UJI PENGHAMBATAN PROLIFERASI DARI BEBERAPA EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP SEL TUMOR MCA-B1 DAN MCM-B2 SECARA IN VITRO Ros Sumarny1), Bambang P.Prisoeryanto2), Meva Sari Candra1) 1) 2)
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Abstrak Tumor adalah suatu penyakit dimana terjadi proliferasi sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Pada penelitian ini diteliti aktivitas penghambatan proliferasi dari ekstrak daun pepaya terhadap sel tumor MCA-B1 dan MCM-B2.
Ekstraksi
menggunakan pelarut
daun
pepaya
dilakukan
n-heksana, etil asetat
dan
dengan etanol.
maserasi
bertingkat
Pada masing-masing
ekstrak dilakukan uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) untuk menentukan nilai Lethality Concentration fifty (LC50) dengan serial konsentrasi : 125, 250, 500 ,1000 dan 2000 bpj. Diperoleh nilai LC50 dari ekstrak n-heksana: 889,38 bpj, ekstrak etil asetat: 262,88 bpj dan ekstrak etanol: 194,24 bpj. Uji penghambatan proliferasi masing-masing sel tumor dilakukan dengan serial konsentrasi ekstrak n-heksana: 125, 250, 500 , 1000 dan 2000 bpj; ekstrak etil asetat: 75, 150, 300, 600 dan 1200 bpj dan ekstrak etanol: 50, 100, 200, 400, dan 800 bpj. Dari hasil penelitian diperoleh aktivitas penghambatan proliferasi semakin tinggi dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak dan nilai Inhibition Concentration fifty (IC50) ekstrak etanol terhadap sel tumor MCA-B1 sebesar 98,52 bpj dan sel tumor MCM-B2 sebesar 92,27 bpj.
Keywords: Carica papaya, proliferasi, sel tumor, in vitro
Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 1
PENDAHULUAN Indonesia yang menduduki urutan kedua dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia setelah Brazil telah mengenal lebih dari 35.000 tanaman yang berkhasiat obat dan lebih dari 3.000 jenis tanaman tersebut telah diteliti kandungannya, namun baru 190 tanaman yang dapat dipakai dalam pengobatan tradisional Indonesia, baik berbentuk jamu atau simplisia yang dipakai untuk mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit kanker. Pengobatan penyakit kanker dengan obat herbal sudah diakui secara luas. Sejak ditemukannya senyawa antikanker Vincristine dari tumbuhan Vinca rosea (tapak dara), perburuan antikanker dari tanaman terus berkembang. National Cancer Institut (NCI) Amerika Serikat telah menemukan 2.591 lebih tanaman yang memiliki 1.583 senyawa antitumor. Dari obat kemoterapi yang sudah digunakan di klinis, terdapat ratusan jenis obat yang berasal dari tanaman obat (1). Salah satu tanaman yang diketahui sebagai antikanker adalah daun pepaya (Carica papaya L.). Daun pepaya mengandung metabolit sekunder alkaloid yang cukup banyak dibandingkan dengan metabolit sekunder alkaloid yang terdapat dalam buah pepaya. Selain itu, daun juga mengandung enzim papain. Kandungan enzim papain tersebut sering digunakan untuk melunakkan daging (2). Berdasarkan penelitian Sukardiman 2000 menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun pepaya memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim DNA Topoisomerase II, suatu enzim yang berperan penting dalam proses replikasi, transkripsi, rekombinasi DNA dan proliferasi dari sel kanker. Dengan meningkatnya jumlah dan aktivitas enzim tersebut maka proses replikasi, transkripsi dan proliferasi akan meningkat. Maka perlu dilakukan penghambatan terhadap enzim tersebut (3). Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, untuk melihat lebih lanjut mengenai potensi penghambatan proliferasi dari daun pepaya terhadap sel tumor, maka akan dilakukan penelitian yang menguji penghambatan proliferasi dari ekstrak daun pepaya terhadap sel tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Penelitian diawali dengan pembuatan simplisia yang telah dideterminasi terlebih dahulu. Selanjutnya simplisia diekstraksi bertingkat secara maserasi menggunakan 3 jenis pelarut yang berbeda Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 2
kepolaritasannya yakni n-heksana, etil asetat dan etanol. Terhadap ketiga ekstrak yang didapat dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Selanjutnya di lakukan uji BSLT terhadap larva udang Artemia salina dan dari hasil uji BSLT didapatkan LC50 yang kemudian dilakukan uji penghambatan proliferasi pada sel tumor secara in vitro. BAHAN DAN METODE BAHAN. Daun pepaya (Carica papaya L.), n-heksana, etil asetat, etanol, DMEM, FCS 10%, tripan biru, antibiotik penisilin-streptomisin, telur larva Artemia salina, air laut sintetik 3,8%, sel tumor MCA-B1dan MCM-B2. Peralatan LAF tipe HV 2472 Holten, Inkubator (37◦C, CO2 5%) Jouan tipe IG 150, tabung nitrogen cair (Taylorwhaston) suhu -196◦C, sentrifuse tipe CR 412, mikroskop, multiwell culture dis 24 lubang, hemositometer Neubauer (Marienfield), rotavapor vakum, mikropipet dan vortex. METODE. Pembuatan Simplisia. Daun pepaya yang telah dikumpulkan, disortasi basah untuk memisahkan cemaran dari bahan simplisia. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air bersih dan perajangan daun pepaya untuk mempermudah proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan diangin-anginkan. Simplisia yang telah kering disortasi kering dan disimpan di tempat yang memiliki suhu kamar.
Pembuatan ekstrak. Simplisia ditimbang sebanyak 500 gram dan di ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi dengan 3 jenis pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Mula-mula simplisia dimaserasi dengan pelarut non polar yakni n-heksana selama 24 jam direndam sambil dilakukan pengocokoan yang selanjutnya disaring. Filtrat ditampung dalam wadah yang telah disiapkan, dan ampas hasil penyaringan ditambahkan kembali pelarut n-heksana dan dengan cara yang sama dimaserasi kembali sehingga maserasi dilakukan 3x24 jam dengan melakukan penyaringan tiap 1x24 jam. Kemudian seluruh Filtrat fase n-heksana yang diperoleh dirotavaporasi sampai diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ampas sisa maserasi dengan pelarut n-heksana ditambahkan pelarut fase semi polar yakni etil asetat yang Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 3
dilakukan maserasi kembali dengan cara yang sama sehingga maserasi dilakukan 3x24 jam dengan melakukan penyaringan tiap 1x24 jam. Kemudian seluruh Filtrat fase etil asetat yang diperoleh dirotavaporasi sampai diperoleh ekstrak kental etil asetat. Ampas sisa maserasi dengan pelarut etil asetat ditambahkan pelarut fase polar yakni etanol yang dilakukan maserasi kembali dengan cara yang sama sehingga maserasi dilakukan 3x24 jam dengan melakukan penyaringan tiap 1x24 jam. Kemudian seluruh Filtrat fase etanol yang diperoleh dirotavaporasi sampai diperoleh ekstrak kental etanol. Penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia dilakukan pada ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol dengan menggunakan metode “Phytochemical Screening” oleh Farnsworth : a. Identifikasi golongan alkaloid Sebanyak 20 mg ekstrak dilembabkan dengan 5 mL ammonia 30%, digerus dalam mortir, kemudian ditambah 20 mL kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 mL) dengan 10 mL larutan HCl 1:10 dengan pengocokan tabung reaksi, ambil larutan bagian atas (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendorff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff dan Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendroff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid. b. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid Sebanyak 20 mg ekstrak di maserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat). Disaring dan diambil filtratnya, 5 mL dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat (pereaksi Liebermann-Buchard), terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid atau triterpenoid. Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 4
c. Identifikasi golongan flavonoid Sebanyak 20 mg ekstrak ditambahkan 100 mL air panas, didihkan selama 5 menit, saring dengan kertas saring. Diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 mL larutan percobaan (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan ditambah 1 mL asam klorida pekat dan 5 mL amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah, terbentuk warna merah pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid. d. Identifikasi golongan saponin Sebanyak 10 mL larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan C, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok selama 10 detik secara vertikal, kemudian dibiarkan 10 menit, terbentuk busa dan dalam tabung reaksi kemudian bila ditambahkan 1 tetes asam klorida 1% (encer) busa tetap stabil menunjukkan adanya senyawa golongan saponin. e. Identifikasi golongan tannin Sebanyak 20 mg ekstrak ditambahkan 100 mL air, didihkan selama 15 menit, dinginkan dan saring dengan kertas saring dan filtrat dibagi dua bagian. Kedalam filtrat pertama ditambahkan larutan Ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tannin. Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 mL pereaksi Stiassny (Formaldehid 30%-HCL pekat = 2:1), dipanaskan diatas penangas air, terbentuk endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium setat, ditambahkan beberapa tetes larutan Ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat. f. Identifikasi golongan kuinon Sebanyak 5 mL larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan C, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1N, terbentuk warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. g. Identifikasi golongan kumarin Sebanyak 20 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 mL) ditambahkan 10 mL kloroform dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 5
telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, panaskan 20 menit di atas penangas air dan dinginkan, saring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, sisa ditambahkan 10 mL air panas dan dinginkan kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 0,5 mL larutan ammonia 10%, amati dibawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm, maka terjadi flouresensi hijau atau biru menunjukkan adanya golongan kumarin. h. Identifikasi golongan minyak atsiri Sebanyak 20 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20mL), lalu ditambahkan 10 mL pelarut petroleum eter, pada mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air dan setelah dingin disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 mL lalu disaring dengan kertas saring. Residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri (4).
Uji BSLT. Sejumlah lebih kurang 20 mg telur Artemia salina Leach dimasukkan kedalam bejana penetas yang telah berisi air laut sintetik yang dibuat dengan cara menimbang 38 gram garam tanpa yodium dan dilarutkan dalam 1 L air, kemudian disaring dengan kertas Whatman dan diberi penyinaran dengan lampu TL 18 watt. Setelah 24 jam, telur yang sudah menetas menjadi nauplii dan dipindahkan ketempat lain, 24 jam setelah itu nauplii tersebut sudah dapat digunakan sebagai hewan uji (12). Uji toksisitas dengan BSLT dilakukan pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol. Larutan induk (2500 µg/mL) dibuat dengan melarutkan 25 mg ekstrak yang dilarutkan dengan 10 mL air laut sintetik yang telah dibuat 3,8%. Larutan induk tersebut dipipet sebanyak masing – masing 4000, 2000, 1000, 500, 250µL secara berturut-turut dan dimasukkan ke dalam vial yang telah di tara sebelumnya (5 mL) untuk konsentrasi secara berturut-turut 2000, 1000, 500, 250, 125 bpj kemudian diuapkan sempurna sampai kering. Masukkan 10 ekor nauplii ke dalam masingmasing vial kemudian tambahkan air laut ad 5 mL. Dan lakukan juga untuk larutan kontrol yang dibuat dengan 5mL air laut yang dimasukkam nauplii. Setiap Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 6
konsentrasi dibuat tiga kali pengulangan. Dihitung tingkat kematian atau mortalitas dengan membandingkan antara jumlah larva yang mati dibagi dengan jumlah total larva. Sehingga didapatkan nilai – nilai LC50 dari setiap jenis pelarut (5,6,7). Pengujian aktivitas penghambatan proliferasi. a. Pembuatan medium sel tumor Medium terdiri dari DMEM, FCS 10 %, Antibiotik penisilin-streptomisin 5%. Pada penelitian ini medium dibuat sebanyak 150 mL dengan menggunakan 6 Multiwell culture dis 24 lubang yang masing – masing lubang memiliki kapasitas 1mL (1000µL). Medium yang telah dibuat di pipet 900µL ke dalam masingmasing lubang pada Multiwell culture dis. b. Thawing sel tumor Sel tumor dalam microtube diambil dari tabung nitrogen cair dan dilakukan thawing menggunakan tangan (microtube diletakkan diantara telapak tangan dan telapak tangan saling menggosok). Masukkan microtube dalam tabung reaksi kecil sebagai wadah untuk sentrifugasi selama 5 menit 1000 RPM. Selanjutnya membuang supernatan hingga tinggal pelet sel. Microtube dikocok dengan cara diselentik ujung bawah microtube dengan jari hingga bergetar (sel tercerai-berai). Tambahkan I mL medium dan dikocok dengan pipet (up down). Selanjutnya dilakukan pengulturan sel. c. Pengulturan sel tumor Pada Multiwell culture dis yang telah berisi medium ditambahkan sel tumor ke dalam masing – masing lubang sebanyak 50µL. Untuk setiap sel tumor, mendapat perlakuan yang dilakukan secara triplo yaitu dengan masing-masing 5 seri konsentrasi ekstrak n-heksana, etil asetat, etanol, control negatif dan kontrol positif. Selanjutnya disimpan dalam inkubator 37◦C, 5% CO2. d. Perhitungan sel lestari Perhitungan sel lestari dilakukan apabila sel pada lubang kontrol sudah tumbuh optimal menutupi seluruh permukaan lubang (confluence) kira–kira setelah 3 - 5 hari (tergantung jenis sel). Perhitungan sel menggunakan Hemositometer Neubauer dan mikroskop perbesaran 100x. Setiap lubang dikocok, ambil 100µl Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 7
ditambah 10µl tripan biru. Campuran sel ini diambil 10µl untuk dihitung jumlah sel yang ada dengan hemositimeter Neubauer. Sel yang dihitung adalah jumlah total sel (sel hidup dan mati ) yang ada dalam kamar tengah. Hasil perhitungan sel adalah hasil rata–rata jumlah sel dari semua ulangan pada setiap perlakuan. Jumlah total sel adalah jumlah sel yang dihitung dikalikan faktor volume ( 10 4) kemudian dikalikan faktor pengenceran. Semakin tinggi nilai tersebut menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan proliferasi anti tumor yang digunakan semakin rendah. Aktivitas proliferasi dihitung dengan membagi total sel perlakuan engan total sel kontrol negative (8,9,10).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan fitokimia. Dari hasil percobaan didapat bahwa ekstrak n-heksana mengandung golongan kumarin, steroid, dan kuinon karena sifat dari n-heksana yang non polar yang tidak dapat menarik senyawa polar dari golongan alkaloid dan flavonoid; ekstrak etil asetat mengandung alkaloid,flavonoid, kumarin, steroid, kuinon dan saponin; ekstrak etanol mengandung alkaloid,flavonoid, kuinon, steroid, kumarin, saponin, tannin, triterpenoid. Kandungan senyawa kimia yang diduga memiliki aktivitas antiproliferasi adalah alkaloid sesuai dengan penelitian Wittman yang menyatakan bahwa metabolit sekunder dari daun pepaya antara lain senyawa alkaloid karpaina, pseudokarpaina yang merupakan alkaloid golongan piperidina, yakni memiliki aktivitas antikanker dan memilki mekanisme antikanker dengan menginduksi apoptosis adalah flavopiridol, yang merupakan senyawa hasil semisintesa alkaloid piperidina dengan flavonoid (11). Uji BSLT. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan maka uji toksisitas dilakukan dengan 5 seri konsentrasi yaitu 2000,1000 500,250,125 bpj yang bertujuan untuk mendapatkan nilai LC50 sehinga dapat ditentukan range dosis uji pada sel lestari tumor. Tiap konsentrasi pada masing-masing ekstrak dilakukan 3 kali penggulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi ekstrak semakin tinggi kematian larva udang, karena senyawa toksik yang terkandung didalamnya juga semakin tinggi. Data uji BSLT yang dihitung Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 8
menggunakan analisa probit, diperoleh nilai LC 50 untuk ekstrak n-heksana adalah 889,38 bpj, untuk ekstrak etil asetat adalah 262,88 bpj dan untuk ekstrak etanol adalah 194,24 bpj. Uji Penghambatan proliferasi. Uji dilakukan pada sel tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Tiap ekstrak dibuat 5 seri konsentrasi yaitu ekstrak ekstrak n-heksana degan konsetrasi 125, 250, 500, 1000, 2000 bpj; ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 75, 150, 300, 600, 1200 bpj; dan etanol dengan konsentrasi 50,100, 200, 400, 800 bpj. Tiap konsentrasi pada masing-masing ekstrak dilakukan 3 kali penggulangan. Kontrol positif yang digunakan adalah doksorubisin. Nilai IC 50 yang diperoleh terhadap sel MCA-B1 pada ekstrak n-heksana adalah 495,59 bpj, nilai IC50 untuk ekstrak etil asetat adalah 152,64 bpj dan nilai IC50 untuk ekstrak etanol adalah 98,52 bpj. Maka dapat dikatakan ekstrak etanol lebih efektif terhadap penghambatan proliferasi sel tumor MCA-B1 dibandingkan ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana. Nilai IC50 yang diperoleh terhadap sel MCM-B2 pada ekstrak n-heksana adalah 636,03 bpj, nilai IC50 untuk ekstrak etil asetat adalah 207,73 bpj dan nilai IC 50 untuk ekstrak etanol adalah 92,27 bpj. Maka dapat dikatakan ekstrak etanol lebih efektif terhadap penghambatan proliferasi sel tumor MCM-B2 dibandingkan ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksana.
Gambar 1. Grafik aktivitas penghambatan proliferasi ekstrak n-heksana
Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 9
Gambar 2. Grafik aktivitas penghambatan proliferasi ekstrak etil asetat
Gambar 3. Aktivitas penghambatan proliferasi sel tumor dari ekstrak etanol
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol daun pepaya diperoleh ekstrak etanol dan etil asetat daun pepaya mengandung alkaloid dan flavonoid. Nilai LC50 dari hasil BSLT diperoleh sebesar 889,38 bpj untuk ekstrak n-heksana, 262,88 bpj untuk ekstrak etil asetat 194,24 bpj dan untuk ekstrak etanol. Ekstrak etanol 800 bpj memberikan aktivitas penghambatan Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 10
proliferasi tertinggi pada sel tumor MCA-B1 dengan nilai IC50 yakni 98,52 bpj, sedangkan ekstrak etil asetat 1200 bpj dengan nilai IC 50 yakni 152,64 bpj dan ekstrak n-heksana 2000 bpj dengan nilai IC50 yakni 495,59 bpj. Ekstrak etanol 800 bpj memberikan aktivitas penghambatan proliferasi tertinggi pada sel tumor MCM-B2 dengan nilai IC50 yakni 92,27 bpj, sedangkan ekstrak etil asetat 1200 bpj dengan nilai IC50 yakni 207,73 bpj, dan ekstrak n-heksana 2000 bpj dengan nilai IC50 yakni 636,03 bpj. DAFTAR PUSTAKA 1.
Gunawan S. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007.h.733.
2.
Dalimartha S. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker. Jakarta: PT Penebar Swadaya; 2001.h.1-7.
3.
Sukardiman. Aktivitas Antikanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kultur Sel Kanker Mieloma. Media kedokteran Indonesia. 2006. Vol 22.h.104.
4.
Farnsworth NR. Biological and Phytochemical Screening of Plant. J. Pharm.Sci.; 1986.h.225-265.
5.
Meyer BN, et al. Brine Shrimp: A Conventient General Bioassay for Active Plant Constituents. Planta Medika; 1982.h.31-34.
6.
Mclaughlin JL Rogers LL., Anderson JE. The use of biological assay to evaluater botanicals Drug Information Journal, 32. USA: Drug Information Association Inc; 1998.h.514-24.
7.
Mudjiman A. Udang Renik Air Asin Artemia salina, Jakarta: PT Bharata Niaga Media; 1985.h.15-17.
8.
Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. Establishment of a cell line (MCA-B1) derived from a canine oral acanthomatous epulis.. Research in veterinary Science. 1995; 58.h.101-102.
Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 11
9.
Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. Establishment of a cell line (MCM-B2) from a benigna mixed tumour of canine mammary gland. Research in veterinary Science. 1995; 58.h.272-276.
10.
Freshney RI. Culture if Animal Cell: A Manual of Basic Technique. 5 th ed. London: John Wiley & Sons Inc; 2005.h.1-14, 34.
11.
Wittmann S, Bali P, Donapaty S, Nimmanapali R,Guo F,Yamaguchi H. Flavopiridol down-regultes antiapoptotic proteins and sensitizes human breast cancer cells to epothilone B-induced apoptosis. 2003.Cancer Res 63.h.93-99.
12.
Otsuki N, et al. Aqueous Extract of (Carica papaya L.) leaves exhibits antitumor activity and immunomodulatory effects. Journal of Ethnopharmacology; 2010.h.760-767.
Pustaka Pesentasi Oral :: 1. Gunawan S. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007.h.733. 2. Dalimartha S. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker. Jakarta: PT Penebar Swadaya; 2001.h.1-7. 3. Sukardiman. Aktivitas Antikanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kultur Sel Kanker Mieloma. Media kedokteran Indonesia. 2006. Vol 22.h.104. 4. Farnsworth NR. Biological and Phytochemical Screening of Plant. J. Pharm.Sci.; 1986.h.225-265.
Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Farmasi Nasional” ; Jakarta, 28-29 Juni 2013
Hal. 12
