Artikel Asli
UJI KOMPARASI DEHIDROEPIANDROSTERON SULFAT PADA BERBAGAI DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS PASIEN LAKI-LAKI DI RSUD DR. SAIFUL ANWAR Krisna Ariaputra, Taufiq Hidayat, Arif Widiatmoko Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Brawijaya/RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang
ABSTRAK Akne vulgaris (AV) adalah kelainan kulit kronis pada unit pilosebaseus yang bersifat multifaktor dan banyak menyerang remaja. Awitan pada perempuan lebih awal namun bentuk yang parah terjadi pada laki-laki. Salah satu hormon androgen, yaitu dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS), meningkat pada usia remaja dan berperan dalam perkembangan AV. Kadar hormon ini tetap dan paling banyak terdeteksi di sirkulasi sehingga baik digunakan sebagai alat diagnostik. Tujuan penelitian ini untuk menentukan perbedaan kadar DHEAS serum pada berbagai derajat keparahan AV pasien laki-laki Metode desain penelitian adalah studi potong lintang dan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Sebanyak 63 pasien laki-laki dengan AV diikutsertakan dan diukur kadar DHEAS serum dengan metode ELISA. Hasil nilai rerata kadar DHEAS serum AV ringan, sedang, dan berat berturut-turut 90,93±36,13ng/ml, 153,55±66,77ng/ml, dan 166,37±52,82ng/ml. Analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna kadar DHEAS serum pada berbagai derajat keparahan AV (p<0,05). Uji korelasi Spearman menunjukkan koefisien korelasi 0,54 yang berarti semakin tinggi derajat keparahan AV akan diikuti peningkatan kadar DHEAS serum. Kesimpulan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar DHEAS serum dengan derajat keparahan AV. Kata kunci: dehidroepiandrosteron sulfat, derajat keparahan, akne vulgaris, laki-laki
ABSTRACT
Korespondensi: Jl Jaksa Agung Suprapto No. 2, Malang. Telp/fax: 0341-340991. HP 081233158724. Email:
[email protected]
139
Acne Vulgaris (AV) is a multifactorial and chronic skin disorder primarily on pilosebaceous unit and mostly affect in adolescents. Females have early onset while severe form affect males. Androgens production, one of them is dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS), increase in adolescents and play role in AV development.This hormone has daily level stability and most detected in circulation that makes it as good diagnostic tool. Determine males DHEAS serum level in various AV severity grading. Study design is obervational cross-sectional using consecutive sampling method. Sixty three AV males included then divided into 3 severity grading based on Lehmann and DHEAS serum level was measured. Mean of DHEAS serum on mild, moderate, and severe AV were 90,93±36,13 ng/ml, 153,55±66,77ng/ml, dan 166,38±52,83 ng/ml, respectively. Statistical analysis showed there was significant differences DHEAS serum in various AV severity grading (p<0,05). Spearman correlation showed correlation coefficent 0,54 which means the higher severity grades DHEAS serum will increase. There was significant differences DHEAS serum level in various AV severity grading and significant correlation between DHEAS serum level and AV severity grading. Key words: dehydroepiandrosterone sulfate, severity grading, acne vulgaris, males
PENDAHULUAN Akne vulgaris (AV) merupakan peradangan kulit kronis yang secara primer terjadi pada unit pilosebaseus, ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodus, dan kista.1,2 Kelainan kulit ini terbatas hanya pada folikel pilosebaseus di wajah dan badan, yang banyak mengandung kelenjar sebasea.3 Akne vulgaris sering terjadi, terutama pada remaja berusia 12 sampai 24 tahun, baik remaja laki-laki maupun perempuan.1,3 Awitan AV pada perempuan lebih cepat, yang menandakan pubertas, namun bentuk AV yang parah lebih sering terjadi pada laki-laki.4-6 Kondisi ini diduga akibat kulit yang lebih berminyak dan kadar hormon androgen yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.6 Patogenesis AV bersifat multifaktor, terdiri atas 4 faktor utama, yaitu peningkatan produksi sebum, hiperkeratinisasi folikular, proliferasi Propionibacterium acnes, dan inflamasi. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi dan membentuk lesi klinis yang bervariasi pada AV.1,7 Dua faktor di antaranya, yaitu peningkatan produksi sebum dan hiperkeratinisasi folikular sangat dipengaruhi oleh stimulasi hormon androgen3,5,8,9. Peran hormon androgen dalam patogenesis AV didukung oleh bukti bahwa AV tidak terjadi pada seseorang yang tidak sensitif terhadap androgen.5,9 Hormon androgen terdiri.atas.prekusor.inaktif,.yaitu .ehydroepiandrosterone (DHEA), dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS), androsteron dan bentuk yang lebih poten, yaitu testosteron (T) dan dihydrotestosterone (DHT).1,5,9 Prekusor hormon androgen, yaitu DHEAS dapat dideteksi dalam darah dan berkorelasi dengan pembentukan AV pada perempuan prapubertas.9 Hormon DHEAS secara kuantitatif lebih banyak dibandingkan dengan hormon androgen lainnya, dengan laju clearance metabolik dan waktu paruh yang lebih lambat, serta kadar yang tetap, sehingga DHEAS dapat menjadi alat diagnostik yang baik untuk penelitian ilmiah.1,5,9-12 Laki-laki dan perempuan dengan AV memiliki kadar hormon androgen (DHEA, DHEAS, T, dan DHT) lebih tinggi.1,5,12 Peningkatan kadar hormon androgen telah banyak dibuktikan di berbagai penelitian, terutama yang melibatkan subjek perempuan,13 sedangkan penelitian yang melibatkan subjek laki-laki masih jarang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar hormon DHEAS serum pasien AV laki-laki yang menderita AV pada berbagai derajat keparahan. BAHAN DAN CARA Penelitian ini menggunakan studi potong lintang yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi Kosmetik Medik RSUD dr.
Saiful Anwar Malang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga November 2015. Subjek penelitian adalah pasien AV laki-laki dengan berbagai derajat keparahan, berusia 13-30 tahun serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Kriteria penolakan adalah pasien laki-laki yang pernah mendapatkan terapi topikal AV, misalnya benzoil peroksida, antibiotik, tretinoin, adapalen, dan bahan keratolitik lain dalam waktu 2 minggu sebelum penelitian; sedang menjalani pengobatan yang dapat memengaruhi perjalanan AV dan kadar hormon androgen, misalnya retinoid oral, kortikosteroid sistemik, spironolakton, finasterid, dan antibiotik sistemik; serta sedang mengonsumsi obat-obat yang dapat mencetuskan erupsi akneiformis, misalkan lithium, halogen, isoniazid, fenitoin, vitamin B kompleks dalam 1 bulan sebelum penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling, kemudian ditentukan derajat keparahan AV berdasarkan Combined Acne Severity Classifi cation (CASC) oleh 3 orang pemeriksa pada hari yang sama. Darah vena sebanyak 3 cc diambil dari vena mediana cubiti untuk diukur kadar DHEAS serum dengan metode ELISA di Laboratorium Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Analisis statistik uji perbedaan rerata kadar DHEAS serum menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 15 dengan rumus one way ANOVA. Penelitian ini telah mendapatkan kelaikan etik dari komisi etik RSUD dr. Saiful Anwar.
HASILPENELITIAN Total 63 subjek laki-laki diikutsertakan dalam penelitian ini. Data dasar subjek penelitian, meliputi usia, status pernikahan, dan riwayat keluarga dengan jerawat dicatat dalam lembar pengumpul data. Rerata usia pada masing-masing kelompok AV berturut-turut AV derajat ringan 22,71±2,59 tahun, AV derajat sedang 23,29±3,16 tahun, dan AV derajat berat 19,24±3,85 tahun. Distribusi usia homogen dengan p: 0,087 (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang bermakna pada rerata usia berdasarkan derajat keparahan AV dengan p: 0,000 (Tabel 1). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makin muda usia maka derajat keparahan makin berat. Riwayat keluarga berjerawat ditemukan pada 21 orang subjek sedangkan 42 subjek tidak didapatkan. Uji Chi square menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada status pernikahan (p: 0,368) dan riwayat keluarga berjerawat (p: 0,229) dengan derajat keparahan AV (Tabel 2). Dapat disimpulkan bahwa
140
derajat keparahan AV tidak berkaitan dengan riwayat berjerawat dalam keluarga. Tabel 1.
antara derajat keparahan AV dengan kadar DHEAS serum (koefisien korelasi 0,543 dengan p: 0,000) dan usia (koefisien korelasi sebesar -0,425 dengan p: 0,001). Koefisien korelasi yang bernilai positif berarti semakin tinggi kadar hormon DHEAS maka semakin parah AV. Koefisien korelasi bernilai negatif berarti bahwa semakin muda usia seseorang, derajat AV lebih parah daripada seseorang yang berusia lebih tua.Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara derajat keparahan AV dan riwayat jerawat dalam keluarga 0,196 (p>0,05).
Nilai rerata usia pasien laki-laki dengan berbagai derajat keparahan AV di RSUD dr. Saiful Anwar Malang AgustusOktober 2015 Derajat keparahan AV
Karakteristik
Ringan
Sedang
Berat
Nilai p
22,71±2,59
23,29±3,16
19,24±3,85
0,000
Usia (tahun) (mean±SD)
Jika didapatkan p <0.05 = terdapat perbedaan yang bermakna Tabel 2.
Tabel 4.
Riwayat jerawat dalam keluarga pada pasien laki-laki dengan berbagai derajat keparahan AV di RSUD dr. Saiful Anwar MalangAgustus-Oktober 2015
Uji Korelasi Spearman antara derajat keparahan AV dengan kadar DHEAS, usia, dan riwayat keluarga dengan jerawat pada pasien AV laki-laki di RSUD dr. Saiful Anwar Malang Agustus-Oktober 2015 Koefisien korelasi derajat keparahan AV
Derajat keparahan AV Ringan (n=21) Frek. %
Sedang (n=21) Frek. %
Karakteristik
Kategoriri
Riwayat
Tidak
15
71,4%
16
jerawat di
Ya
6
28,6%
5
Berat (n=21) Frek.
%
Nilai
76,2%
11
52,4%
p 0,229
23,8%
10
47,6%
Kadar DHEAS serum Usia Riwayat jerawat dalam keluarga
0,543 -0,425 0,165
p
0,000 0,001 0,196
Terdapat korelasi yang bermakna bila p≥0,01; signifi kansi p<0,05
keluarga
Jika didapatkan p <0.05 = terdapat perbedaan yang bermakna
Perbandingan rerata kadar DHEAS serum pada berbagai derajat keparahan AV menggunakan one way ANOVA disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat diambil kesimpulan bahwa makin tinggi kadar hormon DHEAS maka makin parah derajat AV (p: 0,000). Selanjutnya dengan uji Tukey’s HSD untuk menentukan kelompok yang berbeda bermakna didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar DHEAS serum AV derajat ringan dengan kadar DHEAS serum AV derajat sedang dan AV derajat berat (p≤0,05). Namun demikian, tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kadar DHEAS serum AV derajat sedang dan kadar DHEAS serumAV derajat berat dengan p ≥0,05 Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Kadar DHEAS laki-laki pada Berbagai Derajat Keparahan AV di RSUD dr. Saiful Anwar Malang Agustus-Oktober 2015 Variabel
Kadar DHEAS
Derajat keparahan AV Ringan
Sedang
Berat
90,92±36,12
153,54±66,77
166,376±52,82
Nilai p 0,000
(rerata±SD)
Keterangan: bermakna bila p<0,05
Selanjutnya dilakukan uji korelasi antara kadar DHEAS serum, usia, dan riwayat jerawat keluarga pada berbagai derajat keparahan AV. Hasil uji korelasi Spearman disajikan pada Tabel 5 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
141
PEMBAHASAN Akne vulgaris merupakan kelainan kulit yang umumnya menyerang usia remaja dan dewasa muda. Sebanyak 80% AV menyerang kelompok usia 11-30 tahun.8 Hal ini didukung oleh penelitian deskriptif di AS yang menunjukkan bahwa seseorang yang menderita AV rata-rata berusia 25 tahun,14 sedangkan di Hong Kong prevalensi AV diketahui mengenai rentang usia 15-25 tahun.15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia subjek pada kelompok AV ringan, sedang, dan berat masing-masing adalah 22,71±2,59 tahun, 23.29±3,16 tahun, dan 19.24±3,85 tahun. Pada penelitian diketahui bahwa rerata usia pada berbagai derajat keparahan AV memiliki nilai p 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan usia berpengaruh terhadap derajat keparahan AV. Dan setelah dilakukan uji korelasi didapatkan bahwa usia dan derajat keparahan AV berhubungan secara bermakna, makin muda usia maka AV cenderung lebih parah dibanding usia yang lebih tua. Akne vulgaris sendiri sering disebut sebagai penanda awitan pubertas, karena lesi AV cenderung lebih parah pada usia remaja dan akan membaik seiring bertambahnya usia.4,5,14 Pada usia remaja terjadi perubahan hormonal yang berkaitan dengan pubertas itu sendiri, karena gonad akan memproduksi dan mensekresi lebih banyak hormon androgen.12,16 Pada usia remaja hormon androgen meningkat, sehingga terjadi pembesaran dan stimulasi berlebihan kelenjar sebasea dengan mekanisme yang masih belum jelas.12,17 Selain memengaruhi kelenjar sebasea dalam memproduksi sebum, hormon androgen juga berperan
dalam hiperkeratinisasi folikular.12,18 Sekresi sebum yang berlebih ditambah dengan penumpukan sel, dan bakteri di permukaan kulit akan menyebabkan pori-pori tertutup, serta dilatasi bagian atas folikel rambut sehingga terbentuk mikrokomedo.5,12 Mikrokomedo akan terus melebar akibat multiplikasi bakteri P. acnes dan menyebabkan ruptur dinding folikel, sehingga sebum, keratin, serta bakteri keluar ke dermis. Kondisi ini menyebabkan respons peradangan dan munculnya lesiAV.5,12 Faktor jerawat dalam keluarga pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dan tidak berkorelasi dengan derajat keparahan AV. Hal ini tampak bertentangan dengan beberapa penelitian yang menunjukkan faktor genetik memengaruhi perkembangan AV. Pada survei yang dilakukan terhadap 200 orang dengan AV menyebutkan bahwa 50% terdapat riwayat keluarga dengan AV.1 Di negaranegara Barat, faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor yang memengaruhi perkembangan AV.19 Walaupun faktor genetik berperan penting namun pola lingkungan dapat memodifikasi kerentanan genetik seseorang terhadapAV. Hal ini didukung oleh penelitian retrospektif di Inggris yang melibatkan kembar monozigot dan dizigot. Sebanyak 14% subjek melaporkan riwayat AV pada keluarga. Penelitian tersebut juga menyebutkan 81% variasi AV dihubungkan dengan genetic modeling sedangkan 19% sisanya dihubungkan dengan faktor lingkungan.20 Penentuan derajat keparahan AV pada penelitian ini menggunakan klasifikasi CASC berdasarkan hitung jumlah lesi total komedo, papulopustular, dan nodus/nodulus. Klasifikasi ini terbukti baik untuk penentuan derajat keparahan AV dan berkorelasi dengan kadar DHEAS.21,22 Dehidroepiandrosteron sulfat berfungsi sebagai pengatur sekresi sebum yang paling penting. Peningkatan sebum ini juga berperan penting dalam patogenesis AV.1,17 Hormon DHEAS disintesis terutama di kelenjar adrenal dan akan mencapai kulit melalui aliran darah. Hormon ini merupakan androgen yang kadarnya terdeteksi paling banyak di sirkulasi, dengan kadar relatif tetap sepanjang hari pada laki-laki maupun perempuan, sehingga pengukuran kadar DHEAS relatif mudah, yaitu melalui pengambilan darah vena.9,10,12,23 Dengan demikian pengukuran kadar DHEAS merupakan alat diagnostik yang baik untuk penelitian ilmiah dan diagnosis klinis.11 Pada penelitian ini terdapat perbedaan kadar DHEAS serum yang bermakna pada ketiga derajat keparahan AV, yaitu AV ringan dengan rerata kadar DHEAS serum 90,93±36,13 ng/ml, AV sedang dengan rerata kadar DHEAS serum 153,55±66,77 ng/ml, dan AV berat dengan rerata kadar DHEAS serum
166,38±52,83 ng/ml. Nilai rerata kadar DHEAS serum yang didapat pada masing-masing derajat keparahan AV pada penelitian ini berbeda bermakna, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai normal yang didapatkan pada penelitian lain, yaitu berkisar antara 500-3500 ng/ml.1,17 Perbedaan kadar DHEAS serum ini selain dipengaruhi oleh derajat keparahan AV, juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, faktor genetik, reseptor androgen, kerentanan terhadap reseptor androgen yang dapat membedakan hingga 5x nilai kadar DHEAS serum. Sistem enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme androgen, dimulai dari DHEA hingga T dan DHT, faktor stres, diet, dan radikal bebas. Faktor-faktor ini juga dapat menjadi penyebab hasil kadar hormon DHEAS lebih rendah dari nilai normal yang ada di literatur. Hal lain yang mungkin menyebabkan hasil yang rendah pada penelitian ini adalah AV tidak hanya disebabkan oleh peningkatan kadar hormon, namun berkaitan dengan respons abnormal atau hipersensitivitas kelenjar sebasea terhadap hormon androgen yang kadarnya dalam batas normal.12,17 Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara derajat keparahan AV dengan kadar DHEAS serum. Semakin tinggi derajat keparahan maka akan diikuti oleh kadar DHEAS serum yang makin tinggi pula. Hasil yang serupa didapatkan pada penelitian Cappel dkk. (2005), yaitu kadar serum DHEAS berkorelasi dengan hitung total lesi AV.24 Penelitian di Semarang oleh Tjiahyono pada tahun 2012, menunjukkan kadar DHEAS serum berkorelasi dengan derajat keparahan AV.25 Hasil berbagai penelitian ini mendukung teori bahwa hormon androgen berpengaruh dan berperan pada perkembangan lesiAV, dan kadar DHEAS serum berkorelasi dengan hitung total lesi AV. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi kadar hormon DHEAS akan diikuti dengan makin tinggi hitung lesi AV yang merupakan cara untuk penentuan derajat keparahan AV. KESIMPULAN Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar hormon DHEAS serum maka AV akan akin parah. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3.
4.
Ebede TL, Arch EL, Berson D. hormonal treatment of acne in women. J ClinAesthetic Dermatol. 2009; 2: 16-22. Lai KW and Mercurio MG. Update of the treatment of acne vulgaris. JCOM. 2009; 16: 115-26. Ali SMM, Khan M, Samdani AJ, Siddiqui A. Study to assess the effect of topical clindamycin gel in acne vulgaris. Pak J Pharmacol. 2010; 27 (2): 15-9. Adityan B and Thappa DM. profi le of acne vulgaris – a hospitalbased study from south India. Indian J Dermatol Venereol and Leprol. 2009; 5:272-8.
142
5.
6.
7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
14.
15.
16.
ZangleinAL, Graber EM, and Thiboutot DM. Acne Vulgaris andAcneiform Eruptions. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. NewYork:McGrawHill Companies; 2012. h.897-917. Noorbala MT, Mozaffany B, Noorbala H. Prevalence of acne and its impact on the quality of life in high school-aged adolescent in Yazd, Iran. JPAD. 2013; 23: 168-72. Well, D. Acne Vulgaris: A review of causes and treatment options. Nurse Pract. 2013; 38: 23-31. Gollnick H, Cunliffe W, Berson D, Dreno B, Finlay A,Leyden JJ, dkk. Management of acne: A report from a global alliance to improve outcomes in acne. JAmAcad Dermatol. 2003; 49: S1-37. Harper JC. Hormonal therapy for acne using oral contraceptive pills. Semin CutanMed Surg. 2005; 24: 103-6. Kroboth PD, Salek FS, PittengerAL, Fabian TJ, dkk. DHEAand DHEA-S: AReview. J Clin Pharmacol. 1999; 39: 327-48. Leowattana W. DHEAS as a new diagnostic tool. Clin Chim Acta. 2004; 341:1-15. Ewadh MJ, Shemran KA, Al-Hamdany KJ. The correlation of some hormones with acne vulgaris. IJSN. 2011; 2: 713- 7. Rahman M, Sikder AU, Rashid MM, Khondker M, Hazra SC, Nessa M. Association of serum testosterone with acne vulgaris in women. BSMMU J. 2012; 5:1-5. Yentzer BA, Hick J, Reese EL, UhasA, Feldman SR, Balkrishnan R.Acne Vulgaris in the United States: A descriptive epidemiology. Cutis. 2010; 86:94-9. Yeung CK, Teo LHY, Xiang LH, Chan HHL. A Community-based epidemiological study of acne vulgaris in hong kong adolescents. Acta DermVenereol. 2002; 82: 104-7. Raza K, Talwar V, Setia A, Katare OP. Acne: An understanding of the disease and its impact on life. IJDDR. 2012; 4: 14-20.
143
17. Lolis MS, Bowe WP, Shalita AR. Acne and systemic disease. Med Clin N Am. 2009; 93: 1161-81. 18. Bhambri S, Del Rosso DQ, Bhambri A. Pathogenesis of Acne Vulgaris: RecentAdvances. JDD, 2009; 8: 1-6 19. Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton SB, Brand-Miller J. Acne vulgaris: A disease of civilization. Arch Dermatol, 2002; 138: 1584-90. 20. Bataille V, Snieder H, MacGregor AJ, Sasieni P, Spector TD. The infl uence of genetics and environmental factors in the pathogenesis of acne: A twin study of acne in women. J Invest Dermatol. 2002; 119: 1317-22. 21. Lucky AW, Biro FM, Huster GA, Leach AD, Morrison JA, Ratterman J. AcneArch Dermatol. 1994; 130: 308-14. 22. Lehmann HP, Robinson KA, Andrews JS. Acne therapy: A methodologic review. JAmAcad Dermatol. 2002; 47:231-40. 23. Zouboulis CC and Degitz K. Androgen action on human skin – from basic science to clinical signifi cance. Exp Dermatol, 2004; 13: 510. 24. Cappel M, Mauger D, Thiboutot D. Correlation between serum levels of insulin-like growth factor-1, dehydroepiandrosterone sulfate, and dihydrotestosterone and acne lesion counts in adult women.Arch Dermatol 25. Tjiahyono, E. 2012. Korelasi antara kadar hormon dehidroepiandrosteron sulfat serum dengan derajat keparahan akne vulgaris pada pria. Tugas Akhir. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.