TUGAS AKHIR Proteksi - Koordinasi Saluran Sistim Tenaga Menggunakan Relay Arus Lebih Sesuai Standart IEC 60909 Dan IEC 60255 Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh : Nama NIM Program Studi
: Dicky K Prasetia : 0140311-025 : TEKNIK TENAGA LISTRIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama N.I.M Jurusan Fakultas Judul Skripsi
: : : : :
Dicky K Prasetia 0140311-025 Teknik Tenaga Listrik Teknologi Industri Proteksi – Koordinasi Saluran Sistim Tenaga Menggunakan Relay Arus Lebih Sesuai Standart IEC 60909 dan IEC 60255
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus
bersedia
menerima
sanksi
berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
[ DICKY K P ]
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Proteksi - Koordinasi Saluran Sistim Tenaga Menggunakan Relay Arus Lebih Sesuai Standart IEC 60909 Dan IEC 60255
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan
: Dicky K Prasetia : 0140311-025 : Teknik Tenaga Listrik
Pembimbing
Koordinator TA
(Ir. Budiyanto Husodo, Msc)
(Ir. Yudhi Gunardi, MT)
Mengetahui KaProdi
(Ir. Budiyanto Husodo, Msc)
iii
ABSTRAK
Untuk menghadapi krisis energi di Indonesia, kususnya pada sektor tenaga listrik harus dilakukan evaluasi ulang pada komponen peralatan – peralatan listrik yang digunakan. Dengan berlangsungnya waktu, sehingga akan ada perubahan kondisi fisik dari alat-alat yang diamankan ataupun dapat terjadi perubahan kehandalan peralatan – peralatan proteksi yang digunakan. Pada dasarnya agar komponen – komponen pada sistim tenaga dapat bekerja dengan baik sehingga diperlukan perawatan – perawatan pada masing – masing komponen tersebut. Sebaliknya yang perlu diperhatikan dalam sistim tenaga adalah peralatan – peralatan proteksi khususnya pada peralatan pemutus ataupun proteksi relay. Peranan dari alat pemutus sangat vital, apabila peralatan pemutus sudah tidak berfungsi dengan baik, dalam hal khusus telah terjadi perubahan kondisi fisik ataupun ada kesalahan dalam penggunaan, sehingga dalam deteksi gangguan sudah tidak dapat dihandalkan lagi. Perubahan kondisi fisik dapat disebabkan berbagai macam masalah seperti bencana ataupun kualitas isolasi yang sudah menurun dan dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan sebagai contoh Gangguan Hubung Singkat. Gangguan hubung singkat akan menyebabkan kenaikan arus yang sangat tinggi, sehingga dapat mengakibatkan peralatan-peralatan pendukung lainnya seperti Trafo, generator dan kabel menjadi rusak. Dalam pelaksanaannya untuk mengamankan gangguan hubung singkat diperlukan relay arus lebih, tentu saja dalam hal penggunaan relay arus lebih diperlukan analisa - analisa gangguan diasumsikan terjadi gangguan hubung singkat dimasing-masing lokasi Banyak metoda-metoda yang digunakan untuk analisa gangguan hubung singkat, salah satunya standart IEC 60909. Standart IEC 60909 merupakan implementasi dari symmetrical component dan metoda analisa rangkaian menggunakan metoda thevenin.. Tentu saja dalam pelaksanaan setting relay disini penulis menggunakan standart IEC 60255 sebagai koordinasi saluran tenaga. Sebagai hasilnya dari analisa hubung singkat menggunakan IEC 60909 dimana data-data tersebut sangat berguna sebagai data-data untuk setting relay arus lebih dan dilain pihak data-data tersebut juga sangat berguna untuk menentukan kapasitas dari switchgear yang akan digunakan. Selanjutnya koordinasi saluran sangat berperan besar untuk menghindari terjadinya blackout pada saluran tenaga.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, telah melimpahkan rahmat Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ PROTEKSI – KOORDINASI SALURAN SISTIM TENAGA MENGGUNAKAN RELAY ARUS LEBIH SESUAI STANDART IEC 60909 DAN IEC 60255 “. Tugas akhir ini disusun oleh penulis untuk menyelesaikan program studi Strata 1 ( S1 ) pada Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana. Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan pengetahuan baik secara teori maupun prakteknya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan karena terbatasnya waktu, terbatasnya tingkat pengetahuan dan pengalaman penulis. Walaupun demikian dengan segala daya upaya yang ada, penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki. Dalam menyusun tugas akhir ini, penulis sudah banyak memperoleh dukungan semangat dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada: 1. Istriku tercinta Maria Ulfah, yang sudah memberikan dorongan moril, semangat dan perhatiannya selama ini. 2. Bapak Ir. Budiyanto Husodo Msc, selaku pembimbing Tugas Akhir dan Ketua Jurusan Teknik Elektro.
v
3. Bapak Ir. Yudhi Gunardi MT, selaku Koordinator Tugas Akhir. 4. Dosen Jurusan Teknik Elektro khususnya peminatan Tenaga Listrik yang telah memberikan pengetahuannya selama ini. 5. Seluruh karyawan dan staff Universitas Mercu Buana khususnya Jurusan Teknik Elektro. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, segala kritik dan saran dari berbagai pihak yang mengarah pada kesempurnaan tugas akhir ini, akan penulis terima dengan senang hati dan penuh rasa terima kasih. Penulis berharap semoga tulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi para peminat ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jakarta, Maret 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………………...………..i Halaman Pernyataan ……………………………………………………………...ii Halaman Pengesahan …………………………………………………………….iii Abstraksi …………………………………………………………………………iv Kata Pengantar ……………………………………………………………………v Daftar Isi …………...……………………………………………………………vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………….………..……………. .1 1.2 Perumusan Masalah………………………….…….…………….……3 1.3 Batasan Masalah ………………………………………………………3 1.4 Tujuann Masalah ……………………………..……………………… 4 1.5 Sistematika Penulisan ……………………..…………………………..4 BAB II GANGGUAN HUBUNG SINGKAT 2.1 Komponen Simetri …………………………………………………...6 2.2 Jenis GangguanHubung Singkat …………………………………….15 2.3 Gangguan Hubung Singkat IEC 60909 ……………………………...17 2.3.1 Kriteria Gangguan Maximum ………………………………..21 2.3.2 Kriteria Gangguan Minimum ………………………………...21 2.4 ImpedansiHubung Singkat …………………………………………..22 2.4.1 Impedansi Jaringan Feeder …………………………………...22 2.4.2 Transformator ………………………………………………...26 2.4.3 Saluran Udara dan Kabel ……………………………….…….29 2.4.4 Reaktor Pembatas Arus (Current Limiting Reactor) …………30 2.4.5 Motor …………………………………………………………30 2.4.6 Generator ……………………………………………………..31 2.4.6.1 Generator Dihubungkan Langsung Pada Sistem …….31 2.4.6.2 Generator Dan Trafo ………………………………...33 2.4.6.3 Power Station Unit …………………………………..34 BAB III PROTEKSI DAN KOORDINASI SALURAN TENAGA 3.1 Switchgear …………………………………………………………...36 3.1.1 Disconnector Switch Dan Earthing Switch ……………………37 3.1.2 Load break switch ……………………………………………..38 3.1.3 SF6-Circuit breaker ……………………………………………41 3.2 Fuse ………………………………………………………………….43 3.2.1 Unrated voltage ………………………………………………..43 3.2.2 Rated current (In) ……………………………………………...44 3.2.3 MinimumBreaking Capacity (I3) ……………………………..45 3.2.4 Critical current (I2) ……………………………………………46 3.2.5 Maximum breaking capacity (I1) ……………………………..46 3.2.6 Time/current characteristic ……………………………………46 3.2.7 Limited cut-off current ………………………………………...47
vii
3.2.8 Tipe Fuse tegangan menengah ………………………………...47 3.3 Trafo Arus …………………………………………………………...50 3.4 Trafo Tegangan ……………………………………………………...51 3.5 Relay Arus Lebih …………………………………………………...52 3.5.1 Elektromekanikal relay ………………………………………..61 3.5.2 Statik relay ……………………………………………….…….61 3.5.3 Digital relay ……………………………………………………61 3.5.4 Numeric relay ………………………………………………….62 3.5.5 Relay arus lebih directional ……………………………………62 3.6 Diskriminasi dengan waktu ………………………………………….65 3.7 Diskriminasi dengan arus ……………………………………………67 3.8 Diskriminasi dengan Logika ………………………………………...72 3.9 Diagram kawat koneksi relay arus lebih …………………………….73 BAB IV ANALISA PROTEKSI ARUS LEBIH 4.1 Analisa gangguan hubung singkat…………………………………..76 4.2 Koordinasi relay ……………………………………………….……91 BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………….107 DAFTAR PUSTAKA
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Teknologi elektrik khususnya pada proteksi sistim jaringan transmisi dan
distribusi terus mengalami perkembangan karena itu diupayakan agar suatu sistim berjalan sesuai rencana, sehingga dapat melingkupi kriteria sbb: ekonomis (economic), aman (safety), stabilitas (stability) dan selektif (selectivity). Suatu sistim tenaga listrik dapat dikatakan handal apabila pada sistim jaringan tersebut tidak sama sekali terjadi gangguan atau gangguan terjadi pada waktu tertentu dapat diminimalkan. Sehingga akan menghindari kerugian yang tidak berarti, misalkan pengeluaran dana besar untuk perbaikan komponen saluran. Dari sekian banyak gangguan yang terjadi pada saluran tenaga, salah satunya merupakan gangguan hubung singkat dimana suatu gangguan yang disebabkan oleh kualitas isolasi yang menurun ataupun dapat disebabkan karena adanya kondisi lingkungan yang tidak memadai, misalkan gempa bumi, angin topan dan kelembaban lingkungan yang sangat redah. Gangguan hubung singkat dapat terjadi pada semua piranti / peralatan saluran tenaga baik pada kabel saluran udara, kabel saluran bawah tanah, pemutus dan sumber tenaga yaitu generator, trafo dan lain-lain. Apabila terjadi kerusakan pada peralatan tersebut sehingga dapat dipastikan akan terjadi kenaikan arus yang sangat tinggi. Sebagai permasalahannya agar peralatan – peralatan yang sehat ada
1
pada saluran tenaga tersebut dapat tahan dilalui arus yang sangat tinggi sehingga diperlukan analisa gangguan hubung singkat diasumsikan gangguan terjadi pada lokasi tertentu. Oleh karena itu apabila terjadi gangguan hubung singkat dimana sudah dapat diketahui berapa besar arus gangguan hubung singkat tertinggi, jadi dapat dicegah dengan peralatan proteksi seperti relay arus lebih. Salah satu proteksi yang tidak kalah pentingnya pada proteksi saluran tenaga yaitu proteksi arus lebih (overcurrent protection), apabila dipandang dari sisi biaya, dimana proteksi arus lebih terbilang murah dibandingkan jenis proteksi lainnya seperti differential protection dan distance protection dll. Pada sisi segi perancangan overcurrent protection dapat dikatakan suatu proteksi yang sederhana dan memiliki tingkat kehandalan yang terbatas, sebaliknya differential dan distance protection suatu sistem yang lengkap dan sangat handal. Walaupun overcurrent protection memiliki kelemahan (kehandalan yang terbatas), pembangkit hampir selalu melokasikan overcurrent protection di main protection (utama), apabila topologi jaringan merupakan sistim radial dan alternative lainnya diletakkan sebagai backup protection (Bantu), apabila topologi jaringan merupakan keduanya yaitu sistim Loop dan sistim Radial. Dalam perencanaan setting overcurrent protection dilakukan analisa tahap demi tahap seperti analisa gangguan sistim dimasing-masing point, baik sistim saluran pada keadaan open atau close. Banyak metoda – metoda yang digunakan para rekayasa untuk analisa gangguan seperti, symmetrical component, compensation, conventional, ANSI dan IEC 60909 tetapi yang paling sering digunakan para rekayasa di Indonesia yaitu IEC 60909 dikarenakan peralatan
2
pendukung baik itu pada switchgear, trafo dan generator dan lain-lain yang beredar dipasar Indonesia selalu menggunakan standart kelayakan mutu dari IEC – International Electrotechnical Commission.
1.2
PERUMUSAN MASALAH Agar suatu sistim daya memiliki proteksi yang baik, sehingga diperlukan
setting yang tepat agar masing – masing relay saling koordinasi. Pada prinsipnya koordinasi relay adalah apabila terjadi gangguan pada lokasi tertentu sehingga hanya relay yang terletak didekat lokasi tersebut yang akan bekerja.
1.3
Batasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan mengenai “Proteksi dan Koordinasi saluran Sisitim Tenaga Menggunakan Relay Arus Lebih sesuai standart IEC 60909 dan IEC 60255” , terdapat tiga (3) pokok bagian pembahasan: 1. Analisa hubung singkat dimasing-masing gangguan menggunakan metoda IEC60909, dengan asumsi bahwa terjadi gangguan pada saluran sisitim tenaga. 2. Menentukan setting relay dan kurva relay pada saluran dimasing-masing proteksi ganguan menggunakan overcurrent relay sesuai IEC 60255
3
1.4
TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mempelajari permasalahan
proteksi arus lebih dan koordinasi saluran tenaga, khususnya menggunakan metoda IEC 60909 dan IEC 60255
1.5
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan serta menegetahui materi yang akan dibahas, maka
pada tugas akhir ini diperinci dalam beberapa bab. Untuk lebih jelasnya sebabagai berikut, mengenai BAB II dijelaskan permasalahan penyebab gangguan hubung singkat dan dijelaskan pula bagaimana untuk analisa gangguan beban lebih sesuai standart IEC 60909. Analisa ini sangat diperlukan untuk mengetahui besar gangguan sebelum terjadi gangguan pada sistim daya kususnya gangguan hubung singkat. Untuk BAB III yaitu lebih menjelaskan mengenai peralatan-peralatan yang digunakan dalam suatu proteksi arus lebih. Peralatan – peralatan yang dimaksud yaitu peralatan pemutus dan trafo pengukuran serta relay arus lebih. Pada bab ini dijelaskan pula bagaimana mengaplikasikan peralatan tersebut agar masing – masing proteksi saling koordinasi sesuai standart IEC 60255. Mengenai BAB IV dijelaskan mengenai analisa gangguan hubung singkat pada saluran sistim tenaga dan menentukan setting relay dan karakteristik kurva relay dimasing – masing lokasi gangguan agar relay dapat saling koordinasi dengan relay lainnya.
4
Mengenai BAB V berisi kesimpulan dan saran- saran yang dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan bab pembahasan mengenai “Proteksi dan koordinasi saluran sistim tenaga menggunakan relay arus lebih sesuai standart IEC 60909 dan IEC 60255”.
5
Bab II GANGGUAN HUBUNG SINGKAT
2.1
KOMPONEN SIMETRI Pada saat terjadi gangguan pada sistim daya maka nilai impedansi saluran
akan berubah kusususnya pada gangguan 1∅ dan 2∅ dan akan menghasilkan ketidak seimbangan pada tegangan maupun pada arus selanjutnya ketidak seimbangan tegangan dan arus akan sangat jauh pada area yang terjadi gangguan. Bagaimana untuk mengenai gangguan 3∅? Bila gangguan terjadi maka tidak terjadi ketidak seimbangan pada sistim impedansi, tetapi sebagai analisa gangguan 3∅ tetap diperlakukan seperti jenis gangguan lainnya seperti 1∅ dan 2∅. Sebagai analisa gangguan hubung singkat sering digunakan metoda simetri komponen yang dikenal sebagai: a. Urutan positif (positive sequence) b. Urutan negatif (negative sequence) c. Urutan nol (Zero sequence) Pada kondisi normal dimana sistim dalam keadaan seimbang, hanya tegangan dan arus positive sequence yang tampak seperti pada gambar 2.1 diasumsikan bahwa apabila terjadi gangguan 3∅ di titik F, yang menyebabkan perubahan arus gangguan dari O menjadi I dan tegangan berubah dari V menjadi V1, sehingga terdapat tegangan jatuh di I’1 Z’1 dan I”1 Z”1, dimana arus I’1 dan I”1 menuju sumber gangguan dari arah kiri dan kanan masing-masing melewati impedansi
6
Z’1 dan Z”1.
dimana V1 merupakan tegangan hubung singkat pada titik
gangguan. Dari gambar 2.1 dimana impedansi pararel Zs1 + Z’1 // Z”1 merupakan
Gambar 2.1
Rangkaian urutan positif
Impedansi gangguan hubung singkat. Perlu diingat bahwa tegangan urutan positif hanya ada pada kondisi normal atau hanya pada gangguan 3∅. Apabila terjadi gangguan tidak seimbang pada sistim daya seperti ditunjukan pada gambar 2.2 dimana akan menghasilkan tegangan urutan negatif. Dari gambar 2.2 rangkaian urutan negatif
memiliki rangkaian yang sama dengan gambar 2.1 rangkaian
urutan positif, tetapi memiliki perbedaan yaitu pada urutan negatif tidak terdapat tegangan sumber. Hubungan tegangan dan arus pada urutan Nol seperti pada gambar 2.3, sama persis dengan tegangan dan arus urutan negatif. Untuk urutan Nol dimana arus gangguan harus dihubungkan pada titik netral atau dapat juga dihubungkan langsung ke tanah. Apabila terjadi gangguan 1∅, apabila sistim
7
Gambar 2.2
Rangkaian urutan negatif
tidak ditanahkan atau tidak dihubungkan pada titik netral sehingga arus urutan Nol tidak tampak, artinya Zero sequence hanya terjadi apabila sistim dihubungkan ke tanah..
Gambar 2.3
Rangkaian urutan Nol
8
Pada Gambar 2.4 ditunjukan masing-masing vektor simetri komponen, diasumsikan bahwa putaran searah jarum jam sehingga: Ia1 =
Ia1<0º
= Ia1
Ib1 =
Ia1 <240º
= a2Ia1
Ic1 =
Ia1 <120º
= aIa1
Gambar 2.4
Positif vektor
Untuk mengenai operator a, dapat didefinisikan sebagai berikut: a1 = 1<120º
= -0.5 + j0.866
a2 =
1 <240º
= -0.5 – j0.866
a3 =
1<360º
= 1 +j0
Untuk negative sequence seperti pada gambar 2.5 dan diasumsikan bahwa putaran searah jarum jam sehingga:
9
Ia2 =
Ia2<0º
= Ia2
Ic2 =
Ia2 <120º
= aIa2
Ib2 =
Ia2 <240º
= a2Ia2
Gambar 2.5
Negatif vektor
Gambar 2.6
Zero vektor
10
Tidak ada perbedaan yang jauh antara positive dan negative sequence, sebenarnya ada perbedaan antara positive dan negative yaitu pada arah putarannya saja , bila positif diasumsikan putaran ABC, sehingga negative menjadi acb. Bagaimana untuk Zero sequence? Untuk zero sequence seperti pada gambar 2.6 memiliki persamaan sebagai berikut Ia0= Ib0=Ic0 Dari penjelasan diatas sehingga dapat diketahui rumus – rumus yang digunakan pada gangguan hubung singkat sesuai pada tabel 2.1 Tabel 2.1Gangguan hubung singkat sesuai simetri komponen Jenis gangguan
Ik”
3 phase
c.Un / [√3.Z1]
2 phase
c.Un / [Z1+Z2]
2 phase ke tanah
c.Un .√3.Z2 / [Z1.Z2+Z2.Z0+Z1.Z0]
1 phase ke tanah
c.Un.√3 / [Z1+Z2+Z0]
Untuk lebih jelasnya arus simetri merupakan suatu arus yang disebabkan oleh suatu gangguan hubung singkat seimbang (3∅), sebaliknya arus tak simetri disebabkan oleh gangguan hubung singkat tidak seimbang (1∅
dan 2∅).
Sehingga perbedaan dari karakteristik arus gangguan hubung singkat seimbang dan hubung singkat tidak seimbang , seperti ditunjukan pada gambar 2.7 sbb:
11
Simetri
Tidak simetri
Tegangan Gambar 2.7
Simetri dan tidak simetri
Pada gambar diatas, tegangan yang dibangkitkan dapat di expresikan sebagai u= E sin (ωt + α). Oleh karena itu arus yang dibangkitkan menjadi i = E/Z [sin (ωt + α - ϕ) – sin (α- ϕ) e –R/L t ]. Dimana ada dua komponen yang mempengaruhi arus hubung singkat yaitu pergeseran phase (ϕ) dan yang kedua adalah DC component, sehingga dapat didefinisikan sbb: •
Untuk α = ϕ ≈ π/2, dapat dikatakan merupakan gangguan simetri. Jadi arus hubung singkat dapat didefinisikan sebagai i = E/Z sinωt, dimana besarnya awal gangguan hubung singkat seperti pada gangguan hubung singkat dalam keadaan steady state (Ik” ≈ Ik)
12
•
Untuk α = 0, dapat dikatakan merupakan gangguan tidak simetri, sehingga besar arus gangguan dapat didefinisikan sebagai i = E/Z [sin (ωt - ϕ) – sin ϕ e –R/L t ]. Besar awal arus hubung singkat (Ip) tergantung dari R/X ratio, atau pada analisis sebagai Ip = k.(√2). Ik” . perlu diketahui bahwa DC compoment hanya terjadi pada gangguan tak simetri, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.7
Untuk faktor -R/L t dapat ditentukan dengan menggunakan aturan dari IEC 60909 yaitu yang dikenal sebagai Koefisien k yang tergantung dari R/X ataupun R/L ratio.adapun grafik yang disertakan oleh IEC 60909 (Gambar 2.8), yaitu:
≈
Gambar 2.8
Kurva R/X Ratio
Factor k dapat dicari melalui pendekatan persamaan sebagai : K ≈ 1.02 + 0.98 e -3 R/X.
13
Dengan diketahuinya factor k, sehingga arus puncak hubung singkat (Ip) dapat diketahui, dimana Ipeak (Ip) sangat berguna untuk menentukan ukuran pemutus(size circuit breaker) atau yang dikenal sebagai ”Making Capacity”. Arti dari making capacity adalah bahwa Circuit Breaker sudah diadakan test dan tahan pada arus maximum selama beberapa detik. Menurut standart dari IEC 56, maximum rated time short circuit tidak boleh lebih dari 0.3 s, karena testing ini hanya dilakukan pada area / daerah Subtransient hingga transient. Untuk jelasnya mengenai subtransient, transient maupun steady state seperti yang ditunjukan pada gambar 2.9 sebagai berikut:
Gambar 2.9
Awal gangguan hubung singkat
14
2.2
JENIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa gangguan hubung singkat
dibagi menjadi dua (2) yaitu ganguan simetri dan gangguan tak simetri. Adapun macam gangguan hubung singkat, untuk lebih jelasnya seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10
Gambar 2.10 Jenis ganguan hubung singkat
Pada gambar 2.10, dijelaskan bahwa ada 4 jenis hubung singkat, Biasanya gangguan-gangguan tersebut dapat diklafikasikan menjadi 3, berdasarkan seringnya terjadi gangguan yaitu 1. Symmetrical three-phase short circuit sebesar 5 % 2. Phase-to-phase short circuit sebesar 15 % 3. Phase-to earth short circuit sebesar 80 %
15
Symmetrical three phase short circuit sangat jarang terjadi dan biasanya gangguan ini disebabkan kelalaian dari operator pada saat De-energized switchgear, dimana tidak adanya koordinasi dengan pemilik Upstream Network. Bilamana ini terjadi, maka GI ataupun GH yang bersangkutan menjadi TRIP seketika. Untuk Phase to phase ataupun phase to earth short circuit, gangguan ini biasanya disebabkan oleh kegagalan isolasi ataupun kesalahan pada saat install switchgear. Kegagalan isolasi memiliki makna yang complex seperti penurunan kualitas pada ketahanan Dielectric ataupun tahanan isolasi menjadi rendah. Akibat dari suatu gangguan tergantung daripada jenis gangguan dan lamanya terjadi gangguan pada lokasi tersebut, jadi akibat dari gangguan dapat dikategorikan menjadi: 1. Akibat pada lokasi gangguan •
Isolasi hancur
•
Konduktor hancur
•
Switchgear terbakar
•
Perubahan bentuk pada busbar
2. Akibat pada saluran didekat lokasi gangguan •
Voltage dip
•
Terjadi pemadaman disekitar gangguan
•
dll
16
2.3
GANGGUAN HUBUNG SINGKAT IEC 60909 Dalam standarisasi iec 909 untuk perhitungan analisa gangguan hubung
singkat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a. Gangguan terjadi jauh dari sumber / generator. (gambar 2.11) b. Gangguan terjadi didekat sumber / generator. (gambar 2.12)
√
√
√
√
Gambar 2.11 Karakteristik ganguan jauh dari generator
Gambar 2.12 Karakteristik gangguan dekat dari generator
17
Pada saat terjadi gangguan sesuai gambar 2.9, dimana generator akan menghasilkan variasi impedansi, sehingga arus transient yang dibangkitkan sangat rumit untuk dianalisa. Diasumsikan electromotive force konstan dan internal reactance bervariasi sehingga reactance yang dibangkitkan menjadi 3 bagian yaitu: Subtransient, Transient, Steady state Variasi
reactance generator hanya akan mempengaruhi peralatan-
peralatan didekat generator. Sebaliknya variasi reactance tidak mempengaruhi saluran yang jauh dari generator, karena semakin jauh saluran maka semakin besar impedansi saluran.
I
II
µ
III
µΙ µΙΙ µΙΙΙ µΙV
IV
Gambar 2.13 Factor µ Metoda IEC 909, memberikan syarat-syarat tertentu dimana suatu saluran Dikatakan jauh atau dekat dengan generator dapat digunakan grafik gambar 2.13.
18
Untuk gangguan didekat generator (gambar 2.12) berlaku: Ik
= awal terjadi arus gangguan (initial current)
Ik
= Arus steady state
Ib
= Besar arus saat diputus (breaking current)
Ir
= Arus nominal generator
λ
= Factor yang disebabkan adanya saturasi induktansi (Xd)
19
λ
λ
Gambar 2.14 Factor I”k/Ir untuk turbo generator
λ
Xdsat
λMax
λMin
Gambar 2.15 Factor I”k/Ir untuk salient pole generator
20
2.3.1
KRITERIA GANGGUAN MAXIMUM Gangguan maximum merupakan suatu analisa gangguan hubung singkat
pada saluran yang digunakan untuk menentukan kapasitas dari switchgear yang akan digunakan atau dapat juga digunakan untuk menentukan kapasitas dari masing-masing peralatan-peralatan listrik lainnya. untuk mengetahui kapasitas sangat penting karena apabila terjadi gangguan hubung singkat pada saluran sehingga akan terjadi kenaikan arus tinggi karena kapasitas dari switchgear lebih tinggi dari besar arus gangguan sehingga tidak akan terjadi kerusakan pada switchgear. Apabila kapasitas switchgear lebih kecil dari besar arus gangguan maka sudah dapat dipastikan switchgear dapat mengalami kerusakan. Prosedur analisa gangguan maximum sebagai berikut:
a. Gunakan tegangan factor C maximum sesuai standart IEC sesuai tabel 2.2 b. Besar resistance/km diasumsikan pada temperature 20ºC c. Beban motor harus diperhitungkan
2.3.2
KRITERIA GANGGUAN MINIMUM Kriteria gangguan minimum merupakan kebalikan dari kriteriab gangguan
maximum hanya gangguan minimum digunakan sebagai dasar untuk menentukan setting relay atau dapat juga digunakan sebagai prosedur dalam menentukan besar kapasitas dari Fuse. Adapun prosedur analisa gangguan minimum sebagai berikut:
21
a. Gunakan tegangan factor C minimum sesuai standart IEC tabel 2.2. b. Besar resistance/km diasumsikan pada temperature θ = 80ºC atau lebih tinggi. RL = [ 1 + 0.004 / ºC (θ-20ºC)] RL20, 0.004 merupakan factor dari tembaga, alumunium dan alumunium alloys. c. Impedansi dari busbar, current transformer dll, diperhitungkan d. Beban motor tidak diperhitungkan e. Konfigurasi jaringan yang dimaksudkan harus disesuaikan arahnya
2.4
IMPEDANSI HUBUNG SINGKAT Untuk mengacu dengan standart IEC 60909 dimana yang memiliki
peranan penting dalam analisa hubung singkat yaitu menentukan impedansi hubung singkat pada lokasi gangguan tersebut (asumsi lokasi gangguan F) dan menentukan impedansi individu peralatan listrik yang digunakan. Sebagai analisa jaringan/saluran dapat menggunakan symmetrical component dan penyederhanaan sistim jaringan menggunakan Thevenin methode. Disini penulis menganggap bahwa pembaca sudah menguasai symmetrical component dan reduction network – thevenin, jadi penulis hanya menjelaskan standart yang ditentukan oleh IEC, seperti impedansi individu dari peralatan listrik yang digunakan.
2.4.1
IMPEDANSI JARINGAN FEEDER Impedansi jaringan feeder atau dikenal sebagai suatu jaringan yang
memiliki data-data power source seperti kapasitas hubung singkat dan tegangan
22
supply yang digunakan oleh instansi pemilik jaringan tersebut. Dari data-data tersebut, selanjutnya dapat ditentukan impedansi dari network feeders. Agar lebih jelas mengenai network feeder seperti ditunjukkan pada gambar 2.16 & 2.17
Gambar 2.16 Impedansi jaringan
Gambar 2.17 Reactance diagram Jaringan Feeder
23
Pada gambar 2.16 dan 2.17, dimana impedansi gangguan pada titik F dapat di expresikan sebagai: Zqt = c Unq2/S”kq
Untuk gambar 2.18 dan 2.19, impedansi gangguan pada lokasi tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: Zqt = c Unq2/S”kq . (1/tr2 )
Gambar 2.18 Impedansi jaringan Feeder-Trafo
24
Gambar 2.19 Reactance diagram Feeder - Trafo Tabel 2.2
Faktor tegangan C
Nominal Voltage
Maximum Short Circuit
Minimum Short Circuit
LV (100 V ~ 1000 V) 230/400 V
1.00
0.95
Other Voltage
1.05
1.00
MV( > 1 KV ~ 35 KV)
1.10
1.00
HV (> 35 KV ~ 750 KV)
1.10
1.00
Keterangan: S”kq = kapasitas hubung singkat Unq = Tegangan power source Zqt = Impedansi Zqt diatas merupakan impedansi pada positive sequence. Tr2 = trafo ratio
25
C
= faktor standart tegangan, dapat dilihat pada tabel I
Pada analisa hubung singkat menggunakan IEC, menjelaskan bahwa datadata mengenai Symmetrical Component, baik itu positive, negative ataupun zero sequence dapat diminta oleh pabrik yang bersangkutan. Apabila data-data tersebut tidak ada, sehingga IEC memberi rumus pendekatan untuk mendapatkan symmetrical component. Untuk tegangan diatas 35 KV, maka resistance dapat diabaikan karena cross section/ ukuran kabel yang digunakan untuk tegangan diatas 35 KV memiliki resistance yang sangat kecil. Sehingga impedansi pendekatan sbb Zq(1) = 0 +j Xq(1) Apabila diinginkan/diperlukan data-data resistansi pada jaringan feeder, sebagai pendekatanya sbb: Rq(1) = 0.1 Xq dan Xq (1) = 0.995 Zq Mengenai data-data zero sequence pada network
feeder umumnya tidak
digunakan.
2.4.2
TRANSFORMATOR Positive sequence pada trafo, kususnya untuk type 2 coil dimana Zt = Rt +
JXt sehingga dapat dihitung dari specifikasi teknis data trafo sbb:
Zt = (Ukr/100%).(U2rT/Srt)
26
Rt = (Urt/100%).(U2rT/Srt) = Pkrt/3I2Rt Xt = √(Zt2 – Rt2) Keterangan: Urt = Tegangan nominal trafo Irt = Arus nominal trafo Srt = Kapasitas trafo Pkrt = Rugi-rugi tembaga trafo Ukrt = Tegangan impedansi trafo (%) Urt = Tegangan resistance trafo (%)
Untuk menentukan positive sequence untuk type 3 coil (gambar 2.20) sbb:
Gambar 2.20 Rangkaian trafo 3 coil
27
ZAB = (UkrAB / 100%) . (U2rtA/SrtAB) (sisi C open) ZAC = (UkrAc / 100%) . (U2rtA/SrtAC) (sisi B open) ZBC = (UkrBC / 100%) . (U2rtA/SrtBC) (sisi A open) Sehingga ZA = ½ (ZAB+ZAC-ZBC) ZB = ½ (ZBC+ZAB-ZAC) ZC = ½ (ZAC+ZBC-ZAB) Keterangan: UrtA
= Tegangan nominal
SrtAB = Kapasitas antara sisi A dan B SrtAC = Kapasitas antara sisi A dan C SrtBC = Kapasitas antara sisi B dan C UkrAB = Tegangan Impedansi antara sisi A dan B UkrAC = Tegangan Impedansi antara sisi A danC UkrBC = Tegangan Impedansi antara sisi B dan C Untuk mendapatkan Zero sequence dianjurkan menghubungi dari pabrik yang bersangkutan selanjutnya mengenai impedansi diagram pada zero sequence trafo ada gambar 2.21
28
Gambar 2.21 Hubungan trafo pada urutan Nol
2.4.3
SALURAN UDARA DAN KABEL Impedansi hubung singkat positive sequence yaitu ZL = RL + JXL, dapat
diketahui dari data konduktor, seperti Cross section dan diameter konduktor. RL = (ρ /QN) Keterangan: ρ = 1/54 . Ω.mm2/m untuk copper ρ = 1/34 Ω.mm2/m untuk aluminium ρ = 1/31 Ω.mm2/m untuk aluminium alloy X’L = 2πf µ0 /2π (0.25/n + ln d/r) = f. µ0 (0.25/n + ln d/r)
29
Keterangan: d = 3√(dL1L2dL2L3dL3L1) (GMD) r = n√(nrR(n-1) ) (Radius konduktor) n= jumlah Konduktor berkas, untuk singli n = 1 µ0 = 4π.10-4 H/km f = Frekuensi
2.4.4 REAKTOR PEMBATAS ARUS (CURRENT LIMITING REACTOR) Untuk kasus ini dimana positive sequence, negative sequence dan zero sequence memiliki impedansi sama, jadi Z(1) = Z(2) = Z(0)
2.4.5
Motor Untuk menghitung initial symmetrical short-circuit current Ik” , baik itu
motor sinkron atau sinkron kompensasi dapat menggunakan metoda pada generator, seperti ditunjukan pada Bab 2..3.5. Sebaliknya pada impedansi motor asinkron dapat ditunjukan sebagai Zm = Rm + JXm, sehingga urutan positive dan negative pada system ditentukan sebagai berikut:
Zm = [1/[ILR/IRM]] . [URM/√3 IRM] = [1/[ILR/IRM]] . [U2RM/SRM] sebagai pendekatan untuk mandapatkan Rm dan Xm sebagai berikut:
30
Rm /Xm = 0.10 dan Xm = 0.995 Zm untuk HV Motor dengan Daya Prm > 1 MW Rm /Xm = 0.15 dan Xm = 0.989 Zm untuk HV Motor dengan Daya Prm < 1 MW Rm /Xm = 0.42 dan Xm = 0.922 Zm untuk LV Motor
Keterangan: URM
= Tegangan nominal motor
IRM
= Arus nominal motor
ILR/IRM = ratio lock Rotor current dengan arus nominal motor Zm
= Impedansi motor
SRM
= Kapasitas motor
2.4.6
Generator Untuk mendapatkan symmetrical component pada generator dimana IEC
menjelaskan bahwa dalam penggunaannya generator dibagi menjadi 3 seperti ditunjukan pada gambar 2.8 yaitu: a.Generator dihubungkan langsung pada system (penjelasan Bab 2.4.6.1) b.Generator dan trafo sebagai satu (1) unit (penjelasan Bab 2.4.6.2) c.Power station units (penjelasan Bab 2.4.6.3) 2.4.6.1 GENERATOR DIHUBUNGKAN LANGSUNG PADA SISTIM Untuk mendapatkan three phase initial symmetrical short-circuit current kususnya pada generator yang dihubungkan langsung pada sistem sesuai gambar 2.22, sebagai contohnya digunakan oleh jaringan tegangan rendah atau jaringan listrik pada pabrik. .Dimana impedansi urutan positive sebagai berikut:
31
ZGK = KG.ZG = KG(RG+JX”D) Dan koreksi faktor KG KG = UN/URG . C max / [1+X”D Sin ϕRG] Bila diinginkan untuk mendapatkan RG sebagai berikut: RG = 0.05X”D untuk generator dengan URG > 1 KV dan SRG ≥ 100 MVA RG = 0.07X”D untuk generator dengan URG > 1 KV dan SRG< 100 MVA RG = 0.15X”D untuk generator dengan URG ≤ 1 KV Untuk negative dan zero sequence dimana persamaan berikut dapat digunakan Z(2)G = ZGK = KG.ZG Z(0) = KG (R(0)G + JX(0)G) Apabila generator salient pole dimana X”D dan X”Q sebagai berikut
X(2)G = 0.5 (X”D + X”Q) Keterangan: Cmax = Faktor tegangan menurut tabel I Un
= Tegangan nominal sistem
URG
= rated volrage generator
ZGK
= koreksi impedansi generator
ZG
= Impedansi generator
X”D
= Substransient generator
ϕRG
= sudut fasa generator
32
G
Gambar 2.22 Generator dihubungkan langsung dengan beban 2.4.6.2
GENERATOR DAN TRAFO Pada kasus sesuai gambar 2.23, koreksi factor untuk impedansi generator
dan impedansi trafo pada lokasi power station unit dijelaskan sebagai berikut: ZG,PSU = KG,PSU . ZG KG,PSU = C max / [1+X”D Sin ϕRG] ZT,PSU = KT,PSU . ZTLV KTPSU = Cmax Keterangan: ZG,PSU, ZT,PSU = koreksi impedansi generator dan trafo ZG
= Impedansi generator
ZTLV
= impedansi tegangan rendah trafo
33
G
Gambar 2.23 Generator trafo dalam satu unit
2.4.6.3 POWER STATION UNIT Untuk mendapatkan three phase initial symmetrical short-circuit current, sebagai contohnya digunakan oleh jaringan tegangan tinggi atau generator terletak pada sisi pembangkit skala besar. Dimana pada kasus
sesuai gambar 3.24,
impedansi untuk seluruh power station unit dapat digunakan sebagai berikut:
Gambar 3.24 Power station unit
34
ZPSU = KPSU [TR2ZG + ZTHV] Sehingga koreksi factor KPSU = [TF/TR]2 . Cmax/[1+(X”D-XT) Sin ϕRG ] = [U2NQ/U2RG] . [U2RTLV/U2RTHV] . Cmax/[1+(X”D-XT) Sin ϕRG ]
Keterangan; ZPSU
= Koreksi impedansi PSU
ZG
= Impedansi generator
ZTHV
= impedansi tegangan tinggi trafo
UNQ
= Nominal tegangan sistem
TR
= ratio trafo dimana sebagai acuan tap-changer yang digunakan
TF
= Fictitious transformation ratio
XT
= Reactance trafo
35
Bab III PROTEKSI DAN KOORDINASI SALURAN TENAGA
3.1
Switchgear Switchgear atau dikenal sebagai alat pemutus tenaga. Pemutus disini
memiliki arti dapat digunakan sebagai pemutus tenaga dalam keadaan berbeban ataupun dalam keadaan tidak berbeban. Sebagai pelengkap peralatan proteksi yang akan digunakan dimana masing-masing switchgear dapat dilengkapi dengan: a. Protective relay b. Peralatan-peralatan metering: A meter, kV meter, kWh dll c. Internal indicator d. External indicator Apabila dipandang dari cara atau teknologi yang digunakan dalam hal memutuskan rangkaian, sehingga dapat dikategorikan menjadi 3 tipe yaitu: a. Disconnector switch (DS) b. Load break switch (LBS) c. Circuit breaker (CB) Apabila dipandang dari jenis isolasi yang digunakan dapat dikategorikan menjadi 3 macam isolasi yaitu: a. Udara b. Vacuum c. Sf6 gas
36
Ada beberapa factor penting dalam hal pemilihan switchgear yaitu diperlukan data-data sbb: a. Initial short circuit (I”k) b. Breaking capacity (Ib) c. Continue current (In) d. Making capacity (S”k) e. Short time withstand current (≈ 2.5 X S”k) f. Insulation level
3.1.1
Disconnector switch dan earthing switch Disconnector switch, digunakan sebagai switching pada keaadaan tanpa
beban (no-load). Switching disini memiliki arti sebagi pemutus/pemisah arus rangkaian pada busbar, feeder, potensial trafo dll. Earthing switch difungsikan sebagai saklar pentanahan dan penghubung singkat antar fasa maupun ke tanah. Biasanyanya earthing switch dan disconnector switch merupakan satu piranti, jadi diantara disconnector switch dan earthing switch terdapat interlocking system sehingga sebelum switching dioperasikan harus diperiksa dahulu bahwa system pada kondisi tidak bertegangan. Ketahanan switch untuk dilewati arus beban dimana pada saat pemilihan switch tersebut bukan hanya arus rata-rata ( rated current) sebagai acuannya tetapi yang harus diperhatikan lainnya yaitu ketahanan switch pada kondisi short-circuit atau yang dikenal sebagai ‘withstand current”. Untuk lebih jelasnya mengenai
37
rated current dan withstand current pada disconnector switch dan earthing switch ditunjukkan pada table 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Data disconnector switch Rated Current
Short-circuit (posisi close) Ith (1 second)
3.1.2
In
Ip (peak)
(Rated short-time curren)
A
kA
kA
400
38
15
630
50, 75
320, 30
1250
75, 125, 160
30, 50, 63
Load break switch Load break switch merupakan salah satu komponen switchgear yang
dipergunakan sebagai saklar pemutus beban, ataupun dapat digunakan sebagai pemutus tanpa beban. Untuk lebih jelasnya aplikasi dan schematic dari load break switch ditunjukkan pada table 3.1.. Tabel 3.2
Fungsi load break switch Healty system
Faulty system
Pemutus arus beban hingga arus rata-
Pemutus gangguan single phase to earth
rata
Kombinasi fuse - switch
Sebagai pemutus trafo Sebagai saklar ring main Sebagai saklar capacitor bank
38
Proses open dan close contact terjadi didalam switch-module load break switch (chamber), sehingga pada awal terjadi pemutusan beban akan menimbulkan “arc” diantara moving-contact dan fixed-contact. Karena load break switch menggunakan gas SF6 sebagai isolasi, sehinga timbulnya arc akan segera diredam oleh gas tersebut. Keuntungan lainnya menggunakan gas sf6 sebagai isolasi yaitu: 1. Isolasi pembatas fasa, Karena gas sf6 digunakan sebagai isolasi pembatas fasa, sehingga ukuran dari module load break switch dapat diperkecil maka dari itu jarak antar fasa dan jarak antara bushing in dan bushing out dapat diperkecil hingga sekitar 20 cm. 2. Sebagai pendingin contact Gas sf6 memiliki suhu rendah sekitar 10 derajat celcius, sehingga dapat digunakan untuk menurunkan suhu conductor didalam chamber. Apabila module load break switch dilengkapi fuse link sehingga komponent switchgear tersebut akan berubah fungsi menjadi proteksi trafo ataupun sebagai proteksi potensial trafo. Lokasi dari upper fuse holder diletakan dibawah fixed-contact end selanjutnya lower fuse holder dapat langsung dihubungikan pada trafo melalui kabel terlebih dahulu atau tanpa menggunakan kabel untuk terhubung pada potensial trafo.
39
Load break switch dapat juga dilengkapi dengan earthing switch, biasannya earthing switch dilokasikan dalam satu wadah dengan main contact (fixet contact dan moving contact), sehingga apabila earthing switch dalam posisi close, maka main contact tidak dapat bekerja karena adanya proses interlockmekanik. Agar main contact dapat bekerja diharuskan posisi dari erathing switch dalam posisi terbuka. Sebaliknya apabila posisi dari main contact close sehingga earthing switch tidak dapat bekerja. Untuk lebih jelasnya mengenai proses urutan operasi dari load break switch seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Load break switch sequence
Untuk menentukan dasar pemilihan dari load break switch yang akan digunakan pada system distribusi, dimana spesifikasi teknis diperlukan tertera pada table 3.3
40
Tabel 3.3 Spesifikasi load break switch
Rated votage
Lower Upper
3.1.3
Rated
Rate
Rated
Breaking
current
make
short time
current
current
current
cos Φ = 0.7
In
Ip
Ith
kV
kV
A
kA
kA
6
7.2
400, 630
40, 60
16, 24
10
12
400, 630
40, 50
16, 24
20
24
400, 630
40, 50
16, 16
A
400, 630
SF6-Circuit breaker Pada sistim jaringan transmisi, dimana seluruh jenis pemutus pada area
gardu induk menggunakan SF6-circuit breaker. Jenis ini sangat handal karena dapat tahan pada kondisi High-Dynamic dan High-Thermal stresses dari suatu gangguan dan dilengkapi dengan shunt trip coil / striker pin untuk merubah posisi circuit breaker menjadi open dan close. Circuit breaker ini selalu dilengkapi dentan relay dan umumnya Sf6-Circuit breaker diperlakukan sebagai Feeder Protection. SF6-Circuit breaker memiliki banyak keuntungannya, bila dibandingkan circuit breaker jenis lainnya seperti Oil circuit breaker, air circuit breaker dan vacuum circuit breaker. Mengenai kehandalan dari SF6-circuit breaker dijelaskan sebagai berikut: 1. Kontak dan gas tidak perlu diganti (perawatan) selama 20 atau 25 tahun, dengan catatan pada saat install dan handling tidak ada kesalahan.
41
2. Jarak open-gap sangat dekat yaitu sekitar 20 hingga 25 mm, tetapi untuk jenis metalclad sekitar 500mm. Karena jarak open-gap sangat dekat sehingga ukuran dari circuit breaker tersebut dapat diperkecil. 3. Untuk mengenai besar tekanan gas pada saat pengisian setidak-tidaknya tidak lebih dari 3.5 atmosphere, jadi semakin dekat jarak open-gap semakin besar tekanan gas yang diperlukan oleh circuit breaker tersebut. Apabila pengisian gas sebesar 3.5 bars maka pressure surge dapat mencapai maximum sekitar 7 atmosphere. 4. Memiliki kecepatan tinggi untuk mengganti posisi menjadi open atau close dan sebaliknya, karena store energy ada pada high quality spring
Prinsip kerja dari SF-Circuit breaker Gambar 3.2 yaitu
seperti ditunjukan pada
kondisi awal Close (Gambar 3.2A) pada
saat terjadi
gangguan kondisi dari circuit breaker kususnya pada main contact memulai melakukan pemisahan (Gambar 3.2B) antara fixed contact dengan moving contact,. Pada awal terjadi pemisahan kontak terjadilah pemisahan gas secara sementara dan berakibat terjadinya perioda Arc (Gambar 3.2C)., karena terdapat SF6 gas maka Arc segera padam dengan sendirinya (Gambar 3.2D). Perlu diketahui bahwa setiap jenis circuit breaker pada saat pemisahan contact selalu diikuti terjadinya Arc, bila dilihat dari kecepatan pemadaman Arc maka SF6 circuit breaker paling cepat bekerja.
42
A
B Gambar 3.2
C
D
Proses pemisahan kontak circuit breaker
Untuk mengenai spesifikasi data SF6 circuit breaker dapat dilihat pada table 3.4:
Tabel 3.4 Spesifikasi SF6 Circuit breaker Insulating
Rated
Rated
Impulse
Breaking
Making
property
voltage
current
current
capacity
capacity
In
Isn
Ib
Ip
125
12.5 ~ 16
31.5 ~ 40
Un
400, 630. SF6 gas
3.2.
24
1250
Fuse
3.2.1 Unrated voltage Putusnya fuse dapat disebabkan karena penggunaan tegangan fuse Un (rated voltage) lebih kecil dari tegangan jaringan Uline, kondisi ini merupakan suatu kesalahan yang fatal. Sebaliknya apabila fuse memilki tegangan Un lebih
43
besar daripada tegangan jaringan Uline maka fuse dapat digunakan pada sistim tersebut sebagai contoh, Tegangan sistim Uline sebesar 10 KV jadi rated voltage fuse yang diijinkan sebesar 12 KV. Umumnya fuse didisain untuk sistim 3 phase, sehingga apabila terjadi gangguan hubung singkat tegangan menjadi:
[Uline/√3] . 1.5
Coefisien 1.5 dikarenakan adanya pergeseran phase. Pada sistim tiga (3) phase akan menyebabkan titik netral tergelincir ketika salah satu fuse putus. Apabila fuse dioperasikan pada satu (1) phase sehingga tegangan rata Un menjadi Un x 1.5/√3 = 0.87 Un Jadi apabila fuse tersebut digunakan pada single phase dengan tegangan Uline maka fuse rated voltage yang diperlukan menjadi: Un ≥ [Uline/0.87] Untuk mengenai spesifikasi fuse tegangan menengan ditunjukkan pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Standart tegangan FUSE Un rated voltage (kV) 3.6
3.2.2
7.2
12
24
36
Rated current (In) In rated current dipilih berdasarkan arus yang mengalir melewati fuse link
dan terpasang pada fuse base sehingga akan menyebabkan kenaikan temperatur. Perlu diketahui kenaikan temperatur yang diijinkan kira-kira mendekati 65 kelvin
44
pada fuse holder. Jadi teknik pemasangan fuse tegangan menengah harus diadakan test resistance contact (resistance contact < 20 µΩ) terlebih dahulu sebelum energized dan hasil test masing-masing kutub mendekati sama. Apabila dari hasil pemasangan fuse tidak benar akan terjadi kenaikan temperature terpusat kususnya pada fuse holder selanjutnya akan mengakibatkan fuse putus. Mengenai batas-batas arus pada fuse tegangan menengah pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 3.2.3
Zona operasi FUSE
Minimum breaking capacity (I3) I3 adalah besar arus gangguan yang harus dibatasi, sehingga apabila arus
gangguan melebihi dari I3, fuse akan putus. Putus disini yaitu apabila terjadi gangguan hubung singkat dan besar arus gangguan lebih besar dari I3 sehingga kondisi dari fuse menjadi putus tetapi tidak “cut off” (ada kelambatan waktu).
45
Sehingga agar fuse tidak putus harus bekerja diantara In ~ I3 ( nominal hingga overload area). Umumnya nilai I3 berkisar antara 2 ~ 6 In. 3.2.4
Critical current (I2) Tergantung dari desain fuse element, jadi apabila arus gangguam melebihi
area I2 maka terjadilah “break Current / cut off. Umumnya nilai I2 berkisar 50 ~ 100In
3.2.5
Maximum breaking capacity (I1) Nilai ini merupakan nilai maximum fuse tegangan menengah di test, jadi
sangat penting untuk menentukan pilihan fuse dimana besar arus gangguan pada jaringan setidak-tidaknya mendekati I1. Besar nilai I1 maximum breaking capacity sekitar 20 kA ~ 50 kA dan kadang lebih tinggi lagi. Kejadian putusnya fuse di area I1 adalah saat terjadi gangguan hubung singkat maka fuselink akan putus dalam waktu beberapa millisecond. Tegangan puncak Arc mulai akan tampak selanjutnya fuse akan bekerja seperti layaknya variable resistance, apabila resistance fuse tersebut mendekati zero (0), fuse menjadi putus.
3.2.6
Time/current characteristic Masing-masing fuse link memiliki durasi “pre-arc” (gambar 3.4
dan Gambar 3.5), sehingga besar arus yang disebabkan oleh pre-arc dapat ditentukan dengan plot standart kurva log-log paper. Dengan kata lain time
46
current curve sangat berguna untuk menentukan characteristic dari masing-masing fuse. 3.2.7
Limited cut-off current Arus ini merupakan suatu tambahan parameter dari time current curve,
sehingga sangat berguna untuk membatasi arus gangguan pada area I1. Kebanyakan sistim distribusi mendapati arus gangguan hubung singkat yang sangat tinggi, sebaliknya apabila peralatan tersebut tidak dapat tahan pada arus gangguan sangat tinggi peralatan tersebut menjadi rusak ataupun hancur. Limited cut-off current curve merupakan fuse curve yang dapat mengalokasikan fuse dengan ketahanan hubung singkat yang lebih rendah tetapi fuse tersebut digunakan sebagai penanganan arus gangguan yang lebih tinggi
3.2.8
Tipe Fuse tegangan menengah Ada empat tipe fuse yang sering digunakan untuk saluran sistim distribusi
primer, yaitu: Fusarc (cf), Solĕfuse, Tĕpĕfuse dan MGK. Fuse tipe Fusarc (cf) adalah salah satu tipe fuse yang didisain untuk digunakan pada Ring Main Unit (Gas Insulated switchgear) dan memiliki rugi-rugi daya yang lebih rendah dibandingkan tipe lainnya. Fusarch (cf) diletakkan didalam ring main unit yang memiliki unsur kedap udara dari luar, oleh karena itulah fusarch (cf) merupakan special design dan memiliki keunggulan sebagai tahan air, outdoor/indoor installation, proteksi trafo dan saluran distribusi.
47
Gambar 3.4
Karakteristik Fusarch Fuse
Solĕfuse didisain dengan menggunakan standart UTE C 64200 dan direncanakan untuk digunakan pada Air insulated switchgear.
48
gambar 3.5
Karakteristik Sole Fuse
Solĕfuse memiliki 2 aksesori tambahan yaitu menggunakan striker dan tidak menggunakan striker lain halnya pada fusarch CF seluruhnya menggunakan
49
striker. Solĕfuse digunakan sebagai proteksi trafo ataupun proteksi saluran distribusi, dan jenis fuse ini hanya dapat digunakan didalam ruangan, tetapi tidak kedap udara (indoor). Tĕpĕfuse merupakan fuse yang dipergunakan sebagai proteksi potensial trafo, kususnya pada tegangan menengah sedangkan MGK fuse untuk digunakan sebagai proteksi motor AC tegangan menengah.
3.3
Trafo Arus Umumnya trafo arus memiliki arus nominal sekunder sebesar 5A atau 1A
dan juga kadang-kadang trafo arus memiliki 2 kutub sekunder. Adanya 2 kutub sekunder sehingga trafo arus dapat digunakan sebagai metering dan proteksi secara bersamaan. Apabila dalam penggunaannya pada kondisi tertentu terjadi kenaikan arus yang sangat tinggi pada saluran, sehingga trafo arus akan berada pada kondisi saturasi artinya arus pada sisi sekunder pada trafo arus sudah tidak akurat lagi karena diakibatkan adanya kenaikan pada arus magnetisasi trafo arus tersebut. Sebagai aplikasinya trafo arus untuk digunakan pada proteksi relay arus lebih seperti ditunjukkan pada gambar 3.6 dan 3.7. Diasumsikan bahwa saturasi terjadi pada 1.5 X Isetting relay, bila menggunakan definite time dimana trafo arus tidak akan mencapai saturasi walaupun terjadi ganggan yang besar. Lain halnya dengan menggunakan IDMT, dimana saturasi dapat tercapai pada 1.5 X Iscmax.
50
Gambar 3.6
Kurva Definite – time
Gambar 3.7 3.4
Kurva IDMT
Trafo Tegangan Trafo tegangan terdiri dari kumparan sekunder dan primer yang mana di
couple oleh magnetic circuit dan cara pemasangan ada 2 pilihan yaitu secara antar phase ataupun phase ke netral
51
Dalam aplikasinya proteksi arus lebih, dimana trafo tegangan hanya dapat digunakan sebagai sensor overcurrent relay tipe dan umumnya kutub sekunder pada trafo tegangan tersedia empat (4) pilihan yaitu: a. 100/√3 b. 110/√3 c. 100 d. 110 pada kutub sekunder 100/√3 dan110/√3, sehingga hanya diperlukan 3 trafo jenis
1 kutub untuk masing-masing phase, tetapi untuk 100 dan 110 hanya
diperlukan 2 trafo jenis 2 kutub
3.5
RELAY ARUS LEBIH Relay arus lebih atau dikenal sebagai overcurrent protection yaitu suatu proteksi arus lebih dimana menggunakan 2 metoda untuk deteksi gangguan yaitu: a. Definite time (DT) b. Invers definite minimum time (IDMT)
Definisi untuk definite time seperti pada gambar 3.8, diasumsikan bahwa besar arus setting relay adalah Is dan setting time delay T. Dasar teorinya bila arus gangguan sama dengan arus setting atau arus gangguan lebih besar dari arus setting maka relay akan memberi sinyal ke shunt trip coil agar circuit breaker
52
Gambar 3.8
Kurva definite time
berubah posisi menjadi terbuka. Dalam kenyataan / prakteknya dimana relay memiliki timing error (gambar 3.9) yang dikenal sebagai error ratio = drop-off ÷ pick-up, jadi setting relay menjadi Is1 = Is0÷ error ratio dan selanjutnya dalam hal menentukan setting relay diharuskan untuk memperhatikan error ratio
Gambar 3.9
Kurva relay pick-up
53
Untuk proses operasi dari metoda IDMT relay yaitu diasumsikan bahwa arus setting relay Is dan penundaan waktu T. Pada gambar 3.11 dimana apabila arus gangguan sama dengan atau lebih beasar dari arus setting, selanjutnya relay memberi perintah pada shunt trip coil agar circuit breaker berubah posisi menjadi terbuka. . Pada kurva gambar 3.11 terlihat bahwa semakin besar arus gangguan yang terjadi maka semakin cepat waktu pemutusan dan sebaliknya semakin kecil arus gangguan maka akan semakin lama waktu pemutusan. (sesuai standart IEC 60255 untuk karakterisitik relay arus lebih seperti pada tabel 3.6 dan Gambar 3.10)
Gambar 3.10 Karakteristik IEC 60255
54
Tabel 3.6 Karakteristik relay sesuai IEC 60255 Relay karakteristik
Rumus - IEC 60255
Standart Invers (SI)
t = TMS X 0.14 ÷ [Ir 0.02 -1]
Very Invers (VI)
t = TMS X 13.5 ÷ [Ir – 1]
Extremely Invers (EI)
t = TMS X 80 ÷ [Ir2 – 1]
Long Invers (LI)
t = TMS X 120 ÷ [Ir – 1]
Sebagai panduan dalam penggunaan atau pemilihan kurva karakteristik relay IDMT (gambar 3.12) dapat diikuti langkah-langkah berikut ini: 1. SI, seperti pada gambar 3.12 dimana kurva SI tidak terlalu curam bila dibandingkan dengan kurva lainnya. Dengan kondisi seperti ini dimana kurva SI sangat cocok digunakan pada dekat lokasi sumber/source
Gambar 3.11 Kurva IDMT
55
Sebenarnya penggunaan kurva ini sudah memadai tetapi memiliki kelemahan dalam hal koordinasi relay dikarenakan bentuk kurva yang terlalu datar. 2. VI,
kurva VI sangat berguna bila direncanakan pada suatu saluran yang
panjang dan juga bentuk kurva lebih curam bila dibandingkan dengan kurva SI, sehingga kurva ini dapat melakukan deteksi lebih cepat. Artinya semakin curam bentuk kurva sehingga semakin dapat meminimumkan waktu triping. Karena bentuk kurva lebih stabil sehingga kurva ini lebih mudah dilakukan koordinasi relay. 3. EI, kurva EI mendekati kesamaan dengan kurva VI, perbedaannya bahwa kurva EI lebih curam dibandingkan dengan kurva VI dan kurva inipun juga dapat meminimumkan waktu triping. Dikarenakan kurva sangat curam sehingga sangat cocok kurva EI digunakan sebagai proteksi beban/overload. Kurva EI memiliki pendekatan dengan kurva arus-waktu dari karakteristik fuse, sehingga kurva ini juga dapat digunakan sebagai pengaman fuse. 4. LI, kurva LI mendekati sejajar dengan kurva VI hanya memiliki perbedaan pada waktu triping yang lebih lama dan karakteristik kurva LI juga mendekati kurva VI.
56
Gambar 3.12 Perbandingan kurva Meskipun relay arus lebih memiliki 2 metoda dalam deteksi gangguan yaitu definite time dan IDMT, yang mana dari kedua metoda tersebut dapat difungsikan secara bersamaan ataupun secara individu. Intinya relay arus lebih dalam pelaksanaan setting koordinasi relay dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu: a. DT b. IDMT c. Kombinasi DT dan IDMT untuk penjelasannya sebagai berikut.
57
Gambar 3.13 kuva DT I>
Gambar 3.14 Kurva DT I>>
58
Gambatr 3.15 Kombinasi kurva DT high dan low current
DT ,umumnya terdapat 2 pilihan yaitu high current I>> (gambar 3.14) dan low current I> (gambar 3.13). Dari kedua pilihan tersebut dapat diprogram/ digunakan secara bersama (gambar 3.15) atau sendiri-sendiri. b. IDMT, walaupun tersedia sebanyak 4 kurva yaitu SI, VI, EI dan LI tetapi hanya dapat difungsikan salah satu dari 4 kurva tersebut c. Kombinasi DT dan IDMT, (gambar 3.16) untuk settingnya dapat dilaksanakan secara bersamaan seperti pada gambar 3.17. Kombinasi DT dan IDMT ini akan menghasilkan kurva lebih flexible dan lebih mudah dalam hal koordinasi relay.
59
Gambar 3.16 Kombinasi SI, I> dan I>>
Gambar 3.17 Hasil kombinasi
60
3.5.1
Elektromekanikal relay Elektromekanikal relay adalah peralatan proteksi tipe lama, memiliki
prinsip kerja secara mekanik contoh terdapat kontak dan umumnya memiliki coil untuk pengoperasiannya. Meskipun relay tipe lama tetapi penulis masih sering menemui relay ini dan biasanya digunakan pada jenis switchgear tipe lama pula. Kelemahan dari relay ini yaitu hanya memiliki area/range operasi yang terbatas dan memiliki fisik yang besar.
3.5.2
Statik relay
Statik relay merupakan perbaikan dari elektromekanikal relay, jadi mereka sudah menggunakan komponen elektronika, sehingga relay ini sudah tidak ada komponen-komponen yang bergerak seperti kontak. Kelemahan dari relay ini adalah memiliki sensivitas yang kurang peka, sehingga terdapat istilah minimum primay current yaitu relay tidak dapat mengukur arus saluran bila arus saluran dibawah minimum primary current.
3.5.3
Digital relay
Digital relay merupakan perbaikan dari static relay dan sudah tidak menggunakan rangkaian analog yang digunakan pada static relay sehingga jenis digital relay sudah menggunakan Microprocessor dan microcontroller. Digital relay sudah menggunakan A/D konversi dan seluruh pengukuran dilakukan dari microprocessor. Tipe relay ini memiliki are/range operasi yang luas contoh tersedianya fasilitas kurva DT >, SI, VI, EI dan LI. Pada dasarnya
61
dalam satu packet digital relay memiliki berbagai macam fungsi untuk proteksi phase ke phase dan phase ke tanah atau netral. Kelemahan dari digital relay adalah memiliki kecepatan operasi yang lebih lambat dibandingkan dengan static relay.
3.5.4
Numeric relay
Inilah suatu tipe relay modern atau perbaikan dari digital relay dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Umumnya numeric relay dalam deteksi arus dilakukan dari digital signal processor dan dalam satu packet Basic overcurrent relay terdapat berbagai macam proteksi relay contoh: a. Directional overcurrent relay 67/67N b. Non directional overcurrent relay 50/51 c. Non directional overcurrent relay 50N/51N dan 50G/51G
3.5.5
Relay arus lebih directional Dalam pelaksanaannya directional relay memerlukan input tegangan dan
arus. Tidak seperti overcurrent relay dimana hanya memerlukan input arus saja dalam deteksi gangguan. Diperlukan tegangan adan arus sehingga diperlukan pula trafo arus dan trafo tegangan. Dalam pelaksanaannya menggunakan directional relaya dikenal dengan 2 metode yaitu: a. 90º - 30º (karakteristik 30º RCA) b. 90º - 45º (karakteristik 45º RCA) sebagai penjelasaanya sebagai berikut:
62
90º - 30º, sesuai pada gambar 3.18, element fasa A di suplai oleh arus Ia dan tegangan Vbc yangmana terdapat pergeseran fasa sebesar 30º. Dalam kasus ini maximum sensivitas pada relay terjadi saat aruis terbelakang (lagging) oleh
Gambar 3.18 Vektor diagram 90º - 30º karena itu hubungan ini memiliki zona triping antara 30º (leading) hingga 150º (lagging). Jadi sensivitas relay pada power factor 1 adalah 50% dan 86.6% pada power factor 0.
Gambar 3.19 Vektor diagram 90º - 45º
63
90º - 45º, sesuai pada gambar 3.19, dimana fasa A pada relay disuplai oleh arus Ia dan tegangan Vbc dengan pergeseran fasa sebesar 45º. Relay maximum sensivitas terjadi pada saat arus lagging terhadap tegangan sebesat 45º. Sehingga zona proteksi directional overcurrent relay diantara 45º (leading) hingga 135º (lagging), jadi sensivitas relay pada power factor 1 sebesar 70.7% dan pada power factor 0 sebesar 70.7% pula.
Gambar 3.20 Aplikasi Directional Relay Sebagai aplikasinya menggunakan Overcurrent directional relay seperti ditunjukan pada gambar 3.20, seperti yang telah dijelaskan bahwa aplikasi directional relay sangat tepat bila digunakan pada rangakaian parerel feeder atau pada peralatan generator / motor untuk proteksi arus balik. Pada gambar 3.20, apabila terjadi gangguan pada area 1, artinya hanya proteksi pada generator yang bekerja. Apabila terjadi gangguan hubung singkat pada area 4, dimana seluruh rangkain akan dialiri arus gangguan yang sangat
64
besar, kususnya pada pararel feeder yaitu zonaAB1 dan zona AB2 memiliki besar arus setengahnya dari Bus B ataupun Bus A. Pada kondisi ini dimana proteksi relay pada masing feeder akan trip seketika, tetapi proteksi relay arus lebih type directional tetap tidak bekerja. Pada kasus lain apabila terjadi gangguan hubung singkat pada area 2 dan area gangguan 3, akibatnya seluruh proteksi pada saluran akan dilewati arus yang sangat besar. Pada kondisi ini setting overcurrent relay directional diasumsikan telah di setting sebesar 50 % dari arus nominal beban, sehingga sudah dapat dipastikan hanya overcurrent relay directional yang bekerja. Umumnya untuk setting relay arus lebih directional sebesar 50% dari arus nominal beban, apabila arus setting terlalu besar maka akan dapat mengakibatkan seluruh relay akan bekerja selanjutnya terjadi BLACKOUT. Untuk lebih jelasnya bahwa overcurrent relay type directional hanya akan bekerja sesuai arah arus yang diinginkan,
umumnya
directional
selalu
dilokasikan
berlawana
dengan
overcurrent relay non directioanal.
3.6 Diskriminasi dengan waktu Sebagai prinsipnya akan dijelaskan dalam 2 kurva yaitu DT dan IDMT. Sesuai pada gambar 3.21 diasumsikan menggunakan karakteristik DT, jadi
65
Gambar 3.21 Diskriminasi waktu jaringan radial Dibentuklah kurva DT seperti pada gambar 5.1. sehingga kondisi kurva menjadi IsA > IsB > IsC dan TA > TB >TC, diasumsikan Delta T adalah interval diantara
∆Τ ∆Τ
kurva DT, missal 0.3s.
Gambar 3.22 Diskriminasi DT
66
Bila menggunakan kurva IDMT seperti pada gambar 3.23, dimana kondisi kurva menjadi IsA > IsB > IsC dan TA > TB >TC, diasumsikan interval masing kurva
∆Τ
∆Τ
adalah 0.3s.
Gambar 3.23 Diskriminasi IDMT
Apabila terdapat gangguan dibawah
C artinya hanya proteksi relay yang
bersangkutan memberi komando ke CB C untuk segera membuka rangkaian. Apabila terjadi gangguan antara area B dan C sehingga hanya CB B yang akan membuka rangkaian dan juga bila terdapat gangguan anatara area B dan A, hanya CB A yang terbuka.
3.7 Diskriminasi dengan arus Sebagai penjelasannya diasumsikan topologi saluran seperti pada gambar 3.24. Pada dasarnya prinsip sama dengan diskriminasi dengan waktu hanya yang
67
membedakan adalah arus, jadi semakin dekat ke sumber tenaga semakin besar arus yang direncanakan. (gambar 3.25)
Gambar 3.24 Diskriminasi arus jaringan radial Sebenarnya diskriminasi dengan arus sangat cocok digunakan pada saluran radial panjang, sehingga dalam menentukan arus setting relay hanya diperlukan datadata impedansi saluran saja.
Gambar 3.25 Diskriminasi arus kurva DT
68
Permasalahan diskriminasi dengan arus yaitu apabila terdapat trafo pada saluran yang diamankan (gambar 3.26), seperti pada gambar terdapat gangguan pada
Gambar 3.26 Saluran radial dengan trafo Lokasi F1 dan lokasi F2, yang perlu diperhatikan bahwa trafo memiliki perbandingan arus maupun tegangan, jadi pada saat menentukan seting relay pada B dan C harus diperhatikan dengan benar. Intinya pada saat menentukan setting relay C dapat ditentukan arus setting equivalent dengan arus nominal trafo, sebaliknya pada relay B dapat ditentukan arus setting equivalent dengan arus short circuit impedance trafo. Jadi kesimpulannya trafo diproteksi dengan overcurrent dan overload relay. Sebagai permasalahan lagi, bahwa trafo dilokasikan pada saluran transmisi, sehingga diperlukan proteksi overcurrent relay di kedua sisi yaitu Sisi High tension dan base tension {HT dan BT). Solusinya pada bagian base tension (BT) setting relay dapat direncanakan sesuai impedansi trafo tersebut sebaliknya pada
69
bagian high tension (HT) dapat direncanakan sesuai impedansi trafo tersebut plus safey margin 20 % dan relay error 10 %.
Sebagai contoh spesifikasi saluran telah terjadi gangguan didekat trafo sbb: VHT = 150 kV VBT = 20 kV Z % = 15%; vector group = YY6 P
= 60 MVA
Z1 kabel B = Z1 kabel A = J0.24 Ω Z1 Feeder = J0.485 Ω Tegangan Feeder = 150 kV
Seperti ditunjukkan reactance diagram gambar 3.276
Gambar 3.27 Reactance diagram Analisanya sebagai berikut:
70
Diasumsikan terjadi gangguan sesuai gambar 3.27, sehingga positive sequence menjadi:
Trafo impedansiHT
= [15 ÷ 100 ] * [150kV2 ÷ 60 MVA] = 56.25 Ω
Trafo impedansiBT
= [15 ÷ 100 ] * [20kV2 ÷ 60 MVA] =1Ω
Trafo ratio
= 150 ÷ 20 = 7.5
ZF1 = Z1F + Z1A + Z1B + ZT = J 0.485 + J 0.24 + J 0.24 + 56.25 = J 57.21 Ω I”k3(F1)
= [1.1 * 150 kV] ÷ [√3 * 57.21] = 1.67 kA
ZF2 = [ZF1 ÷ 7.52] + Z1T = [J 0.965 ÷ 7.52 ] +J 1 = J 1.017 Ω I’k3(F2)
= [1.1 * 20kV] ÷ [√3 * 1.017] = 12.5 kA
Apabila setting relay B sebesar 1.67 kA dan setting relay C sebesar 12.5 kA dan selanjutnya terjadi gangguan hubung singkat pada area didekat BT trafo, maka circuit breaker masing-masing CB B dan CB C berubah posisi menjadi terbuka. Berubahnya posisi masing-masing circuit breaker disebabkan adanya ratio arus trafo. Solusinya seperti sudah dijelaskan diatas dalam kasus ini setting relay B yaitu: Setting Relay B= I”k3 (F1) + Safety margin 20 % + Error relay 10 %
71
Jadi setting relay B sebesar
= 1.6 7kA * 30% = 2.17 kA
kesimpulannya bila terjadi gangguan pada area BT trafo, maka hanya relay C saja yang bekerja.
3.8 Diskriminasi dengan Logika Prinsip dari diskriminasi dengan logika yaitu apabila diinginkan waktu dari clearing time dipersingkat. Diskriminasi dengan logika merupakan pengembangan dari diskriminasi dengan waktu. Sesuai gambar 3.28, apabila terjadi gangguan sehingga di area A, selanjutnya relay A melakukan blocking signal ke relay upstream atau relay utama E, selanjutnya sesuai time delay relay A segera memerintahkan circuit breaker merubah posisi menjadi terbuka. Apabila setelah ditentukan waktunya tetapi relay A gagal membuka circuit breaker A, sehingga relay utama segera memerintahkan relay B untuk mjembuka circuit beraker B. apabila dalam keadaan tertentu relay B tidak dapat membuka circuit breaker B selanjutnya relay utama E meminta relay C dan selanjutnya hinga terjadi trip.apabila relay A, relay B, Relay C, Relay D gagal membuka masingmasing circuit breaker sehingga relay utama E yang segera membuka circuit breaker E
72
Gambar 3.28 Prinsip diskriminasi logika
3.9 Diagram kawat koneksi relay arus lebih Telah dijelaskan sebelumnya bahwa relay arus lebih dapat dibedakan menjadi 2 fungsi yaitu: a. Relay arus lebih type non directional b. Relay arus lebih type directional Pada relay arus lebih baik pada type directional ataupun non directional dimana masing-masing relay tersebut dapat difungsikan sebagai: a. Proteksi Fasa b. Proteksi netral ataupun tanah Untuk diagram kawat Relay arus lebih type non directional seperti ditunjukkan pada gambar 3.29. sedangkan untuk diagram kawat koneksi arus lebih type non directional terdiri dari input tegangan dan arus. Mengenai hubungan CT seperti
73
ditunjukkan pada gambar 3.29, untuk hubungan dengan potensial trafo sesuai pada gambar yang ditunjukkan pada gambar 3.30.
Gambar 3.29 Diagram kawat koneksi relay non directional
Gambar 3.30 Diagram kawat koneksi relay directional pada potensial trafo Sedangkan dalam perencanaan proteksi gangguan tanah ataupun netral, sebenarnya
sudah
dilakukan
didalam
relay
tersebut.
Untuk
mengenai
kehandalannya dalam deteksi gangguan ke tanah ataupun ganguan titik netral ke
74
tanah dimana kehandalannya sangat terbatas dikarenakan terdapat adanya CT error. Untuk solusinya sebagai perancangan proteksi ground fault dibuatlah suatu jenis CT type lainnya yaitu a. Special core balance CT b. Interpossing ring CT Sebagai pelengkap untuk mengenai diagram kawat pada special core balance CT dan Interpossing CT ditunjukkan pada gambar 3.31 dan gambar 3.32.
Gambar 3.31 Diagram special core balance CT
Gambar 3.32 Diagram interposing ring CT
75
BAB IV ANALISA PROTEKSI ARUS LEBIH
4.1
Analisa Gangguan Hubung Singkat FAULT SYSTEM R11 I I
F16
I
F11 300 / 1A A15
LC1C2
F6
A16
1732A 2000 / 5 A
300 A T3
Bus B
1000 A
R21
R19
A7
T1
A8
1000 / 1
1000 / 1
R11
F5
F1
1000 A 1000 / 1 C1
F3
5400 A
G1
A2
A1
I
R1
I
I
R8
I
C4
I
R7
I
R6
1000 A
1000 / 1 T2
A15
LC2C3
A16
1732A 2000 / 5 A
300 A T4
1000 / 1 C3 1000 A 1000 / 1
R20
A12
F15
F10
A10
1000 / 1
Bus A
R22
I
1000 A
R5
A6
550 A
I
I
F8
300 / 1A
F4
A4
A3
R3
R4
5400A
G2
I
Bus C
A9
800 / 5 A 800 / 5 A
F2
R2
A5
550 A
5500 / 5 A 5500 / 5 A
I
1000 A C2 1000 / 1
A11
R11
F7
I I
1000 A
I
Bus D
F12
F9
300 / 1A A15
LC3C4
A16
1732A 2000 / 5 A
300 A T5
Notes: Generator: G1 = G2 = 200 MVA, Urg = 20500 Volt, Cos phi = 0.85, X0 / X"D = 0.5, Rg = 473 Ohm Transformer: T1 = T2 = 200 MVA, 20 / 150 kV, Z = 13 %, R = 0.21 %, X0 / X1 = 0.78 T3 = T4 = T5 = 60 MVA, 150 / 20 kV, Z = 11.75 %, R = 0.25 %, X0 / X1 = 0.71 Cable: C1 = C2 = C3 = C4 = (0.119 + J0.387) Ohm/kM (Z1) C1 = C2 = C3 = C4 = (0.309 + J1.382) Ohm/kM (Z0) C1 = 46 kM, C2 = 42 kM, C3 = 51 kM, C4 = 32 kM
Gambar 4.1 Single line diagram Sesuai pada gambar 4.1, dimana akan menentukan Proteksi dan Koordinasi saluran sistim tenaga menggunakan Overcurrent Relay sesuai standard IEC 60909 dan IEC 60255. Prinsip dasar analisa jaringan dimana seluruh rangkaian dilokasikan pada tegangan 150 kVbase, untuk jelasnya sebagai berikut: Positive sequence: Untuk Generator: Cos φrg
= 0.85
Φrg
= 31.79º
Untuk Kpsu
= [ tf2 : tr2] . [U2rtlv : U2rthv] . [Cmax : (1+ (x”d – xt) sin φrg)]
76
= [1500002 : 205002] . [200002 : 1500002] . [1.1: (1+(0.18 – 0.129) sin31.79)] = 0.9518 * 1.071 = 1.02 Kgpsu
= Cmax : (1 + x”d sin φrg) = 1.1 : (1 + 0.18 sin 31.79) = 1.005
Z1g
= R +JX”d, karena Rg = 0.05X”d jadi = 0.05X”d + JX”d = X”d(0.05 + J), Karena X”d = x”d. (U2rg : Srg) jadi = 0.18.(205002 : 200000000) . (0.05 + J) = 0.378 (0.05 + J) = 0.0189 + J 0.378
Untuk trafo T1 = T2 R1thv
= 0.21: 100 (1500002 : 200000000) = 0.2363
Z1thv
= 13 : 100 (1500002 : 200000000) = 14.625
X1thv
= √ ( Zthv2 : Rthv2) = √ ( 14.6252 : 0.23632) = 14.623
Z1psu
= Kpsu (tr2 . Zg + Z thv)
Z1psu
= 1.02 [( 150000 : 20000)2 . (0.0189 + J0.378) + (0.2363 + J14.623)] = 1.02 [(1.063 + J0.378) + (0.2363+ J14.623)]
77
= 1.02 (1.29 + J15) = 1.33 + J 36.6 Z1gpsu
= Kgpsu . Zg = 1.005* (0.0189 + J0.378) = 0.019 + J0.38
Trafo T3 = T4 = T5 Z1thv
= 11.75 : 100 (1500002 : 60000000) = 44.06
R1thv
= 0.25 : 100 (1500002 : 60000000) = 0.9375
X1thv
= √(44.062 : 0.93752) = 44.05
Kabel C1
= 1.125 + J18.39
C2
= 0.595 +J1.935
C3
= 0.595 +J1.935
C4
= 0.476 +J1.548
LC1C2
= J0.418
LC2C3
= J0.6
LC3C4
= J0.52
Untuk 20 kV base sebagai berikut: Setelah diketahui impedansi masing – masing komponen sehingga dapatlah dibentuk menjadi impedansi diagram urutan positif sesuai pada gambar 4.2. Selanjutnya ditentukan pula impedansi diagram urutan Nol sesuai gambar 4.3.
78
Zero sequence: Generator: R0 / R1 = 1 X0 / X1 = 0.5 Z0g
= 0.0189 +J0.189
Z0gpsu
= 0.019 + J0.19
Untuk trafo T1 = T2 R0 / R1 = 1 X0 / X1 = 0.78
Z0thv
= 0.2363 +J 11.41
Trafo T3 = T4 = T5 R0 / R1 = 1 X0 / X1 = 0.71 Z0thv
= 0.9375 + J 31.28
Kabel Z0 / Z1 = 3 C1
= 3.38 + J55.17
C2
= 1.79 + J 5.81
C3
= 1.79 + J5.81
C4
= 1.42 + J4.64
LC1C2
= J1.254
79
LC2C3
= J1.8
LC3C4
= J1.56
Setelah ditentukan Impedansi Minimum pada suatu saluran sehingga dapatlah dibuat tabel 4.1. Selanjutnya pada table 4.1 merupakan data-data yang diperlukan dalam pembuatan Impedansi diagram sesuai gambar 4.2 dan 4.3. Impedansi diagram ini sangat berguna untuk menentukan arus maximum yang terjadi pada saat awal terjadi gangguan hubung singkat diasumsikan terjadi gangguan dimasing-masing lokasi. J 0.418 ohm
LC 1C 2 1.125 + J 18.39
0.595 + J 1.935 J 0.6 ohm LC 2C 3 0.595 + J 1.935
0.476 + J 1.548
T1
J 0.52 ohm
T2
LC 3C4
0.9375 + J 44.05 T5
G1
G2
Z E RO B U S
Gambar 4.2
Urutan Positif
80
0.9375 + J 44.05 T4
0.9375 + J 44.05 T3
J1.254 ohm L C 1C 2
3.38 + J 55.17
1.79 + J 5.81 J 1.8 ohm L C 2C 3 1.79 + J 5.81
1.42 + J 4.64
T1
T2
J 1.56 ohm L C 3C 4
0.9375 + J 31.28
0.9375 + J 31.28
T5
G1
T4
0.9375 + J 31.28
T3
G2
ZE R O B U S
Gambar 4.3
Urutan Nol
Tabel 4.1 Impedansi Minimum Z1 = R1 + JX1
Keterangan
Z0 = R0 + JX0
Zgpsu
0.019
0.38
0.019
0.19
Zpsu
1.33
36.6
-
-
T1 = T2
0.2363
14.623
0.2363
11.41
T3 = T4 = T5
0.9375
44.05
0.9375
31.28
C1
1.125
18.39
3.38
55.17
C2 = C3
0.595
1.935
1.79
5.81
C4
0.476
1.548
1.42
4.64
LC1C2
-
0.418
-
1.254
LC2C3
-
0.6
-
1.8
LC3C4
-
0.52
-
1.56
81
Sesuai gambar 4.2 untuk menentukan besar arus gangguan hubung singkat harus digunakan metoda Thevenin yaitu merupakan syarat IEC 60909. setelah diketahui besar arus gangguan hubung singkat dapatlah dibuat table sesuai pada table 4.2 Pada table 4.2 sangat berguna untuk menentukan spesifikasi dari peralatan pemutus, umumnya dalam menentukan alat pemutus diperlukan data – data sebagai berikut: 1. Breaking Capacity (Ib) 2. Arus Nominal (In) 3. Rated Voltage (Un) Mengenai Breaking capacity dan I”k3 ataupun I”k1 dapat ditentukan sesuai pada Bab 2, selanjutnya dalam penentuan breaking capacity gunakan I”k yang terbesar baik itu I”k3 ataupun I”k1, mana yang lebih besar.
Tabel 4.2 Gangguan Hubung singkat maximum Lokasi
Z1 = Z2
Z0
I”k3
I”k1
Ib
Gangguan
Ω
Ω
kA
kA
kA
F1 = F2
0.019+J0.38
0.019+J0.19+3*J0.8
34.2
11.7
24.74
F3 = F4
1.33+J36.6
0.2363+J11.41
2.6
3.4
2.7
F5
0.665+J18.3
0.1181+J5.705
5.2
6.8
4.5
F6
1.7121+J22.529
3.2641+J18.396
4.2
4.5
3.3
F7
1.0905+J19.751
1.393+J10.054
4.8
5.8
3.9
F8
1.4802+J21.292
2.5662+J14.681
4.4
4.97
3.5
F9
1.0905+20.271
1.393+J11.614
4.69
5.5
3.8
F10
1.4802+21.892
2.5662+J16.481
4.3
4.7
3.4
F11
1.7121+22.947
3.2641+J19.65
4.1
4.4
3.2
Fault
82
F12
2.028+J64.321
2.3305+J42.894
1.5
1.7
1.6
F15
2.4178+65.942
3.5037+J47.761
1.4
1.6
1.6
F16
2.6496+J66.997
4.2016+J50.93
1.4
1.5
1.6
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3, dimana untuk menentukan arus gangguan minimum atau Impedansi Maximum yaitu: a. Gunakan tegangan factor C minimum sesuai standart IEC tabel 2.2. b. Besar resistance/km diasumsikan pada temperature θ = 80ºC
atau lebih tinggi.
RL = [ 1 + 0.004 / ºC (θ-20ºC)] RL20,0.004 merupakan factor dari tembaga, alumunium dan alumunium alloys.Impedansi dari busbar, current transformer dll, diperhitungkan c. Beban motor tidak diperhitungkan d. Konfigurasi jaringan yang dimaksudkan harus disesuaikan arahnya.
Positif sequence Untuk Kpsu
= [ tf2 : tr2] . [U2rtlv : U2rthv] . [Cmin : (1+ (x”d – xt) sin φrg)] = [1500002 : 205002] . [200002 : 1500002] . [1.0: (1+(0.18 – 0.129) sin31.79)] = 0.9518 * 0.974 = 0.93
Kgpsu
= Cmin : (1 + x”d sin φrg) = 1.0 : (1 + 0.18 sin 31.79)
83
= 0.91 Untuk trafo T1 = T2 R1thv
= 0.21: 100 (1500002 : 200000000) = 0.2363
Z1thv
= 13 : 100 (1500002 : 200000000) = 14.625
X1thv
= √ ( Zthv2 : Rthv2) = √ ( 14.6252 : 0.23632) = 14.623
Z1psu
= Kpsu (tr2. Zg + Z thv)
Z1psu
= 0.93 [( 150000 : 20000)2 . (0.0189 + J0.378) + (0.2363 + J14.623)] = 0.93 [(1.063 + J0.378) + (0.2363+ J14.623)] = 0.93 (1.29 + J15) = 1.21 + J33.37
Z1gpsu
= Kgpsu . Zg = 0.91 * (0.0189 + J 0.378) = 0.017 + J0.34
Trafo T3 = T4 = T5 Z1thv
= 11.75 : 100 (1500002 : 60000000) = 44.06
R1thv
= 0.25 : 100 (1500002 : 60000000) = 0.9375
X1thv
= √(44.062 : 0.93752) = 44.05
84
Kabel RL
= [ 1 + 0.004 / ºC (θ-20ºC)] RL20 = {1 + 0.004 / ºC (75ºC - 20ºC)] RL20 = 1.22 RL20
C1
= 1.395 + J22.8
C2
= 0.7378 + J2.4
C3
= 0.7378 + J2.4
C4
= 0.59 + J1.92
LC1C2
= J0.518
LC3C3
= J0.744
LC3C4
= J0.6448
X1thv
= √(3.42 : 0.1962) = 3.39
Zero Sequence T1 = T2, R0/ R1 = 1, X0 / X1 = 0.78 Zth0
= 0.2363 + J(14.623 * 0.78) = 0.2363 + J11.41
Zgpsu = 0.017 + J(0.34*0.5) 0.017 + J0.17 T3 = T4 = T5, R0 / R1 = 1, X0 / X1 = 0.71 Zth0
= 0.9375 + J(44.05 * 0.71) = 0.9375 + J31.28
85
Kabel Z0 / Z1 = 3 C1
= 4.19 + J68.4
C2
= 2.21+ J7.2
C3
= 2.21 + J7.2
C4
= 1.77 + J5.76
LC1C2 = J1.554 LC2C3 = J2.322 LC3C1 = J1.934 Setelah ditentukan Impedansi Maximum pada suatu saluran sehingga dapatlah dibuat tabel 4.4. Selanjutnya pada table 4.4 merupakan data-data yang diperlukan dalam pembuatan Impedansi diagram sesuai gambar 4.4, 4.5, 4,6, 4.7, 4.8, 4.9
J 0.518 ohm
1.395 + J22.8
0.7378 + J2.4 J 0.744 ohm
0.7378 + J2.4
0.59 + J1.92
T1
J 0.6448 ohm
T2
0.9375 + J 44.05 T5
G1
G2
ZERO BUS
Gambar 4.4
Urutan Positif Minimum
86
0.9375 + J 44.05 T4
0.9375 + J 44.05
T3
J1.554hm
4.19 + J68.4
2.21 + J 7.2 J 2.322 ohm
2.21 + j 7.2
1.77 +J 5.76
T1
T2
J 1.934 ohm 0.9375 + J 31.28
0.9375 + J 31.28
T5
G1
T4
0.9375 + J 31.28
T3
G2
ZERO BUS
Gambar 4.5
Urutan Nol Minimum
Tabel 4.4 Impedansi Maximum Z1 = R1 + JX1
Keterangan
Z0 = R0 + JX0
Zgpsu
0.017
0.34
0.017
0.17
Zpsu
1.21
33.37
-
-
T1 = T2
0.2363
14.623
0.2363
11.41
T3 = T4 = T5
0.9375
44.05
0.9375
31.28
C1
1.395
22.8
4.19
68.4
C2 = C3
0.7378
2.4
2.21
7.2
0.59
1.92
1.77
5.76
LC1C2
-
0.518
-
1.554
LC2C3
-
0.744
-
2.322
LC3C4
-
0.645
-
1.934
C4
87
Impedansi diagram ini sangat berguna untuk menentukan arus minimum yang terjadi pada saat awal gangguan hubung singkat diasumsikan terjadi gangguan dimasing-masing lokasi. Sesuai gambar 4.3 untuk menentukan besar arus gangguan hubung singkat harus digunakan metoda Thevenin yaitu merupakan syarat IEC 60909. Selanjutnya untuk menentukan gangguan hubung singkat minimum dimana sangat berguna sebagai data-data untuk setting relay. Dikarenakan sistim jaringan berbentuk Ring Feeder sehingga harus dibuat arah saluran melalui dua (2) sisi yaitu: 1. Searah jarum jam (sesuai table 4.5) 2. Berlawanan arah jarun jam (sesuai table 4.6)
J 0.518 ohm
1.395 + J22.8
0.7378 + J2.4 J 0.744 ohm
0.7378 + J2.4
0.59 + J1.92
T1
J 0.6448 ohm
T2
0.9375 + J 44.05 T5
G1
G2
ZERO BUS
Gambar 4.6
Urutan Positif Searah Jarum Jam
88
0.9375 + J 44.05 T4
0.9375 + J 44.05
T3
J1.554hm
4.19 + J68.4
2.21 + J 7.2 J 2.322 ohm
2.21 + j 7.2
1.77 +J 5.76
T1
T2
J 1.934 ohm 0.9375 + J 31.28 T5
G1
0.9375 + J 31.28 T4
0.9375 + J 31.28
T3
G2
ZERO BUS
Gambar 4.7
Urutan Nol Serah Jarum Jam J 0.518 ohm
1.395 + J22.8
0.7378 + J2.4 J 0.744 ohm
0.7378 + J2.4
0.59 + J1.92
T1
J 0.6448 ohm
T2
0.9375 + J 44.05 T5
G1
G2
ZERO BUS
Gambar 4.8
Urutan Positif Tidak Searah Jarum Jam
89
0.9375 + J 44.05 T4
0.9375 + J 44.05
T3
J1.554hm
4.19 + J68.4
2.21 + J 7.2 J 2.322 ohm
2.21 + j 7.2
1.77 +J 5.76
T1
T2
J 1.934 ohm 0.9375 + J 31.28
0.9375 + J 31.28
T5
G1
T4
0.9375 + J 31.28
T3
G2
ZERO BUS
Gambar 4.9
Urutan Nol Tidak Searah Jarum Jam
Tabel 4.5 Gangguan Hubung singkat minimum (searah jarum jam) Lokasi Gangguan
Z1 = Z2
Z0
I”k3
I”k1
Fault
Ω
Ω
kA
kA
F1 = F2
0.017+J0.34
0.017+J0.17+3*J0.8
34
107
F3 = F4
1.21+J33.7
0.2363+J11.41
2.6
3.3
F5
0.605+J16.685
0.1182+J5.705
5.2
6.7
F6
2+J39.485
4.308+J74.105
2.2
1.7
F7
3.4755+J44.285
8.728+J88.505
1.95
1.5
F8
2.7377+J41.885
6.518+J81.305
2.1
1.6
F9
3.4755+J44.93
8.7281+J90.439
1.92
1.4
F10
2.7377+J42.629
6.518+J83.627
2.03
1.5
F11
2+J40.003
4.308+J75.659
2.2
1.67
F12
4.413+J88.979
9.6655+J121.72
0.972
0.87
F15
3.6752+J86.678
7.4555+J114.91
0.998.2
0.9
90
F16
2.9374+J84.053
5.2456+J106.94
1.03
0.95
Tabel 4.6 Gangguan Hubung singkat minimum (berlawanan jarum jam) Z1 = Z2
Z0
I”k3
I”k1
Ω
Ω
kA
kA
F1 = F2
0.017+J0.34
0.017+J0.17+3*J0.8
34
10.7
F3 = F4
1.21+J33.7
0.2363+J11.41
2.6
3.3
F5
0.605+J16.685
0.1182+J5.705
5.2
6.7
F6
2.6706+J23.405
6.308+J25.865
3.7
3.6
F7
1.195+J18.605
1.8881+J11.465
4.7
5.3
F8
1.9328+j21.005
4.0981+J18.665
4.1
4.3
F9
1.195+J19.25
1.8881+J13.399
4.5
5
F10
1.9328+J21.749
4.0981+20.987
4
4
F11
2.6706+J23.923
6.3081+J27.419
3.6
3.4
F12 (150 kV)
2.1325+J63.3
2.8256+J44.679
1.4
1.5
F15
2.8703+J65.799
5.0356+J52.267
1.3
1.4
F16
3.6081+J67.973
7.2456+J58.699
1.27
1.3
Lokasi Gangguan
4.2
Koordinasi Relay Sebagai langkah-langkah untuk menentukan koordinasi relay sesuai data-data pada
table 4.5 dan table 4.6 dapat dilakukan sebagai berikut: Untuk Searah jarum jam: a. Ring Feeder diasumsikan Grading relay sebesar 0.3 s
91
b. Radial feeder diasumsikan Grading relay sebesar 0.3 s c. Relay pada Ring feeder di grade dengan relay pada radial feeder sebesar 0.6 s Diasumsikan untuk Berlawanan arah jarum jam: a. Ring feeder diasumsikan grading relay sebesar 0.3 s b. Radial feeder diasumsikan grading relay sebesar 0.2 s c. Relay pada Ring feeder di grade dengan relay pada radial feeder sebesar 0.4s
CB A12: Diinginkan relay bekerja setelah terjadi gangguan dengan selang waktu 0.67s jadi I”k3 = 970.3 A Is = 300 Tms = 0.08 t = 0.676 s Apabila diinginkan waktu clearing time yang lebih cepat lagi sehingga dapat dilakukan sebagai berikut I”k3 x 50 % = 485 A Jadi I>> Is = 485 dan t = 0.1s
CB A9: VI I”k3 = 1914.7 A Is = 330 A TMS = 0.15 t = 0.587 s
92
Untuk mendapatkan TMS lakukan langkah berikut: Diasumsikan CB A9 terjadi gangguan sebesar CB A12 yaitu 485 A, bukan 300A karena akan di grade di 485 A sebesar 0.3 s sehingga: t = TMS x 13.5 : [(Ifault : Is) -1] awalnya TMS diasumsikan bernilai 1 jadi t0
= 1 x 13.5 : [(485 : 330) -1] = 28.75s
untuk CB A12 sbb: = TMS x 80 : [(Ifault : Is)2 -1]
t1
= 0.08 x 80 : [(485 : 300)2 -1] = 3.97s jadi t2 = (t1 + 0.3) : t0 = (3.97 + 0.3) : 28.75 = 0.15 sehingga TMS CB A9 = 0.15 CB A7: I”k3 = 1860.5A Is= 819A Untuk t=0.67, jadi TMS = 0.08 CB A8: I”k3=1942.4A Is = 819 x 110% = 900A TMS = ? Asumsikan gangguan sebesar 1860.5 sehingga,
93
t = TMS x 0.14 : [(Ifault:Is)0.02 – 1) = 1 x 0.14 : [(1860.5:900)0.02 – 1] = 9.57 s TMS = [0.67+0.3]:9.57 = 0.1 Sehingga t = 0.9 s (I”k3 =1942.4A)
untuk menentukan relay lainnya dapat dilakukan dengan cara yang sama sehingga dapatlah dibuat table 4.7 Tabel 4.7 Setting relay arus lebih searah jarum jam Lokasi
Kurva
Ifault
DT
IDMT
I> Is
TMS
Is
t
CB 12
EI
970.3
300
0.08
485
0.1
CB 9
VI
1914.7
330
0.15
-
-
CB 8
SI
1942.4
900
0.1
-
-
CB 7
SI
1860.5
819
0.08
-
-
CB 6
SI
2055.1
990
0.12
-
-
CB 5
SI
2181.4
1089
0.13
-
-
CB 3
SI
2568.1
735
0.09
2400
0.1
CB 4
SI
2568.1
735
0.09
2400
0.1
CB 15
SI
998.2
300
0.08
499.1
0.1
CB10
SI
2019.5
330
0.15
-
-
CB 16
SI
1027.7
300
0.08
514
0.1
CB 11
SI
2153.3
330
0.15
-
-
94
CB 1
SI
33919
5773
0.08
6928
0.01
CB 2
SI
33919
5773
0.08
6928
0.01
Karena arus gangguan tanah sangat berbahaya bagi manusia sehingga gangguan yang kecilpun harus diamankan. Jadi untuk menentukan besar Is pada Ground Fault Relay sebesar 30 % hingga 40 % dari setting gangguan Fasa, disini penulis menggunakan 35%. Meskipun Is GFR kecil, artinya apabila terjadi penggunaan beban tidak seimbang tetap tidak akan mempengaruhi Is GFR. Teoritisnya apabila beban tidak seimbang akan menyebabkan mengalirnya arus netral ke tanah. Teorinya benar! Tetapi apabila menggunakan diagram pengawatan relay seperti gambar 5.8, dimana meskipun terjadi penggunaan beban tidak seimbang dimana tidak akan mempengaruhi relay, karena relay di design secara khusus hingga tidak akan berpengaruh meskipun terdapat pemakaian beban tidak seimbang Dalam kasus lain apabila menggunakan diagram pengawatan seperti gambar 3.31 dan 3.32, sehingga akan mengalir arus tidak seimbang ke relay, berhubung menggunakan CBCT ( Core balance Current Transformer) maka arus ketidak seimbangan yang mengalir ke CBCT sangat kecil hanya beberapa mili Amper. Jadi dari ke tiga metoda deteksi gangguan, kesimpulannya tidak akan mempengaruhi IGFR bekerja meskipun arus tidak seimbang! Tabel 4.8 Setting relay gangguan tanah searah jarum jam Lokasi
Kurva
Ifault
DT
IDMT
I>
CB 12
EI
865.3
Is
TMS
Is
t
105
0.053
-
-
95
CB 9
SI
1435.6
115.5
0.11
-
-
CB 8
SI
1461.5
315
0.13
-
-
CB 7
SI
1384.9
286.8
0.07
-
-
CB 6
SI
1569.8
346.5
0.18
-
-
CB 5
SI
1694.8
381.15
0.23
-
-
CB 3
SI
3294.7
209.6
0.28
-
-
CB 4
SI
3294.7
209.6
0.28
-
-
CB 15
SI
900.1
105
0.15
-
-
CB10
SI
1534.5
115.5
0.202
-
-
CB 16
SI
943.8
105
0.29
-
-
CB 11
SI
1666.6
115.5
0.34
-
-
CB 1
SI
CB 2
SI
Tabel 4.9 Setting relay arus lebih berlawanan jarum jam Lokasi
Kurva
Ifault
DT
IDMT
I> Is
TMS
Is
t
CB 12
VI
1363.8
300
0.37
1363.8
0.1
CB 9
VI
4452.2
330
0.4
-
-
CB 8
SI
3650
900
0.11
-
-
CB 7
SI
4073.9
990
0.16
-
-
CB 6
SI
1860.5
819
0.08
-
-
96
CB 5
SI
4604.5
1089
0.21
-
-
CB 3
SI
2568
598.5
0.26
2500
0.01
CB 4
SI
2568
598.5
0.26
2500
0.01
CB 15
VI
1311.6
300
0.13
-
-
CB10
VI
3936.6
330
0.16
-
-
CB 16
VI
1269.2
300
0.03
-
-
CB 11
VI
3473.4
330
0.07
-
-
CB 1
SI
CB 2
SI
Tabel 5.0 Setting relay gangguan tanah berlawanan jarum jam Lokasi
Kurva
Ifault
DT
IDMT
I> Is
TMS
Is
t
CB 12
SI
1515.6
105
0.29
-
-
CB 9
SI
4989.1
115.5
0.36
-
-
CB 8
SI
3529.9
315
0.13
-
-
CB 7
SI
4245
346.5
0.22
-
-
CB 6
SI
1384.9
286.5
0.07
-
-
CB 5
SI
5317.1
381.15
0.32
-
-
CB 3
SI
3322.6
209.7
0.42
-
-
CB 4
SI
3322.6
209.7
0.42
-
-
CB 15
SI
1410.6
105
0.14
-
-
97
CB10
SI
3998.6
115.5
0.21
-
-
CB 16
SI
1331.3
105
0.025
-
-
CB 11
SI
3411.3
115.5
0.086
-
-
CB 1
SI
CB 2
SI
Dari data-data yang diperoleh dari analisa hubung singkat khususnya pada analisa gangguan hubung singkat minimum, sehingga data- data tersebut dapat diaplikasikan pada kertas Log-log, sebagai hasil koordinasi ditunjukan sesuai gambar 4.10, 4.11, 4.12, 4.13, 4.14, 4.15, 4.16, 4.17, 4.18, 4.19, 4.20, 4.21, 4.22, 4.23 dan 4.24
-1000
Ph as e cu r ve s 1. (q9) 1
2
3
4
5
2 . ( CB A 8 )
time (s ) 3 . ( CB b A 6 ) 4 . ( CB A 5 )
100
5 . ( CB A 3 ) Re s id u a l c u r v e s Ne g a tiv e S e q . c u r v e s
10
1 .0
0 .1
0 .0 1
Ν ο τ ε : 3 ∗ Ι2 / √ 3 0 .1 kA
1 .0 kA
1 0 kA
C o m m o n V o lt a g e 1 5 0 ,0 k V
Gambar 4.10
Kordinasi relay searah jarum jam CB A7~ CB A3
98
-1000 Phas e cur ve s 1. (CB A 12) 1
2
3
4
5
6
2. (CB A 9)
time (s )
3. (CB A 8) 4. (CBb A 6)
100
5. (CB A 5) 6. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s 10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.11 Kordinasi relay searah jarum jam CB A12~ CB A3
-1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 15) 1
2
3
4
5
2. (CB A 10)
time (s )
3. (CBb A 6) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.12 Kordinasi relay searah jarum jam CB A15~ CB A3
99
-1000 Phas e cur ve s 1. (CB A 16) 1
2
3
4
5
2. (CB A 11)
time (s )
3. (CBb A 6) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.13 Kordinasi relay searah jarum jam CB A16~ CB A3 --Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 6) 1
2
3
4
5
2. (CB A 8)
time (s )
3. (CB A 7) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.14 Koordinasi relay tidak searah jarum jam CB A6 ~ CB A3
100
--Title -1000 Phas e cur ve s 1. (CB A 12) 1
2
3
4
2. (CB A 9)
time (s )
3. (CB A 5) 4. (CB A 3)
100
Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.15 Koordinasi relay tidak searah jarum jam CB A12 ~ CB A3
--Title -1000 Phas e cur ve s 1. (CB A 16) 1
2
3
4
5
6
2. (CB A 11)
time (s )
3. (CB A 8) 4. (CB A 7)
100
5. (CB A 5) 6. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s 10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.16 Koordinasi relay tidak searah jarum jam CB A16 ~ CB A3
101
--Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 12) 1
2
3
4
2. (CB A 9)
time (s )
3. (CB A 5) 4. (CB A 3)
100
Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.17 Koordinasi relay ground tidak searah jarum jam CB A12 ~ CB A3
--Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 15) 1
2
3
4
5
2. (CB A 10)
time (s )
3. (CB A 7) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. cur ve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.18 Koordinasi relay ground tidak searah jarum jam CB A15 ~ CB A3
102
--Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 16) 1
2
3
4
5
6
2. (CB A 11)
time (s )
3. (CB A 8) 4. (CB A 7)
100
5. (CB A 5) 6. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s 10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.19 Koordinasi relay ground tidak searah jarum jam CB A16 ~ CB A3
--Title -1000 Phas e cur ve s 1. (CB A 6) 1
2
3
4
5
2. (CB A 8)
time (s )
3. (CB A 7) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.20 Koordinasi relay ground tidak searah jarum jam CB A6 ~ CB A3
103
--Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 12) 1
2
3
4
5
6
2. (CB A 9)
time (s )
3. (CB A 8) 4. (CB A 6)
100
5. (CB A 5) 6. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s 10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.21 Koordinasi relay ground searah jarum jam CB A12 ~ CB A3
--Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 15) 1
2
3
4
5
2. (CB A 10)
time (s )
3. (CB A 6) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. cur ve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA pref ault c urrent
1.0kA =
10kA
0.0A
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.22 Koordinasi relay ground searah jarum jam CB A15 ~ CB A3
104
--Title -1000
Phas e cur ve s 1. (CB A 16) 1
2
3
4
2. (CB A 11)
time (s )
3. (CB A 5) 4. (CB A 3)
100
Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.23 Koordinasi relay ground searah jarum jam CB A16 ~ CB A3
--Title -1000 Phas e cur ve s 1. (CB A 7) 1
2
3
4
5
2. (CB A 8)
time (s )
3. (CB A 6) 4. (CB A 5)
100
5. (CB A 3) Re s idual cur ve s Ne gative Se q. curve s
10
1.0
0.1
0.01
Ν οτε : 3∗ Ι2 / √3 0.1kA
1.0kA
10kA
Com m on V oltage 150,0 k V
Gambar 4.24 Koordinasi relay ground searah jarum jam CB A7 ~ CB A3
105
Dalam kasus tertentu, sesuai pada gambar 4.25, apabila terjadi gangguan 1Ф pada feeder F3 atau F4,sehingga rangkaian tersebut akan membentuk menjadi rangkaianan pararel feeder jadi diperlukan Directional Earth Fault Relay pada kedua sisi. J1.554hm
4.19 + J68.4
2.21 + J 7.2 J 2.322 ohm
X
1.77 +J 5.76
T1
2.21 + j 7.2
T2
J 1.934 ohm 0.9375 + J 31.28 T5
G1
0.9375 + J 31.28 T4
0.9375 + J 31.28
T3
G2
ZERO BUS
Gambar 4.25
Reactance diagram Zero Sequence
Dalam aplikasinya menggunakan Directional Earth Fault Relay yaitu cukup memberi setting: Is = In x 50% TMS = 0.1 Alasannya, Apabila setting Is pada Directional earth fault Relay terlalu besar akan menyebebabkan overcurrent relay pada F3 dan F4 akan bekerja. Mengenai directional relay pada pararel feeder sudah dijelaskan pada Bab 3.
106
BAB V KESIMPULAN
IEC 60909, sangat efektif untuk analisa gangguan hubung singkat dimana tegangan factor C yang telah ditentukan digunakan untuk mendapatkan arus gangguan maximum ataupun arus gangguan minimum. Dalam aplikasinya IEC 60909 dengan Cmax digunakan sebagai perencanaan untuk menentukan breaking capacity pada switchgear yang akan digunakan. Apabila ada kesalahan dalam pemilihan switchgear akan menyebabkan 2 (dua) hal permasalahan yaitu:
1. Apabila Breaking Capacity Switchgear lebih kecil dari Arus gangguan hubung singkat maximum. Dalam kondisi ini apabila terjadi gangguan hubung singkat akan menyebabkan kerusakan pada switchgear tersebut. 2. Apabila Breaking Capacity Switchgear lebih besar dari Arus gangguan hubung singkat maximum. Dalam kondisi ini apabila terjadi gangguan hubung singkat dimana switchgear akan tahan untuk dialiri arus gangguan tersebut, sebalikanya biaya untuk pembelian switchgear sangat mahal.
Dilain pihak IEC 60909 dengan menggunakan factor Cmin sebagai hasil analisa gangguan hubung singkat dapat digunakan sebagai data-data untuk setting relay. Selanjutnya agar data-data tersebut dapat diterapkan pada proteksi hubung singkat (Overcurrent Protection), sehingga dapatlah digunakan standart IEC
107
60255 yang mana sangat berperan untuk koordinasi relay dimana terdapat 5 (lima) pilihan karakteristik kurva yaitu: 1. Standart Invers 2. Very Invers 3. Extremes Invers 4. Long Invers 5. Definite Time
Dalam apalikasinya agar suatu relay dapat saling koordinasi dengan relay lainnya sehingga harus ditentukan waktu tripping pada masing-masing relay terlebih dahulu yang mana waktu tersebut akan mempermudah untuk menentukan TMS. Sebaliknya apabila waktu itu tidak ditentukan terlebih dahulu sehingga akan kesulitan untuk menentukan TMS yang diperlukan agar relay saling koordinasi. Sebagai hasil penggabungan standart IEC 60909 dan IEC 60255 dapat diterapkan pada perencanaan syitem tenaga ataupun sebagai perluasan sistem tenaga. Karena kehandalan dan flexibilias dari kedua standart tersebut sehingga disini penulis memberanikan diri untuk mempelajarinya dan terbentuklah judul “ Proteksi – Koordinasi Saluran Sistem Tenaga Menggunakan Proteksi Arus Lebih (Overcurrent Relay) Sesuai Standart IEC 60909 dan IEC 60255 “
108
109