www.parlemen.net
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .... TAHUN ..... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing Daerah, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu unt uk ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek -aspek hubungan antar tingkatan pemerintah dan antar Daerah, tantangan persaingan global dan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, disertai dengan pemberian hak untuk mendapat pendanaan penyelenggaraan otonomi daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, dan c di atas, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (1). Pasal 5 ayat (1). Pasal 18 Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR. DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4311), Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH BAB I KETENTUAN UMUM
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga. b. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi c. Pemerintah Daerah adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif daerah. d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif Daerah. e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. f. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau Kepala Instansi Vertikal di Wilayah tertentu untuk mengurus urusan pemerintahan. g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa dan dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu disertai pendanaan dan dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. h. Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. i. Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai Batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. j. k. l.
m.
n. o.
Wewenang adalah hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan/atau mengurus urusan pemerintahan. Wilayah Administrasi selanjutnya disebut Wilayah, adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan. Instansi Vertikal adalah perangkat Departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mengurus urusan pemerintahan dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi. Pejabat yang berwenang adalah pejabat Pemerintah yang berwenang mengesahkan atau menyetujui, menangguhkan dan membatalkan kebijakan Daerah dan/atau mengangkat, memberhentikan, mengesahkan, menyetujui, membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah dan/atau pejabat Pemerintah pada Pemerintah Daerah Provinsi yang berwenang membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Kabupaten dan Kota Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja kecamatan. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
p.
q.
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki Batas-Batas wilayah yurisdiksi berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa
r. s.
Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah kewajiban Pemerintah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan akibat adanya penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi, kabupaten/Kota berdasarkan asas desentralisasi yang harmonis dengan kewajiban daerah memberikan kontribusi dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
t.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dan Belanja Transfer APNN yang dialokasikan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk keadilan dan keselarasan fiskal antara Pemerintah Pusat dengan Daerah serta antar Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Daerah yang berhubungan dengan hak dan kewajibannya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan melalui kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak dan dengan demikian tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. Belanja daerah adalah semua pengeluaran melalui kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali kepada pemerintah daerah.
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
bb. cc. dd.
ee.
ff.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pinjaman, Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat yang bernilai uang, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. Kawasan khusus adalah bagian wilayah tertentu di dalam Provinsi dan atau Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Kawasan F'erdesaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perdesaan. Kawasan Perkotaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perkotaan. Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut bakal calon adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk ikut serta di dalam proses penetapan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah. Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
BAB II KEBIJAKAN DESENTRALISASI Bagian Kesatu Kebijakan Dasar Pasal 2 Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang! bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Bagian Kedua Pembentukan Daerah Otonom
(1).
(2). (3).
(1).
(2).
Pasal 3 Pembentukan daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan membentuk Provinsi, dan dalam wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota, serta dalam wilayah Kabupaten/Kota dibentuk dan/atau diakui keberadaan Desa Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan daerah. Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berkedudukan sebagai Wilayah Administrasi. Pasal 4 Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan pelayanan, pemberdayaan, prakarsa, peran serta masyarakat, pemerataan keadilan efisiensi, akuntabilitas dan pengembangan demokrasi, pertahanan dan keamanan serta daya saing daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk terjaminnya penyediaan pelayanan dasar yang efisien dan efektif.
(3).
Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan di bidang pendidikan dan keterampilan, komunikasi ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.
(4).
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta untuk pengembangan kesadaran berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Daya saing Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan keunggulan masing-masing Daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5).
Pasal 5 Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memperhatikan ciri dan keragaman daerah serta kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bagian Ketiga Penyelenggaraan Otonomi Daerah Pasal 6 Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi efektivitas. produktif dan akuntabel melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan pengawasan. dan kerja sama antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah.
(1).
(2).
Pasal 7 Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat pemerintahan, antar Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Desa dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dan/atau Desa; b. hubungan antar Pemerintah Provinsi c. hubungan antar Pemerintah Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi, d. e. f.
(3).
hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, hubungan antar Pemerintah Desa dalam satu Kabupaten/Kota; dan hubungan antar Pemerintah Daerah lainnya.
Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan, wewenang, administrasi; pemanfaatan sumber daya; dan hubungan keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak disurahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasal 8
Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Gubernur dan/atau kepala instansi vertikal berdasarkan asas dekonsentrasi, atau ditugaskan kepada Provinsi Kabupaten, Kota dan/atau Desa berdasarkan asas tugas pembantuan. Bagian Keempat Kawasan Khusus Pasal 9 (1).
Untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus, berskala nasional dan atau kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
(2).
Fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu, ekonomi dan perdagangan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pengembangan riset dan teknologi, lembaga pemasyarakatan, dan/atau kepentingan strategis nasional lainnya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 10 Untuk meningkatkan daya saing daerah, pemerintah Provinsi dan atau pemerintah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kawasan khusus berskala regional dalam wilayah Provinsi atau berskala' lokal dalam wilayah Kabupaten/Kota. Pasal 11 Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasat 10 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAERAH, DAN PERUBAHAN BATAS DAERAH
(1).
(2). (3).
(4).
Pasal 12 Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan potensi daerah, tingkat kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, pertahanan, dan keamanan. Faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan, potensi daerah, dan tingkat kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor utama faktor sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, sumber daya manusia, luas wilayah, pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan faktor penunjang. Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui tahapan pengkajian oleh pemerintah, pertimbangan DPOD, penyusunan Rancangan Undang-undang pembentukan
(5).
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk propinsi sekurangkurangnya mencakup 7 (tujuh) Kabupaten/Kota dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) kecamatan.
(6).
Kabupaten/Kota atau kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurangkurangnya telah berusia 5 (lima) tahun. Propinsi atau Kabupaten/Kota induk yang telah menjadi lebih dari satu Provinsi atau Kabupaten/Kota baru diresmikan. Propinsi atau Kabupaten/Kota hasil pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk daerah baru lagi sekurang-kurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun sejak peresmiannya. Calon Daerah ditetapkan menjadi Daerah apabila hasil masing-masing skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sekurang-kurangnya di atas nilai minimal kelulusan
(7). (8).
(9).
Pasal 13 (1).
Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonom daerah dapat d hapus dan digabung dengan daerah lain.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2).
(3). (4).
Penghapusan dan penggabungan daerah otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar untuk menentukan bentuk dan cara pembinaan dari Pemerintah kepada daerah otonom. Pedoman evaluasi kemampuan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasa l 14
(1). (2).
(3).
Pembentukan serta penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ditetapkan dengan Undang-Undang Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan, dan tatacara pembentukan serta penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, serta perubahan batas daerah dan pemindahan ibukota Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah Pemindahan ibukota Daerah, perubahan nama Daerah, perubahan nama ibukota, pemberian nama bagian rupa bumi, dan perubahan batas Daerah yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV HU`3UNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Hubungan Wewenang Pasal 15 (1).
(2).
Urusan pemerintahan yang dapat diserahkan kepada Daerah dibagi antara Pemerintah Propinsi, dan Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria eksternal tas akuntabilitas, efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuar dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundangan-undangan Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah ada yang bersifat wajib dan pilihan
(3).
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan penyerahan sumber pendanaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
(4).
Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri, yustisi, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya.
(5).
Bagian tertentu urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup: a. pengaturan mengenai norma, standar dan prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan kebijakan lain yang berskala nasional; b. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah; c. manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berskala nasional; d.
urusan pemerintah yang bersifat:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
1.)
2.) 3.) 4.) 5.) 6.) 7.) 8.) 9.) 10.)
13.)
penyebaran sumber daya manusia profesional yang strategis secara nasional; penyediaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang berskala nasional dan internasional; penyediaan tenaga kerja yang mempunyai daya saing nasional dan internasional;
16.) 17.) 18.)
(2). (3).
penyediaan pelayanan umum yang berupa dokumen negara yang seragam/sama bagi semua penduduk; peningkatan efisiensi atas terselenggaranya pelayanan masyarakat yang berskala nasional; penciptaan iklim yang kondusif untuk menjalin kerja sama antar provinsi dan antar negara dalam mengembangkan perekonomian nasional; penggunaan/pengelolaan teknologi yang memiliki resiko tinggi; pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional;
15.)
(1).
strategis yang berskala nasional; pengakuan kewarganegaraan dan keimigrasian; penegakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada tingkat nasional dan internasional; perlindungan Hak-hak Asasi Manusia; peningkatan kualitas pelayanan umum dan adil bagi semua warga negara;
11.) 12.)
14.)
(6).
penciptaan stabilitas nasional untuk peningkatan kemakmuran dan perlindungan rakyat serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara; lintas negara dan lintas Provinsi;
pelestarian aset nasional; pengamanan pelaksanaan dan sosialisasi perjanjian internasional alas nama negara; penetapan dan pengamanan kebijakan perdagangan luar negeri;
19.) prasarana dan sarana nasional; 20.) penetapan kriteria pahlawan nasional; Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional. Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah. Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. pengendalian lingkungan hidup yang berdampak regional; b. c.
pengelolaan perkembangan dan administrasi kependudukan yang berskala regional; penanganan wabah penyakit menular dan serangan hama yang cakupannya regional;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d.
e. f. g. h. i.
perencanaan struktur tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota; perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan dalam cakupan regional pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan alokasi sumber daya manusia potensial yang cakupannya regional; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di wilayah Provinsi; penyediaan pelayanan sosial untuk menanggulangi masalah-masalah sosial lintas kabupaten/kota; pelayanan bidang ketenagakerjaan untuk menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
j.
melaksanakan pelayanan dasar yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
k.
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
l. (4). (5).
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah. Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah. Pasal 17
(1).
(2). (3).
Kabupaten dan Kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah. Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan : a. b.
c. (4).
perlindungan hak-hak konstitusional warga negara; perlindungan kepentingan nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus nasional dalam kerangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan ketertiban umum; dan pemenuhan komitmen nasional yang berkaitan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
Pelayanan dasar sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi : a. pendidikan dan olah raga; b. kesehatan; c.
prasarana dan sarana dasar;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d. e. f.
ketenteraman dan ketertiban umum seperti. penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial, kerukunan antar warga; penanganan masalah sosial ekonomi rakyat setempat, penanganan penyandang masalah sosial;
g. h. i.
pelayanan untuk masyarakat pencari kerja; pelayanan administrasi umum pemerintahan; jaminan keselamatan umum;
j.
memfasilitasi adanya pelayanan dasar yang disediakan oleh pihak di luar Pemerintah Daerah, dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang
k. (5). (6).
(7).
Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan berpretensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi karakter dan potensi Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah mendapat pengakuan Pemerintah. Pasal 18
(1).
(2).
Hubungan wewenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diwujudkan dalam bentuk koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerja sama dengan memperhatikan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Hubungan Pemanfaatan Sumber Daya
(1).
(2).
(3).
(1). (2).
Pasal 19 Hubungan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya mencakup pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi; bagi hasil, dan pelestarian lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan, dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dari Pemerintah kepada Daerah, atau kerja sama antara Pemerintah dan Daerah dan/atau antar Daerah. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Daerah dapat diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah taut dalam bidang dan batas tertentu Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bagian Ketiga Hubungan Keuangan Paragraf Kesatu Umum Pasal 21 (1).
(2).
Hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan dapat meliputi ; a. pendanaan urusan Pemerintah yang diresentralisasikan; b. pendanaan urusan pemerintah yang didekonsentrasikan; dan c. pendanaan urusan pemerintah yang ditugas -pembantuankan Hubungan keuangan antar Daerah mempertimbangkan adanya. a. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama, b.
(3).
(4).
(5).
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang mempunyai eksternalitas melampaui batas wilayah suatu Daerah; c. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya oleh beberapa Daerah secara bersama; dan d. kerja sama antar Daerah Hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk hubungan a. pendanaan urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab bersama b. pembiayaan bersama. Masing-masing Daerah yang terikat dengan hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib berkoordinasi dan menyediakan pendanaan atau pembagian hasil yang dirangkum dalam APBD Pedoman hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan perundang-undangan. Paragraf Kedua Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Diserahkan
(1). (2). (3).
Pasal 22 Pendanaan Urusan pemerintah yang diserahkan berupa pendanaan secara langsung dan tidak langsung dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah. Pendanaan secara langsung untuk urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dana perimbangan, bantuan dan hibah. Pendanaan secara tidak langsung terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dana yang diperoleh dari pelaksanaan hak: a. memungut pajak dan retribusi daerah; b. c. d.
(4).
mengelola kekayaan Daerah; mengelola kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan dari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah.
Ketentuan mengenai dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Paragraf Ketiga Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan Pasal 23 (1).
(2).
Pendanaan pelaksanaan tugas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait. Pendanaan pelaksanaan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait. Bagian Keempat Hubungan Kewilayahan Pasal 24
(1).
Hubungan kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan antara wilayah administrasi dengan daerah otonom, dan kawasan khusus sebagai satu kesatuan wilayah negara.
(2).
Pengaturan hubungan kawasan khusus sebagaimana dimaksudi pada ayat (1) dengan Daerah mencakup kegiatan yang dilaksanakan oleh kawasan khusus urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daerah, dan hubungan kewilayahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Hubungan Administrasi
(1).
(2).
(3).
Pasal 25 Hubungan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi pengelolaan dokumen negara dan dokumen publik yang baku. Hubungan manajemen pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi, perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan di bidang personil, pendanaan serta sarana dan prasarana. Pedoman tentang hubungan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Pertama Perbentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah Pasal 26
(1).
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibentuk dan disusun lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2). (3).
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah. DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari anggota partai politik peserta Pemilu yang dipilih melalui Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Daerah
Pasal 27 Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, Daerah mempunyai hak : a. b.
mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya nasional yang berada di Daerah oleh Pemerintah atau yang dikuasakan/diberi ijin; memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
c. d.
mengelola kekayaan Daerah; dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
Pasal 28 Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah mempunyai kewajiban: a. menyediakan pelayanan umum; b. c. d.
mengembangkan sumber daya produktif di daerahnya; meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, melindungi masyarakat;
e. f. g.
melestarikan nilai-nilai sosio-kultural; mengembalikan kehidupan demokrasi, mengembangkan keadilan dan pemerataan;
h. i. j. k.
melestarikan lingkungan hidup; mengelola perkembangan dan administrasi kependudukan membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan berperan serta dalam pembangunan nasional.
l.
(1).
(2).
Pasal 29 Hak dan. kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk belanja, pendapatan, dan pembiayaan Daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efektif, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan Bagian Ketiga Pemerintah Daerah Paragraf Pertama Kepala Daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 30 (1). (2).
Setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Pemerintah Daerah yang disebut Kepala Daerah Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi disebut Gubernur untuk Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota
(3).
Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sate orang Wakil Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk Provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut Wakil Bupati dan untuk Kota disebut Wakil Walikota. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(4). (5).
Pasal 31 (1). (2).
Gubernur di samping sebagai Kepala Daerah juga sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Administrasi. Wilayah kerja Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Wilayah Provinsi yang juga merupakan wilayah Daerah Provinsi. Pasal 32
(1).
Dalam menyelenggarakan. asas dekonsentrasi, Pemerintah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan tertentu.
(2).
Sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilimpahkan kepada Gubernur meliputi: a. melestarikan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan menciptakan, memelihara kesatuan dan kerukunan nasional, serta menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, b. memelihara konsistensi dan keserasian antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. e.
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan nasional di daerah; koordinasi regional di bidang perencanaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan daerah
f.
penerapan kebijakan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayahnya pengawasan terhadap Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Keputusan DP RD serta Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota; pengawasan penyelenggaraan pemerint ahan dan pembangunan Daerah; Kabupaten/Kota;
g. h. i. j. k.
fasilitas dan supervisi Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan otonomi daerah fasilitasi dan supervisi penyelenggaraan pemerintahan desa pembinaan dan pengawasan manajemen kepegawaian daerah di wilayahnya,
l. m.
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten dan Kota, pengkajian sebagai dasar pertimbangan mengenai pembentukan, penghapusan penggabungan Daerah, perubahan nama Daerah, pemberian nama bagian rupa
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
n. o. p. q. r. (3). (4).
(5).
(6).
bumi perubahan nama Kabupaten/Kota dan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten dalam wilayahnya; Penserasian dan penyelarasan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah di wilayahnya; pengawasan terhadap proses pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota; melantik Bupati/Walikota atas nama Presiden; fasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi, penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum tertampung oleh instansi pemerintah.
Pelimpahan urusan pemerintahan selain yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat menunjuk atau menugaskan pejabat Pemerintah sebagai pelaksananya Gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) wajib mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaannya kepada Pemerintah. Tata cara penyelenggaraan dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 33
Kedudukan keuangan Gubernur selaku wakil pemerintah untuk melaksanakan tugas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf Kedua Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 34 Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan beradab. Pasal 35 Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia sejak kelahirannya, dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, yang memenuhi persyaratan: a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. c. d. e. f.
tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, sehat jasmani dan rohani; setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
g.
berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Gubernur/ wakil Gubernur dan 30 (tiga puluh) tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan
h.
tidak sedang dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
i.
berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah lanjutan Tingkat Atas dan atau sederajat
j.
bukan bekas anggota organisasi terlarang, termasuk Partai Komunis Indonesia dan organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30 S/PKI Dan tindakan makar lainnya,
k. l.
tidak sedang dicabut hak pilihnya; tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam
m. n.
tidak pernah melakukan perbuatan tercela; menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan melalui media komunikasi massa yang ada di daerah setempat;
o.
menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga. kandung, suami atau istri; dan bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah.
p.
(1).
(2). (3). (4).
(1). (2).
Pasal 36 Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan yang masing-masing dibentuk oleh DPRD dengan Keputusan DPRD. Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari unsur anggota DPRD, KPUD dan anggota masyarakat. Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, dan masyarakat. Kegiatan Panitia Pemilihan dan Panitia Pengawas Pemilihan di dukung oleh pendanaan dari Anggaran Pemerintah Daerah dan Pemerintah. Pasal 37 Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan melalui tahap persiapan, pencalonan, pelaksanaan pemilihan, pengesahan dan pelantikan. Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. b. c.
(3).
d. pengumuman pendaftaran pemilihan. Tahap pencalonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. penjaringan dan seleksi administratif pasangan bakal calon; b. c. d.
(4).
pembentukan panitia pemilihan; penyusunan tata tertib pemilihan; pengesahan tata tertib pemilihan;
pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon; penetapan pasangan bakal calon; konsultasi pasangan bakal calon;
e. penetapan pasangan calon; f. penetapan daftar pemilih. Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPUD yang meliputi: a. penetapan tata cara dan waktu pelaksanaan kampanye, b. penetapan tata cara pelaksanaan pemungutan suara; c. d. e.
pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS dan KPPS, pelaksanaan pemungutan suara; penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
f.
penetapan Berita Acara hasil perhitungan suara;
g. h. i.
penyerahan Berita Acara hasil perhitungan suara; penetapan pasangan calon terpilih; pengusulan calon terpilih untuk mendapatkan pengesahan
(5).
Tahap pengesahan dan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pengesahan; b. pelantikan
(6).
Tata cara pelaksanaan tahapan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
(1).
(2).
(3).
(4).
Pasal 38 Penjaringan bakal calon dilaksanakan oleh masing-masing Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah anggota DPRD Pasangan Bakal Calon yang telah diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ,tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya. Selain pengajuan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan pasangan bakal calon lain dengan persyaratan adanya dukungan sekurangkurangnya 1 % dari jumlah pemilih. Pengajuan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh : a.
anggota DPRD sekurang-kurangnya 1/10 dari jumlah anggot a DPRD yang bersangkutan yang partainya secara sendiri atau bergabung dengan partai lain tidak mengusulkan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. c.
(5). (6).
(7).
pasangan bakal calon sendiri; partai Politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang tidak mendapat kursi di dalam DPRD yang bersangkutan; atau d. organisasi kemasyarakatan lain dan organisasi profesi yang telah diakui keberadaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Terhadap pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan verifikasi administratif dan uji kemampuan oleh panitia pemilihan. Hasil penelitian oleh panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan diberitahukan secara tertulis kepada Pimpinan Partai Politik atau Pimpinan Partai-Partai Politik gabungan atau kepada bakal calon lain dan kepada unsur yang mengajukan bakal calon yang bersangkutan. Pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikonsultasikan kepada Pemerintah.
(8).
Berdasarkan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), DPRD menetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) pasangan calon dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) pasangan calon dengan nama dan orang yang berbeda.
(9).
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat; (6), ayat (7), dan ayat (8) ditetapkan dalam Tata Tertib Pemilihan yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
(1).
Pasal 39 Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada Kepala Daerah dan DPRD mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2).
(3).
Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan pertanggungjawaban akhir masa jabatan kepada pemerintah 4 (empat) bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 40
(1). (2).
Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir Hasil pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan selambatlambatnya 5 (lima) hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir Pasal 41
(1). (2).
(1).
Kampanye Pemilihan dilaksanakan sebagai tahapan pemilihan pasangan calon Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang ditunjuk oleh pasangan calon. Pasal 41 Dana untuk kampanye menjadi tanggungan pasangan calon dan dengan batas tertentu dapat diperoleh dari ; a. pasangan calon; b. partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan, dan c.
(2).
sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta. Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimasukkan rekening khusus dan didaftarkan kepada KPUD.
Pasal 43 Pejabat Negara, Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional dalam jabatan negeri, dan Pemerintah Desa atau sebutan lain dilarang memberikan fasilitas dan bertindak yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa waktu kampanye
(1).
(2).
(3).
Pasal 44 Pemungutan suara pemilihan pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir Hari, tanggal dan waktu pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, dan Gubernur untuk Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Pelaksanaan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebanyak -banyaknya dua kali putaran. Pasal 45
(1).
Pasangan calon Gubernur yang memperoleh suara lebih 50% dari jumlah suara dalam pemilihan pasangan calon dengan sedikitnya 25% suara di setiap kabupaten/kota yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Kabupaten/Kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan diumumkan sebagai calon terpilih Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2).
Pasangan calon Bupati/Walikota yang memperoleh suara lebih 50 % dari jumlah suara dalam pemilihan pasangan calon dengan sedikitnya 25 % suara di setiap kecamatan yang tersebar di lebih dan setengah jumlah Kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota diumumkan sebagai calon terpilih.
(3).
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum terpenuhi, pemilihan pasangan calon untuk putaran kedua dilaksanakan dengan peserta pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua.
(4).
Apabila peserta pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh suara yang sama, pasangan itu diikutkan pada putaran kedua.
(5).
Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dalam putaran kedua yang memperoleh suara terbanyak diumumkan sebagai Calon terpilih dengan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPUD.
(6).
pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan atau ayat (5) ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota untuk pengesahan
(7).
Pasal 46 (1). (2).
(3).
Dalam calon Kepala Daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap calon Wakil Kepala Daerah terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah. Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih oleh DPRD dan 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan. Dalam hal Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dan calon lain (independen) selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon lain (independen) yang diajukan oleh masyarakat dan di setujui sebagai calon oleh DPRD. Pasal 47
(1).
Dalam hal calon Wakil Kepala Daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap calon Kepala Daerah terpilih tetap dilantik.
(2).
Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih oleh DPRD dan 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan. Dalam hal Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) berasal dari calon lain (independen) selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon lain (independen) yang diajukan oleh masyarakat dan di setujui oleh sebagai calon oleh DPRD.
(3).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 48 Dalam hal pasangan calon terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap, DPRD menerapkan pasangan calon terpilih yang mendapatkan suara terbanyak berikutnya dan menyusulkan kepada pemerintah untuk mengesahkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 49 (1).
Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih dan mengesahkan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya.
(2).
Presiden dapat melimpahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dan mengesahkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya. Pasal 50
(1).
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Pejabat yang melantik
(2).
Sumpah/janji Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut : a. Sumpah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya Serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa " b.
Janji Kepala/Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota "Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (Wakil Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
(1).
Pasal 51 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden.
(2).
Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, oleh Pemerintah Kabupaten Kota untuk Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.
(3).
Penyelenggaraan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di gedung DPRD atau di gedung Pemerintah Daerah atau di tempat lain yang dipandang layak. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan masa jabatan selama 5 (lima) tahun sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Tata cara pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4).
(5).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Paragraf Ketiga Wewenang, Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 52 Kepala Daerah mempunyai wewenang dan tugas: a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD dan peraturan perundang-undangan; b. mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,Pasal 28, dan Pasal 29; c. d.
menetapkan peraturan daerah dengan persetujuan bersama DPRD; menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; dan
e.
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya.
(1).
Pasal 53 Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas : a. membantu Kepala Daerah dalam bidang koordinasi kegiatan perangkat daerah, penyusunan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah, tindak lanjut laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan pemuda, upaya pengembangan dan pelestarian sosial-budaya dan lingkungan hidup b. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi Wakil Kepala Daerah Provinsi; c. d.
memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan desa dan,atau kelurahan bagi Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota, memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah,
e.
(2).
(1).
melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan daerah lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah; dan f. mewakili Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya apabila Kepala Daerah berhalangan; Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah Pasal 54 Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban : a. mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan; c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dalam pembinaan kemasyarakatan; d. e.
mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah; meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat di daerah;
f.
menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
g. h. i. j.
(2).
(3).
(4).
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan gotongan; memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; menjalin kerja sama di antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan semua instansi yang ada di Daerah dalam melaksanakan tugas; menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait; dan
k. Mengembangkan daya saing daerah. Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkewajiban pula untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden, dan memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan menginformasikan dokumen atau hasil laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Dokumen laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota sekurangkurangnya sekal dalam satu tahun, atau apabila Kepala Daerah memandang perlu, atau apabila diminta oleh Pemerintah. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengar; Peraturan Pemerintah. Pasal 55
Dokumen laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar pertimbangan penilaian penyelenggaraan pemerintahan Daerah berdasarkan kriteria dan tolak ukuran yang ditetapkan dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.
(1). (2). (3).
Pasa l 56 Kepala Daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan Daerah kepada DPRD Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai APBD disampaikan dalam sidang paripurna yang bersifat terbuka untuk umum. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dalam peraturan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Paragraf Keempat Larangan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 57
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dilarang: a. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara/Daerah, atau dalam yayasan bidang apapun juga; b.
c.
membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain; melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d.
e. f.
melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dan pihak !ain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasal 52; dan merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, merangkap jabatan sebagai anggota DPRD, maupun menjadi hakim pada badan peradilan, dan ketentuan larangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Paragraf Kelima Pemberhentian Kepala Daerah Pasal 58
(1).
(2).
Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah berhenti karena: a. meninggal dunia; b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri, atau c. diberhentikan. Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena: a. b. c.
berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Pejabat yang baru; tidak. dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap; tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
d.
(3).
(4).
(1).
(2).
(3).
dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2); e. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1); dan f. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57. Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah diberitahukan oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah melalui rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Pasal 59 Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara oleh Pemerintah tanpa melalui usulan DPRD apabila diduga melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 60 (1).
Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Pemerint ah tanpa melalui usulan DPRD, karena diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2).
Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah melalui rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
(3).
(4).
Pasal 61 (1).
Dalam hal Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diduga melakukan tindakan pelanggaran ketentuan pidana yang mengakibatkan krisis kepercayaan publik yang luas dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD dapat menggunakan Hak Angket.
(2).
Penggunaan Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan rapat Paripurna DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap Kepala, Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
(3).
Dalam hal ditemukan bukti-bukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada Aparat Penegak Hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Apabila seorang Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan Putusan Pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD. Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah menetapkan pemberhentian sementara Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
(4).
(5). (6).
Apabila seorang Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) DPRD mengusulkan pemberhentian dengan keputusan DPRD
(7).
Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah memberhentikan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam hal Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (6), DPRD mengusulkan rehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang bersangkutan dengan keputusan DPRD
(8).
(9).
Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. (10). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 62 (1).
(2).
(3).
Apabila Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajiban K epala Daerah sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Pemerintah menetapkan Pejabat atas usul Kepala Daerah untuk melaksanakan tugas dan kewajiban Wakil Kepala Daerah sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1). Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Pemerintah menetapkan Penjabat Gubernur dan menetapkan Penjabat Bupati/Walikota atas usul Gubernur sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 63
(1).
(2).
(3).
(1). (2).
Apabila Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2), jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai berakhir masa jabatan Kepala Daerah yang digantikannya yang proses pelaksanaannya didasarkan alas usulan DPRD dengan Keputusan DPRD dan disahkan oleh Pemerintah. Dalam hal Wakil Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2) dan/atau untuk pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat -lambatnya 60 (enam puluh) hari sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam hal Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) berasal dari calon independen, selambat -lambatnya 60 (enam puluh) hari sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon yang berasal dari pihak yang mengusulkan. Pasal 64 Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden. Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud paria ayat (1) adalah : a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b.
(3).
dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun. Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan, harus dilaporkan kepada Presiden selambat-lambatnya dalam 2 kali 24 jam Paragraf Keenam Perangkat Daerah Pasal 65
(1).
Perangkat Daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2). (3).
(4).
(5).
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Camat, dan Lurah; susunan organisasi perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Pengendalian organisasi Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pemerintah untuk Provinsi dan oleh Gubernur untuk Kabupaten/Kota berpedoman pada Peraturan Pemerintah Formasi dan persyaratan jabatan perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Pasal 66
(1). (2).
(3).
(1). (2).
(3).
Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oh. Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah dalam hal teknis penyelenggaraan pemerintahan daerah Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah Pasal 67 Sekretaris Daerah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan Peraturan Perundangundangan. Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dari diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 68
(1).
Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oleh Sekretaris DPRD yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan Pimpinan DPRD dari PNS yang memenuhi persyaratan
(2).
Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD, c. d.
(3).
(4).
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan mengkoordinasi dan menyediakan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah
Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tek nis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah Susunan organisasi Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 69 (1). (2).
Dinas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) merupakan pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah Pasal 70
(1).
Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, dapat berbentuk Badan atau Kantor
(2).
Badan atau Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Badan atau Kepala Kantor yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah
(1). (2).
(3).
Pasal 71 Kecamatan dibentuk di wilayah kerja Bupati/Walikota dengan Peraturan Daerah berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Selain lugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum meliputi : a. b. c.
mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat; mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan masyarakat;
d. e. f.
mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; membina penyelenggaraan pemerintahan Desa dan/atau Kelurahan; mengkoordinasikan instansi ataupun pejabat yang ruang lingkup tugasnya ada pada tingkat wilayah Kecamatan.
(4).
Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan lain.
(5).
Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat Kecamatan, dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
(6). (7).
Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada Camat Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),dan ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
(1).
Pasal 72 Kelurahan dibentuk di wilayah kerja Camat dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2). (3).
Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Lurah Lurah mempunyai tugas : a. pelayanan masyarakat; b.
pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
c. (4).
(5). (6). (7). (8).
(9).
penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan
d. pemberdayaan masyarakat; Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dan Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan lain. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan peraturan Daerah. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 73
Pengaturan mengenai DPRD sepanjang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lain diatur dalam undang-undang ini. Pasal 74 Tugas dan wewenang DPRD selain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain, juga meliputi : a. menyaring pasangan bakal calon; b. c.
(1).
(2).
(3). (4).
(1).
menetapkan pasangan calon; dan membahas rancangan peraturan daerah bersama Pemerintah Daerah. Pasal 75 Pimpinan DPRD terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua untuk DPRD Provinsi dan 2 (dua) orang Wakil Ketua untuk DPRD Kabupaten/Kota, yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD dalam Sidang Paripurna DPRD, dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD. Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Provinsi, dan oleh Gubernur bagi Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota, atas nama Presiden. Unsur Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari fraksi yang sama. DPRD yang mempunyai kurang dari 4 (empat) fraksi bagi Provinsi dan 3 (tiga) fraksi bagi Kabupaten/Kota dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 76 Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam Fraksi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2). (3).
Jumlah anggota setiap Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah alat kelengkapan DPRD. Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari partai politik yang tidak cukup membentuk satu Fraksi, wajib bergabung dengan Fraksi yang ada atau dapat membentuk Fraksi Gabungan. Pasal 77
(1). (2).
DPRD membentuk Komisi dan Panitia untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maksimal 5 (lima) Komisi untuk DPRD Provinsi dan 4 (empat) Komisi untuk DPRD Kabupaten/Kota
(3).
Jumlah Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan jumlah anggota Komisi, program/kegiatan dan kemampuan anggaran.
(1).
Pasal 78 DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) kali dalam satu tahun
(2).
Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah anggota atau dalam hal-hal tertentu atas permintaan Kepala Daerah.
(3).
Hasil rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan DPRD dan hasil rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dalam keputusan Pimpinan DPRD. Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dievaluasi oleh Pemerintah untuk penetapan kebijakan lebih lanjut
(4).
(5).
(1).
(2).
Pasal 79 Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan di antara Pimpinan DPRD. Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil keputusan, kecuali : a. pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD; b. penetapan pasangan calon Kepala Daerah; c. d. e.
persetujuan rancangan Peraturan Daerah; anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah;
f. g. h.
utang piutang, pinjaman dan pembebanan kepada daerah; Badan Usaha Milik Daerah; penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;
i. j. k.
persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai; kebijakan tata ruang; kerja sama antar daerah;
l. m. n.
pemberhentian dan penggantian Ketua/Wakil Ketua DPRD; penggantian antar waktu anggota DP RD; usulan pengangkatan dan pemberhentian Kepala/Wakil Kepala Daerah. Dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
o.
meminta laporan keterangan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas desentralisasi.
Kepala
Daerah
dalam
Pasal 80 (1).
DPRD menetapkan kewajibannya,
(2).
Kode etik anggota DP RD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat : a. pengertian kode etik; b. c.
d.
e. f.
(1).
kode
etik
anggota
DPRD
untuk
pelaksanaan tugas
dan
tujuan kode etik, pengaturan sikap, perilaku, ucapan tata kerja, tata hubungan antar lembaga pemerintahan daerah dan antar anggota serta antara anggota DPRD dengan pihak lain. Hal-hal lain yang layak, baik, wajar dan sepantasnya dilakukan atau sebaliknya yang menggambarkan kepribadian dan tanggung jawab yang harus dipedomani setiap anggota DPRD. sopan santun penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban sanggahan dan etika lain yang wajib dipatuhi oleh .anggota DPRD
Pasal 81 Badan Kehormatan DPRD dibentuk oleh DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD
(2).
Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah ganjil, sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang, terdiri dari unsur anggota DPRD dan unsur luar DPRD.
(3).
Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua dan Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan. Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.
(4).
(1).
(2).
(3).
Pasal 82 Anggota DPRD yang diberhentikan karena tidak melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD, tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai anggota DPRD, dan dinyatakan melanggar sumpah/janji, kode etik DPRD dan/atau tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD, diproses oleh Badan Kehormatan DPRD Proses yang dilakukan oleh Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelidikan, verifikasi dan pengambilan keputusan yang didasarkan atas pengaduan Pimpinan DPRD, pemilih dan/atau masyarakat Pengaduan Pimpinan DPRD, pemilih, dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Badan Kehormatan DPRD melalui Sekretaris DPRD
Pasal 83 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82, diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bagian Kelima Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah Pasal 84 (1).
Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dengan melibatkan masyarakat luas dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
(2).
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan Peraturan Daerah lain
(3).
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh Kepala Daerah Khusus Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak Daerah ret ribusi Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan tata ruang Daerah sebelum diundangkan dalam Lembaran Daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah Setiap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur, setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah didaftarkan kepada Pemerintah untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/Kot a
(4).
(5).
Pasal 85 peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan Pasal 86 Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama tiga bulan at au denda sebanyak -banyaknya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan Pasal 87 (1). (2).
Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah menetapkan Keputusan Kepala Daerah. Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
(1).
Pasal 88 Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkan dalam Lembaran Daerah.
(2).
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah.
Pasal 89 Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, dan Pasal 88, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 90 Untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
perangkat Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 91 Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran alas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh Pejabat Penyidik dan Penuntut sesuai dengan peraturan perundang-undangan Bagian Keenam Kepegawaian Daerah
(1). (2).
(1). (2).
Pasal 92 Pelaksanaan manajemen PNS Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen PNS secara nasional Pelaksanaan manajemen PNS Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian Pasal 93 Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan manajemen PNS Daerah Dalam rangka pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) Pemerintah dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pasal 94
(1). (2).
Gaji dan tunjangan PNS Daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dan Alokasi Dasar dalam Dana Alokasi Umum. Standar gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah.
(3).
Penghitungan dan penyesuaian besaran Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan, pemberhentian dan pemindahan Pegawai Negeri Sipil dalam dan/atau antar Provinsi, Kabupaten/Kota dilaksanakan setiap tahun sekali
(4).
Penghitungan Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Bagian Ketujuh Perencanaan Daerah Paragraf Kesatu Lingkup Perencanaan Daerah
(1).
Pasa l 95 Lingkup perencanaan daerah meliputi: a. Perencanaan Daerah jangka panjang, b. c.
Perencanaan Daerah jangka menengah; dan Perencanaan Daerah tahunan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2). (3).
(4). (5).
(6).
(7).
(1).
(2).
(3).
Perencanaan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan arah kebijakan pembangunan daerah dalam dimensi waktu tertentu. Rencana jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan rencana kerja pemerintah daerah yang selanjutnya disebut Rencana Stratejik Daerah, disusun pada awal periode jabatan Kepala Daerah. Rencana Stratejik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pelantikan Kepala Daerah. Rencana Stratejik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan, dan indikator kinerja berdasarkan pada kondisi, potensi, dan keanekaragaman Daerah, dengan mempertimbangkan perencanaan nasional, perencanaan Daerah sekitarnya, dan perencanaan Provinsi bagi Kabupaten/Kota. Rencana Tahunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan arah kebijakan umum APBD yang terdiri dari sasaran, program, kegiatan prioritas dan indikator kinerja yang merupakan hasil penjabaran rencana strategik disesuaikan dengan dinamika perkembangan yang terjadi Pedoman penyusunan Rencana Jangka Panjang, Rencana Jangka Menengah dan Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 96 Arah Kebijakan Umum dan prioritas anggaran menggambarkan kondisi ekonomi, sosial, politik, hasil penjaringan aspirasi masyarakat, hasil evaluasi pelaksanaan APBD tahun anggaran sebelumnya, serta prioritas dan plafon anggaran tahunan Rencana Tahunan Daerah yang merupakan arah kebijakan umum dan prioritas anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) d susun oleh Kepala Daerah dan diketahui oleh Pimpinan DPRD sebagai dasar penyusunan rancangan APHD Pedoman penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan Keuangan Daerah Paragraf Kesatu Umum
(1). (2).
(3).
(4).
Pasal 97 Kepala Daerah adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan sebagian kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan termasuk penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan Daerah kepada para pejabat perangkat daerah Pelimpahan sebagian kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang. Pedoman penyusunan perencanaan, pelaksanaan termasuk penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Daerah dan tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 98 Hak Keuangan dan Administratif Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf Kedua Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan
(1).
Pasal 99 Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. b. c.
(2).
(3).
(4).
(5).
pendapatan asli Daerah; dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari : a. hasil pajak daerah; b. hasil retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan d. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah. Pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di Daerah diatur lebih lanjut dengar Peraturan Daerah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan Undang-Undang Pasal 100
(1).
(2).
Dana Perimbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 terdiri dari a. Dana Bagi Hasil; b. c. Dana Alokasi Khusus. Dana alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c APBN kepada Daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desent a. b.
(3).
(1). (2).
mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan Daerah tertentu.
Penyusunan program dan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah dan pengusulan DAK dari Daerah yang disampaikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Gubernur. Pasal 101 Pemerintah Daerah dapat membentuk, menggabungkan, melepaskan kepemilikan atau membubarkan badan usaha milik daerah. Pemerintah Daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu badan usaha milik Pemerintah dan/atau non Pemerintah. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(3). (4).
(1).
(2).
Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik Daerah. Pelaksanaan Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 102 Belanja Daerah diprioritaskan untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan dalam kerangka pelaksanaan kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisa standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 103 Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan investor yang diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 104 (1). (2). (3).
Menteri Keuangan menetapkan jumlah kumulatif defisit anggaran Daerah secara nasional. Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian Defisit anggaran setiap Daerah, berdasarkan jumlah kumulatif defisit Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam hal Daerah mengalami defisit anggaran, sumber pembiayaannya dapat dipenuhi dari : a. b. c. d.
(1).
(2). (3).
Pasal 105 Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) huruf d bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga perbankan/non perbankan dan/atau masyarakat. Daerah dalam melakukan pinjaman mempertimbangkan batas maksimal pinjaman daerah secara nasional untuk tahun anggaran berjalan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib memenuhi persyaratan : a. b.
c. (4).
sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, dana cadangan; hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan pinjaman daerah.
Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 7,5 % dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah selama jangka waktu peminjaman; dan Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman.
Pengendalian atas batas maksimal pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terpenuhinya persyaratan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 106 (1). (2). (3). (4). (5).
Pinjaman daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD kecuali pinjaman jangka pendek dalam rangka menjaga likuiditas Kas Daerah. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman yang berasal dari luar negeri secara langsung., Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Pemerintah. Untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan, Daerah dapat menerbitkan obligasi yang dinyatakan dalam mata uang rupiah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) obligasi Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf Ketiga APBD Pasal 107
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
(1). (2). (3).
(1). (2). (3).
(1).
(2).
(3).
Pasal 108 Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis pendapatan/belanja. Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) dirinci menurut sumber dan penggunaan pembiayaan. Pasal 109 Jumlah pendapatan yang dicantumkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Jumlah belanja yang dicantumkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jumlah pembiayaan yang dicantumkan dalam APBD sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran.' Pasal 110 Kepala Daerah dalam penyusunan RAPBD menjabarkan lebih lanjut Arah Kebijakan Umum serta prioritas dan plafon anggaran tahun anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3) sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pejabat Pengguna Anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk tahun berikutnya berdasarkan penjabaran Arah Kebijakan Umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan pendekatan kinerja. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(4). (5).
Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan. Tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Pasal 111
(1).
Kepala Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
(2).
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD berdasarkan Arah Kebijakan Umum sebagaimana dimaksud Pasal 97 ayat (3), serta prioritas dan plafon anggaran.
(3).
Pengambilan keputusan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat -lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang berkenaan dilaksanakan.
(4).
Atas dasar keputusan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menyiapkan Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dan Rancangan Dokumen;Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(5).
Tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
(1).
(2).
(3).
(4).
(5). (6).
(7).
Pasal 112 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (4) sebelum disahkan oleh Gubernur, disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Provinsi yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Apabila Basil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 884 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Pemerintah menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasan-alasannya Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Gubernur bersama DPRD menyempurnakannya. Gubernur berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayal (5). mengesahkan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD, menetapkan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Gubernur tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD d tetapkan menjadi Keputusan Gubernur. Pasal 113 (1).
(2).
(3).
(4).
(5). (6).
(7).
(8).
(1).
(2).
(3).
(4).
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (4) sebelum disahkan oleh Bupati/Walikota disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Kabupat en/Kota yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam. Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati/Walikota. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Gubernur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasan-alasannya. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bupati/Walikota bersama DPRD menyempurnakannya. Bupati/Walikota berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD, menetapkan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Bupati/Walikota tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambatlambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Apabila Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD ditetapkan menjadi Keputusan Bupati/Walikota. Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD dan Keputusan Bupati/Walikota mengenai Penjabaran APBD kepada Pemerintah. Pasal 114 DPRD apabila sampai Batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) tidak mengambil keputusan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD. Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi Kabupaten/Kota Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya untuk memperoleh persetujuan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2). disampaikan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD tidak disetujui DPRD. Apabila dalam batas waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak di terimanya Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, Menteri Dalam Negeri/Gubernur Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(5).
belum memberikan pengesahan, Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dapat ditetapkan menjadi Keputusan Kepala Daerah. Keputusan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD pada ayat (4) dijadikan dasar penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran satuan kerja perangkat daerah Paragraf Keempat Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(1). (2).
Pasal 115 Belanja DPRD terdiri dari belanja Pimpinan dan anggota DPRD serta Belanja Sekretariat DPRD. Belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban DPRD
(3).
Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana kerja dan Anggaran Sekretariat DPRD berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
(4).
Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(1).
(2).
(3).
Pasal 116 Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat Daerah berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Kepala Daerah Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Paragraf Kelima Perubahan APBD
(1).
Pasal 117 Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD, b.
(2). (3).
(4).
keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antarjenis Belanja; dan c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DP RD Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD dilakukan pada waktu yang menurut ukuran nasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD dan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penjabaran Perubahan APBD sebelum dilaksanakan, dievaluasi yang tata caranya mengikuti ketentuan proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(5).
Pemerintahan Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dapat melakukan pengeluaran belanja untuk penanggulangan keadaan darurat yang terjadi setelah tanggal penetapan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan melaporkannya dalam laporan Realisasi APBD Paragraf Keenam Penata-usahaan Keuangan Daerah
(1). (2).
(3). (4).
(1).
(2).
(1).
(2).
(3).
Pasal 118 Semua penerimaan dan pengeluaran APBD dilakukan melalui rekening Kas Daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat Keputusan Otorisasi oleh Kepala Daerah atau Surat Keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran ters ebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran Daerah Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD dan Pejabat Daerah lainnya dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja Daerah untuk tujuan-tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal 119 Kepala Daerah atas persetujuan DPRD dapat melakukan suatu tindakan pengeluaran mendahului pengesahan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD untuk pengeluaran yang tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD sehingga diperlukan perubahan anggaran, kecuali pengeluaran untuk penanggulangan keadaan darurat. Tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dengan menyatakan alasan-alasannya yang kuat apabila penundaan atas pengeluaran-pengeluaran tersebut akan merugikan kepentingan Daerah. Pasal 120 Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestariskan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan Daerah. Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang : a. penghapusan tagihan Daerah, sebagian atau seluruhnya; dan b. penyelesaian perkara perdata. Bunga Deposito, bunga atas penempatan uang di Bank, jasa giro dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan Daerah Paragraf Ketujuh Pertanggungjawaban APBD Pasal 121
(1).
Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan/atau aparat pengawas fungsional pemerintah secara berjenjang.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(2).
(3).
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 122
(1).
(2).
(3).
(4).
Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan untuk dievaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) berasal dari pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah dan DPRD yang tata cara penyediaannya diatur berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/Kota. Ringkasan Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipublikasikan kepada masyarakat. Paragraf Kedelapan Pengelolaan Barang Milik Daerah
(1). (2). (3).
(4). (5). (6).
(1).
(2).
Pasal 123 Tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada ketentuan perundang-undangan. Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah. Barang milik Daerah yang d pergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pelelangan kecuali dalam hal-hal tertentu. Pelepasan barang milik Daerah dalam bentuk hibah, penyertaan modal, kemitraan atau dijual dilakukan setelah dihapuskan dari inventaris kekayaan Daerah. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 124 Barang milik Daerah yang tidak memiliki nilai ekonomis dapat dihapuskan dari daftar inventaris Daerah untuk dijual, dihibahkan dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Pengelolaan barang milik Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Paragraf Kesembilan Dana Cadangan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 125 (1). (2). (3). (4).
Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu. Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan Daerah, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Darurat, dan Pinjaman. Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran atas beban dana cadangan diadministrasikan dalam APBD Paragraf Kesepuluh Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 126
(1). (2).
Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bagian Kesembilan Kerja sama Daerah
(1). (2). (3). (4).
(1).
(2).
Pasal 127 Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama antar-Daerah yang diatur dengan keputusan bersama Kepala Daerah. Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD. Pedoman pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 128 Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Tata cara kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kesepuluh Penyelesaian Perselisihan
(1). (2).
Pasal 129 Perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi diselesaikan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
kepada Pemerintah (3) Keputusan Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan yang bersifat final. Pasal 130 (1).
Perselisihan antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, antar Provinsi, maupun antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di luar wilayahnya diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri
(2).
Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselis1han sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Presiden Bagian Kesebelas Kawasan Perkotaan
Pasal 131 Kawasan perkotaan dibentuk dan diakui dalam rangka menyediakan fasilitas pusat pelayanan dan distribusi pelayanan masyarakat dengan mempertimbangkan proses akulturasi masyarakat perkotaan serta mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat, warisan budaya, dan modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat.
(1).
Pasal132 Kawasan Perkotaan dikelompokkan dalam kawasan perkotaan yang merupakan : a. b. c.
Kota, bagian Daerah Kabupaten, perubahan dari kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan,
d. (2).
bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan. Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh Pemerintah Kota
(3).
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab pada Bupati.
(4).
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh Daerah terkait.
(5).
Kawasan, Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikelola oleh lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Kabupaten/Kota di kawasan metropolitan.
Pasal 133 Urusan pemerintahan di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut Pasal 134 Kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu ke dalam bentuk kawasan perkotaan besar, sedang, dan kecil.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 135 (1). (2).
(3).
Pemerintah Daerah dalam mengembangkan Kawasan Perkotaan, mengikutsertakan masyarakat termasuk swasta. Pemerintah Daerah memfasilitasi proses akulturasi masyarakat perkotaan dengan tetap mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat dan warisan budaya, serta modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat. Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perkotaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban. Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 131 Pasal 132, Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 135, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa
(1). (2).
(3). (4). (5). (6).
(1).
(2).
Pasal 137 Desa dapat dibentuk, dihapus dan/at au digabung berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan asal usulnya dan atas prakarsa masyarakat Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada pada kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai perkembangan masyarakat setempat. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan o!eh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa induk. Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa. Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa masing-masing. Pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 138 Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) di Kabupaten/Kota dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota yang bersangkutan Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 139 (1). (2). (3).
Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang merupakan lembaga pemerintahan desa. Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Des a dan perangkat Desa. Kepala. Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.
(4).
Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota.
(5). (6).
Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun. Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk sate kali masa jabatan berikutnya
Pasal 140 Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat: a. b. c.
d. e. f.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya; berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau berpengetahuan yang sederajat; berumur sekurang kurangnya 25 tahun; sehat jasmani dan rohani;
g. h. i.
berkelakuan baik, jujur, dan adil; tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana; tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
j.
tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; Tidak sedang menjadi anggota partai politik;
k. l. m. n.
mengenal desanya dan dikenal oleh masyarak at di Desa setempat; bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa, dan memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam peraturan Daerah Pasal 141
(1). (2).
Kepala Desa dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk. Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji.
(3).
Susunan kata-kata sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut : "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
perundang-undangan yang berlaku bagi Desa. Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 142 Kewenangan Desa mencakup: a. kewenangan yang sudah melekat pada desa; b. Kewenangan sesuai peraturan perundang-perundangan. c. d.
tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
dilaksanakan
oleh
Pasal 143 Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah: a. b. c.
memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa; memberdayakan masyarakat desa; membina perekonomian desa;
d. e. f.
memelihara ketenteraman dan ketertiban serta kerukunan masyarakat Desa; mendamaikan perselisihan masyarakat di desa, menyusun dan membahas Peraturan Desa bersama Badan Perwakilan Desa, dan mensahkan Peraturan Desa; membuat Keputusan Kepala Desa untuk melaksanakan Peraturan Desa menggali dan mengembangkan serta melestarikan adat istiadat yang beradab; dan mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya
g. h.
Pasal 144 Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasat 143 Kepala Desa : a. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, dan b.
menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban pemerintahan desa kepada Badan Perwakilan Desa.
penyelenggaraan
Pasal 145 Kepala Desa dilarang : a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan Keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain; b. c.
d. e. f.
melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, hak secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya; melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak Lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; merangkap jabatan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; menjadi anggota partai politik; dan melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 146 (1).
(2).
(3).
(1). (2).
(3).
Kepala Desa berhenti karena : a. meninggal dunia; b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri, atau c. diberhentikan. Kepala desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. b. c.
berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji; tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap;
d.
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun;
Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa. Pasal 147 Dalam hal Kepala Desa berhenti sementara, Sekretaris Bupati/Walikota untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
Desa
ditunjuk
oleh
Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf h, huruf c, dan huruf d. Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selama-lamanya 1 (satu) tahun. Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan Kepala Desa selambat-lambatnya dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(4).
6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa.
(1).
Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan. Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota. Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa adalah 5 (lima) tahun. Anggota BPD dilarang :
Pasal 148
(2). (3). (4). (5). (6).
a.
b.
c. d.
Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya. anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat tertentu. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan menjadi anggota partai politik.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 149 (1).
(2).
(3).
Dalam penetapan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa sebelum ditetapkan, disosialisasikan kepada masyarakat Paragraf Ketiga Pemberdayaan Masyarakat Desa
(1). (2).
(3).
(4).
(5).
Pasal 150 Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat, kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan sesisteman. Pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudk an kemandirian. Pendekatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan, pendidikan keterampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian stimulan dan sarana penunjang. Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk lembaga masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen Paragraf Keempat Keuangan Desa
(1).
(2). (3).
Pasal 151 Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan belanja dan pengelolaan keuangan Desa. Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas a. Pendapatan asli Desa; b. c. d.
(4).
bagi hasil pajak dan retribusi pemerintah Kabupaten/Kota; bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota; sumbangan dari pihak ketiga;
e. pinjaman Desa Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama B adan Perwakilan Desa setiap ta hun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan B elanja Desa. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(5).
(6). (7).
(1). (2).
(3).
Pedoman penyusunan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditet apkan oleh Bupati/Walikota berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah Desa dapat melakukan pungutan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pasal 152 Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan/atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa. Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Anggota Badan Perwakilan. Desa diberikan tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa. Tunjangan yang diterima Anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa Pasal 153
(1). (2).
(3).
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan dukungan pendanaan. Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa. Paragraf Keenam Kerja sama dan Perselisihan Desa
(1). (2).
(1). (2).
Pasal 154 Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama. Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja sama. Pasal 155 Perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat. Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang keputusannya bersifat final Paragraf Ketujuh Kawasan Perdesaan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 156 (1). (2).
(3).
(4). (5). (6).
Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah Kabupaten dan/atau antar Kabupaten dan Kota. Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh kabupaten dan kota terkait. Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut. Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kawasan perdesaan mengikutsertakan masyarakat dan swasta. Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban Pengaturan lebih lanjut kawasan perdesaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Pasal 157
(1).
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah
(2).
Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat.
(3).
Bagian Ketiga belas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
(1). (2).
Pasal 158 Gubernur dan atau kepala instansi vertikal menyelenggarakan urusan dekonsentrasi. Pendanaan tugas -tugas dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan kepada Gubernur dan atau instansi vertikal, dan dipertanggungjawabkan oleh Gubernur dan atau kepala instansi vertikal kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri.
(3).
Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi.
(4).
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN.
(5).
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dan penerimaan terhadap pengeluaran dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disetor ke Kas Negara Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
(6).
(7).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 159 (1). (2).
Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa menyelenggarakan urusan tugas pembantuan. Pendanaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen disalurkan kepada dan dipertanggungjawabkan oleh Daerah dan/atau Desa melalui Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya
(3).
Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terpisah dan administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi.
(4).
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN.
(5).
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke Kas Negara. Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (1) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(6).
(1). (2). (3).
(4). (5).
(1). (2).
(3).
Pasal 160 Pemerintah Provinsi dapat menugaskan pemerintah kabupaten/kota dan desa untuk menangani urusan pemerintah provinsi menurut asas tugas pembantuan Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kabupaten, Kota, atau Desa wajib disertai dengan pendanaan melalui APBD Provinsi. Dalam ha!-hal tertentu, penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/Kota atau Desa dapat menyediakan peralatan dan bantuan sumber daya manusia. Kabupaten/Kota atau Desa yang melaksanakan tugas pembantuan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskannya. Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi yang bersangkutan. Pasal 161 Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menugaskan pemerintah desa untuk menangani urusan pemerintah desa menurut asas tugas pembantuan. Pendanaan Tugas Pembantuan dari Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disalurkan kepada, dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota. Administrasi keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pengelolaan APPKD.
(4).
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah Kabupaten atau Kota yang menugaskan.
(5).
Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional Pemerintah Kabupaten atau Kota yang menugaskan.
(6).
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bagian Keempat belas Pelaporan dan Informasi Pemerintahan Daerah Pasal 162 (1).
Dalam rangka penyelenggaraan pemerint ahan daerah di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah Daerah wajib menyusun laporan daerah yang dikelola dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah
(2).
Sistem informasi Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima belas Pembinaan. dan Pengawasan Pasal 163 pembinaan dan
(1).
Pemerintah melakukan pemerintahan daerah.
(2).
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian fasilitasi dalam bentuk pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan dan pelatihan.
(3).
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terhadap penyelenggara pemerintahan daerah. Ruang lingkup pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi bidang pemerintahan dalam negeri, pembangunan daerah, kepemimpinan daerah, dan bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah dalam rangka pembinaan dapat memberikan penghargaan kepada Daerah.
(4).
(5). (6). (7).
(1).
(2).
pengawasan
atas
penyelenggaraan
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara preventif dan represif. Dalam rangka pengawasan, apabila Pemerintah Daerah melakukan pelanggaran administrasi maka Pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi. Pasal 164 Dalam rangka pengawasan represif, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/Kota selambat-lambatny a 15 (lima belas) hari setelah diundangkan. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya dibatalkan oleh Pemerintah.
(3).
Pemerintah dapat melimpahkan kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
(4).
Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan kepada Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan-alasannya.
(5).
selambat -lambatnya sate bulan setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD bersama Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Peraturan Daerah Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(6).
(7).
(8).
(9).
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur dan telah dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihapus dari Lembaran Daerah dan diumumkan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah. Kabupaten/Kota yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah, dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Menteri Dalam Negeri. Provinsi yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Dalam Negeri untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Presiden Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Dalam Negeri terhadap Daerah yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final. Pasal 165
(1).
Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD dan tata ruang sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu untuk dievaluasi kepada Pemerintah bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/Kota.
(2).
Rancangan Peraturan Daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi.
(3).
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kembali kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) lain setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah.
(4).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan sudah sesuat dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) Pemerintah/Gubernur menyampaikan pemberitahuan bahwa Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disahkan.
(5).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2), Pemerintah/Gubernur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasan-alasannya.
(6).
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Daerah bersama DPRD menyempurnakannya. Kepala Daerah berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah selambatlambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7).
(8).
Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah/Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Pasal 166 Pemerintah melakukan klarifikasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengusutan, terhadap permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 167 Pelaksanaan ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, dan Pasal 166 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
BAB VI DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH Pasal 168 (1).
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, yang selanjutnya disebut DPOD mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan kebijakan desentralisasi.
(2).
Saran dan pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan desentralisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; b. c. d.
pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah; rancangan pembentukan kawasan khusus; rancangan perimbangan keuangan yang terdiri dari: 1) 2)
3)
e. f.
(3).
(1).
Perhitungan bagian masing-masing Daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan Formula dan Perhitungan dana alokasi umum masing-masing Daerah berdasarkan besaran pagu dana alokasi umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dana alokasi khusus masing-masing Daerah untuk tahun anggaran yang akan datang berdasarkan besaran pagu dana alokasi khusus dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan;
kemampuan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan atau sinkronisasi kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
g. pengelolaan sumber daya manusia, dan h. keserasian pembangunan antar daerah DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden Pasal 169 DPOC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) mempunyai susunan keanggotaan yang terdiri dari: a.
Menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri, keuangan, kehakiman, pertahanan, aparatur negara, sekretariat negara, permukiman dan prasarana wilayah perencanaan pembangunan nasional dan
b. (2).
(3).
3 (tiga) wakil Pemerintah Provinsi, 3 (tiga) wakil Pemerintah Kota, dan 5 (lima) wakil Pemerintah Kabupaten. Menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan Menteri yang membidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua. Keanggotaan DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 170
(1). (2).
DPOD mengadakan sidang sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setahun. Dalam sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua DPOD dapat mengundang Menteri tertentu dan/atau wakil Daerah tertentu selain Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (1) sebagai narasumber. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
(1). (2). (3).
(4).
Pasal 171 DPOD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat Jenderal DPOD. Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. Sekretariat Jenderal DPOD mempunyai tugas memberikan dukungan staf dan administrasi kepada DPOD di bidang otonomi daerah dan bidang perimbangan keuangan, serta tugas lain yang diberikan DPOD. Sekretaris Jenderal DPOD bertanggung jawab kepada Ketua DPOD
Pasal 172 Dalam melaksanakan tugas, DPOD dapat mengangkat sejumlah tenaga ahli dan/atau membentuk kelompok kerja sesuai dengan kebutuhan Pasal 173 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, kedudukan tugas, fungsi, kewenangan, persidangan anggaran DPOD dan Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169, Pasal 170, dan Pasal 171 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 174 Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan undang-undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undangundang lain
(1).
(2).
Pasal 175 Ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam undangundang ini berlaku juga bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi di Papua. Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur. Pasal 176
(1). (2). (3). (4).
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom Provinsi dan wilayah administrasi Dalam wilayah ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibentuk daerah-daerah yang berstatus otonom. Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan: a. Kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai Ibukota Negara b. Tempat kedudukan perwakilan negara-negara sahabat c.
Keterpaduan Rencana Umum Tata Ruang Jakarta dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah sekitar.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d. e. f. g.
Kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi Pemerintah tertentu yang dikelola langsung oleh Pemerintah. Perangkat Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan persetujuan Pemerintah dimungkinkan berbeda dengan Daerah lain. Jenis-jenis kegiatan pelaksanaan fungsi Pemerintah tertentu di Jakarta dengan ketetapan Pemerintah ditangani dan/atau bersama Pemerintah DKI Jakarta. Keterpaduan pengelolaan pelayanan umum tertentu Jakarta dengan pelayanan umum Daerah sekitar. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 177
Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas, dan ibukota Provinsi, Daerah Khusus, Daerah Istimewa, Daerah Otonomi Khusus, Kabupaten, dan Kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(1).
(2).
Pasal 178 Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini tetap berlaku sebagai Kecamatan, Kelurahan, dan Desa atau yang disebut dengan nama lain kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Desa-desa yang ada di Kota pada saat dimulai berlakunya undang-undang ini secara bertahap disesuaikan menjadi Kelurahan. Pasal 179
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih sebelum diberlakukannya undang-undang ini tetap menjalankan tugas sampan masa jabatannya berakhir Pasal 180 Camat, Lurah, dan Kepala Desa beserta perangkat daerah tetap menjalankan tugas kecuali ditentukan lain berdasarkan undang-Undang ini Pasa l 181 Evaluasi terhadap kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah menurut kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) akan diberlakukan bagi seluruh daerah otonom baru termasuk yang dibentuk sebelum undang-undang ini diberlakukan
(1).
(2).
Pasal 182 Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini, semua peraturan perundangan atau ketentuan yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku. Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan selambat -lambatnya 2 (dua) tahun setelah diundangkannya undang-undang ini.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 183 Pada saat berlakunya undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) dinyatakan tidak berlaku; Pasal 184 Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambatlambatnya 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Pasal 185 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Disahkan di Jakarta pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA PEPUBLIK INDONESIA TA HUN ....NOMOR .....
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ......TAHUN ...... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
I
PENJELASAN UMUM 1. Dasar Pemikiran a.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen memiliki konsekuensi dilakukannya perubahan dalam tat anan kenegaraan termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah. Dengan demikian UU No. 22 Tahun 1999 sebagai pengaturan penyelenggaraan pemeriahan daerah perlu juga disempurnakan sesuai dengan perubahan di bidang ketatanegaraan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut yang bertalian dengan kebijakan desentralisasi antara lain merangkum hal-hal sebagai berikut : 1). Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi alas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. 2).
Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3).
Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis dan langsung Oleh rakyat. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antar provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, Pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
4).
5).
6).
7). 8).
9).
Dengan demikian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan utama dan kuat untuk menyelenggarakan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
kebijakan desentralisasi khususnya dalam membentuk, menata daerah otonom dan melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sebagaimana dirumuskan dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan Undang-undang No 22 Tahun 1999, di samping karena Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga mengingati 1). 2).
3).
4).
5).
6).
7).
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tersebut diatas belum sepenuhnya diwujudkan. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2001; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002; Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 yang antara ;ain mengamanatkan agar menindaklanjuti substansi amanat Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 mengenai peninjauan kembali ketiga undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undangan Nomor 25 Tahun 1999, dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, dan merevisinya dengan tetap mempertahankan semangat otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
Selain itu, dari aspek lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan juga diperhatikan, misalnya arus globalisasi, perdagangan bebas, tuntutan peningkatan kehidupan demokrasi, penghormatan hak-hak asasi manusia, keterbukaan, peningkatan penegakan hukum, keadilan dan pemerataan serta perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertimbangan lain juga perlunya penyesuaian kebijakan karena melalui kegiatan monitoring dan evaluasi juga diketahui adanya serangkaian permasalahan dalam penyelenggaraan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
pemerintahan daerah, yang apabila tidak segera dialasi dikhawatirkan akan menimbulkan disharmoni dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam melakukan perubahan undang-undang tersebut diperhatikan pula berbagai undang-undang terkait di bidang politik di antaranya UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Selain itu juga memperhatikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara b.
Undang-undang ini pada dasarnya merupakan undang-undang perubahan, namun tetap disebut sebagai undang-undang Pemerintahan Daerah. karena undang-undang ini pada prinsipnya mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi yang mencakup pengaturan mengenai: 1).
pembentukan, pengakuan dan penataan daerah otonom dalam arti membentuk daerah otonom baru, menghapus dan menggabung daerah, menata batas daerah, merubah nama daerah, menetapkan ibu kota daerah, memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar daerah, yang kesemuannya diselenggarakan dalam wilayah dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2).
sistem dan prosedur penyerahan, pendelegasian, penugasan wewenang tugas, dan kewajiban pemerintah kepada daerah dan/atau perangkat pusat d daerah. pembentukan dan penyusunan lembaga pemerintahan daerah dan perangkat pemerintah di daerah serta tata-kerja dan tata-hubungan antar lembaga itu di satu daerah atau antar daerah dan antara daerah dengan pusat.
3).
4).
5).
sistem dan prosedur mengenai Pelaksana pemerintahan daerah baik mengenai perencanaan, pengadaan, penempatan, mutasi, dan pengembangan maupun mengenai kesejahteraan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian yang kesemuanya terakomodasi dalam sistem manajemen pegawai negeri sipil daerah yang merupakan satu kesatuan dengan sistem manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. sistem keuangan daerah sumber pendapatan, pengelolaan, penyusunan rencana anggaran, penerimaan, pembiayaan dan belanja hubungan/perimbangan keuangan pusat dan daerah, pinjaman, laporan penatausahaan keuangan daerah, tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi serta pengelolaan barang dan aset daerah.
6).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan hubungannya dengan Pemerintah Daerah yang keduanya adalah pelaksana otonomi daerah dan merupakan lembaga pemerintahan daerah.
7).
susunan Pemerintah Daerah terdiri dan Kepala Daerah dan Perangkat Daerah yang lain, mencakup tata-cara pemilihan, pengangkatan pemberhentian, dan pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
8). 9). 10). c.
pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. tata-cara penyusunan peraturan daerah, peraturan tata-tertib DPRD dan produk-produk hukum daerah lainnya. dasar-dasar pengelolaan kawasan perdesaan dan perkotaan.
Penerapan otonomi daerah dalam Undang-undang tetap dengan prinsip konsep otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi luas dimaksudkan bahwa kepada Daerah diberikan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintah yang tidak ditangani oleh Pemerintah sendiri, sehingga isi otonomi dapat dikatakan banyak jumlah dan jenisnya. Di samping itu Daerah diberikan keleluasaan untuk menangani urusan pemerintah yang diserahkan itu dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu Daerah dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing Daerah. Prinsip otonomi nyata adalah suatu tugas, wewenang, dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintah yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakter daerah Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonom yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Seiring dengan prinsip-prinsip itu, penyelenggaraan otonomi daerah harus menjamin keserasian hubungan antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah dan DPRD, artinya kinerja penyelenggara otonomi daerah yaitu DPRD dan Pemerintah Daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat luas. Selain itu harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerja sama antar Daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Daerah secara bersama, sehingga tidak terjadi ketimpangan antar Daerah. Kesemuanya itu dalam satu kerangka utama dan akhirnya juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah artinya hanya mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional. Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memberdayakan Daerah dalam bentuk meningkatkan pelayanan, perlindungan, kesejahteraan, prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat, menumbuhkembangkan demokrasi, pemerataan dan keadilan serta persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional dengan mengingati asal usul suatu daerah, kemajemukan dan karakteristik, serta potensi daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pemerintah wajib memberikan fasilitasi dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu berbentuk pemberian pengaturan, pedoman, standar, arahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengawasan, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Daerah sebagai pelaksana otonomi wajib untuk mengikuti dan mentaati fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah. Sejalan dengan tujuan pemberian otonomi kepada Daerah, senyatanya ada beberapa bentuk dan model daerah otonom yang lain, seperti Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi -provinsi di Papua yang kepadanya secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan daerah lain. Namun demikian dengan pertimbangan tertentu daerah tersebut dapat diberikan wewenang khusus yang diatur dengan undang-undang. Atas dasar konsep model otonomi yang dianut dalam undang-undang ini yaitu otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab, serta mengacu pada prinsip-prinsip pokok otonomi dimaksud, maka penempatan otonomi diupayakan sedekat mungkin dengan masyarakat. Karena daerah otonom yang paling dekat dengan masyarakat adalah daerah kabupaten dan kota, maka pada daerah inilah diberi otonomi lebih banyak baik jumlah maupun jenisnya, kecuali dalam undang-undang ini atau undang-undang lain diatur tersendiri. Kepada provinsi juga diberikan otonomi untuk menangani urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Provinsi dan urusan pilihan lainnya dan berskala regional serta urusan yang sifatnya lintas kabupaten/kota. Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Provinsi, Kabupaten dan Kota berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintah antar strata pemerintahan, dan mendasarkan pada urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintah yang dikerjakan bersama antar tingkatan pemerintahan. Urusan pemerintah yang tetap ditangani oleh pemerintah sendiri adalah urusan yang mengindikasikan adanya jaminan eksistensi Negara Kesatuan, yaitu urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional, yustisi, agama dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang tidak diserahkan kepada Daerah, seperti urusan yang bersifat lintas negara, lintas provinsi dan kebijakan nasional yang bersifat strategis d.
Desentralisasi pemerintahan dalam pengertian luas terdiri dari beberapa model yaitu mencakup dekonsentrasi, devolusi (desentralisasi dalam arti sempit), delegasi, tugas pembantuan atau modebewind, dan privatisasi Untuk selanjutnya dalam undang-undang ini penggunaan istilah desentralisasi adalah dalam artian devolusi (desentralisasi dalam arti sempit) Desentralisasi dapat dimanifestasikan dalam wujud pembentukan daerah otonom dalam wilayah dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terbagi dalam daerah provinsi, dan dalam daerah provinsi dibentuk daerah kabupaten dan kota. Di samping itu kepada Daerah diserahi fungsi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
urusan pemerintah tertentu berdasarkan kriteria sebagaimana tersebut di atas yang merupakan isi dari otonomi pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, industri, perdagangan, koperasi, pariwisata, perhubungan, kebudayaan, pertanahan, kesejahteraan sosial, komunikasi, penanaman modal ketenagakerjaan, kependudukan, dan urusan pemerintah lain yang tidak ditangani oleh pemerintah sendiri yang ditentukan dalam undang-undang Dekonsentrasi dimanifestasikan dalam: 1). pelimpahan wewenang menangani urusan pemerintahan yang bersifat absolut dari Pemerintah kepada aparatnya untuk menangani fungsi urusan pemerintah tertentu seperti tugas dalam ruang lingkup pertahanan keamanan, kehakiman, kejaksaan, kepolisian, keuangan, keagamaan. 2). pelimpahan wewenang urusan pemerintahan yang bersifat tidak absolut/concurrent dan menjadi kewenangan Pemerintah dapat dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah. 3). penetapan kawasan khusus baik yang berada dalam daerah otonom maupun di luar daerah otonom untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya dalam bentuk kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran senjata/rudal, peluru kendali bertenaga atom atau nuklir, pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi, konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya nasional, laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan spesifik dan lain-lain Pengelolaan kawasan khusus tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah atau bekerja sama antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, masyarakat, atau dapat pula dalam hal dengan negara-negara lain. Privatisasi merupakan salah satu model desentralisasi dalam arti luas dengan wujud pendelegasian sebagian tugas, wewenang, dan kewajiban pemerintah atau pemberian ijin untuk menangani urusan pemerintah tertentu, kepada masyarakat dan/atau kerja sama pemerintah dengan masyarakat, misalnya dalam bentuk perusahaan, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perseroan Terbatas (PT), yayasan, dan lain sebagainya. Tugas pembantuan merupakan alas pemerintahan yang dapat dilaksanakan untuk mendukung dan/atau dilaksanakan apabila suatu urusan pemerintah tidak akan lebih baik terselenggara bila menggunakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Asas tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan Daerah atau Desa termasuk masyarakatnya alas penugasan atau kuasa dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah di bidang tertentu.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
2.
Pembentukan, Pengakuan, dan Penataan Daerah a.
Sebagai konsekuensi pemerintah melaksanakan kebijakan desentralisasi, maka keberadaan daerah otonom termasuk pembentukan suatu daerah merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan bernegara dan berpemerintahan. Dengan demikian Daerah yang dibentuk itu merupakan suatu wahana pencapaian tujuan yang pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dalam berpemerintahan di setiap daerah, juga dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wujud keikutsertaan rakyat dalam proses membuat kebijakan daerah. Undang-undang ini mengakui daerah otonom yang telah ada sebelum membentuk daerah baru berdasarkan undang-undang ini. Tujuan pembentukan suatu daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, sehingga sasaran yang ditetapkan dan cara mewujudkannya dapat dilakukan secara lebih ekonomis, efisien, efektif, dan demokratis Pembentukan, pengakuan, dan penataan suatu daerah dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, keuangan sumber daya manusia aparatur , potensi yang dimiliki, luas wilayah kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya, serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah. Prinsip dasar keberadaan daerah adalah harus mampu menjamin semakin cepatnya terwujud peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetap utuhnya wilayah Negara dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta semakin kokohnya persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional. Di samping itu, dilihat dari aspek manajemen pemerintahan harus mampu mewujudkan keserasian dan keselarasan rentang kendali, baik dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi, maupun dalam kaitannya dengan luas wilayah, jumlah penduduk, pelayanan masyarakat, dan kondisi geografis wilayah. Persyaratan pembentukan suatu daerah otonom adalah dengan telah terpenuhinya kriteria dan sarana prasarana pendukung yang ditetapkan dan mencerminkan faktor-faktor pertimbangan adanya suatu daerah otonom yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan objektif, serta diproses melalui tahap-tahap yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan.
b.
Daerah otonom yang ada baik sebagai basil bentukan lama maupun baru dapat dihapus dan digabung atau ditata kembali dengan langkah-langkah sebagai berikut 1).
2).
Pemerintah secara berjenjang melakukan fasilitasi secukupnya untuk berfungsinya setiap daerah dalam bentuk memberikan bimbingan, arahan, pelatihan, supervisi, pedoman, pengawasan, standar, pemantauan, dan evaluasi. Pemerintah menetapkan suatu kriteria untuk mengelompokkan masing-masing daerah yang memiliki tingkat kemampuan dan kemajuan yang sama sekurang-kurangny a ke dalam 4 (empat) kelompok, misalnya daerah maju, daerah berkembang, daerah kurang berkembang, daerah terbelakang atau dengan sebutan lain. Masing-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
3).
masing daerah itu akan mendapatkan fasilitasi tertentu yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kemajuannya. Apabila setiap kelompok itu telah cukup diberikan fasilitasi, ternyata tidak ada kemajuan, maka pemerintah melakukan evaluasi perlu tidaknya daerah itu dihapus atau digabung dengan Daerah yang berdekatan dan ditetapkan dengan undang-undang.
c.
Setiap Daerah selalu diberi batas wilayah yang menunjukkan bahwa hanya sampai pada batas itulah tugas, wewenang, kewajiban bagi Daerah atau otonomi daerah yang bersangkutan dapat diselenggarakan Batas wilayah itu memberikan tanda pemisahan secara administratif dengan Daerah lain dalam satu provinsi, dan/atau antar provinsi lain. Di samping itu bagi daerahdaerah yang berbatasan langsung dengan negara lain, batas daerah itu juga merupakan tanda pemisahan kedaulatan atas wilayah negara dengan wilayah negara tetangga Penetapan batas itu ditentukan pada setiap undang-undang pembentukan Daerah. Tata cara untuk menetapkan titik-titik koordinat perbatasan diatur dalam suatu peraturan pemerintah dan penetapan Batas secara pasti di lapangan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Batas kecamatan dalam lingkungan kabupaten dan kota, dan batas desa kelurahan dalam lingkungan kecamatan penetapannya diatur dengan peraturan daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah Batas daerah kabupaten, kota dan provinsi pada dasarnya adalah batas desa dan kecamatan, namun demikian dalam penentuan batas daerah dimaksud tidak ditetapkan dengan peraturan daerah Penataan batas wilayah Daerah yang tidak berakibat d!hapuskannya suatu Daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah Sedangkan penataan dan penetapan batas wilayah antar negara diatur dengan undang-undang. Batas sebagiamana dimaksud juga dipertegas pada batas daratan, dan hanya pada penetapan dengan UU tertentu akan mengait pada batas wilayah laut. Hal ini memberi implikasi penegasan bahwa wilayah laut merupakan wilayah regional kecuali yang secara tegas melekat pada pulau-pulau kecil ditetapkan dalam UU pembentukan daerah sebagai kesatuan wilayah suatu daerah provinsi atau kabupaten/kota, Dalam hal ini juga terdapat implikasi yang tegas bahwa wilayah laut merupakan kewenangan nasional dan ruang lingkup tertentu daerah dapat memanfaatkan sumberdaya kelautan sesuai dengan peraturan perundangan
d.
Setiap Daerah memiliki pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang disebut ibukota daerah provinsi atau kabupaten. Ibukota suatu kota otonom adalah kota itu sendiri, sehingga tidak disebutkan dimana ibukota dan kota otonom itu. Ibukota suatu daerah dapat dipindahkan ke lokasi lain yang masih dalam ruang lingkup wilayah daerah itu dan dapat pula diganti namanya yang penetapannya dengan peraturan pemerintah Ibukota provinsi, Ibukota kabupaten yang lokasinya ada dalam wilayah kota otonom tidak harus dipindahkan ke tempat lain walaupun masih dalam wilayah Daerah yang bersangkutan Dalam suatu wilayah Daerah karena tingkat perkembangannya yang menunjukkan ciri-ciri suatu wilayah perkotaan (functional urban area), untuk mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan wilayah perkotaan itu perlu diarahkan sedemikian rupa yang diatur dengan peraturan daerah, dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
3.
Hubungan Antar Tingkat Pemerintahan Hubungan antar strata pemerintahan secara umum dapat dilihat dari adanya hubungan kewilayahan, hubungan pemanfaatan sumberdaya, hubungan kewenangan, hubungan keuangan, serta hubungan administrasi dan manajemen. Hubungan kewilayahan, artinya bahwa daerah otonom itu dibentuk, disusun dan diselenggarakan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi otoritas negara. Jadi wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat. Dengan demikian wilayah itu tidak diotonomikan dan disusun bertingkat-tingkat, namun Daerah diberi wewenang untuk melaksanakan dan mengelola sebagian wewenang Pemerintah dari bagian urusan kewilayahan, misalnya dalam bentuk pembinaan wilayah. Hubungan Kewenangan, artinya bahwa daerah otonom memiliki tugas, wewenang, kewajiban, hak, dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, yang berasal dari pemberian dan pengakuan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Karena otonomi daerah itu berasal dari pemberian ataupun pengakuan Pemerintah maka daerah wajib untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Pemerintah. Pemerintah berwenang untuk mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam pengaturan hubungan tersebut haruslah mempertimbangkan aspirasi Daerah sehingga tercipta sinergi antara kepentingan Pusat dan Daerah Hubungan Keuangan adalah hubungan yang merupakan suatu konsekuensi untuk mencapai tujuan dibentuknya daerah otonom dan diberikannya otonomi daerah Artinya kepada Daerah Otonom diberikan tugas, wewenang, yang sekaligus diberi hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dalam menyelenggarakan otonominya. Oleh karena itu Daerah oleh Pemerintah diberikan sumber-sumber pendapatan, yang pada awalnya sumber pendapatan itu menjadi kewenangan Pemerintah Hubungan keuangan antara Provi nsi dan Kabupaten/Kota dapat dilihat dari sistem dan prosedur dalam pembagian hasil pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang diatur oleh Pemerintah, salah satunya adalah Daerah diberi sumber-sumber keuangan yang dapat dikelola sendiri. Ada pula dengan subsidi, bantuan ataupun bentuk lain, baik dengan suatu arahan ataupun diberi keleluasaan pengelolaannya, ada pula dengan bagi hasil Pada saat ini salah satu sumber pendapatan dimaksud adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan lain-lain yang sah maupun bagian dari pendapatan BUMD dan dinasdinas Di samping itu daerah juga memperoleh sumber-sumber pendapatan yang berasal dari pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus Di luar itu dimungkinkan juga bagi daerah untuk dapat melakukan pinjaman dari Pemerintah, Pemerintah Daerah yang lain, dan masyarakat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hubungan Administratif dan Manajemen, artinya bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara Peran Pemerintah dalam kerangka otonomi daerah akan banyak
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
bersifat menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut 4.
Pembagian wewenang/urusan pemerintahan Penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran (distribusi) urusan pemerintah oleh Pemerintah kepada daerah otonom Distribusi urusan pemerintah tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintah yang secara absolut tidak diserahkan kepada Daerah. Berbagai urusan pemerintah tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintah dimaksud meliputi : politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya; pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, beta negara bagi setiap warga negara dan sebagainya; keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya; moneter misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya; dan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah. Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya suatu urusan pemerintah yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi bagian Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah. Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan karakteristik daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam bagian urusan yang ditangani oleh suatu tingkat pemerintahan artinya bahwa Suatu urusan pemerintah akan ditangani oleh Kabupaten/Kota apabila Daerah itu lebih langsung terkena dampak/akibat dan membutuhkan kecepatan dalam penanganannya dari bagian urusan tersebut. Oleh Provinsi apabila penanganan bagian urusan memerlukan kesatuan kebijakan operasional di tingkat regional Oleh Pemerintah apabila penanganan bagian urusan memerlukan kesatuan kebijakan operasional secara nasional. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dan bagian urusan yang harus ditangani tersebut, dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin Kriteria efisiensi dan efektifitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdayaguna dan berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah. Sekaligus ini bermakna bahwa penyelenggaraan suatu bagian urusan pemerintah pada strata pemerintahan tertentu mempertimbangkan terhadap kemungkinan terjadinya ekonomi biaya tinggi. Untuk itu pendistribusian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintah tersebut. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi. Selanjutnya yang dimaksud dengan keserasian hubungan ialah bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (inter-koneksi), saling tergantung (interdependensi), dan saling mendukung sebagai sale kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan. Pendistribusian bagian urusan tersebut ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul Daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintah yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut Pemerintah melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memberikan pengakuan atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan Pemerintah dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada Daerah. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah, telah terdapat urusan pemerintah yang melekat pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat sendiri yang sekaligus merupakan kewajiban Daerah misainya urusan pelayanan pemakaman umum, urusan kebersihan lingkungan, urusan administrasi umum pemerintahan, urusan perlindungan terhadap masyarakat, urusan ketentraman dan ketertiban umum dan sebagainya. Di samping itu terdapat urusan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
pemerintahan baik yang telah diserahkan pada Daerah melalui undang-undang Pembentukan Daerah maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya untuk ditangani Daerah yang disesuaikan berdasarkan undang-undang ini Namun karena urusan pemerintah bersifat dinamis, maka pendistribusian dan penataan alokasi penanganan urusan dapat berubah Artinya ada bagian urusan Pemerintah yang pada kurun waktu tertentu masih ditangani Pemerintah, pada suatu saat dapat diserahkan pada Daerah atau urusan yang telah ditangani oleh Daerah Kabupaten/Kota dapat diserahkan ke Daerah Provi nsi atau ditangani Pemerintah Begitu pula urusan yang telah ditangani Daerah Provinsi dapat diserahkan ke Daerah Kabupaten/Kot a dan/atau ditangani pemerintah dengan memperhatikan dinamika penyelenggaraan urusan itu Oleh karena itu untuk menjamin kepastian, maka setiap perubahan tersebut perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan hal tersebut, Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya memacu lahan-lahan tertentu sebagai lokasi pengembangan sektor-sektor tertentu pada skala daerah. Lahan tertentu tersebut misalnya lahan untuk pengembangan perumahan, industri kecil, pariwisata, ekonomi terpadu, perdagangan dan sebagainya, yang semuanya dalam skala daerah sesuai dengan tata ruang daerah. Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD) dan Pemerintah Daerah. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang merupakan unsur lembaga pemerintahan daerah dan sebagai wahana demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Susunan dan kedudukan DPRD yang mencakup keanggotaan, pimpinan, fungsi, tugas, wewenang, hak, kewajiban, penggantian antar waktu, alat kelengkapan, protokoler, keuangan, peraturan tata tertib, larangan dan sanksi, diatur tersendiri didalam Undang-Undang mengenai Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tersebut dan yang masih memerlukan pengaturan lebih lanjut baik yang bersifat penegasan maupun melengkapi diatur dalam undang-undang ini. Hal-hal yang belum cukup diatur itu misalnya mengenai hubungan DPRD dan Kepala Daerah, tata cara penyaluran aspirasi masyarakat kepada DPRD, tata cara penyerapan aspirasi masyarakat oleh DPRD, pengawasan masyarakat terhadap DPRD, tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD terutama dalam kaitannya dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, tata cara pembentukan peraturan daerah, tata cara Pembahasan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Badan Kehormatan DPRD, dan lain sebagainya. Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota, yang semuanya dipilih secara demokratis. Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingati bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam Undang-undang Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah, dan perangkat daerah. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan t3akal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD maupun bakal calon itu mencalonkan diri ataupun dicalonkan oleh suatu organisasi di luar partai politik dengan persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Dengan demikian bakal calon dapat bersumber dari anggota-anggota partai politik ataupun bukan yang dapat disebut bakal calon independen atau non partisan Penyaringan dan penetapan pasangan bakal calon dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh DPRD yang anggotanya terdiri dari anggota DPRD,anggota KPUD dan warga masyarakat Pasangan bakal calon untuk provinsi yang telah ditetapkan dengan Keputusan DPRD dikonsultasikan kepada Pemerintah, sedangkan pasangan bakal calon untuk kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan Keputusan DPRD dikonsultasikan kepada Gubernur Hasil konsultasi tersebut menjadi dasar bagi DPRD dalam, menetapkan pasangan calon, kemudian diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk diproses pemilihannya melalui pemungutan suara. Hasil pemungutan suara ditetapkan oleh KPUD dengan Berita Acara, selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk ditetapkan sebagai calon terpilih, kemudian diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan. Mengingat daerah otonom itu ada beberapa yang berciri khusus, diantaranya ada daerah istimewa dan daerah berotonomi khusus, maka tata cara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada daerah istimewa dan di daerah yang melaksanakan otonomi khusus dimaksud berbeda dengan daerah secara umum seperti untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta untuk Provinsi-provinsi di Papua memperhatikan juga ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Namun pada dasarnya pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat Daerah. Untuk menjaga keserasian, keselarasan, dan keharmonisan hubungan kerja antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah maka ditetapkan pembagian tugas secara jelas. Secara umum tugas Wakil Kepala Daerah adalah membantu tugas-tugas Kepala Daerah. Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi berfungsi pula sebagai wakil Pemerintah di Daerah dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata Pemerintah Kabupaten dan Kota. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung dan bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masingmasing. 5.
Perangkat Daerah Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari struktur penugasan unsur-unsur yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah t;dak senantiasa sama atau seragam. Setiap pemerintah daerah memiliki perangkat daerah yang secara umum terdiri dari 1) Sekretariat Daerah, dengan cakupan tugas meliputi sekurang-kurangnya administrasi umum, administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, administrasi barang dan aset, hukum dan hubungan masyarakat, 2) Lembaga Teknis Daerah, yang cakupan tugasnya meliputi sekurang-kurangnya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pendapatan daerah, investasi, pengawasan, 3) Dinas Daerah, yang cakupan tugasnya meliputi sekurang-kurangnya pelaksanaan pelayanan teknis terhadap masyarakat seperti urusan kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, perhubungan dan telekomunikasi, sosial, ketenagakerjaan, lingkungan hidup: pertanian, kependudukan, ketentraman dan ketertiban umum Pembentukan organisasi perangkat daerah tersebut didasarkan pula pada suatu kriteria tertentu sebagai dasar perhitungan yang rasional, obyektif. dan terukur untuk menyusun suatu kriteria perlu ditetapkan indikator, yang masing-masing indikator dapat diurai ke dalam sub indikator, kemudian indikator atau sub indikator itu diberikan suatu bobot tertentu untuk menentukan skor Tata cara atau prosedur persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang mengacu pedoman yang ditetapkan Pemerintah
6.
Keuangan Daerah Penyelenggaraan fungsi Pemerintahan Daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumbersumber dana yang cukup kepada Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Pemerintah Provinsi wajib memberikan kontribusi hasil pajak Provinsi tertentu kepada Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan. Kabupaten/Kota yang memiliki sumber keuangan sendiri yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kriteria tertentu wajib memberikan kontribusi kepada Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi bersangkutan yang pengaturannya difasilitasi oleh Gubernur. Kepada Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa : kepastian tersedianya pembiayaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip "uang mengikuti fungsi". Selanjutnya diperlukan pengaturan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah agar daerah mendapatkan sumber pembiayaan yang sepadan dengan kebutuhan dan kapasitas fiskalnya dalam memberikan layanan publik. Sistem perimbangan keuangan yang perlu dibangun harus dapat dipakai sebagai instrumen untuk mengoreksi ketimpangan fiskal antar daerah sekurang-kurangnya mencerminkan adanya kepastian sumber keuangan, hubungan keuangan yang berimbang, adil, dan serasi sehingga kemakmuran masyarakat secara relatif dapat dicapai pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, hubungan keuangan antara Pemerintah dan Daerah yang berimbang, adil, dan serasi menjadi kunci pokok keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena Daerah memerlukan kepastian sumbersumber keuangan guna membiayai belanja Daerah. Untuk itu diperlukan pengaturan tentang posisi dan peran keuangan daerah terhadap keuangan negara, terutama yang menyangkut pembagian hasil atas sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia, maupun alas hasil kegiatan perekonomian lainnya guna memfasilitasi pelaksanaan otonomi daerah dan sekaligus memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan pemerintahan daerah dan pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah mempunyai hubungan yang erat, karena masing-masing pengaturan bersifat komplementer. Hal ini dapat terwujud apabila ada pola pembagian kewenangan antar tingkatan daerah yang jelas, sehingga "Siapa Melakukan Apa" akan mudah diidentifikasi Disamping itu, ketersediaan dana yang cukup akan menjadi faktor penunjang utama berjalannya fungsi pemerintah daerah terutama dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, Kepala Daerah harus bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dan kekuasaan pemerintahan daerah, dimana kekuasaan tersebut semat a-mata digunakan untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, khususnya masyarakat di Daerah masing-masing Di samping itu, kepada Daerah juga diberikan hak untuk mengelola keuanganny a hal ini, konstruksi APBD yang tepat adalah menggambarkan sistem perencanaan yang jelas, tata cara penyusunan APBD, penata-usahaan keuangan daerah, serta penyusunan perhitungan APBD yang dapat mengakomodasi pelaksanaan hak dan kewajiban daerah, dengan cara menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja dengan pola pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel. Kewajiban Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pemerintah adalah memberikan fasilitasi kepada daerah agar pengelolaan keuangan daerah lebih akuntabel dan transparan. Di dalam Undang-Undang mengenai Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah 7.
Peraturan Daerah Penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan ketentuan daerah lainnya Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan Daerah Iain Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari DPRD maupun dari Pemerintah Daerah Khusus peraturan daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan daerah dan ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Peraturan daerah tertent u yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tata ruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi oleh Pemerintah. Hal itu ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan Daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah, serta menyelaraskan dengan menyelaraskan tujuan nasional. Dalam peraturan daerah dapat diatur mengenai sanksi bagi yang melanggar ketentuan-ketentuan peraturan daerah itu dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan untuk menegakkan peraturan daerah dimaksud pemerintah daerah menugaskan aparat Polisi Pamong Praja dan dapat meminta bantuan kepada aparat Kepolisian Negara atau menunjuk aparat daerah lain.
8.
Kepegawaian Daerah Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan merupakan pemersatu bangsa. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka desentralisasi penanganan di bidang kepegawaian untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian daerah dilaksanakan selaras dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang kepegawaian Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
undangan sekurang-kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemberhentian, Pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab, larangan, sanksi penghargaan, dan merupakan sub-sistem dan sistem kepegawaian secara nasional Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam system kepegawaian nasional Penempatan pegawai untuk mengisi jabatan dengan kualifikasi umum menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk pengisian jabatan tertentu yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli dibidang tertentu, pengalaman kerja tertentu di Kabupaten maupun Kota, maka pembina kepegawaian tingkat Provinsi dan atau Pemerintah dapat memberikan fasilitasi Hal ini dalam rangka melakukan pemerataan tenaga-tenaga pegawai tertentu dan penempatan pegawai yang tepat serta sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diperlukan di seluruh daerah. Gaji dan tunjangan PNS Daerah disediakan dengan menggunakan Dana Alokasi Dasar yang ditetapkan secara nasional, merupakan bagian dalam Dana Alokasi Umum (DAU) \tang dinyatakan secara tegas Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah apabila terjadi mutasi pegawai antar daerah maupun dari daerah ke pusat, dan atau sebaliknya serta untuk menjamin kepastian penghasilan yang berhak diterima oleh setiap pegawai. Penetapan gaji dan tunjangan PNS dilakukan dongan menerapkan standard gaji yang ditetapkan secara nasional oleh pemerintah 9.
Perkotaan dan Perdesaan Kawasan perkotaan yang berada dalam satu wilayah administrasi pemerintahan daerah, yang sebagian besar atau seluruhnya telah menunjukkan ciri perkotaan, pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Kota yang bersangkutan. Kawasan perkotaan yang berada dalam dua atau lebih wilayah administrasi pemerintahan daerah yang berdekatan, pengelolaannya dapat dilakukan dengan kerja sama antara pemerintah daerah kota dan kabupaten yang bersangkutan dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masing-masing.
10.
Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Wakil Pemerintah di Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembentukan daerah dan pemberian otonomi daerah secara lebih efisien dan efektif berdasarkan peraturan perundangundangan. Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintah, Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing dengan saling berkoordinasi. Pembinaan oleh Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Propinsi dilaporkan kepada Presiden. Pembinaan yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut antara lain meliputi 1.)
Pemberian pedoman, terhadap penyelenggaraan Pemerintah Propinsi, Pemerintah K abupaten/Kota termasuk pertanggungjawaban, laporan dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
2.)
3.)
4.) 5.)
evaluasi atas akuntabilitas kinerja Gubernur, Bupati, dan Walikota beserta perangkat daerah lainnya sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Bimbingan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja pelaksanaan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota sesuai dengan bidang tugas masing-masing Pelatihan dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia aparat Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota dalam bentuk Pendidikan dan Pelatihan Arahan terhadap penyusunan rencana program dan kegiatan/proyek yang bersifat nasional dan regional sesuai dengan per tahapannya. Supervisi terhadap pelaksanaan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota, sesuai dengan bidang tugas masing-masing
Dalam melakukan pembinaan, Pemerintah dapat melimpahkan sebagian tugas pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten dan Kota kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan oleh Gubernur terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada Pemerintah baik secara menyeluruh maupun secara sektoral sesuai ruang lingkup masing-masing sektor. Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintah Daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pemerintah dapat melimpahkan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah sesuai peraturan perundang-undangan. Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut : 1.)
2.)
Pengawasan represif, yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan Daerah berupa Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan Daerah. Pengawasan represif meliputi pengawasan terhadap Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur. Pengawasan represif dilakukan oleh : (a.) Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait. (b.) Gubernur selaku Wakil Pemerintah. Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah dan retribusi daerah. Setiap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tata ruang wajib disampaikan/konsultasikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memperoleh persetujuan. Mekanisme ini ditempuh dalam rangka untuk mencegah munculnya pungutan-pungutan daerah yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi atau dengan kepentingan umum.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, Pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah baik secara perorangan maupun kelembagaan dan produknya, apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah tersebut Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu daerah otonom, penundaan pengalokasian dana perimbangan, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan 11.
Kecamatan Kecamatan adalah suatu wilayah kerja Perangkat daerah Kabupaten dan/atau Kota. perangkat itu disebut Camat. Dengan demikian Camat adalah sebagai perangkat desentralisasi Suatu Kecamatan terdiri dan beberapa Desa ataupun Kelurahan yang pembentukan dan susunannya diatur dengan Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. Tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab Camat pada dasarnya melaksanakan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan umum tersebut seperti melakukan upaya pemeliharaan kerukunan dan persatuan warga masyarakat; memberikan pelayanan administratif mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum pemberdayaan masyarakat, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan masyarakat, pengetrapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, membina penyelenggaraan pemerintahan Desa dan/atau Kelurahan dan tugas, wewenang lain yang didelegasikan oleh Bupati dan/atau Walikota sesuai dengan kondisi dan situasi serta tingkat kebutuhan masing-masing kecamatan Di samping itu Camat juga berwenang untuk mengkoordinasikan instansi ataupun pejabat yang ruang lingkup tugasnya ada pada tingkat wilayah kecamatan. Lembaga Kecamatan yang ada pada saat ini merupakan Kecamatan yang dimaksud dengan undang-undang ini. Begitu pula tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab Camat yang ada sebelumnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini adalah merupakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab Camat menurut undang-undang ini Jabatan Camat merupakan jabatan karier pegawai negeri sipil, oleh karena itu yang dapat diangkat sebagai Camat adalah pegawai negeri sipil yang memenuhi kualifikasi jabatan Camat antara lain berpengetahuan dan berpengalaman mengenai penyelenggaraan tata pemerintahan.
12.
Desa Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas -batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Desa juga merupakan suatu "daerah" dalam bentuk yang kecil dilihat dari struktur daerah otonom atau sering disebut sebagai kesatuan masyarakat hukum, dimana keberadaan desa
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
sampai saat ini sebagian besar merupakan desa adat atau juga dapat disebut sebagai desa geneologis, yang pada dasarnya telah memiliki otonomi yang sering disebut sebagai otonomi asli. Namun dalam perkembangannya Desa-desa seperti itu ada yang memang masih seperti keadaan semula ada pula yang sudah berubah baik karena pengaruh perkembangan masyarakat maupun karena pembangunan dan pengembangan suatu daerah, sehingga norma adat sudah berinteraksi dengan adat dan budaya dari luar Desa semula. Undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan suatu penyelenggaraan pemerintahan dalam sistem pemerintahan nasional sehingga pemerintahan Desa merupakan subsystem dalam system pemerintahan nasional Dalam hal ini perlu pemahaman terhadap konsep penyelenggaraan pemerintahan Desa dengan konsep pengelolaan Desa Penyelenggaraan pemerintahan Desa merupakan pengelolaan Desa yang bersifat administratif, sedangkan pengelolaan Desa diluar itu dapat bersifat fisik. sosial ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya sesuai dengan Kondisi, potensi, serta posisi dari masing-masing Desa yang dalam pelaksanaannya dapat bersamaan, seiring dan disinerjikan Untuk Desa-desa tertentu seperti Desa yang pemimpinnya masih tergantung kepada Kepala Suku ataupun Pemangku Adat sehingga belum memungkinkan memenuhi kualifikasi jabatan Kepala Desa dari segi administrasi pemerintahan, maka posisi Kepala Desa dapat diisi oleh Kepala Suku atau pemangku Adat sendiri, namun perangkat pemerintahan Desa lainnya diupayakan diisi oleh aparat yang harus memenuhi persyaratan sebagai perangkat pemerintahan Desa Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di dalam perangkat pemerintah Desa dibentuk lembaga Desa yang berkedudukan sebagai mitra kerja Kepala Desa dalam menyusun rencana pembangunan Desa sesuai dengan kebutuhan Desa. Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat Desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada Badan Perwakilan Desa Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok -pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Perwakilan Desa untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Desa yang dipersonifikasikan dalam lembaga pemerintahan Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dapat melakukan perbuatan hukum baik yang bersifat publik maupun perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan; serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu, Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian dalam kedudukan yang setara untuk kemajuan dan kepentingan Desa secara keseluruhan. Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa seperti pembentukan, penghapusan, penggabungan, perangkat pemerintahan desa, keuangan desa, pembangunan desa, dan lain sebagainya dilakukan oleh Daerah Kabupaten dan Kota yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan Pemerintah
II.
PENJELASAN PASAL PER PASAL
Pasal 1 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan fungsi pemerintahan adalah fungsi-fungsi pelayanan, pengaturan, perlindungan, pembangunan, dan pengembangan. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Yang dimaksudkan dengan dalam hal tertentu adalah dalam rangka melaksanakan urusan-urusan tertentu, daerah atau desa yang bersangkutan tidak cukup memiliki sarana atau perlengkapan dan tenaga ahli atau terampil yang memadai, sehingga pemerintah atau pemerintah daerah untuk kelancaran pelaksanaan tugas diwajibkan untuk menyediakannya Huruf h Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf i Yang dimaksud dengan batas-batas wilayah adalah cakupan luas wilayah dengan batas-batas yang pasti dan juga wewenang untuk mengelola potensi wilayah dengan batasan secara jelas yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Huruf j Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Norma hukum dapat berupa Peraturan Daerah maupun Keputusan Kepala Daerah yang bersifat pengaturan wewenang Mengurus adalah wewenang untuk melaksanakan norma hukum yang berlaku umum Huruf k Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Camat diberikan tugas oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dan desa. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Yang dimaksud dengan nama lain adalah nama yang sesuai dengan asal-usul atau adat istiadat setempat. Huruf q Cukup jelas Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf u Cukup jelas Huruf v Cukup jelas Huruf w Cukup jelas Huruf x Cukup jelas. Huruf y Cukup jelas. Huruf z Cukup jelas. Huruf aa Cukup jelas. Huruf bb Kawasan perdesaan ada yang merupakan sebagian besar wilayah daerah otonom, ada yang berada pada bagian tertentu dari wilayah daerah otonom, ada yang berada pada bagian dua atau lebih wilayah daerah otonom. Sedangkan yang dimaksud dengan bercirikan perdesaan adalah kawasan yang kegiatan utama masyarakatnya dibidang lingkup pertanian, termasuk kegiatan pengelolaan sumber daya alam, dan kondisi fisik wilayahnya menggambarkan susunan fungsi kawasan sebagai permukiman, pelayanan jasa dan sosial, kegiatan ekonomi, dan pemerintahan. Huruf cc Kawasan perkotaan ada yang merupakan sebagian besar wilayah daerah otonom, ada yang berada pada bagian tertentu dan wilayah daerah otonom, ada yang berada pada bagian dua atau lebih wilayah daerah otonom, serta ada kawasan perkotaan yang dibangun atau dikembangkan dari kawasan perdesaan. Sedangkan yang dimaksud dengan bercirikan perkotaan adalah kawasan yang kegiatan utama masyarakatnya di bidang non pertanian, dan kondisi fisik wilayahnya menggambarkan susunan fungsi kawasan sebagai pusat permukiman, distribusi, pelayanan jasa dan sosial, kegiatan ekonomi, industri, perdagangan, perbankan dan pemerintahan Huruf dd Cukup jelas. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf ee Cukup jelas. Huruf ff Cukup jelas Pasal 2 Dalam Pemerintah menjalan kebijakan desentralisasi dapat dilihat dalam penjelasan umum, ialah kemudian mengenai pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara umum berdasarkan undang-undang ini Keberadaan daerah yang bersifat khusus dan atau istimewa selain diatur berdasarkan undang-undang ini , sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat juga diatur berdasarkan undang-undang tersendiri Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan wilayah 'daerah dalam ayat ini pada dasarnya adalah daratan. Artinya, daratan sebagai wilayah utama yang bagian-bagian tertentu masih digenangi air maupun tidak dan dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intruisi garam. Dengan demikian wilayah itu dapat mencakup pula wilayah pantai, rawa, pesisir, sungai dan danau. Mengingat wilayah negara antara lain berbentuk pulau besar, pulau kecil, kepulauan dan gugusan pulau-pulau yang jarak satu sama lain ada yang luas dan ada yang sempit, dimana jarak yang sempit seolah-olah berhimpit hanya dipisahkan dalam ukuran puluhan sampai ratusan meter Oleh karena itu untuk menentukan wilayah daerah tidak dapat disamaratakan, hanya hal yang bersifat umum dapat dilakukan pengaturan, sedangkan pengaturan secara spesifik ditentukan oleh kondisi fisik geografis masing-masing daerah dalam undang-undang pembentukan daerah. Ayat (3) Provinsi sebagai daerah otonom sekaligus adalah sebagai wilayah administrasi, dapat diartikan bahwa Kepala Daerah provinsi sekaligus juga Kepala wilayah Administrasi provinsi. Sebagai Kepala wilayah provinsi diberikan pelimpahan untuk menangani sebagian kewenangan pengelolaan wilayah oleh Pemerintah Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Daya saing daerah adalah merupakan kombinasi antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah dan teknologi, yang secara agregat membangun kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain di Indonesia dan di luar negeri. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hubungan kewilayahan, artinya bahwa daerah otonom itu dibentuk, disusun dan diselenggarakan didalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi otoritasnya negara Jadi wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat Dengan demikian wilayah itu tidak diotonomikan dan disusun bertingkat-tingkat, namun Daerah diberi wewenang untuk melaksanakan dan mengelola sebagian wewenang Pemerintah dari bagian urusan kewilayahan. Hubungan Kewenangan, artinya bahwa daerah otonom memilik tugas, wewenang, kewajiban, hak, dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, yang berasal dan pemberian dan pengakuan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundangundangan. Karena, otonomi daerah itu berasal dari pemberian ataupun pengakuan Pemerintah maka daerah wajib untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Pemerintah. Dengan demikian seluas dan sebesar apapun tugas, wewenang, kewajiban, hak suatu daerah (otonomi daerah), tetap ada dalam batas, ruang lingkup dan kendali wewenang Pemerintah. Hubungan Keuangan adalah hubungan yang merupakan suatu konsekuensi untuk mencapai tujuan dibentuknya daerah otonom dan diberikannya otonomi daerah. Artinya kepada Daerah Otonom diberikan tugas, wewenang, yang sekaligus diberi hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dalam menyelenggarakan otonominya. Oleh karena itu Daerah oleh Pemerintah Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
diberikan sumber-sumber pendapatan, yang pada awalnya sumber pendapatan itu menjadi kewenangan Pemerintah. Dengan demikian hubungan antara daerah dan Pusat dapat dilihat dari hubungan keuangan yang seperti itu. Hubungan keuangan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat dilihat dari sistem dan prosedur dalam pembagian hasil pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang diatur oleh Pemerintah, salah satunya adalah Daerah diberi sumber-sumber keuangan yang dapat dikelola sendiri. Ada pula dengan subsidi, bantuan, ataupun bentuk lain, baik dengan suatu arahan ataupun diberi keleluasaan pengelolaannya, ada pula dengan bagi hasil. Hubungan Administratif dan Manajemen, artinya bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara. Peran Pemerintah dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya, Daerah berwenang membuat kebijakan Daerah. Kebijakan yang diambil Daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi Dalam banyak hal keputusan yang bersifat administratif yang dibuat oleh daerah keabsahannya setelah mendapatkan legalitas dari Pemerintah atau setidak-tidaknya mengacu pada pedoman yang ditetapkan. Oleh P emerintah. Sebagai konsekuensi bagi setiap daerah yang dalam pembuatan keputusan administrasi menyimpangi apalagi bertentangan dengan pedoman ataupun ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka Pemerintah berwenang untuk membatalkannya dan Daerah wajib untuk mentaati. Hubungan pemanfaatan sumber daya adalah merupakan konsekuensi dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang keberadaannya sering kali melingkupi beberapa daerah otonom Dalam kaitan ini hubungan dimaksud diwujudkan dalam kerjasama pengelolaan dan/atau bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dimaksud Atas dasar uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah bersifat saling bergantung (dependent), dan subordinat Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan yang bersifat absolut menjadi kewenangan pemerintah seperti urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri, yustisi, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya. Pasal 8 Dalam penyelenggaraan pemerintahan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah dapat dilaksanakan oleh Pemerintah atau didekonsentrasikan kepada Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
perangkat pusat dan/atau Gubernur selaku wakil pemerintah ataupun ditugas pembantuankan kepada daerah dan desa. Hubungan penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasar asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan diselaraskan dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Pasal 9 Ayat (1) Kawasan khusus adalah kawasan strategis yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial, budaya, lingkungan, dan pertahanan keamanan. Dalam kawasan khusus diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas, dan kegiatan industri dan sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Kawasan Khusus berskala regional adalah cakupan kerja dan pelayanannya sebatas Provinsi yang dapat berbentuk lahan untuk pengembangan perumahan, industri kecil. pariwisata, ekonomi terpadu, perdagangan dan sebagainya Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan evaluasi terhadap kemampuan daerah dalam ayat ini adalah penilaian dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi masukan, proses, keluaran, dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan untuk memperbandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan, atau dengan hasil tahun-tahun sebelumnya untuk masing-masing daerah. Aspek lain yang dievaluasi antara lain adalah keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, upaya-upaya dan kebijakan yang diambil, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional; dan dampak dari kebijakan daerah Ayat (3) Hasil evaluasi dapat berupa pengelompokan daerah otonom sesuai tingkat kemampuannya, misalnya kelompok daerah mampu, kelompok daerah kurang mampu, dan kelompok daerah tidak mampu, atau dalam model Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
pengelompokan lainnya dengan maksud untuk lebih memudahkan menetapkan bentuk dan cara pembinaan atau memberikan fasilitasi Untuk melakukan pembinaan daerah yang kurang mampu, perlu diidentifikasi permasalahannya, dan apabila permasalahan itu menyangkut kesulitan solvabilitas dapat diberikan data darurat oleh pemerintah Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Penetapan Undang-undang pada ayat ini dilengkapi dengan peta wilayah yang menggambarkan batas dan cakupan wilayah untuk memberikan kepastian letak geografis setiap daerah secara tepat. Ayat (2) Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat ini sekurang-kurangnya memuat materi pengaturan mengenai kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan, potensi daerah, pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, pertahanan, dan keamanan serta kriteria, prosedur, pentahapan, penggabungan, dan penghapusan suatu daerah. Begitu pula peraturan pemerintah mengenai perluasan wilayah daerah dan perubahan batas wilayah sekurang-kurangnya memuat materi pengaturan mengenai tata cara melakukan pengkajian, ruang lingkup objek kajian, persyaratan teknis dan administratif, prosedur, dan untuk pemindahan ibu kota daerah masih diperlukan ketentuan mengenai studi kelayakan, daya dukung wilayah serta aksesibilitas terhadap wilayah yang dilayani Ayat (3) Yang dimaksud rupa bumi adalah bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/atau kemudian ada, namun belum diberi nama, seperti tanah timbal, semenanjung, bukit/gunung/pegunungan, sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau, dan sebagainya. Pasal 15 Ayat (1) Urusan pemerintahan yang tidak bersifat absolut dapat diserahkan kepada Daerah dengan menggunakan kriteria dalam rangka untuk mewujudkan proporsionalitas dalam pembagian urusan pemerintahan. Kriteria yang digunakan dalam undang-undang ini meliputi : a. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan yang memerlukan pelayanan tersebut. Eksternalitas sangat terkait dengan akuntabilitas. Makin tuas eksternalitas yang ditimbulkan akan makin tinggi otoritas yang diperlukan untuk menangani urusan tersebut Contoh, Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
sungai atau hutan yang mempunyai eksternalitas regional seyogyanya menjadi tanggung jawab Provinsi untuk mengurusnya. b. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari bagian urusan yang harus ditangani tersebut, dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin. c. Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan Apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna bila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah Hal ini bermakna bahwa penyelenggaraan suatu bagian urusan pemerintah pada strata pemerintahan tertentu sekaligus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya ekonomi biaya tinggi. Untuk itu pendistribusian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintah tersebut. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat dan besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi. Selain 3 (tiga) kriteria tersebut harus juga mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkatan pemerintahan yang berarti bahwa urusan pemerintah yang dikerjakan oleh tingkatan pemerintahan yang berbeda bersifat saling berhubungan (int er-koneksi) dan saling tergantung (inter-dependensi) dalam suatu sistem, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan tidak berakibat timbulnya friksi antar daerah. Ayat (2) Urusan yang bersifat wajib merupakan urusan pemerintahan yang harus dilaksanakan oleh Daerah Otonom dalam rangka memberikan pelayanan dasar kepada masyarakatnya. Urusan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang dikembangkan oleh suatu daerah dengan mengingat potensi dan karakter masing-masing daerah. Urusan yang bersifat pilihan ini dilaksanakan oleh Daerah dalam rangka untuk mengembangkan daya saing daerah. Ayat (3) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (4) Yang dimaksud dengan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi. Khusus dibidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuh-Kembangkan kehidupan beragama. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat sebagai panduan dan pengendalian dalam melakukan kegiatan; yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan, yang dimaksud dongan prosedur adalah tahap dan tala cara yang harus dilalui dan diikuti untuk menyelesaikan suatu kegiatan Huruf b Pembinaan kepada Daerah dilakukan Pemerintah dengan memberikan fasilitasi, supervisi, dan bimbingan penyelenggaraan otonomi daerah Sedangkan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah dengan memberlakukan pengawasan preventif terhadap peraturan daerah tertentu, dan pengawasan represif terhadap semua produk kebijakan daerah. Huruf c Yang dimaksud Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berskala nasional adalah pengelolaan sumber daya manusia secara nasional yang meliputi aspek perencanaan, formasi, rekrutmen, penempatan. pengembangan karir, penggajian, kesejahteraan, penilaian, mutasi, dan pemberhentian PNS, termasuk kegiatan supervisi, fasilitasi dan peningkatan kapasitas PNS dalam pengelolaan kepegawaian Daerah Huruf d Cukup jelas. Ayat (6) Peraturan perundang-undangan dalam ayat ini meliputi Undang-undang. peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan Keputusan Presiden Pasal 16 Ayat (1) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi adalah urusanurusan yang berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi memerlukan cakupan wilayah pelayanan antar Kabupaten/Kota (regional) dengan cakupan wilayah pelayanan antar Kabupaten/Kota yaitu pelayanan yang meliputi lebih dan satu Kabupaten atau Kota dalam satu wilayah Provinsi. Jenis-jenis urusan pelayanan tersebut seperti urusan aliran sungai, hutan, perhubungan, irigasi, jasa, lintas Kabupaten/Kota,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud regional adalah cakupan wilayah dalam sate Provi nsi atau lintas Kabupaten/Kota dalam satu wilayah Provinsi Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri dan atau memberikan perijinan untuk pihak lain menyelenggarakannya Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
hanya
www.parlemen.net
Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan semua urusan pemerintahan adalah urusan-urusan pemerintahan yang bersifat tidak absolut/concurrent yang berdasarkan kriteria menjadi kewenangan Kabupaten/Kota untuk diatur dan diurus sesuai dengan prinsip otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Seperti: jalan, drainase, irigasi, penyediaan air bersih, pemak aman, penanggulangan kebakaran, kebersihan, pertamanan, pasar, angkutan umum, penerangan jalan, rumah potong hewan, penanganan dan pengelolaan limbah; Huruf d Seperti: penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial. kerukunan antar warga; Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan pelayanan administrasi umum pemerintahan antara lain meliputi administrasi kependudukan, perijinan, pemberian keterangan dan informasi kepada masyarakat Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf i Seperti : keselamatan di jalan raya, alat transportasi, pemukiman, pangan, obat, dll. Huruf j Seperti : seperti: layanan pos, telekomunikasi, listrik, bank, sarana ibadah, sarana olah raga, dan Huruf k Urusan wajib lainnya adalah urusan-urusan pemerintahan yang berdampak lokal yang menyangkut pelayanan dasar masyarakat yang berkembang terus sesuai dengan dinamika perkembangan kebutuhan masyarakat. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Pengakuan dari pemerintah dimaksudkan agar urusan pemerintahan yang diaktualisasi oleh Daerah betul-betul merupakan urusan pemerintahan yang dapat meningkatkan daya saing daerah namun tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Pemberian kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah taut dalam bidang dan batas tertentu dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional Ayat (2) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 21 Ayat (1) Hubungan keuangan ditandai dengan adanya sistem pendanaan dan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Hubungan ini dapat pula terbentuk apabila ada tugas pembantuan dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota dalam wilayahnya yang diikuti dengan pendanaannya. Huruf a. Pendanaan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ditandai dengan adanya sistem perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah. Huruf b. Pendanaan urusan pemerintahan yang didekonsentrasikan ditandai dengan adanya pendanaan yang bersumber dan APBN melalui instansi vertikal yang menugaskan Huruf c. Pendanaan urusan pemerintahan yang ditugas -pembantuankan ditandai dengan adanya pendanaan yang bersumber dari APBN dan atau melalui APBD Provinsi, Kabupaten/Kota dalam rangka penyelenggaraan tugas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Hubungan kewilayahan terlihat dari posisi wilayah Kabupaten/Kota dan wilayah kawasan khusus yang ada dalam wilayah Provinsi yang ditata dalam sistem tata ruang wilayah yang terintegrasi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengaturan hubungan kawasan khusus dalam ayat ini adalah pengaturan hubungan antara kewenangan dalam pengelolaan kawasan khusus dengan pelaksanaan kewenangan yang diserahkan kepada daerah, yang sekurang-kurangnya meliputi bagian urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah di kawasan khusus, koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pengawasan, pelestarian lingkungan serta pemanfaatan hasilnya. Pasal 25 Ayat (1) Hubungan administrasi ditandai dengan adanya hubungan pembinaan, pengawasan dan koordinasi Pemerintah Daerah Provinsi terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Pemerintah Daerah dan DPRD memiliki tanggung jawab yang sama dalam membentuk Peraturan Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ayat (2) Susunan Pemerintah Daerah menggambarkan hierarki tala laksana penyelenggaraan pemerintahan secara utuh sebagai sate kesatuan dalam sistem pemerintahan nasional Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengelolaan keuangan daerah mencakup keseluruhan kegiatan yang terdiri dari perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
pertanggungjawaban keuangan atas penggalian sumber-sumber keuangan dan pemanfaatannya. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan sate pasangan adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara bersamaan. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Pengawasan terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota disini dikecualikan pengawasan terhadap Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah merupakan kewenangan dari Pemerintah. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Yang dimaksud dengan bagian rupa bumi adalah bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/atau kemudian ada, namun belum diberi nama, seperti: tanah timbul, semenanjung, bukit/gunung/pegunungan, sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau dan sebagainya. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Yang dimaksud dipilih secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta be, adab adalah :
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
a. langsung: Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak dan hati nuraninya tanpa perantara. b. Umum : Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang ini berhak mengikuti Pemilihan Kepala Daerah. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial c. Bebas : Setiap warga negara yang berhak memilih, bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak dan hati nuraninya d. Rahasia : Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apapun Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa suaranya diberikan. e. Jujur Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, setiap penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah, Aparat pemerintah, Pasangan Calon, Partai Politik, Tim Kampanye, Pengawas Pemilihan, Pemantau Pemilihan, Pemilih, serta semua pihak terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan f. Adil : Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, setiap penyelenggara pemilihan dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak adil. Pemilih dan Pasangan Calon harus mendapatkan perlakuan yang adil serta bebas dari kecurangan pihak mana pun. g. Beradab : Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, setiap penyelenggara pemilihan dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak sopan dengan memperhatikan adat budaya setempat. Pasal 35 Yang dimaksud dengan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain adalah tidak pernah menjadi warga negara selain warga negara Republik Indonesia atau tidak pernah memiliki dua kewarganegaraan atas kemauan sendiri Huruf a Yang dimaksud dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan. Huruf b Tidak pernah dihukum penjara yang dibuktikan surat keterangan dan pengadilan dimana yang bersangkutan berdomisili.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf c Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter pemerintah. Huruf d Pembuktian kesetiaan dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan Huruf e Yang dimaksud dengan 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama adalah secara berturut-turut ataupun tidak berturut-turut baik di daerah yang sama maupun di daerah lain, sedangkan jabatan yang sama adalah jabatan yang setingkat misalnya Bupati/Walikota, kecuali untuk menduduki jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan. Huruf f Penentuan usia dihitung pada saat pendaftaran dan dibuktikan Akte Kelahiran atau Surat Keterangan Kenai Lahir Huruf g Cukup jelas Huruf h Pembuktian tidak dinyatakan pailit dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan. Huruf i Berpendidikan yang dibuktikan dengan ijazah formal Huruf j Pembuktian bukan bekas organisasi terlarang dengan surat keterangan dan Kepolisian dimana yang bersangkutan berdomisili. Huruf k Pembuktian tidak sedang dicabut hak pilihnya dengan surat keterangan dari pengadilan dimana yang bersangkutan berdomisili Huruf l Pembuktian tidak dalam status terdakwa dengan surat dan pengadilan dimana yang bersangkutan berdomisili. Huruf n Yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, adat istiadat yang masih hidup dan diakui oleh masyarakat setempat, norma agama, norma susila yang dibuktikan dengan surat pernyataan kelakuan baik dan instansi yang berwenang. Huruf n Pembuktian daftar kekayaan pribadi dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Pembuktian kesediaan dicalonkan dengan surat pernyataan dan yang bersangkutan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan anggota masyarakat adalah tokoh adat, tokoh agama dan lembaga swadaya masyarakat. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan penjaringan adalah kegiatan mendapatkan para bakal calon yang memenuhi persyaratan melalui pendaftaran sampai dengan kegiatan memenuhi kelengkapan administrasi bakal calon sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penyaringan adalah kegiatan penelitian dan pengujian keabsahan persyaratan administrasi bakal calon dari hasil penjaringan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan bakal calon lain adalah bakal calon yang diajukan di luar Partai Politik ataupun gabungan Partai Politik , sedangkan yang dimaksud dengan 1 % dari jumlah pemilih yaitu harus mencerminkan keterwakilan 50% dari jumlah kecamatan untuk bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan keterwakilan 50% dari jumlah Kabupaten/Kota untuk bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Provinsi Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bakal Calon Gubernur/Wakil Gubernur dikonsultasikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri karena kedudukannya sebagai wakil pemerintah di daerah. Sedangkan untuk Bakal Calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dikonsultasikan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah. Pelaksanaan konsultasi dimaksudkan untuk meneliti kelengkapan dokumen administrasi setiap pasangan bakal calon, sebagai bentuk transparan terhadap proses penyelenggaraan pemilihan. Pemberitahuan hasil konsultasi tersebut disampaikan kepada DPRD paling lambat 14 hari setelah dokumen diterima, dan apabila ada penyempurnaan DPRD wajib menyempurnakan dokumen melalui Panitia Pemilihan paling lambat 7 hari setelah pemberitahuan diterima Penetapan Pasangan Bakal Calon menjadi Pasangan Calon dilaksanakan setelah ada pemberitahuan tertulis sebagai hasil konsultasi. Ayat (8) Penetapan Pasangan Calon oleh DPRD dilaksanakan dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan hasil konsultasi Pasangan Bakal Calon, yang hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ditetapkan adalah pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan Keputusan Pemerintah. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan putaran dalam pelaksanaan pemungutan suara lanjutan apabila tidak diperoleh calon terpilih yang memperoleh dukungan suara lebih 50% dari jumlah suara dalam pemilihan. Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pada putaran kedua dimungkinkan terdapat lebih dari 2 (dua) pasangan calon yang diikutkan dalam pemilihan, misalnya: Putaran pertama, peserta pasangan calon memperoleh masing-masing pasangan A 1.100 suara, pasangan B 1.400 dan pasangan C 1 400 suara Pada putaran kedua, ketiga pasangan calon diikutsertakan dalam pemilihan untuk memperoleh suara terbanyak. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata “Demi Allah" dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata-kata " Semoga Tuhan Menolong Saya", untuk agama budha diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Buddha" , dan untuk agama Hindu diawali dengan ucapan "Om Atah Paramawisesa". Pasal 51 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pejabat yang ditunjuk adalah Menteri Dalam Negeri untuk melantik Gubernur dan Gubernur untuk melantik Bupati/Walikota. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Kepala Daerah memandang perlu dapat disampaikan sewaktu-waktu bertalian dengan kejadian-kejadian ataupun gejala-gejala berkenaan dengan tanggung jawab Kepala Daerah yang secepatnya harus diketahui oleh Pemerintah berhubung memerlukan keputusan atau kebijakan secepatnya). Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Huruf a Yang dimaksud dengan turut serta dalam perusahaan adalah ikut secara langsung dalam mengelola perusahaan atau yayasan tersebut baik dalam kedudukannya sebagai Direksi maupun Komisaris Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas. Huruf a Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat keterangan Dokter yang berwenang. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Huruf a Apabila Kepala Daerah telah berakhir masa jabatannya namun belum dilantik Kepala Daerah hasil pemilihan atau Penjabat, Kepala Daerah yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Hak Angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Kepala Daerah yang penting dan strategis
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam pengisian Sekretaris Daerah Provinsi, Gubernur mengajukan 3 (tiga) calon yang memenuhi persyaratan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian terhadap calon-calon serta mengusulkan kepada Presiden terhadap salah sale calon yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Presiden. Ayat (3) Dalam pengisian Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota mengajukan 3 (tiga) calon yang memenuhi persyaratan kepada Gubernur Selanjutnya atas dasar usulan itu Gubernur berkonsultasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan penilaian terhadap calon-calon serta memberikan persetujuan terhadap salah satu calon yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Bupati/Walikota Pasal 68 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Didalam perangkat daerah Sekretaris Daerah merupakan jabatan karir tertinggi sehingga seluruh kepala unit/instansi dinas dan lembaga teknis termasuk Sekretariat DPRD dalam menyampaikan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat daerah secara optimal Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (4) Susunan organisasi sekretariat DPRD merupakan terpisahkan dari susunan Perangkat Daerah.
bagian
yang
tidak
Pasal 69 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Didalam perangkat daerah Sekretaris Daerah merupakan jabatan karir tertinggi sehingga seluruh kepala unit/instansi dinas dan lembaga teknis termasuk Sekretariat DPRD dalam menyampaikan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat daerah secara optimal Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Kewenangan Camat sebagaimana dimaksud pada ayat ini bersitat generik yakni semua Camat di seluruh Indonesia memiliki kewenangan yang sama Camat sebagai perangkat daerah dapat diberikan tugas-tugas tertentu oleh Bupati atau Walikota Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Di Kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah seperti LKMD/LPM, PKK, dan RW/RT sebagai mitra Pemerintah Kelurahan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 73 Yang dimaksud dengan Pengaturan mengenai DPRD dalam undang-undang ini adalah untuk melengkapi pengaturan yang belum cukup diatur dalam peraturan perundangundangan yang lain, yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Pasal 74 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang lain adalah Undangundang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (3) Yang dimaksud dengan tidak boleh berasal dari Fraksi yang sama adalah Ketua dan wakil Ketua Ayat (4) Cukup jelas, Pasal 76 Ayat (1) Yang dimaksud dengan berhimpun adalah setiap anggota DPRD wajib menjadi anggota salah satu fraksi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 77 Ayat (1) Yang dimaksud dengan komisi adalah alat kelengkapan DPRD untuk menangani bidang tugas yang bersifat umum, sedangkan panitia adalah alat kelengkapan DPRD untuk menangani bidang tugas yang bersifat khusus. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (5) Evaluasi yang dimaksud dalam ayat ini adalah evaluasi dengan meneliti terhadap Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD mengenai sesuai tidaknya dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lain atau dengan kepentingan umum Evaluasi terhadap Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan DPRD Provinsi dan Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tertentu dilakukan oleh Pemerintah. Yang dimaksud penetapan kebijakan lebih lanjut dapat berbentuk penetapan untuk penyempurnaan, penangguhan dan pembatalan/pencabutan Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Kode etik adalah suatu etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota DPRD dalam melaksanakan tugasnya Ayat (2) Cukup jelas Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud unsur luar DPRD adalah Tokoh Masyarakat/Agama/Adat dan Pakar. Keanggotaan Badan Kehormatan dari unsur luar DPRD lebih banyak daripada unsur DPRD. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 82 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan atau tidak diketahui keberadaannya, atau tidak hadir dalam rapat-rapat tanpa keterangan apapun selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud Peraturan Daerah lainnya adalah Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Provinsi yang mengatur objek yang sama atau sejenis dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur objek yang sama atau sejenis. Yang dimaksud dengan bertentangan dengan kepentingan umum antara lain kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, pelayanan umum, dan ketenteraman/ketertiban umum kebili3kan yang bersifat diskriminatif Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Yang dimaksud dengan wajib didaftarkan adalah Perda-Perda yang ditetapkan dan diundangk an Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus disampaikan kepada Pemerintah dan Gubernur untuk diberikan nomor register Pasal 85 Yang dimaksud biaya paksaan penegakan hukum adalah merupakan sanksi tambahan kepada pelanggar Peraturan Daerah di luar dari ketentuan yang diatur dalam ketentuan pidana Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 88 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan bersifat mengatur adalah Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat umum dan mengikat masyarakat Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Ayat (1) Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya meliputi perencanaan. persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan, pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab, larangan, sanksi, penghargaan, dan merupakan sub-sistem dari sistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan sate kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional. Ayat (2) Pada saat ini yang dimaksud dengan undang-undang tentang pokok-pok ok kepegawaian adalah UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 97 Ayat (1) Presiden menyerahkan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan Dengan demikian kekuasaan ini merupakan bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah Ayat (2) Pelimpahan sebagian kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan salah satu syarat pelaksanaan APBD. Ayat (3) Pemisahan kewenangan dalam ayat ini dimaksudkan agar ada check and balance baik segi penerimaan maupun pengeluaran, sehingga dihasilkan data pendukung transaksi yang dapat dipercaya, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ayat (4) Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri yang secara fungsional bertanggung jawab membina penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Peraturan Daerah dalam ayat ini ditetapkan dengan mengacu juga pada peraturan pelaksanaan dari undang-undang mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 100 Ayat (1) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Koordinasi oleh Gubernur dalam ayat ini dimaksudkan agar Gubernur selaku wakil pemerintah dapat mengendalikan dan mengawasi semua kegiatan di wilayah kerjanya terjadi keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan antar sumber-sumber pendanaan dan capaian sasaran program dan kegiatan. Sumber-sumber pendanaan dimaksud meliputi: dana desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Pasal 101 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 102 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan Analisa Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Yang dimaksud dengan Standar harga adalah harga satuan setup unit barang yang berlaku di suatu Daerah. Yang dimaksud dengan tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap satuan kerja perangkat daerah Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi persyaratan minimal kelayakan Termasuk dalam peraturan perundangan antara lain pedoman penyusunan analisa standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri Pasal 103 Yang dimaksud insentif dan/atau kemudahan dalam ayat ini adalah pemberian dari Pemerintah Daerah antara lain dalam bentuk penyediaan sarana prasarana, dana stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 104 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengendalian yang dimaksud dalam ayat ini dimaksudkan agar jumlah kumulatif defisit APBD seluruh Pemerintah Daerah tidak melebihi dan jumlah yang ditetapkan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 105 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri Keuangan Ayat (3) Cukup jelas. Huruf a Yang dimaksud dengan penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, pinjaman Daerah, dana penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu Huruf b Rasio kemampuan keuangan daerah dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Bagi Hasil Pajak tertentu dan Sumberdaya Alam tertentu, dan Dana Alokasi Umum, setelah dikurangi belanja wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lain yang jatuh tempo. Belanja wajib adalah belanja penghasilan tetap DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta gaji dan tunjangan PNS Huruf c Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan terpenuhinya persyaratan pinjaman dalam ayal ini adalah dalam rangka pengendalian dan pengawasan terhadap kemampuan Daerah untuk melakukan pinjaman Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri Dalam Negeri
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 106 Ayat (1) Persetujuan DPRD dimaksud mempertimbangkan antara lain kemampuan daerah untuk membayar, batas maksimum pinjaman, penggunaan dana pinjaman, angsuran pokok pinjaman, jangka waktu pinjaman, masa tenggang pengembalian pokok pinjaman dan tingkat bunga Yang dimaksud dengan likuiditas Kas Daerah adalah kecukupan untuk membayar kewajiban-kewajiban dan belanja daerah sesuai dengan anggaran kas yang telah direncanakan. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan dalam keamanan perekonomian nasional.
rangka
pengendalian
moneter
dan
Ayat (3) Yang dimaksud dengan Pemerintah dalam hal ini adalah Menteri Keuangan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri Pertimbangan sebagaimana dimaksud bertujuan untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan menghindari kemungkinan adanya beban yang berlebihan yang ditanggung oleh generasi yang akan datang. Pertimbangan dimaksud meliputi: kemampuan daerah dalam membayar bunga dan pokok pinjaman, kesesuaian jenis proyek/kegiatan yang akan dibiayai dari dana pinjaman tersebut. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Ayat (1) Yang dimaksud dengan satu kesatuan adalah bahwa setiap penganggaran pendapatan digunakan untuk mendanai kewajiban daerah yang dituangkan dalam belanja daerah. Dalam hal pendapatan daerah lebih besar dari belanja daerah disebut surplus anggaran. Dalam hal pendapatan daerah lebih kecil dari belanja daerah disebut defisit anggaran. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan dana tersebut antara lain untuk investasi, penyertaan modal, pengisian dan/atau pembentukan dana cadangan dan sebagainya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Yang dimaksud dengan dirinci menurut organisasi adalah pendapatan dirinci berdasarkan organisasi yang bertanggung jawab memungut dan mengelola pendapatan. Yang dimaksud dengan dirinci menurut fungsi adalah pendapatan dirinci berdasarkan fungsi pemerintahan misalnya pendidikan, kesehatan, pariwisata dan fungsi-fungsi lainnya. Yang dimaksud dengan dirinci menurut jenis adalah pendapatan dirinci berdasarkan jenis pendapatan misalnya pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Yang dimaksud dengan dirinci menurut organisasi adalah belanja dirinci berdasarkan organisasi pengguna anggaran misalnya DPRD, Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD serta Dinas daerah dan lembaga teknis Daerah lainnya Yang dimaksud dengan dirinci menurut fungsi adalah belanja dirinci berdasarkan fungsi pemerintahan misalnya pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan fungsi-fungsi lainnya. Yang dimaksud dengan dirinci menurut jenis adalah belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas dan belanja modal. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 109 Ayat (1) Yang dimaksud dengan terukur secara rasional yaitu jumlah yang dianggarkan dalam pendapatan antara lain mempertimbangkan kapasitas daerah untuk menghasilkan pendapatan, indikator perekonomian daerah, dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk memungut setiap sumber pendapatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 110 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan penyusunan anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yaitu Pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala Daerah mengelola Keuangan Daerah yang Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
mempunyai tugas meliputi menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD, menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD, mengelola akuntansi, menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri yang secara fungsional bertanggung jawab membina penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri Pasal 111 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini. adalah Menteri yang secara fungsional bertanggung jawab membina penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri Pasal 112 Ayat (1) Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan nasional keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD Provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lainnya Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Cukup jelas. Ayat (5) Apabila Gubernur bersama DPRD tidak melakukan penyempurnaan Peraturan Daerah dan Gubernur tidak menyempurnakan keputusannya, sebagian maupun seluruhnya, maka Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah dapat dinyatakan batal demi hukum/cacat hukum Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas Pasal 113 Ayat (1) Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lainnya Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Apabila Bupati/Walikota bersama DPRD tidak melakukan penyempurnaan Peraturan Daerah dan Bupati/Walikota tidak menyempurnakan keputusannya, sebagian maupun seluruhnya, maka Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah dapat dinyatakan batal dengan hukum/cacat hukum. Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup Jelas Ayat (8) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 114 Ayat (1) Tidak mengambil keputusan menyetujui dapat diartikan pula mengambil keputusan untuk tidak menyetujui. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 115 Ayat (1) Belanja DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan APBD. Dengan demikian penyusunan, pelaksanaan tata usaha, dan pertanggungjawaban belanja DPRD diperlakukan sama dengan belanja perangkat Daerah lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan disusun sesuai dengan peraturan perundangundangan antara lain Undang-undang mengenai Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang mengenai Keprotokolan, Peraturan Pemerintah mengenai Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Pasal 116 Ayat (1) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan APBD Dengan demikian penyusunan, pelaksanaan tata usaha, dan pertanggungjawaban belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diperlakukan sama dengan belanja perangkat Daerah lainnya Ayat (2) Cukup jelas Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (3) Yang dimaksud dengan disusun sesuai dengan peraturan perundangundangan antara lain Peraturan Pemerintah mengenai Hak Keuangan dan Administratif Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 117 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud menurut ukuran rasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir yaitu 3 (tiga) bulan Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan surat keputusan lain yang bedaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi seperti Surat-surat Keputusan mengenai Kepegawaian, Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus, Daftar Alokasi Dana Darurat Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan Pejabat Daerah lainnya antara lain adalah Kepala Satuan Kerja, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, Bendahara, dan PNS lainnya. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Ayat (1)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Yang dimaksud dengan likuiditas keuangan daerah dalam ayat ini adalah cukup tersedianya uang yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk mendanai belanja daerah sebagaimana ditetapkan dalam APBD Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 121 Ayat (1) Laporan pertanggungjawaban APBD dalam ayat ini termasuk laporan kinerja yang menggambarkan efisiensi, efektivitas, dan penghematan pengelolaan keuangan daerah. Ayat (2) Laporan selain yang telah disebut dalam ayat ini adalah Laporan Kinerja Keuangan dan laporan Perubahan Ekuitas Dana sebagaimana dimaksud dalam Standar Akuntansi Pemerintahan Catatan Atas laporan Keuangan dalam ayat ini meliputi sekurang-kurangnya (1) menyajikan informasi tentang kebijakan daerah berikut kendala yang dihadapi implementasinya, (2) menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja selama tahun berkenaan, (3) menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih, (4) mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintah pergantian kepala daerah dan atau pejabat yang menduduki jabatan strategis, informasi hutang piutang atau penyelesaian pengadilan yang materiil yang timbul setelah akhir tahun anggaran, dsb Ayat (3) Standar Akuntansi Pemerintahan disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 122 Ayat (1) Yang dimaksud selambat-lambatnya 6 (enam) bulan dalam ayat ini tidak berarti harus diserahkan pada batas akhir ketentuan itu, tetapi harus diperhitungkan kesempatan bagi DPRD untuk membahas dalam waktu yang cukup. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (4) Yang dipublikasikan kepada masyarakat yaitu Laporan Tahunan Daerah. Ringkasan Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Daerah merupakan bagian utama dari Laporan Tahunan Daerah tersebut. Isi Laporan Tahunan Daerah yang lain misalnya informasi mengenai perkembangan perekonomian daerah, hasil pembangunan daerah, peningkatan pelayanan masyarakat, statistik daerah, perkembangan BUMD, dan informasi lain yang perlu diketahui oleh masyarakat Pasal 123 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan hal-hal tertentu yaitu apabila barang yang dijual tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis dan nilai jualnya di bawah batas yang ditetapkan dalam ketentuan mengenai persyaratan pelelangan Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kebutuhan tertentu adalah untuk kebutuhan pengeluaran yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Setiap pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 126 Ayat (1) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini sekurang-kurangnya mengatur mengenai kerangka dan garis besar prosedur penyusunan APBD kedudukan keuangan DPRD dan hak keuangan dan administratif Kepala Daerah prinsip-prinsip pengelolaan kas dan pengeluaran daerah yang telah dianggarkan, tata cara pengadaan barang dan jasa, prosedur pinjaman daerah, penatausahaan keuangan daerah, prosedur pengeluaran tidak tersangka, prosedur pergeseran anggaran dan perubahan APBD, prosedur tentang investasi/penyertaan modal daerah, penghapusan barang milik daerah, jadual dan garis besar muatan laporan pelaksanaan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD. Ayat (2) Cukup jelas Pasat 127 Ayat (1) Untuk melaksanakan kerja sama antar Daerah dapat dibentuk suatu lembaga kerja sama antar Daerah yang bersifat ad hoc Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Yang dimaksud dengan penyelesaian dalam pasal ini adalah penyelesaian terhadap suatu perbedaan pendapat yang mengakibatkan perselisihan antar Pemerintah Daerah. Pada dasarnya perselisihan ini bertalian dengan pelaksanaan kerjasama antar daerah namun dapat pula terjadi akibat dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan yang menyangkut kepentingan antar daerah Dengan demikian perselisihan ini ada dalam ruang lingkup administrasi pemerintahan Pasal 130 Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Bagian Daerah Kabupaten bisa merupakan kawasan Ibukota Huruf c Merupakan kawasan perkotaan baru Huruf d Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan metropolitan adalah Kawasan perkotaan yang terdiri dari satu kota inti dan kawasan Pusat pemukiman di wilayah sekitarnya dalam satu kesatuan fungsional secara fisik, ekonomi dan sosial dengan jumlah penduduk secara keseluruhan lebih dan 1 000.000 (satu juta) jiwa. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Lembaga pengelola yang dibentuk oleh Bupati harus berbadan hukum. Ayat (5) Yang dimaksud dengan pelayanan umum tertentu adalah pelayanan umum yang saling memberikan dampak antar Daerah yang terkait, antara lain penanganan sampah, penyediaan transportasi, penyediaan air bersih, penanggulangan banjir, dan lahan pemakaman. Ayat (6) Lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota di kawasan metropolitan dapat diperkuat oleh tenaga profesional sesuai kebutuhan. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Yang dimaksudkan dengan diklasifikasikan adalah dikelompokkan kedalam tingkatan besaran kota, fungsi, potensi, dan peranan kota atas dasar suatu kriteria yang terukur dengan maksud untuk dijadikan dasar dalam pengaturan aspek kelembagaan, sarana prasarana yang diperlukan, dan pembinaannya
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 135 Ayat (1) Pemerintah Daerah mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta dalam perumusan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perkotaan, penyusunan rencana tata ruang, penyusunan rancangan program pembangunan dan pengendalian. Ayat (2) Mengingat masyarakat di kawasan perkotaan umumnya bersifat heterogen maka Pemerintah Daerah memfasilitasi proses akulturasi dengan tujuan agar masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat yang berbudaya Indonesia bercirikan gotong-royong, maju, dan bersatu Ayat (3) Keikutsertaan masyarakat dapat dilakukan melalui mekanisme dan kelembagaan masyarakat yang ada dan/atau pembentukan forum yang baru Pasal 136 Cukup jelas Pasal 137 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kriteria tertentu yaitu, jumlah penduduk, luas wilayah potensi Desa, asal usul, adat-istiadat, sarana dan prasarana pemerintahan. Ayat (2) Pembentukan Desa terjadi karena pembentukan Desa baru diluar Desa yang telah ada atau sebagai akibat pemekaran dan/atau penataan Desa Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya persyaratan dapat dihapus dan/atau digabung.
tidak
lagi
memenuhi
Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas Pasal 138 Ayat (1) Usul perubahan Desa menjadi Kelurahan harus berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat masyarakat setempat dan disampaikan kepada Bupati/Walikota
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
melalui Camat oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 139 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah perangkat pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain Ayat (3) Yang dimaksud dengan dipilih langsung adalah pemilihan dengan cara pemungutan suara yang dilaksanakan berdasarkan azas langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil Dalam hal keadaan darurat seperti terjadinya konflik yang berkepanjangan yang mengakibatkan pemungutan suara belum dapat dilaksanakan berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, maka pemilihan dapat dilakukan dengan cara penunjukan oleh Bupati/Walikota dan/atau persetujuan masyarakat melalui musyawarah untuk mufakat Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 140 Cukup jelas. Pasal 141 Cukup jelas Pasat 142 Huruf a Yang dimaksud dengan kewenangan yang sudah melekat pada Desa adalah kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal usul dan/atau adat istiadat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf b Yang dimaksud dengan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan adalah kewenangan yang diserahkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk diatur Pemerintah Desa Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah adalah urusan yang berkembang karena dinamika penyelenggaraan pemerintahan dan/atau urusan yang secara nyata belum atau tidak dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah Pasal 143 Cukup jelas. Pasal 144 Penyampaian laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada Bupati/Walikota dan keterangan laporan pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada Badan Perwakilan Desa sekurangkurangnya sekali dalam sate tahun anggaran Kepala Desa menyampaikan pokok-pokok keterangan penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada masyarakat desanya. Pasal 145 Yang dimaksud dengan melakukan pekerjaan lain adalah melakukan pekerjaan di luar sebagaimana dimaksud Pasal 143. Dalam rangka menjaga eksistensi dan kewajiban untuk bersikap netral secara politik, dan dapat berlaku adil bagi masyarakat, Kepala Desa tidak diperkenankan memiliki dualisme pengabdian antara mengutarakan kepentingan partai politik dan/atau mengutamakan kepentingan masyarakat sehingga tidak boleh menjadi pengurus partai politik. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Ayat (1) Penunjukan Sekretaris Desa sebagai pelaksana tugas sehari-hari Kepala Desa ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota Ayat (2) Cukup jelas
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas t Pasal 148 Ayat (1) Yang dimaksud dengan dipilih adalah pemilihan dengan cara pemungutan suara yang dilaksanakan berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan adalah yang dinyatakan lolos dan proses seleksi administratif penjaringan dan penyaringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa, anggaran pendapatan dan belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Dalam rangka menjaga eksistensi dan kewajiban untuk bersikap netral secara politik, dan dapat berlaku adil bagi masyarakat, Anggota Badan Perwakilan Desa tidak diperkenankan memiliki dualisme pengabdian antara mengutamakan kepentingan partai politik dan/atau mengutamakan kepentingan masyarakat sehingga tidak boleh menjadi pengurus partai politik. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan lembaga masyarakat terdiri dari LKMD/LPM, PKK, RW RT atau sebutan lain dan Lembaga Adat sebagai mitra Pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 151 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Pendapatan asli desa meliputi, hasil usaha desa, hasil kekayaan desa hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong-royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah bantuan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui kas Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa Huruf d Sumbangan dari pihak ketiga dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang. Huruf e Dalam rangka peningkatan pendapatan, Pemerintah Desa dapat melakukan Pinjaman. Pinjaman Desa dapat bersumber dan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten; Bank Pemerintah; Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta; dan Sumbersumber lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (6) Badan Usaha Milik Desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 152 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 153 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 154 Ayat (1) Keputusan bersama sebagai akibat kerja sama antar Desa harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa masing-masing Sedangkan keputusan bersama sebagai akibat kerja sama antara Desa dengan pihak ketiga harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 155 Ayat (1) Yang dimaksud dengan perselisihan antar Desa adalah perselisihan seperti mengenai batas Desa, kepemilikan aset Desa dan pengelolaan sumberdaya alam. Sedangkan perselisihan antar masyarakat seperti perkelahian/tawuran antar warga. Ayat (2) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 156 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Lembaga pengelola bersama adalah lembaga yang dibentuk secara bersama oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota yang berbatasan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pemerintah Daerah mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta dalam perumusan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan, penyusunan rencana tata ruang, penyusunan rencana program pembangunan dan pengendalian. Ayat (5) Keikutsertaan masyarakat dapat melalui mekanisme dan kelembagaan masyarakat yang ada dan/atau pembentukan forum yang baru Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas Pasal 159 Cukup jelas Pasal 160 Cukup jelas Pasal 161 Cukup jelas Pasal 162 Ayat (1) Sistem informasi Pemerintahan Daerah sekurang-kurangnya meliputi informasi: 1. Kepegawaian dan Kelembagaan Daerah, 2. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
3. Pemerintahan Umum Daerah; 4. Penataan Daerah, Pejabat dan DPRD, 5. Desa dan Pemberdayaan Masyarakat, 6. Pembangunan Daerah; 7. Kependudukan; 8. Keuangan Daerah; dan 9. Produk hukum Daerah. Untuk keperluan penetapan batas maksimal defisit anggaran, pinjaman daerah dan penentuan pagu dana perimbangan disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Keuangan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 163 Ayat (1) Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya tujuan pembentukan Daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah, serta kebijakan nasional di Daerah yang semuanya diarahkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Ayat (2) Cakupan pemberian fasilitasi berkaitan dengan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang diakui melalui proses bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan dan pelatihan yang mempertimbangkan hubungan tingkat pemerintahan dan penerbitan produk peraturan perundangundangan antara lain Keputusan Menteri dan Surat Edaran Menteri. Ayat (3) Penyelenggara pemerintahan daerah meliputi Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD, dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Ditujukan kepada daerah yang menunjukkan keberhasilan menyelenggarakan otonomi daerah. Ayat (6) Yang dimaksud dengan pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebelum ditetapkannya suatu Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah, RAPBD, dan Tata Ruang wilayah Provinsi dan Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Yang dimaksud dengan pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Gubernur sebagai Wakil Pemerintah setelah ditetapkannya suatu Peraturan Daerah, Keputusan DPRD. Keputusan Kepala Daerah, dan Keputusan Pimpinan DPRD Ayat (7) Cukup jelas Pasal 164 Cukup jelas Pasal 165 Cukup jelas Pasal 166 Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri Dalam Negeri. Yang dimaksud dengan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah dugaan terjadinya hambatan berupa penyimpangan, penyalahgunaan dan pemborosan anggaran, ketidakharmonisan antara Pemerintah Daerah dengan DPRD, ketidakpuasan dalam hal perilaku Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan perangkatnya dan DPRD serta ketidakpuasan dalam hal pemberian pelayanan masyarakat oleh Pemerintah Daerah, krisis kepercayaan publik yang luas terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan lain sebagainya. Pasal 167 Cukup jelas Pasal 168 Ayat (1) Pertimbangan ini dimaksudkan untuk terwujudnya keselarasan kebijakan desentralisasi sehingga penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan prinsip dan tujuan yang ditetapkan dalam undang-undang. Ayat (2) Huruf a Untuk kepentingan penataan daerah DPOD berdasarkan hasil evaluasi kemampuan Daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah menyusun rekomendasi yang disampaikan kepada Pemerintah, Huruf b Dalam setiap pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah, sebelum disusun RUU maka tahapan yang harus dilalui adalah pertimbangan dari DPOD. Hal ini dimaksudkan untuk terpenuhinya obyektifitas dalam pembentukan daerah otonom. Rekomendasi DPOD menjadi salah satu tahapan yang harus dipenuhi dalam tahapan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Huruf c Dalam hal pemerintah akan membentuk kawasan khusus maka DPOD memberikan pertimbangan agar pembentukan kawasan khusus tidak menimbulkan permasalahan dalam penyelenggaraan otonomi daerah Huruf d Cukup jelas Huruf e Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan atau menjadi kewajibannya DPOD menugaskan Sekretariat Jenderal untuk melakukan evaluasi kemampuan daerah Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 169 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Komposisi wakil-wakil Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota ini mencerminkan keragaman Daerah terutama dilihat dari aspek bagi hasil pajak, bagi hasil non pajak, besaran APBD dan ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 170 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Menteri dan/atau Wakil Daerah tertentu yang diundang dalam Sidang DPOD bertindak sebagai narasumber yang terkait dengan materi yang menjadi pokok pembahasan Sidang DPOD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 171 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas, Ayat (3) Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas Sekretaris Jenderal DPOD, dalam Sekretariat Jenderal DPOD dibentuk Sekretariat Bidang Otonomi Daerah dan Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan yang masing-masing dipimpin oleh pejabat struktural yang setara. Ayat (4) Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas Sekretariat DPOD dibentuk hubungan kelembagaan yang saling mendukung antara pejabat struktural dilingkungan Sekretariat Jenderal DPOD dengan pejabat struktural yang setara baik pada Departemen Dalam Negeri maupun Departemen Keuangan Pasal 172 Sekretariat Jenderal DPOD memberikan fasilitasi untuk optimal tugas-tugas tenaga ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan. Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Yang dimaksud dengan undang-undang lain adalah undang-undang yang bertalian dengan pembentukan dan status otonomi yang diberikan kepada Provinsi Papua, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 175 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam ayat ini adalah bahwa untuk Gubernur mengutamakan pertimbangan terhadap bakal calon dari keturunan Almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX, untuk Wakil Gubernur mengutamakan pertimbangan terhadap bakal calon dari keturunan Almarhum Sri Paku Alam VIII. Pasal 176 Ayat (1) Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta bersifat tunggal sehingga wilayah kota dan kabupaten di Provinsi DKI Jakarta tidak bersifat otonom Ayat (4) Huruf a. Provinsi DKI Jakarta dalam kedudukan sebagai ibukota negara memiliki tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab. Huruf b. Cukup jelas. Huruf c. Yang dimaksud dengan keterpaduan dalam huruf c adalah keterpaduan di dalam proses penyusunan, substansi materi yang dimuat dan pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang masing-masing daerah yang difasilitasi dan disahkan berlakunya oleh Pemerintah. Huruf d. Cukup jelas. Huruf e. Cukup jelas. Huruf f. Cukup jelas Huruf g. Yang dimaksud keterpaduan pengelolaan pelayanan umum tertentu dalam huruf g adalah keterpaduan dalam proses manajemen pelayanan umum Sementara itu yang dimaksud dengan pelayanan umum tertentu adalah pelayanan yang secara timbal balik berdampak terhadap masing-masing daerah, seperti penanganan sampah, penyediaan transportasi, penyediaan air bersih, penanggulangan banjir, lahan pemakaman, penanggulangan kebakaran, dan konservasi lingkungan . Pasal 177 Cukup jelas. Pasal 178 Cukup jelas Pasal 179 Cukup jelas Pasal 180 Cukup jelas
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 181 Yang dimaksud dengan seluruh daerah otonom baru termasuk yang dibentuk sebelum undang-undang ini diberlakukan adalah daerah-daerah yang dibentuk setelah uji coba otonomi daerah tahun 1995. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Cukup jelas. Pasal 185 Cukup jelas.
TAMBAI IAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .........
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net