UJI DAYA HASIL 12 GENOTIPE BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DI TAJUR BOGOR
INDAH RATNA VIRISYA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Indah Ratna Virisya NIM A24100067
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait
ABSTRAK INDAH RATNA VIRISYA. Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor. Dibimbing oleh SOBIR. Pengembangan sayuran di dataran tinggi perlu dikurangi untuk menekan degradasi lahan, diantaranya dengan penanaman varietas unggul yang beadaptasi di dataran rendah. Dalam rangka identifikasi varietas unggul buncis beradaptasi di dataran rendah dilakukan uji daya hasil. Percobaan ini bertujuan menguji pertumbuhan dan daya hasil 12 genotipe potensial kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang adaptif di dataran rendah. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur (250 m di atas permukaan laut) pada bulan November 2013 hingga Januari 2014. Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT), 1 faktor 4 ulangan. Faktor tersebut adalah 10 genotipe hasil eksplorasi beberapa daerah di Jawa, Indonesia. Genotipe tersebut di antaranya Lebat 2 (32.05 ton ha-1), Lebat 1 (34.68 ton ha-1), Sukabumi 1 PHTB 14 (33.11 ton ha-1), Garut 3 (34.19 ton ha-1), PHTB 17 (12.34 ton ha-1), PHTB 18 (8.45 ton ha-1), Garut 2 (25.99 ton ha-1), Bogor 2 PHTB 6 (36.94 ton ha-1), PHTB 15 (12.81 ton ha-1), PHTB 16 (16.31 ton ha-1), serta varietas Lebat 3 (27.82 ton ha-1) dan Horti 1 (3.48 ton ha-1) sebagai varietas pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati, dan genotipe Bogor 2 PHTB 6 menunjukkan hasil paling baik. Kata kunci: dataran rendah, genotipe, Phaseolus vulgaris. L
ABSTRACT INDAH RATNA VIRISYA. Yield Trials of 12 Genotypes Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) in Tajur Bogor. Supervised by SOBIR. The use of highland area for vegetable planting should be reduced to prevent land degardation in the future. Alternative approach is planting adapted superior varieties of kidney bean in lowland area. In order to identified superior variety of kidneybean in lowland area yield trials is neccesary. The objective of this experiment was to evaluate yield of 12 genotypes of kidneybean (Phaseolus vulgaris L.) adapted at lowland. This experiment was conducted at Bogor Agricultural University, Experimental Field, IPB, Tajur (250 m above sea level) in November 2013-January 2014, using Randomize Completely Block Design arrangement with single factor and four replications. The factor was 10 genotypes from exploring Java Island, Indonesia. Those genotypes were Lebat 2 (32.05 ton ha-1), Lebat 1 (34.68 ton ha-1), Sukabumi 1 PHTB 14 (33.11 ton ha-1), Garut 3 (34.19 ton ha-1), PHTB 17 (12.34 ton ha-1), PHTB 18 (8.45 ton ha-1), Garut 2 (25.99 ton ha-1), Bogor 2 PHTB 6 (36.94 ton ha-1), PHTB 15 (12.81 ton ha -1), PHTB 16 (16.31 ton ha1 ), and two national varieties Lebat 3 (27.82 ton ha-1) and Horti 1 (3.48 ton ha-1) as checks. The result revealed that varieties exhibit significally different for all observed parameters, and Bogor 2 PHTB 6 genotypes showed highest yield. Keywords: genotypes, lowland, Phaseolus vulgaris L.
UJI DAYA HASIL 12 GENOTIPE BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) DI TAJUR BOGOR
INDAH RATNA VIRISYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor Nama : Indah Ratna Virisya NIM : A24100067
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sobir, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur dari Bulan November 2013 hingga Januari 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sobir, M.Si selaku pembimbing dan telah memberikan pengarahan dan saran selama penyusunan karya ilmiah ini, serta kepada kedua orang tua, adik dan keluarga besar yang telah memberikan doa dan support selama kegiatan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Pak Awang, Bu Yuyun, Pak Ibram dan siswa magang di kebun Percobaan PKHT Tajur yang membantu penelitian ini. Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman AGH 47 yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung dengan baik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Indah Ratna Virisya
2
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Botani Tanaman Buncis
2
Syarat Tumbuh dan Budi Daya
3
Hama dan Penyakit pada Buncis
4
Panen Buncis
4
Uji Daya Hasil dan Pemuliaan Tanaman Buncis
4
METODE PENELITIAN
5
Tempat dan Waktu Penelitian
5
Bahan dan Peralatan Penelitian
5
Rancangan Penelitian, Model Percobaan dan Analisis Data
5
Pelaksanaan Penelitian
6
Pengamatan
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
9 9
Karakter Kualitatif
10
Karakter Kuantitatif
12
Analisis Korelasi
19
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
25
2
DAFTAR TABEL 1
Kode genotipe dan varietas pembanding yang digunakan dalam penelitian 2 Penampilan karakter kualitatif warna hipokotil, bunga dan bentuk daun 3 Penampilan karakter kualitatif polong buncis yang diuji 4 Rekapitulasi sidik ragam berbagai peubah karakter kuantitatif yang 5 Nilai tengah panjang hipokotil buncis pada beberapa genotipe dan varietas pembanding 6 Nilai tengah panjang polong dan lebar polong (atas tengah bawah) buncis 7 Nilai tengah jumlah polong per tanaman buncis 10 genotipe dan varietas pembanding 8 Nilai tengah bobot panen buncis per tanaman 10 genotipe dan varietas pembanding 9 Nilai tengah jumlah biji per polong, bobot per polong dan produktivitas buncis 10 genotipe dan varietas pembanding 10 Analisis korelasi antar karakter kuantitatif per tanaman
5 11 11 12 13 15 16 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Pengukuran panjang dan lebar buncis ........................................................ 7 Bentuk daun tanaman buncis ..................................................................... 8 Bentuk bunga tanaman buncis.................................................................... 8 Bentuk derajat kelengkungan polong ......................................................... 8 Bentuk bagian ujung polong ...................................................................... 9 Bentuk lengkungan paruh polong .............................................................. 9 Kondisi umum lahan. Sebelum tanam 0 MST (a), 3 MST (b) ..................... 9 Serangan Hama penyakit pada tanaman. Penyakit karat daun (a), ulat jengkal semu (b), Aulocophora similis Oliver (c) ..................................... 10 9 Grafik umur berbunga 10 genotipe buncis dan varietas pembanding ........ 14 10 Grafik umur panen 10 genotipe buncis dan varietas pembanding ............. 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data curah hujan, hari hujan dan suhu rata-rata daerah Ciawi Bogor 2 3
Deskripsi varietas buncis Lebat 3 Deskripsi varietas buncis Horti 1
22 23 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kacang buncis berperan sebagai sayuran karena memiliki kandungan gizi dan vitamin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan jasmani (Pitojo 2004). Menurut catatan Departemen Kesehatan RI, setiap 100 g kacang buncis mengandung 35 g kalori, 2.4 g protein, 0.2 g lemak, 7.7 g karbohidrat, 65 g kalsium, 44 g fosfor, 1.1 g besi, vitamin A 630 SI, vitamin B 0.08 mg, vitamin C 19 mg dan air 88.9 g. Kandungan buncis yang sangat beragam, mengakibatkan konsumsi akan komoditas buncis tersebut sangat tinggi. Tanaman buncis terbagi menjadi dua tipe, yaitu (a) tipe merambat/melilit, batangnya bersifat indeterminet disebut buncis rambat, dan (b) tipe tegak, batangnya bersifat determinet disebut buncis tegak. Istilah buncis digunakan untuk Phaseolus vulgaris yang buah/polong dikonsumsi dalam stadium muda, sedangkan yang dikonsumsi dalam bentuk biji disebut kacang jogo (Permadi dan Djuariah 2000). Tanaman buncis tipe merambat dapat tumbuh baik apabila ditanam di dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1000–1500 mdpl. Buncis tipe merambat panjangnya dapat mencapai 2–3 m dan memiliki percabangan serta jumlah buku bunga yang lebih banyak sehingga memiliki potensi hasil yang lebih besar (Puslitbang hortikultura 2013). Penelitian mengenai penanaman buncis tipe tegak di dataran rendah (200–300 mdpl) telah banyak dilakukan dengan hasil memuaskan, 18 varietas dapat tumbuh subur, seperti Monel, Flo, dan Strike. Sementara itu, buncis yang merambat tetap membutuhkan dataran tinggi (Setianingsih dan Khaerodin 2002). Keterbatasan areal budi daya buncis tipe merambat yang hanya dapat ditanam di daerah dataran tinggi jelas merupakan ancaman bagi kelangsungan sistem pertanian dan upaya konservasinya. Semakin banyak permintaan di pasar terhadap buncis, maka diperlukan budi daya buncis di dataran rendah. Budi daya buncis di dataran rendah mengalami beberapa hambatan, diantaranya seperti serangan hama penyakit tanaman serta rendahnya produktivitas buncis tersebut akibat lingkungan tumbuh yang kurang sesuai. Cara yang efektif untuk mengatasi permasalahan tesebut adalah dengan menanam buncis yang memiliki genotipe yang sesuai dengan keadaan lingkungan dataran rendah. Pemuliaan tanaman adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan potensi genetik tanaman, sehingga diperoleh varietas baru dengan kualitas hasil yang lebih baik (Purwati 1997). Perlu diadakan pengujian untuk mengetahui pertumbuhan dan daya hasil beberapa genotipe buncis yang berasal dari introduksi beberapa Negara dan eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia. Introduksi dan eksplorasi tanaman merupakan cara memperoleh keragaman dalam pemuliaan tanaman untuk memperkenalkan tanaman dari tempat asal tumbuhnya ke suatu daerah baru.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil dan keragaan 12 genotipe potensial kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang adaptif di dataran rendah.
Hipotesis Penelitian Terdapat genotipe yang memiliki daya hasil dan keragaan yang berbeda dibandingkan varietas pembanding pada penanaman di dataran rendah Tajur, Bogor (250 m dpl).
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Buncis Buncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk sayuran buah polong semusim, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas dicotyledoneae, subkelas calyciflorae, ordo leguminales, famili Leguminoceae, sub-family papillionaceae, dan genus phaseolus (Cahyono 2007). Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah, sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, dan Bolivia (Maesen dan Sadikin 1992) Kacang buncis dikenal dengan nama latin Phaseolus vulgaris L. atau biasa disebut Phaseolus esculentus salis B. Tanaman buncis memiliki jumlah kromosom 2n=22 dan termasuk tanaman berhari pendek (untuk berbunga memerlukan jumlah penyinaran matahari kurang dari dua belas jam setiap hari). Oleh karena itu, tanaman buncis mudah berkembang di Indonesia (Pitojo 2004). Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah remah yang dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Bakteri rhizobium pada akar menyebabkan bintil berkembang pada akar lateral. Sistem perakaran yang menjangkat kuat adalah sifat penting untuk panen dengan mesin. Panjang batang tipe merambat dapat mencapai 3 m, dengan lebih dari 25 buku pembungaan. Bentuk akar ini mudah rebah, karena itu, umumnya ditopang dengan lanjaran atau tiang. Bentuk semak determinate memang pendek, beberapa jenis lagi lebih tinggi dari 60 cm, memiliki jumlah buku sedikit dan perbungaannya terbentuk diujung batang tanaman. Ukuran daun sangat bervariasi tergantung varietasnya (Cahyono 2007). Daun buncis beranak daun tiga dan menyirip. Kultivar sekarang memiliki daun kecil sehingga meningkatkan penetrasi cahaya kedalam kanopi tanaman,
3 khususnya untuk penanaman yang sangat rapat. Walaupun sifat ini cenderung meningkatkan hasil total, ukuran daun kecil menghasilkan polong yang kecil pula. Wuryaningsih et al. (2001) mengatakan daun merupakan salah satu organ tanaman yang menjadi tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat hasil fotosintesis akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lainnya. Jumlah daun yang cukup merupakan syarat bagi tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis secara optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas bunga dan polong berisi. Bunga berukuran kecil dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu, atau ungu. Bunga ini sempurna dan seperti halnya kapri memiliki 10 benang sari, 9 diantaranya menyatu membentuk tabung yang melingkupi bakal buah panjang, dan satu benang sari teratas terpisah dari yang lain. Bunga menyerbuk sendiri dan umumnya jarang terjadi persilangan terbuka. Polong bentuknya ada yang pipih lebar dan memanjang ±20 cm, bulat lurus dan pendek ±12 cm dan bulat panjang ±15 cm. Susunan polong bersegmensegmen dengan jumlah biji 5–14 per polong. Ukuran dan warna polong bervariasi tergantung kepada jenis varietas. Biji berukuran agak besar, bentuknya bulat lonjong dan pada bagian tengah melengkung (cekung), berat 100 bijinya sebesar 16–40.6 g dengan warna biji hitam (Cahyono 2007). Polong tanaman hampir selalu memanjang, bukan membesar, panjangnya berkisar 8–20 cm atau lebih dengan lebar mulai kurang dari 1 cm hingga beberapa cm. Bergantung pada kultivar, ujung polong dapat meruncing dan tumpul, bentuk polong melintangnya beragam, mulai dari bundar hingga oval memanjang dan beberapa jenis membentuk hati. Polong sebagian besar kultivar terbaru agak lurus, walaupun beberapa jenis biasanya melengkung. Sebagian besar kultivar memiliki polong berwarna hijau muda hingga hijau kebiruan tua, yang kutivar lain berpolong kuning (berlilin), ungu, atau multiwarna (Rubatzky dan Yamaguchi 1997).
Syarat Tumbuh dan Budi Daya Tanaman buncis dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam pada dataran tinggi dengan ketinggian 1000–1500 mdpl dengan iklim kering. Tidak menutup kemungkinan untuk menanam buncis pada daerah dengan ketinggian 500–600 mdpl. Banyak penelitian mengenai penanaman buncis di dataran rendah (200–300 mdpl). Sifat yang baik untuk buncis seperti tanahnya gembur, remah, subur, dan mempunyai pH 5.5–6. Tanaman buncis tidak menghendaki curah hujan yang khusus, melainkan dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 1500–2500 mm pertahun. Suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan buncis adalah antara 20–25oC. Pada suhu udara lebih rendah dari 20 oC, tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis dengan baik. Akibatnya pertumbuhan polong menjadi terhambat. Sebaliknya pada suhu udara lebih tinggi dari 25oC banyak polong yang hampa. Kelembapan udara yang dibutuhkan untuk dapat tumbuh dengan baik adalah sebesar 50–60% (Setianingsih dan Khaerodin 2002).
4 Hama dan Penyakit pada Buncis Penyakit yang dijumpai buncis adalah bercak daun menyudut Phaeocercospora sp. Penyakit yang dominan pada kacang-kacangan lain adalah bercak daun yang disebabkan oleh beberapa jamur dari genera Cercospora (Hardaningsih 2012), serangan ini dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 62% (Balitsa 2010). Serangan penyakit karat terjadi sejak tanaman berumur 18 hari setelah tanam (HST) dan berkembang sesuai dengan waktu, tetapi laju perkembangannya bervariasi untuk setiap perlakuan yang berbeda. Perbedaan data kerusakan tanaman terjadi lebih signifikan sejak tanaman berumur 32 HST (Suryaningsih 2008).
Panen Buncis Penentuan saat panen buncis segar, didasarkan pada fase pertumbuhan polong. Untuk memperoleh hasil yang tinggi, polong harus mencapai panjang maksimum sebelum pembesaran biji terlihat nyata dan selama masih sukulen. Situasi yang ideal adalah memanen seluruh polong pada fase perkembangan yang sama (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Pemanenan dapat dilakukan saat tanaman berumur 60 hari dan polong memperlihatkan ciri-ciri tertentu, seperti: warna polong masih agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam polong belum menonjol, polongnya belum berserat serta bila polong dipatahkan akan menimbulkan bunyi letup (Setianingsih dan Khaerodin 2002).
Uji Daya Hasil dan Pemuliaan Tanaman Buncis Peningkatan produksi buncis dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi dengan menggunakan varietas unggul dari hasil seleksi maupun introduksi. Pencarian varietas unggul tahan penyakit, berdaya hasil tinggi, dan kualitas polong yang baik dilakukan dengan melakukan persilangan antara kultivar introduksi dan lokal (Djuariah 2005). Penggunaan varietas unggul merupakan alternatif bagi peningkatan produksi dan mampu mewujudkan keunggulan hasil pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Menurut Djuariah (2005) Pengujian daya hasil merupakan salah satu tahap dalam program pemuliaan, umumnya pengujian daya hasil terdiri dari tiga tahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan dan uji multilokasi. Tahap uji daya hasil dilakukan setelah seleksi pada pemuliaan tanaman (Syukur et al. 2012). Para ahli pemuliaan tanaman menggunakan percobaan uji daya hasil untuk mengidentifikasi genotipe yang stabil, adaptif, dan berpotensi lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding.
5
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur yang terletak pada ketinggian 250 mdpl. Percobaan dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Januari 2014.
Bahan dan Peralatan Penelitian Benih yang diuji terdiri atas 10 genotipe buncis dan 2 varietas pembanding (Tabel 1). Genotipe tersebut di antaranya Bogor 2 PHTB 6, Garut 2, Garut 3, Lebat 2, Lebat 1, PHTB 15, PHTB 16 , PHTB 17, PHTB 18, Sukabumi 1 PHTB 14 serta varietas Lebat 3 dan Horti 1 sebagai varietas pembanding. Deskripsi varietas Lebat 3 dan Horti 1 terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Genotipe diatas merupakan hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia.
Tabel 1 Kode genotipe dan varietas pembanding yang digunakan dalam penelitian No Kode Nama Genotipe 1 P0 Lebat 3 (Pembanding) 2 P1 Lebat 2 3 P2 Lebat 1 4 P3 Sukabumi 1 PHTB 14 5 P4 Garut 3 6 P5 PHTB 17
No 7 8 9 10 11 12
Kode P6 P7 P8 P9 P10 P11
Nama Genotipe PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 Horti 1 (Pembanding) PHTB 15 PHTB 16
Alat yang digunakan meliputi alat pertanian umum, ajir, alat tulis, penggaris/meteran, kamera, tali rafia, mulsa plastik hitam perak, plastik bening. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK mutiara, pupuk kandang, pupuk Grow More bunga, kapur Dolomit. Pelindung tanaman dari hama dan penyakit adalah dengan menggunakan Insektisida Decis, Fungisida Dithane M-45, dan Furadan 3G.
Rancangan Penelitian, Model Percobaan dan Analisis Data Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) 1 faktor dengan 12 genotipe buncis (tertera di sub bab di atas) sebagai perlakuan dan 4 ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 48 satuan percobaan.
6 Bedengan yang digunakan memiliki ukuran sebesar 27 × 1 m. Masing-masing bedengan terdapat 6 genotipe dengan 20 tanaman pada masing-masing populasi. Model rancangan yang digunakan menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah: Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum τi : Pengaruh perlakuan genotipe ke-i βj : Pengaruh ulangan ke-j εij : Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i dan ulangan ke-j i : 1, 2, 3, … ,12 j : 1, 2, 3 Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F dan apabila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunnett dengan kontrol varietas pembanding pada taraf 5%. Analisis korelasi dilakukan pada seluruh komponen hasil. Nilai koefisien korelasi linier sederhana dihitung berdasarkan rumus (Gomez dan Gomez, 1995) sebagai berikut:
Keterangan:
r : koefisien korelasi : Nilai tengah pengamatan pada peubah-peubah yang diamati
Pelaksanaan Penelitian Pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang sebanyak 150 ton ha-1, pemberian kapur dolomit 6 ton ha -1 dan penutupan tanah oleh mulsa plastik hitam perak dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Tanah diolah sempurna sampai tanah menjadi gembur dan merata dengan pupuk kandang dan kapur. Buncis ditanam dengan jarak tanam 50 cm × 40 cm dengan masing-masing 2 benih pada lubang tanam. Furadan 3G berbahan aktif karbofuran 3% diberikan bersamaan pada saat penanaman. Pemeliharaan dilakukan selama pertumbuhan vegetatif tanaman hingga panen. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, pengajiran, pemupukan, pengendalian gulma, pengendalian HPT dan pemupukan. Penyiraman dilakukan rutin sehari sekali pada pagi atau sore hari jika tidak ada hujan, penyulaman pada 1 MST, pengendalian hama penyakit dengan penyemprotan insektisida Decis yang memiliki bahan aktif Deltametrin 25 g l-1 pada 30 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 2 cc l-1 dan fungisida Dithane M-45 berbahan aktif Mankozeb 80% pada 35 HST dengan konsentrasi 3 g l-1, pengendalian gulma pada parit antar bedeng dilakukan seminggu sekali, pemupukan dengan NPK mutiara (15:15:15) dilakukan pada 3, 6, dan 7 MST dengan konsentrasi 20 g l-1, pupuk Grow More Bunga diberikan pada 4 MST dengan konsentrasi 2 g l-1 yang bertujuan untuk menginisiasi pembungaan. Pengajiran dilakukan agar membantu tanaman buncis
7 tetap berdiri kokoh, mengoptimalkan sinar matahari, membantu penyebaran tunas, dan daun tanaman buncis. Pengajiran dilakukan pada waktu tanaman berumur 2 MST. Ajir tersebut dipasang tegak pada setiap tanaman dengan jarak 10–15 cm dari tanaman, tanaman diikatkan pada ajir dengan tali rafia. Pengajiran dilakukan pada semua tanaman kacang buncis. Panen dilakukan secara bertahap tergantung pada tingkat kematangan tiap genotipe. Pemanenan dilakukan ketika 90% tanaman yang berbuah sudah matang. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik secara manual. Peubah diamati pada 7 tanaman contoh secara acak pada setiap satuan percobaan, kecuali untuk pengamatan umur berbunga dan umur panen yang diamati pada seluruh tanaman setiap 2genotipe.
Pengamatan Pengamatan dilakukan setelah 1 MST. Peubah yang diamati adalah peubah kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan yang diamati dilakukan pada 7 tanaman contoh disetiap ulangan. Pengamatan kuantitatif berdasarkan International Board for Plant Genetic Resources (1982): 1. Panjang hipokotil yang diukur mulai dari permukaan tanah sampai batas kotiledon 2. Jumlah bunga, dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga yang telah mekar sempurna disetiap tanaman contoh 3. Umur berbunga, diukur ketika 50% jumlah populasi telah berbunga 4. Umur panen, diukur ketika 90% tanaman yang berbuah sudah matang 5. Jumlah polong per tanaman 6. Bobot polong per tanaman 7. Bobot per polong 8. Lebar polong (Gambar 1) 9. Panjang polong (Gambar 1)
Gambar 1 Pengukuran panjang dan lebar buncis 10. Jumlah biji per polong 11. Produktivitas Produktivitas = Bobot polong per tanaman (kg) × 80% Populasi per Ha Pengamatan kualitatif berdasarkan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2007): 1. Warna hipokotil
0
8 2. Bentuk daun (Gambar 2)
Gambar 2 Bentuk daun tanaman buncis 3. Warna bunga standard dan sayap (Gambar 3)
Gambar 3 Bentuk bunga tanaman buncis 4. Warna dasar polong (kuning, hijau, ungu) 5. Derajat kelengkungan polong (Gambar 4)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 4 Bentuk derajat kelengkungan polong. Lurus (a), lemah (b), sedang (c), kuat (d), sangat kuat (e) 6. Bentuk bagian ujung polong (Gambar 5)
9
(a) (b) (c) Gambar 5 Bentuk bagian ujung polong. Runcing (a), runcing menuju tumpul (b), tumpul (c) 7. Lengkungan paruh (Gambar 6)
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 6 Bentuk lengkungan paruh polong. Tidak ada (a), lemah (b), sedang (c), kuat (d), sangat kuat (e)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB Tajur yang memiliki ketinggian 250 m dpl. Mulsa plastik hitam perak dilubangi pada saat penanaman (Gambar 7a). Penutupan lahan menggunakan mulsa plastik ini bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma, menekan biaya penyiangan dan pemupukan. Tanah di kebun percobaan IPB Tajur memiliki pH yang cukup asam yaitu 5.0, sehingga pada saat pengolahan lahan diberikan kapur Dolomit untuk meningkatkan pH tanah. Tanaman buncis mulai melilit pada ajir pada 3 minggu setelah tanam (MST) (Gambar 7b).
(a)
(b)
Gambar 7 Kondisi umum lahan. Sebelum tanam 0 MST (a), 3 MST (b)
10 Buncis dipanen secara bertahap. Beberapa genotipe dipanen pertama pada tanggal 31 Desember 2013. Buncis yang ditanam, sebagian besar dipanen sebanyak 6 kali. Panen buncis dilakukan pada selang waktu 2–3 hari, panen terakhir dilakukan pada tanggal 16 Januari 2014. Curah hujan yang cukup tinggi pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014, mengakibatkan beberapa tanaman terserang OPT akibat kondisi lembab pada sore hari disertai suhu yang tinggi pada siang hari. Berdasarkan data cuaca dari stasiun BMKG rata-rata curah hujan pada selama penelitian adalah 544.3 mm/bulan, rata-rata suhu udara 25.43 ᵒ C (Lampiran 1) Penyakit yang menyerang tanaman pada masa vegetatif adalah karat daun (Gambar 8a) yang disebabkan oleh cendawan Uromyces appendiculatus. Serangan hebat pada musim hujan, penyebarannya melalui hembusan angin, percikan atau aliran air. Gejala yang timbul yakni, pada jaringan daun terdapat bintik-bintik kecil berwarna coklat baik dipermukaan daun sebelah atas maupun bawah. Penyakit ini mulai menyerang beberapa tanaman buncis pada 4 MST. Hama yang banyak ditemukan pada tanaman buncis yaitu hama ulat jengkal semu, Plusia chalcites (Gambar 8b). Hama ini berwarna hijau dan memiliki panjang ±2 cm, bagian tanaman yang diserang pada permukaan bagian bawah daun. Serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi terdapat pada tanaman varietas Horti 1. Lingkungan tumbuh varietas Horti 1 yang kurang sesuai menyebabkan tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi. Selain hama dan penyakit yang disebutkan sebelumnya, hama yang menyerang tanaman varietas Horti 1 ini adalah hama Aulocophora similis Oliver (Gambar 8c) yang menyebabkan daun tanaman buncis varietas Horti 1 ini menjadi berlubang-lubang.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Serangan Hama penyakit pada tanaman. Penyakit karat daun (a), ulat jengkal semu (b), Aulocophora similis Oliver (c)
Karakter Kualitatif Kualitas merupakan suatu komponen yang memberikan nilai tambah pada tanaman budi daya. Batasan kualitas bergantung pada jenis tanaman dan tujuan penggunaannya (Welsh 1981). Menurut Syukur et al. (2012) karakter tertentu pada tanaman seperti warna bunga, bentuk polong dan warna polong dikendalikan oleh gen sederhana (1 atau 2 gen) dan tidak atau sedikit sekali dipengaruhi lingkungan. Karakter kualitatif yang diamati pada masa vegetatif tanaman
11 meliputi warna hipokotil, warna standar bunga, warna sayap bunga dan bentuk daun (Tabel 2).
Tabel 2 Penampilan karakter kualitatif warna hipokotil, bunga dan bentuk daun tanaman buncis yang diuji Genotipe
Warna Hipokotil
Lebat 2 Lebat 1 Sukabumi 1 PHTB 14 Garut 3 PHTB 17 PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 PHTB 15 PHTB 16 Lebat 3 Horti 1
Hijau Ungu Ungu Ungu Hijau Ungu Hijau Ungu Hijau Ungu Hijau Hijau
Warna Standar Bunga Putih Ungu Ungu Ungu Putih Ungu Putih Ungu Putih Ungu Putih Putih
Warna Sayap Bunga Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Bentuk Daun Segitiga Membulat Membulat Membulat Membulat Segitiga Membulat Segitiga Membulat Segitiga Membulat Membulat Membulat Segitiga Membulat Segitiga Membulat Segitiga
Tabel 3 Penampilan karakter kualitatif polong buncis yang diuji Genotipe
Warna Derajat Dasar kelengkungan Polong polong
Lebat 2
Hijau
Lemah
Lebat 1
Hijau
Lurus
Sukabumi 1 PHTB 14
Hijau
Lemah
Garut 3
Hijau
Sedang
PHTB 17 PHTB 18
Hijau Hijau
Sedang Lemah
Garut 2
Hijau
Sedang
Bogor 2 PHTB 6
Hijau
Sedang
PHTB 15
Hijau
Sedang
PHTB 16
Hijau
Sedang
Lebat 3
Hijau
Sedang
Horti 1
Hijau
Sedang
Bentuk bagian ujung polong Runcing menuju tumpul Runcing menuju tumpul Runcing menuju tumpul Runcing menuju tumpul Tumpul Tumpul Runcing menuju tumpul Runcing Runcing menuju tumpul Tumpul Runcing menuju tumpul Tumpul
Lengkungan paruh Lemah Lemah Lemah Lemah Sedang Sedang Lemah Tidak ada Lemah Sedang Lemah Tidak ada
12 Karakter kualitatif yang diamati pada polong buncis setelah panen meliputi warna dasar polong, derajat kelengkungan polong, bentuk bagian ujung polong dan lengkungan paruh. Hasil pengamatan pada Tabel 3 menujukkan bahwa seluruh genotipe memiliki bentuk polong yang bervariasi. Seluruh genotipe memiliki warna dasar polong yang sama, yaitu hijau. Peubah derajat kelengkungan polong dilihat dari kuat lemahnya lengkungan buncis yang diamati. Lebat 1 memiliki bentuk polong yang lurus dibandingkan genotipe lainnya.
Karakter Kuantitatif Data karakter kuantitatif yang diamati diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam Uji-F, apabila data analisis menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan pada uji lanjut Dunnett pada taraf 5%. Uji lanjut dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan genotipe yang diberikan dan dibandingkan dengan varietas pembanding. Hasil rekapitulasi sidik ragam peubah karakter kuantitatif yang diamati memperlihatkan nilai koefisien keragaman (KK) dari setiap genotipe yang diuji (Tabel 4). Koefisien keragaman menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan yang diperbandingkan, dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan (Gomez 4 dan Gomez 1995).
4
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam berbagai peubah karakter kuantitatif yang diamati Peubah Karakter Kuantitatif
KT
F-Hit
KK (%)
Panjang hipokotil Jumlah bunga Bobot panen total per tanaman Jumlah polong panen total per tanaman Bobot per polong Panjang polong Lebar polong (bagian atas) Lebar polong (bagian tengah) Lebar polong (bagian bawah) Jumlah biji per polong Produktivitas
2.192**l 860.002**ccc 3816313.297** 6583.273**cccc 2.139 ** 3.503** 0.007tn 0.007*l 0.017** 0.960*c 555.108**aaaa
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 0.1210 0.0138 <.0001 0.0404 <.0001
6.75 14.38c 14.70c 13.23c 6.17 2.89 12.21c 6.13 5.96 8.60 14.70n
Keterangan : *) berpengaruh nyata pada taraf 5%, tn=)tidak berpengaruh nyata
**) berpengaruh nyata pada taraf 1%,
KK tertinggi dari peubah yang diamati adalah 14.70% pada peubah jumlah bunga, bobot panen total per tanaman dan produktivitas, dan nilai KK terendah sebesar 2.89% pada peubah panjang polong. Perbedaan nilai KK yang cukup beragam dapat disebabkan oleh lingkungan yang memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap peubah yang diamati. Semakin tinggi nilai KK menunjukkan 1 0
13 semakin rendah tingkat validasi suatu percobaan. Pada Tabel 4 menunjukkan peubah yang memiliki nilai KK yang tinggi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan genotipe. Peubah yang tidak berpengaruh nyata diantaranya adalah peubah lebar polong bagian atas. Karakter lebar polong bagian tengah dan karakter jumlah biji per polong berpengaruh nyata dalam taraf 1%, sedangkan karakter lain berpengaruh nyata pada taraf 5%. Hal ini menunjukkan setiap genotipe buncis yang diuji memiliki nilai tengah yang berbeda pada masingmasing peubah pengamatan. Panjang Hipokotil dan Jumlah Bunga Panjang hipokotil diamati pada umur tanaman 1 MST. Tipe perkecambahan tanaman buncis adalah epigeal, tipe perkecambahan ini hipokotil tumbuh memanjang, plumula dan kotiledon terangkat ke permukaan tanah. Panjang hipokotil diukur dari permukaan tanah sampai kotiledon. Peubah jumlah bunga dihitung dalam 4 kali pengamatan sejak 50% populasi tanaman berbunga. Bunga yang diamati adalah bunga yang telah mekar sempurna. Panjang hipokotil tanaman buncis yang diuji memiliki nilai 2.82–5.07 cm. Jumlah bunga yang diamati berkisar 9.0–55.7 buah. Tabel 5 menunjukkan panjang hipokotil tanaman genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, PHTB 18, Bogor 2 PHTB 6, PHTB 15, dan PHTB 16 berpengaruh nyata lebih tinggi dari varietas Lebat 3, sedangkan Lebat 2, PHTB 17 dan Garut 2 berpengaruh nyata lebih rendah dari varietas Horti 1. Jumlah bunga pada seluruh genotipe buncis yang diuji berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Horti 1, sedangkan apabila dibandingkan dengan varietas Lebat 3, genotipe PHTB 18, PHTB 15, dan PHTB 16 berpengaruh nyata lebih rendah. Tabel 5 Nilai tengah panjang hipokotil buncis pada beberapa genotipe dan varietas pembanding Genotipe Lebat 2 Lebat 1 Sukabumi 1 PHTB 14 Garut 3 PHTB 17 PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 PHTB 15 PHTB 16 Lebat 3 Horti 1 KK (%)
Panjang Hipokotil (cm) 3.27b 4.62a 4.52a 4.55a 3.27b 4.12a 2.82b 4.61a 5.08a 4.83a 3.19ll 4.53ll 6.74a
Jumlah bunga 54.2bc 50.7bc 55.7bc 49.6bc 39.4bc 37.4ab 53.8bp 53.6bc 30.7ab 25.1ab 51.6cc 9.0c 14.4 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a dan b berturut-turut pada kolom yang sama berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan Horti 1 berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
14 Umur Berbunga dan Umur Panen Pengamatan umur berbunga ditentukan dari jumlah hari setelah benih ditanam. Presentase yang dilihat adalah 50% dari jumlah total populasi tanaman yang telah berbunga, sedangkan umur panen adalah jumlah hari setelah 90% tanaman yang berbuah sudah masak dan siap untuk dipanen. Umur berbunga dan umur panen 12 genotipe cukup bevariasi. Umur berbunga antara 35–53 hari setelah tanam (HST) (Gambar 9), sedangkan umur panen 49–59 HST (Gambar 10). Grafik yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, Bogor 2 PHTB 6 dan PHTB 16 memiliki umur berbunga paling cepat 35 HST dibanding kedua varietas pembanding yang digunakan. Genotipe lain ada yang menunjukkan umur berbunga yang sama dengan varietas pembanding Lebat 3 yang berbunga pada 38 HST. Varietas Horti 1 yang digunakan memiliki umur berbunga yang paling lama dibandingkan genotipe lain yang diuji, yaitu 53 HST. Menurut Edmond et al. (1964) faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya tanaman berbunga mekar adalah intensitas cahaya matahari, suhu harian dan genotipe tanaman. Ketinggian tempat juga menentukan pembungaan tanaman. Tanaman di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingan tanaman yang ditanam di dataran tinggi.
Gambar 9 Grafik umur berbunga 10 genotipe buncis dan varietas pembanding
Genotipe yang Lebat 1, Lebat 2, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, Garut 2, Bogor 2 PHTB 6, PHTB 15, dan PHTB 16 memiliki umur panen yang sama dengan varietas pembanding Lebat 3, yaitu pada 49 (HST). Genotipe PHTB 17 dan PHTB 18 dapat dipanen pada umur 54 HST, sama halnya dengan umur berbunga paling lama varietas pembanding Horti 1 memiliki umur panen yang paling lama yaitu pada 59 HST. Menurut deskripsi varietas yang dikeluarkan oleh Balitsa (2013) varietas Horti 1 memiliki umur panen 52–54 HST.
15
Gambar 10 Grafik umur panen 10 genotipe buncis dan varietas pembanding Panjang dan Lebar Polong Pengukuran peubah panjang dan lebar buncis dilaksanakan sebanyak dua kali pada panen ke-2 dan ke-3. Hasil pada Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata pada panjang dan lebar polong panen ke-2 dan ke-3. Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa peubah lebar polong bagian atas tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh genotipe. Panjang buncis untuk seluruh genotipe berkisar antara 13.92–16.70 cm, lebar polong bagian atas berkisar antara 0.47–0.60 cm, lebar polong bagian tengah antara 0.77–0.95 cm, lebar polong bagian bawah berkisar antara 0.60–0.85 cm. Tabel 6 Nilai tengah panjang polong dan lebar polong (atas tengah bawah) buncis Genotipe
Panjang Polong (cm)
Atas
Lebat 2 Lebat 1 Sukabumi 1 PHTB 14 Garut 3 PHTB 17 PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 PHTB 15 PHTB 16 Lebat 3 Horti 1 KK (%)
16.57bv 15.77ab 15.82bv 15.55ab 13.92av 14.42av 16.25bv 16.50bv 16.27bv 14.65av 16.70vv 14.47vv 2.89l
0.57b 0.65v 0.60v 0.60v 0.55v 0.57v 0.52v 0.55v 0.57v 0.55v 0.52v 0.47v 12.21vv
Lebar Polong (cm) Tengah Bawah
0.87v 0.87v 0.87v 0.85v 0.85v 0.82v 0.82v 0.87v 0.95b 0.90b 0.85v 0.77v 6.13v
0.77bl 0.80bl 0.80bl 0.77bl 0.75bl 0.77bl 0.72bl 0.82bl 0.85ab 0.85ab 0.75vl 0.60vl 5.96
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a dan b berturut-turut pada kolom yang sama berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan Horti 1 berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
8
0
16 Menurut Cahyono (2007) Polong bentuknya ada yang pipih lebar dan memanjang ±20 cm, bulat lurus dan pendek ±12 cm dan bulat panjang ±15 cm. Pengukuran lebar polong dilakukan pada bagian atas ±0.5 cm dibawah tangkai, tengah, dan bawah ±0.5 cm diatas ujung polong. Keseluruhan ukuran polong menunjukkan ukuran lebar polong bagian atas lebih kecil dibandingkan bagian tengah dan bagian bawah polong. Bagian polong yang memiliki ukuran paling besar yaitu pada bagian tengah polong, dan bagian bawah polong tidak jauh berbeda dibandingkan bagian tengah polong. Jumlah Polong Per Tanaman dan Bobot Polong Per Tanaman Percobaan ini mengamati karakter kuantitatif pada fase generatif seperti jumlah bunga (Tabel 5), bobot polong per tanaman (Tabel 8), jumlah polong per tanaman (Tabel 7), jumlah biji per polong, dan produktivitas (Tabel 9). Peubah jumlah polong per tanaman menujukkan hasil yang relatif sama dengan peubah bobot polong per tanaman. Genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3 dan Bogor 2 PHTB 6 menghasilkan jumlah polong maksimal pada panen ke 1–2, sedangkan genotipe PHTB 18 seimbang pada periode panen ke 3– 6. Varietas Horti 1 baru mulai menghasilkan polong maksimal pada periode panen ke 5–6 berkisar 60%. Tabel 7 Nilai tengah jumlah polong per tanaman buncis 10 genotipe dan varietas pembanding
Genotipe Lebat 2 Lebat 1 Sukabumi 1 PHTB 14 Garut 3 PHTB 17 PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 PHTB 15 PHTB 16 Lebat 3 Horti 1 KK (%)
Jumlah polong panen ke-1 dan 2 (%) 42.97 66.60 66.53 58.65 22.89 6.13 40.19 68.01 27.54 39.37 37.58 0.00 22.86a
Jumlah polong panen ke-3 dan 4 (%) 36.66 22.59 21.78 24.65 32.13 44.17 31.58 20.88 38.65 28.74 37.58 33.33 22.98v
Jumlah polong panen ke-5 dan 6 (%) 20.37 10.81 11.68 16.70 44.98 49.69 28.23 11.11 33.82 31.89 24.84 66.67 23.94
Jumlah polong panen total* 122.75b 127.25b 126.25b 125.75b 62.25ab 40.75a 104.50b 130.50b 51.75ab 63.50ab 115.75 18 13.23
Keterangan : *Angka yang diikuti dengan huruf a dan b berturut-turut pada kolom yang sama berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan Horti 1 berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
Peubah bobot polong per tanaman, jumlah polong per tanaman, dan produktivitas seluruhnya berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan
17 Horti 1. Bobot polong per tanaman menunjukkan seluruh genotipe berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Horti 1, sedangkan genotipe PHTB 17, PHTB 18, PHTB 15 dan PHTB 16 menunjukkan genotipe berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Lebat 3. Genotipe Bogor 2 PHTB 6 memiliki hasil yang paling baik pada peubah bobot polong per tanaman, jumlah polong per tanaman, dan produktivitas dibandingkan varietas pembanding. Varietas Horti 1 memiliki angka komponen hasil yang paling sedikit yang disebabkan oleh umur berbunga varietas ini cukup lama. Tabel 8 menyajikan presentase bobot panen ke 1–6. Genotipe Lebat 1, Sukabumi 1 PHTB 14, Garut 3, Bogor 2 PHTB 6 menghasilkan bobot panen lebih besar dari 50% pada panen ke-1 dan 2. Genotipe PHTB 15 memiliki presentase bobot panen yang seimbang pada setiap periode panen berkisar 30%, sedangkan genotipe PHTB 18 memiliki presentase bobot panen yang seimbang pada periode panen ke-3–6 sekitar 46%. Presentase bobot panen genotipe lain kecuali pada genotipe PHTB 17 mengalami penurunan disetiap 2 periode panen. Presentase bobot panen ke 1–2 berkisar 40%, panen ke 3–4 berkisar 30% dan panen ke 5–6 berkisar 20%, sedangkan genotipe PHTB 17 memiliki presentase panen ke 1–2 berkisar 20%, panen ke 3–4 berkisar 30% dan panen ke 5–6 berkisar 40%. Presentase bobot panen yang disajikan memberikan informasi pada periode panen yang ke berapa buncis menghasilkan bobot yang maksimal. Setiap genotipe memiliki periode panen maksimal yang berbeda-beda. Pada umumnya pemulia menginginkan hasil panen yang maksimal paada periode panen awal. Tabel 8 Nilai tengah bobot panen buncis per tanaman 10 genotipe dan varietas pembanding Genotipe Lebat 2 Lebat 1 Sukabumi 1 PHTB 14 Garut 3 PHTB 17 PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 PHTB 15 PHTB 16 Lebat 3 Horti 1 KK (%)
Bobot Panen ke-1 dan 2 (%) 45.48 72.91 71.40 65.78 24.28 7.69 47.65 73.40 35.06 45.43 42.72 0.00 22.9
Bobot Panen ke-3 dan 4 (%) 33.57 17.00 17.76 19.57 31.41 46.15 26.04 15.95 35.35 25.66 32.48 35.41 19.67
Bobot Panen ke-5 dan 6 (%) 20.95 10.09 10.84 14.65 44.32 46.16 26.31 10.65 29.59 28.90 24.80 64.59 27.81
Bobot Panen Total (g)* 801.20bv 867.10bv 827.83bv 854.61bv 308.60ab 211.36av 649.75bv 923.51ab 320.31ab 407.77ab 695.58vv 87.04v 14.7
Keterangan : *Angka yang diikuti dengan huruf a dan b berturut-turut pada kolom yang sama berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan Horti 1 berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
18 Jumlah Biji Per Polong, Bobot Per Polong dan Produktivitas Jumlah biji per polong rata-rata varietas Lebat 3 dan Horti 1 berturut-turut adalah 8.5 dan 7.4. Tabel 9 menunjukkan genotipe PHTB 16 berbeda nyata lebih rendah dibanding varietas pembanding, sedangkan genotipe lain tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Susunan polong bersegmen-segmen dengan jumlah biji 5–14 per polong (Cahyono 2007). Nilai tengah bobot per polong buncis didapatkan dari bobot polong per tanaman dibagi jumlah polong per tanaman. Bobot per polong buncis berkisar antara 4.87–7.07 g. Genotipe yang memiliki bobot per polong tertinggi adalah Bogor 2 PHTB 6, sedangkan yang memiliki bobot terendah adalah varietas Horti 1. Genotipe yang memiliki bobot per polong berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding diantaranya Lebat 1, Garut 3, dan Bogor 2 PHTB 6. Tabel 9 menunjukkan bahwa produktivitas buncis yang paling tinggi terdapat pada genotipe Bogor 2 PHTB 6 dengan nilai 36.94 ton ha -1. Angka produktivitas tersebut menunjukkan genotipe Bogor 2 PHTB 6 lebih baik dibandingkan varietas pembanding yang digunakan. Varietas Lebat 3 dan Horti 1 memiliki angka produktivitas berturut-turut 27.82 ton ha-1 dan 3.48 ton ha-1. Menurut Balitsa produksi polong buncis rambat mencapai 24–40 ton/ha. Nilai produktivitas didapatkan dari perkalian antara bobot buah per tanaman dikalikan dengan 80% populasi per ha (Khasanah 2013). Tabel 9 Nilai tengah jumlah biji per polong, bobot per polong dan produktivitas buncis 10 genotipe dan varietas pembanding Genotipe Lebat 2 Lebat 1 Sukabumi 1 PHTB 14 Garut 3 PHTB 17 PHTB 18 Garut 2 Bogor 2 PHTB 6 PHTB 15 PHTB 16 Lebat 3 Horti 1 KK (%)
Jumlah Biji Per Polong
Bobot Per Polong (g)
Produktivitas (ton ha-)
8.3cc 7.2cc 8.0cc 7.4cc 7.6cc 7.3cc 8.4cc 7.6cc 7.9cc 6.9ac 8.5cc 7.4cc 8.6aa
6.51b 6.81ab 6.51b 6.79ab 5.03a 5.18a 6.22b 7.07ab 6.15b 6.42b 5.99 4.87 6.17
32.05b 34.68b 33.11bc 34.19bc 12.34ab 8.45a 25.99bc 36.94ab 12.81ab 16.31ab 27.82cc 3.48c 14.67 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf a dan b berturut-turut pada kolom yang sama berbeda nyata dengan varietas pembanding Lebat 3 dan Horti 1 berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
19 Analisis Korelasi Korelasi merupakan derajat keeratan antar suatu karakter dengan karakter lainnya. Uji korelasi ini dilakukan untuk melihat keeratan hubungan antar satu karakter dengan karakter yang diamati. Nilai korelasi yang positif berada pada taraf nyata (0.01≤P≤0.05), sangat nyata (P≤0.01) dan tidak nyata (P≥0.05) (Gomez dan Gomez 1995). Berdasarkan uji korelasi (Tabel 10) karakter kuantitatif komponen hasil menunjukkan korelasi positif. Bobot polong per tanaman berkorelasi sangat nyata dengan karakter jumlah polong per tanaman dan panjang polong. Semakin banyak jumlah polong per tanaman, semakin besar bobot polong per tanaman. Sama hal nya dengan jumlah polong per tanaman, panjang polong juga berkorelasi sangat nyata dengan bobot per tanaman. Tingginya tingkat keeratan atau korelasi antar karakter menunjukkan bahwa secara linier peningkatan bobot polong per tanaman akan selalu diikuti oleh jumlah dan panjang polong per tanaman. Komponen hasil yang tidak berkorelasi nyata antar karakter yang satu dengan karakter yang lainnya adalah karakter lebar polong dengan jumlah polong, bobot polong total dan jumlah biji perpolong serta jumlah biji per polong dengan jumlah polong total, bobot per polong dan bobot polong total. Panjang polong yang berkorelasi dengan jumlah biji per polong, karena semakin panjang polong, semakin banyak jumlah biji pada setiap polongnya. Tabel 10 Analisis korelasi antar karakter kuantitatif per tanaman
Panjang polong Lebar polong tengah Jumlah polong tengah Bobot per polong Jumlah biji perpolong
Bobot polong per tanaman 0.615 ** 0.234 tn 0.981 ** 0.818 ** 0.152 tn
Panjang polong 0.341 * 0.606 ** 0.605 ** 0.446 **
Lebar polong tengah
0.182 tn 0.504 ** 0.133 tn
Jumlah polong per tanaman
Bobot per polong
0.720 ** 0.201 tn
0.040 tn
Keterangan: **= berkorelasi sangat nyata, *= berkorelasi nyata, tn= tidak berkorelasi nyata.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan pada daya hasil dan karakter kuantitatif lain yang diamati. Genotipe yang menunjukkan daya hasil yang lebih tinggi dibandingkan pembanding adalah genotipe Bogor 2 PHTB 6. Genotipe Bogor 2 PHTB 6 memiliki polong yang lebih panjang dibandingkan genotipe lain yang diuji. Genotipe ini juga memiliki umur berbunga dan umur panen yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan kedua varietas pembanding.
20 Saran Genotipe Bogor 2 PHTB 6 dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menjadi varietas unggul dataran rendah, karena genotipe ini memiliki potensi hasil yang besar dan adaptif di dataran rendah.
DAFTAR PUSTAKA [BALITSA] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2010. Perkembangan pemuliaan sayuran tahan cekaman biotik. Bandung (ID): Balitsa [BALITSA] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2013. Varietas-varietas buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang telah dilepas oleh balai penelitian sayuran. Bandung (ID): Balitsa Cahyono. 2007. Kacang Buncis Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Djuariah D. 2005. Uji daya hasil dan kualitas hasil Buncis Merambat (Phaseolus vulgaris L.) Galur Harapan. Di dalam: Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran; 1995 Okt 24; Lembang, Indonesia. hlm 242-250 Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Edmond JB, Senn TL, Andrews FS, Halfacre FG. 1964. Fundamental of Horticulture. New Delhi (IN): Mc.Graw Hill Co.Ltd. Hardiningsih S. 2012. Penyakit kacang-kacangan pada lahan kering masam di Propinsi Lampung.Superman. Malang (ID): Vol 2 No 1. [IBPGR] International Board for Plant Genetic Resources. 1982. Phaseolus Vulgaris Descriptor. AGPG: IBPGR/81/1. Khasanah U. 2013. Evaluasi karakter dan daya hasil beberapa genotipe tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) di Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maesen LJG, Sadikin S. 1992. Phaseolus vulgaris L. Bogor (ID): Plant Resources of South-East Asia. 60-63 p. Permadi AH, Djuariah D. 2000. Buncis rambat Horti-2 dan Horti-3 tahan penyakit karat daun dengan daya hasil dan kualitas hasil tinggi. J.Hort. 10(1): 82–87. Pitojo S. 2004. Benih Buncis. Cetakan Pertama. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. 65hlm. [PPVT] Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. 2007. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan. PVT/PPI/20/1 [Puslitbang Hortikultura] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2013. Budidaya Buncis [internet]. [diakses 2013 Okt 31]. Tersedia pada: http:hortikultura.litbangdeptan.go.id/index.php?bawaan=berita/fullteks_berita &id=315 Purwati E. 1997. Pemuliaan Tanaman Tomat Teknologi Produksi Tomat. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1997. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. Catur Herison, penerjemah; Sofia Niksolihin, editor. Bandung (ID): Penerbit
21 ITB. Terjemahan dari World Vegetable: Principles, Production, And Nutritive Values, Second Edition. Setianingsih T, Khaerodin. 2002. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak dan Merambat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 78 hlm. Suryaningsih. 2008. Pengendalian penyakit sayuran yang ditanam dengan sistem budi daya mosaik pada pertanian periurban. J. Hort. Bandung (ID): 18(2):200– 211. Syukur MS, Sri S, Rahmi Y. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 300 hlm. Welsh JR. 1981. Dasar-Dasar Genetika Tanaman. Johanis P, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Fundamental of Plant Genetic and Breeding. Wuryaningsih S, Marwoto B, Mintarsih A. 2001. Tanggapan klon harapan krisan pot terhadap media tumbuh tanpa tanah. Balai Penelitian Tanaman Hias, Cianjur. J. Hort. 1(2): 76-85.
22 Lampiran 1 Data curah hujan, hari hujan dan suhu rata-rata daerah Ciawi Bogor
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah Rata-rata
November 2013 Suhu Curah rata-rata hujan o ( C) (mm) 26.4 26.6 26.9 41 26.6 26.4 26.2 26.2 36 25.7 27.0 26.0 14 25.1 25.3 25 25.3 63 25.2 27 25.0 23 25.1 14 24.4 25 26.2 15 26.2 25.9 26.6 27.0 27.4 27.3 27.1 11 24.3 5 26.3 27.7 26.6 28.2 -
26.2
300 12 HH
Desember 2013 Suhu Curah rata-rata hujan o ( C) (mm) 26.9 19 26.1 25.2 25.8 3 25.6 26.4 35 26.6 40 25.7 25 25.6 46 25.1 73 25.4 20 25.1 3 25.5 14 24.5 25 26.6 21 26.3 46 26.2 26.4 8 25.9 45 25.9 25.6 50 23.3 20 24.3 11 25.8 9 24.4 25.4 5 25.4 26.0 25.0 10 25.0 15 24.4 541 25.5 23 HH
Keterangan: Pengukuran Curah Hujan di Pos Hujan Ciawi (-) Tidak ada hujan (HH) Hari Hujan
Sumber: Stasiun Klimatologi, Dramaga Bogor
Januari 2014 Suhu Curah rata-rata hujan o ( C) (mm) 25.3 25.8 17 25.6 25.6 26.4 8 25.7 25.6 23.5 6 26.1 26.6 24.9 17 23.6 100 24.5 27 25.4 40 24.0 22 23.8 23 23.4 30 24.2 75 23.5 41 24.0 79 22.8 79 23.9 20 22.7 23 24.6 12 25.0 25.0 25 24.3 13 24.6 18 24.3 30 24.6 70 24.6 18 792 24.6 23 HH
23 Lampiran 2 Deskripsi varietas buncis Lebat 3 Asal Tanaman
Golongan Tipe pertumbuhan Umur (setelah tanaman)
Tinggi tanaman Diameter batang Warna batang Bentuk daun Warna daun Panjang tangkai daun Ukuran daun (P × D) Warna mahkota bunga Jumlah polong per tandan Jumlah biji per polong Warna biji Frekuensi panen Berat polong Hasil per tanaman rata-rata Jumlah polong per tanaman Bentuk penampang polong Bentuk ujung polong Warna polong Ukuran polong (P × D) Rasa Tekstur polong Berat 1 000 biji Potensi hasil Ketahanan terhadap penyakit Ketahanan terhadap hama Daerah adaptasi Sifat unggul Peneliti/pengusul
: Introduksi dari Chia Thai Seed Co. Ltd (Thailand) dikembangkan dari varietas bersari bebas menjadi varietas unggul : OP (bersari bebas) : Merambat : - Berbunga : 34 hari - Awal panen konsumsi : 47 hari - Akhir panen konsumsi : 92 hari : >2 m : 0.7 cm : Hijau : Segitiga-bulat : Hijau : 10 cm : 13 × 10 cm : Putih : 4–6 : 4–8 : Putih : 13–17 kali : 10 gram : 1.315 gram, maksimum 2.158 gram : 198 : Bulat dengan permukaan kulit halus : Lancip dengan sulur pendek : Hijau keputihan : 20 × 0.8 cm : Manis dan renyah : Berserat halus : 230 : 37 ton/ha : Tahan terhadap penyakit layu dan sangat tahan karat daun : Sangat tahan terhadap penggerek polong : Sesuai untuk dataran rendah sampai tinggi pada musim kemarau dan penghujan : Potensi hasil tinggi, bentuk dan warna polong menarik : Nasib W W, Mulyantoro, Rudy Hermanto
24 Lampiran 3 Deskripsi varietas buncis Horti 1 Asal Tanaman
:
Tipe pertumbuhan Warna bunga Umur (setelah tanaman)
: : :
Warna polong muda Bentuk penampang
: :
Ukuran polong Rasa polong Jumlah biji per polong Warna biji Berat polong Tekstur polong Berat 100 biji Potensi hasil
: : : : : : : :
Ketahanan terhadap penyakit
:
Daerah adaptasi
:
Peneliti/pengusul
:
Introduksi kultivar WITSA dari Taiwan dengan nomor galur BPH-1801BR Merambat/melilit Putih - Berbunga : 43–46 hari - Awal panen : 52–54 hari - Akhir panen konsumsi : 92 hari Hijau Bulat, masif (tidak berongga), ujung agak melengkung, bekas tangkai putik lurus Panjang 16–18 cm, lebar 0.9 cm Manis (4.3 brix) 8–9 biji Putih 9.5–10.0 gram Berserat halus (stringless) 27.7 gram - 17.2–25.3 ton/ha (dipanen 2 minggu sejak mekar bunga) - 32.7–48.2 ton/ha (dipanen 4 minggu sejak mekar bunga) Peka terhadap penyakit karat daun dan antraknose Sesuai untuk dataran tinggi dan medium pada musim kemarau Anggoro Hadi Permadi, Diny Djuariah
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Indah Ratna Virisya, dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 21 September 1992 Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari Bapak Risvriardi Ratman dan Ibu Lili Novita.Tahun 2010 Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Serang dan masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitian.Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) pada tahun 2012-2013.Pada tahun 2013 penulis menjabat sebagai Ketua Departemen Pengembangan Masyarakat HIMAGRON.Selain aktif dalam organisasi dan kepanitiaan, penulis pernah menjadi salah satu asisten praktikum Dasar-Dasar Hortikultura untuk mahasiswa angkatan 2012 (AGH 49).