UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN EFEK TRIPLE ANTIBIOTIC PASTE, PASTA LEDERMIX®, DAN KALSIUM HIDROKSIDA TERHADAP VIABILITAS SEL PUNCA PULPA MESENKIM
TESIS
EMIRIA DITA PRASANTI 1206309144
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS KONSERVASI GIGI JAKARTA NOVEMBER 2014 i
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan karunia dan kuasa-Nya yang tak terhingga sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tesis ini, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis konservasi gigi pada FKG UI. Saya menyadari sepenuhnya bahwa p enelitian dan penulisan tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, tidaklah mungkin bagi saya untuk menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, perkenankanlah saya dengan penuh kerendahan hati, menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pj Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh dan menyelesaikan pendidikan spesialis ini. Demikian pula kepada Dr. Yosi Kusuma Eriwati, drg, M.Si dan jajarannya selaku Dekan dan Pimpinan FKG UI yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti program ini. Rasa terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada pembimbing I saya, Dr. Anggraini Margono, drg., Sp.KG(K) yang sejak awal pendidikan telah banyak meluangkan waktu, memberikan ide, arahan serta motivasi yang sangat berarti kepada saya. Kemudian juga terima kasih saya ucapkan kepada pembimbing II, Nilakesuma Djauharie, drg., MPH, Sp.KG(K) yang telah memberikan motivasi serta masukan yang sangat berharga. Kepada Munyati Usman, drg., SpKG(K), Prof. (E) Dr. Siti Mardewi Soerono Akbar, drg., SpKG(K), dan Gatot Sutrisno, drg., SpKG(K) selaku tim penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik, serta saran yang membangun sejak awal penulisan sampai selesainya tesis ini saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.
iv
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
Rasa terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Endang Suprastiwi, drg., SpKG(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG UI yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan spesialis. Serta kepada yang terhormat staf pengajar, Prof. Dr. Narlan Soemawinata, drg., Sp.KG(K), Kamizar, drg., SpKG(K), Dini Asrianti, drg.,Sp.KG, Dr. Ratna Meidyawati, drg., SpKG(K), Daru Indrawati, drg., SpKG(K), Ike Dwi Maharti, drg., SpKG(K), Aditya Wisnu Putranto, drg., SpKG(K), Shalina Ricardo, drg., SpKG(K), tiada kata-kata yang dapat mengungkapkan rasa terima kasih saya yang telah diberikan bekal yang sangat berharga selama masa pendidikan ini. Serta para karyawan/ti Departemen Konservasi Gigi FKG UI, Mba Yuli, Mba Devi, Mba Minah, Mas Erwin, dan Pak Yani dan juga kepada karyawan perpustakaan FKG UI, Pak Yanto, Pak Asep, Pak Enoh, dan Pak Norman saya mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan kepada saya. Kepada Ariadna Djais, M.Biomed., Ph.D selaku Ketua Departemen Biologi Oral FKG UI serta Dr. drh. Diah Iskandriati selaku Kepala Laboratorium dan Imunologi PSSP IPB Bogor yang telah mengizinkan saya menggunakan fasilitas laboratorium untuk melaksanakan penelitian ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Juga kepada Ibu Silmi Mariyah, analis molekuler dari PSSP IPB Bogor dan Mbak Maysaroh, peneliti di Laboratorium OB FKG UI yang selalu siap membantu jalannya penelitian ini, dan tak ada yang lebih berarti selain rasa syukur dikelilingi oleh orang-orang yang sangat luar biasa. Kepada semua teman-teman seperjuangan saya, PPDGS angkatan 2012 yang telah bersama-sama melalui suka dan duka pendidikan spesialis dari awal sampai akhir, drg. Bunga Cahya Mustikasari, drg. Vika Hapsari Pratiwi, drg. Arie Fitriana Sari, drg. Asri Mariani, drg. Iffi Aprillia Soedjono, drg. Kurniawan, drg. Mahardhika, drg. Rininta Aprilia Kasdjono, drg. Priscilla Arlyta Simanjuntak, drg. Theresia Peggy Hartanti, drg, Shelvy Soetanto, dan drg. Fitri Reflan. Tanpa kalian semua saya tidak akan bisa sampai akhir pendidikan ini. Selamat melanjutkan perjuangan kalian, kita akan selalu bersama dalam doa dan harapan, saling mendukung dan menjaga kekompakan sampai di masa yang akan datang.
v
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
Secara khusus, tesis ini saya persembahkan untuk Suamiku tercinta, Win Cesario dan anakku Sheraz Aufar Rasheed, dua orang yang sangat penting dalam hidupku. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, terima kasih atas semua waktu yang tak dapat tergantikan selama pendidikan spesialis ini. Dan juga kepada kedua orang tua saya Papa dan Mama yang selalu mendukung, membantu, mendoakan dalam suka dan duka, serta kepada adik saya Firdha dan Ghea yang selalu menambahkan keceriaan dan suka dalam keseharian, saya ucapkan terima kasih dan syukur yang tak terhingga memiliki keluarga yang sangat hebat seperti kalian. Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan penghargaan setinggitingginya, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dan semoga semua bantuannya mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Pada kesempatan ini pula saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, apabila dalam masa penelitian dan penulisan tesis ini ada kata-kata dan perilaku saya yang kurang berkenan di hati. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kedokteran gigi.
Jakarta, November 2014 Emiria Dita Prasanti
vi
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Emiria Dita Prasanti
Program Studi
: Ilmu Konservasi Gigi
Judul
:
Perbandingan
efek
triple
antibiotic
paste,
pasta
Ledermix®, dan kalsium hidroksida terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa.
Latar Belakang: Perawatan endodontik regeneratif merupakan perawatan yang bertujuan untuk mencapai kesembuhan biologis yaitu regenerasi jaringan pulpa. Aspek penting dari perawatan ini adalah disinfeksi dengan bahan irigasi dan obat saluran akar. Umumnya, obat saluran akar yang digunakan adalah triple antibiotic paste (TAP), kalsium hidroksida (Ca(OH)2), dan Ledermix®. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui efek TAP, Ca(OH)2, dan Ledermix® terhadap sel punca mesenkim pulpa (DPSC) Metode: DPSC dikultur dan sel yang positif terhadap STRO-1 melalui uji imunofluoresens, diberi perlakuan kontak langsung dengan TAP, Ca(OH)2, dan Ledermix berkonsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Viabilitas DPSC dihitung dengan uji MTT. Hasil: Viabilitas sel pada kelompok perlakuan menunjukkan penurunan yang bermakna secara statistik, dan yang paling toksik adalah Ledermix. Kesimpulan: Ketiga obat saluran akar dapat menyebabkan penurunan viabilitas sel punca mesenkim pulpa. Namun, obat saluran akar yang memiliki efek paling tidak toksik adalah TAP dan Ca(OH)2.
Kata kunci: sel punca mesenkim pulpa, triple antibiotic paste, kalsium hidroksida, Ledermix®, viabilitas sel
viii
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
ABSTRACT
Name
: Emiria Dita Prasanti
Study Program
: Ilmu Konservasi Gigi
Title
: Effect of triple antibiotic paste, calcium hydroxide, Ledermix® on viability of pulp mesenchymal stem cells
Background: The goal for regenerative endodontic therapy is biological healing of pulp tissue. The procedure consists of disinfection with irrigants and medicaments. Medicaments that used recently today is triple antibiotic paste (TAP), calcium hydroxide (Ca(OH)2), dan Ledermix®. Therefore, the purpose of this study is to evaluate the effect of TAP, Ca(OH)2, and Ledermix® on viability of dental pulp stem cells (DPSC) Methods: Primary cultures of DPSC taken from immature third molars. DPSC was detected by STRO-1 marker using immunofluorescence assay. Cells were exposed to TAP, Ca(OH)2, and Ledermix® with concentration of 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Cell viability was analyzed using MTT assay. Results: There were significant differences from the viability of group with medicaments that demonstrated decreased viability compared to controls (P < 0.05). Conclusion: All of the medicaments causes decreased viability on DPSC. Medicaments that have the most toxic effect is Ledermix®.
Keywords: dental pulp stem cells, triple antibiotic paste, calcium hydroxide, Ledermix®, cell viability
ix
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN ORSINALITAS .......................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR SINGKATAN................................................................................ . DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ ....
i ii iii iv vii viii ix x xii xiii xiv xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regenerasi dalam Perawatan Endodontik ................................................... 6 2.2 Rekayasa Jaringan ........................................................................... 9 2.2.1 Sel Punca .......................................................................... 11 2.2.2 Growth Factors ................................................................ 15 2.2.3 Scaffold ............................................................................. 16 2.3 Macam-macam Obat Saluran Akar ............................................... 17 2.3.1 Antibiotik ......................................................................... 17 2.3.1.1 Triple Antibiotic Paste (TAP) .............................. 18 2.3.1.2 Ledermix®............................................................. 19 2.3.2 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) ....................................... 21 2.4 Efek Obat Saluran Akar terhadap Viabilitas Sel Punca ................ 23 2.5 Uji Imunofluoresens ...................................................................... 24 2.6 Uji MTT ........................................................................................ 26 2.7 Kerangka Teori.............................................................................. 27 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 29 3.2 Hipotesis........................................................................................ 29 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 30 4.2 Sampel Penelitian dan Bahan Uji.................................................. 30 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 30 4.4 Variabel Penelitian ........................................................................ 31
x
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
4.5 4.6
4.7 4.4
4.4.1 Variabel Bebas ................................................................. 31 4.4.1 Variabel Bebas ................................................................. 31 Definisi Operasional ..................................................................... 31 Alat, Bahan, dan Cara Kerja ......................................................... 32 4.6.1 Alat ................................................................................... 32 4.6.2 Bahan ............................................................................... 33 4.6.3 Cara Kerja ........................................................................ 34 4.6.3.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................... 34 4.6.3.2 Pembuatan Medium Kultur Lengkap .................. 34 4.6.3.3 Kultur Sel Punca Mesenkim Pulpa ..................... 35 4.6.3.4 Uji Imunofluoresens ............................................ 36 4.6.3.5 Aplikasi Bahan Uji .............................................. 36 4.6.3.6 Uji MTT .............................................................. 37 Alur Penelitian .............................................................................. 38 Analisis Data ................................................................................. 38
BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................... 40 BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................. ….46 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ....................................................................................... 51 7.2 Saran.............................................................................................. 51 DAFTAR REFERENSI ................................................................................. ….52
xi
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Skema prosedur endodontik regeneratif.......................................... 8
Gambar 2.2
Triad rekayasa jaringan ................................................................. 10
Gambar 2.3
Simulasi rekayasa jaringan............................................................ 11
Gambar 2.4
Ilustrasi skematik dari sumber sel punca dewasa potensial di dalam rongga mulut....................................................................... 13
Gambar 2.5
Skema imunofluoresens direk dan indirek .................................... 25
Gambar 2.6
Kerangka teori ............................................................................... 28
Gambar 3.1
Kerangka konsep ........................................................................... 29
Gambar 4.1
Alur penelitian ............................................................................... 28
Gambar 5.1
Gambaran mikroskopis hasil uji imunofluoresens ........................ 40
Gambar 5.2
Gambaran mikroskopis sel kelompok kontrol .............................. 41
Gambar 5.3
Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan TAP.................. 41
Gambar 5.4
Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan Ledermix® ........ 42
Gambar 5.5
Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan Ca(OH)2 ........... 42
xii
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ............................................................... 43
Tabel 5.2
Nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol ....................................... 44
Tabel 5.3
Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel antara kelompok perlakuan yang dipapar dengan bahan uji dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml ................................................................. 44
Tabel 5.3
Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel kelompok perlakuan TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 berdasarkan pengelompokan konsentrasi bahan uji .......................................... 45
xiii
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN
DPSCs
: Dental Pulp Stem Cells
SCAPs
: Stem Cells of the Apical Papilla
TAP
: Triple Antibiotic Paste
Ca(OH)2
: Kalsium hidroksida
CEJ
: Cementoenamelo Junction
MTA
: Mineral Trioxide Aggregate
MRI
: Magnetic Resonance Imaging
MSCs
: Mesenchymal Stem Cells
DFSCs
: Dental Follicle Stem Cells
SHED
: Stem Cells From Human Exfoliated Deciduous Teeth
PDLSCs
: Periodontal Ligament Stem Cells
BMMSCs
: Bone Marrow-derived Mesenchymal Stem Cells
EDTA
: Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid
PRP
: Platelet-rich Plasma
PLA
: Polylactic Acid
PGA
: Polyglycolic Acid
PLGA
: Polylactic-Coglycolic Acid
PEG
: Polyethylene Glycol
LPS
: Lipopolisakarida
FITC
: Fluorescein Isothiocyanate
TRITC
: Tetramethyl Rhodamine Isothiocyanate
MTT
: Methythiazol Tetrazolium
OD
: Optical Density
DMEM
: Dulbecco’s Modified Eagle Medium
FBS
: Fetal Bovine Serum
PBS
: Phosphate Buffer Saline
CFU-F
: Colony Forming Unit Fibroblast
xiv
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Foto tahap-tahap kultur sel ............................................................ 58
Lampiran 2
Foto tahap-tahap uji MTT ............................................................. 60
Lampiran 3
Data mentah/ nilai optical density ................................................. 61
Lampiran 4
Hasil uji statistik............................................................................ 62
xv
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pulpa memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga vitalitas gigi karena pulpa memiliki fungsi suportif antara lain sebagai pemberi nutrisi dan bertindak sebagai sensor biologis yang dapat mendeteksi rangsang patogen.1,
2
Jika jaringan pulpa terekspos karena cedera atau
invasi bakteri maka pulpa akan mengalami inflamasi dan sulit bagi sistem imun untuk menghilangkan infeksi, sehingga menyebabkan keadaan bertambah parah sampai pada akhirnya terjadi nekrosis pulpa. Berdasarkan konsep umum endodontik, perawatan mutlak untuk pulpitis ireversibel atau nekrosis pulpa adalah dengan perawatan endodontik.1 Tujuan akhir dari perawatan endodontik adalah tercapainya kesembuhan secara biologis yaitu berupa terjadinya regenerasi. Regenerasi jaringan adalah proses penyembuhan dengan pengembalian arsitektur alami dan fungsi biologis jaringan yang rusak seperti jaringan asli, sedangkan repair adalah perbaikan jaringan dengan jaringan pengganti atau jaringan parut, tanpa pengembalian fungsi.3 Hasil dari proses regenerasi adalah dicapainya gigi yang vital sehingga fungsi-fungsi gigi dapat kembali seperti gigi sehat. Sedangkan, pada prosedur perawatan endodontik konvensional yang dilakukan saat ini hasilnya adalah penggantian jaringan yang rusak dengan material sintetis yang biokompatibel
tetapi
tidak
mengembalikan
fungsi
biologis yang
4
menyerupai jaringan sebelumnya.
Konsep regenerasi gigi berawal pada tahun 1952 ketika Dr. B. W Herman melaporkan penggunaan kalsium hidroksida dalam laporan kasusnya mengenai amputasi pulpa vital atau pulpotomi.5 Kemudian prosedur regeneratif pada gigi imatur pertama kali diperkenalkan oleh Nygaard-Ostby pada tahun 1961 yang mengevaluasi efek dari pendarahan dengan cara overinstrumentasi pada sistem saluran akar.6 Selanjutnya pada 1
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
2
tahun 1980 berkembang konsep modern endodontik regeneratif yaitu dengan menggunakan aplikasi rekayasa jaringan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi rekayasa jaringan ini menjadi suatu terobosan baru dalam bidang endodontik yang meliputi sel punca, growth factors, dan scaffold atau yang disebut dengan triad rekayasa endodontik. Elemen pertama dalam teknik rekayasa jaringan ini adalah sel punca.
Penelitian
mengenai
isolasi
sel
punca
gigi
mengalami
perkembangan pesat terutama setelah Gronthos pada tahun 2000 berhasil mengisolasi sel punca pulpa.7 Dental pulp stem cells (DPSC) memiliki tingkat proliferasi yang tinggi bahkan setelah subkultur yang banyak. Selain itu, DPSC juga memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri dan memiliki tingkat diferensiasi yang tinggi. Pada apeks yang masih terbuka, DPSC merupakan satu kesatuan dengan stem cells of apical papilla (SCAP) sehingga DPSC masih membawa informasi morfogenetik yang berasal dari SCAP. Karakteristik dan potensi diferensiasi multilini dari DPSC inilah yang menjadikannya memiliki peran penting dalam perawatan regeneratif.8 Perawatan
endodontik
regeneratif
telah
menjadi
alternatif
perawatan yang menjanjikan khususnya untuk merawat gigi imatur dengan nekrosis pulpa.9,
10
Di masa yang akan datang konsep endodontik
regeneratif dengan rekayasa jaringan ini dapat menggantikan metode perawatan endodontik konvensional.1, paradigma
perawatan
endodontik
11, 12
Hal inilah yang mengubah
konvensional/
reparatif
menjadi
endodontik regeneratif.Konsep dari perawatan endodontik regeneratif adalah penggantian atau regenerasi dari kompleks pulpa-dentin dan akar yang rusak atau hilang dengan mengembalikan fungsi fisiologis yang normal.3,
13
Di masa yang akan datang, jangkauan dari endodontik
regeneratif dapat meluas meliputi penggantian jaringan periapikal, lligamen periodontal, gingival, dan bahkan gigi utuh.9 Selama periode tahun 1993-2007 telah dipublikasikan banyak penelitian tentang endodontik regeneratif. Beberapa kasus revaskularisasi yang didokumentasikan keberhasilannya pada gigi imatur dengan nekrosis Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
3
pulpa dilakukan dengan disinfeksi dan dilanjutkan dengan pendarahan ke dalam sistem saluran melalui tindakan overinstrumentasi.3,
9
Aspek
terpenting dari prosedur klinis ini adalah disinfeksi kimia dari sistem saluran akar dengan penggunaan bahan irigasi dan peletakkan obat saluran akar selama beberapa minggu.9, 10 Sifat obat saluran akar yang ideal adalah selain memiliki sifat antibakteri juga harus dapat menyediakan lingkungan yang kondusif sehingga sel punca dapat beregenerasi atau mengalami penyembuhan.14, 15 Murray dkk menyatakan bahwa obat saluran akar dapat mempengaruhi sel punca karena adanya ekstrusi atau difusi ke papila apikal serta kemungkinan adanya sisa antimikroba yang dapat mempengaruhi sel punca di dalam saluran akar yang berasal dari perdarahan dari apikal.9 Oleh karena itu, obat saluran akar yang digunakan pada prosedur endodontik regeneratif harus dengan konsentrasi efektif terhadap bakteri sehingga tidak toksik terhadap sel punca.10 Obat saluran akar yang banyak digunakan dalam prosedur regeneratif/ revaskularisasi ini adalah campuran antibiotik ciprofloxacin, metronidazole, dan minocycline/ doxycycline atau yang biasa disebut dengan triple antibiotic paste (TAP). Kombinasi antibiotik ini terbukti sangat efektif terhadap bakteri-bakteri di dalam sistem saluran akar secara in vitro dan in vivo.11,
16-18
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penggunaan TAP dengan konsentrasi yang tinggi memiliki efek yang berbahaya terhadap kelangsungan hidup sel punca yaitu viabilitas selnya menjadi 20% setelah dipaparkan dengan antibiotik tersebut.10 Beberapa penelitian juga menggunakan kalsium hidroksida sebagai disinfektan saluran akar dalam prosedur endodontik regeneratif.10, 19 Hasil penelitian Ruparel tahun 2012 menunjukkan bahwa pemakaian kalsium hidroksida dengan berbagai konsentrasi dapat menginduksi kelangsungan hidup sel. Kalsium hidroksida dengan konsentrasi rendah pun dapat memicu proliferasi sel punca pulpa dan ligamen periodonsium.10 Obat saluran akar lain yang masih dipakai pada prosedur endodontik konvensional adalah Ledermix®. Taylor dkk yang meneliti viabilitas sel Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
4
fibroblas tikus yang dipapar dengan pasta Ledermix® dan Pulpdent menunjukkan bahwa Ledermix® dapat mematikan fibroblas tikus pada konsentrasi 0,001 mg/ml. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa penelitian tentang perbandingan efek obat saluran akar yang digunakan tersebut terhadap viabilitas sel punca pulpa masih kurang, khususnya di Indonesia.20 Hal inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi perbandingan efek dari obat saluran akar TAP, Ledermix®, dan kalsium hidroksida yang sering digunakan dalam perawatan endodontik.
1.2
Rumusan masalah Prosedur disinfeksi kimia dengan menggunakan bahan irigasi dan obat saluran akar sangat penting dalam perawatan endodontik regeneratif. Pada penelitian ini akan dievaluasi perbandingan efek obat saluran akar terhadap sel punca. Obat-obatan saluran akar yang banyak digunakan saat ini diketahui efektif dalam membunuh bakteri namun juga memiliki efek yang dapat menurunkan viabilitas sel, sedangkan sel punca harus tetap hidup untuk dapat beregenerasi atau mengalami proses penyembuhan.14, 15 Dari uraian tersebut di atas yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah:
1.2.1
Pertanyaan penelitian umum Apakah obat saluran akar TAP, Ledermix®, dan kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2) dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa?
1.2.2
Pertanyaan penelitian khusus 1. Bagaimana efek TAP terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa dibandingkan dengan Ledermix®? 2. Bagaimana efek TAP terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa dibandingkan dengan Ca(OH)2?
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
5
3. Bagaimana efek Ca(OH)2 terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa dibandingkan dengan Ledermix®?
1.3
Tujuan penelitian
1.3.1
Tujuan penelitian umum Menganalisis obat saluran akar yang dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa.
1.3.2
Tujuan penelitian khusus 1. Membandingkan efek dari obat saluran akar TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa. 2. Menganalisis obat saluran akar yang dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa paling rendah.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan:
Secara teoritis menjelaskan efek obat saluran akar TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa.
Secara klinis dapat memberikan informasi dalam memilih obat-obat saluran akar yang memiliki sifat antibakteri yang poten tetapi tidak menurunkan viabilitas sel punca pulpa.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Regenerasi dalam Perawatan Endodontik Tujuan
akhir
perawatan
endodontik
adalah
tercapainya
kesembuhan secara biologis yaitu berupa terjadinya regenerasi. Namun regenerasi sempurna setelah injuri pada manusia hanya dapat terjadi pada fetus pra-natal. Penyembuhan luka atau cedera pasca-natal adalah dengan repair atau kombinasi repair dengan regenerasi.21 Regenerasi jaringan adalah proses penyembuhan dengan pengembalian arsitektur alami dan fungsi biologis jaringan yang rusak seperti jaringan asli, sedangkan repair adalah perbaikan jaringan dengan jaringan pengganti atau jaringan parut, tanpa pengembalian fungsi.3 Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep regenerasi ini dapat dicapai dengan menggunakan aplikasi rekayasa jaringan yang telah menjadi suatu terobosan baru dalam bidang endodontik dimana sel punca berperan utama dalam proses tersebut. Hal inilah yang mengubah paradigma perawatan endodontik reparatif menjadi endodontik regeneratif.1 Prosedur regeneratif pada bidang kedokteran gigi memiliki sejarah yang panjang berawal pada tahun 1952 ketika Dr. B. W Herman melaporkan penggunaan kalsium hidroksida dalam laporan kasusnya mengenai amputasi pulpa vital atau pulpotomi.5 Pada penyembuhan pulpotomi diharapkan terjadi regenerasi dari jaringan pulpa yang ditinggalkan. Kemudian potensi dari terapi regeneratif ini juga digunakan oleh Nygaard-Ostby pada tahun 1961 untuk menentukan apakah pengisian ruang pulpa dengan bekuan darah dapat mengarah pada regenerasi jaringan pulpa. Kemudian konsep modern dari terapi regeneratif ini muncul pada tahun 1980 dengan penggunaan teknik rekayasa jaringan yang menggunakan sel punca dan salah satu komponennya adalah penggunaan scaffold sebagai bahan sintetis yang bersifat biodegradable sehingga dapat menyediakan lingkungan tiga dimensi agar sel dapat Universitas Indonesia
6 Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
7
tumbuh dan berkembang menyerupai kondisi in vivo. Di samping itu bahan sintetis ini dapat difabrikasi sehingga dapat dirancang untuk membawa growth factor untuk memandu proses diferensiasi sel dan pembentukan jaringan.22 Endodontik regeneratif didefinisikan sebagai prosedur biologis yang didesain untuk menggantikan struktur-struktur yang rusak atau hilang, termasuk dentin, struktur akar dan kompleks pulpa-dentin, serta mengembalikan fungsi fisiologis normal.3,
13, 22
Tujuan dari regenerasi
jaringan yaitu formasi jaringan baru yang menghasilkan anatomi dan fungsi dari jaringan gigi asli yang vital, berbeda dengan perbaikan jaringan seperti perkembangan dari jaringan pengganti, seperti jaringan parut, tanpa pengembalian
fungsi.3
Berbagai
pro
dan
kontra
terjadi
dalam
perkembangan prosedur regenerasi endodontik yang menyatakan bahwa pulpa pada gigi yang telah matur tidak memiliki peranan dalam pembentukan, fungsi, dan estetik, sehingga penggantian dengan bahan pengisi dalam perawatan saluran akar merupakan perawatan yang paling baik. Namun hal ini sangat bertentangan dengan konsep endodontik regeneratif saat ini dimana vitalitas pulpa sangat penting dalam kelangsungan hidup gigi di dalam rongga mulut. Sebuah penelitian retrospektif menunjukkan bahwa gigi vital yang masih memiliki vaskularisasi yang baik akan bertahan lebih lama dibandingkan gigi non vital yang sudah dirawat saluran akar.9 Indikasi dari perawatan endodontik regeneratif sangat luas, yaitu dari regenerasi pulpa pada kasus pulpitis, nekrosis pulpa pada gigi permanen, sampai di masa yang akan datang jangkauan perawatan ini meliputi penggantian jaringan periapikal, lligamen periodontal, gingival, dan bahkan gigi utuh.9 Selama periode tahun 1993-2007 telah dipublikasikan banyak penelitian tentang endodontik regeneratif. Banyak laporan kasus yang menunjukkan keberhasilan revaskularisasi dari sistem saluran akar nekrotik pada gigi imatur melalui disinfeksi yang dilanjutkan dengan overinstrumentasi. Dalam overinstrumentasi ini terdapat bekuan darah yang berperan sebagai scaffold dimana sel punca dari pulpa Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
8
terkumpul dalam bekuan darah tersebut. Selain itu, growth factors dari keeping darah (platelet) dan dinding dentin membantu proses diferensiasi. Pada gigi imatur ini hanya dilakukan instrumentasi minimal atau tanpa instrumentasi sama sekali karena dinding saluran akar yang tipis sehingga harus meminimalisasi risiko fraktur akar. Selanjutnya setelah bekuan darah terbentuk sampai kurang lebih 3 mm di bawah CEJ kavitas ditutup dengan MTA dan bahan restorasi. Tujuan akhir perawatan adalah tidak adanya sinus tract, nyeri, dan pembengkakan, penyembuhan periodontitis apikal serta penambahan panjang dan ketebalan dinding akar secara radiografis setelah 0.5-2 tahun perawatan dilakukan.23 (Gambar 2.1) Keberhasilan dari perawatan pada gigi permanen imatur dengan pulpa nekrosis yang disebabkan oleh trauma, defek, atau karies telah banyak dilaporkan. Analisis retrospektif yang dilakukan oleh Bose dkk pada 48 laporan kasus regeneratif menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam perkembangan akar dari segi pemanjangan dan penebalan dinding secara radiografis jika dibandingkan dengan prosedur apeksifikasi dengan menggunakan kalsium hidroksida dan MTA.3
Gambar 2.1. Skema prosedur endodontik regeneratif.24 Gigi permanen imatur dengan pulpa nekrosis. Sel punca pulpa dimasukkan ke dalam saluran akar dengan melakukan pendarahan sampai sebatas 3 mm di bawah CEJ, kemudian dilakukan penutupan koronal ganda yaitu dengan MTA dan resin komposit. Hasil akhir yang diharapkan adalah revitalisasi pulpa dan berlanjutnya formasi akar.
Pada umumnya, hasil dari protokol perawatan tersebut di atas adalah banyak elemen histologis dari jaringan pulpa yang terbentuk Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
9
(seperti, fibroblas, pembuluh darah, dan kolagen), namun jenis sel lain seperti odontoblas tidak terbentuk, serta sel atau jaringan yang tidak diinginkan seperti osteoblas dan sementum dapat terbentuk. Sebaliknya, beberapa penelitian yang menggunakan penghantaran growth factors spesifik, scaffold, dan sel punca menunjukkan secara histologis bahwa jaringan pulpa yang terbentuk hampir memenuhi semua kriteria dari kompleks pulpa-dentin, termasuk menghasilkan sel dengan fenotip seperti odontoblas. Oleh karena itu, masih dibutuhkan banyak penelitian yang dapat mengevaluasi efek dari penambahan growth factors spesifik dan scaffold untuk menentukan apakah elemen-elemen ini mempengaruhi regenerasi dari kompleks pulpa-dentin secara histologis pada pasien.3 Salah satu hal yang menentukan keberhasilan dari perawatan endodontik regeneratif ini adalah dengan melakukan disinfeksi sistem saluran akar tanpa menghalangi proses penyembuhan dan integrasi dari rekayasa jaringan pulpa di dalam saluran akar. Prosedur disinfeksi terdiri dari penggunaan bahan irigasi dan peletakkan obat saluran akar selama beberapa minggu. Pemilihan bahan irigasi dan obat saluran akar sangat penting karena dapat memberikan efek terhadap kelangsungan hidup sel punca yang akan beregenerasi selain sifat antibakterinya. Terdapat beberapa
keuntungan
dari
pendekatan
teknik
revaskularisasi
ini
diantaranya, teknik ini sederhana dan dapat diselesaikan dengan obat dan alat tanpa teknologi yang mahal. Selain itu, regenerasi jaringan pulpa dengan menggunakan sel darah pasien sendiri dapat mencegah kemungkinan terjadinya penolakan sistem imun.25 Keberhasilan dari perawatan ini hanya dapat diketahui secara klinis dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah uji vitalitas seperti uji termal panas, dingin, dan listrik; laser Doppler blood flowmetry; dan tidak adanya gejala dari kelainan periapikal.
Magnetic
resonance
imaging
(MRI)
menunjukkan
kemampuannya untuk membedakan antara pulpa gigi yang vital dan nonvital, namun mesin MRI sangat mahal. Sehingga hasil klinis yang ideal adalah gigi asimtomatik yang tidak membutuhkan perawatan ulang.9 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
10
1.2
Rekayasa Jaringan Rekayasa jaringan merupakan gabungan dari cabang-cabang biologi dan merupakan suatu ilmu yang berfokus pada regenerasi jaringan dan bukan perbaikan jaringan. Menurut Langer dan Vacanti, rekayasa jaringan adalah bidang interdisiplin yang menerapkan prinsip rekayasa dan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan bahan biologis, yang bertujuan untuk merestorasi, mempertahankan, atau meningkatkan fungsi jaringan.21 MacArthur dan Oreffo mendefinisikan rekayasa jaringan sebagai pemahaman dari prinsip pertumbuhan jaringan dan pengaplikasiannya untuk menghasilkan jaringan pengganti secara klinis.26 Selain itu Murray dkk mendefinisikan rekayasa jaringan sebagai penggunaan strategi terapeutik biologis yang bertujuan untuk menggantikan, memperbaiki, mempertahankan, serta meningkatkan fungsi jaringan yang rusak akibat penyakit atau cedera. Walaupun banyak definisi tentang proses regenerasi, namun dalam praktiknya istilah ini merujuk pada perbaikan atau penggantian jaringan secara fungsional.9 Faktor-faktor yang harus tersedia pada teknik rekayasa jaringan adalah sumber sel punca/ progenitor yang sesuai, growth factors, dan scaffold untuk mengontrol perkembangan dari jaringan yang dituju. Ketiga faktor ini merupakan triad rekayasa jaringan (Gambar 2.2), dimana tiap komponen dari triad ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, secara tunggal atau kombinasi.3
Gambar 2.2. Triad rekayasa jaringan.3 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
11
Faktor pertama dari rekayasa jaringan adalah sumber sel-sel yang dapat berdiferensiasi menjadi komponen jaringan yang diinginkan. Sel punca ditemukan di dalam pulpa gigi, ligamen periodontal maupun jaringan periapeks. Faktor kedua adalah growth factors atau mediator penginduksi jaringan lainnya. Sel punca memiliki kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi berbagai fenotip sel tergantung dari turunannya dan paparan dari growth factors. Faktor yang ketiga adalah scaffold (perancah). Scaffold berperan dalam meregulasi diferensiasi sel punca dengan melepaskan growth factors lokal atau dengan pensinyalan yang diinisiasi jika sel punca berikatan dengan matriks ekstrasel dan dengan sel punca lain. Scaffold ada yang endogen/ alami (seperti kolagen, dentin) atau substansi sintetik/ buatan (seperti hidrogel, MTA dan senyawa lainnya).3
Sel
Scaffold
Growth factors Konstruksi rekayasa jaringan
Gambar 2.3. Simulasi rekayasa jaringan
1.2.1
Sel Punca Sel punca didefinisikan sebagai sel yang klonogenik yaitu memiliki kemampuan untuk terus membelah dan memproduksi sel-sel progenitor yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel atau jaringan.9, 27 Sel punca dapat memperbaharui diri sendiri sehingga dapat menghasilkan jaringan apapun sepanjang hidupnya. Hal inilah yang merupakan kunci dari keberhasilan suatu perawatan.27
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
12
Kini, sel punca telah banyak digunakan dalam berbagai macam disiplin ilmu medis untuk perbaikan dan/ atau regenerasi dari jaringan dan organ yang defektif (seperti tulang, ligamen, jantung). Sel punca umumnya dikategorikan berdasarkan asalnya menjadi embrionik dan dewasa (pascanatal atau somatik).8,
27
Identifikasi jenis sel ini adalah penting artinya
karena masing-masing sel punca tersebut memiliki potensi diferensiasi yang berbeda untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang spesifik. Plastisitas dari sel punca didefinisikan sebagai kemampuan suatu sel untuk menghasilkan jaringan yang berbeda. Berdasarkan plastisitasnya sel punca juga dibagi menjadi subdivisi totipoten, pluripoten, dan multipoten. Sel punca totipoten didapat dari sel-sel embrio muda yang berusia 1-3 hari, tiap selnya dapat berkembang menjadi satu organisme baru. Sel punca lainnya adalah sel punca pluripoten yang didapatkan dari sel embrio dan sel-sel ini dapat membentuk semua jenis sel. Jenis sel punca yang terakhir adalah sel punca multipoten yang merupakan sel punca dewasa yang mampu menciptakan berbagai galur sel. Tipe pertama dan kedua merupakan sel punca embrionik dan yang terakhir adalah sel punca dewasa termasuk sel punca gigi.9, 28 Sel punca dikategorikan berdasarkan sumbernya dan aplikasi klinis yang paling praktis pada terapi sel punca adalah dengan menggunakan sel donor pasien itu sendiri. Sel punca autologenik didapatkan dari individual yang sama dengan individu yang akan diimplan. Sel-sel punca didapatkan dari sumsum tulang belakang, darah perifer, lemak, ligamen periodontal, mukosa oral, atau kulit. Untuk mencapai endodontik regeneratif, sel yang dapat dipakai adalah sel punca dewasa autogenik.9 Kelebihan dari aplikasi autogenik adalah tidak menginduksi respon imun seperti reaksi penolakan jaringan.22 Sel-sel alogenik berasal dari donor spesies yang sama, contohnya adalah sel darah untuk transfusi darah, sel sumsum tulang untuk transplantasi sumsum tulang. Yang terakhir adalah sel-sel xenogenik adalah sel yang diisolasi dari individu dengan spesies yang berbeda.9 Sel punca mesenkimal dewasa (MSC) merupakan sel multipoten yang memiliki kapasitas pembaharuan diri yang tinggi dan berpotensi Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
13
untuk berdiferensiasi menjadi galur mesodermal yang membentuk kartilago, tulang, jaringan lemak, otot skeletal dan stroma dari jaringan ikat.8,
27
MSC ditemukan di dalam stroma sumsum tulang belakang
dewasa.8 MSC dikarakteristikkan secara in vitro oleh ekspresi marker seperti STRO-1, CD146 atau CD44. STRO-1 yang merupakan antigen permukaan sel yang digunakan untuk mengidentifikasi prekursor osteogenik di dalam sumsum tulang, Terdapat beberapa tipe sel punca mesenkimal dewasa (MSC) di dalam rongga mulut yang dilaporkan dapat berdiferensiasi menjadi sel lir odontoblas, yaitu dental pulp stem cells (DPSC), stem cells of human exfoliated deciduous teeth (SHED), stem cells of the apical papilla (SCAP), dental follicle progenitor cells (DFPC), periodontal ligament stem cells (PDLSC) dan bone marrow-derived mesenchymal stem cells (BMMSC) (Gambar 2.3).22
Gambar 2.4. Ilustrasi skematik dari sumber sel punca dewasa potensial di dalam rongga mulut.3
Dental pulp stem cells (DPSC) merupakan sel punca yang berasal dari gigi yang pertama kali diisolasi. Sel ini didapat dari jaringan pulpa yang dihancurkan secara enzimatik dari gigi molar tiga yang impaksi. Morfologi sel ini seperti fibroblas dan dapat mempertahankan tingkat Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
14
proliferasi yang tinggi bahkan setelah subkultur yang banyak.8 DPSC yang dinamakan juga dengan sel-sel odontoblastoid karena sel ini dapat mensintesis dan mensekresi matriks dentin seperti sel odontoblas dengan sinyal-sinyal tertentu. Sinyal-sinyal tersebut antara lain adalah bahan yang mengandung kalsium hidroksida atau kalsium fosfat yang biasa digunakan sebagai bahan pulp capping.27 DPSC memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri dan memiliki tingkat diferensiasi yang tinggi. DPSC masih membawa informasi morfogenetik yang berasal dari sel papila apikal (SCAP) pada tahap awal odontogenesis. Karakteristik dan potensi diferensiasi multilini dari DPSC menjadikannya memiliki peran yang menjanjikan pada perawatan regeneratif. Tidak ada biomarker spesifik yang dapat mengidentifikasi DPSC. Namun DPSC mengekspresikan beberapa marker seperti marker sel punca mesenkim yaitu STRO-1 dan CD146. 8 Stem cells of the apical papilla (SCAP) berpotensi untuk berdiferensiasi menjadi odontoblas. Selama proses pembentukan gigi, papila gigi berkembang menjadi pulpa dan berkontribusi dalam perkembangan akar. Pulpa berada menempel pada akar yang sedang berkembang dan dipisahkan dari jaringan pulpa oleh cell rich zone. SCAP menunjukkan tingkat proliferatif yang lebih tinggi dan lebih efektif dibandingkan dengan DPSC dalam formasi gigi. Selain itu, SCAP juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam formasi jaringan lir dentin, kapasitas regenerasi dentin, dan motilitas sel.29 Seperti sel punca gigi yang lain, SCAP mengekspresikan marker permukaan mesenkimal seperti STRO-1 dan CD146. SCAP
memiliki
kapasitas
untuk
mengalami
diferensiasi
dentinogenik, oseteogenik, adipogenik, kondrogenik dan neurogenik.8 Hasil penelitian Sonoyama dkk (2008), SCAP yang ditransplantasikan ke tikus dengan matriks yang sesuai membentuk strukur lir dentin-pulpa dengan sel-sel lir odontoblas.30 Yang paling penting adalah SCAP sangat mudah didapat karena dapat diisolasi dari gigi molar tiga manusia.27
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
15
Stem cells of human exfoliated deciduous teeth (SHED) dapat diisolasi dari jaringan pulpa di mahkota gigi sulung.8 SHED memiliki tingkat proliferasi yang tinggi dibandingkan DPSC. Sel ini menunjukkan plastisitas yang tinggi karena sel ini dapat berdiferensiasi menjadi neuron, adiposit, osteoblas dan odontoblas.27 SHED mengekspresikan marker MSC yaitu STRO-1 dan SD146. Tidak seperti DPSC, SHED tidak membentuk kompleks dentin-pulpa setelah transplantasi in vivo. Hal ini mengindikasikan bahwa SHED memiliki potensi diferensiasi odontogenik yang berbeda dari DPSC. SHED tidak dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas atau osteosit, namun dapat menginduksi sel inang untuk melakukan diferensiasi osteogenik. Dengan demikian SHED memiliki potensi osteoinduktif.8 Periodontal ligament stem cells (PDLSC) adalah jaringan spesifik yang berlokasi antara sementum dan tulang alveolar dan berperan dalam sistem penyangga gigi.27 Selain itu PDL juga berkontribusi dalam pemberian nutrisi, homeostasis dan proses perbaikan. Regenerasinya berhubungan dengan progenitor mesenkimal dari folikel gigi. PDL mengandung sel STRO-1 positif yang memiliki plastisitas karena dapat berkembang menjadi fenotip adipogenik, osteogenik dan kondrogenik in vitro. Oleh karena itu PDL sendiri mengandung progenitor yang dapat diaktivasi untuk memperbaharui diri dan beregenerasi menjadi jaringan sementum dan tulang alveolar.8, 27 Bone marrow-derived mesenchymal stem cells (BMMSC) telah diuji kemampuannya untuk membentuk jaringan periodontal. Sel-sel ini secara in vivo dapat membentuk sementum, PDL dan tulang alveolar setelah implantasi ke dalam jaringan periodontal yang rusak. Oleh karena itu, sumsum tulang dapat menjadi sumber alternatif dari MSC untuk perawatan penyakit periodontal. BMMSC memiliki banyak kesamaan karakteristik dengan DPSC dan keduanya dapat membentuk struktur lir tulang atau lir gigi. Namun BMMSC menunjukkan potensi odontogenik yang lebih rendah daripada DPSC yang mengindikasikan bahwa MSC dari asal embrionik yang berbeda tidak ekuivalen.27 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
16
1.2.2
Growth Factors Growth factors merupakan sinyal ekstraselular yang mengatur pembelahan atau spesialisasi dari sel punca menjadi jenis sel yang diinginkan dan memperantarai proses selular dalam regenerasi jaringan.31 Beberapa growth factors telah dievaluasi kemampuannya untuk memicu diferensiasi populasi sel punca mesenkim tertentu menjadi sel lir odontoblas. Komposisi growth factors yang berbeda dapat mengubah diferensiasi suatu sel, contohnya di dalam populasi sel yang sama sel dapat mengekspresikan marker dari odontoblas, kondrosit, atau adiposit tergantung dari kombinasi growth factors yang dipaparkan.22 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dentin atau aplikasi dentin dapat mendukung pembentukan fenotip odontoblas. Hal ini disebabkan oleh banyak growth factors yang tertanam dalam matriks dentin
selama
proses
dentinogenesis.
Selain
itu,
aplikasi
dari
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) dapat melepaskan TGF-β1 yang imunoreaktif dari dentin manusia, dengan perbandingan aktivitas yang lebih kecil dilepaskan setelah perawatan dengan Ca(OH)2, natrium hipoklorit (NaOCl), mineral trioxide aggregate
2
atau asam sitrat. Selain
itu, dentin mengandung protein nonkolagen yang dapat menginduksi diferensiasi odontoblas atau angiogenesis.22
1.2.3
Scaffold Scaffold merupakan analog dari matriks ekstraselular yang dapat mendukung adhesi sel, proliferasi, diferensiasi, dan sekresi mariks ekstraselular alami.32 Scaffold dapat diimplantasikan secara tunggal atau dikombinasi dengan sel punca dan growth factor untuk menyediakan microenvironment secara tiga dimensi baik secara fisikokimia maupun biologis atau konstruksi jaringan bagi pertumbuhan dan diferensiasi sel.22, 31
Untuk mencapai rekonstruksi jaringan, scaffold harus memenuhi syarat
yaitu mempunyai porositas yang tinggi untuk memfasilitasi pemberian
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
17
nutrisi bagi sel serta harus bersifat biodegradable supaya scaffold dapat diabsorbsi oleh jaringan sekitarnya.31 Scaffold dapat diklasifikasi berdasarkan asalnya menjadi alami atau buatan. Scaffold alami adalah kolagen, glikosaminoglikan, matriks dentin terdemineralisasi, dan fibrin. Kolagen merupakan komponen utama dari matriks ekstraselular dan memberikan tensile strength yang besar pada jaringan. Contohnya adalah platelet-rich plasma (PRP). PRP merupakan scaffold autologus, cenderung mudah didapat dan disiapkan di klinik, mengandung
banyak
growth
factor,
terdegradasi
seiring
dengan 22
bertambahnya waktu, dan membentuk matriks fibrin tiga dimensi.
Scaffold buatan merupakan polimer sintetik contohnya adalah polylactic acid (PLA), polyglycolic acid (PGA), polylactic-coglycolic acid (PLGA), polyepsilon caprolactone, hidroksiapatit/ trikalsium fosfat, biokeramik, titanium, dan hidrogel seperti alginat atau jenis-jenis polyethylene glycol (PEG). Selain itu kombinasi scaffold dengan growth factor tertentu merupakan kombinasi yang penting untuk perkembangan optimal dari sel lir odontoblas.22
1.3
Macam-macam Obat Saluran Akar Obat saluran akar digunakan untuk membantu meningkatkan prediktabilitas dan prognosis dari perawatan endodontik. Saluran akar yang ideal harus dapat mengeliminasi atau membunuh bakteri di dalam sistem saluran akar yang masih ada setelah preparasi kemomekanis. Selain itu obat saluran akar juga harus dapat mengurangi inflamasi dan meredakan nyeri, membantu mengeliminasi eksudat jika ada, mencegah atau menghentikan resorpsi akar, serta mencegah reinfeksi dari sistem saluran akar.14, 33, 34 Teknik instrumentasi saluran akar cenderung membentuk hasil preparasi
yang
bulat
sehingga
meninggalkan
area
yang
tidak
terinstrumentasi yang dapat menjadi tempat berkumpulnya debris. Diperkirakan sebanyak 50% dari dinding saluran akar yang tidak terpreparasi. Jaringan nekrotik yang tersisa dapat menjadi nutrisi bakteri Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
18
yang masih ada di dalam tubulus.34 Oleh karena itu obat saluran akar sangat dibutuhkan dalam prosedur perawatan endodontik.
1.3.1
Antibiotik Obat saluran akar golongan ini dapat berupa satu atau kombinasi dari beberapa antibiotik, dan kadang dicampur dengan senyawa lain seperti kortikosteroid.34 Menurut Gulabivala tidak ada antibiotik tunggal yang dapat melawan bakteri saluran akar, sehingga digunakan kombinasi antibiotik dengan aktivitas yang berbeda. Sediaan antibiotik saluran akar yang umum tersedia adalah dalam bentuk pasta. Substansi ini tidak bersifat toksik terhadap jaringan periapeks namun penggunaannya perlu dipertimbangkan kemungkinan akan terbentuknya resistensi, adanya respon alergi pasien serta terjadinya diskolorasi gigi.33 Aplikasi lokal antibiotik di dalam sistem saluran akar merupakan cara yang lebih efektif dibandingkan dengan melalui administrasi sistemik.35
1.3.1.1 Triple Antibiotic Paste (TAP) Penggunaan bahan antibiotik secara topikal dalam saluran akar banyak dilakukan, karena sifatnya yang tidak toksik terhadap jaringan periapeks dan kemampuan antibakterinya yang sudah terbukti. Namun karena bakteri yang menyebabkan infeksi di dalam saluran akar terdiri bakteri aerob dan anaerob serta sistem saluran akar yang kompleks, tidak ada antibiotik yang dapat mendisinfeksi secara efektif semua saluran akar. Penelitian in vitro yang dilakukan oleh Hoshino dkk menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik tunggal tidak dapat mengeliminasi semua bakteri, namun jika dikombinasikan obat antibakteri tersebut dapat mensterilisasi sampel.16 Oleh karena itu perlu dibuat kombinasi dari beberapa antibiotik untuk dapat membunuh semua mikroba yang ada. Selain itu dengan menggunakan cara kombinasi, dapat menurunkan kemungkinan resistensi bakteri.18, 34, 36 Triple antibiotic paste merupakan campuran dari ciprofloxacin, metronidazole, dan minocycline/ doxycycline di dalam macrogol dan Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
19
propylene glycol yang diaduk sampai konsistensi pasta dempul.16, 37 TAP diletakkan di dalam saluran akar dan berkontak dengan jaringan pulpa nekrotik selama 1 bulan sebelum dilakukan prosedur revaskularisasi.13 Penelitian in situ yang dilakukan oleh Sato dkk menunjukkan bahwa TAP sangat efektif dalam membunuh bakteri pada lapisan dentin yang dalam.11 TAP juga digunakan pada laporan kasus yang dipublikasikan oleh Iwaya dkk dan Banchs dan Trope yang mendemonstrasikan disinfeksi dan revaskularisasi dari gigi imatur dengan periodontitis apikalis.17 Ciprofloxacin merupakan bakterisidal yang beraksi melalui inhibisi DNAgyrase yang menyebabkan degradasi DNA. Aktivitas bakterisidalnya bertahan selama fase multiplikasi dan juga pada fase istirahat bakteri. Ciprofloxacin memiliki aktivitas yang poten terhadap bakteri Gram-negatif namun sangat terbatas terhadap bakteri Gram-positif. Hampir semua bakteri anaerob resisten terhadap ciprofloxacin, oleh karena itu antibiotik ini seringkali dikombinasikan
dengan
metronidazole.
Black
dkk
menyatakan bahwa jika diaplikasikan sebagai obat saluran akar pada dosis yang rendah, efek sampingnya menjadi minimal.18 Metronidazole merupakan antimikroba bakterisid yang memiliki spektrum luas terhadap bakteri anaerob obligat dan juga terhadap bakteri yang menyebabkan nekrosis pulpa. Aktivitas antibakterinya sangat kuat terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif. Mekanisme kerjanya dengan cara masuk ke dalam membran sel bakteri untuk mengikat DNA dan merusak struktur heliksnya yang menyebabkan kematian sel.18 Lebih dari 99% bakteri yang diisolasi dari lesi karies pada gigi permanen tidak dapat hidup setelah dipapar dengan metronidazole 10µg/ml.16, 37, 38 Tetracycline, diantaranya adalah doxycycline dan minocycline merupakan kelompok antimikroba bakteriostatik. Kelompok ini memiliki spektrum yang luas terhadap mikroorganisme Gram-positif dan Gramnegatif. Antibiotik ini dapat mengakses sel bakteri melalui difusi pasif ke membran luar dan diikuti dengan transpor aktif ke membran dalam. Selanjutnya terjadi inhibisi sintesis protein pada permukaan ribosom. Minocycline dan doxycycline merupakan turunan semisintetik dari Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
20
tetracycline dengan aktivitas yang sama.18 Penggunaannya di dalam saluran akar dapat menyebabkan diskolorasi gigi dan menyebabkan masalah kosmetik sehingga kombinasinya seringkali dimodifikasi dengan menggunakan antibiotik lain seperti cefaclor, cefrodaxine, fosfomycin, rokitamycin.14, 33, 37 1.3.1.2 Ledermix® Ledermix® pertama kali dikembangkan oleh Schroeder dan Triadan pada tahun 1960. Pasta Ledermix® digunakan secara komersial sebagai obat saluran akar yang memiliki komponen antibiotik (demeclocycline calcium 3.2% yang merupakan turunan dari tetracycline) dan komponen steroid (triamcinolone acetonide 1%). Kedua komponen ini dicampur dengan basis polyethylene glycol. Pasta ini merupakan bahan yang nonsetting dan larut dalam air.14, 34, 39-41 Triamcinolone acetonide merupakan kortikosteroid poten yang sangat efektif untuk mengeliminasi atau mengurangi reaksi inflamasi. Namun penggunaan topikal dari steroid dapat menurunkan mekanisme pertahanan tubuh yang dapat memberikan akses bakteri untuk masuk ke sirkulasi sistemik. Oleh karena itu Schroeder menambahkan antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram-positif dan Gramnegatif untuk mencegah invasi bakteri.42 Komponen terapeutik Ledermix® ini dapat berdifusi melalui tubulus dentin dan sementum untuk mencapai jaringan periodontal dan periapikal.14,35 Agen aktif ini dilepaskan ke dalam sistem saluran akar dengan cepat pada hari pertama dan makin lama menurun secara eksponensial.39,43 Heling dan Pecht mengevaluasi keefektifan dari Ledermix® dalam mendisinfeksi tubulus dentin. Temuannya adalah bahwa Ledermix® efektif mengurangi Staphylococcus aureus di dalam tubulus dentin setelah 7 hari inkubasi, Ledermix® tidak efektif setelah 24 jam.44 Oleh karena itu penggunaannya disarankan oleh Abbot dkk untuk ditinggalkan di dalam saluran akar selama 2 sampai 12 minggu bergantung pada kondisi patologisnya.45 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
21
Beberapa penelitian tentang efek Ledermix® terhadap jaringan periapeks telah dilakukan. Penelitian in vivo yang dilakukan oleh Pierce dkk menyimpulkan bahwa Ledermix® merupakan obat saluran akar yang efektif untuk perawatan resorpsi akar peradangan pada gigi yang trauma karena Ledermix® tidak memiliki efek yang merusak jaringan ligamen periodonsium.46 Selain itu, Bryson dkk meneliti penggunaan pasta Ledermix® pada gigi anjing yang avulsi menunjukkan bahwa 59% permukaan
akar
menunjukkan
penyembuhan
setelah
replantasi
dibandingkan dengan jika digunakan kalsium hidroksida dengan penyembuhan hanya sebesar 14%.47 Pasta Ledermix® juga dapat dicampur dengan kalsium hidroksida atau pasta Pulpdent, khususnya digunakan untuk perawatan gigi imatur yang nekrosis.48 Taylor dkk yang meneliti viabilitas sel fibroblas tikus yang dipapar dengan pasta Ledermix® dan Pulpdent® menunjukkan bahwa Ledermix® dapat mematikan fibroblas tikus pada konsentrasi 0,001 mg/ml, sedangkan Pulpdent® pada konsentrasi 1 mg/ml. Efek toksik dari Ledermix® ® 20
Pulpdent .
sedikit
dihambat
dengan
mencampurkannya
dengan
®
Campuran Ledermix dan kalsium hidroksida yang dibuat
dengan perbandingan 50:50 menghasilkan pelepasan dan difusi komponen pasta Ledermix® yang lebih lama sehingga obat saluran akar dapat bertahan lebih lama di dalam saluran akar.43 Thong dkk juga membandingkan efek Pulpdent® dan Ledermix® terhadap penyembuhan dan resorpsi akar setelah replantasi. Hasilnya adalah bahwa inflamasi ligamen periodontal dan resorpsi akar peradangan dihambat oleh kalsium hidroksida dan kortikosteroid-antibiotik.49
1.3.2
Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) Penggunaan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dalam perawatan endodontik pertama kali diperkenalkan oleh Herman pada tahun 1920. Saat ini, kalsium hidroksida merupakan obat saluran akar yang sering digunakan. Kalsium hidroksida memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, pH yang tinggi (sekitar 12.5-12.8), dan tidak larut di dalam alkohol. Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
22
Sifat biologisnya antara lain, biokompatibilitas karena kelarutannya yang rendah dan difusi yang terbatas sehingga mampu memicu penyembuhan jaringan keras periapikal di sekitar gigi serta mencegah resorpsi akar dan stimulasi penyembuhan periapikal setelah trauma.34 Pasta kalsium hidroksida membunuh bakteri dengan kontak langsung melalui efek pH. Aktivitas antimikrobanya dengan pelepasan dan difusi ion hidroksil (OH-) yang menciptakan lingkungan yang sangat basa dan tidak kondusif untuk kelangsungan hidup mikroorganisme. Kecepatan difusi ion hidroksil lambat karena adanya kapasitas buffer dentin. Ion kalsium berguna memberikan efek terapeutik yang dimediasi melalui kanal ion yaitu stimulasi, migrasi, proliferasi sel dan mineralisasi.34 Telah banyak penelitian yang mendukung keefektifan dari antibakteri kalsium hidroksida dan penggunaannya sebagai obat saluran akar antar kunjungan dalam perawatan endodontik.14 Efek antibakteri dari kalsium hidroksida berdasarkan beberapa mekanisme yaitu aksi kimia dan fisik. Aksi kimianya adalah dengan ion hidroksilnya yang dapat merusak membran sitoplasma mikroba, menekan aktivitas enzim dan mengganggu metabolisme sel, serta inhibisi replikasi DNA dengan memotongnya. Kalsium hidroksida juga memiliki kemampuan untuk menghidrolisis lipid dari lipopolisakarida (LPS) bakteri yang kemudian dapat menginaktivasi aktivitas biologis dari lipopolisakarida dan mengurangi efeknya. Hal ini sangat penting karena bahan dinding sel bakteri yang mati dapat terus menstimulasi respon peradangan di dalam jaringan periradikular.14 Secara fisik, kalsium hidroksida beraksi sebagai barrier yang mengisi ruang di dalam saluran dan mencegah masuknya bakteri ke sistem saluran akar dan membunuh sisa mikroorganisme dengan menahan pertumbuhan substrat dan membatasi ruang untuk bermultiplikasi.34 Penelitian yang dilakukan oleh Min dkk, Yasuda dkk, Furey dkk menunjukkan bahwa kalsium hidroksida dapat menurunkan viabilitas sel pada sel kultur pulpa dan sel punca benih gigi manusia.50 Hal ini karena kalsium hidroksida menyebabkan nekrosis di daerah yang berdekatan dengan mineralisasi. Schroeder dan Granath menyatakan bahwa lapisan Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
23
nekrosis tersebut menghasilkan iritasi ringan pada jaringan dibawahnya sehingga terbentuk matriks yang termineralisasi. Kalsium tertarik ke daerah tersebut dan terbentuk mineralisasi dari matriks kolagen. Gulabivala juga menyebutkan bahwa bahan ini dapat mengiritasi jika terekstrusi dan dapat menyebabkan nekrosis terlokalisasi yang selflimiting. Ekstrusi dapat diikuti dengan nyeri yang parah selama 12-24 jam. Oleh karena itu disarankan untuk menyampur bahan ini dengan pasta steroid.33 Namun penelitian Ruparel dkk menunjukkan bahwa kalsium hidroksida pada semua konsentrasi dapat mempertahankan kelangsungan hidup sel. Temuan ini juga sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian yang mengatakan bahwa kalsium hidroksida memiliki potensi untuk menginduksi perbaikan dengan formasi barrier jaringan keras pada perawatan endodontik pulpa vital atau formasi dentin reaksioner ketika digunakan sebagai liner pada prosedur pulp capping indirek.10, 33 Kalsium hidroksida dapat dibuat dengan mencampur bubuk dengan air steril, salin, maupun larutan anestetikum, atau terdapat di pasaran sediaan yang sudah dibuat steril oleh pabrik menjadi kemasan siap pakai. Campurannya harus kental atau konsistensinya seperti pasta sehingga dapat membawa partikel kalsium hidroksida sebanyak mungkin ke dalam saluran akar. Untuk keefektifan yang maksimal, saluran akar harus diisi dengan homogen sampai sepanjang kerja.14 Namun terdapat beberapa hambatan
dalam
penggunaan
kalsium
hidroksida
yaitu
dalam
pembersihannya dari dalam saluran akar yang biasanya meninggalkan 20% sampai 45% pada permukaan dinding saluran akar bahkan setelah irigasi yang banyak dengan salin, NaOCl, atau EDTA.33 Sisa-sisa kalsium hidroksida dapat mempengaruhi setting time dari siler saluran akar berbasis zinc oxide eugenol.33, 34
1.4
Efek Obat Saluran Akar terhadap Viabilitas Sel Punca Obat saluran akar digunakan dalam perawatan endodontik untuk menghambat proliferasi dan mengeliminasi bakteri di dalam saluran akar yang masih ada setelah pembersihan kemomekanis khususnya bakteri di Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
24
lapisan dentin yang lebih dalam serta meminimalisasi bakteri baru yang masuk dari saluran akar lateral. Penggunaan obat saluran akar sangat penting
pada
prosedur
perawatan
endodontik
regeneratif
karena
instrumentasi yang dilakukan minimal atau tanpa instrumentasi sama sekali. Dengan kata lain keberhasilan dari perawatan endodontik regeneratif sangat dipengaruhi oleh disinfeksi dari saluran akar dan bahanbahan yang digunakan untuk disinfeksi tersebut.10 Obat saluran akar yang sering digunakan pada perawatan endodontik regeneratif antara lain adalah berbagai kombinasi dari antibiotik, khususnya TAP dan kalsium hidroksida. Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi toksisitas dari obat-obat saluran akar tersebut terhadap viabilitas sel punca. Secara garis besar efek antibakteri dari obat-obat saluran akar telah diketahui sangat efektif terhadap bakteri di dalam saluran akar, namun beberapa obat memiliki efek toksik terhadap sel punca mesenkim manusia.10 Triple Antibiotic Paste digunakan pada hampir semua penelitian regeneratif. Ruparel dkk meneliti efek obat saluran akar terhadap kelangsungan hidup sel punca pada prosedur endodontik regeneratif dan menyatakan bahwa TAP memiliki efek letal pada konsentrasi 1-6 mg/ml, namun pada konsentrasi 0.1 mg/ml efek toksiknya tidak ada.10 Hasil yang sama juga dinyatakan oleh penelitian Phumpatrakom dan Srisuwan bahwa 1 mg/ml TAP memiliki toksisitas yang sangat tinggi terhadap sel pulpa dengan kematian sel sebesar 100% setelah dipapar selama 7 hari.51 Sedangkan aplikasi kalsium hidroksida tidak memiliki efek yang mematikan terhadap sel punca, bahkan kalsium hidroksida dengan konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan proliferasi/ kelangsungan hidup sel punca pulpa.10 Obat saluran akar lain yang masih digunakan adalah Ledermix®. Taylor dkk menyatakan bahwa Ledermix® dapat mematikan fibroblas tikus pada konsentrasi 0,001 mg/ml, sedangkan Pulpdent® atau pasta kalsium hidroksida pada konsentrasi 1 mg/ml. Efek toksik dari Ledermix® sedikit dihambat dengan mencampurkannya dengan Pulpdent®.20 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
25
Obat-obat saluran akar dapat mempengaruhi sel punca pada 2 waktu yang berbeda yaitu pada saat obat terekstrusi atau berdifusi ke dalam pulpa atau efek dari residu antimikroba pada saat sel punca dibawa ke dalam saluran akar melalui pendarahan. Beberapa obat saluran akar pada konsentrasi tertentu memiliki efek yang mematikan terhadap kelangsungan hidup sel. Oleh karena itu obat saluran akar yang digunakan dalam prosedur endodontik regeneratif harus dipilih secara selektif dan menggunakan konsentrasi yang sesuai untuk mendapatkan keefektifan antibakteri namun tidak mengiritasi sel punca yang ada.10
1.5
Uji Imunofluoresens52-54 Imunofluoresens merupakan suatu teknik pewarnaan histokimia dengan menggunakan reaksi antigen-antibodi dimana antibodi ditandai dengan pewarna fluorescent dan kompleks antigen-antibodi divisualisasi menggunakan mikroskop fluoresens. Dalam teknik ini, antibodi berikatan secara kimiawi dengan pewarna seperti fluorescein isothiocyanate (FITC) atau tetramethyl rhodamine isothiocyanate (TRITC). Antibodi yang sudah ditandai ini berikatan (secara direk atau indirek) dengan antigen yang sesuai kemudian dideteksi melalui teknik Imunofluoresens. Terdapat dua metode imunofluoresens yaitu direk dan indirek. Imunofluoresens direk lebih jarang dipakai karena antibodi berikatan secara kimiawi dengan pewarna fluorescent. Pada metode indirek, antibodi spesifik (antibodi primer) belum ditandai, kemudian antibodi antiimmunoglobulin (antibodi sekunder) yang sudah ditandai dengan pewarna fluorescent. diarahkan ke antibodi primer (Gambar 2.4).
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
26
Gambar 2.5. Skema imunofluoresens direk dan indirek
Kelebihan dari teknik direk adalah waktu yang lebih singkat dan prosedur penandaannya lebih sederhana. Pada kasus dimana terdapat beberapa antibodi yang ditumbuhkan pada spesies yang sama, seperti 2 mouse monoclonal, diperlukan penandaan direk. Kekurangannya adalah hasil yang didapat lebih tidak akurat, secara umum lebih mahal, lebih tidak fleksibel dan prosedur penandaannya sulit dilakukan jika tidak terdapat konjugat direk. Sedangkan kelebihan dari teknik indirek adalah memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada teknik direk. Hal ini disebabkan oleh adanya amplifikasi dari sinyal pada immunofluoroscence indirek karena lebih dari 1 antibodi sekunder dapat berikatan dengan tiap antibodi primer. Antibodi sekunder yang diproduksi secara komersial biasanya tidak mahal, tersedia dalam warna beberapa warna, dan kualitasnya terkontrol. Sementara kekurangannya meliputi potensi reaktivitas silang dan perlu memakai antibodi primer yang tidak dibuat pada spesies yang sama.
1.6
Uji MTT55, 56 Viabilitas sel adalah kemungkinan sel untuk dapat bertahan hidup. Viabilitas sel dapat digunakan sebagai ukuran sitotoksisitas dari suatu bahan yang dapat dilihat dari adanya respon sel jangka pendek seperti perubahan permeabilitas membrane atau gangguan metabolism tertentu. Uji sitotoksisitas merupakan suatu metode untuk mengetahui apakah suatu bahan bersifat toksik terhadap sel tertentu. Sitotoksisitas ditandai dengan Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
27
adanya penurunan proliferasi sel/ viabilitas sel/ sintesis asam nukleat atau protein. Berbagai macam assay telah dikembangkan untuk mempelajari viabilitas dan proliferasi dalam populasi sel. Assay yang paling modern dan paling tepat adalah assay dengan format microplate (96-well plates). Metode ini mengukur aktivitas meabolisme dari pertumbuhan sel setelah diapapar dengan bahan yang akan diuji. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan substrat colorimetric MTT. MTT (3-(4,5-dimethythiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) yang merupakan garam tetrazolium berwarna kuning yang larut dalam air. MTT assay pertama kali diperkenalkan oleh Mosmann pada tahun 1983 untuk mengukur sitotoksisitas dan proliferasi sel atau aktivitas sel. Prinsip dasarnya adalah untuk mengukur aktivitas selular berdasarkan aktivitas succinate dehydrogenase di dalam mitokondria sel untuk mereduksi
garam
metabolisme,
methyhiazol
sel-sel
yang
tetrazolium
hidup
akan
(MTT).
Pada
menghasilkan
proses succinic
dehydrogenase. Enzim ini akan bereaksi dengan MTT dan membentuk kristal formazan berwarna ungu yang jumlahnya sebanding dengan aktivitas sel yang hidup karena kristal ini bersifat impermeable terhadap membran sel yang mati. Nilai absorbansi atau optical density (OD) dari kristal formazan yang telah dilarutkan dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang antara 550-670 nm. Selanjutnya, viabilitas sel dinyatakan dengan membandingkan nilai absorbansi kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol menggunakan rumus dari In Vitro Technologies sebagai berikut: Viabilitas sel (% dari kontrol)
= Nilai absorbansi kelompok perlakuan x 100% Nilai absorbansi kelompok kontrol
Persentase dari viabilitas sel yang telah dihitung kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria Dalh dkk sebagai berikut:57 1. Viabilitas sel <30% = sitotoksik berat Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
28
2. Viabilitas sel 30%-60% = sitotoksik sedang 3. Viabilitas sel 60%-90% = sitotoksik rendah 4. Viabilitas sel >90% = tidak sitotoksik
1.7
Kerangka Teori Tujuan
akhir
perawatan
endodontik
adalah
tercapainya
kesembuhan yang biologis yaitu terjadinya regenerasi. Perawatan endodontik
konvensional
yang
dilakukan
saat
ini
menghasilkan
kesembuhan jaringan berupa repair yaitu penggantian jaringan yang rusak dengan material sintetik biokompatibel tetapi tidak mengembalikan fungsi biologis dan bentuk fisik yang menyerupai jaringan sebelumnya. Konsep perawatan endodontik regeneratif dilakukan untuk menggantikan jaringan pulpa yang rusak atau hilang dengan jaringan baru yang memiliki struktur dan fungsi yang sama. Prosedur endodontik regeneratif ini dapat dicapai dengan dilakukannya disinfeksi saluran akar dan diikuti dengan aplikasi teknik rekayasa jaringan. Disinfeksi saluran akar pada konsep endodontik regeneratif ini didapatkan dari irigasi saluran akar dan penggunaan obatobatan saluran akar. Pemilihan bahan disinfektan ini sangat penting karena dapat memberikan efek terhadap sel punca dalam proses regenerasi selain sifat antibakterinya. Pemeran utama pada rekayasa jaringan adalah sel punca yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi jaringan yang diinginkan. Sel punca yang
ropyl di dalam saluran akar yang steril akan
menghasilkan regenerasi dari sel pulpa yang vital.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
29
Gambar 2.6. Kerangka teori
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
30
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Konsep Sel punca mesenkim pulpa dipaparkan dengan TAP, Ledermix®, dan kalsium hidroksida, kemudian viabilitas selnya diukur dengan uji MTT.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep.
3.2
Hipotesis
3.2.1
Hipotesis Mayor Obat saluran akar triple antibiotic paste (TAP), Ledermix®, dan kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2) dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa.
3.2.2
Hipotesis Minor 1. Ledermix® dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa lebih rendah dibandingkan dengan TAP. 2. TAP dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa lebih rendah dibandingkan dengan Ca(OH)2. 3. Ledermix® dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa lebih rendah dibandingkan dengan Ca(OH)2.
30
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
31
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik
4.2
Sampel Penelitian dan Bahan Uji Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel punca mesenkim dari pulpa gigi molar 3 permanen imatur dengan apeks yang masih terbuka (kultur primer). Kriteria inklusinya adalah: 1. Gigi molar 3 permanen yang diindikasikan untuk diekstraksi 2. Pasien pria atau wanita dengan usia antara <20 tahun 3. Pemeriksaan radiografik menunjukkan bahwa gigi imatur pada tahap perkembangan dengan apeks terbuka (>1.5 mm) 4. Pasien bersedia untuk berpartisipasi dan menandatangani informed consent Kriteria eksklusinya adalah: 1. Gigi molar 3 permanen dengan karies atau penyakit pulpa dan periapikal 2. Kultur terkontaminasi jamur/ bakteri lain, warna media berubah 3. Sel-sel tidak tumbuh baik pada pasase 1 dan seterusnya Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah Triple Antibiotic Paste (TAP) yang merupakan campuran ciprofloxacin 200 mg (Bernofarm, Indonesia), metronidazole 500 mg (Indofarma, Indonesia), dan doxycycline 100 mg (OGB Dexa, Indonesia); Ledermix® (Riemser Pharma GmbH, Germany), dan Ca(OH)2 (Merck, Germany) bubuk murni.
31 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
32
4.3
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dari bulan JuliOktober 2014.
4.4
Variabel Penelitian
4.4.1
Variabel Bebas TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 bubuk murni
4.4.2
Variabel Terikat Viabilitas sel punca mesenkim pulpa.
4.5
Definisi Operasional
Variabel Sel
Definisi
Cara Pengukuran
punca Sel punca diperoleh dari isolasi Diidentifikasi dengan
mesenkim
kultur primer jaringan pulpa uji
pulpa
gigi molar 3 dewasa muda untuk
(DPSC)
(<20 tahun). Sel ini dideteksi penandaSTRO-1. dengan
penanda
STRO-1
yang
Skala Numerik
imunofluoresens melihat
molekuler dipropagasi
secara in vitro. Triple
Pasta campuran antibiotik yang Dilarutkan di dalam Numerik
Antibiotic
terdiri
Paste (TAP)
antibiotik
5
bagian
campuran DMEM
dengan
(ciprofloxacin konsentrasi 1 mg/ml
masukin merk, metronidazole, dan 0.1 mg/ml dan doxycycline dengan rasio 1:1:1) yang dicampur dengan 1 bagian pelarut (macrogol dan propylene glycol dengan rasio 1:1)
sampai
dempul. Ledermix®
konsistensinya
58
Pasta campuran triamcinolone Dilarutkan di dalam Numerik acetonide dengan konsentrasi DMEM
dengan Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
33
1% dan demeclocycline dengan konsentrasi 1 mg/ml konsentrasi dengan
3.2%
basis
dicampur dan 0.1 mg/ml
polyethylene
glycol. bubuk Dilarutkan di dalam Numerik
Kalsium
Kalsium
hidroksida
hidroksida
murni
dicampur
bubuk murni
aquades
dengan
(Ca(OH)2)
sampai mencapai konsistensi dan 0.1 mg/ml
dengan DMEM rasio
dengan
2:1 konsentrasi 1 mg/ml
berbentuk pasta berpasir atau slurry. Viabilitas sel
Kemampuan sel untuk dapat Uji hidup setelah terpapar suatu pada bahan/ senyawa bioaktif.
dihitung Numerik
MTT
microplate dengan
reader panjang 595
gelombang nm
didapatkan
dan nilai
optical density (OD). Kemudian viabilitas
nilai sel
dinyatakan
dalam
persen perbandingan kelompok perlakuan terhadap
kelompok
kontrol.
4.6
Alat, Bahan, dan Cara Kerja
4.6.1
Alat 1. Botol Schott 2. Tube 15 ml 3. Tube 50 ml 4. Flask 25 ml Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
34
5. Vial 6. Centrifuge 7. 6 well plate 8. 96 microwell plate 9. Micropipettor 10. Tips micropippet 11. Syringe 50 ml 12. Sartorius Minisart single use syringe filter sterile-EO (0.20 µm) 13. Inkubator 14. Orbital Shaker 15. Microplate reader (Bio-Rad) 16. Biohazard cabinet 17. Vortexer 18. Mikroskop inverted 19. Mikroskop fluoresens 20. Hemocytometer glass 21. Scalpel 22. Kertas parafilm 23. Spidol 24. Masker dan sarung tangan 25. Carborandum Disc 26. Mikromotor
4.6.2
Bahan 1. Medium kultur: Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM), rendah glukosa dan mengandung L-Glutamine, 110 mg/L Sodium Pyruvate dan Pyridoxine Hydrochloride. 2. Penicillin – Streptomycin yang mengandung 10.000 Units/ml Penicillin G Sodium dan 10.000 µg/ml Streptomycin Sulfate dalam salin 0.85% 3. Fetal Bovine Serum (FBS) 4. Gigi molar 3 imatur yang baru diekstraksi Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
35
5. Trypsin EDTA 6. Phosphate Buffer Saline (PBS) 7. Trypan blue 8. Slide chamber 9. Aceton methanol absolute 10. Primary antibody STRO-1 mouse monoclonal IgM (sc-47733) 11. Secondary antibody goat anti mouse IgM FITC (sc-2082) 12. Ciprofloxacin 200 mg (Bernofarm, Indonesia) 13. Metronidazole 500 mg (Indofarma, Indonesia) 14. Doxycycline 100 mg (OGB Dexa, Indonesia) 15. Ledermix® (Riemser Pharma GmbH, Germany) 16. Bubuk Ca(OH)2 (Merck, Germany) 17. Aquades 18. Larutan MTT 5 mg/ml 19. Ethanol 20. Evans blue
4.6.3
Cara Kerja
4.6.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Seluruh alat, bahan dan prosedur kerja harus dijaga agar tetap steril. Oleh karena itu sebelum memulai penelitian, beberapa alat dan bahan seperti tips micropippette, botol Schott, dan PBS disterilisasi dengan autoclave (120 °C) selama 20 menit. Seluruh prosedur kerja dilakukan di dalam biohazard cabinet.
4.6.3.2 Pembuatan Medium Kultur Lengkap (dilakukan di dalam biohazard cabinet) Medium kultur lengkap adalah medium DMEM yang mengandung Penicillin Streptomycin dan FBS 20 %. Kemudian medium kultur tersebut difiltrasi dengan menggunakan Sartorius Minisart single use syringe filter sterile 50 ml dengan diameter 0.2 µm. Simpan di lemari pendingin.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
36
4.6.3.3 Kultur Sel Punca Mesenkim Pulpa a. Isolasi sel primer Gigi molar 3 imatur yang baru diekstraksi (kurang dari 24 jam) dibersihkan, lalu direndam di dalam 20 ml medium kultur lengkap. Gigi dibelah dengan menggunakan carborandum disc. Jaringan pulpa diambil dan dipotong menjadi fragmen 2x2x1 mm dan diinkubasi di dalam petri dish dengan trypsin 0.25% selama 5 menit. Kemudian sel dimasukkan ke dalam 6 well plate dengan DMEM lengkap. Sel diinkubasi di dalam inkubator 37 °C, 5 % CO2 sampai confluent. b. Subkultur sel Setelah sel tumbuh confluent, medium dibuang dan sel dicuci dengan 10 ml PBS untuk membersihkan sisa medium yang ada Trypsin (0.125%) ditambahkan ke dalam flask sebanyak 5 mL, kemudian inkubasi pada 37oC selama 5 menit. Tambahkan medium sebanyak 10 ml untuk mengehentikan kerja trypsin. Sel yang telah lepas dari substratnya dimasukkan ke dalam tabung 15 mL kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang kemudian sel diresuspensi di dalam flask 25 ml dengan DMEM lengkap.
c. Perhitungan jumlah sel dan penempatan ke dalam well plate Sel dihitung dengan menggunakan hemocytometer. Sel disiapkan pada 96 well plate dengan jumlah sel 5000 per well. Jumlah sel dihitung dengan rumus: C1 x V1 = C2 x V2. Sel kemudian diinkubasi selama 24 jam di dalam medium pada suhu 37 °C dan 5 % CO2. 4.6.3.4 Uji Imunofluoresens Sel ditanam di dalam slide chamber sebanyak 5000 sel kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 3 hari. Pada hari ke-3, medium dibuang dan difiksasi menggunakan larutan aceton methanol
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
37
absolute selama 2 menit. Setelah difiksasi, sel dicuci dengan larutan PBS sebanyak tiga kali, pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit. Setelah kering preparat diberi antibodi primer yang dilarutkan dalam PBS dengan konsentrasi 100%, 50%, dan 25% dengan jumlah per chamber 100 µl.. Kemudian inkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit untuk memberi waktu bagi antibodi untuk berikatan dengan antigen. Preparat kembali dicuci dengan larutan PBS sebanyak tiga kali dengan pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit, kemudian ditambahkan antibodi sekunder FITC yang akan berikatan dengan antibodi pertama. Preparat diinkubasi selama 60 menit menit pada suhu 37°C untuk memberi waktu bagi antibodi sekunder berikatan dengan antibodi primer. Preparat kembali dicuci menggunakan larutan PBS sebanyak tiga kali dengan pencucian terakhir dilakukan selama 5 menit. Setelah itu preparat diberi pewarna Evans Blue untuk memberi warna latar belakang, kemudian preparat dibilas dengan aquabides. Setelah kering, diakukan pengamatan preparat sel dengan menggunakan mikroskop fluoresens.
4.6.3.5 Aplikasi Bahan Uji a. Pembuatan TAP59 Tablet metronidazole dan ciprofloxacin digerus menggunakan lumpang dan alu porselen sampai menjadi bubuk halus. Doxycyclin dibuka dari kapsulnya dan dikeluarkan bubuknya. Masing-masing antibiotik disimpan di dalam botol porselen dengan tutup. TAP dipersiapkan dengan 2 tahap: yang pertama antibiotik bubuk dicampur dengan rasio 1:1:1 (3Mix) dan yang kedua campuran macrogol (M) dan propylene glycol (P) dengan rasio 1:1 sebagai bahan pelarutnya (MP). Campuran antibiotik dan pelarut kemudian diaduk rata sampai konsistensi dempul.
b. Pembuatan pasta kalsium hidroksida Bubuk kalsium hidroksida dicampur dengan aquades sampai membentuk konsistensi pasta berpasir. Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
38
c. Dilusi dan perendaman bahan Pasta TAP, Ledermix®, pasta Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam tube 15 ml kemudian ditimbang. Tambahkan medium sampai konsentrasi bahan 1 mg/ml dengan rumus: C1 x V1 = C2 x V2. Kemudian didilusi dengan medium sampai konsentrasi 0.1 mg/ml. Masing-masing bahan diinkubasi selama 1 dan 2 hari di dalam inkubator. Kecuali untuk bahan yang dibuat fresh tidak diinkubasi dan langsung dipapar ke sel.
4.6.3.6 Uji MTT Setelah inkubasi 24 jam, medium kultur sel dibuang dan bahan uji dipaparkan sebanyak 100 µl per well dengan 3 kali ulangan. Sel tanpa perlakuan disertakan sebagai kelompok kontrol. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 48 jam. Senyawa
3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium
bromide (MTT) ditambahkan sebanyak 100 µl kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 4 jam. Supernatan sel dibuang dan kristal formazan yang terbentuk dilarutkan dengan etanol 70%. Pembacaan optical density dilakukan menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi (OD) tiap kelompok perlakuan kemudian dipersentasekan terhadap kelompok kontrol untuk menentukan viabilitas sel.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
39
4.7
Alur Penelitian
Gambar 4.1. Alur Penelitian
4.8
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk menentukan rata-rata dan simpang baku. Uji normalitas data dengan menggunakan Shapiro-Wilk karena jumlah data kecil (n < 50). Data tersebut memiliki distribusi normal jika P > 0.05. Apabila distribusi data normal dan data homogen serta diketahui bahwa jenis data kategorik dan numerik maka selanjutnya dilakukan analisis statistik parametrik dengan One-Way ANOVA dengan confidence interval 95%. Uji ANOVA dan post hoc Bonferroni dilakukan untuk membandingkan optical density (OD) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
40
BAB 5 HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini telah dilakukan uji eksperimental laboratorik untuk mengevaluasi efek obat saluran akar terhadap kultur sel punca mesenkim pulpa. Untuk memastikan bahwa sel kultur primer dari pulpa gigi yang digunakan adalah benar merupakan sel punca mesenkim, maka dilakukan uji imunofluoresens dengan menggunakan antibodi STRO-1. Gambaran mikroskopis dari hasil uji tersebut dapat dilihat pada gambar 5.1.
A
B
C
D
Gambar 5.1. Gambaran mikroskopis hasil uji imunofluoresens. Gambaran dengan pendaran berwarna hijau menandakan bahwa sel-sel tersebut positif terhadap STRO-1. (A) Kelompok kontrol yaitu sampel yang tidak ditambahkan dengan antibodi primer STRO-1, (B) Kelompok perlakuan pertama, ditambahkan dengan antibodi primer tanpa pengenceran, (C) Kelompok perlakuan kedua, ditambahkan antibodi primer dengan pengenceran 2x, (D) Kelompok perlakuan ketiga, sampel ditambahkan antibodi primer dengan pengenceran 4x.
Pada gambar 5.1 (A) terlihat gambaran sel berwarna merah yang menunjukkan bahwa tidak ada antibodi primer yang berikatan dengan antigen sel sehingga antibodi sekunder tidak dapat bereaksi dengan antibodi primer dan Universitas Indonesia
40 Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
41
menghasilkan pendaran warna hijau. Sedangkan pada gambar 5.1 (B) – (D) terlihat gambaran pendaran warna hijau yang menandakan bahwa sel tersebut positif terhadap STRO-1 dan merupakan sel punca mesenkim. Selanjutnya sel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan adalah kelompok sel yang dipapar dengan bahan uji/ senyawa bioaktif yaitu Triple Antibiotic Paste (TAP), Ledermix® dan kalsium hidroksida bubuk murni (Ca(OH)2), dengan konsentrasi masing-masing 0.1mg/ml dan 1mg/ml. Gambaran mikroskopis kelompok kontrol dan perlakuan setelah diinkubasi selama 2 hari pada 96-wellplate dapat dilihat pada gambar 5.2 - 5.5.
Gambar 5.2. Gambaran mikroskopis sel kelompok kontrol dengan medium pada 96wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x
A
B
Gambar 5.3. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar TAP dengan medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok perlakukan yang dipapar TAP 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar TAP 1 mg/ml.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
42
A
B
Gambar 5.4. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar Ledermix® dengan medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok perlakukan yang dipapar Ledermix® 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar Ledermix® 1 mg/ml.
A
B
B
Gambar 5.5. Gambaran mikroskopis sel kelompok perlakuan yang dipapar Ca(OH)2 dengan medium pada 96-wellplate setelah inkubasi selama 2 hari dengan pembesaran 32x. (A) Kelompok perlakukan yang dipapar Ca(OH)2 0.1 mg/ml, (B) Kelompok perlakukan yang dipapar Ca(OH)2 1 mg/ml.
Gambar 5.2 memperlihatkan gambaran mikroskopis kultur sel kontrol yaitu yang tidak dipaparkan dengan senyawa bioaktif. Morfologi selnya seperti fibroblas yaitu badan sel kecil berbentuk spindel dan panjang tipis yang merupakan ekstensi sitoplasmik, serta terlihat jumlah sel yang cukup padat dan tersebar merata (confluent).60 Sedangkan pada gambar 5.3, gambaran mikroskopis kelompok perlakuan TAP menunjukkan bentuk morfologi sel memendek dengan kepadatan yang berkurang jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kemudian pada gambar 5.4 yang merupakan gambaran mikroskopis kelompok perlakuan Ledermix® memperlihatkan bahwa bentuk morfologi sel sudah berubah dengan kepadatan yang juga berkurang. Pada gambar 5.5 yaitu gambaran Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
43
mikroskopis kelompok perlakuan Ca(OH)2 menunjukkan bentuk morfologi sel yang hampir sama dengan kelompok kontrol dan dengan jumlah sel yang cukup padat. Selanjutnya parameter yang digunakan untuk mengukur viabilitas sel adalah dengan uji MTT dan dibaca dengan microplate reader. Hasil pengukurannya berupa optical density (OD) dan kemudian dinyatakan dalam persentase terhadap kelompok kontrol sebagai viabilitas sel pulpa. Untuk dapat menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya perbedaan kondisi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah akibat dari intervensi pada penelitian ini, dilakukan uji statistik kemaknaan One-Way ANOVA dan post hoc Bonferroni dengan confidence interval 95%. Sebelumnya data harus memenuhi syarat yaitu memiliki data kategorik dan numerik dengan kelompok perlakuan lebih dari 2 kelompok serta memiliki distribusi data yang normal. Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel dapat dilihat pada tabel 5.1 sedangkan nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.1. Nilai rerata OD dan persentase viabilitas sel kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Kelompok
Rerata OD ± SD
Viabilitas Sel ± SD (%)
Kontrol
0.325 ± 0.025
100 ± 7.7
Konsentrasi 0.1 mg/ml TAP Ledermix® Ca(OH)2
0.139 ± 0.016 0.049 ± 0.011 0.148 ± 0.019
42.8 ± 4.9 15.1 ± 3.4* 45.5 ± 5.8**
Konsentrasi 1 mg/ml 0.121 ± 0.003 TAP 37.2 ± 0.9** 0.024 ± 0.006 Ledermix® 7.4 ± 1.8* 0.097 ± 0.014 29.8 ± 4.3 Ca(OH)2 Keterangan Tabel 5.1: Nilai viabilitas sel yang dipapar dengan larutan bahan tanpa perendaman berkonsentrasi 0.1 mg/ml yang tertinggi (**) adalah Ca(OH)2 dan yang terendah (*) adalah Ledermix®, sedangkan yang dipapar dengan larutan berkonsentrasi 1 mg/ml nilai tertinggi adalah TAP dan yang terendah tetap Ledermix®.
Tabel 5.1 menunjukkan nilai viabilitas sel yang dipapar dengan larutan bahan uji tanpa perendaman. Pada kelompok sel yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 0.1 mg/ml, nilai yang tertinggi dicapai oleh Ca(OH)2 (45.5% ± Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
44
5.8%) dan yang terendah adalah Ledermix® (15.1% ± 3.4%). Kemudian pada sel yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 1 mg/ml nilai tertinggi adalah TAP dan yang terendah tetap Ledermix®. Tabel 5.2. Nilai kemaknaan viabilitas sel kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. (P < 0.05) Kontrol vs TAP
Kontrol vs Ledermix®
Kontrol vs Ca(OH)2
0.1 mg/ml
0.000*
0.000*
0.000*
1 mg/ml
0.015*
0.000*
0.000*
Keterangan tabel 5.2: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada semua perbandingan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol(*).
Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari pemaparan larutan bahan uji tanpa perendaman dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml, viabilitas sel semua kelompok perlakuan lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan secara statistik perbedaan itu bermakna (P < 0.05). Tabel 5.3. Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel antara kelompok perlakuan yang dipapar dengan bahan uji dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. (P < 0.05) Kelompok perlakuan
Nilai P 0.1 mg/ml vs 1 mg/ml
TAP
1.000
Ledermix®
0.000*
Ca(OH)2
0.000*
Keterangan tabel 5.3: Perbedaan yang bermakna (*) terlihat pada perbandingan nilai viabilitas sel kelompok Ledermix® dan pada kelompok Ca(OH)2.
Tabel 5.3 menunjukkan hasil perbandingan nilai viabilitas sel kelompok perlakuan yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 0.1 mg/ml dengan 1 mg/ml. Perbedaan yang tidak bermakna secara statistik pada kelompok perlakuan TAP. Sedangkan pada kelompok perlakuan Ledermix® dan Ca(OH)2 menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
45 Tabel 5.4. Nilai kemaknaan perbandingan viabilitas sel kelompok perlakuan TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 berdasarkan pengelompokan konsentrasi bahan uji. (P < 0.05) TAP vs Ledermix®
TAP vs Ca(OH)2
Ca(OH)2 vs Ledermix®
0.1 mg/ml
0.002*
1.000
0.000*
1 mg/ml
0.000*
1.000
0.004*
Keterangan tabel 5.4: Perbedaan bermakna (*) terlihat pada perbandingan nilai viabilitas sel antara kelompok Ledermix® dengan TAP serta dengan Ca(OH)2 pada konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml.
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa viabilitas sel yang dipapar dengan bahan uji berkonsentrasi 0.1 mg/ml, kelompok perlakuan TAP (42.8%) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan Ledermix® (15.1%), begitu juga dengan kelompok perlakuan TAP konsentrasi 1 mg/ml (37.2%) nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan Ledermix® (7.4%), perbedaan ini berbeda secara statistik. Sama halnya dengan perbandingan viabilitas sel kelompok perlakuan Ca(OH)2 semua konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan Ledermix® dan perbedaannya bermakna secara statistik. Sedangkan nilai viabilitas sel pada kelompok perlakuan Ca(OH)2 semua konsentrasi lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada kelompok perlakuan TAP, namun perbedaannya tidak bermakna secara statistik.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
46
BAB 6 PEMBAHASAN
Penelitian tentang regenerasi endodontik sudah banyak dilakukan sejak tahun 1993. Adapun tujuan dari perawatan regenerasi ini adalah tercapainya kesembuhan yang biologis yaitu terjadinya regenerasi. Regenerasi jaringan menghasilkan arsitektur alami dan fungsi biologis seperti jaringan asli. Tahapan yang sangat penting dalam perawatan ini adalah disinfeksi kimia dari sistem saluran akar dengan irigasi dan peletakkan obat saluran akar selama beberapa minggu untuk membunuh bakteri dan kuman yang masih ada di tubulus dentin dalam. Penelitian tentang regenerasi endodontik di Indonesia ini masih sangat sedikit, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efek obat saluran akar yang biasa digunakan dalam perawatan saluran akar terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa. Pada penelitian ini digunakan kultur primer sel punca mesenkim pulpa (DPSC) sesuai dengan pernyataan Perez dkk (2003) bahwa hasil penggunaan sel primer untuk menguji suatu bahan endodontik akan jauh lebih mendekati keadaan yang sebenarnya jika dibandingkan dengan sel sekunder.61 Sel yang umum digunakan dalam penelitian regeneratif adalah sel punca yang berasal dari papila apikal (SCAP), karena SCAP memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan DPSC.62 Namun, pada penelitian ini digunakan DPSC karena sel ini masih membawa informasi morfogenetik yang berasal dari SCAP. DPSC merupakan suatu kesatuan dengan SCAP yang dipisahkan oleh apical cell rich zone pada tahap odontogenesis, khususnya pada gigi imatur dengan apeks akar yang belum menutup sempurna.63 Chuensombat dkk (2013) juga menyatakan bahwa DPSC mungkin dapat bertahan di dalam saluran akar yang terinfeksi sehingga terdapat kemungkinan bahwa DPSC adalah sel yang mengalami regenerasi.64 Selain itu, volume DPSC lebih banyak sepuluh kali lipat dibandingkan dengan sel primer dari SCAP, mempunyai tingkat kontaminasi yang Universitas Indonesia
46 Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
47
lebih rendah karena letaknya lebih ke koronal dari ujung apeks gigi, sehingga meminimalisasi risiko kontak dengan lingkungan luar pada saat pengambilan. Terdapat heterogenitas di dalam populasi sel punca mesenkim, dengan selsel yang mengekspresikan penanda molekuler yang berbeda-beda. DPSC merupakan sel punca mesenkimal dewasa yang dapat dikarakteristikkan secara in vitro oleh ekspresi marker STRO-1.29, 62, 65 Antibodi STRO-1 merupakan antibodi monoklonal yang menandai subpopulasi sel punca mesenkim sebagai colony forming unit fibroblast (CFU-F) karena sel punca mesenkim memiliki morfologi yang menyerupai fibroblas secara in vitro.66,
67
Pemilihan STRO-1 sebagai
penanda molekuler DPSC pada penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan spesifisitas yang konsisten dari STRO-1 sebagai penanda sel punca mesenkim.29, 68 Pada penelitian ini, marker STRO-1 dideteksi pada DPSC dengan menggunakan metode uji imunofluoresens indirek. Imunofluoresens merupakan suatu teknik pewarnaan histokimia dengan menggunakan reaksi antigen-antibodi dimana antibodi ditandai dengan pewarna fluorescent dan kompleks antigen-antibodi divisualisasi menggunakan mikroskop fluoresens. Pada penelitian ini, digunakan metode imunofluoresens indirek karena adanya amplifikasi sinyal dari antibodi sekunder yang dapat berikatan dengan tiap antibodi primer, sehingga mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi.52-54 Terdapat beberapa metode untuk menguji sitotoksistas suatu bahan/ senyawa bioaktif. Parameter viabilitas sel yang digunakan pada penelitian ini adalah uji MTT. Metode ini dipilih karena mempunyai sensitivitas yang baik dalam mengevaluasi sitotoksisitas bahan uji, selain itu memiliki tahapan prosedur yang relatif cepat, serta mudah dilakukan kembali apabila diperlukan uji ulang. Metode ini mengukur aktivitas metabolisme pertumbuhan sel setelah dipapar dengan bahan uji. Prinsip dasarnya adalah untuk mengukur aktivitas selular berdasarkan aktivitas enzim succinate dehydrogenase di dalam mitokondria sel untuk mereduksi garam methyhiazol tetrazolium (MTT). Enzim ini akan bereaksi dengan MTT dan membentuk kristal formazan berwarna ungu yang jumlahnya sebanding dengan aktivitas sel yang hidup karena kristal ini bersifat impermeabel terhadap membran sel yang mati.55, 56 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
48
Selanjutnya untuk mengetahui apakah perbedaan bahan uji dengan konsentrasi yang berbeda pada penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap viabilitas sel punca mesenkim pulpa dilakukan uji statistik kemaknaan One-Way ANOVA, dan perbandingan antar kelompok perlakuan didapatkan dengan uji post hoc Bonferroni. Pada penelitian ini diperoleh hasil secara keseluruhan bahwa viabilitas sel pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 5.1 dan 5.2). Dengan demikian hipotesis pertama yaitu TAP dan Ledermix® dapat menurunkan viabilitas sel DPSC diterima sedangkan hipotesis kedua yaitu kalsium hidroksida dapat meningkatkan viabilitas sel DPSC ditolak. Viabilitas sel pada kelompok perlakuan TAP dengan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan hasil ini memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Chuensombat dkk (2013) yang menunjukkan bahwa TAP memiliki efek toksik terhadap sel pulpa dan sel papila apikal pada konsentrasi 25 µg/ml. Hal ini disebabkan karena pH TAP yang rendah (pH= 4-4,6), disebabkan oleh pelepasan ion hidrogen dari gugus hidroklorid pada minosiklin hidroklorit dan ciprofloksasin hidroklorit, sehingga menyebabkan kondisi asam yang tidak menguntungkan untuk kultur sel. pH yang rendah juga dapat mempertahankan kelarutan TAP, serta masuk ke dalam sel, sehingga menambah sitotoksisitasnya. Sedangkan diketahui bahwa metronidazole tidak memiliki sifat toksik karena memiliki pH yang netral.64 Oleh karena itu, antibiotik lain dengan pH netral harus dipilih sebagai pengganti minosiklin dan ciprofloksasin. Namun, antibiotik alternatif tersebut juga harus memiliki sifat antibakteri yang poten. Pada Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa nilai viabilitas sel pada kelompok perlakuan Ledermix® sangat rendah yaitu dibawah 30%. Berdasarkan kriteria Dahl, kondisi tersebut termasuk dalam kategori toksisitas tinggi.57 Ledermix® dengan konsentrasi 1 mg/ml juga secara signifikan menurunkan viabilitas sel lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi 0.1 mg/ml. Hal ini didukung oleh penelitian Taylor dkk (2009) pada sel fibroblas tikus, yang menunjukkan bahwa Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
49
Ledermix® dapat mematikan sel pada konsentrasi sangat rendah yaitu 0.001 mg/ml.20
Sifat
sitotoksik
dari
Ledermix®
khususnya
dari
komponen
kortikosteroidnya adalah dengan menghambat fagositosis dan sintesis DNA/ protein dalam proses mitosis sel. Sehingga replikasi sel terhambat dan proses penyembuhan terganggu.20,
69
Hal ini dibuktikan oleh Oliveira dkk (2009) yang
menggunakan sel pulpa tikus yang dipapar dengan kortikosteroid-antibiotik (Otosporin®) selama 72 jam menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam proses penyembuhan jaringan setelah perawatan.70 Namun Taylor dkk (2009) menyatakan bahwa efek toksiknya dapat dihambat dengan cara dicampur dengan Pulpdent® (kalsium hidroksida). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Ledermix® sebagai medikamen dalam prosedur endodontik regeneratif harus dihindari karena dapat mengganggu proses regenerasi sel atau dapat digunakan dengan konsentrasi yang sangat rendah dan dikombinasikan dengan kalsium hidroksida. Nilai viabilitas sel kelompok yang dipapar dengan Ca(OH)2 0.1 mg/ml maupun 1 mg/ml juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh pH kalsium hidroksida yang tinggi (pH = 12.5 – 12.8) dapat menyebabkan nekrosis sel/ jaringan segera setelah berkontak, oleh karena itu dapat menghancurkan sel yang berpotensi untuk beregenerasi.17 Giro dkk (2010) meneliti efek kalsium hidroksida pada prosedur kaping pulpa direk terhadap sel pulpa. Hasil dari penelitian ini ditemukan adanya lapisan nekrosis koagulasi di bawah agen kaping pada semua kelompok perlakuan setelah 7 hari, namun sel-sel pulpa masih terdapat di dalam jaringan nekrotik ini dan terdapat sedikit infiltrat sel peradangan. Kemudian setelah 30 hari, spesimen menunjukkan pemanjangan sel monolayer normal yang berhubungan dengan deposisi jaringan keras di dekat daerah luka.71 Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ca(OH)2 harus digunakan dalam jangka waktu panjang. Menurut Holland (1971) pembentukan jaringan termineralisasi setelah berkontaknya kalsium hidroksida dan jaringan dapat dilihat pada hari ke-7 sampai ke-10 setelah aplikasi, sedangkan pada penelitian ini inkubasi setelah pemaparan bahan uji hanya 2 hari. Lama pemaparan ini didasarkan dari jumlah sel yang ditanam sebanyak 5000 sel membutuhkan waktu tumbuh confluent maksimal 48 jam di dalam 96 well plates. Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
50
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini dilarutkan di dalam medium kultur sampai didapatkan konsentrasi 0.1 mg/ml dan 1 mg/ml. Pemilihan besarnya konsentrasi ini didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Ruparel dkk (2012) yang menyatakan bahwa konsentrasi TAP diatas 1 mg/ml memiliki efek yang mematikan. Konsentrasi bahan uji yang digunakan berpengaruh dalam menurunkan viabilitas sel terutama pada kelompok perlakuan Ledermix® dan Ca(OH)2. Namun pada kelompok perlakuan TAP, penurunan viabilitas sel tidak berbeda bermakna secara statistik. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Ruparel dkk bahwa pada konsentrasi 1 mg/ml TAP memiliki efek toksik sedangkan pada konsentrasi 0.1 mg/ml tidak terdeteksi adanya efek toksik terhadap sel. Sedangkan Ca(OH)2 pada konsentrasi tinggi (100 mg/ml) pun dapat meningkakan proliferasi/ viabilitas sel.10 Perbedaan dari hasil ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan dimana Ruparel dkk menggunakan cell insert sehingga bahan tidak berkontak langsung dengan sel, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kontak langsung. Karena dengan kontak langsung hasilnya akan lebih mendekati ke keadaan klinis dimana obat saluran akar yang digunakan pada perawatan endodontik saat ini harus berkontak langsung supaya efektif. Obat saluran akar yang menurunkan viabilitas sel paling rendah di antara ketiga bahan yang diuji berdasarkan hasil uji statistik adalah TAP dan Ca(OH)2. Nilai viabilitas sel pada kelompok TAP berkonsentrasi 0.1 mg/ml lebih rendah daripada Ca(OH)2 0.1 mg/ml. Sedangkan nilai viabilitas sel pada kelompok TAP berkonsentrasi 1 mg/ml lebih tinggi daripada Ca(OH)2 1 mg/ml namun perbedaannya tidak bermakna secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa TAP dan Ca(OH)2 memiliki efek yang sama terhadap viabilitas sel DPSC. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga obat saluran akar yaitu TAP, Ledermix®, dan Ca(OH)2 dapat menurunkan viabilitas sel punca mesenkim pulpa. Penelitian in vitro ini, murni merupakan penelitian secara seluler yang tidak dapat dibandingkan langsung dengan hasil penelitian in vivo ataupun dengan keadaan klinis. Namun dari hasil pada penelitian ini, perlu diperhatikan bahwa pemilihan bahan obat yang akan digunakan dalam perawatan regeneratif harus Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
51
sesuai dengan konsentrasi dan lama pemaparan sehingga efektif dari segi antibakteri serta tidak sitotoksik terhadap sel punca. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut baik secara in vivo pada hewan maupun manusia untuk mengevaluasi kembali sitotoksisitas dan biokompatibilitasnya.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
52
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan 1.
Obat saluran akar TAP, Ledermix® dan Ca(OH)2 dapat menyebabkan penurunan viabilitas sel punca mesenkim pulpa.
2.
Obat saluran akar yang memiliki efek paling rendah dalam menurunkan viabilitas sel adalah TAP dan Ca(OH)2. Sedangkan yang memiliki efek paling tinggi dalam menurunkan viabilitas sel adalah adalah Ledermix®.
7.2
Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi dan lama pemaparan yang berbeda.
2.
Perlu
dilakukan
penelitian
secara
in
vivo
agar
dapat
mempresentasikan hasil yang sesuai dengan keadaan klinis.
52 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
53
DAFTAR REFERENSI
1.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
8.
9.
10.
11.
12. 13.
14.
Margono A. Potensi Sel Punca Mesenkhim Asal Jaringan Lemak dengan Produk Plasma untuk Regenerasi Sel Odontoblas Jaringan Pulpa In Vitro [Jakarta; 2012. Syed-Picard FN, Ray HL, Kumta PN, Sfeir C. Scaffoldless Tissueengineering Dental Pulp Cell Constructs fir Endodontic Therapy. J Dent Res 2014;93(3):250-5. Hargreaves KM, Diogenes A, Teixeira FB. Treatment Options: Biological Basis of Regenerative Endodontic Procedures. Pediatric Dentistry 2013;35(2):129-40. Rosa V, Bona AD, Cavalcanti BN, Nor JE. Tissue Engineering: From Research to Dental Clinics. Dental Material 2012;28:341-48. Herman BW. On the Reaction of the Dental Pulp to Vital Amputation and Calxyl Capping. Dtsch Zahnarztl 2002;7:1446-7. Nygard-Ostby B. The Role of the Blood Clot in Endodontic Therapy: an Experimental Histologic Study. Acta Odont Scand 1961;19:323-53. Gronthos S, Mankani M, Brahim J, Robey PG, Shi S. Postnatal Human Dental Pulp Srem Cells (DPSCs) in Vitro and in Vivo. PNAS Desember 2000;97(25):13625-30. Jamal M, Chogle S, Goodis H, Karam SM. Dental Stem Cells and Their Potential Role in Regenerative Medicine. Journal of Medical Sciences 2011;4(2):53-61. Murray PE, Garcia-Godoy F, Hargreaves KM. Regenerative Endodontics: A Review of Current Status and a Call for Action. Jounal of Endodontics 2007;33(4):377-90. Ruparel NB, Teixeira FB, Ferraz CCR, Diogenes A. Direct Effect of Intracanal Medicaments on Survival of Stem Cells of the Apical Papilla. Jounal of Endodontics 2012;38(10):1372-5. Sato I, Ando-Kurihara N, Kota K, Iwaku M, Hoshino E. Sterilization of infected root-canal dentine by topical application of mixture of ciprofloxacin, metronidazole and minocycline in situ. International Endodontic Journal 1996;29:118-24. Tziafas D. The Future Role of a Molecular Approach tu Pulp-Dentinal Regeneration. Caries Research 2004;38:314-20. Garcia-Godoy F, Murray PE. Recommendations for Using Regenerative Endodontic Procedures in Permanent Immature Traumatized Teeth. Dental Traumatology 2012;28:33-41. Metzger Z, Basrani B, Goodis HE. Instruments, Materials, and Devices. In: Hargreaves KM, Cohen S, Berman LH, editors. Cohen's Pathway of the Pulp. 10 ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2011. p. 253-55. Universitas Indonesia
53 Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
54
15.
16.
17. 18. 19.
20.
21. 22.
23.
24. 25.
26. 27. 28.
29.
Bhangdia MB, Nandlal B, Vijaykumar GS, Kulkarni PK, Shanbhog R. Clinical Evaluation of Sustained-release Metronidazole Gel Versus Metronidazole Solution as an Intracanal Medicament in Abscessed Primary Molar. Eur Arch Paediar Dent 2014;15:19-26. Hoshino E, Kurihara-Ando N, Sato I, Uematsu H, Sato M, Kota K, et al. In-vitro antibacterial susceptibility of bacteria taken from infected root dentine to a mixture of ciprofloxacin, metronidazole and minocycline. International Endodontic Journal 1996;29:125-30. Banchs F, Trope M. Revascularization of immature permanent teeth with apical periodontitis: new treatment protocol? J Endod 2004:196-200. Windley W, Teixeira F, Levin L, Sigurdsson A, Trope M. Disinfection of immature teeth with a triple antibiotic paste. J Endod 2005;31:439-43. Cebreli ZC, Isbitiren B, Sara S, Erbas G. Regenerative Endodontic Treatment (Revascularization) of Immature Necrotic Molars Medicated with Calcium Hydroxide: A Case Series. Jounal of Endodontics 2011;37(9):1327-30. Taylor MA, Hume WR, Heithersay GS. Some Effects of Ledermix Paste and Pulpdent Paste on Mouse Fibroblasts and Bacteria in vitro. Endod Dent Traumatol 2009;15:266-73. Langer R, Vacanti JP. Tissue Engineering. Science 1993;260:920-6. Hargreaves KM, Law AS. Regenerative Endodontics. In: Hargreaves KM, Cohen S, Berman LH, editors. Cohen's Pathway of the Pulp. 10 ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2011. p. 602-16. Nostrat A, Li KL, Vir K, Hicks ML, Fouad AF. Is Pulp Regeneration Necessary for Root Maturation. Journal of Endodontics Oktober 2013;39(10):1291-95. Cracking up? Getting getting to grips with cracked tooth syndrome. Journal of dental nursing 2012;8(5):290-93. Murray PE, Godoy FG, Hargreaves KM. Regenerative Endodontics: A Review of Current Status and a Call for Action. Journal of Endodontics April 2007;33(4):377-90. MacArthur BD, Oreffo ROC. Bridging the Gap. Nature 2005;433:19. Bluteau G, Luder H-U, Bari CD, Mitsiadis TA. Stem Cells for Tooth Engineering. European Cells and Materials 2008;16:1-9. Huang GTJ. A Paradigm Shift in Endodontic Management of Immature Teeth: Conservation of Stem Cells for Regeneration. Journal of Dentistry 2008;36:379-86. Trevino EG, Patwardhan AN, Henry MA, Perry G, Dybdal-Hargreaves N, Hargreaes KM, et al. Effects of Irrigants on the Survival of Human Stem Cells of the Apical Papilla in a Platelet-rich Plasma Scaffold in Human Root Tips. Jounal of Endodontics 2011;37(8):1109-15. Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
55
30.
31. 32. 33.
34.
35. 36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
Sonoyama W, Liu Y, Yamaza T, Tuan RS, Wang S, Shi S, et al. Characterization of the apical papilla and its residing stem cells from human immature permanent teeth: a pilot study. J Endod 2008;34:166-71. Saber SE-DM. Tissue Engineering in Endodontics. Journal of Oral Science 2009;51(4):495-507. Scheller EL, Krebsbach PH, Kohn DH. Tissue Engineering: State of the Art in Oral Rehabilitation. J Oral Rehabil 2009;36(5):368-89. Gulabivala K. Intracanal Medication and Temporary Seal. In: Stock C, Walker R, Gulabivala K, editors. Endodontics. 3rd ed. UK: Mosby Elsevier. p. 173-80. Athanassiadis B, Abbott PV, Walsh LJ. The Use of Calcium Hydroxide, Antibiotics, and Biocides as Antimicrobial Medicaments in Endodontics. Australian Dental Journal 2007;52:S64-82. Mittal N, Jain J. Antibiotics as an Intracanal Medicament in Endodontic: a Review. Indian Journal of Dentistry 2013;4:29-34. Ahmed N. ANtiseptics and Antibiotics Used in Regenerative Endodontics. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2013;5(4):141-4. Sato I, Ando-Kurihara N, Kota K, Iwaku M, Hoshino E. Sterilization of infected root-canal dentine by topical application of a mixture of ciprofloxacin, metronidazole and minocycline in situ. International Endodontic Journal 1996;29:118-24. Tamse, Aviad. Vertical Root Fractures of Endodontically Treated Teeth. In: Ingle JI, Bakland LK, Baumgartner JC, editors. Ingle’s Endodontic. Connecticut: PMPH-USA; 2008. p. 686. Bryson EC, Levin L, Banchs F, Abbott PV, Trope M. Effect of immediate intracanal placement of Ledermix Paste on healing of replanted dog teeth after extended dry times. Dental Traumatology 2002;28:316-21. Gutmann J, Regan J. Surgical Endodontics. In: Chong BS, editor. Harty's Endodontics in Clinical Practice. 6th ed. London: Churchill Livingstone; 2010. p. 161-3. Kim ST, Abbott PV, McGinley P. The Effect of Ledermix Paste on Discolouration of immature teeth. International Endodontic Journal 2000;33:233-7. Negm MM. Intracanal Use of a Corticosteroid-anibiotic Compund for the Management of Posttreatment Endodontic Pain. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 2001;92:435-9. Abbott P, Hume WR, Heithersay GS. Effects of combining Ledermix and calcium hydroxide pastes on the diffusion of corticosteroid and tetracycline through human tooth roots in vitro. Endod Dent Traumatol 1989;5:188-92. Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
56
44.
45.
46.
47.
48. 49.
50.
51.
52. 53.
54. 55. 56.
57. 58.
Heeling I, Pecht M. Efficacy of Ledermix Paste in Eliminating Staphylococcus Aureus from Infected Dentinal Tubuluse In Vitro. Endod Dent Traumatol 1991;7:251-4. Kim ST, Abbott PV, McGinley P. The effects of Ledermix paste on discolouration of immature teeth. International Endodontic Journal 2000;33:233-7. Pierce A, Lindskog S. The effect of an antibiotic/corticosteroid paste on inflammatory root resorption in vivo. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1987;64:216-20. Bryson E, Levin L, Banchs F, Abbott P, Trope M. Effect of immediate intracanal placement of Ledermix paste on healing of replanted dog teeth after extended dry times. Dent Traumatol 2002;18:316-21. Schroeder A. Endodontics – Science and Practice. Chicago: Quintessence Publishing C0; 1981. Thong Y, Messer H, Siar C, Saw L. Periodontal Response to Two Intracanal Medicaments in Replanted Monkey Incisors. Dent Traumatol 2001;17:254-9. Wheater MA, Falvo J, Ruiz F, Byars M. Chlorhexidine, ethanol, lipopolysaccharide and nicotine do not enhance the cytotoxicity of a calcium hydroxide pulp capping material. International Endodontic Journal 2012;45:989–95. Phumpatrakom P, Srisuwan T. Regenerative Capacity of Human Dental Pulp and Apical Papilla Cells after Treatment with a 3-Antibiotic Mixture. Jounal of Endodontics 2014;40(3):399-405. Bao S. Immunofluorescence. JJMMC 2006. Mohan KH, Pai S, Rao R, Sripathi H, Prabhu S. Techniques of Immunofluorescence and their significance. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2008;74(4):415-9. Robinson JP, Sturgis J, Kumar GL. Immunofluorescence. IHC Staining Method. 5th ed. Gerlier D, Thomasset N. Use of MTT colorimetric assay to measure cell activation. Journal of Immunological Methods 1986;94(1-2):57-63. Fotakis G, Timbrell JA. In vitro cytotoxicity assays: Comparison of LDH, neutral red, MTT and protein assay in hepatoma cell lines following exposure to cadmium chloride. Toxicology Letters 2006;160(2):171-7. Dahl J, Frangou-Polyzois M, Polyzois G. In Vitro Biocompatibility of Denture Relining Materials. Gerodontology 2006;23:17-22. Gomes-Filho J, Duarte P, Olieveira Cd. Tissue Reaction to a Triantibiotic Paste Used for Endodontic Tissue Self-Regeneration of Nonvital Immature Permanent Teeth. Int Endod J 2012;38:91-4.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
57
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
Takushige T, Cruz EV, Moral AA, Hoshino E. Endodontic Treatment of Primary Teeh Using a Combination of Antibacterial Drugs. Inernational Endodontic Journal 2004;37:132-8. Souza LMd, Bittar JD, Silva ICRd, Toledo OAd, Brigido MdM, PocasFonseca MJ. Comparative Isolation Protocols and Characterization of Stem Cells from Human Primary and Permanent Teeth Pulp. Braz J Oral Sci 2010;9(4):427-33. Perez AL, Spears R, Gutmann JL, Opperman LA. Osteoblasts and MG-63 Osteosarcoma Cells Behave Differently When in Contact with ProRoot MTA and White MTA. International Endodontic Journal 2003;36:564-70. Karamzadeh R, Eslaminejad MB. Dental-Related Stem Cells and Their Potential in Regenerative Medicine. Regenerative Medicine and Tissue Engineering; 2013. Brar GS, Toor RSS. Dental Stem Cells: Dentinogenic, Osteogenic, and Neurogenic Differentiation and its Clinical Cell Based Therapies. Indian J Dent Res 2012;23(3):393-7. Chuensombat S, Khemaleelakul S, Chattipakorn S, Srisuwan T. Cytotoxic Effects and Antibacterial Efficacy of a 3-Antibiotic Combination: An In Vitro Study. Jounal of Endodontics 2013;39(6):813-9. Wang Y, Zhao Y, Jia W, Yang J, Ge L. Preliminary Study on Dental Pulp Stem Cell-mediated Pulp Regeneration in Canine Immature Permanent Teeth. Jounal of Endodontics 2013;39(2):195-201. D’aquino R, Rosa AD, Laino G, Caruso F, Guida L, Rullo R, et al. Human Dental Pulp Stem Cells: From Biology to Clinical Applications. Journal Of Experimental Zoology (Mol Dev Evol) 2008:7. Lovelace TW, Henry MA, Hargreaves KM, Diogenes A. Evaluation of The Delivery of Mesenchymal Stem Cells into The Root Canal Space of Necrotic Immature Teeth After Clinical Regenerative Endodontic Procedure Journal of Endodontics 2011;37(2):135. Pereira LO, Rubini MR, Silva JR, Oliveira DM, Silva ICR, Pocas-Fonseca MJ, et al. Comparison of Stem Cell Properties of Cells Isolated from Normal and Imflamed Dental Pulps. Int Endod J 2013;45:1080-90. Ehrmann EH, Messer HH, Adams GG. The Relationship of Intracanal Medicaments to Postoperative Pain in Endodontics. Int Endod J 2003;36:868-75. Oliveira MdF, Giro EMA, Ramalho LTdO, Abbud R. Tissue Response to Direct Pulp Capping with Calcium Hydroxide Preceded by Costicosteroid or Corticosteroid/ Antibiotic Dressing: a Histological Study in Rats. Rev Odonto Cienc 2009;24(4):377-82. Giro EMA, Gondim JO, Hebling J, Costa CAdS. Response of Human Dental Pulp to Calcium Hydroxide Paste Preceded by a Corticosteroid/ Antibiotic Agent. Braz J Oral Sci 2010;9(3):337-43. Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
58
Lampiran 1 Kultur Sel
Gigi dimasukkan ke dalam tabung 15 ml berisi DMEM lengkap
Gigi dibelah menggunakan carborandum disc di dalam biohazard cabinet
Sel pulpa dicincang, kemudian ditambahkan trypsin EDTA dan inkubasi 5 menit Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
59
Sentrifugasi pada 1500rpm selama 15 menit
Supernatan dibuang, kemudian tambahkan DMEM lengkap, pipetting
Dipindahkan ke dalam 6 well plates, inkubasi di inkubator dengan 370C dan 5% CO2 Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
60
Lampiran 2 Uji MTT
Setelah inkubasi selama 48 jam, bahan uji dibuang dari well. Senyawa 3-(4, 5Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) (MTT) ditambahkan sebanyak 100 µl.
Inkubasi pada suhu 37 °C dan 5% CO2 selama 4 jam
Supernatan sel dibuang dan kristal formazan yang terbentuk dilarutkan dengan etanol 70%. Pembacaan OD menggunakan microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
61
Lampiran 3
Nilai optical density (OD) pada 3 sampel. Sampel Kontrol TAP 0.1 mg/ml TAP 1 mg/ml Ledermix 0.1 mg/ml Ledermix 1 mg/ml Ca(OH)2 0.1 mg/ml Ca(OH)2 1 mg/ml
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 0.296 0.337 0.342 0.127 0.157 0.133 0.124 0.12 0.118 0.037 0.052 0.058 0.03 0.019 0.022 0.127 0.161 0.157 0.107 0.102 0.081
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
62
Lampiran 4 Hasil Uji Statistik
Uji Normalitas Data Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Bahan Nilai Kontrol
Statistic .349
df 3
TAP 0.1 TAP 1
.314 .253
Ledermix 0.1
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic .830
df 3
Sig. .189
3 3
.893 .964
3 3
.363 .637
.276
3
.942
3
.537
Ledermix 1
.282
3
.936
3
.510
CaOH 0.1
.346
3
.837
3
.206
CaOH 1
.317
3
.888
3
.348
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Data Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic 3.458
df1 6
df2 14
Sig. .026
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
63
Uji One-Way ANOVA dan Uji Post Hoc Bonferroni Multiple Comparisons Dependent Variable: Nilai Bonferroni 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound .14057 .23143 .15891 .24976 .23057 .32143
Mean Difference (I-J) .186000* .204333* .276000*
Std. Error .012280 .012280 .012280
Sig. .000 .000 .000
.301333*
.012280
.000
.25591
.34676
.176667* .228333* -.186000* .018333 .090000*
.012280 .012280 .012280 .012280 .012280
.000 .000 .000 1.000 .000
.13124 .18291 -.23143 -.02709 .04457
.22209 .27376 -.14057 .06376 .13543
.115333*
.012280
.000
.06991
.16076
-.009333 .042333 -.204333* -.018333 .071667*
.012280 .012280 .012280 .012280 .012280
1.000 .082 .000 1.000 .001
-.05476 -.00309 -.24976 -.06376 .02624
.03609 .08776 -.15891 .02709 .11709
Ledermix 1
.097000*
.012280
.000
.05157
.14243
CaOH 0.1 CaOH 1 Ledermix Kontrol 0.1 TAP 0.1 TAP 1 Ledermix 1
-.027667 .024000 -.276000* -.090000* -.071667* .025333
.012280 .012280 .012280 .012280 .012280 .012280
.857 1.000 .000 .000 .001 1.000
-.07309 -.02143 -.32143 -.13543 -.11709 -.02009
.01776 .06943 -.23057 -.04457 -.02624 .07076
CaOH 0.1 CaOH 1 Ledermix Kontrol 1 TAP 0.1 TAP 1 Ledermix 0.1
-.099333* -.047667* -.301333* -.115333* -.097000* -.025333
.012280 .012280 .012280 .012280 .012280 .012280
.000 .035 .000 .000 .000 1.000
-.14476 -.09309 -.34676 -.16076 -.14243 -.07076
-.05391 -.00224 -.25591 -.06991 -.05157 .02009
-.124667* -.073000* -.176667*
.012280 .012280 .012280
.000 .001 .000
-.17009 -.11843 -.22209
-.07924 -.02757 -.13124
(I) Bahan Kontrol TAP 0.1 TAP 1 Ledermix 0.1 Ledermix 1
TAP 0.1
CaOH 0.1 CaOH 1 Kontrol TAP 1 Ledermix 0.1 Ledermix 1
TAP 1
CaOH
CaOH 0.1 CaOH 1 Kontrol TAP 0.1 Ledermix 0.1
CaOH 0.1 CaOH 1 Kontrol
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014
64 0.1
CaOH 1
TAP 0.1 TAP 1 Ledermix 0.1
.009333 .027667 .099333*
.012280 .012280 .012280
1.000 .857 .000
-.03609 -.01776 .05391
.05476 .07309 .14476
Ledermix 1
.124667*
.012280
.000
.07924
.17009
CaOH 1 Kontrol TAP 0.1
.051667* -.228333* -.042333
.012280 .012280 .012280
.018 .000 .082
.00624 -.27376 -.08776
.09709 -.18291 .00309
TAP 1
-.024000
.012280
1.000
-.06943
.02143
Ledermix 0.1
.047667
*
.012280
.035
.00224
.09309
Ledermix 1
.073000*
.012280
.001
.02757
.11843
CaOH 0.1
-.051667*
.012280
.018
-.09709
-.00624
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Universitas Indonesia
Perbandingan efek…, Emiria Dita Prasanti, FKG UI, 2014