BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
TUGAS AKHIR
PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
Oleh :
Panganti Widi Astuti NIM. I 0606034
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK 1
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan kota merupakan perubahan yang dialami oleh daerah
perkotaan pada aspek-aspek kehidupan dan penghidupan, seperti kondisi fisik, perekonomian, sosial dan kemasyarakatan. Perkembangan kota didefinisikan sebagai proses perubahan keadaan ke keadaan lain dalam kurun waktu yang berbeda (Yunus, 1978). Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Oleh karena itu, kota sebagai perwujudan geografis selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu (Yunus, 1987). Perkembangan kota-kota di Indonesia yang semakin pesat dewasa ini membawa banyak perubahan pada kondisi internal kota. Perkembangan kota di Indonesia mulai dirasakan sejak dekade 1950an yang merupakan masa transisi dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan (Sujarto, D, 2005 dalam tesis Ilyas Ali, 2006). Hal-hal yang tampak nyata sebagai dampak dari perkembangan kota adalah pesatnya perkembangan penduduk, tingginya angka kepadatan penduduk, pesatnya perkembangan daerah terbangun, serta tingginya kebutuhan akan fasilitas dan utilitas kota termasuk kebutuhan akan perumahan. Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin bertambahnya penduduk dengan segala aspek kehidupannya akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena itu, akan mengakibatkan terjadinya proses densifikasi permukiman di dearah pinggiran kota dengan berbagai dampaknya. Terbatasnya wilayah administrasi kota akan mengakibatkan adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kota ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl) (Kustiwan dan Anugrahani, 2001; Giyarsih, 2001). Akibat selanjutnya di daerah pinggiran kota akan mengalami proses transformasi spasial berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi
2
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
sosial ekonomi sebagai dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial. Proses densifikasi permukiman yang terjadi di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan. Dahulu, Kota Surakarta merupakan satu kesatuan wilayah pemerintahan Kasunanan dengan Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Boyolali, dan Klaten. Namun, dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor : 16/SD tanggal 15 Juli 1946, maka secara formal wilayah pemerintahan Kasunanan sudah tidak ada lagi, dan wilayah-wilayahnya
menjadi
wilayah
Karesidenan
Surakarta.
Kemudian
Karesidenan Surakarta menjadi Kota Surakarta yang wilayahnya meliputi 5 kecamatan yakni Kecamatan Jebres, Banjarsari, Serengan, Pasar Kliwon, dan Laweyan. Kota
Surakarta
merupakan
kota
menengah
yang
mengalami
perkembangan di seluruh bagian kotanya. Dalam penelitian ini, perkembangan Kota Surakarta yang dimaksud adalah perkembangan fisik, sosial, dan ekonomi. Indikator perkembangan Kota Surakarta salah satunya dapat dilihat dari aspek sosial yakni jumlah penduduknya yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk tahun 1975 yaitu 426.032 jiwa sedangkan tahun 1985 sejumlah 502.150 jiwa, dari data tersebut terlihat bahwa dalam dekade 10 tahun yakni
tahun
1975-1985,
jumlah
penduduk
Kota
Surakarta
mengalami
pertambahan sebesar 76.118 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk tahun 1995 yaitu 533.628 jiwa sehingga dapat dilihat bahwa tahun 1985-1995 jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami peningkatan sebesar 31.478 jiwa. Jumlah penduduk tahun 2005 sejumlah 560.046 jiwa sehingga dapat dilihat peningkatan jumlah penduduk yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun (1995-2005) sebesar 26.418 jiwa (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005). Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun tersebut mempengaruhi adanya perkembangan fisik Kota Surakarta. Perkembangan fisik Kota Surakarta disebabkan karena adanya pertambahan penduduk dan aktivitas sosial ekonomi penduduk. Semakin bertambahnya penduduk Kota Surakarta maka kebutuhan akan ruang semakin bertambah. Kebutuhan ruang ini tidak hanya untuk perluasan permukiman tetapi juga untuk kegiatan perekonomian, sosial dan lingkungan. Hal
3
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
tersebut mengakibatkan adanya konversi lahan dari lahan tak terbangun menjadi lahan terbangun. Luas lahan terbangun tahun 1975 di Kota Surakarta adalah 2.868,16 Ha sedangkan luas lahan terbangun tahun 2005 adalah 3.521,85 Ha (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa konversi lahan tak terbangun menjadi terbangun yang terjadi dalam dekade 30 tahun (tahun 1975-2005) di Kota Surakarta adalah sebesar 653,69 Ha Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan adanya indikasi perkembangan fisik Kota Surakarta. Perkembangan ekonomi Kota Surakarta salah satunya ditunjukkan dengan peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Pada tahun 1975 tingkat PDRB Kota Surakarta mencapai 32.547,768 juta. Angka tersebut meningkat pada tahun 1990 hingga mencapai 386.649,904 juta dan tahun 2005 menjadi 3.858.169,670 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan ekonomi Kota Surakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan perkembangan permukiman di Kota Surakarta dapat dilihat dari adanya peningkatan luas lahan permukiman di seluruh wilayah kota. Luas lahan permukiman di Kota Surakarta tahun 1975 yaitu 2.868,16 Ha, sedangkan luas lahan permukiman tahun 1996 meningkat menjadi 3.372,4849 Ha. Namun, pada tahun 2005 luas permukimannya menurun menjadi 2.707,27 Ha (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005). Sehingga dapat dilihat dalam kurun waktu 30 tahun yakni tahun 1975-2005, luas lahan permukiman di Kota Surakarta mengalami kenaikan namun setelah tahun 1997 luasnya mengalami penurunan. Perkembangan permukiman yang signifikan dalam dekade 30 tahun tersebut terjadi pada tahun 1980 ketika Kota Surakarta mengalami pemekaran fisik kota (perembetan fisik kota) karena dampak dari urbanisasi dan industrialisasi yang terjadi pada tahun 1970an di Kota Surakarta. Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta
4
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni Kabupaten Sukoharjo. Pemekaran kota ini ditandai dengan mulai menjamurnya pembangunan perumahan (real estate, perumnas, komplek hunian baru) di hinterland Kota Surakarta termasuk di Kabupaten Sukoharjo. Pembangunan perumahan di pinggiran Kabupaten Sukoharjo ini merupakan limpahan dari adanya pertambahan lahan permukiman di Kota Surakarta. Pembangunan perumahan di pinggiran Kabupaten Sukoharjo yang paling terlihat adalah di Kawasan Solobaru. Kawasan Solobaru menjadi daerah limpahan pertambahan kebutuhan lahan permukiman Kota Surakarta karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Kota Surakarta dan topografinya yang cenderung lebih sama dengan Kota Surakarta bila dibandingkan dengan daerah hinterland Kota Surakarta yang lainnya. Berdasarkan sejarah dari Kawasan Solobaru, pembangunan perumahan di Kawasan Solobaru dimulai pada tahun 1987 oleh PT. Pondok Solo Permai (PSP). PT. Pondok Solo Permai (PSP) yang awalnya berencana hanya membangun perumahan, kemudian timbul gagasan baru untuk menciptakan kota baru. Akhirnya rencana pembangunan perumahan dirubah menjadi menciptakan kota baru yang diberi nama kota mandiri Solobaru dengan luas 1.075 Ha. Hingga kini kota mandiri Solobaru terus berkembang dan perkembangan wilayahnya disebut dengan Kawasan Solobaru yang meliputi dua kecamatan yakni kecamatan Baki dan Grogol (RUTRK Solobaru tahun 1990-2010). Perkembangan Kawasan Solobaru tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal di Kawasan Solobaru tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dari Kawasan Solobaru yakni adanya pembangunan Kota Surakarta yang pesat sebagai akibat dari perkembangan Kota Surakarta. Adanya perkembangan Kawasan Solobaru merupakan dampak dari perkembangan Kota Surakarta baik secara fisik maupun non fisik. Perkembangan Kota Surakarta menjadikan Kawasan Solobaru sebagai daerah limpahan kebutuhan permukiman Kota Surakarta. Hingga kini permukiman di Kawasan Solobaru terus berkembang seiring dengan perkembangan Kota Surakarta. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka tujuan umum dari
5
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.
1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah
dari
penelitian
yang
dilakukan
adalah
bagaimana
pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru.
1.3
Tujuan dan Sasaran
1.3.1
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut : 1.
Mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang dominan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
2.
Mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru.
1.3.2
Sasaran Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan sasaran penelitian sebagai berikut : 1.
Mengetahui perkembangan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
2.
Mengetahui perkembangan jumlah rumah di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
3.
Mengetahui perkembangan jumlah sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
4.
Mengetahui perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
5.
Mengetahui perkembangan tingkat ekonomi (PDRB) Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
6
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
6.
Mengetahui perkembangan jumlah penduduk Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005).
7.
Mengetahui perkembangan interaksi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru.
8.
Mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta secara bersama-sama terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
9.
Mengetahui besaran pengaruh setiap variabel perkembangan Kota Surakarta terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
1.4
Batasan Penelitian Batasan wilayah penelitian yaitu Kawasan Solobaru seluas 5174 Ha yang
terdiri dari 2 kecamatan yakni kecamatan Baki dan Grogol (mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Solobaru tahun 1990-2010) sebagai kawasan yang perkembangannya dipengaruhi oleh Kota Surakarta dan Kota Surakarta sebagai kota yang mempengaruhinya. Batasan wilayah penelitian disajikan dalam peta berikut ini :
7
BAB
1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 1.1 Peta Orientasi Kawasan Solobaru terhadap Kota Surakarta
8
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lingkup materi penelitian yaitu mengenai pengaruh fisik, ekonomi, dan sosial dari perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian adalah perkembangan kota tahun 1975-2005 karena berdasarkan sejarah Kota Surakarta, pada tahun 1970an terjadi urbanisasi dan industrialisasi yang berdampak pada pemekaran kota sehingga pada tahun 1987 menjadi awal terbentuknya Kawasan Solobaru.
1.5
Kerangka Pikir Pola pikir yang mendasari perumusan penelitian ini selengkapnya dapat
dilihat pada gambar bagan berikut :
34
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Perkembangan Kota Surakarta
Pertambahan Penduduk Alamiah Kota Surakarta
Pertambahan Penduduk Migrasi Kota Surakarta
Perubahan Sosial Budaya Penduduk Kota Surakarta
Pertambahan Penduduk Kota Surakarta
Perubahan Sosial Ekonomi Penduduk Kota Surakarta
Perkembangan Masyarakat (Sosekbud) Kota Surakarta
Perubahan Sosial, Ekonomi, Fisik Kota Surakarta Trend Perkembangan Kota Surakarta Dampak Terhadap Berbagai Aspek Kota
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peningkatan Kebutuhan Kota Kebutuhan Ruang Kota
Intensifikasi
Pertambahan Penduduk Alamiah Kawasan Solobaru
Perkembangan Kawasan Solobaru
Ekstensifikasi
Perubahan Sosial Budaya Penduduk Kawasan Solobaru
Pertambahan Penduduk Migrasi Kawasan Solobaru
Pertambahan Penduduk Kawasan Solobaru
Perubahan Sosial Ekonomi Penduduk Kawasan Solobaru
Perkembangan Masyarakat (Sosekbud) Kawasan Solobaru
Perubahan Sosial, Ekonomi, Fisik Kawasan Solobaru Trend Perkembangan Kawasan Solobaru
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
1.6
Sistematika Penulisan
TAHAP 1
PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, batasan penelitian, kerangka pikir penelitian dan sistematika penulisan.
35
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
TAHAP 2
LANDASAN PUSTAKA Berisi
tentang
pengertian
perumahan
dan
permukiman,
pertambahan penduduk (urbanisasi), teori perkembangan kota, teori pemekaran kota, teori kebutuhan manusia terhadap hunian, teori perumahan dan permukiman, teori bermukim, teori interaksi desa-kota. TAHAP 3
METODOLOGI PENELITIAN Berisi mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Baik itu metode dalam pengumpulan data maupun metode dalam analisis.
TAHAP 4
TINJAUAN OBYEK KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN SOLOBARU Berisi sejarah perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005), data luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru, data jumlah sarana perkotaan (pendidikan, kesehatan, perdagangan) di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru, data kependudukan, ekonomi, dan sosial masyarakat Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.
TAHAP 5
KAJIAN
PENGARUH
PERKEMBANGAN
KOTA
SURAKARTA TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU Berisi diskripsi kecenderungan perkembangan fisik, ekonomi, dan sosial Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005), pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru, serta analisis jalur (path analisys) untuk mengetahui besaran pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. TAHAP 6
PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran. BAB 2 LANDASAN PUSTAKA
36
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2.1
Pengertian Pengaruh
a. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2002, 849), pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. b. Menurut Badudu dan Zain (2004, 1031), pengaruh adalah :
Daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi.
Sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain.
2.2
Perkembangan Kota
2.3.1
Pengertian Perkembangan Kota Menurut Hendarto, 1997 (dalam Ilyas Ali, 2006), perkembangan kota dapat
diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik. Pada umumnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu :
Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk, baik disebabkan karena pertambahan alami maupum karena migrasi.
Faktor sosial ekonomi, yaitu perkembangan kegiatan usaha masyarakat dan peningkatan PDRB kota.
Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi, dan sistem informasi. Pendapat berbeda mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan kota
dikemukakan oleh Melville C. Branch (1996:37). Menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu keadaan geografis, tapak (site), dan fungsi kota.
37
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2.3.2
Struktur Perkembangan Kota Struktur perkembangan kota dalam Yunus, 2000 dikemukakan oleh beberapa
pakar yang menghasilkan beberapa teori struktur perkembangan kota, antara lain sebagai berikut : a. Teori Konsentrik Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Gambar 2.1 Teori Konsentris (E.W. Burgess) Keterangan :
Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness District (CBD) Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
Daerah Transisi atau The Zone of Transition Adalah daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah.
38
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Daerah pemukiman para pekerja atau The Zone of Workkingmen’s homes Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerah transisi. Para pekerja disini berpenghasilan lumayan sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit lebih baik.
Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class Develiers Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
Daerah para penglaju atau The Commuters Zone Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari bisa dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja. Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan
tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah. b. Teori Sektor
39
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu. Menurut Humer Hyot kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahankemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami yang bersih dari polusi baik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.
Gambar 2.2 Teori Sektor (Humer Hyot)
Keterangan :
Daerah Pusat Bisnis Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
Daerah Industri ringan dan perdagangan Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur
40
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.
Daerah pemukiman kelas rendah Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
Daerah pemukiman kelas menengah Kemapanan ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkannya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.
Daerah pemukiman kelas tinggi Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya.
c. Teori Pusat Kegiatan Banyak Dikemukakan oleh Harris dan Ulman, menurut pendapatnya kota-kota besar tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan diferensiasi ruang (Yunus, 2000:45).
41
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 2.3 Teori pusat kegiatan banyak (Harris-Ulman) Keterangan:
Daerah Pusat Bisnis Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerah paling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
Daerah Industri ringan dan perdagangan Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis.
Daerah pemukiman kelas rendah Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.
Daerah pemukiman kelas menengah Zona ini tergolong lebih baik dari zona 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zona 3.
Daerah pemukiman kelas tinggi Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Daerah industri berat Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran, kebisingan, kesemrawutan lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai
42
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.
Daerah bisnis Zona ini muncul seiring munculnya daerah pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.
Daerah tempat tinggal pinggiran Penduduk disini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanya khusus digunakan untuk tempat tinggal.
Daerah industri di daerah pinggiran Unsur
transportasi
perkembangan
menjadi
selanjutnya
dapat
prasyarat
hidupnya
menciptakan
zona
pola-pola
ini.
Pada
persebaran
keruangannya sendiri dengan proses serupa.
2.3
Urbanisasi Pengertian urbanisasi dijelaskan dengan mengutip pendapat Nas yakni adanya
sejumlah pengertian yang bisa ditarik dari pengertian urbanisasi, yaitu perubahan daerah pedesaan ke arah sifat kehidupan kota, pertumbuhan suatu pemukiman menjadi kota, perpindahan penduduk ke kota yang terlihat pada berbagai bentuk mobilitas penduduk, serta kenaikan proporsi penduduk yang tinggal di kota. Menurut Charles Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu faktor terjadinya urbanisasi adalah adanya industrialisasi. Gejala dan proses ekologi yang berkaitan dengan gejala dan proses urbanisasi antara lain konsentrasi, agregasi, sentralisasi, desentralisasi, segregasi, invasi, dan suksesi. Urbanisasi sebagai suatu proses sosial, bisa terjadi karena banyak faktor, yang antara lain : (1) adanya masalah pengangguran di pedesaan, dan adanya persepsi bahwa perkotaan banyak menyediakan kesempatan kerja; (2) adanya peningkatan, keberhasilan, dan pemerataan program pendidikan di seluruh daerah dan lapisan masyarakat, yang kemudian menuntut lapangan kerja yang sesuai dengan jenjang
43
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pendidikan yang telah dicapai oleh setiap warga masyarakat yang bersangkutan; (3) adanya persepsi yang sampai saat ini berlaku, bahwa kota adalah pusat modernisasi dan merupakan segala-galanya untuk kemajuan orang perorangan atau kelompok orang; (4) terjadinya proses cepat dalam pergeseran nilai-nilai sosio-budaya di kalangan masyarakat pedesaan sebagai akibat arus informasi yang semakin menjagat; (5) semakin baik dan lancarnya sistem transportasi yang menjalin wilayah-wilayah perkotaan dengan wilayah-wilayah hinterlandnya; (6) urbanisasi adalah salah satu indikasi kemajuan ekonomi dari suatu kawasan tertentu.
2.4
Urban Fringe Daerah pinggiran kota (urban fringe) sebagai suatu wilayah peluberan kegiatan
perkembangan kota telah menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930an saat pertama kali istilah urban fringe dikemukakan dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang berakibat pada perubahan fisikal misal perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Pokok persoalan yang terdapat di daerah urban fringe pada dasarnya dipicu oleh proses transformasi spasial dan sosial akibat perkembangan daerah urban yang sangat intensif. Dari kecenderungan di atas maka salah satu arah perkembangan kota yang perlu dicermati adalah perkembangan spasial yang berdampak pada perkembangan sosial ekonomi penduduk pinggiran kota. Menurut Howard pada akhir abad ke 19 (dalam Daldjoeni, 1987), diantara daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran kota memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi, kultural, dan lain-lain (Daldjoeni, 1987). Salah satu tanda terjadinya pemekaran kota di daerah pinggiran kota adalah adanya gejala filtering up yaitu pergantian pemukim-pemukim lama dengan pemukimpemukim baru yang kondisi ekonominya lebih baik (Yunus, 1987). Dengan kondisi
44
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
ekonomi yang lebih baik ini para pemukim di daerah pinggiran kota cenderung mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik pula. Salah suatu teori yang menjelaskan gejala perkembangan kota yaitu teori kekuatan dinamis yang dikemukakan oleh Colby pada tahun 1959. Salah satu hal yang mendasari teori ini adalah karena adanya persepsi terhadap lingkungan dari penduduk yang berbeda-beda maka timbulah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan pergerakan penduduk yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di luar kota atau daerah pinggiran kota. Kekuatan dari teori kekuatan dinamis adalah kekuatan sentripetal yaitu kekuatan yang menyebabkan berpindahnya penduduk dan fungsifungsi kekotaan dari bagian dalam ke arah luar dari pada suatu kota. Dan kekuatan sentrifugal yaitu kekuatan yang mengakibatkan pengaruh perubahan bentuk tata guna lahan suatu kota yang realisasinya berwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal dari dalam kota menuju luar kota.
2.5
Urban Sprawl Urban sprawl atau pemekaran kota adalah perluasan wilayah kota akibat
terjadinya perkembangan dan pertumbuhan kota. Arah pemekaran kota berbeda-beda bergantung pada kondisi kota dan kondisi wilayah sekitarnya. Kondisi alam seperti perbukitan dan lautan dapat menghentikan laju pemekaran kota. Daerah-daerah yang menjadi penghambat pemekaran kota tersebut dianggap sebagai daerah lemah. Sementara itu, daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi yang baik dapat menjadi daerah yang memiliki daya tarik yang kuat untuk pemekaran kota. Suatu kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya yang disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban Morphological Approach” (Yunus, 2000). Menurut Yunus (dalam Megapolitan, 2006), perkembangan spasial dan penduduk suatu kota akan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi,
45
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
cultural dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut ”urban sprawl”. Adapun macam “urban sprawl” (dalam Yunus, 2000) adalah sebagai berikut :
a. Tipe 1 : Perembetan konsentris (Concentric Development / Low Density continous development)
Gambar 2.4 Perembetan konsentris
Tipe perembetan konsentris dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) yang menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace (1980) menyebut “concentric development”. Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.
b. Tipe
2:
Perembetan
memanjang
(ribbon
development/lineair
development/axial development)
Gambar 2.5 Perembetan Linear Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari
46
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat dari perkembangan (Yunus, 2000). Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur transportasi.
c. Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkkerboard development)
Gambar 2.6 Perembetan Meloncat
Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi. Menurut Northam (dalam Yunus, 2000), mengacu pada hubungan antara eksistensi batas fisik kota dengan batas administrasi kota, terlihat ada 3 macam kemungkinan hubungan, yakni :
Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di luar batas administrasi kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “under bounded city.
Sebagian batas fisik kekotaan berada jauh di dalam batas administrasi kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “over bounded city.
47
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Batas fisik kota konsiden dengan batas administrasi kota. Kondisi kota yang mengalami situasi seperti ini disebut sebagai “true bounded city.
2.6
Perumahan dan Permukiman Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan fisiologis yang saling
melengkapi dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. Berikut adalah pengertian dari perumahan dan permukiman.
2.7.1
Pengertian Perumahan Perumahan menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Menurut Soedjajadi Keman dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Perumahan, perumahan didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan,serta fasilitas umum lainnya.
2.7.2
Pengertian Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman). Permukiman merupakan wadah kehidupan manusia, bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, dan budaya dari para penghuninya (Bintarto, 1983). Masyarakat dengan berbagai perbedaan sikap dan
48
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
idaman, berhubungan secara timbal balik dengan lingkungan fisik tempat tinggalnya. Karena tempat bermukim adalah gejala budaya yang wujud dan keteraturannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya pemukimnya (Rapoport, 1987). Menurut Doxiadis (1968), permukiman mempunyai lima elemen yaitu alam yang dibangun, manusia yang membentuk dan mendiami alam, kehidupan sosial kemasyarakatan yang berupa hubungan antar manusia, wadah yang melindungi, dan jaringan yang memberi kemudahan bagi manusia untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya. Permukiman terbentuk dari beberapa komponen (dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006) yaitu :
a. Alam
Geologi Geologi merupakan kondisi batuan dimana permukiman tersebut berada. Sifat dan karakter geologi suatu permukiman (wilayah) akan berbeda dengan permukiman yang lain. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kondisi dan letak geografis yang berbeda. Misalnya wilayah pegunungan dengan daerah di tepi pantai akan mempunyai kondisi geologi yang berbeda.
Topografi Topografi merupakan kemiringan suatu wilayah yang juga ditentukan oleh letak dan kondisi geografis suatu wilayah. Kemiringan permukaan suatu wilayah permukiman dengan wilayah permukiman yang lain pasti berbeda. Sebagai contoh, topografi suatu lereng pegunungan akan miring relatif terjal, akan tetapi pada daerah selain pegunungan maka topografinya cendeung datar.
Tanah Tanah merupakan media untuk meletakkan bangunan (rumah) dan menanam tanaman yang dapat digunakan untuk menopang kehidupan, yaitu untuk mencukupi kebutuhan pangan. Tanah sebenarnya juga mempunyai ciri dan karakter yang berbeda. Oleh karena itu untuk melakukan pembangunan perumahan harus dipikirkan juga faktor keseimbangan lingkungan. Misalnya, pendirian perumahan tersebut harus 49
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
sesuai dengan peruntukannya, kemudian pembagian peruntukannya juga harus disesuaikan dengan peraturan kelembagaan yang berlaku (misalnya perbandingan daerah terbangun dan wilayah terbuka sebesar 40% dibanding 60% dan sebagainya, agar kelestarian lingkungan tetap terjaga sepanjang masa.
Air Air merupakan sumber kehidupan yang pokok dan vital sepanjang kehidupan masih berlangsung, baik untuk manusia maupun makhluk hidup yang lain. Oleh karenanya dalam perencanaan pembangunan permukiman perlu dipertimbangkan dengan masak, baik penataan maupun persentase peruntukan
lahannya,
agar
kondisi
air
tanah
tetap
terjaga
keseimbangannya.
Tumbuh-tumbuhan Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu elemen yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan guna mempertahankan dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Hewan Hewan merupakan jenis makhluk hidup lain yang keberadaannya dapat mendukung dan menguntungkan kehidupan manusia. Dengan adanya hewan tersebut manusia bisa tercukupi kebutuhannya (sebagai alat bantu). Hewan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam kehidupan sehari-hari.
Iklim Iklim merupakan kondisi alami pada suatu wilayah permukiman, dimana antara satu permukiman yang satu dengan yang lain mempunyai kondisi yang berbeda, tergantung letak dan posisi geografis wilayah tersebut.
b. Manusia Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku utama kehidupan, di samping makhluk hidup lain seperti hewan, tumbuhan, dan lainnya. Sebagai makhluk yang paling sempurna, dalam kehidupannya 50
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur, dan lainlain), perasaan dan persepsi kebutuhan emosional, serta kebutuhan akan nilainilai moral. c. Masyarakat Masyarakat merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat yang mendiami suatu wilayah permukiman adalah sebagai berikut :
Kepadatan dan komposisi penduduk.
Kelompok sosial.
Adat dan kebudayaan.
Pengembangan ekonomi.
Pendidikan.
Kesehatan.
Hukum dan administrasi
d. Bangunan / Rumah Bangunan (rumah) merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu mendapatkan perhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung di tempat tersebut. Pada prinsipnya bangunan yang dapat digunakan sepanjang operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi masing-masing, yaitu :
Rumah pelayanan masyarakat (misalnya sekolah, rumah sakit, dan lainlain).
Fasilitas rekreasi (fasilitas hiburan).
Pusat perbelanjaan (perdagangan) dan pemerintahan.
Industri.
Pusat transportasi.
e. Networks
51
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Networks merupakan sistem buatan maupun alam yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman. Untuk sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif, dimana antara wilayah permukiman yang satu dengan yang lain tidak harus sama. Sebagai contoh, untuk daerah pegunungan akan berbeda dengan daerah perkotaan dalam hal pemenuhan air bersih. Di daerah pegunungan air bersih dapat dengan mudah diperoleh sehingga tidak membutuhkan jaringan air bersih. Di wilayah perkotaan, jaringan air bersih mutlak diperlukan karena air dari sumur biasanya sudah tercemar dengan limbah, baik industri maupun rumah tangga. Sistem buatan yang keberadaannya diperlukan di dalam suatu wilayah, antara lain adalah :
Sistem jaringan air bersih.
Sistem jaringan listrik.
Sistem transportasi.
Sistem komunikasi.
Drainase dan air kotor.
Tata letak fisik. Menurut Friedmann (dalam Yunus, 2006), perkembangan permukiman kekotaan
disebabkan oleh dua proses yang terkait satu sama lain, yakni proses sosial ekonomi dan proses spasial. Proses sosial ekonomi mendahului proses spasial namun adakalanya proses spasial mendahului proses sosial ekonomi.
2.7
Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian Teori kebutuhan manusia terhadap hunian yang dikembangkan oleh Abraham H.
Maslow (1970) mempunyai 5 hierarki kebutuhan manusia terhadap hunian. Tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian tersebut dapat dikategorisasikan sebagai berikut :
52
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Cognitive and Aesthetic Needs
Esteem Needs Affiliation Needs Safety and Security Needs Survival Needs Gambar 2.7 Hierarki Kebutuhan Manusia Terhadap Hunian (Maslow, 1970)
a. Survival Needs Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk menunjang keselamatan hidup manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat berarti manusia menghuni bangunan rumah agar dapat selamat dan tetap hidup, terlindung dari gangguan iklim maupun makhluk hidup yang lain. b. Safety and Security Needs Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota badan serta hak milik. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana perlindungan untuk keselamatan anggota badan dan hak milik tersebut. c. Affiliation Needs Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai anggota dalam golongan tertentu. Hunian di sini berperan sebagai identitas seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.
53
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
d. Esteem Needs Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini hunian merupakan sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya dari masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pada tingkatan ini, rumah sudah bukan tergolong kebutuhan primer lagi, tetapi sudah meningkat kepada kebutuhan yang lebih tinggi yang harus dipenuhi setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Rumah yang mewah, bagus, dapat memberikan kebanggaan dan kepuasan kepada pemilik rumah tersebut. e. Cognitive and Aesthetic Needs Tingkatan yang paling tinggi dari kebutuhan manusia ini terkait dengan aspek psikologos, seperti halnya esteem needs. Hanya saja pada level ini hunian tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri, tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan sekitarnya. 2.8
Kecenderungan Pemilihan Lokasi Bermukim Dalam pemilihan lokasi bermukim manusia tentunya menginginkan lokasi yang
lengkap akan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai kemudahan, seperti kemudahan aksesibilitas menuju lokasi kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan serta ketersediaan fasilitas dasar seperti jaringan listrik, air bersih, telepon, drainase, sanitasi dan persampahan. Pertimbangan pemilihan lokasi bermukim tentu dipengaruhi oleh keadaan ekonomi masing-masing orang yang kemudian berpengaruh pada jarak antara lokasi pilihan dengan pusat kota. Berikut ini pendapat beberapa pakar dalam kecenderungan pemilihan lokasi bermukim (dalam Yunus, 2000) :
54
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2.9.1
Menurut E. W Burgess Menurut teori burges yang menggambarkan bahwa kota adalah sebuah radial
dengan lapisan didalamnya dimana tiap lapisan menunjukkan fungsi-fungsi lahan. Menurut teori konsentris Burges dapat digambarkan :
PDK (Pusat Daerah Kegiatan) Daerah Transisi Permukiman MBR Permukiman MBM Permukiman MBT
Gambar 2.8 Konsep Bermukim Menurut Burgess Secara ideal antara selaput lapisan mempunyai batasan yang jelas namun pembentukan tidak selalu radial dapat berupa elips atau bentuk lain dan tetap mempunyai inti tunggal. Permukiman pinggiran disini terletak pada lapisan ke 4 dan 5 dari dalam. Dengan ditunjukkan bahwa masyarakat disana adalah yang berpenghasilan menengah ke atas. 2.9.1
Menurut Turner Konsep bermukim di daerah pinggiran menurut Turner dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Prioritas S K
J
55
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
I
II
III
Gambar 2.9 Konsep Bermukim Menurut Turner I
: golongan ekonomi lemah (squatting)
II
: golongan ekonomi lemah
III
: golongan ekonomi menengah dan tinggi
J
: jarak dari pusat kota
S
: status tanah
K
: kenyamanan
Dari konsep Turner diatas golongan ekonomi menengah keatas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati. Tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota.
2.9
Interaksi Desa Kota (rural-urban lingkage) Interaksi desa-kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik antar
unsur-unsur yang ada di kota dan di desa dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar atau surat kabar sehingga melahirkan sebuah gejala baru, baik berupa fisik maupun non fisik. Wujud interaksi desa-kota antara lain adalah adanya pergerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan barang tambang, pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa, pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang sifatnya sirkulasi maupun komutasi. Interaksi antara desa-kota melahirkan suatu perkembangan baru bagi desa maupun bagi kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan. Menurut Edward Ulman ada 3 faktor penyebab interaksi antar wilayah, yaitu : a. Region Complementary (wilayah yang saling melengkapi).
56
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau komplementaritas. Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis berdagang anggur dengan Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi komplementaritas hanya terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta. Manfaatnya ditentukan oleh banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik, kondisi kehidupan dan sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar arus komoditas. Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Perkotaan :
Terpenuhinya sumber daya alam sebagai bahan mentah/bahan baku industri.
Terpenuhinya kebutuhan pokok yang dihasilkan pedesaan.
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi perkotaan.
Tersedianya tempat pemasaran hasil industri.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Pedesaan :
Terpenuhinya barang-barang yang tidak ada di desa
Masuknya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari kota ke pedesaan.
Membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian.
b. Intervening Opportunity (kesempatan untuk berintervensi) Adalah adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar intervening opportunity, semakin kecil arus komoditas. c. Spatial Transfer Ability (kemudahan pemindahan dalam ruang) Adalah kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia maupun informasi. Proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya dipengaruhi antara lain :
Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah
Biaya transportasi dari satu tempat ke tempat yang lain
Kelancaran transportasi antarwilayah
57
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Jadi, semakin mudah transfer abilitas, semakin besar arus komoditas. Kedudukan desa dalam interaksi adalah, desa berfungsi sebagai hinterland atau daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberi bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan. Dari sudut ekonomi, sebagai lumbung bahan mentah, pensupplai tenaga kerja. Dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan dan sebagainya. Dampak adanya interaksi desa-kota dapat menimbulkan pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap desa dan kota termasuk penghuninya. a. Dampak positif interaksi desa-kota :
Tingkat pengetahuan penduduk desa bertambah karena lebih banyak sekolah di pedesaan. Demikian pengetahuan tentang pemilihan bibit unggul, pemeliharaan keawetan atau kelestarian kesuburan tanah menjadi lebih diperhatikan. Pengetahuan mengenai usaha-usaha lain di bidang yang nonagraris menjadi lebih terbuka.
Mengurangi ketertinggalan dan ketimpangan. Terbukanya wilayah desa karena transportasi yang baik sehingga hubungan sosial-ekonomi warga desa dan kota semakin baik.
Masuknya para ahli di berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan banyak bermanfaat bagi desa dalam melestarikan lingkungan pedesaan khususnya pencegahan erosi dan pencarian sumber air bersih dan di bidang pengairan.
Teknologi masuk desa menyebabkan deversifikasi produk, misalnya teknologi tepat guna di bidang pertanian dan peternakan meningkatkan produksi desa, sehingga penghasilan penduduk desa dapat bertambah.
Campur tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah meningkatkan kualitas dan kuantitas di bidang wiraswasta seperti kerajinan tangan, industri rumah tangga, peternak unggas dan sapi.
Pengetahuan tentang masalah kependudukan lebih merata di pedesaan. Ini penting karena desa dikenal dengan keluarga yang besar dan ini harus di cegah.
58
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Pengetahuan dan kesadaran mempunyai keluarga kecil telah mulai diresapi di banyak daerah pedesaan.
Berkembangnya koperasi dan organisasi sosial di pedesaan telah menunjukkan bukti juga adanya pengaruh positif di daerah pedesaan.
b. Dampak negatif :
Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang tidak sesuai dengan kebudayaan atau tradisi desa mengganggu tata pergaulan atau seni budaya desa. Misalnya pengaruh dari “fashion-show”, atau berbagai kontes kecantikan telah ditiru oleh para wanita di beberapa daerah pedesaan.
Pengaruh televisi mempunyai segi negatif, misalnya pengaruh dari film-film barat yang berbau kejahatan dapat meningkatkan kriminalitas di pedesaan.
Terbukanya kesempatan kerja dan daya tarik kota di berbagai bidang telah banyak menyerap pemuda desa sehingga desa mengalami pengurangan tenaga potensial di bidang pertanian karena yang tinggal di pedesaan hanya orangorang tua yang semakin kurang produktif.
Motivasi urbanisasi tinggi sehinga terjadi perluasan kota dan masuknya orangorang kota ke daerah pedesaan yang telah banyak mengubah tata guna lahan di pedesaan, terutama di tepian kota yang berbatasan dengan kota. Banyak daerah hijau telah menjadi daerah pemukiman atau bangunan lainnya.
Munculnya slum area dan squatter area.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Obyek Penelitian
3.1.1
Lokasi Penelitian Penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap
Permukiman di Kawasan Solobaru ini berlokasi di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru
sebagai
wilayah
yang
perkembangannya
dipengaruhi
oleh
59
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
perkembangan Kota Surakarta. Penentuan lokasi penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa perkembangan Kawasan Solobaru dipandang relatif dipengaruhi oleh Kota Surakarta walaupun ada faktor lain di luar Kota Surakarta maupun Kawasan Solobaru yang mempengaruhinya. Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni kabupaten Sukoharjo. Banyak penduduk Kawasan Solobaru yang memilih tinggal di Kawasan Solobaru karena dekat dengan Kota Surakarta. Penduduk di Kawasan Solobaru juga tidak sedikit yang menggunakan fasilitas di Kota Surakarta.
3.1.2
Waktu Penelitian Waktu penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta
terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru ini adalah 6 bulan yakni dari bulan februari sampai bulan juli 2010. Tahun penelitian ditentukan tahun 1975 – 2005 karena kurun waktu 30 tahun tersebut digunakan untuk mencari pengaruh dari perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Tahun 1975 dipilih sebagai awal penelitian karena pada tahun 1970 terjadi industrialisasi dan urbanisasi di Kota Surakarta hingga menyebabkan pemekaran kota pada tahun 1980. Kemudian pada tahun 1984 merupakan awal mula perkembangan Kawasan Solobaru yang dimulai dengan pembangunan perumahan di Kawasan Solobaru oleh PT. PSP.
3.2
Jenis Penelitian Jenis penelitian dengan judul Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta
terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru ini adalah penelitian deskriptif – eksplanatory. Menurut Sugiyono (2003), penelitian deskriptif eksplanatory adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti
60
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
serta hubungan antara satu variable dengan variable yang lain. Penelitian deskriptif eksplanatory yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Penelitian deskriptif Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini penelitian tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan metode deskriptif, penelitian memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif digunakan untuk memaparkan perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun yakni tahun 1975 sampai 2005. Deskriptif perkembangan kota yang dipaparkan adalah perkembangan fisik, ekonomi dan sosial. b. Penelitian eksplanatory Penelitian eksplanatory merupakan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sosial terjadi. Dalam penelitian ini, pendekatan eksplanatory digunakan dalam pembahasan yakni dalam menganalisis variabel perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Analisis tersebut dilakukan dengan path analisys untuk menemukan besaran pengaruh dari setiap indikator perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. 3.3
Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
verifikasi dari kajian pustaka. Adapun variabel yang digunakan adalah variabel independent, variabel dependent dan variabel lain. a. Variabel Independent Variabel independent merupakan variabel bebas. Yang dimaksud variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor perkembangan Kota Surakarta yang didapat dari verifikasi kajian teori, peneliti mengambil 6 variabel
61
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
perkembangan Kota Surakarta yang dianggap dominan berpengaruh terhadap perkembangan hinterlandnya, yakni sebagai berikut : Tabel 3.1 Variabel Independent dalam Penelitian Faktor Perkembangan Kota Surakarta Pertambahan Jumlah Penduduk Pertambahan Rumah
Verifikasi variabel penelitian dengan landasan pustaka Deskripsi
Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk, baik disebabkan karena pertambahan alami maupum karena migrasi. Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Luas Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh Permukiman meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Jumlah Sarana Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh (Perdagangan, meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam Kesehatan, suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan Pendidikan) kebutuhan ruang. Prasarana Jalan Perkembangan suatu kota salah satunya ditandai oleh meningkatnya jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Peningkatan Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor sosial PDRB ekonomi, yaitu peningkatan PDRB kota dan perkembangan kegiatan usaha masyarakat. Interaksi Sosial Salah satu faktor perkembangan kota adalah faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar/interaksi sosial, komunikasi, dan sistem informasi. Sumber : Hasil Identifikasi, 2010
Tokoh Hendarto (1997) Yunus (1987)
Yunus (1987)
Yunus (1987)
Yunus (1987)
Hendarto (1997) Hendarto (1997)
Jumlah sarana yang dimaksud dalam penelitian ialah jumlah sarana perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Sedangkan sarana industri dan rekreasi menjadi variabel lain, karena industri besar di Kota Surakarta sudah semakin berkurang meskipun terdapat industri kreatif yang semakin bermunculan, dan Kota Surakarta bukanlah kota untuk tujuan rekreasi tetapi hanyalah kota rekreatif. Berikut adalah penurunan jumlah industri besar di Kota Surakarta tahun 1975-2005 (Surakarta dalam Angka Tahun 1975-2005) :
62
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 3.1 Penurunan Jumlah Industri Besar di Kota Surakarta
b. Variabel Dependent Variabel dependent merupakan variabel terikat. Yang dimaksud variabel terikat dalam penelitian ini yaitu :
Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru
Jumlah Rumah Kawasan Solobaru
Luas Permukiman Kawasan Solobaru
Jumlah Sarana Kawasan Solobaru
c. Variabel Lain Variabel lain adalah faktor yang mempengaruhi variabel dependent tetapi tidak dijadikan variabel independent, seperti :
Bertambahnya pedagang kaki lima atau sektor informal lain yang berkembang di Kota Surakarta.
3.4
Bertambahnya industri kreatif yang semakin banyak di Kota Surakarta.
Meningkatnya prasarana jalan di Kawasan Solobaru.
Bertambahnya tempat rekreasi di Kota Surakarta.
Perkembangan komunikasi dan sistem informasi.
Dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi variabel dependent. Populasi dan Sampel Menurut Singarimbun (1995), populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit
analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi yang akan dijadikan dasar pengambilan sample dalam penelitian ini adalah penduduk yang ada di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.
63
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Menurut Suharsimi (1996), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Perhitungan sample menurut Gay dan Diehl, 1992 (dalam artikel “Teknik Sampling” oleh Hasan Mustafa, 2000) dalam penelitian perbandingan kausal, sample yang digunakan adalah minimal 30. Karena penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kausalitas, maka dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 30.
3.5
Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer ini diperoleh dari hasil pengamatan lapangan pada waktu studi dilakukan, angket (kuesioner) dan wawancara dengan informan yang terkait. Instrument yang digunakan adalah pedoman wawancara, angket (kuesioner) bagi sejumlah responden. b. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung. Data ini diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan penelitian ini. Berikut ini adalah tabel kebutuhan data primer dan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini :
Aspek Fisik
Tabel 3.2 Data yang Digunakan dalam Penelitian Data Sifat Jenis Data a. Literatur mengenai sejarah perkembangan Kota Surakarta Kualitatif Sekunder dan Solobaru.
Sumber BAPEDA, BPN, BPS, Developer Perumahan di
64
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
b. Kebijakan penggunaan lahan di Kota Surakarta dan Solobaru (RTRW Surakarta, RTRW kabupaten Sukoharjo, dan RUTR Kawasan Solobaru). c. RTRW provinsi Jawa Tengah d. Data dan peta penggunaan lahan di Kota Surakarta dan Solobaru.
Ekonomi
e. Data jumlah rumah dan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru. f. Data jumlah sarana perkotaan (pendidikan, kesehatan, perdagangan) dan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Solobaru. a. PDRB Kota Surakarta a. Jumlah penduduk tahun 19752005
Solobaru Kualitatif
Sekunder
Kualitatif Kuantitatif dan Kualitatif
Sekunder
Kuantitatif
Sekunder
Kuantitatif
Sekunder
Kuantitatif
Sekunder
Kuantitatif
Sekunder
Kualitatif
Primer
Sekunder
Sosial b. Interaksi Sosial Budaya
BPS BPS, Kecamatan, Penduduk (wawancara, kuesioner), observasi.
Sumber : Identifikasi Peneliti
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik mendekati sumber informasi dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan tujuan penelitian. Wawancara merupakan percakapan dengan tujuan tertentu dan dilakukan oleh pewawancara dan informan (Moleong, 1993). Dalam
penelitian
ini
wawancara
dilakukan
dengan
pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara kepada informan yang bertindak sebagai responden yang terdiri dari sejumlah penduduk yang tinggal di Kawasan Solobaru serta instansi pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara terbuka yaitu wawancara yang dilakukan secara terbuka, akrab dan penuh kekeluargaan. Wawancara terbuka ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban dari informan yang tidak terbatas dalam jawaban-jawabannya kepada
65
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
beberapa kata atau hanya pada jawaban “ya” atau “tidak” saja, tetapi dapat memberikan keterangan dan cerita yang panjang. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang sifatnya mendalam terhadap masalahmasalah yang diajukan. b. Observasi Langsung Menurut Sutrisno Hadi (Metode Research, 1981), observasi adalah suatu proses pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan kemudian melakukan pencataan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang terjadi. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang apa yang dilihat dan diperhatikan pada saat dilapangan. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan sekali melainkan berulang-ulang. Sebab dengan pengulangan diharapkan data yang diperoleh akan lebih valid dan akan diperoleh hasil yang nyata dan mendalam. Dalam penelitian ini, data hasil observasi digunakan untuk mengetahui interaksi penduduk Kawasan Solobaru dengan Kota Surakarta sehingga dapat digunakan untuk mendukung data yang lain. c. Dokumentasi Teknik
dokumentasi
dilakukan
untuk
mengumpulkan
data
guna
mendukung penelitian. Teknik dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku, literatur, laporan serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan. Dokumen ini dapat diperoleh dari lembaga pemerintah dan arsip serta dokumen pribadi. Hal ini sesuai dengan pendapat H.B Sutopo (Metode Penelitian Kualitatif, 1990), yaitu bahwa dokumen dan arsip adalah sumber informasi tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau kegiatan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang dibutuhkan sebagai bukti dan keterangan dalam bentuk tulisan maupun yang tampak. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa arsip yang berkaitan dengan perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru.
66
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
d. Kuesioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu untuk dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik kuesioner untuk mengetahui sikap responden terhadap pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka, yaitu kuesioner yang memberi kesempatan penuh memberi jawaban menurut apa yang dirasa perlu oleh responden. Dalam penelitian ini diusahakan memperoleh validitas data yang dapat dipertanggung jawabkan. Validitas merupakan keakuratan data yang telah dikumpulkan yang nantinya akan dianalisa dan ditarik kesimpulannya pada akhir penelitian. Usaha meningkatkan validitas data dilakukan dengan :
Trianggulasi Menurut Moleong (1993), trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan sesuatu yang lain selain data tersebut untuk memeriksa atau untuk membandingkan data yang telah ada tersebut. Untuk menjamin kesahan data yang diperoleh dalam penelitian ini maka dilakukan dengan trianggulasi data. Trianggulasi dilakukan dengan trianggulasi data sumber. Trianggulasi data sumber dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mengumpulkan beberapa data dari berbagai sumber yang berbeda baik dari hasil wawancara, observasi, kuesioner maupun dokumentasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan data yang sama jenis,
memperoleh
kepercayaan
terhadap
suatu
data
dengan
membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang berbeda sehingga data yang satu akan dikontrol dengan data yang lain.
Review Informan Selain teknik pemeriksaan data dengan trianggulasi data, digunakan pula review informan. Review informan merupakan pencocokan data atau
67
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
informasi yang sama kepada informan yang berbeda. Menurut H.B Sutopo (Metode Peneltian Kualitataif, 1990), review informan adalah laporan yang diperiksa kembali key informan untuk mengetahui apakah yang ditulis merupakan sesuatu yang disetujui oleh mereka.
3.6
Metode Analisis Analisis data yang dipergunakan dalam mengolah data atau informasi
yang diperoleh baik data yang berupa hasil wawancara, kuesioner maupun data hasil observasi disinkronkan dengan teori yang mendasari dan kemudian dilakukan analisis. Sedang yang dimaksud dengan analisis sendiri adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan yaitu dengan menggolongkan, mengurutkan, menstrukturisasikan sampai dengan mengumpulkan data sehingga mempunyai arti. Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Analisis perkembangan kota Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui perkembangan Kota Surakarta dan perkembangan Kawasan Solobaru dengan kurun waktu 30 tahun yakni dari tahun 1975 sampai 2005. Analisis ini dilakukan dengan dasar data (tahun 1975-2005) mengenai perkembangan Kota Surakarta dan perkembangan Kawasan Solobaru serta peta perkembangan permukiman yang dioverlay dari tahun ke tahun. Perkembangan kota yang dianalisis secara deskriptif ini meliputi perkembangan fisik, ekonomi, dan sosial kedua kota. b. Analisis pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru Analisis yang dilakukan menggunakan metode deskriptif eksplanatori dimana data yang ada mengenai perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru kemudian dikaji dengan teori untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya. Sedangkan untuk besaran pengaruhnya akan dijelaskan dengan teknik analisis jalur.
68
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
c. Analisis Jalur (Path Analysis) Menurut Robert D. Retherford (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman, 2009), analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung. Analisis jalur (path analysis) dikembangkan oleh Sewall Wright, 1934 (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman, 2009). Analisis jalur digunakan untuk mengetahui pengaruh secara serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap sebuah variabel akibat. Analisis jalur merupakan pengembangan korelasi yang diurai menjadi beberapa interpretasi akibat yang ditimbulkannya. Lebih lanjut, analisis jalur mempunyai kedekatan dengan regresi berganda, atau dengan kata lain, regresi berganda merupakan bentuk khusus dari analisis jalur. Teknik ini juga dikenal sebagai model sebab-akibat (causing modeling). Penamaan ini didasarkan pada alasan bahwa analisis jalur memungkinkan pengguna dapat menguji proposisi teoritis mengenai hubungan sebab dan akibat tanpa memanipulasi variabel-variabel. Dalam penelitian ini, analisis jalur (path analysis) menggunakan SPSS yang digunakan untuk mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta terhadap variabel perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru baik secara bersama-sama maupun secara parsial. d. Model Analisis Jalur Model merupakan representasi dari suatu sistem yang sedang diamati. Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah model skematis dan matematis. Model skematis dibuat dalam suatu diagram jalur yang digunakan untuk menggambarkan kerangka hubungan kausal antar jalur (satu variabel terhadap variabel lainnya). Sedangkan model matematisnya merupakan model persamaan regresi yang juga menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam analisis jalur terdapat banyak model jalur yaitu model satu persamaan jalur, model dua persamaan jalur, model tiga persamaan jalur, model empat persamaan jalur, dan seterusnya. Semakin kompleks
69
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
hubungan struktural maka semakin kompleks diagram jalurnya, dan makin banyak pula substruktur yang membangun. Dalam penelitian ini menggunakan model empat persamaan jalur dengan empat persamaan substruktur. Adapun variabel penelitian yang akan diuji yaitu : 1) Variabel bebas (eksogen atau penyebab) yaitu faktor perkembangan Kota Surakarta yang meliputi : 1) Jumlah Penduduk (X1) 2) Luas Permukiman (X2) 3) Jumlah Rumah (X3) 4) Jumlah Sarana (X4) 5) Jumlah Prasarana Jalan Kota Surakarta (X5) 6) Peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6) 2) Variabel terikat (endogen atau akibat) yaitu beberapa elemen dari permukiman Kawasan Solobaru yang meliputi : 1) Jumlah Penduduk (X7) 2) Jumlah Rumah (X8) 3) Luas Permukiman (X9) 4) Jumlah Sarana (Y) Karena dalam penelitian ini menggunakan model empat persamaan jalur, maka model persamaan jalurnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2 Model Empat Persamaan Jalur dalam Analisis
Dimana : X1
= Jumlah Penduduk Kota Surakarta
X2
= Jumlah Rumah Kota Surakarta
70
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
X3
= Luas Permukiman Kota Surakarta
X4
= Jumlah Sarana Kota Surakarta
X5
= Jumlah Prasarana Jalan Kota Surakarta
X6
= Peningkatan PDRB Kota Surakarta
X7
= Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru
X8
= Jumlah Rumah Kawasan Solobaru
X9
= Luas Permukiman Kawasan Solobaru
Y
= Jumlah Sarana Kawasan Solobaru
rX X
n k
= Besaran Koefisien Pengaruh
Adapun persamaan regresi yang digunakan untuk menunjukkan hubungan kausal di atas adalah : 1) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah penduduk di Kawasan Solobaru. X7 = B + pyX1 X1 + … + pyXk Xk + py€ 2) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru. X8 = B + pyX1 X1 + … + pyXk Xk + py€ 3) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru. X9 = B + pyX1X1 + … + pyXk Xk + py€ 4) Persamaan regresi hubungan kausal perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru, jumlah rumah di Kawasan Solobaru, dan luas permukiman di Kawasan Solobaru terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru. Y = B + pyX1 X1 + … + pyXk Xk + py€ e. Uji Statistik
71
BAB
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Setelah didapatkan koefisien pengaruh dari hasil analisis jalur, maka perlu dilakukan pengujian hasil tersebut. Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji F, uji R2, dan uji t (uji hipotesis). Uji Fisher (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel permukiman di Kawasan Solobaru (variabel terikat). Uji F akan menjelaskan apakah semua variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependent. Uji F pada dasarnya diturunkan dari tabel ANOVA (analysis of variance). Uji Koefisien Determinasi (Uji Statistik R2) Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1 (0-100 %). Kd = rs2 . 100% Keterangan : Kd = 0, berarti pengaruh variabel X terhadap variabel Y lemah. Kd = 1, berarti pengaruh variabel X terhadap Y kuat. Pada analisis menggunakan SPSS, uji R2 diturunkan dari tabel model summary. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Yang perlu diperhatikan dalam interpretasi uji t adalah berapa harga t yang diperoleh, kemudian lihat berapa derajad kebebasannya (db = n-k-1, dimana k adalah jumlah variabel X), langkah selanjutnya adalah melihat berapa harga p-nya jika harga p-nya signifikan (taraf signifikansi yang biasa digunakan adalah p=1% dan p=5%) maka kesimpulannya terdapat perbedaan antara kelompok yang diteliti. 3.7
Kerangka Penelitian
72
3
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tahapan penelitian disajikan dalam kerangka penelitian sebagai berikut :
73
BAB
Kerangka Penelitian
3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tema : Spatial Planning
Judul : Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta Terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Latar Belakang : 1. Pada tahun 1970an terjadi urbanisasi dan industrialisasi di Kota Surakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemekaran kota pada tahun 1980. 2. Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada Kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada Kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni Kabupaten Sukoharjo. 3. Solobaru merupakan hinterland Kota Surakarta yang mempunyai topografi sama dengan Kota Surakarta. Oleh karena itu, Solobaru menjadi limpahan pertambahan kebutuhan lahan permukiman Kota Surakarta. 4. Pada tahun 1987 mulai tumbuh perumahan di daerah Solobaru
Rumusan Masalah : Bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman yang ada di Kawasan Solobaru. . Data Sekunder (studi literature)
Literatur tentang perkembangan Kota Surakarta dan Solobaru (tahun 1975-2005). Kebijakan penggunaan lahan di Kota Surakarta dan Solobaru (RTRW Solo, RTRW Kabupaten Sukoharjo, dan RUTR Kawasan Solobaru). Data dan peta penggunaan lahan di Kota Surakarta dan Solobaru (tahun 1975-2005). Data jumlah rumah di Kota Surakarta dan Solobaru. Data kependudukan, ekonomi, sosial
Data Primer (observasi)
Kebutuhan Data Teori : 1. Teori perkembangan kota 2. Teori pertambahan penduduk 3. Teori pemekrana kota 4. Teori kebutuhan manusia terhadap hunian 5. Teori perumahan dan permukiman 6. Teori bermukim 7. Teori interaksi desa-kota
Kuesioner Menyebarkan kuesioner ke penduduk Kota Solobaru Wawancara Wawancara dengan pihak terkait mengenai perilaku dan aktivitas sosial, budaya, ekonomi masyarakat Solobaru
Kompilasi data dan analisis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang dominan berpengaruh terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru. Mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap fisik, ekonomi, dan sosial permukiman di Kawasan Solobaru. Mengetahui perkembangan luas permukiman di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Mengetahui perkembangan jumlah rumah di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Mengetahui perkembangan jumlah sarana perkotaan (pendidikan, kesehatan, perdagangan) di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Mengetahui perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Mengetahui perkembangan tingkat ekonomi (PDRB) Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Mengetahui perkembangan jumlah penduduk Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru (tahun 1975-2005). Mengetahui perkembangan interaksi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru. Mengetahui besaran pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta secara bersama-sama terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru. Mengetahui besaran pengaruh setiap variabel perkembangan Kota Surakarta terhadap perkembangan permukiman di Kawasan Solobaru.
Output : Pengaruh Perkembangan Kota Solo Terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
74 Gambar 3.3 Kerangka Penelitian
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
BAB 4 TINJAUAN OBYEK KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN SOLOBARU
3.8
Sejarah
3.1.3
Sejarah Kota Surakarta
A.
Masa awal dan pra-Republik Latar belakang pendirian Kota Surakarta adalah karena terjadinya
pemberontakan Sunan Kuning ("Gègèr Pacinan") pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono (PB) II tahun 1742. Pemberontakan dapat ditumpas dengan bantuan VOC dan Kartasura direbut kembali, namun dengan pengorbanan hilangnya wilayah-wilayah Mataram sebagai imbalan bantuan VOC. Bangunan keraton sudah hancur dan dianggap "tercemar". Sunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Mangkuyudo serta komandan pasukan Belanda J.A.B. van Hohendorff untuk mencari lokasi ibu kota Mataram yang baru. Untuk itu dibangunlah keraton baru 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, pada 1745, tepatnya di Desa Sala di tepi Bengawan Solo. Kelak namanya berubah menjadi Surakarta. (Catatan-catatan lama menyebut bentuk antara "Salakarta"). Pembangunan keraton baru ini menurut catatan menggunakan bahan kayu jati dari kawasan Alas Kethu, hutan di dekat Wonogiri Kota dan kayunya dihanyutkan melalui Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai ditempati tanggal 17 Februari 1745 (atau Rabu Pahing 14 Sura 1670 Penanggalan Jawa, Wuku Landep, Windu Sancaya).
Gambar 4.1 Surat Perjanjian Giyanti tahun 1755
49
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Berlakunya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) menyebabkan Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dengan rajanya PB III. Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta, dengan rajanya Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono (HB) I). Keraton dan kota Yogyakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu dibangun. Perjanjian Salatiga 1757 memperluas wilayah kota ini, dengan diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada pihak Pangeran Sambernyawa (Mangkunagara I). Sejak saat itu, Sala merupakan kota dengan dua sistem administrasi, yang berlaku hingga 1945, pada masa Perang Kemerdekaan Republik Indonesia (RI). B.
Masa Perang Kemerdekaan 1945-1949 Situasi di Surakarta (dan wilayah pengaruhnya) pada masa ini sangat
menyedihkan. Terjadi sejumlah peristiwa politik yang menjadikan wilayah Surakarta kehilangan hak otonominya, nasib yang berbeda dengan Yogyakarta. C.
D.I. Surakarta dan Pemberontakan Tan Malaka Begitu mendengar pengumuman tentang kemerdekaan RI, pemimpin
Mangkunegaran (Mangkunegara VIII dan Susuhunan Sala (Pakubuwana XII) mengirim kabar dukungan ke Presiden RI Soekarno dan menyatakan bahwa wilayah Surakarta (Mangkunegaran dan Kasunanan) adalah bagian dari RI. Sebagai reaksi atas pengakuan ini, Presiden RI Soekarno menetapkan pembentukan propinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS). Pada Oktober 1945, terbentuk gerakan swapraja/anti-monarki/anti-feodal di Surakarta, yang salah satu pimpinannya adalah Tan Malaka, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah membubarkan DIS, dan menghapus Mangkunegaran dan Kasunanan. Gerakan ini di kemudian hari dikenal sebagai Pemberontakan Tan Malaka. Motif lain adalah perampasan tanahtanah pertanian yang dikuasai kedua monarki untuk dibagi-bagi ke petani (landreform) oleh gerakan komunis. Tanggal 17 Oktober 1945, wazir (penasihat raja) Susuhunan, KRMH Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerakan Swapraja. Hal ini diikuti oleh
50
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pencopotan bupati-bupati di wilayah Surakarta yang merupakan kerabat Mangkunegara dan Susuhunan. Bulan Maret 1946, wazir yang baru, KRMT Yudonagoro, juga diculik dan dibunuh gerakan Swapraja. Pada bulan April 1946, sembilan pejabat Kepatihan juga mengalami hal yang sama. Karena banyaknya kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan, maka tanggal 16 Juni 1946 pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan politik Mangkunegaran dan Kasunanan. Sejak saat itu keduanya kehilangan hak otonom menjadi suatu keluarga/trah biasa dan keraton/istana berubah fungsi sebagai tempat pengembangan seni dan budaya Jawa. Keputusan ini juga mengawali Kota Surakarta di bawah satu administrasi. Selanjutnya dibentuk Karesidenan Surakarta yang mencakup wilayah-wilayah Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, termasuk kota swapraja Surakarta. Tanggal 16 Juni diperingati setiap tahun sebagai hari kelahiran Kota Surakarta. Tanggal 26 Juni 1946 terjadi penculikan terhadap PM Sutan Syahrir di Surakarta oleh sebuah kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka, dari Partai Komunis Indonesia. PM Syahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras. Presiden Soekarno sangat marah atas aksi pemberontakan ini dan memerintahkan polisi Surakarta menangkap para pimpinan pemberontak. Tanggal 1 Juli 1946, ke 14 pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan. Namun, pada tanggal 2 Juli 1946, tentara divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan pemberontak. Presiden Soekarno lalu memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak. Namun demikian Soeharto menolak perintah ini karena dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Dia hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala. Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Yogyakarta
51
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
oleh pasukan pengawal presiden, setelah Letkol. Soeharto berhasil membujuk mereka untuk menghadap Presiden Soekarno. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal. PM Syahrir berhasil dibebaskan dan Mayjen Soedarsono serta pimpinan pemberontak dihukum penjara walaupun beberapa bulan kemudian para pemberontak diampuni oleh Presiden Soekarno dan dibebaskan dari penjara. D.
Serangan Umum 7 Agustus 1949 Dari tahun 1945 sampai 1948, Belanda berhasil menguasai kembali
sebagian besar wilayah Indonesia (termasuk Jawa), kecuali Yogyakarta, Surakarta dan daerah-daerah sekitarnya. Pada Desember 1948, Belanda menyerbu wilayah RI yang tersisa, mendudukinya dan menyatakan RI sudah hancur dan tidak ada lagi. Jendral Soedirman menolak menyerah dan mulai bergerilya di hutan-hutan dan desa-desa di sekitar kota Yogyakarta dan Surakarta. Untuk membantah klaim Belanda, maka Jendral Soedirman merencanakan “Serangan Oemoem” yaitu serangan besar-besaran yang bertujuan menduduki kota Yogyakarta dan Surakarta selama beberapa jam. “Serangan Oemoem” di Surakarta terjadi pada tanggal 7 Agustus 1949 dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi. Untuk memperingati peristiwa ini maka jalan utama di Kota Surakarta dinamakan “Jalan Slamet Riyadi”. Kepemimpinan Slamet Riyadi yang gugur di pertempuran melawan gerakan separatis RMS pada Serangan Umum ini sangat mengejutkan pimpinan tentara Belanda (Van Ohl), yang sempat berkata Slamet Riyadi lebih pantas menjadi anaknya, ketika acara penyerahan Kota Surakarta. E.
Kota Surakarta Tahun 1960an sampai 1980an Pada tahun 1966 terjadi banjir besar di Kota Surakarta sehingga separuh
Kota Surakarta tenggelam oleh kedahsyatan Bengawan Solo. Pada tahun 1970-an, terjadi boom industri di sekitar Bengawan Solo, sehingga limbah industrinya, yang dibuang ke Bengawan Solo, mampu memusnahkan berbagai spesies mahluk hidup. Pada tahun 1980-an, setelah terjadi urbanisasi dan industrialisasi, Kota Surakarta mengalami urban sprawl (pemekaran kota), baik di sisi utara, timur,
52
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
selatan dan barat. Pembangunan perumahan (real estate, perumnas, komplek hunian baru) mulai menjamur dipinggiran Kota Surakarta. Pada sisi yang lain, Kota Surakarta yang semula hanya mempunyai fasilitas pendidikan sampai SMA, kini mulai ada dibangun fasilitas untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi. Pada tahun 1988, pemerintah mencanangkan program Paket November 1988, yang berdampak pada menjamurnya bank-bank swasta di Kota Solo. Pada tahun 1990an, setelah pemerintah mencanangkan program Paket Juli 1993 (eksploitasi wisata), maka banyak bangunan hotel bermunculan, melengkapi perkantoran dan perdagangan. Pada tahun 1998, terjadi peristiwa kerusuhan masal yang menyebabkan bangunan-bangunan hangus dan hancur. 3.1.4
Sejarah Kawasan Solobaru
A.
Masa awal dan pra-Republik Dahulu Kabupaten Sukoharjo merupakan satu kesatuan wilayah
pemerintahan
Kasunanan
dan
Mangkunegaran
dengan Kota Surakarta,
Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri. Namun, dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor: 16/SD tanggal 15 Juli 1946, maka secara formal wilayah pemerintahan Kasunanan dan Mangkunegaran sudah tidak ada lagi, dan wilayahwilayahnya menjadi wilayah karesidenan Surakarta. Ini berarti wilayah karesidenan Surakarta terdiri dari bekas wilayah-wilayah Mangkunegaran yaitu Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri, serta bekas wilayah Kasunanan yaitu Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Sukoharjo (Kawedanan Sukoharjo, Bekonang, Kartasura), serta Kota Surakarta. B.
Lahirnya Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo lahir berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor:
16/SD, penetapan ini kemudian dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Sukoharjo No. 17 tahun 1986 tentang hari lahir Kabupaten Sukoharjo, yang disahkan dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1986 No. 188.3/480/1986 dan diundangkan dalam
53
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lembaran Daerah Kabupaten Dati II Sukoharjo No. 3 Tahun 1987 Seri D No.2 tanggal 9 Januari 1987. Keadaan ini mengilhami para pemimpin pada waktu itu untuk membentuk kabupaten baru di luar Kota Surakarta agar ketiga kawedanan (Sukoharjo, Bekonang, Kartasura) dapat dibina dalam satu naungan pemerintah Kabupaten. Kemudian secara spontan KNI Daerah Surakarta menunjuk KRMT Soewarno Honggopati Tjitrohoepojo untuk menjadi Bupati. Atas dasar tersebut di atas serta pertimbangan analisa, logis dan kronologis yang dikaitkan dengan landasan yuridis meskipun landasan yuridis itu tidak bersifat mengatur secara khusus, maka pada hari Senin Pon tanggal 15 Juli 1946, saat ditetapkannya Penetapan Pemerintah Nomor: 16/SD tersebut ditetapkan menjadi Hari Lahir Kabupaten Sukoharjo. C.
Lahirnya Kawasan Solobaru Pada mulanya pada tahun 1980, pengembangan Kawasan Solobaru ini
dimulai karena ada permintaan dari pihak pemerintah Kabupaten Sukoharjo kepada pengembang untuk membuka jalan selebar 40 meter untuk mempermudah akses dari Kabupaten Sukoharjo ke Kota Surakarta. Karena pertimbangan membuat jalan raya, PSP kemudian memutuskan membuat proyek perumahan dengan luas lahan sekitar 200-250 hektar. Namun, rencana pengembang untuk sekedar membangun perumahan mulai goyah karena memiliki lahan yang sedemikian luas maka lahir gagasan baru yakni rencana proyek yang semula berskala kecil diubah menjadi besar dengan rencana menciptakan kota baru di pinggiran Kabupaten Sukoharjo tersebut. Kota baru itu tepatnya berlokasi di wilayah kecamatan Grogol dan Baki kabupaten Sukoharjo. Nama Solobaru dipilih karena menurut pakar budaya MT Arifin dimungkinkan akan menjadi populer seperti lagu Bengawan Solo. Dan menurut arsitek terkemuka Prof. Ir. Eko Budiharjo MSc, Solobaru mempunyai nilai komersil yang dapat dijual dan mudah diingat. Kawasan Solobaru awalnya terdiri dari 11 sektor. Penomoran sektorsektor tersebut tidak berdasarkan urutan pembangunannya, hanya nomor
54
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pengkaplingan untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan dalam merealisasikan bangunan. Awalnya Kawasan Solobaru hanya meliputi 11 sektor yang dibangun oleh pengembang, namun seiring dengan berkembangnya Kawasan Solobaru, maka pihak pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengukuhkan wilayah Kawasan Solobaru sebagai wilayah perkotaan dengan menyusun Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Solobaru tahun 1990-2010 yang wilayahnya meliputi dua kecamatan yakni kecamatan Baki dan Grogol.
3.9
Gambaran Umum Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005
4.2.1
Gambaran Fisik Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005
A.
Geografis Kota Surakarta terletak diantara 110 45' 15"- 110 45'35" Bujur Timur dan
70 36' - 70 56' Lintang Selatan. Kota Surakarta terletak sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Lokasi kota ini berada di dataran rendah yakni ±92m di atas permukaan laut yang diapit Gunung Merapi di barat dan Gunung Lawu di timur. Di sebelah selatan terbentang Pegunungan Sewu. Di sebelah timur mengalir Bengawan Solo dan di bagian utara mengalir Kali Pepe yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo. Kota Surakarta dibagi menjadi lima kecamatan yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasar Kliwon, dan Kecamatan Serengan. Batas administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
Sebelah utara
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali.
Sebelah timur
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo.
Sebelah selatan
: Kabupaten Sukoharjo.
Sebelah barat
: Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Peta administrasi Kota Surakarta disajikan berikut ini :
55
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
56
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 4.1 Peta Administrasi Kota Surakarta
57
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kota Surakarta mempunyai suhu udara maksimum 32,4 C dan suhu udara minimum 21,6 C. Sedangkan tekanan udara rata-rata adalah 1008,74 mbs dengan kelembaban udara 79 %. Kecepatan angin berkisar 4 knot dengan arah angin 188 serta beriklim panas. Tanah di Surakarta bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik kedua gunung api yang telah disebutkan di atas. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk. B.
Kebijakan Tata Ruang Kota Surakarta Dalam sistem penataan ruang dan perwilayahan Kota Surakarta
sebagaimana dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota tahun 1993-2013, kebijakan tata ruang Kota Surakarta dibagi menjadi 10 SWP (Sub Wilayah Pembangunan) yang meliputi :
Sub Wilayah Pembangunan I Meliputi 6 wilayah kelurahan yaitu Pucang Sawit, Jagalan, Gandekan, Sangkrah, Sewu, dan Semanggi dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Pucang Sawit. Adapun kegiatan yang mendominasi adalah sektor industri.
Sub Wilayah Pembangunan II Meliputi 12 wilayah kelurahan yaitu Kampung Baru, Kepatihan Kulon, Kepatihan Wetan, Purwodiningratan, Gilingan, Kestalan, Keprabon, Ketelan, Timuran, Punggawan, Stabelan, dan Sudiroprajan dengan pusat pertumbuhan di Kampung Baru. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor pariwisata, kebudayaan, perdagangan, perkantoran, dan bank.
Sub Wilayah Pembangunan III Meliputi 12 wilayah kelurahan yaitu Joyotakan, Danukusuman, Serengan, Kratonan, Jayengan, Kemlayan, Pasar Kliwon, Gajahan, Kauman, Baluwarti, Kedung Lumbu, dan Joyosuran dengan pusat pertumbuhan di kelurahan
58
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gajahan. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor pariwisata, kebudayaan, dan perdagangan.
Sub Wilayah Pembangunan IV Meliputi 8 wilayah kelurahan yaitu Tipes, Bumi, Panularan, Penumping, Sriwedari,
Purwosari,
Manahan,
dan
Mangkubumen
dengan
pusat
pertumbuhan di kelurahan Sriwedari. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor pariwisata dan olahraga.
Sub Wilayah Pembangunan V Meliputi 3 wilayah kelurahan yaitu Pajang, Laweyan, dan Sondakan dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Sondakan. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor industri.
Sub Wilayah Pembangunan VI Meliputi 3 wilayah kelurahan yaitu Karangasem, Jajar, dan Kerten dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Jajar. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah perkamtoran dan perumahan/permukiman.
Sub Wilayah Pembangunan VII Meliputi 2 wilayah kelurahan yaitu Sumber dan Banyuanyar dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Sumber. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor perumahan/permukiman.
Sub Wilayah Pembangunan VIII Meliputi 2 wilayah kelurahan yaitu Jebres dan Tegalharjo dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Jebres. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor pariwisata, pendidikan, dan perdagangan.
Sub Wilayah Pembangunan IX Meliputi 2 wilayah kelurahan yaitu Kadipiro dan Nusukan dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Kadipiro. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor industri dan pendidikan.
Sub Wilayah Pembangunan X Meliputi 1 wilayah kelurahan yang sekaligus merupakan pusat pertumbuhan, yaitu kelurahan Mojosongo. Adapun potensi kegiatan yang mendominasi adalah sektor perumahan/permukiman.
59
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
C.
Permukiman Luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Luas Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1975-2005 Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Luas Permukiman (ha) 2.868,16 3.168,26 3.168,26 3.168,26 3.254,56 3.254,56 3.018,5754 3.137,3283 3.137,3283 3.242,1452 3.052,6551 3.252,6551 3.266,1551 3.302,3831 3.351,6653 3.369,4853 3.370,4849 3.372,4849 3.372,4849 3.372,4849 3.372,4849 3.372,4849 2.665,16 2.667,85 2.674,24 2.675,91 2.681,11 2.685,14 2.672,21 2.682,19 2.707,27
Jumlah Rumah 67.314 67.861 68.379 68.432 83.578 83.788 88.519 99.562 90.033 89.781 81.850 82.047 81.919 81.475 84.144 83.231 84.062 85.006 86.443 93.361 93.924 94.518 95.364 95.225 96.134 98.080 106.364 117.256 124.176 135.040 144.640
60
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas permukiman di Kota Surakarta pada tahun 1975 adalah 2.868,16 ha. Jumlah tersebut meningkat menjadi 3.168,26 ha pada tahun 1980. Sedangkan pada tahun 1985, luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 3.052,6551 ha dan pada tahun 1990 meningkat kembali menjadi 3.369,4853 ha. Pada tahun 1995 luas permukiman bertambah menjadi 3.372,4849 ha. Jumlah tersebut berkurang menjadi 2.675,91 ha pada tahun 2000 dan menjadi 2.707,27 ha pada tahun 2005. Luas permukiman di Kota Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang berikut ini :
Gambar 4.2 Luas Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Sedangkan jumlah rumah di Kota Surakarta tahun 1975 adalah 67.314 dan meningkat menjadi 83.788 pada tahun 1980. Dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 1980 samapi 1985, jumlah rumah di Kota Surakarta mengalami peningkatan tetapi menurun kembali hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 81.850. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 1990 menjadi 83.231 rumah. Pada tahun 1995 jumlah rumah di Kota Surakarta sebanyak 93.924 dan meningkat menjadi 98.080 pada tahun 2000. Jumlah tersebut meningkat lagi hingga pada tahun 2005 jumlahnya menjadi 144.640. Jumlah rumah di Kota Surakarta dari tahun 1975 sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang berikut ini :
61
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 4.3 Jumlah Rumah di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
D.
Sarana dan Prasarana Sarana perkotaan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari sarana kesehatan,
perdagangan, dan pendidikan. Jumlah sarana di Kota Surakarta dari tahun 19752005 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Tahun
1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
Sarana Perdagangan Pertokoan (pasar Pasar modern, Jumlah Tradisional took, kios, warung) 38 4.613 4.651 38 4.330 4.368 38 4.403 4.441 38 4.439 4.477 39 5.457 5.496 39 5.741 5.780 39 5.377 5.416 39 5.466 5.505 39 5.482 5.521 40 5.507 5.547 40 5.614 5.654 40 5.766 5.806 40 6.069 6.109 40 6.128 6.168 40 6.295 6.335 40 6.457 6.497 40 6.533 6.573 40 6.544 6.584 40 6.583 6.623 40 6.642 6.682 40 7.027 7.067 40 7.717 7.757 40 8.253 8.293 40 8.272 8.312 40 8.237 8.277
Jumlah Sarana Sarana Pendidikan
TK
SD
SMP
SMA
Universitas, Lembaga Pendidikan, Kursus
15 15 27 32 36 45 61 61 61 63 66 68 70 72 78 78 78 78 78 78 78 72 72 72 72
42 42 42 44 44 48 48 52 52 52 60 60 60 62 62 64 68 68 68 68 68 68 68 68 68
28 28 28 28 31 34 36 36 36 36 42 42 42 42 44 48 48 48 48 48 48 44 44 44 44
16 16 16 16 18 18 22 26 26 28 34 36 36 36 36 42 42 42 42 42 42 42 42 42 42
166 84 51 383 415 449 435 446 468 498 511 528 544 567 616 615 605 603 582 518 520 296 574 521 522
Sarana Kesehatan
Jumlah
Rumah Sakit
Puskesmas
Poliklinik, Balai Pengobatan
Jumlah
267 185 164 503 544 594 602 621 643 677 713 734 752 779 836 847 841 839 818 754 756 522 800 747 748
4 4 4 4 4 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 9 9 9 9
5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 9 9 9 9 14 14 14 14 18 18 18 18 18 18
283 305 299 146 157 169 173 187 167 141 183 181 189 192 177 158 165 168 159 161 143 145 143 155 160
292 314 308 155 166 179 187 201 181 155 197 197 205 208 193 179 187 190 181 187 169 172 170 182 187
62
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2000 2001 2002 2003 2004 2005
40 40 40 40 40 41
8.250 8.343 8.386 8.438 8.491 8.532
8.290 8.383 8.426 8.478 8.531 8.572
72 70 70 70 68 68
64 62 60 60 60 60
41 41 41 41 41 41
42 38 38 38 38 38
516 433 533 525 517 517
735 644 742 734 724 724
12 12 12 12 12 12
22 22 22 24 24 24
154 167 178 192 159 180
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005
Sarana perdagangan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari pasar dan pertokoan (kios, warung). Jumlah sarana perdagangan yang ada di Kota Surakarta pada tahun 1975 sebesar 4.651. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 5.780. Namun dalam kurun waktu lima tahun jumlah tersebut terus berkurang hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 5.654. Pada tahun 1990, jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta sebesar 6.497 dan bertambah pada tahun 1995 menjadi 7.067. Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1995 sampai 2000, jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta mengalami penurunan dan peningkatan hingga pada tahun 2000 jumlahnya bertambah dari tahun 1995 menjadi 8.290 Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 2005 menjadi 8.572. Jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
Gambar 4.4 Jumlah Sarana Perdagangan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Sarana pendidikan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Jumlah sarana pendidikan di Kota Surakarta tahun 1975 sebesar 267. Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1975-1980 terjadi penurunan dan peningkatan jumlah sarana pendidikan hingga pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 594. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1985 jumlahnya menjadi 713 dan pada tahun 1990 menjadi 847. Namun, jumlah tersebut terus berkurang hingga pada tahun 1995 menjadi 756. Pada tahun 2000 jumlah sarana pendidikan berkurang menjadi 735 63
188 201 212 228 195 216
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dan berkurang kembali pada tahun 2005 menjadi 724. Jumlah sarana pendidikan di Kota Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
Gambar 4.5 Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Sarana kesehatan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Dari tabel diatas, dapat dilihat jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta tahun 1975 sebesar 292. Namun jumlah tersebut berkurang pada tahun 1980 menjadi 179. Pada tahun 1985, jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta bertambah menjadi 197. Dalam kurun waktu lima tahun, jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta terus bertambah namun pada tahun 1990 berkurang hingga jumlahnya menjadi 179. Jumlah tersebut berkurang kembali pada tahun 1995 menjadi 169. Namun pada tahun 2000, jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta bertambah menjadi 188 dan jumlahnya terus bertambah hingga pada tahun 2005 menjadi 216. Jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
64
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 4.6 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Prasarana jalan yang ada di Kota Surakarta terdiri dari beberapa kelas jalan yakni jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal atau lingkungan. Prasarana jalan di Kota Surakarta terletak pada jalur lintas selatan sistem transportasi regional pulau Jawa. Jalan
arteri primer di Kota Surakarta menghubungkan
bagian timur dan barat Kota Surakarta dengan jalan utama di pusat Kota Surakarta yaitu jalan Slamet Riyadi yang menghubungkan jalan menuju Semarang, Yogyakarta, Surabaya. Sedangkan jaringan jalan di dalam Kota Surakarta tampak berpola grid. Berikut ini data prasarana jalan Kota Surakarta :
65
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 4.3 Prasarana Jalan di Kota Surakarta Tahun 1975-2005 Tahun Jenis Data 2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
271
271
271
271
271
271
271
268
268
268
268
268
268
268
268
268
675,860
675,860
675,800
675,700
675,600
675,600
675,550
675,525
675,400
675,400
675,375
675,300
675,250
675,150
675,075
675,025
Aspal
467,500
467,500
467,450
467,450
467,450
467,450
467,400
467,400
467,400
467,400
467,400
467,400
467,400
467,400
467,400
467,300
Krikil
97,550
97,550
97,550
97,550
97,550
97,500
97,500
97,500
97,500
97,530
97,530
97,520
97,510
97,510
97,480
97,480
Tanah
1,800
1,850
1,850
1,820
1,820
1,790
1,780
1,780
1,770
1,740
1,750
1,750
1,750
1,730
1,710
1,680
109,010
108,960
108,950
108,880
108,780
108,860
108,870
108,845
108,730
108,730
108,695
108,630
108,590
108,510
108,485
108,565
Baik
395,888
393,400
393,400
391,000
389,500
380,750
375,200
370,000
362,020
358,120
350,100
345,250
300,425
297,866
292,360
289,500
Sedang
268,927
260,100
260,100
26,300
26,985
271,550
272,500
272,570
272,900
273,120
273,200
273,586
273,896
275,450
274,330
276,660
Jumlah Ruas Jalan Panjang Ruas Jalan (Km) Jenis Permukaan (Km)
Desa/Tidak Terinci Kondisi Jalan (Km)
Rusak
7,780
7,650
7,650
7,428
7,260
7,045
7,560
7,680
7,768
7,865
8,010
8,268
8,596
8,765
8,985
8,965
Rusak Berat
3,265
14,710
14,650
250,972
251,855
16,255
20,290
25,275
32,712
36,295
44,065
48,196
92,333
93,069
99,400
99,900
Sumber : DLLAJ
66
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lanjutan Jenis Data
Tahun 1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
1981
1980
1979
1978
1977
1976
1975
268
260
260
260
260
253
253
253
253
253
249
249
246
246
245
675,025
675,010
674,080
674,050
674,020
673,050
673,000
672,000
671,050
669,045
669,000
667,050
666,090
666,000
665,080
Aspal
467,300
467,300
467,250
467,250
467,225
467,225
467,225
467,190
467,150
467,125
467,090
467,050
466,050
465,090
465,000
Krikil
97,480
97,465
97,465
97,465
97,455
97,455
97,440
97,440
97,425
97,425
97,425
97,415
97,415
97,410
97,400
Tanah
1,680
1,665
1,645
1,600
1,580
1,560
1,540
1,540
1,535
1,500
1,400
1,300
1,250
1,100
1,100
108,565
108,580
107,720
107,735
107,760
106,810
106,795
105,795
104,845
102,840
102,795
100,845
101,375
99,795
98,875
Baik
283,560
280,888
276,360
272,566
268,680
264,320
264,320
260,466
260,466
256,385
240,250
232,100
225,350
220,244
200,340
Sedang
276,400
277,300
277,360
278,058
278,135
278,020
281,560
285,345
285,345
286,450
286,300
286,588
284,250
285,688
287,665
9,010
8,964
9,024
9,264
9,264
9,638
9,865
1,020
1,268
1,480
1,588
1,760
1,840
1,920
1,980
41,120
42,192
44,224
44,585
45,981
46,953
46,721
46,734
46,440
45,578
37,535
37,234
35,803
33,723
41,234
Jumlah Ruas Jalan Panjang Ruas Jalan (Km) Jenis Permukaan (Km)
Desa/Tidak Terinci Kondisi Jalan (Km)
Rusak Rusak Berat
Sumber : DLLAJ
67
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Jumlah ruas jalan di Kota Surakarta adalah 245 pada tahun 1975 dan meningkat menjadi 268 pada tahun 1990, dan menjadi 271 pada tahun 2005. Hal ini berarti terjadi peningkatan yang tidak signifikan pada jumlah ruas jalan dari tahun ke tahun.Untuk panjang ruas jalan pada tahun 1975 adalah 665,080 km dan meningkat menjadi 675,025 km pada tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 675,860 km. Hal ini berarti terjadi peningkatan panjang ruas jalan sekitar 10 km selama 30 tahun. 4.2.2
Gambaran Ekonomi Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005 Perekonomian Kota Surakarta meningkat dari tahun ke tahun hal ini dapat
dilihat dari peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Tabel 4.4 PDRB Kota Surakarta Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
PDRB ADHB
PDRB ADHK
32.547,768 39.769,962 50.049,687 61.942,087 78.294,250 98.429,270 208.434,950 257.369,582 297.734,686 322.159,460 364.681,512 412.349,822 419.853,320 475.429,503 561.103,314 648.738,979 741.040,442 860.119,797 982.373,384 1.143.122,481 1.331.166,129 1.597.860,450 1.725.142,860 2.220.348,200
32.547,768 33.925,601 38.393,566 43.390,081 46.243,491 49.262,675 208.434,950 221.692,082 237.612,251 246.584,694 261.815,609 277.844,578 313.761,541 333.421,526 361.702,249 386.649,904 413.725,392 444.743,889 473.127,652 1.073.359,778 1.166.205,398 1.368.490,070 1.432.562,370 1.233.018,440
68
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
2.545.175,030 2.965.128,910 3.321.685,630 3.703.510,330 4.177.490,750 4.780.304,930 5.585.776,840
1.250.807,410 1.302.715,920 1.353.882,640 1.426.961,170 1.518.008,050 1.647.189,150 3.858.169,670
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) Kota Surakarta sebesar 32.547,768. Jumlah ini meningkat pada tahun 1980 menjadi 49.262,675 dan pada tahun 1985 meningkat menjadi 261.815,609. Perekonomian Kota Surakarta terus meningkat hingga pada tahun 1990 tingkat PDRB mencapai 386.649,904 dan tahun 1995 mencapai 1.166.205,398. Pada tahun 2000, tingkat PDRB Kota Surakarta mencapai 1.302.715,920 dan tahun 2005 mencapai 3.858.169,670. Tingkat ekonomi Kota Surakarta tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
Gambar 4.7 Tingkat Ekonomi (PDRB) Kota Surakarta Tahun 1975-2005
4.2.3
Gambaran Sosial Kota Surakarta Tahun 1975 – 2005
A.
Penduduk Penduduk Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan baik
peningkatan alami secara maupun secara urbanisasi. Jumlah penduduk dari tahun 1975-2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
69
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005 Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Penduduk (jiwa) 426.032 435.315 443.129 444.221 451.541 459.257 468.490 478.178 485.375 492.884 502.150 504.591 508.138 511.585 515.234 516.967 519.997 523.455 527.767 531.377 533.628 536.005 539.387 542.832 546.469 550.251 553.580 554.630 555.395 557.731 560.046
Sumber : Surakarta dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel di atas dapat dilihat pada tahun 1975 penduduk Kota Surakarta berjumlah 426.032. Dalam dekade 5 tahun yakni pada tahun 1980, penduduknya bertambah menjadi 459.257. Sedangkan pada tahun 1985 penduduknya mengalami peningkatan sebesar 42.893 menjadi 502.150. Tahun 1990, penduduk Kota Surakarta sebanyak 516.967 dan meningkat sebesar 16.661 menjadi 533.628
70
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pada tahun 1995. Sedangkan pada tahun 2000, penduduk Kota Surakarta berjumlah 550.251 dan meningkat menjadi 560.046 pada tahun 2005. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
Gambar 4.8 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005
B.
Interaksi Sosial Kehidupan sosial penduduk di Kota Surakarta telah modern dengan gaya
hidup penduduk kota. Keberagaman sosial budaya yang ada di Kota Surakarta menyebabkan adanya percampuran budaya dari masing-masing penduduk Kota Surakarta. Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku sosial penduduk Kota Surakarta, interaksi sosial intern dalam Kota Surakarta masih ada tetapi tidak sekuat penduduk desa yang rasa gotong royong dan kerjasamanya sangat tinggi. Kondisi interaksi sosial penduduk Kota Surakarta berdasarkan kuesioner adalah sebagai berikut : Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta
10% 47% 43%
baik sedang buruk
Gambar 4.9 Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta
71
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Pada diagram di atas 10% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah buruk. Hal ini terlihat seperti di kelurahan Banyuanyar dan Tegalharjo yang penghuninya terdapat masyarakat golongan ekonomi atas. Kegiatan sosial masih dilakukan seperti pertemuan warga atau kegiatan sosial lainnya, namun dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, masyarakat ekonomi atas tidak serta merta mengikuti kegiatan tetapi biasanya hanya memberi dukungan dalam bentuk materi. Sehingga hal ini membuat interaksi sosial masyarakat tidak begitu baik. 43% menjawab sedang dan 47% menjawab baik, interaksi seperti ini terjadi di Kelurahan Kratonan dan Kampung Sewu dimana interaksi sosial yang ada dapat terjalin dengan baik karena banyaknya kegiatan sosial yang diikuti aktif oleh seluruh wargannya. Berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku sosial masyarakat Kota Surakarta, interaksi sosial penduduk Kota Surakarta terhadap daerah luar Kota Surakarta seperti daerah hinterlandnya justru banyak terjadi di Kota Surakarta sendiri. Hal ini dikarenakan banyak penduduk hinterland Kota Surakarta seperti penduduk Kawasan Solobaru yang lebih banyak menggunakan fasilitas yang ada di Kota Surakarta seperti fasilitas pendidikan, perdagangan, maupun kesehatan. Sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi sosial antara penduduk Kota Surakarta dengan penduduk luar Kota Surakarta. Gambaran Umum Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005
3.10 4.2.1
Gambaran Fisik Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005
A.
Geografis Kawasan Solobaru terletak di Kabupaten Sukoharjo yang wilayahnya
meliputi 2 kecamatan yakni Kecamatan Baki dan Kecamatan Grogol. Kawasan Solobaru mempunyai luas wilayah 5174 Ha. Batas administrasi Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut :
Sebelah utara
: Kota Surakarta
Sebelah timur
: Kecamatan Mojolaban dan Kecamatan Polokarto
Sebelah selatan
: Kabupaten Klaten
Sebelah barat
: Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak
72
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta administrasi Kawasan Solobaru disajikan berikut ini :
73
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 4.2 Peta Administrasi Kawasan Solobaru
74
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kawasan Solobaru terletak pada daerah yang beriklim tropis dengan temperatur rata-rata 26 derajat celcius. Curah hujan sebagaimana kondisi iklim di wilayah tropis adalah cukup tinggi dan pertukaran arah angin setiap 6 bulan yang menandakan peralihan antara bulan basah dan kering. Menurut topografinya, Kawasan Solobaru merupakan daerah yang relatif datar, yaitu terletak pada ketinggian antara 0 – 4% pada bagian tengah dan kurang dari 7% pada bagian tenggara dan barat laut. B.
Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan kebijakan perwilayahan, wilayah Kabupaten Sukoharjo
dibagi dalam 6 Sub Wilayah Pembangunan, yaitu :
Sub Wilayah Pembangunan I Meliputi wilayah Kecamatan Kartasura dan Gatak dengan pusatnya di Kota Kartasura. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan, perikanan, industri, perdagangan, perhubungan, permukiman/ perumahan, pariwisata dan pendidikan.
Sub Wilayah Pembangunan II Meliputi Wilayah Kecamatan Grogol dan Baki dengan pusatnya di Kota Grogol. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan, industri, perdagangan, permukiman/perumahan dan pariwisata.
Sub Wilayah Pembangunan III Meliputi Wilayah Kecamatan Mojolaban, Polokarto dan Bendosari bagian utara, selatan dan timur dengan pusatnya di Kota Mojolaban. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan, industri, perikanan, perkebunan,
peternakan
industri
kecil,
permukiman/perumahan
dan
pariwisata.
Sub Wilayah Pembangunan IV Meliputi Wilayah Kecamatan Sukoharjo, Bendosari bagian barat dengan pusatnya di Kota Sukoharjo. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan, perikanan, pemerintahan, industri, perdagangan, permukiman/perumahan, pariwisata dan pendidikan.
75
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Sub Wilayah Pembangunan V Meliputi Wilayah Kecamatan Nguter dengan perkembangannya di Kota Nguter. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman pangan, industri, peternakan, perdagangan dan Pariwisata di Dam Colo dan wisata Pancingan Tunjung Biru.
Sub Wilayah Pembangunan VI Meliputi Wilayah Kecamatan Tawangsari, Bulu dan Weru dengan pusatnya di Kota Tawangsari. Potensi utama yang dikembangkan adalah pertanian tanaman
pangan,
perikanan,
peternakan,
perkebunan,
perdagangan,
pertambangan/ bahan galian, industri kecil dan pariwisata. C.
Permukiman Luas permukiman di Kawasan Solobaru bertambah dari tahun ke tahun.
Luas permukiman dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru dapat dilhat pada tabel berikut ini : Tabel 4.6 Luas Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005 Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993
Luas Permukiman (ha) 1.009,94 1.044,21 1.117,15 1.163,37 1.244,22 1.288,76 1.352,58 1.395,12 1.404,1 1.523,1 1.752,1 1.821,1 1.993,35 2.017,18 2.128,62 2.251,74 2.290,28 2.305,13 2.461,57
Jumlah Rumah 19.281 19.604 20.200 20.773 21.282 22.706 23.457 24.172 24.775 25.469 26.022 26.608 26.957 27.474 27.940 28.510 28.986 29.573 29.982
76
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
2.568,44 2.608,78 2.738,02 2.779,46 2.816,24 2.843,45 2.894,31 2.916,83 2.934,92 2.952,27 2.977,57 2.982,09
30.561 31.093 32.538 33.019 33.508 34.931 35.055 35.824 36.250 36.831 36.965 37.451
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel tersebut dapat dilihat luas permukiman di Kawasan Solobaru pada tahun 1975 seluas 1.009,94 ha. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1980 luasnya menjadi 1.288,76 ha. Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1980 sampai 1985 luas permukiman di Kawasan Solobaru terus bertambah hingga pada tahun 1985 luasnya menjadi 1.752,10 ha. Jumah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 2.251,74 ha dan tahun 1995 seluas 2.608,78 ha. Namun dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1995-2000 luas permukiman berkurang namun bertambah kembali pada tahun 2000 menjadi 2.894,31 ha dan pada tahun 2005 berkurang menjadi 2.982,09 ha. Luas permukiman di Kawasan Solobaru dari tahun 1975 sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang berikut ini :
77
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 4.10 Luas Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
Jumlah rumah di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun semakin bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah rumah di Kawasan Solobaru tahun 1975 sebesar 19.281 dan terus meningkat hingga pada tahun 1980 menjadi 22.706. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1985 menjadi 26.022 dan pada tahun 1990 menjadi 28.510. Pada tahun 1995, jumlah rumah di Kawasan Solobaru sebesar 31.093 dan dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1995 sampai 2000 terjadi penurunan hingga pada tahun 2000 menjadi 34.055. Namun, jumlah tersebut meningkat menjadi 37.451 pada tahun 2005. Jumlah rumah di Kawasan Solobaru dari tahun 1975 sampai 2005 dapat digambarkan pada diagram batang berikut ini :
Gambar 4.11 Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
D.
Sarana dan Prasarana Sarana perkotaan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari sarana
kesehatan, perdagangan, dan pendidikan. Jumlah sarana di Kawasan Solobaru dari tahun 1975-2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
78
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 4.7 Jumlah Sarana Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005 Jumlah Sarana Sarana Perdagangan Tahun
Sarana Pendidikan
Sarana Kesehatan
Pasar Tradisional
Pertokoan (kios, warung)
Jumlah
TK
SD
SMP
SMA
Universitas, Lembaga Pendidikan, Kursus
1975
4
253
257
12
24
12
2
12
86
-
2
18
20
1976
4
271
275
12
24
13
2
12
88
-
2
17
19
1977
6
284
290
12
26
13
2
12
90
-
2
18
20
1978
6
308
314
12
26
13
2
12
89
-
2
17
19
1979
6
319
325
12
26
14
2
12
85
-
2
14
16
1980
6
332
338
12
26
14
2
12
84
-
3
12
15
1981
6
344
350
12
26
14
2
12
85
-
3
12
15
1982
6
355
361
12
26
14
2
12
84
-
3
12
15
1983
8
367
375
12
26
14
2
12
86
-
3
10
13
1984
8
408
416
12
26
14
2
12
84
-
3
6
9
1985
8
478
486
14
26
14
4
14
85
-
4
7
11
1986
8
539
547
14
26
16
4
14
92
-
4
10
14
1987
8
589
597
14
26
16
4
14
94
-
4
9
13
1988
8
604
612
14
26
16
4
14
93
-
4
11
15
1989
8
670
678
14
26
16
4
14
92
-
4
11
15
1990
8
708
716
14
26
16
4
14
95
-
6
17
23
1991
13
746
759
14
24
16
4
14
100
-
6
18
24
1992
13
777
790
12
24
16
4
12
75
-
6
18
24
1993
13
825
838
12
24
16
4
12
75
-
6
18
24
1994
13
905
918
12
24
16
4
12
75
-
6
18
24
1995
13
996
1.009
12
24
16
4
12
75
1
6
14
21
1996
13
1.073
1.086
12
24
16
4
12
75
1
6
18
25
1997
14
1.091
1.105
12
24
16
4
12
88
1
6
11
18
1998
14
1.199
1.213
12
24
16
4
12
89
1
6
14
21
1999
14
1.274
1.288
12
24
16
4
12
89
1
6
13
20
2000
14
1.369
1.383
12
24
16
4
12
89
1
8
11
20
2001
14
1.477
1.491
12
24
16
4
12
88
1
8
8
17
2002
14
1.479
1.493
12
24
16
4
12
146
1
8
8
17
2003
14
1.484
1.498
12
24
16
4
12
175
1
8
20
29
2004
14
1.565
1.579
12
24
16
4
12
177
1
8
27
36
2005
14
1.893
1.907
12
24
16
4
12
161
1
8
28
37
Jumlah
Rumah Sakit
Puskesmas
Poliklinik, Balai Pengobatan
Jumlah
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005
Sarana perdagangan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari pasar dan pertokoan (kios, warung). Jumlah sarana perdagangan yang ada di Kawasan Solobaru pada tahun 1975 sebesar 257. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1980 jumlahnya menjadi 338 dan pada tahun 1985 menjadi 486. Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1985 sampai 1990 jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru terus bertambah hingga pada tahun 1990 79
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
menjadi 716. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1995 jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru menjadi 1.009 dan pada tahun 2000 jumlah sarana perdagangan menjadi 1.383 dan jumlahnya terus bertambah hingga pada tahun 2005 menjadi 1.907. Jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
Gambar 4.12 Jumlah Sarana Perdagangan di Kawasan Solobaru Tahun 19752005
Sarana pendidikan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru tahun 1975 sebesar 86. Dalam kurun waktu lima tahun jumlah sarana pendidikan bertambah namun berkurang kembali pada tahun 1980 menjadi 84 dan jumlahnya bertambah pada tahun 1985 menjadi 85. Jumlah tersebut terus bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 95. Namun, pada tahun 1995 jumlahnya berkurang menjadi 75 dan meningkat kembali pada tahun 2000 menjadi 89. Dari tahun 2000 sampai 2005, jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru mengalami peningkatan namun pada tahun 2005 jumlahnya berkurang menjadi 161. Jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
80
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 4.13 Jumlah Sarana Pendidikan di Kawasan Solobaru Tahun 19752005
Sarana kesehatan yang ada di Kawasan Solobaru terdiri dari rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Dari tabel diatas, dapat dilihat jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru tahun 1975 sejumlah 20. Jumlah tersebut berkurang pada tahun 1980 menjadi 15 dan pada tahun 1985 menjadi 11. Pada tahun 1990, jumlahnya bertambah menjadi 23 tetapi jumlah tersebut berkurang menjadi 21 pada tahun 1995. Dalam kurun waktu lima tahun, jumlahnya bertambah namun berkurang kembali pada tahun 2000 menjadi 20. Jumlah tersebut terus berkurang namun jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru kembali bertambah pada tahun 2005 menjadi 37. Jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 dapat digambarkan dalam diagram batang berikut ini :
Gambar 4.14 Jumlah Sarana Kesehatan di Kawasan Solobaru Tahun 19752005
81
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Prasarana jalan di Kawasan Solobaru terletak pada jalur lintas selatan sistem transportasi regional pulau Jawa. Prasarana jalan di Kawasan Solobaru terdiri dari jalan arteri yang merupakan jalan utama yang menghubungkan kabupaten Sukoharjo dengan Kota Surakarta yakni jalan Yos Sudarso dan jalan Brigjen Kolonel Sudiarto. Sedangkan jaringan jalan di dalam Kawasan Solobaru tampak berpola grid karena di Kawasan Solobaru banyak terdapat perumahan yang biasanya menerapkan pola grid pada jaringan jalan. Berikut data prasarana jalan di Kawasan Solobaru :
82
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
83
BAB
4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 4.8 Prasarana Jalan di Kawasan Solobaru Jenis Data
Tahun 2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
62
62
62
62
62
62
59
59
59
59
59
59
59
59
59
59
358,219
358,219
358,219
358,100
357,875
357,580
357,225
357,000
356,810
356,700
356,435
356,400
356,125
355,885
355,885
355,340
Aspal
295,300
295,300
295,300
295,300
295,300
295,300
295,300
295,300
295,300
295,150
295,150
295,150
295,150
295,150
295,150
294,288
Krikil
30,125
30,125
30,125
30,125
30,125
30,125
30,125
30,125
30,125
29,750
29,700
29,485
29,130
29,010
29,000
29,100
Jumlah Ruas Jalan Panjang Ruas Jalan (Km) Jenis Permukaan (Km)
Tanah
2,210
2,200
2,165
2,130
2,110
2,095
2,085
2,048
2,026
2,100
2,075
2,040
2,088
2,120
2,100
2,120
Desa/Tidak Terinci
30,584
30,594
30,629
30,545
30340
30,060
29,715
29,527
29,359
29,700
29,510
29,725
29,757
29,605
29635
29792
Kondisi Jalan (Km)
358219
358,219
358,219
358,100
357,875
357,580
357,225
357,000
356,810
356,700
356,435
356,400
356,125
355,885
355,885
355,300
Baik
289,760
287,566
285,488
285,222
285,120
283,466
283,898
283,990
283,688
283,386
283,120
283,000
281,644
281,468
281,226
280,966
Sedang
30,050
29,860
29,688
29,424
29,188
28,988
28,766
28,366
28,122
28,000
27,980
27,688
27,368
27,122
27,108
26,988
Rusak
9,888
9,760
9,548
9,344
9,180
9,010
8,988
8,755
8,544
8,210
8,008
7,988
7,568
7,266
7,010
6,980
28,521
31,033
33,495
34,110
34,387
36,116
35,573
35,889
36,456
37,104
37,327
37,724
39,545
40,029
40,541
40,406
Rusak Berat
Sumber : DLLAJ
84
4
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Lanjutan Tahun
Jenis Data
1982
1981
1980
1979
1978
1977
1976
1975
Jumlah Ruas Jalan Panjang Ruas Jalan (Km) Jenis Permukaan (Km)
59
59
53
53
53
53
49
49
49
49
48
31
31
31
28
355,300
355,128
355,050
354,785
354,700
354,350
353,675
352,920
352,228
351,738
343,200
342,300
341,900
341,500
340,000
Aspal
294,288
294,288
294,288
294,288
294,100
294,100
294,100
294,100
294,000
294,000
294,000
294,000
293,950
293,950
293,950
Krikil
29,116
29,348
29,400
29,478
29,320
29,300
29,646
29,680
29,878
29,888
27,900
29,625
29,335
29,665
29,700
Tanah
2,110
2,035
2,035
2,035
2,035
2,060
2,060
2,060
2,076
2,076
2,076
2,000
1,986
1,875
1,940
Desa/Tidak Terinci
29786
29,457
29,327
28,984
29,245
28,890
27,869
27,080
26,274
25,774
67,080
27,675
15,629
16,010
14,410
Kondisi Jalan (Km)
355,300
325,671
325,723
325,801
325,455
325,460
325,806
325,840
325,954
325,964
391,056
353,300
340,900
341,500
340,000
Baik
280,650
280,126
278,480
278,112
276,865
276,142
276,288
275,688
275,668
276,380
276,120
276,010
277,388
279,455
270,666
Sedang
26,766
26,366
26,112
25,988
25,866
25,490
25,200
25,108
24,998
24,880
24,680
24,400
24,244
24,100
24,088
Rusak
6,764
6,444
6,234
6,100
5,988
5,765
5,466
5,390
5,122
4,900
4,865
4,656
4,465
4,222
4,012
41,120
42,192
44,224
44,585
45,981
46,953
46,721
46,734
46,440
45,578
37,535
37,234
35,803
33,723
41,234
Rusak Berat
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
Sumber : DLLAJ
85
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Jumlah ruas jalan di Kawasan Solobaru adalah 28 pada tahun 1975 dan meningkat menjadi 59 pada tahun 1990, dan menjadi 62 pada tahun 2005. Hal ini berarti terjadi peningkatan yang tidak signifikan pada jumlah ruas jalan dari tahun ke tahun. Untuk panjang ruas jalan pada tahun 1975 adalah 340,000 km dan meningkat menjadi 355,340 km pada tahun 1990 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 358,219 km. 4.2.2
Gambaran Ekonomi Kawasan Solobaru Tahun 1975 – 2005 Perekonomian Kawasan Solobaru meningkat dari tahun ke tahun hal ini
dapat dilihat dari peningkatan PDRB Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun. Tabel 4.9 PDRB Kawasan Solobaru Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
PDRB ADHB 4.149,825 5.837,272 7.635,117 8.853,994 9.381,238 14.539,556 54.379,187 77.451,483 88.645,223 94.732,473 107.682,441 147.845,382 191.755,673 345.126,487 351.189,442 368.714,278 379.462,305 388.245,766 397.522,181 400.142,762 409.634,871 417.688,934 425.813,657 437.691,413 557.180,792 636.736,826
PDRB ADHK 3.501,748 4.821,419 6.025,384 6.873,767 7.814,668 8.399,923 47.755,319 52.648,112 65.518,724 80.551,746 91.873,019 122.401,281 177139,653 288.135,367 299.745,124 305.213,695 314.522,752 327.142,341 338.830,558 340.144,343 359.973,219 368.425,772 379.681,046 380.021,327 450.074,162 517.763,801
88
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2001 2002 2003 2004 2005
709.658,175 800.661,863 918.610,304 1.013.786,478 1.109.427,382
628.397,554 704.333,162 825.732,826 899.082,364 948.968,277
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1975 PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) Kawasan Solobaru sebesar 3.501,748. Jumlah ini meningkat pada tahun 1980 menjadi 8.399,923 dan pada tahun 1985 meningkat menjadi 91.873,019. Perekonomian Kawasan Solobaru terus meningkat hingga pada tahun 1990 tingkat PDRB mencapai 305.213,695 dan tahun 1995 mencapai 359.973,219. Pada tahun 2000, tingkat PDRB Kawasan Solobaru mencapai 517.763,801 dan tahun 2005 mencapai 948.968,277. Tingkat ekonomi (PDRB) Kawasan Solobaru dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
Gambar 4.15 Tingkat Ekonomi (PDRB) Kawasan Solobaru
4.2.3
Gambaran Sosial Kawasan Solobaru Tahun 1975 - 2005
A.
Penduduk Penduduk Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
baik peningkatan secara alami maupun secara urbanisasi. Jumlah penduduk dari tahun 1975-2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
89
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005 Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Penduduk 77.120 78.413 80.797 83.088 85.125 90.821 93.826 96.688 99.099 101.876 104.084 106.429 107.825 109.890 111.757 114.035 115.944 118.289 119.924 122.242 124.370 130.155 132.073 134.029 136.009 136.217 143.293 144.995 146.481 147.857 149.800
Sumber : Sukoharjo dalam Angka tahun 1975-2005
Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975 sebesar 77.120. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada tahun 1980 menjadi 90.821 dan pada tahun 1985 menjadi 104.084. Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1985 sampai 1990, jumlah penduduk Kawasan Solobaru semakin
90
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
bertambah hingga pada tahun 1990 menjadi 114.035. Pada tahun 1995 jumlah penduduk Kawasan Solobaru sebesar 124.370 dan terus meningkat hingga pada tahun 2000 menjadi 136.217 dan tahun 2005 menjadi 149.800. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
Gambar 4.16 Jumlah Penduduk di Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
B.
Interaksi Sosial Berdasarkan hasil observasi pada perilaku sosial penduduk di Kawasan
Solobaru, maka dapat dikatakan bila kondisi sosial penduduk di Kawasan Solobaru sudah seperti menyatu dengan kehidupan Kota Surakarta. Kehidupan sosial penduduk di Kawasan Solobaru yakni modern tradisional. Penduduk telah mengikuti gaya hidup modern tetapi belum sepenuhnya meninggalkan tradisitradisi sosial setempat. Berdasarkan hasil observasi pada perilaku sosial penduduk di Kawasan Solobaru, interaksi sosial intern dalam Kawasan Solobaru sendiri kurang terasa kuat terutama di daerah perumahan swasta. Namun di daerah kampung-kampung penduduk, interaksi sosial penduduknya lebih terasa, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan gotong royong mereka dalam pekerjaan yang membutuhkan kerjasama. Interaksi sosial penduduk dari hasil kuesioner yang didukung wawancara dengan penduduk Kawasan Solobaru dapat digambarkan dalam diagram berikut ini :
91
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Gambar 4.17 Interaksi Sosial Penduduk Kawasan Solobaru
Pada diagram di atas 30% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah buruk. Interaksi seperti ini terjadi di lingkungan perumahan swasta di Kawasan Solobaru yang hampir tidak ada kegiatan sosial antar penduduk. Penduduk di lingkungan perumahan swasta sangat individual sehingga mereka kurang perhatian dengan tetangga sekitarnya. Sebesar 33% responden menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah baik. Interaksi seperti ini terjadi di kampung-kampung penduduk dimana gotong royong warganya sangat terlihat, pertemuan warga rutin diadakan, dan kegiatan sosial sering diadakan.
BAB 5 KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU
5.1
Perkembangan Kota Surakarta
5.1.1
Perkembangan Fisik Kota Surakarta
A.
Perkembangan Permukiman Kota Surakarta Hunian merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Dengan jumlah
penduduk yang bertambah sudah pasti menambah jumlah rumah. Di Kota Surakarta jumlah rumah dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah
penduduk.
Peningkatan
jumlah
rumah
tersebut
mengakibatkan kepadatan permukiman di Kota Surakarta cenderung meningkat
92
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dari tahun ke tahun. Perkembangan kepadatan permukiman di Kota Surakarta dapat dilihat berikut ini :
Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tabel 5.1 Tabel Kepadatan Permukiman di Kota Surakarta Luas Pertambahan Jumlah Jumlah Kepadatan Permukiman Kepadatan Penduduk Rumah Permukiman (Ha) Permukiman 426.032 67.314 2.868,16 65,13% 435.315 67.861 3.168,26 71,94% 6,81% 3.168,26 71,94% 443.129 68.379 0,00% 3.168,26 71,94% 444.221 68.432 0,00% 3.254,56 73,90% 451.541 83.578 1,96% 3.254,56 73,90% 459.257 83.788 0,00% 3.018,5754 68,54% 468.490 88.519 -5,36% 3.137,3283 71,24% 478.178 99.562 2,70% 3.137,3283 71,24% 485.375 90.033 0,00% 3.242,1452 73,62% 492.884 89.781 2,38% 3.052,6551 69,31% 502.150 81.850 -4,31% 3.252,6551 73,86% 504.591 82.047 4,55% 3.266,1551 74,16% 508.138 81.919 0,30% 3.302,3831 74,98% 511.585 81.475 0,82% 3.351,6653 76,10% 515.234 84.144 1,12% 3.369,4853 76,51% 516.967 83.231 0,41% 3.370,4849 76,53% 519.997 84.062 0,02% 3.372,4849 76,58% 523.455 85.006 0,05% 3.372,4849 76,58% 527.767 86.443 0,00% 3.372,4849 76,58% 531.377 93.361 0,00% 3.372,4849 76,58% 533.628 93.924 0,00% 3.372,4849 76,58% 536.005 94.518 0,00% 2.665,16 60,52% 539.387 95.364 -16,06% 2.667,85 60,58% 542.832 95.225 0,06% 2.674,24 60,72% 546.469 96.134 0,14% 2.675,91 60,76% 550.251 98.080 0,04% 2.681,11 60,88% 553.580 106.364 0,12% 2.685,14 60,97% 554.630 117.256 0,09% 2.672,21 60,68% 555.395 124.176 -0,29% 2.682,19 60,90% 557.731 135.040 0,22% 2.707,27 61,47% 560.046 144.640 0,57% Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Kepadatan permukiman di Kota Surakarta dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
93
BAB
5
Kepadatan Permukiman
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Gambar 5.1 Grafik Kepadatan Permukiman Kota Surakarta
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman di Kota Surakarta selama kurun waktu 30 tahun (1975-2005) relative berubah namun cenderung
meningkat.
Namun,
pada
tahun
1981
tampak
kepadatan
permukimannya berkurang sebesar 5,36%, dan pada tahun 1985 berkurang sebesar 4,31%. Bila ditinjau dari sejarah Kota Surakarta, maka dapat disimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena pada tahun 1970 terjadi urbanisasi dan industrialisasi di Kota Surakarta sehingga banyak menyerap penduduk dari luar kota, dan hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemekaran Kota Surakarta hingga tahun 1980an banyak bermunculan perumahan baru di hinterland Kota Surakarta seperti
di
kabupaten
Sukoharjo. Pada tahun 1997 tampak kepadatan
permukimannya berkurang sebesar 16,06% dan tahun 2003 berkurang sebesar 0.29%. Hal ini disebabkan semakin tergesernya fungsi permukiman oleh fungsi komersial yang terutama terjadi di pusat kota. Dalam kurun waktu 30 tahun, pola perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung berpola ribbon development (perembetan memanjang) dan leap frog development (perembetan meloncat) ke dalam maupun ke luar kota. Adapaun spasial perkembangan permukiman Kota Surakarta dalam kurun waktu 30 tahun adalah sebagai berikut :
94
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.1 Peta Perkembangan Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1979-1997
95
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.2 Peta Perkembangan Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1997-2005
96
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kota Surakarta pada sampai tahun 1979 adalah memanjang mengikuti jaringan jalan (ribbon development). Namun setelah lahan semakin terbatas, perkembangan permukiman di Kota Surakarta pada tahun 1992 sampai sekarang adalah berpola sprawl dan cenderung kearah luar kota. Perkembangan spasial permukiman di Kota Surakarta dipengaruhi oleh pertambahan sarana perekonomian yang semakin tahun bertambah. Dengan lahan kota yang tetap, maka dari tahun ke tahun permukiman tergeser oleh keberadaan sarana ekonomi yang berada di tengah kota. Hal ini tampak pada peta 5.2 di atas bahwa perkembangan permukiman setelah tahun 1997 mulai cenderung ke arah luar kota. Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kota Surakarta mempunyai struktur kota konsentris seperti yang dikemukakan oleh Ernest Burgess (dalam Yunus, 2000). Dalam teori struktur kota konsentris, suatu kota terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda. Hal ini tercermin pada penggunaan lahan yang berbeda-beda pada masing-masing zona di Kota Surakarta. Dari kebijakan penggunaan lahan di Kota Surakarta, pusat Kota Surakarta diarahkan sebagai fungsi perdagangan, jasa, dan perkantoran. Dan menjauhi pusat kota semakin banyak lahan yang diperuntukkan sebagai permukiman penduduk. Hal ini senada dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Karyono dalam tesisnya yang mengemukakan bahwa model struktur kota konsentris sesuai dengan struktur kota yang pernah mengalami migrasi besar-besaran dan mempunyai latar belakang kerajaan seperti Kota Surakarta. Struktur kota konsentris yang tampak pada penggunaan lahan di Kota Surakarta dapat dijelaskan pada peta berikut ini :
97
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5
Peta 5.3 Peta Stuktur Perkembangan Kota Surakarta
98
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di atas dapat dilihat bahwa struktur kotanya adalah konsentris. Berdasarkan teori struktur kota konsentris E.W Burgess (dalam Yunus, 2000), maka pembagian zona konsentris pada struktur Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
Pada zona 1 (lingkaran 1) merupakan pusat bisnis atau the central bussiness district (CBD) Kota Surakarta yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran, dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsifungsi tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kota Surakarta seperti di sepanjang jalan Slamet Riyadi, jalan Yos Sudarso, jalan Gatot Subroto.
Pada zona 2 (lingkaran 2) merupakan daerah transisi atau the zone of transition. Pada zona ini banyak terdapat permukiman kumuh yang letaknya berada tidak jauh dari pusat kota. Seperti permukiman di kelurahan Sangkrah, kelurahan Kedung Lumbu, kelurahan Gandekan di Kota Surakarta.
Pada zona 3 (lingkaran 3) merupakan daerah pemukiman para pekerja atau the zone of workkingmen’s homes. Yang termasuk dalam zona ini antara lain seperti kelurahan Nusukan, kelurahan Gilingan, kelurahan Tegalharjo, dan kelurahan Semanggi di Kota Surakarta.
Pada zona 4 (lingkaran 4) merupakan daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class Develiers. Yang termasuk dalam zona ini antara lain seperti kelurahan Kadipiro, kelurahan Mojosongo, kelurahan Joyosuran, dan kelurahan Jajar.
Pada zona 5 (lingkaran 5) merupakan daerah para penglaju atau the commuters zone. Di daerah ini terdiri dari permukiman golongan kelas atas yang mencari kenyamanan bertempat tinggal tanpa mempedulikan jarak yang jauh dari pusat kota. Kelurahan Banyuanyar Kota Surakarta merupakan daerah yang termasuk dalam zona ini. Di kelurahan Banyuanyar terdapat perumahan yang penghuninya adalah masyarakat golongan ekonomi atas. Ciri khas utama kota konsentris adalah adanya kecenderungan memperluas
wilayah dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Seperti yang terjadi di Kota Surakarta yang dapat dilihat dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di
99
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
atas, bahwa hinterland Kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan Kota Surakarta seperti Kawasan Solobaru, kecamatan Kartasura, maupun kelurahan Colomadu adalah daerah yang berfungsi sebagai permukiman penduduk. Dapat dikatakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang berfungsi untuk menampung luapan kebutuhan perumahan di Kota Surakarta. Menurut Melville C. Branch (1996:37), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu keadaan geografis, tapak (site), dan fungsi kota. Jika dilihat kondisi Kota Surakarta, maka dapat dikatakan bahwa faktor yang paling mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta adalah keadaan geografis dan tapak (site) Kota Surakarta. Berikut ini letak geografis Kota Surakarta bila ditinjau dari Jawa Tengah :
100
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.4 Peta Orientasi Kota Surakarta terhadap Propinsi Jawa Tengah
101
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dapat dilihat dari peta diatas, yang dilingkari adalah wilayah Kota Surakarta dan sekitarnya. Dari peta tampak Kota Surakarta terletak di antara lembah Gunung Merapi Merbabu dan Gunung Lawu sehingga membuat Kota Surakarta berlimpah air bersih dan tanahnya berpotensi untuk kawasan budidaya. Tapak (site) Kota Surakarta bila ditinjau dari topografinya maka topografinya relatif datar. Hal ini memudahkan Kota Surakarta berkembang ke segala arah ke hinterland-hinterlandnya. Dari peta tampak, Kota Surakarta terletak pada simpul jalur lintas selatan dan utara sistem transportasi regional pulau Jawa. Artinya Kota Surakarta dilalui jalan nasional yang menghubungkan kota-kota lain di pulau Jawa. Hal ini mendorong cepatnya perkembangan Kota Surakarta. Dengan letak geografisnya yang strategis, maka di Kota Surakarta banyak terjadi bangkitan dan tarikan kegiatan yang berpengaruh pada perkembangan Kota Surakarta. Hingga sekarang, perkembangan fisik Kota Surakarta telah melampaui batas wilayah administrasi Kota Surakarta. Terbatasnya lahan di Kota Surakarta menyebabkan terjadinya urban sprawl ke hinterland Kota Surakarta. Perumahan-perumahan baru mulai bermunculan di hinterland Kota Surakarta seperti di Kawasan Solobaru yang merupakan hinterland Kota Surakarta. B.
Perkembangan Sarana Kota Surakarta
1.
Perkembangan Sarana Perdagangan Kota Surakarta Sarana perdagangan Kota Surakarta yang terdiri dari pasar dan pertokoan
(kios, warung) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan tetapi lebih cenderung meningkat. Perkembangan jumlah sarana perdagangan sering kali melebihi kebutuhan jumlah sarana. Perbandingan perkembangan jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis dengan SNI 031733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
102
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 5.2 Perkembangan Jumlah Sarana Perdagangan Kota Surakarta Kebutuhan Tingkat Jumlah Jumlah Sarana Jumlah Pertumbuhan Kelebihan Tahun Sarana Perdagangan Penduduk Sarana Sarana Perdagangan berdasarkan Perdagangan SNI 1975
426.032
4.651
1976
435.315
4.368
1977
443.129
1978
-
1.793
2.858
-6,48%
1.832
2.536
4.441
1,64%
1.865
2.576
444.221
4.477
0,80%
1.869
2.608
1979
451.541
5.496
18,54%
1.900
3.596
1980
459.257
5.780
4,91%
1.933
3.847
1981
468.490
5.416
-6,72%
1.972
3.444
1982
478.178
5.505
1,62%
2.012
3.493
1983
485.375
5.521
0,29%
2.043
3.478
1984
492.884
5.547
0,47%
2.074
3.473
1985
502.150
5.654
1,89%
2.113
3.541
1986
504.591
5.806
2,62%
2.123
3.683
1987
508.138
6.109
4,96%
2.138
3.971
1988
511.585
6.168
0,96%
2.153
4.015
1989
515.234
6.335
2,64%
2.168
4.167
1990
516.967
6.497
2,49%
2.176
4.321
1991
519.997
6.573
1,16%
2.188
4.385
1992
523.455
6.584
0,17%
2.203
4.381
1993
527.767
6.623
0,59%
2.221
4.402
1994
531.377
6.682
0,88%
2.236
4.446
1995
533.628
7.067
5,45%
2.246
4.821
1996
536.005
7.757
8,90%
2.256
5.501
1997
539.387
8.293
6,46%
2.270
6.023
1998
542.832
8.312
0,23%
2.284
6.028
1999
546.469
8.277
-0,42%
2.300
5.977
2000
550.251
8.290
0,16%
2.316
5.974
2001
553.580
8.383
1,11%
2.330
6.053
2002
554.630
8.426
0,51%
2.334
6.092
2003
555.395
8.478
0,61%
2.337
6.141
2004
557.731
8.531
0,62%
2.347
6.184
2005
560.046
8.572
0,48%
2.357
6.215
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
103
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana perdagangan dari tahun 1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini : 0.2
(%)
0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1
Gambar 5.2 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana Perdagangan Kota Surakarta
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat pertumbuhan jumlah sarana perdagangan di Kota Surakarta yakni relative meningkat dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana perdagangan di Kota Surakarta mencapai 4,91%. Pada tahun 1985, tingkat pertumbuhan sarana perdagangan dalam setahun mencapai 1,89%, angka ini lebih kecil bila dibandingkan pertumbuhan tahun 1980. Tingkat pertumbuhan sarana perdagangan di Kota Surakarta meningkat kembali pada tahun 1990 yakni 2,49% dan tahun 1995 yakni 5,45%. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya menurun dalam setahun mencapai 0,16% dan meningkat kembali menjadi 0,48% pada tahun 2005. Namun, jumlah sarana perdagangan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada adalah cenderug kelebihan dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota Surakarta. Seperti halnya pada tahun 1996, jumlah sarana perdagangan mencapai 7.757 padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 2.256 dan berarti pada tahun 1996 terdapat kelebihan jumlah sarana perdagangan sebesar 5.501. Dengan angka kelebihan yang sedemikian banyak tentu saja menambah jumlah lahan untuk fungsi perdagangan.
104
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Perkembangan sarana perdagangan tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlahnya bertambah dan lahannya semakin mengambil lahan di pusat kota. Sehingga hal ini mengakibatkan lahan permukiman yang semula berada di pusat kota menjadi bergeser ke arah pinggir kota. Keadaan ini juga didukung oleh kebijakan pemerintah dalam menetapkan pusat perdagangan di pusat kota yakni di sepanjang jalan utama Kota Surakarta khusunya bagian selatan seperti jalan Slamet Riyadi, jalan Yos Sudarso, jalan Gatot Subroto, jalan Urip Sumoharjo, jalan Brigjen Sudiarto. 2.
Perkembangan Sarana Pendidikan Kota Surakarta Sarana pendidikan di Kota Surakarta terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, dan
universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Sarana pendidikan di Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah. Perbandingan perkembangan jumlah sarana pendidikan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
Tahun 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990
Tabel 5.3 Perkembangan Jumlah Sarana Pendidikan Kota Surakarta Tingkat Kebutuhan Jumlah Jumlah Pertumbuhan Jumlah Sarana Kekurangan Sarana Penduduk Sarana Pendidikan Sarana Pendidikan Pendidikan Berdasarkan SNI 426.032 267 785 518 435.315 185 -44,32% 802 617 443.129 164 -12,80% 816 652 444.221 503 67,40% 818 315 451.541 544 7,54% 832 288 459.257 594 8,42% 846 252 468.490 602 1,33% 863 261 478.178 621 3,06% 881 260 485.375 643 3,42% 894 251 492.884 677 5,02% 908 231 502.150 713 5,05% 925 212 504.591 734 2,86% 929 195 508.138 752 2,39% 936 184 511.585 779 3,47% 942 163 515.234 836 6,82% 949 113 516.967 847 1,30% 952 105
105
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
519.997 523.455 527.767 531.377 533.628 536.005 539.387 542.832 546.469 550.251 553.580 554.630 555.395 557.731 560.046
841 839 818 754 756 522 800 747 748 735 644 742 734 724 724
-0,71% -0,24% -2,57% -8,49% 0,26% -44,83% 34,75% -7,10% 0,13% -1,77% -14,13% 13,21% -1,09% -1,38% 0,00%
958 964 972 979 983 987 993 1.000 1.006 1.013 1.020 1.021 1.023 1.027 1.031
117 125 154 225 227 465 193 253 258 278 376 279 289 303 307
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana pendidikan dari tahun 1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini : 0.8 0.6
(%)
0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6
Gambar 5.3 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana Pendidikan Kota Surakarta
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat pertumbuhan jumlah sarana pendidikan di Kota Surakarta yakni relative menurun dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana pendidikan di Kota Surakarta mencapai 8,42%. Pada tahun 1985, dalam setahun tingkat pertumbuhannya
mencapai
5,05%.
Namun
tingkat
pertumbuhan
sarana
pendidikan di Kota Surakarta menurun dalam setahun pada tahun 1990 menjadi 106
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1,30% dan tahun 1995 menjadi 0,26%. Dalam setahun pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya terus menurun menjadi -1,77% dan meningkat kembali dalam setahun menjadi -1,38% pada tahun 2004. Kecenderungan penurunan jumlah sarana pendidikan ini sangat terkait dengan jumlah penduduk usia sekolah. Namun, jumlah sarana pendidikan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada cenderung belum mencukupi dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota Surakarta. Seperti halnya pada tahun 1990, jumlah sarana pendidikan mencapai 847 padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 952 dan berarti pada tahun 1990 terjadi kekurangan jumlah sarana pendidikan sebesar 105. 3.
Perkembangan Sarana Kesehatan Kota Surakarta Sarana kesehatan di Kota Surakarta terdiri dari rumah sakit, puskesmas,
poliklinik dan balai pengobatan. Sarana kesehatan di Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah. Perbandingan perkembangan jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah penduduk di Kota Surakarta yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini : Tabel 5.4 Perkembangan Jumlah Sarana Kesehatan Kota Surakarta Jumlah Jumlah Tahun Sarana Penduduk Kesehatan 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
426.032 435.315 443.129 444.221 451.541 459.257 468.490 478.178 485.375
292 314 308 155 166 179 187 201 181
Tingkat Pertumbuhan Sarana Kesehatan 7,01% -1,95% -98,71% 6,63% 7,26% 4,28% 6,97% -11,05%
Kebutuhan Jumlah Sarana Kesehatan Berdasarkan SNI
Kelebihan Sarana
32 33 33 33 34 34 35 36 36
260 281 275 122 132 145 152 165 145
107
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
492.884 502.150 504.591 508.138 511.585 515.234 516.967 519.997 523.455 527.767 531.377 533.628 536.005 539.387 542.832 546.469 550.251 553.580 554.630 555.395 557.731 560.046
155 197 197 205 208 193 179 187 190 181 187 169 172 170 182 187 188 201 212 228 195 216
-16,77% 21,32% 0,00% 3,90% 1,44% -7,77% -7,82% 4,28% 1,58% -4,97% 3,21% -10,65% 1,74% -1,18% 6,59% 2,67% 0,53% 6,47% 5,19% 7,02% -16,92% 9,72%
37 38 38 38 38 39 39 39 39 40 40 40 40 40 41 41 41 42 42 42 42 42
118 159 159 167 170 154 140 148 151 141 147 129 132 130 141 146 147 159 170 186 153 174
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan dari tahun 1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini : 0.4 0.2 0 (%)
-0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1 -1.2
Gambar 5.4 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana Kesehatan Kota Surakarta
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta yakni relative menurun
108
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di Kota Surakarta dalam setahun mencapai 7,26%. Tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan pada tahun 1985 dalam setahun mencapai 21,32%. Namun tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di Kota Surakarta menurun pada tahun 1990 menjadi -7,82% selama setahun dan tahun 1995 menjadi -10,62% selama setahun. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya meningkat kembali menjadi 0,53% selama setahun dan terus meningkat menjadi 9,72% pada tahun 2005 selama setahun. Namun, jumlah sarana kesehatan dari tahun ke tahun di Kota Surakarta bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada adalah lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kota Surakarta. Seperti halnya pada tahun 1996, jumlah sarana kesehatan mencapai 172 padahal kebutuhan jumlah sarana kesehatan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 40 dan berarti pada tahun 1996 terdapat kelebihan jumlah sarana kesehatan sebesar 132. Dengan angka kelebihan yang sedemikian banyak tentu saja menambah jumlah lahan untuk fungsi kesehatan. Perkembangan spasial sarana kesehatan di Kota Surakarta persebarannya mengikuti fungsi sarana kesehatan tersebut. Keadaan ini merupakan interpretasi dari kebijakan pemerintah mengenai persebaran sarana kesehatan. Seperti misalnya rumah sakit kasih ibu yang merupakan fungsi pelayanan primer maka letaknya berada di jalan utama Kota Surakarta. Namun, sarana kesehatan seperti puskesmas dengan fungsi pelayanan sekunder maka letaknya berada di tiap-tiap kecamatan. C.
Perkembangan Prasarana Jalan Kota Surakarta Prasarana jalan di Kota Surakarta menjadi sangat penting karena Kota
Surakarta menjadi simpul regional pulau Jawa. Kota Surakarta dilalui jalan nasional yang menghubungkan utara dan selatan pulau Jawa. Oleh karena itu dalam perkembangannya, Kota Surakarta selalu meningkatkan jumlah ruas jalan dan kualitasnya untuk menunjang akses di dalam maupun keluar Kota Surakarta. Berikut ini grafik perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta :
109
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kota Surakarta Tahun 1975-2005 280 270 260 250 240 230
Gambar 5.5 Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kota Surakarta Tahun 1975-2005
Dari grafik tersebut, kecenderungan peningkatan ruas jalan di Kota Surakarta adalah cenderung meningkat. Peningkatan tersebut tidak begitu signifikan setiap tahunnya karena setiap tahun tidak selalu ada penambahan ruas jalan. Namun, perkembangan jalan juga terlihat pada peningkatan kualitasnya. Perkembangan prasarana jalan di Kota Surakarta lebih banyak ke peningkatan kualitas jalan seperti pelebaran jalan. Pelebaran jalan yang ada yakni pelebaran jalan Slamet Riyadi pada tahun 1975an, pelebaran jalan Yos Sudarso pada tahun 1980an, pelebaran jalan Ahmad Yani pada tahun 1990an. Untuk pembuatan jalan baru adalah jalan layang Jebres dan jalan Ir. Juanda Kartasanjaya pada tahun 1995an, jalan lingkar utara Kota Surakarta yakni pada tahun 2000. Perkembangan prasarana jalan yang ada di Kota Surakarta merupakan realisasi kebijakan pemerintah dalam mempermudah akses pergerakan barang maupun jasa. Mengingat Kota Surakarta merupakan simpul pertemuan jalur utara dan selatan pulau Jawa maka prasarana jalan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta dan hinterlandnya. 5.1.2
Perkembangan Ekonomi Kota Surakarta Perkembangan ekonomi Kota Surakarta dapat dilihat dari perkembangan
PDRB Kota Surakarta dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) di Kota Surakarta dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
110
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 5.5 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kota Surakarta Tingkat PDRB PDRB Pertumbuhan Tahun ADHB ADHK Ekonomi (PDRB) 1975 32.547,768 32.547,768 1976 39.769,962 33.925,601 4,06% 1977 50.049,687 38.393,566 11,64% 1978 61.942,087 43.390,081 11,52% 1979 78.294,250 46.243,491 6,17% 1980 98.429,270 49.262,675 6,13% 1981 208.434,950 208.434,950 76,37% 1982 257.369,582 221.692,082 5,98% 1983 297.734,686 237.612,251 6,70% 1984 322.159,460 246.584,694 3,64% 1985 364.681,512 261.815,609 5,82% 1986 412.349,822 277.844,578 5,77% 1987 419.853,320 313.761,541 11,45% 1988 475.429,503 333.421,526 5,90% 1989 561.103,314 361.702,249 7,82% 1990 648.738,979 386.649,904 6,45% 1991 741.040,442 413.725,392 6,54% 1992 860.119,797 444.743,889 6,97% 1993 982.373,384 473.127,652 6,00% 1994 1.143.122,481 1.073.359,778 55,92% 1995 1.331.166,129 1.166.205,398 7,96% 1996 1.597.860,450 1.368.490,070 14,78% 1997 1.725.142,860 1.432.562,370 4,47% 1998 2.220.348,200 1.233.018,440 -16,18% 1999 2.545.175,030 1.250.807,410 1,42% 2000 2.965.128,910 1.302.715,920 3,98% 2001 3.321.685,630 1.353.882,640 3,78% 2002 3.703.510,330 1.426.961,170 5,12% 2003 4.177.490,750 1.518.008,050 6,00% 2004 4.780.304,930 1.647.189,150 7,84% 2005 5.585.776,840 3.858.169,670 57,31% Sumber : Hasil Analisis, tahun 2010
111
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
10000000 8000000 6000000 4000000
PDRB ADHB
2000000
PDRB ADHK Tahun 2005
Tahun 2003
Tahun 2001
Tahun 1999
Tahun 1997
Tahun 1995
Tahun 1993
Tahun 1991
Tahun 1989
Tahun 1987
Tahun 1985
Tahun 1983
Tahun 1981
Tahun 1979
Tahun 1977
Tahun 1975
0
Gambar 5.6 Peningkatan PDRB Kota Surakarta 1
(%)
0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4
Gambar 5.7 Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kota Surakarta
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan perekonomian di Kota Surakarta cenderung meningkat dari tahun ke tahunnya. Tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun cenderung berbeda-beda. Tingkat pertumbuhan yang paling signifikan adalah pada tahun
1981 yakni tingkat
pertumbuhannya sebesar 76,37%. Hal ini dipengaruhi karena pada tahun tersebut terjadi industrialisasi di Kota Surakarta sehingga kontribusi kegiatan industri semakin menambah angka PDRB. Intensitas dan ragam kegiatan ekonomi di Kota Surakarta dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yang ditandai dari ketersediaan fasilitas ekonomi yang semakin banyak jumlah dan jenisnya. Kegiatan perekonomian telah mendominasi kegiatan kawasan pusat kota. Kegiatan perekonomian seperti perbelanjaan, perbankan dan jasa banyak berlokasi di sepanjang jalan arteri. 112
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kegiatan sosial budaya seperti kegiatan bermukim (perumahan) menjadi terpinggirkan oleh perkembangan kegiatan perekonomian yang terlihat dari adanya alih fungsi sarana kegiatan sosial budaya menjadi sarana kegiatan perekonomian dan tidak sebaliknya. 5.1.3
Perkembangan Sosial Kota Surakarta
A.
Perkembangan Penduduk Kota Surakarta Berdasarkan data perkembangan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-
2005 diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat pertumbuhan penduduk. Berikut ini tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-2005 : Tabel 5.6 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005 Tingkat Jumlah Tahun Pertumbuhan Penduduk Penduduk (r) 1975 426.032 1980 459.257 0,14% 1985 502.150 1,81% 1990 516.967 0,60% 1995 533.628 0,65% 2000 550.251 0,60% 2005 560.046 0,37% Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta dari tahun 1975-2005 dapat digambarkan berikut ini :
Tingkat Pertumbuhan Penduduk (r)
2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% 1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005
Gambar 5.8 Grafik Perubahan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1975-2005
113
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tingkat pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta pada tahun 1975-1980 mencapai 0,14% sedangkan pada tahun 1980-1985 terjadi peningkatan yang cukup signifikan hingga tingkat pertumbuhan penduduknya menjadi 1,81%. Hal ini dapat terjadi karena pada tahun 1980 telah terjadi urbanisasi di Kota Surakarta. Namun, pada tahun 1985-1990 tingkat pertumbuhan penduduknya berkurang menjadi 0,60%. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 1985-1990 telah terjadi pemekaran Kota Surakarta sehingga mengakibatkan munculnya perumahanperumahan baru di hinterland kota yang dapat menyerap penduduk Kota Surakarta untuk tinggal di luar Kota Surakarta. Pada tahun 1990-1995 tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta meningkat menjadi 0,65% namun pada tahun 19952000 menurun kembali menjadi 0,60% dan terus menurun hingga tingkat pertumbuhan penduduk menjadi 0,37% pada tahun 2000-2005. Angka yang terus menurun ini dikarenakan terdesaknya kawasan permukiman di pusat kota yang beralih fungsi untuk kegiatan ekonomi. Menurut Barlow dan Newton (1971) mengemukakan bahwa, ada dua kekuatan dinamis yang berpengaruh dalam perkembangan wilayah suatu daerah yaitu kekuatan sentrifugal dan sentripental.
Kabupaten Boyolali
Kekuatan Sentrifugal Kekuatan Sentripental
Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Sukoharjo
Gambar 5.9 Kekuatan Sentrifugal dan Sentripental di Kota Surakarta
114
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Kekuatan sentrifugal adalah kekuatan yang mengakibatkan pengaruh perubahan bentuk tata guna lahan suatu kota yang realisasinya berwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal dari dalam kota menuju luar kota. Dalam perkembangan Kota Surakarta juga terdapat kekuatan sentrifugal. Hal ini dicerminkan oleh pergerakan penduduk Kota Surakarta yang bergerak keluar Kota Surakarta (hinterland) baik untuk bermukim maupun beraktivitas. Sedangkan yang
dimaksud
kekuatan
sentripental
adalah
kekuatan-kekuatan
yang
mengakibatkan perubahan bentuk tata guna lahan suatu kota, yang realisasinya terwujud sebagai gerakan penduduk yang berasal dari luar kota menuju ke arah dalam kota. Dalam perkembangan Kota Surakarta juga terdapat kekuatan sentripental yang dicerminkan oleh adanya penduduk yang bukan asli penduduk Kota Surakarta melakukan mobilisasi maupun kegiatan di dalam Kota Surakarta. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya pemekaran Kota Surakarta, yang pada akhirnya mengambil ruang di daerah hinterland Kota Surakarta. B.
Perkembangan Interaksi Sosial Budaya Dengan adanya kekuatan sentripental yang menyerap penduduk bukan asli
Kota Surakarta ke dalam Kota Surakarta, maka hal ini mangakibatkan terjadinya keberagaman penduduk yang tinggal di Kota Surakarta. Keberagaman penduduk yang demikian mengakibatkan transformasi budaya diantara mereka. Proses transformasi budaya di Kota Surakarta banyak terjadi di pusat kota dimana banyak penduduk luar Kota Surakarta yang menetap di permukiman dekat pusat kota seperti di Kelurahan Sangkrah dimana banyak pendatang dari luar kota yang menetap di Kelurahan Sangkrah. Keberagaman penduduk yang terjadi mempengaruhi interaksi sosial penduduknya. Kondisi interaksi sosial penduduk Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
115
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta
10% 47% 43%
baik sedang buruk
Gambar 5.10 Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta
Pada diagram di atas 10% menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah buruk. Hal ini terlihat seperti di Kelurahan Banyuanyar dan Tegalharjo yang penghuninya terdapat masyarakat golongan ekonomi atas. Kegiatan sosial masih dilakukan seperti pertemuan warga atau kegiatan sosial lainnya, namun dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, masyarakat ekonomi atas tidak serta merta mengikuti kegiatan tetapi biasanya hanya memberi dukungan dalam bentuk materi. Sehingga hal ini membuat interaksi sosial masyarakat tidak begitu baik. 43% menjawab sedang dan 47% menjawab baik, interaksi seperti ini terjadi di Kelurahan Kratonan dan Kampung Sewu dimana interaksi sosial yang ada dapat terjalin dengan baik karena banyaknya kegiatan sosial yang diikuti aktif oleh seluruh wargannya.
5.2
Perkembangan Kawasan Solobaru
5.2.1
Perkembangan Fisik Kawasan Solobaru
A.
Perkembangan Permukiman Kawasan Solobaru Menurut Doxiadis (1968), permukiman mempunyai lima elemen yaitu
alam yang dibangun, manusia yang membentuk dan mendiami alam, kehidupan sosial kemasyarakatan yang berupa hubungan antar manusia, wadah yang melindungi, dan jaringan yang memberi kemudahan bagi manusia untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Doxiadis, Kawasan Solobaru merupakan permukiman yang terbentuk dari elemennya. Dahulu, Kawasan Solobaru merupakan areal persawahan yang kemudian dibangun perumahan di kawasan tersebut lengkap
116
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dengan fasilitasnya. Pembangunan fasilitasnya terus berkembang sehingga memberi kemudahan bagi penduduk Kawasan Solobaru dalam beraktivitas. Seiring dengan perkembangannya terbentuklah kehidupan sosial kemasyarakatan. Adanya struktur kota yang demikian di Kawasan Solobaru tak lain karena meningkatnya permukiman yang berpola sprawl sehingga memunculkan banyak pusat kegiatan. Meningkatnya jumlah rumah di Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang semakin bertambah. Berikut ini adalah tabel perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah rumah di Kawasan Solobaru : Tabel 5.7 Komparasi Jumlah Penduduk dengan Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru Jumlah Jumlah Tahun Penduduk Rumah 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
77.120 78.413 80.797 83.088 85.125 90.821 93.826 96.688 99.099 101.876 104.084 106.429 107.825 109.890 111.757 114.035 115.944 118.289 119.924 122.242 124.370 130.155 132.073 134.029 136.009 136.217 143.293
19.281 19.604 20.200 20.773 21.282 22.706 23.457 24.172 24.775 25.469 26.022 26.608 26.957 27.474 27.940 28.510 28.986 29.573 29.982 30.561 31.093 32.538 33.019 33.508 34.931 35.055 35.824
117
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2002 2003 2004 2005
144.995 146.481 147.857 149.800
36.250 36.831 36.965 37.451
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010 200000 150000 100000
Jumlah Pendudu k
50000 0
Gambar 5.11 Komparasi Jumlah Penduduk dengan Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kawasan Solobaru maka semakin meningkat juga jumlah rumah di Kawasan Solobaru. Seperti pada tahun 1990-1995 ketika jumlah penduduknya meningkat sebesar 10.335 jiwa maka jumlah rumahnya juga meningkat sebesar 2.583. Jumlah rumah di Kawasan Solobaru yang semakin bertambah membuat kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru semakin tinggi. Pertambahan kepadatan permukiman dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut : Tabel 5.8 Kepadatan Permukiman di Kawasan Solobaru Pertambahan Luas Kepadatan Tahun Kepadatan Permukiman Permukiman Permukiman 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985
1.009,94 1.044,21 1.117,15 1.163,37 1.244,22 1.288,76 1.352,58 1.395,12 1.404,1 1.523,1 1.752,1
19,52% 20,18% 21,59% 22,48% 24,05% 24,91% 26,14% 26,96% 27,14% 29,44% 33,86%
0,66% 1,41% 0,89% 1,56% 0,86% 1,23% 0,82% 0,17% 2,30% 4,43%
118
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
1.821,1 1.993,35 2.017,18 2.128,62 2.251,74 2.290,28 2.305,13 2.461,57 2.568,44 2.608,78 2.738,02 2.779,46 2.816,24 2.843,45 2.894,31 2.916,83 2.934,92 2.952,27 2.977,57 2.982,09
35,20% 38,53% 38,99% 41,14% 43,52% 44,27% 44,55% 47,58% 49,64% 50,42% 52,92% 53,72% 54,43% 54,96% 55,94% 56,37% 56,72% 57,06% 57,55% 57,64%
1,33% 3,33% 0,46% 2,15% 2,38% 0,74% 0,29% 3,02% 2,07% 0,78% 2,50% 0,80% 0,71% 0,53% 0,98% 0,44% 0,35% 0,34% 0,49% 0,09%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru dapat digambarkan pada grafik berikut ini : 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Gambar 5.12 Grafik Kepadatan Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980
119
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru adalah 24,91%. Angka tersebut meningkat menjadi 43,52% pada tahun 1990 dan terus meningkat pada tahun 2005 menjadi 57,64%. Peningkatan kepadatan permukiman ini didukung dengan kebijakan tata ruang kabupaten Sukoharjo yang mengarahkan Kawasan Solobaru untuk fungsi permukiman sehingga menjadikan Kawasan Solobaru berkembang sebagai kawasan permukiman. Dalam kurun waktu 30 tahun, pola perkembangan permukiman Kawasan Solobaru cenderung berpola leap frog development (perembetan meloncat) dan ribbon development di dalam Kawasan Solobaru. Adapaun spasial perkembangan permukiman Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun adalah sebagai berikut :
120
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.5 Peta Perkembangan Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1979-2005
121
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kawasan Solobaru adalah cenderung meloncat (frog leap development) dan mengikuti jaringan jalan (ribbon development). Pada tahun 1970-1980 permukimannya didominasi oleh penduduk asli Kawasan Solobaru. Pada tahun 1984 dibangun perumahan baru di Gedangan, Madegondo dan Langenharjo. Kemudian pada tahun 1987 dibangun perumahan di Kadokan, Telukan, dan Grogol. Dalam pembangunan perumahan tersebut, pemerintah Kabupaten Sukoharjo melalui surat nomer 30/PSP/12.84, tertanggal 1 Desember 1984 memberikan syarat kepada pengembang bahwa dalam pembangunan perumahan tersebut harus membuat jalan tembus untuk jalur alternatif Surakarta-Sukoharjo-Wonogiri, sepanjang 4,5 km dengan lebar jalan 40 m dari Desa Bacem sampai Desa Tanjunganom. Karena adanya pembangunan jalan tersebut maka akses ke kota lain khusunya Surakarta menjadi semakin mudah sehingga hal ini menimbulkan banyak bermunculan perumahan di sepanjang jalan tersebut. Menurut Howard (dalam Daldjoeni, 1987), diantara daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran kota memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Kota Surakarta yang semakin padat dirasa sudah tidak nyaman lagi untuk tempat tinggal bagi mereka yang termasuk golongan ekonomi atas. Bahkan dalam pengumpulan data ditemui beberapa keluarga yang mempunyai tempat tinggal di Kota Surakarta dan di Kawasan Solobaru, tentunya keluarga ini merupakan golongan ekonomi atas. Mereka adalah penduduk asli Kota Surakarta yang bekerja dan beraktivitas di Kota Surakarta namun sesekali menempati rumahnya di Kawasan Solobaru ketika ada waktu liburan. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Kawasan Solobaru, dijumpai juga yang dahulu merupakan penduduk Kota Surakarta namun sekarang menjadi penduduk dan bertempat tinggal di Kawasan Solobaru. Alasan mereka adalah mencari hunian yang nyaman tidak sepadat Kota Surakarta namun tetap dekat dengan tempat kerja mereka dan dengan fasilitas yang komplit. Hal seperti ini sering dijumpai pada penduduk di perumahan Solobaru yang dikembangkan oleh PT. PSP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemilihan lokasi bermukim
122
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
manusia menginginkan lokasi yang lengkap akan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai kemudahan, seperti kemudahan aksesibilitas menuju lokasi kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan serta ketersediaan fasilitas dasar seperti jaringan listrik, air bersih,telepon, drainase, sanitasi dan persampahan. Namun, pertimbangan pemilihan lokasi bermukim tentu dipengaruhi oleh keadaan ekonomi masing-masing orang yang kemudian berpengaruh pada jarak antara lokasi pilihan dengan pusat kota. Bagi mereka yang merupakan golongan ekonomi atas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati dan tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota. Hal inilah yang terjadi pada penduduk pendatang di Kawasan Solobaru yang umumnya merupakan ekonomi kelas atas. Menurut Abraham H. Maslow (1970), kebutuhan manusia terhadap hunian mempunyai 5 hierarki, dari yang terendah sampai tertinggi adalah survival needs, safety and security needs, affiliation needs, esteem needs, dan cognitive and aesthetic needs. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, penduduk pendatang Kawasan Solobaru umumnya dalam pemenuhan kebutuhan perumahan tergolong dalam cognitive and aesthetic needs karena bagi penduduk pendatang Kawasan Solobaru terutama yang bertempat tinggal di perumahan Solobaru, hunian mereka di Kawasan Solobaru tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri, tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Bagi mereka produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan sekitarnya. Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kawasan Solobaru mempunyai struktur kota dengan pusat kegiatan banyak seperti yang dikemukakan oleh Harris dan Ulman (dalam Yunus, 2000). Menurut pendapatnya, kota dengan pusat kegiatan banyak tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan
123
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
diferensiasi ruang. Hal ini tampak pada penggunaan lahan di Kawasan Solobaru yang dapat dijelaskan pada peta berikut ini :
124
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
8 5
7
4
6 3 3 7 4
7
5
1
2 4
2 9
Peta 5.6 Peta Struktur Kawasan Solobaru
125
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta penggunaan lahan Kawasan Solobaru di atas dapat dilihat bahwa struktur kotanya adalah kota dengan pusat kegiatan banyak. Zona-zonanya dapat dijelaskan berikut ini :
Zona 1 merupakan pusat bisnis atau the central bussiness district (CBD) Kawasan Solobaru yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran, dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-fungsi tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kawasan Solobaru seperti di sepanjang jalan raya Solo Permai.
Zona 2 merupakan daerah industri ringan dan perdagangan yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Industri ringan dan perdagangan yang ada di Kawasan Solobaru banyak terdapat di sepanjang jalan raya Telukan dan jalan Brigjen Sudiarto. Adapun industri ringan yang ada antara lain industri mebel dan rotan.
Zona 3 merupakan daerah permukiman golongan ekonomi kelas rendah. Permukiman golongan ekonomi kelas rendah biasanya dihuni oleh penduduk asli Kawasan Solobaru. Permukiman tersebut antara lain terdapat di desa Cemani dan desa Sanggrahan.
Zona 4 merupakan daerah pemukiman kelas menengah. Permukiman ini antara lain terdapat di desa Gentan, desa Gedangan, dan desa Madegondo.
Zona 5 merupakan pemukiman kelas tinggi. Pada zona ini umumnya merupakan perumahan mewah, antara lain perumahan Gentan Raya di desa Gentan dan perumahan Solobaru sektor 1 di desa Gedangan.
Zona 6 merupakan daerah industri berat. Desa Cemani dan desa Sanggrahan termasuk dalam zona ini. Di desa tersebut terdapat pabrik-pabrik besar seperti pabrik Batik Keris dan pabrik Konimex. Sehingga di desa tersebut terutama di sekitar pabrik banyak terdapat permukiman kelas rendah yang dihuni oleh para pekerja.
Zona 7 merupakan pusat bisnis. Zona ini muncul seiring munculnya daerah pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini. Zona ini terdapat di jalan raya Gentan dan jalan raya Gedangan.
126
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Zona 8 merupakan daerah tempat tinggal pinggiran. Penduduk di sini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak khusus digunakan untuk tempat tinggal. Zona ini terdapat di desa Purbayan dimana terdapat perumahan kelas menengah yang penghuninya banyak bekerja di Kota Surakarta.
Zona 9 merupakan daerah industri di pinggiran. Zona ini terdapat di desa Pandeyan dimana terdapat industri mebel dan rotan.
B.
Perkembangan Sarana Kawasan Solobaru
1.
Perkembangan Sarana Perdagangan Kawasan Solobaru Sarana perdagangan Kawasan Solobaru yang terdiri dari pasar dan
pertokoan (kios, warung) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan
tetapi
cenderung
meningkat.
Perkembangan
jumlah
sarana
perdagangan sering kali melebihi kebutuhan jumlah sarana. Perbandingan perkembangan jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk di Kawasan Solobaru yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
Tahun
1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987
Tabel 5.9 Perkembangan Jumlah Sarana Perdagangan Kawasan Solobaru Kebutuhan Tingkat Jumlah Jumlah Sarana Jumlah Pertumbuhan Kelebihan Sarana Perdagangan Penduduk Sarana Sarana Perdagangan Berdasarkan Perdagangan SNI 77.120 257 324 -67 78.413 275 6,55% 329 -54 80.797 290 5,17% 339 -49 83.088 314 7,64% 349 -35 85.125 325 3,38% 358 -33 90.821 338 3,85% 381 -43 93.826 350 3,43% 394 -44 96.688 361 3,05% 406 -45 99.099 375 3,73% 416 -41 101.876 416 9,86% 428 -12 104.084 486 14,40% 437 49 106.429 547 11,15% 447 100 107.825 597 8,38% 453 144
127
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
109.890 111.757 114.035 115.944 118.289 119.924 122.242 124.370 130.155 132.073 134.029 136.009 136.217 143.293 144.995 146.481 147.857 149.800
612 678 716 759 790 838 918 1.009 1.086 1.105 1.213 1.288 1.383 1.491 1.493 1.498 1.579 1.907
2,45% 9,73% 5,31% 5,67% 3,92% 5,73% 8,71% 9,02% 7,09% 1,72% 8,90% 5,82% 6,87% 7,24% 0,13% 0,33% 5,13% 17,20%
462 469 479 487 497 504 513 522 547 555 563 571 572 602 609 615 621 629
150 209 237 272 293 334 405 487 539 550 650 717 811 889 884 883 958 1.278
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana perdagangan dari tahun 1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini : 0.2
(%)
0.15 0.1
0.05 0
Gambar 5.13 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana Perdagangan Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat pertumbuhan jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru yakni relative meningkat dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan 128
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
sarana perdagangan di Kawasan Solobaru dalam setahun mencapai 3,85%. Tingkat pertumbuhan sarana perdagangan pada tahun 1985 di Kawasan Solobaru dalam setahun meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 14,40%. Namun tingkat pertumbuhan sarana perdagangan di Kawasan Solobaru menurun pada tahun 1990 menjadi 5,31% dalam setahun dan meningkat kembali pada tahun 1995 menjadi 9,02% dalam setahun. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhannya menurun mencapai 6,87% dalam setahun dan meningkat menjadi 17,20% selama setahun pada tahun 2005. Namun, jumlah sarana perdagangan dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka pada tahun 1975-1984 jumlah sarana yang ada cenderung kurang dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru. Seperti halnya pada tahun 1975, jumlah sarana perdagangan mencapai 257 padahal kebutuhan jumlah sarana perdagangan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 324 dan berarti pada tahun 1975 terdapat kekurangan jumlah sarana perdagangan sebesar 67. Namun, pada tahun 1985-2005 jumlah sarana perdagangan di Kawasan Solobaru bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana perdagangan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI adalah cenderung kelebihan dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru. Seperti pada tahun 1990, jumlah sarana perdagangan Kawasan Solobaru adalah 716 sedangkan bila ditinjau dari jumlah penduduknya kebutuhannya adalah 479 dan berarti pada tahun 1990 terdapat kelebihan jumlah sarana perdagangan sebesar 237. 2.
Perkembangan Sarana Pendidikan Kawasan Solobaru Sarana pendidikan di Kawasan Solobaru terdiri dari TK, SD, SMP, SMA,
dan universitas maupun lembaga pendidikan serta kursus. Sarana pendidikan di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah. Perbandingan perkembangan jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah penduduk di Kawasan Solobaru yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini :
129
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 5.10 Perkembangan Jumlah Sarana Pendidikan Kawasan Solobaru Kebutuhan Tingkat Jumlah Jumlah Jumlah Pertumbuhan Sarana Kekurangan Tahun Sarana Penduduk Sarana Pendidikan Sarana Pendidikan Pendidikan Berdasarkan SNI 1975 77.120 86 142 56 1976 78.413 88 2,27% 144 56 1977 80.797 90 2,22% 149 59 1978 83.088 89 -1,12% 153 64 1979 85.125 85 -4,71% 157 72 1980 90.821 84 -1,19% 167 83 1981 93.826 85 1,18% 173 88 1982 96.688 84 -1,19% 178 94 1983 99.099 86 2,33% 183 97 1984 101.876 84 -2,38% 188 104 1985 104.084 85 1,18% 192 107 1986 106.429 92 7,61% 196 104 1987 107.825 94 2,13% 199 105 1988 109.890 93 -1,08% 202 109 1989 111.757 92 -1,09% 206 114 1990 114.035 95 3,16% 210 115 1991 115.944 100 5,00% 214 114 1992 118.289 75 -33,33% 218 143 1993 119.924 75 0,00% 221 146 1994 122.242 75 0,00% 225 150 1995 124.370 75 0,00% 229 154 1996 130.155 75 0,00% 240 165 1997 132.073 88 14,77% 243 155 1998 134.029 89 1,12% 247 158 1999 136.009 89 0,00% 250 161 2000 136.217 89 0,00% 251 162 2001 143.293 88 -1,14% 264 176 2002 144.995 146 39,73% 267 121 2003 146.481 175 16,57% 270 95 2004 147.857 177 1,13% 272 95 2005 149.800 161 -9,94% 276 115 Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana pendidikan dari tahun 1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini :
130
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
0.6 0.4 (%)
0.2 0 -0.2 -0.4
Gambar 5.14 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana Pendidikan Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat pertumbuhan jumlah sarana pendidikan di Kawasan Solobaru yakni relative menurun. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana pendidikan di Kawasan Solobaru mencapai -1,19%. Namun pada tahun 1985, tingkat pertumbuhannya meningkat menjadi 1,18% selama setahun. Pada tahun 1990, tingkat pertumbuhannya adalah 3,16% selama setahun dan tahun 2000 tidak terdapat pertambahan sarana pendidikan yang berarti tingkat pertumbuhan sarana pendidikan pada tahun tersebut adalah 0% selama setahun. Pada tahun 2005 tingkat pertumbuhan sarana pendidikan menurun menjadi -9,94% selama setahun. Namun, jumlah sarana pendidikan dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana pendidikan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada cenderung kurang dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru. Seperti halnya pada tahun 2000, jumlah sarana pendidikan mencapai 89 padahal kebutuhan jumlah sarana pendidikan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 251 dan berarti pada tahun 2000 terdapat kekurangan jumlah sarana pendidikan sebesar 162. Hal ini dipengaruhi oleh sebagian penduduk Kawasan Solobaru lebih memilih pendidikan di Kota Surakarta karena kualitas yang lebih baik dan jaraknya tidak terlalu jauh sehingga kekurangan sarana pendidikan tersebut bukanlah suatu masalah bagi penduduk Kawasan Solobaru.
131
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
3.
Perkembangan Sarana Kesehatan Kawasan Solobaru Sarana kesehatan di Kawasan Solobaru terdiri dari rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan balai pengobatan. Sarana kesehatan di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan jumlah. Perbandingan perkembangan jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah penduduk di Kawasan Solobaru yang dapat dianalisis dengan SNI 03-1733-2004 tentang perencanaan perumahan kota dapat dilihat berikut ini : Tabel 5.11 Perkembangan Jumlah Sarana Kesehatan Kawasan Solobaru Kebutuhan Tingkat Jumlah Jumlah Jumlah Pertumbuhan Sarana Kelebihan Tahun Sarana Penduduk Sarana Kesehatan Sarana Kesehatan Kesehatan Berdasarkan SNI 1975 77.120 20 6 14 1976 78.413 19 -5,26% 6 13 1977 80.797 20 5,00% 6 14 1978 83.088 19 -5,26% 6 13 1979 85.125 16 -18,75% 6 10 1980 90.821 15 -6,67% 7 8 1981 93.826 15 0,00% 7 8 1982 96.688 15 0,00% 7 8 1983 99.099 13 -15,38% 7 6 1984 101.876 9 -44,44% 8 1 1985 104.084 11 18,18% 8 3 1986 106.429 14 21,43% 8 6 1987 107.825 13 -7,69% 8 5 1988 109.890 15 13,33% 8 7 1989 111.757 15 0,00% 8 7 1990 114.035 23 34,78% 9 14 1991 115.944 24 4,17% 9 15 1992 118.289 24 0,00% 9 15 1993 119.924 24 0,00% 9 15 1994 122.242 24 0,00% 9 15 1995 124.370 21 -14,29% 9 12 1996 130.155 25 16,00% 10 15 1997 132.073 18 -38,89% 10 8 1998 134.029 21 14,29% 10 11 1999 136.009 20 -5,00% 10 10
132
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
2000 2001 2002 2003 2004 2005
136.217 143.293 144.995 146.481 147.857 149.800
20 17 17 29 36 37
0,00% -17,65% 0,00% 41,38% 19,44% 2,70%
10 11 11 11 11 11
10 6 6 18 25 26
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Perkembangan tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan dari tahun 1975 sampai tahun 2005 dapat digambarkan dalam grafik berikut ini : 0.6 0.4 (%)
0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6
Gambar 5.15 Grafik Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Jumlah Sarana Kesehatan Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat kecenderungan tingkat pertumbuhan jumlah sarana kesehatan di Kawasan Solobaru yakni relative menurun dari tahun ke tahunnya meskipun mengalami peningkatan dan penurunan pada beberapa kurun waktu. Pada tahun 1980 tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di Kawasan Solobaru mencapai -6,67%. Pada tahun 1985 tingkat pertumbuhannya meningkat menjadi 18,18% selama setahun dan menjadi 34,78% selama setahun pada tahun 1990. Namun tingkat pertumbuhan sarana kesehatan di Kawasan Solobaru menurun pada tahun 1995 menjadi -14,29% selama setahun. Pada tahun 2000, tidak terdapat perubahan jumlah sarana kesehatan yang berarti tingkat pertumbuhannya adalah 0% selama setahun. Pada tahun 2005, tingkat pertumbuhannya mencapai 2,70% selama setahun. Jumlah sarana kesehatan dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru bila dibandingkan dengan kebutuhan jumlah sarana kesehatan menurut jumlah penduduk berdasarkan analisis dengan SNI maka jumlah sarana yang ada cenderung lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan penduduk Kawasan Solobaru.
133
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Seperti halnya pada tahun 1980, jumlah sarana kesehatan mencapai 15 padahal kebutuhan jumlah sarana kesehatan bila ditinjau dari jumlah penduduknya adalah 7 dan berarti pada tahun 1980 terdapat kelebihan jumlah sarana kesehatan sebesar 8 sarana. C.
Perkembangan Prasarana Jalan Kawasan Solobaru Perkembangan prasarana jalan Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun
yang paling signifikan adalah tahun 1984. Sebelumnya pada tahun 1975an prasarana jalan yang ada hanyalah jalan lingkungan, jalan nasional yang menghubungkan Kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo, dan jalan raya Solo Permai (dahulu belum ada nama jalannya). Dari tahun ke tahun, ruas jalannya meningkat seperti chart berikut ini : Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005 80 60 40 20 0
Gambar 5.16 Peningkatan Jumlah Ruas Jalan Kawasan Solobaru
Pada chart tersebut terlihat perkembangan jumlah ruas jalan di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahunnya meningkat. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan Kawasan Solobaru mengingat Kawasan Solobaru jaraknya dekat dengan Kota Surakarta sehingga jumlah ruas jalan sudah pasti berkembang pesat untuk mendukung peningkatan akses ke Kota Surakarta maupun ke kota lainnya. Perkembangan jalan di Kawasan Solobaru setidaknya ada peningkatan kuantitas yang dilakukan pada tahun 1984 yakni pelebaran jalan raya Solo Permai yang dahulu belum ada namanya namun setelah pelebaran jalan diberi nama jalan Solo Permai yang semula lebar jalannya 7m menjadi 22m sepanjang 2,5 km. Pembuatan jalan baru yang ada di Kawasan Solobaru adalah pembuatan jalan tembus untuk jalur alternatif Surakarta-Sukoharjo-Wonogiri, lebih kurang
134
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
sepanjang 4 km dengan lebar jalan 40 m dari Desa Bacem sampai Desa Tanjunganom. Usaha pembangunan jalan ini terjadi karena adanya perumahan baru pada waktu itu. Ini menjadi pembuka akses lain antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru. Perkembangan prasarana jalan baik peningkatan kualitas maupun kuantitas ini merupakan realisasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akses barang dan jasa kedalam maupun ke luar Kawasan Solobaru. Mengingat Kawasan Solobaru dilalui oleh jalan nasional yang menghubungkan Kota Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri maka prasarana jalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Solobaru. 5.2.2
Perkembangan Ekonomi Kawasan Solobaru Perkembangan ekonomi Kawasan Solobaru dapat dilihat dari tingkat
pertumbuhan PDRB Kawasan Solobaru. Perkembangan tingkat pertumbuhan PDRB Kawasan Solobaru dari tahun 1975 sampai 2005 adalah sebagai berikut : Tabel 5.12 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kawasan Solobaru Tingkat PDRB PDRB Pertumbuhan Tahun ADHB ADHK Ekonomi (PDRB) 1975 4.149,825 3.501,748 27,37% 1976 5.837,272 4.821,419 19,98% 1977 7.635,117 6.025,384 12,34% 1978 8.853,994 6.873,767 12,04% 1979 9.381,238 7.814,668 6,97% 1980 14.539,556 8.399,923 82,41% 1981 54.379,187 47.755,319 9,29% 1982 77.451,483 52.648,112 19,64% 1983 88.645,223 65.518,724 18,66% 1984 94.732,473 80.551,746 12,32% 1985 107.682,441 91.873,019 24,94% 1986 147.845,382 122.401,281 30,90% 1987 191.755,673 177.139,653 38,52% 1988 345.126,487 288.135,367 3,87% 1989 351.189,442 299.745,124 1,79% 1990 368.714,278 305.213,695 2,96% 1991 379.462,305 314.522,752 3,86% 1992 388.245,766 327.142,341 3,45%
135
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1993 397.522,181 338.830,558 1994 400.142,762 340.144,343 1995 409.634,871 359.973,219 1996 417.688,934 368.425,772 1997 425.813,657 379.681,046 1998 437.691,413 380.021,327 1999 557.180,792 450.074,162 2000 636.736,826 517.763,801 2001 709.658,175 628.397,554 2002 800.661,863 704.333,162 2003 918.610,304 825.732,826 2004 1.013.786,478 899.082,364 2005 1.109.427,382 948.968,277
0,39% 5,51% 2,29% 2,96% 0,09% 15,56% 13,07% 17,61% 10,78% 14,70% 8,16% 5,26% 27,37%
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0 Tahun 2005
Tahun 2003
Tahun 2001
Tahun 1999
Tahun 1997
Tahun 1995
Tahun 1993
Tahun 1991
Tahun 1989
Tahun 1987
Tahun 1985
Tahun 1983
Tahun 1981
Tahun 1979
Tahun 1977
Tahun 1975
PDRB ADHB PDRB ADHK
(%)
Gambar 5.17 Peningkatan PDRB Kawasan Solobaru
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Gambar 5.18 Perkembangan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Kawasan Solobaru yang paling signifikan adalah pada tahun 1980 sebesar 82,41%. Pada tahun 1980an Kawasan Solobaru menjadi daerah yang
136
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
terkena dampak pemekaran fisik Kota Surakarta karena adanya urbanisasi dan industrialisasi di Kota Surakarta. Kawasan Solobaru mendapat limpahan kebutuhan perumahan dari Kota Surakarta. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kegiatan perekonomian di Kawasan Solobaru yang berkontribusi pada PDRB Kawasan Solobaru. Kegiatan perekonomian di Kawasan Solobaru dari tahun ke tahun semakin meningkat intensitas dan ragamnya dengan ditandai meningkatnya fasilitas perekonomian di Kawasan Solobaru. Dahulu kegiatan perekonomian penduduk asli Kawasan Solobaru bertumpu pada sektor pertanian namun setelah penduduk pendatang menetap di Kawasan Solobaru maka kegiatan perekonomian menjadi beragam dengan dibangunnya sarana perekonomian yang heterogen seperti sarana perdagangan, perbankan, dan jasa. Kegiatan perdagangan dan jasa yang tumbuh di sepanjang jalan utama Kawasan Solobaru ini berkembang hingga kini menjadi pusat perdagangan di Kawasan Solobaru. Pusat perdagangan dan jasa di Kawasan Solobaru ini menciptakan
lapangan
kerja
bagi
penduduk
sekitarnya.
Hal
ini
juga
menguntungkan bagi penduduk asli Kawasan Solobaru yang dapat memanfaatkan potensi perkembangan kegiatan perdagangan tersebut. 5.2.3
Perkembangan Sosial Kawasan Solobaru
A.
Perkembangan Penduduk Kawasan Solobaru Berdasarkan data perkembangan penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975-
2005 diketahui bahwa terjadi fluktuasi tingkat pertumbuhan penduduk. Berikut ini tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru tahun 1975-2005 : Tabel 5.13 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005 Jumlah Tingkat Pertumbuhan Tahun Penduduk Penduduk (r) 1975 77.120 1980 90.821 3,32% 1985 104.084 2,75% 1990 114.035 1,86% 1995 124.370 1,77% 2000 136.217 1,86% 2005 149.800 1,91% Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
137
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru dari tahun 1975-2005 dapat digambarkan berikut ini :
Tingkat Pertumbuhan Penduduk (r)
Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kawasan Solobaru 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% 1975-1980 1980-1985 1985-1990 1990-1995 1995-2000 2000-2005
Gambar 5.19 Grafik Perubahan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kawasan Solobaru Tahun 1975-2005
Tingkat pertumbuhan penduduk di Kawasan Solobaru pada tahun 19751980 mencapai 3,32%. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ini dikarenakan adanya pelebaran jalan yang menghubungkan Kabupaten Sukoharjo dengan Kota Surakarta sehingga semakin memudahkan akses antara kedua wilayah tersebut yang mengakibatkan pinggiran Kabupaten Sukoharjo khususnya Kawasan Solobaru menjadi diminati penduduk untuk tempat tinggal. Mengingat pada tahun 1980an terjadi urbanisasi di Kota Surakarta yang pada akhirnya menimbulkan pemekaran kota karena meningkatnya kebutuhan lahan perumahan yang berdampak pada Kawasan Solobaru sebagai daerah limpahan pemenuhan kebutuhan lahan perumahan tersebut. Pada tahun 1980-1985, tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru mencapai 2,75%. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru pada tahun 1985-1990 adalah 1,86% dan pada tahun 1990-1995 menurun menjadi 1,77%. Namun, pada tahun 19952000 tingkat pertumbuhan penduduk di Kawasan Solobaru meningkat menjadi 1,86% dan tahun 2000-2005 menjadi 1,91%.
138
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
B.
Perkembangan Interaksi Sosial Budaya Penduduk Kawasan Solobaru Menurut Daldjoeni (1987), manusia sebagai penghuni daerah pinggiran
kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi, kultural, dan lain-lain. Hal ini tampak nyata pada kehidupan sosial masyarakat di Kawasan Solobaru. Dari tahun ke tahun, masyarakat pendatang semakin memenuhi perumahan yang ada di Kawasan Solobaru. Para pendatang yang kebanyakan berasal dari kota baik itu Kota Surakarta maupun Yogyakarta secara umum merupakan golongan masyarakat menengah ke atas. Budaya kota yang melekat pada masyarakat pendatang tersebut tetap muncul pada kehidupan seharihari di Kawasan Solobaru seperti kebiasaan hidup mereka yang individualis. Sebaliknya penghuni asli Kawasan Solobaru masih juga meneruskan budaya kedesaan mereka seperti kebiasaan hidup mereka yang masih sangat terasa interaksi sosialnya dengan tetangganya. Perbedaan sosial budaya tersebut menimbulkan adaptasi masyarakat asli Kawasan Solobaru dan masyarakat pendatang terhadap lingkungannya. Sehingga adaptasi yang terjadi dari tahun ke tahun ini merubah kondisi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru terutama kondisi sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Setelah terjadinya proses invasi dan suksesi dari tahun ke tahun, kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru berubah menjadi modern tradisional. Masyarakat asli telah mengikuti gaya hidup modern para pendatang tetapi belum sepenuhnya meninggalkan tradisi-tradisi sosial setempat. Hal ini berarti kontak sosial budaya yang terjadi dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru dimenangkan oleh masyarakat pendatang yang sekarang gaya hidup modern telah mendominasi kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Interaksi sosial intern dalam Kawasan Solobaru kurang terasa kuat terutama di daerah perumahan swasta. Namun, interaksi sosial penduduk Kawasan Solobaru terhadap daerah luar Solobaru justru terasa kuat pada penduduk di perumahan swasta. Interaksi sosial penduduknya lebih banyak terjadi ke Kota Surakarta dibanding ke kota Sukoharjo yang satu wilayah kabupaten dengan Kawasan Solobaru. Hal ini dikarenakan jarak Kota Surakarta yang dekat dengan
139
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
fasilitas perkotaannya yang lengkap, sehingga banyak penduduk Kawasan Solobaru yang lebih banyak menggunakan fasilitas yang ada di Kota Surakarta seperti fasilitas pendidikan, perdagangan, maupun kesehatan. Berdasarkan hasil kuesioner, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penduduk Kawasan Solobaru menggunakan sarana yang ada di Kota Surakarta. Hal ini dapat digambarkan dalam diagram berikut ini : Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Perdagangan di Kota Surakarta
23% Ya 77%
Tidak
Gambar 5.20 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Perdagangan di Kota Surakarta
Dari diagram tersebut disimpulkan bahwa 77% penduduk Kawasan Solobaru menjawab menggunakan sarana perdagangan di Kota Surakarta sedangkan 23% tidak menggunakan. Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Kesehatan di Kota Surakarta
43% 57%
Ya Tidak
Gambar 5.21 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Kesehatan di Kota Surakarta
Dari diagram tersebut disimpulkan bahwa 57% penduduk Kawasan Solobaru menjawab menggunakan sarana kesehatan di Kota Surakarta sedangkan 43% tidak menggunakan.
140
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Pendidikan di Kota Surakarta
17% Ya 83%
Tidak
Gambar 5.22 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Kesehatan di Kota Surakarta
Dari diagram tersebut disimpulkan bahwa 83% penduduk Kawasan Solobaru menjawab menggunakan sarana pendidikan di Kota Surakarta sedangkan 17% tidak menggunakan.
5.3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
5.3.1
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Fisik Permukiman di Kawasan Solobaru Menurut Yunus (dalam Megapolitan, 2006), perkembangan spasial dan
penduduk suatu kota akan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Berdasarkan studi tim P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu) pada tahun 2000 Kota Surakarta mengalami pemekaran kota seluas ±12000 ha yang terjadi pada hinterlandnya yakni seluas ±7000 ha pada kabupaten Sukoharjo (Baki, Grogol, dan Kartasura) dan seluas ±5000 ha pada kabupaten Karanganyar (Ngringo dan Colomadu). Hal ini menunjukkan bahwa pemekaran Kota Surakarta lebih banyak berkembang mengarah ke bagian selatan yakni kabupaten Sukoharjo. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perkembangan spasial dan penduduk Kota Surakarta berpengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi, kultural dan lingkungan kecamatan Baki dan Grogol yang merupakan satu Kawasan Solobaru. Berdasarkan tabel 5.1 kepadatan permukiman di Kota Surakarta dan tabel 5.8 kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru, maka dapat dilihat bahwa dari
141
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
tahun 1975 sampai tahun 1980 ketika permukiman di Kota Surakarta bertambah sebesar 386,4 ha maka luas permukiman di Kawasan Solobaru juga bertambah sebesar 278,82. Ketika luas permukiman di Kota Surakarta pada tahun 1982 berkurang sebesar 117,2317 ha maka luas permukiman di Kawasan Solobaru bertambah sebesar 106,36 ha. Pada tahun 1997 ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang sebesar 707,3249 ha, maka luas permukiman di Kawasan Solobaru bertambah sebesar 129,24 ha. Perubahan luas permukiman tersebut dapat dispasialkan dalam peta perembetan spasial permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru sebagai berikut :
142
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.7 Peta Perembetan Spasial Permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru Tahun 1979-1997
143
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Peta 5.8 Peta Perembetan Spasial Permukiman Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru Tahun 1997-2005
144
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari peta tersebut dapat dilihat pola perembetan fisik Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru cenderung konsentris berada di pinggiran batas Kota Surakarta. Menurut Northam, 1979 (dalam Yunus, 2000), kondisi perembetan fisik Kota Surakarta yang melebihi batas administrasi seperti yang terlihat pada peta di atas disebut sebagai Under Bounded City. 5.3.2
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Ekonomi Permukiman di Kawasan Solobaru Menurut Friedmann (dalam Yunus, 2006), perkembangan permukiman
kekotaan disebabkan oleh dua proses yang terkait satu sama lain, yakni proses sosial ekonomi dan proses spasial. Proses sosial ekonomi mendahului proses spasial namun adakalanya proses spasial mendahului proses sosial ekonomi. Dari data sejarah Kota Surakarta dimana pada tahun 1970 terjadi industrialisasi (industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri tersebut ke luar Kota Surakarta) hingga mengakibatkan urbanisasi besar-besaran (tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta tahun 1975-1980 adalah 3,32%) serta dilihat dari kecenderungan tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta (merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta) yang cenderung meningkat dari tahun ke tahunnya maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung disebabkan oleh proses sosial ekonomi yang mendahului proses spasial. Peningkatan PDRB Kota Surakarta dari tahun 1975-2005 berarti terjadi peningkatan penghasilan penduduk yang diikuti oleh peningkatan sarana ekonomi dan sosial (merujuk pada tabel 5.2 perkembangan jumlah sarana perdagangan dan tabel 5.1 kepadatan permukiman di Kota Surakarta). Konsekuensi spasial yang ditimbulkan selanjutnya adalah semakin bertambahnya ruang Kota Surakarta hingga merembet ke Kawasan Solobaru. Perembetan spasial Kota Surakarta ke dalam Kawasan Solobaru yang merupakan konsekuensi dari proses sosial ekonomi Kota Surakarta dapat dilihat pada peta 5.7 dan 5.8 perembetan spasial permukiman Kota Surakarta yang telah disajikan pada sub bab sebelumnya. Berdasarkan peta 5.7 dan 5.8 perembetan spasial permukiman Kota Surakarta ke dalam Kawasan Solobaru terlihat bahwa spasialnya sudah seperti menjadi satu atau tidak ada fungsi guna lahan lain yang menjadi penyekat antar i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
dua kota tersebut. Jarak yang sedemikian dekat antara Kawasan Solobaru dengan Kota Surakarta yakni hanya ± 6 km menjadikan perekonomian Kota Surakarta berpengaruh ke Kawasan Solobaru. Teori Carrothers (dalam Daldjoeni, 1987) menyebutkan bahwa kekuatan hubungan ekonomis antara kota dengan hinterlandnya adalah berbanding lurus dengan besarnya jumlah penduduk dan berbanding terbalik dengan jarak antar keduanya. Jumlah penduduk Kota Surakarta yang cenderung meningkat berbanding lurus dengan jumlah Kawasan Solobaru yang juga cenderung meningkat (merujuk tabel 5.6 tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta dan tabel 5.13 tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru). Dengan jarak Kawasan Solobaru ke Kota Surakarta yang relative dekat yakni ±6 km, maka hubungan ekonomi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru cenderung kuat. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan perkembangan ekonomi Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun (1975-2005) yang dari tahun ke tahunnya sama-sama semakin meningkat (merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta dan tabel 5.12 tingkat pertumbuhan ekonomi Kawasan Solobaru). 5.3.3
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Sosial Permukiman di Kawasan Solobaru Menurut Charles Whynne-Hammond (dalam Daldjoeni, 1987), salah satu
faktor terjadinya urbanisasi adalah adanya industrialisasi. Berdasarkan sejarah Kota Surakarta, pada tahun 1970an terjadi industrialisasi di Kota Surakarta (industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri tersebut ke luar Kota Surakarta). Industrialisasi yang terjadi di Kota Surakarta merupakan faktor penarik penduduk luar kota untuk melakukan urbanisasi ke Kota Surakarta. Menurut Barlow dan Newton (1971), kekuatan yang mengakibatkan adanya gerakan penduduk yang berasal dari luar kota menuju ke arah dalam kota tersebut disebut dengan kekuatan sentripetal. Urbanisasi yang besar-besaran di Kota Surakarta tampak nyata pada tahun 1975-1980 di Kota Surakarta, tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 3,32% (merujuk pada tabel tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta). Angka ini merupakan capaian tingkat pertumbuhan penduduk yang paling tinggi dalam periode tahun 1975-2005. i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi demikian maka kebutuhan akan rumah bertambah (merujuk tabel 5.1 kepadatan permukiman Kota Surakarta pada sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta). Pertambahan jumlah penduduk sudah pasti akan menambah jumlah sarana di Kota Surakarta karena sarana dibangun berdasarkan pelayanan untuk sejumlah penduduk di kota. Semakin tahun jumlah penduduk dan jumlah rumah semakin bertambah hingga lahan kosong di Kota Surakarta menjadi terbatas. Kondisi yang ada di Kota Surakarta adalah lahan permukiman semakin tergeser kearah pinggiran karena pusat kota digunakan untuk fungsi komersial. Kondisi ini dapat dilihat dari luas permukiman yang semakin berkurang dari tabel 5.1 kepadatan permukiman Kota Surakarta dan peta 5.1 perkembangan permukiman Kota Surakarta yang telah disajikan pada sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta. Menurut Daldjoeni, salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gaya sentrifugal (gerakan penduduk dari dalam kota ke luar kota) adalah perumahan di dalam kota pada umumnya padat dan tidak sehat, sebaliknya rumah-rumah yang dapat dibangun di luar kota dapat diusahakan luas, sehat dan bermodel mutakhir. Berdasarkan teori tersebut, ketersediaan lahan permukiman di Kota Surakarta yang semakin terbatas membuat terjadinya gerakan sentrifugal yakni dari penduduk asli Kota Surakarta yang bergerak ke luar Kota Surakarta khususnya Kawasan Solobaru. Gaya sentripetal (gerakan penduduk dari luar kota ke dalam kota) yang terjadi di Kota Surakarta akan berimplikasi dengan terjadinya gerakan sentrifugal karena pertambahan penduduk akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan lahan permukiman. Menurut Daldjoeni (1987), manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi, kultural, dan lain-lain. Hal ini tampak nyata pada kehidupan sosial masyarakat di Kawasan Solobaru. Perkembangan Kota Surakarta berpengaruh ke sosial budaya penduduk Kawasan Solobaru. Dari tahun ke tahun, masyarakat pendatang semakin memenuhi perumahan yang ada di Kawasan Solobaru. Para pendatang yang kebanyakan berasal dari Kota Surakarta masih membawa budaya kotanya pada kehidupan sehari-hari di Kawasan Solobaru seperti kebiasaan hidup mereka yang individualis. Sebaliknya penghuni asli Kawasan Solobaru masih juga i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
meneruskan budaya kedesaan mereka seperti kebiasaan hidup mereka yang masih sangat terasa interaksi sosialnya dengan tetangganya. Perbedaan sosial budaya tersebut menimbulkan adaptasi masyarakat asli Kawasan Solobaru dan masyarakat pendatang terhadap lingkungannya. Sehingga adaptasi yang terjadi dari tahun ke tahun ini merubah kondisi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru terutama kondisi sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Setelah terjadinya proses invasi dari tahun ke tahun, maka terjadilah suksesi kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru berubah menjadi modern tradisional. Masyarakat asli telah mengikuti gaya hidup modern para pendatang tetapi belum sepenuhnya meninggalkan tradisi-tradisi sosial setempat. Hal ini berarti kontak sosial budaya yang terjadi dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru dimenangkan oleh masyarakat pendatang yang sekarang gaya hidup modern telah mendominasi kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Perubahan ini tampak nyata pada paradigma berpikir penduduk asli Kawasan Solobaru mengenai pentingnya pendidikan. Setelah terjadi interaksi sosial budaya dengan penduduk pendatang maka keinginan mengenyam pendidikan pada penduduk asli Kawasan Solobaru yang semula hanya merasa cukup pada tingkat SMP kini mulai merasa perlu meneruskan sampai tingkat universitas. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada penduduk Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Kawasan Solobaru berinteraksi dengan penduduk Kota Surakarta melalui pemakaian sarana perdagangan, pendidikan dan kesehatan yang ada di Kota Surakarta (merujuk gambar 5.20, 5.21, 5.22 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Perdagangan, Kesehatan, Pendidikan).
5.3.4
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Kebijakan Permukiman di Kawasan Solobaru Di dalam merespon perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh
terhadap perkembangan Kawasan Solobaru seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, pemerintah kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Kawasan Solobaru Tahun 1990-2010 menyatakan dalam fungsi dan peran Kawasan Solobaru adalah sebagai antisipasi perkembangan kegiatan Kota Surakarta. Ini berarti bahwa pemerintah kabupaten Sukoharjo dalam pengambilan kebijakan RUTRK Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
perkembangan Kota Surakarta. Dalam RUTRK tersebut, Kawasan Solobaru dikembangkan untuk fungsi permukiman. Ini berarti pemerintah kabupaten Sukoharjo telah merespon perkembangan Kota Surakarta yang dari tahun ke tahun membutuhkan lahan permukiman yang kuantitasnya semakin berkurang di dalam Kota Surakarta.
5.4
Besaran
Pengaruh
Perkembangan
Kota
Surakarta
terhadap
Permukiman di Kawasan Solobaru (Analisis Jalur) Untuk melihat faktor perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang paling kuat mempengaruhi permukiman di Solobaru maka digunakan analisis jalur. Analisis jalur (path analysis) dikembangkan oleh Sewall Wright, 1934 (dalam Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman, 2009). Analisis jalur digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung, secara serempak atau mandiri beberapa variabel penyebab terhadap sebuah variabel akibat. Dalam pengerjaan analisis jalur dibagi menjadi beberapa langkah yakni yang pertama membuat model analisis jalur, perhitungan koefisien jalur, dan pengujian analisis jalur. 5.4.1
Model Analisis Jalur Dalam analisis jalur terdapat banyak model jalur yaitu model satu
persamaan jalur, model dua persamaan jalur, model tiga persamaan jalur, model empat persamaan jalur, dan seterusnya. Semakin kompleks hubungan struktural maka semakin kompleks diagram jalurnya, dan makin banyak pula substruktur yang membangun. Dalam penelitian ini menggunakan model empat persamaan jalur dengan empat persamaan subtruktur dan empat persamaan regresi seperti yang telah dijelaskan dalam bab metodologi penelitian. 5.4.2
Perhitungan Koefisien Jalur dan Uji Statistik Dalam penelitian ini, perhitungan koefisien jalur menggunakan SPSS.
Karena model jalur ada 4 model, maka perhitungan koefisien jalur dilakukan pada setiap model yang ada. 1.
Perhitungan
koefisien
jalur
pada
model
jalur
pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah penduduk di Kawasan Solobaru. Tabel 5.14 Model Summary i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Model Summarye Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .981 .962 .960 4434.69302 b 2 .991 .981 .980 3142.12419 c 3 .995 .989 .988 2410.01720 d 4 .997 .994 .993 1924.56670 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana b. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk c. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk, Luas_Permukiman d. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk, Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah e. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Uji R Square Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-4 mempunyai R Square paling besar dan standard error paling kecil yang berarti model regresi ke-4 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang mempengaruhi jumlah penduduk Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (d), dapat disimpulkan bahwa jumlah sarana Kota Surakarta (X4), jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), luas permukiman Kota Surakarta (X3) dan jumlah rumah Kota Surakarta (X2) mempunyai pengaruh secara bersama-sama sebesar 0,994 atau 99,4% (uji R Square : berpengaruh kuat) terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru (X7). Hal ini berarti sebesar 0,006 atau 0,6% jumlah penduduk Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel prasarana Kota Surakarta (X5), peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), dan variabel lain yang semula tidak diduga (€).
Model 1 Regression Residual Total 2 Regression Residual Total 3 Regression
Tabel 5.15 Anova ANOVAe Sum of Squares df Mean Square 1.428E10 1 1.428E10 5.703E8 29 1.967E7 1.485E10 30 1.457E10 2 7.285E9 2.764E8 28 9872944.406 1.485E10 30 1.469E10 3 4.896E9
F 725.882
Sig. .000a
737.847
.000b
843.010
.000c i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Residual 1.568E8 27 5808182.904 Total 1.485E10 30 4 Regression 1.475E10 4 3.687E9 995.529 Residual 9.630E7 26 3703956.983 Total 1.485E10 30 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana b. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk c. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk, Luas_Permukiman d. Predictors: (Constant), Jumlah_Sarana, Jumlah_Penduduk, Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah e. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru
.000d
Sumber : Hasil SPSS
Uji F Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000. Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel jumlah sarana, jumlah penduduk Kota Surakarta, luas permukiman Kota Surakarta, dan jumlah rumah Kota Surakarta secara bersama-sama terhadap variabel jumlah penduduk Kawasan Solobaru sebesar 0,994 atau 99,4% adalah signifikan berpengaruh yang berarti terdapat pengaruh antara jumlah sarana (X4), jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), luas permukiman Kota Surakarta (X3), dan jumlah rumah Kota Surakarta (X2) terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru (X7). Karena terdapat pengaruh secara bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat dilakukan. Tabel 5.16 Koefisien Jalur Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model 1
B (Constant) Jumlah_Sarana
2
(Constant) Jumlah_Sarana Jumlah_Penduduk
3
(Constant) Jumlah_Sarana Jumlah_Penduduk Luas_Permukiman
4
(Constant) Jumlah_Sarana
Standardized Coefficients
Std. Error
3898.175
Beta
Correlations t
4173.540
.934
.358
26.942
.000
-5.096
.000
14.849
.551
-77664.716
15239.149
8.007
1.313
.529
6.096
.260
.048
.473
-70757.026
11787.157
3.806
1.368
.374
Zero-order
Partial
Part
.981
.981
.981
.000
.981
.755
.157
5.456
.000
.978
.718
.141
-6.003
.000
.251
2.782
.010
.981
.472
.055
.044
.680
8.433
.000
.978
.851
.167
-.135
-4.538
.000
-.574
-.658
-.090
-8.126
.000
2.919
.007
.981
.497
.046
-10.796
2.379
1501.217241
9571.670
3.35872271
1.102
.981
Sig.
.212
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru Jumlah_Penduduk
.357
.036
.649
9.999
.000
.978
.891
.158
Luas_Permukiman
-8.316
1.996
-.104
-4.165
.000
-.574
-.633
-.066
.136
.034
.110
4.042
.000
.824
.621
.064
Jumlah_Rumah
a. Dependent Variable: Jumlah_Penduduk_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Dari tabel koefisien jalur diatas, didapatkan koefisien jalur yang merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas dapat diketahui : B
: 1501.217241
X4 (Jumlah Sarana)
: 3.35872271
X1 (Jumlah Penduduk): 0.357 X3 (Luas Permukiman): -8.316 X2 (Jumlah Rumah) : 0.136 Dan didapatkan persamaan jalur = X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) = B + pyX4 X4 + pyX1 X1 + pyX3 X3 + pyX2 X2 + py€ X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) = 1501.217241 + 3.35872271 X4 + 0.136 X1 - 8.316 X3 + 0.357 X2 + py€ Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka : 77120 = 1501.217241 + 3.35872271 (5210) + 0.136 (426032) -8.316 (2868.16) + 0.357 (67314) + py€ 77120 = 77119.994 + py€ py€
= 77120 - 77119.994
py€
= 0.6% berarti variabel lain mempengaruhi sebesar 0.6%, tanda negatif
berarti arah variabel bebas berlawanan dengan variabel terikat. Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan kontribusi pengaruh jumlah sarana Kota Surakarta, jumlah penduduk Kota Surakarta, luas permukiman Kota Surakarta, dan jumlah rumah Kota Surakarta terhadap variabel jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat (jumlah penduduk Kawasan Solobaru) sebagai berikut : i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Tabel 5.17 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru) Statistik Uji Variabel Jumlah Sarana (X4) Jumlah Rumah (X2) Luas Permukim an (X3) Jumlah Penduduk (X1)
Uji R
Uji F
99.4%
Signifikan
Uji t
Koefisien Jalur (P)
Kontribusi Pengaruh (%)
Arah Pengaruh
Signifikan Berpengaruh
3.35872271
27.57%
Positif (searah)
Signifikan Berpengaruh
0.357
2.93%
Positif (searah)
Signifikan Berpengaruh
- 8.316
68.27%
Negatif (berlawanan)
Signifikan Berpengaruh
0.136
1.11%
Positif (searah)
Sumber : Hasil Analisis
Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru dari pengaruh terbesar sampai terkecil adalah luas pemukiman Kota Surakarta (68.27%), jumlah sarana Kota Surakarta (27.57%), jumlah rumah Kota Surakarta (2.93%), dan jumlah penduduk Kota Surakarta (1.11%). Maka dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan berpengaruh terhadap jumlah penduduk di Kawasan Solobaru adalah jumlah sarana Kota Surakarta, jumlah rumah di Kota Surakarta, luas permukiman di Kota Surakarta, dan jumlah penduduk Kota Surakarta. Semua variabel penyebab mempunyai arah pengaruh searah kecuali variabel luas permukiman. Walaupun demikian jumlah sarana Kota Surakarta, jumlah rumah di Kota Surakarta, luas permukiman di Kota Surakarta, dan jumlah penduduk Kota Surakarta adalah terikat dengan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk di Kawasan Solobaru. Menurut Yunus (dalam Megapolitan, 2006), perkembangan spasial dan penduduk suatu kota akan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi, cultural dan lingkungan dimana kota tersebut berkembangan. Berdasarkan teori tersebut dan berdasarkan hasil analisis serta kecenderungan perkembangan Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan bahwa : -
Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk Kota Surakarta bertambah menjadi 0.136 X jumlah penduduk Kota Surakarta + variabel lain. i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
-
Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di Kota Surakarta bertambah menjadi 0.357 X jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain.
-
Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah sarana Kota Surakarta bertambah menjadi 3.35872271 X jumlah sarana Kota Surakarta + variabel lain.
-
Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah luas permukiman berkurang menjadi 8.316 X luas permukiman Kota Surakarta + variabel lain. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa jumlah penduduk Kawasan
Solobaru lebih dominan dipengaruhi oleh luas lahan permukiman Kota Surakarta yang semakin berkurang dan jumlah sarana yang semakin bertambah. Penduduk dari luar yang berurbanisasi ke Kota Surakarta menginginkan tinggal di Kota Surakarta yang jumlah sarananya semakin komplit namun karena terbatasnya lahan permukiman maka penduduk pendatang tersebut lebih memilih Kawasan Solobaru untuk bermukim sehingga hal ini menambah jumlah penduduk yang ada di Kawasan Solobaru. Dari teori konsep bermukim yang dikemukakan oleh Turner, golongan ekonomi menengah keatas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati. Tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota. Hal ini yang ditemukan pada penduduk Kawasan Solobaru khususnya penduduk pendatang Kawasan Solobaru. Dari hasil kuesioner dan wawancara dengan penduduknya, kebanyakan mereka adalah penduduk Kota Surakarta yang mempunyai dua hunian di Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru ataupun dahulu mereka adalah penduduk Kota Surakartamyang kemudian menghuni Kawasan Solobaru. 2.
Perhitungan
koefisien
jalur
pada
model
jalur
pengaruh
perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru.
Model
R
Tabel 5.18 Model Summary Model Summaryd Adjusted R R Square Square
Std. Error of the Estimate i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
1 .999a .998 .998 234.68026 b 2 .999 .999 .998 221.03553 c 3 .999 .999 .999 207.78474 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru b. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru, Luas_Permukiman c. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru, Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah d. Dependent Variable: Jumlah_Rumah_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Uji R Square Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-3 mempunyai R Square paling besar dan standard error paling kecil yang berarti model regresi ke-3 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru mempengaruhi jumlah rumah di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (c), dapat disimpulkan bahwa luas permukiman Kota Surakarta (X3) dan jumlah rumah di Kota Surakarta (X2) melalui jumlah penduduk Solobaru (X7), mempunyai pengaruh secara bersama-sama sebesar 0,999 atau 99,9% (uji R Square : berpengaruh kuat) terhadap jumlah rumah Kawasan Solobaru (X8). Hal ini berarti sebesar 0,001 atau 0,1% jumlah rumah Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), jumlah sarana Kota Surakarta (X4), prasarana Kota Surakarta (X5), peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), dan variabel lain yang semula tidak diduga (€).
Tabel 5.19 Anova ANOVAd Model Sum of Squares df Mean Square 1 Regression 9.525E8 1 9.525E8 Residual 1597169.856 29 55074.823 Total 9.541E8 30 2 Regression 9.527E8 2 4.763E8 Residual 1367987.761 28 48856.706 Total 9.541E8 30 3 Regression 9.529E8 3 3.176E8 Residual 1165711.472 27 43174.499 Total 9.541E8 30 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru
F 17294.098
Sig. .000a
9749.927
.000b
7356.973
.000c
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
b. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru, Luas_Permukiman c. Predictors: (Constant), Jumlah_Penduduk_Solobaru, Luas_Permukiman, Jumlah_Rumah d. Dependent Variable: Jumlah_Rumah_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Uji F Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000. Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel luas permukiman Kota Surakarta dan jumlah rumah Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru, secara bersama-sama terhadap variabel jumlah rumah di Kawasan Solobaru sebesar 0,999 atau 99,9% adalah signifikan berpengaruh yang berarti terdapat pengaruh antara luas permukiman Kota Surakarta (X3) dan jumlah rumah Kota Surakarta (X2) melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru (X7) terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru (X8). Karena terdapat pengaruh secara bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat dilakukan. Tabel 5.20 Koefisien Regresi Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Collinearity Correlations
Statistics
ZeroModel 1
(Constant) Jumlah_Pendudu
B
Std. Error
Beta
(Constant) Jumlah_Pendudu
224.103
-1.368
.182
.253
.002
.999 131.50
.000
order
Partial
Part
Tolerance VIF
.999
.999
.999
1.000 1.000
7 1206.005
729.591
1.653
.110
.251
.002
.988 113.07
.000
.999
.999
.809
.670 1.492
-.586
-.379
-.015
.670 1.492
k_Solobaru Luas_Permukima
Sig.
-306.606
k_Solobaru 2
t
0 -.384
.177
-.019 -2.166
.039
1797.387394
735.487
2.421
.022
. 24828
.003
1.007 83.759
.000
.999
.998
.563
.313 3.196
-.392317
.175
-.025 -2.846
.008
-.586
-.480
-.019
.610 1.638
-.008000001
.004
-.027 -2.165
.039
.818
-.385
-.015
.292 3.424
n 3
(Constant) Jumlah_Pendudu k_Solobaru Luas_Permukima n Jumlah_Rumah
a. Dependent Variable: Jumlah_Rumah_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui : B
: 1797.387394
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru): 0.24828 X3 (Luas Permukiman)
: -0.392317
X2 (Jumlah Rumah)
: -0.008000001
Dan didapatkan persamaan jalur = X8 (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru) = B + pyX7 X7 + pyX3 X3 + pyX2 X2 + py€ X8 (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru) = 1797.387394 + 0.24828 X7 - 0.392317 X3 – 0.008000001 X2 + py€ Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka : 19281 =1797.387394 + 0.24828 (77120) - 0.392317 (2868.16) - 0.008000001 (67314) + py€ 19281 = 19281.001 + py€ py€
= 19281 - 19281.001
py€
= (-) 0.1%
variabel lain mempengaruhi sebesar (-) 0.1%, tanda negatif berarti arah variabel bebas berlawanan dengan ariabel terikat. Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan kontribusi pengaruh variabel luas permukiman Kota Surakarta dan jumlah rumah Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat (jumlah rumah di Kawasan Solobaru) sebagai berikut : Tabel 5.21 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru) Statistik Uji Variabel Jumlah Penduduk Kawasan
Uji R
Uji F
Uji t
99.9%
Signifikan
Signifikan Berpengaruh
Koefisien Jalur (P) 0.24828
Kontribusi Pengaruh (%) 38.24%
Arah Pengaruh Positif (searah)
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru Solobaru (X7) Luas Permukiman (X3) Jumlah Rumah (X2)
Signifikan Berpengaruh Signifikan Berpengaruh Sumber : Hasil Analisis
-0.392317
60.42%
Negatif (berlawanan)
-0.008000001
1.23%
Negatif (berlawanan)
Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah luas pemukiman Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 60.42% dan jumlah rumah Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 1.23%. Namun selain variabel perkembangan Kota Surakarta tersebut, jumlah penduduk Kawasan Solobaru juga berpengaruh terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru dengan kontribusi pengaruh sebesar 38.42%. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan berpengaruh terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta. Walaupun demikian jumlah rumah dan luas permukiman Kota Surakarta dalam mempengaruhi jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah terikat dengan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah rumah di Kawasan Solobaru. Luas permukiman dan jumlah rumah di Kota Surakarta mempengaruhi jumlah rumah di Kawasan Solobaru dengan arah berlawanan melalui jumlah penduduk di Kawasan Solobaru. Hal ini dapat disimpulkan bahwa : -
Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.24828 X jumlah penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain.
-
Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.392317 X luas permukiman Kota Surakarta + variabel lain.
-
Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.008000001 X jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain. Jumlah rumah dan luas permukiman di Kota Surakarta semakin bergeser
ke arah luar kota ketika lahan menjadi terbatas karena peningkatan sarana khususnya perdagangan. Perkembangan permukiman yang semakin bergeser ke i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
arah luar tersebut dapat dilihat pada peta perkembangan permukiman Kota Surakarta di sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta. Menurut Edward Ulman salah satu faktor penyebab interaksi antar wilayah adalah region complementary (wilayah yang saling melengkapi). Dalam hal ini, Kota Surakarta mempunyai potensi teknologi, sarana perkotaan yang komplit dan sektor lapangan kerja yang dapat menyerap penduduk dari luar kota. Sedangkan Kawasan Solobaru memiliki potensi lahan permukiman yang masih banyak. Sehingga potensi di Kota Surakarta banyak menyerap penduduk dari luar Kota Surakarta. Bertambahnya penduduk menambah jumlah rumah dan kepadatan permukiman di Kota Surakarta sehingga berdampak pada kurangnya lahan untuk permukiman. Kawasan Solobaru dengan potensi lahan permukiman menjadi luapan kebutuhan perumahan dari Kota Surakarta. Hal ini didukung dengan kebijakan penggunaan lahan Kabupaten Sukoharjo yang mengarahkan Kawasan Solobaru sebagai daerah permukiman. 3.
Perhitungan
koefisien
jalur
pada
model
jalur
pengaruh
perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru. Tabel 5.22 Model Summary Model Summarye Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .982 .965 .964 132.83658 b 2 .992 .984 .983 91.17300 c 3 .993 .987 .986 83.73838 d 4 .993 .987 .986 82.40787 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru d. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru e. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Uji R Square Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-4 mempunyai R Square paling besar dan mempunyai standar error paling kecil yang berarti i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
model regresi ke-4 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah penduduk dan jumlah rumah di Kawasan Solobaru mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (d), dapat disimpulkan bahwa jumlah rumah di Kota Surakarta mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru melalui pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,987 atau 98,7% (uji R Square : berpengaruh kuat). Hal ini berarti sebesar 0,013 atau 1,3% luas permukiman di Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), luas permukiman di Kota Surakarta (X3), jumlah sarana Kota Surakarta (X4), prasarana Kota Surakarta (X5), peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6), jumlah rumah di Kawasan Solobaru (X8) dan variabel lain yang semula tidak diduga (€). Tabel 5.23 Anova ANOVAe Model Sum of Squares df Mean Square F 1 Regression 1.402E7 1 1.402E7 794.686 Residual 511721.143 29 17645.557 Total 1.453E7 30 2 Regression 1.430E7 2 7150827.259 860.248 Residual 232750.442 28 8312.516 Total 1.453E7 30 3 Regression 1.434E7 2 7172127.679 1056.114 Residual 190149.602 28 6791.057 Total 1.453E7 30 4 Regression 1.435E7 3 4781692.610 681.919 Residual 189327.129 27 7012.116 Total 1.453E7 30 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru d. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah, Jumlah_Penduduk_Solobaru e. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru
Sig. .000a
.000b
.000d
.000c
Sumber : Hasil SPSS
Uji F
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000. Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel jumlah rumah di Kota Surakarta mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru melalui pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,987 atau 98,7% adalah signifikan berpengaruh yang berarti terdapat pengaruh antara jumlah rumah di Kota Surakarta (X2) melalui pengaruh dari jumlah penduduk Kawasan Solobaru (X7) terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru (X9). Karena terdapat pengaruh secara bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat dilakukan. Tabel 5.24 Koefisien Regresi Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant)
-1356.633
125.453
.121
.004
-1200.336
90.233
.146
.005
-.009
.002
-1243.224
84.648
Jumlah_Rumah_ Solobaru
-.023
.068
Jumlah_Rumah
-.010 .044 -1237.914
81.894
- .047
.001
.03806791
.001
Jumlah_Rumah_ Solobaru 2
(Constant) Jumlah_Rumah_ Solobaru Jumlah_Rumah
3
(Constant)
Jumlah_Pendudu k_Solobaru 4
Std. Error
(Constant) Jumlah_Rumah Jumlah_Pendudu k_Solobaru
Standardized Coefficients Beta
Correlations t
Sig.
-10.814
.000
28.190
.000
-13.303
.000
1.179
28.351
-.241
.982
Zeroorder Partial
Part
.982
.982 .982
.000
.982
.983 .678
-5.793
.000
.724
-.738 -.139
-14.687
.000
-.189
-.342
.735
.982
-.066 -.008
.002
-.269
-6.753
.000
.724
-.793 -.148
.018
1.392
2.488
.019
.982
.432 .055
-15.116
.000
-.266
-6.964
.000
.724
-.796 -.151
1.201
31.466
.000
.982
.986 .680
a. Dependent Variable: Luas_Permukiman_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui : i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
B
: -1237.914
X2 (Jumlah Rumah)
: - 0.047
X7 (Jumlah Penduduk Solobaru) : 0.03806791 Dan didapatkan persamaan jalur = X9 (Luas Permukiman di Kawasan Solobaru) = B + pyX2 X2 + pyX7 X7 + py€ X9 (Luas Permukiman di Kawasan Solobaru) = -1237.914 - 0.047 X2 + 0.03806791 X7 + py€ Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka : 1009.94 = 1237.914 - 0.047 (67314) + 0.03806791 (77120) + py€ 1009.94 = 1009.953 + py€ py€
= 1009.94 - 1009.953
py€
= (-) 1,3%
variabel lain mempengaruhi sebesar (-) 1.3%, tanda negatif berarti arah variabel bebas berlawanan dengan variabel terikat. Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan kontribusi pengaruh variabel jumlah rumah Kota Surakarta melalui jumlah penduduk Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat (luas permukiman di Kawasan Solobaru) sebagai berikut : Tabel 5.25 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Luas Permukiman Kawasan Solobaru) Statistik Uji Variabel Jumlah Rumah (X2) Jumlah Penduduk Kawasan Solobaru (X7)
Uji R
Uji F
Uji t Signifikan Berpengaruh
98.7%
Signifikan
Koefisien Jalur (P)
Kontribusi Pengaruh (%)
Arah Pengaruh
-0.047
54.53%
Negatif (berlawanan)
0.03806791
44.16%
Positif (searah)
Signifikan Berpengaruh
Sumber : Hasil Analisis
Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru adalah variabel jumlah rumah yang kontribusi pengaruhnya sebesar 54.53%. Namun selain variabel perkembangan Kota Surakarta tersebut, jumlah penduduk Kawasan Solobaru juga mempengaruhi luas permukiman di Kawasan Solobaru dengan kontribusi sebesar 44.16%. i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta yang berpengaruh terhadap luas permukiman di Kawasan Solobaru adalah jumlah rumah di Kota Surakarta. Yang dapat disimpulkan bahwa : -
Luas pemukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.03806791 X jumlah penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain.
-
Luas permukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.047 X jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain.
4.
Perhitungan koefisien jalur pada model jalur perkembangan Kota Surakarta melalui jumlah penduduk, jumlah rumah, dan luas permukiman di Kawasan Solobaru terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru. Tabel 5.26 Model Summary Model Summaryd Adjusted R Std. Error of Model R R Square Square the Estimate a 1 .961 .9242 .921 139.42921 b 2 .983 .9662 .964 94.31166 c 3 .992 .9824 .981 67.64475 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Peningkatan_PDRB c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Peningkatan_PDRB, Luas_Permukiman d. Dependent Variable: Jumlah_Sarana_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Uji R Square Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa model ke-3 mempunyai R Square paling besar dan mempunyai standar error paling kecil yang berarti model regresi ke-3 merupakan model yang dapat digunakan untuk mengetahui variabel perkembangan Kota Surakarta yang mana saja yang melalui jumlah penduduk, jumlah rumah, dan luas permukiman di Kawasan Solobaru mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan Solobaru. Dari kolom predictors (c), dapat disimpulkan bahwa peningkatan PDRB Kota Surakarta dan luas i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
permukiman Kota Surakarta melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,9824 atau 98,24% (uji R Square : berpengaruh kuat). Hal ini berarti sebesar 0,0176 atau 1,76% jumlah sarana di Kawasan Solobaru dipengaruhi oleh variabel jumlah penduduk Kota Surakarta (X1), jumlah rumah Kota Surakarta (X2), jumlah sarana Kota Surakarta (X4), prasarana Kota Surakarta (X5), jumlah penduduk di Kawasan Solobaru (X7), luas permukiman di Kawasan Solobaru (X9), dan variabel lain yang semula tidak diduga (€). Tabel 5.27 Anova ANOVAd Model Sum of Squares df Mean Square F 1 Regression 6818947.345 1 6818947.345 350.760 Residual 563774.655 29 19440.505 Total 7382722.000 30 2 Regression 7133670.695 2 3566835.347 401.007 Residual 249051.305 28 8894.689 Total 7382722.000 30 3 Regression 7259175.061 3 2419725.020 528.808 Residual 123546.939 27 4575.813 Total 7382722.000 30 a. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru b. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Peningkatan_PDRB c. Predictors: (Constant), Jumlah_Rumah_Solobaru, Peningkatan_PDRB, Luas_Permukiman d. Dependent Variable: Jumlah_Sarana_Solobaru
Sig. .000a
.000b
.000c
Sumber : Hasil SPSS
Uji F Dari tabel anova diatas, diperoleh nilai F dengan nilai sig = 0,000. Karena nilai sig < α (0,05), maka besaran pengaruh variabel peningkatan PDRB Kota Surakarta dan luas permukiman Kota Surakarta melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru mempengaruhi jumlah sarana di Kawasan Solobaru dengan koefisien jalur (besaran pengaruh) sebesar 0,9824 atau 98,24% adalah signifikan berpengaruh yang berarti terdapat pengaruh antara peningkatan PDRB Kota Surakarta (X6) dan luas permukiman Kota Surakarta (X3) melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru (X8) terhadap jumlah sarana
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
di Kawasan Solobaru (Y). Karena terdapat pengaruh secara bersama-sama maka pengujian analisis jalur (uji t) secara individual dapat dilakukan. Tabel 5.28 Koefisien Regresi Coefficientsa Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B
(Constant)
3
Beta
t
Sig.
-1489.148
131.679
-11.309
.000
.085
.005
.961 18.729
.000
-886.271
134.927
-6.568
.000
Jumlah_Rumah_ Solobaru
.058
.005
.654 10.522
Peningkatan_PD RB
.000
.000
.370
182.489
Jumlah_Rumah_ Solobaru 2
Std. Error
Correlations Zero-order
Partial
Part
.961
.961
.961
.000
.961
.893
.365
5.948
.000
.913
.747
.206
225.857
.808
.426
Jumlah_Rumah_ . Solobaru 054795119
.004
.616 13.623
.000
.961
.934
.339
Peningkatan_PD . 00057929 RB
.000
.297
6.359
.000
.913
.774
.158
Luas_Permukim an
.057
-.169
-5.237
.000
-.714
-.710
-.130
(Constant)
(Constant)
-.312
a. Dependent Variable: Jumlah_Sarana_Solobaru Sumber : Hasil SPSS
Dari tabel koefisien jalur diatas didapatkan koefisien jalur yang merupakan besaran pengaruh dari setiap variabel. Besaran koefisien tersebut harus diuji t terlebih dahulu untuk mengetahui apakah variabel tersebut signifikan berpengaruh atau tidak. Uji t yang dilakukan dalam model jalur ini menghasilkan kesimpulan bahwa semua variabel signifikan berpengaruh. Untuk proses uji t setiap variabel dapat dilihat pada lampiran. Dari tabel koefisien di atas diketahui : B
: 182.489
X8 (Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru)
: 0.054795119
X6 (Peningkatan PDRB)
: 0.00057929
X3 (Luas Permukiman)
: -0.312
Dan didapatkan persamaan jalur = Y (Jumlah Sarana di Kawasan Solobaru) = B + pyX8 X8 + pyX6 X6 + pyX3 X3 + py€ Y (Jumlah Sarana di Kawasan Solobaru) = 182.489 + 0.054795119 X8 + 0.00057929 X6 - 0.312 X3 + py€ i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Persamaan tersebut bila diterapkan pada data tahun 1975 maka : 363 = 182.489 + 0.054795119 (19281) + 0.00057929 (32547.77) - 0.312 (2868.16) + py€ 363 = 362.9823671 + py€ py€ = 363 - 362.9823671 py€ = 1,76% variabel lain mempengaruhi sebesar 1,76%, tanda positif berarti arah variabel bebas searah dengan variabel terikat. Dari hasil perhitungan SPSS diatas dapat disimpulkan koefisien jalur dan kontribusi pengaruh peningkatan PDRB Kota Surakarta dan luas permukiman Kota Surakarta melalui jumlah rumah di Kawasan Solobaru terhadap variabel terikat (jumlah sarana di Kawasan Solobaru) sebagai berikut : Tabel 5.29 Kontribusi Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat (Jumlah Sarana Kawasan Solobaru) Variabel Bebas (X)
Statistik Uji Uji R
Uji F
Jumlah Rumah Kawasan Solobaru (X8) Peningkatan PDRB Kota 98,24% Signifikan Surakarta (X6) Luas Permukiman Kota Surakarta (X3) Sumber : Hasil Analisis
Uji t
Koefisien Jalur (P)
Kontribusi Pengaruh (%)
Signifikan Berpengaruh
Signifikan Berpengaruh
Arah Pengaruh
0.054795119
14.65%
Positif (searah)
0.00057929
0.15%
Positif (searah)
Signifikan Berpengaruh
Negatif (berlawanan) - 0.312
83.43%
Kontribusi pengaruh variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru adalah variabel peningkatan PDRB Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 0.15% dan luas permukiman Kota Surakarta yang kontribusi pengaruhnya sebesar 83.43%. Namun selain kedua variabel perkembangan Kota Surakarta tersebut, jumlah rumah di Kawasan Solobaru juga berpengaruh terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru yang kontribusi pengaruhnya sebesar 14.65%.
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel perkembangan Kota Surakarta yang dominan berpengaruh terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru adalah luas permukiman dan peningkatan PDRB di Kota Surakarta. Yang artinya adalah : -
Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.054795119 X jumlah rumah Kawasan Solobaru + variabel lain.
-
Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.312 X luas permukiman Kota Surakarta + variabel lain.
-
Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika PDRB Kota Surakarta bertambah menjadi 0.00057929 X tingkat PDRB Kota Surakarta + variabel lain. Interaksi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru adalah interaksi
yang bersifat region complementary (wilayah yang saling melengkapi). Sebagian penghuni Kawasan Solobaru bekerja di salah satu sektor lapangan kerja di Kota Surakarta. Peningkatan PDRB Kota Surakarta berarti peningkatan ekonomi kota yang dapat menjadi tarikan bagi penduduk kota lain untuk berurbanisasi ke Kota Surakarta namun semakin berkurangnya lahan untuk permukiman maka akan menambah jumlah rumah di Kawasan Solobaru yang pada akhirnya menambah sarana di Kawasan Solobaru. BAB 6 PENUTUP 5.5
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh perkembangan Kota
Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan beberapa hal yakni sebagai berikut : 1)
Perkembangan spasial dan penduduk Kota Surakarta berpengaruh terhadap kondisi fisik, ekonomi dan sosial budaya Kawasan Solobaru.
2)
Perkembangan permukiman Kota Surakarta cenderung disebabkan oleh proses sosial ekonomi yang mendahului proses spasial.
3)
Perkembangan ekonomi yang terjadi tahun 1970an di Kota Surakarta merupakan kekuatan sentripetal yang menjadi faktor penarik penduduk luar kota untuk melakukan urbanisasi ke Kota Surakarta. Tingkat i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
pertumbuhan penduduk tahun 1975-1980 di Kota Surakarta mencapai 3,32%. 4)
Ketersediaan lahan permukiman di Kota Surakarta yang semakin terbatas membuat terjadinya gerakan sentrifugal yakni penduduk asli Kota Surakarta bergerak ke luar Kota Surakarta seperti ke Kawasan Solobaru. Sehingga hal ini mengakibatkan jumlah penduduk di Kawasan Solobaru bertambah yang diikuti dengan pertambahan jumlah rumah dan sarana di Kawasan Solobaru.
5)
Interaksi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru adalah interaksi yang bersifat region complementary (wilayah yang saling melengkapi), yakni Kota Surakarta mempunyai potensi teknologi, sarana komplit, dan lapangan kerja, sedangkan Kawasan Solobaru mempunyai potensi ketersediaan lahan permukiman. Kawasan Solobaru dengan jarak yang relative lebih dekat dibanding hinterland Kota Surakarta lainnya menjadikan lahan permukiman di Kawasan Solobaru.
6)
Interaksi sosial yang kuat antara penduduk Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru membuat adanya proses invasi sosial budaya antara penduduk Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru yang akhirnya terjadi suksesi budaya modern pada penduduk Kawasan Solobaru.
7)
Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah penduduk Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut : Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk Kota Surakarta bertambah menjadi 0.136 X jumlah penduduk Kota Surakarta + variabel lain. Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di Kota Surakarta bertambah menjadi 0.357 X jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain. Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah sarana Kota Surakarta bertambah menjadi 3.35872271 X jumlah sarana Kota Surakarta + variabel lain. Jumlah penduduk Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah luas permukiman berkurang menjadi 8.316 X luas permukiman Kota Surakarta + variabel lain. i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
8)
Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah rumah di Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut : Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.24828 X jumlah penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain. Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.392317 X luas permukiman Kota Surakarta + variabel lain. Jumlah rumah Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.008000001 X jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain.
9)
Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah luas permukiman di Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut : Luas pemukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah penduduk Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.03806791 X jumlah penduduk Kawasan Solobaru + variabel lain. Luas permukiman di Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.047 X jumlah rumah Kota Surakarta + variabel lain.
10)
Pengaruh variabel dominan perkembangan Kota Surakarta terhadap jumlah sarana di Kawasan Solobaru adalah sebagai berikut : Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika jumlah rumah di Kawasan Solobaru bertambah menjadi 0.054795119 X jumlah rumah Kawasan Solobaru + variabel lain. Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika luas permukiman di Kota Surakarta berkurang menjadi 0.312 X luas permukiman Kota Surakarta + variabel lain. Jumlah sarana Kawasan Solobaru akan bertambah ketika PDRB Kota Surakarta bertambah menjadi 0.00057929 X tingkat PDRB Kota Surakarta + variabel lain.
5.6
Rekomendasi
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Berdasarkan
kesimpulan
dari
penelitian
mengenai
pengaruh
perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, maka dapat disusun rekomendasi sebagai berikut : 1)
Rekomendasi bagi pemerintah Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh perkembangan Kota
Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antar Kota Surakarta ke Kawasan Solobaru oleh karena itu direkomendasikan kepada pihak pemerintah bahwa perlu adanya kerjasama antara pemerintah Kota Surakarta dengan pemerintah kabupaten Sukoharjo dalam mengantisipasi perkembangan Kawasan Solobaru yang dipengaruhi oleh perkembangan Kota Surakarta agar lebih berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kerjasama tersebut dapat diwujudkan dalam koordinasi antar instansi terkait dalam penyusunan rencana tata ruang. a.
Bapeda Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo Kedua instansi perlu melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan pembangunan yang mempengaruhi Kawasan Solobaru. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kecenderungan konversi lahan tak terbangun menjadi terbangun yang kurang terkendali karena adanya pengaruh perkembangan Kota Surakarta yang lokasinya berbatasan langsung dengan Kawasan Solobaru.
b.
DPU Kota Surakarta dan DPU Kawasan Solobaru Perlunya peningkatan aksesbilitas agar dapat menunjang mekanisme kegiatan ke pusat Kawasan Solobaru, terutama pada pusatlingkungan permukiman penduduk. Selain itu juga dikembangkan berbagai fasilitas pelayanan sesuai dengan fungsi lahan yang diberikan, seperti penyediaan fasilitas dan utilitas yang lebih memadai.
c.
Dinas Tata Kota Surakarta dan Bapeda Kabupaten Sukoharjo Perlunya diterbitkan aspek peraturan yang berkaitan dengan kepastian hukum dalam pelaksanaan rencana penataan ruang, terutama masalah pertanahandan prosedur perijinan. Hal ini ditujukan untuk mengantisipasi kecenderungan perubahan penggunaan lahan yang kurang terkendali.
2)
Rekomendasi untuk studi lanjutan
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini memiliki banyak kekurangan sehingga direkomendasikan untuk studi lanjutan bila ingin mengkaji lebih dalam lagi mengenai pengaruh perkembangan Kota Surakarta terhadap permukiman di Kawasan Solobaru, maka sebaiknya variabel penelitian yang digunakan diharapkan untuk lebih spesifik pada variabel yang pengaruhnya berkontribusi besar pada perkembangan Kawasan Solobaru. Variabel yang digunakan untuk penelitian selanjutnya lebih baik dispesifikan pada jangkauan sarana prasarana di Kota Surakarta yang dapat membentuk interaksi dengan Kawasan Solobaru.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU/DOKUMEN Ali Muhidin, Sambas dan Maman Abdurahman. 2009. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian. Bandung : Pustaka Setia. Badudu, J.s dan Zein. 2004. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Barlow M.H & Newton R.G. 1971. Patterns and Procesess in Man’s Economic Enviroment. Sydney: Angus & Robertson Pty. Ltd Bintarto. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia. Branch, Melville. 1996. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press. Colby. 1959. Centrifugal and Centripetal Forces in Urban Geography. In : Mayer and Kohn (eds.) : Reading in Geography. Chicago : University of Chicago. Daldjoeni. 1987. Geografi Kota dan Desa untuk Mahasiswa dan Guru SMU. Bandung: Alumni. Doxiadis. 1968. Ekistics: An Introduction to the Science of Human Settlements. New York: Oxford University Press. Hadi, Sutrisno. 1981. Metode Research. Yogyakarta: UGM Press.
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Hendro, Raldi Koestoer. 2001. Dimensi Keruangan Kota Teori dan Kasus. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. Bandung: ITB. Kecamatan Baki dalam Angka Tahun 1975 – 2005. Kecamatan Grogol dalam Angka Tahun 1975 – 2005. Maslow, Abraham H. 1970.“A Theory of Human Motivation”, dalam Psychologi Review. Moleong, Lexy. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. P.J.M. Nas. Kota di Dunia Ketiga. Jil. 1 dan 2. Terj. S. Suryochondro. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 1993 – 2013. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 – 2029. Rencana Umum Tata Ruang Kota Kawasan Solobaru Tahun 1990 – 2010. Sejarah Kabupaten Sukoharjo. Pontoh, Nia K dan Iwan Kustiwan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: ITB. Rapoport, A. 1987. The Meaning of The built Environment, An Nonverbal Communication Approach,Sage Publication. Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset. Sastra, M. Suparno dan Endy Marlina. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta: Andi Offset. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. SNI 03-1733-2004 tentang Perencanaan Perumahan Kota. Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. Subroto, Yoyok Wahyu, Bakti Setiawan, Setiadi. 1997. Proses Transformasi Spasial dan Sosio-Kultural Desa-Desa di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe) di Indonesia (Studi Kasus Yogyakarta). Laporan Penelitian Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar Tahun Anggaran 1996/1997. Yogyakarta : PPLH UGM. i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Suharsimi, Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sukoharjo dalam Angka tahun 1975 – 2005. Surakarta dalam Angka tahun 1975 – 2005. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sutopo, HB. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS. Ullman, E.L. 1980. Transportation Geografic: eemn methodologische inleiding. Den Bosch: Malmberg. UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Yunus. 1978. Konsep Perkembangan Daerah dan Pengembangan Daerah Perkotaan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM. Yunus, Hadi Sabari. 1987. Permasalahan Daerah Urban Fringe dan Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM. Yunus, Hadi Sabari, M.A. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yunus, Hadi Sabari, M.A. 2006. Megapolitan Konsep, Problematika, dan Prospek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yunus, Hadi Sabari, M.A. 2008. Dinamika Wilayah Peri Urban Determinan Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
ARTIKEL Arminah, Valentina. 1999. Kajian Pola Perkembangan Fisik Kota Surakarta Melalui Citra Spot dan Landsat TM. Majalah Geografi Indonesia Volume 13 Nomor 2 Terbitan September 1999. Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. Rum, Sri Giyarsih. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Densifikasi Permukiman di Daerah Pinggiran Kota. Yogyakarta.
JURNAL
i
BAB
5
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
Giyarsih, S.R. 2001. Gejala Urban Sprawl Sebagai Pemicu Proses Desifikasi Permukiman di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe Area). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 12 (1):40-45. Keman, Soedjajadi. Kesehatan Perumahan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2 No 1, Juli 2005. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Kustiwan, I dan M. Anugrahani. 2001. Perubahan Pemanfaatan Lahan Perumahan Ke Perkantoran: Implikasinya Terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota. 11 (1):40-45. Prayitno, Budi. Morfologi Kota Surakarta (1500-2000). Bandung. Qomarun dan Budi Prayitno. 2007. Morfologi Kota Solo (tahun 1500-2000). Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35, No. 1, Juli 2007: 80 – 87. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra.
SKRIPSI/TESIS Adi, Hari. 2002. Dampak Keberadaan Permukiman Solobaru terhadap Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Fisik Permukiman Sekitarnya. Tugas Akhir (S1). Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang. Ilyas, Ali. 2006. Pengaruh Perkembangan Kota Banjarmasin terhadap Penggunaan Lahan di Kota Kertak Hanyar. Tesis (S2). Pasca Sarjana Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang. Karyono. 2006. Pemekaran Kota Surakarta dan Strategi Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. Tesis (S2). Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan UNS. Surakarta.
i