UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA
Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI UNJUK KERJA MESIN PENYOSOH JUWAWUT TIPE ROL TUNGGAL DAN TIPE ROL GANDA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SALIX FINI MARIS F14104091
Dilahirkan pada tanggal 9 Mei 1986 Di Bogor
Bogor,
September 2008 Menyetujui,
Ir. Agus Sutejo, M.Si. Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Ketua Departemen Teknik Pertanian
Salix Fini Maris. F14104091. Uji Unjuk Kerja Mesin Penyosoh Juwawut Tipe Rol Tunggal dan Tipe Rol Ganda. Dibawah bimbingan: Agus Sutejo.
RINGKASAN Tanaman pangan di Indonesia terdiri atas padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi-ubian lain, dan kacang-kacangan lain. Dengan keanekaragaman hayati yang ada, ketahanan pangan Indonesia masih sangat rentan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan kebutuhan konsumsi pokoknya pada beras, namun produksi nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Angka import beras Indonesia mencapai 2 juta ton per tahun sehingga menjadikan Indonesia sebagai importir beras terbesar di dunia, diikuti kedelai dengan 1.2 juta ton per tahun. Setiap bagian dari wilayah Indonesia memiliki tanaman khas atau tanaman mayoritas yang cocok untuk wilayah tersebut. Diversifikasi pangan dibutuhkan untuk menghindari keteergantungan terhadap beras. Tanaman pangan selain padi dapat dibudidayakan untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat seperti tanaman serealia dan umbi-umbian yang bertindak sebagai sumber karbohidrat serta tanaman kacang-kacangan untuk sumber protein. Jagung, sorgum, jali, juwawut termasuk ke dalam serealia yang dapat dijadikan tanaman pangan. Juwawut merupakan tanaman palawija yang ditanam pada daerah semi kering dan dapat tumbuh subur pada berbagai jenis tanah. Potensi juwawut diperkuat dengan manfaatnya sebagai bahan obat yang dapat dipakai sebagai diuretic, astringent, dan digunakan untuk mengobati rematik. Selain itu, memiliki potensi dalam menghasilkan protein yang berguna untuk pembentukan sel darah merah. Penyosohan merupakan proses pengelupasan kulit atau sekam dari butiran biji juwawut. Proses penyosohan adalah salah satu penanganan pasca panen yang dilakukan pada juwawut atau tanaman biji-bijian lainnya, selain dari perontokan, penyimpanan, pengeringan, dan pembersihan. Pada penyosohan prinsip yang digunakan antara lain pengupasan dengan pemberian dua tegangan yang berlawanan arah dan pengupasan dengan pemberian satu tegangan geser. Mesin penyosoh juwawut dan mesin penggiling gabah memanfaatkan prinsip penyosohan dua tegangan yang berlawanan arah. Proses penyosohan menggunakan mesin penyosoh juwawut dilakukan melalui tiga kali lintasan. Untuk juwawut kadar air (KA) 11.35% dengan satu kali lintasan menghasilkan 94.2% biji utuh tersosoh, 2.9% biji pecah, 2.9% biji tidak tersosoh, dan pada KA 7.67% biji utuh, pecah, tidak tersosoh secara berturut-turut adalah 94.3%, 3.0%, dan 2.9%. Juwawut yang dipakai dalam penyosohan dengan mesin penggiling gabah adalah juwawut pada KA 7.67%. Dengan dua kali lintasan, dihasilkan kualitas sosoh 95.5% biji utuh, 3.1% biji pecah, 1.4% biji tidak tersosoh. Kapasitas penyosohan untuk juwawut KA 11.35% dengan mesin penyosoh juwawut sebesar 11.46 kg/jam, sedangkan pada juwawut KA 7.67% kapasitasnya adalah 10.6 kg/jam. Mesin penggiling gabah memiliki kapasitas penyosohan terkecil, yaitu 7.78 kg/jam. Dari kedua mesin tersebut memberikan hasil rendemen yang berbeda, juwawut KA 11.35% dengan mesin penyosoh dihasilkan nilai rendemen 81.4%, juwawut KA 7.67% rendemennya 80.3%, dan mesin penggiling menghasilkan 73.0% dari total biji yang disosoh.
Pada mesin penyosoh juwawut dan mesin penggiling gabah digunakan motor listrik sebagai tenaga penggerak. Mesin penyosoh juwawut menggunakan motor listrik 3 fase dengan daya 1 hp yang memiliki efisiensi 49.50%, sedangkan motor listrik 1 fase pada mesin penggiling gabah memiliki efisiensi 70.59. Efisiensi motor listrik yang rendah disebabkan oleh sedikitnya kebutuhan daya untuk penyosohan dibandingkan dengan suplai daya yang besar. Kualitas sosoh terbaik dihasilkan oleh mesin penggiling dengan warna biji yang lebih terang dan bersih. Hal ini dikarenakan rol karet yang digunakan untuk melepaskan sekam memiliki daya gesek yang lebih besar. Rol karet berjumlah dua buah dan masing-masing berputar dengan kecepatan yang berbeda, sehingga menimbulkan gesekan. Namun, banyak terdapat biji yang pecah karena gaya yang besar tersebut dan menjadikan rendahnya nilai kapasitas dan rendemen.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Salix Fini Maris, lahir di Bogor pada tanggal 9 Mei 1986. Anak kedua dari tiga bersaudara, lahir dari pasangan Ahmad Soemawisastra dan Rita Djuwita. Masa pendidikan penulis dimulai dari pra-sekolah di Taman Kanak-kanak Akbar, Bogor, dan dilanjutkan ke sekolah dasar di kota yang sama, SDN Pengadilan V. Penulis menyelesaikan wajib belajar dari SLTP Negeri 1 Bogor di tahun 2001, kemudian meneruskan ke sekolah tetangga, SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dengan mengikuti Program Strata 1 (S-1) di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis pernah bergabung dengan komunitas kampus yang menamakan diri Onigiri Nihon Kurabu. Tahun kedua di IPB, penulis aktif di dalam organisasi mahasiswa
HIMATETA
(Himpunan
Mahasiswa
Teknik
Pertanian)
divisi
Pengembangan Minat dan Bakat. Selain itu, penulis bersama beberapa teman membentuk AE Nihon Club dibawah organisasi HIMATETA. Pengalaman praktek lapangan penulis adalah di sebuah perkebunan dan pabrik kelapa sawit, PT. Condong Garut, Garut, dengan topik “Mempelajari Aspek Ergonomika Pada Proses Produksi dan Pengolahan Kelapa Sawit di PT. Condong Garut, Garut”. Dan mendapatkan gelar sarjana teknik pertanian dengan menulis laporan tugas akhir yang berjudul “Uji Unjuk Kerja Mesin Penyosoh Juwawut Tipe Rol Tunggal dan Tipe Rol Ganda”.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah dengan segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Uji Unjuk Kerja Mesin Penyosoh Juwawut Tipe Rol Tunggal dan Tipe Rol Ganda”. Laporan tugas akhir ini tidak semata-mata hasil kerja dari penulis sendiri melainkan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Ir. Agus Sutejo, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memberikan saran. 2. Dr. Ir. Sam Herodian, MS. dan Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. selaku dosen penguji tugas akhir atas saran dan nasehatnya. 3. Keluargaku yang tercinta atas do’a, dukungan dan pengertiannya selama proses pelaksanaan tugas akhir ini. 4. Teman-temanku, Tania, Sukris, Heru, Malik, Ilham, Anes, Aghe, Riwil, Ferdian, Firly atas bantuan dan dukungannya selama penelitian. 5. Kru bengkel CV. Daud Teknik Maju atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian. 6. Teman-teman teknik pertanian angkatan 41 yang selalu menemani, atas bantuan dan dukungannya. Terima kasih untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu, semoga laporan yang masih banyak terdapat kekurangan ini dapat bermanfaat. Bogor, September 2008 Penulis
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I. PENDAHULUAN................................................................................... 1 A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Tujuan................................................................................................ 3 II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4 A. Tanaman Juwawut ............................................................................. 4 1. Juwawut....................................................................................... 4 2. Karakter tanaman......................................................................... 6 B. Penanganan Pasca Panen................................................................... 7 1. Perontokan................................................................................... 7 2. Penyimpanan ............................................................................... 7 3. Pengeringan ................................................................................. 8 4. Pembersihan awal........................................................................ 8 5. Penyosohan.................................................................................. 8 6. Penepungan.................................................................................. 9 C. Penyosohan........................................................................................ 9 1. Faktor yang Mempengaruhi Penyosohan .................................... 9 a. Bahan/ komoditas .................................................................. 9 b. Mesin penyosoh..................................................................... 10 b.1. Jenis unit penyosoh....................................................... 10 b.2. Unjuk kerja mesin......................................................... 10 c. Tenaga penggerak.................................................................. 10 2. Prinsip Pemecahan Kulit ............................................................. 11 D. Mesin Penyosoh Biji-bijian ............................................................... 13 1. Vertical abrasive whitening cone ................................................ 14 2. Horizontal abrasive whitening machina ..................................... 14
ii
3. Horizontal jet pearler .................................................................. 15 4. Vertical cone polisher.................................................................. 16 5. Horizontal polisher...................................................................... 16 E. Kinerja Mesin Pengupas dan Penyosoh Biji-bijian ........................... 17 III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 18 A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan........................................................ 18 B. Bahan dan Alat .................................................................................. 18 C. Prosedur Penelitian............................................................................ 20 1. Pengukuran sifat fisik .................................................................. 20 2. Pembersihan ................................................................................ 21 3. Pengeringan dan penyangraian.................................................... 21 4. Pengujian ..................................................................................... 21 5. Pengolahan data........................................................................... 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26 A. Karakteristik Biji Juwawut ................................................................ 26 B. Pemilihan Komponen Poros, Sabuk-V, dan Puli............................... 29 1. Poros ............................................................................................ 29 2. Sabuk-V dan puli......................................................................... 31 C. Kebutuhan Tenaga untuk Penyosohan .............................................. 32 D. Performansi Mesin............................................................................. 34 1. Kapasitas penyosohan ................................................................. 34 2. Rendemen .................................................................................... 36 3. Derajat sosoh ............................................................................... 38 E. Kebutuhan Daya Mesin dan Efisiensi Motor Listrik......................... 40 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 43 A. Kesimpulan........................................................................................ 43 B. Saran .................................................................................................. 44 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 45 LAMPIRAN ..................................................................................................... 46
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanaman Juwawut (Setaria italica (L) P. Beauvois) ..................... 1 Gambar 2. Prinsip pengupasan dengan pemberian tegangan: a. Dua tegangan geser yang berlawanan arah; b. Satu tegangan geser ..................... 11 Gambar 3. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet ............................... 12 Gambar 4. Vertical abrasive whitening cone ................................................... 14 Gambar 5. Horizontal abrasive whitening machine......................................... 15 Gambar 6. Jet pearler....................................................................................... 15 Gambar 7. Vertical cone polisher..................................................................... 16 Gambar 8. Horizontal polisher......................................................................... 17 Gambar 9. Mesin penyosoh rol tunggal dan prinsip pengupasannya............... 18 Gambar 10. Mesin penyosoh rol ganda dan prinsip pengupasannya ............... 18 Gambar 11. Rancangan penelitian.................................................................... 24 Gambar 12. Diagram alir pelaksanaan uji performansi.................................... 25 Gambar 13. Hubungan jumlah lintasan dengan rendemen penyosohan mesin penyosoh rol tunggal ................................................................... 37 Gambar 14. Hasil penyosohan.......................................................................... 39 Gambar 15. Biji utuh tersosoh menggunakan mesin penyosoh rol tunggal ..... 39 Gambar 16. Hubungan efisiensi tenaga penggerak dengan lintasan penyosohan, KA 7.67% .................................................................................... 42
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kandungan gizi beberapa jenis serealia ............................................. 5 Tabel 2. Taksonomi tanaman sorgum, hotong, juwawut.................................. 6 Tabel 3. Spesifikasi mesin penyosoh tipe rol tunggal dan tipe rol ganda ....... 19 Tabel 4. Massa jenis juwawut .......................................................................... 26 Tabel 5. Dimensi butiran juwawut ................................................................... 27 Tabel 6. Rendemen sosoh juwawut dengan KA 11.35% (mesin penyosoh rol tunggal) ............................................................ 27 Tabel 7. Rendemen sosoh juwawut dengan KA 7.67% (mesin penyosoh rol tunggal) ............................................................ 28 Tabel 8. Kualitas sosoh juwawut dengan KA 11.35% (mesin penyosoh rol tunggal) ............................................................ 28 Tabel 9. Kualitas sosoh juwawut dengan KA 7.67% (mesin penyosoh rol tunggal) ............................................................ 28 Tabel 10. Kapasitas penyosohan biji juwawut KA 11.35%, 3 kali lintasan, mesin penyosoh rol tunggal............................................................... 35 Tabel 11. Kapasitas penyosohan biji juwawut KA 7.67%, 3 kali lintasan, mesin penyosoh rol tunggal............................................................... 35 Tabel 12. Kapasitas penyosohan biji juwawut KA 7.67%, 2 kali lintasan, mesin penyosoh rol ganda .............................................................. 35 Tabel 13. Rendemen penyosohan juwawut KA 7.67%.................................... 37 Tabel 14. Kualitas sosoh proses penyosohan juwawut .................................... 39 Tabel 15. Kebutuhan daya mesin penyosoh rol tunggal................................... 40 Tabel 16. Perkembangan fluktuasi RPM dengan beban................................... 41
v
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Uji performansi mesin.................................................................. 48 Lampiran 2. Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan menggunakan mesin penyosoh (single roll) ....................................................... 49 Lampiran 3. Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan menggunakan mesin penggiling (double roll) ................................................... 51 Lampiran 4. Dimensi rangkaian unit mesin ..................................................... 52 Lampiran 5. Susunan puli transmisi mesin....................................................... 53 Lampiran 6. Perhitungan kebutuhan tenaga penyosohan ................................ 54 Lampiran 7. Perhitungan pemilhan poros (mesin penyosoh tipe rol tunggal) . 55 Lampiran 8. Perhitungan pemilihan sabuk-V (mesin penyosoh tipe rol tunggal).. 56 Lampiran 9. Ukuran pasak dan alur pasak ....................................................... 58 Lampiran 10. Faktor konsentrasi tegangan α untuk pembebanan puntir dari suatu Poros bulat dengan alur pasak persegi yang diberi filet .............. 59 Lampiran 11. Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter i yang diberi filet 60 Lampiran 12. Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk sabuk tunggal, Po (kW) ........................................................................................ 61 Lampiran 13. Gambar piktorial mesin penyosoh tipe rol tunggal.................... 62 Lampiran 14. Gambar dua dimensi mesin penyosoh rol tunggal ..................... 63 Lampiran 15. Gambar piktorial mesin penyosoh tipe rol ganda ...................... 64 Lampiran 16. Gambar dua dimensi kiri mesin penyosoh rol ganda................. 65
vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam Indonesia tidak menjamin adanya kesejahteraan masyarakat. Kondisi yang terjadi adalah ketahanan pangan Indonesia masih rentan sebagai importir beras terbesar di dunia. Import beras Indonesia mencapai dua juta ton per tahun. Dengan angka import sebesar 1.2 juta ton per tahun Indonesia juga mencatatkan diri sebagai importir kedelai terbesar. Selain beras dan kedelai, Indonesia setiap tahunnya masih menerima pasokan jagung (1.5 juta ton), gandum (4.5 juta ton), kacang tanah (0.8 juta ton), dan kacang hijau (0.3 juta ton) (Republika, 2004). Indonesia memiliki sumber keanekaragaman hayati terbesar di dunia, namun pola konsumsi pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia hanya terpenuhi oleh beras, dimana produksi beras nasional tidak mencukupi kebutuhan. Peningkatan produksi pangan perlu dilakukan dengan cara pengembangan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sebelum diadakan pencanangan penanaman padi nasional, setiap daerah di nusantara memiliki makanan pokoknya masing-masing, sebagai contoh daerah NTT dengan jagung, Maluku dan Papua memiliki sagu dan ubi, Pulau Jawa yg paling terkenal adalah beras, dan padi gogo, thiwul untuk daerah Gunungkidul. Tanaman pangan di Indonesia terdiri atas padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi-ubian lain, dan kacangkacangan lain. Tanaman serealia dan umbi-umbian bertindak sebagai sumber karbohidrat serta tanaman kacang-kacangan untuk sumber protein. Jagung, sorgum, jali, dan juwawut adalah beberapa jenis serealia yang dapat dikembangkan menjadi bahan pangan. Tanaman juwawut dan jali dapat ditanam di lahan kering dan lingkungan hidupnya mirip sorgum hingga peluang pengembangannya tidak jauh berbeda. Biji juwawut dapat dimasak dan dimakan seperti beras setelah melalui proses penyosohan atau pengupasan kulit luar/ sekam pada biji juwawut. Tepung dari biji juwawut, yang merupakan hasil dari penepungan, dimanfaatkan untuk pembuatan roti
tak beragi dan mie, serta dapat dicampur tepung serealia lainnya, seperti tepung terigu untuk adonan roti beragi. Proses pascapanen dibutuhkan untuk menjadikan tanaman pangan dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan. Masalah pascapanen pada tanaman juwawut sama seperti pada padi, yaitu pengeringan, penyimpanan, dan pengolahan. Pengolahan pada biji-bijian diantaranya adalah penggilingan (ground), pengulitan dengan penggilingan berbentuk silinder (dry roller), perendaman (soaked), pemeletan (pelleted), pengolahan dengan silinder berisi uap panas (steam rolled), dan penggilingan dengan batu giling gurinda (Albin dan Drake, 1971). Setelah proses penggilingan dapat dilanjutkan dengan proses penepungan. Penyosohan merupakan proses pengolahan yang bertujuan untuk melepas kulit luar (pericarp) biji juwawut dengan kerusakan sekecil mungkin pada butiran biji juwawut (endosperm). Sehubungan dengan kualitas proses penyosohan terdapat tiga besaran yang dipakai untuk mengukur, yaitu derajat sosoh (milling degree), hasil sosoh (milling yield), dan susut sosoh (milling loss) (Patiwiri, 2006). Makin tinggi derajat sosoh maka kualitas proses penyosohan semakin baik. Penyosohan dapat dilakukan dengan dua cara, manual dan mekanis. Penyosohan dengan cara manual menggunakan alu atau lesung (handmill), menghasilkan kapasitas penyosohan yang rendah, efisiensi dan kualitas penyosohan yang rendah (Darajat, 2008). Pada penggilingan padi, dibandingkan dengan penumbukkan konvensional (padi ditumbuk dengan tangan), mesin pengupas mempunyai keuntungan teknik yaitu terdapat peningkatan rendemen sebesar 2% (Timmer, 1973 dalam Siregar, et.al, 1995). Mesin-mesin penyosoh telah ada sejak akhir abad ke-19, dengan tipe yang berbeda-beda. Perkembangannya terus dilakukan hingga saat ini, dengan prinsip-prinsip penyosohan yang berbeda. Salah satunya adalah dengan menggunakan rubber roll, dan pada tipe ini pun dapat diaplikasikan hanya memakai satu roll atau dua roll. Perbedaan akan jumlah roll dan cara kerjanya mempengaruhi kinerja dari mesin penyosoh.
2
B. Tujuan Penelitian bertujuan untuk melakukan uji unjuk kerja mesin penyosoh juwawut tipe rol tunggal dan tipe rol ganda. Parameter utama yang akan diuji antara lain, kapasitas, rendemen, derajat sosoh, dan hasil sosoh.
C. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dapat ditentukan tipe mesin penyosoh yang lebih efektif dan efisien sehingga produktivitas dan kualitas produksi meningkat.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Juwawut 1. Juwawut Juwawut (Setaria italica (L) P. Beauvois) (Prosea, 1996), merupakan tanaman serealia yang tumbuh di daerah tropis dan pada daerah semi kering sampai ketinggian 2000 m. Tanaman ini menyukai lahan subur tetapi dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dari tanah berpasir hingga tanah liat yang padat, dan bahkan tetap tumbuh pada tanah miskin hara atau tanah pinggiran. Di China diketahui sebagai tanaman sereal sejak tahun 5000 SM dan 3000 SM di Eropa. Juwawut ‘foxtail’ (Setaria italica) digabungkan dengan genus lain, juwawut ‘finger’
(Eleucine
coracana),
juwawut
‘barnyard’
(Echinochloa
frumentaceae), juwawut ‘proso’ (Panicum miliaceum), dan Pennisetum typhoides (Burm.), yang dikenal luas sebagai P. americanum (L.) dan P. glacum (L.) R. Br., dalam uraian terperinci mengenai distribusi tanaman dan statistik (FAO, 1980 dalam Goldsworthy, 1996). P. americanum umumnya disebut juwawut ‘mutiara’ atau ‘bullrush’.
Gambar 1. Tanaman Juwawut (Setaria italica (L) P. Beauvois)
4
Tanaman juwawut ditanam di daerah semi kering dengan curah hujan kurang dari 125 mm dengan masa pertumbuhan 3 – 4 bulan. Jenis ini tidak tahan terhadap genangan dan rentan terhadap periode musim kering yang lama. Tanaman ini sangat baik tumbuh pada lahan subur tetapi dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dari tanah berpasir hingga tanah liat yang padat, serta pada tanah miskin hara atau tanah pinggiran. Kandungan gizi beberapa jenis serealia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi beberapa jenis serealia (Andoko, 2001) Uraian
Milet
Beras
Jagung
Gandum
Barley
Karbohidrat (%) *)
63
77
72
64
65
Protein (%) *)
10.6
8.9
10
14
12.8
Lemak (%) *)
1.9
2
5
2
1.2
Serat (%) *)
2.9
1.5
2
2
5.5
Lain-lain (%) *)
21.6
11.1
11
18
17
Kalsium (mg/100 g) **)
440
7
45
38
23
Besi (mg/100 g) **)
7
9
3
4
6
Fospor (mg/100 g) **)
156
147
224
385
225
Natrium (mg/100 g) **)
53
10
11
9
2
Kalium (mg/100 g) **)
398
87
78
75
73
Sumber: *) Harper, et.al. (1965) dalam Suharjo (1985) **) Diolah dari berbagai sumber Biji juwawut digunakan sebagai bahan pangan di Asia, Eropa bagian tenggara dan Afrika utara, dimasak dan dimakan seperti beras, baik utuh maupun dihancurkan. Penepungan pada biji juwawut bermanfaat untuk pembuatan roti tak beragi atau menjadi roti beragi ketika dilakukan pencampuran dengan tepung terigu. Tepung dari juwawut dapat juga digunakan untuk pembuatan bubur dan puding. Di Cina bagian utara, tepung ini menjadi bagian dari bahan pokok makanan dengan dimasak bersama polong-polongan atau dicampur dengan tepung sereal lain untuk membuat adonan roti dan mie. Juwawut merupakan makanan sekaligus sebagai hidangan “suci” dalam upacara-upacara religius. Sejak tahun 1990 juwawut digunakan di Cina untuk membuat
5
keripik mini, juwawut gulung kering dan tepung untuk makanan bayi. Kecambah juwawut bermanfaat sebagai sayuran, di Rusia dan Burma (Myanmar) digunakan sebagai bahan untuk membuat bir dan alkohol, dan masyarakat Cina menggunakan kecambah juwawut untuk membuat cuka dan anggur. Di Indonesia dan Eropa, juwawut dan jenis Setaria ditanam sebagai makanan unggas. Setaria italica liar dapat menjadi gulma yang merugikan pada kebun gandum dan tanaman polong-polongan, terutama di daerah beriklim hangat. Sebagai bahan obat, juwawut dapat dipakai sebagai diuretic, astringent, dan digunakan untuk mengobati rematik. Selain itu, juwawut dapat berpotensi besar sebagai penghasil EPO, protein yang bertanggungjawab terhadap pembentukan sel darah merah, yang lebih baik dibandingkan tubuh manusia.
2. Karakter tanaman Juwawut termasuk ke dalam tanaman serealia sama seperti sorgum dan hotong, sejenis alang-alang dengan perbungaan berbentuk bulir-bulir yang tersusun relatif rapat Tabel 2. Taksonomi tanaman sorgum, hotong, juwawut Klasifikasi
Sorgum
Hotong
Juwawut (*)
Kingdom
Plantae
Plantae
Plantae
Class
Monocotyledon
Monocotyledon
Monocotyledon
Family
Gramineae
Gramineae
Gramineae
Genus
Sorghum
Setaria
Setaria
Species
Sorghum bicolor (L)
Setaria italica (L) Beauv
Setaria italica (L) Beauv
(*) Sumber Prosea (1996)
Biji tanaman juwawut memiliki ukuran panjang 2.43 mm, lebar 1.91 mm, tebal 1.35 mm, dan berat satu butir juwawut 3.68 g (Nuryati, 2008). Penetrasi akar tanaman juwawut sampai 3.6 m di Australia, namun secara umum kedalamannya mencapai 1.2 m sampai 1.5 m (Goldsworthy, 1996). Dimensi biji juwawut lebih besar dari biji hotong yang berukuran 1.7 mm x 1.3 mm x 1.1 mm dengan diameter malai 0.12 mm (Yandra, 2008). Akar tanaman sorgum berbentuk serabut dan dapat mencapai kedalaman
6
0.9 m sampai 2.7 m. Sorgum memiliki batang tanaman yang terdiri dari ruas-ruas dan bongkol yang berjumlah antara 7 sampai 18 buah dengan diameter 2.5 – 5 m. Hubungan biji juwawut dengan proses penggilingan juga dapat dilihat besarnya tekanan yang dapat diterima oleh juwawut agar dapat tersosoh dan tidak pecah. Koefisien gesek juwawut diasumsikan sama dengan sorgum, yaitu 0.65 untuk koefisien gesek antar juwawut dan koefisien gesek juwawut dengan permukaan besi sebesar 0.39. Biji juwawut jika diasumsikan serupa
dengan padi dan beras, memiliki
kekerasan yang paling tinggi pada bagian tengah dan berkurang pada setiap posisi yang menjauhi pusat. Padi jenis Indica tipe semi-hard mempunyai nilai kekerasan berkisar antara 12 sampai 13 kg/mm2.
B. Penanganan Pasca Panen Juwawut merupakan komoditas yang dapat memenuhi kebutuhan pangan manusia. Sebelum menjadi bahan pangan yang dapat dimanfaatkan, juwawut yang baru dipanen harus melalui beberapa proses pasca panen, yaitu: 1. Perontokan Perontokan merupakan tahapan pasca panen setelah pemotongan. Proses perontokan bertujuan untuk melepaskan bulir-bulir biji juwawut dari malainya. Ada beberapa macam perontokan pada beberapa produk pertanian, antara lain membanting atau memukul (impact action), menumbuk dan menginjak (rubbing action), menggaruk atau mengupas (stripping action), dan kombinasi dari ketiga cara tersebut. Mesin-mesin perontok yang ada bekerja menggunakan prinsip perontokan yang telah disebutkan di atas.
2. Penyimpanan Komoditas pertanian biji-bijian seperti sorghum dan rye, dapat disimpan dalam bangunan berstruktur kayu atau kotak penyimpanan dari logam. Tempat penyimpanan komersial biasanya memiliki struktur dari beton atau logam. Penyimpanan bertujuan untuk menjaga kualitas biji-
7
bijian, seperti mempertahankan kadar air yang sesuai agar pembusukan dapat dicegah.
3. Pengeringan Pengeringan tanaman pangan dibagi ke dalam dua periode waktu, yaitu periode constant rate dan periode falling rate. Dalam periode constant rate kadar air terdifusi dari permukaan dan periode ini akan terus berlanjut sampai kadar air di permukaan hilang. Periode falling rate lebih umum digunakan untuk produk pertanian. Pengeringan berlanjut pada periode ini menghentikan proses difusi sampai kadar air mencapai kondisi ekuilibrium
dengan
lingkungan.
Proses
pengeringan
yang
tepat
mempermudah proses pasca panen selanjutnya dan menjaga kualitas dari juwawut.
4. Pembersihan awal Juwawut yang sudah kering pada umumnya masih bercampur dengan kotoran, kerikil, debu, dan benda asing lainnya. Maka dari itu, diperlukan pembersihan awal untuk membuang kotoran-kotoran dan benda asing dari juwawut sehingga hasil penyosohan akan lebih bersih karena tidak terdapat benda-benda asing. Prinsip dasar pembersihan awal adalah memisahkan dengan memanfaatkan perbedaan ukuran, dimana juwawut memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan benda asing. Pemisahan benda asing ringan dari juwawut dapat dilakukan dengan isapan udara atau ayakan. Benda asing yang berukuran besar dapat dipisahkan menggunakan prinsip gravitasi.
5. Penyosohan Penyosohan bertujuan untuk melepaskan kulit juwawut dari bijinya dengan kerusakan biji sekecil mungkin (Patiwiri, 2006). Proses penyosohan mengunakan prinsip yang memanfaatkan gaya gesek pada biji sehingga kulit biji tersosoh dari dagingnya (Purwadaria, 1980). Pada proses penyosohan gabah terdapat proses pemutihan dan penyosohan.
8
Proses pemutihan untuk mengelupasi kulit dan lapisan dedak, sedangkan proses penyosohan memoles permukaan beras yang masih terdapat lapisan dedak yang tertinggal.
6. Penepungan Penepungan merupakan proses pengecilan ukuran suatu bahan padat secara mekanis. Proses pengecilan ukuran butiran-butiran hasil pertanian dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu pemotongan, penggerusan, pengguntingan, dan kombinasi (Handerson dan Perry, 1978). Kualitas dari hasil penepungan tergantung dari sifat bahan yang digiling, seperti kadar air bahan.
C. Penyosohan 1. Faktor yang Mempengaruhi Penyosohan Proses penyosohan melibatkan beberapa unit penting yang menentukan kualitas dari hasil sosoh, antara lain: a. Bahan / komoditas Kondisi bahan khususnya kadar air (KA) mempengaruhi kemudahan dalam penyosohan serta kualitas hasil sosoh. Beras disosoh pada KA 13-14% karena pada tingkat kadar air tersebut beras lebih mudah disosoh. Kadar air yang tinggi menyebabkan beras sulit disosoh dan mudah hancur, sedangkan tingkat kadar air rendah membuat beras sosoh mudah patah. Untuk mencapai kadar air yang sesuai pada umumnya dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu, sehingga biji menjadi berkurang bobotnya (mengkerut) dan tercipta rongga antara biji dan kulit yang menyebabkan penyosohan lebih mudah. Dari fakta tersebut, perlakuan pada bahan sebelum penyosohan juga perlu diperhatikan agar didapat kondisi bahan yang baik. Selain pengeringan secara manual dan pengeringan menggunakan mesin pengering, terdapat beberapa perlakuan lain seperti penyangraian, perebusan, dan perendaman.
9
b. Mesin penyosoh b.1. Jenis unit penyosoh Tipe mesin penyosoh yang sesuai dengan karakteristik bahan mempermudah penyosohan. Pada mesin penyosoh terdapat
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
perancangan, seperti bahan yang digunakan sebagai penyosoh, seperti karet atau batu gerinda. Unit penyosoh menggunakan rol karet harus memiliki derajat sosoh yang tinggi yaitu 90o – 92o. Dan beda putaran untuk unit penyosoh dengan dua rol karet menentukan persentase dari biji yang tersosoh. Untuk pengupasan sekam gabah, pada beda putaran 22 – 23% menunjukkan efisiensi terbaik. Kelebihan karet sebagai bahan untuk rol penyosoh dibandingkan besi dan batu, adalah: (a). elastis, sehingga biji tidak mudah rusak atau pecah, (b). tidak cepat panas, (c). menghasilkan tekanan yang terlalu tinggi, (d). kontak dengan biji lebih lama sehingga kemungkinan biji tidak loss kecil. b.2. Unjuk kerja mesin Kecepatan penyosoh, jarak ruang penyosohan harus disesuaikan dengan ukuran komoditas, dan tekanan serta gaya yang dihasilkan penyosoh karena memiliki pengaruh pada hasil penyosohan. Umur mesin penyosoh juga dapat dipertimbangkan dalam pemberian perawatan. Mesin yang sering dipakai akan lebih cepat rusak sehingga penggantian komponen perlu dilakukan sehingga kinerja mesin penyosoh tetap baik. c. Tenaga penggerak Sumber tenaga penggerak yang digunakan dalam bidang pertanian ada enam, yaitu manusia, ternak, air, angin, listrik, dan motor bakar (Daywin et. al, 1982). Pemilihan tenaga gerak akan mempengaruhi kualitas penyosohan maupun kapasitas.
10
2. Prinsip Pemecahan Kulit Pengupasan
sekam
secara
manual
menunjukkan
prinsip
pemecahan kulit (sekam) yang sudah dimanfaatkan sejak dulu untuk komoditas gabah. Alat yang digunakan, yaitu alu dan lesung (handmill). Gerakan alu memberikan tegangan geser pada sisi-sisi gabah dengan menumbuk-numbuk butiran gabah sehingga sekam tersobek dan terkupas. Gabah yang tertumbuk akan tergesek permukaan lesung dan gabah lain pada satu sisi, sedangkan sisi gabah yang lain tergesek gerakan ke bawah alu. Dengan demikian, gaya yang diterima butiran padi berupa dua gaya gesekan yang berlawanan arah yang menyebabkan sekam terpuntir ke dua arah berlawanan sampai sobek. Prinsip pengupasan yang lain adalah dengan pemberian tegangan geser hanya pada satu sisi butiran gabah.
(a)
(b)
Gambar 2. Prinsip pengupasan dengan pemberian tegangan: a. Dua tegangan geser yang berlawanan arah; b. Satu tegangan geser Tegangan geser pada satu sisi butiran gabah diberikan dengan benturan butiran biji berkecepatan tinggi pada permukaan gesek. Akibat adanya benturan terdapat gaya normal N yang menekan gabah pada permukaan gesek dan gaya gesekan Fr yang menahan gabah (Patiwiri, 2006). Gaya Fs akibat adanya kelembaman tertahan gaya Fr sehingga terjadi gesekan pada satu sisi butiran biji yang menyebabkan sekam sobek. Dengan
adanya
kedua
prinsip
ini,
Patiwiri
(2006)
mengkategorikan mesin pemecah kulit menjadi dua, yaitu mesin dengan
11
prinsip dua tegangan geser berlawanan (kelompok friksional) dan prinsip satu tegangan (kelompok sentrifugal). 1. Kelompok friksional a. Engelberg husker Mesin Engelberg dapat melakukan dua jenis pekerjaan, yaitu pemecahan kulit dan penyosohan. Tegangan dihasilkan dari gesekan silinder yang berputar, yaitu tonjolan-tonjolan besi pada sisi luar silinder dengan pisau pengupas yang menjepit dan menggesek butiran biji. Tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5 sampai 6 buah terletak membujur di sepanjang sisi luar silinder. b. Under-runner disc husker Pemecahan sekam dilakukan dengan menggunakan dua buah piringan yang bersusun satu di atas yang lain dan memiliki permukaan gesek dari batu. Piringan yang terletak di atas dalam kondisi diam sedangkan piringan yang di bawah berputar. c. Rubber roll husker Tipe rol karet memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang memiliki diameter yang sama. Kedua rol karet berputar berlawanan arah dan memiliki kecepatan yang berbeda, rol pembantu berputar 24% lebih lambat daripada rol utama.
Gambar 3. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet 2. Kelompok sentrifugal a. Impact husker Pemecahan sekam dengan impact husker memanfaatkan piringan
lingkaran
untuk
memutar
butiran
biji
sehingga
memberikan gerakan cepat pada biji. Blade-blade karet di luar sisi
12
piringan dipasang miring dengan sudut 45° berfungsi sebagai permukaan gesek. b. Impeller husker Cara kerja mesin ini merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Perbedaannya terletak pada permukaan gesek yang digunakan. Tipe impeller husker memiliki blade-blade yang berputar (impeller) sebagai permukaan gesek. c. Vacuum husker Tipe ini menggunakan piringan untuk memutar butiran biji dengan kecepatan tinggi dan membenturkannya pada dinding karet di pinggiran sisi piringan. Sekam terkelupas karena gesekan dan biji diisap keluar, sekam yang belum terlepas dari biji akan lepas karena pengaruh isapan yang sangat kuat.
D. Mesin Penyosoh Biji-bijian Prinsip penyosohan ada dua cara, yaitu menggerinda dengan suatu permukaan kasar dan menekan serta menggesek dengan permukaan rata (Patiwiri,
2006).
Pada
tahap
penyosohan
awal
diterapkan
prinsip
menggerinda untuk mengikis lapisan luar butiran beras agar lapisan bekatul terbuang. Prinsip menekan dan menggesek diterapkan untuk melakukan proses penyosohan tahap pertengahan dan akhir. Dengan tujuan untuk melepaskan sisa lapisan dan membuat permukaan beras menjadi rata. Berdasarkan prinsip kerjanya, tipe penyosoh dikelompokkan menjadi tipe gerinda (abrasif) dan tipe besi (gesekan) (Patiwiri, 2006). Mesin-mesin tipe gerinda, antara lain tipe engelberg, tipe kerucut abrasif vertikal, dan tipe silinder abrasif horizontal. Tipe besi terdiri dari tipe kerucut besi dan tipe silinder besi horizontal. Selain itu masih terdapat mesin-mesin tipe lain yang digunakan untuk penyosohan. Mesin yang umum digunakan untuk penyosohan menurut Araullo, et.al (1976):
13
1. Vertical abrasive whitening cone Pada dasarnya mesin terdiri atas silinder besi berbentuk kerucut dengan permukaan abrasif. Saringan pada mesin ini memiliki ukuran mesh yang bervariasi tergantung dari ukuran butiran biji. Jarak rata-rata antara permukaan silinder dengan saringan 10 mm. Bantalan karet yang menjadi sekat pada saringan berfungsi menahan gerakan putaran beras. Butiran-butiran beras yang tertahan oleh bantalan karet akan terkikis oleh permukaan kerucut yang kasar sehingga lapisan bekatulnya terlepas. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Bak penampungan Pengatur pengumpanan Pengatur posisi kerucut Rol besi Permukaan abrasif Wadah saringan Rem karet Wadah rem karet Pengatur rem karet Wadah pengatur berputar Rangka Poros kerucut Bearing atas Sabuk penggerak Puli penggerak Bearing bawah Pengatur jarak kerucut dan saringan Lengan penyangga poros Konveyor beras sosoh Saluran pengeluaran beras sosoh Puli penggerak konveyor katul Pengumpul katul Saliran pengeluaran katul Saluran pengeluaran udara
Gambar 4. Vertical abrasive whitening cone 2. Horizontal abrasive whitening machine Perbedaan mendasar dari horizontal whitening dengan verrtical whitening adalah pada posisi pemasangan silinder abrasive. Mesin ini memiliki rol silinder abrasive yang dipasang secara horizontal yang berputar pada kecepatan tinggi, yaitu sekitar 1000 rpm. Beras diarahkan oleh feeding screw menuju ruang penyosoh yang merupakan ruang antara rol abrasif dengan lapisan yang beralur. Pada saluran pengeluaran berasa ditahan oleh katup penahan sehingga terjadi gaya balasan terhadap gaya dorong yang diberikan oleh sekrup pengumpan. Gaya tekan yang terjadi
14
di dalam ruang penyosoh, tekanan dari sosohan silinder, dan gesekan antar butiran beras menyebabkan beras tersosoh.
Gambar 5. Horizontal abrasive whitening machine 3. Horizontal jet pearler Mesin penyosoh tipe jet pearler berfungsi untuk melepaskan lapisan terakhir dan mendinginkan butiran biji melalui hembusan udara. Bagian utama mesin adalah silinder penyosoh baja yang memiliki dua juring pada permukaannya. Ruang penyosohan memiliki dinding berbentuk segi enam yang terdiri dari dua belahan. Di dalam ruang penyosohan, beras didorong sekrup pengumpan tertahan oleh katup penahan, selain itu hembusan udara dari blower mendinginkan beras sekaligus menghembus kulit ari yang telah lepas akibat penyosohan.
Gambar 6. Jet pearler
15
4. Vertical cone polisher Mesin ini serupa dengan vertical whitening, namun memiliki perbedaan pada lapisan silinder dan tekanannya. Permukaan silinder kerucut yang dilapisi lembaran kulit bertujuan untuk menggosok permukaan beras agar mengkilat. Di dalam ruang penyosoh tekanan dan putaran kerucut relatif rendah, yaitu 25% lebih rendah daripada vertical whitening. Lembaran kulit dipasang dengan cara memaku salah satu sisinya saja sehingga sisi lainnya bebas seperti rumbai-rumbai. Rumbairumbai yang berputar berfungsi untuk menghasilkan gerakan udara sehingga katul keluar melalui saringan pada dinding ruang penyosohan.
Gambar 7. Vertical cone polisher 5. Horizontal polisher Dasar rancangan dari horizontal polisher memiliki prinsip yang sama dengan vertical cone polisher. Untuk mendorong beras masuk ke dalam ruang penyosohan terdapat sekrup pengumpan dan pada poros yang sama
dengam sekrup
pengumpan
terdapat lubang-lubang untuk
mengalirkan udara. Beras ditekan lembaran kulit ke arah saringan sehingga terjadi gesekan antara beras dengan saringan, lembaran kulit, dan butiran beras lain. Pada saluran pengeluaran dipasang pemberat untuk mengatur tekanan di dalam ruang penyosohan.
16
Gambar 8. Horizontal polisher
E. Kinerja Mesin Penggiling Biji-bijian Mesin yang digunakan untuk melepas sekam dari butiran biji terdapat dalam bermacam-macam tipe. Pada mesin penyosoh pun dapat berfungsi sama seperti pengupas, yaitu melepas sekam butiran biji. Mesin dioperasikan untuk tanaman biji-bijian, seperti gabah, sorgum, hotong, juwawut. Dengan mesin yang sama dapat dipergunakan untuk tanaman yang berbeda dengan pengaturan mesin yang disesuaikan dengan jenis tanaman. Kondisi mesin penyosoh dilihat dari kinerjanya dan dapat merujuk pada standar unjuk kerja mesin penggiling gabah sekali umpan (one pass rice milling), dengan rendemen min. 65%, butir utuh min. 3.5%, derajat sosoh min. 90%, dan efisiensi daya min. 70%.
17
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan dari tanggal 22 Februari 2008 sampai dengan 3 Mei 2008 dan bertempat di CV. Daud Teknik Maju, Cibeureum.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan Biji juwawut (Setaria italica) merupakan bahan yang digunakan dalam pengujian kinerja mesin penyosoh. 2. Alat a. Mesin Mesin yang diuji kinerjanya adalah mesin penyosoh juwawut tipe rubber roll dengan rol tunggal dan roll ganda dengan dimensi pada lampiran 4.
permukaan gesek (karet)
rol karet
poros
Gambar 9. Mesin penyosoh rol tunggal dan prinsip pengupasannya
rol karet
poros
Gambar 10. Mesin penggiling rol ganda dan prinsip pengupasannya
18
Tabel 3. Spesifikasi mesin penyosoh tipe rol tunggal dan tipe rol ganda Spesifikasi
Mesin tipe rol tunggal
Mesin tipe rol ganda
Kecepatan putar rol penyosoh
750 rpm
1028 rpm (rol utama) 583 rpm (rol pembantu
Kemiringan dinding hopper
70o
45o
Komponen penyosoh
Satu rol karet + permukaan gesek karet
Dua rol karet
97020 mm2
14327 mm2
Selang + blower 3”
Blower 3” + siklon
Motor listrik 1 hp, 3 fasa
Motor listrik 1 hp, 1 fasa
Luas permukaan penyosohan Komponen pemisah sekam Tenaga penggerak
b. Stopwatch Stopwatch
digunakan
untuk
mengetahui
waktu
yang
dibutuhkan mesin untuk menyosoh dalam satu kali proses penyosohan. c. Timbangan Timbangan berfungsi untuk mengukur berat biji juwawut sebelum dan sesudah penyosoh, dan juga berat biji pada saat pengukuran kadar air. d. Jangka sorong dan gelas ukur Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi dari biji juwawut dan volume diukur dengan menggunakan perbandingan berat biji dengan volume air di dalam gelas ukur. e. Oven Oven digunakan untuk mengatur kadar air biji juwawut dan untuk menghasilkan kadar air yang berbeda pada pengujian, biji juwawut disangrai terlebih dahulu.
19
f. Tachometer Penggunaan alat ini bertujuan untuk mengukur kecepatan putar dari puli motor dan puli rol penyosoh pada saat tanpa beban maupun dengan beban. g. Clampmeter Clampmeter berfungsi untuk mengukur besarnya arus dan tegangan yang masuk pada motor penggerak.
C. Prosedur Penelitian Rancangan penelitian untuk melakukan uji unjuk kerja mesin penyosoh juwawut dijelaskan pada gambar 11. 1. Pengukuran sifat fisik a. Dimensi Menurut Mohsenin (1970), rata-rata geometris dari tiga dimensi aksial adalah pendekatan yang baik untuk menentukan diemeter sepadan bola (volumenya) dengan memasukkan faktor bentuk. Biji-bijian yang tidak beraturan dapat ditentukan dimensi partikel rata-ratanya, yaitu dengan menggunakan panjang ketiga dimensi aksialnya (Curay dalam Mohsenin, 1970). Secara matematis dimeter geometris rata-rata biji juwawut dirumuskan sebagai berikut: d = (a x b x c) 1/3 ............................................................................. (1) Dimana: d
= diameter geometris rata-rata biji juwawut, (mm)
a, b, c = rata-rata proyeksi panjang, lebar, dan tebal biji dengan pengambilan sampel sebanyak sepuluh biji, (mm) b. Massa Jenis Penentuan
massa
jenis
biji
juwawut
menggunakan
perbandingan antara massa dengan volume biji juwawut. Yaitu membandingkan massa dari 1000 ml biji juwawut dengan volume sebesar 1000 ml, dengan pengulangan sebanyak lima kali. ρ=m
......................................................................................... (2)
v
20
Dimana: ρ = massa jenis (g/ml) m = massa (g) v = volume (ml) c. Kadar Air Kadar air biji juwawut dicari dengan metode oven, 10 g biji juwawut dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu sebesar 105ºC. Ka (%bb)= Wa – Wb x 100% ........................................................ (3) Wa Dimana: Ka = kadar air (%) Wa = berat awal sampel (gram) Wb = berat akhir sampel (gram)
2. Pembersihan Untuk mempermudah proses penyosohan juwawut dibersihkan dari kotoran berupa debu dan kerikil. Pembersihan dilakukan secara manual, yaitu dengan menaruh sekitar 1 kg juwawut di tampah yang digoyangkan agar debu terbawa angin, dan kerikil mudah terlihat untuk dipisahkan.
3. Pengeringan dan penyangraian Juwawut mengalami proses pengeringan terlebih dahulu, dengan cara dijemur lebih kurang selama 1 jam. Biji juwawut hasil dari pengeringan memiliki kadar air (KA) 11.35% dan biji juwawut yang disangrai setelah proses pengeringan kadar airnya sebesar 7.67%. Penyangraian dilakukan selama 5 menit dengan besar api sedang.
4. Pengujian Uji unjuk kerja bertujuan untuk mengetahui karaktertistik dari mesin, seperti kapasitas penyosohan, efektifitas penyosohan (rendemen), derajat sosoh, dan kualitas hasil sosoh. Penyosohan menggunakan mesin
21
penyosoh rol tunggal melalui tiga kali lintasan, yaitu juwawut dimasukkan ke dalam hopper sebanyak tiga kali berturut-turut untuk mengahasilkan juwawut tersosoh yang baik. Sedangkan pada mesin penyosoh rol ganda hanya dibutuhkan dua kali lintasan. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap sampel.
5. Pengolahan data a. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi ditentukan dengan membandingkan biji juwawut pecah kulit yang sudah bersih dan waktu penyosohan dimulai dari dimasukkannya biji juwawut sampai semua biji tersosoh keluar dari mesin. Dapat dilihat dari persamaan sebagai berikut: Kp = Wpk x 360 ............................................................................. (4) t Dimana: Kp
= kapasitas penyosohan (kg/jam)
Wpk
= berat biji juwawut pecah kulit (kg)
t
= waktu penyosohan (detik)
b. Effisiensi Produksi (Rendemen) Perhitungan rendemen, yaitu persentase jumlah tersosoh (pecah kulit) dari jumlah seluruh biji yang disosoh, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ηr = Wpk x 100% ........................................................................... (5) Wp Dimana: ηr
= efektivitas (rendemen) penyosohan (%)
Wpk = berat biji juwawut pecah kulit (g) Wp = berat biji juwawut yang disosoh (g) c. Effisiensi Tenaga Penggerak (%) η = kecepatan silinder penyosoh (rpm) x 100% ........................... (6) kecepatan putar motor (rpm)
22
d. Mutu Hasil Penyosohan %bu = Wbu x 100% ....................................................................... (7) WbTs Dimana: %bu Wbu
= persentase biji juwawut utuh (%) = berat biji juwawut utuh (g)
WbTs = berat biji juwawut total hasil penyosohan (g) %bp = Wbp x 100% ....................................................................... (8) WbTs Dimana: %bp Wbp
= persentase biji juwawut pecah (%) = berat biji juwawut pecah (g)
WbTs = berat biji juwawut total hasil penyosohan (g) %btt = Wbtt x 100% ....................................................................... (9) WbTs Dimana: %btt
= persentase biji juwawut tak tersosoh (%)
Wbtt = berat biji juwawut tak tersosoh (g) WbTs = berat biji juwawut total hasil penyosohan (g) e. Kebutuhan Daya Mesin Pml = V x (Ib – Io) ......................................................................... (10) Dimana: Pml = daya mesin (watt) V
= tenaga motor listrik pada saat diukur (Volt)
Ib
= arus pada motor listrik saat bekerja dengan beban (A)
Io
= arus pada motor listrik saat bekerja tanpa beban (A)
f. Efisiensi Kerja Motor listrik ηk = Pm x 100% .......................................................................... (11) Ps Dimana: ηk
= efisiensi kerja motor listrik (%)
Pm = daya motor listrik (watt) Ps
= suplai daya motor listrik (watt)
23
Tanaman Pangan Pokok di Indonesia
Padi
Juwawut
Jagung
Sorgum
Ubi-ubian
Bahan pokok makanan
Pakan burung
Penyosohan
Manual
Mekanis
Mesin tipe rol ganda
Mesin tipe rol tunggal
- Rendemen penyosohan (%) - Derajat sosoh (%)
- Kapasitas penyosohan (kg/jam) - Kebutuhan biaya (Rp/tahun) - Rendemen penyosohan (%) - Derajat sosoh (%)
Efektivitas
- Kapasitas penyosohan (kg/jam) - Kebutuhan biaya (Rp/tahun)
Efisiensi
Menentukan kinerja mesin Pengujian unjuk kerja mesin penyosoh juwawut tipe rol tunggal dan rol ganda Gambar 11. Rancangan penelitian
24
Mulai
Biji juwawut
Pembersihan awal dari kotoran (debu, kerikil, dll) + Pengeringan (dijemur ± 1 jam) + Penyangraian (5 menit, api sedang)
Pembersihan awal dari kotoran (debu, kerikil, dll) + Pengeringan (dijemur ± 1 jam)
Pengukuran karakteristik fisik juwawut (dimensi, kadar air, massa jenis)
Uji unjuk kerja mesin penyosoh rol tunggal (juwawut KA 7.67%, 11.35%); dengan satu kali lintasan, dua kali lintasan, dan tiga kali lintasan masing-masing 3 kali ulangan
Uji unjuk kerja mesin penyosoh rol ganda (juwawut KA 7.67%); dengan satu kali lintasan dan dua kali lintasan masing-masing 3 kali ulangan
Kesimpulan
Gambar 12. Diagram alir prosedur pelaksanaan uji unjuk kerja
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Biji Juwawut Juwawut (Setaria italica (L) P. Beauvois) merupakan tanaman yang masuk ke dalam keluarga rumput-rumputan, seperti sorgum dan hotong. Untuk melakukan uji performansi mesin juwawut digunakan komoditas juwawut yang diukur karakteristik fisiknya seperti dimensi butiran pada tabel 5. Karakteristik fisik lebih ditekankan karena dalam penyosohan juwawut bentuk fisik dari butiran juwawut diolah menjadi biji tersosoh yang sudah tidak memiliki sekam. Butiran-butiran juwawut memiliki bentuk oval memanjang, berwarna coklat cenderung jingga dan memiliki tekstur halus. Panjang juwawut berkisar antara 2.00 mm sampai 2.26 mm, kisaran tebal antara 1.36 mm sampai 1.56 mm, dan lebar antara 1.74 mm sampai 1.9 mm. Hal tersebut menyebabkan rata-rata diameter butiran juwawut tidak lebih dari diameter butiran beras, yaitu sekitar 1.78 mm. Ukuran butiran juga dinyatakan dengan berat butiran juwawut. Juwawut memiliki berat butiran bervariasi yaitu antara 2.86 gram sampai 4.28 gram per 1000 butiran, dengan massa jenis sekitar 663.4 kg/m3. Tabel 4. Massa jenis juwawut. Sampel
Massa (kg)
Volume (ml)
Massa jenis (kg/m3)
1
0.661
1000
661
2
0.663
1000
663
3
0.660
1000
660
4
0.664
1000
664
5
0.669
1000
669
0.6634
1000
663.4
Rata-rata
26
Tabel 5. Dimensi butiran juwawut Dimensi (mm) Panjang (a)
Lebar (b)
Tebal (c)
Berat 1000 butiran (g)
1
2.00
1.90
1.50
3.00
2
2.10
1.82
1.50
3.71
3
2.16
1.78
1.40
2.86
4
2.00
1.88
1.44
4.00
5
2.02
1.90
1.44
2.57
6
2.00
1.90
1.50
4.28
7
2.26
1.80
1.40
3.71
8
2.16
1.90
1.40
3.58
9
2.20
1.74
1.36
3.21
10
2.26
1.90
1.56
3.00
2.11
1.85
1.45
3.39
Sampel
Rata-rata
Diameter geometris rata-rata: d = (a x b x c)1/3 = (2.11 x 1.85 x1.45)1/3 = 1.78 mm Kualitas fisik juwawut ditentukan oleh kadar air dan kualitas juwawut mempengaruhi kualitas dan kuantitas juwawut sosoh yang dihasilkan. Kadar air optimal dari juwawut belum ditentukan di dalam SNI. Tabel 6 sampai tabel 9 menampilkan kualitas dan kuantitas juwawut sosoh berdasarkan kadar air. Tabel 6. Rendemen sosoh juwawut dengan KA 11.35% (mesin penyosoh rol tunggal) Rendemen (%)
Sampel
Berat Awal (g)
1x lintasan
2x lintasan
3x lintasan
1
500
88.8
87.4
80.4
2
500
91.4
89.0
81.4
3
500
89.4
90.8
83.0
Rata-rata
500
89.9
89.1
81.4
27
Tabel 7. Rendemen sosoh juwawut dengan KA 7.67% (mesin penyosoh rol tunggal) Rendemen (%)
Sampel
Berat Awal (g)
1x lintasan
2x lintasan
3x lintasan
1
500
89.0
81.0
82.0
2
500
88.6
83.4
80.6
3
500
88.2
81.6
78.2
Rata-rata
500
88.6
82.2
80.3
Juwawut berkadar air 14.21% kemudian dikeringkan sampai juwawut memiliki KA 11.35% dan setelah disangrai mencapai KA 7.67%. Juwawut KA 7.67% diperoleh dengan cara dikeringkan kemudian disangrai. Juwawut yang memiliki kadar air tertinggi setelah penyosohan menghasilkan rendemen yang paling besar. Nilai rendemen menunjukkan rasio berat juwawut hasil sosoh dengan berat juwawut awal. Namun, biji utuh paling banyak didapat dari juwawut dengan kadar air yang lebih rendah. Tabel 8. Kualitas sosoh juwawut dengan KA 11.35% (mesin penyosoh rol tunggal) 1x lintasan
2x lintasan
3x lintasan
Utuh (%)
39.4
91.1
94.2
Pecah (%)
1.0
1.9
2.9
Tidak tersosoh (%)
59.5
7.0
2.9
Kualitas
Tabel 9. Kualitas sosoh juwawut dengan KA 7.67% (mesin penyosoh rol tunggal) Kualitas
1x lintasan
2x lintasan
3x lintasan
Utuh (%)
40.1
91.5
94.3
Pecah (%)
1.0
1.6
3.0
Tidak tersosoh (%)
58.8
6.9
2.7
28
B. Pemilihan Komponen Poros, Sabuk-V dan Puli 1. Poros Poros mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di-kill (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor; kadar karbon terjamin) (Sularso, 1978). Untuk analisa pemilihan poros pada mesin penyosoh juwawut perlu diketahui daya rencana (Pd), momen puntir rencana (T), tegangan geser (τ), sehingga di dapat diameter poros (ds), bahan poros, dan tipe poros. Daya rencana diperhitungkan dari faktor koreksi (fc) dan daya yang ditransmisikan (P), yaitu daya mesin motor listrik. Faktor koreksi diambil sesuai daya yang ditransmisikan, untuk daya normal faktor koreksi yang diambil 1.0-1.5, daya maksimum yang diperlukan fc 0.8-1.2, dan daya rata-rata yang diperlukan fc 1.2-2.0. Pd = fc x P .............................................................................................(12) Dimana: Pd = daya rencana (kW) fc = faktor koreksi P = daya yang ditransmisikan (kW) Momen puntir juga merupakan sebuah momen rencana sehingga besarnya dipengaruhi Pd dan dihitung dengan persamaan T = 9.74 x 105 x Pd/n1 .......................................................................... (13) Dimana: T = momen puntir rencana (kg.mm) n1 = kecepatan putar poros (rpm) Pd = daya rencana (kW) Bila momen rencana dibebankan pada suatu diameter poros, maka tegangan geser yang terjadi adalah τ=
T = 5.1 x T ........................................................................(14) (πds3/16) d s3
Dimana: τ
= tegangan geser (kg/mm2)
T = momen puntir rencana (kg.mm) ds = diameter poros (mm)
29
Sesuai dengan standar ASME batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik (σB), sehingga faktor keamanan (Sf1) yang diambil sebesar 1/0.18 = 5.6 untuk bahan SF. Untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan faktor keamanan yang diambil 6.0. Dalam perencanaan pengaruh kekasaran permukaan perlu diperhatikan, maka di dalam perhitungan diambil faktor yang dinyatakan sebagai Sf2 sebesar 1.3-3.0. τ a = σB/(Sf1 x Sf2) ................................................................................ (15) Dimana: τa = tegangan geser yang diizinkan (kg/mm2) σB = kekuatan tarik (kg/mm2) Sf1 = faktor keamanan pengaruh masa Sf2 = faktor keamanan pengaruh kekerasan permukaan Faktor koreksi untuk momen puntir dinyatakan dengan Kt yang dipilih sebesar 1.0 jika beban dikenakan secara halus, 1.0-1.5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1.5-3.0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar. Untuk kemungkinan adanya beban lentur maka dapat dipertimbangkan pemakaian faktor Cb dengan nilai antara 1.22.3, dan jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur Cb yang diambil 1.0. Dari persamaan 14 diameter poros dapat dihitung menggunakan persamaan ds = (5.1/ τ a x Kt x Cb x T)1/3 ............................................................... (16) Dimana: ds = diameter poros (mm) τa = tegangan geser yang diizinkan (kg/mm2) Kt = faktor koreksi untuk momen puntir Cb = faktor lenturan Bahan poros yang digunakan untuk mesin penyosoh juwawut adalah S45C yang merupakan baja karbon konstruksi mesin dengan kadar karbon 0.45%. Pemilihan poros cukup baik karena tidak berbeda jauh dengan analisa pemilihan (lampiran 7), dengan bahan S45C diameter poros sebesar 15 mm dan poros yang digunakan berdiameter 26.5 mm.
30
2. Sabuk-V dan Puli Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dan arah putaran yang sama. Sabuk-V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tipe penampang sabuk-V dsesuai dengan daya rencana dan putaran puli kecil, yaitu terdapat tipe A, B, C, D, dan E. Diameter minimum (dmin) puli dipilih berdasarkan
tipe
penampang sabuk-V. Untuk menentukan diameter luar puli dapat digunakan persamaan 17. Dk = Dp x 2K ........................................................................................ (17) Dimana: Dk = diameter luar puli (mm) Dp = diameter lingkaran jarak bagi puli (mm) K = jarak antara bagian luar dengan bagian dalam puli (mm) Kecepatan sabuk-V diharuskan lebih rendah dari 30 m/s dan jarak sumbu poros harus lebih besar dari jarak bagi diameter luar poros. Nomor nominal sabuk-V dinyatakan dalam panjang kelilingnya dalam inch. L = 2C + π (Dp + dp) + (Dp – dp)2 ........................................................ (18) 2 4C Dimana: L = keliling sabuk-V (mm) C = jarak sumbu poros (mm) Dp = diameter lingkaran jarak bagi puli besar (mm) dp = diameter lingkaran jarak bagi puli kecil (mm) Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal ditentukan oleh tipe penampang dan putaran puli kecil seperti pada lampiran 12. Besarnya kapasitas daya dapat mempengaruhi jumlah sabuk yang akan digunakan. Jarak sumbu poros ditentukan kembali untuk mencari sudut kontak dari sabuk pada alur puli penggerak, dengan daerah penyetelan yang disesuaikan dengan nomor nominal sabuk. Penyetelan jarak poros ke dalam maupun ke luar agar dapat menjaga tegangan yang sesuai pada sabuk. C = b + √b2 – 8(Dp – dp)2 ................................................................... (19) 8 b = 2L – 3.14(Dp + dp) ......................................................................... (20)
31
Dimana: C = jarak sumbu poros (mm) Dp = diameter lingkaran jarak bagi puli besar (mm) dp = diameter lingkaran jarak bagi puli kecil (mm) L = keliling sabuk-V standar (mm) Jumlah sabuk yang relatif banyak akan menyebabkan getaran pada sabuk yang mengakibatkan penurunan efisiensi, sehingga penampang sabuk perlu direncanakan lebih besar. Untuk mengetahui jumlah sabuk dapat diperoleh dengan persamaan N=
Pd ......................................................................................(21) Po x Kθ
Dimana: N = jumlah sabuk Pd = daya rencana (kW) Po = kapasitas transmisi daya (kW) Kθ = faktor koreksi Puli rol penyosoh yang digunakan mesin penyosoh juwawut untuk berputar 750 rpm berdiameter 150 mm. Dalam hal ini puli terlalu kecil dari diameter hasil perhitungan yang bernilai 196 mm, namun tidak terlalu jauh sehingga cukup baik. Penampang tipe A-56 baik untuk digunakan karena kapasitas daya transmisinya sebesar 1.52 kW sehingga cukup untuk daya 0.481 kW yang ditransmisikan motor listrik. Jarak sumbu poros pada saat pengujian sekitar 477 mm dengan nilai yang masih +40 mm
didalam batas toleransi 487-20 mm yang merupakan hasil dari perhitungan. C. Kebutuhan Tenaga untuk Penyosohan Tenaga yang diperlukan untuk penyosohan, antara lain tenaga yang mempengaruhi kualitas sosoh seperti kebutuhan tenaga untuk rol penyosoh. Kebutuhan tenaga dipengaruhi oleh momen torsi dari rol penyosoh dan kecepatan putar poros. T=
MxN 577.552
....................................................................................(22)
32
Dimana: T = tenaga yang dibutuhkan (HP) M = momen torsi (Nm) N = kecepatan putar poros (rpm) Momen torsi merupakan gaya yang terjadi pada suatu jarak tertentu dari poros yang berputar. Nilai dari momen torsi pada penyosohan ditentukan oleh besarnya koefisien gesek, tekanan desak, luas permukaan penyosoh, dan diameter penyosoh. Tekanan desak pada penyosoh terhadap juwawut dapat dihitung dengan persamaan 24. M = z x f x S x A x D/2 ................................................................... (23) S = 9550 x Ts x 2 .........................................................................(24) AxfxDxN Dimana: S = tekanan desak (N/m2) A = luas permukaan penyosoh (m2) z
= jumlah penyosoh
Ts = tenaga pada mesin (kW) f
= koefisien gesek antara juwawut dengan penyosoh = 0.7 (dianggap mendekati sorgum) (Mohsenin, 1996)
D = diameter penyosoh (m) N = kecepatan putar (rpm) Mesin penyosoh juwawut memiliki satu rol penyosoh yang menggesek dan menekan juwawut dengan tekanan desak 712.47 N/m2. Mesin penggiling gabah memiliki satu rol utama dan satu rol pembantu yang homogen dengan kecepatan putar rol pembantu ½ kecepatan putar rol utama. Tekanan desak rol pembantu lebih besar dari rol utama, yaitu 9103.25 N/m2, sedangkan untuk rol utama sebesar 5162.64 N/m2. Tenaga mesin untuk kedua mesin adalah sama yaitu 1 HP atau 0.418 kW. Dan kebutuhan tenaga untuk penyosoh pada mesin penggiling gabah dua kali lipat dari mesin penyosoh juwawut, karena memiliki dua rol penyosoh yang berputar dengan masing-masing rol membutuhkan tenaga yang sama yaitu 6.91 HP. Kebutuhan tenaga penyosoh untuk mesin penyosoh juwawut adalah 6.91 HP.
33
D. Performansi Mesin 1. Kapasitas penyosohan Pengujian mesin penyosoh juwawut rol tunggal dilakukan tanpa merubah kecepatan putar rol penyosoh. Berdasarkan pengujian awal, juwawut yang menghasilkan kualitas yang lebih baik adalah juwawut setelah melalui proses pengeringan atau penyangraian. Juwawut yang digunakan untuk pengujian adalah juwawut KA 11.35% dan 7.67%, karena keduanya sudah melalui proses pengeringan dan memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh atau dekat. Hasil pengujian mesin penyosoh rol tunggal akan dibandingkan dengan mesin penyosoh rol ganda, kedua mesin ini memiliki tipe yang berbeda namun keduanya dapat digunakan untuk menyosoh juwawut. Untuk mesin penyosoh rol tunggal unit penyosohnya terdiri dari satu rol karet yang berputar dan satu permukaan gesek karet yang statis, sedangkan pada mesin penyosoh rol ganda terdapat dua rol karet yang berputar. Pengujian pada mesin rol ganda juwawut yang digunakan hanya juwawut dengan KA 7.67%. Hasil performansi yang diperoleh dari pengujian, antara lain kapasitas penyosohan, rendemen, kualitas penyosohan. Kapasitas penyosohan merupakan kemampuan mesin untuk menghasilkan biji hasil penyosohan dalam waktu tertentu. Untuk mengoperasikan mesin diperlukan minimal dua orang operator karena penyosohan dilakukan lebih dari satu kali lintasan, sehingga waktu yang dibutuhkan akan lebih singkat dibandingkan dengan satu orang operator. Mesin penyosoh rol tunggal memiliki kapasitas 11.46 kg/jam dengan tiga kali lintasan pada KA 11.35% dan 10.69 kg/jam dengan tiga kali lintasan pada KA 7.67%. Kapasitas penyosohan dalam hal ini tidak terpengaruh dengan kadar air dari juwawut. Keahlian dari operator perlu diperhitungkan karena dari beberapa kali pengulangan terjadi perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu tercepat dengan waktu terlama yaitu 93.6 detik. Kapasitas penyosohan oleh mesin penyosoh rol ganda dengan dua kali lintasan sebesar 7.78 kg/jam. Sedangkan pada lintasan pertama kapasitas yang dihasilkan 21.21 kg/jam. Perbedaan yang besar ini
34
menunjukkan pengaruh putaran kedua rol karet yang menyebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan satu rol berputar. Tabel 10. Kapasitas penyosohan biji juwawut KA 11.35%, 3 kali lintasan, mesin penyosoh rol tunggal
1
Berat awal (g) 500
Berat akhir (g) 402
Waktu (detik) 122.5
Kapasitas (kg/jam) 11.81
2
500
407
156.6
9.36
3
500
415
113.2
13.2
Rata-rata
500
408
130.8
11.46
Sampel
Tabel 11. Kapasitas penyosohan biji juwawut KA 7.67%, 3 kali lintasan, mesin penyosoh rol tunggal
1
Berat awal (g) 500
Berat akhir (g) 410
Waktu (detik) 98.9
Kapasitas (kg/jam) 14.92
2
500
403
147.3
9.84
3
500
391
192.5
7.31
Rata-rata
500
401.3
146.2
10.69
Sampel
Tabel 12. Kapasitas penyosohan biji juwawut KA 7.67%, 2 kali lintasan, mesin penyosoh rol ganda
1
Berat awal (g) 500
Berat akhir (g) 346
Waktu (detik) 178.1
Kapasitas (kg/jam) 6.99
2
500
372
175
7.65
3
500
Rata-rata
500
377 365
156.1 169.7
8.69 7.78
Sampel
Proses penyosohan yang lama disebabkan karena perpindahan juwawut dari tempat penampungan ke hopper yang dilakukan operator tidak dilakukan dengan cepat. Hal tersebut dapat diakibatkan dari kondisi operator yang tidak cekatan atau lelah, selain itu jatuhnya juwawut hasil sosoh ke tempat penampungan tidak dalam waktu yang sama sehingga
35
operator harus menunggu lebih lama ketika juwawut yang jatuh membutuhkan waktu yang panjang. Kemiringan dari saluran primer untuk menyalurkan hasil sosoh dapat menjadi penghambat juwawut saat meluncur ke tempat penampungan. Sudut 25° merupakan sudut curah juwawut dapat bergerak, dan saluran memiliki sudut kemiringan yang lebih tajam untuk memberikan gaya yang besar pada juwawut. Mesin rol ganda memiliki saluran pengeluaran/ primer dengan sudut kemiringan 35°. Kemiringan saluran primer pada mesin penyosoh rol tunggal adalah 25°, sehingga gaya pada biji juwawut sesuai persamaan 25, yaitu F = m x g x sin θ .............................................................................(25) = 0.00339 kg x 98.1 m/s2 x sin 25° = 0.14 N
2. Rendemen Rendemen penyosohan diperoleh dari pembagian berat hasil penyosohan dengan berat awal juwawut yang disosoh. Pada proses penyosohan juwawut KA 7.67% dengan tiga kali lintasan menggunakan mesin rol tunggal rendemen yang dihasilkan adalah 80.3%, untuk dua kali lintasan dan satu kali lintasan masing-masing 82.2% dan 88.6%. Penyosohan pada juwawut KA 11.35% menghasilkan rendemen 81.4% untuk tiga kali lintasan, 89.1% untuk dua kali lintasan, dan 89.9% untuk satu kali lintasan. Penurunan tingkat rendemen terjadi setiap pertambahan jumlah lintasan, dan hal yang sama terjadi pada kapasitas penyosohan yang juga menurun (Lampiran 2). Jumlah lintasan yang semakin banyak menunjukkan juwawut lebih sering mengalami pengikisan sehingga rendemen semakin berkurang. Dalam proses penyosohan gesekan terjadi antara biji dengan rol penyosoh dan permukaan gesek, dan antar butiran juwawut. Selain menimbulkan tekanan pada lapisan kulit juwawut juga pada lapisan endosperm biji juwawut. Gesekan yang diterima butiran juwawut dapat menimbulkan panas yang menyebabkan butiran tersosoh dan pecah, semakin banyak butiran yang pecah mengakibatkan rendemen yang kecil.
36
92
Rendemen (%)
90 88 86 84
KA 7.67%
82
KA 11.35%
80 78 76 74 1
2
3
Jumlah lintasan
Gambar 13. Hubungan jumlah lintasan dengan rendemen penyosohan mesin penyosoh rol tunggal Kadar air mempengaruhi kerapuhan pada butiran juwawut. Kadar air juwawut yang lebih rendah, yaitu 7.67%, memiliki rendemen yang lebih kecil dibandingkan juwawut KA 11.35%. Juwawut dengan kadar air yang rendah memiliki kerapuhan yang tinggi, sehingga selain lebih mudah dalam pengelupasan sekam dari biji juga lebih mudah terkikis dibandingkan juwawut berkadar air tinggi. Tabel 13. Rendemen penyosohan juwawut KA 7.67% Mesin
Berat awal (g)
Berat akhir (g)
Rendemen (%)
MP1*
500
401.3
80.3
MP2**
500
365.0
73.0
* Mesin penyosoh tipe rol tunggal, 3 kali lintasan ** Mesin penggiling tipe rol ganda, 2 kali lintasan
Rendemen seperti halnya pada kapasitas, besarnya dipengaruhi oleh berat total hasil penyosohan, dengan tekanan desak yang tinggi menyebabkan juwawut banyak yang tersosoh sekaligus pecah sehingga rendemen menjadi kecil. Nilai rendemen yang dihasilkan mesin rol ganda lebih kecil bila dibandingkan dengan mesin penyosoh rol tunggal, yaitu
37
73.0%. Jarak antar penyosoh yang terlalu kecil juga dapat menyebabkan juwawut mudah pecah.
3. Derajat sosoh Kualitas penyosohan ditunjukkan oleh kondisi juwawut hasil penyosohan, yaitu juwawut yang utuh, pecah, tersosoh dan tidak tersosoh. Kualitas penyosohan yang baik, yaitu penyosohan yang menghasilkan juwawut tersosoh dan utuh yang tinggi serta persentase juwawut tidak tersosoh dan pecah yang rendah. Pada penyosohan ini hasil yang dikeluarkan adalah biji hasil penyosohan dan sekam. Sekam seluruhnya terhisap oleh blower sedangkan biji hasil penyosohan jatuh ke penampungan. Biji hasil penyosohan dipisahkan berdasarkan kualitasnya, antara lain biji utuh, biji pecah, dan biji tidak tersosoh.
(a) Biji utuh tersosoh
(b) Biji pecah
(c) Biji tidak tersosoh
(d) Sekam
Gambar 14. Hasil penyosohan Dengan dilakukan penyosohan melalui tiga kali lintasan membuktikan bahwa penyosohan tiga kali lintasan menghasilkan biji utuh tertinggi yaitu 94.2% untuk juwawut KA 11.35%. Biji tidak tersosoh paling rendah juga terdapat dari hasil penyosohan tiga kali penyosohan sebesar 2.9%, namun banyak terdapat biji yang pecah karena seringnya mengalami gesekan.
38
(a) KA 11.35%
(b) KA 7.67%
Gambar 15. Biji utuh tersosoh menggunakan mesin penyosoh rol tunggal Juwawut KA 7.67% memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan juwawut KA 11.35%, yaitu biji utuh 94.3%, biji tidak tersosoh 2.7% dan biji pecah 3%. Kadar air yang lebih rendah memberikan hasil yang lebih baik walaupun dengan menggunakan mesin rol tunggal ini pengaruh kadar air tidak besar. Kualitas yang terlihat berbeda antara juwawut KA 7.67% dengan KA 11.35% adalah warna biji tersosoh yang dihasilkan. Biji utuh tersosoh dengan KA 7.67% memiliki biji yang lebih bersih dengan warna kuning muda terang, sedangkan biji KA 11.35% warnanya lebih gelap dan cenderung keabu-abuan. Tabel 14. Kualitas sosoh proses penyosohan juwawut Koalitas penyosohan
KA 7.67%
KA 11.35%
MP1*
MP2**
MP1*
Biji utuh (%)
94.3
95.5
94.2
Biji pecah (%)
3.0
3.1
2.9
Biji tidak tersosoh (%)
2.7
1.4
2.9
* Mesin penyosoh tipe rol tunggal, 3 kali lintasan ** Mesin penggiling tipe rol ganda, 2 kali lintasan
Untuk menghasilkan kualitas penyosohan yang baik proses penyosohan pada mesin penyosoh tipe rol ganda dilakukan sampai dua kali lintasan. Dari tabel 14 menunjukkan mesin penyosoh rol ganda menghasilkan biji utuh yang tinggi yaitu sebesar 95.5%. Penggunaan juwawut dengan KA 7.67% menjadikan proses penyosohan lebih mudah. Dengan derajat sosoh yang tinggi dibandingkan dengan penyosohan
39
menggunakan mesin penyosoh tipe rol tunggal sekitar 3.1%, biji utuh tersosoh yang dihasilkan tetap lebih besar. Hasil ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah biji yang tidak tersosoh, yaitu 1.4%. Dan juga menghasilkan butiran biji yang tersosoh lebih bersih dan berwarna terang bahkan jika dibandingkan dengan penyosohan juwawut KA 7.67% dengan mesin penyosoh rol tunggal. Besarnya biji yang pecah dapat disebabkan karena jarak sosoh yang terlalu kecil. Pada lampiran 3, hasil biji tidak tersosoh di lintasan pertama jauh lebih besar dibandingkan lintasan kedua. Di awal lintasan operator umumnya memasukkan juwawut ke dalam hopper dengan cepat sehingga juwawut terdorong juwawut lain dari atas sebelum tersosoh dengan baik. Namun, dengan kondisi biji pecah dalam jumlah yang besar, hasil biji utuh tersosoh yang didapatkan lebih bersih dengan warna kuning yang lebih terang dengan menggunakan mesin penyosoh rol ganda.
C. Kebutuhan Daya Mesin dan Efisiensi Motor Listrik Daya yang dibutuhkan mesin untuk beroperasi dalam proses penyosohan dapat diketahui dengan mengukur arus yang keluar pada saat mesin tanpa beban dan mendapatkan beban. Dengan menggunakan persamaan 11 daya yang dibutuhkan dapat dihitung seperti dalam tabel 15. Tabel 15. Kebutuhan daya mesin penyosoh rol tunggal Ulangan
Voltase (V)
1 2 3
380
Io (A)
Ib (A)
Ib (A) - Io (A)
Daya (W)
Effisiensi (%)
1.1
1.3
0.2
228
15.38
1.2
1.5
0.3
342
23.08
1.1
1.7
0.6
684
46.15
Daya yang diperlukan untuk penyosohan beragam karena arus yang tersalurkan tidak stabil antara 1.1 A – 1.7 A. Motor listrik 3 fasa sebagai sumber tenaga penggerak menggunakan listrik AC yang merupakan arus listrik bolak-bolak dan besaran arusnya berubah setiap saat. Daya penyosohan rata-rata yang diperlukan mesin yaitu 418 W. Untuk penyosohan terhadap
40
kadar air yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan daya yang dibutuhkan karena beban penyosohan masih terhitung ringan. Arus listrik yang disuplai ke motor listrik pada saat tidak dihubungkan dengan sistem transmisi sebesar 1.3 A, sehingga daya yang dikeluarkan pada saat beban kosong adalah 1482 W. Dengan mengetahui daya beban kosong dapat dicari effisiensi kerja dari motor listrik yaitu membandingkan antara daya yang dibutuhkan dengan daya pada saat beban kosong. Effisiensi motor listrik rata-rata sebesar 28.20% menunjukkan daya yang digunakan 28.20% dari suplai daya listrik. Penggunaan motor listrik 3 fasa yang memiliki daya yang besar tidak efisien untuk kebutuhan daya mesin yang jauh lebih kecil. Nilai efisiensi ini merupakan persentase dari penggunaan listrik oleh motor listrik, bukan nilai effisiensi tenaga mesin penyosoh. Efisiensi tenaga penyosoh didapat dari hasil perbandingan kecepatan rol penyosoh dengan kecepatan putar mesin. Tabel 16. Fluktuasi RPM dengan beban Lintasan ke-
Kecepatan rol penyosoh MP1* (rpm)
Kecepatan rol utama MP2** (rpm)
KA 11.35%
KA 7.67%
KA 7.67%
1
745.33
739.50
1044.5
2
743.85
743.93
1030.67
3
731.58
729.48
-
* Mesin penyosoh rol tunggal ** Mesin penyosoh rol ganda
Fluktuasi RPM rol penyosoh pada mesin penyosoh rol tunggal tidak terlalu besar berkisar antara 725 rpm – 752 rpm. Kecepatan putar mesin pun bervariasi antara 1443 rpm – 1479 rpm. Perubahan pada kecepatan putar ini disebabkan karena beban yang masuk tidak stabil, sehingga kecepatan cenderung meningkat saat beban bertambah dan kecepatan menurun saat beban kecil. Hal yang sama juga terjadi pada mesin penyosoh rol ganda yang memiliki kecepatan putar mesin 1460 rpm.
41
Efisiensi tenaga penggerak (%)
75.00 71.54
70.00
70.59
65.00 MP1* 60.00
MP2**
55.00 50.33
50.03
50.00
49.36
45.00 1
2
3
Lintasan keKet.: * Mesin penyosoh rol tunggal ** Mesin penyosoh rol ganda
Gambar 16. Hubungan efisiensi tenaga penggerak dengan lintasan penyosohan, KA 7.67% Efisiensi tenaga penggerak untuk mesin penyosoh juwawut sebesar 49.91%, yaitu efisiensi dari keseluruhan proses penyosohan dengan tiga kali penyosohan. Nilai efisiensi yang lebih kecil dibandingkan efisiensi tenaga penggerak mesin penyosoh rol ganda dengan dua kali lintasan yaitu 71.07%.
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Pengujian penyosohan juwawut menggunakan mesin penyosoh tipe rol tunggal dan mesin penyosoh tipe rol ganda. Untuk mesin penyosoh rol tunggal, juwawut yang dipakai memiliki kadar air yang berbeda yaitu 11.35% dan 7.67%. Mesin penyosoh rol ganda hanya memakai juwawut yang berkadar air 7.67%. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian ini adalah: 1. Mesin penyosoh rol tunggal dan mesin penyosoh rol ganda beroperasi dalam kondisi yang baik dengan efisiensi penyosohan masing-masing sebesar 81.3% dan 73%, serta derajat sosoh yang memenuhi standar yaitu lebih dari 90%. 2. Kapasitas penyosohan juwawut pada KA 11.35% dengan mesin penyosoh rol tunggal sebesar 11.46 kg/jam merupakan kapasitas yang terbesar, kapasitas terkecil adalah 7.78 kg/jam pada penyosohan juwawut menggunakan mesin penyosoh rol ganda. Dengan mesin penyosoh rol tunggal, kapasitas terkecil pada KA 7.67% sebesar 10.69 kg/jam. 3. Rendemen penyosohan mesin penyosoh rol tunggal dengan juwawut KA 11.35% adalah yang terbesar yaitu 81.4% dan rendemen terkecil juga dimiliki oleh mesin penyosoh rol ganda sebesar 73.0%. 4. Mesin penyosoh rol ganda menghasilkan kualitas hasil penyosohan yang paling baik dengan persentase biji utuh 95.5%, biji pecah 3.1%, dan biji tidak tersosoh 1.4%. Pada mesin penyosoh rol tunggal hasil terbaik terjadi untuk penyosohan juwawut KA 7.67% dengan biji utuh 94.3%, biji pecah 3.0%, dan biji tidak tersosoh 2.7%. 5. Efisiensi motor listrik untuk mesin penyosoh rol tunggal adalah 46.15%. 6. Efisiensi tenaga penggerak untuk mesin penyosoh rol ganda adalah 70.59% dan mesin penyosoh rol tunggal 49.36% untuk KA 7.67% dan 49.50% untuk KA 11.35%.
43
7. Penyosohan juwawut yang optimum dihasilkan dengan menggunakan mesin penyosoh rol ganda dengan pertimbangan perlunya pengaturan ulang pada jarak sosoh agar sedikit lebih lebar.
B. Saran Hal yang disarankan untuk perbaikan antara lain: 1. Dalam penyosohan juwawut unit penyosohan pada mesin penyosoh rol tunggal sebaiknya dapat digunakan rol karet ganda untuk meningkatkan tekanan desak. 2. Jika tetap menggunakan satu rol penyosoh pada mesin penyosoh rol tunggal, luas permukaan gesek lebih baik diperkecil agar juwawut yang tergesek tidak berpencar melainkan berkumpul dan memberikan gaya gesek yang lebih besar. 3. Pada ruang penyosohan, bagian bawah ruang penyosohan mesin penyosoh rol tunggal yang rata sebaiknya dibuat miring agar tidak banyak juwawut yang tertinggal di dalam mesin. 4. Operator memperhatikan kecepatan pada saat memasukkan juwawut ke dalam hopper secara perlahan dan stabil agar tidak terlalu cepat yang menyebabkan juwawut banyak tidak tersosoh ataupun terlalu lambat sehingga kapasitas kerja mesin berkurang.
44
DAFTAR PUSTAKA Albin, R., Drake, C. 1971. Sorghum grain can be improved. In The Grain Sorghum Research and Utilization Conference. Grain Sorghum Producers Association. Texas. Andoko, Agus. 2001. Bertanam Milet untuk Pakan Burung. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Araullo, E. V., D. B. Padua and M. Graham. 1976. Rice Post Harvest Technology. International Development Research Centre. Jakarta. Darajat, M.Y. 2008. Rancang Bangun Mesin Penyosoh Biji Hotong (Setaria italica (L) Beauv) Tipe Abrassive Roll. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Daywin, F.J. et.al. 1980. Motor Bakar dan Traktor Pertanian. Jurusan Keteknikan Pertanian. IPB. Bogor. Dwinanda, Reiny. 2004. Jalan Panjang Menuju Ketahanan Pangan. Republika Online. http://www.psda.jawatengah.go.id/Artikel/ketahanan.htm. 17 Februari 2008. Esmay, M., Soemangat, Eriyatno Allan Philips. 1979. Rice Post Production in The Tropica. The University Press Hawai. Honolulu. Food and Agriculture Policy Research Center. 1995. Science of The Rice Plant. Vol. 2 – Physiology. Takane Matsuo, dkk. (Ed.). Food and Agriculture Policy Research Center. Tokyo. Goldsworthy, Peter R. dan N. M. Fisher. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Harper, L. J,, B. J. Deaton, dan J. Driskel. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian. (Terjemahan). UI-Press. Jakarta. Kharisun, Agus. 2003. Uji Performansi Mesin Perontok Hotong (Setaria italica (L.) Beauv) Pada Berbagai Ukuran Puli. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Magdalena, Merry. Alam Masih Jadi Fokus Penelitian Ilmuwan. Sinar Harapan. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0510/05/ipt02.html. 17 Februari 2008. Mohsenin, N.N. 1996. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon and Breach Science Pub. New York.
45
Nuryati, Ratna. 2008. Uji Performansi Mesin Penyosoh Juwawut (Setaria italica (L.) P. Beauv) Tipe Abrassive Roll. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Patiwiri, Abdul Waries. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Prohati. 2007. Keanakaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia. http://www.kehati.or.id/prohati/browser.php?docsid=233. 17 Februari 2008. Prosea. 1996. Plant Resources of South-East Asia 10 : Cereals. Grubben, et.al. (Ed.). Backhuys Publishers. Leiden. Purwadaria, H.K. 1980. Pengolahan Sorgum Terutama Pada Penyosohannya. IPB. Bogor. Sularso dan Kyosatsu Suga. 1978. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Sutanto. 2006. Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Uji performansi mesin.
Karakteristik teknik
Uji pada KA 7.67%
Uji pada KA 11.35%
MP1*
MP2**
MP1*
1460
1478
1478
1028
750
750
583
-
-
-
2250
2250
0.134
0.144
0.144
Kecepatan linier rol pembantu (m/s)
0.076
-
-
Kapasitas (kg/jam)
7.78
10.69
11.46
Rendemen (%)
73.0
80.3
81.4
a. Utuh (%)
95.5
94.3
94.2
b. Pecah (%)
3.1
3.0
2.9
c. Tidak tersosoh (%)
1.4
2.7
2.9
Daya (Watt)
418
418
418
-
46.15
46.15
70.59
49.36
49.50
Kecepatan putar motor listrik (rpm) Kecepatan putar rol penyosoh/utama (rpm) Kecepatan putar rol pembantu (rpm) Kecepatan putar blower (rpm) Kecepatan linier rol penyosoh utama (m/s)
Kualitas:
Efisiensi motor listrik (%) Efisiensi tenaga penggerak (%) * Mesin penyosoh tipe rol tunggal ** Mesin penggiling tipe rol ganda
48
Lampiran 2. Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan menggunakan mesin penyosoh (single roll). Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan biji juwawut KA 11.35% dengan tiga kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 402 407 415 408
Waktu (detik) 122.5 156.6 113.2 130.8
Kapasitas (kg/jam) 11.81 9.36 13.2 11.46
Rendemen (%) 80.4 81.4 83 81.4
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 94.6 2.5 2.9 94.2 3.0 2.8 93.9 3.2 2.9 94.2 2.9 2.9
Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan biji juwawut KA 11.35% dengan dua kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 437 445 454 445.3
Waktu (detik) 78 121.6 117.6 105.7
Kapasitas (kg/jam) 20.17 13.17 13.9 15.75
Rendemen (%) 87.4 89 90.8 89.1
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 91.6 1.5 6.9 90.2 2.7 7.1 91.4 1.6 7.0 91.1 1.9 7.0
Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan biji juwawut KA 11.35% dengan satu kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 444 457 447 449.3
Waktu (detik) 71.2 87.7 57.9 72.3
Kapasitas (kg/jam) 22.45 18.76 27.79 21.33
Rendemen (%) 88.8 91.4 89.4 89.9
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 38.7 1.5 59.8 39.4 0.6 60.0 40.2 1.0 58.8 39.4 1.0 59.5
49
Lanjutan lampiran 2. Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan biji juwawut KA 7.67% dengan tiga kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 410 403 391 401.3
Waktu (detik) 98.9 147.3 192.5 146.2
Kapasitas (kg/jam) 14.92 9.84 7.31 10.69
Rendemen (%) 82 80.6 78.2 80.3
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 94.7 2.5 2.8 94.0 3.3 2.7 94.1 3.2 2.7 94.3 3.0 2.7
Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan biji juwawut KA 7.67% dengan dua kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 408 417 408 411
Waktu (detik) 110 105 89.8 101.6
Kapasitas (kg/jam) 13.35 14.30 16.36 14.67
Rendemen (%) 81 83.4 81.6 82.2
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 91.8 1.4 6.8 91.0 2.0 7.0 91.6 1.5 6.9 91.5 1.6 6.9
Kapasitas, rendemen, dan kualitas penyosohan biji juwawut KA 7.67% dengan satu kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 445 443 441 443
Waktu (detik) 75.1 65.7 47.1 62.6
Kapasitas (kg/jam) 21.33 24.27 33.71 26.44
Rendemen (%) 89 88.6 88.2 88.6
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 40.3 1.0 58.7 39.2 0.7 60.1 40.9 1.4 57.7 40.1 1.0 58.8
50
Lampiran 3. Kapasitas, rendemen, kualitas penyosohan menggunakan mesin penggiling (double roll). Kapasitas, rendemen, kualitas penyosohan biji juwawut KA 7.67% dengan dua kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 346 372 377 365
Waktu (detik) 178.1 175 156.1 169.7
Kapasitas (kg/jam) 6.99 7.65 8.69 7.78
Rendemen (%) 69.2 74.4 75.4 73
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 95.5 3.0 1.5 95.8 3.2 1.0 95.3 3.1 1.5 95.5 3.1 1.4
Kapasitas, rendemen, kualitas penyosohan biji juwawut KA 7.67% dengan satu kali lintasan. Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Berat biji awal (g) 500 500 500 500
Berat biji akhir (g) 412 411 408 410.3
Waktu (detik) 70 65.4 74.1 69.8
Kapasitas (kg/jam) 21.19 22.62 19.82 21.21
Rendemen (%) 82.4 82.2 81.6 82.07
Kualitas penyosohan (%) Utuh Pecah Tidak tersosoh 91.3 2.0 6.7 90.9 2.1 7.0 91.1 2.0 6.9 91.1 2.0 6.9
51
Lampiran 4. Dimensi rangkaian unit mesin.
Mesin penyosoh tipe rol tunggal No.
Nama unit mesin
Tinggi (mm)
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Rangka
Mesin
Seluruhnya
Keterangan
1.
Hopper
162
107
-
143
143
2.
Ruang penyosoh juwawut
355
165
228
303
531
3.
a. Cerobong penyaluran sekam ke blower
88
-
-
-
-
Ø 65.1 mm
b. Cerobong penerimaan sekam
159.2
-
-
-
-
Ø 65.32 mm
4.
Saluran biji tersosoh
110
50
-
151
151
5.
Cerobong pembuangan sekam
249
233
34
-
34
6.
Unit blower 3”
233
-
34
180
214
7.
Seluruh unit
604
374
228
446
674
Ø 100 mm
Mesin penggiling tipe rol ganda No. 1. 2.
Nama unit mesin Hopper Ruang penyosoh juwawut
Tinggi (mm)
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Rangka
Mesin
Seluruhnya
131
111
-
164
164
278
131
-
327
327
490
460
-
751
751
3.
Badan mesin
4.
Saluran biji tersosoh
-
73
-
-
-
5.
Siklon
-
-
-
853
853
6.
Unit blower 3”
7.
Seluruh unit
1242
1242
Keterangan
A 35°
131
-
52
Lampiran 5. Susunan puli transmisi mesin.
Mesin penyosoh tipe rol tunggal No. 1.
Uraian
Diameter (mm)
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Jumlah alur / sabuk-V
80
-
20
1 alur untuk sabuk-V Sabuk-V 1 buah
Puli motor penggerak dihubungkan dengan pulley rol penyosoh: - Puli motor penggerak - Sabuk-V (A-56)
2.
-
-
-
- As puli motor penggerak
18.7
-
-
- Puli As rol penyosoh
150
-
22
- As rol penyosoh
26.5
368.5
-
150
-
22
1 alur untuk sabuk-V
-
-
-
Sabuk-V 1 buah
50
-
20
1 alur untuk sabuk-V
Diameter (mm)
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Jumlah alur / sabuk-V
40
-
-
1 alur untuk sabuk-V
-
-
-
Sabuk-V 1 buah
- Puli As rol pembantu
100
-
-
1 alur untuk sabuk-V
- As rol utama
25
-
-
- Puli As rol utama
50
-
-
- As rol pembantu
25
-
-
1 alur untuk sabuk-V
Transmisi dari As rol penyosoh ke blower: - Puli As rol penyosoh - Sabuk-V (A-34) - Puli blower
Mesin penggiling tipe rol ganda No. 1.
Uraian Pulley motor penggerak dihubungkan dengan pulley rol penyosoh: - Puli motor penggerak - Sabuk-V (A-70)
1 alur untuk sabuk-V
53
Lampiran 6. Perhitungan kebutuhan tenaga penyosohan.
Mesin penyosoh tipe rol tunggal S = 9550 x Ts x 2 = 9550 x 0.418 x 2 = 712.47 N/m2 AxfxDxN 0.097020 x 0.7 x 0.22 x 750 M = z x f x S x A x D/2 = 1 x 0.7 x 712.47 x 0.097020 x 0.22/2 = 5.33 Nm T =
M x N = 5.33 x 750 = 6.91 HP 577.552 577.552
Mesin penggiling tipe rol ganda a. Rol utama S = 9550 x Ts x 2 AxfxDxN
=
9550 x 0.418 x 2 = 5162.64 N/m2 0.014327 x 0.7 x 0.15 x 1028
M = z x f x S x A x D/2 = 1 x 0.7 x 5162.64 x 0.014327 x 0.15/2 = 3.88 Nm T =
M x N = 3.88 x 1028 = 6.91 HP 577.552 577.552
b. Rol pembantu S = 9550 x Ts x 2 AxfxDxN
=
9550 x 0.418 x 2 = 9103.25 N/m2 0.014327 x 0.7 x 0.15 x 583
M = z x f x S x A x D/2 = 1 x 0.7 x 9103.25 x 0.014327 x 0.15/2 = 6.85 Nm T =
M x N = 6.85 x 583 = 6.91 HP 577.552 577.552
54
Lampiran 7. Perhitungan pemilihan poros (mesin penyosoh tipe rol tunggal). 1. P = 0.418 kW, n1 = 1478 rpm 2. fc = 1.4 3. Pd = 1.4 x 0.418 = 0.585 kW 4. T = 9.74 x 105 x 0.585 = 385.5 kgmm 1478 5. S45C, σB = 58 kg/mm2, Sf1 = 6, Sf2 = 2 6. τa = 58 / (6 x 2) = 4.83 kg/mm2 7. Cb = 2, Kt = 1.5 8. ds = (5.1/4.83 x 2 x 1.5 x 385.5)1/3 = 10.69 mm diameter poros ds = 15 mm 9. Anggaplah diameter bagian yang menjadi tempat bantalan = 17 mm Jari-jari filet = (17 – 15)/2 = 1 mm Alur pasak 5 x 3 x filet 0.4 10. Konsentrasi tegangan pada poros bertangga adalah 1.0/15 = 0.067, 17/15 = 1.13, β = 1.5 Konsentrasi tegangan pada poros dengan alur pasak adalah 0.4/15 = 0.027, α = 2.4, α > β 11. τ = 5.1 x 385.5/153 = 0.58 kg/mm2 12. τa x Sf2 = 4.83 x 2 = 4.025 α 2.4 τ x Cb x Kt = 0.58 x 2 x 1.5 = 1.74, τa x Sf2 > τ x Cb x Kt, baik α 13. Jadi: ds = 15 mm bahan poros S45C Diameter poros: ø 15 x ø 17 Jari-jari filet 1 mm Pasak: 5 x 5 Alur pasak: 5 x 3 x 0.4
55
Lampiran 8. Perhitungan pemilihan sabuk-V (mesin penyosoh tipe rol tunggal). 1. P = 0.418 kW, n1 = 1478 rpm, i ≈ 1478/750 ≈ 1.97, C = 477 mm 2. fc = 1.4 3. Pd = 1.4 x 0.418 = 0.585 kW 4. T1 = 9.74 x 105 x 0.585 = 385.5 kg.mm 1478 5 T2 = 9.74 x 10 x 0.585 = 759.7 kg.mm 750 5. Bahan poros S45C, σB = 58 kg/mm2 Sf1 = 6, Sf2 = 2 τa = 58 / (6 x 2) = 4.83 kg/mm2 Cb = 2 Kt = 1.5 6. ds1 = (5.1/4.83 x 2 x 1.5 x 385.5)1/3 = 10.7 mm Æ 11 mm ds2 = (5.1/4.83 x 2 x 1.5 x 759.7)1/3 = 13.4 mm Æ 15 mm 7. Penampang sabuk-V: tipe A 8. dmin = 95 mm 9. dp = 95 mm, Dp = dp x i = 95 x 1.97 = 187.15 mm dk = 95 + (2 x 4.5) = 104 mm Dk = 187.15 + (2 x 4.5) = 196.15 mm 5/3 ds1 + 10 = 28 Æ dB = 30 mm 5/3 ds2 + 10 = 35 Æ dB = 40 mm 10. v = 3.14 x 95 x 1478 = 7.35 m/s 60 x 1000 11. 7.35 m/s < 30 m/s, baik 12. C – dk + Dk = 477 – 104 + 196.15 = 329.92 mm, baik 2 2 13. Dipakai tipe standar. Po = (1.31 + (1.43 – 1.31) 78/200) + (0.15 + (0.18 – 0.15) 78/200) = 1.52 kW (nilai Po tidak terdapat dalam tabel kapasitas daya transmisi pada Lampiran 12, maka dihitung menggunakan interpolasi)
56
Lanjutan lampiran 8. 14. L = 2x477 + (1.57 x (95 + 187.15)) + (187.15 – 95)2 = 1401.43 mm 4 x 477 15. (Dari nilai L yang didapat tentukan nomor nominal sabuk-V yang mendekati) Nomor nominal sabuk-V: No. 56, L = 1422 mm 16. b = 2x1422 – 3.14 (187.15 – 95) = 1958.05 mm C = 1958.05 + √1958.052 – 8(187.15 – 95)2 8
= 487 mm
17. θ = 180 – 57 (187.15 – 95) = 169.2° Æ Kθ = 0.97 487 18. N = 0.585 / (1.52 x 0.97) = 0.39 Æ 1 buah 19. ΔCi = 20 mm, ΔCt = 40 mm Sabuk-V yang digunakan: Tipe A, No. 56, sebanyak 1 buah Puli: diameter luar puli kecil (dk) = 95 mm diameter luar puli besar (Dk) = 196 mm lubang poros 11 mm, 15 mm +40 mm
jarak sumbu poros 487-20 mm
57
Lampiran 9. Ukuran pasak dan alur pasak
58
Lampiran 10. Faktor konsentrasi tegangan α untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yang diberi filet
59
Lampiran 11. Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet.
60
Lampiran 12. Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk tunggal, Po (kW)
61
Lampiran 13. Gambar piktorial mesin penyosoh tipe rol tunggal
62
Lampiran 14. Gambar dua dimensi mesin penyosoh tipe rol tunggal
63
Lampiran 15. Gambar piktorial mesin penyosoh tipe rol ganda
64
Lampiran 16. Gambar dua dimensi mesin penyosoh tipe rol ganda
65