harus kurang dari atau sama dengan gaya dalam rencana/nominal dikalikan faktor reduksinya; Mu ≤ ϕmMn Vu ≤ ϕvVn Nu ≤ ϕnNn Tu ≤ ϕ t Tn Tabel 2.1 Faktor Reduksi Kekuatan pada struktur beton Deskripsi gaya dalam Lentur, tanpa beban aksial Aksial tarik dan aksial tarik dengan
Beban aksial
lentur
dan beban
Aksial tekan dan aksial tekan dengan
aksial dengan
lentur (tulangan spiral)
lentur
Aksial tekan dan aksial tekan dengan
lentur (struktur lain) Geser dan Torsi Tumpuan pada beon kecuali untuk daerah pengangkuran
pasca tarik Daerah pengangkuran pasca tarik
Faktor Reduksi Kekuatan (ϕ) SNI 03-2847-2002 0,8
0,8
0,7
0,65 0,75
0,65 0,85
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
31
Dimana faktor reduksi bernilai sesuai yang diisyaratkan oleh SNI 03-28472002, yaitu sesuai Tabel 2.1.
3. Mentukan dimensi pelat, yaitu panjang bentang, tebal pelat, tebal selimut, serta tinggi efektif (d) dari penampang pelat sesuai dengan peraturan yang berlaku (ACI Code, SNI 03-2847-2002, PBI 1971); •
Pada perhitungan pelat, lebar pelat diambil 1000 mm, untuk memudahkan.
•
Panjang bentang () (Pasal 10.7 SNI 03-2847-2002): a)
Pelat yang tidak menyatu dengan struktur pendukung (tidak
monolit): = + ℎ ; ≤ as-as b)
Pelat yang menyatu dengan struktur pendukung: Jika ≤ 3,0 m , maka =
Jika > 3,0 m , maka = + (2 x 50 mm)
•
Tebal minimum pelat satu arah (h) (Pasal 11.5.2.3 SNI 03-2847-2002) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
•
Tebal Selimut beton minimum, (Pasal 9.7.1 SNI 03-2847-2002): a)
Untuk batang tulangan D ≤ 36, tebal selimut beton, ds ≥ 20 mm
b)
Untuk batang tulangan D44 – D56, tebal selimut beton, ds ≥ 40 mm
•
Tinggi efektif (d) adalah jarak dari atas permukaan pelat hingga tengah tulangan. Sehingga: d = h - ds - ½ Dtulangan
4. Menentukan besarnya momen nominal dari penampang (Mn), didapatkan persamaan kuadratik dalam As, sehingga didapat besarnya nilai As (luas penampang tulangan); Mn =
!" #
Mn= $% & . () − 0,59
./ 01 023 .4
)
dengan luas tulangan minimum pelat (As): •
untuk tulangan pokok (Pasal 12.5.1 SNI 03-2847-2002) :
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
32
•
fc’ ≤ 31,36 Mpa; As ≥
,6
fc’ > 31,36 Mpa; As ≥
702 8
01
601
b.d ; dan
.b.d
Untuk tulangan bagi/tulangan susut (Pasal 9.12.2.1 SNI 03-2847-2002) : fy ≤ 300 Mpa, maka Asb ≥ 0,0020.b.h fy = 400 Mpa, maka Asb ≥ 0,0018.b.h fy ≥ 400 Mpa, maka Asb ≥ 0,0018.b.h.(400/fy) Asb ≥ 0,0014.b.h Tabel 2.2 Tebal Minimum Pelat Satu Arah’’ Tebal Minimum, h
Komponen Struktur
Terdukung
Satu ujung menerus
Kedua ujung
sederhana
kantilever
menerus
Komponen struktur tidak mendukung atau tidak dihubungkan dengan partisi atau konstruksi
lainnya yang mungkin rusak oleh lendutan yang besar Pelat masif satu arah
l/20 l/
l/24 l/
l/28 l/
l/10 l/
Balok atau pelat rusuk satu arah
l/16 l/
l/18,5 l/
l/21 l/
l/8 l/
CATATAN:
Panjang bentang dalam mm. Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan beton normal (wc = 2400 kg/m3) dan tulangan BJTD 40, untuk kondisi lain, nilai diatas harus dimodifikasi sebagai berikut: a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis diantara 1500 kg/m3 sampai 2000 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65-0,0003wc) tetapi tidak kurang dari 1,09 dimana wc adalah berat jenis dalam kg/m3. b) Untuk fy selain 400 Mpa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700) ??)
Tabel 8 – Tebal minimum balok non-prategang dan pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung.
Berdasarkan Pasal 11.5.2.1 SNI 03-2847-2002. Lembar 2847/S-95
5. Menentukan besarnya momen nominal dari penampang (Mn), didapatkan persamaan kuadratik dalam As, sehingga didapat besarnya nilai As (luas penampang tulangan); Mn =
!" #
Mn= $% & . () − 0,59
./ 01 023 .4
)
dengan luas tulangan minimum pelat (As):
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
33
•
•
untuk tulangan pokok (Pasal 12.5.1 SNI 03-2847-2002) : fc’ ≤ 31,36 Mpa; As ≥
,6
fc’ > 31,36 Mpa; As ≥
702 8
01
601
b.d ; dan
.b.d
Untuk tulangan bagi/tulangan susut (Pasal 9.12.2.1 SNI 03-2847-2002) : fy ≤ 300 Mpa, maka Asb ≥ 0,0020.b.h fy = 400 Mpa, maka Asb ≥ 0,0018.b.h fy ≥ 400 Mpa, maka Asb ≥ 0,0018.b.h.(400/fy) Asb ≥ 0,0014.b.h
6. Menghitung rasio luas tulangan terhadap luas beton (ρ), dengan persyaratan ρmin < ρ < ρmax. ρ=
./
4.9
ρmin =
,6 01
ρmax = 0,75. ρb
600 600 + fy
ρb = 0,85 . fc '.β 1 .
fy
7. Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka dihitung jumlah tulangan yang dibutuhkan.
n=
As 0,25 ⋅ π ⋅ d 2
dengan jarak antar tulangan dihitung dengan cara:
s=
4
:
dimana b adalah 1000 mm yaitu asumsi lebar pelat dan n adalah jumlah tulangan. Selain itu beberapa syarat yang ditetapkan dalam SNI 03-28472002 mengenai spasi tulangan adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
34
•
Jarak bersih antar tulangan mimum (s) (Pasal 9.6.1 SNI 03-2847-2002): s ≥ D ; dan s ≥ 25 mm (D = Diameter tulangan) Jarak bersih antar tulangan mimum (s) (Pasal 5.3.2.3 SNI 03-2847-2002): s ≥ 4/3 msa (msa = maksimum size of agregat); atau s ≥ 40 mm
•
Jarak maksimal tulangan (as – as): Tulangan pokok : s ≤ 3 h dan s ≤ 450 mm (Pasal 12.5.4) Tulangan bagi: s ≤ 5 h dan s ≤ 450 mm (Pasal 9.12.2.2 SNI 03-2847-2002)
2.3 INOVASI TEKNOLOGI PELAT BETON BERTULANG Selama ini, beberapa inovasi telah dilakukan pada struktur beton bertulang, khususnya untuk elemen pelat dan balok. Sejumlah inovasi di antaranya mengarah pada cara-cara mengurangi berat sendiri beton bertulang. Pada elemen pelat dan balok beton bertulang, diasumsikan bahwa tegangan tekan seluruhnya ditahan oleh bagian beton, sedangkan tegangan tarik seluruhnya ditahan oleh bagian baja. Bagian beton pada penampang melintang yang menahan tegangan tekan hanya sebagian kecil dari ketebalan tersebut. Sementara itu, sisanya tidak menyumbang kekuatan terhadap tegangan tekan, meski berperan dalam menghasilkan momen inersia yang cukup dan terciptanya bonding antara beton dan baja, serta kekuatan terhadap geser. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengurangi massa elemen beton bertulang dengan meniadakan beton pada bagian tengah elemen yang tidak menyumbangkan kekuatan terhadap tekan. Meski demikian, untuk menciptakan kuat geser dan momen inersia yang cukup, elemen tersebut tetap dibuat dengan ketebalan tertentu. Kemudian, untuk menghasilkan bonding yang cukup, elemen tersebut dibuat dengan tidak meniadakan beton pada bagian yang diperkuat dengan tulangan baja. Contoh dua inovasi dengan konsep tersebut adalah hollowcore slab dan bubbledeck system.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
35
2.3.1 Pre-Stressed Hollow-Core Slab Hollow Core Slab (HCS) merupakan pelat beton dengan penampang yang berlubang di tengahnya. Lubang di tengah penampang tersebut memiliki beberapa manfaat, seperti pengurangan volume beton, pengurangan berat pelat, sebagai tempat untuk komponen mekanik dan elektrik, dan sebagainya. Pada umumnya, HCS diperkuat dengan tendon prategang, dan oleh karenanya, HCS diproduksi sebagai beton pracetak. Fellinger, Stark, dan Joost (2005) dalam tulisannya yang berjudul Shear and Anchorage Behaviour of Fire Exposed Hollow Core Slabs menyebutkan bahwa, Hollow core (HC) slabs are made of pre-cast concrete with pre-tensioned strands. The slabs consist of pre-cast units of typically 1.2 m wide. The cross sectional depth depends on the intended span and ranges between 150-400 mm reaching spans up to 16 m. The number and shape of the hollow cores is adjusted to the depth of the slab. These slabs are very popular in offices and dwellings, thanks to the large span to depth ratio. This is a result of the reduction of weight, maintaining the effectiveness of the cross section, due to the hollow cores in combination with a relatively high strength of the concrete, typically C45 to C60. Ide mengenai Hollow Core Slab (HCS) berawal dari teori elastis tegangan lentur yang menyebutkan bahwa tegangan paling maksimum pada penampang pelat ditahan oleh sisi terluar penampang. Pada saat kondisi ultimate tercapai, kapasitas momen nominal dari penampang ditentukan oleh lengan momen antara resultan tegangan pada sisi tekan dan sisi tarik. Pada beton bertulang, diasumsikan bahwa tegangan tarik sepenuhnya ditahan oleh tulangan baja pada sisi tarik, dan tegangan tekan sepenuhnya ditahan oleh beton pada sisi tekan. Baik sisi tekan maupun tarik pada tegangan lentur, keduanya berada pada sisi luar penampang. Dengan demikian, beton pada bagian tengah diasumsikan tidak menyumbangkan kekuatan lentur (Gambar 9). Berdasarkan pada hal tersebut, muncullah pemikiran untuk memberikan lubang pada beton dengan tujuan untuk mengurangi berat sendiri pelat tanpa mengurangi kekuatan lenturnya. Oleh karena itu pula, konsep ini mulai diterapkan pada komponen struktur yang secara dominan menahan tegangan lentur.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
36
Saat ini, design code yang ada telah memuat berbagai hasil penelitian tentang HCS. Meski demikian, berbagai riset tetap dilakukan untuk mengevaluasi dan mengembangkan design code tersebut. Studi mengenai kapasitas penampang HCS dalam menahan tegangan geser merupakan hal yang masih terus dikembangkan hingga saat ini, mengingat kegagalan geser merupakan failure mode yang paling rentan terjadi pada HCS sebagai konsekuensi dari berkurangnya luas penampang beton pada HCS.
Gambar 2.10 Distribusi Tegangan Lentur dan Geser pada Penampang Slab Beton
(sumber: Proposal Riset Studi Pemanfaatan Limbah Botol Plastik untuk HCS)
Dalam eksperimennya, Pajari (2005) melakukan validasi kuat geser pada badan (web) penampang HCS prategang terhadap persamaan yang terdapat dalam Eurocode 2 (BS Code). Hasil eksperimen yang dilakukan menunjukkan bahwa perhitungan kapasitas geser dengan Eurocode 2 dan “metode Yang’s” melebihi (overestimate) rerata nilai kapasitas geser dari seluruh jenis pelat yang diuji. Di antara keduanya, metode Yang memberikan hasil yang lebih baik untuk spesimen dalam penelitian ini. Di samping itu, dari penelitian ini diketahui pula bahwa selisih antara hasil perhitungan dengan hasil eksperimen bervariasi menurut ketebalan dan bentuk lubangnya. Selisih yang lebih besar cenderung terjadi pada pelat yang lebih tipis. Dalam tulisannya, Hawkins dan Ghosh (2006) menyebutkan bahwa sejak tahun 1970-an, para peneliti telah menyadari bahwa komponen beton bertulang yang menahan lentur tanpa tulangan geser akan mengalami kegagalan geser pada beban yang kurang dari nilai yang diperkirakan dalam ACI 318-05. Oleh karena itu, kemudian ditetapkan bahwa apabila Vu melebihi 0,5φVc, maka diperlukan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
37
tulangan geser minimum. Akan tetapi, persyaratan tersebut tidak berlaku secara efektif pada pelat, termasuk HCS. Hal tersebut terjadi karena tebal pelat pada umumnya tidak cukup besar seperti balok. Selain itu, pelat yang relatif tipis membuat penambahan tulangan geser cukup sulit dilakukan. Untuk itu, Hawkins dan Ghosh melakukan studi eksperimental terhadap kekuatan geser dari one way HCS prategang dengan ketebalan melebihi 300 mm. Hasil studi eksperimen tersebut akhirnya menunjukkan bahwa web shear strength dari ACI lebih rendah dibandingkan dengan hasil uji eksperimen. Dalam PCI Manual for the Design of Hollow Core Slabs disebutkan bahwa terdapat dua metode utama untuk memproduksi komponen hollow core di Amerika Serikat. Cara yang pertama disebut dengan sistem cetak-kering (dry-cast system) di mana campuran beton dengan slump yang sangat rendah dimasukkan ke dalam mesin pencetak. Lubang di dalamnya dibuat dengan auger atau selongsong. Campuran beton kemudian dipadatkan di sekitar lubang tersebut. Sebaliknya, pada cara yang kedua digunakan campuran beton dengan slump yang tinggi yang dituang ke dalam bekisting (baik statis maupun dapat bergerak/slip forming). Bekisting tersebut terpasang pada mesin. Pada cara ini, lubang umumnya dibentuk dengan selongsong berisi udara (pneumatic tube) yang terpasang pada bekisting, atau dengan menggunakan selongsong panjang yang terpasang pada mesin pencetak.
2.3.2 Bubble-Deck System BubbleDeck merupakan salah satu inovasi elemen pelat beton bertulang di mana bola-bola yang terbuat dari plastik membentuk lubang dalam pelat. Sistem ini dikembangkan oleh BubbleDeck Netherlands B. V. yang dibentuk pada tahun 1997. Secara struktural, BubbleDeck tergolong sebagai pelat rata (flat plate), sehingga pelat ini tidak diperkuat oleh balok ataupun kepala kolom (drop panel). Sistem ini dapat digunakan sebagai pelat lantai, dak atap dan pelat lantai dasar.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
38
Sistem ini memberikan sejumlah keuntungan. Salah satu keuntungan di antaranya adalah sistem ini memiliki kapasitas dalam menahan beban yang sama baiknya dengan pelat biasa, namun dengan ketebalan yang lebih kecil. Hal ini membawa keuntungan lainnya, yaitu penghematan material untuk konstruksi pelat mencapai 40% hingga 50%. Dengan adanya pengurangan berat sendiri pelat, maka elemen struktur lain juga akan menahan berat pelat yang lebih sedikit, yang kemudian akan mengurangi dimensi kolom dan pondasi yang dibutuhkan, sehingga menghasilkan penghematan material untuk keseluruhan bangunan hingga mencapai 50%.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
39
BAB 3 METODE PENELITIAN
Sebelum melakukan pengujian tentunya hal penting yang tidak boleh terlewatkan adalah perencanaan metode dan prosedur yang perlu dilakukan dalam penelitian ini. Berhubungan dengan hal tersebut maka kali ini aka dibahsa secara lebih mendetil mengenai proses penelitian yang akan dilakukan, termasuk didalamnya persiapan yang sebelumnya telah dilakukan. 3.1 METODE PENELITIAN Metode penelitian ini akan mengikuti alur seperti yang tertera pada Gambar 3.1 . Penelitian akan dimulai dengan melakukan persiapan pengadaan material, peralatan pengujian, alat bantu tidak langsung 3.1.1 Alur Penelitian Dalam penelitian ini dibutuhkan tiga jenis material, yaitu beton ready-mix, tulangan wiremesh, serta botol plastik bekas sebagai pengisi ruang void di dalam pelat. Sehingga yang dimaksud dengan pengadaan material disini adalah proses mempersiapkan material yang dibutuhkan pada lokasi pengecoran. Beton readymix didapatkan dari perusahaan beton Jaya Ready-mix yang akan diantar langsung ke lokasi pengecoran pada waktu pengecoran akan dilakukan. Sedangkan baja tulangan akan terlebih dahulu dipersiapkan di lokasi dan dipasang pada bekisting beton. Sementara botol plastik didapat dengan cara pengumpulan secara berkala di wilayah Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang dilakukan oleh penulis sendiri. Peralatan pengujian yang digunakan adalah peralatan yang terdapat pada Laboratorium Material dan Jalan departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia. Adapun jenis pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian kuat tekan beton, pengujian kuat tarik baja tulangan, dan pengujian pembebanan empat titik (third-point loading) pada struktur pelat, serta tidak lupa pengujian slump material beton. Sehingga alat yang dibutuhkan adalah peralatan yang berhubungan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
40
dengan masing-masing pengujian yang dilakukan yang tentunya sudah tersedia di Laboratorium Material dan Jalan Departemen Teknik Sipil FTUI. Mengenai detil peralatan yang digunakan akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab Jenis Pengujian.
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian dan Pengujian
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
41
Alat bantu yang diperlukan dalam penelitian kali ini adalah bekisting sebagai formwork pengecoran, kawat beton (kawat bindrad) sebagai alat pengikat, perkakas-perkakas lainnya yang mungkin diperlukan untuk merakit tulangan dan botol plastik sebelum pengecoran, beton decking sebagai dudukan tulangan, serta tidak lupa peralatan yang diperlukan untuk melakukan proses curing. Pengadaan bekisting dilakukan dengan pemesanan dan dirakit oleh tenaga ahli sehingga dapat menghasilkan pelat beton yang baik Alat-alat bantu lainnya diadakan oleh penulis sesuai dengan perkiraan kebutuhan. Langkah selanjutnya setelah pengadaan material, alat uji, dan alat bantu adalah melakukan proses pemasangan tulangan dan botol plastik. Pemasangan tulangan dilakukan pada bekisting-bekisting yang telah siap. Penulangan dilakukan berurutan sebagai berikut: Pemasangan decking pada tulangan, pemasangan tulangan lapis bawah, pemasangan botol plastik. Tulangan, decking, dan botol plastik tersebut akan diikat dengan menggunakan kawat bindrad. Selanjutnya pengecoran untuk masing-masing tipe benda uji. Pengecoran benda uji silinder beton dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertulis pada ASTM. Pengecoran benda uji pelat dilakukan dengan penuangan adukan beton ke bekisting diikuti dengan proses pemadatan dan perataan. Setelah pengecoran dilakukan dan benda uji mengeras kemudian dilakukan curing untuk semua benda uji hingga hari ke 28 dan siap di uji. Pengujian untuk masing-masing spesimen benda uji dilakukan sesuai prosedur yang tertulis di ASTM. Pengujian tersebut adalah pengujian kuat tekan untuk silinder beton, pengujian kuat tarik untuk baja tulangan, dan pengujian lentur dengan pembebanan empat titik untuk spesimen pelat. Data yang didapat dari hasil pengujian ini kemudian akan diolah dan dianalisis sehingga akan diketahui perbandingan antara kekuatan pelat beton normal dan pelat beton HCS hasil pengujian dengan pelat beton normal hasil perhitungan.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
42
3.1.2 Waktu Pelaksanaan Berikut ini adalah jadwal pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Tabel 3.1 menggambarkan minggu yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh penelitian. Tabel 3.1 Barchart Pelaksanaan Penelitian Januari 2011 Februari Maret Kegiatan No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pembuatan Benda Uji 2. Perawatan Benda Uji 3. Pengujian Pelat 4. Pengujian Material 5. Pengolahan Data Eksperimen 6. Analisis
Sehingga dari tabel diatas dapat dilihat waktu penelitian dari mulai pembuatan benda uji hingga analisis memerlukan waktu selama sepuluh minggu.
3.2 PERSIAPAN PENELITIAN 3.2.1 Spesifikasi Material Berikut ini akan dijelaskan mengenai data material yang digunakan dalam penelitian ini. a) Mutu Beton d.
Mutu beton
: K-300
e.
Slump
: 15 cm (+ 1 cm)
f.
Memiliki setting time yang lama (Dicampur dengan retarder retarder)
b) Mutu Baja Tulangan c.
Mutu
: U24
d.
Diameter
: 8 mm
c) Plastik Pengisi Volume Void Botol plastik bekas air mineral ukuran 1500 mL dengan diameter + 80 mm.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
43
3.2.2 Spesifikasi Benda Uji Benda uji dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu benda uji sampel beton dan benda uji sampel struktur pelat HCS. Benda uji sampel beton diperlukan sebagai bahan masukan (input) untuk melakukan analisis numerik statis terhadap struktur pelat HCS yang hasil perhitungannya pada akhirnya akan dibandingkan dengan hasil eksperimen untuk memvalidasi hasil pengujian terhadap sampel struktur pelat HCS. Sedangkan benda uji sampel struktur pelat HCS sendiri merupakan sampel utama yang akan diteliti dalam penelitian ini. Berikut ini adalah spesifikasi masing-masing benda uji: Tabel 3.2 Spesifikasi Benda Uji Bentuk benda uji Jenis pengujian Silinder Kuat tekan, (150 x 300 mm) Kuat Tarik Belah
Kode benda uji BS
Deskripsi
BS
Beton S
Double L (S)
Kuat Geser
BT
Baja Tulangan Pelat Nonhollow Pelat 4 baris Hollow Pelat 5 baris Hollow
Batang Baja (ϕ8mm) Pelat (600 x 1750 mm) Pelat (600 x 1750 mm) Pelat (600 x 1750 mm)
Kuat Tarik Langsung Third-point Loading Third-point Loading Third-point Loading
BM 4V 5V
Silinder Beton
Data Output
Umur
Jumlah
Kuat Tekan (fc’) Beton, Kuat Tarik Beton (ft) Kuat Geser Beton Kuat Tarik (fy) Baja Pu
28
10
28
5
-
3
28
2
Pu
28
3
Pu
28
3
3.2.3 Pembuatan Benda Uji Pembuatan benda uji dilakukan dalam dua gelombang, yaitu gelombang pertama pada tanggal 6 Februari 2011 dan gelombang kedua pada tanggal 13 Maret 2011. Pembuatan benda uji ini menggunakan Self-Compacting Concrete (SCC) dengan tujuan agar menghindarkan benda uji yang keropos. Selain itu campuran beton ready-mix yang digunakan ditambahkan superplasticizer dan retarder. Superplasticizer digunakan untuk meningkatkan nilai slump agar beton lebih cair tanpa memperbesar nilai rasio air semen nya. Retarder digunakan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
44
untuk memperlambat setting time dari beton agar pengecoran dapat berjalan dengan lebih teliti. Berikut ini adalah metode pembuatan benda uji pelat solid maupun pelat HCS:
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3.2 Alur Pembuatan Benda Uji (a) pemasangan plastik cor;(b)pemasangan tulangan dan decking; (c)pemasangan botol pengisi void;(d)pengecoran
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
45
1. Botol plastik sebagai pengisi void dirakit. Botol plastik seukuran 1500 ml ini dirakit sebanyak 5 buah untuk satu barisnya dan pada nantinya untuk pelat 4 Void akan digunakan 4 baris rakitan botol sedangkan untuk pelat 5 Void akan digunakan 5 baris rakitan botol. 2. Bekisting dipersiapkan dengan memasang plastik cor agar air semen tidak merembes keluar. 3. Tulangan dan beton decking dirakit menjadi satu. 4. Pemasangan rakitan botol dan tulangan ke dalam bekisting. 5. Pengecoran dilakukan dengan menuangkan beton ke dalam bekisting sambil menusuk-nusuk beton agar lebih padat. 6. Benda uji dikeringikan dan di-curing selama 28 hari. 3.3 METODE PENGUJIAN Pada penelitian ini terdapat dua jenis pengujian sampel beton, yaitu pengujian struktur pelat, dan ditambah pengujian material. Berikut ini masingmasing pengujian yang akan dilakukan. 3.3.1 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton Pembuatan benda uji silinder dilakukan dengan adukan beton ready-mix sehingga proses mix design tidak akan dibahas disini. Pembuatan benda uji ini berdasarkan standar
yang tertulis pada ASTM.
Peralatan 1. Cetakan Silinder, diameter 15 cm tinggi 30 cm. 2. Tongkat pemadat, diameter 16 mm, panjang 60 cm, dengan ujung dibulatkan dan sebaiknya terbuat dari baja tahan karat. 3. Bak pengaduk beton kedap air atau mesin pengaduk. 4. Timbangan dengan ketelitian 0,3% dari berat contoh 5. Peralatan tambahan: ember, sekop, sendok semen, sendok perata, dan talam
_______________________ 3)
Pedoman Praktikum Pemeriksaan Mutu dan Bahan Beton. Laboratorium Struktur dan Material Departemen Teknik Sipil FTUI
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
46
6. Satu set alat pemeriksa slump Prosedur a) Prosedur Pembuatan Benda Uji 1. Persiapan cetakan: -
Satu hari sebelum pembuatan beton, keluarkan cetakan yang akan digunakan untuk pencetakan.
-
Minyali cetakan dnegan oli atau gemuk, agar memudahkan saat cetakan dibuka
2. Pengadukan, dilakukan oleh supplier sehingga tidak perlu dilakukan pengadukan manual. 3. Pengujian slump, dijelaskan pada sub-bab Pengujian Slump 4. Pengisian cetakan, isilah cetakan dengan dengan adukan beton dalam 3 lapis, tiap lapis berisi kira-kira 1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Pada pemadatan lapis pertama tongkat tidak boleh menyentuh dasar cetakan, pada pemadatan lapis selanjutnya tongkat tidak boleh masuk lebih dari 25,4 mm ke dalam lapisan dibawahnya. Setelah selesai melakukan pemadatan, ketuklah sisi cetakan perlahan-lahan hingga rongga udara menutup 5.
Ratakan permukaan beton dan diamkan selama 24 jam hingga beton mengering.
b) Prosedur Perawatan Benda Uji 1. Setelah 24 jam dari waktu pencetakan, buka dan keluarkan benda uji dari cetakan. 2. Rendam benda uji di dalam bak perendam berisi air yang telah memenuhi persyaratan untuk perawatan selama waktu yang dikehendaki. 3. Biarkan beton direndam dalam bak perendam hingga satu hari sebelum waktu pengujian.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
47
3.3.2 Pengujian Slump Beton Pengujian slump beton dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi atau tingkat kekentalan adukan beton. Nilai slump dari beton menunjukkan kekentalan adukan beton tersebut dan besar kecilnya nilai slump pada adukan beton bergantung pada banyak-sedikitnya kadar air yang terkandung pada adukan beton tersebut. Makin besar nilai slump maka artinya semakin encer adukan beton dan mengakibatkan semakin rendah kekuatan dari beton tersebut.Berikut ini adalah prosedur yang dilakukan dalam pengujian slump. Peralatan 1. Kerucut Abrams, yaitu cetakan berupa kerucut terpancung dengan diameter bawah 20 cm, diameter atas 10 cm, dan tinggi 30 cm. Bagian atas dan bawah cetakan terbuka. 2. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm. Panjang 60 cm, ujung dibulatkan dan sebaiknya terbuat dari baja tahan karat. 3. Pelat logam dengan permukaan yang kokoh rata dan kedap air. 4. Sendok cekung. 5. Mistar ukur.
Gambar 3.3 Alat Kerucut Abrams
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
48
Prosedur 1. Cetakan dan pelat dibasahi dengan kain basah. 2. Letakan cetakan di atas pelat. 3. Isilah cetakan sampai penuh dengan adukan beton dalam 3 lapis, tiap lapis berisi kira-kira 1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Pada pemadatan tongkat harus tepat masuk sampai dengan lapisan bawah tiap-tiap lapisan. Pada lapisan pertama bagian tepi tongkat dimiringkan sesuai dengan kemiringan cetakan. 4. Segera setelah selesai pemadatan ratakan permukaan benda uji dengan tongkat; tunggu selama setengah menit. 5. Angkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas. 6. Balik cetakan dan letakan perlahan-lahan di samping benda uji. 7. Ukurlah slump yang terjadi dengan menentukan perbedaan tinggi rata-rata cetakan dnegan benda uji. 3.3.3 Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton perlu dilakukan untuk memvalidasi nilai kuat tekan (fc’) dari beton yang dipesan dengan ready-mix. Kuat tekan yang didapat ini pada akhirnya nanti akan digunakan untuk melakukan perhitungan manual terhadap model pelat beton yang diuji. Dari hasil pengujian ini nantinya akan didapatkan besarnya gaya yang diperlukan untuk beton silinder mencapai titik leleh dan gaya maksimum yang diperlukan untuk menghasilkan retakan (crack) pada beton silinder. Gaya tersebut kemudian akan dibagi dengan luasan permukaan silinder sehingga didapatkan besarnya tegangan tekan dari beton silinder tersebut. Berikut ini adalah alat yang digunakan serta prosedur pengujian kuat tekan beton silinder berdasarkan ASTM C 39/C 39M-05. Peralatan 1. Mesin tes tekan beton.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
49
2. Satu set alat pelapis (caping). 3. Timbangan dengan ketelitian 0,3 % dari berat contoh. Prosedur a) Prosedur Persiapan 1. Keluarkan benda uji yang akan ditentukan kuat tekannya dari bak perendam 1 hari sebelum waktu uji yang ditentukan, kemudian bersihkan dari kotoran yang menempel dengan kain lembab. 2. Kesesokan harinya, tentukan berat dan ukuran benda uji 3. Melapisi permukaan atas dn bawah benda uji (caping) dengan mortar belerang, dengan cara: -
Lelehkan mortar beleran di dalm pot peleleh sampai suhu 130°c.
-
Lapisi cetakan pelapis dengan gemuk
-
Tuang mortar belerang ke dalam cetakan pelapis
-
Letakkan benda uji tegak lurus pada cetakan pelapis hingga mortar beleran cair mengeras.
-
Dengan cara yang sama lakukan pelapisan pada permukaan bawahnya.
4. Diamkan selam ±1 jam sampai lapisan belerang mengering. b) Prosedur Pengujian 1. Benda uji yang telah di caping di letakkan di atas mesin tes tekan secara sentris. 2. Mesin tes tekan dijalankan dengan melakukan penambahan beban yang konstan antara 2 hingga 4 kg/cm2 3. Pembebanan dilanjutkan hingga benda uji hancur. 4. Catat besarnya beban yang diperlukan untuk menghancurkan benda uji. 5. Amati pola keretakan benda uji Perhitungan Kuat tekan beton diperhitungkan berdasarkan rumus berikut:
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
50
=
; $
Dimana: f = Tegangan tekan beton (kg/cm2) P = Gaya tekan (kg) A = Luas penampang silinder beton (cm2) 3.3.4 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Pengujian kuat tarik baja tulangan dilakukan untuk mendapatkan nilai dari tegangan tarik (fy) baja. Tegangan tarik ini akan digunakan juga untuk melakukan analisis statis model pelat yang diuji untuk kemudian dibandingkan dengan sampel pelat. Dari hasil pengujian ini nantinya akan didapatkan gaya yang diperlukan untuk melelehkan tulangan dan gaya maksimum yang diperlukan untuk memutuskan tulangan. Dari gaya pada titik leleh tersebut kemudian bisa dihitung besarnya tegangan tarik yang dapat diterima oleh baja tulangan. Sebelum dapat melakukan pengujian tarik ini perlu dilakukan pemotongan benda uji dari jaring wiremesh sepanjang kebutuhan dan pembubutan agar bentuk benda uji sesuai ketentuan. Peralatan 1. Mesin uji tarik dengan persyaratan: a. Mesin harus dapat menarik benda uji dengan kecepatan merata dan dapat diatur sehingga kecepatan naiknya tegangan tidak melebihi 1kg/mm2 tiap detik. b. Ketelitian pembacaan sebaiknya sebesar 1/10 x beban maksimum menurut skala penunjuk beban pada mesin uji tarik. 2. Alat ukur geser. 3. Alat pemotong baja. 4. Alat penggores batang percobaan. 5. Mesin bubut
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
51
Prosedur 1. Benda uji dipotong dengan menggunakan alat pemotong baja, sesuai aturan. 2. Jepit benda uji pada pegangan h (lihat gambar) pada alat penjepit mesin uji tarik. Sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda uji. 3. Jalankan mesin dengan kecepatan tarik 1 kg/mm2 tiap detik dan amati serta catat kenaikan beban serta kenaikan panjang yang terjadi hingga benda uji putus 3.3.5 Pengujian Kuat Tarik Belah Beton Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tarik belah pada suatu spesimen beton. Pengujian ini dipilih dengan tujuan untuk membandingkan perilaku sampel pelat dengan perilaku material beton terhadap gaya tarik. Sampel yang diuji dalam pada pengujian ini merupakan silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 5 buah. Peralatan 1. Alat uji tekan beton 2. Lempengan besi untuk membagi rata beban
Prosedur 1. Gambarkan garis diameter pada masing-masing ujing spesimen agar keduanya berada pada bidang aksial yang sama. 2. Lakukan pengukuran dimensi dan berat benda uji. 3. Letakkan spesimen pada garis bidang kayu kemudian selaraskan agar garis diameter pada ujung spesimen berpusat atau tegak lurus dengan garis bidang kayu. 4. Letakkan garis bidang kayu yang kedua dan bearing bar sepanjang silinder dan kemudian selaraskan agar garis diameter pada ujung spesimen berpusat atau tegak lurus dengan garis bidang kayu.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
52
5. Lakukan pembebanan dengan peningkatan yang konstan antara 7,03 kg/cm2 sampai 14,06 kg/cm2 per menit. 6. Catat beban maksimal saat terjadi keruntuhan.
Gambar 3.4 Alat Kuat Tarik Belah
3.3.6 Pengujian Kuat Geser Beton Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan beton mentransfer geser. Pada pengujian ini dapat diketahui kekuatan beton dalam menahan gaya geser yang diberikan. Pada aplikasinya nanti kekuatan geser yang didapat akan digunakan untuk memvalidasi perilaku geser yang dialami sampel pelat. Bentuk sampel yang digunakan dalam pengujian ini adalah sampel beton berbentuk huruf S seperti pada Gambar 3.5. Peralatan 1. Alat uji tekan Prosedur 1. Lakukan pengukuran dimensi dan berat benda uji. 2. Tempatkan benda uji pada mesin uji tekan secara sentries. 3. Lakukan pembebanan dengan alat uji tekan. 4. Catat beban saat terjadi keruntuhan.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
53
Gambar 3.5 Benda Uji Kuat Geser
3.3.7 Third Point Loading ( Pembebanan Empat Titik Struktur Pelat) Pengujian terhadap sampel pelat akan dilakukan pada saat pelat berumur 28 hari. Pengujian ini dipilih dengan tujuan agar perilaku pelat terhadap pembebanan empat titik dapat diketahui. Dengan menggunakan pembebanan empat titik, bisa didapatkan model keruntuhan yang diakibatkan gaya dalam lentur murni dan model keruntuhan yang diakibatkan kombinasi gaya dalam lentur dan gesr. Gaya dalam lentur murni akan bekerja pada jarak 1/3 bentang hingga 2/3 bentang, sedangkan jarak tumpuan ke 1/3 bentang untung masingmasing uujung akan mengalami gaya geser dan gaya lentur. Berikut ini akan dijelaskan mengenai prosedur pengujian kuat lentur ini. Peralatan 1. Mesin uji lentur (flexural strength testing machine) 2. Benda uji beam mold 15 x 15 x 55 cm
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
54
Gambar 3.6 Alat Third-Point Loading
Prosedur 1. Benda uji balok ukuran 15 x 15 x 55 cm. 2. Tentukan panjang bentang yaitu tiga kali tinggi balok pada posisi simetris memanjang. 3. Mengatur posisi roda baja bagian bawah untuk meletakkan benda uji 4. Balok diletakkan di kedua perletakan mesin uji lentur secara simetris 5. Diberi beban garis sejarak 1/3 bagian dari perletakan secara simetris. 6. Mesin uji lentur dihidupkan 7. Diberikan beban secara tetap dan berkesinambungan tanpa ada beban kejut sampai keruntuhan terjadi. 8. Catat besar beban maksimum yang terjadi untuk perhitungan. Perhitungan Untuk keruntuhan yang terjadi pada bagian tengah bentang, modulus of rupture (R) dihitung berdasarkan persamaan berikut: a.
Keruntuhan pada tengah bentang:
<=>:?@A = b.
;B
(CD/F ) )
Keruntuhan yang terjadi pada bagian tarik di luar tengah bentang:
<=>:?@A =
3; B H (CD/F ) ) Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
55
Dimana: <=>:?@A
= tegangan lentur (kg/cm2)
P
= beban maksimum yang terjadi (kg)
L
= panjang bentang (cm)
b
= lebar spesimen (cm)
d
= tinggi spesimen (cm)
a
= jarak rata-rata dari garis keruntuhan dan titik perletakan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
56
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
Setelah dilakukan pengujian material dan benda uji pelat HCS, pada bab ini akan dibahas data hasil pengujian yang telah diolah dan akan dipaparkan hasil analisa yang dilakukan penulis mengenai sifat dan perilaku pelat HCS terkait pengaruh volume void didalamnya. 4.1 PENDAHULUAN Analisis yang akan dilakukan pada bab ini adalah analisis terhadap benda uji dengan membandingkan perilaku dan kapasitas benda uji melalui pola retak dan keruntuhan yang terjadi, grafik beban-lendutan dan momen-rotasi, serta kapasitas ultimit dari benda uji. Sebelum data hasil pengolahan data dipaparkan, penulis akan memberi sedikit gambaran menegenai pelaksanaan yang telah dilakukan dan beberapa perubahan terhadap metode awal yang direncanakan. 4.1.1 Pengecoran Pengecoran dilakukan dalam dua gelombang, yang disebut Batch 1 dan Batch 2. Pada rencana awal pengecoran dilakukan dalam satu gelombang akan tetapi akibat adanya kejadian pasca pengecoran pertama yang mengakibatkan beberapa benda uji mengalami kerusakan maka diputuskan untuk melakukan pengecoran kedua dan menambah benda uji yang akan dites. Pengecoran gelombang pertama dilakukan pada tanggal 6 Februari 2011 dengan mutu beton rata-rata fc’ 27 MPa dan pengecoran kedua dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2011 dengan mutu beton rata-rata fc’ 34 MPa. Pada pengecoran pertama dibuat enam benda uji dan pada pengecoran kedua dibuat dua benda uji. Walau beberapa benda uji pada pengecoran pertama mengalami kerusakan yaitu berupa permukaan beberapa pelat yang bergelombang dan adanya sisi yang keropos pada satu pelat, akan tetapi penulis berkeputusan untuk tetap menguji Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
57
seluruh benda uji tersebut dengan memberikan reparasi yaitu berupa chip and grout pada bagian yang rusak. Perataan bagian yang bergelombang dan keropos menggunakan semen grouting merek sika grout dengan mutu K-500. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa mutu beton tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan kapasitas dan material yang berbeda yang digunakan untuk menambal permukaan tidak rata tidak akan mempengaruhi distribusi tegangan pada badan pelat. 4.1.2 Benda Uji Berikut ini adalah data benda uji yang dibuat untuk masing-masing batch: Tabel 4.1 Data Umum Benda Uji Kode BM-I BM-II 4V- I 4V-II 4V-III 5V-I 5V-II 5V-III
Batch 1 1 1 1 2 1 1 2
P L (mm) (mm) 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500
598 596 598 597 597 594 598 596
A1 151,4 152,3 147 150 153,5 150,3 151,1 151,3
B1 152,3 155 152 151 153,7 151 151,4 153,4
t (mm) C1 A2 B2 C2 150,7 150,9 151,4 152,2 155,1 152,8 153,3 152,7 152,5 148,1 150,85 151,5 150,8 150,2 150 148,2 151,4 152,9 150,2 153,9 151,2 150,5 150,8 151,2 151,6 150,8 151,3 151,6 151,2 153,6 155,8 155,6
Grouting Atas (M) Atas (S) Sisi (L) Bawah (S) -
S = Small, kerusakan kecil (Luas grouting < 5 cm2) M = Medium, kerusakan sedang (Luas grouting 5 – 20 cm2) L = Large, kerusakan besar (Luas Grouting > 20 cm2)
Dengan gambaran dimensi sebagai berikut:
Gambar 4.1 Dimensi Benda Uji
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
58
4.2 DATA HASIL PENGUJIAN MATERIAL Pengujian material dilakukan untuk mengetahui mutu dari beton dan baja tulangan yang digunakan dan untuk mencocokan preleminary design benda uji dengan melakukan analisi ulang terhadap kekuatan berdasarkan pengujian material ini. Pengujian material dilakukan dalam dua gelombang yang dinamai batch 1 sebagai gelombang pertama dan batch 2 sebagai gelombang kedua. Pengujian material dilakukan dalam dua gelombang dikarenakan pengecoran yang dilakukan juga dalam dua gelombang. Pengecoran pertama pada tanggal 6 Februari 2011 dan pengecoran kedua pada tanggal 13 April 2011. Berikut ini adalah data hasil pengujian material yang telah dilakukan: 4.2.1 Uji Kuat Tekan (Compressive Test) Uji tekan beton bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tekan (fc’). Pengujian dilakukan pada 9 sampel silinder, dengan perincian 4 sampel dari pengecoran gelombang pertama dan 5 sampel dari pengecoran gelombang kedua. Berikut adalah data-data yang diperoleh. Tabel 4.2 Hasil Uji Kuat Tekan Uji Tekan Beton SCC Nama Pembacaan Mutu Beton fc' Avg fc' B1-1 50,5 344,52 28,69852 B1-2 41 279,7 23,29901 27,41965 B1-3 47,5 324,05 26,99337 B1-4 54 368,4 30,68772 B2-1 59,9 398,3 33,05917 B2-2 58,7 381,97 31,70347 B2-3 64,68 424,78 35,25663 33,92345 B2-4 65,11 428,73 35,58499 B2-5 61,95 409,79 34,013
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
59
Gambar 4.2 Foto Hasil Pengujian Compressive Test
4.2.2 Uji Tarik Belah (Splitting Tensile Test) Uji tarik belah beton bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tarik ft’. Pengujian dilakukan pada 10 sampel silinder, dengan perincian 5 sampel dari pengecoran gelombang pertama dan 5 sampel dari pengecoran gelombang kedua. Berikut adalah data-data yang diperoleh. Tabel 4.3 Hasil Uji Kuat Tarik Belah Uji Tarik Belah Beton SCC ft' Nama Pembacaan Avg ft' (Mpa) (MPa) B1-1 25,000 3,470 B1-2 24,500 3,400 2,998 B1-3 17,000 2,359 B1-4
20,500
2,845
B1-5 B2-1 B2-2 B2-3
21,000 26,750 25,000 27,500
2,914 3,712 3,470 3,817
B2-4
27,500
3,817
B2-5
23,750
3,296
3,622
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
60
Gambar 4.3 Foto Hasil Pengujian Splitting Tensile Test
4.2.3 Uji Kuat Geser (Shear Test) Uji geser beton bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tarik (ft’). Pengujian dilakukan pada 10 sampel balok S, dengan perincian 5 sampel dari pengecoran gelombang pertama dan 5 sampel dari pengecoran gelombang kedua. Berikut adalah data-data yang diperoleh. Tabel 4.4 Hasil Uji Kuat Geser Uji Geser Beton SCC Rerata Tegangan Tegangan Nama Pembacaan Geser Geser (MPa) (MPa) B-1 B-2
3,99 5,15
5,80 7,48
B-3
3,21
4,67
B1
3,23
4,69
B2
3,06
4,45
B3 B4
1,45 3,17
2,11 4,61
B5
4,11
5,97
5,98
4,37
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
61
Gambar 4.4 Foto Hasil Pengujian ShearTest
4.2.4 Uji Kuat Lentur (Modulus Of Rupture) Uji balok lentur bertujuan untuk mengetahui nilai modulus of rupture (MoR). Pengujian dilakukan pada 6 sampel balok, dengan perincian 3 sampel dari pengecoran gelombang pertama dan 3 sampel dari pengecoran gelombang kedua.
Berikut adalah data-data yang diperoleh. Tabel 4.5 Hasil Uji Kuat Lentur Uji MoR Beton SCC
Nama
Hasil Pengujian
a (cm)
R (MPa)
Rerata R (MPa)
B-1 B-2 B-3
36 30 37
13,5 26,5 26
4,8 6,04 7,28
6,04
B-1
25
13,5
3,48
B-2
30
26,5
6,04
B-3
27
26
5,51
5,01
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
62
Gambar 4.5 Foto Hasil Pengujian MoR
4.3 DATA HASIL PENGUJIAN THIRD-POINT LOADING PELAT Berikut ini adalah data hasil pengujian pelat dengan metode third point loading yang telah diolah dan disajikan dalam bentuk grafik beban-lendutan (beban-lendutan) dan moment–rotation (momen-rotasi). Data hasil pembacaan dial sebelum dikoreksi dan data pembacaan dial terkoreksi dilampirkan pada lembar lampiran. Sebelumnya berikut ini adalah skema pengujian pelat pada loading frame. Angka 1 sampai 9 menunjukan posisi dial pembaca lendutan yang digunakan. Grafik hasil pengolahan data mengacu pada beban total dan lendutan berdasarkan lokasi dial pada skema tersebut. Pada pengujian ini beban yang diberikan oleh hydraulic jack dibagi dua ke masing-masing piston, sehingga saat pembacaan P kN pada hydraulic jack artinya terjadi pembebanan 1I2 P kN untuk masing-masing piston.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
63
Gambar 4.6 Skema Pembebanan Loading Frame dan Posisi Dial
4.3.1 Hasil Loading Test Pelat Solid (Benchmark) 1.) Pelat Solid Benchmark I Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat solid 1 (benchmark 1). Pelat solid Benchmark I merupakan pelat yang di cor pada gelombang pertama yaitu pada tangga 6 Februari 2011 dengan kuat tekan rata-rata 27 Mpa (fc’27 Mpa)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
64
30000
Force (N)
25000 20000 15000
3
10000
4
5000
5
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
4.7 Grafik Beban Lendutan BM 1dial 3, 4, 5. 30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
5
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Moment (Nmm)
Gambar 4.8 Grafik Beban Lendutan Rata-Rata BM 1dial 3, 4, 5. 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
BM I
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
Rotation (rad)
Gambar 4.9 Grafik Momen-Rotasi BM 1dial 1dan 7
Karena terjadi kesalahan pembacaan dial 1, sehingga validitas dari momen rotasi pada dial 1 dan pelat BM I ini diragukan. Sehingga untuk
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
65
analisis selanjutnya grafik momen rotasi pelat BM I ini hanya akan digunakan dial 7 sebagai pembanding. 2.) Pelat Solid Benchmark II Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat solid 2 (benchmark 2). Pelat Benchmark II di cor pada gelombang pertama yaitu pada tangga 6 Februari 2011 dengan kuat tekan rata-rata 27 Mpa (fc’27 Mpa) 30000
Force (N)
25000 20000 15000
3
10000
4
5000
5
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.10 Grafik Beban-Lendutan BM II dial 3, 4 dan 5
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
BM 2
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.11 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata BM II dial 3, 4 dan 5
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Moment (Nmm)
66
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
1
7
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Moment (Nmm)
Gambar 4.12 Grafik Momen-Rotasi BM II Dial 1 dan 7
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
BM II
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Gambar 4.13 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata BM II Dial 1 dan 7
4.3.2 Hasil Loading test Pelat HCS 4 Void (19 % Volume Void) 1.)
Pelat HCS 4 Void I Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi
pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat HCS 4 Void (19 persen Volume Void). Pelat 4 Void I merupakan pelat yang di cor pada gelombang pertama yaitu pada tangga 6 Februari 2011 dengan kuat tekan rata-rata 27 Mpa (fc’27 Mpa) Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
67
30000 25000 Force (N)
20000 15000
3
10000
4
5000
5
0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.14 Grafik Beban-Lendutan 4 Void I dial 3, 4 dan 5
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
4VI
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Moment (Nmm)
Gambar 4.15 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void I dial 3, 4 dan 5
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
1 7
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Gambar 4.16 Grafik Momen-Rotasi 4 Void I Dial 1 dan 7
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Moment (Nmm)
68
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
4 Void I
0
0,005
0,01
0,015
Rotation (rad)
Gambar 4.17 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void I Dial 1 dan 7
2.)
Pelat HCS 4 Void II Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi
pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat HCS 4 Void II (19% Volume Void). Pelat 4 Void II merupakan pelat yang di cor pada gelombang pertama yaitu pada tangga 6 Februari 2011 dengan kuat tekan rata-rata 27 Mpa (fc’27 Mpa)
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4
5000
titik 5
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.18 Grafik Beban-Lendutan 4 Void II dial 3, 4 dan 5
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
69
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
4 V II
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Moment (Nmm)
Gambar 4.19Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void II dial 3, 4 dan 5
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
1 7
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Moment (Nmm)
Gambar 4.20 Grafik Momen-Rotasi 4 Void II Dial 1 dan 7
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
4 Void II
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Gambar 4.21 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void II Dial 1 dan 7
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
70
3.)
Pelat HCS 4 Void III Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi
pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat HCS 4 Void III (19% Volume Void). Pelat HCS 4 Void III ini adalah pelat yang di cor pada gelombang kedua yaitu pada tanggal 13 April 2011 dengan kuat tekan rata-rata 34 Mpa (fc’34MPa).
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4
5000
titik 5
0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.22 Grafik Beban-Lendutan 4 Void III dial 3, 4 dan 5
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
4 V III
5000 0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.23 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void III dial 3, 4 dan 5
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Moment (Nmm)
71
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
1
7
-0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Moment (Nmm)
Gambar 4.24 Grafik Momen-Rotasi 4 Void III Dial 1 dan 7
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
4 Void III
0
0,005
0,01
0,015
Rotation (rad)
Gambar 4.25 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void III Dial 1 dan 7
4.3.3 Hasil Loading test Pelat HCS 5 Void (24 % Volume Void) 1.)
Pelat HCS 5 Void I Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi
pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat HCS 5 Void I (24% Volume Void). Pelat HCS 4 Void III ini adalah pelat yang di cor pada gelombang kedua yaitu pada tanggal 6 Februari 2011 dengan kuat tekan rata-rata 27 Mpa (fc’27MPa).
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
72
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4
5000
titik 5
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.26 Grafik Beban-Lendutan 5 Void I dial 3, 4 dan 5
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
5VI
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Moment (Nmm)
Gambar 4.27 Grafik Beban-Lendutan Rata –Rata 5 Void I dial 3, 4 dan 5
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
1 7
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Gambar 4.28 Grafik Momen-Rotasi 5 Void I Dial 1 dan 7
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Moment (Nmm)
73
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
5 Void I
0
0,005
0,01
0,015
Rotation (rad)
Gambar 4.29 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 5 Void I Dial 1 dan 7
2.)
Pelat HCS 5 Void II Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi
pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat HCS 5 Void II (24% Volume Void). Pelat HCS 4 Void III ini adalah pelat yang di cor pada gelombang kedua yaitu pada tanggal 6 Februari 2011 dengan kuat tekan rata-rata 27 Mpa (fc’27MPa).
Gambar 4.30 Grafik Beban-Lendutan 5 Void II dial 3, 4 dan 5 30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4
5000
titik 5
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
74
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
5 V II
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Moment (Nmm)
Gambar 4.31 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 5 Void II dial 3, 4 dan 5
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
1
7
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Moment (Nmm)
Gambar 4.32 Grafik Momen-Rotasi 5 Void II Dial 1 dan 7
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
5 Void II
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Gambar 4.33 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 5 Void II Dial 1 dan 7
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
75
3.)
Pelat HCS 5 Void III Berikut ini adalah grafik hasil pengolahan data untuk momen-rotasi
pada dial 1 dan dial 7, beban-lendutan pada dial 3, dial 4, dan dial 5, serta grafik rata-rata momen-rotasi dan beban-lendutan untuk pelat HCS 5 Void III (19% Volume Void). Pelat HCS 5 Void III ini adalah pelat yang di cor pada gelombang kedua yaitu pada tanggal 13 April 2011 dengan kuat tekan rata-rata 34 Mpa (fc’34MPa). 30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4
5000
titik 5
0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.34 Grafik Beban-Lendutan 5 Void III dial 3, 4 dan 5
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000
5 V III
5000 0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Gambar 4.35 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 5 Void III dial 3, 4 dan 5
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Moment (Nmm)
76
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
1
7
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Moment (Nmm)
Gambar 4.36 Grafik Momen-Rotasi 5 Void III Dial 1 dan 7
8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 -0,002
5 Void III
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
Gambar 4.37 Grafik Momen-Rotasi Rata – Rata 5 VoidI II Dial 1 dan 7
4.4 ANALISIS POLA KERUNTUHAN (FAILURE MODE) Pola keruntuhan elemen struktur beton beragam sesuai dengan pembebanan dan gaya dalam yang bekerja padanya. Pada elemen struktur pelat, keretakan dan keruntuhan yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gaya moment dan gaya geser yang bekerja akibat kombinasi pembebanan. Pada penelitian kali ini keretakan yang terjadi tentunya diakibatkan oleh pembebanan pada 1/3 dan 2/3 bentang pelat yang mengakibatkan gaya moment pada daerah 1/3 hingga 2/3 bentang dan kombinasi gaya moment dan gaya geser pada daerah lainnya. Oleh karena perilaku gaya dalam tersebut pengujian ini disebut juga sebagai pengujian lentur murni.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
77
Dengan metode pengujian third point load ini, perilaku sampel pelat HCS terhadap pola keruntuhan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu retak dan keruntuhan akibat gaya moment murni yang tentunya akan terjadi pada daerah lentur murni (1/3 l – 2/3 l) atau keruntuhan akibat kombinasi gaya moment dan gaya geser yang akan terjadi pada daerah antara perletakan dan beban. Penyebutan beban yang menyebabkan pola retak disesuaikan dengan pembacaan dial saat retak terjadi yang berarti bahwa beban yang bekerja adalah beban total dari tekanan piston kedua hydraulic jack ditambah berat dua balok baja web-flange yang berfungsi sebagai pengkonversi beban piston (beban titik) menjadi beban garis.
Gaya Dalam Momen
Gaya Dalam Geser
Gambar 4.38 Skema Daerah Lentur Murni dan Daerah Kombinasi Lentur dan Geser dan gaya dalam yang terjadi
4.4.1 Pola Keruntuhan Benda Uji 1.) Pelat Solid (Benchmark) Berikut ini adalah pola keruntuhan yang terjadi pada pelat solid 1 dan pelat solid 2.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
78
Gambar 4.39 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat BM I v
Gambar 4.40 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat BM II
Pada pelat solid 1 retak awal terjadi pada daerah tengah bentang yaitu + 15 cm dari tengah bentang. Retak awal ini terjadi pada daerah lentur murni sehingga dapat dipastikan disebabkan oleh gaya tarik yang bekerja pada pelat melebihi kekuatan tarik dari pelat pada titik tersebut. Retakan terjadi pada saat pembebanan 17 kN dan terus bertambah panjang untuk setiap kenaikan beban. Retak kedua muncul saat pembebanan 18 kN yang terjadi di daerah beban sedikit di luar garis beban. Hal ini menunjukan bahwa retak kedua ini dipengaruhi oleh kombinasi lentur dan geser pada pelat. Keretakan terus bertambah panjang dan mulai menjalar ke tengah bentang hingga akhirnya keruntuhan terjadi pada saat tulangan di tengah bentang mengalami pelelehan. Keruntuhan terjadi di daerah tengah bentang dengan tanda retak yang melebar dan memanjang di daerah tengah bentang saat pembebanan mencapai 25 kN. Pada pelat solid kedua pola keretakan yang dialami masih sama. Retak awal bermulapada daerah lentur murni pada saat pembebanan 17 kN. Retak kedua terjadi pada saat pembebanan mencapai 18 kN yang terjadi pada daerah + 3 cm
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
79
dari di luar garis beban. Retak kedua ini menunjukan terjadinya retak geser akibat pengaruh lentur dan geser pada pelat. Retak terus bertambah semakin masuk ke daerah tengah bentang dan terus memanjang serta melebar hingga akhirnya terjadi keruntuhan pada daerah pembebanan kanan pada saat beban mencapai 26588N. Dari pola keruntuhan yang serupa tersebut hampir seluruh keretakan terjadi pada daerah diantara beban (1/3 l – 2/3 l). Untuk pelat solid pertama pada daerah kombinasi lentur dan geser terjadi 2 keretakan yang berjarak + 2 cm dari masing-masing garis beban. Sedangkan untuk pelat solid kedua hanya terjadi satu keretakan yang juga berjarak + 2 cm dari salah satu garis beban. Selain itu pola keretakan yang terjadi bersifat simetris terhadap garis tengah bentang untuk masing-masing pelat yang menunjukan kelenturan pelat yang simetris. Pada kedua pelat solid ini dapat disimpulkan bahwa retak dan keruntuhan yang terjadi karena lelehnya tulangan akibat gaya tarik di serat bawah pelat yang dihasilkan oleh gaya moment murni. Pengaruh gaya geser pada keretakan dapat dikatakan tidak ada karena retak pada daerah kombinasi moment dan gaya geser yang terjadi mendekati sudut 90° dari sumbu horizontal pelat yang artinya keretakan terjadi akibat gaya moment dan bukanlah gaya geser. Keruntuhan pada kedua pelat ini terjadi pada lokasi yang agak berbeda. Pada pelat solid pertama keruntuhan terjadi pada jarak + 4 cm dari tengah bentang sedangkan pada pelat solid kedua keruntuhan terjadi pada jarak + 2 cm dari salah satu garis beban. Walau keruntuhan yang terjadi berbeda lokasi akan tetapi jenis keruntuhannya masih serupa, yaitu keruntuhan lentur. Keruntuhan lentur ini terjadi akibat tegangan tarik serat bawah pelat yang dialami oleh baja tulangan. Keruntuhan terjadi saat baja tulangan mengalami pelelahan yang mengakibatkan regangan tulngan membesar sehingga beton yang lebih getas daripada baja mengalami regangan yang melewati batas regangan maksimalnya. Hal ini terjadi dengan tanda-tanda keretakan berhenti memanjang secara vertikal melainkan semakin melebar ke arah horizontal. Pada saat baja tulangan mengalami peregangan dan beton mengalami keretakan, kekauan beton semakin menurun akibat tinggi efekti serat tekan beton semakin memendek, hal ini lah yang menyebabkan lendutan dari beton bertambah besar hingga akhirnya struktur tidak kuat lagi menahan pembebanan. Hal ini ditunjukan oleh hydraulic
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
80
jack dari mesin loading test
yang tidak mampu menambah beban, sehingga
pengujian dihentikan sesaat sebelum baja tulangan runtuh karena pertimbangan mengenai keamanan. 2.) HCS 4 Void ( 19% Volume Void) Pada pelat 4 Void I retak awal terjadi pada daerah tengah bentang yaitu + 2 cm dari garis tengah. Retakan terjadi pada saat pembebanan 13 kN dan terus bertambah panjang untuk setiap kenaikan beban. Retak kedua muncul saat pembacaan 15 kN yang terjadi didaerah beban lainnya. Hal ini menimbulkan pola simetris terhadap keretakan. Keretakan terus bertambah panjang dan mulai menjalar ke tengah bentang hingga akhirnya keruntuhan terjadi pada saat tulangan di tengah bentang mengalami pelelehan. Keruntuhan terjadi di daerah tengah bentang dengan tanda retak yang melebar dan memanjang di daerah tengah bentang saat pembebanan mencapai 22 kN. Berikut ini adalah pola keruntuhan yang terjadi pada pelat 4 Void I, pelat 4 Void II, dan 4 Void III.
Gambar 4.41 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 4 Void I
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
81
Gambar 4.42 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 4 Void II
Gambar 4.43 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 4 Void III
Pada pelat 4 Void II pola keretakan yang dialami masih sama. Retak awal bermulapada daerah beban kiri dan kanan yang terjadi secara bersamaan saat pembebanan 11 kN. Retak kedua terjadi pada saat pembebanan mencapai 13 kN yang terjadi pada tengah bentang. Retak terus bertambah semakin masuk ke daerah tengah bentang dan terus memanjang serta melebar hingga akhirnya terjadi keruntuhan pada daerah pembebanan kanan pada saat beban mencapai 24 kN. Pada pelat 4 Void III retak awal bermula pada daerah tengah bentang saat pembebanan 14 kN. Retak kedua terjadi pada saat pembebanan mencapai 15 kN yang terjadi pada daerah pembebanan. Retak terus bertambah semakin masuk ke daerah tengah bentang dan terus memanjang serta melebar hingga akhirnya terjadi keruntuhan pada daerah pembebanan kanan pada saat beban mencapai 25 kN. Dari pola keruntuhan yang serupa tersebut hampir seluruh keretakan terjadi pada daerah diantara beban (1/3 l – 2/3 l). Untuk pelat 4 Void I pada daerah kombinasi lentur dan geser terjadi dua keretakan yang berjarak + 2 cm dari masing-masing garis beban, begitu pula pelat 4 Void III yang mengalami keretakan pada masing-masing daerah geser lentur.. Sedangkan untuk pelat 4 Void Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
82
II hanya terjadi satu keretakan didaerah lentur-geser yang juga berjarak + 2 cm dari salah satu garis beban. Selain itu pola keretakan yang terjadi bersifat simetris terhadap garis tengah bentang untuk masing-masing pelat yang menunjukan kelenturan pelat yang simetris. Pada ketiga pelat 4 Void ini memiliki kecenderungan bahwa retak dan keruntuhan yang terjadi karena lelehnya tulangan akibat gaya tarik di serat bawah pelat yang dihasilkan oleh gaya moment murni. Pengaruh gaya geser pada keretakan diduga tidak ada karena retak pada daerah kombinasi moment dan gaya geser yang terjadi mendekati sudut 90° dari sumbu horizontal pelat yang artinya keretakan terjadi akibat gaya moment dan bukanlah gaya geser. Keruntuhan pada kedua pelat ini terjadi pada lokasi yang serupa. Pada masing-masing pelat 4 Void keruntuhan terjadi pada area disekitar salah satu garis beban. Walau keruntuhan yang terjadi berada pada garis pembebanan akan tetapi jenis keruntuhannya masih serupa, yaitu keruntuhan lentur. Keruntuhan lentur ini terjadi akibat tegangan tarik serat bawah pelat yang ditransfer ke baja tulangan menyebabkan meregangnya baja tulangan yang pada akhirnya
berkembang
hingga
melebihi
regangan
dari
beton
sehingga
mengakibatkan melebarnya retakan dan berujung pada keruntuhan. Hal ini terjadi dengan tanda-tanda keretakan berhenti memanjang secara vertikal melainkan semakin melebar
ke arah horizontal. Pada saat baja tulangan mengalami
peregangan dan beton mengalami keretakan, kekauan beton semakin menurun akibat tinggi efekti serat tekan beton semakin memendek, hal ini lah yang menyebabkan lendutan dari beton bertambah besar hingga akhirnya struktur tidak kuat lagi menahan pembebanan. Hal ini ditunjukan oleh hydraulic jack dari mesin loading test yang tidak mampu menambah beban, sehingga pengujian dihentikan sesaat sebelum baja tulangan runtuh karena pertimbangan mengenai keamanan. 3.) Pelat HCS 5 Void (24% Volume Void) Berikut ini adalah pola keruntuhan yang terjadi pada pelat 5 Void I, pelat 5 Void II, dan pelat 5 Void III.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
83
Gambar 4.44 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 5 Void I
Gambar 4.45 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 5 Void II
Gambar 4.46 Foto Pola Retak dan Keruntuhan Pelat 5 Void III
Pada pelat 5 Void I retak awal terjadi pada daerah lentur mendekati tengah bentang. Retakan terjadi pada saat pembebanan 13kN dan terus bertambah panjang untuk setiap kenaikan beban. Retak kedua muncul saat pembebanan 16 kN yang terjadi didaerah luar beban, yaitu are lentur-geser. Hal ini menunjukan bahwa sedikit-banyak gaya geser yang dialami pelat cukup memberi pengaruh terhadap keretakan. Keretakan terus bertambah panjang dan mulai menjalar ke tengah bentang hingga akhirnya keruntuhan terjadi pada saat tulangan di satu titik area lentur murni mengalami pelelehan melebihi regangan beton. Keruntuhan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
84
terjadi di daerah tengah bentang dengan tanda retak yang melebar dan memanjang saat pembebanan mencapai 20 kN. Pada pelat 5 Void II pola keretakan yang dialami masih sama. Retak awal bermula pada area lentur murni mendekati tengah bentang saat pembebanan 10 kN. Retak kedua terjadi pada saat pembebanan mencapai 13 kN yang terjadi pada daerah + 15 cm dari tengah bentang. Retak terus bertambah semakin masuk ke daerah tengah bentang dan terus memanjang serta melebar hingga akhirnya terjadi keruntuhan pada titik retak awal saat beban mencapai 24 kN. Pada pelat 5 Void III pola keretakan yang dialami masih seragam. Retak awal bermula pada area lentur murni mendekati garis beban saat pembebanan 17 kN. Retak kedua terjadi pada saat pembebanan mencapai 19 kN yang terjadi pada area luar garis beban, yaitu area lentur-geser. Retak terus bertambah semakin masuk ke daerah tengah bentang dan terus memanjang serta melebar hingga akhirnya terjadi keruntuhan pada titik retak awal saat beban mencapai 25 kN. Dari pola keruntuhan yang serupa tersebut hampir seluruh keretakan terjadi pada daerah diantara beban (1/3 l – 2/3 l). Untuk seluruh pelat 5 Void pada daerah kombinasi lentur dan geser terjadi masing-masing satu keretakan yang berjarak + 2 cm dari masing-masing garis beban. Selain itu pola keretakan yang terjadi menunjukan keruntuhan dari pelat cenderung berperilaku lentur. Pada pelat HCS 5 Void ini dapat diperhatikan bahwa retak dan keruntuhan yang terjadi karena lelehnya tulangan akibat gaya tarik di serat bawah pelat yang dihasilkan oleh gaya moment murni yang merupakan ciri-ciri pola retak lentur. Pengaruh gaya geser pada keretakan dapat dikatakan tidak ada karena retak pada daerah kombinasi moment dan gaya geser yang terjadi mendekati sudut 90° dari sumbu horizontal pelat yang artinya keretakan terjadi akibat gaya moment dan bukanlah gaya geser. Keruntuhan pada ketiga pelat ini terjadi pada lokasi yang agak berbeda. Pada pelat 5 Void I keruntuhan terjadi pada jarak + 4 cm dari tengah bentang, pada pelat 5 Void II keruntuhan terjadi pada area lentur dengan jarak + 15 cm dari tengah bentang. sedangkan pada pelat 5 Void III keruntuhan terjadi pada jarak + 2
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
85
cm dari salah satu garis beban. Walau keruntuhan yang terjadi berbeda lokasi akan tetapi jenis keruntuhannya masih serupa, yaitu keruntuhan lentur. Keruntuhan lentur ini terjadi akibat tegangan tarik serat bawah pelat yang dialami oleh baja tulangan. Keruntuhan terjadi saat baja tulangan mengalami pelelahan yang mengakibatkan regangan tulngan membesar sehingga beton yang lebih getas daripada baja mengalami regangan yang melewati batas regangan maksimalnya. Hal ini terjadi dengan tanda-tanda keretakan berhenti memanjang secara vertikal melainkan semakin melebar ke arah horizontal. Pada saat baja tulangan mengalami peregangan dan beton mengalami keretakan, kekauan beton semakin menurun akibat tinggi efektif serat tekan beton semakin memendek, hal ini lah yang menyebabkan lendutan dari beton bertambah besar hingga akhirnya struktur tidak kuat lagi menahan pembebanan. Hal ini ditunjukan oleh hydraulic jack dari mesin loading test yang tidak mampu menambah beban, sehingga pengujian dihentikan sesaat sebelum baja tulangan runtuh karena pertimbangan mengenai keamanan.
4.4.2 Pengaruh Volume Void Terhadap Pola Keruntuhan Pada sub bab ini akan dianalisis mengenai pengaruh pengurangan volume terhadap pola retak dan keruntuhan yang terjadi. Penulis akan memaparkan perbandingan antara ketiga variabel pelat mengenai pola retakan yang terjadi saat pelat mencapai beban maksimumnya. Sampel pertama dan kedua memiliki kuat tekan fc’ 27 Mpa dan sampel ketiga memiliki kuat tekan fc’34 Mpa.. Retak awal merupakan titik awal terjadinya perpindahan gaya dari beton ke tulangan. Setelah tulangan semakin menegang keretakan semakin bertambah banyak dan retak tersebut terus bertambah panjang. Untuk mencari hubungan antara pola retak dengan variabel yang diuji perlu dibandingkan secara langsung pola retak beserta beban yang mengakibatkan masing-masing keruntuhannya. Pola retak untuk keseluruh benda uji dapat dilihat pada Gambar 4.47 di bawah ini. Garis biru menunjukan jarak setiap 5 cm, garis
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
86
merah menunjukan retak yang menimbulkan keruntuhan, dan garis ungu menunjukan garis retak awal. Dari gambar tesebut terlihat bahwa pola retak dari pelat solid Benchmark I dan Benchmark II tidak memiliki pola yang seragam, kecuali satu hal yang pasti adalah bahwa kedua pelat tersebut cenderung mengalami keretakan lentur murni. Keretakan pada area lentur-geser terlihat dialami oleh masing-masing pelat. Hal ini ditandai oleh garis retak yang vertikal pada serat bawah beton dan sedikit demi sedikit semakin miring ke bagian dalam saat garis memanjang. Sementara itu tidak jauh berbeda dengan pelat solid, pelat 4 Void juga memiliki pola retak yang berkecenderungan mengalami keruntuhan lentur. Konsentrasi retak pada daerah lentur terlihat signifikan bila dibandingkan dengan daerah lentur-geser. Secara aktual dapat dilihat bahwa retak pada area lentur-geser masih dalam daerah pengaruh beban ( + 3 cm pada pelat solid) sehingga diduga bahwa retak tersebut diakibatkan oleh distribusi tegangan yang terkonsentrasi pada area pembebanan. Pada pelat 5 Void terlihat suatu pola keretakan yang menunjukan bahwa keruntuhan terjadi pada titik retak awal. Fenomena ini tidak dapat dijadikan acuan untuk menyimpulkan secara general karena keterbatasan jumlah sampel yang dimiliki tidak dapat mewakilkan sebaran data yang terdistribusi normal. Hal pasti yang dapat dilihat adalah keruntuhan yang terjadi masih dapat dikategorikan sebagai keruntuhan lentur. Bila dibandingkan secara langsung, tidak didapatkan perbedaan yang signifikan diantara ketiga variabel. Baik pelat solid maupun pelat HCS yang memiliki lubang pada bagian web-nya, retak lentur-geser yang terjadi tidak mengalami perubahan dan keruntuhan lentur-geser tidak terjadi. Keruntuhan secara keseluruhan terjadi di area lentur murni yang menunjukan bahwa keruntuhan lentur dialami oleh struktur pelat.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
87
Gambar 4.47 Perbandingan Pola Retak dan Keruntuhan Pelat
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
88
Pengurangan volume beton pada bagian badan (web) pada strukur pelat HCS tidak mempengaruhi perubahan perilaku keruntuhan maupun pola retak dari pelat HCS. Walau retak lentur-geser terjadi pada pelat HCS akan tetapi pola dari retakan lentur-geser tersebut tetap sama dengan pola retak pelat solid. 4.5 ANALISIS GRAFIK BEBAN-LENDUTAN DAN MOMEN-ROTASI 4.5.1 Pelat Solid (Benchmark) Dari grafik hasil pengolahan data pada Gambar 4.48 dan Gambar 4.49 dapat dilihat grafik beban-lendutan di tengah bentang pelat solid dan grafik momen-rotasi pada kedua perletakan pelat. Secara terpisah penulis akan menganalisis kedua grafik dan memaparkan sifat dan perilaku pelat berdasarkan grafik hasil bacaan dial. Pada analisis mengenai pelat benchmark ini penulis tidak menggunakan data Benchmark I akibat terjadinya kesalahan pembacaan dial yang menyebabkan grafik hasil pembacaan dial tidak menggambarkan perilaku struktur pelat solid terhadap pembebanan yang dialami. Oleh karena itu, penulis hanya akan menggunakan data maupun grafik pelat Benchmark I yang dianggap valid dan menggambarkan pola perilaku pelat terhadap pembebanan third-point load. 30000
Force (N)
25000 20000 15000 BM 2
10000 5000 0 0
1
2
3
4
5
6
Deflection (mm)
Gambar 4.48 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata Benchmark
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Millions
Moment, x 106 (Nmm)
89
14 12 10 8 6 BM II
4 2 0 0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
Rotasi (rad)
Gambar 4.49 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata Benchmark
Dengan memperhatikan grafik beban-lendutan dan moment rotation secara umum garis data dapat dibagi kedalam tiga jenis, yaitu garis uncracked, garis cracked, dan garis yield Garis uncracked pada grafik merupakan garis yang mendekati linear dimulai dari titik beban atau momen 0 N dan lendutan atau putaran sudut 0,00 mm hingga titik beban atau momen retak dan lendutan atau putaran sudut retak. Pada garis uncracked ini pelat bersifat linear elastis, walaupun pada pembacaan aktual garis yang terjadi kurang linear akibat faktor-faktor seperti kerataan permukaan pelat ataupun ketegak-lurusan posisi dial, akan tetapi penulis berasumsi bahwa data yang didapatkan cukup valid karena secara garis besar penurunan yang terjadi masih mendekati linear. Pada daerah linear ini pelat bersifat elastis yang artinya lendutan yang terjadi akibat pembebanan dibawah titik retak bersifat sementara dan apabila beban berhenti bekerja pelat akan kembali mendekati bentuk awalnya. Pada garis ini kekakuan pelat masih bernilai sama seperti sebelum pembebanan, tegangan masih terdistribusi secara merata dan regangan yang terjadi masih sangat kecil dan masih berada dibawah nilai batas dan untuk lebih jelasnya mengenai perilaku ini akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Pada pelat solid ini garis uncracked ditunjukan sampai titik beban rata-rata sebesar 17 kN dengan lendutan rata-rata 1,17 mm. Setelah melewati titik ini Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
90
kemiringan garis berkurang yang menandakan retak awal telah terjadi dan kekakuan dari struktur pelat berkurang. Pada titik ini terjadi perpindahan tegangan dari beton ke baja tulangan, yang membuat tulangan mulai meleleh dan regangan pada tulangan bertambah. Tabel 4.6 Data retak awal pelat solid (Benchmark II)
Solid
Retak Awal
Pelat Beban (kN) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
BM II 17 8794000 1,17 0,001537
Pada tahap selanjutnya setelah melewati titik retak, kemiringan garis mulai berkurang. Hal ini diakibatkan oleh penambahan beban atau momen yang kecil menimbulkan lendutan atau putaran sudut yang lebih besar. Pada daerah ini struktur pelat dikatakan semi elastis, yaitu keadaan dimana bila beban yang bekerja pada struktur dilepaskan maka lendutan dari struktur tersebut tidak kembali ke kondisi awal. Dalam kondisi ini regangan yang terjadi sudah memasuki tahap semi permanen. Pada pelat solid kondisi ini terjadi saat beban rata-rata mencapai lebih besar dari 17 kN hingga 24 kN. Lendutan yang terjadi berada dikisaran nilai 1,17 mm hingga 3,33 mm. Pada keadaan semi elastis ini kekakuan struktur berkurang karena adanya pelepasan energi akibat terjadinya retak pada pelat.
Tabel 4.7 Data leleh pelat solid (Benchmark II)
Solid
Leleh
Pelat Beban (kN) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
BM II 24 12294000 3,33 0,005217
Tahapan selanjutnya dari grafik ini adalah baja tulangan mengalami pelelehan yang diakibatkan oleh perpindahan tegangan dari beton ke baja
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
91
tulangan. Pada kondisi ini lendutan semakin membesar dan beton tidak lagi berperan dalam menahan tegangan yang terjadi. Kondisi ini mengakibatkan regangan tarik beton lebih kecil dari pada regangan tarik baja. Pada grafik hal ini ditunjukan oleh garis yang semakin mendatar setelah baja tulangan mulai leleh yaitu setelah titik leleh pada beban sebesar 26 kN dan lendutan sebesar 3,33 mm hingga akhirnya struktur mengalami kegagalan saat beban sebesar 27 kN dan lendutan sebesar 4,895 mm. Setelah keruntuhan terjadi beban tidak dapat lagi bertambah sehingga pembacaan dihentikan.
Tabel 4.8 Data keruntuhan pelat solid (Benchmark II)
Solid
Runtuh
Pelat Beban (kN) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
BM II 26 13294000 4,895 0,008093
4.4.2 Pelat HCS 4 Void (19 % Void) Dari grafik hasil pengolahan data pada Gambar 4.50 dan Gambar 4.51 dapat dilihat grafik beban-lendutan di tengah bentang pelat HCS 4 Void dan grafik momen-rotasi pada kedua perletakan pelat. Secara terpisah penulis akan menganalisis kedua grafik dan memaparkan sifat dan perilaku pelat berdasarkan grafik hasil bacaan dial. Dengan memperhatikan grafik beban-lendutan rata-rata dan moment rotation rata-rata secara garis besar garis datadapat dibagi kedalam tiga jenis, yaitu garis uncracked, garis cracked, dan garis yield Garis uncracked pada grafik merupakan garis yang mendekati linear dimulai dari titik beban atau momen 0 N dan lendutan atau putaran sudut 0,00 mm hingga titik beban atau momen retak dan lendutan atau putaran sudut retak. Pada garis uncracked ini pelat bersifat linear elastis, walaupun pada pembacaan aktual garis yang terjadi kurang linear akibat faktor-faktor seperti kerataan permukaan pelat ataupun ketegak-lurusan posisi dial, akan tetapi penulis berasumsi bahwa data yang didapatkan cukup valid karena rata-rata penurunan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
92
30000 25000
Force (N)
20000 15000
4VI
10000
4 V II 4 V III
5000
Average 4 Void
0 0
2
4
6
8
Deflection (mm)
Millions
Moment, x 106 (Nmm)
Gambar 4.50 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 4 Void
14 12 10 8 4 Void I
6
4 Void II 4
4 Void III
2
Average 4 Void
0 0
0,005
0,01
0,015
0,02
rotation (rad)
Gambar 4.51 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 4 Void
yang terjadi masih mendekati linear. Pada daerah linear ini pelat bersifat elastis yang artinya lendutan yang terjadi akibat pembebanan dibawah titik retak bersifat sementara dan apabila beban berhenti bekerja pelat akan kembali mendekati bentuk awalnya. Pada garis ini kekakuan pelat masih bernilai sama seperti sebelum pembebanan, tegangan masih terdistribusi secara merata dan regangan yang
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
93
terjadi masih sangat kecil dan masih berada dibawah nilai batas dan untuk lebih jelasnya mengenai perilaku ini akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Pada pelat solid ini garis uncracked ditunjukan sampai titik beban rata-rata sebesar 13 kN dengan lendutan rata-rata 0,564 mm. Setelah melewati titik ini kemiringan garis berkurang yang menandakan retak awal telah terjadi dan kekuan dari struktur pelat berkurang. Pada titik ini terjadi perpindahan tegangan dari beton ke baja tulangan, yang membuat tulangan mulai meleleh dan regangan pada tulangan bertambah. Tabel 4.9 Data retak awal pelat HCS 4 Void
4 Void
Retak Awal
Pelat Beban (kN) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
RataRata
4 Void I 4 Void II 4 Void III 13 11 14 13,25 6794000 5794000 7294000 6627333 0,476 0,775 0,442 0,564333 0,001033 0,000783 0,001057 0,000958
Pada tahap selanjutnya setelah melewati titik retak, kemiringan garis mulai berkurang. Hal ini diakibatkan oleh penambahan beban atau momen yang kecil menimbulkan lendutan atau putaran sudut yang lebih besar. Pada daerah ini struktur pelat dikatakan semi elastis, yaitu keadaan dimana bila beban yang bekerja pada struktur dilepaskan maka lendutan dari struktur tersebut tidak kembali ke kondisi awal. Dalam kondisi ini regangan yang terjadi sudah memasuki tahap semi permanen. Pada pelat HCS 4 void kondisi ini terjadi saat beban rata-rata mencapai lebih besar dari 13,25 kN kg hingga 23,25 kN. Lendutan yang terjadi berada dikisaran nilai 0,564 mm hingga 4,33 mm. Pada keadaan semi elastis ini kekakuan struktur berkurang karena adanya pelepasan energi akibat terjadinya retak pada pelat. Tabel 4.10 Data kelelehan pelat HCS 4 Void
4 Void Pelat Beban (kN) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
Leleh
RataRata
4 Void I 4 Void II 4 Void III 21 23 24 23,25 10794000 11794000 12294000 11627333 4,02 4,476667 4,52 4,338889 0,006913 0,006543 0,009257 0,007571
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
94
Tahapan selanjutnya dari grafik ini adalah baja tulangan mengalami pelelehan yang diakibatkan oleh perpindahan tegangan dari beton ke baja tulangan. Pada kondisi ini lendutan semakin membesar dan beton tidak lagi berperan dalam menahan tegangan yang terjadi. Kondisi ini mengakibatkan regangan tarik beton lebih kecil dari pada regangan tarik baja. Pada grafik hal ini ditunjukan oleh garis yang semakin mendatar setelah baja tulangan mulai leleh yaitu setelah titik leleh pada beban sebesar 23254 N dan lendutan sebesar 4,33 mm mm hingga akhirnya struktur mengalami kegagalan saat beban sebesar 24,25 kN dan lendutan sebesar 5,659 mm. Setelah keruntuhan terjadi beban tidak dapat lagi bertambah sehingga pembacaan dihentikan. Tabel 4.11 Data keruntuhan pelat HCS 4 Void
4 Void
Runtuh
Pelat Beban (N) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
4 Void I 22 1,1E+07 4,616 0,00839
RataRata
4 Void II 4 Void III 24 25 24,25 12294000 12794000 12127333 5,178 7,183 5,659 0,007703 0,0146967 0,010264
4.4.3 Pelat HCS 5 Void (24 % Void) Dari grafik hasil pengolahan data pada Gambar 4.52 dan Gambar 4.53 dapat dilihat grafik beban-lendutan di tengah bentang pelat solid dan grafik momen-rotasi
pada kedua perletakan pelat. Secara terpisah penulis akan
menganalisis kedua grafik dan memaparkan sifat dan perilaku pelat berdasarkan grafik hasil bacaan dial. Dengan memperhatikan grafik beban-lendutan rata-rata dan moment rotation rata-rata secara garis besar garis datadapat dibagi kedalam tiga jenis, yaitu garis uncracked, garis cracked, dan garis yield Garis uncracked pada grafik merupakan garis yang mendekati linear dimulai dari titik beban atau momen 0 N dan lendutan atau putaran sudut 0,00 mm hingga titik beban atau momen retak dan lendutan atau putaran sudut retak. Pada garis uncracked ini pelat bersifat linear elastis, walaupun pada pembacaan aktual garis yang terjadi kurang linear akibat faktor-faktor seperti kerataan
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
95
30000
Average 5 Void
25000
Force (N)
20000 15000
5VI
10000
5 V II
5 V III 5000 0 0
2
4
6
8
Deflection (mm)
Millions
Moment, x 106 (Nmm)
Gambar 4.52 Grafik Beban-Lendutan Rata-Rata 5 Void
14
Average 5 Void
12 10 8 5 Void I
6
5 Void II
4
5 Void III
2 0 0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
rotation (rad)
Gambar 4.53 Grafik Momen-Rotasi Rata-Rata 5 Void
permukaan pelat ataupun ketegak-lurusan posisi dial, akan tetapi penulis berasumsi bahwa data yang didapatkan cukup valid karena rata penurunan yang terjadi masih mendekati linear. Pada daerah linear ini pelat bersifat elastis yang artinya lendutan yang terjadi akibat pembebanan dibawah titik retak bersifat sementara dan apabila beban berhenti bekerja pelat akan kembali mendekati bentuk awalnya.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
96
Pada garis ini kekakuan pelat masih bernilai sama seperti sebelum pembebanan, tegangan masih terdistribusi secara merata dan regangan yang terjadi masih sangat kecil dan masih berada dibawah nilai batas dan untuk lebih jelasnya mengenai perilaku ini akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Pada pelat 5 Void ini garis uncracked ditunjukan sampai titik beban ratarata sebesar 13 kN dengan lendutan rata-rata 1 mm. Setelah melewati titik ini kemiringan garis berkurang yang menandakan retak awal telah terjadi dan kekuan dari struktur pelat berkurang. Pada titik ini terjadi perpindahan tegangan dari beton ke baja tulangan, yang membuat tulangan mulai meleleh dan regangan pada tulangan bertambah. Tabel 4.12 Data retak awal HCS 5 Void
5 Void Pelat Beban (kN) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
Retak Awal
Average
5 Void I 5 Void II 5 Void III 13 10 17 13,92 6794000 5294000 8794000 6960667 1,502 0,83 0,668 1 0,002137 0,000983 0,000787 0,001302
Pada tahap selanjutnya setelah melewati titik retak, kemiringan garis mulai berkurang. Hal ini diakibatkan oleh penambahan beban atau momen yang kecil menimbulkan lendutan atau putaran sudut yang lebih besar. Pada daerah ini struktur pelat dikatakan semi elastis, yaitu keadaan dimana bila beban yang bekerja pada struktur dilepaskan maka lendutan dari struktur tersebut tidak kembali ke kondisi awal. Dalam kondisi ini regangan yang terjadi sudah memasuki tahap semi permanen. Pada pelat 5 Void kondisi ini terjadi saat beban rata-rata mencapai lebih besar dari 13,92 kN hingga 22,25 kN. Lendutan yang terjadi berada dikisaran nilai 1 mm hingga 3,7 mm. Dapat terlihat perbandingan beban dan lendutan beton yang semakin mengecil, pada kondisi keadaan besarnya lendutan setiap kenaikan 1000 N adalah 1/2.96 mm atau setara dengan 0,3375 mm. Apabila dibandingkan dengan keadaan sebelum terjadinya keretakan, yang pada saat itu besarnya lendutan rata-rata untuk setiap penambahan 1000 N beban adalah 0,0769 mm. Perubahan delta lendutan ini saat retak terjadi setara empat kali lipat daripada lendutan sebelum retak terjadi.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
97
Tabel 4.13 Data Kelelehan HCS 5 Void
5 Void
Leleh
Pelat Beban (N) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
Average
5 Void I 5 Void II 5 Void III 19 22 24 22,25 9794000 11294000 12294000 11127333 4,366667 4,091667 2,67 3,709444 0,007217 0,006543 0,003747 0,005836
Tahapan selanjutnya dari grafik ini adalah baja tulangan mengalami pelelehan yang diakibatkan oleh perpindahan tegangan dari beton ke baja tulangan. Pada kondisi ini lendutan semakin membesar dan beton tidak lagi berperan dalam menahan tegangan yang terjadi. Kondisi ini mengakibatkan regangan tarik beton lebih kecil dari pada regangan tarik baja. Pada grafik hal ini ditunjukan oleh garis yang semakin mendatar setelah baja tulangan mulai leleh yaitu setelah titik leleh pada beban sebesar 22,25 kN dan lendutan sebesar 3,709 mm hingga akhirnya struktur mengalami kegagalan saat beban sebesar 23,58 kN dan lendutan sebesar 5,098 mm. Setelah keruntuhan terjadi beban tidak dapat lagi bertambah sehingga pembacaan dihentikan.
Tabel 4.14 Data Runtuh HCS 5 Void
Runtuh
Average
5 Void Pelat Beban (N) Momen (Nmm) Deflection (mm) Rotation
5 Void I 20588 1E+07 4,843 0,00818
5 Void II 5 Void III 24588 25588 23588 12294000 12794000 11794000 7,113 3,338 5,098 0,010263 0,0053067 0,007916
4.5.4 Pengaruh Volume Void Terhadap Beban-Lendutan dan Momen-Rotasi Pengaruh volume void terhadap grafik momen-rotasi maupun bebanlendutan dapat dianalisis dengan membandingkan masing-masing grafik. Dari data hasil pembacaan dial yang telah diolah didapatkan grafik seperti yang telah ditunjukan pada sub bab sebelumnya. Dengan membandingkan grafik rata-rata
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
98
dari masing-masing pelat, didapatkan grafik seperti pada Gambar 4.54 untuk beban-lendutan dan pada Gambar 4.55 untuk momen-rotasi. 1.) Beban - Lendutan Grafik beban-lendutan atau yang dikenal juga dengan garafik P-Delta merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara beban yang diterima struktur beton bertulang dengan lendutan yang terjadi pada titik yang ditinjau. Dari grafik ini bisa didapatkan berbagai macam perilaku yang dialami oleh struktur beton sehubungan dengan kemiringan garisnya. 30000 25000
Force (N)
20000
BM 2 4VI
15000
4 V II
10000
4 V III
4 Void vs BM
5000 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Deflection (mm)
Gambar 4.54 Grafik Beban-Lendutan sampel pelat 4 Void dan BM
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
99
30000 25000
(Force (N)
20000 5VI
15000
5 V II
10000
5 V III BM 2
5 Void vs BM
5000 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Deflection (mm)
Gambar 4.55 Grafik Beban-Lendutan sampel pelat 5 Void dan BM
30000
AVERAGE
25000 5VI Force (N)
20000
5 V II
5 V III
15000
BM 2
10000
4VI 4 V II
5000
4 V III 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Deflection (mm)
Gambar 4.56 Grafik Beban-Lendutan sampel pelat 4 Void, 5 Void dan BM
Dari Gambar 4.54 terlihat perbandingan antara pelat 4 void dengan pelat solid, dari Gambar 4.55 terlihat perbandingan antara pelat 5 void dengan pelat solid, dan dari Gambar 4.56 terlihat perbandingan ketiga variabel pelat. Grafik benchmark I dinilai kurang menggambarkan perilaku pelat yang dianggap terjadi, hal ini terjadi diakibatkan kesalahan pembacaan dial sehingga pelat benchmark I tidak digunakan sebagai pembanding. Menurut data hasil pembacaan, titik retak
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
100
awal pada pelat 4 void terjadi pada kisaran 11kN hingga 14 kN, pada 5 void berkisar antara 13 kN hingga 17 kN, sedangkan titik retak awal pada benchmark II terjadi pada saat pembebenan 18 kN. Letak rata-rata titik beban retak awal pelat 4 void maupun 5 void berada dibawah titik beban retak awal pelat solid, hal ini menandakan pengurangan kekuatan lentur yang terjadi akibat penambahan volume void. Selain itu juga dapat terlihat bahwa lendutan terbesar hingga retak awal terbesar adalah lendutan dari pelat solid, hal ini mengindikasikan bahwa pengurangan volume void menyebabkan pengurangan kekakuan dari struktur beton. Setelah terjadi retak awal gradien garis semakin berkurang yang artinya perubahan lendutan setiap penambahan beban semakin membesar. Pada daerah ini beton berperilaku semi elastis, yaitu terjadinya deformasi semi permanen pada struktur pelat beton bertulang yang diakibatkan oleh regangan baja yang mulai mendekati regangan batas beton. 2.) Momen - Rotasi Grafik Momen-Rotasi merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara momen yang dialami struktur beton bertulang dengan putaran sudut yang terjadi pada titik yang ditinjau. Dari grafik ini bisa didapatkan berbagai macam perilaku yang dialami oleh struktur beton sehubungan dengan kemiringan garisnya. Berikut ini adalah grafik perbandingan momen-rotasi untuk masingmasing variabel.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Millions
Moment, x 106 (Nmm)
101
14 12 10 8
BM II
6
4 Void I
4
4 Void II 4 Void III
4 Void vs BM
2 0 0
0,005
0,01
0,015
0,02
Rotation (rad)
Millions
Moment, x 106 (Nmm)
Gambar 4.57 Grafik Momen-Rotasi sampel pelat 4 Void dan BM 14 12 10 8
BM II
6
5 Void I
4
5 Void II
5 Void vs BM
2
5 Void III
0 0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
Rotation (rad)
Gambar 4.58 Grafik Momen-Rotasi sampel pelat 5 Void dan BM
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
Millions
Moment, x 106 (Nmm)
102
14
BM II
12
4 Void I
10
4 Void II
8
4 Void III BM II
6
5 Void I 4
5 Void II
2
BM-4V-5V
5 Void III
0 0
0,005
0,01
0,015
0,02
Rotation (rad)
Gambar 4.59 Grafik Momen-Rotasi sampel pelat 4 Void, 5 Void dan BM
Dari Gambar 4.57 terlihat perbandingan antara pelat 4 void dengan pelat solid, dari Gambar 4.58 terlihat perbandingan antara pelat 5 void dengan pelat solid, dan dari Gambar 4.59 terlihat perbandingan ketiga variabel pelat. Grafik benchmark 1 dinilai kurang menggambarkan perilaku pelat yang dianggap terjadi, hal ini terjadi diakibatkan kesalahan pembacaan dial sehingga pelat benchmark I tidak digunakan sebagai pembanding. Menurut data hasil pembacaan, titik retak awal pada pelat 4 void terjadi pada kisaran 3044 kNm hingga 4294 kNm, pada 5 void berkisar antara 3544 kNm hingga 4544 kNm, sedangkan titik retak awal pada benchmark II terjadi pada saat pembebenan 4794 kN. Letak rata-rata titik beban retak awal pelat 4 void maupun 5 void berada dibawah titik beban retak awal pelat solid, hal ini menandakan pengurangan kekuatan lentur yang terjadi akibat penambahan volume void. Selain itu juga dapat terlihat bahwa lendutan terbesar hingga retak awal terbesar adalah lendutan dari pelat solid, hal ini mengindikasikan bahwa pengurangan volume void menyebabkan pengurangan kekakuan dari struktur beton. Setelah terjadi retak awal gradien garis semakin berkurang yang artinya perubahan lendutan setiap penambahan beban semakin membesar. Pada daerah ini beton berperilaku semi elastis, yaitu terjadinya deformasi semi permanen pada
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
103
struktur pelat beton bertulang yang diakibatkan oleh regangan baja yang mulai mendekati regangan batas beton. 4.6 ANALISIS KEKUATAN TEORITIS Berikut ini akan penulis paparkan mengenai analisis perbandingan kekuatan benda uji hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis. 4.6.1 Analisis Kekuatan Lentur Kekuatan lentur pelat satu arah pada dasarnya bergantung dari luasan tulangan dan mutu dari baja tulangan tersebut. Volume beton maupun mutu beton tidak berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu secara teori pengurangan volume dari pelat beton tidak mengurangi kapasitas ultimit dari struktur pelat beton tersebut. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan penulis, terdapat perbedaan antara kekuatan ultimit teoritis dengan kekuatan ultimit aktual pada saat pembebanan. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perbandingan kedua kekuatan ultimit tersebut dan akan diberikan analisis yang dilakukan penulis mengenai perbedaan yang terjadi. Berikut ini adalah hasil perhitungan kekuatan ultimit benda uji:
Gambar 4.60 Distribusi Tegangan Lentur Pelat
)JH ∅ = 7,5 FF $% = 6 ×
6
O7,5 = 220,78125 FF
8 = 27 ;H (batch 1)
8 = 34 ;H (batch 2) & = 240 ;H
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
104
= 600 FF
ℎ = 150 FF
) = 150 FF − 20 FF − 0,5 × 7,5 FF = 126,25 FF Perhitungan kekuatan ultimit untuk pelat yang di cor pada gelombang pertama (fc’27 Mpa) adalah sebagai berikut. Kuat tarik baja tulangan: R = $% . &
= 52987,5 S Sehingga dengan prinsip keseimbangan gaya, kuat tekan yang
dihasilkan beton akan sama dengan kuat tarik yang dialami baja tulangan. Sehingga tinggi blok tekan beton dapat dihitung. Blok tekan dari pelat beton: = R = 0,85. 8 . . H TUVWVW
H = ,WV.X.T = 3,84 FF Maka momen yang dihasilkan kuat tarik baja tulangan ataupun kuat tekan beton adalah gaya tarik baja dikalikan lengan jarak dari titik gaya tarik ke gaya tekan pada blok tekan beton. Momen Ultimit: Z
Y = $% . & () − )
Y = 6587722,886 SFF
[ = 0,85. Y = 6698679,75 Sehingga gaya ultimit yang dapat ditahan oleh struktur pelat adalah: !@
;[ = V FF = \]]^_, ]^ ` = \], ]^ a` Perhitungan kekuatan ultimit untuk pelat yang di cor pada gelombang kedua (fc’ 34 Mpa) adalah sebagai berikut. Kuat tarik baja tulangan: R = $% . &
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
105
= 52987,5 S Sehingga dengan prinsip keseimbangan gaya, kuat tekan yang dihasilkan beton akan sama dengan kuat tarik yang dialami baja tulangan. Sehingga tinggi blok tekan beton dapat dihitung. Blok tekan dari pelat beton: = R = 0,85. 8 . . H TUVWVW
H = ,WV.U6.T = 3,05 FF Maka momen yang dihasilkan kuat tarik baja tulangan ataupun kuat tekan beton adalah gaya tarik baja dikalikan lengan jarak dari titik gaya tarik ke gaya tekan pada blok tekan beton. Momen Ultimit: Z
Y = $% . & () − )
Y = 6608712 SFF
[ = 0,85. Y = 6724370,895 SFF Sehingga gaya ultimit yang dapat ditahan oleh struktur pelat adalah: !@
;[ = V FF = \]bbc, _b ` = \], bd a` Terlihat bahwa perbedaan kekuatan dari kedua gelombang pengecoran tidaklah signifikan, perbedaan antar kedua kekuatan ultimit tersebut hanyalah sebesar 0,38 %. Akan tetapi kedua hasil perhitungan akan tetap digunakan untuk dibandingkan dengan pelat yang bersesuaian. Berdasarkan perhitungan diatas didapat nilai berkisar 13,4 kN. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa kekuatan ultimit pelat mendekati kekuatan ultimit secara teori. Perbandingan antara kekuatan seluruh pelat ini dapat dilihat pada Tabel 4.18
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
106
Tabel 4.15 Perbandingan Pu Teori dengan Pu Eksperimen Perbandingan Pu teori vs experiment % BM Pu Exp % teori % BM Avg
Pelat
Pu Teori
BM 1
13,3973595
13,088
100
97,69089
BM 2 4V1 4V2
13,3973595 13,3973595 13,3973595
13,588 11,588 12,588
100 86,87959214 94,37696806
101,423 86,49466 93,95881
4V3 5V1 5V2
13,44874179 13,3973595 13,3973595 13,44874179
13,088 10,588 12,588 13,088
98,12565602 79,38221622 94,37696806 98,12565602
97,31765 79,0305 93,95881 97,31765
5V3
% Teori Avg
% volume
100
99,55693
100
93,12741
92,59037
81
90,62828
90,10232
76
Dari tabel tersebut dapat dilihat perbedaan kekuatan yang diperhitungkan dengan pengujian yang dilakukan. Secara pengujian terlihat bahwa terjadinya penurunan rata-rata kekuatan dari pelat HCS terhadap pelat solid maupun terhadap perhitungan teori. Kekuatan ultimit rata-rata dari pelat HCS 4 Void dengan volume 81 persen volume pelat solid hanya sebesar 93,13 persen dari kekuatan ultimit pelat solid, dan kekuatan ultimit pelat HCS 5 Void dengan volume 76 persen pelat solid hanya sebesar 90,65 persen kekuatan ultimit pelat solid. Bila dibandingkan dengan perhitungan secara teoritis, kekuatan benda uji pelat BM secara rata-rata hanya mencapai 99,55 persen kekuatan teori. Sedangkan kekuatan HCS 4 Void hanya sekitar 92,59 persen kekuatan teori, dan kekuatan HCS 5 Void hanya 90,1 persen kekuatan teori. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pengujian yang dilakukan cukup valid. Penurunan kekuatan dari benda uji terhadap perhitungan kekuatan teori dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Kekuatan struktur beton bertulang pada dasarnya merupakan sesuatu yang kompleks karena dipengaruhi banyak variabel. Kemungkinan yang menyebabkan turunnya kekuatan dari benda uji terhadap analisis teoritis diantaranya adalah pengaruh cara perawatan/curing yang dilakukan, pengaruh metode pengecoran yang dilakukan, pengaruh ketelitian pengukuran dalam pengujian, dan juga pengaruh distribusi tegangan yang tidak
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
107
merata akibat permukaan benda uji yang geripis. Akan tetapi penurunan yang kurang dari 1 persen pada pelat benchmark menunjukan bahwa kekuatan pelat pada penelitian ini masih valid. Dengan melihat pola penurunan kekuatan lentur dari pelat HCS terhadap kekuatan lentur pelat solid, terlihat bahwa berkurangnya kekuatan lentur berbanding lurus dengan berkurangnya volume pelat HCS. Walaupun demikian, secara aktual jumlah sampel yang diuji terbatas dan dinilai kurang untuk menggambarkan distribusi sebaran data benda uji, sehingga informasi menganai sebaran data dari benda uji tidak dapat diketahui dengan pasti dan hal ini mengakibatkan dugaan bahwa penurunan kekuatan yang terjadi kemungkinan besar tidak sesignifikan data hasil rata-rata benda uji ini, Pada sampel 5 Void persentase penurunan kekuatan lentur akibat volume void ini mencapai hampir 10 persen. Akan tetapi hasil tersebut adalah hasil ratarata dari tiga benda uji yakni pelat HCS 5 Void I, 5 Void II, dan 5 Void III. Bila ditinjau kembali kekuatan lentur masing-masing pelat adalah 20 kN, 24 kN, dan 25 kN, yang apabila dirata-ratakan menjadi sebesar 23 kN, simpangan dari nilai rata-rata kekuatan lentur ketiga pelat tersebut menunjukan nilai mencapai 11 persen yang menjadikan data tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang rendah. Pelat 5 Void I sendiri merupakan pelat yang mengalami kerusakan cukup parah akibat kesalahan metode pengecoran. Pelat tersbut mengalami kekeroposan pada kedua sisinya yang mengakibatkan pelat terpaksa diperbaiki (repair) dengan metode grouting. Besar kemungkinan data hasil pengujian dari pelat 5 Void ini tidaklah valid apalagi bila dibandingkan dengan kedua pelat lainnya. Sehingga apabila dilakukan pengkajian ulang mengenai nilai rata-rata kekuatan lentur pelat 5 Void dengan tidak mengikut-sertakan pelat 5 Void I ini maka didapatkan hasil persentase kekuatan lentur rata-rata sebesar 96,25 persen. Dengan meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi simpangan data dan validitas benda uji yang digunakan, maka penulis memiliki dugaan kuat bahwa penurunan kekuatan yang sesungguhnya dari pelat HCS tidaklah sebesar yang diproyeksikan oleh penelitian ini. Akan tetapi dari beberapa sampel lainnya yang
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
108
diyakini memiliki tingkat kepercayaan tinggi dengan simpangan kurang dari 10 persen penulis menyimpulkan bahwa kekuatan lentur HCS berkurang akan tetapi tidak signifikan. 4.3.2 Analisis Kekuatan Geser Berbeda dengan kekuatan lentur, secara teori kekuatan geser struktur pelat beton bertulang sangat dipengaruhi oleh volume dan mutu dari beton. Dalam perhitungan kekuatan geser, hanya dua variabel tersebutlah yang menentukan. Luasan efektif dari penampang pelat berfungsi untuk menahan gaya geser yang dialami oleh pelat tersebut. Dengan tidak adanya tulangan geser pada pelat mengakibatkan kekuatan geser dari struktur hanya bergantung pada kekuatan geser dari beton itu sendiri. Pada pelat HCS yang mengurangi volume beton yang digunakan, tentunya hal ini dapat mengakibatkan turunya kekuatan struktur dalam menahan gaya geser. Pada pengujian third point load, daerah yang dipengaruhi oleh gaya geser adalah daerah di sepanjang bentang perletakan hingga pembebanan. Pada daerah in terjadi kombinasi dari gaya momen dan gaya geser akibat pembebannan. Sehingga pada pengujian ini benda uji akan terindikasi mengalami retak geser apabila terjadi retak pada daerah tersebut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pada pengujian ini ditemukan retak pada daerah geser di semua pelat yang diuji. Oleh karena itu pada sub bab kali in akan dianaliss mengenai pengaruh volume void terhadap kekuatan geser dari pelat. Sebelum dilakukan analisis mengenai pengaruh volume void terhadap kekuatan geser, akan dilakukan terlebih dahulu analisis mengenai kekuatan geser ultimit secara teori dan membandingkannya dengan gaya geser aktual yang diterima oleh benda uji. Berikut ini adalah hasil perhitungan kekuatan geser ultimit benda uji:
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
109
Gambar 4.61 Distribusi Tegangan Geser Pelat
8 = 27 ;H (batch 1)
8 = 34 ;H (batch 2) = 600 FF
ℎ = 150 FF
) = 150 FF − 20 FF − 0,5 × 7,5 FF = 126,25 FF Perhitungan kekuatan geser ultimit untuk pelat yang di cor pada gelombang pertama (fc’27 Mpa) adalah sebagai berikut. Kuat geser beton solid: e[ = e = 1I6 7 ′)
= fd_]\, c ` untuk batch pertama dan; = _]_fb, d ` untuk batch kedua
Kuat geser beton 19% Void (HCS 4 Void): Dengan menghitung luas efektif yaitu luas penampang pelat dikurangi luas 4 kali diameter lubang, maka kekuatan geser pelat beton HCS 4 Void adalah: e[ = e = 1I6 7 ′)
= bc]_g, f ` untuk batch pertama dan; = dbg]\, _ ` untuk batch kedua
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
110
Kuat geser beton 24% Void (HCS 5 Void): Dengan menghitung luas efektif penampang yaitu luas penampang pelat dikurangi luas 4 kali diameter lubang, maka kekuatan geser pelat beton HCS 4 Void adalah: e[ = e = 1I6 7 ′)
= b]^_g, ^ ` untuk batch pertama dan; = b^]b^, ] ` untuk batch kedua
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa perbedaan kekuatan dari kedua gelombang pengecoran cukup signifikan, perbedaan antar kedua kekuatan geser ultimit tersebut mencapai sebesar 12,27 persen. Walaupun masing-masing perhitungan kekuatan geser dari pelat solid maupun HCS jauh diatas beban maksimum yang diberikan, akan tetapi dari hasil pengujian terdapat pola keretakan didaerah geser pelat sehingga akan dilakukan analisis mengenai kekuatan geser yang mengakibatkan retak geser pada pelat. Pada Tabel 4.19 adalah perbandingan kekuatan geser ultimit teori dengan gaya geser maksimum yang bekerja pada pelat. Dari tabel terlihat bahwa gaya geser maksimum yang bekerja pada benda uji jauh dibawah
kekuatan geser
ultimit secara teoritis. Gaya geser maksimum yang terjadi pada pelat solid ratarata bernilai 27,1 persen dari gaya geser ultimitnya, sedangkan gaya geser maksimum yang bekerja pada pelat HCS 4 Void rata-rata sebesar 33,04 persen dari gaya geser ultimit secara teori, dan gaya geser maksimum yang bekerja pada pelat HCS 5 void rata-rata hanya sebesar 35,31 persen dari perhitungan gaya geser ultimit secara teoritis. Hal ini menyebabkan beton tidak mengalami keruntuhan geser. Walaupun demikian, dari hasil pengujian didapatkan bahwa keretakan geser tetap terjadi baik untuk pelat solid maupun pelat HCS.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
111
Tabel 4.16 Perbandingan Vu Teori dengan Vu Eksperimen Perbandingan Vmaxteori vs experiment Pelat BM 1
Vu Teori 49,20106825
Vmax Exp 13,088
% penurunan 73,39895156
% teori 26,60105
BM 2 4V1 4V2
49,20106825
13,588
72,38271346
27,61729
36,14833337 36,14833337
11,588 12,588
67,94319704 65,17681777
32,0568 34,82318 93,12741
4V3 5V1
40,56447459
13,088
67,73531488
32,26469
5V2
32,88514965 32,88514965
10,588 12,588
67,80309619 61,72132365
32,1969 38,27868 90,62828
5V3
36,9026368
13,088
64,53369967
35,4663
% BM
% teori avg
% volume
100
27,10917
100
33,04822
81
35,31396
76
Penyebab terjadinya keretakan geser kemungkinan akibat dari konsentrasi tegangan kombinasi lentur-geser yang lebih besar di bebarapa bagian dari pelat dibandingkan pada bagian lainnya. Keretakan lentur-geser secara umum terjadi pada daerah pembebanan. Hal ini mungkin terjadi karena daerah ini pelat mengalami gaya geser maksimum sekaligus gaya lentur maksimum. Akibat kombinasi kedua gaya yang bekerja secara maksimum tersebutlah tegangan geser dan normal pada pelat menjadi maksimum. Sehingga retak awal sering terjadi di daerah pembebanan. Walau demikian, secara teoritis dan eksperimental terbukti bahwa keruntuhan geser tidak terjadi, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengurangan volume pada pelat HCS tidak menimbulkan keruntuhan geser dan tidak merubah perilaku pelat terhadap gaya geser yang terjadi.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
112
BAB 5 PENUTUP
5.1 KESIMPULAN Setelah melakukan studi eksperimental mengenai pengaruh volume void terhadap pelat HCS ini, berikut ini adalah beberapa poin kesimpulan yang dihasilkan •
Pelat Hollow-Core Slab dengan metode pengecoran setempat tidak memiliki perbedaan secara signifikan terhadap kapasitas maksimum serta perilaku keruntuhannya apabila dibandingkan dengan pelat solid biasa;
•
Pengurangan volume (volume void) pada pelat HCS mengurangi kapasitas lentur ultimit dari pelat akan tetapi penurunan kekuatan tersebut dinilai tidak signifikan (dibawah 10 persen), dimana penurunan kekuatan tersebut diduga kuat hanya merupakan penurunan secara statistik akibat dari simpangan maksimum rata-rata pelat yang mencapai 11 persen, sehingga penurunan kekuatan yang sebenarnya diduga tidak mencapai 10 persen.
•
Penurunan kapasitas struktur pelat HCS dengan 19 persen volume void sebesar 7 persen dari kapasitas struktur pelat solid dan penurunan kapasitas struktur pelat HCS dengan 24 persen volume void sebesar 9,5 persen dari kapasitas struktur pelat solid
•
Pengurangan volume (volume void) pada pelat HCS tidak merubah perilaku struktur pada pola retak dan keruntuhan.
•
Pola retak yang terjadi pada pembebanan maksimum pelat HCS sama dengan pola retak yang terjadi pada pembebanan maksimum pelat solid, yaitu pola retak yang didominasi oleh retak lentur.
•
Keruntuhan yang terjadi pada pembebanan maksimum pelat HCS sama dengan keruntuhan yang terjadi pada pembebanan maksimum pelat solid, yaitu keruntuhan lentur.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
113
5.2 SARAN Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk dapat menganalisis perilaku HCS non-pratengang cats in-site ini secara lebih mendetail. Berikut ini adalah beberapa saran yang diberikan oleh penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut: •
Pembuatan dan pengukuran bekisting perlu lebih diteliti agar dapat mengahasilkan benda uji yang lebih sempurna dalam segi dimensi.
•
Perakitan tulangan, beton decking, dan botol PET perlu lebih diteliti dalam segi pengukuran jarak. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi ketebalan beton yang berbeda disetiap jarak antar botol dan selimut beton.
•
Jumlah benda uji perlu ditingkatkan agar bisa didapatkan distribusi normal dari data.
•
Ketebalan dari pelat perlu ditambahkan agar perilaku geser dari benda uji dapat diidentifikasi dengan lebih baik.
•
Dalam pengujian third point loading, perlu digunakan mesin tes dengan ketepatan dan kalibrasi yang lebih teliti. Penurunan perletakan perlu diantisipasi.
•
Dial pembaca lendutan perlu diperhatikan ortogonalitasnya serta kalibrasinya. Strain-gage pada daerah tengah bentang perlu digunakan agar perilaku regangan dari benda uji dapat diidentifikasi.
•
Variasi volume void (jumlah baris botol) perlu ditambahkan agara dapat dipastikan perbandingan yang lebih teliti.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
114
DAFTAR REFERENSI
ASTM Standard C39. (2005). Standard Test Method for Compressive Strength of Cylindrical Concrete Specimens. West Conshohocken. ASTM Standard C78. (2008). Standard Test Method for Flexural Strength of Concrete
(Using
Simple
Beam
with
Third-Point
Loading).
West
Conshohocken. ASTM Standard C143. (2008). Standard Test Method for Slump of Hydraulic-Cement Concrete. West Conshohocken. ASTM Standard C192. (2007). Standard Practice for Making and Curing Concrete Test Specimens in the Laboratory. West Conshohocken. ASTM Standard C496. (1996). Standard Test Method for Splitting Tensile Strength of Cylindrical Concrete Specimens. West Conshohocken. Badan Standarisasi Nasional. (2002). Standar Nasional Indonesia: 03-2847-2002. Semarang: Penerbit Institut Teknologi Semarang. Chu Kia-Wang. (1998). Reinforced concrete design. Massachusetts: Addison Wesley Educational Publishers. Canadian Precast/Prestressed Concrete Institute. (2006). Structural floor & roof systems: Precast/Prestressed Concrete. Ontario. Chopra, Anil K. (1995). Dynamics of structures. New Jersey: Prentice-Hall. Hawkins dan Ghosh. (2006). Shear strength of hollow-core slabs. PCI Journal, 110114. Hibbeler. (1997). Mechanics of materials. New Jersey: Prentice-Hall. MacGregor. (2005). Reinforced concrete: Mechanics and Design. Singapura: Prentice-Hall. Raubenheirne. Mark. Prestressed Hollow-Core Slabs on Load Bearing Mansory. 2009 Nawy, Edward G. (1990). Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT. Eresco Neville, A. M. (1981). Properties of concrete. London: Pitman Publishing Ltd. Pajari, Matti. (2005). “Resistance of prestressed hollow core slabs against web shear failure” VIT Research Notes.
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
115
Wang, Chu-Kia. (1998). Reinforced concrete design. Massachusetts: Addison Wesley Educational Publishers. Young J. F., Mindess, S., Bentur, A. (editor). (1993). The science and technology of civil engineering material. Prentice Hall. Bimo W. Soemardi. Peningkatan Daya Saing Industri Konstruksi. 2008 Asroni, Ali. Pelat dan Balok Beton Bertulang. Graha Ilmu. Yogyakarta : 2010
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
116
HALAMAN LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
117
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
118
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
119
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
120
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: Benchmark I
Tanggal Pengujian : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Hasil Bacaan
Kode Pengujian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500
13,04 12,16 13,05 13,89 12,69 12,63 12,64 12,6 12,41 12,42 12,39 12,31 12,23 12,18 12,12 12,15 12,18 12,15 12,05 12,05 12,13 12,11 12,11 12,1
16,09 16,38 16,28 17,08 15,86 14,82 14,74 14,69 14,6 14,62 14,6 14,52 14,42 14,35 14,28 14,18 14,12 14,08 14,01 13,99 13,92 13,88 13,83 13,77
13,03 13 12,9 12,72 12,51 12,45 12,38 11,29 11,19 11,09 11,03 10,91 10,79 10,7 10,59 10,53 10,34 10,32 10,25 10,24 10,18 10,13 10,05 10
20,99 20,94 21,84 21,68 21,48 21,42 21,34 20,26 20,19 20,1 20,03 19,84 19,79 19,71 19,64 19,62 19,63 19,62 19,59 19,58 19,54 19,51 19,48 19,45
17,99 17,9 26,8 26,6 26,43 26,34 26,1 25,98 25,88 25,78 25,69 25,56 25,45 25,34 25,65 24,48 24,18 23,8 23,46 23,33 23,04 22,78 22,54 22,18
22,98 22,9 22,67 22,48 22,21 22,13 22,02 21,9 21,78 21,69 21,57 21,48 21,34 21,22 20,99 19,28 18,98 18,58 18,25 18,04 17,98 17,44 17,18 16,9
20,96 20,88 20,68 20,42 20,18 20,09 20,02 19,88 19,74 19,64 19,6 19,45 19,32 19,21 19,02 18,48 17,96 17,66 17,15 16,98 16,72 16,38 16,09 15,9
7 7,06 7,15 7,27 7,42 7,46 7,52 7,59 7,66 7,71 7,77 7,83 7,91 7,96 8,01 8,06 8,11 8,17 8,22 8,25 8,29 8,33 8,37 8,41
1 1,04 1,12 1,22 1,35 1,39 1,46 1,51 1,58 1,65 1,71 1,79 1,93 2 2,05 2,11 2,16 2,22 2,3 2,32 2,38 2,42 2,47 2,53
25 26 27 28 29 30 Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
121
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: Benchmark II
Tanggal Pengujian : No
Kode Pengujian
1
0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
14 13,89 13,8 13,65 13,48 13,4 13,33 13,27 13,17 13,13 13,08 13,02 12,96 12,91 12,87 12,86 12,9 12,99 13 13 13 13 13,1 13,4
15 14,9 14,9 14,75 14,56 14,49 14,41 14,35 14,2 14,19 14,13 14,06 13,99 13,93 13,87 13,75 13,71 13,67 13,62 13,58 13,54 13,48 13,42 13,39
8 7,75 7,57 7,36 7,13 7,06 6,96 6,86 6,68 6,63 6,53 6,43 6,31 6,19 6,01 5,58 5,2 4,7 4,22 3,98 3,66 3,37 3,02 2,75
21 20,78 20,61 20,41 20,16 20,08 19,97 19,87 19,7 19,64 19,54 19,42 19,29 19,15 18,96 18,5 18,16 17,52 17,12 16,84 16,58 16,29 15,91 15,58
20 19,72 19,66 19,57 19,39 19,28 19,17 19,06 18,91 18,83 18,75 18,63 18,53 18,39 18,2 17,75 17,45 16,7 16,4 16,15 15,88 15,55 15,19 14,9
9 8,89 8,9 8,66 8,56 8,59 8,44 8,43 8,27 8,23 8,22 8,12 8,04 7,99 7,9 7,81 7,76 7,65 7,58 7,54 7,46 7,39 7,32 7,24
9 8,93 8,88 8,6 8,5 8,45 8,38 8,31 8,21 8,17 8,12 8,05 7,98 7,93 7,87 7,85 7,83 7,83 7,81 7,79 7,76 7,74 7,71 7,68
5 5,09 5,17 5,29 5,42 5,48 5,53 5,59 5,66 5,69 5,73 5,78 5,83 5,89 5,92 5,97 6,02 6,07 6,12 6,17 6,2 6,25 6,29 6,33
1 1,05 1,13 1,24 1,36 1,41 1,45 1,5 1,58 1,61 1,65 1,71 1,76 1,81 1,88 1,91 1,96 2 2,07 2,1 2,15 2,2 2,25 2,29
13,34
13,41
1,60
14,20
13,40
7,18
7,80
6,28
2,27
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
122
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: 4 Void I
Tanggal Pengujian : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kode Pengujian 0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
14,6 14,51 14,36 14,16 13,98 13,88 13,81 13,75 13,67 13,61 13,54 13,48 13,51 13,57 13,62 13,61 13,59 13,56 13,56 13,58 13,61
21,6 21,65 21,48 21,29 21,07 20,99 20,91 20,85 20,75 20,65 20,57 20,49 20,42 20,37 20,27 20,22 20,15 20,1 20,01 19,95 19,89
18,3 18,2 18,16 17,8 17,55 17,4 17,31 17,21 17,08 16,98 16,86 16,75 15,98 15,28 14,46 14,11 13,76 13,44 13,02 12,67 12,03
20,5 20,37 20,27 19,99 19,74 19,57 19,49 19,39 19,26 19,13 19,03 18,9 18,15 17,41 16,62 16,28 15,91 15,58 15,18 14,83 14,17
18,39 18,26 18,15 17,87 17,62 17,44 17,35 17,25 17,12 16,99 16,89 16,75 15,97 15,2 14,41 14,06 13,7 13,38 12,97 12,62 11,95
19 18,83 18,73 18,55 18,38 18,28 18,22 18,19 18,08 18,04 17,9 17,87 17,83 17,68 17,6 17,57 17,48 17,43 17,36 17,31 17,25
15,5 15,37 15,3 15,14 14,97 14,82 14,8 14,75 14,61 14,58 14,54 14,48 14,56 14,67 14,66 14,68 14,66 14,64 14,63 14,69 14,77
9,78 9,85 9,93 10,06 10,2 10,25 10,31 10,35 10,42 10,46 10,51 10,56 10,56 10,62 10,7 10,75 10,81 10,84 10,9 10,92 10,96
11,99 12,03 12,12 12,23 12,36 12,41 12,48 12,53 12,59 12,65 12,71 12,75 12,73 12,78 12,88 12,92 12,98 13,04 13,08 13,12 13,14
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
123
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: 4 Void II
Tanggal Pengujian : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kode Pengujian 0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
18,86 18,68 18,42 18,18 18,1 18,02 17,92 17,85 17,8 17,75 17,73 17,71 17,7 17,69 17,68 17,67 17,67 17,67 17,68 17,72 17,76 17,88
14,86 14,68 14,43 14,18 14,09 14,01 13,91 13,82 13,71 13,6 13,52 13,46 13,4 13,34 13,29 13,2 13,13 13,06 13,04 12,98 12,95 12,91
19,1 18,96 18,67 18,38 18,25 18,12 17,96 17,75 17,4 16,94 16,53 16,18 15,78 15,47 15,14 14,82 14,46 14,04 13,82 13,26 12,9 12,17
18,56 18,43 18,18 17,89 17,78 17,65 17,5 17,3 16,96 16,5 16,08 15,72 15,36 15,01 14,69 14,36 13,99 13,55 13,32 12,77 12,37 11,59
17,25 17,15 16,98 16,67 16,56 16,44 16,3 16,1 15,76 15,32 14,9 14,54 14,18 13,84 13,51 13,18 12,79 12,36 12,11 11,56 11,15 10,36
17,02 16,99 16,85 16,7 16,64 16,58 16,5 16,44 16,38 16,32 16,25 16,16 16,09 16 15,92 15,82 15,74 15,65 15,6 15,48 15,41 15,32
13,35 13,34 13,21 13,06 13 12,95 12,88 12,84 12,8 12,79 12,78 12,75 12,74 12,71 12,67 12,64 12,6 12,57 12,57 12,55 12,55 12,59
9,06 9,14 9,26 9,38 9,42 9,49 9,53 9,58 9,62 9,68 9,74 9,78 9,84 9,88 9,92 9,98 10,03 10,07 10,1 10,13 10,18 10,21
12,05 12,12 12,24 12,34 12,4 12,45 12,52 12,56 12,62 12,7 12,75 12,8 12,86 12,9 12,97 13,01 13,07 13,11 13,14 13,21 13,23 13,25
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
124
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: 4 Void III
Tanggal Pengujian : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kode Pengujian 0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
17,83 17,69 17,54 17,39 17,32 17,26 17,19 17,12 17,06 17 16,93 16,87 16,91 16,92 16,92 16,92 16,91 16,88 16,87 16,91 16,91 17 17,8
23,82 23,66 23,47 23,31 23,23 23,17 23,09 23 22,93 22,87 22,78 22,7 22,6 22,53 22,48 22,44 22,39 22,26 22,21 22,07 21,9 21,71 21,71
10,85 10,71 10,5 10,29 10,18 10,08 9,97 9,85 9,75 9,65 9,55 9,38 8,87 8,29 7,97 7,72 7,45 7,09 6,72 6,2 5,35 4,55 1,6
18,88 18,72 18,53 18,33 18,23 18,14 18,03 17,94 17,85 17,75 17,65 17,49 16,99 16,39 16,14 15,82 15,55 15,22 14,87 14,33 13,48 12,47 9,9
13,88 13,73 13,53 13,31 13,2 13,11 13 12,89 12,79 12,69 12,59 12,43 11,92 11,33 11,05 10,76 10,47 10,14 9,79 9,22 8,11 7,36 4,8
10,91 10,89 10,76 10,62 10,54 10,48 10,41 10,35 10,27 10,21 10,13 10,05 9,95 9,89 9,87 9,82 9,78 9,71 9,62 9,55 9,35 9,25 9,19
13,9 13,81 13,66 13,53 13,46 13,4 13,33 13,26 13,2 13,14 13,08 13,02 13 13,05 13,05 13,05 13,05 13,05 13,05 13,05 13,05 13,15 13,65
12,04 12,13 12,24 12,36 12,42 12,47 12,52 12,58 12,64 12,7 12,76 12,81 12,86 12,91 12,96 13 13,06 13,11 13,17 13,22 13,34 13,41 13,42
8,04 8,13 8,24 8,34 8,4 8,45 8,51 8,57 8,62 8,67 8,73 8,79 8,82 8,88 8,93 8,98 9,04 9,11 9,15 9,21 9,35 9,43 9,44
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
125
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: 5 Void I
Tanggal Pengujian : No
Kode Pengujian
1
0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
15 14,94 14,84 14,7 14,53 14,46 14,41 14,35 14,29 14,24 14,2 14,15 14,24 14,28 14,46 14,48 14,49 14,5 14,57
15 14,98 14,9 14,8 14,73 14,62 14,51 14,41 14,35 14,29 14,24 14,2 14,1 14 13,93 13,87 13,81 13,76 13,72
20,55 20,44 20,2 19,95 19,7 19,56 19,45 19,35 19,25 19,13 19,02 18,02 17,77 17,28 15,82 15,45 15,03 14,69 14,13
18 17,88 17,66 17,43 17,2 17,1 17 16,93 16,83 16,72 16,6 15,6 15,36 14,87 13,43 13,05 12,62 12,3 11,85
21 20,9 20,67 20,43 20,16 20,03 19,91 19,8 19,68 19,55 19,43 18,44 18,2 17,7 16,27 15,91 15,45 15,14 14,57
15 14,91 14,81 14,63 14,44 14,33 14,25 14,19 14,09 14,02 13,91 13,81 13,74 13,7 13,56 13,51 13,42 13,36 13,3
15 14,94 14,87 14,74 14,62 14,47 14,4 14,33 14,26 14,2 14,12 14,17 14,14 14,25 14,31 14,3 14,3 14,3 14,37
14 14,06 14,16 14,29 14,4 14,48 14,53 14,57 14,62 14,67 14,72 14,75 14,8 14,87 14,9 14,95 14,99 15,02 15,04
7,99 8,04 8,09 8,14 8,28 8,36 8,38 8,41 8,44 8,48 8,51 8,59 8,64 8,71 8,8 8,85 8,89 8,92 8,96
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
126
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: 5 Void II
Tanggal Pengujian : No
Kode Pengujian
1
0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
21 20,95 20,82 20,6 20,45 20,39 20,32 20,26 20,22 20,17 20,11 20,1 20,07 20,02 20,09 20,08 20,06 20,05 20,09 20,09 20,12 20,26 20,48
21 20,99 20,89 20,69 20,54 20,47 20,41 20,36 20,26 20,18 20,09 20,01 19,94 19,86 19,79 19,74 19,68 19,6 19,53 19,49 19,41 19,37 19,32
18 17,83 17,68 17,39 17,15 17,03 16,91 16,8 16,34 16,12 15,89 15,49 15,19 14,92 14,49 14,04 13,73 13,42 12,81 12,65 12,2 11,13 9,39
14 13,85 13,71 13,44 13,21 13,1 12,98 12,87 12,44 12,21 11,99 11,6 11,29 11,04 10,61 10,16 9,85 9,54 8,91 8,75 8,31 7,25 5,56
15 14,65 14,5 14,24 14,02 13,91 13,79 13,68 13,24 13,02 12,79 12,4 12,11 11,84 11,42 10,95 10,65 10,34 9,73 9,57 9,13 8,07 5,4
15,98 15,85 15,7 15,54 15,39 15,31 15,24 15,15 15,06 15 14,9 14,82 14,75 14,65 14,56 14,49 14,43 14,37 14,29 14,26 14,18 14,13 14,12
15,47 15,35 15,23 15,09 14,96 14,89 14,82 14,75 14,72 14,67 14,62 14,61 14,57 14,53 14,49 14,47 14,46 14,47 14,48 14,48 14,48 14,62 14,9
15 15,04 15,16 15,29 15,4 15,44 15,51 15,57 15,62 15,67 15,72 15,77 15,82 15,86 15,88 15,94 15,98 16,02 16,08 16,1 16,13 16,15 16,18
12 12,05 12,12 12,25 12,36 12,4 12,44 12,5 12,58 12,62 12,66 12,72 12,8 12,84 12,85 12,96 13,01 13,06 13,12 13,12 13,17 13,18 13,18
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
127
LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL Departemen Teknik Sipil – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Telp. 787 4878 -727 0029 (Ext. 110/111) – 727 0028 (Fax)
HASIL BACAAN DIAL Nama Sampel
: 5 Void III
Tanggal Pengujian : No
Kode Pengujian
1
0 +60 200 400 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Hasil Bacaan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
17 16,86 16,78 16,66 16,55 16,45 16,39 16,33 16,26 16,22 16,12 16,11 16,07 16,2 15,98 16,06 16,05 16,12 16,12 16,12 16,11 16,11 16,11 16,25
15 14,88 14,85 14,75 14,65 14,59 14,56 14,52 14,4 14,37 14,32 14,25 14,19 14,14 14,1 14 13,97 13,86 13,82 13,79 13,74 13,69 13,62 13,55
12 11,95 11,78 11,6 11,44 11,35 11,28 11,2 11,05 11,02 10,95 10,85 10,76 10,655 10,55 10,05 9,72 8,96 8,66 8,53 8,27 8,04 7,72 6,95
25 24,95 24,84 24,76 24,69 24,63 24,59 24,54 24,47 24,4 24,3 24,24 24,14 24,05 23,95 23,41 23,15 22,38 22,05 21,93 21,7 21,46 21,11 20,4
15 14,94 14,8 14,68 14,55 14,48 14,41 14,37 14,29 14,21 14,12 14,06 13,96 13,87 13,75 13,22 12,89 12,17 11,86 11,74 11,49 11,26 10,9 10,18
20 19,91 19,835 19,69 19,52 19,44 19,38 19,32 19,255 19,19 19,11 19,06 19 18,94 18,86 18,79 18,74 18,74 18,74 18,69 18,65 18,58 18,54 18,48
11 10,92 10,85 10,73 10,52 10,44 10,38 10,315 10,245 10,18 10,1 10,055 10 9,945 9,9 9,92 9,96 10,02 10,02 10,01 10 9,985 9,98 10,1
10 10,07 10,18 10,31 10,45 10,52 10,55 10,62 10,67 10,73 10,78 10,82 10,87 10,92 10,96 10,98 11,05 11,09 11,15 11,18 11,22 11,25 11,3 11,33
2 2,05 2,12 2,23 2,34 2,4 2,45 2,5 2,55 2,6 2,67 2,7 2,755 2,81 2,83 2,89 2,92 2,99 3,05 3,085 3,125 3,165 3,22 3,18
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
128
Lampiran 12 Grafik Pelat Benchmark I 7000000
Moment (Nmm)
6000000 5000000 4000000 3000000
7
2000000
1
1000000 0 -0,02
-0,01
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
Rotation (rad)
30000
Force (N)
25000 20000 15000
3
10000
4
5000
5
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
30000
Force (N)
25000 20000 8
15000
9
10000
2
5000
6
0 0
2
4
6
8
10
Rotation (rad)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
129
Lampiran 13 Grafik 13 Pelat Benchmark II 8000000
Moment (Nmm)
7000000 6000000 5000000 4000000 1
3000000
7
2000000 1000000 0 -0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
30000 25000 Force (N)
20000 15000
Dial 3
10000
Dial 4
Dial 5
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
30000
Force (N)
25000 20000 15000 10000 5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
130
Lampiran 14 Grafik Pelat 4 Void I 8000000
Moment (Nmm)
7000000 6000000 5000000 4000000 titik 1
3000000
titik 7
2000000 1000000 0 -0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4 titik 5
5000 0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
30000
Force (N)
25000 20000 titik 2
15000
titik 6
10000
titik 8
5000
titik 9
0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
131
Lampiran 15 Grafik Pelat 4 Void II 8000000
Moment (Nmm)
7000000 6000000 5000000 4000000 titik 1
3000000
titik 7
2000000 1000000 0 -0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
30000 25000 Force (N)
20000 15000
titik 3
10000
titik 4 titik 5
5000 0 0
2
4
6
8
10
Defl;ection (mm)
30000
Force (N)
25000 20000 titik 2
15000
titik 6 10000
titik 8
5000
titik 9
0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
132
Lampiran 16 Grafik Pelat 4 Void III 8000000
4 Void III
Moment (Nmm)
7000000 6000000 5000000 4000000
1
3000000
7
2000000 1000000 0 -0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4 titik 5
5000 0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
30000
Force (N)
25000 20000 titik 2
15000
titik 6
10000
titik 8
5000
titik 9
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
133
Lampiran 17 Grafik Pelat 5 Void I 8000000
Moment (Nmm)
7000000 6000000 5000000 4000000 3000000
titik 1
2000000
titik 7
1000000 0 -0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4
titik 5
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
25000
Force (N)
20000 15000
titik 2 titik 6
10000
titik 8
5000
titik 9
0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
134
Lampiran 18 Grafik Pelat 5 Void II 8000000
Moment (Nmm)
7000000 6000000 5000000 4000000 titik 1
3000000
titik 7
2000000 1000000 0 -0,002
0,003
0,008
0,013
0,018
Rotation (rad)
30000
Force (N)
25000 20000 15000
titik 3
10000
titik 4 titik 5
5000 0 0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
30000
Force (N)
25000 20000 titik 2
15000
titik 6 10000
titik 8
5000
titik 9
0 -2
0
2
4
6
8
10
Deflection (mm)
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011
135
Lampiran 19 Grafik Pelat 5 Void III 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000
titik 1
3000000
titik 7
2000000 1000000 0 -0,002
1E-17
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
30000 25000 20000 titik 3
15000
titik 4 10000
titik 5
5000 0 -2
0
2
4
6
8
10
30000 25000 20000 titik 2
15000
titik 6
titik 8
10000
titik 9
5000 0 0
2
4
6
8
10
Universitas Indonesia
Studi eksperimental..., Krisna Adi Surya Sagala, FT UI, 2011