UJI AKTIVITAS MUKOLITIK INFUSA DAUN KARUK (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) PADA MUKUS USUS SAPI SECARA IN VITRO.
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi Program Diploma III Farmasi
Oleh : RIAN ISMAIL NIM . 13DF277042
PROGRAM STUDI D III FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS CIAMIS 2016
UJI AKTIVITAS MUKOLITIK INFUSA DAUN KARUK (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) PADA MUKUS USUS SAPI SECARA IN VITRO1 Rian Ismail2, Via Fitria, M.Si3, Davit Nugraha, S.Far4. INTISARI Daun Karuk (Piper Sarmentosun Roxb. Ex. Hunter.) telah digunakan oleh masyarakat di kecamatan karang pawitan kabupaten garut sebagai pengencer obat alami (batuk), diketahui juga bahwa daun karuk memiliki kandungan kimia polifenolat, flavonoid, alkaloid,saponin dan tanin. Dimana saponin merupakan metabolit sekunder yang memiliki khasiat sebagai aktivitas mukolitik. Uji Aktivitas Mukolitik Infusa Daun Karuk (Piper Sarmentosun Roxb. Ex. Hunter.)
Pada
Mukus
Usus
Dapi
Secara
In-Vitro
dilakukan
dengan
membandingkan aktivitas dari pembanding asetilsistein terhadap sampel uji infusa daun karuk dengan konsentrasi 1.4%, 0.7% dan 0.35%, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah infusa daun karuk mempunyai aktivitas mukolitik serta bila terdapat aktivitas mukolitik pada konsentrasi berapakah yang mendekati pembanding (asetilsistein). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga infusa daun karuk memiliki aktivitas mukoliti, dimana infusa daun karuk dengan konsentrasi 0,7% dan 1.4% mempunyai aktivitas mukolitik yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif (asetilsistein). Hal ini diperkuat dengan Uji Statistik menggunakan metode Anova Psot hoct test, dimana teramati bahwa terlihat adanya perbedaan bermakna antara kontrol positif dengan konsentrasi 0.7% dan 1.4%.
Kata kunci
: Daun Karuk, Mukolitik, Mukus Sapi.
Keterangan
: 1. Judul, 2. Nama Mahasiswa, 3. Nama Pembimbing I, 4. Nama Pembimbing II.
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Populasi dan perkembangan obat tradisional di negeri ini semakin meningkat seiring dengan slogan “kembali ke alam” serta di tunjang dengan kekayaan alam Indonesia yang melimpah, hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang di negeri ini, sebagian besar dari tanaman yang ada telah dimanfaatkan sejak nenek moyang kita untuk mengobati berbagai penyakit. Salah satu tanaman tradisional yang diduga mempunyai khasiat trapetik sebagai pengobatan yaitu daun karuk (Piper Sarmentosum
Roxb. Ex. Hunter). Tanaman ini banyak digunakan oleh
masyarakat untuk berbagai penyakit. Seperti yang telah dijelaskan dalam Al–qur’an surat An - Nahl ayat 69 tentang pengobatan segala penyakit, sebagai berikut :
Artinya : “ Kemudian makanlah dari tiap – tiap (macam) buah – buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang memudahkan (bagimu) dari perut lebih itu keluar
minuman
didalammnya
(madu)
terdapt
obat
yang yang
bermacam
–
macam
menyembuhkan
bagi
warnanya, manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang – orang yang memikirkan”. Dalam surat di atas dijelaskan, bahwa al-qur’an dan madu adalah segala penyembuh suatu penyakit. Dalam shahih Al – Bukhari diriwayatkan dari said bin jabair, dari ibnu abbas dari nabi sholallahu alahi wasalam “ kesembuhan itu ada 3, dengan meminum madu (bisyubata ‘asala), sayatan pisau hijamah (syurthota mihjam) dan dengan besi panas (kayta naar) dan aku melarang umatku melakukan pengobatan dengan besi panas”. Hadis berikut menjelaskan tentang pengobatan yang dianjurkan oleh rosullah dimana salah satunya dengan madu dan sayatan pisau hijamah (di indonesia dikenal dengan bekam).
Allah tidak semata-mata menurunkan penyakit kepada umatnya jika umatnya tidak sanggup dan allah menurunkan penyakit beserta dengan penawarnya kecuali obat yang tidak ada penawarnya yaitu penuwaan. Penyakit batuk yang pasti semua orang pernah mengalaminya karena batuk merupakan gejala penyakit yang bisa menyerang semua orang baik dari anak-anak sampai orang tua. Seperti surat yunus ayat 57 – 58, sebagai berikut :
َ اس قَدْ َجا َءتْ ُك ْم َم ْو ِع )۷۵( ُور َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ ِل ْل ُمؤْ ِمنِين ُّ ظةٌ ِم ْن َربِ ُك ْم َو ِشفَا ٌء ِل َما فِي ال ُ َّأَيُّ َها الن ِ صد ِ َّ ض ِل )۷۵( َاَّلل َوبِ َرحْ َمتِ ِه فَبِ َٰذَلِكَ فَ ْليَ ْف َر ُحوا ه َُو َخي ٌْر ِم َّما يَجْ َمعُون ْ َقُل بِف Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dan Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berbeda) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (57). Katakanlah : “ Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yan mereka kumpulkan” (58). Tanaman Karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) merupakan bahan utama dalam terapi gurah secara empiris berkhasiat sebagai obat batuk. Penomena yang terjadi di masyarakat khususnya di kampung cimasuk desa suci kecamatan karangpawitan kabupaten garut tanaman ini sering di gunakan untuk berbagai penyakit salah satunya yaitu penyakit batuk. Dalam proses pengolahan daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) di masyarakat yaitu dengan cara merebus dengan air panas juga ditempelkan ke kulit, proses ini dinilai lebih praktis, mudah, murah, efektif tidak memakan waktu yang lama. Serta memiliki efek samping yang dipercaya oleh masyarakat lebih sedikit dibandingkan mengkonsumsi obat sintesis. Hal ini yang menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian uji aktivitas mukolitik infusa daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) pada mukus usus sapi secara in vitro, untuk mengetahui kebenaran khasiat dari daun karuk yang oleh masyarakat sering dijadikan sebagai obat batuk, sehingga apa yang dilakukan di masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta nantinya dapat dikembangkan melalui ilmu pengembangan modern.
B.
Batasan Masalah 1.
Sampel
yang
digunakan
yaitu
infusa
daun
karuk
(Piper
Sarmentasum Roxb. Ex. Hunter). 2.
Ekstraksi yang digunakan adalah metode infusa.
3.
Analog mukus buatan dengan menggunakan mukosa usus sapi yang masih segar.
C.
Rumusan Masalah 1.
Apakah infusa daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter) mempunyai efek mukolitik dengan cara menurunkan viskositas mukus usus sapi ?
2.
Berapakah konsentrasi infusa daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter) yang berkhasiat mukolitik ?
D.
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui adanya aktivitas mukolitik infusa daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter) terhadap viskositas mukus usus sapi secara in vitro.
2.
Untuk
mengetahui
konsentrasi
infusa
daun
karuk
(Piper
Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter) yang berkhasiat mukolitik. E.
Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan informasi. Khususnya untuk penulis umumnya untuk lingkungan kampus dan masyarakat tentang khasiat daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb.Ex.Hunter) sebagai mukolitik.
F.
Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian Nama Peneliti
Judul Penelitian
Alfiyah
Uji aktivitas mukolitik
wahyu
infusa daun pare
wijayanti
(Momordica Charantia)
Tahun
Kesamaan
Penelitian
2008
pada mukus usus sapi secara in vitro
Perbedaan
Sama-sama uji
Perbedaannya
aktifitas mukolitik
adalah pada
pada mukus usus
sampel yang
sapi secara in vitro
digunakan.
Wiwin
Penelitian Fitokimia
Risanah
daun karuk (Piper
Sama sama
digunakan
Sarmentosum Roxb.
tanaman yang
berbeda tidak
digunakan dalam uji
digunakan
yaitu daun karuk
sebagai ujui
Ex. Hunter) secara
Metode yang
2010
kualitatif
mukolitik Adhi azhari
Uji aktifitas mukolitik
N, sri peni
ekstrak etanol daun pare
fitrianingsih
(momordica Charantia L)
dan ratu
secara in vitro
Perbedaanya
2015
Sama-sama uji
metode
aktifitas secara in
ekstraksi dan
vitro
sampel yang
choesrina
digunakan
Ririn Lispita
Aktivitas mukolitik fraksi
Sama-sama
Wulandari,
metanol dari ekstrak
mukosa usus sapi
Yulias Ninik
etanol
Windriyati
daun sirih merah (piper
dan Aqnes
crocotum ruiz and pav.)
Budiarti
pada mukosa usus sapi dan kandungan kimianya
pada
Perbedaanya metode ekstraksi
2009
sampel digunkan
dan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Botani Tinjauan botani tanaman karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter.) meliputi klasifikasi tanaman, nama lain, morfologi tanaman, kandungan kimia, bagian yang digunakan, khasiat dan kegunaan, info lainnya. Daun karuk dapat dilihat pada lampiran II. 1.
Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Piperales
Suku
: Piperaceae
Marga
: Piper
Jenis
: Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter.
(Hutapea, J.R, dkk., 2001). 2.
Nama Lain Tanaman daun karuk memiliki nama yang berlainan di setiap derah di Indonesia seperti : Karuk dan seserehan (Sunda), cabean (Jawa), kado-kado, sirih tanag (Maluku), amelun une (Ambon), gafu topere (ternate). Jumlah spesies yang sudah diiketahui dari marga tanaman ini kira-kira 2000 spesies (Airy, 1973).
3.
Morfologi Tanaman Tanaman karuk termasuk famili sirih – sirihan (Piperaceae). Sosok tanaman berupa herba tegak dan memanjat dengan tinggi sekitar 25 cm – 1 m. Daun meruncing berbentuk jantung mirip dengan daun sirih. Warna daun hijau sampai hijau muda mengkilap. Panjang daun berkisar antara 7 – 12 cm dan lebar antara 5 – 10 cm. Daun memiliki 3 – 7 urat daun dengan panjang tangkai daun 0,3 – 0,5 cm. Pinggir dan permukaan daun rata sedangkan bagian daun agak kasar. Batang agak membulat dan berbuku – buku dan pada setiap
buku terdapat akar sebanyak 4 – 7 buah. Bunga berumah satu, berbentuk tanduk tegak dengan panjang 1 – 2 cm. Mempunyai buah agak lonjong dan berwarna utih kehijauan. Penyebaran tanaman karuk dapat dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan stek. Stek satu ruas berdaun dengan panjang sekitar 15 – 20 cm, dipotong dari tanaman induk lalu disemai dalam polibeg yang telah berisi campuran tanah dengan pupuk kandang (2 : 1), atau bahan organik lainnya (kompos abu dari pembakaran sampah) sebagai campuran media tumbuhnya. Tanaman dapat dipindah kelapangan setelah 3 bulan dipelihara di persemain (Hutapea, dkk., 2001). 4.
Kandungan Kimia Di dalam tanaman karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) buah dan akar, mengandungan saponin dan polipenol, disamping itu buah dan daunnya juga mengandung saponin, flavonoid dan minyak astiri (Hutapea, dkk., 2001).
5.
Bagian Yang digunakan Bagian tanaman yang digunakan dalam pemanfaatannya yaitu seluruh bagian karuk dapat digunakan sebagai obat (Hidayat, S. 2015).
6.
Khasiat dan kegunaan Tanaman daun karuk ini berkhasiat untuk : obat batuk, menjernihkan suara, asma, susah kencing (Paruh air seni), sakit perut, malaria, nyeri gigi, nyeri tulang, panu, radang saluran napas (bronchitis), Memulihkan tenaga sehabis melahirkan, dan bisa di gunakan sebagai pembersih kewanitaan (Hidayat, S. 2015).
7.
Info Lainnya Tanaman ini banyak tumbuh liar di hutan dan pekarangan rumah, sering pula dijadikan tanaman hias pekarangan atau dalam pot kecil. Di indonesia, karuk sudah dikenal sebagai bagian dari jamu, tetapi belum memanfaatkan sebagai
bagian dari
bahan pangan.
Disejumlah negara lain sudah ada yang menjadikannya sebagai bahan sayuran. Negara Thailand dan Philipina memanfaatkan sebagai jenis sayur – sayuran yang dinamakan dengan Cha plu dan
dijadikan makanan khas daerah tersebut. Bahkan ada resep khusus yang disebar dengan nama “miangkham” (Hidayat, S. 2015). B.
Metode Ekstraksi Extractio berasal perkataan “extrahore”, “to draw out”, menarik sari, yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Dalam kefarmasian, istilah ini terutama hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan asal dengan mempergunakan cairan penarik atau pelarut. Cairan penarik yang disebut “menstrum”, ampasnya disebut “marc” atau “faeces”, sedangkan cairan yang dipisahkan dari ampas tersebut merupakan suatu larutan yang disebut “macerate liquid” atau “colatura” (Syamsuni,2006). Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat serta diperbolehkan oleh peraturan. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan secara terus menerus mendesak larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi keluar (Syamsuni, 2006). Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah. Kerugian penggunaan air sebagai penyari: tidak selektif, sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak dan untuk penyaringan diperlukan waktu yang lama (Syamsuni, 2006). Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Lamanya pemanasan dihitung
dari
mulai
suhu
mencapai
90°C,
diserkai
selagi
panas
menggunakan kain flanel, ditambah dengan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki. Keuntungan dari metode infusa dibandingkan dengan metode lain adalah peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipakai, biaya
murah, dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam waktu singkat (Anonim, 2000). C.
Batuk Batuk adalah suatu reflek fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak di beberapa bagian dari tenggorokan (epiglotis, laring, trakea, dan bronkhus). Mukosa ini memiliki reseptor yang peka untuk zat-zat perangsang (dahak, debu, peradangan) yang dapat mencetuskan batuk. Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan demikian, batuk merupakan suatu mekanisme perlindungan (Tjay dan Rahardja, 2002). Menurut Tjay dan Rahardja (2002), batuk dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1.
Batuk Produktif Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan fungsi mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu dan sebagainya) dan dahak dari batang tenggorokan. Maka pada dasarnya jenis batuk ini tidak boleh ditekan tetapi dalam prakteknya sering kali batuk yang hebat dapat mengganggu tidur dan melelahkan pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah pembedahan. Untuk meringankan dan mengurangi frekuensi batuk, terapi simptomatis diberikan dengan obat-obat pereda batuk. Disamping larangan merokok, biasanya dilakukan pengobatan sebagai berikut: a.
Uap air (mendidih) yang dihirup (inhalasi) guna memperbanyak sekret yang diproduksi di tenggorokan. Cara ini efektif dan murah, terutama pada batuk dalam, yakni bila rangsangan batuk timbulnya dari bawah pangkal tenggorokan. Seringkali minum banyak air juga bisa menghasilkan efek yang sama.
b.
Emolliensia (mollis = lunak) memperlunak rangsangan batuk memperlicin tenggorokan agar tidak kering dan melunakan selaput lendir yang teriritasi.
c.
Ekspektoransia (ex = keluar, pectus = dada) memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi kekentalannya,
sehingga
mempermudah
pengeluarannya
dengan batuk. d.
Mukolitik
dikatakan
dapat
mengencerkan
sputum
dan
mengurangi viskositasnya, sehingga mudah dibatukkan (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.
Batuk non produktif Batuk non produktif bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya
padabatuk
rejan
(pertusis)
atau
juga
karena
pengeluarannya memang tidak mungkin seperti pada tumor. Batuk jenis ini tidak ada manfaatnya, maka harus dihentikan. Untuk maksud ini tersedia obat-obat yang berdaya menekan rangsangan batuk, yaitu zat-zat pereda, antihistaminika, dan anestetika tertentu (Tjay dan Rahardja, 2002). Zat-zat tersebut adalah sebagai berikut: a.
Zat-zat pereda : kodein, noskapin, dekstrometorfan, dan pentoksivenin. Obat-obatan ini dengan kerja sentral bekerja efektif, tetapi dapat menyebabkan ketagihan atau adiksi.
b.
Antihistaminika
:
diklorfeniramin. berdasarkan
prometazin,
Obat-obat efek
ini
sedatifnya
difenhidramin,
sering dan
kali
efektif
terhadap
dan pula
perasaan
menggelitik di tenggorokan. c.
Anestetika
lokal
:
pentoksiverin.
Obat
ini
menghambat
penerusan rangsangan batuk ke pusat batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). D.
Mukolitik Mukolitika adalah obat-obat yang dapat membantu menurunkan viskositas sputum, khususnya dari saluran nafas bagian bawah. Sehingga mengubah sifat fisika kimia dari mukus yang menyebabkan viskositas mukus menurun dan akan lebih mudah untuk dibatukkan. Obat ini dapat meringankan pernafasan, sesak nafas dan terutama pada serangan asma
hebat yang dapat mematikan jika sumbatan lendir sedemikian kentalnya, sehingga tidak dapat dikeluarkan (Tjay dan Rahardja, 2002). Asetilsistein adalah contoh obat yang digunakan sebagai mukolitik. Asetilsistein bekerja dengan memecah glikoprotein yang terdapat pada mukus menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga menjadi lebih encer. Mukus yang encer akan mudah diekspektorasikan pada saat batuk. Contoh lain adalah bromhexin yang juga bermanfaat untuk mengurangi ketebalan mukus yang kemungkinan bekerja dengan cara memutus ikatanikatan yang ada dalam mukopolisakarida menghasilkan molekul-molekul yng lebih kecil (Priyanto, 2010). E.
Mukus Manusia Manusia menghasilkan dua jenis mukus yaitu mukus saluran pernapasan dan mukus lambung. Mukus saluran pernapasan merupakan cairan kental yang dikeluarkan dengan bikarbonat oleh sel-sel mukusa tertentu. Mukus melapisi semua mukosa, kekentalannya berkurang bila pH nya meningkat di atas lima komposisi mukus intestinal adalah air 97,5%; protein 0,80%; substansi organik 0,73%; dan 0,88% garam organik (Dukes, 1995). Mukus diproduksi saluran pernapasan yang merupakan cairan kompleks
berupa
selaput
gel
mukoprotein
dan
mukopolisakarida.
Komposisi mukus adalah 95% air dan 5% glikoprotein (Brain, 1997). Mukus orang dewasa normal dibentuk sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju faring oleh gerakan pembersihan normal dari silia yang membatasi saluran pernapasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan, maka proses normal pembersihan mungkin tidak efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Bila hal ini terjadi, maka membran mukosa terangsang, dan mukus ini dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan mukus yang berlebihan, mungkin disebabkan oleh gangguan fisik atau kimiawi, atau infeksi pada membran mukosa (Price dan Wilson, 1984). F.
Mukus Usus Sapi Bagian abdominal dari saluran pencernaan hewan ternak terdiri dari (dari luar ke dalam) : serosa (peritonium viseral), otot terutama otot halus,
submukosa (jaringan ikat), selaput epitel dari saluran (membran mukosa). Keseluruhan dari membran mukosa terdiri dari sel-sel epitel kolumnar, beberapa diantaranya mengalami modifikasi menjadi sel-sel goblet atau sel mangkok yang menghasilkan lendir (mucinogen) yang dilepas ke permukaan epitel dan bekerja sebagai pelicin dan pelindung (Frandson, R.D, 1993). Usus dari hewan tersebut mempunyai dua kelenjar yang penting yaitu kelenjar intestinal dan duodenal. Kelenjar intestinal, yang disebut Kripta Lieberkhun, berbentuk tubular sederhana yang terdapat di sepanjang usus besar maupun usus kecil. Sel-sel yang menyelaputi bersifat kontinyu dan berhubungan dengan sel epitel yang menutupi membran mukosa. Sekresi oleh kelenjar tersebut disebut cairan intestinal atau sukus enterikus (Frandson, R.D, 1993). Komposisi mukus intestinal mamalia adalah 97,5% air, 0,8% protein, 0,73% substansi organik lain, dan 0,88% garam organik (Brain, 1997). Kelenjar duodenal yang disebut kelenjar Bruner tidak terdapat di sepanjang usus, letaknya berakhir pada usus kecil. Kelenjar tersebut jaraknya dari pilorus bervariasi tergantung jenis hewan masing-masing. Kelenjar duodenal yang bertipe tubulo-alveolar mengalami percabangan yang terletak di dalam submukosa dengan salurannya yang terbuka di permukaan membran mukosa diantara vilia. Sekresi dari kelenjar duodenal disebut cairan duodenal. Cairan intestinal berwarna kuning atau sedikit coklat, berair, mukoid dan kadangkadang mengandung sel debris sedangkan cairan duodenal bersifat kental seperti lem. Hal ini karenaadanya mucin atau pseudomucin (Frandson, R.D, 1993). G.
Viskositas Viskositas adalah suatu ungkapan yang menyatakan tahanan yang mencegah zat cair untuk mengalir. Makin tinggi viskositasnya, maka makin besar tahanannya jika zat
diklasifikasikan menurut tipe alir dan
diformasinya, maka pada umunya zat dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: sistem newton dan sistem non newton. Pemilihannya tergantung dari
apakah sifat alirnya sesuai dengan hukum alir newton atau tidak (Martin, dkk., 1993). 1.
Zat dengan sistem Newton Viskoksitas
adalah
suatu
pernyataan
yang
menyatakan
tahanan yang mencegah zat cair untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin, dkk., 1993). Makin tinggi viskositas suatu zat cair, makin besar gaya per satuan luas (tekanan geser) yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan geser tertentu. Jadi kecepatan geser berbanding lurus dengan tekanan geser. 2.
Zat dengan sistem non newton Zat bukan Newton adalah zat yang tidak mengikuti persamaan alur Newton. Termasuk di dalamnya adalah sistem disperse heterogen cair dan padat seperti larutan koloidal, emulsi, suspensi cair, salep, dan produk yang serupa. Bilamana bahan bukan Newton dianalisa di dalam viskometer dan hasilnya dibuat grafik, akan dihasilkan berbagai kurva konsistensi yang mewakili tiga kelas aliran, yaitu plastik, pseudoplastik, dan dilatan (Martin, dkk., 1993).
H.
Viskometer Beberapa
viskometer
yang
digunakan
untuk
uji
viskositas
berdasarkan sifat alirnya antara lain: 1.
Viskometer Kapiler Viskometer cairan Newton dapat ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara dua tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui suatu tabung kapiler vertikal, yang sebagai viskometer Oswald. Waktu yang dibutuhkan oleh zat cair yang diselidiki untuk mengalir diantara dua tanda tersebut dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh zat cair yang telah diketahui viskositasnya (biasanya air) (Martin, dkk., 1993).
2.
Viskometer Bola jatuh Dalam tipe ini, suatu bola gelas atau bola besi jatuh ke bawah dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal, mengandung cairan yang diuji pada temperatur konstan. Laju jatuhnya bola yang
mempunyai kerapatan dan diameter tertentu adalah kebalikan fungsi viskositas sampel tersebut. Viskometer Hoeppler, merupakan alat yang kerjanya berdasarkan pada prinsip ini (Martin, dkk., 1993). 3.
Viskometer Cup dan Bob Dalam viskometer cup dan bob, sampel digeser dalam ruangan di antara dinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup di mana bob masuk persis di tengah-tengahnya. Ada bermacam-macam alat tipe ini, yang perbedaannya terutama terletak pada putaran bob yang dihasilkan oleh cup atau bobnya sendiri yang berputaran. Dalam viskometer tipe couette, cupnya yang berputar. Tarikan sampel yang kental pada bob menyebabkannya berputar. Resultan putarannya berbanding lurus dengan viskositas sampel. Viskometer Mac Michael adalah salah satu contoh dari alat tersebut di atas. Viskometer tipe Searle mempunyai prinsip cup-nya diam dan bob-nya berputar. Putaran yang dihasilkan oleh tarikan sistem yang kental yang diteliti pada umumnya diukur dengan satuan per atau sensor dalam batang penggerak yang berhubungan dengan bob. Contoh alat yang mempunyai prinsip demikian adalah Viskometer Rotovisco. Alat tersebut juga dapat dimodifikasikan agar bekerja sebagai suatu alat cone and plate. Viskometer yang populer yang kerjanya berdasarkan prinsip Searle adalah alat Stormer (Martin, dkk., 1993).
4.
Viskometer Cone dan Plane Viskometer Ferranti-Shirley merupakan contoh dari viskometer cone and plate yang berputar. Cara pemakaiannya, sampel ditempatkan di tengah-tengah papan, kemudian dinaikkan posisinya sampai di bawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam-macam kecepatan dan sampelnyadigeser di dalam ruang yang sempit antara papan yang diam dan kerucut yang berputar (Martin., dkk, 1993).
I.
Model Eksperimental Farmakologi 1.
In vivo Dengan hewan utuh, parameternya perubahan kelakuan atau gejaka, tau para meter biokimia. Perlakuan prikebinatangan. In vivo
biadikatakan sebagai melihat nasib obat dalam tubuh (Andreanus, 2009). 2.
In situ Dengan hewan utuh umumnya ternastesi sasaran perlakuan atau pengamatannya pada organ tertentu parameternya perubahan organ tersebut. Induksi sakit atau perubahan obat bisa oral atau cara pemberiannya lain atau lokal pada organ tersebut. Obat yang diujikan langsung disuntikan. Misalnya peristaltik usus (Andreanus, 2009).
3.
In vitro In vitro adalah eksperimen yang diluar tubuh hewan dengan organ atau sel terisolasi, keadan dijaga agar tetap hidup dan dalam suasana fisiolagis selama pengamatan. Perlu dilakukan kajian sifat organ atau sel, larutan fisiolagis yang digunakan tergantung sifat organ atau sel dan tujuan eksperimen. Parameter pengamatan terhadap perubahan organ atau sel,diperlu proses dan alat khusus seperti alat bedah,ruang steril ataukerja asepstik,organ bath, pencacat dengan atau tanpa amplifier (Andreanus, 2009).
4.
In silico Kehidupan
atatau
gambaran
yang
disimulasikan
dalam
gamabar dikomputer yang terdapat ramalan efek atau kajian. Pengamatan perubahan gambaran dengan pengkuran tertentu. Digunakan
dalam
pengembangan
obat
dengan
struktur
analogi(Andreanus, 2009). J.
Hasil Penelitian Yang Relevan Pada penelitian jurnal Alfiah Wahyu Wijayanti dengan judul Uji Aktivitas Mukolitk Infusa Daun Pare (Momordica Charantia L.) Pada Mukus Usus Sapi Secara In Vitro 2008 memeiliki kesamaan, yaitu sama menggunakan metode infusa dan menggunakan mukus usus sapi, perbedaannya dengan penelitian ini adalah penggunaan sampel. Pada penelitian jurnal Ririn Lispita Wulandari, Yulias Ninik Windriyati dan Aqnes Budiarti dengan judul Aktivitas Mukolitik Fraksi Metanol dari Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper Crocotum Ruiz and Pav.) Pada Mukosa Usus Sapi dan Kandungan Kimianya tahun 2014 mempunyai
kesamaan menggunakan mukosa usus sapi, perbedaannya dengan penelitian ini metode ekstraksi dan sampel yang digunakan. Pada penelitian jurnal Wiwin Risanah dengan judul Penelitian Fitokimia daun karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) mempunyai kesamaan menggunakan daun karuk sebagai sampel, perbedaan dengan penelitian ini percobaan yang dilakukan. K.
Kerangka Berpikir
Daun Karuk (Piper Sarmenosum Roxb. Ex. Hunter)
Penyiapan Bahan Pembuatan Infusa Uji Viskometer
Gambar 2. 2. Kerangka Berpikir
Viskositas
DAFTAR PUSTAKA Al – Qur’an Surat An – Nahl ayat 69. Al – Qur’an Surat Yunus ayat 57 - 58. Anonim. (2000). Farmakope Indonesia, Edisi III..Jakarta: Depkes RI.Hal. 12. Azhari, A. N ., dkk. (2015). Uji aktifitas mukolitik ekstrak etanol daun pare (momordica Charantia L ) secara in vitro. Bandung: Universitas Islam Bandung,. Backer. C. A. dan Bakhuizen Van den Brink. Jr. R. .1963 “ Flora of Java. Vol 1. N. V. P. Noordhoff- Groningen, the. Netherlands, pp 172. Brain, J. D. dkk. (1997). Respiratory Defense Mechanism, Part I. Marcel Dekker Inc. New York. Hal. 290 – 301, 358, 405 – 408. Frandson, R.D. (1993) “ Anantomi Dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Perss.. Hidayat, S. (2015). Kitab Tanaman Obat. Agriflo. Jakarta. Hal. 421. Hutapea, J.R. dkk., (2001) “Inventaris Tanaman Obat Indonesia”, Jilid III. Jakarta: Depkes RI. Hal. 230. Jansen. P. C. M. et. Of. 1999 “ Minor spices in : de Guzman L.S. & Siemonsma. J.S. (eds) : Plant Resouress of South – East Asia N0.13 spices. Backhuys Publishers Leiden the Netherlands. pp. 261 Lispita, R., dkk. (2009). Aktivitas mukolitik fraksi metanol dari ekstrak etanol daun sirih merah (piper crocotum ruiz and pav.) pada mukosa usus sapi dan kandungan kimianya. Semarang: Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang. Martin, A. dkk, (1993). Farmasi Fisik Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Ogata. Y. et al. (Commite Members) 1995. “Jakarta: medicinal Herth Index in Indonesia (Second edition) PT. Esai Indonesia. Hal. 22.
Prianto, (2010). Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa farmasi dan Keperawatan. Jakarta:nLeskonfi. Hal. 64.
Risanah. W. (2010). Penelitian Fitokimia Daun Karuk (Piper Sarmentosum Roxb. Ex. Hunter) Secara Kualitatif. Garut: Universitas Garut. Soemardji, A. A. (2009). Metode Farmakologi Toksikologi. Bandung: ITB. Hal. 12. Syamsuni. (2006). Ilmu Resep. Jakarta : Buku Kedokteran ECG. Hal 243-249. Tjay dan Rahardja. (2002). Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek Sampingnya, Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 619 – 623. Virginia. N. ( 2014). Uji Efektifitas Daya Antelmintik Infus Daun Ketepeng Cina (Cassia Alata L.) Terhadap Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides) Secara In Vitro. Manado: Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado. Wijayanti, A.W. (2008). Uji Aktivitas Mukolitik Infusa Daun Pare (Momordica charatia L.) pada Mukus Usus Sapi Secara In vitro, Skripsi, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.