UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA KESTABILAN MEMBRAN TETRAETHER LIPID (TEL) DARI ARKAEA Thermoplasma acidophilum BERDASARKAN PENGARUH CINCIN SIKLOPENTANA TERHADAP TEMPERATUR DAN pH EKSTRIM DENGAN SIMULASI DINAMIKA MOLEKULER
SKRIPSI
ZESSINDA LUTHFA NPM: 0806399325
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 FISIKA DEPOK NOVEMBER 2012
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA KESTABILAN MEMBRAN TETRAETHER LIPID (TEL) DARI ARKAEA Thermoplasma acidophilum BERDASARKAN PENGARUH CINCIN SIKLOPENTANA TERHADAP TEMPERATUR DAN pH EKSTRIM DENGAN SIMULASI DINAMIKA MOLEKULER
SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sains
ZESSINDA LUTHFA NPM: 0806399325
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 FISIKA DEPOK NOVEMBER 2012
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat dan hidayahnya, tak lupa shalawat serta salam Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang menjadi teladan bagi kita umat manusia. Sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisa Kestabilan Membran Tetraether Lipid (TEL) dari Arkaea Thermoplasma acidophilum Berdasarkan Pengaruh Cincin Siklopentana Terhadap Temperatur dan pH Ekstrim dengan Simulasi Dinamika Molekuler. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi syarat wajib kelulusan dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana Science Jurusan Fisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Besar harapan saya, skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak berikut: 1. Allah SWT yang telah memberikan karunia, hidayah, dan kekuatan kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Prof. Dr. rer. nat. Rosari Saleh selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr.rer.med. H.-J. Freisleben, Mpharm selaku pembimbing II yang senantiasa sabar memberikan nasihat dan arahan untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. rer. nat. Mussadiq Musbach dan Drs. Iman Santoso, Mphil selaku dosen penguji atas diskusi, saran, dan kritikan terhadap penulis untuk menjadi lebih berkembang. 4. Orang tua dan keluarga yang sangat saya cintai, ayahku Zakaria Effendi dan umiku Indah Nurani yang telah menemani, menghibur, memberikan kasih sayang, semangat serta keyakinan dan doa yang tiada hentinya. 5. Ibu Lusi yang mau berbagi cerita dan memberikan semangat atau dorongan kepada saya. 6. Dosen-Dosen Fisika UI yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
iv
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
7. Mba Ratna, Pak Mardi, Bu Heri, Pak Dwi dan staff sekretariat departemen fisika yang selalu meminjamkan kunci ruangan R103A dan kesabarannya dalam membantu mengurus persyaratan sidang. 8. Kak Cenmi, Kak Sigit, dan Kak Khari yang telah mengajak, mengenalkan, diskusi, dan membantu saya di penelitian ini. 9. Teman-teman R103A lainnya, Nadia, Santi, Jeff, Kak Ones, Andy, Enggar, Numei, Gerry, Haryo, Dwi, Kak Mergo, Dita, dan Kak Ned yang telah memberikan waktu-waktu yang indah dan takkan tergantikan. 10. Kak Tarto, Kak Septa, Mamah Cut, Auntieku Anty yang menyemangati, mendoakan, dan share tentang skripsi, Terima kasih atas kesediaan waktunya mendengarkan curhat dan juga keluh kesah penulis. 11. Teman-teman fisika medis dan angkatan 2008 lainnya yang selalu berbagi cerita suka-duka selama kuliah dan berjuang bersama-sama. 12. Semua pihak lainnya yang tidak tersebutkan, telah ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya sadar, skripsi ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas perhatian para pembaca dan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang me mbacanya.
Penulis,
November 2012
v
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Zessinda Luthfa
Program Studi
: Strata 1 Fisika
Judul
: Analisa Kestabilan Membran Tetraether Lipid (TEL) dari Arkaea Thermoplasma acidophilum Berdasarkan Pengaruh Cincin Siklopentana Terhadap Temperatur dan pH Ekstrim Dengan Simulasi Dinamika Molekuler
Thermoplasma acidophilum adalah jenis arkaea yang mampu beradaptasi di lingkungan ekstrim, yaitu pH 1-4 dan temperatur antara 39 o C dan 59o C (Freisleben et al., 1994). Karena organisme ini tidak memiliki dinding sel, maka membran sel ini harus tahan dan stabil untuk melindungi sitoplasma terhadap pengaruh lingkungan. Cincin siklopentana dan eter berkontribusi sebagai stabilitas struktural tetraether lipid (TEL) dalam konstituen membran. Pada studi ini, membran TEL yang berdimensi 4x1x1 Å dimodelkan dengan menggunakan model pelarut implisit GBSW. Selain itu diberikan pengaruh temperatur (312 dan 332 K), pH (1 dan 4), dan jumlah cincin siklopentana (nol, tiga, dan lima NCC dilambangkan, TCC, LCC, masing- masing) yang kemudian disimulasikan selama 100 ps. Hasilnya, dianalisis berdasarkan pada struktur, energi interaksi, dan RMSD dari seluruh atom di dalamnya. Berdasarkan ketiga variasi yang digunakan, maka membran dengan kandungan cincin siklopentana disimulasikan dengan empat keadaan: keadaan A (pH 4;T=312K), B (pH 4;T=332K), C (pH 1,5;T=312K), dan D (pH 1,5;T=332K). Jarak antara gugus kepala (bagian hidrofobik) merupakan ketebalan dari struktur membran, berada pada 21-23A (konsisten dengan Stern et al., 1992) dengan nilai terpanjang dimiliki oleh membrane NCC dan terpendek LCC. Sedangkan berdasarkan perhitungan energi interaksi, energi ikatan terendah dan RMSD dari seluruh atom paling kecil dimiliki oleh membran LCC di keadaan D (81,03 kkal/mol dan 8,13 Å). Nilai tersebut sesuai dengan kondisi kultur pertumbuhannya (pH 1,5 dan 59o C) dan beberapa hasil eksperimen (Ernst et al., 1998, Shimada et al., 2008, dan Nicolas, 2005) yang menunjukkan bahwa secara biologis dan model membran TEL stabil dalam kondisi ekstrim dengan temperatur tinggi dan pH rendah. Kata kunci: cincin siklopentana, pelarut implisit, me mbran TEL, simulasi dinamika molekuler
vii
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
ABSTRACT
Name
: Zessinda Luthfa
Study Program
: Bachelor Degree of Physics
Title
: Analysis of Thermoplasma acidophilum Tetraether Lipid (TEL) Membrane Stability Under Cyclopentane Rings Influence Againts Extreme Temperature and pH Using Molecular Dynamics Simulation.
Thermoplasma acidophilum is an archaeon able to grow in extreme conditions of pH 1-4 and temperatures between 39 and 59 o C (Freisleben et al., 1994). Since the organism lacks a cell wall, the cell membrane must be resistant and stable to protect the cytoplasm from life-threatening environmental influences. Pentacycles and ether bonds contribute to the structural stability of tetraether lipids (TEL) as membrane constituents. In this work, molecular dynamic simulations of TEL membrane with 4x1x1 dimension is used as an implicit solvent GBSW model. The influence of temperature (312 and 332 K), pH (1 and 4), and the number of pentacycles (none, three, and five denoted NCC, TCC, LCC, respectively) is simulated at 100 ps. Analysis is based on the structure, interaction energy, and RMSD of all atoms and with these three variations, a model with four membrane states is established for each number of pentacycles: State A (pH 4; T =312K), state B (pH 4;T =332K), state C (pH 1.5;T =312K), and state D (pH 1.5;T =332K). The distance between the polar head groups denoting the thickness of the hydrophobic membrane moiety of all different structures is obtained between 2123Å (consistent with Stern et al., 1992). NCC exerts the longest and LCC the shortest distance. Based on interaction energy calculations, the lowest bond energy and RMSD of all atoms is obtained for LCC at state D (81.03 kcal/mole and 8.13 Å). This result is consistent with culture growth conditions at pH 1.5 and 59o C and experimental studies, which show the stability of biological and model TEL membranes in extreme conditions of high temperature and low pH (Ernst et al., 1998, Shimada et al., 2008, and Nicolas, 2005). Keywords: pentacycles, implicit solvent, dynamics simulations.
viii
me mbrane TEL,
molecular
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..............................................vi ABSTRAK............................................................................................................ vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ..........................................................................................................ix DAFTAR TABEL..................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3 2.1 Habitat dan Struktur Thermoplasma acidophilum ..........................................4 2.1.1 Kandungan dan Struktur Membran Thermoplasma acidophilum ..........6 2.1.2 Struktur Membran Siklik TEL Thermoplasma acidophilum ..................8 2.1.3 Membran Lipid Lapisan Tunggal Thermoplasma acidophilum .............9 2.2 Studi In Vivo Membran Lipid Thermoplasma acidophilum ..........................9 2.3 Pemodelan Membran Implisit Lipid .............................................................11 2.4 Perana Cincin Siklopentana di Dalam Membran..........................................11
ix
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
2.5 Pengaruh Temperatur dan pH Terhadap Cincin Siklopentana .....................12 2.6 Perbandingan Studi Dinamika Molekul Membran Lipid .............................14 BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................16 3.1 Rekonstruksi Struktur dan Membran TEL Thermoplasma acidophilum ......16 3.2 Pemberian Pengaruh Air Secara Tidak Nyata (Implicit Solvent) ..................18 3.3 Medan Gaya CHARMm................................................................................19 3.4 Tahap Minimisasi Energi ..............................................................................27 3.5 Perhitungan Ketebalan Dielektrik Membran ................................................30 BAB 4 HASIL DAN DISKUSI ............................................................................31 4.1 Rekonstruksi dan Pemodelan Struktur Membran TEL Arkaea Thermoplasma acidophilum ........................................................................31 4.2 Minimisasi Energi Struktur TEL ..................................................................35 4.3 Optimasi Ketebalan Membran .....................................................................36 4.5 Tahap Pemanasan di Dalam Simulasi Dinamika Molekuler ........................39 BAB 5 KESIMPULAN.........................................................................................53 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................54
x
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Perbandingan karakteristik untuk sistem tiga kingdom ..................3
Tabel 4.2
Hasil perhitungan nilai energi potensial struktur TEL di pH 1,5 dan 4 setelah proses kedua minimisasi ..........................................35
Tabel 4.3
Hasil perhitungan nilai energi potensial membran TEL di pH 1,5 dan 4 setelah proses kedua minimisasi ..........................................36
Tabel 4.4
Ketebalan membran dengan pH 1,5 dan 4 .....................................37
Tabel 4.5
Perbandingan struktur optimum membran dengan variasi cincin siklopentana pada pH 1,5 dan 4 .....................................................39
Tabel 4.6
Nilai akhir energi total seluruh atom membran TEL selama simulasi 100 ps di empat keadaan .................................................44
Tabel 4.7
Nilai akhir energi potensial membran TEL selama simulasi 100 ps di empat keadaan ................................................................46
Tabel 4.8
Nilai akhir energi kinetik membran TEL selama simulasi 100 ps di empat keadaan ................................................................47
Tabel 4.9
Nilai akhir energi ikatan membran TEL selama 100 ps ................49
Tabel 4.10
Nilai akhir RMSD seluruh atom membran TEL selama 100 ps. ...52
xi
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Habitat arkaea di Kawah Domas Tangkuban Perahu, Jawa Barat-Indonesia (kiri) dan arkaea yang dilihat menggunakan mikroskop elektron ........................................................................5
Gambar 2.1
Struktur utama Thermoplasma acidophilum ....................................6
Gambar 2.3
Grafik distribusi cincin siklopentana pada temperatur 39 o C (merah) dan 59o C (biru) dari Thermoplasma acidophilum ...........13
Gambar 3.4
Hasil rekonstruksi struktur TEL ....................................................17
Gambar 3.5
Skematik lingkungan membran implisit. Membran lapisan tunggal TEL(kiri), pendekatan batasan nilai dielektrik di dalam membran TEL (tengah), dan nilai konstanta dielektrik di sepanjag sumbu- z (kanan) .........................................................18
Gambar 3.6
Permukaan Van der Waals dalam metode GBSW yang ditunjukkan dengan garis merah (kiri) dan perhitungan energi molekulnya (kanan) ........................................................................19
Gambar 3.7
Interaksi peregangan ikatan............................................................20
Gambar 3.8
Interaksi perubahan sudut...............................................................20
Gambar 3.9
Interaksi keluar- masuk bidang .......................................................21
Gambar 3.10 Interaksi torsi ..................................................................................21 Gambar 3.11 Interaksi Van der Waals .................................................................24 Gambar 3.12 Interakasi elektrostatik ...................................................................24 Gambar 3.13 Spherical cut off .............................................................................25
xii
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
Gambar 3.14 Pendekatan gradient minimum algoritma steepest descent mengambil arah tegak lurus dari titik sebelumnya (kiri) sehingga membentuk lintasan zig- zag dan perbesaran gambar lintasan zig- zag yang saling yang saling tegak lurus untuk melokalisasi energi minimum (kanan) ................................................................28 Gambar 4.15 Pencocokan hasil rekonstruksi simulasi (kiri) terhadap studi (kanan) struktur NCC TEL Thermoplasma acidophilum. Hasil rekonstruksi, warna abu-abu (atom C), putih (atom H), merah (atom O), dan jingga (atom P)........................................................32 Gambar 4.16 Penyusun struktur membran TEL Thermoplasma acidophilum dengan (a) nol cincin siklopentana (NCC) , (b) tiga cincin siklopentana TCC, dan (c) lima cincin siklopentana LCC ............34 Gambar 4.17 Kurva temperatur hasil rekonstruksi selama proses pemanasan 100ps di temperatur 310 K untuk molekul lipid dengan nol cincin siklopentana. ..................................................................40 Gambar 4.18 Kurva energi kinetik selama simulasi 100 ps di temperatur 310 K untuk molekul lipid dengan nol cincin siklopentana...........41 Gambar 4.19 Kurva variasi temperatur ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan ....42 Gambar 4.20 Kurva energi total ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan. .....................44 Gambar 4.21 Kurva energi potensial ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan. ...........45 Gambar 4.22 Kurva energi kinetik ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan. .....................46 Gambar 4.23 RMSD seluruh atom ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan .....................51
xiii
Universita s Indone sia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN Pada awal tahun 1960-an, permasalahan yang menghambat sistem pengiriman obat (drugs delivery) sering dikaitkan dengan kondisi pH dan temperatur di dalam organ tubuh manusia [1]. Kondisi tersebut dapat menyebabkan efikasi dan keamanan suatu obat menjadi terganggu, khususnya obat oral yang akan melewati saluran cerna manusia [2]. Sehingga pada tahun 1970-an, Indonesia mulai membuat sistem pengiriman obat menggunakan liposom untuk memodifikasi indeks terapeutik obat. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan jalur degradasi liposom dengan membran alami sehingga tingkat toksisitasnya berkurang dan meningkatkan efikasi dari obat induk. Akan tetapi, penggunaan liposom sebagai pengiriman obat dalam pemakaian farmasi, baru direalisasikan pada tahun 1990-an [3]. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat obat-obatan yang beredar telah menggunakan formulasi liposom sebagai sistem pengiriman obat untuk anti-jamur, terapi anti-kanker, analgesik, terapi gen, dan vaksin yang juga sedang dikembangkan [4]. Liposom yang ingin digunakan untuk sistem pengiriman obat juga dapat dikombinasikan dengan tetraether lipid (TEL) yang berasal dari arkaea [5]. Hal ini dikarenakan sifatnya yang aman dan efektif sebagai aplikasi medis, serta hanya berukuran 80-200nm, karena semakin kecil ukuran liposom, maka akan semakin lama liposom dapat bertahan di dalam sirkulasi darah yang juga berarti semakin tinggi efektivitas terapi [6]. Beberapa keuntungan liposom lainnya yang dapat digunakan dalam sistem pengiriman obat diantaranya: Dapat mengirimkan obat hingga ke dalam jaringan dan sel karena ketika liposom hancur, obat dilepaskan dan menempati tempat yang spesifik, Dapat digunakan untuk obat hidrofilik ataupun hidrofobik tanpa harus melakukan modifikasi kimia sehinggat menurunkan toksisitas obat saat dilepas di sel target, Memiliki ukuran dan muatan yang dapat disesuaikan penggunaan [7].
1
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
2
Salah satu arkaea yang menjadi sumber utama TEL adalah Thermoplasma acidophilum. Berdasarkan hasil beberapa studi eksperimen, untuk bisa mendapatkan TEL Thermoplasma acidophilum arkaea ini harus terlebih dahulu diekstrak [8,9]. Pada tahap awal, dilakukan pengembangbiakan sampel dengan tujuan agar tidak terjadi pengambilan berulang dan memastikan bahwa sampel yang diambil adalah arkaea yang diinginkan (identifikasi). Dengan begitu, TEL dapat ditambahkan ke dalam komposisi lipid liposom sebagai stabilisator membran [10]. Di dalam interaksi biofisika, pemodelan membran akan mampu memberikan pendekatan efektif guna memahami peranan membran lipid, terutama TEL di dalam transportasi dan sistem pengiriman obat yang melewati membran. Bahkan, memberikan pendekatan yang rasional untuk perkembangan dari efisiensi sistem pengiriman obat. Akan tetapi, di dalam tugas akhir ini hanya dilakukan pemodelan membran berdasarkan pendekatan habitatnya serta simulasi secara komputasional untuk melihat kestabilan membran TEL dari Thermoplasma acidophilum. Pada keadaan awal simulasi, molekul membran Tetraeter Lipid (TEL) dari arkaea Thermoplasma acidophilum direkonstruksi [11] dan diberikan pengaruh cincin siklopentana dengan pH asam (1,5 dan 4) dan variasi temperatur (39oC dan 59oC). Kemudian diberikan pengaruh medan gaya agar dapat memberikan informasi mengenai interaksi yang terjadi di dalamnya. Sehingga didapatkan besaran energi interaksi pada variasi temperatur dan pH terhadap jumlah cincin siklopentana membran TEL dan juga mengamati perubahan strukturnya melaui root mean square deviation (RMSD) seluruh atom TEL berdasarkan kondisi lingkungan yang ekstrim. Hasil penelitian tersebut dijelaskan dalam lima bab secara sistematis. Dalam Bab I, memaparkan latar belakang penggunaan membran TEL dari arkaea Thermoplasma acidophilum sebagai sistem pengiriman obat. Bab II mengulas arkaea Thermoplasma acidophilum secara umum dan penelitianpenelitian lain yang berkaitan dengan uji kestabilan membran. Bab III membahas metode yang digunakan pada penelitian ini. Hasil dan analisis penelitian dipaparkan dengan jelas pada Bab IV. Serta pada Bab V sebagai penutup dan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tahun 1977 mikrobiolog bernama Carl Woese dari University of Illinois menemukan arkaea dan dikelompokkan sebagai suatu kelompok bakteri yang berbeda dengan eukariotik [12]. Akan tetapi, jika dilihat berdasarkan keturunan dan hubungan kekerabatan (filogenik) arkaea mempunyai sifat unik sehingga dikenalkanlah klasifikasi ke dalam sistem tiga kingdom: Archaea (arkaea), Eucarya (eukariotik), dan Eubacteria (bakteri) [13]. Hasil studi makroskopik Langworthy dkk., 1985 menunjukkan bahwa arkaea mirip dengan bakteri [14], akan tetapi secara evolusioner mirip dengan eukariotik, yaitu pada sistem replikasi DNA, transkripsi, dan translasinya [3,15,16] seperti (tabel 2.1). Sehingga studi Cavalier-Smith T. 2002 mengenai arkaea termasuk ke dalam kingdom bakteri terbantahkan [17]. Tabel 2.1 Perbandingan karakteristik untuk sistem tiga kingdom
Karakteristik
Kingdom Bakteri
Arkaea
Eukariotik
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Murein, lipid
Tidak ada, namun
polysacharide
memiliki protein,
complexes (LPS),
glikoprotein, dan
dan protein
pseudomurein
Ukuran
1-4µm
1-4µm
Membran
Hidrokarbon tak
lipid
bercabang
Selubung nukleus Organel yang terbungkus membran
Dinding sel
Beberapa hidrokarbon bercabang
3
Sangat bervariasi dan tidak memiliki peptidoglikan >5 µm Hidrokarbon tak bercabang
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
4
Arkaea dianggap sebagai mikroorganisme bersel satu yang memiliki subdomain atau filum seperti euryarchaeota, corarchaeota, dan crenarchaeota [18] dan setiap filum mempunyai aktivitas metabolisme yang berbeda. Termoasidofil [19] adalah bagian utama dari sub-filum euryarchaeota. Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, termoasidofil ini dapat bertahan hidup di lingkungan dengan temperatur tinggi. Mata air panas sulfat di Yellowstone National Park merupakan tempat termoasidofil pertama kali ditemukan dekat dengan laut dalam lubang hidrotermal [20-24]. Berdasarkan perbandingan kandungan protein di dalamnya, James Lake dari University of California menjelaskan bahwa termoasidofil merupakan prokariotik yang paling dekat hubungannya dengan eukariotik dan menyatakan termoasidofil ini sebagai eosit (eocyte), yang berarti ‘sel-sel permulaan’ [25, 26]. Sulfolobus [27] dan Thermoplasma [28] adalah termoasidofil yang paling banyak ditemukan di lingkungan ekstrim [13]. Keduanya tidak memiliki dinding sel melainkan membran sitoplasma yang berperan sebagai pelindung, barrier atau penjaga permeabilitas dan menstabilkan struktur terhadap pengaruh lingkungan ekstrim di sekitarnya [29,30]. Thermoplasma memiliki keadaan optimum tumbuhnya di pH 1-2 dan temperatur 59oC [31], namun masih mampu tumbuh pada pH 0-4 [32] dan temperatur 45-62
o
C [33]. Namun saat nilai pH
lingkungannya lebih besar dari 7, selnya mengalami lisis [34,35]. Supaya dapat tumbuh secara alami di lingkungan ekstrim, sebagian komponen polipeptida di dalam Thermoplasma mengalami karakterisasi berdasarkan sifat fakultatif anaerobiknya [22, 36]. Akan tetapi, secara spesifik mikroorganisme ini membutuhkan ion hidrogen untuk integritas sel sehingga menyerupai ekstrimhalofil, yaitu membutuhkan konsentrasi garam yang tinggi untuk kestabilan sel [37]. 2.1 Habitat dan Struktur Thermoplasma acidophilum Indonesia khususnya di wilayah Jawa berada pada daerah ring of fire sehingga kita dapat menemukan arkaea jenis Thermoplasma acidhopilum, Thermoplasma volcanium, dan Sulfolobus acidocaldarius pada kawah dan lapisan
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
5
sulfur gunung berapi [38]. Selain itu juga terdapat di pemandian air panas di Jepang [39], tanah atau sedimen di dalam daerah sulfat di Azores, Italia, Ice land, AS, dan Indonesia (Candi dieng, Tangkuban Perahu dan Ciater) [40,41]. Gambar 2.1 menunjukkan salah satu contoh habitat arkaea yang terdapat di kawah domas Tangkuban Perahu dengan temperatur lingkungan mencapai 80 oC. Bentuk arkaea yang ditampilkan, dilihat menggunakan mikroskop elektron. Thermoplasma acidhophilum merupakan Thermoacidophilic archaeon, yang pertama kali diisolasi oleh Darland dkk. 1970 [42], termasuk organisme anaerob fakultatif [22]. Di dalam laboratorium, Thermoplasma acidophilum dapat tumbuh optimal pada pH 1-2 dan temperatur 59oC pada medium Freund’s yang mengandung asam sulfat [31,43-45]. Meskipun habitatnya mempunyai pH asam, nilai pH pada sitoplasma ini mendekati netral [44] yang disebabkan oleh aktivitas pompa membran yang memompa proton keluar dari sel [45]. Sehingga mampu melindungi reaksi metabolisme dari penghambatan kondisi asam. Arkaea ini mempunyai sifat anaerob fakultatif, mampu hidup dengan ada atau tidaknya oksigen (O2). Jadi, O2 digunakan sebagai akseptor elektron atau sebagai penggantinya dapat mengambil O2 dari sulfur dan Adenosin Triphospate (ATP) mampu dihasilkan secara respirasi aerob di habitatnya.
Gambar 2.1 Habitat arkaea di kawah Domas Tangkuban Perahu, Jawa Barat- Indonesia (kiri) dan arkaea yang dilihat menggunakan mikroskop elektron (kanan)
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
6
2.1.1
Kandungan dan Struktur Membran Thermoplasma acidophilum Lipid Thermoplasma acidophilum mempunyai susunan yang berbeda
dengan lapisan ganda fosfolipid pada organisme lain karena tidak memiliki lipid berupa ß-D-galactofuranosyl [46]. Diether dan Tetraether lipid (TEL) [47] adalah struktur lipid hasil ekstraksi yang berperan dalam pembuatan membran. Disebut TEL atau lipid teraether karena bagian struktur terminal lipidnya terhubung dengan empat ikatan eter dengan eter-gliserol atau derivat poliol lain berupa nonitol. Di dalam membran lipid utama TEL, terdapat ikatan eter yang resistan terhadap hidrolisis pH dan temperatur ekstrim sehingga lebih thermostable atau tidak rentan terhadap degradasi enzim fosfolipase saat dibuat liposom. Sedangkan tidak adanya ikatan ganda dan gugus samping metil di dalam struktur lipidnya, menunjukkan efek fluidzing, menambah fluiditas liposom, dan meningkatkan resitansi TEL terhadap oksidasi. Terlepas dari resistansi terhadap temperatur, hidrolisis, dan oksidatif, membran TEL sangat stabil terhadap pengaruh mekanik. Stabilitas TEL meningkat pada pH yang rendah bila dibandingkan dengan pH netral sehingga berperan baik untuk membawa obat yang labil terhadap keasaman lambung. Akan tetapi, di dalam garam empedu dengan konsentrasi tinggi dan pH netral, stabilitas TEL ketika di dalam pH asam berkurang dan terjadi pelepasan komponen yang terdapat dalam liposom. Struktur utama TEL Thermoplasma achidophilum berdasasarkan penamaan sistem IUPAC dan Strobl dkk. 1985 yaitu 2,3,2’,3’tetra-O dibiphytanyldi-sn-l’-glicosyl-l-phosphoryl-3’-sn-glycerol (gambar 2.2) [28].
Gugus fosfat
Tetraeter
Gulose
Gambar 2.2 Struktrur utama Thermoplasma achidophilum [11]
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
7
Membran lipidnya tersusun atas rantai biphytanyl tersaturasi yang merupakan residu dari phytanol dan mempunyai senyawa organik berupa hidrokarbon alisiklik. Karena susunan dasar TEL adalah dibiphytanyl diethyltetraether heterocycle [54] susunan atom-atom karbon yang akan berikatan mampu membentuk cincin [48]. Pembentukan cincinnya berupa pentasiklik dan berada di salah satu maupun kedua ikatan hidrokarbonnya akibat peningkatan temperatur lingkungannya. Pada tahun 1985, Langworthy menunjukkan bahwa di kedua rantai hidrokarbon terdapat cincin berupa siklopentana yang simetris [14]. Pembentukan cincin siklopentana yang berjumlah dua disebabkan oleh meningkatnya temperatur dari 39 oC menjadi 59 oC. Sehingga pola cincin siklopentana di dua rantai hidrokarbon pun berbeda untuk setiap kenaikan temperatur. Banyaknya cincin siklopentana dan tingkat distorsi setiap rantai hidrokarbon, membuat jarak antar kedua molekul gliserol (gulose) yang terhubung langsung daerah hidrofobik [48] mempunyai ketebalan kurang dari 4 nm [49,50]. Salah
satu
adaptasi
lainnya
yang
memungkinkan
Thermoplasma
acidophilum untuk hidup di lingkungan sangat ekstrim adalah komponen utama dari membran TEL, yaitu C40H82 lipid poly-isoprenoid dan lapisan tunggal. Isoprenoid merupakan polimer alkil dengan rantai cabang yang berdasarkan pada suatu unit dengan 5-karbon yang disintesis dari mevalonat [51]. Akan tetapi, isoprenoid pada Thermoplasma achidophilum adalah rantai yang dibentuk dari 5 unit karbon yang bercabang dan melekat melalui ikatan eter di posisi sn-2,3 karbon gliserol [51] yang terhubung dengan
ikatan headgroups-nya [51].
Menurut Lombard dkk., 2012, bagian awal jalur biosintesis asam lemak (lipid ester) maupun lipid eter memiliki jalur isoprenoid yang sama [53]. Akan tetapi, kedua lipid memiliki faktor kondisi lingkungan yang berbeda. Sehingga bakteri termoasidofil seperti Thermoplasma acidophilum dapat melakukan biosintesis asam lemak dari sistem membran ester lipid. Pada tingkat jalur isoprenoid yang sama, kedua lipid ini mempermudah melihat perbedaan evolusinya berdasarkan dari keturunannya.
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
8
2.1.2
Struktur Membran Siklik TEL Thermoplasma achidophilum Pada tahun 1985, Langworthy menyatakan bahwa membran lipid dari
Thermoplasma acidophilum memiliki banyak siklik tetraether berupa asiklik dan makrosiklik [14]. Pada TEL, residu phytanyl secara kovalen terikat pada terminal karbon untuk membentuk dibiphytanyl tetraether macrocycle dengan 72 atom yang berperan pada cycle. Hal ini disebabkan oleh adanya struktur simetris dari rantai cabang gugus gliserol yang saling terhubung dan bagian kepala polar hasil sintesis fosfat atau fosfatidilkolin. Sehingga dapat dikatakan bahawa struktur membran lipid berupa dibiphytanyl digliserol TEL membentuk makrosiklik. Hasil studi Arakawa menunjukkan bahwa struktur tetraether makrosiklik memiliki transisi entalpi dan entropi serta transisi fase temperatur yang lebih rendah bila dibandingkan tetraether asiklik. Untuk mengetahui tingkat keefektifan membran siklik TEL di lingkungan temperatur tinggi, dapat dilakukan studi model lipid sintetis berdasarkan pemanfaatan hasil studi kalorimetrik, PNMR, dan mikroskop elektron [55]. Sehingga menghasilkan residu kationik glisin betain atau jenis
glukosa
yang
bermuatan
netral
(muatannya
seimbang)
untuk
menyeimbangkan muatan inti hidrofobik. Selain itu, Keefektifan membran lapisan tunggal dapat dipengaruhi juga oleh struktur dan dimensi dari lipid, tidak adanya retakan di tengah bidang lapisan membran lipid, kekakuan yang tinggi dari membran Thermoplasma acidophilum, sifat liposom yang dibuat dengan 40 atom C dari TEL arkaea, dan penamaan kimia dari lipid yang berada di permukaan terluar sel dengan reaktif non-penetrasi. Transisi fase adalah suatu proses transisi yang terjadi dari satu fase ke fase yang lain dan dapat dideteksi pada saat temperatur meningkat. Di dalam biologis membran seperti membran lipid, fase dapat berubah dan saat membran berubah dari fase gel fase solid yang padat menjadi fase kristal-liquid, maka setiap molekulnya dapat bergerak bebas. Pada kisaran suhu antara dua transisi, membran akan berbentuk seperti gelombang, permukaan membran berubah dari datar menjadi naik-turun [56]. Suhu transisi sangat dipengaruhi oleh panjang rantai dan saturasi sehingga peningkatan saturasi dan panjang rantai akan meningkatkan
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
9
suhu transisi. Sifat fase yang terjadi pada membran menentukan permeabilitas, fusi, agregasi, dan peningkatan protein. Dengan kata lain, dapat mempengaruhi stabilitas liposom dan aktivitasnya dalam sistem biologi [56]. 2.1.3
Membran Lipid Lapisan Tunggal Thermoplasma acidophilum Fosfolipid hasil ekstraksi membran arkaea adalah lipid lapisan tunggal;
berbeda dengan membran sel lain yang membentuk lipid lapisan ganda [10]. Lipid lapisan tunggal seperti TEL, mempunyai dua bagian kepala polar yang berbeda dan berlawanan jenis dengan backbone hidrofobik atau disebut juga kutub gugus bipolar tetarether lipid (BTL) dari caldarchaeol (GDGT). Hal ini disebabkan oleh spesifikasi informasi di dalam karakteristik bagian kepalanya. Hasil studi Benvegnu, T dkk. 2009 menunjukkan bahwa karakterisasi jenis polar bertujuan untuk membantu proses identifikasi jenis arkaea terhadap habitatnya [57]. Hasil pengamatan lainnya mengenai lapisan tunggal adalah metode freeze fracture dari mikroskop elektron [40], struktur lipid lapisan tunggal membran TEL terlihat mengalami kerusakan pada arah tegak lurus di sepanjang rantai hidrokarbon. Berbeda dengan lapisan ganda, terjadi pada arah tangensial sehingga mempengaruhi dalam pembuatan membran lipid. 2.2 Studi In Vivo Membran Lipid Thermoplasma acidophilum Berdasarkan salah satu studi in vivo, identifikasi komponen struktur baru dari
membran
lipid
Thermoplasma
acidophilum
adalah
MPL
(main
pohosoholipids) berupa TEL [19]. Struktur TEL mempunyai kandungan BTL sebesar 90-95% [58-60] dengan dua kepala hidrofilik dari satu phosphoglycerol dan ß-L-gulopyranose [61]. Kandungan BTL tersebut membentuk membran lipid lapisan tunggal untuk kestabilan di habitat ekstrim. Sehingga kandungan TEL yang semakin bertambah, pergerakan bebas di dalam membran sel dapat dikurangi untuk proses adaptasi pada temperatur yang lebih tinggi. Adapun pendekatan studi lainnya mengenai lipid lapisan tunggal dari Thermoplasma acidophilum adalah black lipid membrane (BLM). Karena BLM merupakan aplikasi dari jenis membran lipid lapisan tunggal yang dapat
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
10
membentuk fosfolipid lapisan ganda sendiri atau bersifat (self assembly) dan cukup stabil pada suhu kamar [62]. Akan tetapi, pada suhu tinggi terjadi ketidakseimbangan tekanan elektrolit kondisi fisiologis sehingga menyebabkan pemisahan fase komponen lipid. Perubahan fase dan fluiditas membran fosfolipid penting untuk dipahami baik dalam pembentukan maupun penggunaan liposom karena sifat fase membran liposom menentukan permeabilitas, fusi, agregasi, dan pengikatan protein; seluruhnya dapat mempengaruhi stabilitas liposom dan aktivitasnya dalam sistem biologis [56]. Hasil studi tersebut juga didukung oleh hasil eksperimen De rosa 1996, liposom yang terbuat dari arkaea sangat stabil, berikatan kuat pada temperatur lebih dari 4oC selama 4 bulan [63] dan menurut Gambacorta 1994 kestabilannya disebabkan oleh bentuk liposom yang padat sehingga tidak mudah rusak dan penggunaan liposom eter lebih efektif dan stabil bila dibandingkan ester [64]. Studi eksperimen lainnya, Sprott. 1977 menunjukkan bahwa sel arkaea mengalami 3 sampai 53 kali lebih selnya bersifat fagosit dibandingkan liposom konvensional sehingga berpotensi untuk aplikasi medis berupa respon imun. Sedangkan pada hasil pengukuran NMR, daerah hidrokarbon pada membran lipid lapisan tunggal dianggap sebagai pelat kapasitor sejajar. Sehingga nilai ketebalan membran yang terukur pada hidrokarbon digunakan untuk menghitung nilai kapasitansi dielektrik. Nilai rata-rata konstanta dielektrik rantai hidrokarbon adalah 2.1, didapatkan dari nilai kapasitas ketebalan dielektrik 0,9 µF/cm-2, dan ketebalan membran sekitar 21 Å. Sebagai perbandingan, ketebalan hidrokarbon untuk lipid lapisan ganda dan membran sel berada diantara 28-35 Å [55]. Lipid tetraether dapat membentuk fase campuran dengan lipid yang membentuk struktur lapisan ganda sehingga memungkinkan untuk dibuat suatu campuran liposom yang stabil menggunakan fosfatidilkolin dan TEL. Hal ini dikarenakan TEL memberikan muatan negatif terhadap liposom fosfatidilkolin dan juga secara kovalen menghubungkan kedua permukaan polar pada liposom membran lapisan ganda. Sehingga, TEL merupakan penstabil struktural dan elektrostatik pada lapisan ganda fosfatidilkolin.
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
11
2.3 Pemodelan Membran Implisit Lipid Pemilihan model lipid tergantung pada banyaknya lipid di dalam membran dan pelarut yang akan digunakan. Tidak hanya secara eksplisit, membran lipid juga dapat dimodelkan secara implisit. Di dalam tingkat molekuler, air sebagai pelarut lebih sering digantikan dengan pendekatan kontinum dielektrik. Tujuannya untuk meniru membran biologis, jadi di dalam simulasi membran diberikan sebuah pelat pelarut dengan konstanta dielektrik rendah. Sehingga pengaruh energi elektrostatik larutan tersebut berasal dari polarisasi antar-muka membran dielektrik. Di dalam membran, energi elektrostatik pelarut terpisahkan menjadi dua bagian. Pertama, kontribusi dari membran berdasarkan pendekatan fungsi empiris. Kedua, berdasarkan jari-jari GB pelarutnya yang dihitung dengan menggunakan pendekatan penjumlahan konvensional berpasangan. Hasil studi Spassov dkk. 2002 menunjukkan, pendekatan empiris untuk model efek pelarut dalam membran biomolekul
kompleks
menggunakan
model
Generalized
Born.
Model
menunjukkan nilai energi elektrostatik pelarut dari spherical ion monovalen yang berjarak 2 Å sebesar 82 kkal/mol pada larutan air ( =80), dan -8 kkal/mol pada membran yang berjarak 30 Å pada konstanta dielektrik rendah ( =1) [65,66]. Sedangkan berdasarkan jari-jari GB-nya, nilai energi GB yang dihasilkan pun berdasarkan penjumlahan dari setiap atom yang berpolarisasi maupun seluruh atom berpasangan yang saling terpolarisasi. Hal ini dikarenakan model GB dilihat dari jarak kedua atomnya dan energi polarisasi dari setiap atom tersebut [67]. 2.4 Peranan Cincin Siklopentana di Dalam Membran Cincin siklopentana adalah sebuah cincin yang dibentuk dari senyawa organik yang mengandung atom karbon dan hidrogen (hidrokarbon). Hidrokarbon yang ada di dalam membran utama TEL termasuk ke dalam hidrokarbon jenuh (sikloalkana), mempunyai jumlah atom hidrogen maksimum. Meskipun sikloalkana merupakan hidrokarbon jenuh, namun rumus umumnya adalah CnH2n. hal ini disebabkan oleh sikloalkana kehilangan satu atom hidrogennya jika atom
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
12
C-C membentuk cincin [48]. Tetapi berdasarkan data NMR, posisi cincin terindikasi ada 1,3 trans di dalam rantai isoprenoid yang telah tersubstistusi, tetapi banyak stereokimia dari cincin vicinal yang tidak diketahui (De Rosa, Gambarcota 1986). Sehingga terdapat enzim atau proses lain yang berperan untuk membentuk siklisasi (seperti cincin siklopentana) [51]. Hasil studi Nishimura Y dkk., 2011menunjukkan bahwa reduktansi dari enzim tersebut menghasilkan dua unit geranyl-geranyl yang berperan untuk pembentukan rantai bipyhtanyl saturasi yang terlibat dalam pembentukan cincin siklopentana dan dehidroginasi (protonasi) dari rantai isoprenoid [68]. Cincin siklopentana pada arkaea terlihat melalui pasangan atom karbon metil (C17 dan C18) maupun metilen (C6 dan C10) di rantai hidrokarbon. Cincin siklopentana di dalam TEL bisa memiliki jumlah yang sama meskipun di rantai isoprenoid yang berbeda karena ada rantai isoprenoid yang berasal dari mevalonat dan turunannya, yaitu rantai biphytanyl dari BTL hasil biosintesis berpasangan dari dua unit geranyl geranyl dan cincin siklopentana terbentuk di dalam rantai biphytanyl [69]. Jadi menurut Langworthy dkk. 1982, cincin siklopentana yang ada di dalam isoprenoid (telah tersubstitusi) berperan dalam proses biohidroginase dan memproduksi banyak rantai lipid saturasi dengan frekuensinya yang jarang terjadi di dalam sistem biologinya meskipun cincin siklopentana sendiri berperan untuk resistansi hidrolitik, oksidatif, dan biokimia membran TEL. 2.5 Pengaruh Temperatur dan pH Terhadap Cincin Siklopentana Di dalam termoasidofil atau hipertermofil netrofil, jumlah cincin siklopentana di setiap rantai biphytanyl akan bertambah seiring dengan meningkatnya
temperatur
tumbuhnya
[40].
Cincin
siklopentana
dari
Thermoplasma [59] dan Sulfolobus [27] mampu mencapai hingga empat cincin siklopentana di setiap rantai alifatik (biphytanyl) sedangkan Archaeoglobus hanya mampu memiliki hingga dua cincin siklopentana [70]. Seperti yang telah dibahas oleh studi Nicolas J P pada tahun 2005, pada temperatur 62 oC membran TEL lapisan tunggal mempunyai dua cincin siklopentana di salah satu rantai
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
13
alifatiknya. Adapun studi lain menyatakan bahwa rata-rata jumlah cincin siklopentana meningkat 1,6 sampai 2,1 pada temperatur 40-60 oC [71]. Menurut Langworthy 1982; Bolcher dan Ring 1991, bertambahnya jumlah cincin siklopentana ini terjadi simetris di dalam kedua rantai hidrokarbonnya. Cincin siklopentana juga telah diobservasi dengan jenis arkaea termoasidofil lainnya seperti Sulfolobus solfactaricus [72,73]. Tujuannya sama, untuk melihat kestabilan membran pada temperatur tinggi [74] berupa derajat kebebasan rotasi dari satu molekul yang ketebalan membrannya direduksi. Akan tetapi, pola cincin siklopentana di dalam rantai hidrokarbon juga telah ditinjau kembali oleh Swain dkk. 1997 [61]. Gambar 2.3 menunjukkan jumlah cincin siklopentana di setiap temperatur yang berbeda. Pada temperatur 39 oC terdistribusi 3 cincin siklopentana per molekulnya sedangkan 59 oC sebanyak 5 cincin siklopentana. Pemilihan derajat temperatur ini merupakan studi lanjutan dari Langworthy.1982 yang menyatakan bahwa cincin siklopentana akan bertambah dengan meningkatnya temperatur tumbuh dari 39 oC hingga 59 oC [72].
%
# cincin siklopentana di setiap molekul
Gambar 2.3 Grafik distribusi cincin siklopentana pada temperatur 39oC (merah) and 59oC (biru). dari Thermoplasma acidophilum [60,76].
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
14
Hal tersebut didukung pula oleh Uda dkk., 2001 dan Shimada dkk., 2008 bahwa distribusi cincin siklopentana disebabkan oleh kenaikan temperatur tumbuhnya [71]. Akan tetapi, adapula yang berlainan seperti hasil studi dari Yang dan Haug 1979, jumlah cincin siklopentana di dalam caldarchaeol Thermoplasma acidophilum akan berkurang dengan semakin meningkatnya temperatur tumbuhnya [75]. Di dalam jenis arkaea ini, banyaknya cincin siklopentana di dalam BTL tidak hanya dipengaruhi oleh kenaikan temperatur tumbuhnya [40] tetapi juga terhadap tingkat keasaman di lingkungannya [71]. Hasil studi Shimada dkk., 2008 menunjukkan bahwa pada temperatur tumbuhnya, setiap caldarchaeol mengandung 5,1 cincin siklopentana pada pH 3; 4,8 cincin siklopentana pada pH 2,4; 4,1 cincin siklopentana pada pH 1,8, dan 4 cincin siklopentana pada pH 1,2. 2.6 Perbandingan Studi Dinamika Molekul Membran Lipid Pada tahun 1950-an mulainya pengenalan studi simulasi sifat struktrural dan dinamika dari membran lipid murni (fosfolipid) dan selama satu dekade terakhir, simulasi dinamika molekuler (SDM) digunakan untuk melihat interaksi biomolekul seperti lipid yang terkait di dalam membran plasma mikroorganisme. Di dalam studi De Rosa 1994, SDM dari lipid TEL membran arkaea (Thermoplasma acidophilum) dilihat dari tingkat molekuler struktur biokimia digunakan sebagai pembawa elektron. Adapun ciri-ciri lainnya yang mendukung hal tersebut, diantaranya; 1. Struktur
kimianya
lebih
stabil
dibandingkan
lipid
ester
konvensional. 2. Memiliki sifat fisik unik karena adanya struktur metil isoprenoid. 3. Termasuk bipolar lapisan tunggal dan berperan sebagai dasar penyusun protein atau enzim redoks. 4. Mampu menempatkan dirinya ke bagian luar permukaan polar, karena perbedaan sifat fisika dan kimia. 5. Lipid kompleks dapat dimodifikasi dengan mudah untuk menjadi sifat yang lebih spesifik.
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
15
Pada tahun 1998, Marc Ernst dkk menyatakan bahwa hasil SDM struktur TEL yang terhubung dengan gugus eter maupun gulose membuat membran stabil di lingkungan ekstrim. Hal tersebut terjadi saat jumlah cincin siklopentannya maksimum di temperatur optimumnya (59oC). Hasil SDM lainnya, Nicolas J P 2005 menyatakan bahwa membran lipid alami lapisan tunggal Thermoplasma acidophilum di temperatur 62 °C lebih stabil bila dibandingkan dengan membran ester dipalmitol-phosphatidylcholine (DPPC) lapisan ganda di temperatur 50 °C meskipun hanya terdapat dua cincin siklopentana yang disimulasikan [11]. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan eter bukan ester di dalam membran lipid TEL lapisan tunggal sehingga membran tidak bersifat resisten terhadap hidrolisis pada lingkungan ekstrim. Hasil SDM menurut Sergey Shityakov dkk., 2011, membran lipid akan mengalami kritikal fluktuasi mulai 313 K dan sekitar 343 K [77]. Menurut hasil studi De Rosa dkk., fluktuasi yang terjadi mampu menyebabkan konformasi struktur membran lipid menjadi membengkok akibat adanya interaksi di dalam dan luar rantai isoprenoid dari molekulnya [51]. Sehingga terjadi pembengkokan daerah hidrofobik di bagian membran planar akibat kepolaran derah hidrofilik.
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
Rekonstruksi struktur dan membran TEL Thermoplasma acidophilum
Pemberian medan gaya
Minimisasi energi
Tahap Pemanasan (Simulasi dinamika molekuler)
Analisis
Bagan 3.1 Alur penelitian pembuatan membran TEL Thermoplasma acidophilum 3.1 Rekonstruksi Struktur dan Membran TEL Thermoplasma acidophilum Molekul lipid pada penelitian ini dibentuk secara manual dan divisualisasikan dalam struktur tiga-dimensi berdasarkan hasil studi yang dilakukan [76]. Molekul ini memiliki 40 atom C dan 82 atom H (C40H82) [41] dan membentuk rantai hidrokarbon makrosiklik dengan gugus kepala polar yang asimetris. Pada tahap ini, cincin siklopentana tidak diikut sertakan. Karena tujuan awal studi ini adalah untuk melakukan pengujian simulasi pembuatan membran yang tersusun atas beberapa molekul TEL.
16
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
17
Gambar 3.4 Hasil rekonstruksi struktur TEL Pada awal pembuatan, 40 atom C disusun sebagai inti hidrokarbon alifatik untuk membentuk dua rantai phytanyl yang masing-masingnya terdiri dari 20 atom C. Ikatan antar karbon yang saling terhubung pada struktur ini berupa ikatan tunggal. Keempat gugus eter yang ada di bagian ujung terminal, berperan menghubungkan kedua rantai phytanyl dengan bagian kepala polar asimetrisnya. Sehingga setelah tersambung rantai disebut sebagai inti hidrokarbon alifatik makrosiklik. Polar asimetris adalah molekul yang hanya memiliki satu fosfat di salah satu bagian gugus kepala. Molekul ini memiliki dua daerah penting, yaitu inti hidrokarbon yang tergolong ke dalam daerah hidrofobik dan dua kepala polar yang tergolong ke dalam hidrofilik, (gambar 3.4). Kemudian, struktur membran TEL dibentuk dari empat molekul TEL yang disusun dalam ukuran 4×1×1 Å. Keempat molekul TEL yang telah tersusun diberikan pelat membran. Tujuannya untuk membatasi daerah membran yang masuk ke dalam perhitungan, molekul yang tersusun diberikan pelat membran dengan ketebalan 25 Å. Batas pelat terletak di keempat ujung terminal gugus eter. Berdasarkan jumlah cincin siklopentananya, terdapat tiga buah membran yang akan disimulasikan, yaitu membran dengan nol (NCC), tiga (TCC), dan lima (LCC) cincin siklopentana [7880]. Membran NCC adalah membran yang tidak memiliki cincin siklopentana di kedua rantai phytanyl. Membran TCC, memiliki tiga cincin siklopentana di kedua rantai phytanyl yang tersebar dengan susunan 2:1 [80]. Membran LCC, memiliki lima cincin siklopentana, dengan susunan 3:2 pada rantai phytanyl-nya [80]. Ketiga molekul (NCC, TCC, LCC) digunakan untuk melihat kestabilan struktur membran terhadap temperatur dan pH ekstrim. Setelah molekul TEL (sistem) Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
18
direkonstruksi dan menjadi struktur membran, sistem diminimisasi dengan algoritma steepest descent dan conjugate gradient kemudian sistem dipanaskan. 3.2 Pemberian Pengaruh Air secara Tidak Nyata (Implicit Solvent) Di dalam pemodelan implicit solvent, pengaruh konstanta dielektrik dari pelarut tetap diperhitungkan, namun tanpa menempatkan adanya molekul air secara nyata (eksplisit) [81]. Tujuannya untuk mempermudah perhitungan energi bebas pelarut (solvation free energy) [82] dengan mengurangi kesalahan yang didapat dari penggunaan molekul pelarut dalam jumlah besar. Implementasi pertama dari model implicit solvent adalah metode PoissonBoltzmann [82] yang kemudian disempurnakan oleh metode Generalized Born (GB) [83]. Metode GB ini pun bervariasi seperti GB/Implicit Membrane (GB/IM), GB Surface Area (GBSA), GB Molecular Volume (GBMV), dan GB with Simple Switching (GBSW).
Gambar 3.5 Skematik lingkungan membran implisit. Membran lapisan tunggal TEL (kiri) [85], pendekatan batasan nilai dielektrik di dalam membran TEL (tengah), dan nilai konstanta dielektrik di sepanjang sumbu-z (kanan) [86]
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
19
Gambar 3.6 Permukaan Van der Waals dalam metode GBSW ditunjukkan dengan garis merah (kiri) dan perhitungan energi molekul (kanan) [87,88] Gambar 3.5 menunjukkan nilai konstanta dielektrik dari molekul membran lapisan tunggal TEL di sepanjang sumbu-z yang didekatkan ke lingkungan membran implisit. Di dalam membran implisit, sumbu-z menunjukkan ketebalan membran, zi sebagai titik acuan (titik tengah) dari membran, dan qi merupakan muatan acuan yang ada di tengah membran. Studi ini menggunakan metode pelarut implisit GBSW, dengan tujuan untuk memisahkan daerah di dalam membran berdasarkan nilai permitivitas ( ) dan memiripkan kondisi sistem dengan keadaan alaminya. Pada daerah hidrofobik membran, permitivitas bernilai 1 dan untuk daerah pelarutnya benilai 80 (mendekati permitivitas air) [9, 65]. Pemilihan metode ini didukung pula oleh studi Wonpil Im., dkk 2003 yang menyatakan bahwa metode GBSW menghasilkan dinamika molekul membran lipid yang lebih stabil dan waktu kalkulasi yang lebih efisien (2-3 kali lebih cepat) bila dibandingkan dengan metode GBMV [81]. Hal ini karena metode GBSW menggunakan pendekatan permukaan van der Waals tiap atom dalam perhitungan (gambar 3.6), sedangkan metode GBMV menggunakan volume molekul [79].
3.3 Medan Gaya CHARMm Chemistry at HARvard Molecular Mechanics (CHARMm) adalah salah satu parameter medan gaya (forcefield) yang berperan untuk menghitung dan mengevaluasi energi potensial sistem sebagai fungsi posisi pusat massa. Proses Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
20
pembentukan atau pemutusan ikatan hidrogen yang terjadi saat parameter medan gaya diberikan. Parameter ini menyebabkan molekul di dalam sistem jaraknya menjadi dekat sehingga perlu dilakukan proses minimisasi energi sistem terlebih dahulu agar didapatkan struktur geometri yang optimum dengan nilai energi minimum. Adapun komponen medan gaya ini berupa interaksi ikatan dan tanpa ikatan dari atom-atom di dalam sistem (persamaan 3.1). Interaksi ikatannya mencakup pembengkokan sudut, peregangan ikatan, perubahan torsi, dan perubahan sudut bidang (persamaan 3.2). Sedangkan interaksi tanpa ikatannya berupa Van der Waals dan elektrostatik. Persamaan energi potensial sistem [89,90] pada medan gaya CHARMm adalah (3.1) (3.2) Keterangan: Epot
: Energi potensial sistem
Ei
: Energi ikatan
Eti
: Energi tanpa ikatan
Epi
: Energi peregangan ikatan
Eps
: Energi perubahan sudut
Epsb
: Energi perubahan sudut bidang
Etor
: Energi torsional
EVdw
: Energi Van der Waals
Eelek
: Energi elektrostatik
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
21
Energi peregangan ikatan (Epi) disebabkan oleh interaksi antar atom yang memiliki jarak sejauh rij. Interaksi tersebut menyebabkan kedua atom dapat saling mendekat atau menjauh (gambar 3.7) sehingga kedua atom akan mengalami vibrasi. Besar energi ini dapat dirumuskan (persamaan 3.3) menggunakan pendekatan potensial harmonik pada pegas: (3.3) Keterangan rij
: jarak
antar-atom
: konstanta gaya peregangan ikatan : jarak setimbang antar-atom
Gambar 3.7 Interaksi peregangan ikatan
Gambar 3.8 Interaksi perubahan sudut
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
22
Energi perubahan sudut (Eps) sama seperti pendekatan potensial harmonik. Namun menggunakan perubahan sudut sebagai pengganti jarak antar-atom. Hal ini dikarenakan posisi ketiga atom membentuk sudut dengan menganggap j sebagai pusatnya (gambar 3.8). Deviasi perubahan sudut menyebabkan perubahan energy yang cukup signifikan, energinya dapat ditulis dalam (persamaan 3.4): (3.4) Keterangan: ijk
: sudut yang terbentuk antar-ketiga posisi atom : sudut referensi : konstanta gaya pembengkokan sudut Energi perubahan sudut bidang (Epsb) dihasilkan dari empat buah atom atau
lebih yang berikatan dan memiliki satu atom sebagai sumbu pusatnya (acuan). Atom acuan
ini dapat berpindah posisi seakan-akan bergerak keluar masuk
bidang yang dibentuk oleh tiap ujung atom lainnya (gambar 3.9). Energi sistem dapat dihitung dengan persamaan; (3.5) Keterangan: : konstanta gaya dari gerak keluar-masuk bidang
ijkl
: sudut interaksi yang terbentuk akibat gerak keluar-masuk bidang
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
23
Gambar 3.9 Interaksi keluar-masuk bidang
Gambar 3.10 Interaksi torsi Energi torsional (Etor) muncul pada empat atom yang saling berikatan. Dari keempat atom tersebut, terjadi rotasi dengan dua atom yang saling berikatan sebagai pusat rotasinya. Sehingga dua atom lainnnya akan mengalami rotasi yang mengacu pada posisi salah satu atom dengan pusat rotasi (gambar 3.10) dan secara matematis energi ini didefinisikan sebagai berikut (3.6) Keterangan : pergeseran fase : sudut torsi yang terbentuk : konstanta gaya yang mempegaruhi besarnya potensial penghalang n
: jumlah perputaran (dalam orde 360o) Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
24
Gambar 3.11 Interaksi Van der Waals Energi Van der Waals (EVdW) didapatkan dari dua atom atau lebih yang saling tarik menarik atau tolak-menolak antar-atomnya (gambar 3.11). Gaya tarikmenarik ini dipengaruhi oleh interaksi dipol-dipol atom atau dianggap seperti Gaya London. Sedangkan gaya tolak-menolaknya mengikuti prinsip larangan Pauli dan gaya tolak inti. Persamaan energi ini dapat dituliskan sebagai berikut:
(3.7)
Keterangan: Aij
: parameter gaya tolak
Bij
: parameter
dan
gaya tarik
: jarak antar-atom saat energinya minimum
Energi elektrostatik (Eelek) didapatkan dari interaksi dua atom atau lebih yang saling bermuatan dan terpisah pada jarak tertentu (gambar 3.12). Jika muatannya sejenis, timbulah resultan gaya berupa tolak-menolak. Sebaliknya, jika muatannya tidak sejenis, resultan gayanya berupa tarik-menarik.
Gambar 3.12 Interaksi elektrostatik Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
25
Pada jarak yang semakin jauh, pengaruh kedua gaya tersebut semakin kecil sehingga resultan gaya elektrostatiknya dapat diabaikan. Nilai energinya dapat dituliskan dalam bentuk persamaan Coloumb : (3.8)
Keterangan: qi dan qj 0
rij
: muatan
listrik kedua atom
: permitivitas vakum : jarak antar-muatan Penghitungan energi berdasarkan gaya-gaya yang terjadi antar-atom
adalah proses yang paling lama dalam simulasi dinamika molekuler. Sehingga digunakan parameter spherical cut-off untuk mempermudah perhitungan dengan mengabaikan interaksi atom-atom pada jarak yang jauh [91].
Gambar 3.13 Spherical cut off. Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
26
Menurut Brook III., dkk 2009 parameter ini digunakan dalam menghitung energi dari interaksi tanpa ikatan [89]. Fungsi batas (cut off function), mengurangi jumlah atom yang terlibat dalam perhitungan energi potensial yang bekerja pada suatu atom berdasarkan jarak antar atomnya. Karena pada saat jaraknya semakin jauh, dua atom yang tidak berikatan masih mampu saling berinteraksi. Penggunaan parameter ini dapat dianggap sebagai pendekatan paling sederhana potensial sistem terhadap perhitungan potensial Lennard-Jones, adanya kontribusi atom pada suatu potensial yang berbanding terbalik secara eksponensial dengan jaraknya (gambar 3.13). Garis hitam sebagai fungsi energi total sistem selama simulasi, sedangkan garis merah adalah fungsi truncation yang akan menghasilkan nilai energi potensial diskontinu dan dapat menyebabkan gayananya menjadi tak berhingga pada jarak sekitar 12 Å. Garis biru merupakan fungsi switch cut off , membuat energi potensial menjadi nol secara perlahan pada rentang interval (10-14) Å. Pada rentang tersebut dikenal istilah fungsi switch cut off sehingga turunan pertama dari fungsi di 10 Å, energi potensial mulai mengalami penurunan secara gradient hingga akhirnya di 14 Å mulai benar-benar menjadi nol. Hal ini dikarenakan pada saat 10 Å merupakan cut off terendah untuk jarak interaksi tanpa ikatan sedangkan 14 Å sebagai cut off maksimum. Sehingga sekitar 12 Å jarak energi interaksi tanpa ikatan masih diperhitungkan. Hal tersebut terlihat dari garis hijau berupa shift cut off, batas pergeseran dari bagian kurva potensial sehingga nilai energinya mendekati nol pada saat jarak lebih besar 14 Å. Pada dasarnya, ketiga teknik tersebut harus memenuhi syarat berupa energi potensial atau gaya yang terjadi harus berada dalam keadaan jarak batas interaksi terdekat maupun terjauhnya, berada dalam fungsi yang halus khususnya dalam tahapan minimisasi simulasi dinamika molekular untuk menghindari gerakan atom yang melebihi batas cut off, dan tidak mengubah pergeseran energi yang signifikan akibat digunakannya cut off. Sehingga dapat dikatakan, jika jarak antaratom semakin jauh, maka nilai interaksinya akan semakin kecil namun tidak sampai hilang (nilainya mendekati nol). Terlihat menurut uraian persamaannya,
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
27
gaya
positif
merupakan
gaya
tolak-menolak
yang
didapat
sedangkan gaya negatif adalah gaya tarik-menarik dari suku
dari
suku
.
3.4 Tahap Minimisasi Energi Tahapan ini bertujuan untuk nilai energi terendah sistem dengan mengubah koordinat untuk mendapatkan interaksi molekul terbaiknya. Algoritma yang digunakan dalam parameter ini adalah steepest descent dan conjugate gradient. Steepest descent (SD) adalah metode gradien yang paling sederhana di dalam tahap minimisasi energi [92,93]. Tiap langkah dari prosedur iteratif ini, diatur berdasarkan arah gradien negatif [89]. Salah satu parameter yang dapat diatur dari SD adalah ukuran langkahnya (step size), yang menentukan seberapa jauh pergeseran koordinat tiap langkah iterasinya. Ukuran langkah ini dipilih berdasarkan hasil langkah sebelumnnya yang memiliki energi rendah secara lokal. Fungsi F(x) dari metode gradien didefiniskan dan dianggap sebagai fungsi yang berbeda di dalam setiap batasnya, jadi arahnya berkurang dengan cepat menuju ke arah gradien negatif dari F(x). Untuk mendapatkan nilai minimum yang terlokalisasi dari F(x), metode SD ini mengunakan pendekatan bagian yang saling tegak lurus dari titik sembarang Xo sehingga membentuk zig-zag. Untuk mencapai nilai energi yang minimum, algoritma ini menggunakan rough calculation dari posisi suatu molekul agar gradien energi mencapai 0,1 kkal/mol, (gambar 3.14). Langkah pertama yang dapat diambil dan digunakan untuk mencari nilai minimum dari titik sembarang Xo: (3.9) Di dalam bentuk iterasi persamaan 3.9 menunjukkan,
merupakan gradien
yang diberikan di titik Xo. Hal ini menunjukkan jelas bahwa gradien tersebut dapat menemukan di mana nilai F(x) sebagai titik minimum. Nilai turunan pada titik tersebut yang bernilai nol digunakan untuk menentukan nilai
. (3.10)
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
28
Gambar 3.14 Pendekatan gradient minimum algoritma steepest descent mengambil arah tegak lurus dari titik sebelumnya (kiri) sehingga membentuk lintasan zig-zag dan perbesaran gambar lintasan zig-zag yang saling yang saling tegak lurus untuk melokalisasi energi minimum (kanan). Dari persamaan 3.10 di atas, hasil iterasi yang dilakukan
dapat digunakan
sebagai langkah berikutnya yang diambil di dalam arah gradient negatif. Sehingga dan
menjadi saling tegak lurus. Sifat lintasan yang hasilnya tegak
lurus ini membuat konvergensi menjadi cukup lambat, meskipun secara teoritis metode ini memberikan hasil yang konvergen. Secara real, metode ini juga belum tentu mencapai konvergen dalam jumlah langkah tertentu. Conjugate gradient (CG) adalah algoritma kedua (lanjutan) yang memiliki karakteristik konvergen yang lebih baik [94]. Algoritma ini menggunakan metode iterasi dan langkah minimisasinya didasarkan pada langkah minimisasi sebelumnya atau biasa disebut smooth calculation. Algoritma ini membutuhkan waktu perhitungan yang lebih lama dibandingkan SD. Metode CG dapat menunjukkan energi minimum yang konvergen dalam n-langkah. Hal ini dikarenakan beberapa keadaan dalam potensial berbentuk kuadran sehingga hanya membutuhkan beberapa evaluasi energi dan gradien yang lebih sedikit untuk memperoleh pengurangan energi yang sama dengan SD. 3.5 Simulasi Dinamika Molekuler Pemilihan model interaksi antar molekul di dalam simulasi dinamika molekuler menentukan seberapa baik simulasi dari sudut pandang fisika. Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
29
Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan skala atomik, berdasarkan pendekatan mekanika klasik [82]. Pendekatan ini menganggap atom dari molekul hanya memiliki satu pusat massa. Dengan kata lain, simulasi ini tidak melakukan perhitungan berdasarkan pergerakan elekron pada molekulnya, melainkan terhadap pengaruh besar gaya antar molekul secara eksplisit dan pergerakannya. Tujuannya untuk menyelesaikan persoalan menggunakan persamaan Newton pada atom yang konstituen. Pada kondisi awal simulasi, pergerakan molekul digambarkan menggunakan keadaan posisi (koordinat) dan kecepatan dalam interval waktu yang kecil. Sehingga didapatkan persamaan gaya di keadaan koordinat yang baru seperti ;
(3.11) Keterangan: Fi
: fungsi gaya yang dihasilkan akibat perubahan posisi terhadap waktu
mi
: massa molekul
ri
: posisi awal molekul Pada tahap pemanasan, tiap sistem diberikan target temperatur. Sistem
mula-mula bertemperatur 0 K, kemudian selama fase pemanasan suhu berangsurangsur ditingkatkan hingga mencapai temperatur yang diinginkan. Menurut termodinamika statistik, temperatur adalah skala dari energi kinetik molekulmolekul penyusunnya. Untuk skala tiga dimensi, hubungan antara energi kinetik dengan temperatur adalah (3.12) Keterangan EK
: energi kinetik sistem
N
: jumlah molekul sistem
kB
: konstanta Boltszmann
T
: temperatur
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
30
3.6 Perhitungan Ketebalan Dielektrik Membran Di dalam studi Montal, M., & Mueller, P., 1972 membran biologis diasumsikan sebagai membran dielektrik. Seperti yang telah dibahas di subbab sebelumnya, bahwa nilai konstanta dielektrik untuk setiap daerah bagian membran berbeda-beda. Tingginya nilai kapasitansi membran tidak hanya dari ketebalan daerah hidrokarbon yang dapat diketahui berdasarkan difraksi sinar X [55] tetapi, dapat dihitung melaui persamaan:
(3.13) Keterangan: C
: kapasitas membran : konstanta dielektrik
A
: luas membran
d
: ketebalan dielektrik
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
BAB 4 HASIL DAN DISKUSI 4.1 Rekonstruksi dan Pemodelan Struktur Membran TEL Arkaea Thermoplasma acidophilum Struktur TEL tanpa cincin siklopentana (NCC) makroskiklik merupakan struktur
utama
Thermoplasma
acidophilum
sehingga
digunakan
untuk
rekonstruksi struktur. Merekonstruksi struktur TEL dikondisikan pada temperatur 310 K, disesuaikan dengan studi eksperimen Marc Ernst., dkk 1998. Waktu yang dibutuhkan untuk simulasi rekonstruksi menjadi cukup singkat karena digunakannya model pelarut implisit, yang mampu mengefisiensikan waktu kalkulasi [76]. Menurut hasil studi Thierry Benvegnu. dkk 2004, saat temperatur lebih tinggi dua rantai kovalen di dalam TEL yang saling terhubung terminalnya (daerah hidrofilik) memberi kestabilan membran lebih tinggi bila dibandingkan dengan bentuk asiklik [40]. Hal ini dikarenakan kedua rantai kovalen di struktur lipid makrosiklik memiliki dimensi berbeda-beda pada ikatan C-C pada daerah hidrofobik molekul lipid TEL. Sehingga menunjukkan adanya ketergantungan TEL terhadap besarnya gaya ikat atom-atom berdasarkan sifat fisiknya. Tidak hanya itu, dua rantai kovalen di dalam daerah hidrofobik TEL dianggap sebagai penghubung glisero terdekat lipid terhadap terminal rantai sehingga timbulkan induksi kecil dari gugus kepala fosfat maupun gulose. Serta daerah hidrofobik mengalami sedikit pergerakan akibat daerah hidrofobi tersebut. Pergerakan terjadi berdasarkan perubahan konformasi struktur TEL selama simulasi dinamika molekular. Gambar 4.15 menunjukkan hasil perbandingan konformasi struktur yang diperoleh dari simulasi dinamika molekuler yang didekatkan dengan hasil eksperimen Marc Ernst. dkk. 1998 untuk struktur TEL, jarak antar-atom struktur TEL berubah sepanjang simulasi [76]. Di awal simulasi, struktur hasil studi Marc Ernst., dkk 1998 menunjukkan adanya pembentukan kumparan berdasarkan lintasan atom-atom dan konformasi strukturnya [76] . Hal ini dikarenakan tidak adanya cincin siklopentana yang berperan menjaga kestabilan dan fluiditas dari membran sehingga dapat menyusun 31
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
32
kembali dengan cepat jika molekul lipid telah mengalami perubahan konformasi akibat pengaruh temperatur tinggi. Hasil tersebut didukung pula oleh studi Boggs 1987 yang menyatakan bahwa penyusunan struktur TEL dengan cepat diakibatkan oleh perubahan konformasi tersebut dapat dianggap untuk pembuatan membran berupa liposom TEL, tetapi akan mengalami transisi fase akibat perubahan temperatur selama simulasi [95].
0ps
40 ps
60 ps
100 ps
Gambar 4.15 Pencocokan hasil rekonstruksi simulasi (kiri) terhadap studi (kanan) [76] struktur NCC TEL Thermoplasma acidophilum. Hasil rekonstruksi, warna abu-abu (atom C), putih (atom H), merah (atom O), dan jingga (atom P).
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
33
Pada tahun 1990, New R R C menyatakan bahwa transisi fase yang terjadi dari satu fase ke fase lain memang dapat dideteksi pada saat temperatur berubah dan meningkat [56]. Secara biologis, membran seperti membran lipid menunjukkan perubahan fase dapat terjadi saat membran berubah dari fase gel ke fase solid yang padat dan menjadi fase kristal-liquid sehingga setiap molekulnya dapat bergerak bebas. Sifat fase yang terjadi pada membran ini menentukan permeabilitas, fusi, agregasi, dan peningkatan protein. Dengan kata lain, dapat mempengaruhi stabilitas dan aktivitas liposom TEL dalam sistem biologi. Setelah didapatkannya hasil rekonstruksi TEL, dilanjutkan dengan tahapan pemodelan struktur membran TEL. Di dalam pemodelan (gambar 4.16), deretan rantai eter dan gugus fosfat (berwarna jingga) terletak di salah satu terminal struktur utama TEL dan berperan sebagai daerah hidrofilik. Pemodelan struktur membran yang disimulasikan ini hanya berfokus pada rantai inti hidrokarbon alifatik untuk meletakkan cincin siklopentana sebagai daerah hidrofobik. Sehingga terhubung gugus dan membuat membran stabil di lingkungan ekstrim [80]. Gambar 4.16(a) menunjukkan hasil pemodelan struktur membran TEL NCC yang memiliki daerah hidrokarbon cukup rapat. Hal ini dikarenakan pada rantai hidrokarbon, jarak antar atom C-H menjadi lebih dekat akibat tidak adanya cincin siklopentana. Gambar 4.16(b) memperlihatkan hasil pemodelan struktur membran TEL TCC yang memiliki bentuk yang lebih renggang bila dibandingkan dengan TEL NCC karena adanya cincin siklopentana sehingga terdapat perbedaan jarak antar-terminal glukosanya. Hal yang sama ditunjukkan pula pada gambar 4.16(c) yang merupakan pemodelan struktur membran TEL LCC. Cincin siklopentana yang diletakkan di kedua rantai hidrokarbon pada pemodelan struktur membran TEL TCC maupun LCC disesuaikan berdasarkan studi Alicia Jacquemet dkk. 2009 dan telah ditinjau kembali sebelumnya oleh Swain dkk 1997 [57,61].
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
34
(a)
(b)
(c) Gambar 4.16 Penyusun struktur membran TEL Thermoplasma acidophilum dengan (a) nol cincin siklopentana (NCC) , (b) tiga cincin siklopentana TCC, dan (c) lima cincin siklopentana LCC Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
35
4.2 Minimisasi Energi Struktur TEL Tahapan ini merupakan bagian dari rekonstruksi maupun pemodelan struktur membran TEL. Pada tahapan ini, struktur yang akan diminimisasi terlebih dahulu diberikan medan gaya. Minimisasi ini menunjukkan bahwa struktur yang paling optimum adalah saat struktur memiliki nilai energi yang rendah. Tahap minimisasi energi yang dilakukan ada dua, yaitu SD dan CG. Pada tahap SD, nilai toleransi gradien energi ditetapkan 0,1 kkal/mol. Sedangkan untuk tahap CG, energi ditetapkan 0,001 kkal/mol. Nilai gradien energi yang berbeda menujukkan bahwa perhitungan algoritma CG lebih teliti dan halus bila dibandingkan dengan algoritma SD. Dari hasil minimisasi didapatkan nilai energi potensial struktur dan membran TEL variasi cincin siklopentana (tabel 4.2 dan 4.3) untuk kedua tahap minimisasi. Pada kedua tabel, ditemukan pola yang sama saat minimisasi struktur maupun membran TEL. Dari hasil minimisasi, didapatkan nilai energi potensial akhir struktur TEL TCC untuk pH 1,5 lebih rendah bila dibandingkan pH 4. Akan tetapi, struktur TEL NCC memiliki nilai lebih rendah bila dibandingkan dengan TCC maupun LCC, baik dikondisi pH 1,5 maupun 4. Tabel 4.2 Hasil perhitungan nilai energi potensial struktur TEL di pH 1,5 dan 4 setelah proses kedua minimisasi pH 1,5 Tahapan
NCC (kkal/mol)
TCC (kkal/mol)
LCC (kkal/mol)
Steepest descent
- 43,80
67,28
267,08
Conjugate gradient
- 278,36
-220,83
-0,76
NCC (kkal/mol)
TCC (kkal/mol)
LCC (kkal/mol)
Steepest descent
- 43,80
219,16
267,08
Conjugate gradient
- 278,07
-52,66
-0,65
minimisasi
pH 4 Tahapan minimisasi
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
36
Tabel 4.3 Hasil perhitungan nilai energi potensial membran TEL di pH 1,5 dan 4 setelah proses kedua minimisasi pH 1,5 Tahapan
NCC (kkal/mol)
TCC (kkal/mol)
LCC (kkal/mol)
Steepest descent
-136, 97
-80,11
131,47
Conjugate gradient
-188,32
-126,40
65,05
NCC (kkal/mol)
TCC (kkal/mol)
LCC (kkal/mol)
Steepest descent
-136, 60
-72,13
132,06
Conjugate gradient
-187,57
-121,25
95,70
minimisasi
pH 4 Tahapan minimisasi
Hal ini dikarenakan membran NCC adalah bentuk struktur utama TEL sehingga nilainya paling negatif bila dibandingkan dengan membran yang telah diberikan cincin siklopentana. Kedua hasil tahap minimisasi TEL menunjukan bahwa ketiga TEL lebih optimum saat pH 1,5. Karena di dalam tahapan ini belum dipengaruhi oleh parameter temperatur, maka komponen energi potensial yang berperan dilihat berdasarkan pengaruh parameter pH. Pada tingkat keasaman yang tinggi (pH 4), konsentrasi atom H meningkat berupa penambahan proton atau muatan positif bila dibandingkan dengan tingkat keasaman yang yang rendah (pH 1,5). Secara biologisnya, di dalam interaksi yang disebabkan oleh tingkat keasaman tinggi, sifat fluiditas TEL di lingkungannya menjadi berkurang. 4.3 Optimasi Ketebalan Membran Hasil minimisasi struktur TEL dengan variasi cincin siklopentana digunakan sebagai bahan membran. Adanya pemberian pelat membran [84] di daerah hidrokarbon bertujuan sebagai pembatas gulose dan fosfat terhadap daerah hidrofilik. Ketebalan membran yang digunakan dari efek pelat membran memiliki Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
37
jarak 25 Å dan batasan kemiringan pelat yang digunakan adalah 45 o. Pelat membran ini memiliki dua bidang yang sejajar dan luas penampang miringnya yang lebih kecil, tujuanya untuk mengoptimumkan luas penampang lipid. . Di dalam simulasinya, sistem (struktur TEL) mengalami dinamika disekitar 21-23 Å (tabel 4.4).Membran yang memiliki jumlah cincin siklopentana banyak akan menjadi lebih rapat, dan sebaliknya. Sehingga membran tersebut akan memiliki ukuran yang lebih pendek di bagian inti rantai hidrokarbon asiklik. Hal ini dikarenakan terjadinya kompresi di dalam inti hidrofobik akibat interaksi distorsi oleh cincin siklopentana. Pada pH 1,5, struktur TEL dengan LCC lebih pendek dibandingkan TCC. Akan tetapi, pada pH 4 terjadi sebaliknya. Pada bagian inti hidrokarbon, kecilnya muatan parsial di dalam atom C dan H menyebabkan interaksi dipol. Hal ini dikarenakan sebagian besar senyawa organik seperti membran lipid tidak memiliki ikatan ionik, melainkan berupa ikatan kovalen. Sehingga di sepanjang membran, rantai hidrokarbon kovalen membentuk ketebalan dielektrik dan bukan dari dua residu hidrofobik yang terpisah. Daerah hidrofobik (bagian non-polar lipid) yang dianggap sebagai ketebalan dielektrik mempunyai nilai konstanta dielektrik rendah. Sehingga berperan menyimpan komponen energi elektrostatik di dalam simulasi dinamika molekuler. Nilai ketebalan dielektrik di bagian hidrokarbon membran ini adalah faktor penting untuk menentukan penyebaran zat terlarut di sepanjang membran lipid sehingga menambah ketebalan hidrokarbon. Tabel 4.4 Ketebalan membran dengan pH 1,5 dan 4 Ketebalan (Å) Membran TEL
pH 1,5
pH 4
NCC
22,97
22,95
TCC
22,56
22,48
LCC
21,18
21,17
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
38
Hasil studi Montaland M dan Muller P menunjukkan, nilai rata-rata konstanta dielektrik rantai hidrokarbon 2,1 dan kapasitas ketebalan dielektrik 0,9µF/cm2 dapat memperoleh nilai ketebalan dielektrik lipid lapisan tunggal sekitar 21 Å sedangkan 28-35 Å untuk lipid lapisan ganda [55]. Begitu pula hasil studi Stern dkk 1992, pengukuran kapasitansi membran lapisan tunggal konstan diketebalan <30 Å [9]. Konstanta dielektrik di dalam hidrokarbon membran tidak hanya berupa rantai panjang saturasi, tetapi juga ikatan dengan oksigen, ester, dan dinamika atom di sekitar membran. Disosiasi air yang ada di daerah hidrofilik akan menurunkan hambatan listrik, sehingga dapat mengurangi ketebalan penetrasi dielektrik. Penetrasi dielektrik dari pelarut terhadap bidang luar gulose menyebabkan ketebalan dielektrik berkurang dari 6-8 Å menjadi 3-4 Å. Keoptimuman struktur membran ditunjukkan oleh (tabel 4.5). Membran NCC dan LCC saat disimulasikan pada pH 1,5 dan 4 memiliki perubahan konformasi struktur yang hampir sama. Hal tersebut sama seperti yang ditunjukkan berdasarkan kemiripan energi potensial pada tahap minimisasi (tabel 4.2). Akan tetapi, membran TCC memiliki perubahan konformasi struktur di pH 1,5 maupun 4. Alasan tersebut yang membuat struktur optimum membran berbeda ketika disimulasikan dengan pH 1,5 dan pH 4. Membran LCC terlihat lebih padat dibandingkan TCC dan NCC. Membran yang semakin padat menunjukkan ikatan di dalamnya semakin kuat, tidak mudah rusak dan memiliki sifat fluiditas yang tinggi terhadap interaksi di luarnya. Karena Thermoplasma acidophilum mampu hidup di lingkungan temperatur tinggi dan pH rendah (0-4) [32]. Menurut Stokke dkk. 2007 adaptasi dilakukan dengan cara mempertahankan nilai pH di dalam membrannya (intraseluler) agar mendekati pH netral [32].
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
39
Tabel 4.5 Perbandingan struktur optimum membran dengan variasi cincin siklopentana pada pH 1,5 dan 4 Nilai pH
Membran TEL
1.5
4
NCC
TCC
LCC
4.4 Tahap Pemanasan di Dalam Simulasi Dinamika Molekuler Pada tahap pemanasan, ketiga model membran (NCC, TCC, dan LCC) masing-masing disimulasikan selama 100 ps dengan target temperatur 312 K dan 332 K. Selain itu, simulasi juga dikondisikan pada pH 1,5 dan 4. Rekonstruksi TEL yang disimulasikan, dicocokkan dengan hasil studi Ernst., dkk 1998 yaitu pada temperatur 310 K. Tujuannya untuk mendekatkan simulasi dengan keadaan riil eksperimen dan mengacu pada hasil studi studi Marc Ernst. dkk 1998 [76]. Sehingga didapatkan kesesuaian konformasi struktur antara simulasi dinamika molekular molekul TEL maupun studi Marc Ernst. dkk 1998 pada 310 K [76].
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
40
400
Temperatur (K)
320 240 160 80 NCC
0 0
20
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.17 Kurva temperatur hasil rekonstruksi selama proses pemanasan 100ps di temperatur 310 K untuk molekul lipid dengan nol cincin siklopentana. Tidak hanya dari konformasi struktur, kesesuaian hasil rekonstruksi TEL dengan hasil studi Ernst M. dkk 1998 didukung pula oleh kestabilan kurva temperatur terhadap waktu selama simulasi 100 ps (gambar 4.17) [76]. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa mula-mula sistem berada pada keadaan 0 K dan kemudian mengalami dinamika untuk mencapai temperatur 310 K. Kurva temperatur terus naik dan saat mencapai 20 ps TEL menggumpal. Hasil tersebut terlihat pada kurva temperatur (gambar 4.17), pada target temperatur yang semakin tinggi, atom-atom di dalam molekul TEL mengalami dinamika lebih cepat dan mempunyai nilai energi kinetik yang lebih tinggi. Pada saat temperatur terus bergerak mencapai nilai maksimum, didapatkan nilai energi kinetik maksimum. Waktu kenaikan energi kinetik sesuai dengan kenaikan temperatur yang teramati (gambar 4.17). Karena seiring dengan kenaikan temperatur pada sistem, energi kinetik juga naik (gambar 4.18).
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
41
Energi kinetik (kkal/mol)
240
160
80
NCC
0 0
20
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.18 Kurva energi kinetik selama simulasi 100 ps di temperatur 310 K untuk molekul lipid dengan nol cincin siklopentana. Di akhir simulasi pemanasan, didapatkan nilai energi kinetik 201,868 kkal/mol. Menurut hasil studi Sergey Shityakov dan Thomas Dandekar 2011, pada target temperatur tersebut (310 K) lipid akan mengalami kritikal fluktuasi [77]. Sehingga lipid membentuk konformasi penggumpalan struktur dan molekul lipid jadi mengalami transisi fase. Perubahan konformasi yang terjadi di dalam molekul menyebabkan jarak atom karbon (C-C) yang berada di tengah rantai hidrokarbon maupun atom oksigen di dalam gliserol-eter berubah. Molekul menjadi tidak stabil dan mengalami fase transisi. Pada kisaran temperatur transisi, permukaan membran berubah dari datar menjadi naik-turun (seperti gelombang). Saat temperatur mencapai maksimum, perubahan fase secara konsisten dapat terlihat. Keadaan struktur TEL akan lebih banyak menggumpal bila terjadi di temperatur lebih tinggi dari keadaan optimalnya. Hal ini menyebabkan molekul di dalamnya mengalami banyak pergerakan.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
42
4.4.1
Model Membran dengan pH atau Temperatur Konstan Nilai pH (1,5 dan 4) atau temperatur (312 dan 332 K) masing-masing
dijadikan konstan, maka dibuat pengelompokkan seperti empat keadaan yang berbeda: A (pH 4 di 312 K), B (pH 4 di 332 K), C (pH 1,5 di 312 K), dan D (pH 1,5 di 332 K). Tujuannya untuk mempermudah melihat kestabilan ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) di temperatur dan pH berbeda. Di awal sistem, keempat keadaan yang telah diminimisasi berada pada 0 K. Ketika simulasi dilakukan, ketiga membran TEL tidak dipanaskan terlebih dahulu sehingga pada kurva (gambar 4.19) terlihat ‘loncatan’ nilai yang cukup besar setelah beberapa detik. Sehingga mobilitas ketiga membran TEL secara keseluruhan menjadi terganggu bila disimulasikan langsung ke target temperatur yang diinginkan (312 maupun 332 K).
pH 4
350
Temperatur (K)
280 210 140 70
A
B
0 pH 1,5
350
Temperatur (K)
280 210 140
C
70
D
312 K
0 0
20
NCC TCC LCC
332 K 40
60
Waktu (ps)
80
100
0
20
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.19 Kurva variasi temperatur ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
43
Gambar 4.19 menunjukkan kurva temperatur keempat keadaan. Ketiga membran memiliki nilai awal yang berbeda-beda di setiap keadaan. Keadaan C-D membran TEL berada pada konsentrasi ion hidrogen yang lebih bila dibandingkan dengan A-B, terlihat saat 5-5,4 ps dan 4-4,4 ps pertama. Hasil ini didukung studi Darland dkk. yang menyatakan bahwa kondisi optimum Thermoplasma acidophilum di lingkungan pH 1-2. Saat 4 ps pertama, ketiga model membran (NCC, TCC, LCC) di temperatur 317 K. Disepanjang simulasi pergeraka kurva temperatur keadaan C setelah 40 ps adalah 315 K sedangkan keadaan D sebesar 334 K. Sedangkan berdasarkan kandungan cincin siklopentana, membran NCC dengan keadaan C nilainya sebesar 326,93 K serta membran TCC dan LCC sebesar 326,21 K dan 322,61 K. Hasil ini menunjukkan, disepanjang simulasi dinamika ketiga membran masih di sekitar masing-masing temperatur yang diinginkan tetapi membran LCC yang paling mendekati nilai temperatur yang diinginkan bila dibandingkan dengan NCC maupun TCC. Nilai temperatur yang lebih rendah menunjukkan nilai energi kinetik nantinya rendah. Menurut termodinamika statistik, hal ini dikarenakan temperatur merupakan suatu skala dari energi kinetik molekul-molekul penyusunnya. Meskipun hasil kurva temperatur selama simulasi ketiga membran, tetapi secara keseluruhan di sepanjang simulasi nilai yang ditunjukkan berada di nilai yang diharapkan saat tahap pemanasan. Secara teoritik, setiap molekul memiliki besaran energi interaksi berupa energi total beserta komponen energinya. Di dalam energi total (gambar 4.20), molekul mempunyai fungsi energi potensial dan kinetik terhadap waktu simulasi. Akan tetapi, nilai energi total cukup dipengaruhi oleh energi potensialnya karena energi kinetik tidak mempengaruhi secara signifikan. Disepanjang simulasi nilai energi total ketiga membran di keadaan A lebih kecil bila dibandingkan keadaan B. Begitu pula di keadaan C yang lebih kecil dibandingkan dengan keadaan D.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
44
pH 4
Energi total (kkal/mol)
1500
1000
500
0
A
B pH 1,5
Energi total (kkal/mol)
1500
1000 500
C 0
D
312 K
0
20
NCC TCC LCC
332 K 40
60
80
100
0
20
Waktu (ps)
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.20 Kurva energi total ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan.
Tabel 4.6 Nilai akhir energi total seluruh atom membran TEL selama simulasi 100 ps di empat keadaan Keadaan (kkal/mol)
Membran TEL
A
B
C
D
NCC
1164,46 1299,43 1144,82 1265,88
TCC
1307,19 1440,92 1307,85
1452,1
LCC
1440,72 1586,97 1401,04
1538,1
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
45
Berdasarkan nilai akhir energi totalnya, keadaan A-B mempunyai nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan keadaan C-D. Namun apabila dilihat berdasarkan masing-masing tiap membrannya (tabel 4.6), selama simulasi nilai energi total di keadaan A dan C untuk ketiga membran NCC, TCC, dan LCC berturut-turut 1100, 1300, dan 1400 kkal/mol. Sedangkan keadaan B dan D, energi total membran NCC, TCC, dan LCC disepanjang simulasi berturut-turut sekitar 1200, 1400, dan 1500 kkal/mol. Begitu pula dengan nilai energi potensialnya (gambar 4.21), membran NCC, TCC, dan LCC keadaan A dan C sepanjang simulasi sekitar 200, 400, dan 500 kkal/mol. Keadaan B dan D, nilai energi potensial membran NCC, TCC, dan LCC masing-masing disekitar 300, 500, 600 kkal/mol. Begitu pula dengan nilai akhir simulasi energi potensialnya (tabel4.7), di setiap keadaan, membran NCC nilainya paling kecil bila dibandingkan dengan membran yang telah diberikan cincin siklopentana.
pH4
Energi potensial (kkal/mol)
800 600 400 200 0
A
-200
B pH 1,5
Energi potensial (kkal/mol)
800 600 400 200 0
C
-200
312 K
0
20
D
NCC TCC LCC
332 K
40
60
Waktu (ps)
80
100
0
20
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.21 Kurva energi potensial ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
46
Tabel 4.7 Nilai akhir energi potensial membran TEL selama simulasi 100 ps di empat keadaan. Keadaan (kkal/mol)
Membran TEL
Energi kinetik (kkal/mol)
1000
A
B
C
D
NCC
270,27
451,97
276,50
441,28
TCC
433,62
532,16
441,28
526,77
LCC
615,67
646,89
562,48
624,84
pH 4
800 600 400 200
A
B
0
Energi kinetik (kkal/mol)
1000
pH 1,5
800 600 400
C
200
D
312 K
0 0
20
NCC TCC LCC
332 K 40
60
Waktu (ps)
80
100
0
20
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.22 Kurva energi kinetik ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan. Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
47
Tabel 4.8 Nilai akhir energi kinetik membran TEL selama simulasi 100 ps di empat keadaan. Keadaan (kkal/mol)
Membran TEL
A
B
C
D
NCC
894,18
948,47
868,32
929,42
TCC
873,57
908,80
866,57
925,32
LCC
825,05
940,08
838,55
913,26
Sehingga dapat dikatakan bahwa membran NCC mempunyai nilai yang paling minimum diantara keempat keadaan. Hal ini dikarenakan membran NCC merupakan struktur paling sederhana. Bila ditinjau dari energi kinetik sistem, ketiga membran masing-masing dipengaruhi secara langsung oleh kenaikan temperatur. Nilai energi kinetik (gambar 4.22) ketiga membran di keadaan B-D sepanjang simulasi lebih besar bila dibandingkan dengan keadaan A-C, yaitu 900 dan 800 kkal/mol. Begitu pula yang ditunjukkan energi kinetik di akhir simulasi (tabel 4.8) Sedangkan nilai energi kinetik terbesar pada keadaan A dan B terjadi setelah 40 ps membran NCC sebesar 901,90 kkal/mol kemudian diikuti dengan membran TCC dan LCC yaitu 895,55 dan 883,76 kkal/mol. Hasil lainnya menunjukkan bahwa membran LCC di kedua pH (1,5 dan 4) setelah 40 ps, ratarata nilai energi kinetik paling minimum bila dibandingkan kedua membran. Hal ini dikarenakan saat temperatur sistem bertambah, energi kinetik di dalamnya juga semakin bertambah. Karena nilai energi kinetik yang tinggi ini menunjukkan bahwa pergerakan struktur tersebut semakin dinamis dan struktur menjadi bersifat kurang stabil. Kesemua hasil tersebut mendukung hasil kurva temperatur terhadap waktu simulasi (gambar 4.19) karena berdasarkan sifat strukturnya, membran NCC tidak memiliki cincin siklopentana sehingga tidak Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
48
mampu mengurangi interaksi antarmolekul bahkan hingga tingkat atom. Hal ini diperkuat dengan membran LCC yang mengalami dinamika atomnya paling sedikit hal tersebut didukung pula oleh hasil studi Uda dkk. 2001 dan Shimada dkk. 2008 [71, 97]. Karena cincin siklopentana berperan untuk resistansi hidrolitik, oksidatif, dan biokimia membran TEL yang disebabkan oleh kenaikan temperatur tumbuhnya. Adapun besaran komponen energi total lainnya yang mendukung adalah energi dari interaksi ikatan maupun tanpa ikatan seperti Van der Waals dan elektrostatik. Salah satu bentuk energi dari interaksi ikatan adalah energi ikatan. Energi ini mengindikasikan bahwa interaksi yang terbentuk pada membran akan semakin kuat, yaitu daerah hidrofobik. Karena di dalam daerah hidrofobik terdapat rantai hidrokarbon yang tersusun dari ikatan atom C dan H. Hidrokarbon yang ada di dalam membran utama TEL ini masuk ke dalam hidrokarbon jenuh (sikloalkana), artinya mempunyai jumlah atom hidrogen maksimum dan mengalami kehilangan satu atom hidrogen jika atom C-C membentuk cincin. Cincin yang terbentuk di rantai hidrokarbon adalah cincin siklopentana dari senyawa organik akibat kenaikan temperatur lingkungan dan terlihat dari pasangan atom karbon metil (C17 dan C18) atau metilen (C6 dan C10) [48]. Tabel 4.9 menunjukkan nilai akhir energi ikatan ketiga membran TEL yang disimulasikan selama 100 ps di empat keadaan memiliki nilai yang berbeda. Dari seluruh keadaan, hanya keadaan D yang sama dengan hasil studi simulasi [76] karena semakin banyak jumlah cincin siklopentaa di dalam membran TEL, maka nilai energi ikatannya semakin rendah. Keadaan D ini merupakan keadaan optimum dari arkaea Thermoplasma acidophilum, yaitu pH 1,5 dan temperatur 332K. Menurut Langworthy 1982; Bolcher dan Ring 1991, bertambahnya jumlah cincin siklopentana ini terjadi simetris di dalam kedua rantai hidrokarbonnya. Cincin siklopentana yang semakin bertambah, mempunyai nilai energi ikatan yang semakin rendah [96] sehingga membuat struktur semakin stabil.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
49
Tabel 4.9 Nilai akhir energi ikatan membran TEL selama 100 ps Keadaan (kkal/mol)
Membran TEL
A
B
C
D
NCC
161,90
159,58
163,65
100,15
TCC
181,16
166,49
170,53
96,94
LCC
168,77
160,60
154,26
81,03
Hal ini terlihat pula dari energi ikatan atom C-C yang lebih rendah bila dibandingkan dengan atom C-H yaitu 83 kkal/mol dan 99 kkal/mol [48]. Karena interaksi ikatan menyebabkan terjadinya pembengkokan sudut, peregangan ikatan, perubahan torsi, dan perubahan sudut bidang struktur membran TEL. Hal ini terlihat di dalam struktur TEL hasil simulasi, membran LCC mempunyai bentuk yang lebih pendek bila dibandingkan kedua membran lainnya (NCC dan TCC). Ketika ditinjau dari pengaruh pH lingkungannya, hasil studi Shimada dkk. 2008 menunjukkan bahwa setiap molekul caldarchaeol saat tingkat keasaman lingkungannya semakin rendah, kadar cincin siklopentana semakin sedikit. Salah satu energi yang dihasilkan dari interaksi tanpa ikatan adalah energi Van der Waals. Membran NCC memiliki nilai energi interaksi Van der Waalsnya bernilai lebih rendah bila dibadingkan TEL yang memiliki banyak cincin siklopentana [96]. Hal ini dikarenakan pada molekul non-polar seperti TEL, gaya Van der Waals timbul karena adanya dipol-dipol sesaat dari elektron yang bergerak secara acak di sekitar inti atom dan mengalami ketidakseimbangan muatan di dalam atom [48]. Jadi gaya ini akan bekerja bila jarak antarmolekul TEL sangat dekat, tetapi tidak melibatkan terjadinya pembentukan ikatan antaratom. Akan tetapi, dipol-dipol yang berlawanan ini saling berikatan meskipun sifatnya lemah dan mampu mempersatukan molekul-molekul TEL. Penjelasan tersebut ditunjukkan pada hasil simulasi dari konformasi interaksi struktur TEL. Sehingga energi dari interaksi Van der Waals ini didapatkan dari dua atom atau lebih yang saling tarik menarik atau tolak-menolak antar-atom di dalam molekul TEL-nya. Gaya tarik-menarik ini dipengaruhi oleh interaksi dipol-dipol atom atau dianggap sebagai gaya London. Sedangkan gaya tolak-menolaknya mengikuti Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
50
prinsip larangan asas Pauli dan gaya tolak inti. Sehingga dapat dimungkinkan untuk timbulnya medan listrik saat jarak antar atom maupun molekul dekat. Hal ini dikarenakan pada molekul nonpolar seperti lipid, distribusi elektron disepanjang simulasi dinamikanya cepat. Energi tanpa ikatan berikutnya adalah energi yang dihasilkan dari interaksi elektrostatik. Membran LCC mempunyai nilai yang lebih positif bila dibandingkan dengan molekul membran TEL yang mempunyai jumlah cincin siklopentana sedikit [96]. Nilai energi ini didapatkan dari interaksi dua atom atau lebih yang saling bermuatan dan terpisah pada jarak tertentu di dalam molekul TEL. Jika muatan dari atom molekul TEL ini sejenis, maka adanya resultan gaya berupa tolak-menolak. Sebaliknya, jika muatannya tidak sejenis, resultan gayanya berupa tarik-menarik. Pada jarak yang semakin jauh, pengaruh kedua gaya tersebut semakin kecil sehingga resultan gaya elektrostatiknya dapat diabaikan. Sifat keelektronegatifan yang terjadi pada molekul non-polar seperti TEL disebabkan oleh interaksi antaratom yang mempunyai keelektronegatifan yang relatif sama. Selain itu, hidrokarbon molekul TEL terbentuk dari ikatan antara atom karbon dan hidrogen. Keelektronegatifan dari kedua atom tersebut mempunyai nilai yang sama, atom karbon dan hidrogen masing-masing 2,5. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa, ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) memiliki ikatan yang minimum selama simulasi temperatur rendah sehingga ketiga membran ini memiliki ikatan yang paling kuat bila dibandingkan saat temperatur tinggi. Hal ini dikarenakan di dalam simulasi membran biologis diasumsikan seperti kapasitor pelat sejajar, terdapat komponen energi elektrostatik yang tersimpan. Komponen ini tersimpan di dalam daerah hirofobik (bagian nonpolar lipid) yang terdiri dari rantai hirokarbon. Daerah hidrofobik dianggap sebagai ketebalan dielektrik dengan nilai konstanta dielektrik rendah sehingga daerah ini berperan menyimpan komponen energi elektrostatik di dalam simulasi dinamika molekuler. Tidak hanya berdasarkan interaksi energi, tetapi dapat dilihat berdasarkan nilai pergeseran struktur dari seluruh atom molekul membran TEL melalui Root Mean Squared Deviation (RMSD) (gambar 4.23) [77].
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
51
Nilai pergeseran seluruh atom berdasarkan RMSD ketiga membran di keadaan A-C memiliki nilai yang lebih kecil bila dibandingkan keadaan B-D. Akan tetapi, ketiga membran menunjukkan pola yang sama setelah 60 ps, terlihat berusaha untuk menstabilkan dirinya masing-masing di setiap temperatur (312 dan 332 K). Pada membran TCC memiliki nilai yang paling rendah ketika dibandingkan dengan kedua membran lainnya (NCC dan LCC) saat temperatur 312 K (keadaan A-C) sedangkan saat temperatur 332 K (keadaan B-D), membran LCC mempunyai nilai yang paling minimum. Membran NCC dan TCC lebih cepat menstabilkan dirinya di keadaan C-D bila dibandingkan dengan keadaan AB. Saat dibandingkannya keadaan B-D, RMSD membran NCC saat 60 ps berhimpit di 9,24 Å hal serupa terjadi pada membran TCC, tetapi berhimpit setelah 42,8 ps kurva RMSD ada di 7,20 Å. Jarak tersebut menunjukka membran NCC dan TCC lebih cepat menstabilkan dirinya pada pH 1,5 bila dibandingkan dengan pH 4.
pH 4
RMSD seluruh atom (Å)
12
8
4
0
A
pH 1,5
12
RMSD seluruh atom (Å)
B
8
4
C 0
D
312 K 0
20
NCC TCC LCC
332 K 40
60
Waktu (ps)
80
100
0
20
40
60
80
100
Waktu (ps)
Gambar 4.23 RMSD seluruh atom ketiga membran (NCC, TCC, dan LCC) selama proses pemanasan 100 ps di empat keadaan. Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
52
Tabel 4.10 Nilai akhir RMSD seluruh atom membran TEL selama 100 ps. Keadaan (Å)
Membran TEL
A
B
C
D
NCC
10,53
11,27
8,96
11,22
TCC
8,96
13,62
7,90
9,90
LCC
10,52
9,37
10,97
8,13
Berdasarkan nilai RMSD seluruh atom diakhir simulasi (tabel 4.10) hanya membran TEL LCC yang mempunyai nilai paling rendah bila dibandingkan dengan kedua membran lainnya (NCC maupun TCC). Nilai tersebut ditunjukkan pada keadaan D, semakin banyak jumlah cincin siklopentana di dalam membran TEL, nilai RMSD seluruh atomnya semakin rendah. Hal ini dikarenakan keadaan D ini merupakan keadaan optimum dari arkaea Thermoplasma acidophilum, yaitu pH 1,5 dan temperatur 332K. Hal tersebut didukung pula dari hasil kalkulasi nilai rata-rata RMSD seluruh atom, membran LCC memiliki nilai yang paling kecil bila dibandingkan NCC dan TCC selama simulasi pada temperatur 312 dan 332 K karena tidak mengalami banyak pergeseran di temperatur 312 dan 332 K hal ini sesuai dengan hasil studi Sergey Shityakov dan Thomas Dandekar 2011 [77]. Serta berdasarkan nilai rata-ratanya, membran LCC tidak mengalami banyak pergeseran di pH 1,5 dan 4.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN Kestabilan dan karakteristik struktur ketiga model membran TEL (nol, tiga, dan lima) dari arkaea Thermoplsma acidophilum akibat pengaruh parameter pH dan temperatur yang berbeda diamati berdasarkan nilai energi dan RMSD seluruh atom secara simulasi dinamika molekular dengan model pelarut implisit. Pada tahap awal simulasi ini, terlebih dahulu dilakukan rekonstruksi struktur membran TEL yang disesuaikan dengan hasil studi Gabriel 2000 dan Nicolas J P 2005 kemudian diberikan pelat membran agar dapat mengetahui berapa ketebalan membran yang dihasilkan [11]. Terakhir, dilakukannya tahap pemanasan dan dilihat berdasarkan interaksi energi dan besar pergesaran RMSD seluruh atom. Hasilnya, pada membran TEL didapatkan ketebalan 21-23 Å dengan membran NCC sebagai jarak membran terbesar bila dibandingkan dengan kedua membran lainnya (TCC dan LCC). Pada tahap pemanasan ketiga membran memiliki nilai pergerakan di kurva temperatur mendekati nilai temperatur target yang diinginkan (312 dan 332 K) dan berdasarkan pergeseran RMSD seluruh atomnya membran LCC memiliki nilai yang paling kecil di keempat keadaan. Sedangkan membran NCC dan TCC di keadaan temperatur konstan 312 K dan pH 1,5 maupun 4. Tetapi ketiga model membran menunjukkan nilai energi terendahnya di pH 1,5. Seluruh hasil ini didukung pula dari besaran komponen energi totalnya seperti energi potensial, kinetik, ikat, Van der Waals, maupun elektrostatik. Mengingat penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan, beberapa saran yang dapat digunakan sebagai pertimbangan kelanjutan penelitian ini, yaitu: digunakannya studi in vivo sebagai pembanding untuk memastikan kualitas studi pemodelan yang akan disimulasikan, studi dilakukan menggunakan molekul lain di sekitar membran TEL untuk mengetahui kestabilan akibat interaksinya, dan disimulasikan hingga ns (nano second). Sehingga dari hasil studi ini diharapkan membantu menemukan parameter yang sesuai untuk mengetahui kestabilan struktur membran TEL pada pH dan temperatur tertentu.
53
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
DAFTAR PUSTAKA [1] Brown, S., & Khan, D. R. (2012). Treatment of Breast Cancer Using Liposomes Technology. (S. Antimisiaris, Ed.) Journal of Drugs Delivery , 2012, 1-6. [2] Hoffman, A. S. (2008). The Origins and Evolution of "controlled" Drugs Delivery Systems. Journal of Controlled Release , 132, 153-163. [3] Lasic, D. D. (1998). Novel Applications of Liposomes. Trend in Biotechnology , 307-321. [4] Lasic, D. D. (1995). Applicatioons of Liposomes. In R. Lipowsky, & E. Sackmann (Eds.), Handbook of Biological Physics (Vol. 1, pp. 491-516). Menlo Park, USA, California: Liposome Technology, Inc. [5] Hanford, M. J., & Peeples, T. L. (2002). Archaeal Tetraether Lipids: Unique Structures and Applications. Biochemistry and Biotechnology , 97, 45-62. [6] Betageri, G. V., Jenkins, S. A., & Parsons, D. L. (1993). Liposomes Drug Delivery Systems. Basel Technomic Publishing Co, Inc. [7] Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1989). Teori dan Praktek Farmasi Industri (Edisi III ed.). (S. Suyatmi, Trans.) Jakarta: UI Press. [8] Freisleben, H. J., Henkel, L., Guetermann, R., Rudolph, P., John, G., Sternberg, B., et al. (1994). Fermentor Cultivitation of Thermoplasma acidophilum for the Production of Cell Mass and of the Main Phospholipid Fraction. Applied Microbiology and Biotechnology , 40, 745-752. [9] Stern, J., Freisleben, H. J., Janku, S., & Ring, K. (1992). Black Lipid Membranes of Tetraether Lipids from Thermoplasma acidophilum. Biochimica et Biophysics Acta , 1128, 227-236. [10] Purwaningsih E H. Inkorporasi Metilprednisolon Palmitat pada Membran Liposom yang Mengandung Tetraeter Lipid Berasal dari Arkaea serta
Indonesia Analisa kstabilan..., Zessinda54 Luthfa, FMIPAUI,Universitas 2012
55
Gambaran Distribusinya di Beberapa Organ Limfoid pada Mencit. Disertasi Program Studi Ilmu Biomedik FKUI. Program Doktor UI, Juni 2002 [11] Nicolas, J. P. (2005). A Molecular Dynamics Study of an Archaeal Tetraether Lipid Membrane: Comparison with a Dipalmitoylphosphatidylcholine Lipid Bilayer. JAOCS , 1023-1030. [12] Woese, C. R., Kandler, O., & Wheels, M. L. (1990). Towards a Natural System of Organisms: Proposal for to Domains Archaea, Bacteria, and Eucarya. Proc. Natl. Acad. Sci. USA , 87, 4576-4579. [13] Sapp, J. (2007). The Structure of Microbial Evolutionary Theory. Studies in history and philisophy of biological and biomedical sciences , 38, 780-795. [14]Langworthy, T. A., & Woese, C. R. (1985). The Bacteria, a Treatise on Structure and Function. (R. S. Woese, Ed.) 8, 459-496. [15] Madigan, M. T., Matinko, M. J., & Parker. (2004). Biology and microorganism (8th Edition ed.). (Brock, Ed.) USA: Prantice Hall. [16] Fujiwara, S. (2002). Extremophiles: Developments of their Special Functions and Potential Resources. Journal of Bioscience and Bioengineering , 94 (6), 518-525. [17] Cavilier-Smith, T. (2002). The Neomuran Origin of Archaebacteria, the Negibacterial Root of the Universal Tree and Bacterial Megaclassification. International Journal of Systematic and Evolitionary Microbiology , 52, 776. [18] Knappy, C. S., Chong, J. P., & Keely, B. J. (2009). Rapid Discrimination of Archaeal Tetraether lipid Cores by Liquid Chromatography-tandem Mass Spectrometry. American Society for Mass Spectometry . [19] Freisleben, H. J. (1999). Thermoplasma Species and Archaeal Tetraether lipids. Hayati , 6, 3.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
56
[20] Brock, T. D. (1978). Thermophilic Microorganisms and Life at High Temperatures. New York: Springer-Verlag. [21] Stetter, K. O., & Zillig, W. (1985). Thermoplasma and the Thermophilic Sulfur Dependent Archaeabacteria. In: The Bacteria (Vol. VIII). (R. S. Wolfe, & C. R. Woese, Eds.) New York: Academic Press. [22] Stetter, K. O. (1986). Diversity of Extremely Thermophilic Archaebacteria. In: Thermophiles. General Molecular and Applied Microbiology , 39-74. [23] Stetter, K. O., Lauerer, G., Thomm, M., & Neuner, A. (1987). Isolation of Extremely Thermophilic Sulfate Reducers: Evidence for a novel branch of archaebacteria. Science , 236, 822-824. [24] Ruber, R., Stoffers, P., Ghcminee, L., Richnow, R. H., & Stetter, K. O. (1990). Hyperthermophilic Archaebacteria within the Crater and Open-sea Plume of Erupting Macdonald seamount. Nature , 345, 179-182. [25] Margulis, L. (1980). Symbiosis in cell evolution: Life and its Environment on the Ealy Earth. W H Freeman & Co . [26] Searcy, D. G. (1982). Thermoplasma: a Primordial Cell from a Refuse Pile. Trend. Biochem. Sci , 6, 183-185. [27] Brock, T. D., Brock, K. M., Belly, R. T., & Weiss, R. L. (1972). Sulfolobus: A new Genus of Sulfur-oxiding Bacteria Living at Low pH and High Temperature. Arch. Microbiol , 84, 54-68. [28] Strobl, C., Six, L., Heckmann, K., Hengkel, B., & Ring, K. (1985). Physicochemical Characterization of Tetraether lipid from Thermoplasma acidophilum.II. Film Balance Studies on the Monomolecular Organization of the Main Glycophospholipid in Monofilms. Z Naturforsch , 40c, 219-222. [29] Hanford, M. J., & Peeples, T. L. (2002). Archaeal Tetraether Lipids: Unique Structures and Applications, Appl. Biochem. Biotechnol , 97, 45-62.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
57
[30] van de Vossenberg, J. L., Driessen, A. J., & Konings, W. N. (1998). The Essence of Being Extremophilic: The Role of the Unique Archaeal Membrane Lipids. Extremophiles 2 , 163-170. [31] I, Uda., A, Sugai., H, Itoh. Y., & T, Itoh. (2000). Characterization of Caldarchaetidylglycerol Analogs, dialkyl-type and trialkyl-type, from Thermoplasma acidophilum. Lipids , 10, 1155-1157. [32] Stokke, R., Birkeland, N.-K., & Steen, I. H. (2007). Thermal Stability and Biochemical
Properties
of
Isocitrate
Dehydrogenase
from
Thermoacidophilic archaeon Thermoplasma acidophilum. Extremophiles , 11, 397-402. [33] Mangold, H. K., & Paltauf, F. (Eds.). (1984). Ether lipids, Biochemical and biomedical aspects. USA: Academic Press. [34] Belly, R. T., & Brock, T. D. (1972). Cellular Stability of a Thermophilic, Acidophilic Mycoplasma. Journal of General Microbiology , 73, 465-469. [35] Smith, A. A., Volpitto, P. P., Gramling, Z. W., DeVore, M. B., & Glassman, A. B. (1973). Choloroform, Halothane, and Regional Anasthesia: A Comparative Study. Anasth. Anlg. , 52, 1-11. [36] Shimada, H., Shida, Y., Nemoto, N., Oshima, T., & Yamagishi, A. (2001). Quinone Profiles of Thermoplasma acidophilum HO-62. Journal of Bacteriology , 183, 1462-1465. [37] Larsen, H. (1967). Biochemical Aspects of Extreme Halophilism. Advances in Microbial Physiology , 1, 97-132. [38] Segerer, A., Stetter, K. O., & Klink, F. (1986b). Novel Facultatively Aerobic Sulfur-dependent Archaeabacteria. In Archaeabacteria. Fischer-Verlag , 430. [39] Ohba, M., & Oshima, T. Some Biochemical Properties of the Protein Synthesizing Machinery of Acidothermophilic Archaeabacteria isolated from Japanese Hot Springs. 353.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
58
[40] Segerer, A., Langworthy, T. A., & Stetter, K. O. (1988). Thermoplasma acidophilum and Thermoplasma volcanium sp.nov. from Solfataria Fields. Syst Appl Microbiol , 10, 215-224. [41] Huber, G., Huber, R., Jones, B. E., Lauerer, G., Neuner, A., Segerer, A., et al. (1991). Hyperthermophilic Archaea and Bacteria Occurring within Indonesian Hydrothermal Areas. System.Appl .Microbiol , 397-404. [42] Darland, G., Brock, T. D., Samsonoff, W., & Conti S, F. A. (1970). A thermophilic, acidophilolic mycoplasm isolated from a coal refuse pile. Science , 1416-1418. [43] Blöcher, D., Six, L., Gutermann, R., Henkel, B., & Ring, K. (1985). Physicochemical Characterization of Tetraether lipids from Thermoplasma acidophilum. Calorimetric Studies on Miscibility with Diether Model Lipids Carrying Branched or Unbranched Alkyl Chains. Biochemical et Biophysics Acta , 333-342. [44] Ciaramella, M., Napoli, A., & Rossi, M. (2005). Another Eextreme Genome: How to Live at pH 0. TRENDS in Microbiology , 13, 49-51. [45] Michels, M., & Bakker, E. P. (1985). Generation of a Large, Protonophoresensitive Proton Motive Forceand pH Difference in Acidhopilic Bacteria Thermoplasma acidophilum and Bacillus acidocaldarius. Journal of Bacteriology , 161, 231-237. [46] Benvegnue, T., Brard, M., & Plusquellec, D. (2004). Archaeabacteria Bipolar Lipid Analogues: Structure, Synthesis and Lyotropic Properties. Current Opinion in Colloid and interface science , 469-479. [47] Langworthy, T. A. (1977). A Long-chain Diglycerol Tetraethers from Thermoplasma acidophilum. Biochim. Biophys. Acta , 37-50. [48] Riswiyanto. (2009). Kimia Organik. (R. Astikawati, & G. Sagara, Eds.) Jakarta: Erlangga.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
59
[49] Bakowysky, U., Rothe, U., Antonopoulos, E., Martini, T., Henkel, L., & Freisleben, H. J. (2000). Monomolecular Organization of the Main Tetraether lipid from Thermoplasma acidophilum at the water–air interface. Chemistry and Physics of Lipids , 105, 31-42. [50] Jeworrek, C., Evers, F., Erlkamp, M., Grobelny, S., Tolan, M., Chong, P. L.G., et al. (2011). Structure and Phase Behavior of Archaeal Lipid Monolayers. Langmuir , 27, 13113-13121. [51] De Rosa, M., Gambacorta, A., & Gliozzi, A. (1986). Structure, Biosythesis, and Physicochemical Properties of Archaeabacterial Lipids. American Society for Microbiology , 50, 70-80. [52] Calo, D., & Eichler, J. (2011). Crossing the Membrane in Archaea, the Third Domain of Life. Biochimica et Biophysica Acta , 1808, 885-891. [53] Lombard, J., López-García, P., & Moreira, D. (2012). The Early Evolution of Lipid Membranes and the Three Domains of Life. Nature Reviews | Microbiology , 10, 507-515. [54] Eguchi, T., Kano, H., Arakawa, K., & Kakinuma, K. (1997). Synthetic Studies of Archaeal Macrocyclic Tetraether lipids: Practical Synthesis of 72membered Tetraether Model Compounds. Bull. Chem. Soc. Jpn , 70, 25452554. [55] Montal, M., & Mueller, P. (1972). Formation of Biomolecular Membranes from Lipid Monolayers and a Study of Their Electrical Properties. Proc. Nat. Acad. Sci. USA , 69 (12), 3561-3566. [56] New, R. R. (1990). Introduction: A practical Liposomes. (R. R. New, Ed.) 131. [57] Benvegnue, T., Lemiegre, L., & Cammas-Marion, S. (2009). New Generation of Liposomes Called Archaeosomes Based on Natural or Synthetic Archaeal Lipids as Innovative Formulations for Drug Delivery. Recent Patents on Drug Delivery & Formulation , 3, 206-220.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
60
[58] Kitano, T., Onoue, T., & Yamauchi, K. (2003`). Archaeal Lipids Forming a Low Energy-surface on Air-water Interface. Chemistry and Physics of Lipids , 126, 225-232. [59] Strobl, C., Six, L., Heckmann, K., Henkel, B., & Ring, K. (1985). Physicochemical Characterization of Tetraether lipid from Thermoplasma acidophilum.II. Film Balance Studies on the Monomolecular Organization of the Main Glycophospholipid in Monofilms. 219-222. [60] Chong, P. L.-G. (2010). Archaebacterial Bipolar Tetraether lipids: Physicochemical and Membrane Properties. Chemistry and Physics of Lipids , 163, 253-265. [61] Swain, M., JR, B., Sprott, G., Cooper, F., & Patel, G. (1997). Identification of Beta-L-gulose as the Sugar Moiety of the Main Polar Lipid Thermoplasma acidophilum. Biochim Biophys Acta , 56-64. [62] Stern, J., Freisleben, H. J., Janku, S., & Ring, K. (1992). Black Lipid Membranes of Tetraether lipids from Thermoplasma acidophilum. Biochimica et BIophysica Acta , 227-236. [63] De Rosa, M. (1996). Archaeal lipids: Structural Features and Supramolecule Organization. Thin Solid Fimls , 284-285, 13-17. [64] Özcetin, A. (2011) Tetraether lipid Liposomes for the Preparation of Novel Liposomal drug Carriers. Disessertation. Türkei [65] Green, D. F. (2008). Optimized Parameters for Continuum Solvation Calculations with Carbohydrates. J. Phys. Chem. B , 112, 5238-5249. [66] Nina, M., Im, W., & Roux, B. (1999). Optimized Atomic Radii for Protein Continuum Electrostatic Solvation Forces. Biophysical Chemistry , 78, 8996. [67] Lee, M. S., Feig, M., Salsbury, J. F., & Brooks III, C. L. (2003). New Analytic Approximation to the Standard Molecular Volume Definition and its Application to Generalized Born Calculations.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
61
[68] Nishimura, Y., & Eguchi, T. (2011). Biosynthesis of Archaeal Lipids: Digeranyl-geranylglycerophospholipid Reductase of the Thermoacidophilic Archaeaon Thermoplasma acidophilum. J. Biochem , 139 (6), 1073-1081. [69] Reck, G. M. Archaeal Membranes: Structure, Function, Biosynthesis snd Biotechnology Applications. Biochemistry 663 [70] Urih, N. P., Gmajner, D., & Raspor, P. (2009). Structural and Physicochemical Properties of Polar Lipids from Thermophilic Archaea. Appl. Microbiol. Biotechnol , 84, 249-260. [71] Uda, I., Sugai, A., Itoh, T., & Itoh, Y. (2001). Variation on Molecular Species of Polar Lipids from Thermoplasma acidophilum Depends on Growth Temperature. Lipids , 103-105. [72] Langworthy, T. A. (1982). Lipids of Bacteria Living in Extreme Environments. (F. Bronner, A. Kleinzeller, R. S, & S. Rottem, Eds.) Current Topics in Membranes and Transport , 17, 45-77. [73] Blöcher, D., & Ring, K. (1991). Mixtures of Tetraether lipids from Thermoplasma acidophilum with Varying Degree of Cyclization Show a Kinetic Effect for a Metastable Phase. Chem. Phys. Lipids , 58, 233-239. [74] Gliozzi, A., Paoli, G., De Rosa, M., & Gambacorta, A. (1983). Effect of Isoprenoid Cyclization on the Transition Temperature of Lipids in Thermophilic Archaeabacteria. Biochim. Biophys. Acta , 234-24 [75] Yang, L. L., & Haug, A. (1979). Structure of Membrane Lipids and Physicochemical Properties of the Plasma Membrane from Thermoplasma acidophilum, Adapted to Growth at 37oC. Biochim. Biophys. Acta , 573, 308-320. [76] Ernst, M., Freisleben, H. J., Antonopoulos, E., Henkel, L., Mlekusch, W., & Reibnegger, G. (1998). Calorimetry of Archaeal Tetraether Lipid-Indication of a Novel Metastable Thermotropic Phase in the Main Phospholipid from
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
62
Thermoplasma acidophilum Cultured 59o C. Chemistry and Physics of Lipids (94), 1-12. [77] Shityakov, S., & Dandekar, T. (2011). Molecular Dynamics Simulation of POPC and POPE Lipid Membrane Bilayers Enforced by Intercalated Singlewall Carbon Nanotube. NANO. Brief Reports and Reviews , 6 (1), 19-29. [78] Gambacorta, A., Gliozzi, A., & De Rosa, M. (1995). Archaeal Lipids and Their Biotechnological Applications . World J. Microbiol. Biotechnol , 115131. [79] Jacquemet, A., Barbeau, J., Lemiegre, L., & Benvegnu, T. (2009). Archaeal Tetraether Bipolar Lipids: Structures, Functions, and Applications. Biochimie , 91, 711-717. [80] Chong, P. L.-G., Ayesa, U., Daswani, V. P., & Hur, E. C. (2012). On Physical
Properties
of
Tetraether
Lipid
Membranes:
Effects
of
Cyclopentanes Rings. Hayati , 11. [81] Wonpil, I., Lee, M. S., & Brooks, C. L. (2003). Generalized Born Model with a Simple Smoothing Function. J. Comput. Chem (24), 1691-1702. [82] Feig, M., Onufriev, A., Lee, S. M., Brooks III, C. L., Im, W., & Case, D. A. (2004). Performance Comparison of Generalized Born and Poisson Methods in the Calculation of Electrostatic Solvation Energies for Protein Structures. J. Comput Chem (25), 265-284. [83] Lee, M. S., Salsbury, F. R., & Brooks, C. L. (2002). Novel Generalized Born Methods. Journal of Chemical Physics , 116 (24). [84] Tanizaki, S., & Feig, M. (2005). A Generalized Born Formalism for Heterogeneous Dielectric Environments: Application to the Implicit Modeling of Biological Membranes. The Journal of Chemical Physics , 122. [85] Lasic, D. D. (Ed.). (1993). Liposomes as a Drugs Delivery Systems. In Liposomes from Physics to Application. 265-324.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
63
[86] Tanizaki, S., & Feig, M. (2006). Molecular Dynamics Simulations of Large Integral Membrane Proteins with an Implicit Membrane Models. J. Phys. Chem B (110), 548-556. [87] Chan, J. (2009). Implicit Solvent: General Principles & Models in CHARMM. MMTSB/CTBP Workshop, (pp. 1-27). Kansas. [88] Wonpil, I. (2006). Implicit Solvent Models. MMTSB/CTBP Summer Workshop, (pp. 1-27). [89] Brooks, B. R., Brooks III, C. L., Mackerell, J. A., Nilsson, L., Petrella, R. J., Roux, B., et al. (2009). CHARMM: The Biomolecular Simulation Program. J Comput Chem (30), 1545-1614. [90] Hyvönen, M. (2001). Molecular Dynamics Simulations on Phospholipid Membranes. Dissertation. Oulu [91] Koehl, P. (2006). Electrostatics Calculations: Latest Methodological Advances. Current Opinion in Structural Biology , 16, 142-151. [92] Diunduh dari www.osti.gov/bridge/servlets/purl/983240-5JxfnW/983240.pdf pada 17 Juli 2012 18:00 WIB [93] Diunduh dari www.sces.phys.utk.edu/~moreo/mm08/XuWangP571.pdf pada 1 April 2012 pukul 13:54 WIB [94] Fletcher, R., & Reeves, M. (1964). Function Minimization by Conjugate Gradients. The Computer Journal , 7 (2), 149-154. [95] Boggs, J. M. (1987). Lipid Intermolecular Hydrogen Bonding Influence on Structural Organization and Membrane Function. Biochim.Biophys. Acta , 906, 353-404. [96] Gabriel, J. L., & Chong, P. L.-G. (2000). Molecular Modeling of Archaebacterial Bipolar Tetraether lipid Membrane. Chemistry and Physics of Lipid , 105, 193-200.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012
64
[97] Shimada, H., Nemoto, N., Shida, Y., Oshima, T., & Yamagishi, A. (2008). Effect of pH and Temperature on the Comoposition of Polar Lipids in Thermoplasma acidophilum HO-62. Journal of Bacteriology , 190 (15), 5404-5411.
Universitas Indonesia
Analisa kstabilan..., Zessinda Luthfa, FMIPAUI, 2012