1
TUNTUTAN GANTI RUGI TERHADAP PERUSAHAAN PEMASANG IKLAN BERKAITAN DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG MERUGIKAN KONSUMEN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh :
MARGARETHA E. P NAPITUPULU NIM : 040200252 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Hukum Perdata BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
2
TUNTUTAN GANTI RUGI TERHADAP PERUSAHAAN PEMASANG IKLAN BERKAITAN DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG MERUGIKAN KONSUMEN SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : MARGARETHA E. P NAPITUPULU NIM : 040200252
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW MENYETUJUI: KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Prof. DR. Tan Kamello, SH, MS NIP . 131 764 556
Pembimbing I
Pembimbing II
Idriz Zainal SH
DR. Dedi Harianto, SH, M.Hum
NIP. 130 802 434
NIP. 132 134 700 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Kuasa, Bapa yang sangat baik yang telah memberikan kasih-Nya pada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan sripsi yang berjudul “Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen“ ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung mendukung penulis dalam membantu penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, yaitu : 1. Bapak Prof. DR. Runtung, SH. M.H selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan. 2. Bapak Prof. DR. Tan Kamello, SH. M.S selaku Ketua Departemen Hukum Perdata pada Fakultas Hukum USU Medan yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan bagi Penulis. 3. Bapak Idris Zainal, SH selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing Penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Bapak DR. Dedi Harianto, SH. M.H selaku Dosen Pembimbing I yang sangat sabar dalam membimbing penulis dan selalu memberikan semangat dan perhatian penuh dalam penulisan skripsi ini. 5. Kepada Orang Tuaku terkasih, Yesaya Djasman Napitupulu dan Marita Sianipar (Alm) skripsi ini adalah persembahan pertama Aneth buat Papa dan Mama. Terima kasih untuk kasih sayang, kesabaran dan kepercayaan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
4
yang telah Papa dan Mama berikan sehingga Aneth bisa menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU Medan. “Mom, I made it! I kept My promise”. Terima kasih juga untuk Mbak Wiwien. 6. Saudara-saudariku, Kak Siska Prihastuti Napitupulu “I’ve done it. Now it’s your turn”, adikku Yudistira Napitupulu “Dek, jangan pernah patah semangat yah. Loe pasti bisa”. Chayo!!!! 7. Buat Bou Cowok dan Bou Cewek yang udah sayaaaaaang buanget ma Aneth dari Aneth kecil sampe sekarang dan yang selalu dukung Aneth dalam Doa , B’ Pep SH,hehe Gue juga dah SH dong, B’ Rudi thank’s karena dah jadi abang yang baik , B’ In juga deh (thank’s ya...buat bimbingannya dulu waktu gue ada masalah...baean lo ma gue!!!) 8. Buat keluarga besar Sianipar, Bapatua (Alm) dan Matua Dorowati sekeluarga. Terima kasih udah ngasih tempat yang paling “hangat” di Medan, Tulang Mangara sekeluarga, Ochi sekeluarga, makasih karena udah marah-marah sama Aneth karena Aneth malas ngerjain skripsi. 9. Buat keluarga besar Napitupulu, Bapatua Cengkareng dan keluarga dll yang sudah memberikan Aneth semangat untuk menyelesaikan skripsi terutama K’Lina (tunggu Aneth maen-maen ke Swiss yah Kak tapi ongkosin lah...hehehe...) dan B’Adek. 10. Buat kakak-kakak dan abang-abangku Karin, K’Vero, K’Dina, SH, K’Agnes SH dkk, K’Sri SH, K’Anna SH, K’Sinta, K’Ida, Mpok alias K’Ati, B’ Franky S. Sos, B’Sahala, B’Golda dan abang-abang juga kakakkakak yang lain yang gak mungkin Aneth sebutin satu-satu maap yah Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
5
selama ini Aneth dah nyusahin, makasih dah mau dengerin curhatan Aneth dan makasih karena dah mau bantuin Aneth. 11. Buat Temen-temen terdekat ku yang selalu ngedukung penulis dari TK ampe Kuliah yang udah tau baik buruknya Aneth tapi gak pernah ngecewain Aneth, Wiwin “Ncun”, Jawir, Nanda, Eva, Sheila “piper” dan masih buanyak lagi yang gak mungkin disebutin satu-satu. Gank M2M Ocin, Sandra, Flora. Dont stop eating!! Makasih yah guys.... Buat tementemen kuliah dan temen-temen seperjuangan di BW, Nuri, Yessi, Zaki, Putri, Thomas, Juppa, Oleph, Dewi M, banyak lagi dech... makasih buat waktu-waktu senang dan pertemanan selama di Fakultas Hukum USU Medan. Gak lupa terimakasih Buat adik-adikku Debo, Vinit, Asido, Reena, Lisa, dll biarpun kalian selalu nyusahin tapi makasih karena dah dukung aq. Semangat yah Dek kuliahnya... 12. Buat anak kost Maracas 32 yang udah bersama-sama selama 3 (tiga) tahun, Elfrida Gultom SH si Gendut yang tukang makan, Andriani “Wak Labu” FWB, K’Nelvi”Bibi”, Lina, Lukeria Rumondang (hehe lengkap yah!!!). 13. Teristimewa terima kasih kepada Surya “Yaya” Milpan Tambunan SH yang lagi ngelanjutin S2 dan lagi kerja di Jakarta (katanya sih nyari sinamot , makasih yah Yaya karena Yaya udah sabar banget sama Aneth, selalu ada buat Aneth gimanapun keadaannya, bantuin ngerjain skripsi, makasih karena udah sayaaaang banget ma Aneth..selesai juga yah Pan skripsinya..Aneth sayangYaya.. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
6
14. Terima kasih juga kepada para pihak yang ikut berperan dalam penulisan skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan maka Penulis sangat berharap saran maupun kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan dan tersempurnakannya skripsi ini. Dengan kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak, Penulis tidak akan mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mohon maaf apabila ada kekurangan atau tindakan Penulis yang kurang berkenan selama ini. Akhirnya biarlah kemuliaan hanya bagi Dia yang empunya segalanya dan yang mengasihiku. Amin.
Medan, April 2008
Penulis
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
7
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................
v
ABSTRAK ..................................................................................................
vii
BAB I
: PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................... Tujuan Dan Manfaat Penulisan ........................................................ Keaslian Penulisan ........................................................................... Tinjauan Pustaka .............................................................................. Metode Penelitian ............................................................................. Sistematika Penulisan .......................................................................
1 12 12 14 14 17 19
BAB II : PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERIKLANAN YANG MERUGIKAN KONSUMEN ..........................................
22
A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum ................ B. Pertanggungjawaban Para Pihak Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum .............................................................................. C. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi Yang Dapat Diajukan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum .............................................................. D. Keadaan Yang Dapat Menghapuskan Sifat Perbuatan Melawan Hukum .............................................................................................
22 40 50 55
BAB III : PENGATURAN DAN PEMANFAATAN IKLAN SEBAGAI MEDIA PEMASARAN PRODUK ............................................. A. PENGERTIAN DAN HUBUNGAN HUKUM PARA PIHAK ......... 1. Pengertian Iklan, Iklan Menyesatkan, Dan Bentuk-Bentuk Iklan Yang Merugikan Konsumen ....................................................... 2. Tujuan Periklanan ....................................................................... 3. Para Pihak Yang Terkait Dengan Kegiatan Periklanan ................ 4. Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Kegiatan Periklanan ...................................................................................
61 61 75 77 83
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
8
B. PENGATURAN KEGIATAN PERIKLANAN DALAM BERBAGAI KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA ................. 1. 2. 3. 4.
88
Hukum Perdata ........................................................................... 88 Hukum Pidana ............................................................................ 91 Undang-Undang Perlindungan Konsumen .................................. 97 Kode Etik Periklanan .................................................................. 103
BAB IV : TUNTUTAN GANTI RUGI TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN PEMASANG IKLAN ...................................... 108 A. Dasar Hukum Pengajuan Tuntutan Ganti Rugi Kepada Perusahaan Pemasang Iklan ................................................................................ 108 B. Pertanggungjawaban Perusahaan Pemasang Iklan Terhadap Kerugian Konsumen ......................................................................... 117 C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ganti Rugi Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Perusahaan Pemasang Iklan ........ 123 BAB IV : PENUTUP ................................................................................. 138 A. Kesimpulan ...................................................................................... 138 B. Saran ................................................................................................ 153 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
viii
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
9
TUNTUTAN GANTI RUGI TERHADAP PERUSAHAAN PEMASANG IKLAN BERKAITAN DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG MERUGIKAN KONSUMEN Margaretha E.P Napitupulu Idriz Zainal SH DR. Dedi Harianto, SH, M.Hum ABSTRAK Pelaku usaha menggunakan iklan untuk mempromosikan barang dan/atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen dan melalui iklan konsumen dapat memperoleh informasi mengenai barang dan/atau jasa. Namun kenyataannya pelaku usaha hanya mementingkan keuntungan belaka tanpa menyadari apakah informasi yang diberikan dalam iklan tersebut sudah benar dan akurat malah cenderung menyesatkan. Hal ini tentu saja merugikan konsumen karena konsumen membeli tanpa mengetahui apakah barang dan/atau jasa tersebut berguna atau tidak bahkan dapat menimbulkan korban jiwa bila tidak diawasi dengan baik. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, apakah dasar hukum tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perusahaan pemasang iklan berkenaan dengan iklan yang merugikan konsumen, bagaimana tanggung jawab perusahaan pemasang iklan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum, bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa ganti rugi perbuatan melawan hukum terhadap perusahaan pemasang iklan pada konsumen. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dipergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan untuk memperoleh bahan hukum primer, sekunder, tertier, serta melakukan wawancara terstruktur menggunakan pedoman wawancara. Dari penelitian diketahui bahwa belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai pelanggaran di bidang Periklanan. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pengiklan, perusahaan pengiklan dan media iklan. Apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan melalui jalur damai, jika tidak memberikan hasil maka dapat memilih jalur Pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Untuk menghindari kerugian tersebut konsumen perlu mencermati iklan dengan menganalisa setiap informasi yang terdapat dalam iklan. Selain itu pemerintah perlu melakukan penyempurnaan standar ukuran iklan menyesatkan dilanjutkan dengan usaha untuk membuat Undang-Undang Periklanan serta mendukung keberadaan dan aktifitas YLKI. Kerjasama lembaga Pemerintah dengan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) juga harus ditingkatkan guna mengawasi iklan. kata kunci : - konsumen - iklan menyesatkan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
10
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Semua manusia di dalam kehidupannya sehari-hari pasti mempunyai kebutuhan yang banyak macamnya serta berbeda-beda, yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kebutuhan yang utama yaitu kebutuhan sandang, pangan dan juga papan lalu kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Selain itu, juga terdapat kebutuhan tambahan berupa kebutuhan akan rekreasi, perawatan kecantikan dan sebagainya. Barang dan jasa tersebut biasanya diperoleh dari orang yang menjual atau memproduksi barang atau jasa tersebut yang biasa disebut produsen. Dalam kegiatan seperti ini, manusia sebagai pemakai atau pengguna barang atau jasa yang dihasilkan produsen disebut konsumen. “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. 1 Dengan semakin berkembangnya zaman, maka hubungan antara produsen sebagai penghasil barang atau jasa dengan konsumen sebagai pemakai barang sebagian besar tidak dilaksanakan secara langsung. Terdapat suatu jarak, dimana umumnya konsumen tidak mengenal pembuat barang atau jasa yang mereka
1
Pasal 1Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
1
11
peroleh untuk kebutuhannya. Selain itu kebutuhan terhadap suatu barang atau jasa akan semakin banyak dan semakin canggih baik kegunaannya maupun penampilannya, sehingga diperlukan suatu informasi yang lengkap dari produsen kepada konsumen tentang suatu barang atau jasa yang mereka hasilkan. Ada banyak cara untuk memperkenalkan barang dan jasa, salah satu cara yang dianggap paling efektif adalah dengan menggunakan iklan. “Periklanan tidak bisa dilepaskan dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan, terutama dalam hal pemasaran produk-produk yang dihasilkan. Iklan menentukan hubungan antara produsen dengan konsumen”. 2 Produk barang atau jasa itu sendiri, baik penamaannya, pengemasannya, penetapan harga dan distribusinya, semuanya tercermin dalam kegiatan periklanan. Frank Jefkins, mengatakan : “Tanpa adanya periklanan, berbagai produk barang atau jasa tidak akan dapat mengalir secara lancar ke para distributor atau penjual, apalagi sampai ke tangan konsumen atau pemakainya”. 3 Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perusahaan pemasang iklan (pengiklan) merupakan pelaku usaha 4 yaitu :
“Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik sendiri ataupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
2
Abd. Rasyid As’ad, Peranan Iklan Pengaruhi Konsumen, (Bisnis Indonesia, 1992), hal.5 Frank Jefkins, Periklanan (advertising), diterjemahkan oleh Haris Munandar, edisi Ketiga, (Jakarta:Grafindo,1997), hal.1 4 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 3
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
12
Di dalam Etika Pariwara Indonesia, perusahaan yang membantu pelaku usaha dalam mempromosikan produknya disebut dengan Perusahaan Periklanan. Perusahaan Periklanan ialah “Suatu organisasi usaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengolah, dan atau mengajukan merek, pesan, dan atau media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas pelayanannya tersebut”.5 Dengan
makin
meningkatnya perkembangan
dunia usaha dalam
menghadapi pasar bebas, maka meningkat pula persaingan antara mereka, baik persaingan mutu barang
maupun persaingan pemasaran, promosi
atau periklanan hasil produksinya. Oleh karena itu pengusaha tidak sembarangan dalam mencari suatu perusahaan periklanan di mana melalui iklan pengusaha mencoba membangkitkan minat konsumen untuk membeli berbagai produk hasil produksinya sehingga dengan demikian diharapkan volume penjualan produk yang diiklankan akan meningkat. Sedangkan bagi konsumen sendiri, iklan adalah suatu media informasi dari produsen untuk memilih produk mana yang paling bagus sesuai dengan yang mereka butuhkan. Iklan dari sudut konsumen merupakan alat atau salah satu sumber informasi mengenai suatu barang. Peranan iklan sebagai demikian itu menyebabkan harus dicegahnya pengumuman iklan yang membuat konsumen terkecoh, disesatkan atau ditipu yang akhirnya menyebabkan kerugian bagi konsumen.
5
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Etika Pariwara Indonesia, (Jakarta:2006) hal.11 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
13
Hakekat iklan bagi perlindungan konsumen ialah merupakan janji dari para pihak yang mengumumkannya, karena itu iklan dalam segala bentuknya mengikat para pihak tersebut dengan akibat hukumnya. 6 Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang : 7
“ a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan harga barang dan atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan atau jasa; b. Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa; c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan atau jasa; d. Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaina barang atau jasa; e. Mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; f. Melanggar etika dan atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai periklanan.”
Iklan merupakan bagian dari dunia kreatif, tetapi hal ini jelas tidak boleh menjadi dalih bagi kebebasan beriklan tanpa mempertimbangkan kepentingan pihak lain, konsumen dan masyarakat luas. Konsumen memiliki otonomi yang perlu dihormati, masyarakat luas mempunyai norma dan nilai rasa yang harus dihargai pula. Menjadi kewajiban produsen untuk memberikan informasi kepada konsumen secara akurat, jelas dan cukup, karena hampir di setiap kasus di pasar saat ini hanya produsenlah satu-satunya sumber informasi.
6
Badan Pembinaan Hukum Nasional1, “Laporan Tim Pengkajian Hukum Tentang Aspek Hukum Dan Etika Bisnis Periklanan Di Indonesia”, Disusun Oleh Tim Kerja dibawah pimpinan A.Z.Nasution, (Jakarta:Departemen Kehakiman Republik Indonesia,1993/1994), hal.12 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
14
Apabila melihat iklan mengenai suatu produk tertentu, maka kadangkala konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut, apalagi iklan tersebut memuat janji mengenai kegunaan dan manfaat produk yang sesuai dengan kebutuhan. Permasalahannya adalah apakah janji iklan itu memang janji
yang benar-benar
didukung oleh kegunaan dan manfaat produk tersebut ? Kalau janji itu merupakan janji kosong, maka iklan itu telah membohongi konsumen atau masyarakat. Dalam Etika Pariwara Indonesia yang disusun dan disahkan pada tahun 2006, terdapat 3 (tiga) hal pokok yang merupakan asas-asas umum, yaitu: 8 “1. Iklan dan pelaku periklanan harus jujur, benar, dan bertanggung jawab, 2. Iklan dan pelaku periklanan harus bersaing secara sehat, 3. Iklan dan pelaku periklanan harus melindungi dan menghargai khalayak,tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.”
Konsumen sesungguhnya tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari barang atau jasa yang ditawarkan sehingga akhirnya tanpa pikir panjang memaksakan untuk membeli atau menggunakan produk tersebut sehingga menyebabkan suatu kerugian materiil atau immateriil. Sementara pada masa sekarang ini belum ada suatu perundang-undangan khusus yang mengatur hal-hal tentang masalah periklanan. Jika konsumen sudah jelas-jelas dirugikan dengan adanya iklan yang tidak sesuai tersebut sebenarnya perlu ditelusuri pihak manakah yang harus mengganti kerugian.
7 8
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, op.cit, hal.10
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
15
Untuk menggambarkan banyaknya permasalahan dan kerugian yang dialami konsumen akibat dari iklan menyesatkan maka dapat dilihat dari hasil post audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2001, 2002, dan 2003, terhadap berbagai iklan yang disampaikan kepada konsumen sebagaimana tertera pada tabel berikut ini : Tabel 1 : Hasil Post Audit Pengawasan Obat dan Makanan Terhadap Iklan Yang Disampaikan Kepada Konsumen Tahun 2001,2002,2003 NO
JENIS PRODUK
IKLAN YANG MELANGGAR TAHUN 2001
2002
2003
1
Iklan Obat
201
154
126
2
Iklan Obat Tradisional
315
184
430
3
Iklan Suplemen Makanan
57
218
160
4
Iklan Makanan Minuman
23
-
315
5
Iklan Kosmetik
275
-
71
6
Iklan Rokok
60
-
4262
Sumber : Badan Pengawas Obat dan Makanan
Dari hasil post audit yang dilakukan oleh BPOM terhadap tayangan iklan di masyarakat pada tahun 2001, dapat ditemukan adanya pelanggaran iklan obat sebanyak 201 (dua ratus satu) kasus, iklan obat tradisional sebanyak 315 (tiga ratus lima belas) kasus, iklan suplemen makanan sebanyak 57 (lima puluh tujuh) Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
16
kasus, iklan makanan dan minuman sebanyak 23 (dua puluh tiga) kasus, iklan kosmetik sebanyak 275 (dua ratus tujuh puluh lima) kasus, dan iklan rokok sebanyak 60 (enam puluh) kasus. Pada tahun 2002, BPOM menemukan adanya pelanggaran iklan obat sebanyak 154 (seratus lima puluh empat) kasus, iklan obat tradisional sebanyak 184 (seratus delapan puluh empat) kasus, iklan suplemen makanan sebanyak 218 (dua ratus delapan belas) kasus. Pada tahun 2003, BPOM menitemukan adanya pelanggaran iklan obat sebanyak 126 (seratus dua puluh enam) kasus, iklan obat tradisional sebanyak 430 (empat ratus tiga puluh) kasus, iklan suplemen makanan sebanyak 160 (seratus enam puluh) kasus, iklan makanan dan minuman sebanyak 315 (tiga ratus lima belas) kasus, iklan kosmetik sebanyak 71 (tujuh puluh satu) kasus, dan iklan rokok sebanyak 4262 (empat ribu dua ratuss enam puluh dua) kasus. Dari data-data tersebut di atas memperlihatkan kecenderungan pelaku usaha untuk menyajikan iklan yang tidak memenuhi syarat masih cukup besar, mereka mencoba berbagai cara guna memanfaatkan kelemahan BPOM dalam melakukan pengawasan iklan obat dan makanan. Pembuktian lainnya dapat dilihat dari banyaknya pengaduan konsumen melalui kolom pembaca di beberapa harian terkemuka di Indonesia. Misalnya pengaduan konsumen yang dilakukan oleh Ibu Shanti Herawastuti yang merupakan Anggota Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia pada Tabloid Wanita Indonesia yang terbit pada hari Senin tanggal 14 Mei 2007. Ia merasa prihatin melihat Iklan Nutricia di televisi untuk produk “Nutrilon Royal 3”. Iklan tersebut Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
17
diawali dengan narasi mengenai Air Susu Ibu (ASI), lalu pengenalan produk nutrilon yang mengandung “immunofortis”, dan diakhiri dengan pemunculan tulisan atau logo “Immunity for Life” diakhiri iklan, yang sangat mirip dengan tulisan atau logo “ASI untuk Immunitas Terbaik”. Hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa produk nutrilon yang diiklankan memiliki kualitas setara ASI. Betapa arogannya Nutricia – selaku salah satu pemain besar untuk produk makanan atau bayi – menyamakan produknya dengan kekebalan tubuh yang hanya dapat diperoleh dari ASI, dan dengan teganya “membodohi” kaum ibu di Indonesia dengan secara tidak langsung memberikan pandangan bahwa immunofortis itu sama kandungannya dengan zat antibodi yang terdapat pada ASI, dan seakan-akan immunofortis memberikan “Immunity for Life”. Tentu saja konsumen merasa tertipu dengan iklan yang dibuat oleh Nutricia. 9 Dalam kasus yang lain, yaitu ketidakpuasan konsumen terhadap salah satu operator handphone selular yaitu Esia. Esia melakukan penipuan dengan mengumbar janji “Tarif Hemat”nya. Saat ini Esia sedang gencar-gencarnya mengiklankan produknya dengan konsep komparasi tarif.
9
Shanti Herawastuti , “Iklan Nuticia Menyesatkan”, Tabloid Wanita Indonesia, tanggal 14 Mei 2007, hal.73 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
18
Komparasi yang dilakukan oleh Esia sangatlah tidak berimbang. Hal ini dikarenakan Esia tidak membandingkan tarifnya dengan operator yang sejenis, yaitu : 1. Tarif hemat berlima, ini merupakan tarif intern operator. No problem 2. Tarif Rp.25/detik, ini mengarah pada tarif produknya XL, yang merupakan tarif generik ke semua operator, kesemua wilayah dalam negeri. 3. Tarif Rp.10/detik dengan Rp. 6.000,- pada 5 (lima) menit pertama, ini mengarah pada tarif Fren ke semua operator seluler dalam negeri. Jelas sekali tarif yang dijadikan pembanding bukan tarif sejenis. Kemudian apakah tarif Rp.50/menit-nya Esia setingkat dengan ketiga tarif pembandingnya? Ternyata tidak, tarif Rp.50/menit tersebut hanyalah tarif antar sesama Esia. Bagaimana kaitannya dengan ketiga pembandingnya ? 1. Dibandingkan dengan hemat berlima, tarif Esia bisa dibandingkan karena sama-sama tarif sesama operator. 2. Dibandingkan
dengan
tarif
Rp.25/detik,
tidak
bisa
begitu
saja
dibandingkan, karena tarif Esia ke seluler lain zone antar kota (>200Km) Rp.2727/menit atau lebih mahal Rp.1227,- setiap menitnya. 3. Dibandingkan dengan tarif 10/detik dengan 6000 pada 5 menit pertama, jelas tidak bisa karena tarif Esia ke seluler lain paling murah Rp.13,33/detik. Dan untuk zone >200Km tarif Esia Rp.45,45/detik mahal bukan ?
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
19
Jika Esia memang berniat jujur untuk melakukan komparasi, seharusnya perbandingan dilakukan pada tarif yang sejenis, dalam hal ini tarif sesama dibandingkan dengan tarif sesama, misal Rp.5/menit-nya Fren jelas Esia 10x lipatnya. Tarif Rp.50/menit itu tidak murah, jika menelepon sesama 59 menit maka biayanya 59xRp.50=Rp.2950,- Hal ini tentunya lebih mahal dibandingkan dengan Fren dan Starone. 10 Adapun pengiklan, perusahaan periklanan, dan media periklanan adalah subjek hukum dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan melalui periklanan. Subjek hukum ini yang berpotensi merugikan konsumen dan dapat dituntut ganti rugi. Contoh dari Media Periklanan ini adalah melalui radio, televisi, majalah, dan surat kabar. Pengiklan, perusahaan periklanan, dan media periklanan dikategorikan sebagai badan hukum yang merupakan suatu badan atau organ yang diatur oleh undang-undang yang memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan hukum seperti layaknya seorang manusia. Badan-badan dan perkumpulan tersebut mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga menggugat di depan hakim. 11 Sehingga bila badan hukum melakukan suatu perbuatan melanggar hukum, maka ia dapat dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Berkenaan dengan kemungkinan permintaan ganti kerugian dari pengiklan terhadap iklan yang merugikan konsumen tersebut diatur berdasarkan ketentuan
10
www.seputariklan.blogspot.com
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
20
Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” 12 Melalui Pasal 1365 KUHPerdata tersebut kita dapat melihat syarat-syarat yang harus ada untuk menentukan satu perbuatan melawan hukum, yaitu : 13 “ 1. Harus ada perbuatan. Yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat; 2. Perbuatan itu harus melawan hukum; 3. Adanya kesalahan (schuld); 4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian; 5. Adanya kerugian”.
Ganti kerugian dapat dilihat dari ketentuan Pasal 19 ayat (1) UndangUndang Perlindungan Konsumen yang mengatakan bahwa : “Pelaku usaha bertanggung jawab atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum mengakibatkan suatu keganjilan dalam masyarakat berupa ketiadaan lagi suatu perseimbangan dalam tubuh masyarakat
(evenwichtsverstoring). Oleh sebab itu perlu adanya suatu
pertanggungjawaban dalam bentuk ganti rugi agar keseimbangan hukum dalam masyarakat dapat terjaga dengan baik. 14
11
Subekti1, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa,1989), hal.21 Subekti2, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan 28, (Jakarta:Pradnya Paramitha,2001) hal.346 13 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni,1983), hal.146. 14 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Sumur,1990), hal.38 12
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
21
Masalah ganti rugi dalam periklanan seperti yang dikemukakan di atas menaruh perhatian untuk dipelajari dan menelitinya. Sehubungan hal tersebut, sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari, maka yang menjadi konsentrasi penelitian adalah ganti rugi akibat perbuatan melanggar hukum yang dirangkum dalam sebuah judul “Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan atas uraian dan latar belakang tersebut diatas, maka penulis akan membatasi masalah-masalah yang akan dibahas, yaitu : 1. Apakah dasar hukum tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perusahaan pemasang iklan berkenaan dengan iklan yang merugikan konsumen? 2. Bagaimana tanggung jawab perusahaan pemasang iklan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa ganti rugi perbuatan melawan hukum terhadap perusahaan pemasang iklan pada konsumen? Hal-hal lain yang terurai dalam penulisan ini semata-mata untuk mempermudah pembahasan.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan masalah yang akan dibahas tersebut, maka tujuan dari penulisan ini adalah : Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
22
1. Untuk mengetahui yang menjadi dasar hukum terhadap tuntutan ganti rugi yang diajukan terhadap perusahaan pemasang iklan berkenaan dengan iklan yang merugikan konsumen. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan pemasang iklan yang telah melakukan perbuatan melawan hukum. 3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa ganti rugi perbuatan melawan hukum terhadap perusahaan pemasang iklan pada konsumen.
Sejalan dengan tujuan tersebut diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu hukum, kepustakaan di bidang perlindungan konsumen pada umumnya, dan media periklanan pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi yang memuat data empiris sebagai dasar penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, bagi para podusen, dan masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak konsumen dalam memperoleh informasi produk, terutama melalui media iklan.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
23
D.
Keaslian Penulisan Setelah dilakukan penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, belum ada terdapat tulisan yang mengangkat mengenai judul skripsi ini, yaitu mengenai
“Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan
Pemasangan Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan HukumYang Merugikan Konsumen”. Dan kalaupun ada terdapat judul skripsi yang hampir sama dengan ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda.
E. Tinjauan Kepustakaan Dalam perkembangan dunia periklanan, para pelaku (produsen pengiklan, perusahaan periklanan, media periklanan) bukan hanya mencari keuntungan semata, namun juga ikut memikul tanggung jawabnya karena secara langsung maupun tidak langsung ikut serta dalam melakukan pelanggaran kode etik periklanan. Berkaitan dengan tanggung jawab pengiklan dapat dikaitkan dengan prinsip Product Liability, yang diartikan sebagai tanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh pemakai atau pengguna suatu produk, atau yang berkaitan dengan barang-barang konsumsi. Product Liability ini dapat diklasifikasikan ke dalam hal-hal yang berkaitan dengan : 15 “1. Proses produksi;
15
Sabaruddin Juni, “Aspek Hukum Perdata Pada Perindungan Konsumen”, hal.4
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
24
yaitu yang menyangkut tanggung jawab produsen atas produk yang dihasilkannya bila menimbulkan kerugian bagi konsumen. Misalnya antara lain menyangkut tanggung jawab kualitas produk, tanggung jawab atas produk yang cacat; baik cacat desain maupun cacat produk dan sebagainya. 2. Promosi Niaga/Iklan; yaitu yang menyangkut tanggung jawab produsen atas promosi niaga/iklan tentang hal ikhwal produk yang dipasarkan bila menimbulkan kerugian produk bagi konsumen. 3. Praktek perdagangan yang tidak jujur; seperti persaingan curang, pemalsuan, penipuan, dan periklanan yang menyesatkan.”
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab iklan termasuk dalam prinsip product liability. Dalam perkembangannya konsep tanggung jawab yaitu kegiatan promosi niaga atau iklan ini adalah dengan memperluas tanggung jawab pelaku usaha tersebut tidak hanya terbatas tanggung jawab atas ketidaksesuaian janji yang terdapat dalam iklan dengan kondisi sebenarnya dari produk yang diperdagangkan pada konsumen. Hal yang melatarbelakangi perkembangan prinsip tersebut adalah adanya pemikiran untuk menempatkan kegiatan periklanan (sebagai bagian dari kegiatan perdagangan) merupakan dari proses produksi, sehingga sudah sepantasnya janji-janji yang terdapat dalam iklan disesuaikan dengan kondisi produk yang dihasilkan pelaku usaha. Perusahaan Periklanan mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang sebenar-benarnya yang diakui berasal dari pihak pengiklan. Perusahaan periklanan hendaknya berupaya agar tidak menimbulkan atau mendorong
terjadinya
pelanggaran
Etika
Pariwara
Indonesia.
Hal
ini
menyebabkan adanya tanggung jawab moral pada pihak Perusahaan Periklanan. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
25
Media periklanan utamanya media massa mempunyai tanggung jawab sebagai saringan (filter) terakhir, sebelum suatu pesan periklanan sampai kepada masyarakat. Sehingga media periklanan harus ikut bertanggung jawab untuk memilah dan memilih, agar hanya memuat atau menyiarkan pesan-pesan periklanan yang sesuai dengan profil khayalaknya. 16 Ketentuan tentang ganti rugi diatur pada Pasal 1242 s.d. 1252 KUH Perdata. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, yang dimaksud dengan ganti rugi adalah 17 jika perikatan itu bertujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak yang manapun jika yang berbuat berlawanan dengan perikatan, karena pelanggaran itu dan karena itupun saja, berwajiblah ia akan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Sedangkan
di
dalam
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ketentuan mengenai ganti rugi diatur pada Pasal 20, yaitu : “ Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”. 18 Menurut Kamus Hukum Bahasa Belanda pengertian “onrechtmatig” ialah “melawan hukum atau bertentangan dengan hukum”, sedangkan pengertian “onrechtmatig daad” berarti “perbuatan melawan hukum ataupun perbuatan tanpa hak”. 19
16
Badan Pembinaan Hukum Nasional1, “Laporan Akhir Tim Analisis Dan Evaluasi Hukum Tentang Tanggung Jawab Pemasangan Iklan”, Disusun Oleh Tim Kerja dibawah pimpinan Muhammad Budyatna, (Jakarta:Departemen Kehakiman Republik Indonesia,1997/1998) hal.72-77 17 Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, hal.22 18 Pasal 1Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 19 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,2002), hal.321 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
26
Perbuatan melawan hukum yang dijadikan dasar dari gugatan ganti rugi, disebutkan pengaturannya dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu :“Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain, mewajibkan
orang
yang
karena
salahnya
menimbulkan
kerugian
itu,
menggantikan kerugian tersebut”. Untuk memahami konsep “perbuatan melawan hukum” itu tidak ditafsirkan secara sempit sebagai perbuatan yang bertentangan dengan undangundang saja, tetapi juga perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri sendiri maupun barang orang lain.
F. Metode Pengumpulan Data Setiap penulisan yang bersifat ilmiah haruslah mempunyai dasar atau fakta yang objektif yang kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Dalam menyusun skripsi ini telah diusahakan semaksimal mungkin untuk mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan guna melengkapi tulisan karya ilmiah ini. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Yang dimaksud dengan metode penelitian yuridis normatif dipergunakan dalam penelitian ini untuk melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku dan juga terhadap putusan-putusan pengadilan, serta untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
27
berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya. 20 Data dalam skripsi ini diperoleh dengan penelitian kepustakaan (Library Research), yakni dengan memperoleh serta menganalisa
data-data melalui membaca, menelaah
buku-buku, literatur-literatur, dan peraturan
perundang-
undangan yang ada hubungannya dengan skripsi ini untuk mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai bahan perbandingan ataupun petunjuk dalam menguraikan pembahasan terhadap masalah yang dihadapi. Untuk memperoleh data-data pendukung yang dilakukan penelitian lapangan (Field Research), dengan melakukan wawancara terhadap beberapa informan yang mengetahui pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian, baik informan yang merupakan badan pemerintah, maupun informan yang merupakan wakil dari organisasi pelaku usaha yang menangani masalah periklanan, misalnya Departemen Perdagangan khususnya Direktorat Perlindungan Konsumen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pengumpulan data pendukung ini diperoleh dengan melaksanakan teknik wawancara secara mendalam (in depth interviewing), dengan menggunakan petunjuk umum wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sehingga diharapkan apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat diperoleh. Kemudian
20
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal.139 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
28
data-data ini diolah, dianalisa
dan
disimpulkan
dengan
mempergunakan
metode induktif di dalam penyusunan karya ilmiah ini. Metode pendekatan secara kualitatif bermanfaat untuk melakukan analisis data secara menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan yang integral (holistic), hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif dan mendalam dengan tidak mempergunakan analisis secara kuantitatif. Data yang disajikan dengan menggunakan tabel data, hanya dimaksudkan untuk mempermudah para pembaca dalam memahami hasil penelitian dan tidak untuk sebagai media pengujian. Keseluruhan data dalam penelitian ini akan disimpulkan dengan menggunakan metode induktif dan deduktif sehingga akan dapat diperoleh jawaban-jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan Guna memberikan gambaran menyeluruh dan singkat tentang isi skipsi ini, maka penulis menguraikan sistematika yang dibagi menjadi lima bab, yang terdiri dari : Bab I (pertama) merupakan Pendahuluan, didalam bab ini dipaparkan sistematika penulisan skripsi ini dimulai dari apa yang menjadi latar belakang dari permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan
skripsi, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode pengumpulan data, serta diakhiri dengan sistematika dari penulisan skripsi ini. Bab II (kedua) membahas mengenai pengaturan dan pemanfaatan iklan
sebagai
media
pemasaran
produk,
yang
dalam
penguraiannya
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
29
memuat pengertian dan hubungan hukum para pihak dan pengaturan kegiatan periklanan dalam berbagai ketentuan hukum di Indonesia. Dalam uraian tentang pengertian dan hubungan hukum para pihak, dijelaskan mengenai pengertian
iklan,
iklan
menyesatkan,
dan
bentuk-bentuk
iklan
yang
merugikan konsumen, tujuan periklanan, para pihak yang terkait dengan kegiatan periklanan, dan hubungan hukum antara para pihak dalam kegiatan periklanan. Sedangkan dalam pengaturan kegiatan periklanan dalam berbagai ketentuan hukum di Indonesia, diuraikan mengenai pengaturan periklanan tersebut dalam Hukum Perdata, Hukum Pidana, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Kode Etik Periklanan. Selanjutnya pada Bab III (ketiga) akan membahas tentang perbuatan melawan hukum dalam periklanan yang merugikan konsumen, yang mana pada bab ini akan menjelaskan tentang pengertian dan unsur-unsur perbuatan melawan hukum, pertanggung jawaban para pihak berkaitan dengan perbuatan melawan hukum, bentuk-bentuk ganti rugi yang dapat diajukan berkaitan dengan perbuatan melawan hukum, keadaan yang dapat menghapuskan sifat perbuatan melawan hukum. Pada Bab IV (keempat) membahas mengenai tuntutan ganti rugi terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan pemasangan iklan pada konsumen. Pada bab ini menjelaskan tentang dasar hukum pengajuan tuntutan ganti rugi kepada perusahaan pemasangan iklan, pertanggung jawaban perusahaan pemasangan iklan terhadap kerugian konsumen dan mekanisme penyelesaian
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
30
sengketa ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan pemasangan iklan. Pada akhir pembahasan skripsi ini ada di Bab V (kelima) yaitu penutup yang akan menyampaikan tentang kesimpulan dan saran, sebagai sari dari pembahasan dalam skripsi ini.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
31
BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERIKLANAN YANG MERUGIKAN KONSUMEN
A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dahulu, pengadilan menafsirkan “melawan hukum” hanya sebagai pelanggaran dari pasal-pasal hukum tertulis semata-mata (pelanggaran perundangundangan yang berlaku), tetapi sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda, dengan mengartikan perkataan “melawan hukum” bukan hanya untuk pelanggaran udang-undang tertulis semata-mata, tetapi juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hihup masyarakat. Perluasan arti ini dimulai karena adanya kasus Lidenbaum-Cohen. Dalam kasus ini Cohen melakukan kecurangan terhadap Lidenbaum yang membujuk salah satu karyawan Lidenbaum untuk membocorkan rahasia perusahaan dengan iming-iming hadiah dan kesanggupan lainnya. Tujuannya adalah untuk mempergunakan informasi tersebut untuk menetapkan suatu siasat agar khalayak banyak lebih suka datang ke kantornya dari pada ke kantor
Lidenbaum.
Tindakan
Cohen
ini
membuat
Lidenbaum
merasa
dirugikan dan melaporkannya ke Pengadilan. Pada akhirnya Hoge Raad memenangkan Lidenbaum, dengan menyatakan bahwa dalam pengertian perbuatan melawan hukum dari Pasal 1401 B.W Belanda itu, termasuk Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
32
suatu perbuatan, yang memperkosa suatu hak hukum orang lain, atau yang bertentangan dengan kewajiban
hukum si
pembuat,
atau
bertentangan
dengan kesusilaan (goede zeden) atau dengan suatu keputusan dalam masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang lain. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pengertian mengenai perbuatan melawan hukum tidak dicantumkan secara jelas dan pasti. KUH Perdata hanya mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila seseorang, yang menderita kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain, hendak mengajukan ganti rugi ke pengadilan. Adapun Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”. 21 Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut di atas, Munir Fuadi menyatakan yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. 22 Dalam sejarah perundang-undangan Hukum Perdata, pengertian hukum yang dikandung pada Pasal 1365 KUH Perdata itu mengalami perubahan dengan adanya arrest Lidenbaum-Coren tahun 1919 H.R. 31 Jan, Hoetik No. 110 di negeri Belanda. Demikian juga di Indonesia, perbuatan melawan hukum telah
21
Subekti, op.cit., hal.346 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Cetakan Pertama (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002), hal.3 22
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
33
diartikan secara luas, yakni mencakup salah
satu dari perbuatan-perbuatan
sebagai berikut: 23 “ 1. 2. 3. 4.
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, Kewajiban yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.”
Menurut Wirjono Prodjodikoro
istilah “perbuatan melawan hukum”
agak sempit, maksudnya bahwa istilah tersebut tidak hanya perbuatan yang langsung melawan hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melawan peraturan lain dari pada hukum (peraturan dalam kesusilaan, keagamaan dan sopan santun). Maka berdasarkan hal tersebut
istilah
perbuatan melawan hukum diartikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan dari masyarakat. 24 Sedangkan Keeton mengartikan “perbuatan melawan hukum” sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya dari, dan memberikan tanggung jawab atas kerugian yang diterbitkan dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.25
23
Ibid, hal.6 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Sumur Bandung, 1990), hal.12 25 Munir Fuady, Loc.Cit 24
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
34
Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :26 “1. Harus ada perbuatan. Yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat; 2. Perbuatan itu harus melawan hukum; 3. Adanya kesalahan (schuld); 4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian; 5. Adanya kerugian”.
Berikut ini penjelasan masing-masing unsur dari perbuatan melawan hukum tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. Harus Ada Perbuatan. Yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Artinya, setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat. Perkataan “perbuatan” dalam rangkaian kata-kata perbuatan melawan hukum tidak berarti hanya perbuatan aktif yaitu suatu perwujudan berbuat sesuatu yang melawan hukum, tetapi termasuk kepada perbuatan yang pasif juga, yaitu perbuatan yang mengabaikan suatu keharusan.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
35
2.
Perbuatan Itu Harus Melawan Hukum. Perbuatan
yang
dilakukan
tersebut
haruslah
melawan
hukum.
Sejak tahun 1919, unsur perbuatan melawan hukum ini diartikan dalam arti seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut :27 “ a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku, b. Perbuatan yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zeden), e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.”
Kelima hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : a.
Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku Perbuatan tersebut dikatakan perbuatan melawan hukum, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Yang dimaksud dengan hukum adalah ketentuan-ketentuan hukum tertulis (undang-undang) dan bukan hanya itu tapi juga hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh masyarakat seperti kebiasaan-kebiasaan.
b. Perbuatan yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk salah satu perbuatan yang dilarang oleh Pasal 1365 KUHPerdata. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tapi tidak terbatas pada hak-hak sebagai berikut : 1) Hak pribadi 2) Hak-hak kekayaan
26
Ibid, hal.10
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
36
3) Hak atas kebebasan 4) Hak atas kehormatan dan nama baik c.
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku Juga termasuk kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut
bertentangan
dengan
kewajiban
hukum
dari
pelakunya.
Dengan istilah kewajiban hukum (rechtsplicht) ini, yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis, melainkan juga bertentangan dengan hak oranglain menurut Undang-undang. Karena itu pula, istilah yang dipakai untuk perbuatan melawan hukum adalah onrechtmatige daad dan bukan onwetmatige daad. d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan Tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Karena itu, mana kala dengan tindakan melanggar kesusilaan telah terjadi kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat menuntut ganti rugi berdasarkan atas perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata). Dalam putusan terkenal Lidenbaum v. Cohen (1919), Hoge Raad menganggap tindakan Cohen untuk membocorkan rahasia perusahaan dianggap sebagai tindakan yang
27
Ibid, hal.11
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
37
bertentangan dengan kesusilaan, sehingga dapat digolongkan sebagai suatu tindakan melawan hukum. e.
Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.
Jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis, mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain. Keharusan untuk bersikap baik dalam bermasyarakat tentunya tidak tertulis, tetapi diakui
oleh
masyarakat
yang
bersangkutan
dan
dikenal
sebagai
kebiasaan. Seperti yang kita ketahui kebiasaan juga merupakan hukum apabila suatu kebiasaan itu dilakukan secara tetap dan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, mempunyai kekuatan normatif atau kekuatan mengikat, menimbulkan keyakinan umum (diakui masyarakat) dan dalam pelaksanaannya setiap pelanggaran diberikan sanksi.
3. Adanya Kesalahan (schuld). Agar dapat dikenakan pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum tersebut, Undang-Undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar para pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (shculdelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Tanggung jawab tanpa kesalahan tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH Perdata. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
38
Jikapun dalam hal tertentu diberlakukan tanggung jawab tanpa kesalahan hal tersebut tidaklah didasari atas Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi didasarkan kepada undang-undang lain. Karena pasal 1365 mensyaratkan adanya unsur “kesalahan “ dalam suatu perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui bagaimanakah cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :28 “a. Ada unsur kesengajaan, atau b. Ada unsur kelalaian, dan c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf, seperti keadaan overmacth, membela diri, tidak waras, dan lain-lain”. Mengenai unsur kesengajaan, dalam perbuatan melawan hukum unsur kesengajaan baru dianggap ada manakala dengan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja tersebut, telah menimbulkan konsekwensi tertentu terhadap fisik dan/mental atau properti dari korban., meskipun belum merupakan kesengajaan untuk melukai (fisik atau mental) dari korban tersebut. Unsur kesengajaan tersebut dianggap eksis dalam suatu tindakan manakala memenuhi elemen-elemen sebagai berikut : 29 “a. Adanya kesadaran untuk melakukan b. Adanya konsekuensi dari perbuatan. Jadi, bukan hanya ada perbuatan saja. c. Kesadaran untuk melakukan, bukan hanya untuk menimbulkan konsekuensinya, melainkan juga ada kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut “pasti” dapat menimbulkan konsekwensi tersebut.”
28 29
Ibid, hal.12 Ibid, hal.47
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
39
Suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja apabila terdapat “maksud” dari pihak si pelaku. Dalam hal ini perlu dibedakan antara istilah “maksud” dengan “motif”. Dengan istilah “maksud” diartikan sebagai suatu keinginan untuk
menghasilkan suatu akibat tertentu. Jika kita menyulut api kesebuah
mobil, tentu tindakan tersebut mempunyai “maksud” untuk membakar mobil tersebut. Akan tetapi motif dari membakar mobil tersebut bisa bermacam-macam, misalnya motifnya adalah sebagai tindakan balas dendam, protes, menghukum, membela diri, dan lain-lain. Dalam hubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh adanya tindakan kesengajaan tersebut, “rasa keadilan” memintakan agar hukum lebih memihak kepada korban dari tindakan tersebut. Sehingga dalam hal ini, hukum lebih menerima pendekatan yang “objektif”. Artinya hukum lebih melihat dari tindakan tersebut kepada para korban daripada melihat apa maksud sesungguhnya dari si pelaku, meskipun masih dengan tetap mensyaratkan adanya unsur kesengajaan tersebut. Dalam periklanan kebanyakan pelanggaran yang terjadi termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum dengan unsur kesengajaan. Mengapa demikian ?
Karena meskipun para pembuat iklan atau pengiklan sudah
mengetahui Peraturan-peraturan ataupun Etika Pariwara namun mereka tetap saja membuat iklan yang sedemikian rupa sehingga menyesatkan konsumen. Sebagai contoh, perang tarif yang kini sedang digencarkan para operator seluler. Salah satunya adalah Esia yang dengan jelas melakukan suatu perbuatan melawan hukum berupa persaingan tidak sehat dalam berbisnis. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
40
Esia, alih-alih membandingkan tarifnya dengan sesama CDMA yaitu, Star One, Flexy, Fren dan lain-lain, malah membandingkan tarifnya dengan GSM. Bagi konsumen yang kurang teliti pasti langsung tertarik, padahal dibandingkan tarif sesama CDMA, Esia jelas jauh lebih mahal. Sealin itu, Esia juga melakukan perbuatan melawan hukum berupa kebohongan yang merugikan orang lain. Dimana dalam iklan yang dibuat Esia, Esia menjelek-jelekkan operator lain. Memang tidak secara langsung namun jelas terlihat dari penggambaranpenggambarannya seperti, warna baju dari si model dimana merah berarti merek Simpati, kuning berarti merek Mentari ataupun biru yang berarti merek Pro XL. Keseluruhan model perbuatan melawan hukum tersebut dapat dicakup oleh pengertian perbuatan melawan hukum versi Pasal 1365 KUH Perdata, asalkan unsur-unsur yuridis dari Pasal 1365 tersebut dapat dipenuhi. Dalam sejarah hukum negara-negara Eropa Kontnental, mula-mula perbuatan kelalaian tidak diterima sebagai suatu bidang perbuatan melawan hukum yang berdiri sendiri. Mungkin setelah tahun 1919 dengan adanya kasus
Lidenbaum
v.
Cohen
yaitu
kasus
perbuatan
kelalaian
berupa
pelanggaran terhadap kebiasaan dan kepatutan dalam masyarakat diterima sebagai suatu bagian dari perbuatan melawan hukum. Sedangkan dalam negara Common Law, perbuatan kelalaian sebagai perbuatan melawan hukum yang berdiri sendiri sudah dikenal mulai awal abad ke 19. Pada tahap awal perkembangannya perbuatan kelalaian diterima dalam kasus-kasus kelalaian
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
41
dari orang yang menjalankan kepentingan publik seperti dokter, pengangkut manusia (supir, masinis, nahkoda, pilot), penjaga toko dan lain-lain. Perkembangan tersebut mempunyai hubungan sebab akibat dengan perkembangan revolusi industri saat itu. Sebab, banyak juga kasus kelalaian diterapkan kepada kasus-kasus kelalaian pelaku industri yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat, misalnya yang disebabkan oleh mesin-mesin industri dan pengangkutan kereta api yang mulai berkembang saat itu. Kemudian, dalam sejarah perbuatan kelalaian ini berkembang dalam kasus-kasus yang berkenaan dengan kecelakaan, terutama kecalakaan lalu lintas. Sejak itu orang mulai berfikir bahwa tidak ada alasan yang wajar untuk memindahkan beban tanggung jawab dari korban kepada pelaku selama pelaku tidak dalam keadaan bersalah. Karena itu, mulailah dikembangkan konsep kelalaian dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai kelalaian, haruslah memenuhi unsur pokok sebagai berikut :30 “a. Adanya suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan. b. Adanya suatu kewajiban kehati-hatian. c. Tidak dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut. d. Adanya kerugian bagi orang lain. e. Adanya hubungan sebab akibat antara melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dengan kerugian yang timbul”. Tentang kelalaian itu sendiri dikenal berbagai tingkatan dengan konsekuensi hukum yang berbeda-beda. Pada umumnya tingkatan kelalaian tersebut adalah sebagai berikut :
30
Ibid, hal.73
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
42
a.
Kelalaian ringan
b.
Kelalaian biasa
c.
Kelalaian berat
Akan halnya mengenai kelalaian berat, terdapat pembedaan sebagai berikut : a.
Beratnya tingkat kehati-hatian. Agar sesorang lepas dari tuduhan kelalaian, di haruslah melakukan
kegiatannya
dalam
tingkat
kehati-hatian
yang
wajar.
Ada
beberapa
kelompok pekerjaan yang dituntut untuk memiliki kepedulian dan kehati-hatian yang lebih tinggi dari yang lain misalnya, pengangkut publik seperti supir, masinis,
pilot
dan
sebagainya,
lebih
tinggi
tingkat
kehati-hatiannya
daripada pengangkut beras. Contoh lain, seorang dokter yang melakukan bedah saraf, lebih tinggi tingkat kehati-hatiannya daripada pemotong hewan. Konsekuensinya
hukumnya adalah bahwa bisa saja tindakan bagi
orang biasa belum merupakan kelalaian, tetapi bagi kelompok super hati-hati ini sudah merupakan perbuatan kelalaian bahkan dapat merupakan kelalaian berat karena menyangkut nyawa seseorang. b. Beratnya tingkat kelalaian. Beratnya tingkat kelalaian ini bila ditelusuri dari sejarah hukum Eropa Kontinental terkhusus pada hukum yang berkenaan dengan pengurusan harta milik orang lain, atau yang disebut dengan bailment.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
43
Tentang pengurusan harta orang lain ini, terdapat 3 (tiga) macam kelalaian dengan konsekuensi hukum yang berbeda-beda, yaitu sebagai berikut : 31
“1). Kelalaian ringan Diberlakukan terhadap kelalaian mengurus harta benda dalam sistem kepengurusan harta untuk kepentingan pihak yang mengurus. 2). Kelalaian biasa diberlakukan terhadap kelalaian mengurus harta benda dalam sistem kepengurusan harta untuk kepentingan pihak yang mengurus maupun untuk kepentingan pihak yang diurus. 3). Kelalaian berat Dilakukan terhadap kelalaian mengurus harta benda dalam kepengurusan harta secara gratis semata-mata untuk kepentingan pihak yang diurus”.
c.
Perbuatan kecerobohan Perbuatan
derajatnya.
kecerobohan
Perbuatan
merupakan
kecerobohan
kelalaian ini
sering
yang
paling
disebut
tinggi dengan
“Kuasi Kesengajaan”. Karena itu, tidak mengherankan jika sanksi yang dikenakan terhadap pelaku tindakan kecerobohan lebih berat daripada yang lain. Misalnya sanksi berupa ganti rugi penghukuman. Perbuatan kecerobohan memang sangat besar unsur kelalaiannya bahkan tempatnya sebenarnya sudah berada ditengah antara perbuatan kesengajaan dengan perbuatan kelalaian. Seseorang dikatakan melakukan tindakan kecerobohan jika memenuhi kriteria umum seperti berikut :32 “1) Perbuatan tersebut mengakibatkan resiko yang tidak layak berupa bahaya bagi tubuh seseorang,
31 32
Ibid, hal.85 Ibid, hal.86
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
44
2) Resiko yang sangat besar, baik ditinjau dari segi bahayanya maupun dari besarnya kemungkinan akan terjadi resiko tersebut”. Disamping perbedaan mengenai tingkat kelalaiannya, antara tindakan kelalaian dengan tindakan kecerobohan terdapat juga perbedaan dari jenis masing-masing perbuatan melawan hukum tersebut. Jadi, kesadaran mental pelaku juga berbeda. Jika pada kelalaian, pelakunya dalam melakukan perbuatan tersebut dalam keadaan hanya kurang perhatian, tidak kompeten atau kurang hati-hati. Tetapi dalam tindak kecerobohan, pelaku sadar sepenuhnya atau di presumsi adanya kesadaran akan terjadi kerugian bagi korban, tetapi tetap saja dilakukan perbuatan tersebut. Akan tetapi, tindakan kecerobohan ini berbeda dengan perbuatan melawan hukum karena kesengajaan, sebab dalam tindakan kecerobohan, si pelaku tidak pernah berniat untuk dengan sengaja menimbulkan kerugian bagi oranh lain, tetapi dia melakukan sesuatu yang dia sadar bahwa akibat tertentu yang merugikan
orang lain akan terjadi,
dimana dia tidak memperdulikan tentang akaibat tersebut dan tetap memilih untuk melakukannya. Dalam periklanan ada suatu contoh kasus kelalaian yaitu kasus papan iklan Lux. Wanita
yang dijadikan model dalam iklan tersebut menuntut
kepada Lux untuk mencabut semua iklan yang memuat foto dirinya baik itu selebaran, spanduk, papan poster dan lain-lain. Hal ini dikarenakan kontrak sebagai model iklan sabun Lux tersebut sudah habis. Lux pun menyanggupi dan mencabut semua iklan produk sabun Lux dimana wanita itu sebagai modelnya. Namun setelah beberapa waktu wanita (mantan model Lux) Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
45
itu menemukan satu papan poster yang masih dipasang dengan dia sebagai modelnya, disuatu daerah di Jawa Tengah. Ia akhirnya menggugat Lux atas kelalaian Lux yang ternyata belum mencabut semua poster yang bergambar dirinya. Ia merasa dirugikan dan meminta Lux untuk membayar ganti rugi kepadanya. Lux
dapat
dikatakan
melakukan
suatu
kelalaian
karena
belum
mencabut semua selebaran, spanduk dan papan poster yang merupakan kesepakatan kontak Lux dengan wanita itu. Karena sepanjang poster-poster itu masih dipajang maka Lux melanggar ketentuan kontrak dan membayar wanita itu seolah-olah wanita itu masih merupakan model iklan sabun Lux. 33 Perbuatan melawan hukum dengan unsur kelalaian berbeda dengan perbuatan melawan hukum dengan unsur kesengajaan. Dengan kesengajaan, ada niat dari hati pihak pelaku untuk menimbulkan kerugian tertentu bagi korban, atau paling tidak mengertahui secara pasti bahwa akibat dari perbuatannya tersebut akan terjadi. Akan tetapi dalam kesengajaan tidak ada niat dari dalam hati pihak pelaku untuk mrnimbulkan kerugian, bahkan mungkin
ada
keinginan
untuk
mencegah
tejadinya
kerugian
tersebut.
Dengan demikian, dalam perbuatan hukum dengan unsur kesengajaan, niat atau sikap mental menjadi faktor dominan. Tetapi pada kelalaian, niat atau sikap mental tersebut tidak menjadi penting, yang penting dalam kelalaian ialah
sikap
lahiriah
dan
perbuatan
yang
dilakuakan
tanpa
terlalu
mempertimbangkan apa yang ada dalam pikirannya.
33
www.kompas.com
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
46
4. Adanya Hubungan Sebab Akibat Antara Perbuatan Melawan Hukum Itu Dengan Kerugian.
Masalah hubungan sebab akibat ini menjadi isu sentral dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum karena fungsinya adalah untuk menentukan apakah seseorang tergugat harus bertanggung jawab secara hukum atas tindakannya yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Dalam hal ini, kausalitas termasuk juga sebagai dasar gugatan ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum. Dalam suatu peristiwa biasanya tidak pernah disebabkan suatu fakta, namun oleh fakta-fakta yang berurutan. Pada gilirannya fakta-fakta tersebut disebabkan oleh fakta lainnya sehingga merupakan suatu rantai kausalitas fakta-fakta yang menimbulkan suatu akibat tertentu.
5. Adanya Kerugian Adanya kerugian bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dapat dipergunakan. Kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan immaterial. Kerugian materiil adalah kerugian yang menyangkut segi ekonomis dari penderita perbuatan melawan hukum. Contoh : kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biaya reparasi dan lain-lain. Sedangkan perbuatan immaterial yang diderita oleh penderita perbuatan melawan hukum berupa ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit, dan kehilangan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
47
semangat hidup. Kerugian immaterial ini lebih berupa kerugian batiniah bagi si penderita. Iklan yang menyesatkan konsumen menyebabkan beberapa kerugian kepada konsumen diantaranya kerugian fisik dan kerugikan ekonomi. 34 Kerugian fisik yang dimaksud adalah kerugian badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dengan kata lain dapat terjadi gangguan atas fisik, jiwa atau harta benda konsumen. Dalam perolehan barang atau jasa itu memnuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya). Fisik konsumen dapat terganggu kalau perolehan barang atau jasa malah menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau ancaman pada keselamatan jiwanya. Sebagai contoh pembelian obat yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan undang-undang dan tidak menyebutkan efek samping. Pada tahun 1950-an guna mengontrol rasa mual selama beberapa minggu kehamilan dipromosikan obat penghilang rasa mual. Publikasi ini dilakukan tanpa membeberkan efek samping penggunaan obat tersebut. Ternyata akibat mengkonsumsi obat tersebut menyebabkab kegagalan pembentukan janin dalam rahim ibu, maka lahirlah bayi-bayi tanpa anggota badan yang lengkap di Eropa dan Australia. 35 Sedangkan kerugian ekonomi yang dapat dialami konsumen adalah konsumen tidak dapat memperoleh hasil yang optimal dari penggunaan sumbersumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang atau jasa untuk kebutuhan
34
Az. Nasution, Op,.cit, hal 78
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
48
hidup mereka. Untuk keperluan ini, tentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informasi tentang segala kebutuhan hidup yang diperlukannya. Misalnya barang-barang bajakan yang banyak di jual di pasaran. Merek-merek terkenal yang dipalsukan dan penjualnya mengatakan bahwa merk itu asli keluaran merk tersebut. Dalam hal ini tentu saja konsumen yang membeli merasa tertipu karena sudah mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk membeli barang bermerk yang dipalsukan (berkaitan dengan keaslian produk konsumen dan persaingan (curang) dalam bidang usaha).
B. Pertanggungjawaban
Para
Pihak
Berkaitan
Dengan
Perbuatan
Melawan Hukum Dalam KUH Perdata, mengenai pertanggungjawaban terbagi dalam dua golongan, yaitu : 1. Tanggung jawab langsung, yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. 2. Tanggung jawab tidak langsung, yang diatur dalam Pasal 1367, 1368 dan 1369 KUH Perdata. Ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menuntun ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum terdapat pada Pasal 1365 KUH Perdata, dan Pasal 1367 sampai 1369 KUH Perdata menyatakan tentang seseorang tertentu yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita orang lain.
35
Dedi Harianto, Op.cit., hal 57.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
49
Pasal 1367 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”. 36 Berdasarkan perumusan pasal tersebut di atas, terdapat dua pertanggung jawaban yaitu pertanggungjawaban atas perbuatan orang lain yang melakukan perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawaban atas barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Pertanggungjawaban atas perbuatan orang lain diperinci lagi dalam ayatayat berikutnya dari Pasal 1367 ayat 2 KUH Perdata, yaitu : “Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan anak-anak
belum dewasa,
yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali”. Dalam hal ini orang tua yang telah dipecat dari kekuasaannya sebagai orang tua yang telah bercerai dan tidak menjadi wali tidak bertanggung jawab. Juga bila dapat dikemukakan alasan yang meniadakan unsur kesalahan, maka orang tua dibebaskan dari tanggung jawab.
Pasal 1367 ayat 3 KUH Perdata menjelaskan yaitu : “Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakai.” 36
Subekti1, Op.cit., hal. 346
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
50
Majikan bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawainya. Perbuatan melawan hukum tersebut dilakukan oleh pegawainya dalam rangka melakukan tugas dari majikannya, yang berarti bahwa perbuatan melawan hukum itu harus terjadi pada waktu jam kerja dan harus terdapat hubungan antara perbuatan tersebut dengan tugas yang diberikan kepadanya. Pasal 1367 ayat 3 KUH Perdata menjelaskan yaitu : “Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada di bawah pengawasan mereka.” Tanggung jawab ini dibatasi hanya selama orang-orang tersebut berada di bawah pengawasannya dan kepala tukang serta guru dapat melepaskan tanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah dilakukannya perbuatan melawan hukum. Pertanggungjawaban
atas
barang-barang
yang
berada
di
bawah
pengawasannya diatur dalam Pasal 1368 dan 1369 KUH Perdata. Pasal 1369 KUH Perdata menyatakan :
“Pemilik sebuah gedung adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang disebabkan ambruknya gedung itu untuk seluruhnya atau untuk sebahagian, jika ini terjadi karena kelalaian pemeliharaannya, atau karena sesuatu cacat dalam pembangunan maupun tataannya”.
Kelalaian pemeliharaan dalam hal ini misalnya kayu-kayunya rusak atau tidak diperbaiki tepat pada waktunya, sedangkan cacat dalam membangun Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
51
adalah kesalahan-kesalahan pada waktu membangun yang mungkin dilakukan arsitek atau tukangnya. Dalam kegiatan periklanan tanggung jawab pelaku usaha periklanan dapat timbul sebagai akibat pelanggaran terhadap larangan-larangan dalam UUPK sebagamana diatur dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal
13, yang
berrhubungan dengan berbagai macam larangan dalam melakukan penawaran, promosi maupun mengiklankan barang dan/atau jasa, serta ketentuan Pasal 17 UUPK yang khusus diperuntukkan bagi perusahaan periklanan. Tanggung jawab dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi : “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”. Dal hal ini berarti Undang-Undang menginginkan agar setiap pelaku usaha periklanan untuk bertanggung jawab atas iklan yang dibuatnya sehingga tidak “asal buat” saja. Hubungan pertanggungjawaban dengan pelaku perbuatan melawan hukum dalam kasus iklan yang merugikan konsumen ini adalah dengan dapat dimintanya pertanggungjawaban dari pengiklan/perusahaan pemasang iklan dan perusahaan periklanan yang bersangkutan. Pengiklan/perusahaan pemasang iklan adalah pengiklan dari barang atau jasa yang diiklankan, sedangkan perusahaan periklanan adalah
perusahaan
yang membuat iklan tersebut. Dalam hal ini iklan termasuk kepada brosur,
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
52
selebaran, pamflet, ataupun ad lips (iklan yang diucapkan oleh penyiar radio secara lisan). Jika terjadi kerugian akibat iklan tersebut, maka dapat dimintakan pertanggungjawaban dari kedua belah pihak tersebut, tetapi terlebih dahulu harus diteliti siapakah yang benar-benar harus dimintakan pertanggungjawaban. Pertama-tama harus dilihat dalam perjanjian, yaitu dengan melihat siapa pihak–pihak dalam perjanjian kontrak iklan tersebut. Masing-masing pelaku periklanan mempunyai tanggung jawab yang berbeda-beda, diantaranya : 1. Tanggung Jawab Produsen Pengiklan Produsen pengiklan mempunyai tanggung jawab yaitu apabila sebuah iklan yang ditayangkan atas permintaan produsen baik itu bentuknya maupun yang menyangkut tentang isinya, sehingga biro iklan dan media yang mengiklankannya hanya bersifat pasif dalam arti mereka hanya membuat secara utuh sesuai dengan permintaan produsen. Apabila informasi berasal dari pengiklan sebagai penghasil produk, maka tanggung jawab akan dibebankan kepada pengiklan atas penyesatan informasi iklan tersebut. Konsepsi periklanan pada dasarnya bertujuan untuk berkomunikasi dengan khalayak dan mendorong terjadinya penjualan (sales). Dalam pelaksanaannya, terkait juga misi perusahaan. Karena itu, pengiklan harus benar-benar berperan dalam memberi arah, batasan dan masukan pada kreatifitas yang diusulkan
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
53
perusahaan periklanan. Penerapan aspek ini jelas bukan termasuk profesionalitas, tapi juga kematangan pribadi dan kepekaan sosial dari pihak pengiklan. Sumber utama unsur informasi yang ada pesan-pesan periklanan, diakui berasal dari pihak pengiklan. Disamping itu, pesan-pesan periklanan yang diproduksi pihak perusahaan periklanan selalu dilakukan untuk dan dengan persetujuan pengiklan yang membayar biaya dan imbalannya atas produsi bahanbahan periklanan tersebut. Kenyataan-kenyataan ini seharusnya sudah cukup untuk menjadikan pihak pengiklan sebagai penanggung jawab utama dalan hal terjadinya pelanggaran Etika Pariwara. Meskipun demikian, terdapat cukup banyak kasus dimana informasi pelengkap yang diperoleh sendiri dari akses perusahaan periklanan yang justru digunakan dalam pesan-pesan periklanan. Hal ini menyebabkan adanya tanggung jawab moral juga pada pihak perusahaan periklanan. Khusus yang menyangkut promosi berhadiah kepada konsumen, pihak produsen
pengiklan diharapkan dapat sepenuhnya memenuhi janjinya.
Baik tentang kualitas dan kuantitas hadiah, maupun yang menyangkut tanggal serta media yang akan digunakan untuk mengumumkan hasilnya-hasilnya.
2. Tanggung Jawab Perusahaan Periklanan Perusahaan periklanan mempunyai tanggung jawab mendisain bentuk termasuk isi dari iklan. Dalam hal ini produsen dan media iklan bersifat pasif. Salah satu dari kewajiban perusahaan periklanan adalah harus mematuhi perintah dan petunjuk produsen periklanan. Oleh karena itu perusahaan pemasang iklan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
54
tidak boleh ditambah atau dikurangi sumber informasi tanpa sepengetahuan atau persetujuan pengiklan maka tanggungjawab terhadap informasi iklan menyesatkan tersebut dibebankan kepada perusahaan periklanan. Pesan periklanan selain mengandung unsur informasi juga mengandung unsur persuasif . Unsur informasi yang bersumber dari pengiklan agar dapat pula dipilah dan dipilih yang benar-benar menyangkut kebutuhan (need), bukan sekedar keinginan (want) khalayak. Perusahaan periklanan hendaknya, berupaya agar dalam menggali dan mendaya-gunakan unsur persuasif pada pesan-pesan periklanan, tidak menimbulkan atau mendorong terjadinya pelanggaran Etika Periwara Indonesia. Unsur persuasi dalam pesan-pesan periklanan ini menyangkut 3 (tiga) hal yakni : 37 “a. Positioning b. Gagasan (idea), dan c. Tema kampanye”.
Timbulnya banyak presepsi, sikap dan opini keliru dari masyarakat tentang peran, fungsi dan tanggung
jawab periklanan dalam pembangunan dan
kemasyarakat, seringkali mengganggu perkembangan periklanan.karena itu, perusahaan periklanan diharapkan dapat berperan pula dalam memberi kandungan edukasi pada pesan-pesan periklanan yang diciptakannya. Khusus yang menyangkut promosi berhadiah kepada konsumen, perusahaan periklanan diharapkan untuk memperhatikan bahwa mekanisme kesertaan khalayak dan informasi mengenai hadiah dapat diberikan secara
37
Badan Pembinaan Hukum Nasional1, op.cit, hal.56
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
55
jelas
dan
lengkap.
Begitu
pula
mengenai
penggunaan
media
untuk
mengkampanyekan promosi dimaksud, hendaknya sama dengan yang digunakan untuk mengumumkan pemenangnya. Kecuali dalam pesan-pesan promosi tersebut telah diberitahukan mengenai media-media yang akan digunakan untuk mengumumkan hasil-hasilnya. Dalam Bab IV Perusahaan Periklanan ayat (1) ditegaskan bahwa “Perusahaan periklanan berkewajiban mengingatkan pengiklan tentang hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan atau kode etik periklanan”. Selanjutnya, dalam ayat (2) ditambahkan “Perusahaan periklanan yang telah menjalankan kewajibannya dapat membebaskan diri dari gugatan dan tuntutan”.
3. Tanggung Jawab Media Periklanan Media iklan bertanggung jawab apabila dalam mengiklankan suatu produk produsen dan biro iklan telah menetapkan bentuk dan isi iklan, akan tetapi dalam penayangannya terjadi perubahan, di mana setelah ditayangkan berbeda dengan yang sebenarnya, maka yang bertanggung jawab adalah media iklan yang bersangkutan. Pesan-pesan periklanan pada hakekatnya adalah “titipan opini” dari mesyarakat yang di salurkan melalui media. Dengan pengertian ini, pesan-pesan periklanan tersebut selain memiliki nilai-nilai komersil, ia juga memiliki nilai-nilai ideal yang tidak selalu berpadanan dengan nilai-nilai sosial budaya yang ada. Kerena itu, media periklanan ikut memikul tanggung jawab agar segala “opini” yang disampaikan masyarakat itu, tidak berbenturan dengan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
56
tatanan sosial yang ada. Lebih lagi, jika hal ini berkaitan dengan kemajemukan masyarakat Indonesia. Media periklanan, utamanya media massa, merupakan saringan (filter) terakhir, sebelum sesuatu pesan periklanan sampai ke masyarakat. Karena itu, media periklanan ikut bertanggung jawab dalam memilah dan memilih, sehingga hanya
memuat atau menyiarkan pesan-pesan periklanan yang
sesuai dengan profil khalayaknya. Pengaruh globalisasi pemasaran dan periklanan telah mendorong terjadinya penerobosan pesan-pesan periklanan maupun nilai-nilai sosial budaya lain melalui media-media asing. Sejalan dengan itu, media periklanan nasional hendaknya mengambil peran aktif untuk : 38 “a. Mendorong promosi produk-produk Indonesia oleh Pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta nasional ke Luar Negeri. b. Memberi keseimbangan informasi tentang jati diri bangsa maupun wawasan nasional, khususnya yang berkaituan dengan 3 (tiga) isu dunia saat ini, yakni : demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup. c. Ikut menangkal segala anasir yang dapat mengganggu tatanan perekonomian dan sosial budaya bangsa, baik yang dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri”.
Pengaturan mengenai kewajiban media iklan untuk melakukan mekanisme kontrol ditentukan dalam beberapa pasaldari beberapa peraturan yang berbeda, diantaranya Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, ditegaskan bahwa : “Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
38
Ibid, hal.59
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
57
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan; c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat akurat dan benar; d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran”.
Bagi lembaga penyiaran kewajiban untuk melakukan pengaawasan dan koreksi informasi iklan, dapat ditemukan diantaranya dalam Pasal 26 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dimana ditegaskan bahwa : “Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Berlangganan harus : a. Melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan; b. Menyediakan sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta; dan c. Menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri sekurangkurangnya 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri”. Perusahaan periklanan dan media iklan dapat terhindar dari kewajiban untuk bertanggung jawab apabila dalam proses pembuatan sampai penayangan iklan tersebut di media massa, telah melakukan kewajibannya untuk menayangkan iklan-iklan yang telah memiliki Kartu Lolos Sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF). Pelaku usaha periklanan yang tidak mengetahui adanya hal yang menyesatkan atau pernyataan yang salah sesuai dengan pemesan iklan maka ia tidak mendapatkan sanksi. Sesuai asas, pelaku usaha periklanan yang tidak mengetahui
itikad
buruk
pemesan
iklan
tidak
pertanggungjawaban atas kerugian konsumen akibat
seharusnya iklan yang
dimintai isinya
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
58
menyesatkan atau mengandung pernyataan yang salah adalah pelaku usaha pemesan iklan. Pada akhirnya, peran dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan pengadilan yang akan menentukan beban pertanggungjawaban masing-masing
pihak
berkaitan
dengan
penyampaian
informasi
iklan
menyesatkan, serta dengan melihat paraf/tanda tangan perusahaan mana yang terdapat dalam draft akhir iklan yang kemudian disiarkan melalui media massa. Pihak yang membubuhkan tanda tangan tersebut dianggap
yang paling
bertanggungj jawab terhadap informasi iklan menyesatkan tersebut. Sekalipun demikian, tergantung bagaimana penilaian hakim dalam perkara yang dihadapkan kepadanya atas suatu perbuatan periklanan yang menimbulkan kerugian.
C. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi Yang Dapat Diajukan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum
Akibat dari adanya perbuatan melawan hukum adalah timbulnya kerugian bagi korban. Kerugian tersebut harus diganti oleh orang-orang yang dibebankan oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut. Menurut Wirjono Prodjodikoro perbuatan melawan hukum mengakibatkan suatu keganjilan dalam masyarakat berupa adanya ketidakseimbangan dalam tubuh masyarakat. 39
Adanya ketidakseimbangan dalam tubuh masyarakat ini
dapat diluruskan kembali, apabila pelaku perbuatan melawan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan dengan mengorbankan sesuatu untuk mengembalikan
39
Wirjono Prodjodikoro, op.cit., hal.10
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
59
keseimbangan penderita. Pengorbanan ini dapat diwujudkan sebagai suatu kerugian yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian apabila semua unsur dari Pasal 1365 KUH Perdata sudah terpenuhi dan tidak terdapat hal-hal yang menghapus sifat melawan hukum, maka bagi si penderita dapat menuntut ganti rugi kepada si pelaku dan si pelaku mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian. Dari segi yuridis, konsep ganti rugi dalam hukum dikenal dalam 2 (dua) bidang hukum, yaitu sebagai berikut :40 1. Konsep ganti rugi karena wan prestasi kontrak. 2. Konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan undang-undang termasuk ganti rugi karena perbuatan melawan hukum. Bentuk ganti rugi terhadap perbuatan melawan hukum yang dikenal oleh hukum adalah sebagai berikut :41 1. Ganti rugi nominal. Jika adanya perbuatan melawan hukum yang serius, seperti perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan, tetapi tidak menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban, maka kepada korban dapat diberikan sejumlah uang tertentu sesuai dengan rasa keadilan tanpa menghitung berapa sebenarnya kerugian tersebut. 2. Ganti rugi kompensasi. Ganti
40 41
rugi
kompensasi
merupakan ganti rugi yang
merupakan
Munir Fuady, op.cit., hal.134 Ibid, hal.135
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
60
pembayaran kepada korban sebenar-benarnya telah dialami oleh pihak korban dari suatu
perbuatan melawan hukum. Misalnya, ganti rugi atas
segala biaya yang dikeluarkan oleh korban, kehilangan keuntungan atau gaji, sakit dan penderitaan, termasuk penderitaan mental sepertti malu, jatuh nama baik. 3. Ganti rugi penghukuman. Bentuk ganti rugi ini merupakan suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya. Besarnya ganti rugi tersebut dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku ganti rugi penghukuman ini layak diterapkan pada kasus-kasus kesengajaan yang berat. Misalnya diterapkan terhadap penganiayaan berat terhadap seseorang tanpa rasa perikemanusiaan. Pengaturan kerugian dan ganti rugi menurut KUH Perdata dalam hubungan dengan perbuatan melawan hukum dengan ayat 2 (dua) pendekatan, yaitu ganti rugi umum adalah ganti rugi yang berlaku untuk semua kasus, dan ganti rugi khusus adalah ganti rugi khusus terhadap kerugian yang timbul dari perikatan-perikatan tertentu. Ketentuan tentang ganti rugi yang umum ini oleh KUH Perdata diatur dalam bagian keempat dari buku ketiga, mulai dari pasal 1243 KUH Perdata sampai dengan pasal 1252 KUHPerdata. Dalam hubungan ganti rugi yang terbit dari suatu perbuatan melawan hukum, selain
dari
ganti rugi
dalam
bentuk yang umum, KUH Perdata
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
61
juga menyebutkan pemberian ganti rugi dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata). 2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1366 dan Pasal 1367 KUH Perdata). 3. Ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368 KUH Perdata). 4. Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369 KUH Perdata). 5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370 KUH Perdata). 6. Ganti rugi karena orang telah luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371 KUH Perdata). 7. Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 sampai dengan Pasal 1380 KUH Perdata).
Dalam KUH Perdata tidak dengan tegas atau bahkan tidak mengatur secara rinci tentang ganti rugi tertentu, atau tentang salah satu aspek dari ganti rugi, maka hakim mempunyai kebebasan untuk menerapkan ganti rugi tersebut sesuai dengan asas kepatutan, sejauh hal tersebut memang diminta oleh pihak penggugat. Persyaratan-persyaratan terhadap ganti rugi menurut KUH Perdata, khususnya ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut : 42
42
Ibid, hal.139
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
62
1. Komponen kerugian. Komponen dari suatu ganti rugi terdiri dari : biaya, rugi, dan bunga. 2. Starting point dari ganti rugi. Starting point atau saat mulainya dihitung adanya ganti rugi adalah pada saat dinyatakan wanprestasi, debitur tetap melalaikan kewajibannya, ataupun jika prestasinya adalah sesuatu yang harus diberikan, sejak saat dilampauinya tenggang waktu dimana sebenarnya debitur sudah dapat membuat atau memberikan prestasi tersebut. 3. Bukan karena alasan force Majeur. Ganti rugi baru dapat diberikan kepada pihak korban jika kejadian yang menimbulkan kerugian tersebut tidak tergolong kedalam tindakan force majeur. 4. Saat terjadinya kerugian. Suatu ganti rugi hanya dapat diberikan terhadap kerugian yang telah benar-benar dideritanya, dan terhadap kerugian karena telah kehilangan keuntungan atau pendapatan yang sedianya dapat dinikmati oleh korban. 5. Kerugiannya dapat diduga. Kerugian yang wajib diganti oleh pelaku
perbuatan melawan hukum
adalah kerugian yang dapat diduga terjadinya. Maksudnya adalah bahwa kerugian yang timbul tersebut haruslah diharapkan akan terjadi, atau patut diduga akan terjadi, dugaan mana sudah ada pada saat dilakukannya perbuatan melawan hukum tersebut.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
63
Dalam UUPK dijelaskan dalam Pasal 20 bahwa pelaku usaha periklanan harus bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan dengan adanya iklan tersebut. Dimana tentunya pelaku usaha periklanan bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. selain meminta ganti kerugian dari segi keperdataan, pidana ataupun administratif UUPK juga mengatur mengenai ganti kerugian yang dapat dilihat dalam pasal 19 UUPK yang menyatakan : “1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
Dari Pasal 19 ayat 2 diatas dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk ganti rugi yang diberikan dalam UUPK, yaitu : a. Pengembalian uang atau penggantian barang dan/jasa yang sejenis atau setara nilainya, b. Perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
64
Selain tuntutan ganti rugi yang dapat dinikmati oleh penderita perbuatan melawan hukum, ada juga tuntutan yang lainnya misalnya agar pengadilan menyatakan bahwa perbuatan yang dipersalahkan pada pelaku merupakan perbuatan melawan hukum atau menjatuhkan putusan yang melarang
pelaku
untuk
melakukan
perbuatan
melawan
hukum
di
kemudian hari.
D. Keadaan Yang Dapat Menghapuskan Sifat Perbuatan Melawan Hukum Kewajiban
mengganti kerugian
hukum dapat tidak dibebankan kepada
oleh
pelaku
perbuatan
melawan
pelaku perbuatan melawan hukum
tersebut, jika dalam diri pelaku terdapat keadaan-keadaan atau hal-hal yang menghapus sifat melawan hukum. Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, hal-hal yang menghilangkan sifat perbuatan melawan hukum dari suatu perbuatan tertentu antara lain, yaitu : 43 1. Hak Pribadi Salah satu hal semacam ini ada, apabila si pelaku perbuatan melawan hukum itu dapat menunjukkan suatu hak pribadi yang menjadi dasar perbuatan itu. Misalnya seorang A tidak diperbolehkan membuat suatu perjanjian atas nama orang lain, si B perihal barang milik si B, misalnya barang itu kepada orang ketiga. Kalau A melakukan perjanji dengan orang ketiga tersebut, ia melakukan perbuatan hukum. Tetapi A berhak melakukan perbuatan itu apabila pada suatu waktu barang milik si B berada dalam keadaan yang
43
Wirjono Prodjodikoro, op.cit., hal.46
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
65
tidak diurus sama sekali, dan keberadaan si B tidak diketahui sama sekali, maka agar barang-barang tersebut tidak terlantar, A mengurus barang-barang tersebut untuk
kepentingan B. Menurut Pasal 1357 KUH Perdata A berhak
membuat perjanjian mengenai barang milik B, yang mengikat B juga, meskipun A tidak menerima kuasa dari B. Sekali
ditetapkan
ada
hak
seseorang
untuk
melakukan
suatu
tindakan, namun tetap ada batasnya yaitu tidak boleh ada “misbruik van recht” yang berarti mempergunakan suatu hak tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dimaksudkan dengan pemberian itu. Berkaitan dengan Hak Servituut, yaitu pengabdian tanah 44 pasal 674 dan 678 KUH Perdata. Pasal 674 KUH Perdata mengatakan : “Pengabdian pekarangan adalah suatu beban, yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang lain. Baik sebagai beban, maupun sebagai kemanfaatan, pengabdian itu tak boleh diikat hubungkan dengan diri seseorang”.
Pasal 678 KUH Perdata mengatakan : “Tiap-tiap pengabdian adalah tampak atau tak tampak. Ia adalah tampak manalaka ditandai dengan suatu perbuatan manusia seperti misalnya, sebuh pintu, jendela, pipa air dan sebagainya. Tak tampaklah ia, manakala tak ada terlihat barang sesuatupun menandainya; demikianpun mesalnya, larangan mendirikan bangunan disebuah pekarangan, atau larangan mendirikan bangunan disebuah pekarangan, atau larangan mendirikannya lebih tinggi dari pada ketinggian tertentu, hak mengembala ternak dan lain-lainnya yang memerlukan suatu perbuatan manusia”.
44
Sudarsono, “Kamus Hukum”, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), hal. 437.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
66
Berkaitan dengan Hak Servituut, misalnya seseorang yang tanahnya berbatasan dengan tanah orang lain. Seseorang tanahnya berbatasan dengan tanah orang lain sehingga pada saat ia membuka jendela, jendelanya berada di atas tanah orang maka dalam hal ini ia tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum.
2. Pembelaan Diri (Noodweer). Pembelaan diri adalah bahwa setiap orang yang diserang oleh orang lain adalah berhak membela diri. Apabila seseorang dengan maksud membela diri,
terdorong
melakukan perbuatan
yang
pada umumnya
merupakan
perbuatan melawan hukum dapat dikatakan bahwa sifat melawan hukum tersebut terhapus. Dalam hal ini harus diperhatikan, bahwa untuk dapat menentukan harus benar-benar ada keadaan yang memerlukan seseorang membela diri, jadi harus benar-benar ada suatu serangan dari seseorang lain yang ditujukan kepadanya. Dan lagi harus diperhatikan, bahwa pembelaan diri jangan sampai melampaui batas, yaitu tidak menjelma sebagai serangan baru terhadap yang menyerang semula. Ini terjadi, apabila yang menyerang semula itu, sudah terang berhenti dari serangannya, sedang yang semula diserang, masih terus bertindak seolah-olah masih membela diri. Sebagai suatu contoh : pada umumnya seorang dapat dikatakan melanggar hukum apabila ia melukai orang lain. Tetapi kalau A diserang oleh B dengan satu pisau belati dan A yang kebetulan memegang tongkat, lantas memukul tangan si Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
67
B hingga pisau belati jatuh, tetapi juga tangan B terluka, maka dikatakan A berhak berbuat memukul itu dan tiada suatu perbuatan melanggar hukum dari pihak A. Kalau setelah pisau balati B jatuh, A melanjutkan pukulannya dan mangenai kepala B sehingga terluka, maka pukulan yang kedua ini tidak lagi masuk hal membela diri. Dalam hal diatas, pukulan A ke B untuk yang kedua kalinya masih dapat dipersoalkan apakah perbuatan A tersebut dapat dikatakan membela diri atau tidak. Jelas berbeda halnya apabila perbuatan A tidak dipacu sama sekali oleh adanya serangan dari B dimana A begitu saja langsung memukul kepala B. Harus dicermati kembali keadaan saat kejadian tersebut berlangsung. Kalau A sama sekali tidak memberi alasan kepada B untuk melakukan serangan dengan pisau belati itu, maka mudah dapat dimengerti, bahwa A sebagai akibat dari serangan itu, menjadi sangat marah, sehingga ia tidak dapat menahan nafsu untuk membalas dendam kepada B. Selain itu ada kemungkinan B akan menyerang lagi sehinnga A merasa khawatir lalu memukul B untuk yang kedua kali. Dalam kedua hal tersebut mesalnya, maka boleh jadi perbuatan A tidak termasuk perbuatan melanggar hukum. Ini semua tergantung keadaan in concreto yang tertentu.
3. Keadaan Terpaksa (Overmacht). Yang dimaksud dengan keadaan memaksa yaitu suatu paksaan yang tidak dapat dielakkan lagi datangnya dari luar. Keadaan yang dimaksud adalah bahwa setiap orang siapapun juga, dengan keadaan semacam itu pasti terpaksa untuk melakukan perbuatan yang pada umumnya merupakan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
68
suatu perbuatan melawan hukum. Misalnya seorang pengemudi mobil, si A, sewaktu
sedang
mengendarai
mobil
dengan
perlahan-lahan.
Kemudian
sekonyong-konyong ada seseorang yang lebih kuat, si B, menarik tangan A dan menyuruhnya menepi karena ingin merampas mobilnya. Dalam hal ini si B menyuruh si A untuk menepikan mobilnya disuatu tempat dimana ada sebuah mobil yang sedang parkir yang akhirnya malah menabrak dan menimbulkan kerusakan pada mobil yang parkir tersebut. Dalam hal ini si A sama sekali tidak melanggar hukum, karena dapat dikatakan si B lah yang menyebabkan tabrakan itu. Keadaan memaksa juga terjadi apabila dalam hal seorang melakukan perbuatan melanggar hukum dimana orang tersebut sebenarnya dapat menghindari melakukan perbuatan tersebut ia harus melakukan pengorbanan kepentingan dirinya sendiri. Namun demi menghindari perbuatan melanggar hukum dengan mengorbankan kepentingannya ia toh melakukan perbuatan melanggar hukum. Dengan hal ini kewajiban seseorang untuk tidak melakukan perbuatan melanggar hukum itu, dapat dianggap lenyap. Misalnya, A sedang mengemudikan mobilnya dimalam hari. Lalu berjumpa dengan B yang juga sedang mengendarai mobil. B tiba-tiba menjalankan mobilnya dengan sedemikian rupa sehingga membuat A hanya mempunyai dua pilihan jalan yaitu, menabrakkan mobilnya ke pohon yang ada dipinggir jalan atau menabrakkan mobilnya ke mobil B. Dengan pertimbangan kemungkinan kerusakan yang akan dialaminya jika menabrakkan mobilnya ke pohon atau ke mobil B maka A menabrakkan mobilnya ke mobil B. Akibatnya
mobil B mengalami kerusakan. Dalam hal inipun A tidak dapat
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
69
dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum karena A terpaksa menabrak B demi keselamatannya.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
70
BAB III PENGATURAN DAN PEMAMFAATAN IKLAN SEBAGAI MEDIA PEMASARAN PRODUK
A. Pengertian Dan Hubungan Hukum Para Pihak 1. Pengertian Iklan, Iklan Menyesatkan, Dan Bentuk-Bentuk Iklan Yang Menyesatkan Konsumen. Pemasaran (marketing) sebenarnya lebih dari sekedar mendistribusian barang dari para produsen pembuat tersebut ke para konsumen pemakainya. Pemasaran
sesungguhnya
penciptaan
produk
hingga
meliputi ke
semua
pelayanan
tahapan, purna
jual
yakni
mulai
setelah
dari
transaksi
penjualan itu sendiri terjadi. Salah satu tahapan dalam pemasaran iklan tersebut adalah periklanan. Untuk memahami masalah periklanan perlu diketahui definisi yang jelas mengenai iklan, sehingga dapat diketahui batasan-batasan yang jelas mengenai iklan. Dalam
naskah
Akademis
Peraturan
Perundang-undangan
tentang
Periklanan yang dimaksud dengan iklan adalah : 45 c. Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan oleh suara media, dengan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia).
45
Badan Pembinaan Hukum Nasional1, op.cit, hal.9
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
71
d. Iklan adalah segala bentuk promosi yang ditujukan untuk memperbesar penjualan barang dan jasa dari pemberi pesan kepada masyarakat dengan menggunakan media yang dibayar berdasarkan tarif tertentu (Rancangan SKB Menpen & Menperindag tentang Pembinaan dan Pengawasan Periklanan). e. Iklan adalah upaya sepihak dari pengusaha untuk menggambarkan barang secara visual atau audio dengan fokus penonjolan pada kelebihan barang dengan maksud untuk memikat pembaca, pendengar, atau pemerhati iklan tersebut, baik secara aktif maupun yang pasif (Fak. Hukum UI, Rancangan Akademik tentang Perlindungan Konsumen, 1992). f.
Iklan adalah alat pemberi informasi untuk meningkatkan usaha dengan cara menawarkan atau dengan berbagai cara apapun (BPHN, Naskah Akademis
Peraturan
Perundang-undangan
tentang
Perlindungan
Konsumen, 1980). g. Iklan adalah alat informasi dalam media apapun guna meningkatkan usaha dan merupakan janji yang mengikat semua pihak bertalian dengan pengumumannya (YLKI, Perlindungan Konsumen Indonesia). h. Iklan adalah Sarana Pemasaran dan/atau jasa informasi barang/jasa dengan cara apapun (Tim Akademis tentang Periklanan, 1995). Dalam
bukunya,
Rhenald
Kasali
mencoba
mendefinisikan
iklan.
Beliau mendefinisikan sebagai berikut : 46
46
Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan dan Aplikasinya di Indonesia, Cetakan ketiga (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1993), hal. 7. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
72
“Iklan adalah bagian dari bauran promosi (promotion mix) dan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix). Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media.”
Dalam Etika Pariwara Indonesia yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, disebutkan pada bagian definisi bahwa : Iklan adalah pesan komunikasi pemasaran tentang suatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. “Soehardi Sigit memberikan batasan mengenai iklan (advertensi) sebagai berikut : Cara penyajian dengan catatan, tulisan, kata-kata dan gambaran-gambaran oleh suatu lembaga (perusahaan) dengan maksud untuk mempengaruhi dan meningkatkan penjualan, meningkatkan pemakaian, atau untuk memperoleh jasa, dukungan serta pendapat-pendapat.”47
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa keseluruhan proses yang meliputi perencanaan, pemyiapan dan pelaksanaan dimana dalam proses kegiatan periklanan tersebut berlangsung suatu bentuk komunikasi. Institusi Praktisi Periklanan Inggris mendefinisikan istilah tersebut sebagai berikut : periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang
paling
persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya. 48
47
Soehardi Sigit, Marketing Praktis, (Yogyakarta : BPFE UGM, 1980) hal.37
48
Frank Jefkins, Op.cit. hal.5
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
73
Periklanan
merupakan
seluruh
proses
yang
meliputi
persiapan,
perencanaan, pelaksanaan dan penyampaian iklan. Batasan mengenai pengertian iklan dan periklanan agak banyak, tetapi terdapat satu kesamaan lain, seperti juga perbedaannya. Kesamaannya tedapat pada fungsinya sebagai informasi dengan atau tanpa sebagai alat promosi atau persuasi.
Iklan Menyesatkan Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menyesatkan konsumen, yaitu : 49 “1. 2. 3. 4. 5.
Ketiadaan undang-undang periklanan. Budaya hukum konsumen periklanan yang tidak mendukung. Persaingan yang tidak sehat (unfair competition) dalam beriklan. Tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggar. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait serta tidak berjalannya fungsi pengawasan.”
Berikut adalah penjelasan mengenai point-point diatas : 1. Ketiadaan Undang-Undang Periklanan. Perlu diketahui bahwa sampai saat peraturan
ini Indonesia belum memiliki
khusus setingkat undang-undang yang berguna untuk mengatur
kegiatan periklanan. Hal ini mengakibatkan pembuatan iklan dalam rangka promosi dapat dilakukan seenaknya asalkan dapat menarik minat konsumen dan meningkatkan pemasukan produsen. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Berbagai bentuk usaha untuk membentuk undang-undang periklanan
49
Dedi Hariyanto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Periklanan yang Menyesatkan, Disertasi (Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007 ), hal. 43-47. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
74
sudah pernah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dengan membentuk suatu Tim Kerja. Tim Kerja yang dipimpinan oleh A.Z. Nasution tersebut melakukan penelitian di lapangan dan membuat Laporan Akhir Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Tentang Periklanan pada tahun 1995/1996. Setelah sedemikian lama rintisan Naskah Akademis tersebut berhasil disusun sebagai upaya berkesinambungan dengan beberapa Tim Pengkajian sebelumnya, namun sampai sekarang cita-cita untuk mewujudkan undang-undang periklanan tersebut masih hanya sekedar wacana. Pada kenyataannya masih banyak terjadi pelanggaran mengenai periklanan di lapangan. Pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga telah mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar dibentuk undang-undang periklanan untuk mengatur praktek-praktek iklan di media cetak maupun media elektronik. Akibat ketiadaan undang-undang periklanan tentu akan berdampak kepada terjadinya pluralisme periklanan dalam hukum positif yang berlaku, misalnya dalam KUH Perdata, KUH Pidana, Peraturan Pemerintah, dan peraturan menteri yang bersifat administratif, serta Kode Etik Periklanan Indonesia. Dengan diberlakukannya UUPK sedikit banyak telah membawa dampak positif bagi perlindungan konsumen periklanan, dengan dimuatnya beberapa larangan bagi pelaku usaha dalam beriklan, beserta penegasan
mengenai sanksi yang dapat
dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melanggar. Namun, pemberlakuan UUPK belum menyelesaikan permasalahan berkenaan dengan penentuan hak dan kewajiban pelaku usaha periklanan, bentuk-bentuk penyesatan iklan yang dilarang, beban pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan, kedudukan Dewan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
75
Periklanan Indonesia (DPI) sebagai Badan Pengawas Iklan, sampai kepada sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku usaha akibat melanggar ketentuan tersebut. Peraturan mengenai Periklanan perlu diperhatikan terkhusus apabila produk yang diiklankan berkaitan dengan masalah kesehatan begitu pula cara penyajian iklan tersebut yang mungkin saja di dalamnya memuat kata-kata yang mempunyai maksud terselubung yang alih-alih menguntungkan konsumen malah merugikannya. Penerapan Peraturan-peraturan Menteri yang berkaitan dengan periklanan tersebut terhadap pelanggaran ketentuan periklanan yang dilakukan oleh pelaku periklanan, belum terkoordinasi dengan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih maraknya berbagai bentuk pelanggaran terhadap ketentuan periklanan yang dilakukan pelaku usaha periklanan di media massa dengan memanfaatkan celah-celah aturan hukum periklanan yang masih ada, termasuk dengan ketiadaan Undang-Undang Periklanan.
2.
Budaya Hukum Konsumen Periklanan Yang Tidak Mendukung. Sedikitnya
pengaduan iklan yang diajukan konsumen ke YLKI, BPSK
maupun ke pengadilan, dibandingkan dengan jenis-jenis pengaduan pokok lain, misalnya jasa bank atau perumahan membukt ikan bahwa banyak masyarakat Indonesia merasa tidaklah penting untuk mengadukan masalah pelanggaran periklanan tersebut. Padahal kemampuan iklan untuk menjangkau konsumen sangat sulit untuk ditandingi, meliputi wilayah cakupan penyebaran iklan yang sangat luas sepanjang dapat dijangkau siaran televisi atau radio, maupun media cetak, seperti surat kabar, ataupun majalah. Bahkan iklan juga dapat menjumpai Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
76
konsumen sampai ke tempat tidur, sehingga konsumen dijejali iklan suatu barang dan/atau jasa mulai dari pagi hari hingga larut malam. Tentu potensi konsumen yang mengalami penyesatan informasi melalui iklan diperkirakan cukup besar. Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat Indonesia enggan untuk mengadukan masalah penyesatan informasi ini, yaitu : a.
Az. Nasution mengatakan bahwa di Indonesia ada budaya “lebih suka menghindari konflik” 50 padahal sesungguhnya setiap perbuatan yang merugikan dapat dimintai pertanggung jawaban. Ini juga berarti bahwa masyarakat Indonesia belum mempunyai sikap kritis konsumen dalam mencermati berbagai bentuk pelanggaran iklan. Ada pendapat yang melihat budaya kritis merupakan budaya yang masih asing bagi masyarakat Indonesia. Budaya Indonesia merupakan warisan dari zaman kerajaan, sehingga prinsip-prinsip feodalisme masih terasa. Budaya kritis merupakan hal yang dianggap tabu karena membicarakan hal-hal yang dianggap tidak patut untuk dibicarakan dan hal ini ditekankan kembali pada masa orde baru. Masyarakat sudah terbiasa diam dan menerima saja segala bentuk perlakuan, meskipun hal tersebut merugikan.
b.
Sikap pasrah yang ditunjukkan masyarakat juga terkondisikan dengan masih rendahnya tingkat pendidikan rata-rata masyarakat di Indonesia, sehingga
c.
Sulit untuk diharapkan masyarakat memiliki kemampuan untuk mencermati berbagai pesan-pesan iklan yang disampaikan pelaku usaha. Tingkat
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
77
pendidikan yang masih rendah juga berdampak pada perilaku konsumen dalam bertransaksi, masyarakat akan membeli produk tanpa memperhatikan kualitas dari produk tersebut, yang penting harganya murah dan bisa terbeli. d.
Disamping itu, konsumen di Indonesia cenderung membiarkan saja berbagai pelanggaran
iklan
yang
dilakukan
pelaku
usaha
sepanjang
belum
menimbulkan kerugian bagi konsumen, mengingat fungsi iklan bagi konsumen hanya dibutuhkan pada saat pra-transaksi konsumen, sehingga masih terdapat kesempatan bagi konsumen untuk mengecek kebenaran informasi iklan.
Kalaupun konsumen mengajukan gugatan kepada pelaku
usaha, hal tersebut didorong oleh kerugian materil yang cukup besar akibat penyesatkan informasi melalui iklan tersebut, seperti gugatan class action, yang diajukan Drs. Janizal dkk vs. PT. Kentanik Super Internasional, pengembang Perumahan Taman Narogong Indah yang tidak konsisten dengan brosur yang telah diterbitkannya.
3.
Persaingan Yang Tidak Sehat (unfair competition) Dalam Beriklan. Dalam dunia bisnis, persaingan antara pelaku usaha tentu tidak dapat
dihindari karena pada hakekat praktek bisnis itu adalah persaingan bisnis itu sendiri. Persaingan antara pelaku usaha terjadi karena produk salah satu pelaku usaha akan bertemu dengan produk pelaku usaha yang lain di pasar.
50
Az. Nasution, “Konsumen dan Hukum”, (Jakarta : Paustaka Sinar Harapan, 1995),
hal. 34 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
78
Persaingan antara pelaku usaha bisa terjadi dalam bentuk persaingan harga maupun persaingan non harga. Persaingan melalui harga dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan efesiensi agar biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin sehingga harga dapat bersaing di pasar, sedangkan persaingan non harga dapat dilakukan diantaranya melalui iklan. Dalam konteks persaingan melalui iklan ini pelaku usaha berusaha menarik perhatian konsumen dengan memberikan informasi mengenai berbagai
kelebihan dari produk yang diiklankan, harga yang
lebih kompetitif, kemanjuran, layanan purna jual yang lebih baik, dan sebagainya bila dibandingkan produk serupa milik pesaing. Tujuan akhir dari persaingan iklan ini adalah mengiring konsumen untuk memilih produk tertentu dan berlanjut pada adanya transaksi.
4.
Tidak Adanya Sanksi Yang Tegas Terhadap Pelanggar. Para pelaku periklanan sampai sekarang ini terus saja melakukan
pelanggaran terhadap periklanan, yang dibuat pemerintah dalam Kode Etik Pariwara ataupun dalam peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah, tanpa dapat dicegah. Mereka terus saja melakukan segala bentuk pelanggaran tersebut secara berulang-ulang dan hanya memikirkan bagaimana mereka dapat membuat iklan yang semenarik mungkin tanpa memperdulikan berbagai aturan periklanan yang berlaku. Tim Pengkaji Hukum tentang Aspek Hukum dan Etika Bisnis Periklanan di Indonesia, dalam laporannya diketahui bahwa dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang periklanan di Indonesia tidak ditemukan sanksi Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
79
yang tegas terhadap pelanggaran atas ketentuan periklanan. Namun demi melakukan penertiban di bidang periklanan Departemen Periklanan (sekarang Departemen Komunikasi dan Informasi/Depkominfo) mengambil tindakan administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran berupa peringatan lisan atau peringatan tertulis. Pada umumnya media periklanan (TV, Radio, pers dll) mengindahkan dan menghormati peringatan tersebut,hal ini dikaitkan dengan keberadaan
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), dan Nomor Pendaftaran atau Izin Produksi Departemen Kesehatan sebagai ketentuan hukum administrasi tersebut. Kekurangan dari sanksi ini adalah bahwa sanksi ini tidak memberikan efek jera kepada para pelaku usaha, karena sanksi tersebut tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kegiatan usaha mereka dilain pihak keputusan yang dijatuhkan pun tidak pernah dipublikasikan sehingga masyarakat tidak mengetahuinya. Oleh karena itu sanksi yang tegas sangat diperlukan misalnya saja sanksi pidana, hal ini demi menghindarkan penanggulangan tindak pelanggaran yang sama yang dapat dihindari.
5. Kurangnya Koordinasi Antar Instansi Yang Terkait Serta Tidak Berjalannya Fungsi Pengawasan.
Kegiatan periklanan merupakan bidang yang ditangani oleh beberapa instasi pemerintah,yaitu Departemen Perdangangan, Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo), dan Departemen Kesehatan, masing-masing badan tersebut menangani permasalahan iklan sesuai dengan bidang tugas dan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
80
kewenangan badan tersebut masing-masing, baik sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama dalam bentuk Surat Keputusan (SK) bersama menteri tertentu. Ketiga badan ini merupakan aparat pemerintah yang paling banyak mengatur dan mengendalikan bisnis periklanan di Indonesia. Disamping itu,masih ditemukan lagi beberapa lembaga pemerintah non departemen yang turut melaksanakan fungsi pengawasan terhadap iklan ,yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengawasi iklan obatobatan makanan dan minuman, kosmetika, serta peralatan kesehatan. Lembaga Sensor Film (LSF) untuk mengawasi iklan film. Berkaitan tugas dan kewenangan badan pemerintah dalam hal pengawasan iklan, tampaknya fungsi pengawasan trsebut belum dapat berjalan maksimal. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran iklan di Indonesia, serta masih berulangnya bentuk-bentuk pelanggaran yang sama deilakukan pelaku usaha. Kemungkinan masing-masing adan pemerintah tersebut berjalan sendirisendiri dalam melahirkan berbagai aturan dan kebijakan di bidang periklanan,serta kurangnya koordinasi antar instansi dalam menggani masalah periklanan, misalnya antara Departemen kesehatan (sekarang BPOM) yang menangani iklan obat,makanan, kosmetika dan alat kesehatan dengan Departemen Perdagangan yang menangani izin usaha perusahaan periklanan, sehingga menimbulkan kesulitan bagi masing-masing pihak dalam melakukan tugas pembinaan terhadap periklanan.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
81
Dualisme tugas pembinaan di bidang periklanan juga terjadi antara Depkominfo mengenai materi iklan dengan Departemen perdagangan dibidang usaha periklanan yang telah menimbulkan kesulitan masing-masing pihak dalam melaksanakan penertiban iklan. Dualisme yang terjadi serta kurangnya koordinasi antara badan-badan pemerintah yang terkait kegiatan periklanan menyebabkan instrumen hukum administratif sebagai upaya preventif maupun upaya represif tidak dapat berjalan dengan baik.
Dalam Etika Pariwara Indonesia telah ditegaskan bahwa ada asas-asas yang berlaku dalam periklanan, yaitu : “a. Jujur, benar dan bertanggung jawab b. Bersaing secara sehat c. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara dan golongan serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku”. Namun nampaknya para pelaku periklanan tidak memperdulikan asas-asas tersebut
demi tujuan utama pengiklan yaitu untuk meningkatkan penjualan
barang dan/atau jasa tersebut dan
menginginkan agar perusahaan pemasang
iklan semaksimal mungkin memanfaatkan media iklan yang ada untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan membeli barang dan/atau jasa yang mereka
tawarkan.
Padahal
belum
tentu
mereka
membutuhkan
barang
dan/atau jasa tersebut. Dalam iklan tersebut ingin mengesankan bahwa barang dan/atau jasa yang ditawarkan adalah yang terbaik sehingga digambarkan dengan cara yang berlebihan dan menjurus kearah menyesatkan atas dasar tindakan kecurangan atau penipuan, yang akan berakibat pada kerugian si pembeli. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
82
Dalam UUPK No. 8 tahun 1999 tidak merumuskan dengan jelas tentang pengertian iklan yang menyesatkan, namun dalam Pasal 10 perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, ditegaskan : “ Pelaku Usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklanakan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : 1. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; 2. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; 3. Kondisi, tanggungan, jaminan hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; 4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; 5. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.” 51 Pasal 10 UUPK tersebut berkaitan dengan adanya “fakta material” dalam suatu iklan, dimana pernyataan menyesatkan mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, tawaran potongan harga, hadiah maupun bahaya penggunaan barang dan/atau jasa dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih atau membeli produk yang diiklankan. Sri Handayani, juga berusaha untuk memberikan gambaran mengenai iklan menyesatkan. Ia menjelaskan bahwa iklan yang menyesatkan meliputi : 52 “a. Iklan yang mengelabui konsumen tentang barang dari kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga, serta tarif, ketepatan waktu dan jaminan, garansi dari jasa; b. Iklan yang memuat informasi secara keliru, salah, dan tidak tepat tentang barang atau jasa; c. Iklan yang tidak memuat informasi tentang resiko pemakaian barang; d. Iklan yang mengeksploitasi tanpa izin tentang suatu kejadian atau informasi seseorang; e. Iklan yang melanggar etika periklanan;
51
Pasal 10 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sri Handayani, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003), hal.10 52
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
83
f. Iklan yang melanggar peraturan periklanan; g. Iklan yang melanggar etika dan peraturan (teknis) periklanan.”
Bentuk-Bentuk Iklan Yang Merugikan Konsumen Dalam
Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, serta Pasal 17 UUPK No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dan beberapa ketentuan yang bersifat administratif dari Menteri Kesehatan, Menteri Komunikasi dan Informasi, maupun Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), serta Etika Pariwara Indonesia telah ditetapkan beberapa standar kriteria penentuan iklan sebagai kode etik periklanan dari kalangan pelaku usaha periklanan. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan beberapa bentuk praktek penyesatan informasi yang terdapat dalam iklan, antara lain : 53 “a. Iklan yang mengelabui konsumen (misleading) mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, harga, tarif, ketepatan waktu, jaminan dan garansi dari barang dan/atau jasa; b. Tidak memenuhi janji-janji sebagaimana yang dinyatakan dalam iklan. c. Mendeskripsikan/memberikan informasi secara keliru, salah maupun tidak tepat (deceptive) mengenai barang dan/atau jasa. d. Memberikan gambaran secara tidak lengkap (ommission) mengenai informasi barang dan/atau jasa. e. Memberikan informasi yang berlebihan (puffery) mengenai kualitas, sifat, kegunaan kemampuan barang dan/atau jasa. f. Membuat perbandingan barang dan/atau jasa yang menyesatkan konsumen. g. Menawarkan barang dan/atau jasa dengan kondisi yang menarik tetapi kemudian menawarkan barang dan/atau jasa lain dengan kondisi yang lain pula (bait and switch advertising). h. Menyebutkan apa yang dapat diharapkan dari suatu produk tanpa menyinggung tentang apa yang tidak dapat diharapkan (resiko/efek samping). 53
Dedi Hariyanto, Op,.cit , hal. 55
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
84
i.
Memberi kesaksian yang tidak benar (mempergunakan seseorang yang ternyata bukan pemakai produk tersebut).”
Bentuk-bentuk iklan diatas merupakan bentuk-bentuk iklan yang merugikan konsumen sehingga perlu diperhatikan baik-baik. Sekarang ini bentuk-bentuk iklan diatas tidak lagi dibuat secara terselubung, tetapi sudah terang-terangan bahkan sekarang ini dalam iklannya, beberapa pengiklan yang menawarkan produk sejenis sudah jelas-jelas saling menjelek-jelekan produk saingannya demi mendapat perhatian dari konsumen. Dalam hal ini konsumen harus pandai-pandai memilih jangan sampai tertipu. Ada pula iklan yang ada tanda “ * ” (bintang) yang super kecil dan menipu konsumen dengan mengatakan bahwa ada syarat dan ketentuan berlaku dalam iklan tersebut. Tapi pada saat menggembargemborkan iklan tersebut syarat dan ketentuan itu tidak dituliskan. Hal ini tentu sangat merugikan konsumen yang tertarik dengan penawaran tersebut. Konsumen merasa “dibodoh-bodohi” karena tertipu iklan tersebut.
2. Tujuan Periklanan. Tanpa iklan orang tidak akan tahu bahwa kebutuhannya bisa dipenuhi, atau tidak tahu di mana ia bisa memperoleh kebutuhan itu. Ada beberapa tujuan periklanan bagi konsumen, antara lain : 54 “a. Iklan memperluas alternatif bagi konsumen. Dengan adanya iklan, konsumen dapat mengetahui adanya berbagai produk, yang pada gilirannya menimbulkan adanya pilihan. b. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya. Sering dikatakan “tak kenal maka tak sayang”. Iklan54
Rhenald Kasali, Op,.cit. hal. 16
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
85
iklan yang secara gagah tampil di hadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang cantik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan pembuatnya bonafid dan produknya bermutu. c. Iklan membuat orang ingat, kenal dan percaya”.
Dalam naskah Akademis Peraturan perundang-undangan tentang Periklanan, yang dimaksud dengan iklan adalah “Segala bentuk promosi yang membesarkan penjualan barang dan jasa dari pemberi pesan kepada masyarakat dengan mempergunakan media yang dibayar berdasarkan tarif tertentu.” Tampak dari pengertian iklan ini, iklan sebagai sarana promosi yang dilakukan dengan cara publikasi atau penyiaran yang berupa reklame, pemberitaan pernyataan atau tilisan dengan maksud memperkenalkan atau membertahu produk yang dilemparkan kepada masyarakat melalui media pers, yang mana peningkatan penjualan barang dan/atau jasa menjadi tujuan pelaku utama untuk beriklan. 55 Selain itu tujuan dari periklanan adalah untuk membujuk dan mempengaruhi konsumen untuk melakukan sesuatu, atau meningkatkan perhatian konsumen terhadap suatu produk atau perusahaan. Iklan juga merupakan suatu bentuk spesifikasi publisistik yang bertujuan untuk mempertemukan suatu pihak yang menawarkan sesuatu dengan pihak lain yang membutuhkan. 56 Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa iklan mempunyai beberapa dua fungsi, yaitu : 57
55 56
Dedi Harianto,Op,.cit, hal.49 Tams Djajakusumah, Periklanan,(Bandung : Amrico,1982), hal. 9.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
86
a. Fungi informatif. Iklan memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada konsumen dalam rangka promosi. b. Fungsi Persuasif.
Iklan membujuk dan mempengaruhi konsumen untuk
membeli roduk yang ditawarkan.
3. Para Pihak Yang Terkait Dengan Kegiatan Periklanan. Kegiatan
periklanan
melibatkan
banyak
pelaku
ekonomi,
yaitu
pengiklan sebagai pihak yang berkepentingan dalam pengiklanan, perusahaan periklanan sebagai lembaga pembuat iklan, media periklanan sebagai sarana penyampaian pesan-pesan iklan, juga melibatkan konsumen selaku penerima informasi yang disajikan melalui iklan. Kegiatan periklanan tidak dapat terlaksana tanpa melibatkan unsurunsur sebagaimana tersebut diatas. Adapun penngertian serta tanggung jawab masing-masing unsur tersebut adalah sebagai berikut : a. Perusahaan Pemasang Iklan / Pengiklan. Perusahaan Pemasang Iklan / Pengiklan adalah pemrakarsa dan pengguna jasa periklanan. “Pengiklan dapat diselenggarakan oleh orang perorangan, badan hukum, yayasan, perkumpulan atau orgnisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk mempromosikan /memperkenalkan sesuatu dengan maksud agar orang, badan hukum, yayasan, perkupulan atau organisasi kemasyarakatan lain tertarik untuk membeli, bergabung atau memberi masukan padanya.” 58
57
Atma Nan Jaya,”Etika dan Periklanan. Sebuah Topik Etika Bisnis”, Majalah IlmiahUniversitas Katolik Indonesia, Atmajaya, Tahun VI No. 2, (Agustus 1993), hal 67. 58 Badan Pembinaan Hukum Nasional1, op.cit, hal.26 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
87
Berdasarkan hal tersebut diatas perlu adanya Hak Pengiklan, yaitu : 59 “1). Memberi perintah dan petunjuk dalam pelaksanaan pekerjaan. 2). Melarang perusahaan pengiklan mengalihkan tugas-tugas yang diberikan kepada pihak lain, guna menghindarkan terjadinya ketidaksesuaian hasil pekerjaan dengan petunjuk pengiklan. Juga untuk mencegah tuntutan konsumen. 3). Meminta laporan dan perhitungan biaya-biaya yang timbul dalam melaksanakan pekerjaan. 4). Meminta pertanggungjawaban perusahaan periklanan atas pemberian tugas dan kesewenangan tersebut”.
Pengiklan
pada
dasarnya
bertujuan
untuk
mendorong
terjadinya
penjualan produk-produk barang dan jasa dalam masyarakat dan terkait pula misi periklanan atau misi yang akan disampaikan sehingga pengiklan dimungkinkan untuk bisa memberikan batasan, arah maupun kreatifitas. Oleh karena itu pengiklan selain mempunyai hak-hak yang tersebut diatas, pengiklan juga harus memenuhi kewajibannya, antara lain : 60 “1). Membayar upah; pengiklan harus membayar sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama diantara kedua belah pihak. 2). Membayar ganti rugi; pengiklan harus membayar ganti rugi kepada perusahaan periklanan untuk semua biaya yang layak dan timbul secara sah dalam pelaksanaan pekerjaan.”
Sumber utama informasi yang ada pada pesan-pesan periklanan berasal dari pihak pengiklan. Disamping itu pesan-pesan
periklanan yang diproduksi
pihak Perusahaan pemasang iklan / pengiklan selalu dilakukan dengan persetujuan pengiklan yang membayar biaya atas produksi periklanan tersebut.
59
Nella Farianti, “ Aspek Hukum Perjanjian Keagenan Pengurusan Iklan Billboard Antara Biro Jasa Dengan Pemasang Iklan, Skripsi (Medan : Fakultas Hukum Sumatera Utara, 2001), hal. 52. 60 Ibid, hal.53 Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
88
Perusahaan pemasang iklan / pengiklan bertanggung jawab atas benar tidaknya informasi tentang produk yang disampaikan kepada perusahaan periklanan. Pengiklan ikut memberi arah, batasan dan masukan pada pesan iklan, sehingga tidak terjadi janji yang berlebihan atas kemempuan nyata produk. Pengiklan wajib memberi keterangan yang benar dan lengkap kepada perusahaan periklanan mengenai produk yang akan diiklankan. Pengiklan bertanggung
jawab
atas
semua
kegiatan
dan/atau
periklanan
yang
diselenggarakan.
b. Perusahaan Periklanan. Perusahaan Periklanan adalah suatu usaha perorangan atau badan hukum tertentu yang menjual jasa periklanan. Etika
Periwara
Indonesia
menyebutkan
bahwa
yang
dimaksud
dengan perusahaan periklanan adalah suatu organisasi ussaha yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola, dan atau memajukan merek, pesan dan/atau media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanan tersebut. Hak perusahaan periklanan adalah : 61 “1). Melaksanakan tugas-tugas sesuai petunjuk yang diberikan pengiklan . 2). Menerima upah sesuai dengan yang diperjanjikan setelah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pengiklan. 3). Meminta dan menerima ganti kerugian atas kerugian yang diderita perusahaan periklanan apabila diperjanjikan kedua belah pihak”.
61
Ibid, hal.51
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
89
Pesan Periklanan selain mengandung unsur informasi, juga mengandung unsur persuasi. Perusahaan Periklanan hendaknya, berupaya agar dalam mendayagunakan
unsur
persuasi
pada
pesan-pesan
periklanan, tidak
menimbulkan atau mendorong terjadinya pelanggaran tata krama dan tata cara periklanan. Di dalam Tata Krama Periklanan Indonesia menyebutkan bahwa Perusahaan Periklanan bertanggung jawab atas ketepatan unsur persuasi yang dimasukannya
dalam
pesan
iklan,
melalui
pemilahan
dan
pemilihan
informasi yang diberikan Pengiklan, maupun dalam upaya menggali dan mendayagunakan kreativitasnya. Perusahaan Periklanan juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjalankan usahanya, yaitu : 62 “1). Kepatuhan; perusahaan periklanan harus memenuhi perintah dan petunjuk perusahaan periklanan. 2). Pelaksanaan pribadi; perusahaan periklanan tidak dapat mendelegasikan kewajibannya secara sah kepada pihak lain. 3). Kehati-hatian dan keahlian; perusahaan periklanan dalam melaksanakan pekerjaannya harus dilakukan dengan tingkat ketelitian dan keahlian secara profesional. 4). Kewajiban dengan itikad baik; perusahaan periklanan harus dapat mencegah terjadinya konflik kepentingan perusahaan dengan kepentingan pengiklan”.
Di dalam mengiklankan suatu produk, Perusahaan Periklanan juga wajib memiliki data lengkap dan Perusahaan Pengiklan wajib memegang teguh dan bertanggung jawab atas kerahasiaan segala informasi dan kegiatan periklanan dari produk yang ditanganinya. Perusahaan Periklanan wajib secara jujur menjelaskan
62
Ibid, hal. 52.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
90
kepada Pengiklan, pelaksanaan atas pembayaran iklan-iklan yang dimediakannya, disertai bukti-bukti.
a. Media Periklanan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia menyebutkan bahwa yang dimaksud Media Iklan adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan iklan kepada khayalak, seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, papan iklan, pos langsung, petunjuk penjualan, selebaran, pengantar penawaran, halaman kuning, alat peraga, dan sebagainya. Keseimbangan
antara pesan
iklan
yang
disampaikan/disiarkannya
dengan nilai-nilai sosial budaya adalah merupakan tanggung jawab media periklanan, agar segala “opini” yang disampaikan kepada masyarakat itu tidak berbenturan dengan tatanan sosial budaya yang ada. Media periklanan terutama media massa, merupakan saringan (filter) terakhir sebelum suatu pesan periklanan sampai ke masyarakat. Oleh karena itu, media periklanan ikut bertanggung jawab dalam memilah dan memilih sehingga hanya memuat atau menyiarkan pesan-pesan iklan yang sesuai dengan keadaan masyarakat.63
b. Konsumen Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Konsumen adalah pengguna produk dan atau
63
Badan Pembinaan Hukum Nasional1, op.cit, hal. 12
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
91
penerima pesan iklan. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen wajib menyadari bahwa sikap kritis dan terbuka merupakan kunci utama untuk tercapainya periklanan yang sehat, jujur, dan bertanggung jawab. Dan konsumen harus memanfaatkan periklanan untuk memperoleh hasil usaha yang wajar. Konsumen
memiliki
hak-hak
yang
dikenal
sebagai Panca Hak
Konsumen, yaitu : a.
Hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan;
b.
Hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jujur;
c.
Hak untuk memilih barang dan jasa yang dibutuhkan;
d.
Hak untuk didengar pendapatnya;
e.
Hak untuk mendapat lingkungan yang sehat. Dalam
mengiklankan
suatu
produk,
pelaku
periklanan
wajib
memperhatikan dan menghormati hak-hak dasar konsumen, yaitu : a.
Perlindungan keselamatan atas pemanfaatan suatu produk;
b.
Mendahulukan kebutuhan pokok daripada kebutuhan suatu produk;
c.
Memperoleh informasi secara jelas dan lengkap;
d.
Memilih produk atau merek tertentu;
e.
Memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
f.
didengar keluhan dan sarannya.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
92
4. Hubungan Antar Pihak Dalam sub bab ini dijelaskan tentang hubungan antar pihak, yaitu antara perusahaan pemasang iklan/pengiklan, perusahaan periklanan, media periklanan dan konsumen. a.
Hubungan Pengiklan Dengan Perusahaan Periklanan. Pengiklan wajib memberi keterangan yang benar dan lengkap kepada
Perusahaan Periklanan mengenai produk yang akan diiklankan. Ikatan antara pihak, dianjurkan untuk ditetapkan dalam suatu surat perjanjian. Dalam melayani Pengiklan, Perusahaan Periklanan tidak dibenarkan melayani Pengiklan lain yang memasarkan produk sejenis, kecuali dengan persetujuan tertulis dari para Pengiklan dimaksud. Pengiklan wajib membayar Perusahaan
Periklanannya
dalam
batas
waktu
yang
sudah
disepakati,
termasuk biaya-biaya lain yang dikeluarkan Perusahaan Periklanan tersebut dalam rangka kegiatan periklanannya, seperti pembuatan naskah iklan, foto, model, dan sebagainya. Perusahan Periklanan wajib memegang teguh dan bertanggung jawab atas kerahasiaan segala dan kegiatan periklanan dari produk yang ditanganinya.
b. Hubungan Pengiklan dengan Konsumen Di dalam mengiklankan suatu produk, kebenaran atas pernyataan atau janji mengenai suatu produk harus dapat dipertanggung jawabkan. Konsumen dapat meminta pertanggungjawabkan atau menggugat pengiklan dengan kualifikasi wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, apabila Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
93
diketahuinya ketidaksesuaian janji dalam iklan dengan kenyataan dibuktikan dengan adanya hubungan kontraktual. Kesaksian Konsumen (testimonial) : 1) Penggunaan kesaksian konsumen harus dilengkapi dengan peryataan tertulis yang ditandatangani berdasarkan pengalaman yang sebenarnya. 2) Pemberi kesaksian harus telah menggukan produk secara teratur, sekurangkurangnya selama satu tahun. 3) Nama dan alamat pemberi kesaksian harus diberikan secara lengkap. Kode
etik
periklanan
antara
lain
menyatakan
apabila
diminta
oleh konsumen, maka baik Perusahaan Periklanan, Media maupun Pengiklan harus bersedia memberikan penjelasan mengenai suatu iklan tertentu.
c.
Hubungan Perusahaan Periklanan dengan Media Perjanjian antara Perusahaan Peeriklanan dan atau Pengiklan dengan
Media harus dikukuhkan dalam ikatan kontrak yang sah. Perusahaan Periklanan wajib memiliki data yang lengkap tentang Media, agar dapat memberi usulan yang layak dalam pemilihan Media kepada Pengiklannya. Data ini sekurang-kurangnya meliputi : 1) Untuk media cetak : Oplah, profil pembaca, teknik cetak, kala cetak dan biaya iklan. 2) Untuk media elektronik : Acara, jam serta frekuensi siaran, profil pendengar/pemirsa, dan tarif iklan.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
94
3) Untuk media bioskop : Jam pertunjukan, kapasitas tempat duduk, golongan bioskop dan tarif iklan. 4) Untuk media luar ruang : Lokasi, kepadatan lalu lintas, jangka waktu pengurusan serta berlakunya izin.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
95
C. PENGATURAN KEGIATAN PERIKLANAN DALAM BERBAGAI KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA
Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum dalam kehidupan bermasayarakat dan bernegara senantiasa berkembang dinamis sejalan dengan perkembangan pembangunan bangsa di segala bidang. Oleh karena itu pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat kemampuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban, keadilan dan kepastian hukum yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hukum senantiasa berkembang dinamis. Bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bertujuan untuk menjadi dasar dan memelihara ketertiban, keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Hukum juga berfungsi mengabdi kepada masyarakat, dalam hal ini mengatur tata tertib masyarakat, menjaga agar perilaku masyarakat sesuai dengan peraturan hukum, sehingga kepentingan-kepentingan masyarakat dilindungi hukum. Jika perkembangan kepentingan masyarakat bertambah, harus diikuti pula dengan perkembangan hukum, sehingga kebutuhan akan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sejalan dengan perkembangan pembangunan. Perlindungan konsumen merupakan salah satu perkembangan hukum di Indonesia. Pengaturan ketentuan mengenai perlindungan konsumen sebagai satu Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
96
konsep terpadu merupakan hal baru. Dimana awalnya konsep tersebut dimulai di negara maju, yang kemudian merebak ke bagian dunia lainnya. Di Indonesia kita masih belum melihat adanya peraturan perundangundangan khusus mengenai perlindungan konsumen, meskipun usaha ke arah itu sudah dilakuakn sejak lama. Belum adanya perangkat peraturan perundangundangan khusus(lex specialis) dan terpadu mengenai perlindungan konsumen ini, bukan berarti peraturan tentang perlindungan konsumen belum ada. Peraturan perlindungan konsumen sudah ada, namun terpencar di sana sini dan tidak merupakan satu konsep utuh. Badan pembinaan Hukum Nasional dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) masing-masing tahun 1980 dan 1981 pernah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang perlindungan konsumen. Banyak hal yang dapat merugikan konsumen, antara lain masalah yang menyangkut mutu barang, harga barang, persaingan curang, pemalsuan, penipuan, periklanan yang menyesatkan dan sebagainya, hal mana yang tidak hanya telah merugikan harta benda atau kesehatan, bahkan dapat menimbulkan kematian, disamping dapat menumbuhkan pola konsumsi yang tinggi yang tidak sesuai dengan tingkat pendapatan da pendidikan masyarakat kita yang relatif masih rendah. Sesuai dengan tahapan pembangunan nasional, kini kita melihat dan merasakan berbagai kemajuan yang cukup besar di bidang teknologi, industri dan perdagangan. Sementara dibalik itu kedudukan konsumen masih sangat lemah. Pembangunan yang kita lakukan membawa pula akibat sampingan yang semakin Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
97
kompleks, yang memerlukan penanganan serius, khususnya masalah perlindungan konsumen. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara ditetapkan bahwa pembangunan perdagangan ditetapkan pula untuk meningkatkan produksi dengan meningkatkan pendapatan produsen sekaligus menjamin kepentingan konsumen. Sasaran dan langkah untuk menjamin tujuan tersebut dijabarkan dalam Repelita IV yang diantaranya disebutkan semakin tertibnya usaha niaga agar terciptanya iklim usaha dan kepastian berusaha yang semakin mantap serta terlindungnya kepentingan konsumen serta perwujudan tertib usaha di bidang perdagangan dan perlindungan konsumen. Dari uraian diatas, nampak pemerintah telah menetapkan bahwa perlindungan konsunmen merupakan bagian dari Pembangunan Nasional. Kunci pokok terhadap masalah perlindungan konsumen adalah bahwa konsumen dan produsen (pengedar produk atau pengusaha) saling membutuhkan. Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya, dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan pada gilirannya akan merupaka promosi gratis bagi pengusaha. Dalam mencapai tujuan inilah peranan hukum sangat penting dalam usaha melindungi konsumen. Sebagai konsumen kita semua berkepentingan akan suatu Perlindungan hukum
sehubungan dengan
kualitas maupun kuantitas dari
individual maupun public consumtion. 64
64
Sabaruddin Juni, “Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen”, USU Digital Library, hal. 1-2. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
98
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa peraturan perlindungan konsumen sudah ada, namun terpencar di sana sini dan tidak merupakan satu konsep utuh. Berikut merupakan pengaturan kegiatan periklanan di Indonesia, antara lain : 1. Hukum Perdata Apabila merujuk kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), keduanya tidak memberikan pengertian maupun memuat kaidah-kaidah tentang periklanan secara khusus. Hal ini dapat dipahami karena kegiatan periklanan baru berkembang dengan sangat pesat setelah distribusi barang dan/atau jasa dari berbagai negara dapat dengan bebas masuk ke pasar Indonesia dengan mengusung tema era perdagangan bebas. 65 Di antara ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KUH Perdata yang dapat dipergunakan untuk mengatur kegiatan periklanan adalah ketentuan tentang perbuatan melanggar atau melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata), serta ketentuan tentang ingkar janji (wanprestasi), yaitu sepanjang iklan tertentu menimbulkan kerugian pada pihak lain. 66 Untuk meminta pertanggungjawaban para pihak dalam kegiatan periklanan yang tidak dilandasi adanya hubungan kontraktual maka ketentuan tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) memberikan manfaat yang besar. Sedangkan ketentuan tentang ingkar janji (wanprestasi) dapat dipergunakan oleh
65
Erman Rajaguk-guk, “Pentingnya Perlindungan Komsumen Dalam Era Perdagangan Bebas”,dalam Husni Syawali, Neni Sri Imanyani (Pen), “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Bandung : PT Mandar Maju, 2000). Hal. 3. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
99
para pihak dalam kegiatan periklanan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi terhadap hal-hal yang disepakati dalam perjanjian. Bagi kebanyakan konsumen periklanan, hubungan dengan pelaku usaha periklanan tentu tidak dilandasi oleh adanya kontrak secara tertulis. Pada umumnya konsumen memperoleh informasi produk melalui media elektronik seperti radio, internet atau televisi, tanpa ada bukti tertulisnya. Sebagian konsumen lainnya memperoleh informasi dengan membaca iklan cetak di koran, majalah, maupun brosur yang diterbitkan pelaku usaha periklanan. Tentu timbul pertanyaan apakah iklan di media cetak atau elektronik tersebut mempunyai kekuatan sebagai suatu kontrak. Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa tidak ada hubungan langsung antara produsen dengan konsumen, namun itu bukanlah suatu alasan konsumen yang merasa dirugikan tidak dapat menuntut ganti rugi kepada produsen penjual. Penjualan produk telah dipromosikan lewat iklan pada media massa langsung kepada konsumen, dan karenanya produsen tidak dapat menggunakan alasan tentang tidak adanya hubungan langsung apabila konsumen menanggapi ilklan itu. Pada sistem hukum perdata kita (sistem BW) dimungkinkan gugatan ganti rugi atas dasar tidak adanya hubungan kontraktual diantara keduanya dengan menggunakan dasar perbuatan melawan hukum. 67 Oleh karena itu, konsumen dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada produsen atas adanya informasi yang menyesatkan, walaupun antar produsen dan konsumen tersebut tidak ada hubungan secara langsung, dengan dasar hukum perbuatan melawan hukum
66
Badan Pembinaan Hukum Nasional1, op.cit, hal. 58.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
100
(Pasal 1365). Dan kalaupun ada hubungan langsung diantara keduanya, misalnya antara pembeli dan penjual, maka dasar gugatan untuk meminta ganti rugi adalah dengan mengajukan gugatan wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243, 1320 dan 1338 KUH Perdata. Dalam kesempatan lain berkaitan dengan Pasal-Pasal KUH Perdata tersebut, A.Z.Nasution mengemukakan pendapatnya, bahwa iklan atau periklanan sangat erat kaitannya dengan kegiatan penawaran barang dan/atau jasa untuk dijual atau digunakan oleh konsumen. Dalam pesan iklan barang dan/atau jasa, tidak jarang secara tegas dinyatakan “janji” akan memberikan suatu hadiah berupa barang atau jasa lain, perjalanan ke luar negeri, ibadah haji, atau adanya potongan harga yang tentunya akan menarik konsumen apabila tawaran iklan tersebut dipenuhi
dan
sesuai
dengan
syarat-syarat
yang
telah
ditentukan
oleh pelaku usaha. Pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam bentuk iklan ini tentu saja dibuat dengan
sengaja dan mempunyai tujuan tertentu. Pernyataan demikian
dapat disimpulkan sebagai suatu pernyataan kehendak untuk membuat kesepakatan, yang apabila pernyataan itu ditanggapi dan disepakati oleh konsumen yang berminat, maka akan terjadilah suatu persetujuan atau perjanjian. Perbuatan-perbuatan penawaran untuk menjual barang/atau jasa yang merupakan pernyataan kehendak dan syarat yang dikaitkan pada penawaran tersebut, termasuk kegiatan perdata yang merupakan objek pengaturan dalam
67
Sabarudin Juni, Op.cit., hal. 58.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
101
buku ke-3 (tiga) KUH Perdata tentang Perikatan, khususnya periklanan yang timbul dari perjanjian atau persetujuan. Selain Pasal 1320, 1338 dan 1365 KUH Perdata, masih terdapat beberapa Pasal lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menanggulangi masalah iklan, diantaranya Pasal 1233, 1234, 1321, 1328, 1367, 1372-1380, 1473, 1474, 1491, 1501, 1504, 1601, 1602, dan Pasal 1603 KUH Perdata. Buku ke III (tiga) KUH Perdata mengenai Perikatan, sebagai dasar tuntutan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan.
2. Hukum Pidana. Berdasarkan dengan kaidah-kaidah yang termuat dalam KUHP atau peraturan perundang-undangan lainnya diluar KUHP, pelaku tindak pidana dapat diancam atau dijatuhi hukuman tertentu, tergantung pada berat ringannya perbuatannya. 68 Di dalam hukum pidana tentang pemberian keterangan yang tidak benar melalui media iklan, memang tidak secara tegas disebutkan. Tetapi apabila ditinjau mengenai kejahatan Perbuatan Curang atau yang lebih dikenal dengan istilah Penipuan, yang terdiri dari 20 (dua puluh) pasal. Dalam ke-20 Pasal tersebut secara terperinci disebutkan perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai penipuan
antara
lain
penipuan
terhadap
asuransi,
persaingan
curang,
penipuan dalam jual beli, sampai kepada penipuan di bidang kepengacaraan. 69
68
Az. Nasution, “Konsumen dan Hukum”, (Jakarta : Pustaka Sinar, 1995), hal. 119. Lobby Loqman, “Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Konsumen Dalam Periklanan di Indonesia”, Makalah yang disampaikan Simposium Nasional tentang “Aspek 69
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
102
Apabila dicoba untuk menempatkan perbuatan pidana pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dalam konteks perbuatan-perbuatan yang dianggap sebagai penipuan, maka terdapat 2 (dua) kemungkinan penempatan yang sesuai, yaitu apabila dlihat dampak dari perbuatan tersebut antar sesama pelaku usaha maka
pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dapat ditempatkan
sebagai persaingan curang, 70 sebagaimana diatur dalam Pasal 382 bis KUHP : “Barang siapa melakukan sesuatu perbuatan menipu untuk mengelirukan orang banyak atau seseorang tertentu dengan maksud akan mendirikan atau membesarkan hasil perdagangan atau perusahaannya sendiri atau kepunyaan orang lain, dihukum karena persaingan curang dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 13.500,-(tiga belas ribu lima ratus rupiah), jika hal tersebut dapat menimbulkan suatu kerugian bagi saingannya sendiri atau saingan orang lain”.
Tetapi apabila dikaitkan dampak dari perbuatan tersebut terhadap konsumen, maka perbuatan pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dapat ditempatkan sebagai penipuan dalam jual beli, sebagaimana dimuat ketentuannya di dalam Pasal 378 KUHP sebagai berikut : “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal ataupun tipu muslihat, maupun dengan keterangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”
Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Periklanan”, pada Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara, Jakarta, 31 Januari 1994, hal. 8. 70 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, “Hukum Tentang Perlindungan Konsumen”, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003) hal. 22. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
103
Sesuai dengan ketentuan Pasal 378 KUHP ini, maka unsur perbuatan penipuan dalam bentuk penyesatan informasi melalui iklan dapat terjadi dengan memberikan perkataan-perkataan bohong mengenai kondisi, jaminan dan lain-lain hal dari produk yang diiklankan, dengan maksud untuk membujuk konsumen agar memilih dan membeli produk pelaku usaha tersebut. Karena fakta-fakta yang menjadi dasar pertimbangan konsumen dalam memilih dan membeli produk mengandung muatan informasi bohong maka konsumen sangat potensial untuk menjadi pihak yang dirugikan. Terhadap pelaku usaha yang telah melakukan penipuan terhadap konsumen melalui iklan dapat pula diancam pidana sesuai dengan ketentuan pasal 383 KUHP yang menegaskan : “Dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan dihukum penjual yang menipu pembeli : 1e. Dengan sengaja menyerahkan barang lain daripada yang telah ditunjuk oleh pembeli; 2e. Tentang keadaan, sifat atau banyaknya barang yang diserahkan itu dengan memakai akal dan tipu muslihat”.
Unsur pidana lain dalam bentuk perbuatan “menawarkan” juga dapat dipergunakan untuk menjerat pelaku usaha yang memberikan informasi iklan menyesatkan, antara lain dalam Pasal 386 ayat (1) KUHP sebagai berikut : “Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan ataua minuman atau obat, sedang diketahuinya barang-barang itu dipalsukan atau kepalsuan itu disembunyikan, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”. Selain Pasal 386 ayat (1) KUHP, perbuatan menawarkan juga terdapat dalam Pasal 204 KUHP yang menentukan : Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
104
“(1). Barang siapa menjual, menawarkan, menerima atau membagi-bagikan barang, sedang diketahuinya bahwa barang tersebut berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang dan sifat yang berbahaya itu didiamkannya, dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun. (2). Kalau ada orang mati lantaran itu si tersalah di hukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
Kegiatan periklanan sebagai upaya untuk mempromosikan suatu produk dapat dikategorikan sebagai perbuatan menawarkan. Secara kemasyarakatan pengertian penawaran dapat berarti penawaran yang dilakukan secara langsung pada saat transaksi terjadi, tetapi penawaran barang atau jasa tertentu dapat juga dilakukan dengan mempergunakan atau melalui iklan atau periklanan. Penawaran biasanya dilakukan semenarik mungkin oleh pelaku usaha tanpa harus selalu memperhatikan kebenaran informasi yang disampaikan kepada konsumen, termasuk dengan menawarkan barang palsu sebagai barang asli, atau menawarkan barang berbahaya tanpa memberitahukan bahaya penggunaan barang tersebut. Ketentuan sanksi pidana dalam UUPK termuat dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 63 UUPK. Pasal 61 UUPK menegaskan “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya”. Ketentuan ini membuka kemungkinan dilakukannya penuntutan pidana terhadap pelaku usaha yang beroperasi secara perorangan, maupun terhadap pelaku berbentuk korporasi”. Selanjutnya menurut Barda Nawawi Arief, perumusan tindak pidana dalam Pasal 62 UUPK terbagi menjadi dua kelompok yaitu: 71 Kelompok pertama, sebagaimana ketentuan Pasal 62 ayat (1) UUPK yang menentukan :
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
105
“ Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah)”. Kelompok kedua, sebagaimana ketentuan Pasal 62 ayat (2) UUPK yang menentukan : “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”. Pelanggaran kegiatan periklanan yang dapat diancam pidana dalam kelompok pertama adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, Pasal 17 ayat (2) UUPK. Sedangkan kegiatan periklanan yang dapat diancam dengan pidana dalam kelompok kedua adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 17 ayat (1) huruf d, huruf f UUPK. Pengelompokan ketentuan Pasal 62 UUPK tersebut didasarkan jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana, terbagi atas 2 (dua ) tingkatan, yaitu sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) dan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Kemudian sanksi pidana berupa denda yang diancam Pasal 62 UUPK termasuk dalam jenis hukuman pidana pokok dalam KUHP, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 KUHP, yaitu :
71
Barda Nawawi Arief, “Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
106
“a. Hukuman mati b. Hukuman penjara c. Hukuman kurungan d. Hukuman denda”. Dalam tulisannya Ahmad Miru menambahkan, pengelompokan Pasal 62 UUPK juga dapat didasarkan kepada tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pelanggaran yang mengakibat kan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan ketentuan hukum pidana sebagaimana diatur dalam KUHP, sementara diluar dari tingkat pelanggaran tersebut berlaku ketentuan pidana tersebut dalam UUPK. Pengelompokan yang dilakukan Ahmad Miru ini dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 62 ayat (3) UUPK, yaitu “Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku”. Selain dapat dikenakan sanksi pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UUPK, pelaku usaha sesuai ketentuan Pasal 63 UUPK dapat pula diancam dengan hukuman tambahan, berupa : “a. Perampasan barang tertentu, b. Pengumuman keputusan hakim, c. Pembayaran ganti rugi, d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran, f. Pencabutan izin usaha.”
Hukuman pidana tambahan sebagai pendamping hukuman pidana pokok diaplikasikan bersesuaian dengan hukuman pidana tambahan
dalam
KUHP, yaitu: “a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu, Kejahatan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 167-172. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
107
b. Perampasan barang tertentu, c. Pengumuman keputusan hakim”.
Dengan dikenakannya sanksi pidana pokok maupun pidana tambahan bagi pelaku usaha maupun pelaku usaha periklanan, diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi si pelaku serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada konsumen dengan dimungkinkannya pembayaran ganti rugi. Dalam konteks tersebut, UUPK telah memberikan paradigma baru dengan lebih berorientasi kepada kepentingan/hak korban, sebagai pengganti sistem KUHP yang tidak memiliki orientasi hukum terhadap kepentingan/hak korban tindak pidana. Dengan paradigma baru ini penuntut umum ketika akan mengajukan tuntutan pidana di persidangan, semestinya mengajukan tuntutan pidana tambahan berupa ganti rugi.
3. Undang-Undang Perlindungan Konsumen. UUPK mengatur mengenai periklanan termasuk perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha periklanan. Pengaturan tersebut terdapat di dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 20 UUPK. Laranganlarangan tersebut berlaku bagi para pihak yang mempunyai kaitan dengan kegiatan periklanan seperti perusahaan pengiklan, perusahaan periklanan, serta media massa elektronik maupun non elektronik yang akan menayangkan iklan tersebut. Meskipun pengaturan terhadap media elektronik ataupun non elektronik tidak secara tegas dijelaskan dalam UUPK.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
108
Para pelaku periklanan tersebut secara bersamaan memiliki tanggung jawab
untuk
mengantisipasi dalam
memberikan
informasi
yang
dapat
menyesatkan konsumen. Hal ini dilakukan dengan menyeleksi setiap informasi yang akan diiklankan pada saat proses negosiasi antara pengiklan dengan perusahaan periklanan, proses penuangan ide kreatif perusahaan periklanan dalam pembuatan iklan, sampai pada saat dimana iklan tersebut disampaikan kepada media pers untuk ditayangkan. Pengaturan kegiatan periklanan dalam UUPK diawali dengan beberapa larangan yang ditujukan bagi pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan penawaran, promosi, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa. Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan bahwa : “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah : a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau kegunaan tertentu; b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru; c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu; d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia; f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu; i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain; j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek samping tanpa keterangan yang lengkap; k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
109
Dalam Pasal 9 ayat (2) dan (3) ditentukan agar barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan apalagi untuk dilanjutkan proses penawaran, promosi dan pengiklanannya. Terlihat dalam Pasal 9 UUPK ini menekankan pada “perilaku” pelaku usaha yang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi potongan harga, memenuhi standar mutu tertentu, dalam keadaan baik atau baru, telah mendapat dan/atau memiliki sponsor, persetujuan atau afiliasi, barang tersebut tersedia, tidak mengandung cacat tersembunyi, merupakan kelengkapan barang tertentu, seolah-olah berasal dari suatu daerah tertentu, secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain, mempergunakan katakata yang berlebihan, menawarkan suatu janji yang belum pasti. Pelanggaran terhadap larangan-larangan dalam UUPK tersebut dapat dikenakan sanksi 72 karena dianggap melakukan suatu perbuatan melanggar hukum. Di dalam Pasal 10 UUPK dimuat ketentuan, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : “a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.” 72
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 91. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
110
Pasal 10 UUPK tersebut berupaya untuk pemberin informasi yang menyesatkan melalui iklan. Informasi tersebut juga menyangkut informasi mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi, tawaran potongan
harga
atau hadiah menarik yang ditawarkan, dan bahaya
penggunaan barang. Informasi tersebut diatas merupakan fakta materiil yaitu informasi atau fakta penting mengenai barang dan/atau jasa yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi konsumen dalam memilih dan/atau membeli barang. Oleh karena itu sangat penting bagi konsumen untuk memilih atau membeli produk sesuai dengan kebutuhan atau konsumen akan mengalami kerugian bila salah dalam menjatuhkan pilihan. Dalam pasal 12 UUPK dimuat ketentuan bahwa “ Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.”
Pasal 12 UUPK berkaitan dengan iklan-iklan potongan harga, atau tariftarif khusus yang marak ditawarkan pelaku usaha untuk menarik perhatian konsumen untuk datang bertransaksi atau mempergunakan fasilitas tertentu (misalnya angkutan udara, tempat rekreasi). Tetapi begitu konsumen menanyakan perihal potongan harga atau tarif khusus tersebut hanya untuk produk-produk tertentu saja, atau hanya berlaku untuk tenggang waktu tertentu, atau berlaku setelah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memberikan informasi secara akurat kepada konsumen. Konsumen dalam hal ini Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
111
tentu merasa tertipu dan dirugikan ongkos, waktu dan tenaga akibat tindakan pelaku usaha.
Pasal 13 ayat (1) UUPK ditentukan bahwa : “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikannya tidak sebagaimana yang dijanjikan.”
Sedangkan dalam ayat (2) berkaitan dengan “Larangan kegiatan penawaran, promosi atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.”
Sering kali ditemui dalam setiap transaksi penjualan produk, penawaran hadiah yang merupakan salah satu kiat pelaku dalam usaha mendongkrak omset penjualan produknya. Dan tidak jarang konsumen menjadi lebih tertarik dengan hadiah tersebut dari pada manfaat yang diberikan produk tersebut. Konsumen yang belum mengerti trik seperti ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha dengan alasan stok hadiah terbatas, masa pengambilan hadiah sudah terlewati atau menukar hadiah yang dijanjikan dengan hadiah lain dengan harga yang lebih murah. Dalam Pasal 17 ayat (1) ditentukan bagi pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang : “a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; b. Mengelabui jaminan/ garansi terhadap barang dan/atau jasa; Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
112
c. d. e. f.
Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dan/atau jasa; Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.”
“Bagi iklan-iklan yang melanggar ketentuan dalam ayat (1) maka pelaku usaha periklanan dilarang untuk melanjutkan peredaran iklan tersebut.” Pelaku usaha periklanan merupakan kegiatan yang memerlukan keahlian profesional untuk membuat iklan-iklan yang sekreatif mungkin dan dapat “mencuri” perhatian konsumen. Oleh karena itu Pasal 17 UUPK sangat tepat untuk melibatkan peran serta pelaku usaha periklanan untuk turut serta dalam mengantisipasi atau menyaring setiap informasi yang disampaikan oleh pengiklan terutama informasi yang dapat mengelabui konsumen, mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, harga barang, tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa. Mengelabui jaminan/garansi barang dan/atau jasa, memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan. Melanggar etika dan/atau peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 20 UUPK dengan tegas disebutkan bahwa “pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.”
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
113
Sebagai konsekuensi bertanggung jawab
profesional pelaku usaha
periklanan, maka pelaku usaha periklanan dianggap turut bertanggungjawab terhadap terhadap setiap iklan hasil karyanya dengan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Tetapi tidak diterangkan secara lebih lanjut dari segi mana iklan tersebut yang dapat dimintakan pertanggung jawaban pelaku usaha periklanan.
4. Kode Etik Periklanan Kode etik periklanan merupakan suatu rangkaian prinsip tentang tingkah laku atau perilaku kalangan bisnis atau profesi periklanan, yang ditetapkan sendiri oleh mereka dan berlaku bagi kalangan periklanan itu sendiri dalam hubungannya dengan pihak-pihak lain. Kode etik periklanan ini masuk ke dalam self regulation atau regulasi sendiri yang merupakan salah satu bentuk pelaku usaha dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, maka pelaku usaha yang terhimpun dalam berbagai organisasi profesi sejenis atau organisasi, membuat aturan-aturan yang berlaku ke dalam bagi para anggotanya. Kode etik periklanan dibuat dengan pertimbangan bahwa produk bidang usaha atau profesi yang berada di bawah ruang lingkup self regulation
ini
termasuk psoduk konsumen yang sangat berkaitan dengan kepentingan dan upaya perlindungan konsumen, serta menonjol menjadi perhatian masyarakat, tanpa mengurangi pentingnya kesemua regulasi sendiri yang sudah ada. Hal lain yang menjadi perhatian yaitu apakah bidang usaha itu cukup diatur dengan peraturan
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
114
perundang-undangan yang berlaku, atau sama sekali belum dikendalikan oleh perundang-undangan. Kaitannya dengan hak-hak konsumen pun menjadi dasar pertimbangan dari pilihan bahan telaah kode etik. Periklanan dan semua bahan informaasi produk konsumen (label, brosur, leaflets, pameran dan sebagainya), mempunyai posisi penting karena ia merupakan salah satu unsur penentu dalam penetapan pilihan konsumen pada produk konsumen
tertentu yang dibutuhkan. Hal ini
berkaitan dengan hak konsumen atas informasi iklan yang jujur, bertanggung jawab memberikan dampak positif, tetapi sebaliknya informasi yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab dapat memberikan kerugian atau gangguan pada konsumen, seperti juga pada kalangan yang jujur dan beritikad baik. 73 Di dalam kode etik periklanan yang berlaku dikenal dengan sebutan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia/ TKCPI (saat ini talah dirubah menjadi Etika Pariwara Indonesia/ EPI). Para pendukung Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia terdiri dari : 74 “a. Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia (ASPINDO); b. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI); c. Badan Periklanan Media Pers Nasional-Serikat Penerbitan Surat Kabar (BPMN-SPS); d. Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI); e. Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (BPBSI); f. PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI); g. Para pelaku usaha periklanan media luar ruang yang diwakili oleh PT. Prasetya Madya”.
73 74
Az. Nasution, Op,.cit. hal. 144-146. Ibid, hal. 146.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
115
BPBSI bergabung pada tahun 1981, sedangkan RCTI dan para pelaku usaha periklanan media luar ruang yang diwakili oleh PT. Prasetya Madya bergabung pada tahun 1990/1993.
Amandemen pertama TKCTPI dilakukan pada tahun 1996, yang merupakan penyempurnaa terhadap TKCPI tahun 1981, selanjutnya amandemen kedua dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2006, sekaligus merubah nama TKTCPI menjadi Etika Pariwara Indonesia (EPI).75 EPI hasil pembaharuan, terdiri dari 5 (lima) bab pengertian-pengertian pokok dan 3 (tiga) lampiran. Bab I pendahuluan, memuat tentang sikap industri, asosiasi pendukung, posisi, pijakan awal, prinsip swakramawi, pengaruh globalisasi, kepedulian utama, penyempurnaan menyeluruh, pokok pengertian atau definisi, batasan, bukan syarat keberterimaan, bukan sensor, lembaga penegak, konsultasi, rujukan, semangat etika, penunggalan dan bahasa asing, makna dan tafsir, dinamika industri, ancangan kedepan. Bab II Pedoman, terdiri dari mukadimah, lingkup, asas dan difinisi. Bab III Ketentuan, memuat tentang tata krama, yang dibagi lagi menjadi ragam iklan, pameran iklan dan wahana iklan. Sedangkan tata cara, dibagi lagi menjadi penerapan umum, produksi periklanan dan media iklan. Bab IV Penegakan, memuat tentang landasan, kelembagaan, penerapan, prosedur dan sanksi. Bab V
75
Dedi Harianto, Op,.cit. hal. 41.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
116
memuat penjelasan dan diakhiri dengan lampiran yang terdiri dari hukum positif, Dewan Periklanan Indonesia, dan sekilas swakrama. 76 Asas-asas umum yang dikembangkan sebagai dasar penyusunan EPI dituangkan dalam bab II Tata Krama yang terdiri dari iklan harus jujur, benar dan bertanggung jawab, iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat dan bersaing secara sehat. Iklan harus jujur maksudnya adalah, tidak boleh menyesatkan seperti memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan janji yang berlebihan. Mengenai tanggung jawab, iklan tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan tanggung jawab. Berkaitan dengan tanggung jawab, bobot tanggung jawab pelaku usaha diukur menurut komponen pelaku usaha periklanan. Pengiklan bertanggung jawab atas kebenaran informasi produk yang disampaikan pada pelaku usaha periklanan. Perusahaan periklanan bertanggung jawab atas ketepatan unsur persuasi ayng disampaikan dalam pesan iklan, sedangkan media periklanan bertanggung jawab untuk kewaspadaan iklan yang disiarkan dengan nilai-nilai sosial budaya dari masyarakat yang menjadi sasaran siarnya. Dalam melakukan pengawasan terhadap EPI tersebut dibentuk semacam badan pengawas yang diberi nama Dewan Periklanan Indonesia (DPI), sebagai organisasi Independen dan dibentuk untuk mengembangkan dan mendayagunakan seluruh aset periklanan nasional untuk kepentingan seluruh masyarakat periklanan dan lepentingan seluruh masyarakat. Lembaga ini merupakan federasi dari para
76
“Etika Pariwara Indonesia”, http:www.pppi.or.id.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
117
assosiasi usaha dan profesi, baik sebagai pengiklan, perusahaan pengiklan, media periklanan, maupun sebagai usaha dan profesi penunjang industri periklanan. Komisi terdiri dari presedium komisi sebagai pemberi arah dan kebijaksanaan umum dan badan-badan perlengkapanpelaksana operasional dari tugas dan kewajiban komisi. Keputusan presedium yang ditetapkan secara aklamasi bersifat mengikat asosiasi pendukungnya, namun dalam pelaksanaannya selalu mengindahkan kepentinganpara asosiasi terkait. 77
77
Dedi Harianto, Op,.cit. hal. 43.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
118
BAB IV TUNTUTAN GANTI RUGI TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN PEMASANG IKLAN
D. Dasar Hukum Pengajuan Tuntutan Ganti Rugi Kepada Perusahaan Pemasang Iklan. Pada dasarnya menurut hukum, persaingan curang dalam dunia perdagangan dilarang. Bentuk suatu persaingan curang itu antara lain berupa upaya-upaya sedemikian rupa yang tidak jujur, sewenang-wenang, serta melanggar tata pergaulan dalam pegaulan hukum yang semuanya itu sangat merugikan pengusaha lainnya dan masyarakat pada umumnya, serta konsumen pada khususnya. Bentuk-bentuk persaingan curang ini banyak kita temui dan yang paling menonjol kita rasakan sebagai konsumen adalah promosi lewat iklan yang menyesatkan. Apabila kita melihat suatu iklan mengenai produk tertentu, maka kadangkala kita tertarik untuk membeli produk tersebut, apalagi iklan tersebut memuat janji mengenai kegunaan dan menfaat produk yang sesuai dengan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
119
kebutuhan kita. Oleh karena itu janji iklan
merupakan daya tarik yang kuat
sehingga diperhatikan oleh konsumen dan hasilnya adalah produk yang ditawarkan itu akan dibeli oleh konsumen.
Dalam UUPK terdapat larangan-larangan yang ditujukan kepada pelaku usaha periklanan dengan tujuan untuk membatasi setiap kegiatan periklanan sebagaimana diatur dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal
13, yang
berhubungan dengan berbagai macam larangan dalam melakukan penawaran, promosi maupun mengiklankan barang dan/atau jasa, serta ketentuan Pasal 17 UUPK yang khusus diperuntukkan bagi perusahaan periklanan. Seperti yang diketahui bahwa Perusahaan pemasang iklan yang melakukan kecurangan dapat dimintakan pertanggungjawaban. Tanggung jawab dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi : “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut”. Dalam hal ini berarti Undang-Undang menginginkan agar setiap pelaku usaha periklanan untuk bertanggung jawab atas iklan yang dibuatnya sehingga tidak “asal buat” saja. Berkenaan dengan tanggung jawab dalam Pasal 20 UUPK pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap larangan-larangan
tersebut dapat
dikenakan sanksi, konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi perdata berdasarkan perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata). Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan melawan Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
120
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”. Dalam kegiatan periklanan yang mengajukan
memiliki kontrak maka dapat
gugatan wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243,
1320 dan 1338 KUH Perdata. Selain itu, masih terdapat beberapa Pasal lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menanggulangi masalah iklan, diantaranya Pasal 1233, 1234, 1321, 1328, 1367, 1372-1380, 1473, 1474, 1491, 1501, 1504, 1601, 1602, dan Pasal 1603 KUH Perdata. Buku ke III (tiga) KUH Perdata
mengenai
Perikatan,
sebagai
dasar
tuntutan
untuk
meminta
pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan Pelaku usaha yang melakukan kecurangan dalam periklanan ini juga dapat dituntut secara perdata. Penyesatan dalam periklanan ini dikategorikan sebagai persaingan curang, sebagaimana diatur dalam Pasal 382 bis KUHP Tetapi apabila dikaitkan dampak dari perbuatan tersebut terhadap konsumen, maka perbuatan pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dapat ditempatkan sebagai penipuan dalam jual beli, sebagaimana dimuat ketentuannya di dalam Pasal 378 KUHP. Unsur perbuatan penipuan dalam bentuk penyesatan informasi melalui iklan dapat terjadi dengan memberikan perkataan-perkataan bohong mengenai kondisi, jaminan dan lain-lain hal dari produk yang diiklankan, dengan maksud untuk membujuk konsumen agar memilih dan membeli produk pelaku usaha tersebut. Dalam Pasal 386 ayat (1) KUHP Unsur pidana lain yaitu dalam bentuk perbuatan “menawarkan”, perbuatan ini juga dapat dipergunakan untuk menjerat pelaku usaha yang memberikan informasi iklan menyesatkan. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
121
E. Pertanggungjawaban Perusahaan Pemasang Iklan Terhadap Kerugian Konsumen. Peranan pengiklan
adalah yang paling menonjol dalam kegiatan
periklanan dibanding dengan pelaku periklanan lainnya, dimana pengiklan mempunyai
keinginan
untuk
menjadikan
iklan
sebagai
media
untuk
memperkenalkan produknya kepada konsumen. Di samping itu, pengiklan juga merupakan sumber utama informasi yang terdapat pada pesan-pesan iklan, sehingga pesan-pesan iklan yang dihasilkan pihak perusahaan periklanan selalu harus merujuk kepada dan dengan persetujuan pengiklan yang membayar biaya dan imbalan dalam membuat iklan tersebut. Iklan dapat diselenggarakan oleh orang, perorangan, badan hukum, yayasan, perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk mempromosikan/memperkenalkan sesuatu dengan maksud agar orang, badan hukum, yayasan, perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan lain tertarik untuk membeli, bergabung atau memberi masukan padanya. Periklanan pada dasarnya bertujuan untuk mendorong terjadinya penjualan produk-produk barang dan jasa dalam masyarakat dan terkait pula misi periklanan/misi yang akan disampaikan sehingga pengiklan dimungkinkan untuk
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
122
bisa memberi batasan, arah maupun kreatifitas sehingga pengiklan mempunyai kewajiban antara lain : 78 “1. Sebagai pengembangan misi yaitu memberikan arah, batasan dan masukan, 2. Sebagai penanggung jawab yaitu penanggung jawab terhadap etika dan moral periklanan, 3. Sebagai pencetus gagasan yaitu dapat memberikan kreatifitas yang mengandung unsur informasi, 4. Menjadi anggota organisasi perusahaan yang disahkan pemerintah, 5. Kewajiban membantu program pemerintah, 6. Kewajiban untuk mentaati peraturan perundang-undangan, 7. Kewajiban untuk mentaati norma-norma yang lain yang berkaitan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, adat, susila, agama dan lain-lain.”
Berdasarkan
hal-hal
tersebut
diatas
pengiklan,
yang
merupakan
pemrakarsa dan pemakai jasa iklan, harus bertanggung jawab atas semua kegiatan dan/atau periklanan yang diselenggarakannya. Iklan tersebut harus benar dan bertanggung jawab. Produsen pengiklan mempunyai tanggung jawab yaitu apabila sebuah iklan yang ditayangkan atas permintaan produsen baik itu bentuknya maupun yang menyangkut tentang isinya, sehingga biro iklan dan media yang mengiklankannya hanya bersifat pasif dalam arti mereka hanya membuat secara utuh sesuai dengan permintaan produsen. Apabila informasi berasal dari pengiklan sebagai penghasil produk, maka tanggung jawab akan dibebankan kepada pengiklan atas penyesatan informasi iklan tersebut.
78
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Op.,cit, hal. 27
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
123
Dalam UUPK dijelaskan dalam Pasal 20 bahwa pelaku usaha periklanan harus bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan dengan adanya iklan tersebut. Dimana tentunya Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab dengan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. selain meminta ganti kerugian dari segi keperdataan, pidana ataupun administratif UUPK juga mengatur mengenai ganti kerugian yang dapat dilihat dalam Pasal 19 UUPK. Dalam hal ganti kerugian UUPK mengenal beberapa bentuk ganti rugi yang dapat digugat oleh konsumen dan yang dapat dibayarkan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu : “a. b. c. d.
Pengembalian uang, atau Pengembalian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Perawatan kesehatan dan/atau Pemberian santunan”.
Contoh kasus yang pernah terjadi di BPSK Kota Medan adalah kasus antara Hendry Gunawan v. International Languange Programs (ILP). 79 Kasus ini berkenaan dengan brosur penawaran layanan jasa pendidikan kursus Bahasa Inggris
oleh
pelaku
usaha.
Dimana
dalam
brosurnya
pelaku
usaha
menginformasikan akan dibukanya kelas baru kursus Bahasa Inggris yang dijadwalkan pada hari Senin-Rabu. Tertarik dengan informasi brosur tersebut, konsumen menghubungi pelaku usaha dan diterima oleh salah seorang karyawati pelaku usaha. Dalam penjelasannya karyawati tersebut membenarkan informasi
79
Dedi Harianto, Op.,cit, hal 146.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
124
dalam brosur tersebut, serta mempersilahkan konsumen untuk mengikuti ujian penempatan (placement test) guna mengetahui kemampuan konsumen dengan membayar uang pendaftaran Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Dari hasil ujian penempatan tersebut konsumen dinyatakan tidak mendapatkan nilai/angka yang sesuai menurut ketentuan pelaku usaha, sehingga konsumen akan ditempatkan pada hari Selasa-Kamis atau konsumen diberi waktu untuk menunggu sampai bulan Juli 2005 yang akan datang. Sebagai tambahan, ketentuan mengenai hasil ujian penempatan dipergunakan untuk menentukan jadwal kursus tidak pernah diberitahukan kepada konsumen. Mendengar penjelasan pelaku usaha tersebut konsumen membatalkan niatnya untuk mengikuti kursus serta meminta uang pendaftaran yang telah dibayarkan sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Dikembalikan kepada konsumen. Permintaan pengembalian uang pendaftaran ditolak oleh pelaku usaha dengan alasan uang tersebut telah dipergunakan untuk biaya ujian/tes konsumen. Berdasarkan uraian tersebut akhirnya konsumen mengajukan tuntutan kepada pelaku usaha melalui BPSK Kota Medan, yang pada intinya memohon agar pelaku usaha mengembalikan uang sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) kepada konsumen, memohon agar pelaku usaha membayar ganti rugi sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah), dan menghukum pelaku usaha membayar ganti rugi moril sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Dalam putusannya Majelis BPSK mengabulkan sebagian gugatan konsumen, dengan menyatakan pelaku usaha telah bersalah memberikan informasi yang tidak benar, jelas dan jujur terhadap konsumen perihal gagalnya Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
125
konsumen mengikuti kursusu Bahasa Inggris di tempat pelaku usaha, menghukum pelaku usaha untuk mengembalikan uang pendaftaran sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), memohon agar pelaku usaha membayar ganti rugi sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), menghukum pelaku usaha membayar denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) setiap harinya, apabila pelaku usaha tidak mau atau lalai dalam melaksanakan keputusan BPSK, menolak gugatan ganti rugi moril sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) yang diajukan konsumen, serta menghukum pelaku usaha untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Gugatan ganti rugi secara perdata tersebut tidak menutup lemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan dari pelaku usaha. Ganti rugi yang dapat digugat oleh konsumen maupun yang dapat dikabulkan oleh majelis BPSK adalah ganti rugi yang nyata/riil yang dialami oleh konsumen. Gugatan ganti rugi bersifat hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik dan sebagainya yang dialami oleh konsumen. Oleh sebab itu majelis BPSK dilarang mengabulkan gugatan immateriil yang diajukan oleh konsumen.
F. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ganti Rugi Akibat Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Perusahaan Pemasang Iklan. Proses penyelesaian sengketa ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan pemasang iklan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
126
1.
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Negeri. Pengadilan merupakan lembaga formal umum yang biasanya dipakai
masyarakat untuk menyelesaikan masalah umum yang dihadapinya, termasuk juga masalah penyelesaian sengketa konsumen. Penyelesaian melalui pengadilan rupanya tidak efektif mengingat jumlah nominal yang diajukan kecil dan biaya proses beracara yang sangat mahal, oleh karena itu tidak semua masalah sengketa konsumen layak di bawa ke pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan negeri ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : a.
Gugatan Class Action Konsumen Periklanan. Gugatan kelompok (class action) merupakan gugatan perdata biasa yang
diajukan oleh satu orang atau lebih atas mana sejumlah orang lain yang mempunyai tuntutan yang sama terhadap tergugat. Gugatan class action ini mengenal adanya wakil kelompok dan orang yang menjadi wakil tersebut mewakili kepentingan hukum mereka sendiri serta mewakili anggota kelas yang lain. Dengan perkataan lain, wakil kelas maupun anggota kelas, keduanya adalah pihak korban atau pihak yang mengalami kerugian. 80 Pengertian gugatan perwakilan kelompok ini lebih lanjut dijelaskan dalam Perma No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Perma ini menjelaskan pengertian gugatan Perwakilan Kelompok adalah : “ suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak,
80
Dedi Harianto, Op.,cit, hal 147.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
127
yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yamg dimaksud.”
Pada pokoknya gugatan kelompok ini disediakan bagi perkara/perkaraperkara yang peristiwanya merupakan peristiwa yang terjadi terhadap sekelompok orang, sedangkan kelompok tersebut dalam jumlah yang besar, sehingga tidak praktis apabila diajukan satu persatu. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat biaya perngadilan. Jadi, pada dasarnya gugatan kelompok dilakukan oleh perwakilan konsumen, berupa perwakilan individual, sekelompok orang atau diwakili oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Ada beberapa contoh gugatan kelompok yang diajukan oleh konsumen, periklanan di pengadilan, diantaranya gugatan Drs. Janizar DKK V. Pt. Kentanik Super Internasional.
81
Nagorong
telah
Indah
Dalam kasus ini para sama-sama
telah
pemilik
rumah di Perumahan
dirugikan
akibat
gugatan
Tergugat /Termohon kasasi yang telah mengiklankan fasilitas pemancingan dan rekreasi di kawasan Perumahan yang telah dikelola Tergugat/Termohon kasasi. Namun setelah para Tergugat/Pemohon Kasasi membeli rumah-rumah dikawasan perumahan Narogong Indah tersebut, fasilitas kolam pancing dan rekreasi seperti yang telah dijanjikan Tergugat/Termohon Kasasi dalam brosurbrosue perumahannya.
81
Drs. Janizar dkk v. PT. Kentanik Super Internasional, Putusan M.A. No. 3138/K/ Pdt/1994., perkara yang sama pernah diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 237/Pdt. G/1992/PN. Jkt. Tim. Tanggal 6 April 1993 dan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 496/Pdt/1993/PT.DKI Tanggal 7 Februari 1994. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
128
Untuk memastikan bahwa masing-masing konsumen yang mengajukan gugatan kelompok adalah konsumen yang benar-benar dirugikan akibat perbuatan pelaku usaha, pengadilan akan menilainya berdasarkan bukti-bukti hukum yang diajukan para konsumen sebagai anggota kelompok, misalnya dengan bukti transaksi. Sesuai dengan pasal 46 ayat (1) huruf b. UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu “gugatan atas pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama”. Lebih lanjut dalam penjelasannya dikatakan bahwa “gugatan kelompok atau class action harus dilakukan oleh konsumen
yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan
secara hukum, salah satu diantaranya adalah dengan adanya bukti transaksi”. Dalam kasus Drs. Janizar dkk v. PT. Kentanik Super Internasional, pengadilan menilai adanya kepentingan masing-masing konsumen yang menjadi anggota gugatan kelompok berdasarkan perjanjian akad kredit yang dibuat antara konsumen dengan pihak developer.
b. Gugatan Legal Standing konsumen periklanan. Proses beracara dengan menggunakan Gugatan Legal Standing yang dimiliki oleh suatu lembaga tertentu dimungkinkan dalam UUPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c. UUPK : “Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya”. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
129
Hak yang dimiliki lembaga demikian dikenal dengan hak gugat organisasi non pemerintah (Ornop)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kemungkinan untuk menggunakan Ornop/LSM dalam rangka penyelesaian sengketa konsumen ini, hanya diberikan kepada LSM yang bergerak dalam rangka perlindungan konsumen atau dalam UUPK dikenal sebagai lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). Pasal 1 angka 9 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yang dimaksud dengan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah “Lembaga non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen”. Tanpa pendaftaran dan pengakuan dari pemerintah tersebut, LPKSM tidak dapat menyandang haknya sebagai para pihak dalam proses beracara dengan mekanisme gugatan Ornop/LPKSM di pengadilan. Menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, terdapat 2 (dua) syarat untuk mendapat pengakuan sebagai LPKSM, yaitu : “(1). Terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota; (2). Bergerak dalam bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar LPKSM”.
Dalam pengajuan gugatan Ornop/LSM perlu diperhatikan bahwa LPKSM yang menjadi wakil konsumen harus tidak berstatus sebagai korban dalam perkara yang diajukan. Inilah perbedaan gugatan kelompok dengan gugatan Ornop/LSM.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
130
Sebagai contoh, dalam gugatan iklan rokok yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Menanggulangi Masalah Rokok, Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, Yayasan Kanker Indonesia v. PT. Djarum Kudus, Tbk., PT. HM. Sampoerna, Tbk., PT. Perada Swara Production, PT. Citra Lintas Indonesia, PT. Metro Perdana Indonesia Advertising, PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), PT. Surya Citra Televisi (SCTV), PT. Jurnalindo Aksara Grafika, PT. Era Media Informasi, 82 hakim telah memberikan pengakuan terhadap hak para penggugat dalam mengajukan gugatan Ornop/LSM walaupun belum terdaftar. Disamping itu, LPKSM menjadi wakil konsumen harus berstatus tidak sebagai korban dalam perkara yang diajukan. Seperti halnya LPKSM dalam gugatan iklan rokok ini, tidak pernah menganjurkan kepada konsumen untuk merokok dan mendukung gerakan anti merokok untuk membiasakan pola hidup sehat. Contoh lain adalah kasus gugatan konsumen perumahan terhadap brosur iklan Perumahan Kota Legenda, Bekasi, Jawa Barat antara Ny. Dewi Widjajanti v. PT. Putra Alvita Pratama. 83 Berawal dari Ny. Dewi yang ingin membeli rumah berikut tanah di Kota Legenda Bekasi, Jawa Barat, tetapi karena brosur iklan yang dibuat menimbulkan kesalahan penafsiran maka Ny. Dewi merasa dirugikan. yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah adanya kalimat yang tercantum dalam brosur iklan tersebut yakni, “ Untuk pembelian Kafling (tanah), pengurusan
82
Dedi harianto 151 83
Ny. Dewi Widjajanti v. PT. Putra Alvita Pratama, Putusan M.A. No.2125/K/Pdt/1999., perkara yang sama pernah diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.103/Pdt.G/1997/PN.Jak.Sel. Tanggal 2 oKtober 1997 dan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 132 PDT/1998/PT.DKI. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
131
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi tanggung jawab konsumen”. Kerancuan dalam kalimat inilah yang menjadi dasar Ny. Dewi untuk menggugat karena tidak jelas apakah KPR tersebut menjadi tanggung jawab Pembeli atau Pihak Developer karena terbukti PT. Putra Alvita Pratama melakukan kelalaian dalam Surat Perjanjian Jual Beli. Dalam surat tersebut syarat utama untuk mendapatkan KPR dari lembaga perbankan pada umumnya dan di dalam brosurpun tidak ada salah satu isi atau keterangan yang mewajibkan bagi Ny. Dewi sebagai pembeli rumah dan tanahnya untuk mendapatkan sendiri bank selaku penanggung KPR bagi pembelian rumah tersebut. Ny. Dewi mengajukan gugatan untuk meminta pertanggungjawaban dan ganti rugi dari PT. Putra Alvita Pratama. Setelah kasus ini brosur yang dinyatakan salah cetak oleh pihak PT. Putra Alvita Pratama tidak pernah diedarkan lagi.
c.
Pengajuan Keberatan Terhadap Sengketa Konsumen (BPSK).
Keputusan
Badan
Penyelesaian
BPSK tugasnya adalah sebagai media penyelesaian sengketa konsumen. BPSK ini akan melahirkan putusan yang dibatasi hanya pada 3 (tiga) alternatif, yaitu : “1). Putusan perdamaian; 2). Gugatan ditolak, atau; 3). Gugatan dikabulkan”.
Jika gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, yang dapat berupa :
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
132
1). Ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa memanfaatkan jasa yang dapat berupa : a. Pengembalian uang; b. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; atau c. Penawaran kesehatan dan/atau pemberian santunan. 2). Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi maksimal RP. 200.000.000,(dua ratus juta rupiah).
Pada dasarnya putusan yang dijatuhkan Majelis BPSK bersifat final dan mengikat, artinya tidak terdapat upaya hukum bagi para pihak untuk mengajukan banding maupun kasasi terhadap putusan Majelis BPSK tersebut. Sampai disini dapat dikatakan ketentuan ini telah memenuhi ciri Undang-Undang Arbitrase modern yang dapat membawa putusan arbitrase menjadi efektif. Undang-undang Arbitrase modern mengesampingkan campur tangan yang terlalu puas dari peadilan umum. Tetapi ternyata sifat final dan mengikat putusan BPSK masih harus dipertanyakan kembali karena dalam ketentuan Pasal 56 ayat (2) UUPK membuka peluang bagi para pihak untuk mengajukan keberatan terhadap keputusan BPSK ke Pengadilan Negeri, serta masih dibuka lagi kesempatan untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Terhadap pengajuan keberatan tersebut, Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan. Selanjutnya dalm hal diajukannya kasasi ke
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
133
Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi. Dari ketentuan ini terlihat bahwa pembentkan Undang-Undang bersikap tidak konsisten dalam perumusannya, serta membuka adanya campur tangan yang sedemikian besar dari lembaga peradilan umum terhadap penyelesaian sengketa melalui BPSK. Adapun alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK adalah apabila memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu : 84 “a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. Setelah diputuskan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau; c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa”.
Perlu pula dipahami bahwa sistem di hukum di Indonesia hanya mengenal Perlawanan, Banding dan Kasasi sebagai upaya hukum biasa dan Peninjauan Kembali serta Perlawanan Pihak Ketiga sebagai upaya hukum luar biasa, sedangkan keberatan seperti dimaksudkan dalam Pasal 56 ayat (2) UndangUndang Perlindungan Konsumen tidak dikenal sebagai salah satu upaya hukum dalam sistem hukum Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Oleh
84
Pasal 6 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
134
karena itu harus disepakati bahwa keberatan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak dilihat sebagai suatu upaya hukum namun harus dilihat sebagai suatu upaya yang diberikan oleh Undang-Undang bagi pelaku usaha dan konsumen yang tidak menerima keputusan BPSK. Berkenaan dengan adanya peluang untuk mengajukan keberatan atas putusan BPSK kepada Pengadilan, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo melihatnya
sebagai suatu upaya yang memiliki hakekat yang sama dengan upaya banding terhadap putusan BPSK. Oleh karena itu,
BPSK dengan sendirinya ditempatkan
seolah-olah sebagai Instansi Tingkat Pertama sedangkan Pengadilan Negeri merupakan Instansi Tingkat Banding. Hal lain yang memudahkan penganalogian ini
lebih
disebabkan BPSK dalam
menyelesaikan
sengketa konsumen
menggunakan hukum acara yang kurang lebih sama dengan hukum acara yang berlaku di peradilan umum. Disamping itu keberatan yang diajukan ke Pengadilan masuk ke dalam ranah hukum acara perdata dengan sendirinya berlakulah ketentuan-ketentuan Hukum Acara Perdata. Apabila ruang lingkup pemeriksaan di Pengadilan Negeri sebagai istansi tingkat banding dari BPSK dibandingkan dengan ruang lingkup pemeriksaan di Pengadilan Tinggi sebagai instansi banding Pengadilan Tinggi, maka ditafsirkan ruang lingkup pemeriksaan di Pangadilan Negeri adalah sama dengan ruang lingkup pemeriksaan di Pengadilan Tinggi yaitu memeriksa semua surat-surat atau berkasnya saja, jrang sekali terjadi Penggugat atau Tergugat diperiksa lagi di Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
135
Pengadilan Tinggi. Adapun materi pemeriksaan oleh Pengadilan ingkat banding adalah sebagai berikut : “1). Apakah pemeriksaan perkara tersebut telah dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Undang-undang dengan cukup teliti. Dalam hal pemeriksaan tersebut belum dilakukan secara teliti menurut cara yang ditentukan oleh Undang-Undang maka Pengadilan Tinggi akan mengembalikan berkas ke Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk dilengkapi atau Pengadilan Tinggi akan melakukan pemeriksaan tambahan sendiri. 2). Apakah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim pertama sudah tepat dan benar. Jika putusan dianggap dengan tepat maka putusan Pengadilan Negeri akan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi; 3). Apakah putusan itu adalah salah sama sekali atau kurang tepat. Jika putusan dianggap salah maka Pengadilan Tinggi akan mengadili sendiri dan memberi putusan yang berbeda dengan Pengadilan Negeri atau jika putusan Pengadilan Negeri kurang tepat maka Pengadilan Tinggi akan memperbaiki putusan tersebut”.
Jika ketentuan ini kita analogikan sebagai materi keberatan maka pemeriksaan keberatan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri terhadap putusan arbitrase BPSK meliput i : “1). Apakah pemeriksaan perkara oleh BPSK tersebut telah dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Undang-Undang dengan cukup teliti. Dalam hal pemeriksaan tersebut belum dilakukan secara teliti menurut cara yang ditentukan oleh Undang-Undang maka Pengadilan Negeri akan melakukan pemeriksaan tambahan sendiri dan tidak dikembalikan ke BPSK, hal ini disebabkan pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri telah mengakhiri wewenang BPSK sebagai lembaga arbitrase untuk memeriksa sengketa konsumen; 2). Apakah keputusan yang dijatuhkan oleh majelis arbitrase BPSK sudah tepat dan benar. Jika putusan dianggap sudah tepat maka Putusan Majelis Arbitrase BPSK akan dikuatkan oleh Pengadilan Negeri. 3). Apakah putusan majelis arbitrase BPSK itu adalah salah sama sekali atau kurang tepat. Jika putusan dinggap salah maka Pengadilan Negeri akan mengadili sendiri dan memberi putusan yang berbeda dengan majelis arbitrase BPSK atau jika putusan BPSK atau jika putusan majelis arbitrase BPSK kurang tepat maka Pengadilan Negeri kan memperbaiki putusan tersebut”.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
136
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa Pengadilan Negeri dalam memeriksa keberatan atas putusan BPSK tidak melakukan pemeriksaan ulang terhadap keseluruhan perkara, pemeriksaan hanya bertumpu pada dasar putusan BPSK dan terhadap berkas-berkas perkara saja, kecuali majelis hakim memandang
perlu
untuk
mengadili
sendiri
sengketa
konsumen
yang
bersangkutan.
2.
Penyelesaian Konsumen.
Sengketa
Melalui
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) adalah badan yang memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan. 85 Badan ini dibentuk sebagai alternatif bagi konsumen yang membutuhkan media penyelesaian sengketa secara cepat, mudah dan murah. Cepat, ditentukan dari 21 (dua puluh satu) hari kerja yang wajib menghasilkan sebuah putusan. Mudah, terletak pada prosedur administrasi dan proses pengambilan putusan yanga sangat sederhana. Murah, terletak pada biaya perkara yang terjangkau, serta dapat memberikan keputusan yang menang-menang (win-win solution). Sesuai dlam amanat UUPK,
BPSK akan di bentuk disetiap Daerah
Tingkat II. Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 90 Tahun 2001 tentang Pembentukkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
137
Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makasar, dibentuk BPSK di sekitar 10 (sepuluh) kota yaitu : Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makasar. Selanjutnya dalam Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Kupang, Kota Samarinda, Kota Sukabumi,Kota Bogor, Kota Kediri, Kota Mataram, Kota Palangkaraya dan pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Belitung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Serang, Kabupaten Ogan Komering dan Kabupaten Jeneponto. Terakhir, pada 21 Juli 2005 di tetapkan Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2005 yang membentuk BPSK di Kota Padang, Kebupaten Indramayu, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tangerang. Namun, pada saat ini hanya ada delapan BPSK yang telah beroperasi dan menjalankan tugasnya, yaitu BPSK di Kota Medan, Kota Palembang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makasar. Kasus yang sudah didaftarkan ke BPSK dapat dicabut dengan alasan akan diselesaikan secara pribadi. Hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan UUPK, karena menurut penjelasan Pasal 45 Ayat (2) UUPK “dimungkinkan pada setiap tahap penyelesaian sengketa diusahakan untuk digunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa, tanpa melalui pengadilan atau BPSK”. Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam ayat ini tidak
85
Shidarta “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, (Jakarta : PT Gramedia Widia
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
138
menutup kemungkinan penyelesaikan damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk mengusahakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui Pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Tetapi sebaiknya upaya-upaya penyelesaian sengketa secara damai hendaknya terlebih dahulu diselesaikan sebelum kasus itu diadukan ke Pengadilan atau BPSK, dan apabila tidak ditemukan jalan damai barulah kasus tersebut diselesaikan melalui Pengadilan atau BPSK.
Sarana Indonesia,2006) hal.138. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
139
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikana pada bab-bab terdahulu maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :
1.
Peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen ternyata belum cukup memberikan perlindungan terhadap konsumen dari penayangan iklan menyesatkan, oleh karena itu kegiatan periklanan harus diatur dengan pembuatan peraturan setingkat dengan Undang-Undang yang secara khusus mengatur kegiatan periklanan. Saat ini , peraturan kegiatan periklanan dilaksanakan melalui berbagai ketentuan yang bersifat umum, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), seperti Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1999 serta berbagai peraturan administratif baik di pusat maupun di daerah terutama di bidang kesehatan. Dengan adanya (self
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
140
regulation) dalam bentuk Kode Etik Periklanan (Etika Pariwara Indonesia) dan ketentuan kode etik lainnya maka selayaknya persahaan pelaku usaha periklanan bertanggung jawab terhadap adanya iklan yang menyesatkan, yang telah membohongi masyarakat pada umumnya. Sebagai standar ukuran untuk menentukan terdapatnya informasi iklan menyesatkan dapat ditentukan berdasarkan standar ukuran yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah, beberapa
peraturan
administratif
dari
Menteri
Kesehatan,
Menteri
Komunikasi dan Informasi serta Kode Etik Periklanan Indonesia. Beberapa bentuk penyesatan informasi, antara lain : dengan memuat informasi iklan yang dapat menimbulkan presepsi yang salah kepada konsumen (misleading), mendeskripsikan secara keliru maupun tidak tepat (deceptive) mengenai barang dan/atau jasa, memberi gambaran secara tidak lengkap (ommision) mengenai informasi barang dan/atau jasa, serta memberikan informasi secara berlebihan (puffery) mengenai kemampuan barang dan/atau jasa. 2.
Penanggung jawab utama terhadap kebenaran informasi yang terdapat dalam iklam merupakan tanggung jawab pengiklan sebagai pihak penghasil barang dan/atau jasa, sedangkan menyangkut aspek kreatifitas iklan (aspek persuasi) merupakan tanggung jawab perusahaan pengiklan dan media iklan. Terdapat 2 (dua) kemungkinan upaya untuk meminta pertanggungjawaban perdata pelaku usaha periklanan, yaitu melalui gugatan wanprestasi berdasarkan adanya hubungan kontraktual berkaitan dengan terdapatnya kecacatan dalam perjanjian para pihak yang sanksinya hanya berupa pembatalan perjanjian
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
141
yang mengandung kecacatan tersebut, dan gugatan perbuatan melawan hukum
dengan menerapkan prinsip tanggung jawab produk (produk
liability), maupun tanggung jawab profesional (profesional liability). Pertanggungjaawaban
pidana,
pengenaan
pasal-pasal
dalam
KUHP
diharapkan pada kendala bahwa unsur-unsur dalam pasal-pasal KUHP tersebut tidak sesuai atau tidak dapat dipergunakan untuk menentukan terdapatnya perbuatan penyesatan dalam suatu iklan. 3.
Untuk dapat mengajukan ganti rugi kerugian kepada perusahaan pemasang iklan/ pengiklan, kita harus memperhatikan apakah perbuatan perusahaan pemasang iklan/ pengiklan itu memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang juga menjadi syarat utama untuk mengajukan ganti rugi tersebut. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata itu adalah sebagai berikut : adanya suatu perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan dari pihak pelaku, adanya kerugian bagi korban, adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Jadi apabila perbuatan melawan hukum perusahaan pemasang iklan/ pengiklan yang bersangkutan memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum ini, maka perusahaan pemasang iklan/ pengiklan tersebut harus mengganti kerugian yang diderita konsumen. Untuk menyatakan bahwa seseorang atau suatu badan hukum dapat dipersalahkan berdasarkan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata, maka dalam hal ini kita harus melihat apakah perbuatan
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
142
seseorang atau badan hukum tersebut dapat memenuhi salah satu dari 4 (empat) pengertian secara luas dari perbuatan melawan hukum, yaitu : perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain, perbuatan yang bertentangan
dengan kewajiban
hukumnya
sendiri,
perbuatan
yang
bertentangan dengan kesusilaan, perbuatan yang bertentangan dengan kehatihatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik. 4.
Para pihak yang bersengketa dapat berunding atau bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah secara damai. Apabila jalur damai yang telah diusahakan tidak memberikan hasil maka para pihak tersebut dapat memilih jalur Pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Setiap gugatan yang melalui jalur hukum harus dilakukan berdasarkan prosedur yang berlaku dalam Hukum Acara di Pengadilan Negeri. Gugatan dapat diajukan menurut hukuim pidana atau hukum perdata, tergantunh sejauh mana kepentingan konsumen dirugikan. apabila konsumen tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri, maka dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pihak yang kurang puas
mempunyai hak untuk mengajukan
banding terhadap kasusnya ke Pengadilan Tinggi dan apabila putusan Pengadilan Tinggi juga tidak memuaskan, maka konsumen dapat mengajukan kasusnya pada tingkat kasasi yaitu Mahkamah Agung.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
143
B. SARAN 1.
Konsumen bersikap kritis yang nantinya akan menjadi suatu modal yang penting bagi konsumen agar dapat terhindar dan terlindungi dari kerugian dan ketidakpuasan sebagai akibat dari iklan yang tidak bertanggung jawab dan dapat menimbulkan salah tafsir. Konsumen dianjurkan untuk tidak menerima begitu saj setiap informasi dari iklan yang ada sebagai rasa tanggung jawab dan komitmen untuk memberikan perlindungan terhadap diri konsumen itu sendiri.
2.
Seiring dengan perkembangan jaman dan prakterk baru dalam dunia periklanan maka
perlu dilakukan penyempunaan standar ukuran iklan
menyesatkan yang tujuannya agar mengurangi dampak negatif informasi iklan yang dapat menyesatkan konsumen. 3.
Semua pihak yang terkait dalam periklanan diharapkan mengambil sikap bijaksana agar mendukung terwujudnya penegakan perlindungan konsumen. Pemerintah sebagai lembaga yang berwenang agar memberikan perhatian yang lebih besar dan dukungan terhadap keberadaan dan aktifitas YLKI dalam geakan perlindungan konsumen di Indonesia. Juga diadakan upaya
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
144
penyelesaian sengketa yang singkat, murah dan mudah sehingga semua lapisan konsumen bisa menuntuk haknya dengan prosedur yang sewajarnya apabila merasa dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Makalah, Jurnal Ilmiah
Arief,
Barda Nawawi, “Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001).
Badan Pembinaan Hukum Nasional, “Laporan Tim Pengkajian Hukum Tentang Aspek Hukum Dan Etika Bisnis Periklanan Di Indonesia”, Disusun Oleh Tim Kerja dibawah pimpinan A.Z.Nasution, (Jakarta : Departemen Kehakiman Republik Indonesia,1993/1994). ______________, “Laporan Akhir Tim Analisis Dan Evaluasi Hukum Tentang Tanggung Jawab Pemasangan Iklan”, Disusun Oleh Tim Kerja dibawah pimpinan Muhammad Budyatna, (Jakarta : Departemen Kehakiman Republik Indonesia,1997/1998). Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni,1983. Djajakusumah, Tams, Periklanan,(Bandung : Amrico,1982). Farianti, Nella, “ Aspek Hukum Perjanjian Keagenan Pengurusan Iklan Billboard Antara Biro Jasa Dengan Pemasang Iklan, Skripsi (Medan : Fakultas Hukum Sumatera Utara, 2001). Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Cetakan Pertama (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002).
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
145
Hariyanto, Dedi , Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Periklanan yang Menyesatkan, Disertasi (Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007 ). Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994). Handler, Milton, Business Tort, Case and Materials, (New York : Foundation Press, 1972). Jefkins,
Frank , Periklanan (advertising), diterjemahkan Munandar, edisi Ketiga, (Jakarta:Grafindo,1997).
oleh
Haris
Juni, Sabaruddin, “Aspek Hukum Perdata Pada Perindungan Konsumen”. Kasali, Rhenald, Manajemen Periklanan dan Aplikasinya di Indonesia, Cetakan ketiga Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1993). Loqman, Lobby , “Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Konsumen Dalam Periklanan di Indonesia”, Makalah yang disampaikan Simposium Nasional tentang “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Periklanan”, pada Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara, Jakarta, 31 Januari 1994. Miru, Ahmadi, dan Yodo, Sutarman, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004). Nasution, Az., “Konsumen dan Hukum”, Cetakan I, Jakarta : Paustaka Sinar Harapan, 1995. Prodjodikoro, Wirjono, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Sumur,1990). Rajaguk-guk, Erman, “Pentingnya Perlindungan Komsumen Dalam Era Perdagangan Bebas”,dalam Husni Syawali, Neni Sri Imanyani (Pen), “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Bandung : PT Mandar Maju, 2000). Shofie, Yusuf, “Sistem Tanggung Jawab Dalam Periklanan”, Hukum dan Pembangunan, No.2 Tahun XXVI, April 1996. Shidarta “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, (Jakarta : PT Gramedia Widia Sarana Indonesia,2006). Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,2002). Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
146
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa,1989). Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan 28, (Jakarta:Pradnya Paramitha,2001) hal.346 Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : POLITEIA, 1989. Trijono, Rachmat, “Perlindungan Konsumen Terhadap Iklan Menyesatkan”, Jurnal Hukum (Juistheid), ( Universitas Djuanda: vol. I no. 2, 2003). Wahyuni, Handayani, Sri , Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003). Widjaja, Gunawan, dan Yani, Ahmad, “Hukum Tentang Perlindungan Konsumen”, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003).
B. Majalah, Harian, Situs Internet
As’ad, Rasyid, Abd., Peranan Iklan Pengaruhi Konsumen, (Bisnis Indonesia, 1992). Atma Nan Jaya,”Etika dan Periklanan. Sebuah Topik Etika Bisnis”, Majalah IlmiahUniversitas Katolik Indonesia, Atmajaya, Tahun VI No. 2, (Agustus 1993). Dasustra, Lamtasim, “Iklan Sumber Informasi Yang Benaratau Menyesatkan”, Koran Tempo tanggal 31 Agustus 2004. Herawastuti, Shanti , “Iklan Nuticia Menyesatkan”, Tabloid Wanita Indonesia, tanggal 14 Mei 2007. Smith, Russell G., Deceptive and Misleading On-Line Advertising and Business Practices” www.aic.gov.au/conference/other/smith-russell/200-10crf.pdf www.google.com www.kompas.com www.seputariklan.blogspot.com Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
147
C. Peraturan Perundang-Undangan.
Keputusan Presiden (Kepres) No. 90 Tahun 2004 tentang Pembentukan Badan penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Makasar. Keputusan Presiden No.108 Tahun 2004 tentang Pembentukan Badan penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Kupang, Kota Samarinda, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kota Kediri, Kota Mataram, Kota Palangkaraya, danpada Kabupaten Kupang, Kabupaten Belitung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Serang, Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Kabupaten Jeneponto. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1994 tentang Film.
Lembaga Sensor
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Etika Pariwara Indonesia, (Jakarta:2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
D. Putusan Pengadilan Indonesia/ Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Hendry
Gunawan v. Internasional Language Programs (ILP), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan, Nomor : 11/Pen/BPSK/MDN/2005.
Rianto T v. Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan, Nomor : 03/Pen/BPSK/1/2004.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009
148
Ny. Dewi Widjajanti v. PT. Putra Alvita Pratama, Putusan M.A. No.2125/K/Pdt/1999., perkara yang sama pernah diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.103/Pdt.G/1997/PN.Jak.Sel. Tanggal 2 oKtober 1997 dan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 132 PDT/1998/PT.DKI. Drs. Janizar dkk v. PT. Kentanik Super Internasional, Putusan M.A. No. 3138/K/ Pdt/1994., perkara yang sama pernah diperiksa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 237/Pdt. G/1992/PN. Jkt. Tim. Tanggal 6 April 1993 dan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 496/Pdt/1993/PT.DKI Tanggal 7 Februari 1994. Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (YLM3), Yayasan Jantung Indonesia (YJI), Yayasan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (YWITT), dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) v. PT. Djarum Kudus Tbk., PT. H.M Sampoerna Tbk., PT. Prada Suara Production, PT. Radjawali Citra Televisi Indonesia, PT. Surya Citra Televisi, PT. Jurnalindo Aksara Grafika dan PT. Era Media Informasi, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 278/Pdt.G/2002/P.N. Jak.Sel.
Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009