BAB I PENDAHULUAN 1.
LATAR BELAKANG MASALAH Minimnya partisipasi warga jemaat secara khusus para pemuda di HKBP Yogyakarta,
tentu menjadi suatu keprihatinan bagi gereja. Partisipasi para pemuda dalam gereja melalui pelayanan-pelayanan atas talenta yang mereka miliki, sangatlah menentukan bagi pembangunan jemaat. Meskipun ada usaha yang telah dilakukan oleh anggota organisasi pemuda /N-HKBP dan bekerjasama dengan pelayan gereja untuk mengarahkan para pemuda lain, agar ikut berpartisipasi dalam setiap pelayanan di gereja, tetapi hasilnya masih belum maksimal, yang
W D
artinya bahwa setiap personil dalam tiap unit pelayanan masih terbatas dan kurang. Partisipasi para mahasiswa yang minim bukan saja dalam komisi N-HKBP1 dan pelayanan, tetapi juga dalam partisipasi kehadiran mengikuti Penelaahan Alkitab (PA) dan Persekutuan Doa (PD). Dalam gereja, para mahasiswa baik anggota N-HKBP maupun yang
K U
belum masuk N-HKBP, dilayani para pelayan gereja. Sehingga gereja tidak hanya mengharapkan para pemuda ikut berpartisipasi dalam pelayanan gereja, tetapi para pelayan juga memberi pelayanan terhadap pemuda. Pelayanan yang diberikan gereja secara khusus untuk para mahasiswa adalah melalui Penelaahan Alkitab dan Persekutuan Doa. Dalam PA dan PD ini, diharapkan kehadiran dari semua pemuda, bukan hanya anggota N-HKBP tetapi juga mahasiswa yang setiap tahun disambut dalam gereja. Kegiatan PA dan PD tersebut dilaksanakan di gereja
@
setiap hari Kamis, pukul 19:00 Wib.2
Kehadiran para pemuda mengikuti PA dan PD dalam gereja, tidaklah sebanding dengan jumlah keseluruhan pemuda yang datang beribadah setiap hari Minggu. Mereka yang mengikuti PA dan PD setiap hari Kamis rata-rata 11-22 orang saja. Jika dibandingkan dengan anggota N-HKBP , kehadiran dalam PA dan PD masih jauh dari yang diharapkan. Menurut data gereja ada sekitar 360-500 orang pemuda yang beribadah setiap Minggunya, tetapi mereka yang mendaftar menjadi warga jemaat pemuda adalah sebanyak 123 orang.3 Data ini sangat memprihatinkan, karena mereka hanya datang untuk beribadah dan tidak berminat untuk berpartisipasi dalam bidang pelayanan gereja untuk mengembangkan gereja 1
Dalam bahasa Batak Toba dan bagi HKBP, N-HKBP adalah Naposo Bulung, yang artinya orang-orang muda atau pemuda. 2 Setelah PA selesai, di mana pelaksanaannya sekitar setengah jam, maka akan dilanjutkan latihan koor sampai pukul 22:Wib. 3 Buku: Laporan Kepengurusan NHKBP Yogyakarta, (Yogyakarta: Dewan Koinonia, 2013). Warga jemaat pemuda ini diterima saat penerimaan mahasiswa baru di HKBP.Setelah diterima menjadi warga jemaat pemuda, mereka tidak terlibat secara aktif dalam Komisi Pemuda HKBP). 1
melalui talenta yang mereka miliki. Ini merupakan persoalan besar yang perlu penulis teliti dan kembangkan lalu memberikan solusi pembangunan jemaat melalui teori-teori pembangunan jemaat. Hal yang sangat mengganggu pemikiran penulis adalah, partisipasi pemuda dalam membangun jemaat HKBP Yogyakarta ini jauh dari teori-teori pertumbuhan jemaat. Misalnya saja, dari 123 orang yang terdaftar resmi menjadi anggota jemaat pemuda HKBP, hanya 50 orang yang mau berpartisipasi dalam membangun jemaat. Kelima puluh orang ini mau bergabung dalam organisasi pemuda yang disebut dengan N-HKBP (selanjutnya akan disebut komisi N-HKBP). Komisi N- HKBP ini adalah pelayanan kategori pemuda yang dilayani seperti warga jemaat tetap/dewasa.4 Hal ini mengindikasikan, bahwa partisipasi pemuda HKBP dalam
W D
membangun jemaat masih di bawah harapan dari pembangunan jemaat.
Untuk melihat tingkat partisipasi pemuda dalam membangun jemaat HKBP Yogyakarta ini, penulis akan mengukurnya melalui tingkat partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh komisi N- HKBP. Setiap tahunnya komisi N- HKBP menetapkan program kerja mereka dalam rangka keikutsertaan mereka dalam membangun dan melayani Gereja. Adapun
K U
program kerja dan unit pelayanan yang ditetapkan komisi N- HKBP, antara lain:5 Unit badan pengurus harian N-HKBP, unit dana dan kewirausahaan, unit olah raga, unit pelayanan kasih, unit pengkaderan dan pengembangan anggota, unit peralatan dan perlengkapan transportasi, unit paduan suara, unit seni dan kreasi, unit ibadah dan doa, dan unit kesehatan. Partisipasi dan pelayanan mereka dalam kebaktian minggu, adalah sebagai pemandu nyanyian/song leader,
@
pemain musik, operator slide, petugas soundsistem, petugas kamera, pembimbing anak remaja dan guru sekolah minggu.6
Dari unit kegiatan di atas tesebut, penulis mengukur tingkat partisipasi komisi N-HKBP dalam membangun jemaat HKBP Yogyakarta. Penulis mempunyai tesis sementara bahwa, N-HKBP kurang berpartisipasi dalam membangun jemaat HKBP. Kurangnya partisipasi pemuda dalam gereja dapat dilihat dalam tiga hal: a.
Dari jumlah mahasiswa yang begitu besar yang datang beribadah ke gereja HKBP Yogyakarta, hanya sebagian kecil yang berminat mendaftar menjadi warga jemaat
4
Organisasi pemuda atau komisi N-HKBP adalah seksi yang merupakan wujud pelaksanaan pelayanan di gereja HKBP Yogyakarta yang berada di bawah dewan Koinonia, yang tidak terpisahkan atau merupakan bagian internal gereja itu sendiri dalam mewujudkan tri tugas panggilan gereja, yakni :Bersaksi, Bersekutu dan Melayani. Anggota seksi pemuda HKBP/N-HKBP Yogyakarta adalah jemaat pemuda yang telah berumur 18 tahun, belum menikah dan terdaftar sebagai warga jemaat pemuda HKBP Yogyakarta (Lih. Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Organisasi Pemuda/N-HKBP Yogyakarta, 2013) 5 Laporan pengurus dalam: Program Kerja Pemuda/NHKBP Yogyakarta untuk tahun 2014. 6 Ibid. 2
pemuda. Sebagian besar mereka lebih memilih menjadi jemaat tamu dalam gereja tersebut. b.
Dari 123 orang pemuda yang mendaftar menjadi warga jemaat, hanya 50 orang yang masuk dalam komisi N-HKBP. Dengan demikian, hanya sedikit yang berpartisipasi dalam pelayanan gereja. Minimnya partisipasi warga jemaat pemuda, terlibat dalam pelayanan melalui
komisi N-HKBP, tentu menjadi suatu keprihatinan bagi
gereja/pelayan gereja, juga bagi para pemuda yang aktif dalam pelayanan. Sehingga yang menjadi pertanyaan, mengapa para mahasiswa/pemuda secara khusus pemuda yang terdaftar tidak berminat masuk anggota komisi N-HKBP? c.
Kehadiran dalam Penelahaan Alkitab dan Persekutuan Doa. Seperti telah disebut
W D
sebelumnya, bahwa yang diharapkan hadir dalam PA ini bukan hanya anggota komisi N-HKBP tetapi semua mahasiswa akan dilayani gereja melalui PA ini. Namun kenyataannya, partisipasi kehadiran dalam PA setiap hari Kamis sangatlah sedikit. Kurangnya partisipasi dalam kehadiran mengikuti PA tersebut bukan hanya dari pihak mahasiswa yang tidak terdaftar menjadi anggota jemaat dan komisi N-HKBP saja/jemaat
K U
tamu, tetapi juga anggota komisi N-HKBP sendiri tidak semua menghadiri pelayanan PA tersebut. Yang menjadi pertanyaan, mengapa anggota komisi N- HKBP, pemuda yang mendaftar menjadi warga jemaat dan pemuda tamu tidak berminat menghadiri pelayanan PA?
@
Apa yang menyebabkan para pemuda gereja enggan untuk berpartisipasi dalam pelayanan gereja, enggan menjadi anggota komisi N-HKBP dan enggan mengikuti ibadah PA dan PD? Tentu ada alasannya, dan belum disentuh para pelayan gereja. Oleh sebab itulah, penulis ingin membuat penelitian untuk mengetahui dan mendalami kehidupan bergereja para pemuda dalam gereja, dengan harapan akan mengetahui, apa yang menjadi permasalahan atas minimnya partisipasi pemuda.
Berdasarkan keprihatinan atas minimnya partisipasi para pemuda di bidang pelayanan pada kebaktian Minggu, maka penulis akan mempelajari dan mendalami teori-teori pembangunan jemaat. Ternyata, menjadi jemaat yang partisipatif adalah salah satu tujuan dari gereja. Jumlah anggota jemaat yang besar dan semakin bertambah, persentase kehadiran jemaat yang besar dalam setiap ibadah minggu, serta jumlah partisipasi warga jemaat dalam kegiatan gereja makin banyak, tentu suatu kebanggaan bagi warga jemaat dan pelayan gereja. Namun, kebanggaan dan keinginan tersebut sering berbanding balik, di mana pada sebagian gereja, 3
semakin lama semakin sedikit warga jemaat yang terlibat dan berpartisipasi di berbagai bidang pelayanan dan kegiatan di tengah-tengah gereja. Hal yang sering tidak disadari para pelayan gereja adalah, faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya partisipasi atau tidak berpartisipasinya warga jemaat tersebut. Sehingga alasan menurunnya partisipasi dan tidak berpartisipasinya warga jemaat dalam gereja, tidak terjawab dan terselesaikan. Berbicara mengenai gereja yang partisipatif, bukan hal baru lagi. Jika saat ini , warga jemaat dilibatkan dalam pelayanan terhadap umat dan sesama juga bukan hal yang baru. Seperti halnya dalam gereja Katolik, bahwa melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) yang menemukan kembali gambaran gereja sebagai umat Allah, sekaligus menjadi pemicu lahirnya gereja partisipatif.7 Artinya, gereja Katolik telah memikirkan, bagaimana supaya
W D
gereja menjadi gereja yang partisipatif.
Demikian halnya dengan gereja HKBP, bahwa dalam Tata gereja HKBP (2002) telah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi jemaat untuk turut serta dalam pelayanan jemaat, sehingga jemaat diharapkan menjadi jemaat yang partisipatif sebagaimana diatur dalam Tata gereja HKBP:
K U
Kewajiban warga jemaat, pertama : Menjadi saksi Kristus di tengah-tengah persekutuan umum menggunakan karunia-karunia yang ada pada dirinya masing-masing. Kedua : Berpartisipasi aktif dalam pelayanan gereja. Ketiga: Mempergunakan dan mempersembahkan tenaga, pikiran, dan hartanya bagi pekerjaan dan pelayanan jemaat dengan sukacita.8
@
Oleh sebab itu, partisipasi warga jemaat dalam pelayanan gereja adalah sebuah kewajiban sabagai anggota tubuh Kristus yang harus saling membangun, supaya warga jemaat menjadi batu-batu yang hidup. Seperti yang tertulis dalam surat Pertama Petrus, “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani”(I Petrus 2:5). Meskipun berpartisipasi dalam gereja adalah kewajiban warga jemaat, dan tentu akan sangat membantu bagi pelayanan dalam gereja, namun seperti yang telah disebut di atas, bahwa dalam gereja HKBP Yogyakarta, partisipasi warga jemaat secara khusus pemuda masih kurang dan belum maksimal. Pembangunan jemaat makin banyak diasosiasiakan dengan berperansertanya jemaat, baik dalam kehadiran dalam kebaktian, juga dalam pelayanan/aktivitas gereja. Pembangunan jemaat
7
Ignatius L. Madya Utama, Gereja Partisipatif, (Yogyakarta: Pusat Pastoral Bidang Pembangunan Jemaat, 2010), h. 9-10. 8 HKBP, Aturan dan Petaturan HKBP (Pearaja Tarutung:HKBP, 2002), h. 127.
4
adalah bersifat aktual bagi situasi warga jemaat yang beraneka ragam. 9 Bagi sebagian gereja, keberanekaragaman tersebut tampak melalui kehadiran warga jemaat menghadiri ibadah gerejawi yang cenderung semakin bertambah yang datang ke gereja, atau sebaliknya semakin menurun. Demikian juga partisipasi warga jemaat dalam berbagai kegiatan gerejawi, di satu sisi semakin giat berpartisipasi dalam gereja, dengan berbagai kegiatan dan pelayanan, tetapi di sisi lain ada juga yang semakin menurun minat warga jemaat berpartisipasi dalam pelayanan gereja. Namun tantangan yang dihadapi oleh sebagian besar gereja saat ini adalah, menurunnya partisipasi warga jemaat, bukan saja hanya dalam hal kehadiran, tetapi juga dalam keikutsertaan dalam pelayanan. Menurunnya jemaat yang berpatisipasi dalam gereja, merupakan persoalan yang kompleks, yang harus diatasi oleh semua warga gereja. Mengaktifkan warga jemaat untuk
W D
berpartisipasi dalam pelayanan gereja bukanlah hal yang mudah, hal itu merupakan proses yang harus secara terus-menerus diupayakan, sampai jemaat menyadari akan identitas dan perutusannya sebagai gereja.
Berbicara mengenai partisipasi warga jemaat dalam gereja, tidak terlepas dari faktorfaktor yang begitu kompleks yang dapat mempengaruhinya, seperti: perkembangan-
K U
perkembangan dalam masyarakat dan budaya, semisal diferensiasi sosial dan pluralisme kultural, dan disposisi masing-masing jemaat yang kaitannya dengan faktor profesi, kedudukan, dan riwayat hidup.10 Selain itu, arus modernisasi juga membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia, sehingga dunia mengalami perubahan besar seperti industrialisasi, urbanisasi, individualisasi, sekularisasi dan globalisasi. Hal ini membawa dampak dalam pola pikir, dan pola
@
hidup masyarakat. Seiring dengan hal itu, maka modernisasi yang menghasilkan sekularisasi juga membawa dampak dalam kehidupan bergereja.
Dampaknya adalah, ada gereja yang mengalami pertumbahan warga jemaat secara pesat, namun ada pula gereja yang semakin ditinggalkan oleh warga jemaatnya. Ada gereja yang mengupayakan perbaikan pelayanan secara internal gerejawi untuk menarik banyak warga, tetapi ada pula gereja yang mengalami stagnasi. Artinya, hanya menjalankan rutinitas aktivitas pelayanan bahkan ada yang terus mengalami kemerosotan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Ada gereja yang berupaya dan terlibat melayani masyarakat, namun ada pula gereja yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Juga ada gereja yang bertahan pada pola-pola pelayanan yang eksklusif dan yang membuat gereja terasing dari seluruh perkembangan masyarakat.
9
P.G. van Hooijdonk, Batu-batu Yang HidupPengantar ke dalam Pembangunan Jemaat, (Yogyakarta: Kanisius, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1996),h. 72. 10 Ibid., h. 21 5
Oleh karena perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat dan gereja dapat mempengaruhi partisipasi warga jemaat, maka diperlukan upaya pembangunan jemaat yang kontekstual bagi warga jemaat sesuai dengan kebutuhannya. Partisipasi warga jemaat yang dimaksud bukan hanya dalam keterlibatan dalam beberapa kepanitiaan acara tertentu, misalnya dalam acara Natal, Paskah, dan kepanitiaan pesta-pesta gereja. Bukan pula hanya partisipasi dalam kehadiran mengikuti kebaktian di hari Minggu saja. Kandungan makna partisipasi jemaat dalam gereja sangatlah kompleks, yaitu keterlibatan warga jemaat dalam keseluruhan kehidupan bergereja. Jika partisipasi dipahami hanya sebatas kehadiran dalam kebaktian saja, maka hal itu telah mempersempit pengertian partisipasi tersebut. Sebab, ada gereja, di mana jumlah kehadiran jemaat dalam mengikuti kebaktian Minggu sangat besar, namun yang turut ambil peran dalam
W D
pelayanan sangat kecil, dan tidak sebanding dengan jumlah keseluruhan warga jemaat yang harus dilayani. Artinya, partisipasi jemaat hanya berupa kehadiran dalam kebaktian di hari Minggu saja, dan tidak ikut berpartisipasi dalam pelayanan gereja. Contohnya saja, gereja HKBP, dan salah satunya adalah gereja HKBP Yogyakarta, sekaligus menjadi tempat penelitian dalam tulisan ini.11
K U
Partisipasi komisi N-HKBP melalui pelayanan yang beragam dalam gereja patut diapresiasi, meskipun belum semua pemuda atau masih sedikit yang memberi tenaga, waktu dan pikiran untuk membantu pengembangan pelayanan dalam gereja. Sehingga menjadi pertanyaan, mengapa para pemuda yang lain enggan untuk bergabung dengan komisi N-HKBP dan melayani dalam gereja? Dengan sedikitnya para pemuda yang berpartisipasi dalam pelayanan gereja, tentu
@
mempunyai dampak yang bukan hanya untuk kalangan pemuda saja tetapi juga bagi keseluruhan warga jemaat gereja. Yang menjadi dampaknya adalah : (a) Satu orang berperan ganda
Untuk mengatasi kurangnya tenaga dalam pelayanan, maka beberapa pemuda harus berperan ganda dalam pelayanan. Misalnya: pemuda tersebut adalah sebagai anggota paduan suara, tetapi sekaligus juga menjadi pemandu nyanyian/song leader, atau sebagai penyambut tamu dalam kebaktian minggu dan juga sebagai guru sekolah minggu. Walaupun semua pelayanan tersebut bisa dilakukan oleh beberapa orang saja, tetapi hasilnya tidak maksimal dan bahkan akan menghalangi pelayanan yang lain.
11
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Yogyakarta adalah Huria Sabungan (Jemaat Induk) yang beralamat di Jl.I Dewa Nyoman Oka 22 Kotabaru-Yogyakarta.HKBP Yogyakarta ini berdiri pada 7 April 1946 dan diresmikan menjadi Resort pada 24 Oktober 1984 (Lih.Buku: Laporan Pertanggungjawaban Pendeta Resort Yogyakarta, dalam rangka Rapat Resort tahunan,(Solo 2013), h. 13). 6
(b) Pelayanan dalam gereja kurang maksimal Dampak selanjutnya karena minimnya atau kurangnya pemuda yang berpartisipasi dalam pelayanan gereja adalah, bahwa beberapa pelayanan dalam gereja akan berhenti dan tidak ada. Hal itu terjadi apabila orang-orang/pemuda yang menangani pelayanan tersebut sedang pulang kampung/libur atau ada kegiatan kampus. Mengapa sampai berhenti?Sebab tidak ada yang menggantikan pelayanan tersebut. Misalnya : pelayanan untuk menyambut tamu, pemain musik, song leader. Bahkan paduan suara akan berhenti jika beberapa dari anggota sedang mempunyai urusan dari kampus ataupun sedang liburan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, agar pelayanan tetap berjalan, misalnya sebagai pemandu nyanyian dan pemain musik, maka beberapa pemuda mengikuti setiap kebaktian dalam satu hari.
W D
(c) Kepengurusan tidak maksimal
Seperti telah diuraikan di atas tentang kepengurusan komisi N-HKBP, bahwa para pemuda mempunyai banyak unit pelayanan. Tujuan dari semua unit pelayanan tersebut adalah sebagai cara, agar semakin banyak para pemuda yang bergabung dan berpartisipasi dalam setiap
K U
pelayanan di gereja. Namun, setiap unit hanya ditangani oleh dua orang saja, sehingga ketika orang yang bertanggungjawab dalam unit pelayanan tersebut berhalangan, maka pelaksanaan tugas dalam unit tersebut tidak maksimal lagi bahkan tidak berjalan. Seandainya lebih dari dua orang yang bertanggungjawab dalam setiap unit pelayanan, ketika beberapa orang berhalangan maka yang lain boleh menggantikan dan melanjutkan pelayanan tersebut.
@
Selain dampak tersebut, atas minimnya para pemuda yang berpartisipasi dalam pelayanan di gereja, akan sulit juga menemukan pengganti atau penerus apabila anggota komisi N-HKBP yang aktif selama ini telah menyelesaikan perkuliahannya dan meninggalkan gereja dan Yogyakarta. Karena sebagian besar anggota komisi N-HKBP yang ikut berpartisipasi dalam pelayanan gereja adalah para mahasiswa.
2.
RUMUSAN MASALAH Untuk menjawab pokok persoalasan atas minimnya partisipasi pemuda dalam gereja, maka penting merumuskan pertanyaan penelitian, sebagai berikut: a.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi berpartisipasi atau tidaknya para pemuda dalam komisi N-HKBP, dalam pelayanan dan ibadah Penelaahan Alkitab?
b.
Bagaimana pembangunan jemaat yang kontekstual dan relevan di Gereja HKBP Yogyakarta? 7
c.
Bagaimana partisipasi para pemuda dalam mengikuti komisi N-HKBP, pelayanan ibadah dan menghadiri ibadah Penelahaan Alkitab dan Persekutuan Doa dapat diperbaiki?
3.
PEMBATASAN MASALAH Karena keterbatasan penulis, maka tulisan ini dibatasi agar tidak meluas. Penulis hanya meneliti partisipasi pemuda dalam membangun dan mengembangkan pertumbuhan Gereja. Penelitian ini dilaksanakan di HKBP Yogyakarta, Resort DI Yogyakarta, Distrik XVII Jabartengdiy.
4.
PEMBATASAN PENELITIAN
W D
Mengingat jumlah pemuda yang begitu besar, maka, penulis melakukan penelitian kualitatif terhadap beberapa responden yang dianggap dapat mewakili semua suara pemuda dalam gereja. Oleh sebab itu, responden dalam penelitian ini adalah pemuda gereja, yaitu : pemuda HKBP Yogyakarta, yang terdiri dari Pengurus N-HKBP (Ketua, sekretaris dan
K U
bendahara), anggota N-HKBP dan pemuda yang tidak aktif dalam aktivitas dan pelayanan gereja.
5.
TUJUAN PENELITIAN
@
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi partisipasi pemuda dalam gereja.
b. Untuk mengetahui hal-hal apa yang perlu diupayakan gereja supaya partisipasi pemuda dalam gereja dapat dimaksimalkan dan diperbaiki. c. Pembangunan jemaat yang bagimanakah yang relevan dan kontekstual di gereja HKBP Yogyakarta?
6.
KEGUNAAN PENULISAN Hasil penulisan ini, diharapkan dapat bermanfaat untuk :
8
a. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan pembangunan jemaat, khususnya partisipasi pemuda dalam membangun dan mengembangkan jemaat. b. Sekaligus menjadi masukan kepada gereja HKBP Yogyakarta agar menyadari faktorfaktor apa yang menyebabkan para pemuda berpartisipasi atau tidaknya dalam gereja, dengan cara itu, gereja dapat mengupayakan pembangunan jemaat yang kontekstual bagi warga jemaat khususnya pemuda.
7.
TEORI YANG DIGUNAKAN
W D
Ada beberapa teori pembangunan jemaat yang dipakai dalam tulisan ini. Pertama, pemikiran Jan Hendriks. Menururut Hendriks, pembangunan jemaat yang dimaksud adalah di mana warga jemaat berpartisipasi dengan senang hati untuk mewujudkan pembangunan jemaat yang vital dan menarik. Yaitu, tindak-tanduk seluruh warga jemaat dalam kehidupan bergereja.
K U
Menjadi jemaat yang vital dan menarik adalah harapan dari semua gereja. Menjadi pertanyaan adalah, bagaimana upaya supaya warga jemaat menjadi jemaat yang vital dan menarik? Hendriks, yang menngumuli bagaimana membangun jemaat secara sistematis menuju jemaat yang vital dan menarik, menyebut bahwa, menarik dan vital merupakan dua pengertian yang tidak boleh dipisahkan. Jemaat yang hanya menarik saja cenderung menjadi komunitas
@
nostaligis. Jemaat yang hanya vital saja cenderung menjadi komunitas yang fanatik.12 Jemaat yang vital dan menarik adalah jemaat yang dengan senang hati berpartisipasi, di mana partisipasi itu membawa hasil bagi mereka sendiri maupun bagi realisasi tujuan-tujuan jemaat13. Mengupayakan jemaat yang vital dan menarik, adalah sesuatu hal yang penting dalam perubahan zaman yang akan dihadapi jemaat. Hendriks menyoroti hidup jemaat di dunia Eropa, akibat perubahan zaman maka partisipasi hidup jemaat, kehadiran dalam ibadat berkurang. Tentu banyak faktor-faktor yang menjadi penyebab mengapa partisipasi jemaat berkurang/menurun, bukan hanya di dunia Eropa, tetapi juga termasuk di Indonesia. Namun, Hendriks tidak membahas apa-apa saja faktor-faktor hambatan jemaat berkurang dalam partisipasi, melainkan membahas faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi vitalitas jemaat. Kedua, Rob Van Kessel. Kessel menyebutkan bahwa dalam perkembangan zaman yang terus berubah, umat kristiani ditantang untuk berpartisipasi secara kreatif.14 Menurut Van 12
Jan Hendriks, Jemaat Vital &Menarik , h. 20. Ibid. 14 Rob Van Kessel, Enam Tempayan Air Pokok-Pokok Pembangunan Jemaat, (Yogyakarta:Kanisius, 1997),h. 1. 13
9
Kessel vitalisasi merupakan tujuan segala bentuk dan proses pembangunan jemaat, sedangkan vitalitas merupakan hasil vitalisasi. Kemudian dia menyebut bahwa vitalitas jemaat dan jemaat yang vital mempunyai beberapa kriteria yang dibagi dalam tiga kelompok,15: 1. Vitalitas tergantung pada apakah dan sejauh manakah jemaat beriman menemukan dirinya dalam penghayatan iman. Hal ini menanyakan soal identitas jemaat. 2. Mempertanyakan sejauh mana Injil relevan, bermakna dan mencolok dalam penampilan serta penghayatan anggota jemaat sendiri secara de fakto, dan sejauhmana termotivasi untuk berpartisipasi dalam perwujudan gereja ke dalam dan keluar. 3. Mempertanyakan struktur intern dan pemenuhan fungsi dalam jemaat, sehingga perlu ada relasi-relasi intern, tugas-tugas dan kompetensi-kompetensi diorganisasikan secara efisien.
Menurut
Van
Kessel,
W D
bahwa
memperhatikan pengorganisasian saja.
sering
pembangunan
jemaat
hanya
Atas tiga kriteria tersebut, Van Kessel lebih menekankan pada kriteria pertama, yaitu yang mempertanyakan tentang identitas jemaat. Sebab, identitas jemaat menentukan dan
K U
mempengaruhi partisipasi warga jemaat dalam setiap aspek kehidupan gereja. Kemudian, identitas gereja adalah merupakan identitas bersama oleh warga jemaat untuk dicapai bersama. Selanjutnya Ia menyebut bahwa berbicara mengenai vitalitas gereja, tidak terlepas dari berbicara juga mengenai spiritualitas. Spiritualitas adalah keseluruhan hidup yang terdiri atas kata, gambaran dan perbuatan.16Van Kessel juga menyadari, bahwa perbedaan identifikasi
@
dalam jemaat sangatlah beragam, karena manusia berbeda menurut bakat, situasi, dan sejarah hidup. Oleh karena itu, dalam gereja boleh saja terjadi ketegangan dan perpecahan yang bukan hanya karena pengaruh dari luar, tetapi juga karena sikap dan aksi di dalam gereja itu sendiri. Dengan alasan itulah pembangunan jemaat penting untuk mengidentifikasikan ketegangan, mengerti sebabnya perpecahan, dan dengan kebijakan dan skill. Keberagaman bentuk atau pluriformitas seperti yang disebut Van Kessel, bukan hanya menjadi sumber ketegangan dan permasalahan, melainkan juga sumber kekayaan rohani. Namun, dalam pembangunan jemaat selalu dihadapkan pada pilihan, karena tidak semuanya dalam keberagaman itu baik dan bermakna, maka untuk membedakan hal-hal yang berguna dan labih tepat, merupakan tema yang perlu bagi pembangunan jemaat.17
15
Ibid., h. 7. Ibid., h. 8. 17 Ibid., h.10. 16
10
Ketiga, P.G. Hooijdonk. Hooijdonk mengatakan, bahwa pembangunan jemaat harus disesuaikan dengan konteks jemaat.
Konteks jemaat memainkan peranan penting dalam
pengamatan situasi masa sekarang dan masa depan, peranan konteks tersebut adalah proses pembangunan jemaat. Menurut Hooijdonk, yang dimaksud dengan konteks adalah situasi sekarang yang ditentukan oleh banyak faktor, masa lalu, sekarang dan masa depan, termasuk faktor perubahan nilai dan segala kekaburan yang menjadi akibatnya.18
8.
HIPOTESA Hipotesis ini bertujuan untuk mempertajam pencarian jawaban atas rumusan masalah
W D
yang telah disebutkan di atas.
1. Minimnya para pemuda yang berpatisipasi dalam mendaftar menjadi anggota NHKBP dan mengikuti aktivitas serta pelayanan dalam gereja, mengindikasikan bahwa gereja belum memberdayakan pemuda dengan baik.
K U
2. Partisipasi para pemuda dapat diperbaiki dan dikembangkan dalam Gereja, apabila para pelayan Gereja melakukan pembinaan atas potensi yang dimiliki para pemuda, serta melakukan perubahan-perubahan dalam pelayanan, sesuai dengan kebutuhan warga jemaat.
@
9.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong, “metode penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”19 Sehingga melalui metode penelitian kualitiatif ini, penulis melakukan penelitian melalui partisipasi obserpatif dengan terlibat dalam berbagai kegiatan para pemuda gereja, yang bertujuan untuk melihat perilaku dan kegaiatan pelayanan yang dilakukan gereja terhadap pemuda. Selanjutnya, selain melakukan obserpasi langsung melalui keterlibatan penulis dalam kegiatan pelayanan pemuda, penulis melakukan wawancara baik secara tertulis maupun lisan, serta menggunakan data statistik jemaat HKBP Yogyakarta, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal atas pertanyaan penelitian. Responden
18
P.G. Van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup, Pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat, (Yogyakarta:Kanisius;Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 1996), h. 166. 19 Lexy J. Moleong, Dasar Penelitian Kualitasif, (Yogyakarta: Pusat Patoral Yogyakarta, 2007), h. 6. 11
dalam penelitian ini adalah para para pemuda gereja, antara lain : Pengurus dari komisi NHKBP (ketua, sekretaris dan bendahara), anggota komisi N-HKBP, dan pemuda yang tidak menjadi anggota komisi tersebut.
10.
JUDUL TESIS MENUJU PEMUDA YANG PARTISIPATIF DI GEREJA HKBP YOGYAKARTA
11.
SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I : Pendahuluan, latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, batasan
W D
penelitian, kegunaan penulisan, teori yang digunakan, hipotesis, metodologi penelitian dan sistematikan penulisan.
Bab II : Hasil Penelitian dan analisis terhadap kehidupan bergereja pemuda di gereja HKBP Yogyakarta.
Dalam bab ini dipaparkan tabulasi kehidupan warga jemaat, baik jemaat dewasa
K U
maupun jemaat pemuda. Melalui tabulasi tersebut, diketahui partispasi warga jemaat dalam hal kehadiran mengikuti kebaktian Minggu dan partisipasi para pemuda dalam gereja. Dalam bab ini juga akan dipaparkan kehidupan bergereja dan hasil penelitian terhadap pemuda gereja, lalu kemudian hasil penelitian dianalisis. Dari hasil analisis muncul beberapa persoalan yang harus diatasi dan diselesaikan, sehingga
@
memunculkan pembangunan jemaat yang konstekstual dan relevan bagi pemuda dalam gereja.
Bab III : Model pembangunan Jemaat yang relevan dan kontekstual di gereja HKBP Yogyakarta. Bab ini menguraikan dan menjelaskan pengertian pembangunan jemaat yang kontekstual. Berdasarkan hasil pengertian pembangunan jemaat secara konseptual, yang kemudian didialogkan dengan hasil analisa dari penelitian lapangan, sehingga menemukan pembangunan jemaat yang kontekstual dan relevan sesuai dengan kebutuhan pemuda dalam gereja HKBP Yogyakarta. Pembangunan jemaat yang kontektual dan relevan yang harus dibina dan dikembangkan adalah pembangunan jemaat “gereja sebagai keluarga”.
Bab IV : Penutup Bab ini, berisi kesimpulan dari penelitian dan saran demi pembangunan jemaat yang kontekstual di gereja HKBP Yogyakarta. 12