1
Tuntunan Qiyamul Lail Dan Sholat Tarawih Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi A l-A tsary
Definisi Qiyamul Lail dan Sholat Tarwih Se ca ra umum shola t di malam ha ri se tela h shola t ‘Isya sampai subuh disebut Qiyamul Lail. Di da lam Al-Qur`an Al-Karim, Alla h Subhanahu be rfirman :
! " # $ % & ' ( ) % & * + # , % & - . , “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kura ngilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. A l-Muzzammil : 1-4) Dan shola t di malam ha ri juga disebut shola t Tahajjud. Alla h ‘Azza wa Jalla be rfirman :
(/0 # 1 2$ 1 34 5 ! 67' 1 8 9, & 2 : ; <9 = % “Dan pada sebahagian malam hari berta hajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuha n-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”. (QS. A l-Isra` : 79) Tahajjud se ca ra bahasa ada lah be rmakna membua ng tidur. Be rka ta Imam Ath-Thoba ry : “Tahajjud a dala h begada ng se te lah tidur” kemudian be liau memba wakan bebe ra pa nuk ilan da ri ulama Sa laf tentang hal te rsebut. Adapun shola t Tarawih, de finisinya a dala h Qiyamul Lail se ca ra be rjama’ah di ma lam Ramadha n. Me nurut ke te ra ngan Al-Hafizh Ibnu Ha ja r da n Sya ikh Ibnu ‘Utsa im in, dinamakan Tarawih –yang dia me rupakan ka ta jamak da ri tarwihah yang be rmakna diteba lkan- dika renakan pada a wa l kali pe laksanaa nnya orang-orang mempe rpanjang be rdiri, rukuk dan sujud, apabila tela h selesa i empa t raka ’at de ngan dua ka li sa lam maka me reka be ristiraha t kemudia n shola t empa t raka’a t de ngan dua ka li salam lalu be ristiraha t kemudian shola t tiga raka’a t seba gaimana da lam hadits ‘Aisya h radhiyallahu ‘anha riwa ya t Al-Bukhary da n Muslim :
= L' ? M7 9 N42$ F O . 8 4 A $ J K ' B:C 6 ' D E F 9 % ! G $ F 9 : @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A .Q Q F O . Q = / R % = *7 C = ' ? M7 9 N42$ F O P. Q = / R % = *7 C “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidaklah menambah pada (bulan) Ramadhan dan tidak pula pada selain Ramadhan lebih dari sebelas raka'at. Beliau sholat empat (raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya, kemudian beliau sholat empat (raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya kemudian beliau sholat tiga (raka'at)”. Dan pe rlu dike tahui ba hwa penamaan shola t lail di ma lam Ramadhan de ngan nama Tarawih ada lah penamaan yang suda h lama da n di ke nal dika langan pa ra Ulama tanpa ada yang mengingka ri. Pe rha tika n baga imana Imam Al-Bukhary (Wafa t tahun 256 H) da lam Shohih-nya menulis k itab k husus dengan judul Kitab Sholat At-Tarawih dan demik ian pula Muhammad bin Na shr Al-Ma rwa zy (Wa fa t tahun 294 H) da lam Mukhtashor Qiyamul Lail. Demik ian pula disebut oleh pa ra Ulama lainnya , aba d dem i a bad ta npa a da yang mengingka rinya. Ka rena itu a langka h sedikit pemahaman a gama se bahagian ora ng di zaman ini ya ng mengingka ri pe namaan shola t la il di ma lam Ramadhan de ngan nama sholat Tarawih, dan lebih menak jubkan lagi, a da sebaha gia n orang tanpa rasa malu menganggap ba hwa shola t Tarawih ada lah bid’a h. Nas`alullaha As-Salamata Wal ‘Afiyah. Ba ca : Fathul Bari 3/3, 4/250, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah ka rya Sya ikh Ibnu Baz 11/317-318, Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/12-13 da n Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 14/210.
Fadhilah dan Keutamaan Qiyamul Lail dan Sholat Tarwih Se ca ra umum Qiyamul lail a dala h pe rka ra yang sangat dianjurka n dalam sya ri’at Islam . Be rikut ini bebe rapa da lil se lain da ri bebe rapa a ya t yang tela h dise butkan di a tas : Alla h Ta’ala be rfirman :
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
1
2
! /': Z [ G = ' 2/*[ 69; < ! % 5\ <7 T % 2$ : 0 2 /0 5@ % :; @ % U 2 % OAV V = W *X2 = Y , ! /#- * T * ) $ % 4R % 9/U 2$ “Sesungguhnya orang-orang ya ng be riman terhada p ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan denga n ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo`a kepada Tuhannya de ngan rasa takut dan harap, da n mereka menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajadah : 1516) Dan Allah Jalla Tsana`uhu menje laskan dianta ra sifat hamba -Nya :
% :; @ 2 ! /< 5 = W % “Dan orang-orang yang menghabiskan waktu malamnyai dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (QS. A l-Furqan : 64) Dan Allah be rfirma n :
T $ 0 @ M 2% ! /4; = /,A _ *7 0 1 V 5 /,A , 2$ T " = W U " !] / ' % ^ ] *[ F 9 = # < ! ! % - ` <7 “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepa da mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. A dz-Dzariyat : 15-17) Dan da lam hadits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Muslim , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
J I 8 G - : 4 2 J . G 9 % a 0 > b ! G $ : 4 2 a . G 9 “Seutama-utama puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) Bulan Allah Muharram dan seutama-utama sholat setelah (sholat) fardhu adalah sholat lail.” Dalam hadits ‘Am r bin ‘Abasa h radhiyallahu ‘anhu, Na bi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
= \ 9 8 ' 7 1 F 9h> AW = ! / \ ! g 4 f <@ ! e9 U X d / [ F 9 : 5 4 = c ! / \ c “Sedekat-dekat keberadaan Allah terhadap seorang hamba adalah para pertenga han malam terakhir. Maka kalau engkau mampu termasuk dari orang mengingat Allah pada saat itu maka hendaknya engka u termasuk (darinya)” (HR. At-Tirmidzy 5/569/3578, An-Na sa`i 1/279, Ibnu Khuza imah 1/182/1147, Al-Hakim 1/453, Al-Baihaqy 3/4 da n dishohihka n oleh Syaikh Muqbil da lam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/171) Dan shola t la il te rma suk penyebab seseorang te rhinda r da ri fitnah, sebaga imana da lam hadits Ummu Sa lamah riwa ya t Al-Bukhary :
/ n # , = l k = j <9 V % = <- = 8 ? , V > ! 0 5@ ? # 9 8] ^ V @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I F5* i # <@ J U X F 9 8o $ ' , : F9 8] @ A c 9 ; 0 ^ 5C / I “Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam terbangun pada suatu malam lalu beliau bersabda : “Subhanallah, apa yang diturunkan malam ini berupa fitnah da n apa yang dibuka da ri berbagai perbenda haraan, bangunkanlah (para perempua n) pemilik kamar karena kadang (perempuan) berpakaian di dunia tetapi telanjang di akhirat”.” Dan da ri ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, be liau be rka ta :
- E : % > ? / @ $ W T Z *. 8 K l' g # 9 D : f- < 6 H 6 I > F5, ! $N / \ b :N 5 ' ! / A ! pC 9 ? UM % 1 5, V = a :# 1 > H “Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melakukan Qiyamul lail sampai pecah-pecah kedua kaki beliau maka saya bertanya : “Mengapa engkau melakukan ini wahai Rasulullah padahal Allah telah mengampuni a pa telah be rlalu dari dosamu da n apa yang akan datang?” maka beliau menjawab : “Tidakkah saya cinta untuk menjadi hamba yang bersyukur”.” Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
2
3 Dan da ri Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, R asulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
g n # % g . 9 = g J > H C $ qh [ % F 9 j G , g 2 ! e9 & i # % 6 . 9 = a [ $ > H C $ qh & [ % F 9 g 0 G , 62 ! e9 [ % ) “Allah merahmati seorang lelaki yang terbangun di malam hari lalu sholat dan membangunkan istrinya, kalau dia enggan maka ia memercikkan air ke wajahnya. Allah merahmati seorang perempuan ba ngun di malam hari lalu sholat dan membangunkan suaminya, kalau dia enggan maka ia memercikkan air ke wajahnya.” (HR . Abu Da ud no. 1308, 1450, An-Nasa`i 3/205, Ibnu Majah no. 1336, Ibnu Khuzaimah 2/183/1148, Ibnu Hibban 6/306/2567 -Al-Ihsan-, Al-Hakim 1/453 dan Al-Ba ihaqy 2/501. Dan dishohihkan oleh Sya ikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/172) Dan khusus te ntang shola t la il di malam Ramadha n, Ra sulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam te lah menje laskan keutamaannya da lam sabda nya :
& 5, V = a :# & - E 2N7 <C % ,N ! G $ a = “Siapa yang Qiyam Ramadhan (berdiri sholat di malam Ramadhan) dengan keimanan dan mengharap pahala maka telah diampuni apa yang telah lalu dari dosanya” (HR . Al-Bukhary dan Muslim da ri Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu.) Be rka ta Imam An-Na wa wy da lam Syarah Muslim 6/38 : “Yang dimaksud de ngan Qiyam Ramadhan ada lah shola t Tarawih”. Ba hkan Al-Kirma ny menuk il kese pakata n bahwa yang dimaksud dengan Qiyam Ramadhan dalam hadits di a tas ada lah shola t Tarawih. Namun nuk ilan kesepaka tan da ri Al-Kirmany dianggap a neh oleh Al-Hafizh Ibnu Ha ja r ka re na kapan Q iyamul lail dilakukan di ma lam Ramadhan denga n be rjama’a h (Tarawih) a ta u tanpa be rjama’a h maka te lah te rca pai apa yang diinginkan. Dem ikia n makna kete rangan be liau dalam Fathul Bari 4/251. Dan da lam hadits ‘Am r bin Murrah Al-Juhany radhiyallahu ‘anhu, be liau be rka ta :
1 ,% t > H & ! ^ : b ! g $ ! > ? / @ $ : ? # 9 8 ' G = o [ $ @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ qh [ & " 6 ' % & ' > H 6 I F5* ? # 9 v J A g "% t ! G $ g % t K g I % t u k ^ / . g I % t > ? / @ $ ((q : K % = # :. = ! A W T 6 ' ^ = )) : @ % “Datang kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam seorang lelaki dari Qudho’ah lalu berkata : “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut engkau andaikata saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan engkau rasul Allah, saya sholat lima waktu, saya puasa bulan (Ramadhan), saya melakukan Qiyam Ramadhan dan saya mengeluarkan zakat ?. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Siapa yang meninggal di atas hal ini maka ia termasuk dari para shiddiqin dan orang-orang ya ng mati syahid”.” (Be rka ta Sya ikh Al-Albany da lam Qiyam Ramadhan ha l. 18 : “Dike lua rkan ole h Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban da lam Ash-Shohih me reka be rdua dan juga diriwa ya tkan oleh se la in keduanya de ngan sa nad ya ng shohih”.) Dan te ntang malam Lailatul Qadri, Ra sululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
& 5, V = a :# & - E 2N7 <C % ,N $ : # 8 a = % “Siapa yang berdiri (sholat) malam lailatul qadri dengan keimanan dan me nghara p pahala maka telah diampuni apa ya ng telah lalu dari dosanya” (HR . Al-Bukhary dan Muslim da ri Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu.)
Syari’at Sholat Tarawih Secara Berjama’ah Ada bebe rapa hadits yang menunjukkan akan disya ri’atka nnya pelak sanaan shola t Tarawih se ca ra be rjama’a h. Di anta ra ha dits-ha dits itu ada lah sebaga i be rik ut : Da ri Abu Dza r Al-Ghifary radhiyallahu ‘anhu, be liau be rka ta :
{ Q p T V 6 H 6 I > ? / @ $ Z * I ? 8 D W T a *< -, / > ? / @ $ g # 9 f b p T V 6
3
4
& T Z [ 8 33 g ,A 9 # 8 4 2 g ,A 9 ? 8] a & p 7 C d . * 6
u ] U 8 & 4 * Q ? %M { Q 6 = K ' % ~ Q 8 ! G $ b F 9 @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ Z * $ / 0 7 & ,/ 7 / ,A % } - $ : , ! ** 6
! / Q:0 < | * j 5I M9 & . 2 ?o [ $ 6 . 9 : ; 7 F 9 6 . 9 d / [ = U @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! ! % A W | * j 5I M9 & . 2 / . 9 8 ,3 8 F9 @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @$ k 9 * 3A Z <[ 9 1 W 2
k 9 & T = ' : ; 7 ; ' 8 4 2 8 g ,A 9 & . 2 / . 9 k 9 8 33 8 = : ; 7 T 3\ 9 1 V & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ k 9 J . ! / / # * ?o [ $ - f 9 @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ F *\ % 8 \ ,M b F ' k & ,e9 : 4 2 ? # 9 : K Q | * 6 ' 5 ; - 6G 9 ; - J . U 6
4
5 kekha wa tira n ini te la h lenyap se te lah wafa tnya be liau dan agama te lah sempurna . Ka re na itu sunna h ini dihidupkan oleh ‘Uma r bin Kha ththab radhiyallahu ‘anhu. Diriwa ya tkan oleh Imam Al-Buk hary da ri ‘Abdurrahman bin ‘Abd Al-Qary, belia u be rka ta :
FO . % & 7 - * [ FO . ! / - < z ) % | * V e9 : ; 7 6 ! G $ F 9 8 & * ' > H F $ c fk = 2 ' Z g [ U p ] 4 A = 2 F2 6 ' 4 ; 9 a ' Q 3 ! \ :] C % ] $ 6 ' q Y T g 4 [ / B$ F , ' ? # 9 T & . 2 F O . 9 [ : ! / / # F < = G 9 * ' ! / * F < % D W T 8 ' : 5 4 , ' ? l$ J . 2 ! / . | * % B U 8 & 4 g [ U Q & % ! / / # | * ! A % U " “Saya keluar bersama ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menuju ke masjid pada suatu malam di Ramadhan, ternyata manusia terbagi-bagi berpisah-pisah, seseorang sholat sendirian dan seseorang sholat dimana sekelompok orang (mengikuti) sholatnya. Maka ‘Umar berkata : “Saya berpandangan a ndaikata saya kumpulkan mereka pada satu qori` maka itu lebih tepat.” Lalu beliau ber’azam lalu beliau kumpulkan mereka pada Ubay bi n Ka’ab. Kemudian saya keluar bersama beliau pada malam lain dan manusia sedang sholat (mengikuti) sholat qori’ mereka maka ‘Umar berkata : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini dan ya ng tidur dari nya lebih baik da ri yang menegakkannya” yang beliau inginkan adalah orang yang sholat pada akhir malam sementara manusia menegakkannya di awal malam” Ucapan ‘Uma r radhiyallahu ‘anhu “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, beliau maksud bid’ah se ca ra ba hasa ka rena beliau ya ng pe rtama ka li menghidupka n sunnah ini se te lah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam membe rikan dasa r tuntuna nnya pada masa hidupnya . Wallahu A’lam. Be rka ta Sya ikh Al-Albany da lam Qiyamu Ramadhan hal. 21-22 : “Dan disya ri’a tkan bagi pa ra pe rempuan untuk menghadirinya (Jama ’ah Tarawih,-pent.) sebaga imana da lam ha dits Abu Dza r yang be rla lu, da n tela h tsabit (te tap, syah) da ri ‘Uma r ba hwa ta tka la be liau mengumpulkan manusia untuk Qiyam maka be liau menjadikan Ubay bin Ka’a b untuk lak i-lak i dan Sulaiman bin Abi Ha tsmah untuk pa ra pe rempuan. Da ri ‘Arfa jah Ats-Tsaqofy, be lia u be rka ta : “Adala h ‘Ali bin Abi Tholib memerinta h manusia untuk me lakukan Q iyam bulan Ramadhan da n be lia u menjadikan untuk laki-laki seorang imam da n untuk pe rempuan seorang imam. Be rka ta (‘Arfa jah) : “Sa ya ada lah imam pa ra pe rempua n”. Sa ya be rka ta : Ini keadaannya menurutk u bila masjidnya lua s sehingga sa lah sa tu da ri ke duanya tidak mengganggu ya ng la innya.” Dan pe rlu diketa hui bahwa sya ri’a t shola t Tarawih ini ha nya dilak ukan di bula n Ramadhan be rdasa rkan ke te ranga n ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha da lam hadits riwa ya t Al-Bukhary da n Muslim ba hwa pe laksanaa n Tarawih se ca ra be rjama’a h ini dilak ukan oleh be liau di bulan Ramadha n. Be rtolak da ri sini, nampak lah kesa lahan sebahagian orang ya ng se ring me lakukan pelaksa naan Qiyamul Lail se ca ra be rjama’ah di lua r Ramadha n. Memang Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kada ng melak ukan Qiyamul Lail se ca ra be rjama’ah di ruma hnya be rsama Ibnu ‘Abbas da n juga pe rna h be rsama Ibnu Mas’ud dan pe rnah be rsama Hudza ifah. Namun be liau tidak melak ukan ha l te rsebut te rus mene rus dan tidak pula be liau melak ukannya di masjid, ka rena itu siapa yang me lakukan Qiyamul Lail se ca ra be rjama’a h di lua r Ramadhan se ca ra te rus mene rus a tau se ca ra be rjama’a h di masjid maka tidak dira gukan lagi ba hwa hal te rse but te rsebut te rmasuk da ri pe rka ra bid’ah yang te rcela . Ba ca ke te ranga n Sya ikh Ibnu ‘Utsa imin da lam AsySyarh Al-Mumti’ 4/82-83.
Hukum Sholat Tarawih Be rka ta Imam An-Na wa wy dalam Al-Majmu’ 3/526: “Dan shola t Tarawih ada la h sunnah menurut kese paka tan pa ra ‘ulama .” Liha t juga Syarah Muslim 6/38. Dan be rka ta Ibnu Rusyd da lam Bidayatul Mujtahid 1/209 : “Dan (pa ra ulama) sepaka t bahwa Qiyam bulan Ramadha n sa nga t dia njurkan lebih da ri se luruh bulan.” Be rka ta Ibnu Qudamah da lam Al-Mughny 2/601 : “Ia ada lah sunnah muakkadah dan a wa l kali yang menyunnahkannya a dala h Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.” Dan Al-Ma rda wy dalam Al-Inshof 2/180 juga memberi pe rnya taa n sama da lam madzhab Hanba liya h namun beliau menyebutkan bahwa Ibnu ‘Aqil menghikaya tka n da ri Abu Bak r AlHanba ly aka n wa jibnya . Tidak lah dira gukan bahwa shola t Tarawih ada la h sunnah muakkadah be rda sa rkan da lil-da lil yang te lah disebut di a tas. Ba ca juga : Al-Istidzkar 2/63-64, Syarhus Sunnah 4/118-119 dan Fatawa Al-Lajnah AdDa`imah 7/194.
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
5
6 Nam un pa ra ulama be rse lisih pendapa t tentang mana yang a fdhol dalam pe laksanaa n shola t Tarawih, a pakah dilakukan se ca ra be rjama ’ah di masjid a tau sendiriaan di rumah?. Ada dua pe ndapa t di ka langa n pa ra ulama : 1. Yang a fdhol ada lah se ca ra be rjama ’ah. Ini ada lah pendapa t Asy-Sya fi’iy dan ke banyakan pe ngik utnya , Ahmad, Abu Ha nifah, sebahagian ora ng Malikiya h da n sela innya. Dan Ibnu Abi Sya ibah menuk il pelaksa naan se ca ra be rjama ’ah da ri ‘Ali, Ibnu Ma s’ud, Uba y bin Ka’a b, Suwa id bin Gha fa lah, Zadzan, Abul Bakhta ry dan la in-la innya . Alasannya ka rena ini ada lah sunna h Rasululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ya ng dihidupka n oleh ‘Uma r dan pa ra shohaba t radhiyallahu ‘anhum dan sudah menja di symbol agama yang nampak sepe rti shola t ‘Ied. Bahkan Ath-Thohawy be rlebiha n se hingga me nga takan bahwa shola t Tarawih se ca ra be rjama’a h a dala h wa jib kifayah. 2. Sendirianla h yang a fdhol. Ini ada lah pe ndapa t Imam Malik , Abu Yusuf, seba gia n orang-orang Syafi’iyya h dan se lainnya . Alasa nnya ada lah hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang be rbunyi :
8 2/ <\ & < 2 F 9 q J I J . G 9 ! “Sesungguhnya sebaik-baik sholat seseorang adalah dirumahnya kecuali sholat wajib.” Ba ca : Syarah Muslim 6/38-39, Al-Majmu’ 2/526, 528, Thorhut Tatsrib 3/94-97, Al-Mughny 2/605, Al-Istidzkar 2/71-73, Fathul Bari 4/252 dan Nailul Author 3/54.
Hukum Sholat Witir Me nurut jumhur ulama shola t witir hukumnya ada lah sunnah muakkadah. Ini pe ndapa t Imam Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Ishaq dan lain-la innya . Di sisi la in Abu Hanifa h be rpe ndapa t bahwa shola t witir hukum nya wa jib. Me reka be rdalilkan de ngan bebe ra pa dalil, dianta ranya hadits Bura idah radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Abu Da ud dan lain-la innya , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
* u 9 / = 9 C / * u 9 / = 9 C / * u 9 / = 9 C / “Witir adalah haq, siapa yang tidak witir maka bukanlah dari kami, witir adalah haq, siapa yang tidak witir maka bukanlah dari kami, witir adalah haq, siapa yang tidak witir maka bukanlah dari kami.” (Diha sankan oleh Sya ikh Muqbil da lam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/159) Tarjih Yang bena r da lam masa lah ini bahwa shola t witir tidak wa jib. Ha l ini be rdasa rka n hadits Tholhah bin ‘Ubaidulla h radhiyallahu ‘anhu ri wa ya t Al-Bukhary dan Muslim , ke tika Ra sululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyebutkan ke wa jiba n shola t lima wak tu maka be liau di ta nya, “Apakah ada kewajiban lain atasku” be liau menja wa b : “Tidak, kecuali hanya sekedar sholat tathawwu’ (sholat sunnah).” Dan juga akan dite rangkan te ntang shola t witirnya Na bi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam di a tas he wan tungganga nnya padaha l dimaklum i bahwa shola t wa jib tidak lah dilak ukan di a tas he wa n tungga ngan. Dan masih ada da lil-da lil lain yang menunjukkan tidak wa jibnya. Ba ca : Al-Istidzkar 2/80, Al-Majmu’ 3/514-517, Al-Mughny 2/591-594, Al-Fatawa 23/88, Syarah Ibnu Rajab 6/210-212 dan Nailul Author 3/34.
Waktu Sholat Lail dan Sholat Tarawih Wak tu pe laksanaanya ada lah : 1. A wal Waktu Be rka ta Sya ikhul Islam Ibnu Ta imiyah da lam Al-Fatawa 23/119-220 : “Sunna h da lam shola t Ta ra wih dilaksa nakan se te lah shola t ‘Isya seba gaimana yang tela h disepaka ti oleh Sa laf da n pa ra Imam … dan tidak lah pa ra Imam me lakukan shola t (Ta ra wih) ke cuali se tela h ‘Isya di masa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam da n dimasa pa ra Khula fa` Ar-Rasyidin dan di a tas ha l ini pa ra Imam kaum muslim in…” Dan be rka ta Ibnul Mundzir : “Ahlul ‘Ilmi te lah sepaka t bahwa (wak tu) anta ra shola t ‘Isya sampa i te rbitnya fa ja r ada lah wa ktu untuk witir.” Maka ukura n a wa l wak tu pelak sanaan Qiyam ada lah se te lah shola t ‘Isya , apakah shola t ‘Isyanya di a wa l wa k tu, pe rtenga han a ta u akhir wa k tunya. Dem ikia n pula -menurut ke te rangan Sya ikh Ibnu ‘Utsaim in dan sela innya- boleh dilaksanaka n oleh seorang yang musa fir bila ia te lah menjamak taqdim wak tu ‘Isya denga n wak tu maghrib. Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
6
7 Hal ini be rdasa rka n hadits Abu Ba shrah radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Ahmad da n se la innya, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
; - J I 6 q K 4 J I = 2 9 T / . 9 / F T % J I A ( ) > h ! “Sesungguhnya Allah telah menambahkan bagi kalian suatu sholat yaitu witir, maka laksanakanlah sholat itu antara sholat ‘Isya sampai Subuh.” (Dishohihka n oleh Syaik h Al-Albany da lam Ash-Shohihah no. 108) Dan da lam hadits Kharijah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Abu Daud, At-Ta rm idzy, Ibnu Majah dan lain-la innya , Ra sululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
; - / R 6 q K 4 = 2 9 \ 4; 9 / F T % 4 * C = \ z U F T % J] . 2 A : : [ % ' > h ! “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menganugerahi kalian suatu sholat yang lebih baik bagi kalian dari onta merah, yaitu sholat witir. (Allah) telah menjadikannya untuk kalian antara ‘Isya sampai terbitnya fajar”. (Dishohihka n oleh Syaik h Al-Albany da lam Al-Irwa` no. 423 de ngan se luruh ja lan-ja lannya. Ba ca juga Fathul Bari ka rya Ibnu Ra ja b 6/235) Ada sa tu sisi pendapa t lemah dika langan pengikut madzha b Syafi’iyyah dan juga fa twa seba hagian da ri ora ng-orang belaka ngan da ri ka langan Ha nba liya h menya taka n bolehnya melak ukan witir sebe lum pe laksanaan ‘Isya . Tentunya itu ada lah pendapa t yang sa nga t lema h, ba hkan Sya ikhul Islam Ibnu Ta im iyah be rka ta : “Sia pa yang melak ukannya sebe lum ‘Isya maka ia te lah menempuh ja lan pa ra pengik ut bid’ah yang menyelisihi sunnah”. Nam un pa ra ulama be rse lisih pendapa t te ntang orang ya ng shola t witir sebe lum Isya dalam keadaan lupa a ta u ia menyangka te lah melaksa nakan shola t ‘Isya , a pakah witirnya diulang kemba li a tau tidak?. Ada dua penda pa t di kala ngan pa ra ulama tenta ng masa lah ini : 1. Pendapa t pe rtama :Diula ngi kemba li. Ini ada lah pe ndapa t jumhur ulama sepe rti Al-Auza’iy, Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Abu Yusuf, Muhammad da n la in-la innya. 2. Pendapa t kedua : Tidak diulangi. Ini pe ndapa t Sufyan Ats-Tsaury da n Abu Ha nifah. Dan tidak dira gukan lagi ba hwa yang k ua t ada lah pendapa t pe rtama be rdasa rkan da lil-da lil yang te lah disebutkan. 2. A khir Waktu (Waktu Terakhir) Dari Sholat Lail (Tarawih) Pa ra ulama sepaka t ba hwa seluruh ma lam sampa i te rbitnya fa ja r a dala h wak tu pelaksa naan witir. Nam un ada pe rselisiha n pada ba ta san akhir wak tu witir, ada bebe rapa pe ndapa t dika langa n pa ra ulama : Satu : Akhir wak tunya sampa i te rbit fa ja r. Ini a dala h pe ndapa t Sa ’id bin Jubair, Makhul, ‘Atho`, An-Nakha ’iy, Ats-Tsa ury, Abu Hanifah da n riwa yat yang pa ling masyhur da ri Asy-Syafi’iy dan Ahmad. Dan diriwa ya tkan pula da ri ‘Uma r, Ibnu ‘Uma r, Abu Musa da n Abu Da rda` radhiyallahu anhum. Dua : Ak hir wa k tunya sepa njang belum shola t subuh. Ini a dala h penda pat Al-Qosim bin Muhammad, Malik, Asy-Syafi’iy -da lam madzha bnya yang te rda hulu- dan sala h sa tu riwa ya t da ri Ahmad. Dan juga me rupaka n pendapa t Ishaq bin Raha wa ih, Abu Tsaur da n la in-la innya. Dan diriwa ya tkan pula da ri ‘Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Ubadah bin Shomit, Hudza ifah dan la in-la innya . Tarjih Yang k ua t a dala h pendapa t pe rtama , ka rena dua ha dits yang te lah be rla lu pe nyebutannya di a tas sa nga tla h tegas menunjukkan ba hwa akhir wak tunya ada la h sampai te rbitnya fa ja r subuh. Dan juga da lam hadits Ibnu ‘Uma r radhiyallahu ‘anhuma riwa ya t Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ke tika dita nya tenta ng ka ifiya t shola t la il be liau be rsa bda :
N % 1 I U " 4 [ % 8 4 A $ O. 9 j 5 . g K U V e9 6*3 6*3 “(Sholat malam) dua dua, apabila engkau k hawatir (masuk) waktu subuh maka sholatlah satu raka’at dan jadikan akhir sholatmu witir” Adapun untuk pe ndapa t kedua , Ibnu Ra ja b menyebutkan bebe rapa da lil yang menjadi landasan me reka dan be lia u te ra ngkan kelemaha nnya , kemudian be liau menya takan : “Be rda sa rkan anggapan bahwa ha dits-ha dits ini shohih (se luruhnya) a tau sebahagiannya, maka maknanya dia ra hkan kepada (bolehnya) me ng-qhodo` witir se te lah be rla lu wak tunya yaitu malam ha ri, bukan menunjukkan bahwa sete lah fa ja r (subuh) masih wa k tunya .” Dan pada ha laman sebe lumnya , be liau juga menyebutkan da ri Ibnu ‘Abdil Ba rr ba hwa mungk in yang diinginkan oleh pe ndapa t ke dua te ntang bolehnya witir sete lah te rbitnya fa ja r ada lah bagi orang yang lupa Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
7
8 melak ukan witir a tau ke lupaa n, bukan untuk orang yang se nga ja mengak hirkannya sampa i ke lua r wak tunya . Dalam masa lah meng-qhodo` witir memang ada pe rsila ngan pendapa t dika langan pa ra ulama, namun –se ca ra umum- apa yang disimpulkan oleh Ibnu ‘Abdil Ba rr dan Ibnu Ra jab a dala h tepa t da n se ja lan de ngan ha dits Abu Sa ’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Ahmad, Abu Daud, AtTirm idzy, Ibnu Maja h dan la in-la innya, Rasululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
D A V V & O . 9 & 7 , % D % = ' a , = “Siapa yang tidur dari witirnya atau melupaka nnya maka he ndaknya ia sholat bila ia mengingatnya” (Dishohihkan ole h Sya ikh Muqbil da lam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/168) Adapun orang ya ng punya udzur sehingga be lum me laksanaka n witir sampa i shola t subuh maka ia me ng-qhodo` witirnya se te lah ma taha ri te rbit denga n menggenapka n jum lah kebiasaan witirnya , bila kebisaa nnya witir 3 raka ’a t maka dige napkan 4 raka ’a t, jika kebia saannya 5 raka’a t maka digenapka n 6 raka ’a t dan se te rusnya . Ha l te rsebut be rdasa rkan hadits ‘Aisya h radhiyallahu ‘anha riwa ya t Muslim, bahwa sanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
8 4 A $ J K ' F <* Q $ * = 6 I a = ' Zz [ % % az / , & 5 E V ! A % “Bila beliau dikuasai oleh tidurnya atau sakit dari (melakukan) Qiyam lail maka beliau sholat di waktu siang 12 raka’at” Ba ca pembahasa n mengena i a wa l da n akhir wak tu Qiyam lail da lam : Al-Istidzkar 2/117-118, Bidayatul Mujtahid 1/202-203, Al-Majmu’ 3/518, Syarah Muslim 6/30-31, Thorhut Tatsrib 3/79-80, Al-Mughny 2/595-596, Al-Fatawa ka rya Ibnu Ta im iyah 23/119-121, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra jab 6/234-243, Al-Inshof 2/181, Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/15-16 dan Nailul Author 3/45-46. Dan ba ca masala h meng-qodho` witir da lam : Al-Fatawa 23/89-91, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra ja b 6/243-247, Syarhus Sunnah 4/88-89 dan Nailul Author 3/52-53.
Waktu Yang Afdhol (Paling Utama) Dalam Pelaksanaan Qiyam Ibnu Ra jab menyebutka n bahwa banyak da ri shahaba t me lakukan witir di a wal ma lam, di anta ra me reka ada lah Abu Bak r, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘A`idz bin ‘Am r, Anas, Rafi’ bin Kha jid, Abu Hura irah, Abu Dza r dan Abu Da rda` radhiyallahu ‘anhum. Dan penda pa t ini merupakan sa lah sa tu sisi pe ndapa t di kala ngan orang-ora ng Syafi’iyya h da n sa lah sa tu riwa ya t da ri Imam Ahmad dan diikuti oleh seba hagia n orang Ha nba liya h. Ala san mereka untuk lebih be rha ti-ha ti. Nam un Jumhur Ulama menilai bahwa witir akhir ma lam le bih utama. Ini penda pa t kebanyakan ulama Sa laf sepe rti ‘Uma r, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Uma r, Ibnu ‘Abbas dan sela in me reka da ri ka langa n shahaba t radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Bahka Ibnu Sirin be rka ta : “Tidak lah me reka (ya itu Pa ra Shohaba t dan Tabi`in di zaman be liau,pe nt.) be rse lisih ba hwa witir di akhir malam itu Afdhol (lebih utama).” Pendapa t ini pula yang dipe gang oleh An-Nak ha’iy, Malik, Ats-Tsaury, Abu Hanifah, Ahmad da lam riwa ya t yang pa ling masyhur da rinya - dan Ishaq. Tarjih Insya Allah yang kua t da lam masala h ini ada lah pe ndapa t yang menya takan a fdholnya pe laksanaa n Qiyam di akhir malam . Ha l ini be rdasa rkan bebe rapa dalil, dia nta ranya ada lah hadits Jabir bin ‘Abdilla h radhiyallahu ‘anhuma ri wa ya t Muslim, Rasululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsa bda :
Jo ( / K U " J I !e9 U " / 9 D U " a / # ! Z R = % & % / 9 U " = a / # ! d U = “Siapa yang khawatir tidak akan Qiyam di akhir malam maka hendak nya ia witir di ak hir malam dan siapa yang semangat untuk witir di akhirnya maka hendaknya ia witir di akhir malam karena sholat di akhir malam adalah disaksikan1” Dan da lam ha dits Abu Hura irah radhiyallahu ‘anhu ri wa ya t Al-Buk hary dan Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
1
Yaitu disaksikan oleh malaikat rahmat. Demikian keterangan Imam An-Nawawy dalam Syarah Muslim 6/34.
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
8
9
,? %M { Q F G = C : ] 7 8] % $ F 9% ) U X { Q 6# 5 = C , : q 7 6 8] A 64 % $ 5 *2$ ? * & - E M9 F , - ` <7 = % & f ' M9 F * M7 = % & p ; <@ M9 F ,/ ': = ? / # 9 (D 3 Q % f b 6G V : & B U 8] % $ F 9% “Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir (Dalam salah satu riwayat Muslim : “ketika telah berlalu sepertiga malam pertama”, dan riwayat beliau yang lainnya : “apabila telah berlalu seperdua malam atau dua pe rtiganya” ) kemudian berfirman : “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku kabulkan untuknya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku berikan untuknya dan siapa yang memohon anpun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya”. Ba ca : Al-Mughny 2/596-597 dan Fathul Bari ka rya Ibnu Ra ja b 6/247-250.
Jumlah Raka’at Sholat Tarawih Be rka ta Ibnu ‘Abdil Ba rr da lam Al-Istidzkar 2/99 : “Da n pa ra Ulama tela h sepaka t bahwa tidak ada ba tasan dan tidak ada ukura n te rtentu da lam shola t la il dan ia a dala h shola t nafilah (sunnah). Siapa ya ng be rke hendak maka ia dapa t mempe rpa njang be rdiri dan mengurangi raka ’a t, da n siapa yang be rkehe ndak maka ia dapa t mempe rbanyak ruku’ dan sujud.” Te rdapa t pe rse lisihan penda pat di ka langan pa ra ulama tentang jumla h raka’a t shola t Tarawih. Me nurut Abu Hanifah, Ats-Tsa ury, Asy-Syafi’iy, Ahmad dan la in-la innya bahwa jumlah raka’a t shola t Tarawih ta npa witir a da lah 20 raka ’a t. Dan pendapa t ini ole h Al-Qhody ‘Iyadh dan se la innya disanda rkan kepada pendapa t Jumhur Ulama. Disisi lain Imam Ma lik be rpe ndapa t bahwa jumlah raka ’a t shola t Tarawih a dala h 36 raka’a t. Dan Syaik hul Islam Ibnu Ta imiya h da lam Al-Fatawa 23/112-113 menye butkan bahwa Imam Ahmad membe ri nash bahwa 20, 36 (tanpa witir), 11 dan 13 (denga n witir) semuanya ada lah bagus. Tarjih Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwa ya t Al-Bukhary dan Muslim , be liau be rka ta :
8 4 A $ J K ' B: C 6 ' D E F 9 % ! G $ F 9 : @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A “Tidaklah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menambah dalam Ramadhan dan tidak (pula) pada yang lannya melebihi 11 raka’at” Da n juga da la m ha dits 'Aisya h radhiyallahu ‘anha riwa ya t Muslim , be lia u be rk a ta :
= 2 O 7 8 4 A $ J K ' B:C ; - 6 q K4 J I = - ! = 2 9 F O . @ % & " 6 ' % & ' H> 6 I > ? / @ $ ! A J]: C /2 / % = <4 A $ OA “Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam sholat antara selesainya dari sholat isya` sampai sholat fajr (sholat subuh) sebelas raka'at, Beliau salam setiap dua raka'at dan witir dengan satu raka'at”. Dan juga disebutka n jum lah 13 raka ’a t da lam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwa ya t Al-Buk hary da n Muslim, be lia u be rka ta :
8 4 A $ J K ' ~ Q = F O . @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sholat di malam hari 13 raka’at” Dan da lam hadits Zaid bin Kholid Al-Juhany radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Muslim, be liau be rka ta :
Q = < / R = < / R = < / R = <4 A $ 6 I Q = <- - U = <4 A $ 6 . 9 8 @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ J I =# $ M 6 LI Q 5 = < ! % ( T% = <4 A $ 6 I Q 5 = < ! % ( T % = <4 A $ 6 I Q 5 = < ! % ( T % = <4 A $ 6 I 8 4 A $ J K ' ~ Q 1 W 9 % Q 5 = < ! % ( T % = <4 A $ “Sungguh saya akan mengamati sholat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di malam hari maka beliau sholat dua raka'at ringan kemudian beliau sholat dua raka'at panjang, panjang, panjang sekali kemudian beliau sholat dua raka'at lebih pendek da ri dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau berwitir maka itu (jumlahnya) tiga belas raka'at”. Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
9
10 Be rka ta Ibnu ‘Abdil Ba rr : “Kebanyaka n a tsa r menunjukkan bahwa shola t belia u ada lah 11 raka’a t da n diriwa ya tkan juga 13 raka ’at.” Nam un 11 dan 13 raka’a t ini bukanlah pemba ta san. Dan siapa yang ingin shola t le bih da ri itu maka tidak lah menga pa be rdasa rka n hadits ‘Abdullah bin ‘Uma r radhiyallahu ‘anhuma riwa ya t AlBukhary da n Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
6 I : & / J : C % 8 4 A $ 6 I j 5. A : C F K U V e9 6*3 6*3 J I “Sholat malam dua-dua, apabila engka u kha watir (masuknya) waktu shubuh maka (hendak nya) ia sholat witir satu raka'at maka menjadi witirlah sholat yang telah ia lakukan". Demik ian pe ndapa t yang dik ua tkan oleh Al-Lajnah Ad-Da`imah yang dike tuai oleh Sya ikh Ibnu Baz dan juga me rupakan pendapat Syaik h Ibnu ‘Utsa imin, Sya ikh Muqbil da n la in-la innya. Adapun Sya ikh Al-Albany beliau be rpendapa t akan wa jibnya te rba ta s pa da 11 a ta u 13 raka’a t. Dan Sya ikh Al-Albany dalam Sholatut Tarawih hal. 19-21 (Ce t. Ke dua) menje laska n de ngan lengkap bahwa ha dits yang me nga takan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melak ukan shola t Tarawih 20 raka ’a t ada lah hadits yang lemah seka li. Dan di ha l. 48-56, Sya ikh Al-Albany menega skan lemahnya penisba tan pe laksanaa n 20 raka’a t pada ‘Uma r bin Khoththob dise rtai denga n nukila n pe lemahan da ri bebe rapa Imam da n be liau sebutkan bahwa yang bena r da ri ‘Uma r a dala h pe laksanaan 11 raka’at. Dan di ha l. 65-71, be liau mene rangkan bahwa tidak ada nukilan yang syah da ri seorang shahaba tpun te ntang pe laksanaan Tarawih 20 raka’a t. Dan di ha l. 72-74, be liau membantah sangkaan sebagian orang yang menga takan bahwa sya ri’a t shola t Tarawih 20 raka’a t me rupakan kesepaka tan pa ra ulama. Ba ca pembahasa n te ntang masala h di a tas da lam : Al-Istidzkar 2/68-70, 95, Al-Majmu’ 3/527, Thorhut Tatsrib 3/97-98, Fathul Bari 4/252, Al-Mughny 2/601-604, Al-Inshof 2/180, Nailul Author 3/57, Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah 7/194-198, Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/65-77, Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 14/187-189 dan Taudhih Al-Ahkam 2/410-415 (Ce t. Kelima).
Jumlah Raka’at Sholat Witir Ada bebe rapa hadits yang menje laskan tentang jum lah raka’a t shola t witir Rasululla h shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, dianta ra nya ada lah : Da ri ‘Abdullah bin Abi Qa is radhiyallahu ‘anhu, beliau be rka ta :
~ ] Q% g@ % ~ ] Q% Z] 2$ M2 / ! A g / @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A \ 2 * ' > H F $ 8 K l4 g J K ' ~ Q = 3A M2 % Z] 5 @ = + # , M2 / = \ % ~ ] Q% ] K ' % ~ ] Q% !] Q% “Saya berkata kepada ‘Aisyah : “Berapa kebiasaan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melakukan witir?,” beliau menjawab : “Adalah beliau melakukan witir denga n empat dan tiga, dengan enam dan tiga, dengan delapan dan tiga dan dengan sepuluh dan tiga, tidaklah pernah beliau melakukan witir kurang dari tujuh dan tidak (pula) lebih dari tiga belas”.” (Diriwa ya tkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ath-Thohawy, Al-Ba ihaqy da n la in-lainnya . Sa nadnya Jayyid menurut Sya ikh Al-Albany da lam Sholatut Tarawih ha l. 83-84 (Ce t. Kedua ) dan diha sankan ole h Sya ikh Muqbil da lam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/162-163) Dan da ri Abu Ayyub Al-Anshory radhiyallahu ‘anhu riwa yat Abu Daud, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan lain-la innya , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsabda :
4 - 9 J] : C / 2 / ! pC = % 4 - 9 ~ ] 32 / ! pC = % 4 - 9 u ] k 2 / ! pC = 9 ] 7 OA 6 ' C / “Witir adalah haq atas setiap muslim, maka siapa yang suka untuk witir dengan 5 (raka’at) maka hendaknya ia kerjakan, siapa yang suka untuk witir de ngan 3 (raka’at) maka hendaknya ia kerjakan dan siapa yang suka untuk witir dengan 1 (raka’at) maka hendaknya ia kerjakan.” (Dishohihkan ole h Sya ikh Al-Albany da lam Sholatut Tarawih ha l. 84 (Ce t. Kedua) dan diha sankan oleh Syaik h Muqbil da lam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/163. Dan Ibnu Ra ja b dalam Fathul Bari menyebutkan bahwa Abu Hatim , An-Nasa`i, Al-Atsram dan la in-la innya mengua tkan riwa ya t hadits ini se ca ra mauquf.) Da ri dua hadits di a tas dan bebe rapa ha dits ya ng akan da tang dike tahui ba hwa pe laksanaan witir Na bi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak lah kurang da ri 7 raka ’a t dan tidak lebih da ri Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
10
11 13 raka ’a t, dan be liau juga membe ri tuntunan bolehnya witir de ngan 5, 3, dan 1 raka’a t. Dan pe laksanaa n witir 1 raka’a t a dala h boleh menurut jumhur Ulama da ri ka langa n Shaha bat, Ta bi’in da n pa ra Imam ya ng mengik uti me reka de ngan ba ik. Adapun bentuk pe laksanaannya ada la h seba gai be rikut : Bila witirnya 11 dan 13 raka ’a t maka dengan ca ra salam untuk se tiap dua raka ’a t dan ditambah sa tu raka ’a t. Bila witirnya 9 raka’a t maka dengan ca ra dua kali tasyahhud, ya itu tasyahhud pada raka’a t kede lapan tanpa sa lam kemudian be rdiri ke raka’a t sembila n tasyahhud kemudian sa lam. Bila witirnya 7 raka’a t maka boleh tidak ta syahhud ke cua li di ak hir kemudia n salam , dan juga boleh tasyahhud pa da raka’a t keenam tanpa sa lam la lu mela njutka n raka’a t ke tujuh kemudian tasyahhud dan sa lam. Bila witirnya 5 raka’a t maka tidak tasya hhud ke cua li di akhirnya kemudian sa lam. Bila witirnya 3 raka ’a t maka boleh dua ca ra denga n kete ntuan tidak menye rupa i shola t maghrib menurut pendapa t yang pa ling kua t, ya itu : 1. Me lakuka n 3 raka ’a t sekaligus de ngan seka li tasyahhud dan sa lam. 2. Me lakuka n 2 raka ’a t la lu sa lam kemudian be rdiri la gi 1 raka ’a t la lu salam . Bila witirnya denga n 1 raka ’a t maka te ntunya dengan sa tu ka li sa lam . Ma sala h jumla h raka ’a t witir ini te lah dite rangkan oleh Ibnu Ra ja b se ca ra me luas dan me nde tail lengkap dengan ura ian pe rbedaa n pendapa t pa ra Ulama. Dan kesimpulan ringka s di a tas ada lah kesimpulan da ri ke te rangan Syaik h Ibnu ‘Utsa imin da lam masa lah ini. Wallahu Ta’ala A’lam. Ba ca pembaha san masala h ini da lam : Al-Istidzkar 2/106-107, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra jab 6/198-210, Asy-Syarh Al-Mumti’ ka rya Ibnu ‘Utasimin 4/18-21, Al-Mughny 2/578 dan 588, Bidayatul Mujtahid 1/200, Thorhut Tatsrib 3/78 dan Nailul Author 3/36-40.
Beberapa Kaifiyat Pelaksanaan Witir Dan Tarawih Be rikut ini bebe rapa kaifiyat pelak sanaan witir da n Tarawih bese rta da lil-da lilnya : 1. Shola t 13 raka ’at dibuka dengan 2 raka’a t ringa n. Ha l ini be rda sa rkan hadits hadits Za id bin Kholid Al-Juhany radhiyallahu ‘anhu riwa ya t Muslim, be liau be rka ta :
= < / LR = < / LR = L<4 A $ 6 I Q = <- - U = <4 A $ 6 . 9 8 @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ J I =# $ M = L< ! % ( T % = <4 A $ 6 I Q 5 = < ! % ( T % = <4 A $ 6 I Q 5 = < ! % ( T % = <4 A $ 6 I Q = < / R 8 4 A $ J K ' ~ Q 1 W 9 % Q 5 = < ! % ( T % = <4 A $ 6 I Q 5 “Sungguh saya akan memperhatikan sholat Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam di malam hari maka beliau sholat dua raka'at ringan kemudian beliau sholat dua raka'at panjang, panjang, panjang sekali kemudian beliau sholat dua raka'at lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau berwitir maka itu (jumlahnya) tiga belas raka'at”. Dan da lam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwa ya t Muslim, be liau be rka ta :
= <- - U = <4 A 2 & I j <<9 F O . = a V @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam apabila beliau berdiri di malam hari untuk sholat maka beliau membuka sholatnya dengan dua raka’at yang ringan” 2. Shola t 13 raka’a t, 8 raka’a t dianta ranya dilak ukan dengan sa lam pada se tiap 2 raka’a t kemudian witir 5 raka ’a t dengan sa tu ka li tasyahhud dan sa tu kali sa lam. Hal ini be rdasa rka n ha dits ‘Aisya h radhiyallahu ‘anha R iwa ya t Muslim :
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
11
12
q] F b F 9 u ; u ] k 2 1 V = / 8 4 A $ J K ' ~ Q = F O . @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A T U " F 9 “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sholat di malam hari 13 raka’at, beliau witir darinya denga n 5 (raka’at) tidaklah beliau duduk pa da sesuatupun kecuali hanya pada akhirnya” 3. Shola t 11 raka ’at de ngan sa lam pada se tiap 2 raka’at dan witir de ngan 1 raka’a t. Ha l ini be rda sa rk a n ha dits 'Aisya h radhiyallahu ‘anha riwa ya t Muslim , be lia u be rk a ta :
O 7 8 4 A $ J K ' B:C ; - 6 q K4 J I = - ! = 2 9 F O . @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A J] : C /2 / % = <4 A $ OA = 2 “Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam sholat antara selesainya dari sholat isya` sampai sholat fajr (sholat subuh) sebelas raka'at, Beliau salam setiap dua raka'at dan witir dengan satu raka’at”. 4. Shola t 11 raka ’a t, tidak duduk ke cua li pada raka ’a t ke delapa n kemudia n tasyahhud tanpa sa lam la lu be rdiri untuk raka ’a t kesembilan kemudian sa lam, la lu shola t dua raka’a t lagi da lam keadaa n duduk . Hal te rsebut dite rangkan da lam hadits Sa’a d bin Hisyam bin ‘Amir riwa yat Muslim, be liau be rta nya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha te nta ng baga imana shola t witir R asulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, maka be lia u menjela skan :
a / # Q O 7 % * Q D / ' : % D : 0 % > h A W 9 8 * 3 F9 9 u ; ^ ] 4 A $ Z 7 F O . % M / <% /7 < 9... 1 <9 :z ' / T % O 7 : 4 2 = <4 A $ F O . Q *4 7 N 7 O 7 Q D / ' : % D : 0 % > h A W 9 : 4 # Q 8 4 @ < FO . 9 3 = <4 A F9 Z *I % Z] 5 7 2 % 0 W U % @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > F5, =@ 9 F*2 8 4 A $ J K ' B: C F*2 Zz 7 1 <9 ? %M & 4 *I “… Maka beliau bersiwak, berwudhu’ dan sholat 9 raka’at beliau tidak duduk kecuali pada yang kedelapan kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya lalu berdiri dan tidak salam. Kemudian beliau berdiri untuk kesembilan lalu duduk kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya lalu beliau salam sengan (suara) salam yang beliau perdengarkan kepada kami kemudian beliau sholat dua raka’at setelah salam dalam keadaan duduk, maka itu 11 raka’at wa hai anakku. Ketika Nabi Allah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah berumur da n beliau bertamba h daging (Baca : bertambah berat) maka beliau witir denga n 7 (raka’at) dan berbuat pada yang dua raka’at seperti perbuatan beliau yang pertama, maka itu adalah sembilam (raka’at) wahai anakku” 5. Shola t 9 raka ’a t, tidak duduk ke cuali pada raka ’a t keenam kemudia n tasyahhud tanpa salam lalu be rdiri untuk raka ’a t ketujuh kemudian sa lam, la lu shola t dua raka ’at lagi da lam keadaan duduk . Hal ini di te rangka n da lam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di a tas. Be rka ta Sya ikh Al-Albany : “Ini ada lah bebe ra pa kaifiyat ya ng Ra sulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam me lakukannya pada sholat la il dan witir. Dan mungkin untuk ditambah de ngan be ntuk-be ntuk yang la in, ya itu de ngan mengurangi pada se tiap be ntuk yang te rsebut jum lah raka ’a t ya ng ia kehendak i dan bahkan boleh baginya untuk memba tasi de ngan sa tu raka ’a t sa ja.” Ibnu Hazm da lam Al-Muhalla menyebutkan bebe rapa bentuk la in : 6. 7. 8. 9.
Shola t 13 raka ’at, yaitu sa lam pada setiap dua raka’a t dan witir sa tu raka ’a t. Shola t 8 raka’a t denga n sa lam pada se tia p 2 raka ’a t kemudia n ditambah witir 1 raka ’a t. Shola t 6 raka’a t denga n sa lam pada se tia p 2 raka ’a t kemudia n witir 1 raka’a t. Shola t 7 raka ’a t, tidak tasya hhud ke cua li pada yang keenam kemudian be rdiri sebelum salam untuk raka’a t ke tujuh la lu duduk ta sya hhud da n sa lam . 10. Shola t 7 raka’a t dan tidak duduk untuk tasyahhud kecua li di akhirnya . 11. Shola t 5 raka’a t dan tidak duduk untuk tasyahhud kecua li di akhirnya . 12. Shola t 3 raka’a t, duduk tasyahhud pada raka ’at kedua da n sa lam la lu witir 1 raka ’a t. 13. Shola t 3 raka’a t tidak duduk tasyahhud dan salam kecua li pa da raka ’a t te rakhir2. 14. Shola t witir sa tu raka ’a t.
2
Tambahan dari penulis dan tidak tertera dalam Al-Muhalla.
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
12
13 Demik ian bebe ra pa ka ifiya t yang disebutkan oleh Syaikh Al-Albany da lam Sholatut Tarawih ha l. 86-94 (Ce t. Kedua) dan Qiyamu Ramadhan hal. 27-30 dan Ibnu Hazm da lam Al-Muhalla 3/4248. Dan Sya ikh Al-Albany juga menyebutkan ka ifiya t lain yaitu shola t 11 raka’a t ; 4 raka’a t seka ligus de ngan seka li salam kemudian 4 raka’a t dengan seka li salam lalu 3 raka ’a t. Sebaga imana da lam hadits ‘Aisya h radhiyallahu ‘anha riwa ya t Al-Bukhary dan Muslim :
= L' ? M7 9 N42$ F O . 8 4 A $ J K ' B:C 6 ' D E F 9 % ! G $ F 9 : @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A .Q Q F O . Q = / R % = *7 C = ' ? M7 9 N42$ F O P. Q = / R % = *7 C “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidaklah menambah pada (bulan) Ramadhan dan tidak pula pada selain Ramadhan lebih dari sebelas raka'at. Beliau sholat empat (raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya, kemudian beliau sholat empat (raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya kemudian beliau sholat tiga (raka'at)”. Nam un a da pe rbedaan pendapa t di kala ngan pa ra Ulama tenta ng ka ifiya t ini. Pendapa t Abu Hanifah, Ats-Tsaury da n Al-Hasa n bin Ha yy boleh me lakukan Qiyamul Lail 2 raka’a t seka ligus, boleh 4 raka ’a t seka ligus, bole h enam raka ’a t seka ligus dan boleh 8 raka ’a t seka ligus, tidak sa lam ke cua li di akhirnya. Keliha ta nnya pendapa t ini yang dipega ng oleh Syaik h Al-Albany sehingga beliau me ne tapkan ka ifiya t shola t 11 raka’a t ; 4 raka ’a t sekaligus de ngan sekali salam kemudian 4 raka ’at dengan sekali sa lam lalu 3 raka ’a t denga n seka li sa lam. Dan disisi la in, jumhur Ulama sepe rti Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Ishaq, Sufyan Ats-Tsa ury, Ibnul Mubarak , Ibnu Abi La ila, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan Ibnul Mundzir se rta yang la innya menghika ya tkan pe ndapa t ini da ri Ibnu ‘Uma r, ‘Ammar radhiyallahu ‘anhuma, Al-Hasa n, Ibnu Sirin, Asy-Sya ’by, An-Nakha ’iy, Sa ’id bin Jubair, Hammad da n Al-Auza ’iy. Da n Ibnu ‘Abdil Ba rr be rka ta : “Ini ada la h pendapa t (Ulama) Hijaz dan seba hagian (Ulama ) ‘Iraq.”, semuanya be rpendapa t bahwa shola t ma lam itu ada lah dua raka ’a t-dua raka’a t ya itu ha rus sa lam pada se tiap dua raka ’a t. Ini pula pendapa t yang dkua tkan oleh Sya ikh Ibnu Baz bese rta pa ra Sya ikh anggota Al-Lajnah Ad-Da`imah, dan juga pendapa t Sya ikh Ibnu ‘Utsa imin dan la in-la innya sehingga me reka semua menya lahkan orang yang memahami hadits ‘Aisyah di a tas de ngan ka ifiya t shola t 11 raka ’a t ; 4 raka ’a t sekaligus dengan sekali sa lam kemudia n 4 raka’a t de ngan seka li salam lalu 3 raka ’at, dan menurut me reka pemahaman yang bena r adalah bahwa 4 raka’a t da lam hadits itu ada lah dike rjakan 2 raka ’a t 2 raka’a t . Tarjih Yang kua t dalam masa lah ini a dala h penda pa t Jumhur Ulama be rdasa rka n hadits hadits ‘Abdullah bin ‘Uma r radhiyallahu ‘anhuma ri wa ya t Al-Buk hary da n Muslim , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam be rsa bda :
6*3 6*3 J I “Sholat malam dua (raka’at) dua (raka’at)” Hadits ini adala h be rita namun be rmakna pe rintah yaitu pe rinta h untuk melakuka n shola t malam dua dua raka ’a t. Demik ian ke te rangan Syaik h Ibnu Baz da lam Majmu’ Fatawa beliau 11/323324. Ba ca pembaha san tentang masa lah di a tas da lam : Al-Istidzkar 2/95-98, 104-106, Fathul Bari 4/191-198, Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah 7/199-200 dan Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/18-20. Dan juga pa ra Ulama be rse lisih pendapa t tentang dua raka’a t se tela h witir pada kaifiya t no. 4 dan 5, ada tiga penda pa t di kala ngan ulama : 1. Sunnah dua raka ’a t se tela h witir. Ini pendapa t Ka tsir bin Dhom rah da n Khalid bin Ma ’dan. Dan Al-Hasa n da n Abu Mijla z melak ukannya , sedangka n Ibnu Ra jab me nuk il ha l te rsebut da ri sebahagia n orang-orang Hanba liyah. 2. Ada rukhshoh (ke ringana n) da lam ha l te rsebut dan buka n mak ruh. Ini ada lah penda pa t AlAuza ’iy, Ahmad dan Ibnul Mundzir. 3. Hal te rsebut Mak ruh. Ini pendapa t Qais bin ‘Ubada h, Malik dan Asy-Syafi’iy. Tarjih Tentunya da lil-da lil yang menje laskan tenta ng kaifiyat itu ada lah hujjah yang ha rus dite rima tenta ng disya ri’a tkannya shola t dua raka ’at se te lah witir. Be rka ta Ibnu Taim iyah : “Dan kebanyaka n Ahli Fiqh tidak mendenga r tenta ng hadits ini (ya itu ha dits tenta ng a danya dua raka ’a t se te lah witir di a tas,-pent.), ke re na itu me reka mengingka rinya . Da n Ahmad dan se la innya mende nga r (hadits) ini da n menge tahui keshohihannya da n Ahmad memberi ke ringa nan untuk me lakukan dua raka’a t ini dan ia da lam keadaan duduk sebaga imana yang Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
13
14 dike rjakan ole h (Na bi) shollallahu ‘alaihi wa sallam. Maka siapa ya ng melakuka n ha l te rsebut tidak lah diingka ri, akan te tapi bukanlah wa jib menurut kesepaka ta n (pa ra Ulama) dan tidak dice la orang yang menigga lkannya ….” Ba ca : Majmu’ Fatawa Ibnu Ta imiya h 23/92-94, Fathul Bari Ibnu Ra jab 6/260-264 dan AlMughny 2/281.
Bacaan Dalam Sholat Tarawih Dan Witir Be rka ta Sya ikh Al-Albany dalam Qiyamu Ramadhan ha l. 23-25 : “Adapun ba caan da lam shola t lail pada Qiyam Ramadha n dan sela innya, maka Na bi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak mene tapkan sua tu ba tasan te rtentu ya ng tidak bole h dilampa ui de ngan be ntuk tambahan maupun pe ngurangan. Ka dang beliau memba ca pada se tiap raka ’a t sekada r “Ya Ayyuhal Muzzammil” dan ia (se jumlah) dua puluh a ya t da n kada ng sekada r lima puluh a ya t. Dan be liau be rsabda :
= 9` = p <\ 8] " 8 l 2 8] F 9 6 I = “Siapa yang sholat dalam semalam dengan seratus ayat maka tidaklah ia terhitung dalam orangorang yang lalai”
= . k = <,# = p <\ & ,e9 8] " F <l 2 ... “… dengan dua ratus ayat maka sungguh ia terhitung dari orang-ora ng yang Qonit (Khusyu’, panjang sholatnya,-pent.) lagi Ikhlash” Dan be lia u shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam pada sua tu ma lam da n beliau da lam keadaan sak it membaca tujuh (surah) yang panja ng, ya itu surah A l-Baqarah, A li ‘Imran, An-Nisa`, A lMa`idah, A l-A n’am, A l-A ’raf dan At-Taubah. Dan da lam k isah shola t Hudza ifah bin Al-Yaman di be lakang Nabi ‘Alaihish Sholatu was Salam ba hwa be liau shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam memba ca da lam sa tu raka’a t A l-Baqarah kemudian A n-Nisa’ kemudian A li ‘Imran da n beliau memba canya lamba t la gi pe lan. Dan te lah tsabit (sya h, te tap) de ngan sanad ya ng pa ling shohih bahwa ‘Uma r radhiyallahu ‘anhu ta tka la meme rintah Uba y bin Ka ’ab shola t mengimam i manusia dengan sebela s raka ’a t dalam Ramadhan, maka Uba y radhiyallahu ‘anhu memba ca dua ra tus a ya t sampa i ora ng-orang ya ng di be lakangnya be rsanda r di a tas tongka t ka rena lamanya be rdiri dan tidak lah me reka buba r ke cuali pada a wa l-a wa l fa ja r. Dan juga te lah shohih da ri ‘Uma r bahwa be liau memanggil pa ra pemba ca Al-Qur`an di bulan Ramadhan kemudian beliau meme rinta h ora ng yang pa ling ce pat ba caa nnya untuk memba ca 30 a ya t, ora ng ya ng pe rtenga han (ba caannya ) 25 a ya t dan ora ng ya ng lamba t 20 a ya t. Dibangun di a tas ha l te rsebut, maka kala u seseora ng shola t sendiria n disila hkan mempe rpanjang shola tnya sesuai denga n kehendaknya, dan demik ian pula bila ada yang shola t be rsamanya da ri ka langa n orang yang sepaka t denga nnya (da lam mempe rpanja ng,-pe nt.), dan semak in panjang maka itu lebih utama, akan te tapi ja ngan ia be rlebihan dalam mempe rpanjang sampa i menghidupkan se luruh ma lam ke cua li kadang-kadang, da lam rangka mengikuti Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang be rsabda :
:] 0 : T : U % “Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam)” Dan apa bila ia shola t seba gai imam maka hendaknya ia mempe rpa njang denga n sesua tu yang tidak membe ra tkan ora ng-orang di be lakangnya, be rdasa rkan sabda belia u shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
a V % t (8 [ 0 V % ) t ( ) % t 4 G 9% 5\ % ( ` . ) 9 !e9 t J . O-k 9 | * A : C a V qh b & I f 9 D : C % “Apabila salah seorang dari kalian Qiyam mengimami manusia maka hendaknya ia memperingan sholatnya karena pada mereka ada anak kecil, orang besar, pada mereka orang lemah, orang sakit dan orang yang mempunyai keperluaan. Dan apabila ia Qiyam sendiri maka hendaknya ia memperpanjang sholatnya sesuai dengan kehendaknya”.” Demik ian ke te rangan Syaik h Al-Albany tentang ba caan pada Qiyamul lail, ada pun da lam shola t witir, be rik ut ini bebe ra pa hadits ya ng me nje laskannya , dianta ra nya ada lah ha dits Uba y bin Ka ’ab riwa ya t Imam Ahmad dan la in-lainnya , be liau be rka ta :
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
14
15
V e9 :z C > H / T % ! % 9\ % 6 ' M 1 2$ @ j 5@ L2 / F9 # @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! A ^ ] ~ Q | % :# 1 ! 0 5 @ ? @ “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam membaca pada witir dengan “Sabbihisma Rabbikal A’la”, “Qul Ya Ayyuhal Kafirun” dan “Qul Huwallahu Ahad”. Apabila beliau salam, belaiu berkata : “Subhanal Malikil Quddus” 3 tiga kali.” (Dishohihkan oleh Sya ikh Muqbil da lam Al-Jami’Ash-Shohih 2/160-161.) Dan da lam hadits ‘Abdurrahman bin Abi Abza riwa ya t Ahmad dan lainnya , be liau be rka ta :
| % :# 1 ! 0 5 @ ? @ Ve9 :z C > H / T % ! % 9\ % 6 ' M 1 2$ @ j 5@ L2 / F9 # ! A & , &/ I 2 Z 9$ % | % :# 1 ! 0 5@ | % :# 1 ! 0 5 @ “Sesungguhnya beliau membaca pada witir dengan “Sabbihisma Rabbikal A’la”, “Qul Ya Ayyuhal Kafirun” dan “Qul Huwallahu Ahad”. Apabila beliau salam, belaiu berkata : “Subhanal Malikil Quddus, Subhanal Malikil Quddus, Subhanal Malikil Quddus.” dan beliau menga ngkat suaranya dengan itu .” (Dishohihkan ole h Sya ikh Muqbil da lam Al-Jami’Ash-Shohih 2/161.) Be rda sa rkan dua hadits di a ta s, Ats-Tsaury, Ishaq dan Abu Hanifa h menganggap sunnah memba ca tiga sura h di a ta s dalam shola t witir. Imam Malik dan Asy-Syafi’iy juga menganggap sunna h ha l te rsebut namun me reka da lam raka ’a t ke tiga se lain da ri surah Al-Ikhlash juga menga nggap sunnah menambahnya denga n surah Al-Fa laq dan sura h An-Nas. Namun hadits menge nai tambahan dua surah te rsebut dia nggap lemah oleh Imam Ahmad, Ibnu Ma’in dan Al‘Uqa ily, ka rena itu se ha rusnya orang yang shola t witir tiga raka ’a t hanya te rba tas de ngan memba ca sura h Al-Ik hla sh pada raka’a t ke tiga. Sya ikh Al-Albany da lam Sifat Sholat An-Nabi ha l. 122 (Ce t. Kedua Makta bah Al-Ma ’arif) juga menshohihkan hadits bahwa memba ca dalam raka ’at witir dengan se ra tus a ya t da ri An-Nisa`. Ba ca : Al-Mughny 2/599-600, Al-Majmu’ 2/599 dan Syarhus Sunnah 4/98.
Qunut Witir Qunut se ca ra e timologi mempunya i makna yang banyak . Ada lebih da ri 10 makna sebaga imana yang dinukil ole h Al-Hafizh Ibnu Ha ja r da ri Al-Iraqy dan Ibnul Araby. 1) Doa , 2) Khusyu’, 3) Ibadah, 4) Taa t, 5) Ma nja lankan ke taa tan, 6) Pene tapa n Ibadah kepada Alla h, 7) Diam, 8) Sha la t, 9) Be rdiri, 10) Lamanya be rdiri, 11) Te rus-mene rus da lam ke taa tan. Dan juga ada makna -makna lain dapa t diliha t da lam Tafsir Al-Qurthuby 2/1022, Mufradat AlQur’an ka rya Al-Ashbahany ha l. 428 dan la in-lainnya . Adapun se ca ra te rminologi, sepe rti disebutkan Al-Hafizh Ibnu Ha jr Al-Asqa lani rahimahullah: “Doa di dalam sha la t pada tempa t yang khusus da lam keadaan be rdiri.” (liha t Fathul Bari 2/490). Mak na se ca ra te rm inologi ini yang diinginkan oleh pa ra ulama fiqh dan kebanyaka n ulama dalam buku-buku me reka. Liha t Zadul Ma’ad ka rya Ibnul Qa yyim 1/283. Te lah syah da lam hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam akan sya ri’a t Qunut da lam shola t witir seba gaimana da lam hadits Al-Ha san bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu ri wa ya t Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i, Ibnu Majah da n la in-la innya , be lia u be rkata :
F */ % g 9' = 9 F *9' % g : T = 9 F ,: T / F9 = / ^ ] A @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ F * ' g 4 % *2$ g A $5 g % = ? W & ,% 1 ' 6G # % F G # 1 ,e9 g G b F *% g f ' 9 F $ 2% g / = 9 “Rasulullah mengajarkan kepadaku beberapa kalimat untuk saya uca pkan dalam witir : “Ya Allah, berilah hidayah kepadaku pada orang-orang yang Engka u beri hidayah, berilah padaku afiyat pada orang yang Engkau beri afiyat, naungilah aku pada orang-orang yang Engkau naungi, berkahilah aku pada apa yang Engkau beri dan jagalah aku dari kejelekan keputusan-Mu, sesungguhnya Engkau memutuskan dan tidak diput uskan terhadap-Mu, sesungguhnya tidaklah hina orang-orang ya ng Engkau naungi, dan Maha Berkah Engkau Wahai Rabb kami dan Maha Tinggi” (Dishohihkan ole h Syaik h Al-Albany da lam ba nyak buku belia u dan Sya ikh Muqbil dalam Al-Jami’Ash-Shohih 2/161.) Dibangun di a tas hadits ini orang-orang Ha nafiyah, Hanba liyah dan seba hagian orang Syafi’iyah be rpendapa t akan disunna hkanya Qunut witir di bulan Ramadhan da n sela innya. Demik ian pula diriwa ya tkan da ri Al-Hasa n, Ibrahim An-Nakha ’iy da n Ishaq. 3
Artinya : Maha suci Yang Maha berkuasa lagi Yang Maha suci.
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
15
16 Adapun Imam Ma lik be liau tidak be rpendapa t adanya Qunut witir. Dan Imam Asy-Syafi’iy be rpenda pa t bahwa witir a da lah disya ri’a tkan di pe rtengahan bulan Ramadha n. Tarjih Tentunya tidak diragukan akan sunna hnya Qunut witir be rda sa rkan ha dits Al-Hasan bin ‘Ali sehingga tidak a da a lasan bagi ora ng yang me la ra ng pe laksa naannya . Adapun pelaksa naan witir da ri pe rtengahan Ramadhan, hanya lah diriwa ya tkan dalam hadits yang lemah. Wallahu A’lam. Ba ca : Al-Muhgny 2/580, Bidayatul Mujtahid 1/204 dan Nailul Author.
Tempat Pelaksanaan Qunut Qunut dapa t dilaksa nakan sebe lum ruku’ a tau se te lah ruku’. Akan te tapi pe laksanaa nnya se te lah ruku’ lebih banyak dilakuka n oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Al-Imam Al-Ba ihaqi da lam As Sunnan Al Kubra 2/208 be rka ta : “Ra wi-ra wi hadits yang te rda pa t padanya penje lasan tenta ng qunut se tela h ruku’ lebih banyak da n lebih bisa dipe gang ha fa lannya . Ka rena itu riwa ya t me reka ya ng lebih pantas untuk dipaka i. Demik ian pula pe laksanaa n qunut pada zaman Khulafa` Ar-Rasyidin radhiyallahu ‘anhum ya ng te rdapa t pada riwa ya t-riwa ya t yang masyhur da ri me reka dan riwa yat-riwa ya t ini jumla hnya pa ling banyak”. Adapun da lil pe laksanaa n qunut sebe lum ruk u’ dite ra ngkan da lam bebe rapa hadits, dia nta ranya ada lah hadits Anas bin Malik riwa ya t Al-Bukhary, beliau be rka ta :
! /A V % o ' $ ] @ F*2 = ! C
4 9 qH # ? # 8] [ 0 [ $ _ 4 5 @ @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I F5* { 4 2 4 : 5 ' ? g *# , *A % ^ /*# qH : 2 1 V % J :` J I F 9 N b ' @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I F5* ': 9 T / <# 9 J qh # = ] 9 : * ' 2 ? J qh # = ] 9 : * ' % /A : 4 2 ^ /*# = ' N7, o [ $ ? M@ % “Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengutus 70 orang untuk suatu keperluan. Mereka itu disebut sebagai pembaca-pembaca Al-Qur`an. Maka mereka dihadang oleh dua suku Bani Sulaim, Ri’il dan Dzakwan. Kedua suku ini membunuh mereka. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mendo’akan kejelekan atas mereka selama sebulan pada shalat shubuh. Hal ini merupakan pe rmulaan adanya qunut da n kami tidak perna h qunut sebelumnya.” Berkata Abdul Aziz -murid Anas- : “Seorang lelaki bertanya kepada Anas tentang qunut tersebut, apakah dilakukan setelah ruku’ atau ketika selesai dari bacaan surat (sebelum ruku’). Maka Anas menjawab: “Bahkan ketika selesai dari bacaan surat.” Dan da lam hadits Uba y bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, be liau be rka ta :
/A 5 g *# ! A @ % & ' & 6 I F5* ! “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam melakukan qunut sebelum ruku’”. ( Dikelua rkan oleh An Nasa’i 1/248, Ibnu Majah no. 1182 da n lainnya dan dishahihka n oleh Syaik h Al-Albany rahimahullah da lam Al-Irwa`ul Ghalil no. 426). Da ri penjela san di a tas kita mengetahui bahwa ada kele lua saan da lam ha l ini. Ba rang sia pa yang ingin be rqunut sebe lum ruku’, maka itu a dala h pe rkara yang boleh dan ba ra ng siapa yang ingin be rqunut se te lah ruk u’, tidak ada dosa apapun a tasnya. Pendapa t tentang bole hnya memilih sa lah sa tu da ri dua ca ra melak ukan qunut juga diriwa ya tkan oleh Ibnul Mundzir da ri Sha haba t Ana s bin Ma lik , Imam Ayyub As-Sikhtiyany dan Imam Ahmad. Pendapa t ini dikua tka n oleh Sya ikh Al-Albani dalam Qiyamu Ramadhan hal. 31, Sya ikh Ibnu ‘Utsa imin da lam Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/64-65 dan Sya ikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy. Dan be rka ta Sya ikhul Islam Ibnu Taim iyah da lam Majmu’ Fatawa 23/100 : “Adapun a hli fiqh da ri ka langan ahli hadits se pe rti Ahmad dan se la innya, me reka membole hkan kedua pe rka ra ka rena sunnah ya ng shohih da ta ng menjela skan kedua nya, wa la upun me reka memilih qunut se te lah (ruku’) ka re na lebih ba nyaknya (da lil tentang ha l te rsebut,-pent) da n lebih (mendeka ti) qiyas …” Lihat juga : Al-Inshaf 2/170. Untuk pembaha san di a tas ba ca : Al-Majmu’ ka rya Imam An-Na wa wi 2/510, 520 da n Fathul Bari ka rya Ibnu Ra jab 6/270-277.
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
16
17 Mengangkat Tangan Ketika Qunut Yang pa ling kua t da ri pendapat pa ra ulama da lam masa lah ini ada lah tidak disya ri’a tkannya menga ngka t tanga n da lam qunut. Ini me rupakan pendapa t Yazid bin Abi Ma ryam, Imam AlAuza’iy, Abu Ha nifah dan Imam Malik . Liha t Al-Mughni 1/448 dan Al-Majmu’ 3/487. Pendapa t ini dikua tkan ka re na tidak ada hadits ya ng shahih yang menunjukkan be liau menga ngka t tangan da lam qunut. Adapun da lil ya ng dipaka i ole h pa ra Ulama yang be rpendapa t disya ri’a tkannya mengangka t tangan da lam qunut ada lah hadits yang diriwa ya tkan ole h Imam Ahmad 3/137, Abd bin Huma id da lam Al-Muntakhab ha l 380 no. 1276, Ath-Tha ba rany 4/51/3606, dalam Al-Ausath 4/131/3793 dan da lam Ash-Shaghir 1/323-324/536, Abu Nu’a im da lam Al-Hilyah 1/123-124, Al-Ba ihaqy 2/211 dan Al-Kha thib dalam Tarikh Baghdad 11/440 da ri jala n Sula iman bin AlMughira h da ri Tsabit Al-Bunany da ri Anas bin Malik tentang kisah pa ra pemba ca Al Qur`an yang te rbunuh. Disebutkan bahwa Anas be rka ta kepada Tsabit :
' ' : 9 & : Z 9$ J : ` J I F 9 @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ g $ : # 9 “Sesungguhnya saya melihat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam setiap kali beliau shalat shubuh, beliau mengangkat kedua tanga nnya mendo’akan kejelekan atas mereka (pembunuh para pembaca Al-Qur’an).” Nam un hadits ini lemah ka rena di dalamnya te rda pa t dua ca cat : 1. Sula iman bin Mughirah, wa laupun beliau seorang ra wi yang tsiqah, akan te tapi ia te lah menye lisihi Hammad bin Salamah ya ng me riwa ya tkan hadits ini da ri Tsabit da ri Anas. Dan Hammad tidak menyebutkan da lam riwa ya tnya bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengangkat kedua tangannya. Liha t riwa ya t Hammad da lam Shahih Muslim 3/1511 no. 677, Ahmad 3/270 dan Ibnu Sa ’d da lam Ath-Thabaqat 3/515. Hammad bin Sa lamah ini ada lah ora ng ya ng paling kua t riwa ya t haditsnya da ri Tsabit. Maka sebaga imana yang dika takan ole h Imam Ya hya bin Ma ’in, Abu Hatim dan la innya bahwa : “Siapa sa ja yang menye lisihi Hammad dalam pe riwa ya tan hadits da ri Tsabit, maka ya ng dida hulukan ada lah pe riwa ya ta n Hammad.” Ba hkan Imam Muslim dalam kitab At-Tamyiz menukil kesepaka tan ahli ‘ilalul hadits bahwa Hammad ada lah orang yang paling kua t riwa ya tnya da ri Tsabit. Ba ca k itab Syarah ‘Ilal At-Tirmidzy 2/790 (Ce t. Mak taba h Al-Mana r) dan la in-lainnya . 2. Murid-murid Anas bin Ma lik radhiyallahu ‘anhu se pe rti : Qa tadah, Muhammad bin Sirin, ‘Abdul ‘Aziz bin Shuha ib, Abu Qilaba h, Ishaq bin ‘Abdillah bin Abi Tha lha h, Abu Mijlaz, ‘Ashim, Musa bin Ana s, Humaid At-Tha wil, Daud bin Abi Hind, Ha nzha lah bin ‘Abdillah, Abu Mak hla d, Ma rwan Al-Ashfa r dan Ibnu Muhajir, semua nya me riwa ya tka n hadits yang semakna da ri Anas bin Malik te nta ng pe laksanaan qunut. Akan te tapi tidak seora ngpun da ri me reka yang menyebutka n ba hwa Nabi mengangka t kedua tanga nnya da lam qunut. Liha t riwa ya t-riwa ya t me reka di Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan La in-la innya (senga ja kam i tidak menyebutka n takhrij-nya untuk menyingka t pembahasan). Se luruh hal ini mempe rtegas akan sa lahnya Sula iman bin Al-Mughirah da lam pe riwa ya ta nnya ya ng menye butkan Nabi menga ngka t kedua tangannya da lam qunut. Da n Sya ikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullah te rmasuk Ulama yang me lemahkan hadits ini. Wallahu a’lam.
Mengaminkan Doa Qunut Bagi Makmum Sya ri’a t aka n ha l ini te lah te tap da lam hadits Ibnu ‘Abbas. Hal ini ditegaska n ole h Ibnu Qudamah da lam Al-Mughny 1/449: “Apabila Imam melakuka n qunut hendak nya diam inkan oleh orang yang dibe lakang imam dan kami tidak menge tahui ada pe rbe daan penda pat da lam masa lah ini.” Akan teta pi pe rlu diinga t bahwa pe ngaminan hanya lah diucapka n pa da lafa zh-la fazh doa , bukan pada lafa zh pujia n. Ini me rupaka n pendapa t Imam Ahamad da n dibe na rkan oleh Imam AlKhiroqy da n An-Na wa wi. Liha t Su`alat Abi Daud ha l.67 dan Al Majmu’ 3/481. He ndaknya pula imam be rdoa denga n la fazh umum (bukan untuk pribadinya ), se hingga makmum ke tika mengam inka nnya juga mengambil andil da ri doa te rsebut. Ha l ini ditega skan demik ian ka rena dua pe rka ra: Pertama : Alla h Subhanahu Wa Ta’ala ta tka la be rfirman kepada Nabi Musa ‘alaihis salam :
#<@ 9 \ / ' ( g 5 [ : ? “Sesungguhnya do’a kalian berdua telah dikabulkan.” (QS. Yunus: 89).
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
17
18 Dan ka lau kita mempe rha tikan a ya t sebe lumnya maka kita akan menge tahui ba hwa te rnya ta yang be rdoa hanya Nabi Musa ‘alaihis salam :
M c W4 % 6
Mengusap Wajah Setelah Qunut Imam Abu Daud da lam Masa`il-nya ha l. 71 be rka ta : “Sa ya mendenga r Ahmad ditanya te ntang seseorang mengusap wa jahnya dengan ke dua tanga nnya bila se lesa i, maka be lia u menja wa b : “Sa ya tidak mendenga r tenta ng itu” da n be liau be rkata di kesempa tan la in : “Sa ya tidak mende nga r tentangnya sua tu (riwa ya t) apapun”.” Dan (Abu Da ud) be rka ta : “Dan sa ya tidak melihat Ahmad menge rjakannya .” Dan Imam Malik ditanya tenta ng seseora ng yang mengusap wa jahnya de ngan kedua te lapak tangannya ke tika be rdoa maka ia mengingka rinya semba ri be rka ta : “Sa ya tidak menge tahuinya.” Ba ca : Mukhtashor Qiyamul Lail ka rya Muhammad bin Nashr Al-Ma rwa zy ha l. 327. Dan be rka ta Imam Al-Ba ihaqy da lam Sunan-nya 2/212 : “Adapun mengusa pkan kedua tanga n ke wa ja h se lepas doa , tidakla h sa ya mengha fal (ha l te rsebut) da ri seora ngpun da ri pa ra Ulama sa laf pada doa qunut.” Dan demik ian pula kesimpulan Sya ikh Ibnu ‘Utsa imin da lam Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/53-56. Dan ba ca : Irwa`ul Gholil 2/178-181.
Beberapa Hukum Dan Masalah Berkaitan Dengan Pembahasan Te lah dike tahui te ntang keutamaan shola t Tarawih be rsama imam sampa i se lesa i wa laupun pe laksanaa nnya di a wa l ma lam dan juga dike tahui bahwa dila ra ng melakuka n witir dua kali da lam sa tu ma lam seba gaimana da lam ha dits :
8] F 9 ! %
“Tidak ada dua witir dalam satu malam” Nam un bila makmum ingin menamba h shola t di akhir malam, apa ya ng ha rus ia lakuka n ? Ja wab : Ada dua penye lesa ian te rhada p masa lah ini, ya itu : Satu : Mengge napkan raka’a t. Ya itu ke tika imam salam di akhir witirnya maka ia tidak salam tapi be rdiri menambah sa tu raka ’a t sehingga shola tnya menja di ge nap. Sehingga kala u ia ingin melak ukan shola t di akhir malam ia te tap bisa melakuka n witir. Dengan ha l ini seseorang te tap mendapa tkan paha la shola t be rjama ’ah be rsama imam da n te tap bisa melak ukan shola t di akhir malam . Ca ra ini menurut Sya ikh Ibnu ‘Utsa im in ada lah ca ra yang pa ling ba ik. Dua : Ikut shola t witir be rsama imam sampa i selesa i dan salam be rsamanya dan ka lau ia ingin ba ngun di malam ha ri maka boleh shola t lagi dua raka ’a t dua raka’a t be rdasa r keumuman hadits
6*3 6*3 J I “Sholat malam dua (raka’at) dua (raka’at)” Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
18
19 da n tidak boleh witir lagi se hingga tidak te rja tuh da lam la ra ngan pe laksanaa n dua witir dalam sa tu malam . Ba ca : Al-Mughny 2/597-598, Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/ 88-89 da n Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 14/123-126. Sebena rnya ada ca ra ke tiga yang disebut de ngan nama Naqdhul Witr ya itu seseorang se te lah shola t witir di a wa l malam kemudia n di akhir ma lam ia ba ngun untuk shola t, maka ia shola t sa tu raka’a t untuk membata lkan witirnya , namun hal te rsebut lemah menurut pe ndapa t Jumhur Ulama. Sila hkan ba ca pembahasa nnya da lam : Al-Istidzkar 2/113-114, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra ja b 6/250-257, Al-Mughny 2/597-598, Al-Inshof 2/182, Al-Majmu’ 3/521, Thorhut Tatsrib 3/81 dan Nailul Author 3/49. Tidak disunna hkan adanya Ta’qib dalam shola t Tarawih ya itu seke lompok ora ng se te lah mekakukan shola t la il di a wa l ma lam se ca ra be rjama’ah kembali be rjama ’ah di akhir ma lam. Hal ini ada lah pe rka ra ya ng mak ruh menurut pendapa t Imam Ahmad da lam sa lah sa tu riwa ya t dan Sya ikh Ibnu ‘Utsa imin me ngua tkan penda pa t ini. Namun menurut Sya ikh Ibnu ‘Utsa imin kala u Ta’qib me reka lakuka n se tela h Tarawih da n sebe lum witir maka bukanlah mak ruh. Sisi kua t ke simpula n ini te ntunya bisa dipaham i da ri ura ian-uraia n yang te lah la lu. Ba ca : Al-Mughny 2/607-608, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra ja b 6/258-259, Al-Inshof 2/183 da n Asy-Syarh Al-Mumti’ ka rya Ibnu ‘Utasimin 4/91-93. Adapun masa lah me lakuka n shola t sunnah anta ra raka’a t Tarawih saa t istira hat ada lah pe rka ra yang mak ruh. Ba ca : Al-Mughny 2/607, Al-Inshof ‘Utasimin 4/90-91.
2/183 da n Asy-Syarh Al-Mumti’ ka rya Ibnu
Boleh melakukan witir di a tas he wa n tungga ngan a tau di a tas kenda raan menurut pe ndapa t kebanyaka n pa ra Ulama be rdasa rka n hadits ‘Abdulla h bin ‘Uma r riwa ya t Al-Buk hary dan Muslim , beliau be rka ta :
4 5 6 ' / ! A @ % & " 6 ' % & ' > H 6 I > ? / @ $ ! “Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melakukan witir di atas onta.” Sila hkan ba ca pembahasa nnya da lam : Al-Istidzkar 2/111, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra jab 6/265-267 da n Bidayatul Mujtahid 1/204. Shola t witir juga te tap disunna hkan wa laupun da lam sa fa r/pe rja lana n ka rena Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam me lakukan witir da lam keadaa n mukim maupun safa r. Dan ba nyak da lil yang menunjukka n tenta ng hal te rsebut. Ba ca : Majmu’ Fatawa Ibnu Taim iyah 23/98, Fathul Bari ka rya Ibnu Ra jab 6/258-259 dan Al-Majmu’ 2/517. Tidak disya ri’a tkan adanya doa ke tika istira hat di pe laksanaa n Ta ra wih da n demik ian pula tidak a da doa se te lah shola t Ta ra wih. Ba ca : Al-Inshof 2/181 da n 182.
Demik ian bebe rapa pembahasa n be rka itan denga n tuntunan shola t Ta ra wih. Dan pe rlu dike tahui ba hwa masih a da se jumla h masala h yang kami belum sebutka n, ha l te rsebut diseba bkan oleh ke te rba tasa n wak tu. Dan kami be rha ra p Alla h membe rika n kemuda han untuk penulisan pembaha san le ngkap di wak tu lain. Mudah-mudaha n tulisa n ini be rmanfaa t untuk seluruh kaum muslimin dan bisa menjadi pedoman dalam menghidupkan malam-ma lam penuh be rkah di bulan Ramadha n. Amin, Yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu Ta’ala A’lam.
Majalah A n-Nashiha h Vol. 7 (1425/2008)
19