Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah. Setiap suku mempunyai kebudayaan yang khas, yang berbeda antara satu dengan yang lain. Salah satunya adalah suku Jawa yang merupakan salah satu suku yang cukup besar di Indonesia. Persebaran suku Jawa berada di beberapa daerah, dari pulau Sumatra, Kalimantan,
W D
Sulawesi, bahkan hingga pulau Papua. Beberapa produk kebudayaan suku Jawa antara lain nyanyian atau disebut juga tembang, tarian, dan juga konsep-konsep filosifis dalam bentuk katakata mutiara yang mengajarkan sikap-sikap luhur. Pada tulisan ini penyusun akan membahas mengenai konsep filosofis dalam budaya Jawa. Konsep filosofis tersebut ialah “nrima ing
K U
pandum”, jika diartikan secara harafiah arti dari kalimat tersebut adalah “menerima setiap pemberian”. Di sini hanya dikatakan menerima pemberian, itu berarti tidak mengusahakan sesuatu untuk dirinya. Karena hal tersebut konsep nrima ing pandum sering kali dianggap sebagai konsep yang bersifat pasif, dan bahkan dianggap sebagai konsep yang konyol. Bukan hanya itu saja, bahkan ada yang menganggap bahwa konsep nrima ing pandum sama dengan
@
ungkapan syukur, sebagaimana diisyaratkan di dalam surat rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Tesalonika. Arti harafiah dari bersyukur adalah ungkapan terima kasih kepada Tuhan. Mungkin beberapa menyamakan kedua konsep tersebut, karena keduanya bisa digunakan dalam waktu yang sama, yaitu pada waktu mengalami kesusahan. Jika seseorang mengalami kesusahan, dan orang tersebut tidak bisa lepas dari permasalahan tersebut, biasanya mereka menggunakan kedua konsep tersebut sebagai jargon untuk menghibur diri mereka. Jika konsep nrima ing pandum disamakan dengan ungkapan syukur Paulus dalam I Tesalonika, maka dengan kata lain konsep bersyukur juga dianggap mempunyai sikap fatalistis dan pasif. Untuk mengerti sifat apa yang terkandung dalam konsep nrima ing pandum dan konsep bersyukur perlu dilakukan pencarian mengenai esensi dari konsep-konsep tersebut. Pencarian ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran dari pendapat yang menyamakan kedua
1
konsep tersebut. dengan demikian tujuan utama dalam dari penulisan ini, ialah mencari esensi dan mencari tahu apakah kedua hal tersebut dapat dikorelasikan. Salah satu alasan penyusun dalam menulis tulisan ini adalah ada beberapa orang Jawa yang sudah tidak begitu mengenal budaya Jawa salah satunya konsep filosofis nrima ing pandum. Salah satu bukti bahwa orang-orang tersebut tidak mengenali produk budayanya ialah pendapat yang mengatakan bahwa konsep filosofis nrima ing pandum adalah konsep yang konyol dan pasif. Bahkan ada juga beberapa orang yang tidak mengetahui sama sekali mengenai konsep filosofis nrima ing pandum. Konsdisi tersebut sepertinya sama dengan ungkapan yang dikatakan oleh Franz Magsnis-Suseno yang mengatakan, bahwa orang Jawa sudah tidak
W D
kelihatan Jawanya1. Karena kondisi tersebut maka perlu dilakukan pencarian mengenai esesnsi dari konsep filosofis nrima ing pandum dan memaparkanya dalam tulisan ini.
K U
Nrima Ing Pandum Dalam Budaya Jawa.
Konsep “Nrima Ing Pandum” dalam budaya Jawa, secara harafiah berarti menerima setiap pemberian. Dalam proses penulisan ini, penulis ingin mengkorelasikan antara keduanya. Mengingat kedua konsep tersebut sering disejajarkan. Selain itu penyusun ingin menemukan kebenaran terhadap sebuah anggapan yang mengatakan bahwa konsep filosofis nrima ing
@
pandum mempunyau sifat fatalistik dan wujud dari sikap pasif. Pencarian tersebut dilakukan dengan cara mencari esensi dari konsep nrima ing pandum. Untuk mengerti konsep nrima ing pandum perlu mengerti dimensi religius orang Jawa. Menurut Pardi Suranto orang Jawa memiliki jiwa religious yang mendalam. Orang Jawa percaya bahwa segala sesuatu sudah ada yang menentukan, mereka menyebutnya “Gusti”, Dialah yang mempunyai kuasa atas segalanya. Berbeda dengan pendapat Broto Semedi, beliau mengacu pada kebudayaan Jawa yang belum tercampur oleh agama yang lain. Menurutnya orang Jawa tidak mempercayai adanya Tuhan yang berbentuk personal yang mempunyai kuasa, orang Jawa mempercayai bahwa Tuhanya adalah kosmos, atau semesta yang tertata. Kosmos ini juga
1
Frans Magniz Suseno, Etika Jawa, (Jakarta: Gramedia, 1993). H. 3.
2
melingkupi manusia, bisa dikatakan manusia termasuk dalam kosmos. Mengenai kosmos akan dijelaskan dalam bab selanjutnya. Orang Jawa tesebut percaya bahwa semua sudah digariskan, baik yang dialami itu adalah hal yang buruk atau hal yang baik. Orang Jawa percaya bahwa itu ginarising Gusti atau sudah digariskan Tuhan atau dengan kata lain adalah takdir yang harus dijalani 2. Selain itu orang Jawa sadar dan yakin bahwa takdir setiap orang itu berbeda-beda. Ada yang hidup berkecukupan ada yang kekurangan, ada yang hidup cukup mudah, ada juga yang hidup dengan penuh perjuangan yang sulit. Bagi orang Jawa itulah yang menjadi bukti kebesaran kekuatan Tuhan atau Gusti. Takdir setiap individu berbeda-beda yang semua itu sudah ditetapkan. Penulis juga akan
W D
membahas mengenai takdir karena konsep tersebut melekat erat pada kehidupan orang Jawa. Dalam filosofi Jawa setiap pepatah atau kata-kata mutiara mempunyai hubungan satu dengan yang lain, termasuk kata mutiara yang berbunyi nrima ing pandum, kata-kata mutiara
K U
tersebut mempunyai hubungan dengan kata-kata mutiara yang lain. Jika diperhatikan lebih dalam, konsep filosofi Jawa itu berpusat pada suatu ajaran dan ajaran tersebut menelurkan suatu kata-kata mutiara, yaitu eling lan waspada3.
Surat Tesalonika
@
Surat Tesalonika ialah salah satu surat yang ditulis olah Rasul Paulus. Surat tersebut merupakan salah satu surat tertua dari semua dokumen perjanjian baru. Surat tersebut ditulis sekitar tahun lima puluh sesudah Masehi.4 Hal itu merupakan alasan penulis memilih surat Tesalonika, karena penulis percaya bahwa teologi Paulus dalam surat tersebut masih sangat asli atau belum terpengaruh dengan paham yang lain. Disinyalir surat Tesalonika adalah proklamasi dari rasul Paulus atas kerasulannya dan implikasi soteriologinya. Tesalonika adalah nama ibukota provinsi dari Makedonia. Dikota ini Paulus memberitakan Injil, karena ada beberapa masalah Paulus meninggalkan kota Tesalonika dan menulis surat kepada jemaat disana. 2
3
Pardi Suratno, Gusti ora sare, (Yogyakarta: Adiwacana, 2009). H. 193. Broto Semedi, Kehidupan Beragama berdasarkan Pancasila Menuju ke Toleransi Beragama, (Yogyakarta: TPK,
2003). H. 20. 4
Pieters De Viellers, Salvation in the New Testament, (London: Brill Leiden, 2005). H. 306.
3
Dalam suratnya Paulus terlihat memberi semangat dan nasehat kepada jemaat Tesalonika, Salah satu nasehatnya ialah untuk selalu bersyukur, padahal konteks jemaat di sana adalah jemaat yang mengalami ketertindasan. Selain itu paulus juga selalu mengucap syukur dalam suratnya. Dengan kata lain, Paulus menghimbau kepada jemaat Tesalonika untuk mengucap syukur walaupun dalam ketertidasan. Hal tersebut sama dengan penghayatan mengenai konsep filosofis nrima ing pandum, bahwa dalam konsep tersebut harus tetap menerima keadaan yang dialami. Baik susah atau senang, sama seperti ungkapan syukur dalam surat I Tesalonika yang menghimbau tetap bersyukur dalam susah atau senang. Dari sinilah penulis ingin meneliti makna dari ungkapan syukur dalam Tesalonika I untuk melihat kesamaan dari kedua konsep tersebut.
2.
W D
Rumusan Permasalahan.
Yang menjadi fokus permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini adalah:
K U
1. Apa esensi dari konsep nrima ing pandum dalam budaya Jawa?
2. Apakah konsep nrima ing pandum mempunyai sikap pasif dan fatalistis? 3. Apakah esensi dari konsep bersyukur dalam surat Tesalonika pertama?
4. Adakah korelasi antara konsep nrima ing pandum dalam budaya Jawa dengan konsep bersyukur menurut satu Tesalonika?
@
5. Implikasinya bagi kontekstualisasi teologi
3.
Tujuan Penulisan
1. Menemukan makna konsep nrima ing pandum dalam budaya Jawa. 2. Mengerti sikap apa yang terkandung dalam konsep nrima ing pandum. 3. Menemukan esensi dari konsep bersyukur dalam surat Tesalonika pertama. 4. Mengerti sikap apa yang terkandung dalam konsep bersyukur. 5. Mengetahui korelasi antara konsep nrima ing pandum dalam budaya Jawa dengan konsep bersyukur dalam surat satu Tesalonika 6. Menemukan implikasinya bagi kontekstualisasi teologi.
4
4.
Judul skripsi. Berdasarkan pada latar belakang, pokok permasalahan yang telah diuraikan, maka telah
dirumuskan bahwa judu bagi skripsi ini sebagai berikut: Korelasi Antara konsep Nrima Ing Pandum Dalam Budaya Jawa Dengan Ungkapan Syukur Rasul Paulus Dalam Surat I Tesalonika.
5.
W D
Metode Penulisan.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode study literature. Untuk itu data informasi
K U
yang dibutuhkan diperoleh membaca berbagai macam buku yang berhubungan dengan judul lalu menuangkanya kembali kedalam bentuk tulisan yang lain. Disamping study literature juga akan dilakukan penelitian kecil untuk mendukung hipotesa di atas. Dalam mencari sumber dalam surat Tesalonika yang pertama, penulis menggunakan metode pendekatan historis kritis.
Pendekatan historis kritis.
@
Metode tafsir historis muncul dari sebuah anggapan bahwa teks Alkitab merupakan produk sejarah masa lampau yang menyimpan pokok-pokok pikiran, pengalaman dan kesaksian iman penulis5. Dalam proses penulisan gaya bahasa yang digunakan berbeda-beda, tergantung siapakah yang menulis teks tersebut. Salah satu ciri khas pendekatan historis adalah bersandar sepenuhnya pada sumber tulisan yang mengandung informasi penting. Walaupun bersandar sepenuhnya pada sumber tulisan bukan berarti bahwa pendekatan historis tidak memerlukan disiplin ilmu yang lain, dalam hal ini ilmu sejarah, ilmu arkeologi dan sosiologi bisa sangat membantu. Ciri yang paling menonjol dari pendekatan historis adalah pencarian mengenai objektivitas tertinggi, mencari suratu peristiwa yang terjadi di masa itu, dan menolak
5
Yusak Tridarmanto, hermeneutika Perjanjian Baru 1,(Yogyakarta: Kansisus, 2013), h. 23.
5
spekulasi-spekulasi yang belum pasti atau spekulasi yang jauh dari fakta6. Objektivitas tertinggi tersebut tidak bersifat mutlak dan hal ini perlu dipahami sepenuhnya. Hal tersebut terjadi karena dalam menentukan objektivitas teretinggi, ideologi dan kepercayaan pribadi mempunyai peran yang cukup dominan. Karena itu perlu dipertegas mengenai pengertian sejarah. pengertian sejarah dalam konteks adalah totalitas manusia dan peristiwa masa lampau di satu pihak. Ada juga ciri yang lain dalam pendekatan historis yaitu adanya unsur analogi. Unsur tersebut memiliki posisi yang cukup penting dalam mengevaluasi dan menginterpretasikan bukti-bukti sejarah.
6.
W D
Sistematika Penulisan
Bab I. PENDAHULUAN
K U
Pada bagian ini berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II. “Nrima Ing Pandum”
@
Bab ini akan memaparkan hasil wawancara atau pandangan umum mengenai konsep filosofis nrima ing pandum beserta asal-usul dari konsep filosofis tersebut. Selain itu penulis juga mejelaskan mengenai sifat dan esensi dari konsep nrima ing pandum.
Bab III. Bersyukur
Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai surat Tesalonika yang pertama beserta pembagiannya. Setelah itu penyusun akan membahas mengenai esensi mengenai ucapan syukur Rasul Paulus dalam surat Tesalonika yang pertama.
6
Yusak Tridarmanto, hermeneutika Perjanjian Baru 1, h. 24.
6
Bab IV. Korelasi Antara Dua Konsep Yang Berbeda. Bab ini berisi tentang persamaan dan perbedaan antara konsep filosofis nrima ing pandum dalam budaya Jawa dengan ungkapan syukur Paulus dalam I Tesalonika. Selanjutnya masing-masing konsep tersebut memberi masukan antara satu dengan yang lain. Setelah itu penyusun akan membahas korelasi antara konsep bersyukur dan konsep nrima ing pandum.
Bab V. Kesimpulan.
W D
Bab ini hanya berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.
@
K U
7