UJI POTENSI FUNGI PELAPUK PUTIH ASAL BATANG KAYU EUKALIPTUS (Eucalyptus grandis ) SEBAGAI PENDEGRADASI LIGNIN
Test of Potential White Rot Fungi of Eucalyptus Wood (Eucalyptus grandis) as degrading lignin Gepsy Onardo Silabana, Edy Batara Mulya Siregarb, Luthfi Hakimc aMahasiswa
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Kampus USU Medan 20155 (Penulis Korespondensi: Email:
[email protected]) bStaff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara c Staff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Abstract
Lignin is a polymer which has heterogen and complex structure and composed of alcohol coniferil, alcohol sinaphil, and alcohol kumaril so that hard to change. This research aimed to get white rot fungi isolat at eucalyptus wood and measure the ability of Lignin Peroksidase Enzim (LiP) of white rot fungi from eucalyptus wood as degrading lignin. Sample was get from Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa area, North Sumatera. Type of white rot fungi originated from Eucalyptus grandis was Phanerochaete sp.1, Phanerochaete sp.2, and Exidia sp. Based on mend of LiP activity result, Exidia sp was the most potential for biopulping because it has highest activity point about 0,037 (U/MI). Key word : lignin peroksidase, eucalyptus wood, Bavendamm test, LiP test. PENDAHULUAN Industri kertas di Indonesia jarang yang mempunyai proses biopulping. Kebanyakan industri menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses pembuatan pulping. Hal ini menyebabkan banyaknya limbah produksi yang mencemari lingkungan. Dalam industri kertas yang mengolah pulp secara kimia, harus tersedia unit pengolah limbah, sehingga biaya dalam mengolah limbah pulp kertas sangat mahal. Teknologi pulping yang umum di Indonesia yaitu mechanical pulping (fisik) dan chemical pulping (kimia). Mechanical pulping bertujuan memisahkan serat dari serpih yang lunak menjadi serat individu. Selain metodenya sederhana dan biaya relatif murah proses penggilingan menghasilkan pemendekan serat, terbentuknya fines (serat bubuk kertas yang sangat halus), fibrilisasi dan delaminasi serat. Chemical pulping bertujuan merombak sebagian ikatan lignin melalui proses pemasakan dengan bahan kimia. Metode kimia menghasilkan kekuatan pulp yang tinggi dan waktu pemasakan yang relatif pendek selain itu juga menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan karena sisa bahan kimia (Siagian et al., 2003). Salah satu cara untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan kualitas rendah yang dihasilkan oleh teknologi pulping secara mechanical pulping dan chemical pulping yaitu dengan memanfaatkan
agensia hayati dalam pembuatan pulp atau disebut juga dengan metode biopulping. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siagian et al. (2003) bahwa biopulping memanfaatkan agensia hayati dalam pembuatan pulp yaitu mikroba yang bisa menghancurkan lignin tetapi tidak merusak serat selulosa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Fitria et al. (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan proses biologis dalam proses pembuatan pulp selain mereduksi pencemaran lingkungan juga diharapkan mampu memperbaiki ikatan antar serat dan menghemat energi serta berpengaruh terhadap rendemen dan sifat pulp hasil pemasakan yaitu bilangan kappa dan selektifitas delignifikasinya. Mikroba pendegradasi kayu adalah fungi pelapuk putih (white rot fungi) dan fungi pelapuk cokelat (brown rot fungi), keduanya sebagian besar tergolong Basidiomycetes. Peran utama fungi pelapuk putih yaitu mendegradasi komponen lignin (Isroi, 2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat fungi pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu Eukaliptus dan untuk mengukur kemampuan Enzim Lignin Peroksidase (LiP) jamur pelapuk putih asal kayu Eukaliptus sebagai pendegradasi lignin.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015. Pengambilan sampel batang Eukaliptus grandis di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Unit XIV (KPHL XIV), Sumatera Utara. Isolasi jamur di Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan pengukuran aktivitas LiP di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang diperlukan pada penelitian ini antara lain neraca analitik, sentrifuse, spektrofotometer, vortex, pH meter, shaker, pipet serologi, cawan petri, inkubator jamur, sedangkan bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain penyangga tartrat (pH 2.5), H2O2, guaiakol, MnSO4, penyangga sitrat fosfat (pH 5.5), penyangga sodium asetat (pH 5.5) veratryl alcohol, Potato Dextrose Agar (PDA), KH2PO4, MgSO4.7H2O, tanin, K2HPO4, Alkaline Lignin, NH4NO3, KCl, MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, MnCl2.2H2O, CuSO4.5H2O. Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan di areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Sumatera Utara. Kriteria sampel yang digunakan adalah batang Eukaliptus yang sudah lapuk. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel yaitu menggunakan metode sensus dengan mengamati secara langsung kayu lapuk yang terinfeksi fungi, dan dilihat secara visual kayu lapuk lalu diambil sampelnya kemudian sampel dibersihkan dan dimasukkan kedalam kantung kertas dan disimpan didalam ruangan pada suhu kamar sampai proses isolasi. Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Eukaliptus Sampel kayu eukaliptus diambil secara aseptik dari pangkal batang eukaliptus dan selanjutnya dibawa ke dalam laboratorium. Sampel dipotong menjadi ukuran 0,5 x 0,5 cm kemudian disebarkan di atas media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 x 24 jam. Koloni jamur yang tumbuh dipindahkan pada media PDA yang baru dan dibuat biakan murninya.
Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik Skrining aktivitas enzimatik secara kualitatif dilakukan dengan uji Bavendamm yang bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih.Isolat yang didapat ditumbuhkan pada media PDA yang ditambahkan 0,1 % asam tanin. Bila terbentuk endapan cokelat pada media, mengindikasikan adanya aktivitas fenol oksidase,maka fungi tersebut termasuk ke dalam kelompok fungi pelapuk putih. Persiapan Sumber Enzim Sumber enzim untuk uji kuantitatif dipersiapkan dengan membiakkan isolat jamur pada media ligninase cairpada suhu ruang selama 14 hari. Suspensi jamur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit. Suspensi berupa ekstrak enzim kasar digunakan untuk pengukuran aktivitas ligninolitik secara kuantitatif. Pengukuran aktivitas enzim ligninolitik dilakukan setiap 2 hari selama 14 hari dengan metode sebagai berikut : Pengukuran Aktivitas Ligninolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP) Pengukuran aktivitas enzim LiP dilakukan menurut metode Bonnen et al. (1994). Ekstrak enzim sebanyak 0.2 ml ditambahkan ke dalam 2.8 ml larutan penyangga tartrat (pH 2.5). Campuran ini ditambahkan veratryl alcohol 2 mM dan H2O2 0.4 mM masing-masing sebanyak 1 ml. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Jumlah veratraldehida yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm. Untuk larutan blanko digunakan 1 ml veratryl alcohol 2 mM dan 1 ml H2O2 0.4 mM dan 0.2 ml akuades yang dipanaskan pada suhu 60 °C selama 5 menit. Jumlah veratraldehida yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus Lambert-Beer, yaitu: ΔC =
(𝐴𝑡−𝐴0) (𝑘.𝑏)
Keterangan : ΔC = jumlah vetraldehida yang terbentuk selama t menit (mol/liter) At = nilai absorbansi pada t menit Ao = nilai absorbansi pada awal reaksi b = diameter kuvet (1 cm) k = konstanta (veratraldehida = 9,300/M/cm) Aktivitas enzim dinyatakan dalam satuan unit yang setara dengan 1 nmol veratraldehida yang
dihasilkan per menit dari perlakuan 1 ml enzim yang direaksikan dalam kondisi asam, sehingga aktivitas enzim yaitu : Unit U/ml = Keterangan : Unit = Vtot = t = V enzim =
∆C x Vtot (ml)x 109 t (menit)x V enzim (ml)
jumlah lignin yang terdegradasi jumlah keseluruhan larutan waktu (menit) jumlah/volume enzim
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Jamur Pelapuk Kayu Sampel jamur untuk isolasi diambil dari tegakan Eucaliptus grandis di areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Tobasa, Unit XIV (KPHL XIV), Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan pengisolasian terhadap jamur menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar). Sampel jamur diambil dari batang kayu Eucaliptus grandis yang dipotong dengang ukuran 0.5 x 0.5 cm, selanjutnya potongan kayu dimasukkan kedalam cawan petri yang sebelumnya sudah dituangkan media PDA (Potato Dextrose Agar). Isolat jamur didiamkan dalam 3-5 hari pada suhu ruang dan steril untuk menjaga agar isolat jamur tidak terkontaminasi. Setelah didapatkan hasil isolat, kemudian dilakukan pemurnian jamur terhadap hasil isolat yang sudah didapatkan sebelumnya. Hasil pemurnian isolat jamur kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok dari 12 isolat jamur yang sudah di murnikan. Kelompok A terdiri atas 3 isolat murni, kelompok B terdiri atas 2 isolat murni serta kelompok C terdiri atas 7 isolat jamur yang telah dimurnikan sebelumnya. Penentuan kelompok isolat jamur didasarkan pada pengamatan visual yang meliputi pengamatan warna jamur dan bentuk koloni. Hal ini bertujuan untuk menentukan perbedaan dan persamaan dari setiap isolat jamur sehingga dapat dikelompokkan. Hasil pengamatan karakteristik isolat jamur secara makroskopis dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1.Karateristik Makroskopis Isolat Jamur pada Kayu Eukaliptus. Isolat Jamur Warna Koloni Bentuk (3-5 hari) Permukaan Koloni (3-5 hari) Isolat A Putih Sedikit Merata Kehijauan Isolat B Putih Kecoklatan Merata Isolat C Putih Tidak Merata
Skrining Aktivitas Enzim Lignolitik Menggunakan Uji Bavendamm Isolat jamur jamur yang telah dikelompokkan selanjutnya dilakukan skrining aktivitas enzim lignolitik menggunakan uji Bavendamm. Uji bavendam dilakukan pada ruang tertutup dan gelap. Hasil uji Bavendamm memperlihatkan bahwa pada seluruh isolat jamur yang diuji terdapat endapan coklat,. Hal ini menyimpulkan bahwa isolat jamur positif merupakan kelompok dari jenis jamur pelapuk putih. Uji Bavendamm merupakan metode yang digunakan untuk menentukan fungi pelapuk putih. Apabila terdapat endapan coklat dalam isolat jamur pada media asam tanin maka jamur tersebut positif tergolong dalam kelompok jamur pelapuk putih. Prayudyaningsih et al. (2007) menyatakan pembentukan endapan cokelat merupakan hasil sekresi enzim lignolitik oleh karena kemampuan isolat jamur dalam menggunakan asam tanat sebagai sumber karbon, dan diasumsikan sebagai hasil dari aktifitas polifenol menjadi kuinon yang menghasilkan polimer yang berwarna gelap.
A
B
C
A1 1
B1
C1
Gambar 1 . Hasil Uji Bavendamm Isolat Fungi Pelapuk Kayu Eukaliptus; (a) Isolat A, (b) Isolat B, dan (c) Isolat C merupakan isolat yang memiliki endapan.
Identifikasi mikroskopis Fungi Pelapuk Putih Hasil dari pengujian Bavendamm didapatkan jamur yang dikategorikan masuk ke dalam kelompok fungi pelapuk putih, selanjutnya dilakukan pengidentifikasian fungi pelapuk putih secara mikroskopis. Hasil pengamatan secara mikroskopis menujukkan terdapat 2 jenis Panerochaete sp. dan 1 jenis Exidia sp. Tabel 2. Hasil Karakterisasi Mikroskopis Fungi Pelapuk kayu Eukaliptus grandis Isolat
Hifa
Spora Aseksual
Isolat A
-
Isolat B
Tidak Bersepta Bersepta
Isolat C
Bersepta
Konidiospora
Konidiospora
Bentuk dan Pengaturan Spora Aseksual Konidia berbentuk bulat, banyak sel, dan diproduksi tunggal. Konidia berbentuk bulat, banyak sel, dan diproduksi tunggal.
Phanerochaete sp. Berdasarkan hasil identifikasi secara mikroskopis isolat B dan isolat C merupakan jenis fungi Panerochaete sp. Fungi ini termasuk dalam keluarga Phanerochaetaceae dan genus Phanerochaete. Isolat B dan Isolat C memiliki hifa bersekat, memiliki clamp connection, sporanya diproduksi tunggal dan mengelompok, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Zmitrovich et al. (2006) yang menyatakan Phanerochaete sp. memiliki hifa bersekat (septa) dan bersifat totipoten serta berminyak, memiliki clamp connection dan sporanya diproduksi tunggal dan mengelompok yaitu pada ujung hifa. Herliyana (1997) menyebutkan bahwa P.chryosporium ditumbuhkan dengan menggunakan spora aseksual dapat berupa oidia/artrokonidia, klamidospora dan blastokonidia, tetapi dapat juga menggunakan siklus seksual untuk memproduksi basidiospora. P.Chrysosporium bersifat termotoleran yaitu dapat tumbuh pada kisaran suhu 25°C sampai 50°C. Exidia sp. Hasil identifikasi secara mikroskopis isolat A merupakan jenis Exidia sp. yang digolongkan dalam keluarga Auriculariaceae dan genus Exidia sp. Secara mikroskopis Exidia sp. memiliki clamp connection (sambungan apit) yang merupakan ciri dari Basidiomycetes yang bertujuan untuk memindahkan inti sel dalam proses perkembangan hifa (Thompson dan Gloria, 1965). Exidia sp. merupakan jenis fungi yang mampu hidup berkoloni pada kayu yang baru mati.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kuo (2007) bahwa Exidia sp. erat kaitannya dengan pembusukan cabang mati di pohon hidup. Secara khusus, perannya adalah untuk menghancurkan jaringan dari kambium vaskular pada kayu. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) Pengukuran enzim lignin peroksidase (LiP) dilakukan sebanyak 7 kali pengukuran dalam waktu 14 hari, sehingga pengukuran dilakukan 1 kali dalam 2 hari. Isolat jamur yang sebelumnya dikulturkan dalam media cair menunjukkan hasil yang bervariasi. Pengukuran aktivitas enzim LiP menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 310 nm. Tabel 3.Aktivitas enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Pelapuk Kayu Ekaliptus (Eucaliptus grandis) (U/ml). Waktu (Hari)
Isolat
2
Exidia sp. 0.000
Phanerochaete sp.1 0.000
Phanerochaete sp.2 0.000
4
0.001
0.003
0.002
6
0.021
0.028
0.017
8
0.004
0.015
0.037
10
0.004
0.004
0.013
12
0.002
0.004
0.002
14
0.001
0.001
0.001
Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim LiP selama 14 hari data tertinggi pada isolat jamur Exidia sp. didapatkan pada hari ke-6 yaitu 0.21 (U/ml), selanjutnya aktivitas enzim LiP menurun hingga hari ke-14 yaitu 0.001 (U/ml). Pada Phanerochaete sp.1 aktivitas enzim LiP menunjukkan aktivitas tertinggi terjadi pada hari ke6 yaitu 0.028 (U/ml), selanjutnya aktivitas enzimn LiP menurun hingga hari ke-14 yaitu 0.001 (U/ml). Pada Phanerochaete sp.2 aktivitas enzim LiP tertinggi ditunjukkan pada hari ke-8 dengan nilai 0.037 (U/ml), selanjutnya penurun aktivitas enzim berlangsung hingga hari ke-14 dengan nilai 0.001 (U/ml). Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim LiP tersebut dapat diurutkan aktivitas enzim tertinggi yaitu terjadi pada isolat Phanerochaete sp.2 dengan nilai 0.037 (U/ml) diikuti dengan isolat Phanerochaete sp.1 dengan nilai 0.028 (U/ml) dan selanjutnya yang terendah Exidia sp. dengan nilai 0.021 (U/ml). Pada tabel 3 dapat dilihat perbedaan aktivitas enzim yang terjadi pada masing-masing isolat jamur. Perbedaan ini disebabkan oleh kemampuan isolat jamur dalam mengubah substrat pada media,
jenis substrat dan komposisi subsrat pada media. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanto (2009) bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis pelarut, kekuatan ion dan suhu.
Unit Aktivitas (U/ml)
Kurva Aktivitas LiP (Eucalyptus grandis) 0.040 0.035 0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000
Isolat A Isolat B Isolat C
2
4
6
8
10 12 14
Hari Ke-
Gambar 2. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Pelapuk Kayu Eucalyptus grandis.
Pada Gambar 2 menunjukkan adanya berbagai fase yang terjadi pada aktivitas enzim LiP yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih. Menurut Gandjar et al. (2006), pada hari ke-2 terjadi fase lag pada ketiga isolat yaitu fungi masih beradaptasi dengan lingkungan dan pembentukan enzim. Kemudian pada hari ke-4 mulai terjadi fase akselerasi pada isolat dimana pada fase ini sel-sel mulai membelah dan mulai aktif. Fase deselerasi terjadi pada hari ke-6 pada isolat A dan B, sedangkan pada isolat C fase deselerasi terjadi pada hari ke-8, pada fase ini pembelahan sel sudah mulai berkurang. Kemudian penurunan aktivitas terjadi pada hari ke-8 pada isolat A dan B, sedangkan pada isolat C terjadi padahari ke-10. Selanjutnya aktivitas isolat A, B dan C benar benar berhenti pada hari ke-14. Terjadinya peningkatan dan penurunan nilai aktivitas enzim akibat perubahan pH disebabkan karena perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat. Faktor pH sangat mempengaruhi terhadap aktivitas enzim, pH yang terlalutinggi atau rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan memungkinkan strukturnya menjadi rusak. Menurut Rayner dan Boddy (1988), bahwa aktivitas kerja enzim yang optimal berkisar antara pH 3-5. Jamur dalam melangsungkan hidupnya memerlukan enzim untuk sintesis dan degradasi. Menurut Hataka (1994) bahwa enzim yang berperan dalam proses sintesis yaitu enzim intraseluler dan untuk proses degradasi yaitu enzim ekstraseluler. Fungsi dari enzim intraseluler adalah
mensintesis bahan seluler dan menguraikannya untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel. Enzim ekstraseluler berfungsi untuk melangsungkan perubahan seperlunya pada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut masuk ke sel. Ketiga isolat jamur yang diukur menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Diantara ketiga isolat jamur pelapuk putih tersebut, isolat yang diasumsikan berpotensi untuk biopulping adalah isolat jamur jenis Phanerochaete sp.2. Hal ini dikarenakan isolat jamur Phanerochaete sp.2 adalah yang paling banyak mendegradasi lignin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pujirahayu dan Marsoem (2006) bahwa fungi pelapuk putih yang telah banyak dicoba yaitu fungi Phanerochaete chrysosporium yang dapat memperbaiki sifat pulp dan fungi Ceriporiopsis subvermispora yang mempunyai tingkat selektifitas sangat tinggi dalam mendegradasi lignin . KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tiga jenis fungi yang positif masuk dalam kelompok jenis fungi pelapuk putih yaitu Phanerochaete sp.1, Phanerochaete sp.2, dan Exidia sp. ditemukan pada pengujian Bavendamm. 2. Akivitas enzim LiP tertinggi selama pengukuran 14 hari sampai terendah secara berturut-turut yaitu Phanerochaete sp.2 dengan nilai 0.037 (U/ml) diikuti dengan Phanerochaete sp.1, dengan nilai 0.028 (U/ml) dan selanjutnya yang terendah Exidia sp., dengan nilai 0.021 (U/ml). 3. Phanerochaete sp.2 merupakan fungi yang paling berpotensi digunakan untuk biopulping karena memiliki nilai aktivitas LiP paling tinggi. Saran Diperlukan pengembangan dan pemanfaatan potensi jamur pelapuk putih pada proses biopulping. DAFTAR PUSTAKA Burdsall, H. H. and Eslyn. 1974. The Taxonomy of Sporotrichum Pruinosum and Sporotrichum Pulverulentum/Phanerochaete Chrysosporium. Madison. U.S. Department of Agriculture, Forest Service.
Fitria, R. A., Ermawar, W. Fatriasari, T. Fajriutami, D. H. Y. Yanto, F. Falah dan E. Hermiati. 2006. Biopulping Bambu Menggunakan Jamur Pelapuk Putih Schizophylum commune. UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial- LIPI. Gandjar, I. S., Wellyzar dan Aryanti. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hataka, A. 1994. Lignin Modifying Enzyme from Selected White-rot Fungi: Production and Role in Lignin Degradation. FEMS Microbiol, Rev. 13: 125-135. Herliyana, E.N. 1997. Studi Pertumbuhan Fungi White-Rot Phanerochaet chrysosporium Pada Berbagai Macam Suhu, pH Media dan Sumber N. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Isroi. 2008. “Keunikan Jamur Pelapuk Putih: Selektif Mendegradasi Lignin” Hhtp://www.isroiwordpress.com. [Diakses tanggal 17 Februari 2016, pukul 21.00 WIB]. Kuo,
M. 2007. “Exidia glandulosa”. Http;//www.mushroomexpert. [Diakses pada tanggal 30 Maret 2016, pukul 20.00 WIB]
Prayudyaningsih, R. H., Tikupang dan Malik, N. A. 2007. Jamur Pendegradasi Lignin Pada Serasah Eboni (Diospyros celebica Bakh.). Prosiding Ekspose. Pujirahayu, N. dan S. N. Marsoem. 2006. Efisiensi Pemasakan Bio-Kraft Pulp Kayu Sengon dengan Jamur Phanerochaete chrysosporium. Agrosains 19(2): 202-203. Rayner A. D. dan Boddy L. 1988. Fungal Decomposition of Wood. It’s Biology and Ecology. John Wiley dan Sons : Chichester. New York, Brisbane. Toronto.Singapore. Siagian, R. M., Suprapti, S. dan Komarayati, S. 2003. Peranan Fungi Pelapuk Putih dalam Proses Biodelignifikasi Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol 1 No. 1 Januari 2003. Supriyanto, A. 2009. Manfaat Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium L1 dan
Pleurotus Eb9 untuk Biobleaching Pulp Kardus Bekas. UGM. Yogyakarta. Thompson, A. and L. Gloria. 1965. Laboratory Manual of Tropical Mycology and Elementary Bacterology. University of Malaya Press. Kuala Lumpur. Zmitrovich, I. V. Malysheva, V. F. and Spirin, W. A. 2006. A new morphological arrangement of the Polyporales. I. Phanerochaetineae. Mycena. Vol. 6. P. 4.56.