Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Curang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi
Octavianus Hartono Fakultas Hukum, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Abstract Development in the field of information technology is very beneficialfor the growth of the economy of a country, but it also brings negative effects, such as online fraud. Moreover, consumers who do not take care of all their personal if this happens, the consumer’s property, either meterial or concept/ idea will be missing or damaged data and their personal accounts can be abused by responsible people. The development of information technology which indeed gives a lot of positive effects for the world economy should be regulated in such a way so as not to cause negative effects for the parties using these facilities. Keywords: globalization, economic development, business cheating
I. Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknologi berpengaruh sangat besar dalam kehidupan suatu masyarakat. Saat ini kita dapat terus berhubungan dengan orang yang kita kasihi walaupun berada di tempat yang jauh dengan menggunakan kemajuan dalam bidang informasi teknologi. Perkembangan dalam bidang informasi teknologi juga telah membuat segalanya lebih cepat. Kita dapat mengetahui informasi yang terjadi di luar negeri hanya dalam waktu sepersekian detik. Namun salah satu contoh perkembangan informasi teknologi yang memiliki dampak cukup besar bagi kesejahteraan masyarakat adalah perkembangan dalam bidang ekonomi. Dengan berkembangnya informasi teknologi, perekonomian turut berkembang juga. Perkembangan informasi teknologi telah menciptakan suatu fenomena dalam bidang ekonomi, fenomena itu adalah pergeseran pasar, dimana pasar yang sifatnya tradisional berubah menjadi pasar modern atau pasar elektronik. Dalam pasar tradisional, pelaku usaha memasarkan barang atau jasa hasil produksinya dalam suatu tempat yang dapat dijangkau oleh pembeli. Tempat bertemunya pelaku usaha dan pembeli dinamakan pasar. Dalam pasar tradisional, jual-beli hanya terjadi dalam kondisi pembeli dan penjual bertemu muka, melakukan proses tawar-menawar dan setelah terjadi kesepakatan barulah jual-beli terjadi. Pasar tradisional memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah jangkauan pasar terhadap pembeli terbatas pada lingkungan sekitar pasar saja. Perluasan pangsa pasar dalam pasar tradisional dapat dilakukan dengan membuka cabang usaha di tempat yang baru selain tempat usaha yang telah ada. Dalam membuka cabang usaha baru, maka Pelaku Usaha harus memikirkan manajemen usaha di tempat yang baru tersebut, yang tentunya akan menyita waktu dan pikiran Pelaku Usaha, selain itu pembukaan tempat usaha baru juga memerlukan modal yang tidak sedikit, modal yang perlu dipersiapkan antara lain modal untuk pembelian atau penyewaan tempat baru, modal belanja karyawan, modal untuk mendesain tempat baru agar tampak menarik, selain itu yang paling dikhawatirkan adalah resiko tidak laku yang mungkin dialami oleh pelaku usaha ketika membuka cabang usaha di tempat yang baru tersebut. Perkembangan teknologi khususnya bidang informasi teknologi, telah membuka celah bagi pelaku usaha untuk memperluas pangsa pasarnya tanpa harus membuka cabang usaha, selain itu 147
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
dengan memanfaatkan kemajuan dalam bidang informasi teknologi, pelaku usaha dapat menghemat modal yang cukup banyak bila dibandingkan dengan membuka cabang usaha baru seperti pada pasar tradisional. Hal-hal yang dapat dihemat oleh pelaku usaha dengan memanfaatkan kemajuan informasi teknologi ini adalah: 1. Modal untuk membeli atau menyewa tempat usaha yang baru. 2. Modal untuk belanja tenaga kerja. 3. Menghindari resiko kerugian tidak lakunya usaha baru pelaku usaha tersebut. Perkembangan informasi teknologi memang mempermudah perluasan pangsa pasar yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha, namun dalam menggunakan peluang ini, pelaku usaha harus memperhatikan aspek hukum yang ada agar terhindar dari segala resiko yang dapat merugikan pelaku usaha.
II. Metode Metode penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode Penelitian YuridisNormatif. Metode penelitian yuridis normatif digunakan untuk menemukan kebenaran dalam suatu penelitian hukum dilakukan melalui cara berpikir deduktif dan kriterium kebenaran koheren. Kebenaran dalam suatu penelitian sudah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses pengujian atau verifikasi. Verifikasi di dalam metode yuridis normatif dilakukan dengan pengujian cara berpikir (logika) dari hasil penelitian oleh kelompok sejawat sebidang atau peers group.
III. Pembahasan 3.1 Bisnis Definisi bisnis menurut Munir Fuady adalah:1 “Suatu urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa, dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan.” Jadi bisnis adalah kegiatan dagang dimana kegiatan dagang ini erat kaitannya dengan jual beli barang atau jasa hasil produksi pelaku usaha dengan tujuan untuk untuk mendapatkan keuntungan. Dalam tujuannya mencari keuntungan, pelaku usaha menerapkan prinsip ekonomi dimana pelaku usaha akan berusaha untuk mendapatkan hasil atau keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan usaha yang seminimal mungkin. Perkembangan Informasi Teknologi memungkinkan Pelaku Usaha untuk memperoleh keuntungan dengan usaha yang minimal yaitu memperluas pangsa pasar dengan menggunakan kemajuan informasi teknologi atau yang seringkali dekenal dengan istilah eCommerce. 3.2 eCommerce Dalam bukunya mengenal eCommerce, Onno W. Purbo mendefinisikan eCommerce sebagai: “satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik”2 Sesuai definisi diatas, eCommerce adalah pemanfaatan teknologi dan segala aplikasinya dalam proses bisnis yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen melalui transaksi elektronik, ini berarti hampir segala proses bisnis dapat dilakukan melalui media eCommerce seperti penawaran produk atau jasa hasil usaha, informasi mengenai barang atau jasa, harga barang dan jasa, negosiasi harga dan pembuatan perjanjian. Namun, dalam hal jual-beli barang, maka pengiriman barang akan dilakukan oleh jasa pengiriman barang, karena pengiriman barang tidak dapat dilakukan melalui media eCommerce. 1 2
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti,2005, hlm.2. Onni W.Purbo, Aang Arif Wahyudi, Mengenal eCommerce, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2001, hlm2.
148
Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Cuang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi (Octavianus Hartono)
Perkembangan eCommerce dalam bisnis ternyata menguntungkan banyak pihak. Keuntungankeuntungan eCommerce bagi para pihak adalah: 1. Bagi perusahaan atau pembisnis perorangan Bagi perusahaan dan pembisnis perorangan perkembangan dalam eCommerce dapat dirasakan dalam hal: a. Memperluas pangsa pasar Dengan adanya eCommerce, pelaku usaha dapat memperluas pangsa pasarnya tanpa harus membuka cabang usaha di tempat baru. “jangkauan pasar dapat menjadi luas dibandingkan dengan sistem bisnis tradisional yang “terbatas” oleh lokasi.”3 b. Menghemat biaya operasional Biaya operasional yang harusnya dikeluarkan oleh pelaku usaha menjadi berkurang karena dengan memanfaatkan eCommerce maka pelaku usaha tidak perlu membuka cabang usaha di tempat yang baru. c. Meningkatkan pelayanan konsumen Dengan memanfaatkan fasilitas eCommerce, kredibilitas perusahaan akan meningkat karena pelayanan kepada konsumen menjadi lebih baik. d. Memperpendek jarak “perusahaan atau pebisnis perorangan dapat lebih mendekatkan diri dengan konsumen di mana jarak secara fisik dapat diatasi dengan hanya mengklik situs yang dibangun.”4 2. Bagi konsumen a. “Efektif Konsumen dapat memperoleh informasi dan bertransaksi setiap saat dengan akurat, cepat dan murah. b. Biaya terkendali Biaya transport menuju lokasi untuk memilih barang dapat ditekan serendah mungkin. c. Aman secara fisik Para konsumen akan merasa aman dalam melakukan transaksi dengan jumlah uang yang sangat besar dibandingkan pada pasar tradisional. d. Harga yang lebih terjangkau Perusahaan dapat menekan biaya pemasaran dan meraih manfaat dari penerapan Just in Time, konsumen kemungkinan mendapatkan harga produk lebih murah. e. Fleksibel Konsumen dapat melakukan transaksi dari berbagai tempat.”5 3. Bagi masyarakat pada umumnya Bagi masyarakat pada umumnya perkembangan eCommerce akan membuka peluang usaha baru dan juga memberikan peluang konsumen untuk mendapatkan barang-barang berkualitas baik karena terdapat banyak variasi pilihan dari berbagai pelaku usaha. Produk-produk yang dijual melalui sarana eCommerce bermacam-macam. Namun produkproduk yang secara global menjadi kebutuhan dan diminati masyarakat serta memiliki standar kualitaslah yang dapat dipasarkan dan bersaing dengan para pelaku usaha lain. Produk-produk yang sering dipasarkan melalui eCommerce antara lain:6 1. “Produk berupa informasi misalnya Koran, majalah, dan jurnal. 2. Produk entertainment, misalnya kalender, peta, poster dan film. 3. Produk simbol, misanya tiket pesawat, tiket kereta api dan reservasi hotel. 3
Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Perspektif eCommerce, Yogyakarta, Andi, 2001, hlm.102. Ibid, hlm.102. 5 Ibid, hlm.103. 6 Ibid, hlm.93. 4
149
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
4. Produk jasa, misalnya pendidikan, telemedicine dan konsultasi jarak jauh, produk barang, misalnya buku, bunga, kosmetik dan computer.” Transaksi dalam eCommerce pada dasarnya dapat dibagi atau dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu: “ transaksi Business to Costumer (B to C) dan business to business ( B to B).”7 Business to Consumer adalah transaksi jual beli melalui internet antara penjual barang dengan konsumen terakhir. Dalam business to consumer tidak diperlukan persyaratan yang rumit, dan dalam business to consumer kedudukan konsumen cukup baik, karena konsumen dapat memperoleh informasi yang beragam dan mendetail dalam hal pemilihan produk. Hal ini terjadi karena dalam internet, konsumen tidak dibatasi oleh tempat dan waktu, sehingga konsumen dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk mencari barang atau jasa yang sesuai dengan keinginannya dan harga yang sesuai dengan yang konsumen inginkan. Karakteristik transaksi eCommerce Business to Consumer adalah sebagai berikut:8 1. “Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara umum pula; 2. Servis yang dilakukan juga bersifat umum sehingga mekanismenya dapat digunakan oleh banyak orang. Contohnya, karena sistem web sudah umum dikalangan masyarakat, maka sistem yang digunakan adalah sistem web pula; 3. Servis yang diberikan berdasarkan permintaan dimana konsumen berinisiatif sedangkan produsen harus siap memberikan respon terhadap inisiatif konsumen; 4. Sering dilakukan pendekatan client-server, yang mana konsumen di pihak klien menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan pihak penyedia barang atau jasa (business procedur) berada pada pihak server.” Sedangkan business to business merupakan sistem komunikasi yang dilakukan secara on line antar pelaku usaha. Karakteristik trasaksi eCommerce Business to Business adalah sebagai berikut:9 1. “Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah terjalin hubungan yang berlangsung cukup lama. Pertukaran informasi hanya berlangsung di antara mereka dan area sudah sangat mengenal. Maka pertukaran informasi tersebut dilakukan atas dasar kebutuhan dan kepercayaan; 2. Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berskala dengan format data yang telah disepakati. Jadi, servis yang digunakan antara kedua sistem tersebut sama dan menggunakan standar yang sama; 3. Salah satu pelaku tidak harus menunggu partner mereka lainnya untuk mengirim data; 4. Model yang umum digunakan adalah pear to pear, dimana processing intelegence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.” Meskipun eCommerce merupakan sistem yang menguntungkan karena dengan menggunakan manfaat eCommerce, pelaku usaha dapat menekan biaya transaksi bisnis, biaya modal dan juga meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan karena pelaku usaha dapat meningkatkan pelayanannya kepada pelanggan, namun hingga saat ini sistem eCommerce beserta semua infrastruktur penunjangnya masih dapat dengan mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang beritikad buruk dan tidak bertanggung jawab. Selain itu, sistem eCommerce ini masih mungkin terkena kesalahankesalahan yang mungkin terjadi dikarenakan berbagai cara seperti kerusakan hebat yang berkaitan dengan sistem itu sendiri baik dalam sistem perdagangan komersial, institusi finansial, service provider bahan komponen sekalipun. Penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan kegagalan sistem dapat berakibat: 1. Kehilangan finansial secara langsung karena kecurangan yang dilakukan oleh pelaku yang tidak bertanggung jawab. 2. Pencurian informasi rahasia yang berharga seperti informasi yang berhubungan dengan konsumen dan informasi penting lainnya. Hilangnya informasi yang berhubungan dengan konsumen, apabila 7
Dikdik M Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, Refika Aditama, 2005, hlm.150. 8 Ibid, hlm.152. 9 Ibid, hlm. 151. 150
Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Cuang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi (Octavianus Hartono)
kemudian data tersebut disalahgunakan oleh pelaku yang tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan dari para konsumen kepada pelaku usaha. 3. Kehilangan kesempatan bisnis karena gangguan pelayanan, hal ini dapat terjadi akibat kesalahan yang bersifat non teknis seperti padamnya aliran listrik atau jenis-jenis gangguan yang tidak terduga lainnya. Kerugian-kerugian yang tidak terduga ini bisa berupa gangguan dari luar yang dilakukan dengan sengaja, ketidakjujuran, praktek bisnis curang, kesalahan faktor manusia, atau kesalahan sistem elektronik. Selain hal-hal diatas, ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu turut campur dalam memberikan perlindungan bagi pengguna eCommerce, antara lain: 1. untuk memberikan rasa aman bagi pengguna sarana eCommerce (konsumen maupun pelaku usaha). 2. pemerintah harus mencegah atau melakukan tindakan preventif untuk mencegah disalahgunakannya sarana eCommerce dari praktek-praktek bisnis curang atau tidak sehat (unfair trade practices). 3. pengaturan eCommerce akan meningkatkan iklim pertumbuhan ekonomi. Untuk menanggulangi hal-hal di atas, maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur informasi dan transaksi elektronik termasuk eCommerce oleh karena itu, pelaku usaha yang ingin menggunakan sarana eCommerce harus memperhatikan aturan hukum yang ada agar terhindar dari masalah hukum. Para pihak yang terlibat dalam eCommerce antara lain: 1. Pelaku usaha adalah produsen/ perusahaan yang menawarkan barang atau jasa hasil produksinya melalui media eCommerce. 2. Pembeli atau kosumen adalah orang-orang yang ingin memperoleh barang atau jasa yang dengan menggunakan media eCommerce. Konsumen disini dapat berupa konsumen akhir atau konsumen perantara. 3. Bank adalah sarana yang digunakan apabila transaksi dilakukan melalui bank. 4. Perusahaan kartu kredit adalah perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit. Kartu kredit seringkali digunakan dalam proses jual beli melalui eCommerce. 5. Lembaga sertifikasi adalah pihak ketiga baik itu pihak swasta maupun pemerintah yang sifatnya netral. Lembaga sertifikasi ini bertugas untuk mengeluarkan sertifikasi kepada pelaku usaha yang menggunakan sarana eCommerce sebagai sarana perluasan pangsa pasarnya. Pemanfaatan teknologi informasi khususnya yang digunakan untuk transaksi-transaksi elektronik harus dilaksanakan berdasarkan asas-asas hukum umum. Asas-asas tersebut antara lain:10 1. “Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. 2. Asas Manfaat berarti asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Asas Kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik. 4. Asas Itikad Baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan transaksi elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. 5. Asas Kebebasan Memilih Teknologi atau Netral Teknologi berarti asas pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.”
10
Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi regulasi & Konvergensi, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 136-137. 151
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
IV. Hukum Hukum berasal dari bahasa latin yaitu: “ recht yang artinya bimbingan atau tuntutan atau pemerintahan dan ius yang artinya mengatur atau memerintah.”11 Simpulan dari dua kata tersebut maka hukum adalah sesuatu yang memberikan bimbingan atau tuntutan yang tujuannya adalah untuk mengatur atau memerintah. Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa hukum adalah segala aturan yang dibuat oleh orang yang diberi kuasa (pemerintah dalam hal ini adalah DPR) untuk membuat peraturan, dimana peraturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Beberapa definisi hukum menurut para ahli hukum: 1. “Plato, hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.”12 2. “Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.”13 3. “Van Kan, hukum ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan penghidupan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.”14 4. “Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu.”15 Dari pendapat para ahli hukum diatas dapat disimpulkan bahwa hukum adalah sekelompok aturan yang tersusun dan mengikat bagi setiap orang yang bertujuan untuk mengatur masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat tersebut, bagi yang akan mendapatkan sanksi dari pemerintah atau orang yang memang diberi kuasa untuk menjatuhkan hukuman. Dalam bidang eCommerce, hukum ada untuk mengatur masyarakat pengguna eCommerce sehingga tercipta ketertiban dan keadilan bagi pengguna eCommerce. Ketertiban dan keadilan akan tercapai apabila seluruh masyarakat pengguna fasilitas eCommerce taat dan tunduk pada peraturan yang ada. Salah satu cara agar pengguna media eCommerce tunduk adalah dengan memberi sanksi bagi pengguna yang menggunakan fasilitas ini namun tidak tunduk pada aturan yang ada. Sanksi bagi pengguna yang melanggar dalam transaksi eCommerce ini terdiri dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Yang teringan berupa teguran dan yang terberat dapat berupa pencabutan izin untuk menggunakan fasilitas eCommerce bagi pelaku usaha bahkan sanksi pidana. Sanksi pidana ini dapat berlaku bagi pelaku usaha dan konsumen yang memang dengan sengaja (beritikad buruk) menggunakan fasilitas eCommerce untuk mengambil keuntungan bagi diri mereka sendiri. 4.1 Aspek Hukum yang Perlu Diperhatikan dalam Mengembangkan Usaha Melalui ECommerce Definisi eCommerce menurut Munir Fuady adalah16: “Suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik. Dan pertukaran/penjualan barang, servis dan informasi secara elektronik. Dengan demikian, pada prinsipnya bisnis dengan eCommerce merupakan kegiatan bisnis tanpa warkat (paperless trading)” Pada dasarnya, jual-beli barang dan jasa melalui media eCommerce adalah sama dengan jual-beli yang terjadi dalam pasar tradisional. Oleh karena itu dalam melakukan penjualan produk atau jasa melalui media eCommerce juga perlu memperhatikan hak-hak konsumen seperti halnya dalam pasar tradisional. Beberapa hak-hak konsumen antara lain: 11 12
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.24.
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Frafika, Jakarta, 2008, hlm.2. Ibid, hlm.2. 14 Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.37. 15 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonensia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.6. 16 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm.407. 13
152
Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Cuang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi (Octavianus Hartono)
1. Hak memperoleh informasi yang lengkap dan jelas mengenai produk yang akan konsumen beli. 2. Hak dimana barang atau jasa yang dibeli konsumen sesuai dengan apa yang diinginkannya baik dari segi kualitas, ukuran, harga dan sebagainya. Ini berarti pelaku usaha harus memberikan barang dan atau jasa sesuai dengan informasi yang diberikan melalui media eCommerce. 3. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai cara menggunakan barang tersebut. 4. Hak mendapatkan perlindungan dari barang yang dibelinya. Barang yang dibeli konsumen haruslah tidak berbahaya bagi konsumen, baik bagi kesehatan maupun keamanan jiwanya. 5. Hak mendapatkan jaminan bahwa barang atau jasa yang dibelinya dapat berguna dan berfungsi dengan baik. 6. Hak atas jaminan bahwa apabila barang atau jasa yang dibeli konsumen tidak sesuai dengan yang diinformasikan oleh pelaku usaha, maka konsumen akan memperoleh penggantian, baik itu berupa barang atau jasa pengganti atau uang. Hak-hak konsumen diatas perlu diperhatikan oleh pelaku usaha, karena dalam perdagangan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 4, diatur hak-hak konsumen yang meliputi: 1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; 2. hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa; 4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan; 5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; 7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pelanggar terhadap hak-hak konsumen diatas dapat berakibat batalnya suatu perjanjian, dimana pelaku usaha wajib mengganti kerugian konsumen. Pedoman yang perlu diperhatikan dalam penerapan perlindungan konsumen dalam transaksi perdagangan melalui eCommerce dapat dibagi dalam 4 (empat) bagian yaitu:17 1. “Dari sisi produsen/pelaku usaha; Kedudukan produsen dalam hubungannya dengan transaksi perdagangan relatif lebih kuat apabila dibandingkan dengan konsumen. Salah satu bukti kuatnya kedudukan itu adalah produsen berada pada pihak penyedia produk sedangkan konsumen berada pada pihak yang membutuhkan produk, sehingga apapun yang ditentukan oleh produsen sepanjang konsumen membutuhkan produk itu maka konsumen akan menyetujuinya, sehingga lahirlah bentuk-bentuk kontrak baku (standard contract) yang menjonjolkan prinsip take it or leaves it. Kuatnya kedudukan produsen sedapat mungkin harus diawasi karena tanpa pengawasan maka dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan perlindungan kosumen dalam transaksi melalui eCommerce, maka perlindungan terhadap konsumen dapat diberikan dalam bentuk; a. Pemberitahuan identitas produsen/pelaku usaha secara jelas yang meliputi alamat tempat berusaha (termasuk e-mail), telepon, jenis usaha yang dikelola, apabila memiliki pabrik, perkebunan atau tempat pengolahan lainnya maka dicantumkan alamat pabrik, perkebunan, dsb; b. Apabila produsen/pelaku merupakan kantor/ perusahaan cabang harus diberitahukan alamat kantor/ perusahaan induknya; 17
Dikdik M Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 159-163. 153
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
c. Memiliki ijin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk menyelenggarakan bisnisnya. 2. Dari sisi konsumen; Konsumen sebagai pihak yang membutuhkan produk seringkali sebelum mulai melakukan transaksi diharuskan untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai identitas diri atau perusahaan (apabila konsumennya adalah perusahaan). Hal ini wajar apabila produsen berkepentingan atas informasi tersebut karena melalui informasi inilah produsen dapat menilai kredibilitas konsumen, apakah konsumen adalah pembeli yang sungguh-sungguh atau tidak. Sebaliknya, apakah ada jaminan bahwa data diri/identitas konsumen (perorangan/perusahaan) tidak digunakan (dikomersialisasikan) oleh produsen seperti untuk pengiriman brosur pemasaran perusahaan. Padahal konsumen sangat memperhatikan aspek keamanan dan kerahasiaan dari informasi pribadinya dalam on-line transaction. Untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan informasi (berupa data diri) maka perlu adanya jaminan dari produsen bahwa data/ identitas konsumen tidak akan dipergunakan secara menyimpang diluar peruntukannya tanpa seijin konsumen. 3. Dari sisi produk (barang dan jasa); Informasi produk sangat penting diketahui oleh konsumen, karena melalui informasi ini konsumen dapat mengambil keputusan untuk melakukan transaksi atau tidak. Tingkat pengenalan konsumen pada produk yang akan dibeli bermacam ragamnya, baik konsumen yang mengetahui produk maka informasi produk tidak begitu penting karena hanya akan dijadikan sebagai pelengkap saja, tetapi sebaliknya bagi konsumen yang tidak tahu (awam), maka pengenalan produk sangat penting karena kesalahan dalam memilih produk dapat merugikan konsumen. Di beberapa Negara sudah ada pengaturan mengenai promosi yang ditujukan bagi konsumen anak-anak, hal ini disebabkan anak-anak kadang kala mengalami kesukaran dalam memahami produk apa yang dimaksud dalam promise tersebut. Sehingga penjual (produsen) harus melakukan tindakan/ perlakuan khusus terhadap suatu produk atau penggunaanya yang ditawarkan pada anakanak guna menghindari salah pengertian. Oleh karena itu, dalam menawarkan produknya (barang atau jasa) maka produsen diwajibkan untuk: a. Memberikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai produk yang ditawarkan sehingga konsumen tidak disesatkan terutama informasi yang sifatnya mendasar (kualitas produk apakah asli atau imitasi, baru atau bekas, jenis produk, ukuran) di samping informasiinformasi lain yang relevan seperti keunggualn-keunggulan dari produk, kekurangan dsb. Hal ini penting guna membantu konsumen dalam mengambil keputusan apakah akan membeli produk tersebut atau tidak; b. Informasi mengenai produk harus diberikan melalui bahasa yang mudah dimengerti dan tidak menimbulkan penafsiran secara berlainan; c. Memberikan jaminan bahwa produk yang ditawarkan aman atau nyaman untuk dikonsumsi atau dipergunakan; d. Memberikan jaminan bahwa produk yang diterima sesuai dengan apa yang ditawarkan oleh produsen pada saat diiklankan (dipromosikan) 4. Dari segi transaksi; Perlu diketahui bahwa tidak semua konsumen paham dalam melalukan transaksi melalui media internet, sehingga produsen perlu mencantumkan dalam melakukan transaksi melalui media internet, sehingga produsen perlu mencantumkan dalam websites-nya informasi yang jelas dan lengkap mengenai mekanisme transaksi serta hal-hal lainnya berkenan dengan transaksi, seperti: a. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh konsumen dalam melakukan transaksi; b. Kesempatan bagi kosnumen untuk mengkaji ulang transaksi yang akan dia lakukan sebelum mengambil keputusan, hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya kesalahan yang dibuat oleh konsumen; c. Harga dari produk yang ditawarkan, apakah sudah termasuk pajak atau belum, termasuk ongkos kirim atau belum; d. Mata uang apa yang dipakai; e. Bagaimana mekanisme pengiriman barangnya 154
Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Cuang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi (Octavianus Hartono)
f.
Produsen harus menyediakan suatu rekaman transaksi yang setiap saat bisa diakses oleh konsumen yang dalamnya memuat segala sesuatu berkenaan dengan transaksi yang sedang/atau telah dilakukan. Hal ini penting untuk kepentingan pembuktian apabila dikemudian hari timbul sengketa; g. Informasi mengenai dapat tidaknya konsumen mengembalikan barang yang sudah dibeli, apabila diperkenankan, bagaimana mekanismenya; h. Apakah diberikan jaminan penggantian barang atau penggantian uang, apabila produk yang diterima tidak sesuai atau rusak; i. Mekanisme penyelesaian sengketa; j. Jangka waktu pengajuan klaim yang wajar.” Kegiatan-kegiatan usaha dalam eCommerce dilakukan dengan orientasi sebagai berikut:18 1. “Pembelian on line (on line transaction) 2. Komunikasi digital ( digital communication). Yaitu suatu komunikasi elektronik 3. Penyediaan jasa (service), yang menyediakan informasi tentang kualitas produk dan informasi instan terkini. 4. Proses bisnis, yang merupakan sistem dengan sasaran untuk meningkatkan otomatisasi proses bisnis. 5. Market of one, yang memugkinkan proses customization produk dan jasa diadaptasikan pada kebutuhan bisnis.” Dari pedoman dan orientasi di atas, maka kita dapat menarik simpulan bahwa pada dasarnya proses jual-beli barang maupun jasa melalui sarana eCommerce ini adalah sama dengan proses jualbeli barang maupun jasa dalam pasar tradisional. Namun yang membedakannya adalah pada pasar tradisional pembeli dan penjual bertemu langsung, sedangkan pada penjualan melalui eCommerce pembeli dan penjual tidak bertemu langsung. 4.2 Hubungan eCommerce dengan Hukum Kontrak Pada dasarnya jual-beli melalui eCommerce adalah sama dengan jual-beli dalam pasar tradisional, karena itu jual-beli dalam eCommerce harus tunduk pada Buku 3 KUH Perdata tentang perikatan. Perjanjian menurut pasal 1331 KUH Perdata adalah: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Jadi suatu perjanjian adalah perbuatan antara satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya dengan satu orang lain atau lebih. Mengikatkan diri artinya mengikatkan untuk melakukan sesuatu kepada orang lain. Contohnya perjanjian jual beli mobil. Anton pemilik mobil dan Denny adalah yang ingin membeli mobil. Apabila telah terjadi kesepakatan antara Anton dan Denny untuk mengadakan jualbeli mobil, maka mereka akan mengadakan suatu perjanjian yang artinya mereka saling mengikatkan dirinya untuk melakukan suatu kewajiban untuk mendapatkan haknya. Anton mempunyai hak atas sejumlah uang atas penjualan mobilnya, tetapi dia juga berkewajiban untuk menyerahkan mobil beserta dokumen-dokumen pelengkapnya dan sebaliknya dengan Denny. Tidak semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah sah. Oleh karena itu agar perjanjian yang dibuat sah maka, perjanjian itu harus sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Sepakat dalam suatu perjanjian ditandai dengan adanya kesamaan kehendak diatara para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Sedangkan cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah dewasa, atau sudah menikah dan tidak berada dalam pengampuan. Hal tertentu, adalah syarat dimana 18
Ibid, hlm.408.
155
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
suatu perjanjian harus ada dan harus jelas objeknya dan hal yang halal adalah perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh KUH Perdata, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata maka berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jadi apabila perjanjian yang dibuat oleh Anton dan Denny telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian antara Anton dan Denny berlaku sebagai undang-undang bagi mereka. Ini berarti apabila salah satu dari mereka melanggar ketentuan dari perjanjian, maka pihak tersebut akan dikenakan sanksi. Buku 3 KUH Perdata memiliki sifat terbuka, yang artinya adalah bahwa semua pihak asalkan sesuai dengan syarat sah nya suatu perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata) dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum bebas membuat perjanjian apapun, kapanpun, dimanapun, dengan bentuk apapun. Namun yang perlu diperhatikan dalam membuat perjanjian adalah bukti dari keberadaan perjanjian tersebut. Agar mempermudah dalam hal pembuktian, maka suatu perjanjian sebaiknya dibuat dalam suatu kontrak, dalam kontrak para piha dapat menuangkan segala kehendaknya dan menandatanganinya sebagai bukti bahwa mereka telah sepakat dalam perjanjian tersebut. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata mengenai sahnya suatu perjanjian, maka perjanjian yang dibuat melalui sarana eCommerce juga harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam KUH Perdata. Tidak dipenuhinya syarat-syarat sahnya suatu perjanjian akan berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau harus batal demi hukum. Namun dalam prakteknya, pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan oleh KUH Perdata agar perjanjian yang dibuat melalui media eCommerce agak sulit dipenuhi, contohnya dalam hal tanda tangan sebagai bukti kesepakatan para pihak dalam membuat suatu perjanjian. Dalam eCommerce, akan sulit membubuhkan tanda tangan seperti pada selembar kertas. Karena itulah dalam eCommerce diatur segala ketentuan agar perjanjian yang dibuat melalui media eCommerce ini memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan oleh KUH Perdata. Pengaturan-pengaturan inilah yang harus diperhatikan oleh para pelaku usaha yang ingin memasarkan produknya melalu media eCommerce. 4.3 Peraturan Hukum Mengenai Penggunaan, Tanda Tangan Elektronik, Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi Elektronik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kontrak yang dibuat melalui media eCommerce dinamakan Kontrak Elektronik. Definisi kontrak elektronik adalah perjanjian yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Sedangkan Sistem Elektronik itu sendiri adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Sedangkan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto, elektronik data interchange (EDI), surat elektronik (elektronik mail), tetegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Jadi simpulannya kontrak elektronik adalah kontrak yang dibuat melalui sistem elektronik dimana untuk membuat sebuah kontrak elektronik memerlukan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Perusahaan atau pelaku usaha yang menggunakan sarana eCommerce untuk memperluas pangsa pasarnya dinamakan Penyelenggara Sistem Elektronik. Dalam menyelenggarakan sistem elektronik, pelaku usaha harus mendaftarkan sistem elektroniknya kepada Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Sesuai dengan pasal 14 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008, maka setiap pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar,akurat, jelas kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi: 1. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi penanda tangan; 2. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat tanda tangan elektronik; dan 3. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan tanda tangan elektronik. 156
Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Cuang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi (Octavianus Hartono)
Gambar 1 Penyediaan informasi produk yang dijual SentralWeb.com
Dalam hal terjadi kesepakatan mengenai produk dan harga yang ditawarkan pelaku usaha dan pembeli, maka pembeli dapat membuat perjanjian dengan pelaku usaha. Perjanjian yang dibuat melalui media elektronik dinamakan kontrak elektronik. Kontrak elektronik atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah. Namun untuk menyatakan sahnya suatu kontrak elektronik atau dokumen elektronik, kontrak atau dokumen elektronik itu haruslah kontrak atau dokumen yang dibuat dengan menggunakan Sistem Elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, agar kontrak dan data elektronik sah dan dapat digunakan sebagai alat bukti maka penggunaan sistem elektronik ini harus selalu dipastikan kalaikannya. Layak atau tidaknya sistem informasi yang ada dinilai dengan melakukan proses pemeriksaan dan pengujian, dimana pemeriksaan dan pengujian Sistem Elektronik dilakukan oleh institusi yang berwenang dan berkompeten untuk memastikan bahwa suatu Sistem Elektronik berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila Sistem Elektronik yang digunakan oleh penyelenggara elektronik berfungsi sebagaimana mestinya, maka pelaku usaha sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik akan mendapatkan sertifikat keandalan yang dapat dicantumkan dalam sistem elektronik mereka. Lembaga sertifikasi keandalan yang melakukan pemerikasaan dan pengujian ini adalah lembaga independen yang dibentuk oleh professional yang diakui, disahkan dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan Sertifikat Keadalan dalam transaksi. Transaksi yang terjadi dalam media eCommerce ini adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media lainnya. Pada dasarnya sama dengan pasar tradisional, transaksi eCommerce ini juga diawali dengan penawaran dan penerimaan. Penawaran adalah tawaran yang dilakukan oleh pelaku usaha mengenai barang-barang maupun jasa yang mereka tawarkan sedangkan penerimaan adalah persetujuan untuk membeli barang atau jasa yang diberikan oleh calon pembeli yang ingin membeli barang dan atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Karena pada dasarnya transaksi eCommerce ini adalah perjanjian, maka transaksi elektronik ini harus tunduk pada KUH Perdata buku 3 Pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Namun hal yang sulit dipenuhi dalam transaksi elektronik ini adalah tanda tangan yang 157
Zenit Volume 1 Nomor 2 Agustus 2012
harus diberikan sebagai tanda kesepakatan yang telah terjadi diantara mereka. Karena ini diciptakanlah tanda tangan elektronik yaitu tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakkan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Jadi tanda tangan elektronik ini bukan tanda tangan seperti yang biasa ada dalam perjanjian tradisional yang dituangkan dalam kertas. Tanda tangan elektronik adalah sekumpulan data pribadi seperti nomor kartu kredit dan informasi lainnya yang dimasukkan kedalam format yang telah disediakan oleh pelaku usaha. Dan untuk mengesahkan tanda tangan elektronik kita, setelah kita memasukan data pribadi kita, maka kita akan menekan tombol penerimaan yang disediakan oleh pelaku usaha. Agar tanda tangan elektronik ini dapat dinyatakan sah, sesuai dengan pasal 12 UndangUndang Nomor 11 tahun 2004, maka pelaku usaha harus memastikan bahwa Sistem Elektronik yang pelaku usaha buat itu: 1. tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak 2. penanda tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan tanda tangan elektronik. 3. Penanda tangan harus tanpa menunda-nunda menggunakan cara yag dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap mempercayai tanda tangan elektronik atau kepada pihak pendukung layanan tanda tangan elektronik jika: a. Penanda tangan mengetahui bahwa data pembuatan tanda tangan elektronik telah dibobol;atau b. Keadaan yang diketahui oleh penanda tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan tanda tangan elektonik; dan 4. Dalam hal sertifikat elektronik digunakan untuk mendukung tanda tangan elektronik, penanda tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan sertifikat elektronik tersebut. Jadi dalam hal ini, prinsip kehati-hatian harus diterapkan oleh kedua belah pihak. Apabila prinsip kehati-hatian ini dilanggar, maka pihak yang melanggar bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektroniki secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. Persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Sistem Elektronik: 1. Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-Undangan; 2. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan dan keteraksesa Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem elektronik tersebut; 3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; 4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan 5. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
V. Simpulan dan Saran Globalisasi telah memicu perkembangan teknologi khususnya dalam bidang internet. Perkembangan ini telah membuka peluang baru dalam bidang ekonomi khususnya dalam perluasan pangsa pasar. Dengan menggunakan fasilitas ini, pelaku usaha dapat memperluas pangsa pasarnya tanpa harus membuka cabang usaha di tempat lain. Selain pelaku usaha, konsumen juga mendapatkan keuntungan. Salah satu keuntungan yang diperoleh konsumen adalah kemudahan untuk mendapatkan informasi atas barang dan jasa tanpa harus datang kepada pelaku usaha. Namun dalam menggunakan media eCommerce, pengguna harus memperhatikan tata cara atau prosedur yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena sampai saat 158
Undang-undang ITE sebagai Sarana Pencegahan Bisnis Cuang Melalui Sarana eCommerce dalam Era Globalisasi (Octavianus Hartono)
ini masih banyak orang-orang yang beritikad buruk yang menyalahgunakan media eCommerce untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan menerapkan prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, diharapkan dapat meminimalkan penyalahgunaan terhadap media eCommerce ini.
Daftar pustaka Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi regulasi &Konvergensi, Refika Aditama, Bandung, 2010 Dikdik M Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2009 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Frafika, Jakarta, 2008 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti,2005 Onni W.Purbo, Aang Arif Wahyudi, Mengenal eCommerce, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2001, hlm2. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
159