Uji Akurasi Penentuan Posisi Metode GPS-RTK ......................................................................................................... (Syetiawan, et al.)
UJI AKURASI PENENTUAN POSISI METODE GPS-RTK MENGGUNAKAN PERANGKAT CHC X91+ (Accuracy Test Analysis of GPS-RTK Positioning using CHC X91+) Agung Syetiawan, Oktadi Prayoga dan Joni Efendi Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Perangkat CHC X91+ ini dikembangkan dan diproduksi melalui Shanghai HuaCE Navigation Technology ltd. Perangkat CHC X91+ ini merupakan perangkat yang mampu menerima sinyal GNSS dengan 220 channel dan bisa menangkap sinyal dari satelit GPS, GLONASS, SBAS, Galileo dan Beidou bersamaan. Perangkat ini dirancang bisa digunakan untuk pengukuran posisi metode RTK (Real Time Kinematic). Berdasarkan spesifikasi teknis alat, penentuan posisi metode RTK, CHC X91+ menghasilkan koordinat horizontal dengan nilai RMS 8 mm + 1 ppm dan untuk posisi vertikal dengan nilai RMS 15 mm + 1 ppm. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana ketelitian pengukuran koordinat metode RTK, yang diperoleh dari hasil pengukuran GPS menggunakan receiver CHC X91+. Metode penelitian yang digunakan adalah membandingkan nilai hasil pengolahan data statik dibandingkan dengan hasil nilai RTK metode single, nearest dan network RTK. Uji coba alat dilakukan di kompleks Badan Informasi Geospasial tepatnya di atas Gedung Laboratorium Geodesi Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika. Pengolahan data ( post processing) menggunakan data CORS BAKO selama delapan hari dan data pengamatan statik di titik yang sama dengan pengamatan RTK nya. Hasil penelitian menunjukkan perangkat CHC X91+ menghasilkan ketelitian bagus untuk metode Network RTK dan single RTK dengan jarak base kurang dari 30 km dan solusi float untuk jarak base lebih dari 40 km. Ketelitian RMS perangkat CHC X91+ sesuai dengan spesifikasi teknis alat yang ada sehingga alat CHC X91+ ini dapat digunakan untuk pemetaan skala besar dan aplikasinya dapat digunakan untuk koreksi citra satelit resolusi tinggi. Kata kunci: CHC X91+, single RTK, network RTK
ABSTRACT CHC X91+ device was developed and manufactured by the Shanghai HuaCE Navigation Technology ltd. CHC X91+ is a device that is capable of receiving GNSS signals with 220 channels that can receive signals from GPS satellites, GLONASS, SBAS, Galileo and Beidou simultaneously. This device is intended to be used for position measurement method RTK (Real Time Kinematic). Based on the technical specifications of device, positioning methods RTK, CHC X91+ produces horizontal coordinate with the RMS value of 8 mm + 1 ppm and the vertical position with the RMS 15 mm + 1 ppm. This study aims to assess the extent of coordinate measurement accuracy RTK method, which is obtained from the measurement results using the GPS receiver CHC X91+. The method used is to compare the value of the data processing GPS static compared with the results of the GPS-RTK method of single, nearest and network RTK. The test of device carried out in Geospatial Information Agency complex precisely on Geodesy Laboratory Building, Centre for Geodetic Control Network and Geodynamics. Data process using the data CORS BAKO for eight days and static observation data at the same point as his RTK observations. The results showed the CHC X91 + produces good accuracy to methods of network RTK and RTK single base with a distance of less than 30 km and solutions for distance float base of more than 40 km. Accuracy RMS CHC X91 + device in accordance with the technical specifications so the CHC X91+ device can be used for large-scale mapping in the application can be used for the correction of high-resolution satellite imagery. Keywords: CHC X91+, single RTK, network RTK
PENDAHULUAN Dewasa ini kemampuan perangkat penangkap sinyal GPS semakin handal karena didukung dari kemajuan teknologi satelit yang berkembang pesat. Bisnis penentuan posisi pun semakin menjamur dengan semakin banyaknya produsen yang menawarkan solusi cepat dan praktis untuk menentukan suatu posisi tertentu di muka bumi. Tiongkok masuk dan bersaing dengan raksasa 109
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 109-116
teknologi satelit seperti GPS (Amerika), GLONASS (Rusia), GALILEO (Uni Eropa). Awal mula pembangunan sistem satelit navigasi di Tiongkok ini diperuntukkan hanya untuk melayani wilayah daratan Tiongkok, akan tetapi pada tahun 2004 Tiongkok menyetujui pembangunan sistem satelit menjadi sistem yang dapat melayani penentuan posisi secara global (Tamsin, Abidin, & Gumilar, 2012). Harga terjangkau, teknologi terbaru dan ketelitian posisi yang dihasilkan merupakan kelebihan yang mereka tawarkan untuk bisa bersaing dengan pasar Eropa dan Amerika. Perangkat CHC X91+ ini dikembangkan dan diproduksi melalui Shanghai HuaCE Navigation Technology ltd. Perangkat CHC X91+ ini merupakan perangkat yang mampu menerima sinyal GNSS dengan 220 channel yang bisa menangkap sinyal dari satelit GPS, GLONASS, SBAS, Galileo dan Beidou. Perangkat ini dirancang bisa digunakan untuk pengukuran posisi metode RTK dengan fitur mampu melakukan tukar menukar data melalui komunikasi menggunakan RTCM, bahkan tersedia RTCM terbaru RTCM versi 3. Survey RTK pun dapat dilakukan menggunakan komunikasi radio dan tersedia juga modul GSM/GPRS untuk layanan NTRIP (Network Transport of RTCM via Internet Protocol). CHC X91+ juga menawarkan teknologi yang mampu mereduksi sinyal multipath. Kelengkapan alat CHC X91+ bisa dilihat pada Gambar 1.
Controller
GNSS Receiver Antenna
Gambar 1. Perangkat CHC X91+.
Berdasarkan spesifikasi teknis alat, penentuan posisi CHC X91+ menghasilkan koordinat horizontal dengan nilai RMS 3 mm + 0.5 ppm sementara untuk posisi vertikal dengan nilai RMS 5 mm + 0.5 ppm menggunakan metode post processing static dimana panjang baseline titik tidak lebih dari 300 km. Sementara untuk metode Real Time Kinematic (RTK), CHC X91+ menghasilkan koordinat horizontal dengan nilai RMS 8 mm + 1 ppm dan untuk posisi vertikal dengan nilai RMS 15 mm + 1 ppm. Perangkat CHC X91+ ini merupakan perangkat yang baru dirilis dan masuk Indonesia sekitar awal tahun 2016 ini, sehingga diperlukan penelitian komprehensif untuk mengetahui performa alat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana ketelitian pengukuran koordinat metode RTK, yang diperoleh dari hasil pengukuran GPS menggunakan receiver CHC X91+.
METODE Penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan perangkat CHC X91+. Metode penentuan posisi dilakukan secara differensial Real Time Kinematic (RTK). Titik yang diukur ditentukan secara real time dari titik yang sudah diketahui koordinat sebelumnya menggunakan data fase. Metode penentuan posisi pun sangat beragam disajikan pada Gambar 2, metode RTK ini digunakan untuk mereka yang membutuhkan ketelian pada orde centimeter level (Feng & Wang, 2007). Sebuah sistem RTK terdiri dari jaringan CORS (Continuously Operating Reference Station) dan data link antara network server-stasiun referensi dan antara server dengan user-terminal (Feng & Wang, 2008). Koreksi dikirimkan dari base stasiun ke rover (pengguna) melaui sinyal radio ataupun melalui sinyal GSM seluler. Pada penelitian ini dipilih beberapa skema pengukuran, RTK menggunakan metode nearest, Network RTK (NRTK) dan single RTK. Pengukuran metode RTK akan diujikan dengan beberapa alternatif jarak base stasiun. Jarak antara base dengan titik yang diukur (rover) sangat mempengaruhi terhadap ketelitian posisi yang dihasilkan. Akurasi
110
Uji Akurasi Penentuan Posisi Metode GPS-RTK ......................................................................................................... (Syetiawan, et al.)
pengukuran RTK sangat dibatasi oleh kesalahan orbit satelit, kondisi atmosfer (ionosfer dan troposfer) serta pengaruh dari multipath (Wübbena, Bagge, & Schmitz, 2001).
Gambar 2. Metode Penentuan Posisi GPS (Abidin, 2007).
Single RTK Pengamatan GPS menggunakan metode single RTK adalah pengamatan secara diferensial dengan menggunakan minimal dua receiver GPS yang bekerja secara simultan menggunakan data fase (Hafiz, Awaluddin, & Yuwono, 2014). Koreksi data dikirimkan secara satu arah dari base station kepada rover melalui transmisi radio atau melalui jaringan internet. Network RTK Network RTK (NRTK) merupakan pengembangan dari metode single base RTK. NRTK dibangun dari konstelasi beberapa jaringan CORS dan server yang memiliki algoritma tertentu untuk menghasilkan posisi teliti dalam waktu yang relatif singkat seperti yang disajikan pada Gambar 3. NRTK menawarkan keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan menggunakan single RTK dalam hal meningkatkan akurasi dan redundansi (Nordin, Akib, Amin, & Yahya, 2009).
Sumber: Leica Geosystem
Gambar 3. Ilustrasi Metode Network RTK di Badan Informasi Geospasial.
Uji coba alat dilakukan di kompleks Badan Informasi Geospasial tepatnya di atas Gedung Laboratorium Geodesi Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika. Diagram alir penelitian dapat dilihat di Gambar 4. Penelitian dimulai dengan melakukan pengumpulan data pengamatan GPS menggunakan metode statik dan RTK. Pengukuran statik dilakukan selama delapan hari, sementara pengukuran RTK dilaksanakan kurang lebih selama 5-15 menit pengamatan. Proses pengolahan data statik menggunakan perangkat lunak pengolah data GPS komersial diikatkan terhadap titik referensi CORS BAKO. Hasil pengolahan data statik dianggap sebagai koordinat definitif, kemudian data hasil RTK dibandingkan dengan hasil pengolahan data statik. Analisis data
111
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 109-116
dilakukan terhadap solusi ambiguitas fase yang dapat diselesaikan dan nilai RMS error yang dihasilkan. Tingkat ketelitian pengukuran RTK menggunakan perangkat CHC X91+ akan diuji dengan melihat hasil simpangan baku hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil pengukuran statik. Mulai
Akuisisi data
Pengukuran Statik
Pengukuran RTK
Post processing
single
Koordinat definitif
nearest
network
Koordinat RTK
Perbandingan koordinat
Analisis
Kesimpulan Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan GPS statik dapat dilihat pada Tabel 1. Solusi ambiguitas fase yang dihasilkan dari pengolahan statik ini adalah fixed dengan nilai horisontal presisi 0.0004 meter dan vertikal presisinya 0.0003 meter. Pengolahan data statik menggunakan orbit ephemeris tipe broadcast dengan panjang baseline dari stasiun CORS BAKO dan titik chc1 berjarak 72.061 meter. Hasil pengolahan metode statik tersebut digunakan untuk membandingkan hasil koordinat RTK dengan menganggap nilai statik sebagai nilai definitifnya. Tabel 2 menyajikan hasil solusi ambiguitas fase dari beberapa base stasiun yang digunakan. Dapat dilihat pada Tabel 2, jarak baseline sangat mempengaruhi terhadap solusi ambiguitas fase yang dihasilkan. Semakin jauh base dengan rovernya semakin lama solusi ambiguitas fase yang dapat diselesaikan dan semakin rendah ketelitian pengukurannya. Keterbatasan jarak ini disebabkan oleh kesalahan bias ionosfer yang membesar mengikuti panjang baseline yang dihasilkan (Feng & Wang, 2008). Pada Tabel 2 dapat dilihat CJKT dengan panjang baseline 42.245 km solusi float dikarenakan CJKT hanya bisa merekam data GPS. Tidak seperti stasiun uji lainnya yang menggunakan sistem satelit GPS dan GLONASS, receiver CJKT hanya bisa menangkap sinyal GPS. Waktu perekaman data RTK di stasiun base CJKT juga masih terlalu singkat, hanya sekitar 5 menit, sehingga ambiguitas fasenya masih belum bisa terpecahkan. Sama hal nya dengan stasiun base CJUR, lama 112
Uji Akurasi Penentuan Posisi Metode GPS-RTK ......................................................................................................... (Syetiawan, et al.)
pengamatan RTK hanya dilakukan selama 6 menit dengan solusi ambiguitas fasenya masih float. Jarak base stasiun CJUR dan titik uji berjarak 48.677 km menjadikan proses penyelesaian ambiguitas fasenya menjadi lebih lama. Dapat dilihat juga pada Tabel 2 base CTGR dengan jarak 30.107 km membutuhkan waktu untuk menyelesaikan ambiguitas fasenya selama 862 detik. Karena kesalahan atmosfer tergantung jarak, single station RTK koreksi mungkin tidak bekerja pada jarak di atas 10 - 20 km (Canada, 2013; Vollath, Buecherl, Landau, Pagels, & Wagner, 2000). Jarak baseline lebih panjang membutuhkan periode solve ambiguity fasenya lebih lama karena disebabkan oleh efek kesalahan ionosfer (Abousalem, Han, Qin, Martin, & Lemoine, 2001), berbeda dengan hasil dari base CBTU hanya memerlukan waktu 10 detik untuk menyelesaikan ambiguitas fasenya dikarenakan sudah dilakukan inisialisasi sebelumnya dan menggunakan job project yang sama di alat. Tabel 1. Processing Report BAKO-CHC1. Session details Solution type Frequency used Horizontal Precision Vertical Precision RMS Maximum PDOP Ephemeris used Processing Duration Processing interval Baseline distance Coordinate Global: Latitude Longitude height Coordinate Grid: Easting Northing Elevation
No
Result Fixed Dual Frequency (L1, L2) 0.0004 m 0.0003 m 0.0292 m 2.719 Broadcast 8 days 30 seconds 72.061 m S6°29'25.45640" E106°50'55.94170" 167.3425 m 704458.2103 m 9282211.5632 m 167.3425 m
Tabel 2. Hasil Solusi Ambiguitas Fase dari Beberapa Base Stasiun. Panjang Time To Fix Metode test Base Stasiun baseline Solusi Ambiguities (TTFA (km) in second)
1 2
Network RTK Single RTK
3
Single RTK
4
Single RTK
5
Single RTK
6
Single RTK
7
Single RTK
imax nearest CTGR (tangerang) CBTU (Cibitung) CJKT (Jakarta) CJUR (cianjur) CPWK (Purwakarta)
0.072
fix fix
28 34
30.107
fix
862
33.994
fix
10
42.245
FLOAT
-
48.677
FLOAT
-
66.081
FLOAT
-
Pengukuran metode network dan nearest (single RTK) dilakukan selama 10 menit. Seperti dapat dilihat pada Gambar 5, hasil selisih untuk koordinat Northing menunjukkan bahwa pengukuran menggunakan nearest (single RTK) dan i-max (network RTK) menghasilkan data dengan simpangan yang kecil yaitu antara 7 mm - 11 mm. Metode nearest menggunakan referensi stasiun BAKO dengan jarak baseline yang sangat dekat yaitu 0.072 m dari titik pengamatan,
113
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 109-116
sehingga koordinat yang dihasilkan dengan ketelitian yang bagus. Hasil pengujian RTK pada Koordinat Northing menunjukkan base CTGR dengan panjang baseline 30.107 km menghasilkan selisih paling tinggi. Dilihat pada Gambar 5 konsistensi data yang dihasilkan juga tidak stabil. Pada Koordinat Northing ini hasil pengukuran pada base CBTU lebih presisi dibandingkan dengan base dari CPWK dan CTGR. Meski demikian, koordinat Northing masih jauh dari akurasi dengan rentang deviasi dibandingkan dengan nilai sebenarnya berkisar antara 17 - 19 cm.
Gambar 5. Grafik Selisih Metode Statik dengan RTK pada Koordinat Northing.
Pengamatan stasiun CTGR dilakukan selama 503 detik dengan proses inisialisasi sinyal selama 5 menit. Pengamatan base CTGR yang relatif masih singkat membuat selisih deviasi dengan koordinat definitifnya masih tinggi dengan rentang ketelitian 18 - 29 cm pada koordinat Northing. CBTU menghasilkan koordinat Northing dan Easting yang stabil dilihat dari amplitudo grafik yang pendek. Pengamatan RTK base CBTU menunjukkan koordinat yang presisi. Sementara untuk koordinat Easting, untuk base CTGR, selisih nilai hasil RTK dengan nilai definitif secara visual tidak stabil disajikan pada Gambar 6. Hampir sama dengan koordinat Northingnya menunjukkan grafik fluktuatif dengan rentang ketelitian antara 0 - 12 cm. Pada Gambar 6 dapat dilihat, koordinat Easting base CBTU berada pada rentang ketelitian antara 3 11 cm. Grafik signifikan terlihat pada pengamatan RTK menggunakan base CPWK. Rentang ketelitian antara 16 - 33 cm. Pengamatan pada base CPWK menghasilkan jarak baseline sejauh 66.081 km dengan lama pengamatan RTK selama 2 menit dan inisialisasi data selama 5 menit. Durasi pengamatan yang relatif singkat membuat koordinat dengan base CPWK belum sempurna pada posisi yang stabil.
Gambar 6. Grafik Selisih Metode Statik dengan RTK pada Koordinat Easting.
114
Uji Akurasi Penentuan Posisi Metode GPS-RTK ......................................................................................................... (Syetiawan, et al.)
Komponen tinggi hasil RTK menggunakan CHC X91+ memiliki ketelitian yang rendah. Seperti dapat dilihat pada Gambar 7, selisih perbedaan koordinat tinggi pada metode nearest (single RTK) dan i-max (network RTK) berkisar rentang 7 - 13 cm. Sementara untuk base CBTU dengan jarak 33.994 km berkisar pada 31 - 47 cm. sementara untuk base CTGR menghasilkan simpangan deviasi antara 0.1-14 cm dan untuk base CPWK menghasilkan selisih antara 5 - 19 cm. Kelemahan pengukuran menggunakan teknologi satelit, koordinat tinggi memiliki ketelitian lebih rendah dibandingkan dengan koordinat planimetrisnya (X dan Y), ketelitian koordinat tinggi 2 kali lebih rendah dibandingkan koordinat planimetrisnya.
Gambar 7. Grafik Selisih Metode Statik dengan RTK pada Koordinat Tinggi (Up)
Pada Gambar 8 dapat dilihat RMS error yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan perangkat CHC X91+. RMS error paling fluktuatif terjadi pada pengamatan menggunakan base CPWK, ini membuktikan ketelitian yang dihasilkan sangat rendah sejalan dengan hasil koordinat yang kurang bagus. Metode nearest dan imax menghasilkan RMS error rendah sehingga menghasilkan koordinat dengan deviasi yang rendah juga. Toleransi RMS error sesuai dengan spesifikasi alat untuk setiap base dapat disajikan sebagai berikut: Base CTGR: 8mm + 30 mm : 38mm (jarak baseline 30 Km) Base CBTU: 8mm + 33 mm : 41mm (jarak baseline 33 Km) Base BAKO (nearest): 8mm + 0.072 mm : 8.07mm (jarak baseline 0.072 Km) Untuk pengamatan nearest dan imax tercatat RMS error CHC X91+ adalah sekitar 1 - 2 mm, kemudian secara berturut-turut RMS error CTGR dan CBTU adalah berkisar antara 13 - 30 mm dan 8 - 29 mm. Hasil ini membuktikan bahwa hasil koordinat CHC X91+ sudah sesuai dengan spesifikasi alatnya dengan nilai hasil pengujian menunjukkan masih dibawah nilai toleransi spesifikasi alat yang ada.
Gambar 8. RMS error Koordinat hasil RTK 115
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 109-116
KESIMPULAN Hasil pengujian dengan CTGR dan CBTU sebagai base melihatkan hasil koordinat yang fluktuatif (baik untuk komponen Northing maupun Easting). CHC X91+ menghasilkan koordinat dengan deviasi rendah pada metode nearest dan network, sehingga membuktikan CHC X91+ bagus digunakan untuk pengamatan RTK dengan baseline yang pendek. Perangkat CHC X91+ sesuai dengan spesifikasi teknis alat sehingga dapat digunakan untuk pemetaan skala besar dalam aplikasinya dapat digunakan untuk koreksi citra satelit resolusi tinggi. Ke depannya perlu dilakukan pengetesan dengan durasi yang lebih lama (mungkin bisa sehari semalam) untuk melihat kekonsistensian data hasil pengukuran RTK. Perlu ditambahkan lagi base dengan variasi jarak yang lebih beragam untuk memastikan jarak baseline terbaik dan perlu dilakukan uji statistik untuk melihat konsistensi, presisi dan akurasi dari data yang dihasilkan menggunakan perangkat CHC X91+ ini. Hasil ketelitian RTK sangat dipengaruhi oleh jarak dan salah satunya juga dipengaruhi oleh kesalahan bias ionosfer. Perlu dipikirkan juga penambahan segmen satelit yang ada, karena penambahan satelit akan memperbaiki geometri satelit sehingga akan memiliki potensi untuk meningkatkan presisi posisi dan waktu ambiguitas fase solve (Zhao, Cui, Guan, & Lu, 2014).
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT Adhimulia Interniagatama yang sudah berkenan meminjamkan alat untuk melakukan penelitian bersama. Ucapan terima kasih juga tak lupa diberikan kepada Bapak Aris dan Bangkit atas ilmu dan pengetahuannya mengoperasikan alat CHC X91+ ini. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial untuk fasilitas dan kesempatannya melakukan uji coba di gedung Q laboratorium Geodesi.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, H. Z. (2007). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya (1st ed.). Jakarta: PT Pradnya Paramita. Abousalem, M., Han, S., Qin, X., Martin, W., & Lemoine, R. (2001). Ashtech Instant-RTK: A Revolutionary Solution for Surveying Professionals. In The 3rd International Symposium on Mobile Mapping Technology (pp. 1–12). Cairo. Canada, N. R. (2013). Guidelines for RTK/RTN GNSS Surveying in Canada. Feng, Y., & Wang, J. (2007). Exploring GNSS RTK performance benefits with GPS and virtual galileo measurements. In ION NTM (pp. 22–24). San Diego, US. Feng, Y., & Wang, J. (2008). GPS RTK Performance Characteristics and Analysis. Journal of Global Positioning Systems, 7(1), 1–8. Hafiz, E. G., Awaluddin, M., & Yuwono, B. D. (2014). Analisis Pengaruh Panjang Baseline Terhadap Ketelitian Pengukuran Situasi dengan Menggunakan GNSS Metode RTK-NTRIP. Jurnal Geodesi Undip, 3(1), 315– 331. Nordin, Z., Akib, W. A. A. W. M., Amin, Z. M., & Yahya, M. H. (2009). Investigation on VRS-RTK Accuracy and Integrity for Survey Application. In International Symposium and Exhibition on Geoinformation (pp. 1–9). Tamsin, F. F. A., Abidin, H. Z., & Gumilar, I. (2012). SISTEM SATELIT NAVIGASI COMPASS. In Seminar Nasional dan Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (pp. 145–154). Vollath, U., Buecherl, A., Landau, H., Pagels, C., & Wagner, B. (2000). Long-Range RTK Positioning Using Virtual Reference Stations. In ION GPS (pp. 1143–1147). Salt Lake, Utah. Wübbena, G., Bagge, A., & Schmitz, M. (2001). Network − Based Techniques for RTK Applications. In the GPS Symposium, GPS JIN. Zhao, S., Cui, X., Guan, F., & Lu, M. (2014). A Kalman Filter-Based Short Baseline RTK Algorithm for SingleFrequency Combination of GPS and BDS. Sensors, 14, 15415–15433. http://doi.org/10.3390/s140815415
116