UCAPAN TERIMA KASIH Dewan Redaksi Buletin Hasil Hutan mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mitra bestari (peer reviewers) yang telah menelaah analisa naskah yang dimuat pada edisi Vol. 17 No. 1, April 2011 : 1. Prof. Dr. Ir. Osly Rachman, M.S. 2. Prof. Dr. Ir. Djaban Tinambunan, M.S.
ISSN 1979 - 6080
Vol. 17 No. 1, April 2011
DAFTAR ISI 1. MANFAAT POHON KI KENDAL Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty ….........…..……... 1 – 7 2. LAMELA, VENIR GERGAJIAN YANG TELAH DILUPAKAN TERNYATA BERNILAI TINGGI Osly Rachman & Prima Jiwa ….........…...………………………….......... 9 – 18 3. PERBANDINGAN SIFAT FISIKO – KIMIA MINYAK ATSIRI HASIL PENYULINGAN DAUN DARI TIGA JENIS POHON EUKALIPTUS Sentot Adi Sasmuko ……........…….…….………..……………….......... 19 – 26 4.
PENELITIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENAMBANGAN GAMBUT UNTUK SUMBER ENERGI PADA INDUSTRI PULP DAN KERTAS Zakaria Basari ...........……….……..........……………………..………… 27 – 41
5. PROSPEK MERAKIT RUMAH PANGGUNG WOLOAN MENGGUNAKAN ENAM JENIS KAYU LOKAL SULAWESI UTARA Sentot Adi Sasmuko ...............…………..……..….....…………………. 43 – 51 6. MANFAAT TANAMAN NYAMPLUNG DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA Santiyo Wibowo & Djeni Hendra …............…….........…………..………. 53 – 60 7. produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang diperbaiki di areal hutan tanaman kemampau, banyu asin, sumatera selatan. Dulsalam. .......................................................................................................... 61 - 69
iii
Forest Production Bulletin ISSN 1979 – 6080
Vol. 17 No. 1 April 2011
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
ABSTRAK UDC (OSDC) 630 * 176 - 1 Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty (Pusat Penelitian dan Pengembangan, Keteknikan Kehutanan & Pengolahan Hasil Hutan) Manfaat Pohon Ki Kendal (Ehretia acuminata R. Br.) Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No. 1, hal. 1 - 7
UDC (OSDC) 630 * 832.281 Osly Rachman (Pantek 79 – 01, Badan Standarisasi Nasional) & Prima Jiwa (Dosen Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta dan Mahasiswa Program Doctor IPB) Lamela, Venir, Gergajian Yang Telah Dilupakan Ternyata Bernilai Tinggi Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 9 - 18
Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) merupakan tanaman cepat tumbuh dengan berbagai manfaat. Pohonnya sesuai untuk tanaman hias, peneduh, reboisasi dan penghijauan. Kayunya dapat dipakai untuk berbagai keperluan, terutama untuk mebel, kontruksi rumah dan perkapalan. Buahnya dapat dimakan, kulit kayu dan daunnya untuk obatobatan.
Lamela atau disebut juga venir lamela (lamella veneer) adalah lembaran kayu tipis dengan tebal 2,0 - 8,0 mm dari hasil penggergajian kayu. Metode pembuatan venir dengan penggergajian kini mulai digunakan kembali. Hal tersebut bisa terjadi karena produksi venir dengan pengupasan atau penyayatan menimbulkan cacat khas yang tidak pernah dapat dihindari, yaitu retak permukaan. Tetapi venir lamela yang dibuat dengan cara digergaji merupakan produk kayu utuh (solid wood) dengan permukaan yang mulus dan indah sehingga sangat disukai untuk interior, lapisan permukaan lantai (surface of engineered floor), alat musik dan furnitur yang mahal.
Kata kunci: Ki kendal, kayu bangunan, reboisasi dan penghijauan, obat-obatan UDC (OSDC) 630 * 892.62 Sentot Adi Sasmuko (Balai Penelitian Kehutanan Mataram) Perbandingan Sifat Fisiko - Kimia Minyak Atsiri Hasil Penyulingan Daun Asal Tiga Jenis Pohon Eukaliptus Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 19 - 26
Kata kunci: Venir, lamela, kayu lapis, kayu indah. UDC (OSDC) 630 * 176.2 Zakaria Basari (Pusat Penelitian dan Pengembangan, Keteknikan Kehutanan & Pengolahan Hasil Hutan) Penelitian Teknis dan Ekonomis Penambangan Gambut sebagai Sumber Energi pada Industri Pulp dan Kertas Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 27 - 41
Pohon eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Telah dilakukan penelitian penyulingan minyak atsiri dengan metode kukus terhadap daun dari tiga jenis eukaliptus (Eucalyptus urophylla, E. pellita dan E. grandis ) dari hutan tanaman di Aek Nauli, Sumatera Utara. Minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus tersebut diuji sifat-sifat fisiko-kimianya. Kadar sineol ketiga minyak eukaliptus yang diteliti menunjukkan perbedaan tidak nyata. Minyak asal daun E. urophylla dan E. grandis mengandung lebih banyak air dari pada asal E. pellita. Minyak dari daun ketiga jenis eukaliptus yang diteliti memenuhi kriteria SNI 01-5009.11-2001, ketiganya termasuk dalam kelas mutu pertama.
Penelitian aspek teknis dan ekonomis pada penambangan gambut di areal bekas HTI PT ARARA ABADI Propinsi Riau, menunjukan bahwa dari seluas 1,5 ha areal rawa gambut yang diexsploitasi diperoleh serbuk gambut sebanyak 3000 m3. Dengan biaya operasi Rp 4.428.748,-/ha. Kata kunci : Gambut , produktivitas , biaya.
Kata kunci : Eukaliptus, tiga jenis, daun, minyak atsiri, penyulingan, sifat fisiko - kimia
v
UDC (OSDC) 630 * 893 Sentot Adi Sasmuko (Balai Penelitian Kehutanan Mataram) Prospek Merakit Rumah Panggung Woloan Menggunakan Enam Jenis Kayu Lokal Dulawesi Utara Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No. 1, hal. 43 - 51
produktivitas penyaradan kayu berkisar antara 12,144 – 18,451 m3/jam.hm dengan rata-rata 13,813 m3/jam.hm, (2) Biaya variabel rata-rata penyaradan kayu adalah Rp 8.463/m3.hm sedangkan biaya penyaradan kayu setempat adalah Rp 15.000/m3.hm, dan (3) Disarankan agar penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang diperbaiki diaplikasikan pada penyaradan kayu di hutan tanaman.
Industri rumah panggung woloan di Provinsi Sulawesi Utara masih mengandalkan bahan kayu besi (Instia bijuga), nyatoh (Palaquium sp.) dan cempaka kuning (Elmerrillia ovalis) dan masih meragukan pemanfaatan jenis-jenis kayu lainnya terutama jenis lokal setempat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan jenis-jenis kayu lokal Sulawesi Utara dalam pembuatan rumah woloan. Dari penelitian ini telah dibangun satu unit rumah woloan tipe 56 yang menggunakan enam jenis kayu lokal yaitu aliwowos (Homalium foetidum Benth), bugis (Koordersiodendron pinnatum Merr.), rorum (Heritiera littoralis Dryand), binuang (Oktomeles sumatrana Miq.), kenari (Canarium sp.) dan bolangitang (Litsea sp.). Biaya pembuatan rumah dari jenis-jenis kayu lokal tersebut adalah jauh lebih murah dibandingkan harga sebuah rumah dengan tipe yang sama dari tiga jenis kayu yang ada tanpa mengurangi kekuatan dan daya tariknya.
Kata kunci: Produktivitas, biaya, traktor pertanian, alat bantu, penyaradan UDC (OSDC) 630 * 176.1 Santiyo Wibowo & Djeni Hendra (Balai Penelitian Kehutanan Aek dan Pustekolah) Manfaat Tanaman Nyamplung dan Prospek Pengembangannya Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 53 - 60 Tulisan ini mengemukakan berbagai manfaat dan prospek pengembangan tanaman nyamplung (Callophyllum inophyllum Linn.). Selain sebagai penghasil kayu, tanaman nyamplung juga menghasilkan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa minyak dan bahan obat serta produk turunan dari limbah tempurung.
Kata kunci : Rumah woloan, kekurangan bahan baku, pemanfaatan jenis kayu lokal, perakitan, biaya
Kata kunci : Nyamplung, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), tempurung nyamplung
UDC(OSDC) 630*36(594.47) Dulsalam (Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan) Produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang diperbaiki di areal hutan tanaman Kemampau, Banyu Asin, Sumatera Selatan. Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No. 1, hal. 61 - 69 Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang produktivitas dan biaya variabel penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Waktu penyaradan kayu rata-rata adalah 675 detik (0,19 jam)/rit sedangkan
vi
Forest Production Bulletin ISSN 1979 – 6080
Vol. 17 No. 1 April 2011
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya
ABSTRAK UDC (OSDC) 630 * 176.1 Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Rulliaty (Research at Center for research and Development on forest Engineering and forest product processing) The Benefit of Ki Kendal (Ehretia acuminata R. Br.) Tree Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.1 -7
UDC (OSDC) 630 * 892.62 Sentot Adi Sasmuko (Research at the center of forestry research Mataram) The Comparison of physico chemical properties of essential oil distillates from there eucalyptus species. Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.19 - 26
Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) is a fast growing spesies that has many benefits. The trees suitable for decorated planting, shelter tress, and for reforestation. The woods has extensive purpose, mainly for furniture, house construction and ship building The fruits of Ki Kendal is edible, meanwhile, the bark and leaves are useful as medicine (drugs).
Eucalyptus signifies as one of the plant species that produces essential oil. In relevant, a steam-distillation experiment was conducted to extract the essential oil from the leaves of three eucalyptus species (i.e. Eucalyptus urophylla, E. pellita, and E. grandis) from the plantation forest in Aek Nauli (North Sumatera). The resulting oils were examined of their physical-chemical properties. The cineole contents revealed no significant difference among the three eucalyptus oils. The oils from E. urophylla and E. grandis leaves contained more water than from E. pellita. All the experimented eucalyptus oils could meet the SNI (Indonesian standard) criteria.
Keywords: Ki kendal, wood construction, reforestation and re plantation, medicine. UDC (OSDC) 630 * 832.281 Osly Rachman (Pantek 79 – 01, Badan Standarisasi Nasional) & Prima Jiwa (PhD student at IPB and lectures at Faculty of Engineering Pancasila University, Jakarta.) Lamela, Sawn Veneer That Has Been Overlooked Was The High Value Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp. 9 - 18
Key words : Eucalyptus, three species, leaves, essential oils, steam distillation, physical-chemical properties UDC (OSDC) 630 * 176.2 Zakaria Basari (The Center For Research and Development) Technical and Economic Research and the Exploitation of Peat forest as Energy source of pulp and paper industry Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.27 - 41
Lamella also called lamella veneer is a thin wooden sheet with a thickness of 2.0 to 8.0 mm of sawing wood. Method of making veneer with sawmills are now beginning to be used again. This can happen because the production of veneer by peeling or cutting lead to specific defects that can never be avoided, namely the surface checks. But lamella veneer made by sawing wood products intact with smooth surfaces and beautifully that it is preferable to the interior, surface of engineered floor, musical instruments and expensive furniture.
Observation on technical and economic aspect on the exploitation of peat forest at PT Arara Abadi concession area indicated that the milled powder obtained from 1.5 ha peat forest was approximately 3000 m3. Cost of operational exploitation the peat forest was Rp. 4.428.748/ha.
Keywords : Veneer, lamella, plywood, fancy wood
Key word : Peat , productivity , cost.
vii
UDC (OSDC) 630 * 893 Sentot Adi Sasmuko (Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Mataram) The Prospek of Assembling a Woloan stag house uses six types of local wood north Sulawesi. Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp. 43 - 51 Wooden-housing industries in North Celebes that erest the so-called woloan-stilt-supported house still heavily rely on ulin wood (Instia bijuga), Nyatoh (Palaquium sp.), and yellow cempaka (Elmerrillia ovalis), and still hesitate the use of other wood species particularly the local species. This study aims to assess the feasibility of using local wood species from North Celebes for the erection of woloan house. There has been a research that erected woloan house of type-fifty six using six local wood species, i.c. aliwowos (Homalium foetidum Benth), bugis (Koordersiodendron pinnatum Merr.), rorum (Heritiera littoralis Dryand), binuang (Oktomeles sumatrana Miq.), kenari (Canarium sp.) and bolangitang (Litsea sp.). The cost of erecting woloanhouse using those local species was far cheaper than the price of the corresponding house type from those three afforementioned species, without reduction of its strength and attractiveness.
from 12.144 to 18.451 m3/hour.hm (with an average of 13.813 m3/hour.hm); (2) average variable cost of log skidding was Rp 8,463/m3.hm while local log skidding cost reached 15,000/m3.hm; and (3) It is suggested that agricultural tractor be affixed with such improved auxillary equipment further applied for log skidding at a plantation forest. Keywwords: Productivity, cost, agricultural tractor, auxillary equipment, skidding. UDC (OSDC) 630 * 176.1 Santiyo Wibowo (Researcher at Center of forestry research Aek Nauli) and Djeni Hendra (Research at center for research and development on forest engeneering and forest product processing) Benefits and Development Prospect of Nyamplung Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.53 - 60 The purpose of this paper was to inform about benefits and development prospect of nyamplung (Callophyllum inophyllum Linn.). The nyamplung tree was produce timber and non timber forest product i.e nyamplung oil, substance of medicine and derivative product from nyamplung shell. Keywords : Nyamplung, non timber forest product, nyamplung shell
Key words : Woloan wooden house, lack of raw material, uses of local wood species, erection, cost UDC (OSDC) 630*36(594.47) Dulsalam (The Centre for Reseach and Development on Forest Engineering and Forest Products Processing) Productivity and cost of log skidding using agricultural tractor affixed with the alredy improved auxiliary equipment at a plantation forest area in Kemampau, Banyu Asin, South Sumatera Forest products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp. 61 - 69 The objective of the investigation is to find out the information about productivity and cost of log skidding using agricultural tractor affixed with auxillary equipment which in performance has been improved. Results showed that: (1) average log skidding time was 675 seconds (0.19 hours)/ trip while the productivity of log skidding varied
viii
MANFAAT POHON KI KENDAL (Ehretia acuminatissima R. Br.) Oleh: Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty1 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610, Telp : (0251) 8633378, Fax : (0251) 8633414 email:
[email protected]
ABSTRAK Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) merupakan tanaman cepat tumbuh yang serbaguna, daunnya menghijau sepanjang tahun, bagus untuk peneduh, taman, reboisasi dan penghijauan. Kayunya dapat digunakan untuk mebel, kayu pertukangan dan bangunan kelautan. Buahnya rasanya manis dapat dimakan dan disukai oleh burung, daun mudanya digunakan sebagai pakan ternak dan daun yang sangat muda dapat dipakai untuk campuran teh. Pada tulisan ini diuraikan mengenai manfaat pohon ki kendal, meliputi morfologi dan habitus, sifat dan kegunaan serta manfaat lainnya. Kata kunci: Ki kendal, kayu pertukangan, peneduh, reboisasi dan penghijauan I. PENDAHULUAN Kurang dikenalnya sifat jenis kayu oleh masyarakat akan mengakibatkan sering dicampurkannya jenis kayu yang mempunyai kualitas rendah dengan kayu yang mempunyai kualitas baik dalam berbagai tujuan, sehingga penggunaan kayu menjadi tidak efisien. Pada saat ini pemanfaatan kayu tidak terbatas pada jenis tertentu tetapi meluas pada jenis kayu kurang atau belum dikenal. Kurang dikenalnya jenis dan sifat oleh masyarakat, merendahkan penilaian mutu kayu sehingga tarif iuran hasil hutan (IHH) menjadi rendah. Usaha kehutanan yang mengandalkan pada hasil kayu saja tidak optimal dan belum berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat. Banyak jenis, selain dimanfaatkan kayunya, dapat berkhasiat obat, kosmetik, makanan, untuk keindahan taman, peneduh, reboisasi dan lain-lain. Salah satu jenis kayu yang memenuhi beberapa persyaratan tersebut adalah ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) (Heyne, 1987 dan Sosef et al. 1998). Dalam rangka mengenalkan kayu ki kendal, dalam tulisan ini diuraikan morfologi dan habitus pohon, sifat dan kegunaan serta manfaat kayu. Diharapkan dengan tulisan ini dapat meningkatkan nilai komersial pohon ki kendal.
1
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 1 - 7
II. MORFOLOGI DAN TEMPAT TUMBUH Ki kendal (Ehretia acuminata R.Br.) termasuk suku Boraginaceae dengan sinonim E. Serrata Roxb., E. Ovalifolia Hassk., E. Thyrsiflora Nakai dan E. Polyantha A.DC. Masyarakat mengenal dengan kendal kerbau, kendal kebo (Jawa); kendal (Bali); jati lenek, sendane (Lombok); enakea, kobe (Ende); bejat (Sumba); buang (Manggarai); embore (Bima); numbai muti (Timor); tanaua, balulai, kalibuning (Philippina), taw-pesut, pettin (Burma), sang-sang (Laos), kom, kaai kom (Thailand). Marga Ehretia terdiri dari 50 jenis. Di semenanjung Malaysia, termasuk Indonesia terdapat kurang lebih 12 jenis, termasuk Ehretia acuminata (Heyne, 1987). Pohon dewasa memiliki diameter antara 50-60 cm dengan tinggi batang bebas cabang sampai 10 m (Sosef et al., 1998). Batang silindris, tidak berbanir, permukaan kulit atau pepagan berwarna coklat agak keabu-abuan, beralur banyak, mengelupas kecil-kecil, kulit bagian dalam lembek, berserat dan berwarna kuning pucat. Tajuk bentuk bulat berwarna hijau, dengan percabangan rendah.
a
c
Gambar 1. Ki kendal (Ehretia acuminata R.Br.) a. Pohon, b. Daun dan bunga, c. Kulit pohon Daun tunggal, kedudukan tersebar, bentuk ellips memanjang, ujung daun meruncing hingga runcing, helaian daun tipis dengan tepi daun bergerigi. Bunga malai, kecil-kecil, tumbuh langsung di ujung ranting, berwarna putih. Buahnya bulat kecil dengan diameter sekitar 2 mm, warna oranye kekuningan. Bentuk batang, daun dan kulitnya dapat dilihat pada Gambar 1.
2
Manfaat Pohon Kendal (Ehretia acuminata R. Br.)...............(Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty)
Di hutan alam ketinggian pohon dapat mencapai 30 m, banyak tumbuh di pegunungan sampai dengan ketinggian 2.100 m dari permukaan laut dengan tanah yang mudah menyerap air. Di hutan primer, tumbuh pada tempat yang tidak selamanya digenangi air. Hidup di berbagai macam tanah, seperti tanah liat, tanah pasir dan tanah pasir berbatu. Penyebarannya sampai ke sentral Amerika, bagian utara Australia, sebagian daerah tropis Afrika dan Asia. Pohon ki kendal juga tersebar dari India, Burma, Indochina, Thailand Utara sampai ke China, Jepang, Philippina, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, Papua, dan Papua New Guinea (Heyne, 1987). III. SIFAT DAN KEGUNAAN KAYU Ciri umum kayu keras, gubal berwarna coklat pucat dan teras coklat gelap. Corak polos kadang bergaris gelap, tekstur kasar, arah serat berpadu. Permukaan kayu agak kusam, kesan raba permukaan tangensial licin dan kayunya keras. Lingkaran tumbuh jelas, ditandai oleh parenkim pita marginal dengan jarak teratur (Krisdianto, 2003 dalam Muslich dan Sumarni 2007). Ciri anatominya, mempunyai lingkaran tumbuh dengan susunan pembuluh berbentuk tata lingkar, tersebar secara baur, bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh berhalaman, bersusun selang-seling. Susunan noktah antar pembuluh tidak berpasangan, ada tilosis dan endapan. Susunan parenkima berbentuk tangga/jala dan jari-jarinya heteroseluler serta biseriate. Kristal prismatik terdapat dalam parenkim aksial. Heyne (1987) melaporkan bahwa ki kendal dapat digunakan bahan mebel, peralatan rumah tangga, bangunan perkapalan dan tiang pancang yang berhubungan dengan air laut. Permukaan kayunya seperti terlihat pada Gambar 2. Hadjib (2003) dalam Muslich dan Sumarni (2007) menyatakan bahwa berat jenisnya 0,61 yang termasuk kelas kuat III dengan penyusutan sampai kering udara 1,20% (R) dan 4,0% (T). Sifat fisis dan mekanis kayu atau keteguhan kayu merupakan salah satu sifat penting yang dapat dipakai untuk menduga kegunaan kayu. Sifat fisis mekanis ki kendal dibandingkan dengan mahoni (Swietenia macrophylla King.) dan jati (Tectona grandis L.f.), tidak jauh berbeda seperti pada Tabel 1. Kayu ki kendal tergolong kurang stabil dibandingkan kayu mahoni maupun jati, hal ini karena selain memiliki penyusutan yang tergolong sangat tinggi (> 3,5%), nilai rasio penyusutan tangensial terhadap radialnya (T/R ratio) juga tinggi. Untuk kayu dengan penyusutan yang tergolong tinggi seperti ki kendal harus dikeringkan dengan lebih hati-hati untuk mencegah cacat bentuk atau pecah karena perubahan kadar air di dalam kayu. Berdasarkan penampilan warna, dan sifat fisis-mekanisnya, ki kendal dapat digunakan sebagai substitusi kayu mahoni dan jati. Sosef et al. (1998) mengatakan bahwa kayu ki kendal mempunyai kualitas yang baik bila dibandingkan dengan jati. Untuk keperluan konstruksi pada umumnya diperlukan kayu ringan tetapi kuat yang ditunjukkan oleh nilai perbandingan kekuatan terhadap berat kayu atau “strength to weight (S/W) ratio”. Kayu ki kendal mempunyai nilai S/W yang
3
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 1 - 7
lebih tinggi dibandingkan kayu mahoni maupun jati, sehingga kayu tersebut dapat digunakan sebagai bahan struktural sesuai kelasnya, yaitu kelas kuat III.
Gambar 2. Permukaan kayu ki kendal Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis kayu ki kendal, mahoni dan jati Jenis kayu
Berat jenis
Penyusutan (%) R
T
Kekuatan lentur statis, kg/cm2 Modulus patah (MOR)
Modulus elastisitas (MOE)
Kelas kuat
Ki kendal *)
0,61
1,2
3,9
548
80.122
III
Mahoni **)
0,61
0,9
1,3
516
81.000
III
Jati **)
0,67
2,7
1,5
545
83.021
II
Sumber: *) Hadjib (2003); **) Martawijaya et al.,(2005) Keawetan alami termasuk kelas III (Oey, 1990). Ketahanan terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus) termasuk kelas V, terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) termasuk kelas awet II, terhadap jamur pelapuk termasuk kelas IV, dan terhadap penggerek kayu di laut termasuk kelas III (Muslich dan Sumarni 2007). Dalam penggunaannya harus diawetkan dahulu agar umur pakainya dapat bertambah panjang. Pada hasil pengamatan retensi dan penetrasi larutan bahan pengawet CCB 3% melalui metode sel penuh dengan tekanan 10 atmospher selama 60 menit, vakum awal dan akhir 50 cm Hg selama 15 menit, kayu ki kendal termasuk kayu yang mudah diawetkan dan memenuhi standar yang berlaku (Abdurrohim, 2003 dalam Muslich dan Sumarni 2007).
4
Manfaat Pohon Kendal (Ehretia acuminata R. Br.)...............(Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty)
Sifat pemesinan dan pengerjaan meliputi sifat pengetaman, pembentukan, pemboran dan pengampelasan, termasuk kelas II, dengan sifat pembubutan termasuk kelas III. Kayu ini baik dibuat panel, daun meja, pelapis dinding, langitlangit, lantai, moulding dan barang ukiran, tetapi untuk barang bubutan kurang begitu baik (Rachman, 2003 dalam Muslich dan Sumarni, 2007). IV. MANFAAT LAINNYA Menurut Heyne (1987) ki kendal merupakan tanaman cepat tumbuh (fast growing) dengan daun hijau sepanjang masa (evergreen). Pohon ini mampu beradaptasi di daerah marginal yang panas dan kering, yang asam, netral dan basa dapat tumbuh diberbagai tempat yang tidak selamanya tergenang air, tanah liat, tanah berpasir dan tanah pasir yang berbatu. Di samping kayu Ki kendal mempunyai kualitas yang cukup baik, tumbuhan ini juga sangat cocok untuk penghijauan dan reboisasi.
Photographer: Fagg. M. (2008)
Gambar 3. Buah Ki kendal Daunnya yang rimbun dan hijau sepanjang masa dapat berfungsi sebagai peneduh. Bunganya harum, buahnya berwarna oranye, rasanya manis dan dapat dimakan. Musim buah biasanya pada bulan Juli/Agustus, dan mempunyai daya tarik terhadap burung-burung tertentu yang bertengger untuk memakan buahnya
5
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 1 - 7
(Gambar 3). Masyarakat Jawa banyak menanam pohon ki kendal di pekarangan rumahnya, di samping sebagai peneduh, juga untuk tanaman hias. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif, yaitu dengan menyemaikan biji di greenhouse atau di bawah naungan. Perakarannya tumbuh kuat dan dalam sehingga mampu mengangkat unsur hara dari dalam tanah ke permukaan serta dapat memperbaiki kesuburan tanah (Fagg, 2008). Karena keindahannya, ki kendal sesuai ditanam sebagai tanaman di hutan kota atau taman kota untuk mengurangi polusi suara dan udara. Kulit batangnya kasap, liat dan kering, kulit cabangnya rata dan berair dapat digunakan untuk obat murus berdarah. Di daerah Jawa dan Sunda seduhan kulit ki kendal merupakan salah satu obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan demam dan sebagai obat kuat. Daunnya juga sering dipakai untuk campuran jamu tradisional atau direbus kemudian diperas dan diminum untuk menyembuhkan panas dalam, demam dan sakit kepala. Orang Jawa dan Sunda biasa menggunakan daun Ki kendal untuk dimasak dengan ikan sebagai botok yang dimaksudkan sebagai makanan untuk pengobatan (Heyne, 1987). Daun mudanya dapat digunakan sebagai pakan ternak dan di India daun yang sangat muda diekspor ke Tibet untuk campuran teh. V. PENUTUP Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) merupakan tanaman cepat tumbuh yang bermanfaat. Pohonnya dapat digunakan untuk tanaman reboisasi, penghijauan, hutan kota dan taman. Kayunya dapat dipakai berbagai keperluan dan sebagai pengganti mahoni dan jati. Buah bisa dimakan, bunganya harum dan daunnya dapat digunakan sebagai obat-obatan. DAFTAR PUSTAKA Fagg, M. (2008). Australian Plant Image Index. Australian National Botanic Gardens http://www.daleysfruit.com.au/i/b/KodaEhretia-Acuminata-b.jpg. Diakses] tangal 17 Februari 2009. ________. 2007. Laporan Hasil Penelitian Pengujian Sifat fisik dan Mekanis Sifat dasar kayu jati (Tectona grandis L.f.) Muna. P3HH Bogor. Tidak dipublikasikan. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. II. (Terjemahan). Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Kartasujana, I dan A.Martawijaya. 1979. Kayu Perdagangan Indonesia Sifat dan Kegunaannya. Pengumuman No.3 LPHH, Bogor.
6
Manfaat Pohon Kendal (Ehretia acuminata R. Br.)...............(Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty)
Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas kayu Indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor. Muslich, M. dan G. Sumarni. 2007. Sifat dan kegunaan jenis kayu kurang dikenal andalan setempat. Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan. Mirah Hotel, 25 Oktober 2007. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Sosef, M.S.M., L.T. Hong, and S. Prawirohatmojo (Eds). 1994. Plant resources of South East Asia. Vol. 5(3). Timber trees: Lesser-known timbers. Backhuys Publ. Leiden.
7
LAMELA, VENIR GERGAJIAN YANG TELAH DILUPAKAN TERNYATA BERNILAI TINGGI Oleh: Osly Rachman1 & Prima Jiwa O2 Pantek 79-01, Badan Standardisasi Nasioal. e-mail
[email protected] Dosen Fakultas Teknik Univ. Pancasila, Jakarta dan Mahasiswa Program Doktor IPB, e-mail
[email protected] 1
2
ABSTRAK Lamela atau disebut juga venir lamela (lamella veneer) adalah lembaran kayu tipis dengan tebal 2,0 - 8,0 mm dari hasil penggergajian kayu. Metode pembuatan venir dengan penggergajian kini mulai digunakan kembali. Hal tersebut bisa terjadi karena produksi venir dengan pengupasan atau penyayatan menimbulkan cacat khas yang tidak pernah dapat dihindari, yaitu retak permukaan. Tetapi venir lamela yang dibuat dengan cara digergaji merupakan produk kayu utuh (solid wood) dengan permukaan yang mulus dan indah sehingga sangat disukai untuk interior, lapisan permukaan lantai (surface of engineered floor), alat musik dan furnitur yang mahal. Produksi lamela Indonesia masih terbatas sedangkan nilai jual produknya lebih tinggi dari kayu lapis. Padahal, potensi bahan baku di Indonesia untuk produksi lamela cukup tersedia. Untuk mendukung pengembangan industri lamela diperlukan penelitian pengolahan berbagai jenis kayu dan kayu indah Indonesia untuk pembuatan lamela, terutama sifat fisik mekanik, penggergajian dan pengerjaan serta perekatan kayu. Sedangkan, untuk pengembangan pasar lamela Indonesia di pasar global diperlukan penyusunan standar produk lamela. Kata kunci: Venir, lamela, kayu lapis, kayu indah. I. PENDAHULUAN Venir yang kita kenal sehari-hari adalah lembaran tipis yang terbuat dari kayu. Venir ini sudah dikenal sejak lebih dari 1000 SM. Hal ini terbukti dari hasil penggalian makam raja Fir’aun (Thutankamon yang memerintah sekitar 1350 Sebelum Masehi) dari Mesir menemukan tahta, tempat tidur dan peti mati yang sebagian terbuat dari venir cedar dan mahogany. Lebih lanjut pada masa pemerintahan Ratu Cleopatra VII (69 – 30 SM) ditemukan pula meja indah dengan hiasan venir yang dikirimkan oleh sang ratu sebagai hadiah untuk raja Julius Caesar penguasa Romawi. Pada masa itu
9
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 9 - 18
venir dibuat oleh tukang kayu hanya dengan cara menggergaji kayu setipis mungkin menggunakan gergaji tangan (Kollman et al., 1974). Pemakaian mesin untuk produksi venir diawali di Inggeris pada tahun 1805 dengan menggunakan gergaji berbentuk piring (circlesaw), menghasilkan venir dengan ketebalan 1,6 mm. Selanjutnya, digunakan gergaji ban (bandsaw) tetapi penggunaanya menghilang pada akhir abad 19 lalu digantikan oleh gergaji blok yang terpasang secara mendatar (horizontal gangsaw) karena gergaji yang disebut terakhir ini dapat menghindari vibrasi sehingga permukaan venir tidak bergelombang. Namun demikian sejak awal abad 20 penggunaan mesin gergaji untuk memproduksi venir telah ditinggalkan karena prosesnya lambat. Selain itu bilah gergajinya relatif tebal dan permukaan hasil venir relatif kasar sehingga menimbulkan terlalu banyak terbentuk serbuk gergaji dan abu ampelas yang mengakibatkan pemborosan bahan baku kayu (Anonim, 1970). Berdasarkan konvensi internasional tentang sistem deskripsi harmonisasi dan kodifikasi komoditi perdagangan dunia, venir termasuk kelompok komoditi lembaran tipis dari kayu yang tebalnya kurang dari 6 mm dengan permukaan relatif kasar (HS 4408). Sedangkan, kelompok kayu gergajian (HS 4407) termasuk ke dalam kelompok lembaran kayu hasil proses penggergajian yang ketebalannya 6 mm atau lebih dengan permukaan relatif kasar pula (Anonim, 2004). Adapun venir lamella tebalnya berkisat 2,0 - 8,0 mm. Karena itu, ditinjau dari segi komoditi, lamela dengan permukaan yang relatif halus mungkin memerlukan kodifikasi dan standardisasi tersendiri. Dewasa ini lembaran venir yang umum diproduksi adalah dengan ketebalan 1,25 – 3,00 mm. Lembaran venir ini (ply) dalam jumlah ganjil direkat dengan perekat kayu pada arah serat yang bersilangan membentuk lembaran yang disebut kayu lapis (plywood). Kayu lapis yang paling sederhana adalah triplek (three ply), yang tersusun dari 3 lembar venir. Bila lebih dari tiga lembar venir, biasanya disebut multiplek (multiply), walaupun secara spesifik dapat disebut kayu lapis lima lapis (five plywood), tujuh lapis, sembilan lapis dan seterusnya. Lebih belakangan, terdapat pula lembaran-lembaran venir yang direkat dengan arah serat yang sejajar satu sama lain membentuk lembaran yang disebut laminated veneer lumber (LVL). Keunggulan LVL adalah mirip kayu gergajian (lumber) dengan cacat minimum karena direkat dari venir pilihan. Penggunaanya disukai sebagai bahan bangunan (construction materials) seperti tiang, kusen, galar dan atau kuda-kuda. Sehubungan dengan uraian di atas, berikut ini disajikan secara ringkas tentang lamella venir, mencakup metode produksi, potensi bahan baku dan hal-hal terkait. II. METODE PRODUKSI A. Venir Secara umum terdapat tiga metode utama pembuatan venir yaitu penggergajian (sawing), pengupasan berputar (rotary peeling) dan penyayatan (slicing). Dengan
10
Lamela, Venir Gergajian yang telah dilupakan..............(Osly Rachman & Prima Jiwa)
metode pengupasan berputar, sumbu dolok (bolt) dipasang pada mesin kupas dan kemudian diputar secara kontinyu melawan sebuah pisau sedemikian rupa sehingga tersayat oleh tepi tajam pisau tersebut (Gambar 1). Hasilnya adalah lembaran venir berupa pita panjang. Pada metode penyayatan, dolok terlebih dahulu digergaji membentuk balok (flitch) lalu dipasang pada sebuah mesin. Selanjutnya, balok digerakan maju mundur melawan tepi tajam sebuah pisau yang terpasang secara tetap (stationery) atau pisau bergerak maju mundur sehingga tepi tajamnya melawan balok yang terpasang secara tetap pada mesin. Hasilnya adalah venir berupa lembaran-lembaran sesuai ukuran permukaan balok yang disayat (Gambar 2.).
Gambar 1. Pengupasan berputar Gambar 2. Penyayatan Keterangan: Gambar 1 dan 2 dimodifikasi dari Ozarska (2003) B. Lamela Lamela atau disebut juga venir lamela (lamella veneer) adalah lembaran venir yang dibuat dengan metode penggergajian yang ketebalannya berkisar 2,0 - 8,0 mm. Metode pembuatan venir yang sudah lama ditinggalkan ini kini mulai digunakan kembali. Hal ini terjadi karena produksi venir dengan pengupasan maupun penyayatan menimbulkan cacat khas yang tidak pernah dapat dihindari akibat tekanan nose bar yang berada tepat di atas pisau saat mengerat kayu. Cacat ini sangat dikenal dengan sebutan surface veneer cheks, yaitu retak-retak kecil sejajar arah serat pada permukaan venir. Cacat ini terjadi semakin parah manakala mengupas atau menyayat jenis-jenis kayu berkerapatan tinggi dengan struktur anatomi yang tidak seragam, seperti pita jari-jari yang terlalu lebar dan pori yang besar (Anonim, 1970). Ternyata, retak permukaan ini tidak terdapat pada venir (maksudnya lamela) yang diproduksi dengan metode penggergajian. Dengan demikian, lamela merupakan produk kayu utuh (solid wood) dengan permukaan yang mulus sehingga sangat disukai untuk interior, alat musik dan furnitur yang mahal. Penggunaan lamela pada interior digunakan untuk lapisan permukaan lantai (surface of engineered floor), lapisan penutup batas ruangan (dinding dan lapisan penutup plafon). Dalam perdagangan, biasanya dikenal dengan istilah parquet bagi
11
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 9 - 18
lapisan permukaan lantai dan lumber sharing bagi lapisan penutup dinding atau plafon. Berikut ini disajikan ilustrasi penggunaan lamela untuk interior ruangan (Gambar 3).
Foto : Prima Jiwa.O (A + B) dan www.propertykita.com (C)
Gambar 3. Lamela sebagai bahan interior ruangan (kiri : penutup dinding, tengah : penutup plafond dan kanan : penutup lantai
Dalam perdagangan banyak ditemukan istilah untuk produk ini, seperti teak lamella, oak lamella dan sebagainya.Produk lamela mulai banyak diproduksi oleh industri pengolahan kayu di luar negeri maupun di dalam negeri. Di Indonesia produksi lamela tampaknya masih terbatas pada jati dan merbau. Dewasa ini, produk lamela dari Indonesia umumnya diekspor ke Italia, Australia, United Kingdom, Russia, Belgia, Turki, Korea dan China dengan pesaing seperti dari negara Vietnam, Myanmar (d/h Birma) dan China. Salah satu pabrik yang memproduksi lamela jati dapat ditemukan di industri pengolahan kayu jati (IPKJ) Gresik, Perum Perhutani II Jawa Timur. Sayangnya, pabrik ini saat ini masih menggunakan mesin gergaji dengan bilah gergaji tunggal (Gambar 4). Akibatnya, setiap pengumpanan kayu pada mesin hanya menghasilkan satu lembar lamela sehingga produksinya relatif lambat. Salah satu ukuran produk lamela jati yang dapat dihasilkan oleh mesin tersebut adalah dengan dimensi tebal 3,2 mm, lebar 170 mm dan panjang 614 mm (Gambar 4 dan 5)
Foto: Osly Rachman
Gambar 4. Mesin gergaji lamela (kiri: input, kanan: output)
12
Lamela, Venir Gergajian yang telah dilupakan..............(Osly Rachman & Prima Jiwa)
Foto: Osly Rachman
Gambar 5. Produk lamela jati ukuran tebal 3,2 mm, lebar 170 mm dan panjang 614 mm Berdasarkan informasi dari IPKJ Gresik, lamela ini dibuat dengan cara memanfaatkan sisa balok (limbah) produksi venir sayat. Namun demikian, harga jual ekspor lamela jati dengan ketebalan 3,2 mm ini cukup tinggi, yaitu mencapai US $ 3,785.00 per m3. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan harga jual ekspor kayu lapis (ordinary plywood) yang hanya bernilai US $ 450.00 per m3. Selain di Indonesia, beberapa negara ASEAN, telah memproduksi pula lamela dari jenis jati, merbau dan oak dengan spesifikasi seperti pada Tabel 1. Pada pabrik lamela yang modern, untuk meningkatkan kecepatan produksi dan mutu lamela digunakan mesin gergaji lamela. Mesin ini terdiri dari beberapa bilah gergaji blok yang disusun berderet dengan jarak tertentu pada sebuah jendela (sash) yang dipasang secara vertical pada mesin. Jendela bergerak turun naik dengan kecepatan tinggi selama proses menggergaji. Salah satu contoh mesin gergaji tersebut berikut spesifikasi teknisnya disajikan pada Gambar 6A dan 6B. Mesin ini diproduksi oleh pabrik pembuatnya di Guangdong, China dan Austria. Tabel 1. Spesifikasi lamela Item Jati
Oak Merbau
Tebal (mm)
Lebar (mm)
Panjang (mm)
2
100
450 - 900
3
130
450 – 900
5
200
1200 – 2400
3,5 – 6,0
70 – 200
Mulai dari 400
2,0 – 8,0
70 - 300
400 – 2500
4
100 - 160
900 – 2400
Kadar air (%) Finishing
8 – 12 UV anti-scratch finished, oiled coating, or unfinished
Sumber: . Anonim. (2006; 2010a)
13
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 9 - 18
Technical parameters: • Saw kerf (thickness) 1.4 - 1.65 mm • Saw blade dimension 650×40(34)×1.65mm • Saw working strike (times) 425/min • Total dimension 2900×1550×2150 mm • Feeding speed 0 - 800mm/min • Total power 20 kw • Overall weight 3800 kg Sumber: Anonim (2010b) Gambar 6A. Mesin gergaji lamella Mesin frame saw lain yang sangat disukai oleh pembeli lamella dari Eropa adalah mesin produksi dari Wintersteiger. Mesin produksi negara Austria ini merupakan mesin yang paling awal yang dikhususkan sebagai penghasil lamella. Berdasarkan data spesifikasi teknis mesin pada Gambar 6A dapat dihitung kapasitas output mesin. Apabila mesin memproduksi lamela jati berukuran tebal 3,2 mm, lebar 170 mm dan panjang 614 mm maka setiap kali pengumpanan (feeding) akan diperoleh sebanyak 18 lembar lamela dengan volume sebesar 0,0061214 m3 dalam waktu kurang dari satu menit (46 detik) karena kecepatan umpan yang digunakan sebesar 800 mm/menit (maksimum).
Sumber : Anonim, 2010 Gambar 6B. Mesin frame saw Wintersteiger dari Austria.
14
Lamela, Venir Gergajian yang telah dilupakan..............(Osly Rachman & Prima Jiwa)
Sedangkan produksi dalam satu menit menjadi 0,00783341 m3 atau 0,4700046 m3 per jam. Jika pabrik bekerja sebanyak dua giliran kerja (shift) dalam satu hari maka satu mesin ini akan memproduksi lamela 7,5201 m3 per hari dan membutuhkan bahan baku kayu gergajian berukuran sekitar 2,75 cm x 13 cm x 61,4 cm sebanyak 11,0589 m3 per hari atau sekitar 276,5 m3 per bulan pada tingkat rendemen 68%. Pada tingkat rendemen tersebut dapat diperkirakan besarnya porsi terbuang pada produksi lamella venir adalah sekitar 34% dalam bentuk serbuk gergaji dan partikel kayu lain dalam dimensi berukuran kecil. C. Potensi Bahan Baku Lamela Pengunaan akhir lamela adalah untuk bagian permukaan suatu produk, seperti lantai dan furniture. Oleh karena itu, jenis kayu yang sesuai untuk lamela adalah jenis kayu yang memiliki gambaran serat kayu yang indah (beautiful grain) dan dengan berat jenis yang tidak terlalu rendah. Sedangkan sifat kembang susut kayu yang relatif tinggi akibat perubahan kadar air pada kayu berberat jenis tinggi yang umumnya tidak disukai (karena sering mengalami kerusakan dalam pengeringan), bukan menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai bahan baku lamela. Hal ini disebabkan lamela relatif tipis (kurang dari 8 mm) sehingga dalam proses pengeringan tidak mengalami kerusakan yang serius seperti retak, pecah dan perubahan bentuk, akibat perubahan kadar air tersebut. Indonesia dilaporkan memiliki sekitar 4.000 jenis kayu dan sekitar 400 jenis di antaranya sudah diidentifikasi sifat-sifatnya. Anonim (2010c) melaporkan bahwa sebanyak 31 jenis termasuk ke dalam kelompok kayu indah. Beberapa jenis di antaranya memiliki potensi untuk bahan baku lamela (Tabel 2). Contoh gambaran keindahan serat dari beberapa jenis kayu tersebut disajikan seperti pada Gambar 7. Tabel 2. Jenis kayu untuk lamela Jenis Kayu
Berat Jenis
Persebaran
Quercus sppz
x (0,58-1,21)
Tersebar di seluruh Nusantara
Dahu
Dracontomelon spp
0,58 (0,37-0,75)
Seluruh Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, lrian Jaya
Perepat Darat
Combretocarpus rotundatus Dans
0,76 (0,67-0,85)
Sumatera, Kalimantan
Lasi
Adinauclea fagifolia Ridsd
0,81 (0,77-0,0,88)
Sulawesi, Maluku
Nama Perdagangan
Nama Botani
Pasang
15
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 9 - 18
Jenis Kayu
Berat Jenis
Persebaran
Nama Perdagangan
Nama Botani
Sawo Kecik
Manilkara spp
1,03 (0,97- 1,06)
Sumatera bagian utara, Jawa, Madura, Kangean, Bali, Sulawesi, Maluku dan Sumbawa.
Rengas
Gluta spp, Melanorrhoea spp
0,69 (0,59-0,84)
Seluruh Sumatera kecuali Bengkulu, Jawa, Kalimantan
Sindur
Sindora spp
x (0,59-0,85)
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku
Tanjung
Mimusops elengi L
1,00 (0,92-1,12)
Aceh, Sumatera Utara, Lampung seluruh Jawa dan Bali, Sulawesi Tengah, Maluku, NTB, NTT, Irian Jaya
Nyirih
Xylocarpus granatum j. Konig
x (0,70-0,74)
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Irian Jaya
Kupang
Ormosia spp
(0,54-0,78)
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku
Bongin
Irvingia malayana Oliv
1,02 (0,93-1,20)
Biasanya pada hutan dataran rendah
Tectona grandis L.f.
0,70 (0,59-0,82
Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara
Intsia spp
0,80 (0,52-1,04)
Tersebar di seluruh Nusantara
Jati Merbau
Sumber: Kartasujana dan Martawijaya (1975), Anonim (2010c). Keterangan: x = data tak tersedia
Pasang Dahu Prepat darat Sumber: Kartasujana dan Martawijaya (1975)
Lasi
Gambar 7. Gambaran orientasi serat beberapa jenis kayu 16
Lamela, Venir Gergajian yang telah dilupakan..............(Osly Rachman & Prima Jiwa)
IV. PENUTUP Produk lamela termasuk produk kayu utuh (solid wood) dengan tebal 2 -8 mm diperoleh dari hasil penggergajian kayu dengan rendemen sekitar 68% dan nilai tambahnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kayu majemuk, atau kayu rekonstitusi lainnya. Lamela dapat dijadikan produk unggulan industri pengolahan kayu Indonesia, karena Indonesia memiliki berbagai jenis kayu indah atau kayu mewah (fancy wood) seperti pasang, dahu, prepat darat, rengas, sindur, sampinur dan lain-lain. Dengan demikian, produk lamela tidak terbatas hanya pada jati. Untuk mendukung pengembangan industri lamela sangat diperlukan penelitian pengolahan berbagai jenis kayu dan kayu indah Indonesia untuk pembuatan lamela, terutama sifat fisik mekanik, penggergajian dan pengerjaan serta perekatan kayu. Sedangkan, untuk pengembangan pasar lamela Indonesia di pasar global diperlukan penyusunan standar produk lamela. Adanya bagian yang terbuang pada produksi lamella venir (sekitar 38%), dalam bentuk serbuk gergaji dan partikel kecil lainnya, diharapkan dapat dimanfaatkan antara lain sebagai bahan bakar, bahan pengisi pembuatan perekat (filler) dan pembuatan papan partikel. Dengan demikian hal ini berperan positif terhadap nilai tambah produk lamela venir tersebut. DATAR PUSTAKA Anonim. 2006. PT.Felutama Indonesia. Jual: un-finished Merbau T&G 4 Side & Lamella. Website http://www.indonetwork.co.id/felutama/331870. Diakses tanggal 22 Januari 2010. Anonim. 2010a. Description of teak lamella. Trade Key. Your key to global trade. Website http://www.tradekey.com/selloffer_view/id/3624182.htm. dan http: //www.tradekey.com/product_view/id/907701.htm. Diakses tanggal 20 Januari 2010 Anonim. 2010b. Woodworking saw machine. Foshan Shunde Xinjihongye Machinery Equipment Co., Ltd. Website http://xinjiye.en.alibaba.com/ productlist.html. Diakses tanggal 22 Januari 2010. Anonim. 2010c. Kayu Indonesia. Website http://kayu-indonesia.blogspot.com/ Diakses tanggal, 17 Maret 2010 Anonim. 1970. The Encyclopedia Americana. Volume 27. Lexington. New York/ Anonim, 2004. Buku Tariff Bea Masuk Indonesia. Khusus Komoditi Hasil Hutan. Direktorat Jenderal Bea Cukai. Departemen Keuangan R.I. Tidak diterbitkan
17
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 9 - 18
Kartasujana,I. dan A.Martawujaya. 1975. Kayu perdagangan Indonesia, sifat dan kegunaannya. Pengumuman No. 5. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Departemen Pertanian. Bogor. Kollman,F.F.P., E.W. Kuenzi dan A.J.Stam, 1974. Principles of Wood Science and Technology II. Wood Based Materials. Springer-Verlag. Berlin. Pp 154-217. Ozarska, B. 2003. A manual for Decorative Wood Veneering Technology. Prepared for the Forest & Wood Products Research & Development Corporation (FWPRDC).The University of Melbourne School of Resource Management. The FWPRDC is jointly funded by the Australian forest and wood products industry and the. Australian Government. Website http://fwpa. com.au/default.aspx. Diakses tanggal 20 Februari 2010.
18
PERBANDINGAN SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK ATSIRI HASIL PENYULINGAN DAUN DARI TIGA JENIS POHON EUKALIPTUS Oleh : Sentot Adi Sasmuko Peneliti Pada Balai Penelitian Kehutanan Mataram Jl. Dharma Bhakti No.7 Langko-Lingsar-Lombok Barat 83371 Telp. (0370) 6573874 Fax. (0370) 6573841 e-mail :
[email protected] e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Pohon eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak eukaliptus memiliki banyak manfaat antara lain adalah sebagai minyak gosok, sabun, obat kumur, permen, emulsi antiseptik, salep dan obat sakit gigi. Sehubungan dengan itu, telah dilakukan penelitian penyulingan dengan metode kukus terhadap daun dari tiga jenis eukaliptus (Eucalyptus urophylla, E. pellita dan E. grandis ) dari hutan tanaman di Aek Nauli, Sumatera Utara. Minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus tersebut diuji sifat-sifat fisiko-kimianya. Sifat-sifat minyak eukaliptus hasil pengujian antara lain adalah : rendemen (0,043-0,161 %), kadar sineol (1,567-2,530%), berat jenis (0,247-0,557), indeks bias (1,340-1,370), putaran optik (+0,273)-(+1,190), dan kelarutan dalam alkohol 80 % (1:2 – 1:3). Rendemen minyak tertinggi dihasilkan dari jenis E. grandis (0,161 %), relatif sama dengan E. urophylla (0,143%). Sedangkan kadar sineol ketiga minyak eukaliptus yang diteliti menunjukkan perbedaan tidak nyata. Minyak atsiri yang mempunyai berat jenis tinggi cenderung mempunyai indeks bias yang rendah; dan sebalinya, hal ini mengindikasikan bahwa minyak asal daun E. urophylla dan E. grandis mengandung lebih banyak air dari pada E. pellita. Putaran optik yang tinggi pada minyak asal daun E. urophylla mengindikasikan terdapat lebih banyak ragam senyawa kimia isomer asimetris, dan isomer struktur/ ikatan kimia, dan sebaliknya untuk putaran optik yang rendah pada E. pellita dan E. grandis. Lebih mudah larutnya minyak atsiri asal daun E. pellita dalam alkohol (1 : 2) dibandingkan asal E. urpphylla (1 : 3) dan asal E. grandis (1 : 3) berindikasi ada kaitannya dengan perbedaan rasio antara senyawa polar dan senyawa nonpolar di dalam minyak tersebut. Besarnya kadar sineol minyak dari daun ketiga jenis eukaliptus yang diteliti di atas adalah relatif sama, dan berdasarkan kriteria SNI 01-5009.11-2001, ketiganya termasuk dalam kelas mutu pertama. Kata kunci : Eukaliptus, jenis tanaman daun, minyak atsiri, penyulingan, sifat fisiko - Kimia
19
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 19 - 26
I. PENDAHULUAN Salah satu macam hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki potensi dan memberi manfaat dalam kehidupan sehari-hari adalah minyak atsiri. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara penyulingan daun, bunga, buah, ranting atau bagian kayu. Terdapat banyak jenis tanaman yang menghasilkan minyak atsiri, baik itu digunakan sebagai minyak wangi maupun sebagai bahan obat-obatan. Sebagai contoh adalah minyak cendana, gaharu dan kenanga digunakan sebagai bahan baku industri parfum, sementara minyak lawang, kayu putih dan cantigi digunakan sebagai bahan industri farmasi. Di Indonesia terdapat banyak jenis tanaman lain yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil minyak atsiri. Salah satu jenis tanaman yang telah dikembangkan sebagai jenis pembangunan hutan tanaman industri (HTI) untuk menghasilkan kayu adalah eukaliptus (Eucalyptus spp.) karena pertumbuhannya yang cepat (Iskandar, dkk, 2003). Sebagian daun dari tanaman cepat tumbuh tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak sebagai bahan obat. Minyak eukaliptus dapat digunakan sebagai minyak gosok, sabun, obat kumur, permen, emulsi antiseptik, salep dan obat sakit gigi (Small, 2000). Namun demikian, belum banyak dilakukan observasi terhadap kandungan minyak atsiri eukaliptus di Indonesia. Dalam optimasi pemanfaatan jenis pohon eukaliptus perlu diketahui kandungan minyak atsiri di antara jenis-jenis tersebut, terutama kandungan sineol sebagai salah satu parameter kualitas minyak eukaliptus. Terkait dengan segala uraian di atas, telah dilakukan penelitian pengujian kandungan minyak hasil penyulingan daun 3 jenis tanaman eukaliptus yaitu Eucalyptus urophylla, E. Pellita dan E. grandis. II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Waktu penelitian adalah bulan April sampai dengan Juni 2006. Pengambilan sampel daun dilakukan di areal HTI PT Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Pengujian sifat kimia minyak eukaliptus dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. B. Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan penelitian antara lain adalah air, daun segar dari 3 jenis tanaman E. urophylla, E. pellita dan E. grandis yang berumur sekitar 7 (tujuh) tahun dan alkohol. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah ketel penyulingan, kondensor, timbangan, gelas ukur, timbangan analitik, termometer dan tabung reaksi.
20
Perbandingan Sifat Fisiko - Kimia Minyak Atsiri ...... (Sentot Adi Sasmuko)
C. Metode Penelitian 1. Proses penyulingan Penyulingan dilakukan dengan menggunakan metode kukus, yaitu air dan bahan yang disuling tidak terjadi kontak. Ketel penyulingan dibuat dari aluminium dengan kapasitas 10 kg bahan baku. Proses penyulingan dilakukan selama 5 jam pada suhu 100oC. Setiap tipe jenis daun eukaliptus yang diteliti dilakukan tiga kali penyulingan sebagai ulangan. Rendemen hasil penyulingan dihitung dengan menggunakan rumus :
R=
Output Input
x 100 %
Keterangan : R = rendemen (%) ; Output = berat minyak eukaliptus hasil penyulingan (gr) ; Input = berat daun eukaliptus yang disuling (gr) 2. Pengujian sifat fisiko-kimia Sifat-sifat kimia minyak eukaliptus yang diujikan antara lain adalah kadar sineol, berat jenis pada suhu 15oC, putaran optik pada suhu 27oC, indeks bias pada suhu 20oC dan kelarutan dalam alkohol 80%. Prosedur pengujian mengacu pada SNI 01-5009.11-2001 (Anonim, 2001). 3. Analisis data Analisis dilakukan terhadap data hasil pengujian sifat fisiko-kimia minyak eukaliptus. Analisis tersebut menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Sebagai faktor (perlakuan) adalah daun dari masing-masing 3 jenis tanaman eukaliptus. Sebagai ulangan adalah penyulingan daun dari tiap jenis eukaliptus yang dilakukan sebanyak 3 kali. Sekiranya pengaruh perlakuan nyata terhadap data sifat fisiko-kimia tersebut, pengolahan data dilanjutkan dengan uji beda jarak Duncan (Hanafiah, 2003). III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rendemen Rendemen minyak hasil penyulingan daun ketiga jenis eukaliptus disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan (daun asal 3 jenis eukaliptus) berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak atsiri (Tabel 2). Analisis lebih lanjut dengan uji beda jarak Duncan (Tabel 1) ternyata rendemen minyak tertinggi berasal dari daun E. urophylla dan E. grandis (rendemen kedua
21
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 19 - 26
jenis eukaliptus tersebut tidak berbeda nyata). Sedangkan rendemen terendah berasal dari daun E. pellita. Ini mengindikasikan bahwa kandungan minyak atsiri pada daun segar E. urophylla dan E. grandis lebih tinggi dari pada daun segar E. pellita. Hasil ini sesuai dengan hasil sebelumnya Bhalla (1997) menghasilkan rendemen minyak E. grandis di India sebesar 0,15 % yang berarti relatif tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian ini pada jenis yang sama. Tabel 1. Rendemen minyak hasil penyulingan daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus No.
Jenis eukaliptus
Ulangan I (%)
II (%)
III (%)
Rata-rata (%)
1.
E. urophylla
0,120
0,152
0,158
0,143 a
2.
E. pellita
0,050
0,030
0,050
0,043 b
3.
E. grandis
0,136
0,195
0,152
0,161 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata Tabel 2. Analisis keragaman terhadap rendemen minyak dari daun eukaliptus Sumber keragaman Perlakuan1) Galat Total
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F-hitung
F- 5%
2 6
0,024158
0,012079
24,46
* 5,14
0,002963
0,000494
8
0,027121
db
Keterangan : * = Berpengaruh nyata ; 1 = Daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus B. Sifat Fisiko - Kimia Hasil pengujian sifat fisiko-kimia minyak dari daun asal ketiga jenis eukaliptus dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis keragaman menunjukkan bahwa penyulingan daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sineol (Tabel 4). Meskipun demikian terdapat indikasi kadar sineol tertinggi terdapat dalam minyak atsiri asal daun E. grandis (Tabel 3), diikuti oleh asal daun E. urophylla, hingga terendah asal daun E. urophylla. Penentuan kadar sineol tersebut menggunakan cara gas chromatography berdasarkan nilai retensi relatif yang kemudian dibandingkan dengan satuan retensi untuk senyawa sineol standar. Kadar sineol merupakan komponen yang mempengaruhi kualitas minyak eukaliptus. Makin tinggi kadar sineol, maka kualitasnya makin baik. Sesuai dengan SNI 01-5009.11-2001 (Anonim,
22
Perbandingan Sifat Fisiko - Kimia Minyak Atsiri ...... (Sentot Adi Sasmuko)
2001) maka kualitas dari minyak eukaliptus dari penelitian ini masuk dalam kelas mutu pertama (kadar sineol < 55 % atau < 5,00 % dari waktu retensinya). Tabel 3. Sifat fisis dan kimia minyak atsiri dari daun asal ketiga jenis eukaliptus Jenis eukaliptus No
E. urophylla
Sifat R1
R2
R3
E. pellita Ῡ
R1
R2
R3
E. grandis Ῡ
R1
R2
R3
Ῡ
1
Kadar sineol,(%)
2,43 1,60 0,67 1,567 3,40 2,96 (a)
2,57 2,977 3,00 2,47 (a)
2,13 2,530 (a)
2
Berat jenis
0,61 0,51 0,51 0,543 0,30 0,26 (a)
0,18 0,247 0,56 0,56 (b)
0,55 0,557 (a)
3
Indeks bias
1,34 1,34 1,34 1,340 1,45 1,33
1,33 1,370 1,34 1,34
1,33 1,337
4
Putaran optik, (o)
1,22 1,90 0,45 1,190 0,67 0,50
0,25 0,473 0,33 0,32
0,17 0,273
5
Kelarutan dalam alcohol 80%
1:3
1:2
1:3
1:3
1:3
1:3
1:2
1:2
1:2
1:3
1:3
1:3
Keterangan : R1, R2, R3 = ulangan ke 1, 2 dan 3 (1st, 2nd, and 3rd replication); Ῡ = rataan ; Angka yang diikuti huruh berbeda menunjukkan perbedaan nyata Rata-rata berat jenis minyak tertinggi adalah E. grandis sebesar 0,557, kemudian menyusul E. urophylla 0,543 dan terendah adalah E. pellita sebesar 0,257 (Tabel 3). Berat jenis minyak dipengaruhi oleh fraksi berat komponen-komponen yang terkandung di dalam minyak. Semakin tinggi fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai berat jenisnya (Guenther, 1990). Selanjutnya analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan (daun asal 3 jenis eukaliptus) berpengaruh nyata terhadap berat jenis minyak atsiri (Tabel 5). Analisis lebih lanjut dengan uji beda jarak Duncan (Tabel 3) ternyata berat jenis minyak tertinggi berasal dari daun E. urophylla dan E. grandis (berat jenis kedua jenis eukaliptus tersebut tidak berbeda nyata). Sedangkan berat jenis minyak terendah berasal dari daun E. pellita. Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan cahaya dalam medium (dalam hal ini minyak atsiri) pada suhu tertentu dan sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen yang tersusun dalam minyak tersebut (Guenther, 1990). Semakin banyak komponen yang menyusun minyak maka indeks bias akan semakin besar dan kualitasnya akan lebih bagus. Sebaliknya, minyak yang memiliki indeks bias kecil mengindikasikan bahwa dalam minyak tersebut banyak terkandung air sehingga mempengaruhi kualitasnya. Dari ketiga jenis eukaliptus yang diuji, minyak E. pellita memiliki indeks bias tertinggi yaitu 1,370 dan terendah E. grandis sebesar 1,337. Selanjutnya terdapat kecenderungan bahwa minyak atsiri dengan nilai indeks bias besar memiliki berat jenis rendah;
23
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 19 - 26
dan sebaliknya minyak dengan indeks bias rendah memiliki berat jenis tinggi (Tabel 3). Hal ini memperkuat indikasi bahwa nilai indeks bias dan berat jenis minyak atsiri dapat merupakan petunjuk banyak atau sedikitnya kandungan atau kontaminasi air dalam minyak tersebut. Putaran optik minyak atsiri tertinggi diperoleh dari hasil penyulingan daun asal E. urophylla, diikuti oleh asal E. pellita, hingga terendah asal E. grandis (Tabel 3). Putaran optik akan semakin besar jika dalam minyak atsiri tersebut terdapat lebih banyak ragam senyawa kimia isomer asimetris, dan isomer struktur ikatan kimia; dan sebaliknya untuk putaran optik yang rendah. Kelarutan dalam alkohol minyak eukaliptus menandakan mudahnya minyak untuk diencerkan dalam alkohol 80% untuk pengolahan lebih lanjut. Semakin mudah diencerkan maka perbandingan nilai kelarutan akan lebih tinggi sehingga akan menurunkan biaya produksi dalam pengolahan minyak lebih lanjut. Nilai kelarutan tertinggi adalah minyak E. Pellita yaitu 1 : 2 karena diperlukan hanya 2 ml alkohol sudah cukup untuk melarutkan 1 ml minyak eukaliptus. Sedangkan kelarutan terendah adalah pada perbandingan nilai kelarutan minyak E. urophylla dan E. grandis sebesar 1 : 3, karena diperlukan 3 ml alkohol untuk melarutkan 1 ml minyak atsiri (Tabel 3). Lebih sukar larutnya minyak atsiri tersebut (perbandingan 1 : 3) mengindikasikan bahwa minyak asal E. urophylla dan E. grandis selain mengandung senyawa polar terdapat pula senyawa non-polar dalam jumlah (porsi) yang lebih besar, seperti hidrokarbon, stilbenes, sterol, atau senyawa lain kurang polar dengan berat molekul rendah. Sebaliknya, lebih mudah larutnya minyak atsiri asal E. pellita (perbandingan 1 : 2) berindikasi bahwa proporsi senyawa non-polar dan senyawa polar hampir seimbang atau sama banyak, atau porsi senyawa non-polar menurun. Tabel 4. Analisis keragaman terhadap kadar sineol pada minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
db
Perlakuan1) Galat
2 6
3,096 2,292
Total
8
5,388
Kuadrat Tengah 1,548 0,382
F-hitung
F-5%
4,05tn
5,14
Keterangan: tn = Tidak berpengaruh nyata; 1) = Daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus Tabel 5. Analisis keragaman terhadap berat jenis pada minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
db
Perlakuan1) Galat
2 6
0,183 0,015
Total
8
0,198
Kuadrat Tengah 0,092 0,003
F-hitung
F-5%
36,93*
Keterangan: * = Berbeda nyata; 1) = Daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus
24
5,14
Perbandingan Sifat Fisiko - Kimia Minyak Atsiri ...... (Sentot Adi Sasmuko)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penyulingan daun tiga jenis eukaliptus yaitu Eucalyptus urophylla, E. pellita dan E. grandis dengan metode kukus menghasilkan rendemen minyak yang berbeda beda. Rendemen tertinggi diperoleh dari penyulingan daun E. grandis yatitu sebesar 0,161 %, diikuti oleh E. urophylla (0,143 %), hingga terendah oleh E. pellita (0,043 %). 2. Besarnya kadar sineol minyak dari daun ketiga jenis eukaliptus yang diteliti di atas adalah relatif sama, dan berdasarkan kriteria SNI 01-5009.11-2001, ketiganya termasuk dalam kelas mutu pertama. 3. Terdapat kecenderungan bahwa minyak atsiri dengan berat jenis tinggi memiliki indeks bias rendah, dan sebaliknya. Ini berindikasi bahwa minyak atsiri asal daun E. urophylla dan E. grandis lebih banyak mengandung (terkontaminasi oleh) air dari pada asal E. pellita. 4. Putaran optik tertinggi terdapat pada minyak atsiri asal E. urophylla diikuti oleh E. pellita, hingga terendah yaitu E. grandis. Semakin tinggi nilai putaran optik, maka dalam minyak tersebut terindikasi lebih banyak terdapat aneka ragam senyawa kimia dan isomer baik asimetris maupun isomer struktur kimia. 5. Lebih mudah larutnya minyak atsiri asal daun E. pellita dalam alkohol (1 : 2) dibandingkan asal E. urpphylla (1 : 3) dan asal E. grandis (1 : 3) berindikasi bahwa proporsi senyawa non polar dengan senyawa polar hampir seimbang atau sama banyak dalam minyak atsiri (untuk perbandingan 1 : 2), atau porsi senyawa non-polar lebih sedikit. Sebaliknya untuk perbandingan 1 : 3, proporsi senyawa non (tidak) dan kurang polar jauh lebih banyak dari pada senyawa polar. B. Saran Minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus yang diharapkan berkualitas tinggi adalah disamping memiliki rendemen tinggi juga berkadar sineol tinggi, memiliki berat jenis optimum, indeks bias tinggi, dan mudah larut dalam alkohol. Hal ini penting mengingat banyaknya jenis pohon eukaliptus yang tumbuh di areal hutan tanaman Indonesia. Perlu pula dilakukan penyempurnaan atau modifikasi penyulingan minyak atsiri yang selama ini dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Standar Nasional Indonesia No. 01-5009.11-2001. Departemen Perindustrian. Jakarta. Bhalla, K. 1997. Indian Eucalyptus and Their Essential Oil. Timber Development Association Of India. India.
25
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 19 - 26
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Diterjemahkan oleh S. Ketaren. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hanafiah, K. 2003. Rancangan Percobaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Iskandar, U., Ngadiono dan A. Nugraha. 2003. Hutan Tanaman Industri Di Persimpangan Jalan. Arivco Press. Jakarta. Small, B.E.J. 2000. The Australian Eucalyptus Oil Industry an Overview. New South Wales Department of Agriculture. Australia.
26
PENELITIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENAMBANGAN GAMBUT SEBAGAI SUMBER ENERGI PADA INDUSTRI PULP DAN KERTAS Oleh : Zakaria Basari Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5, Telp. (0251) 8633378, Fax. (0251) 8633414, Bogor - 16001 email :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini memberikan informasi teknis, ekonomis penambangan gambut yang akan digunakan sebagai sumber energi pulp dan kertas. Dilaksanakan di areal rawa gambut bekas Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi yang terletak di wilayah Kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Siak Propinsi Riau. Objek yang diteliti adalah produktivitas kerja, biaya operasi dan perbaikan lingkungan di areal pasca penambangan gambut. Hasil penelitian menunjukan, bahwa produktivitas kerja alat-alat berat untuk mengeksploitasi gambut seluas 1,5 ha mulai dari kegiatan proses pembersihan (land clearing), pengolahan dan pemanenan oleh mesin ekskavator, Pick wood, preparing miller, harrower miller, ridger dan roller masing-masing adalah 0,14 ha/ jam, 0,75 ha/jam, 0,75 ha/jam, 0,1875 ha/jam, 1,5 ha/jam dan 3 ha/jam. Biaya operasi Rp 4.428.748,-/ha. Kondisi lingkungan di areal reklamasi bekas penambangan tidak memperlihatkan gangguan negatif karena burung, biawak, tanaman Eucaliptus dan Acacia mangium dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Kata kunci : Gambut, produktifitas kerja, penambangan, biaya. I. PENDAHULUAN Salah satu sumber energi, di luar kayu dan minyak bumi, yang berperan penting dalam kegiatan industri kehutanan adalah gambut. Gambut merupakan lapisan bahan organik yang berada di hutan rawa, dengan ketebalan dapat mencapai lebih 3 m (Gendon dan Wisnu. 1977). Penambangan gambut memerlukan perencanaan, pelaksanaan dan pemulihan yang baik sehingga dampak kerusakannya dapat diperkecil. Perencanaan terdiri dari tata batas dan inventarisasi potensi, pengadaan alat mekanis, kajian ekonomis dan lingkungan. Pelaksanaannya terdiri dari kegiatan membuat blok,
27
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
jalur produksi, drainase air/kanal, pembersihan/pencabutan limbah tunggak, pengupasan, penggaruan/pembalikan, pengeringan, pengumpulan, pemuatan dan pengangkutan. Pemulihan areal dengan melakukan penanaman, pemeliharaan pohon dan pembinaan masyarakat desa sekitar hutan. PT Arara Abadi semula menggunakan kayu dan minyak bumi sebagai sumber energi pada industri pulp dan kertas tetapi karena mahal dan sulit diperoleh maka biaya operasi menjadi mahal. Untuk mengatasi salah satu solusi dari masalah ini maka perusahaan mencoba memanfaatkan gambut sebagai bahan energi, sehingga biaya operasional lebih murah dan efisien. Bahan baku energi ini tersedia dalam jumlah besar dengan lokasi relatif dekat dengan industri. Dalam tulisan ini dilaporkan hasil studi lapangan yang meliputi aspek teknis dan ekonomis penambangan gambut sebagai bahan baku energi. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Pinang Sebatang Kara, Kecamatan Tualang Perawang, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Daerah ini merupakan wilayah kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Siak. B. Peralatan Peralatan yang digunakan berupa ekskavator Hitachi P.15, pick wood, preparing miller, harrower miller, ridger, roller dan traktor roda ban (wheel tractor). Ekskavator digunakan untuk membersihkan tunggak dan serpihan eksploitasi HTI. Wheel traktor untuk menggerakan semua mesin tersebut diatas. C. Prosedur Penelitian Pegumpulan data dilakukan pada petak contoh/blok produksi dengan kemiringan 0-2%. Contoh petak pengamatan berupa jalur berukuran 5 x 50m sebanyak enam buah, yang diberi kode A, B, C, D, E dan F. Pada setiap sudut jalur pengamatan di beri tanda bekas jalur produksi dengan bendera merah. Parameter yang diamati dan perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut : Volume tunggak yang dicabut/dibersihkan : Vt = ¼ π d 2 . Pj ……….……………………………...…………..……. ..1 di mana : Vt = Volume tunggak (m 3), d = Diameter (cm) dan Pj = Panjang tunggak Volume gambut yang di tambang/dieksploitasi : VG = P x L x TLH ...................................................................................... 2 di mana : Vg = Volume gambut (m 3), P = Panjang petak (m), L = Lebar petak (m) dan TLH = Tebal lapisan gambut (cm).
28
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
Produktifitas alat pada pembersihan : Ppro = Vt ................................................................................................... 3 t di mana : Ppro = Produktifitas kerja (m3/jam),Vt = Volume tunggak(m3), t = Waktu kerja efektif alat (jam) Produktifitas pengolahan lapisan gambut : Ppeng = L .................................................................................................... 4 t di mana : Ppeng = Produktifitas kerja (m2/jam), L = Luas areal (m2), dan t = waktu kerja efektif alat (jam) Biaya operasi terdiri biaya tetap dan tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, bunga bank, asuransi dan banyak, dihitung berdasarkan rumus dari FAO (Anonim, 1992). Cara menghitungnya sebagai berikut : Penyusutan : D = M – R ………....…………....…….............………..…………............ 5 N.t di mana : D = Penyususan (Rp/jam), M = Harga alat baru (Rp), R = Harga bekas (Rp), N = Waktu ekonomis alat (tahun), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam) Bunga bank : BB = M x 0,6 x 0,18 ………..……...................……..…………………… 6 t di mana : BB = Bunga bank (Rp/jam), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam) Biaya asuransi : Ba = M x 0,6 x 0,03 …..…….......…................………………………...… 7 t di mana : Ba = Biaya asuransi (Rp/jam), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam) Biaya pajak : Bp = M x 0,6 x 0,02 ..........……….....……….………………............…… 8 t di mana : Bp = Biaya pajak (Rp/jam), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam) Biaya tidak tetap yang terdiri dari upah kerja penggunaan BBM, pelumas dan biaya perawatan dihitung berdasarkan hasil tabulasi. Perhitungan tabulasi tersebut rumusnya sebagai berikut : BTT = UP + BBM + PL + PM ……..............………………….…………. 9 di mana : BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam), UP = Upah kerja operator dan pembantu (RP/jam), BBM = Biaya bahan bakar (Rp/jam), PM = Biaya pelumas (Rp/jam).
29
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembersihan Limbah Tunggak Kayu ( Land Clearing ) Pembersihan tunggak dengan ekskavator memerlukan dua petak/jalur, yaitu jalur pertama bagi gerakan belalai mencabut dan menyimpan tunggak, dan jalur ke dua untuk gerakan maju/mundur mesin roda ekskavator seperti terlihat pada Gambar 1. Pada jalur B ekskavator bergerak ke depan dengan belalai di jalur A atau berada sebelah kiri mesin dan mencabut tunggak melalui pengerukan lapisan gambut pada kedalaman 50-100 cm. Tunggak dan kulit kayu disimpan dibelakang mesin ekskavator di jalur B. Ekskavator bergerak maju sampai ke ujung jalur C dan berbalik arah belalai mengeruk dan mencabut tunggak di jalur D dan dan limbah disimpan dibelakangnya. Jumlah tunggak dan volume pada setiap petak contoh tertera pada Tabel 1. Diameter tunggak yang dicabut antara 10-20 cm dan panjang 10-15 cm, sehingga dari lima jalur pengamatan tersebut diperoleh volume 19,737 m3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Volume limbah tunggak hasil cabutan Ekskavator Nomor
Kode jalur
Jumlah tunggak (n)
Volume (m3)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
A B C D E F
800 810 840 800 700 710
3,648 5,139 4,055 4,695 1,080 1,120
4660
19,737
Jumlah
Waktu kerja efektif pencabutan/pembersihan tunggak yang tercabut 10 jam atau dengan produktivitas 1,974 m3 /jam. Perataan dan penutupan lubang bekas cabutan tunggak dengan mengeruk kembali lapisan gambut, rata-rata lebar, panjang dan tinggi lubang 0,5 x 0,5 x 1 m. Waktu kerja efektif dalam pemerataan dan penutupan lubang areal seluas 15.000 m2 adalah 1 jam, atau produktivitasnya 1,5 ha/jam. Sehingga jumlah waktu kerja efektif ekskavator selama melakukan pembersihan tunggak (land clearing) sampai dengan penutupan lubang adalah menjadi 11 jam atau produktivitasnya 0,14 ha/jam. Jika produktivitas land clearing yang dilakukan oleh ekskavator di atas itu dibandingkan dengan traktor D7 atau D8, nampaknya lebih tinggi traktor. Hidayat (1978) peneliti dari United Tractor menyatakan, bahwa produktivitas traktor D7 dan D8 dalam kegiatan land clearing dalam PWH di hutan produksi tanah darat dengan kemiringan topografi 20% adalah rata-rata 0,75 ha/jam. Sementara produktivitas ekskavator yang dioperasikan perusahaan PT Arara Abadi di atas hasilnya yaitu
30
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
0,14 ha/jam. Hal ini terjadi karena kondisi hutannya sangat jauh berbeda, selain itu alat dan ketrampilan operatornya juga berbeda. Di mana traktor D7 atau D8 itu dioperasikan di hutan alam tanah darat dan gerakannya lincah dan cepat, sementara ekskavator di atas operasinya di areal hutan tanah rawa dan gerakannya lambat.
Gambar 1. Operasi ekskavator dalam pencabutan limbah tunggak kayu Keterangan : 1 = Jalur pembersihan limbah tunggak, 2 = Jalur gerakan maju/mundur ekskavator & menyimpan limbah tunggak, 3 = Mesin ekskavator, 4 = Limbah tunggak, ABCDEF = Jalur penelitian dengan lebar masing-masing 5 m. 5 = Parit. (Gambar tidak menggunakan skala) B. Penyapuan Limbah Tunggak dan Mesin Wheel Tractor Penyapuan limbah tunggak yang berada pada jalur penyimpanan limbah dilakukan leh mesin/mobil angkut roda berduri (pick wood). Mobil angkut roda berduri ini fungsinya selain mengangkat limbah ke atas bak penampung juga berfungsi sebagai penghancur limbah tunggak menjadi potongan-potongan kayu kecil, di mana potongan kayu kecil limbah kayu ini dibuang kembali ke tempat semula yang gunanya sebagai penutup lubang-lubang kecil yang masih berada dipermukaan lapisan gambut. Mesin pick wood ini terpasang dibelakang mesin traktor roda ban (wheel tractor). Ukuran mesin dan roda ban traktor (wheel tractor) ini sangat besar dan tinggi, diameter roda bannya 150 cm, besar mesinnya 2 m2 dan ukuran panjang 4 m, lebar 3 serta tinggi 2,5 m. Dengan demikian tumpukan limbah tunggak kayu itu posisinya berada di bawah kolong mesin wheel traktor Mesin wheel traktor ini dalam kegiatan proses penambangan gambut berfungsi sebagai aat penggerak utama mesin-mesin yang lain, artinya tanpa ada mesin wheel traktor mesin pemroses gambut lainnya tidak jalan.
31
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
Di bidang kehutanan biasanya aat ini digunakan untuk menyarad kayu bulat dari tempat tebangan ke TPn. Di pertanian atau diperkebunan sering digunakan untuk pengangkutan (hauling) hasil panen dengan dilengkapi oleh mesin trailer, pembajakan tanah dengan dilengkapi mesin plow (mouldboard plow), penggemburan tanah (harrowing) dilengkapi mesin disk harrow/rollers harrow/ dackers/tooth type harrow. Hasil perhitungan waktu kerja menunjukkan bahwa waktu kerja efektif penyapuan dan perataan/penutupan lubang kecil dari seluas areal 15.000 m2 adalah 2 jam atau produktivitas produktivitas kerja Pick wood adalah 7.500 m2 /jam atau 0,63 ha/jam (Gambar 2). Mekanisme kerja mesin pick wood adalah sebagai berikut : - Menyiapkan mesin penggerak gandengan traktor roda ban (wheel tractor) - Mesin pick wood dipasang pada traktor roda ban - Mesin penggerak gandengan/traktor roda ban dihidupkan, secara otomatis tungkai hidrolik sebagai penyambung ke mesin pick wood ikut bergerak - Mesin bergerak menekan/meratakan areal lapisan gambut dimulai dari jalur A sampai dengan jalur F
Gambar 2. Operasi penyapuan limbah tunggak oleh truk roda berduri Keterangan : A = Traktor roda ban/Wheel tractor (mesin penggerak utama), B = Bak penampung limbah tunggak, C = Roda berduri pengangkat limbah tunggak, D = Parit, E = Jalan utama. Sebanyak 30% sisa limbah tunggak yang tidak terpotong oleh mesin truk roda berduri (pick wood) diangkut dan disimpan dipinggir jalan yang tumpukannya terpisah dari areal jalur pengolahan gambut, kemudian limbah ini diangkut oleh dumptruk yang seanjutnya akan dimanfaatkan sebagai bahan pengeras jalan traktor/mobil angkutan dumtruk.
32
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
C. Penggemburan dan Mendatarkan Lapisan Gambut Setelah areal produksi gambut rata dan bersih dari limbah tunggak kayu, dilakukan penggemburan dan perataan kembali oleh mesin preparing miller. Alat ini selain berfungsi untuk mengaduk-aduk/menggemburkan lapisan gambut juga berfungsi sebagai alat pencincang sisa-sisa limbah tunggak yang tidak terangkat dan tidak terpotong oleh mesin pick wood. Pisau giling mesin preparing miller ini dipasang dibelakang traktor beroda ban (Gambar 3). Mesin preparing miller ini di bidang pertanian dan perkebunan yang dipraktekkan di luar negri (Amerika dan Eropa) adalah merupakan mesin yang berfungsi untuk mencincang, mengangkat dan membalikkan tanah sehingga permukaan tanah tersebut menjadi gembur, di bidang pertanian disebut mesin mold board plow (Anonim, 1984). Hasil pengamatan waktu kerja, menunjukkan bahwa waktu kerja efektif dari areal produksi gambut seluas 15.000 m2 yang digemburkan adalah mencapai 2 jam atau produktivitas 7.500 m2 /jam atau 0,75 ha/jam. Mekanisme kerja operasi mesin preparing miller adalah sebagai berikut : - Mempersiapkan dan memasang alat preparing miller pada traktor roda ban - Menjalankan mesin roda pisau/preparing miller hingga kecepatan 40 km/jam dengan frekuensi perpuran mesin mencapai 1.000 rpm - Mesin bergerak di jalur A, setelah sampai di ujung jalur A kemudian berbalik arah ke jalur B dan selanjutnya bergerak ke jalur C,D,E dan F. - Mesin preparing miller mengaduk/menggemburkan lapisan gambut hingga kedalaman 20 cm dan mencingcang limbah kayu sampai ke potongan ukuran kecil 1 cm
Gambar 3. Mesin pencingcang limbah tunggak dan kayu Keterangan : A = Traktor roda ban, B = Mesin roda pencingcang limbah, C = As berputar, D = Parit, E = Jalan angkutan utama.
33
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
D. Pengupasan dan Pengeringan Lapisan Gambut Pengupasan lapisan gambut dilakukan oleh mesin roda production miller yang terpasang dibelakang mesin wheel tractor. Di mana panjang roda production miller 9 m yang terbagi ke dalam 6 buah roda. 3 buah mesin roda depan diameternya 50 cm dan 3 buah mesin roda belakang diameternya 30 cm. Roda mesin ini selain berfungsi mengupas lapisan gambut setebal 20 cm juga berfungsi sebagai penggembur lapisan gambut secara lebih mendetail. Kecepatan mesin 40 km/jam, sedang frekuensi perputaran mesin 1.000 rpm Hasil pengamatan waktu kerja dari seluas 15.000 m2 diperlukan waktu kerja efektif 1,5 jam atau produktivitasnya 1 ha/jam (Gambar 4). Mekanisme kerja mesin production miller adalah sebagai berikut : - Memasang roda pengupas gambut pada mesin wheel tractor - Menjalankan mesin roda pengupas dan wheel tractor - Mengupas gambut dengan mengikuti jalur A, B dan C kemudian setelah sampai diujung jalur mesin berbalik arah ke jalur D, E dan F
Gambar 4. Operasi pengupasan lapisan gambut oleh mesin production miller Keterangan : A = Traktor roda ban (Wheel tractor), B = Mesin roda pengupas gambut, C = Lapisan gambut, D = Parit, E = Angkutan jalan utama E. Pengeringan dan Pengumpulan Lapisan Gambut Untuk mempercepat pengeringan maka lapisan gambut yang sudah terkupas dibalik-balik dari jaur ke satu sampai dengan ke jalur berikutnya dan di ulang-ulang 2-3 kali dalam sehari sehingga mempunyai tingkat kekeringan alami lebih dari 60%.
34
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
Dengan adanya gerakan perlakuan yang terus menerus terhadap lapisan gambut tersebut, maka akhirnya gumpulan-gumpulan gambut hancur berubah menjadi serbuk yang sangat tipis (milled peat) dengan ukuran mencapai 1-2 mm. Alat yang digunakan untuk melakukan pemutar balikan lapisan gambut adalah mesin harrower. Mesin ini merupakan mesin gandengan yang terpasang secara hidrolik pada wheel tractor, di mana harrower ini bentuk alatnya seperti sendok (spon) berengsel dengan panjang mesin 18 m panjang sendoknya 40 cm. Pada kegiatan pertanian yang sudah dipraktekkan di negara maju seperti Amerika dan Eropa, mesin harrower ini difungsikan untuk menghancurkan dan menggemburkan lapisan permukaan tanah yang padat, sehingga permukaan tanah tersebut memberikan aerasi yang baik dan dapat mempercepat kecambah pohon (Anonim, 1984). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa waktu kerja efektif dalam melakukan pembulak-balikan lapisan gambut seluas 15.000 m2 adalah 8 jam atau prduktivitasnya 0,2 ha/jam (Gambar 5). Sementara lapisan gambut yang sudah kering tersebut, selanjutnya dikumpulkan dengan cara didorong ke tengah jalur oleh mesin oleh mesin roda pengumpul (ridger) dengan membentuk seperti pematang sawah yang memanjang. Mesin ridger ini bentuknya seperti bilah pisau traktor pengupas jalan (grader) yang berada di depan yang dapat bergerak miring ke arah kiri dan kanan. Alat ini terpasang secara hidraulik pada mesin wheel tractor. Waktu kerja efektif pengumpulan serbuk gambut dari areal seluas 15.000 m2 oleh mesin ridger adalah 1 (satu) jam atau produktivitasnya 1,5 ha/jam. Untuk mengetahui lebih jelas operasi mesin ridger dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5. Mesin pengering lapisan gambut (harrower) Keterangan : A = Wheel tractor mesin penggerak utama, B = Mesin harrower, C = Sendok, D = Hidraulik sistem, E = Lapisan gambut, F = Parit, G = Jalan angkutan utama.
35
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
Gambar 6. Operasi mesin ridger Keterangan : A = Wheel tractor mesin penggerak utama, B = Mesin ridger, C = Gambut yang didorong, D = Gambut yang sudah diatur membentuk pematang yang siap dipanen, E = Parit, F = Jalan angkutan utama. E. Pemanenan Perlakuan selanjutnya terhadap serbuk gambut yang sudah terkumpul di jalur produksi tersebut dilakukan pemanenan dengan cara mengadakan penyedotan oleh mesin roller, kemudian disimpan di atas truck trailer dan diangkut menuju tempat pengumpulan sementara (stock pite), dan seterusnya diangkut kembali menuju industri. Pipa penyedot serbuk gambut yang terpasang pada mesin roller tersebut panjang dan diameternya 8 m dan 15 cm. Mekanisme kerja penyedotan serbuk gambut adalah sebagai berikut : - Pemasangan mesin roller pada wheel tractor - Mesin lubang penyedot serbuk gambut berada di sebelah kanan mesin wheel tractor - Lubang pembuang serbuk gambut berada di sebelah kiri mesin wheel tractor - Pembuangan serbuk gambut yang keluar dari pipa lubang ditampung oleh truck trailer Hasil perhitungan waktu efektif kegiatan tersebut dari seluas 15.000 m2 adalah 0,5 jam atau produktivitasnya 3 ha/jam (Gambar 7). Pengukuran terhadap serbuk gambut yang dipanen dari areal produksi dengan panjang, lebar dan tebal masing-masing 500 m, 30 m dan 0,2 m diperoleh volume sebesar 3.000 m3. Informasi dari laboratorium PT Arara Abadi berat jenis serbuk gambut 1 m3 itu adalah 0,5 ton. Dengan demikian volume serbuk gambut yang dipanen beratnya 1.500 ton.
36
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
Gambar 7. Operasi mesin roller Keterangan : A = Mesin ridger, B = Mesin roller, C = Truk gandengan, D = Serbuk gambut yang dipanen, E = Truk kosong, F = Jalan angkutan, G = Parit. F. Prakiraan Biaya Pemilikan dan Biaya Operasi Biaya pemilikan alat terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, pajak dan asuransi ini disebut biaya tetap (Fixed cost). Sedang biaya penggunaan bahan bakar, upah kerja operator berikut pembantu, pelumas dan perawatan alat disebut biaya tidak tetap (variable cost). Biaya operasi adalah penjumlahan biaya tetap dengan tidak tetap dibagi produktivitas kerja. Untuk menghitung biaya operasi penambangan gambut maka perlu diketahui harga alat, upah kerja, harga bahan bakar, dan produktivitas kerja. Pembelian alat berat tidak dilakukan secara tunai (cash) tetapi dicicil (kredit) dengan jangka waktu 6 tahun yaitu dari tahun 2004 – 2009. Sedang yang menjadi acuan standar nilai harga alat, perusahaan menggunakan peraturan pemerintah yang menurut SK Mentri keuangan No. 427/KM/2005 tanggal 26 September tahun 2005 besar kurs 1 $ US adalah Rp. 10.207,-. Hasil wawancara dan pengutipan data dari kantor perusahaan nilai harga alat menunjukkan informasi sebagai berikut: mesin Ekskavator Rp. 800.000.000, traktor roda ban (wheel tractor) Rp. 700.000.000,-, pick wood Rp 100.000.000,-, preparing miller Rp 100.000.000,-, production miller Rp 100.000.000,-, harrower miller Rp 100.000.000,-, ridger Rp 100.000.000,-, roller Rp 100.000.000,-. Upah kerja operator mesin dan pembantu (helper) Rp 2.000.000,-/bulan dan Rp 1.000.000,-/bulan. Penggunaan bahan bakar untuk ekskavator 200 liter/hari, bahan baker mesin utama gandengan wheel traktor 200 liter/hari, penggunaan oli pelumas ekskavator dan wheel traktor masing-masing satu liter per hari, biaya pemeliharaan alat dalam 1 tahun (1000 jam) 10% dari harga alat. Dengan demikian biaya operasi dapat di hitung. Hasil perhitungan tercantum pada Tabel 2 berikut.
37
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
Tabel 2. Hasil perhitungan biaya operasi mesin penambangan gambut Wheel Pick Production Komponen tractor wood Harrower Ekskavator miller Biaya ( Rp/ (Rp/ (Rp/jam) (Rp/jam) jam) jam) A. BIAYA TETAP 1.Penyusutan 2. Bunga bank 3. Asuransi 4. Pajak
Ridger (Rp/ jam)
Preparing miller (Rp/jam)
Roller (Rp/jam)
40.000 86.000 14.000 96.000
40.000 86.000 14.000 96.000
5.000 7.200 1.200 800
5.000 7.200 1.200 800
5.000 7.200 1.200 800
5.000 7.200 1.200 800
5.000 7.200 1.200 800
5.000 7.200 1.200 800
B. BIAYA TIDAK TETAP 5. Upah operator dan pembantu 6. Penggunaan BBM 7. Pelumas/oli 8. Pemeliharaan
17.500
17.000
17.500
17.500
17.500
17.500
17.500
17.500
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
60.000
3.000 80.000
3.000 80.000
3.000 10.000
3.000 10.000
3.000 10.000
3.000 10.000
3.000 10.000
3.000 10.000
Jumlah
396.500
396.000
104.700
104.700
104.700
104.700
104.700
104.700
Keterangan : Sumber biaya SK.Menteri Keuangan No. 427/KM/2005 tanggal 26/9/2005. Nilai $ US = Rp 10. 207 Dengan melihat Tabel 2 maka di ketahui masing-masing biaya operasi, mesin yaitu : 1. Ekskavator = Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 396.500/jam = Rp 2.232.142,-/ha 0,14 ha/jam 2. Wheel tractor dengan pick wood : = Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 396.500/jam + Rp 104.700/jam 0,75 ha/jam = Rp 668.266,-/ha 3. Preparing miller : = Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 104.700/ha 0,75 ha/jam = Rp 139.600,-/ha
38
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
4. Production miller
= Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 104.700/ha 1 ha/jam = Rp 104.700,-/ha
5. Harrower miller
= Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 104.700/ha 0,1875 ha/jam = Rp 558.400,-/ha
6. Ridger
= Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 104.700/ha 1,25 ha/jam = Rp 83.760,-/ha
7. Roller
= Biaya tetap (Rp/jam) + Biaya tidak tetap (Rp/jam) Produktivitas (ha /jam) = Rp 104.700/ha 3 ha/jam = Rp 41.880,-/ha
Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing mesin di atas, diketahui bahwa biaya operasi penambangan gambut seluruhnya mencapai Rp 4.428.748,-/ha. G. Pasca Penambangan Gambut Berdasarkan hasil peninjauan lapangan terhadap areal bekas penambangan gambut seluas 36 ha yang terletak di KW. 97PP0043, terlihat bahwa kegiatan reklamasi dengan jenis Acacia mangium dan Eucaliptus sp yang ditanam pada tahun 2000 – 2004 telah menunjukkan pertumbuhan yang baik di mana ukuran diameternya sudah mencapai tingkat tiang yaitu 5-10 cm. Selain itu sudah ada tanda kehidupan binatang. Hal ini dibuktikan dengan terlihatnya ada tikus, ular belang, katak, ikan dan burung (Anonim, 2004). Sementara untuk mengetahui kebersihan air, maka pada parit/kanal dan sungai yang berada disekitar basecamp oleh perusahaan terus dibersihkan melalui beberapa pipa saringan dan selalu diteliti. Hal ini terbukti dengan adanya pemanfaatan air bersih untuk minum dan kebutuhan dapur keluarga oleh masyarakat sekitar basecamp. Juga perusahaan telah mengeluarkan biaya pemantauan air bersih, kolam pengendap erosi secara rutin sebesar Rp 6.000.000,-/bulan, pembuatan saluran utama Rp 9.000.000,- dan analisis contoh air Rp 1. 300.000,- (Anonim, 2004).
39
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 27 - 41
Untuk melakukan pembinaan masyarakat desa sekitar hutan, para pekerja kegiatan reklamasi/rehabilitasi kawasan hutan bekas pertambangan 80% direkrut dari putra daerah, selain itu masyarakat petaninya dengan perusahaan sudah melaksanakan kerja sama/kemitraan dengan baik. Hal dibuktikan bahwa dari hasil pertanian kelompok tani berupa padi, buah-buahan, sayur-sayuran dan sembilan bahan pokok lainnya oleh perusahaan telah selalu dibeli. H. Kondisi Pekerja Fasilitas sosial yang diberikan oleh perusahaan kepada para pekerja cukup baik seperti upah kerja rata – rata per bulan besarnya sudah di atas Upah Minimum Regional (UMR) atau lebih dari Rp 1.000.000,-/bulan, tempat ibadah 1 unit Masjid Ja’mi dan 2 unit Madrasah, 3 unit fasilitas olah raga dan 3 unit klinik kesehatan dengan peralatan yang lengkap. Namun demikian, yang nampak masih lemah di perusahaan adalah masih banyak para pekerja di lapangan belum menggunakan pakaian kerja yang layak dan aman seperti helm, sepatu boot, kaca mata pengaman dan masker agar terhindar dari debu. Hal ini jika dibiarkan secara berkelanjutan akan sangat berbahaya bagi keselamatan pekerja. Oleh karena itu para penyuluh di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Standar Operational Prosedure (SOP) perlu digalakkan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dari luas 15.000 m2 petak contoh areal produksi gambut diperoleh volume serbuk gambut yang siap pakai untuk sumber energi industri pulp dan kertas sebanyak 3.000 m3 atau setara dengan berat 1500 ton. 2. Produktivitas mesin ekskavator melakukan pembersihan tunggak (land clearing) adalah 0,14 ha/jam. Sedang mesin pengolah gambut lainnya yang terdiri dari pick wood, preparing miller, production miller, harrower miller, ridger dan roller masiing-masing sebesar 0,75 ha/jam, 0,75 ha/jam, 1 ha/jam, 0,1875 ha/jam, 1,5 ha/jam dan 3 ha/jam. 3. Biaya operasi penambangan gambut seluruhnya Rp 4.428.748,-/ha. 4. Secara eklogis penambangan gambut tidak menyebabkan gangguan yang berarti terhadap lingkungan, sebab tanaman hasil reklamasi leh jenis Acacia mangium dan Eucaliptus sp memperlihatkan pertumbuhan yang baik, termasuk burung, hewan darat dan air dapat hidup secara baik. 5. Para pekerja lapangan disarankan untuk selalu menggunakan pakaian kerja yang layak sesuai prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3).
40
Penelitian Teknis Dan Ekonomis Penambangan Gambut ............... (Zakaria Basari)
V. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1984. Teknik Dasar Pemilihan Alat-Alat Berat. Technical Consulting Departemen. PT United Tractor. Jakarta. ------------ 1992 Cost control in forest harvesting and road construction. Forestry Paper N. 9. FAO. Rome. ------------ 2004. Laporan Triwulanan Pemantauan Lingkungan Areal Pasca Penambangan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau. Tidak diterbitkan. Hidayat, D. 1978. Penggunaan alat-alat berat dalam pembuatan dan pemeliharaan jalan. Catatan Lengkap Seminar Pembuatan Jalan Hutan. LPHH. Badan Litbang Pertanian dan Direktorat Bina Produksi. Dirjen Kehutanan. Cisarua-Bogor. Iriansyah, M. 2004. Penelitian teknologi dan kelembagaan rehabilitasi lahan terdegradasi. Laporan Tahunan Hasil Penelitian. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan. Balai Litbang Kehutanan Kalimantan. Samarinda. Rasmidi, G. dan Wishnu, H. 1977. Pengantar Kehutanan. Direktorat Jenderal Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta.
41
PROSPEK MERAKIT RUMAH PANGGUNG WOLOAN MENGGUNAKAN ENAM JENIS KAYU LOKAL SULAWESI UTARA Oleh : Sentot Adi Sasmuko Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Mataram Jl. Dharma Bhakti No.7 Langko-Lingsar-Lombok Barat 83371 Telp. (0370) 6573874 Fax. (0370) 6573841 e-mail :
[email protected] e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Pada saat ini Industri Rumah Woloan di Sulawesi Utara sedang dililit masalah yaitu menurunnya produksi yang disebabkan sangat sulitnya mendapatkan kayu sebagai bahan bakunya. Bahkan beberapa pengusaha telah mendatangkan kayu dari luar Sulawesi seperti dari Kalimantan, Maluku dan Papua. Hal ini disebabkan karena bahan baku rumah masih mengandalkan kayu besi (Instia bijuga), nyatoh (Palaquium sp.) dan cempaka kuning (Elmerrillia ovalis) dan jenis kayu lain terutama jenis lokal masih meragukan pemanfaatannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan jenis kayu lokal Sulawesi Utara dalam pembuatan rumah woloan dibandingkan dengan ketiga jenis kayu di atas. Dari penelitian ini telah dibangun satu unit rumah woloan tipe 56 yang menggunakan enam jenis kayu lokal yaitu aliwowos (Homalium foetidum Benth), bugis (Koordersiodendron pinnatum Merr.), rorum (Heritiera littoralis Dryand), binuang (Oktomeles sumatrana Miq.), kenari (Canarium sp.) dan bolangitang (Litsea sp.). Biaya pembuatan rumah dari jenis kayu lokal tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan harga sebuah rumah dengan tipe yang sama. Kata kunci: Rumah woloan, kekurangan bahan baku, pemanfaatan kayu lokal I. PENDAHULUAN Rumah woloan merupakan rumah adat tradisional suku Minahasa, Sulawesi Utara yaitu sejenis rumah panggung namun dapat dibongkar-pasang (knock-down) sehingga dapat dipindah sewaktu-waktu. Industri rumah woloan yang mencapai puncak kejayaannya pada era tahun 1990-an ini, disamping mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, peminat rumah woloan tidak hanya dari konsumen lokal tetapi pangsa pasarnya juga sampai ke manca negara seperti Belanda,
43
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 43 - 51
Swiss dan Jerman serta negara eropa lainnya. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sulawesi Utara (Anonim, 2007), pada tahun 2006 produksi rumah woloan yang diekspor dari berbagai tipe tercatat volumenya sebesar 15.885,00 kg dengan nilai ekspor 8.900 USD. Volume ekspor pada tahun 2007 menunjukkan kenaikan menjadi 39.749,50 kg dengan nilai 47.494,20 USD. Kondisi ekspor rumah woloan pada dua tahun terakhir tersebut jauh mengalami penurunan bila dibandingkan dengan pada masa tahun 2002 yaitu sebesar 214.000 kg dengan nilai ekspor 173.600,00 USD. Industri rumah woloan bagi pemerintah daerah Propinsi Sulawesi Utara merupakan komoditi andalan spesifik dan strategis karena melibatkan banyak tenaga kerja lokal dalam produksinya (home industry). Akan tetapi pada saat ini pengusaha rumah woloan sedang dililit masalah yaitu menurunnya produksi rumah woloan yang disebabkan sulitnya mendapatkan kayu sebagai bahan bakunya. Bahkan beberapa pengusaha telah mendatangkan kayu dari luar Sulawesi seperti dari Kalimantan, Maluku dan Papua. Masalah yang timbul dengan mendatangkan kayu dari luar Sulawesi berdampak pada peningkatan biaya produksi sebuah rumah woloan. Berdasarkan data di atas bahwa kesulitan pasokan bahan baku sebenarnya telah dirasakan sejak sepuluh tahun terakhir, terbukti dari penurunan volume ekspor sejak tahun 2000-an. Produksi rumah woloan yang dibuat dari kayu kelapa kurang diminati oleh konsumen, sehingga sejak tahun 2005 tidak ada lagi ekspor. Berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan bahan baku kayu rumah woloan di atas perlu segera dilakukan, salah satu cara adalah mencari jenis kayu pengganti (substitusi) yang layak digunakan. Di samping memiliki sifat kekuatan yang sesuai dengan tiga jenis kayu yang selama ini telah digunakan untuk rumah woloan yaitu kayu besi, nyatoh dan cempaka, jenis kayu substitusi diupayakan juga memiliki sifat cepat tumbuh dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Membuat produk rumah woloan diharapkan dapat menggantikan jenis kayu yang sudah ada dan tetap layak diminati oleh masyarakat. Sehubungan dengan uraian di atas, maka terdapat beberapa jenis kayu lokal asal Sulawesi Utara yang mempunyai prospek sebagai bahan merakit rumah woloan. II. PEMILIHAN BAHAN KAYU UNTUK RUMAH WOLOAN Berdasarkan pengamatan ke sentra industri rumah woloan, tipe rumah yang banyak diminati konsumen adalah tipe 56 yang terdiri dari dua kamar. Denah rumah tampak pandangan dari atas adalah seperti pada Gambar 1. Bahan kayu yang digunakan dalam pembuatan rumah dipilih berdasarkan kriteria keterangan dari masyarakat, tersedianya kayu di pasar dan sifat kayu yang dimilikinya termasuk warna dan corak kayu. Berdasarkan kriteria di atas, maka dipilih enam jenis kayu lokal yang diperoleh dari daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Nama botanis, berat jenis, kelas kuat dan kelas awet keenam jenis kayu tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
44
Prospek Merakit Rumah Panggung ..............(Sentot Adi Sasmuko)
7m
Kamar 2 3,5 m
Ruang 8m
3,5 m
1m
Kamar 1
Teras Teras Utama
Gambar 1. Denah rumah woloan tipe 56
45
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 43 - 51
Tabel 1. Jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan rumah woloan No
Namadaerah (Minahasa)
1.
Aliwowos
2.
Nama Botanis
Famili
Berat Jenis
MOE (kg/cm2)
Kelas Kuat
Kelas awet
Homalium foetidum Benth
Flacourtiaceae 0,780
124447,86
II/II
I/II
Bugis
Koordersiodendron pinnatum Merr.
Anacardiaceae 0,345
48876,82
IV/V
III/IV
3.
Rorum
Heritiera littoralis Dryand
Sterculiaceae
0,667
84701,38
II/III
II/III
4.
Binuang
Oktomeles sumatrana Miq.
Datiscaceae
0,289
33371,14
V/V
IV/V
5.
Bolangitang
Litsea sp.
Lauraceae
0,318
42783,69
IV/V
V
6.
Kenari
Canarium sp.
Burseraceae
0,410
45428,44
III/V
IV/V
Sumber : Heyne (1950), Sasmuko (2010) dan Oey (1964)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sasmuko (2010), kayu aliwowos (berat jenis kering udara berkisar antara 0,477 – 0,970 dengan rata-rata 0,780) merupakan kayu terberat dibandingkan jenis kayu lain yang digunakan. Terberat kedua adalah rorum (berat jenis kering udara berkisar 0,642 – 0,697 dengan rata-rata 0,667), diikuti kenari (BJ kering udara berkisar antara 0,406 – 0,414 dengan rata-rata 0,410), bugis (BJ kering udara berkisar antara 0,339 – 0,348 dengan rata-rata 0,345 ), binuang (BJ kering udara berkisar antara 0,307 – 0,334 dengan rata-rata 0,318) dan kayu teringan adalah bolangitang (berat jenis kering udara berkisar 0,279 – 0,295 dengan rata-rata sebesar 0,289). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan rumah woloan adalah atap rumah dari seng, kaca untuk jendela dengan ketebalan 5 mm, kunci-kunci pintu dan jendela, paku dan baut 8 mm. Sebagai alas tiang-tiang rumah digunakan cetakan berbeton ukuran 20 x 20 x 30 cm. III. PERAKITAN DAN KAYU PENGGANTI Pembuatan rangka-rangka rumah dilakukan di Desa Lemoh, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa. Sedangkan pemasangan rumah dan penyelesaiannya dilakukan di kompleks kantor Balai Penelitian Kehutanan Manado di Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Kota Manado. Proses kegiatan pembuatan rumah mulai dari pengumpulan bahan sampai dengan penyelesainnya dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan November 2009. Sedangkan waktu yang telah dihabiskan dalam pembuatan rumah mulai membuat rangka sampai dengan selesai lebih kurang 90 (sembilan puluh) hari.
46
Prospek Merakit Rumah Panggung ..............(Sentot Adi Sasmuko)
Gambar 2. Bahan kayu yang digunakan Penggunaan 6 jenis kayu dalam pembuatan rumah Woloan ini sebagai kayu pengganti seperti pada Tabel 2. Berdasarkan perbandingan penggunaan jenis kayu pada Tabel 2 di atas, telah dilakukan usaha pengganti atau substitusi jenis kayu untuk bahan baku rumah woloan, yaitu jenis kayu besi dicoba diganti dengan jenis kayu aliwowos dan rorum. Sedangkan jenis kayu nyatoh dicoba diganti dengan kayu bugis dan kenari, dan kayu cempaka diganti dengan kayu binuang dan bolangitang. Percobaan kayu besi (Intsia bijuga) diganti dengan kayu aliwowos (Homalium foetidum) didasarkan atas pertimbangan bahwa keduanya termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet II. Sedangkan kayu nyatoh (Palaquium sp.) digantikan dengan kayu rorum (Heritiera littoralis) dan bugis (Koordersiodendron pinnatum) didasarkan pada kelas kuat yang sama pula yaitu kelas kuat II/III. Tabel 2. Jenis kayu pengganti dan penggunaannya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis kayu pengganti Aliwowos Bugis Bolangitang Rorum Binuang Kenari
Jenis kayu yang biasa dipakai Besi/ulin Nyatoh Cempaka Besi, nyatoh Cempaka Nyatoh, cempaka
Penggunaan Tiang bawah (gelagar struktur), balok induk, rangka, dan tangga rumah Kusen, lesplang dan rangka atap Lantai, daun pintu dan jendela Rangka, rangka atap, anak tangga, pion tangga, kusen Kayu binuang : dinding dan atap rumah Lantai, lesplang, kusen
Kayu cempaka (Elmerrillia ovalis) dicoba digantikan dengan kayu kenari (Canarium sp.) didasarkan keduanya mempunyai kelas kuat III, disamping itu juga digantikan dengan kayu binuang (Octomeles sumatrana) atau bolangitang (Litsea sp.) didasarkan pada corak dan warna kayu yang sama yaitu kekuning-kuningan (Tabel 2 dan Gambar 4 dan 5)
47
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 43 - 51
Untuk melihat sejauh mana efektifitas substitusi kayu tersebut, tentunya masih harus dilakukan pengujian daya minat pasar dan sifat kekuatan dan keawetan yang sesungguhnya secara alami selama pemakaian rumah tersebut (Gambar 6).
Kayu binuang Kayu aliwowos dan rorum Gambar 3. Jenis-jenis kayu yang digunakan
Gambar 4. Bentuk rangka rumah IV. ANALISIS BIAYA Analisis biaya perakitan rumah woloan menggunakan 6 jenis kayu substitusi asal Sulawesi Utara disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa satuan biaya pembuatan rumah woloan berbahan baku enam jenis kayu substitusi sebesar Rp. 1.200.000,-/m2 (satu juta dua ratus ribu rupiah per meter persegi). Harga satuan ini berada di bawah harga satuan yang ditawarkan oleh beberapa perusahaan rumah woloan seperti
48
Prospek Merakit Rumah Panggung ..............(Sentot Adi Sasmuko)
pada data salah satu iklan perusahaan yang ditawarkan di media sebagai berikut (www.anekarumah.com , 2009) :
Khusus daerah Jawa dan Bali : Rp 2.000.000,00 / m2 (plus tambahan pekerjaan lainnya) Rp 1.800.000,00 / m2 (Tanpa tambahan pekerjaan lainnya)
Luar Jawa dan Bali/luar negeri : Berdasarkan negosiasi Harga Manado dan sekitarnya: Rp 1.600.000,00 / m2 Harga semua material diganti kayu kelapa: Rp 3.000.000,00 / m2 daerah Manado Rp 2.250.000 / m2 Tabel 3. Rincian biaya pembuatan rumah woloan No.
Satuan/kegiatan
A.
BAHAN 1. Kayu untuk rumah : • 20 x 20 x 400 = 11 btg (aliwowos) • 5 x 10 x 400 = 16 btg (rorum, bugis) • 10 x 10 x 400 = 30 btg (rorum) • 8 x 12 x 400 = 20 btg (bugis, kenari) • 5 x 7 x 400 = 60 btg (damar, bugis, rorum) • 4 x 4 x 400 = 120 btg (kenari) • 3 x 30 x 400 = 80 lbr (bugis, aliwowos, rorum, kenari) • 2,5 x 15 x 400 = 300 lbr (lembar seri) (binuang, bolangitang) 2. Pion profil 3. Seng Sakura roof 4. Sambungan atap Sakura roof 5. Paku: • 4” = 10 kg • 3” = 5 kg • 2” = 5 kg • 1,5” = 5 kg • 1” = 5 kg 6. Kaca • 0,3x46,8x14,7 • 0,3x24,5x14,7 7. Kunci pintu 8. Engsel pintu 9. Engsel jendela 10. Beton Alas tiang 11. Baut ring 8” x 20
Kebutuhan
Harga Satuan (Rp.)
15,95 m3 1,76 m3 3,20 m3 1,20 m3 0,77 m3 0,84 m3 0,80 m3 2,88 m3 4,50 m3 120 bh 190 lbr 40 m 30 kg
1.950.000
12.500 33.000 45.000 15.000
1.500.000,6.270.000, 1.800.000,450.000,-
50 lbr 90 lbr 4 bh 4 psg 14 psg 13 bh 10 bh
10.000 7.500 75.000 20.000 15.000 50.000 8.000
500.000,675.000,300.000,80.000,210.000,650.000,80.000,-
Total Biaya Bahan B.
Upah borongan pembuatan rumah tipe 50
C.
Angkutan rumah ke lokasi kantor
Jumlah Biaya (Rp.)
22.500.000 1.000.000 TOTAL BIAYA
31.102.500,-
43.617.500,22.500.000,1.000.000,67.117.500,(1.200.000//m2)
49
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 43 - 51
Ditinjau dari aspek dunia usaha, maka satuan biaya produksi rumah woloan yang berbahan baku keenam jenis kayu substitusi dalam penelitian ini masih sangat layak dan dapat menghasilkan keuntungan apabila dipasarkan pada harga yang sama dengan iklan perusahaan atau harga dibawahnya.
Gambar 5. Proses pemasangan rumah
Gambar 6. Penampakan rumah dari depan dan samping V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan ciri-ciri umum, sifat fisis dan mekanis yang dimiliki, kayu aliwowos (Homalium foetidum) dapat mengantikan (substitusi) kayu besi
50
Prospek Merakit Rumah Panggung ..............(Sentot Adi Sasmuko)
2. 3.
(Intsia bijuga); kayu nyatoh (Palaquium sp.) dapat digantikan oleh kayu rorum (Heritiera littoralis), bugis (Koordersiodendron pinnatum), dan kenari (Canarium sp.) sedangkan kayu binuang (Octomeles sumatrana) dan bolangitang (Litsea sp.) layak menggantikan kayu cempaka (Elmerrillia ovalis) yang selama ini digunakan masyarakat, dalam rangka substitusinya untuk perakitan rumah woloan. Untuk menelaah sejauh mana efektifitas substitusi 6 jenis kayu lokal asal Sulawesi Utara (aliwowos, bugis, bolangitang, rorum, binuang dan kenari) perlu penilaian daya minat pasar dan pengujian sifat kekuatan dan keawetan secara alami setelah perakitan rumah woloan dan selama pemakaiannya. Dari aspek biaya produksi, maka harga satuan produksi rumah woloan yang berbahan baku keenam jenis kayu substitusi tersebut masih terindikasi sangat layak (Rp. 1.200.000,-/m2) dan dapat menguntungkan apabila dibandingkan dengan harga pasaran rumah woloan yang ditawarkan di berbagai media
B. Saran 1. Mengingat masih banyak jenis-jenis kayu lokal maupun kayu kurang dikenal lainnya, maka penelitian substitusi kayu rumah woloan ini perlu dilakukan terhadap jenis-jenis lainnya agar semakin banyak alternatif bahan baku untuk produksi rumah woloan. 2. Sosialisasi bahan baku jenis-jenis kayu alternatif (substitusi) perlu dilakukan kepada masyarakat untuk memudahkan dan memperlancar produksi industri rumah woloan yang telah ada. 3. Penelitian tentang keawetan jenis-jenis kayu yang digunakan perlu dilakukan, agar dapat diketahui daya tahan pemakaian setiap jenis kayu tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Data Ekspor Rumah Woloan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sulawesi Utara. Heyne, K. 1950. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Oey, Djoen Seng, 1964. Berat Jenis Kayu-kayu Indonesia dan Pengertian dari Berat Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengu¬muman LPHH NO. 1. Bogor. Sasmuko, SA. 2010. Karakteristik Kayu Lokal Untuk Rumah Woloan Di Propinsi Sulawesi Utara (belum diterbitkan).
51
MANFAAT TANAMAN NYAMPLUNG DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA Oleh : Santiyo Wibowo1 & Djeni Hendra2 Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Kampus Kehutanan Terpadu Km 10,5 Aek Nauli, Parapat, Sumatera Utara. email :
[email protected] 2. Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No.5, Bogor. Telp. (0251) 8633378, Fax. (0251) 8633414 email :
[email protected]
1.
ABSTRAK Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) merupakan tanaman serba guna, mulai dari manfaat pohonnya sebagai tanaman konservasi dan penghijauan sampai pada produk yang dihasilkan yaitu kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa biji yang dimanfaatkan sebagai penghasil minyak nabati. Minyak nyamplung sudah dimanfaatkan baik secara tradisional maupun secara modern yaitu bahan baku energi alternatif biodiesel dan bahan obat/kosmetik. Selain itu limbah tempurung bijinya masih mempunyai manfaat sebagai bahan baku arang dan arang aktif. Tulisan ini menyajikan informasi mengenai manfaat nyamplung dan prospek pengembangannya. Kata kunci: Nyamplung, kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), limbah tempurung I. PENDAHULUAN Pemanfaatan hasil hutan untuk kepentingan masyarakat, negara dan lingkungan menjadi perhatian bersama. Berbagai bencana alam yang terkait dengan deforestasi akibat pemanfaatan hutan yang tidak terkendali semakin meningkat. Bahkan pemanasan global yang menjadi perbincangan hangat pada saat ini, salah satunya disebabkan oleh rusaknya hutan baik di Indonesia maupun negara lain. Berbagai upaya sudah dan sedang dilakukan oleh beberapa negara yang peduli dengan adanya pemanasan global. Mulai dari reforestasi/penghutanan kembali sampai pada rencana pengurangan emisi CO2 di berbagai sektor terutama industri dan transportasi. Upaya penghutanan kembali dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan, agar mereka dapat merasakan manfaatnya baik langsung maupun tidak langsung. Selain itu dapat menggunakan program pemerintah seperti OMOT = one men one tree (satu orang menanam satu pohon)
53
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 53 - 60
yang ditanam diberbagai penjuru tanah air. Beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan seperti di atas, maka harus dipilih tanaman yang disesuaikan dengan tempat tumbuhnya dan disukai oleh masyarakat sekitar hutan. Diharapkan tanaman tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat baik hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun kayunya. Salah satu tanaman yang dapat berperan untuk reboisasi hutan dan lahan serta berpotensi sebagai penghasil kayu dan HHBK adalah nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) atau yang dikenal sebagai bintangur. Tulisan ini bertujuan memberikan informasi mengenai tanaman nyamplung dan beberapa produk tanaman yang dapat dimanfaatkan. Diharapkan informasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, instansi pemerintahan daerah maupun pihak swasta. II. MORFOLOGI, TEMPAT TUMBUH DAN PERSEBARAN Menurut Heyne (1987), nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) diklasifikasikan ke dalam: Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledones Sub kelas : Archichlamydeae Ordo : Guttiferales Famili : Guttiferae Genus : Calophyllum Species : Calophyllum inophyllum Linn. Nyamplung dikenal dengan nama daerah bintangur, bintol, mentangur, punaga, di Jawa dikenal sebagai bunut, nyamplung, sulatri (Sumatera), bataoh, bentangur, butoo, jempelung, jinjit, mahadingan, maharunuk (Kalimatan), betau, bintula, dinggale, pude, wetai (Sulawesi), balitoko, bintao, biatur, petaule (Maluku) dan bentango, gentangir, matau, samplong (NTT). Daun berwarna hijau tua mengkilap, berbentuk bulat memanjang (10 – 20 cm) dan lebar sekitar 5 - 9 cm. Buah bulat dengan diamater antara 2 - 5 cm (Gambar 1), berwarna hijau saat masih muda dan kecokelatan ketika masak. Berbuah sepanjang tahun. Buah nyamplung dimanfaatkan sebagai penghasil minyak, dengan rendemen mencapai 75% (Dweek dan Meadowsi, 2002). Pohon nyamplung dapat mencapai tinggi 20 m, diameter 150 cm, batang agak pendek, bercabang rendah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini banyak dijumpai di dataran rendah terutama daerah pantai sampai ketinggian 1000 dpl (Heyne, 1987). Daerah penyebaran di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, NTT (Martawijaya et al., 1981).
54
Manfaat Tanaman Nyamplung Dan Prospek Pengembangannya.......(Santiyo & Djeni)
a
b
c
Foto : Santiyo Wibowo
Gambar 1. Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) a. Buah dan daun b. Bunga c. Kulit batang III. MANFAAT NYAMPLUNG Tanaman nyamplung mempunyai perakaran yang cukup dalam dan menyebar kuat sehingga dapat bermanfaat untuk konservasi tanah dan air, juga sebagai tanaman reboisasi dan penghijauan. Selain itu nyamplung merupakan tanaman vegetasi pantai dan hutan pantai (coastal forest) sehingga bermanfaat sebagai pemecah angin (wind breaker). Tajuknya yang lebar bermanfaat sebagai tanaman peneduh dan penyerap CO2. Kayu nyamplung termasuk kelas kuat II-III, kelas awet II-IV dengan berat jenis 0,69 (0,56-0,79) (Martawijaya et al., 1981). Kayu yang bengkok dan lurus digunakan sebagai kayu perkapalan, tiang layar dan dayung, serta produk kerajinan misalnya nampan, mangkok dan ukiran (Friday and Okano, 2006).
55
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 53 - 60
Buah nyamplung dimanfaatkan sebagai penghasil minyak nabati. Produktivitas buah dapat mencapai 20 ton/ha, dengan rendemen minyak berkisar antara 40 – 75% (Sahirman, 2008; Heyne, 1987; Dweek dan Meadowsi 2002). Selama ini masyarakat Kebumen telah memanfaatkan minyak nyamplung sebagai bahan campuran pembuatan batik, dan bahan campuran pembuatan bata dan genteng. Genteng atau batu bata direndam dalam minyak nyamplung sebelum dibakar, yang bertujuan agar genteng atau batu bata tidak retak dan pecah pada waktu pembakaran dengan suhu tinggi (Sahirman, 2008). Saat ini minyak nyamplung sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku energi alternatif biodiesel. Hasil penelitian Sahirman (2008) melaporkan bahwa biodiesel dari minyak nyamplung sebagian besar sudah memenuhi persyaratan SNI 04-71822006 yaitu massa jenis, angka setana, titik nyala, korosi kepingan tembaga, air dan sedimen, kandungan belerang, kandungan fosfor, kadar gliserol, kadar alkil ester dan angka iodium. Meskipun bilangan asam, viscositas, residu karbon dan titik kabut beberapa parameter masih belum memenuhi syarat. Potensi pemanfaatan lainnya adalah sebagai produk turunan oleo kimia seperti bahan pelumas, bio-oil dan oleo kimia seperti surfaktan, epoksi, poliuretan. Dweck dan Meadows (2002) melaporkan bahwa minyak nyamplung dapat digunakan untuk pengobatan penyakit kulit, menyembuhkan luka tergores dan luka bakar atau bahan kimia, pasca operasi. Selain itu minyak nyamplung dapat digunakan untuk alergi kulit, jerawat, gatal, psoriasis, luka diabetes, infeksi kulit, arthritis (radang sendi), rheumatism, neuralgia (sakit saraf otot), muscle aches (sakit otot), anti inflammatory (mengatasi peradangan) serta sebagai bahan kosmetik. Tanaman nyamplung mengandung banyak komponen kimia yang telah terbukti membantu perbaikan dan regenerasi jaringan kulit. Di antaranya adalah calophyllolide dan asam calophyllic, inophynone, xanthone, coumarins, benzoic dan oxi-benzoic acids (Kilham, 2004). Selain itu kulit batang dan akar diketahui mengandung bahan bioaktif yang berkhasiat obat bahkan pada getah daun nyamplung telah ditemukan senyawa bioaktif costatolide A yang terbukti dapat menekan pertumbuhan virus HIV (Anonim, 2003). Limbah tempurung biji nyamplung dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku arang dan arang aktif. Proses pengarangan tempurung biji dapat dilakukan dengan menggunakan drum pengarangan atau menggunakan retort pirolisis. Penelitian arang dan arang aktif tempurung biji nyamplung telah dilaksanakan oleh Wibowo (2009) dengan karakteristik arang sebagai berikut; rendemen 37,22%, zat terbang 19,85%, kadar air 3,7%, kadar abu 4,09%, karbon terikat 76,06%, daya serap iod 448,06 mg/g, daya serap benzena 6,31% dan nilai kalor 6096,63 kal/g. Sedangkan karakteristik arang aktif nyamplung adalah; rendemen 52%, kadar air 8,25%, zat terbang 7,41%, kadar abu 4,27%, karbon terikat 88,32%, daya serap iod 839,11 mg/g dan daya serap benzena 13,65%, yang diperoleh pada perlakuan perendaman dengan H3PO4 10%, suhu retor 700oC selama 120 menit. Kemungkinan pemanfaatan lainnya adalah sebagai bahan briket dan sumber senyawa fenol yang berasal dari asap cair proses karbonisasi tempurung nyamplung. Asap cair merupakan campuran larutan hasil kondensasi asap dari
56
Manfaat Tanaman Nyamplung Dan Prospek Pengembangannya.......(Santiyo & Djeni)
proses pirolisis bahan. Asap cair ini mempunyai manfaat sebagai growth promotor atau mempercepat pertumbuhan tanaman, pestisida alami, pereduksi bau kompos dan pupuk kandang serta meningkatkan kualitasnya (Nurhayati et al., 2002; Yatagai, 2002 dalam Nurhayati et al., 2009). Selain itu bisa bermanfaat sebagai pemberi rasa, aroma dan warna cokelat, serta sebagai pengawet pada makanan karena mengandung senyawa fenol yang bersifat antimikrobia dan antioksidan (Anonim, 2009). IV. PROSPEK DAN POLA PENGEMBANGAN Prospek pengembangan nyamplung sangat terbuka terutama sebagai sumber energi alternatif. Krisis energi yang melanda seluruh dunia dan kondisi cadangan minyak bumi semakin menipis, mengharuskan berbagai fihak bersiap diri mencari altenatif pengganti bahan bakar minyak bumi. Berbagai penelitian dan pengembangan energi alternatif telah dilakukan, termasuk minyak nyamplung sebagai biodiesel. Dengan adarnya Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005, tentang Penghematan Penggunaan Energi, Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 mengenai Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati, serta Peraturan Presiden No.5 tahun 2006 mengenai Kebijakan Energi Nasional, akan semakin membuka peluang pengembangan energi alternatif bahan bakar nabati (BBN) termasuk tanaman nyamplung. Pada PP No. 5 tahun 2006, dijelaskan bahwa salah satu sasaran kebijakan energi nasional adalah terwujudnya energi yang optimal pada tahu 2025 yaitu 20% minyak bumi, 30% gas bumi, 35%, batu bara (termasuk 2% batu bara cair), 5% untuk energi terbarukan (biomasa, air, angin, surya, nuklir) dan 5% untuk bahan bakar nabati. Kuota 5% bahan bakar nabati (BBN) dari kebutuhan nasional merupakan jumlah yang cukup besar dan terbukanya peluang pengusahaan BBN baik untuk masyarakat maupun investor. Pemerintah akan mewajibkan sektor industri dan transportasi menggunakan 2,5% bahan bakar nabati (BBN) mulai November 2008 sampai tahun 2009, dan mulai tahun 2010 penggunaan BBN akan ditingkatkan menjadi 5% (Siregar, 2008). Pada tahun 2025 pemanfaatan biodiesel ditargetkan sebanyak 720.000 kiloliter, untuk mencapai target tersebut diperluakan 250.000 Ha tanaman penghasil biodiesel. Seiring berkembangnya industri di berbagai bidang, kebutuhan arang dan bahan penyerap seperti arang aktif juga semakin meningkat. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap untuk menghilangkan bau, gas beracun, warna, atau sebagai bahan penjernih air, pemurni dan pemucat, misalnya pada industri pemurnian gula, pemurnian gas, minyak lemak, minuman, pengolahan pulp, pupuk, kimia, dan farmasi (Djatmiko et al., 1985). Sedangkan arang dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan baterai. Saat ini kebutuhan arang aktif nasional lebih dari 200 ton per bulan (2.400 ton per tahun), sebagian di antaranya masih di impor untuk keperluan khusus seperti industri pengolahan emas dan farmasi (Fitriani, 2008). Hal ini membuka peluang pengusahaan limbah tempurung biji nyamplung sebagai bahan arang, arang aktif, briket dan asap cair yang kebutuhannya semakin meningkat.
57
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 53 - 60
Untuk mengembangkan nyamplung dalam skala besar diperlukan pola pengembangan. Menurut Prihandana (2008), terdapat beberapa pola pengembangan bahan bakar nabati yang dapat diaplikasikan di Indonesia sebagai berikut : 1. Pola DME adalah rakyat pedesaan menanam tanaman BBN untuk mengurangi biaya energi rumah tangga mereka. Tanaman nyamplung dapat dikembangkan dalam pola ini. Minyak nyamplung kasar (crude nyamplung oil) dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor tanpa perlu dikonversi menjadi biodiesel. 2. Pola UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah pengusaha kecil dan menengah memproduksi BBN untuk dijual dalam skala kecil dan diedarkan secara terbatas pada kalangan industri pedesaan seperti penggilingan padi, pabrik genting, batu bata, kapal motor nelayan, usaha kerajinan atau dijual kepada petani untuk menjalankan traktor dan angkutan hasil bumi. Pada pola ini telah terjadi alih teknologi pembuatan biofuel pada UKM. 3. Pola pengembangan oleh perusahaan untuk konsumsi sendiri adalah seperti perusahaan pabrik gula, kelapa sawit, perusahaan kayu dan perusahaan agro lainnya diharuskan mengembangkan BBN dengan menanam, mengolah dan menggunakannya untuk kebutuhan sendiri. Pada pola ini masyarakat atau petani dapat ikut menanam tanaman BBN baik secara monokultur, tumpang sari atau secara agroforestri dan langsung menjual hasil tanamannya kepada perusahaan. 4. Pola Pengembangan Komersil adalah pola pengembangan oleh perusahaan swasta secara komersil dalam skala besar. Diharapkan masyarakat dapat menjadi mitra perusahaan sebagai pemasok bahan baku BBN atau menjadi pekerja pada lahan atau pabrik pengolahan BBN. V. PENUTUP Tanaman nyamplung mempunyai banyak manfaat. Pohonnya dapat untuk tanaman konservasi, reboisasi, penghijauan, pemecah angin (wind breaker) di daerah pantai dan peneduh serta penyerap CO2. Kayunya bermanfaat sebagai bahan konstruksi dan kerajinan, daunnya sebagai bahan obat anti HIV. Buahnya sebagai sumber minyak nabati atau energi alternatif biodiesel, obat dan kosmetik. Limbah tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku arang, arang aktif, briket dan asap cair.
58
Manfaat Tanaman Nyamplung Dan Prospek Pengembangannya.......(Santiyo & Djeni)
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Bintangur, penekan virus HIV dari Kalimantan. Website http://www.situshijau.co.id/tulisan.php?act=detail&id=167&id_kolom=1. Diakses tanggal 19 April 2008. -----------.2009. Asap cair dan etanol. Website http://b1r1n6.blogspot. com/ 2009/06/asap-cair.html. Diakses tanggal 3 Maret 2010. -----------,1995. Arang aktif teknis.Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3730-95). Badan Standarisasi Nasional [BSN]. Jakarta. -----------,1996. Arang tempurung kelapa. Standar Nasional (SNI 01-1682-96). Badan Standarisasi Nasional [BSN]. Jakarta.
Indonesia
Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Agro Industri Press. Bogor. Dweck AC and T Meadows. 2002. Tamanu (Calophyllum inophyllum) the African, Asian Polynesia and Pasific Panacea. International Journal of Cosmetic Science. 24 : 1 – 8. New York. Fitriani, V. 2008. Karbon aktif tempurung kelapa. Website http://karbonaktif. blogspot.com. Diakses tanggal 4 April 2009. Friday, J.B, and D. Okano. 2006. Calophyllum inophyllum (kamani), ver. 2.1. In: Elevitch, C.R. (ed.). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR), Holualoa, Hawai‘i. Website http://www. traditionaltree.org Diakses pada tanggal 24 April 2009. Hartoyo, N. Hudaya, dan Fadli. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dan kayu bakau dengan cara aktifasi uap. Jurnal Penelitian Hutan 8 (1): 8-16. Bogor. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Depeartemen Kehutanan. Jakarta. Kilham, C. 2004. Tamanu oil: a tropical topical remedy. HerbalGram. The Jurnal of The American Botanical Council. 63: 26-31. Austin. Martawijaya A, IK Sujana, Kosasi K, Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Nurhayati T., E.Kusmiati dan I.Winarni. 2002. Prospek pengembangan komoditas cuka kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Standardisasi dan Jaminan Mutu. Jakarta 2-3 Oktober 2002. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 59
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 53 - 60
Prihandana, R. 2008. BBN 3 in 1. Website Diakses tanggal 21 Juli 2008.
http://www.majalahtrust.com.
Sahirman. 2008. Perancangan proses dua tahap (eksterifikasi dan transesterifikasi) untuk produksi biodiesel dari minyak biji bintangur (Calophyllum inophyllum). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Siregar, S. 2008. Industri dan transportasi wajib pakai BBN mulai November 2008. Website http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id= MTc5ODE=. Diakses tanggal 21 Juli 2008. Sudradjat, R. dan S. Soleh. 1994. Petunjuk teknis pembuatan arang aktif. Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor. Wibowo, S. 2009. Karakteristik tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn) dan aplikasinya sebagai adsorben minyak nyamplung. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
60
PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PENYARADAN KAYU DENGAN TRAKTOR PERTANIAN YANG DILENGKAPI ALAT BANTU DI AREAL HUTAN TANAMAN SEMAMPAU, BANYU ASIN, SUMATERA SELATAN Oleh: Dulsalam1 1 Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Jl Gunung Batu No: 5, Bogor 16610, Tlp/Fax: 0251- 8633378, 8633413 email:
[email protected] ABSTRAK
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia telah memperbaiki alat bantu pada traktor pertanian untuk penyaradan kayu sejak tahun 2005. Studi penggunaan traktor ini dilakukan di hutan tanaman Semampau, Banyu Asin, Sumatera Selatan pada tahun 2006. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas dan biaya variabel penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Waktu penyaradan kayu rata-rata adalah 675 detik (0,19 jam)/rit sedangkan produktivitas penyaradan kayu berkisar antara 12,144 – 18,451 m3/jam.hm dengan rata-rata 13,813 m3/jam.hm. 2. Biaya variabel rata-rata penyaradan kayu adalah Rp 9.115/m3.hm sedangkan biaya variabel penyaradan kayu setempat adalah Rp 15.000/m3.hm. Kata kunci: Produktivitas, biaya, traktor pertanian, alat bantu, penyaradan I. PENDAHULUAN Penyaradan di hutan tanaman yang mempunyai ukuran kayu relatif kecil dengan menggunakan traktor penyarad dinilai kurang efisien. Keadaan tersebut memerlukan solusi penyaradan yang bersifat praktis dan efisien. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi dengan alat bantu. Kelebihan alternatif ini adalah biaya investasi tidak terlalu tinggi dan mobilitas alat relatif lincah. Produktivitas traktor pertanian untuk menyarad kayu akan lebih tinggi apabila traktor pertanian tersebut dilengkapi dengan alat bantu yang digandengkan di belakang traktor. Alat bantu tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga sumber
61
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 61 - 69
tenaga pada traktor dapat menggerakkan drum pada alat bantu untuk menggulung kabel sarad. Kabel sarad tersebut diperlukan untuk mengumpulkan kayu yang akan disarad. Setelah beberapa batang kayu terkumpul maka kayu tersebut diikat dan ditarik ke tempat pengumpulan kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan telah mengembangkan alat bantu traktor pertanian untuk penyaradan kayu pada tahun 2000 dimana sistem transmisi pada alat bantu tersebut menggunakan sistem hidraulis (Dulsalam, 2003). Karena di lapangan tidak semua traktor pertanian mempunyai sistem hidrolis yang dapat disambungkan dengan alat lain. Oleh karena itu pada tahun 2005, alat bantu traktor pertanian tersebut diperbaiki dengan menggunakan sistem transmisi mekanis dan alat bantu dilengkapi dengan roda Bagian roda berfungsi untuk menahan beban dari alat bantu dan muatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu di hutan tanaman yang layak secara teknis dan finansial. II. METODOLOGI A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal hutan tanaman mangium di Desa Ara Kuning, Kecamatan Banyu Asin, Kabupaten Banyu Asin, Propinsi Sumatera Selatan. Areal tersebut merupakan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Kemampau di bawah pengelolaan Balai Penelitian Kehutanan Palembang, B. Bahan dan Alat Bahan dalam penelitian ini terdiri dari kabel baja, katrol, minyak pelumas, solar, cat besi, cat kayu dan oli. Alat yang digunakan meliputi meteran, alat pengukur waktu (stop watch), computer, alat tulis menulis, alat bantu penyaradan (Lampiran 1) dan traktor pertanian. C. Prosedur Kerja 1. Pengumpulan data primer: Pengumpulan data primer dilakukan sebagai berikut: a. Menentukan lokasi penelitian secara purposif didasarkan pada kemudahan pelaksanaan penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. b. Mengamati penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu pada lokasi yang telah ditentukan. Setiap pengamatan dicacat jarak sarad (hm), waktu kerja (waktu ambil muatan, sarad muatan, kait muatan dan bongkar muatan) dalam detik, diammeter (dalam cm) dan panjang (dalam m) kayu yang disarad. Jarak sarad, diameter
62
Produktivitas dan Biaya Penyaradan Kayu...........(Dulsalam)
kayu dan panjang kayu yang disarad diukur dengan meteran. Waktu kerja diukur dengan alat pengukur waktu (Stop watch) dengan cara “null stop method” yaitu setiap pengukuran waktu unsur kerja alat pengukur waktu kerja kembali ke posisi semula atau jarum penunjuk waktu ke posisi nol. 2. Pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: referensi yang berkaitan dengan penyaradan kayu dengan traktor; kondisi umum areal hutan tanaman; dan tarif upah penyaradan kayu. D. Analisis Data Analisis data dilakukan secara tabulasi (alat analisis rata-rata). Rumusrumus yang digunakan mengikuti prosedur pada Dulsalam dan Sukadaryati (2002). Kelayakan ekonomi ditentukan dengan metode periode penerimaan kembali (pay back period), nilai bersih sekarang (net present value, NPV), internal rate of return (IRR) dan rasio keuntungan dan biaya (benefit cost ratio, B/C ratio). III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produktivitas Penyaradan Jarak sarad pada penyaradan kayu mangium dengan traktor pertanian ini berkisar antara 50 – 250 m dengan rata-rata 171 m. Volume kayu yang disarad berkisar antara 1,406 – 1,610 m3/rit. Diameter kayu berkisar antara 20-25 cm dengan rata-rata 22 cm. Panjang kayu yang disarad rata-rata adalah 4 m. Waktu penyaradan rata-rata adalah 675 detik (0,19 jam)/rit. Produktivitas penyaradan berkisar antara 12,144 – 18,451 m3/jam.hm dengan rata-rata 13,813 m3/jam.hm. Rata-rata jarak sarad, diameter, panjang dan volume kayu serta produktivitas penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata jarak sarad, diameter, panjang dan volume kayu serta produktivitas penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu No
Perihal
Kisaran
Rata-rata
Deviasi standar
Koefisien variasi
1.
Jarak sarad (m)
50 - 250
170,5
46,89
27,50
2.
Diameter kayu (cm)
20 - 24
22
1,43
6,50
3.
Panjanag kayu (m)
-
4
-
-
4.
Volume kayu (m3)
1,406 – 1,624
1,542
0,042
2,72
5.
Waktu (detik)
473 - 846
675
104,57
15,49
6.
Produktivitas (m3/ jam.hm)
5,511 – 18,451
13,813
2,528
18,30
63
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 61 - 69
Alat bantu penyaradan kayu yang telah di pasang pada traktor pertanian dapat dilihat pada Gambar 1 sedangkan alat bantu traktor pertanian untuk penyaradan kayu yang telah dimuati kayu dapat dilihat pada Gambar 2.
A B
Gambar 1. Alat bantu penyaradan kayu yang telah dipasang pada traktor pertanian Keterangan : A = Traktor pertanian, B = Alat bantu
A
B C
Gambar 2. Alat bantu traktor pertanian bermuatan kayu Keterangan: A = Traktor pertanian, B = Alat bantu, C = Kayu yang disarad Produktivitas penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi dengan alat bantu yang diperbaiki ini lebih tinggi dari pada produktivitas penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu hasil rekayasa yang sama sebelumnya, yaitu secara berurutan 13,813 m3/jam.hm dibandingkan dengan 7,162 m3/jam.hm (Anonim, 2000a) dan 10,493 m3/jam.hm (Dulsalam et al., 2005). Hal ini disebabkan alat bantu pada traktor pertanian yang telah diperbaiki dilengkapi dengan roda sehingga pada waktu menarik muatan, traktor pertanian berjalan lebih cepat dan lebih stabil. Dengan adanya roda pada alat bantu penyaradan maka beban
64
Produktivitas dan Biaya Penyaradan Kayu...........(Dulsalam)
muatan tidak tertumpu semuanya pada badan traktor. Produktivitas rata-rata penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu sederhana (Dulsalam dan Sukadaryati, 2002) adalah jauh lebih kecil dari produktivitas rata-rata penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang telah diperbaiki, yaitu secara berurutan 2,075 m3/ jam.hm dan 13,813 m3/jam.hm. Hal ini di samping disebabkan oleh perbedaan kondisi lapangan juga disebabkan oleh perbedaan volume rata-rata kayu yang disarad per rit. Produktivitas penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi dengan alat bantu yang telah adalah cukup tinggi. B. Biaya Penyaradan Dengan diketahui produktivitas dan data biaya pemilikan dan pengoperasian traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu tersebut maka biaya penyaradan kayu per m3 dapat dihitung. Dasar perhitungan biaya pemilikan dan pengoperasian alat ditetapkan seperti pada Tabel 2. Perhitungan biaya pemilikan dan pengoperasian alat yang meliputi penyusutan alat dan alat bantu, bunga modal, pajak dan asuransi, perawatan/ perbaikan alat dan alat bantu, bahan bakar, oli dan pelumas serta upah seperti disajikan pada Tabel 3. Biaya operasi penyaradan rata-rata dengan traktor pertanian yang dilengkapi dengan alat bantu adalah Rp 116.900/m3.hm (Tabel 3). Produktivitas kerja per 100 m jarak penyaradan adalah 13,813 m3/jam.hm (Tabel 1) sehingga biaya variabel penyaradan sama dengan Rp 8.463/m3.hm. Tabel 2. Dasar perhitungan biaya pemilikan dan pengoperasian alat No.
Perihal
Satuan
Nilai
1.
Harga traktor dan alat bantu
Rupiah
300.000.000
2.
Umur pakai traktor dan alat bantu
Jam
10.000
3.
Jam kerja / tahun
Jam
2.000
4.
Jam kerja / hari
Jam/hari
8
5.
Nilai bekas
Persen
10
6.
Biaya bunga modal, pajak dan asuransi
Rp/jam
Harga traktor dan alat bantu x 0,06 / 2.000
7.
Biaya perbaikan
Rupiah/jam
Sama dengan biaya penyusutan
8.
Konsumsi bahan bakar
Liter/jam
8
9.
Harga bahan bakar
Rupiah/liter
4.300
10.
Biaya oli dan pelumas
Rupiah/jam
0,1 x biaya bahan bakar
11.
Upah operator
Rupiah/hari
60.000
12.
Upah 2 pembantu operator
Rupiah/hari
60.000
65
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 61 - 69
Tabel 3. Biaya pemilikan dan pengoperasian alat No
Perihal
Satuan
Nilai
1.
Biaya penyusutan traktor dan alat bantu
Rupiah/Jam
27.000
2.
Biaya bunga modal, pajak dan asuransi
Rupiah/Jam
9.000
3.
Biaya perbaikan alat
Rupiah/Jam
30.000
4.
Biaya bahan bakar
Rupiah/Jam
34.400
5.
Biaya oli dan pelumas
Rupiah/Jam
1.500
6.
Biaya upah
Rupiah/Jam
15.000
Rupiah/Jam
116.900
Jumlah
Biaya variabel penyaradan ini lebih rendah dari biaya variabel penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi dengan alat bantu sebelumnya, yaitu secara berurutan Rp 8.463,-/m3.hm dan Rp 19.648,-/m3.hm. Biaya variabel penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu ini lebih kecil bila dibanding dengan penyaradan kayu dengan traktor pertanian merek FORD 5610 yang dilengkapi dengan alat bantu sederhana di areal hutan tanaman mangium di PT Inhtani II Pulau Laut, yaitu secara berurutan Rp 8.463,-/m3.hm dan Rp 55.777/m3.hm (Dulsalam dan Sukadaryati, 2002) atau berbeda Rp 47.314,-/ m3.hm. Tarif upah penyaradan kayu di lapangan adalah Rp 15.000/m3.hm. Dengan menggunakan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu untuk penyaradan kayu di hutan tanaman maka akan menghemat biaya sebesar Rp 6.537,-/m3.hm. Berdasarkan analisis finansial, dengan tarif upah sebesar Rp 15.000,-/m3.hm, maka dapat dihitung pay back period =1,66 tahun, NPV = Rp 264.739.448,-, IRR = 53,01% dan B/C ratio = 1,77. Berdasarkan analisis finansial tersebut, penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu layak untuk dipergunakan. Keuntungan penggunaan traktor berban karet untuk penyaradan kayu adalah kecepatan dan mobilitas yang relatif tinggi (Stenzel et al., 1985). Haryanto (1986) mengemukakan bahwa traktor berban karet di samping mempunyai kecepatan yang relatif tinggi tetapi juga dapat digunakan untuk jarak sarad yang lebih jauh. Lebih lanjut dinyatakan bahwa jenis traktor ini dirancang hanya untuk pekerjaanpekerjaan yang ringan saja. Ibotson (1991) menyatakan bahwa traktor berban karet tidak cocok digunakan pada daerah yang mempunyai kemiringan lapangan dan curah hujan tinggi. Keuntungan penggunaan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu untuk penyaradan adalah biaya investasi relatif kecil, mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan hanya menimbulkan gangguan yang relatif kecil serta tidak memerlukan keterampilan tenaga kerja yang khusus. Kelemahannya adalah alat tersebut tidak mampu pada kemiringan lapangan yang tinggi dan tanah yang berlumpur cukup dalam atau tanah yang licin.
66
Produktivitas dan Biaya Penyaradan Kayu...........(Dulsalam)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Produktivitas penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang telah diperbaiki berkisar antara 12,144 – 18,451 m3/jam. hm dengan rata-rata 13,813 m3/jam.hm. 2. Biaya rata-rata pemilikan dan pengoperasian alat penyaradan dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang telah diperbaiki adalah Rp 116.900,-/m3.hm 3. Biaya variabel rata-rata penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang telah diperbaiki adalah Rp 8.463,-/m3.hm. 4. Biaya variabel penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu, yaitu Rp 8.463,-/m3.hm lebih rendah bila dibanding dengan tarif biaya variabel penyaradan kayu di daerah setempat, yaitu Rp 15.000,-/m3.hm. 5. Secara finansial, penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu layak untuk diusahakan. Saran Disarankan penggunaaan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu dapat diaplikasikan untuk penyaradan kayu di hutan tanaman. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Pemanenan kayu berdiameter kecil. Laporan kerjasama antara KOICA dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Tidak diterbitkan. Dulsalam dan Sukadaryati. 2002..Produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian type FORD type 5660 di hutan tanaman Semaras, Pulau Laut. Buletin Penelitian Hasil Hutan 20(1): 35-54. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. _______. 2003. Penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi dengan alat bantu P3THH. Makalah penunjang pada seminar Hasil Penelitian Teknologi Hasil Hutan. Pada tanggal 16 Desember 2003 di Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor _______ , D. Tinambunan, M. Sinaga & Sukadaryati. 2005. Penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu di hutan tanaman. Laporan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan.
67
Vol. 17 No. 1, April 2011 : 61 - 69
Dykstra, D. P. & R. Heinrich. 1996. FAOO Model Code of Forest Harvesting Practice. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Haryanto. 1986. Pemungutan Hasil Hutan. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ibotson, B. R. 1991. Tractor logging in the hill forests of Sarawak. A Symposium of Forest Harvesting in South East Asia. Forest Enginering Department. Oregon. Stenzel, G., T.A. Walbridge dan J. K. Pearce. 1985. Logging and Pulpwood production. John Wiley & Sons Inc. New York.
68
Produktivitas dan Biaya Penyaradan Kayu...........(Dulsalam)
Lampiran 1. Gambar alat bantu traktor pertanian untuk penyaradan kayu (pandangan samping)
2 3
5
1
4
7
6 5 6
8
Keterangan: 1. Penggulung kabel 2. Roler 3. Tempat kait muatan 4. Pelindung 5. Kerangka 6. Dudukan untuk mengait tractor 7. Kotak gigi reduksi 8. Roda
69