Uji Toksisitas LC95 Ekstrak Daun Datura metel L., Datura stramonium L. dan Brugmansia suaveolens L. Terhadap Larva Aedes aegypti
Tiurlina*), Yulita Nurchayati **) , Sikni Retno K***) *) Alumnus Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar FMIPA UNDIP ***) Staf Pengajar Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Cone-shaped plant is one plant used as insecticide and larvaside. It has various toxicity which different to test insect. Purpose of the research is to compare toxicity of 3 cone-shaped types of Datura metel L., Datura stramonium L. and Brugmansia suaveolens L. to mosquito larva of A. aegypti, and also to know effective concentration at least from that cone-shaped plant to the mosquito larva of A.egypti. The research consists of 7 groups of treatment and it is given 10 Aedes aegypti larva every treatment with 4 repetition. 1st-5th group are given extract treatment of Datura metel L. leaves, Datura stramonium L, and Brugmansia suaveolens L. with the contents of 1%; 1.5%; 2%; 2.5%; and 3%. 6th group (negative control) is given treatment of aquades and 7 th group (positive control) is given treatment of abate SG 1% . The results show that Datura stramonium L. has the highest toxicity than Datura metel L. and Brugmansia suaveolens L. The minimum effective letal concentration (LC95) of each cone-shaped type (Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L.) is the range between 1.5%-2%; 2.5%; and 2.5%-3%. It is necessary to conduct toxicity test for each contents (hyosciamine, scopolamine, and atropine) which is the most toxic to A. aegypti larva. Besides it requires a study of side effect of alkaloid contained in the leaves of Datura metel L., Datura stramonium L., and Brugmansia suaveolens L., if it applies in fresh water place and fishpond
ABSTRAK Tumbuhan kecubung merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida maupun larvasida. Tumbuhan tersebut memiliki banyak jenis dengan toksisitas yang berlainan terhadap serangga uji. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan toksisitas 3 jenis kecubung yaitu Datura metel L., Datura stramonium L. dan Brugmansia suaveolens L. terhadap larva nyamuk A. aegypti, serta untuk mengetahui konsentrasi efektif minimal dari kecubung tersebut terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini terdiri dari 7 kelompok perlakuan dan setiap perlakuan diberi 10 ekor larva Aedes aegypti dengan 4 ulangan. Kelompok 1-5 masing-masing diberi perlakuan ekstrak daun Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L. dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; dan 3%. Kelompok 6 (kontrol negatif) diberi perlakuan dengan akuades dan kelompok 7 (kontrol positif) diberi perlakuan dengan abate SG 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Datura stramonium L. mempunyai toksisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan Datura metel L. dan Brugmansia suaveolens L. Konsentrasi letal efektif (LC95) minimal masing-masing jenis kecubung (Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L.) adalah berkisar antara 1,5%-2%; 2,5%; dan berkisar antara 2,5%3%. Perlu dilakukan uji toksisitas untuk masing-masing kandungan (hiosiamin, skopolamin, dan atropin) yang paling toksik terhadap larva Aedes aegypti. Selain itu perlu kajian tentang efek samping alkaloida yang terkandung dalam ekstrak daun Datura metel L., Datura stramonium L., dan Brugmansia suaveolens L., bila diaplikasikan pada tempat air minum dan kolam ikan.
PENDAHULUAN Demam berdarah dengue merupakan salah satu masalah kesehatan di negara Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meluas penyebarannya hampir ke seluruh pelosok daerah. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari penderita kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. 1) Pemberantasan demam berdarah dengue dapat dilakukan dengan memberantas vektor penyebabnya dan pencegahan dapat dilakukan dengan penggunaan vaksin. Insektisida digunakan untuk pemberantasan nyamuk dewasa maupun terhadap larva nyamuk A. aegypti. Pemberantasan larva nyamuk A. aegypti umumnya dilakukan dengan pemberian abate SG 1%. 1) Abate SG 1% merupakan salah satu contoh dari insektisida organofosfat. Penggunaan insektisida organofosfat juga bisa menimbulkan dampak negatif yaitu keracunan ringan, sedang, maupun berat. Keracunan ringan ditandai dengan gejala nonspesifik seperti rasa lelah atau lesu, badan terasa sakit, sakit kepala. Keracunan sedang ditandai dengan gejala ringan yang diperparah dengan mengecilnya pupil mata, otot-otot gemetar, sulit berjalan, serta denyut jantung melambat. Keracunan berat ditandai dengan mengecilnya pupil mata, melemahnya kesadaran, hilangnya reaksi terhadap cahaya, kejang-kejang, paru-paru membengkak, tekanan darah meningkat, dan hilangnya tenaga.2) Oleh karena itu, perlu suatu usaha guna mendapatkan insektisida alternatif yang lebih efektif dalam daya rusaknya, cepat dan mudah terdegradasi dan mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan. Insektisida alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi serangga adalah insektisida alami yang berasal dari senyawa kimia yang terkandung di dalam tumbuhan .Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida alami adalah tumbuhan kecubung.3) Kandungannya yang utama dalam kecubung antara lain alkaloida. Alkaloida tersebut dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison. Peningkatan hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorfosis sehingga serangga akan mati. Kecubung mempunyai beberapa jenis di antaranya Datura metel L, Datura stramonium, Brugmansia suaveolens, Datura ceratocaula, Datura menghitamkan, Datura ferox, Datura inoxia, Datura
quercifolia, Datura wrightii dan lain-lain.4) Spesies kecubung memiliki varietas seperti bunga putih, bunga ganda warna ungu, bunga merah dan bunga hitam. Kecubung yang berbunga putih dianggap lebih toksik dibandingkan kecubung lainnya 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infus 0,5% daun kecubung (Datura metel L.) dapat menghambat kontraksi (menurunkan amplitudo) trakea kelinci yang terpisah secara nyata sedangkan pada pemberian infus 0,1% masih belum efektif untuk menghambat trakea kelinci.5) Toksisitas pada serangga umumnya dinyatakan dengan nilai LC (Lethal consentration). Konsentrasi efektifnya ditunjukkan pada LC95, artinya konsentrasi efektif dari ekstrak yang diujikan mampu membunuh 95% hewan uji. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Uji Toksisitas LC95 Ekstrak Daun D .metel L.,D. stramonium L., dan B. suaveolens L Terhadap Larva Aedes aegypti”. Toksisitas dari kecubungkecubung tersebut akan dibandingkan untuk mengetahui jenis yang paling toksik terhadap larva A. aegypti.
MATERI DAN METODE 1. 2.
Determinasi Tanaman Pengeringan dan Penyiapan Sampel Daun kecubung diambil secara acak, dicuci dengan air mengalir sampai bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung. Ekstrak bahan aktif dari daun kecubung diperoleh dengan cara ekstraksi secara maserasi dengan asam asetat 5% (15-20 bagian). Ekstrak dipanaskan sampai 70ºC, saring dan tambahkan ammonia pekat tetes demi tetes sampai pH menjadi 10. Selanjutnya dipusingkan dan larutan beningnya dibuang. Endapan yang diperoleh dicuci dengan ammonia 1%, dan dipusingkan lagi. Endapannya ditampung, dikeringkan dan ditimbang 6) . Proses ini dilakukan pada tiap konsentrasi yang akan digunakan dalam pengujian maupun dalam uji pendahuluan. 3. Uji pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kisaran konsentrasi yang akan digunakan dalam penelitian. Konsentrasi yang digunakan pada uji
pendahuluan adalah 1%, 2%, dan 3%. Untuk pembuatan konsentrasi 1% diambil hasil ekstrak 1g ditambahkan dengan akuades sampai 100mL. Untuk konsentrasi 2%, 3% dibuat sesuai penimbangan bahannya. Selain itu juga digunakan kontrol negatif yaitu pada uji dengan menggunakan akuades dan kontrol positif yaitu dengan pemberian bubuk abate SG 1%. 4. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Kecubung Pengujian dilakukan dengan menambahkan ekstrak tiap-tiap kecubung dalam tempat hidup larva (pot). Larva yang digunakan sebagai sampel sebanyak 10 ekor dengan 4 ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah: a. P0 = kontrol negatif menggunakan 0% ekstrak daun kecubung (akuades) b. P1 = kontrol positif menggunakan abate SG 1% c. P2 = 1% ekstrak kecubung d. P3 = 1,5% ekstrak kecubung e. P4 = 2% ekstrak kecubung f. P5 = 2,5% ekstrak kecubung g. P6 = 3% ekstrak kecubung
Tabel 1.
5.
6.
Perhitungan LC95\ Data jumlah kematian larva digunakan sebagai dasar untuk perhitungan LC95 guna mengetahui konsentrasi efektif untuk membunuh 95% larva uji. Jumlah kematian larva A. aegypti tiap pot diamati setelah 24 jam. Kemudian LC95 dihitung dengan menggunakan analisis probit dengan taraf kepercayaan 95% 7). Analisa Data Untuk mengetahui korelasi dan membandingkan daya toksisitas antar jenis kecubung, data kematian larva A. aegypti dianalisis dengan statistik parametrik ANOVA faktorial 2 jalur pada taraf kepercayaan 95% program SPSS 8).
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
Hasil penelitian berkaitan dengan uji toksisitas LC95 ekstrak daun D. metel L., D. stramonium L. dan B. suaveolens L. terhadap larva A. aegypti setelah 24 jam disajikan pada Tabel 1. Penelitian terhadap kematian larva A. aegypti dengan pemberian ekstrak daun kecubung dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Rata-rata kematian larva A.aegypti yang diberi perlakuan 3 jenis ekstrak daun kecubung setelah 24 jam. Jenis Tumbuhan
Konsentrasi
1%
4,75abc
Datura stram onium L. 8,25ab
1,5%
8ab
9,75ab
4bc
%
10a
9,25ab
6,75ab
2,5%
10a
9,5ab
8,75ab
3%
10a
10a
10a
Jenis tumbuhan
8,55x
9,35wx
7y
Datura metel L.
Brugmansia suaveolens L. 4,75abc
Kontrol positif
Kontrol negatif
Rata rata kematian 5,92z 7,25yz
10a
0c
8,67xy 9,42x 10x
10w
0z
Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Tabel 2. Persentase (%) kematian larva A.aegypti yang diberi perlakuan 3 jenis ekstrak daun kecubung setelah 24 jam Jenis Tumbuhan Konsentrasi Datura metel L.
Datura stramonium L.
Brugmansia suaveolens L.
1%
47,5 %
82,5%
47,5%
1,5%
80%
97,5%
40%
2%
100%
92,5%
67,5%
100%
95%
87,5%
3%
100%
100%
100%
Kontrol positif
100%
100%
100%
Kontrol negatif
0%
0%
0%
2,5%
rata-rata kematuian
Berdasarkan Tabel 1 D. metel L., D. stramonium L., dan B. suaveolens L. dibandingkan dengan kontrol positif yaitu abate SG 1%, diperoleh bahwa D. stramonium L. mempunyai toksisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan D. metel L., dan B. suaveolens L. Hal ini berdasarkan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa D. stramonium L. berbeda tidak nyata dengan kontrol positif. Bila dibandingkan antara D. metel L.,D. stramonium L., dan B. suaveolens L., diperoleh bahwa D. metel L. dan D.
stramonium L. mempunyai toksisitas yang berbeda tidak nyata. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam untuk mengetahui matinya larva secara keseluruhan sehingga dapat diketahui efektifitas suatu ekstrak. Pada penelitian ini dapat dilihat toksisitas ekstrak yang dapat membunuh 95% larva A. aegypti ditunjukkan dengan harga LC95. Harga LC95 minimal ekstrak daun D. metel L. berkisar antara 1,5%-2% sedangkan LC95 minimal D. stramonium L. berada pada 2,5%.
15 Datura metel L.
10 5
Datura stramonium L.
0
Brugmansia suaveolens L.
1% 1.5% 2% 2.5% 3% konsentrasi
Gambar 1.
Grafik rata-rata kematian larva A.aegypti pada 3 jenis kecubung
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 D. metel L. dan D. stramonium L., mempunyai tingkat toksisitas yang hampir sama, karena kedua jenis tersebut berada dalam satu genus Datura. Kandungan utama pada genus Datura tersebut adalah skopolamin, hiosiamin, dan atropin. B. suaveolens L. kurang toksik dibandingkan dengan jenis Datura. Diduga karena kandungan alkaloida pada B. suaveolens L. relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis Datura. Selain kandungan alkaloida utama di atas masih ada senyawa alkaloida lain yang menambah toksisitas dari genus Datura yaitu tropin, skopin, (S)-(-) skopolamin (hiosin), atropamin (=apoatropin), suskohigrin, datumetin, nikotin, alkaloida pirolidin dan belladonna. Kandungan alkaloida-alkaloida inilah yang turut menyebabkan kematian larva A.aegypti. Alkaloida Datura pada konsentrasi di bawah 1,5% belum mengakibatkan peningkatan hormon ekdison yang berlebih, sehingga tidak semua larva mengalami kegagalan metamorfosis. B. suaveolens L. pada konsentrasi kurang dari 2,5% belum bisa membunuh 95% larva A. aegypti. Hal ini diduga karena kandungan alkaloida yang terkandung relatif sedikit sehingga membutuhkan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan genus Datura untuk membunuh 95% larva A. aegypti. Harga LC95 minimal D. metel L. terjadi pada konsentrasi antara 1,5%-3%, D. stramonium L. 2,5% dan B. suaveolens L. berkisar antara 2,5%-3%. Kematian larva didahului dengan gerakan yang semakin melambat dan ada juga sebagian tubuh larva hancur tidak terlihat karena larutan yang berwarna hitam seiring dengan peningkatan konsentrasi. Hal ini diduga karena alkaloida yang terkandung di dalam ekstrak daun kecubung dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison. 9) Hormon ekdison adalah hormon yang disintesis pada saat serangga pra dewasa ganti kulit dalam proses perkembangannya. Cara kerja hormon ekdison tersebut berkaitan langsung dengan dua hormon lainnya yaitu PTTH (prothoracicotropic hormone) dan hormon juvenil (JH). Bila hormon ekdison terus meningkat maka akan menghambat produksi hormon juvenil (JH). Hormon juvenil merupakan bahan esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan larva, dan
mempengaruhi jenis kitin yang dihasilkan epitel dalam proses pergantian kulit. Bila hormon juvenil terhambat maka pertumbuhan dan perkembangan juga ikut terhambat sehingga terjadi kegagalan metamorfosis.10) Insektisida yang umum digunakan untuk membunuh larva nyamuk adalah abate SG 1%. Abate SG 1% merupakan pestisida dari golongan organofosfat dengan kandungan senyawa organofosfat O, O, O, O-tetrametil O, O-tiodifenil fosforotionat. Abate SG1% dapat menghambat aktivitas enzim kolinesterase sehingga sasaran akan mengalami kelumpuhan dan kemudian mati. Abate SG 1% tidak berbahaya bagi manusia, binatang maupun ikan. Namun abate SG 1% memiliki bau yang kurang sedap sehingga masyarakat enggan untuk menggunakannya. Selain itu ada beberapa daerah yang sulit untuk mendapatkan abate SG 1%. Insektisida alami seperti tumbuhan kecubung dapat digunakan sebagai alternatif, bila masyarakat sulit mendapatkan abate SG 1%. Insektisida alami memiliki sifat yang tidak stabil sehingga memungkinkan dapat terdegradasi secara alami11), lebih efektif dalam daya rusaknya, mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil análisis probit dengan menggunakan program SPSS dengan taraf kepercayaan 95%, harga LC95 dari masing-masing ekstrak daun D. metel L., D. stramonium L., dan B. suaveolens yaitu 1,773%; 2,015%; dan 2,982%. Artinya konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi efektif untuk membunuh 95% larva A. aegypti.
SIMPULAN 1. D. stramonium L. mempunyai toksisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan D. metel L. dan B. suaveolens L. 2. Konsentrasi efektif LC95 minimal pada D. metel L. berkisar antara 1,5%-2%, D. stramonium L. berada pada 2,5%, dan B. suaveolens L. berkisar antara 2,5%-3%.
SARAN 1. Perlu dilakukan uji toksisitas untuk masing-masing kandungan (hiosiamin, skopolamin, dan atropin) yang paling toksik terhadap larva A. aegypti. 2. Perlu kajian tentang efek samping alkaloida yang terkandung dalam ekstrak daun D. metel L., D. stramonium L., dan B. suaveolens L., bila diaplikasikan pada tempat air minum dan kolam ikan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Soedarto, 1990, Penyakit-Penyakit Infeksi Indonesia, Widya Medika, Jakarta, Hal 36-37. Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta, Hal 87-88, 316. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Cetakan Pertama jilid III, Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan, Yayasan Sarana Wana jaya, Jakarta, Hal 1720-1725. Anonim a, 2009, Datura stramoniumWikipedia, The Fee Encyclopedia,
http://en.wikipedia.org/wiki/Datura_stra monium , diakses pada Mei 2009. 5. Dalimartha, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat, Jilid 2, Trubus Agriwidya, Jakarta, Hal 106-108. 6. Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Cetakan Kedua, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, penerbit ITB, Bandung, Hal 69-244. 7. Ghozali, I., 2006, Analisis Multivariat Lanjutan Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang, Hal 103-105. 8. Winarsunu, T., 2004, Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang, Malang, Hal 113-176. 9. Chairul, Partosoedjono, S., Sigit, & Aminah, 2001, Cermin Dunia Kedokteran, www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_Srar akDmeteldanEprostata.pdf/06_ SrarakDmeteldanEprostata.html , diakses pada Agustus 2008. 10. Samsudin, 2008, Mengenal Hormon Ganti Kulit Pada Serangga (Ecdysone Hormone), www.pertaniansehat.or.id, diakses pada Agustus 2009.