TUGAS AKHIR – MN141581
STUDI KASUS : ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI THRUST AKIBAT PENERAPAN ENERGY SAVING DEVICE PADA KAPAL TANKER PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW DENGAN ANSYS FLUENT MENGGUNAKAN METODE MOVING MESH
NOOR MUHAMMAD RIDHA NRP. 4111 100 071 Dosen Pembimbing Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc., Ph.D JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN
i
Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016 Surabaya 2014
TUGAS AKHIR – MN141581
STUDI
KASUS
:
ANALISA
PENINGKATAN
EFISIENSI THRUST AKIBAT PENERAPAN ENERGY SAVING
DEVICE
PADA
KAPAL
TANKER
PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW DENGAN ANSYS
FLUENT
MENGGUNAKAN
MOVING MESH NOOR MUHAMMAD RIDHA NRP. 4111 100 071 Dosen Pembimbing Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc., Ph.D JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
i
METODE
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
ii
FINAL PROJECT – MN141581
CASE STUDY : ANALYSIS OF THRUST EFFICENCY IMPROVEMENT AS A RESULT OF ENERGY SAVING DEVICE INSTALLATION ON PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW TANKER SHIPS CONDUCTED BY ANSYS FLUENT USING MOVING MESH METHOD NOOR MUHAMMAD RIDHA NRP. 4111 100 071 Supervisor Prof. Ir. I Ketut Aria Pria Utama, M.Sc., Ph.D
DEPARTMENT OF NAVAL ARCHITECTURE & SHIPBUILDING ENGINEERING Faculty of Marine Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
iii
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
iv
LEMBAR PENGESAHAN STUDI KASUS : ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI THRUST AKIBAT PENERAPAN ENERGY SAVING DEVICE PADA KAPAL TANKER PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW DENGAN ANSYS FLUENT MENGGUNAKAN METODE MOVING MESH
TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Hidrodinamika Program S1 Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh: NOOR MUHAMMAD RIDHA NRP. 4111 100 071
Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir: Dosen Pembimbing
Prof. Ir. IKAP Utama, M.Sc., Ph.D NIP. 19670406 199203 1 001
SURABAYA, JANUARI 2017
v
STUDI KASUS : ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI THRUST AKIBAT PENERAPAN ENERGY SAVING DEVICE PADA KAPAL TANKER PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW DENGAN ANSYS FLUENT MENGGUNAKAN METODE MOVING MESH TUGAS AKHIR Telah direvisi sesuai dengan hasil Ujian Tugas Akhir Tanggal 12 Januari 2017 Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Hidrodinamika Program S1 Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh: NOOR MUHAMMAD RIDHA NRP. 4111 100 071
Disetujui oleh Tim Penguji Ujian Tugas Akhir:
1. Totok Yulianto, S.T., M.T
……………………………….
2. Dr. Ir. I Ketut Suastika, M.Sc
…………………………….…
3. Dedi Budi Purwanto, S.T., M.T
…………………………….…
Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir:
Prof. Ir. IKAP Utama, M.Sc., Ph.D
……………………………….
SURABAYA,i JANUARI 2017
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT. karena atas karunia serta hidayah-Nya, Tugas Akhir yang berjudul ―Studi Kasus : Analisa Peningkatan Efisiensi Thrust Akibat Penerapan Energy Saving Device Pada Kapal Tanker Pertamina (Persero) 40000 LTDW Dengan Ansys Fluent Menggunakan Metode Moving Mesh‖ ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan jenjang Strata 1 (S1) di Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Allah SWT. sebagai Tuhan yang Maha Pencipta dan Maha Menghendaki;
2.
Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Perkapalan ITS;
3.
Bapak Prof. Ir. I.K.A.P. Utama, M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing penulis sekaligus dosen wali yang senantiasa memberikan pengertian, semangat, dan inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini;
4.
Ayahanda Mupid Hidayat, dan Ibunda Susi Susiati, serta Kakak Gina Rachmawati dan Adik Iqbal Yanuar Ramadhan, serta Kakak Ipar Muhammad Alfian dan juga Keponakan Varisha Salsabila yang telah memberikan dukungan materil maupun moril dan doa atas penulisan Tugas Akhir ini;
5.
Teman-teman Jurusan Teknik Perkapalan FTK-ITS khususnya angkatan 2011;
6.
Senior kami, khususnya Garry Raditya Putra, yang telah memberikan bantuan berupa data dan informasi untuk Tugas Akhir penulis;
7.
Teman-teman aktivis Gerakan Melukis Harapan, khususnya divisi Wanita Harapan yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam mengerjakan Tugas Akhir ini;
8.
Keluarga besar DKM Al-Ikhlash 2011 atas inspirasi-inspirasi dan dukungan moril bagi penulis.
vii
9.
Nurvita Cundaningsih, yang memotivasi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;
10. Raan Shalihan, yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir serta membantu penulis memperbaiki Tugas Akhir ini. 11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kesuksesan Tugas Akhir ini. Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT., sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, Januari 2017
Penulis
viii
STUDI KASUS : ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI THRUST AKIBAT PENERAPAN ENERGY SAVING DEVICE PADA KAPAL TANKER PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW DENGAN ANSYS FLUENT MENGGUNAKAN METODE MOVING MESH Nama Mahasiswa NRP Jurusan / Fakultas Dosen Pembimbing
: : : :
Noor Muhammad Ridha 4111 100 071 Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan Prof. Ir. I.K.A.P. Utama, M.Sc., Ph.D
ABSTRAK Energy Saving Device (ESD) merupakan alat yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi gaya dorong pada kapal, sehingga energi yang dikeluarkan oleh mesin kapal tidak mengalami loss energy yang cukup berpengaruh pada konsumsi bahan bakar. Alat ini dipasang di sekitar propeller, yang tujuannya untuk mengurangi hambatan pada daerah propeller sehingga hambatan yang dialami oleh kapal dapat berkurang. PT. Pertamina (PERSERO) selaku BUMN yang bergerak di bidang minyak dan gas, membutuhkan kapal tanker yang ramah konsumsi bahan bakar. Dari kasus ini, kemudian dicari model ESD yang akan dipakai untuk kapal tanker tersebut. ESD dimodelkan menggunakan Ansys Fluent dengan menggunakan metode Moving Mesh kemudian dianalisa efisiensi dari ESD dan gaya dorong pada kapal sebelum dan setelah dipasang ESD. Dari hasil perhitungan ditemukan adanya peningkatan thrust efficiency sebesar 2.526% pada kecepatan 10 knot, 4.452% pada kecepatan 15 knot, dan 5.176% pada kecepatan 18 knot. Untuk gaya dorong ditemukan nilai 658182 N pada kecepatan 10 knot, 804881 N pada kecepatan 15 knot, dan 1182150 N pada kecepatan 18 knot dalam kondisi tanpa menggunakan ESD, Sedangkan dalam kondisi menggunakan ESD ditemukan nilai gaya dorong sebesar 668186 N pada 10 knot, 808917 N pada 15 knot, dan 1195770 N pada kecepatan 18 knot. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan efisiensi thrust dan meningkatnya gaya dorong pada kondisi kapal menggunakan ESD bila dibandingkan dengan kondisi kapal tidak menggunakan ESD. Kata kunci : Energy Saving Device, ESD, Gaya Dorong, Ansys, Fluent, Moving Mesh
ix
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
x
CASE STUDY : ANALYSIS OF THRUST EFFICENCY IMPROVEMENT AS A RESULT OF ENERGY SAVING DEVICE INSTALLATION ON PERTAMINA (PERSERO) 40000 LTDW TANKER SHIPS CONDUCTED BY ANSYS FLUENT USING MOVING MESH METHOD Author : Noor Muhammad Ridha ID No. : 4111 100 071 Dept. / Faculty : Naval Architecture & Shipbuilding Engineering / Marine Technology Supervisor : Prof. Ir. I.K.A.P. Utama, M.Sc., Ph.D.
ABSTRACT Energy Saving Device (ESD) is a device that serves to increase thrust efficiency of the ship. The function of the device is to reduce the energy loss whichaffect the fuel consumption. This device is placed around the propeller, which aim to reduce resistance in the area so that the resistance experienced by the vessel can be reduced. PT. Pertamina (Persero) as the companies involved in the field of oil and gas, requiring an environmentally friendly tankers in a term of fuel consumption. From the case, we searched the ESD models that will be installed for the tanker. Then we conduct the analysis by Ansys Fluent using Moving Mesh Method. From the analysis we got the results. There is an improvement of thrust efficiency around 2.526% at a speed of 10 knot, 4.452% at a speed of 15 knot, and 5.176% at a speed of 18 knot when the ESD installed on the vessel. The results of thrust measurement are 658182 N at a speed of 10 knot, 804881 N at a speed of15 knot, and 1182150 N at a speed of18 knot without ESD installed. Compared to 668186 N at a speed of 10 knot, 808917 N at a speed of15 knot,and 1195770 N at a speed of18 knot when ESD installed. It indicate that there is an improvement of thrust efficieny and thrust when ESD installed compared to when the ESD is not installed. Keywords: Energy Saving Device, ESD,Thrust, Ansys, Fluent, Moving Mesh
xi
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii ABSTRAK ........................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................... xi DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii DAFTAR SIMBOL............................................................................................ xix BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 I.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2 I.3 Tujuan ....................................................................................................... 2 I.4 Hipotesis ................................................................................................... 3 I.5 Manfaat ..................................................................................................... 3 I.6 Batasan Masalah ....................................................................................... 3 I.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 7 II.1 Mekanika Fluida ................................................................................. 7 II.1.1 Tinjauan Singkat Sejarah (Bidang Mekanika Fluida) ........................ 8 II.1.2 Ukuran-ukuran Massa dan Berat Fluida ........................................ 12 II.2 ESD (Energy Saving Devices) .......................................................... 13 II.2.1 Hal Terkini ..................................................................................... 14 II.2.2 Di Dunia yang Ideal ....................................................................... 15 II.2.3 Pendekatan ..................................................................................... 16 II.2.4 Aplikasi Praktis .............................................................................. 22 II.3 Energy Losses ................................................................................... 38 II.4 Computational Fluid Dynamics (CFD) ................................................. 45 II.4.1 Persamaan Dinamika Fluida dalam CFD ...................................... 45 II.4.2 Teori Dinamika Fluida................................................................... 46 II.4.3 Kemampuan CFD versus Metode Eksperimental.......................... 50 II.5 Becker Mewis Duct .......................................................................... 53 II.5.1 Pengembangan Dari Duct Untuk Sirip .......................................... 54 II.5.2 Studi Kasus - Kapal 7100 TEU...................................................... 55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 57 III.1 Langkah-langkah Pengerjaan Tugas Akhir .......................................... 57 III.1.1 Studi Literatur .............................................................................. 57 III.1.2 Pengumpulan Data ....................................................................... 58 III.1.3 Penentuan Parameter, Rumus dan Batasan .................................. 58 III.1.4 Perhitungan Teknis Efisiensi dari ESD ........................................ 59 III.1.5 Memodelkan ESD Terhadap Aliran Slipstream ........................... 60 III.1.6 Pembuatan Kesimpulan dan Saran ............................................... 60 III.2 Diagram Alir Metodologi .................................................................... 61 xiii
BAB IV ANALISA TEKNIS.............................................................................. 63 IV.1 Data Kapal & Model Uji ...................................................................... 63 IV.2 Perhitungan Hambatan......................................................................... 65 IV.3 Membuat Permodelan Melalui Ansys Workbench .............................. 68 IV.4 Running dengan ANSYS Fluent ........................................................... 75 BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 85 V.1 Kesimpulan ........................................................................................... 85 V.2 Saran ...................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 87 LAMPIRAN ........................................................................................................ 89
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram CFD memecahkan masalah dalam uji skala 1:2 dan skala penuh ..................................................................................................... 19 Gambar 2.2 Efisiensi propeller dalam kaitannya dengan efisiensi disk aktuator ...... 21 Gambar 2.3 Model dari saluran pemerataan wake (Schneekluth) ............................ 25 Gambar 2.4 Saluran terowongan buritan sebagian .................................................... 26 Gambar 2.5 Stator pada kapal container .................................................................... 28 Gambar 2.6 Becker Mewis Duct dan Becker Twisted Fins ....................................... 30 Gambar 2.7 Kemudi dengan pinggiran twisting leading pada kapal kontainer ......... 32 Gambar 2.8 Sirip dorong HHI ................................................................................... 33 Gambar 2.9 SHI Port-stator........................................................................................ 34 Gambar 2.10 Kemudi efisiensi tinggi Wartsila .......................................................... 34 Gambar 2.11 Propeller kontra rotasi .......................................................................... 38 Gambar 2.12 Kurva kehilangan efisiensi pada propeller ........................................... 40 Gambar 2.13 Tabung aliran untuk menurunkan koefisien energi .............................. 41 Gambar 2.14 Aplikasi Becker Twisted Fins .............................................................. 53 Gambar 2.15 Uji model propeller dan Becker Twisted Fins .................................... 54 Gambar 2.16 Hubungan antara koefisien Thrust dengan kenaikan tenaga dari Becker Twisted Fins ........................................................................ 55 Gambar 2.17 Aplikasi Becker Twisted Fins pada kapal kontainer milik Hamburg Sud ...................................................................................................... 56 Gambar 3.1 Diagram Metodologi Penelitian ............................................................. 61 Gambar 4.1 Perbandingan non-dimensional antara kecepatan kapal dengan wave added mass ............................................................................................ 65 Gambar 4.2 Perbandingan antara Koefisien Thrust dengan peningkatan power pada ESD beserta indikator hasil CTh................................................ 67 Gambar 4.3 Hasil redrawing linesplan dengan Autodesk AutoCAD ........................ 68 Gambar 4.4 Ekspor file AutoCAD menjadi file ekstensi .iges .................................. 69 Gambar 4.5 Model propeler yang dibuat dengan software Hydrocomp PropCAD 2005 ...................................................................................................... 69 Gambar 4.6 Model ESD yang dicek surface nya dengan software SolidWorks 2015 SP 3............................................................................................ 70 Gambar 4.7 Membuat Project Ansys Fluent Melalui Ansys Workbench .................. 71 Gambar 4.8 Model yang Telah Diimport dan Disusun .............................................. 71 Gambar 4.9 Pembuatan enclosure sebagai domain .................................................... 72 Gambar 4.10 Geometri kapal yang telah selesai melalui proses meshing ................. 74 Gambar 4.11 Solver Ansys Fluent ............................................................................. 74 Gambar 4.12 Setting Ansys Fluent ............................................................................ 75 Gambar 4.13 Tampilan menu untuk pengaturan Moving Mesh pada ANSYS Fluent ............................................................................................... 75 Gambar 4.14 Pilihan dalam Run Calculation pada Ansys Fluent .............................. 76 Gambar 4.15 Proses iterasi dari permodelan dengan ANSYS Fluent ........................ 77 Gambar 4.16 Konvergensi data pada ANSYS Fluent ................................................ 78 Gambar 4.17 Tampilan antarmuka dari ANSYS Post ............................................... 79 xv
Gambar 4.18 Hasil perhitungan gaya tekan di propeler dari ANSYS Post ............... 80 Gambar 4.19 Plot grafik klaim Becker (merah) dan persentase dari CFX (biru) dan Fluent (hitam) ..................................................................................... 82
xvi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komparasi perangkat pemerataan Wake dan Perangkat pengurangan Pemisahan Aliran .................................................................................. 24 Tabel 2.2 Komparasi perangkat pra pusaran (pre-swirl).......................................... 26 Tabel 2.3 Komparasi perangkat pasca pusaran (post-swirl) .................................... 31 Tabel 2.4 Komparasi Baling-baling efisiensi tinggi ................................................ 35 Tabel 4.1 Data Kapal & Model Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW ...... 63 Tabel 4.2 Data Propeller Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW ..... 64 Tabel 4.3 Rekapitulasi Hambatan Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW .................................................................................................. 66 Tabel 4.4 Rekapitulasi Koefisien Propulsi Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW ....................................................................................... 67 Tabel 4.5 Opsi yang dipilih pada detail sizing pada pilihan mesh ........................... 73 Tabel 4.6 Data spesifikasi komputer dan proses iterasi yang dilakukan.................. 77 Tabel 4.7 Data mesin induk dan kondisi rpm pada Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW .................................................................. 78 Tabel 4.8 Hasil gaya tekan propeler pada semua kondisi uji dengan function calculator ANSYS Post ......................................................................... 80 Tabel 4.9 Presentase efisiensi ESD berdasarkan klaim Becker™ ........................... 81 Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Gaya Tekan di Depan Propeller dan Thrust di Belakang Propeller .............................................................................. 82
xvii
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
xviii
DAFTAR SIMBOL L Loa Lpp Lwl B T H Vs Fn Cb Cp Cm LCB ρ g ∇ Z Th Va LWT DWT RT WSA A0 β τ CW CF CT CTh η EHP SHP DHP BHP
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Panjang kapal (m) Length overall (m) Length perperdicular (m) Length of waterline (m) Lebar Kapal(m) Sarat kapal (m) Tinggi lambung kapal (m) Kecepatan dinas kapal (knot) Froude number Koefisien blok Koefisien prismatik Koefisien midship Panjang koefisien blok (m) Massa jenis (kg/m3) Percepatan gravitasi (m/s2) Displacement kapal (ton) Volume displacement (m3) Jumlah daun propeler Thrust(KN) Speed of advance(m/s) Light weight tonnage (ton) Dead weight tonnage (ton) Hambatan total kapal (N) Luasan permukaan basah (m2) Propeler disc area (m2) Faktor interferensi hambatan gesek Faktor interferensi hambatan gelombang Koefisien hambatan gelombang Koefisien hambatan gesek Koefisien hambatan total Koefisien gaya dorong Koefisien dari efisiensi Effective horse power (hp) Shaft horse power (hp) Delivered horse power (hp) Brake horse power (hp)
xix
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
xx
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kapal tanker dikenal dengan kapal yang memiliki ukuran cukup besar. Hal ini terjadi karena dengan adanya aturan MARPOL 73/78 Part A Regulation 19 yang mengatur ruang muat kargo pada kapal tanker yang dibangun setelah 6 Juli 1996, dimana harus ditambahkan double hull secara tak langsung mempengaruhi ukuran kapal tanker yang dibangun (Lewis, 1980). Pertamina (PERSERO) selaku BUMN di bidang minyak dan gas, gencar membangun kapal tanker baru untuk meregenerasi kapal tanker yang banyak dibangun pada era 1980an. Tentunya sebagai owner, Pertamina (PERSERO) menginginkan kapal yang dibangun harus efisien dari bahan bakar kapal yang dikeluarkan. Salah satu cara untuk menekan bahan bakar kapal adalah menggunakan Energy Saving Devices (ESD). (Pertamina, 2015) ESD adalah alat pelindung propeller yang berfungsi mengurangi hambatan gesek pada badan kapal sehingga bahan bakar yang dikeluarkan mesin akan efisien. Teknologi ESD ini mulai dikenal pada awal pertengahan abad 20 dan populer pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an saat terjadinya krisis minyak di dunia (Jong, 2015). Banyak desain alat ini yang berkembang dan sebagian besar diantaranya tidak cocok untuk digunakan pada kapal saat awal inovasi ini muncul.Dengan beberapa alat ini yang tidak diterima di kapal, tentu ada alasan yang membuat alat ini tidak dipakai di kapal. Diantaranya, karena masih adanya kegagalan konstruksi pada ESD, adanya cacat pada pembuatan ESD hingga terbatasnya desain ESD yang tak memungkinkan dipasang di kapal ukuran tertentu. Namun seiring berjalannya waktu, pengembangan ESD ini dapat diterima di hampir semua jenis kapal (Holtrop, 1982). Aplikasi ESD ini dapat menekan kerugian yang timbul dari desain stern kapal yang dibangun. Diantaranya mengurangi hambatan gesek pada aliran yang mengalir di propeller dan badan
1
kapal dan mengurangi kehilangan gaya dorong propeller atau propeller loss. (Schneekluth, 1998) Di Indonesia, baru beberapa kapal yang menerapkan aplikasi ESD ini. Salah satunya adalah PT. Pertamina (PERSERO) dengan kapal tanker 40000 LTDW nya. Dengan adanya inovasi di bidang perkapalan ini, PT.Pertamina (PERSERO) tak ingin tertinggal dalam menerapkan inovasi ini agar kapal milik mereka bisa efisien dari tenaga mesin yang tak terlalu besar namun gaya dorong yang dihasilkan mesin bisa memutar propeller agar kapal bisa berjalan. (Pertamina, 2015) Berdasarkan penelitian terdahulu, kapal yang menggunakan aplikasi ESD dapat menghasilkan efisiensi hingga 7% pada kapal tertentu. Hal ini tentu dapat dilakukan juga pada kapal tanker Pertamina, yang ingin menghasilkan efisiensi yang cukup besar nilainya. Sehingga energi yang terbuang dari thrust, bisa digunakan kembali sebagai energi kapalnya. (Leksono, 2014) I.2 Perumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas permasalahan yang akan dikaji dalam Tugas Akhir ini adalah: 1.
Sudahkah Efektif desain ESD yang digunakan kapal tanker 40000 LTDW milik PT.Pertamina (PERSERO) ini?
2.
Berapa besar efisiensi energi yang dihasilkan oleh ESD yang dipilih untuk kapal ini?
I.3 Tujuan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1.
Membuktikan keefektifan ESD yang dipakai pada kapal tanker Pertamina 40000 LTDW
2.
Mengetahui efisiensi thrust yang dihasilkan ESD yang dipilih untuk tanker Pertamina 40000 LTDW Dengan menggunakan Ansys Fluent
2
I.4 Hipotesis Jika Tugas Akhir ini dilakukan maka akan didapatkan nilai thrust dari sistem propulsi yang digunakan pada kapal tanker 40000 LTDW milik PT.Pertamina (PERSERO) dan bisa mengetahui besarnya efisiensi dari pemasangan ESD. I.5 Manfaat Dari Tugas Akhir ini, diharapkan akan memberikan manfaat untuk berbagai pihak yang akan didapat oleh pembaca, yang diantaranya : 1.
Memberikan wawasan akan adanya peraturan IMO mengenai kapal ramah lingkungan, yang salah satu metodenya adalah penambahan perangkat ESD;
2.
Memberikan perbandingan hasil analisa antara analisis dengan menggunakan CFX bila dibandingkan dengan analisis dengan menggunakan Fluent.
3.
Sebagai referensi bagi pengembangan penelitian lebih lanjut yang serupa dengan Tugas Akhir penulis.
I.6 Batasan Masalah Mengingat waktu penyusunan Tugas Akhir ini yang cukup singkat. Maka diperlukan batasan-batasan masalah agar proses penulisan lebih terarah. Adapun batasan masalah tersebut sebagai berikut: 1.
Data kapal, data ESD dan data propeler diberikan oleh PT. Pertamina (PERSERO) Perkapalan;
2.
Bersifat kajian thrust, sehingga tidak mencari hambatan kapal dengan ESD;
3.
Dilakukan dalam dua keadaan : dengan ESD dan tanpa ESD. Serta hanya dalam keadaan putaran mesin normal (Service RPM). Model propeler diuji dalam keadaan bergerak (moving mesh)
4.
Analisa menggunakan Ansys Fluent
5.
Dibatasi dalam 3 kondisi kecepatan : 10 knot, 15 knot & 18 knot.
3
I.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan yang disusun untuk pengerjaan Tugas Akhir studi kasus ini adalah, sebagai berikut : LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR SIMBOL BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan yang dibahas adalah mengenai gambaran umum serta konsep dasar dari Tugas Akhir ini. Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan dari Tugas Akhir, manfaat Tugas Akhir bagi penulis dan pembaca, hipotesis awal Tugas Akhir, batasan masalah yang ditentukan oleh penulis, serta sistematika penulisan Tugas Akhir ini. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori ini membahas mengenai referensi yang mendukung dalam proses analisis dan penyelesaian masalah pada pengerjaan Tugas Akhir. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai metode-metode yang digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini serta urutan kerja dan langkah pengerjaan yang dibuat dalam bentuk flow chart atau diagram alir untuk menyelesaikan Tugas Akhir aplikasi ESD untuk tanker Pertamina (PERSERO) ini.
4
BAB IV ANALISA TEKNIS Pada bab ini dibahas mengenai analisadari desain ESD yang akan dipakai oleh tanker Pertamina dihitung menggunakan software Ansys Fluent. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan diberikan kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari analisis di atas, dimana kesimpulan-kesimpulan tersebut menjawab permasalahan yang ada dalam Tugas Akhir ini. Bab ini juga berisi saran-saran penulis sebagai tindak lanjut dari permasalahan yang dibahas serta untuk pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini.
5
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
6
BAB II LANDASAN TEORI II.1
Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah disiplin ilmu bagian dari bidang mekanika terapan
yang mengkaji perilaku dari zat cair maupun gas dalam keadaan diam atau bergerak.Bidang mekanika ini mencakup variasi persoalan dalam kehidupan sehari hari,mulai dari kajian mengenai aliran darah di dalam tubuh melalui saluran kapiler (yang memiliki diameter beberapa mikron) hingga kajian mengenai aliran minyak mentah yang melewati Alaska melalui pipa berdiameter 4 ft sepanjang 800 mil. (Munson, 2002) Pengamatan lebih mendalam mengenai struktur molekul dari material mengungkapkan bahwa zat yang biasanya kita anggap sebagai benda padat (baja, kayu, dan lain lain) memiliki jarak antar molekul yang rapat dengan gaya kohesi antar
molekul
yang
besar
yang
memungkinkan
sebuah
benda
padat
mempertahankan bentuknya dan tidak mudah untuk dideformasi. Namun, untuk zat yang biasanya kita anggap sebagai cairan (air, minyak dan lain-lain) molekul molekulnya agak terpisah, gaya antar molekulnya lebih lemah daripada benda padat dan molekul molekul tersebut mempunyai pergerakan yang lebih bebas. Jadi, zat cair dapat dengan mudah dideformasi (tetapi tidak mudah dimampatkan) dan dapat dituangkan ke dalam bejana atau dipaksa melalui sebuah tabung. Gasgas (udara, oksigen dan lain-lain) memiliki jarak antar molekul yang lebih besar dan gerakan yang lebih bebas dengan gaya antar molekul yang dapat diabaikan, sehingga gas sangat mudah dideformasi (dan dimampatkan) dan akan mengisi secara penuh volume suatu bejana dimana gas tersebut ditempatkan. Meskipun perbedaan antara benda padat dan fluida dapat dijelaskan secara kualitatif berdasarkan struktur molekulnya, pembedaan yang lebih spesifik didasarkan pada bagaimana zat tersebut berdeformasi di bawah suatu beban luar yang bekerja. Secara khusus, fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser. Seuah tegangan (gaya per
7
satuan luas) geser terbentuk apabila sebuah gaya tangensial bekerja pada sebuah permukaan. Apbila benda padat biasa seperti baja, kayu dikenakan sebuah tegangan geser, mula-mula benda akan berdeformasi (biasanya sangat kecil), tetapi tidak akan terus berdeformasi (mengalir).
II.1.1 Tinjauan Singkat Sejarah (Bidang Mekanika Fluida) Sebelum kita melanjutkan kajian mekanika fluida, kita akan beralih sejenak untuk meninjau sejarah dari ilmu teknik yang penting ini. Seperti juga pada seluruh disiplin teknik dan ilmu pengetahuan yang lain, awal mula sebenarnya dari kajian bidang-bidang tersebut hanya sedikit yang diketahui dari zaman purbakala. Tetapi, kita mengetahui bahwa ketertarikan dalam perilaku fluida berawal dari peradaban kuno. Karena kebutuhan, timbul pemikiran praktis mengenai bagaimana tombak dan panah dapat diluncurkan melalui udara, dalam pengembangan pasokan air dan sistem irigasi dan dalam merancang perahu dan kapal. Perkembangan-perkembangan ini tentu saja berdasarkan prosedur cobacoba
(trial
and
error)
tanpa
adanya
pengetahuan
matematika
dan
mekanika.Namun, akumulasi dari pengetahuan empiris tersebutlah yang kemudian membentuk dasar-dasar bagi perkembangan lebih lanjut selama mulainya peradaban Yunani kuno dan dilanjutkan dengan kebangkitan kekaisaran Romawi. Beberapa tulisan awal yang memberi sumbangan pada mekanika fluida modern antara lain tulisan Archimedes (287-212 SM), seorang ahli matematika dan penemu Yunani yang pertama kali mengungkapkan prinsip-prinsip hidrostatika dan gejala keterapungan. Sistem pasokan air yang rumit dibangun oleh bangsa Romawi selama periode abad keempat sebelum masehi sampai awal periode Kristen, dan Sextus Julius Frontinus (40 – 103), seorang insinyur Romawi, menggambarkan sistem tersebut secara terperinci. Namun dalam waktu 1000 tahun kemudian selama Era Pertengahan (dikenal juga dengan Era Kegelapan), tampaknya hanya ada sedikit tambahan terhadap pemahaman lebih lanjut dari perilaku fluida.
8
Berawal pada zaman pencerahan (Renaissance periode) sekitar abad kelima belas, dimulailah suatu kontribusi yang agak berkelanjutan yang membentuk dasar – dasar dari apa yang kita anggap sebagai ilmu pengetahuan mekanika fluida. Leonardo da Vinci (1452 – 1519) menggambarkan melalui sketsa-sketsa dan tulisan berbagai jenis fenomena aliran. Karya Galileo Galilei (1564-1642) menandai dimulainya mekanika eksperimental. Melanjutkan awal periode Pencerahan dan selama abad ketuiuh belas dan delapan belas, banyak sumbangan penting dibuat. Sumbangan-sumbangan ini mencakup pencapaian – pencapaian teoritis dan matematis yang dapat dikaitkan dengan nama-nama terkenal seperti Newton, Bernoulli, Euler, dan d'Alembert. Aspek-aspek eksperimental dari mekanika fluida juga mengalami kemajuan selama periode ini, namun sayang sekali, dua pendekatan yang berbeda secara teoritis dan eksperimental, berkembang melalui jalan terpisah. Hidrodinamika adalah istilah yang dikaitkan dengan kajian teoritis atau matematis dari perilaku fluida yang diidealisasi dan tanpa gesekan, sementara istilah hidrolika digunakan untuk menggambarkan aspek terapan atau eksperimental dari perilaku fluida nyata, khususnya perilaku air. (Munson, 2002) Kontribusi dan perbaikan lebih lanjut baik pada hidrodinamika teoritis maupun hidrolika eksperimental dilakukan selama abad kesembilan belas, dimana persamaan – persamaan diferensial umum untuk menggambarkan gerakan fluida yang digunakan dalam mekanika fluida modern dikembangkan selama masa ini. Hidrolika eksperimental menjadi lebih dianggap sebagai suatu kajian ilmiah, dan banyak hasil-hasil eksperimen yang dilakukan selama abad kesembilan belas masih digunakan sampai saat ini. Pada awal abad kedua puluh, bidang hidrodinamika teoritis dan hidrolika eksperimental sudah sangat berkembang, dan dilakukan upaya-upaya untuk menyatukan keduanya. Pada tahun 1904,sebuah makalah klasik disampaikan oleh seorang Profesor Jerman, Ludwig Prandtl (1857-1953), yang memperkenalkan konsep ―lapisan batas fluida (fluid boundary layer)‖ yang meletakkan dasar-dasar bagi penyatuan aspek teoritis dan eksperimental dari mekanika fluida. Gagasan Prandtl adalah bahwa untuk aliran di dekat benda padat, terbentuk sebuah lapisan fluida yang tipis (lapisan batas) dimana gesekan sangat penting, namun di luar
9
Iapisan ini, fluida berperilaku lebih banyak menyerupai fluida tanpa gesekan. Konsep yang relatif sederhana ini memberi dorongan pada penyelesaian konflik antara ahli hidrodinamika dan ahli hidrolik. Prandtl secara umum diterima sebagai pendiri mekanika fluida modern. Selama dekade pertama abad kedua puluh, pesawat terbang pertama telah berhasil didemonstrasikan dan kemudian diikuti oleh peningkatan perhatian yang sangat
besar
pada
aerodinamika.
Karena
rancangan
pesawat
terbang
membutuhkan suatu tingkat pemahaman aliran fluida dan kemampuan melakukan prediksi yang akurat mengenai pengaruh aliran udara pada sebuah benda, bidang aerodinamika memberikan rangsangan yang sangat besar bagi perkembangan yang sangat cepat di bidang mekanika fluida yang berlangsung selama abad kedua puluh. Daftar kronologis dari beberapa pemberi sumbangan terhadap ilmu mekanika fluida: 1. Archimedes (287-212 SM) Menetapkan prinsip-prinsip dasar gaya apung dan peristiwa mengapung; 2. Leonardo da Vinci (1452 – 1519) Mengungkapkan prinsip-prinsip dasar kontinuitas, mengamati dan membuat sketsa banyak fenomena aliran dasar, memberi rancangan mesin-mesin hidrolik; 3. Galileo Galilei (1564-1642) Secara tidak langsung merangsang hidrolika eksperimental; merevisi konsep vakum Aristoteles; 4. Blaise Pascal (1623-1662) Memberi penjelasan akhir prinsip-prinsip barometer, mesin tekan hidrolik, dan kemampuan pentransmisian tekanan. 5. Newton (1642-1727) Meneliti berbagai aspek hambatan viskos, dan gelombang. Menemukan kontraksi jet.
10
6. Daniel Bernoulli (1700-1782) Melakukan eksperimen dan menulis mengenai banyak aspek dari gerakan fluida, mempopulerkan istilah "hidrodinamik", membuat teknik menometri dan mengadaptasi prinsip energi dasar untuk menjelaskan indikasi kecepatan head, mengusulkan masalah propulsi jet. 7. Leonhar Euler (1707-1783) Pertama kali menjelaskan peranan tekanan dalam aliran fluida; merumuskan persamaan-persamaan dasar gerak dan apa yang disebut teorema Bernouli; memperkenalkan kavitasi dan prinsip-prinsip mesin sentrifugal. 8. Gotthilf Heinrich Ludwig Hagen (1979-1884) Melakukan kajian awal hambatan di dalam dan transisi antara aliran laminar dan turbulen. 9. William Froude (1810-1879) Mengembangkan banyak teknik towing tank, khususnya konversi hambatan gelombang dan lapisan batas dari skala model ke prototipe. 10. George Gabriel Stokes (1819-1903) Menurunkan secara analitik berbagai hubungan dalam aliran mulai dari mekanika gelombang sampai hambatan viskos, khususnya yang berkaitan dengan benda bulat. 11. Osborne Reynolds (1842-1912) Menggambarkan eksperimen orisinil di berbagai bidang kavitasi, keserupaan model sungai, hambatan pipa dan memberikan dua parameter untuk aliran viskos; mengadaptasi persamaan gerak dari fluida viskos pada kondisi rata-rata aliran turbulen. 12. Ludwig Prandtl (1857-1953) Memperkenalkan konsep lapisan batas dan secara umum dianggap sebagai Bapak mekanika fluida saat ini.
11
II.1.2 Ukuran-ukuran Massa dan Berat Fluida 1. Kerapatan (density) Kerapatan sebuah fluida, dilambangkan dengan huruf Yunani ρ (rho), didefinisikan sebagai massa fluida per satuan volume. Kerapatan biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida. Dalam sistem BG (British Gravitational), ρ mempunyai satuan slugs/ft3 dan dalam satuan Sl adalah kg/m3. Nilai kerapatan dapat bervariasi cukup besar di antara fluida yang berbeda, namun untuk zat cair variasi tekanan dan temperatur umumnya hanya memberikan pengaruh kecil terhadap nilai ρ. 2. Berat jenis Berat jenis dari sebuah fluida, dilambangkan dengan huruf Yunani γ (gamma), didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis berhubungan dengan kerapatan melalui persamaan: γ = ρ x g ........................................................ (1) dimana g adalah percepatan gravitasi lokal. Seperti halnya kerapatan yang digunakan untuk mengkarakteristikkan sebuah sistem fluida, berat jenis digunakan untuk mengkarakteristikkan berat dari sistem tersebut. Dalam sistem BG, γ mempunyai satuan lb/ft3 dan dalam satuan Sl adalah N/m3. 3. Gravitasi Jenis Gravitasi jenis sebuah fluida, dilambangkan sebagai SG, didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan fluida tersebut dengan kerapatan air pada sebuah temperatur tertentu.Biasanya temperatur tersebut adalah 40C (39,20F) dan pada temperatur ini kerapatan air adalah 1,94 slugs/ft3 atau1000 kg/m3.
12
II.2
ESD (Energy Saving Devices) ESD atau Energy Saving Devices adalah alat yang memiliki fungsi untuk
menghemat energi dari bagian propulsi kapal dengan mengurangi kehilangan akibat tahanan gesek di propeller dan badan kapal. Alat ini merupakan inovasi di bidang perkapalan pada era akhir 1970-an hingga awal 1980-an saat terjadinya krisis minyak dunia. Kapal tanker yang memiliki desain yang besar dapat menghemat energi mesin dari hambatan yang dialami di bagian stern,sehingga mesin kapal yang dipasang tak perlu menggunakan daya yang besar namun dapat menghasilkan gaya dorong pada kapal. Pada mulanya, banyak desain ESD yang dihasilkan oleh insinyur perkapalan yang mengemuka. Namun hasilnya banyak yang ditolak untuk dipakai di kapal tanker. Ada alasan mengapa desain mereka awalnya ditolak. (Jong, 2015) Setidaknya ada empat aspek teknis yang berkontribusi atas ditolaknya ESD kala itu: - Kegagalan struktural. Getaran yang tak terduga menyebabkan kelelahan berlebihan pada banyak perangkat yang lebih besar seperti duct, spoiler, velg rim atau propeller, yang menyebabkan kegagalan struktur dari sistem propulsi. (Tentu saja, getaran itu sendiri juga merupakan hal yang tak diinginkan oleh pemilik kapal.) - Kurangnya akurasi dalam kemampuan pengukuran skala penuh. Secara historis, karena kurangnya pengukuran sistem atau produk dari ESD yang transparan dan akurat kala itu, potensi penghemetan energi yang dihasilkan dari perangkat tidak dapat diverifikasi dalam uji coba kapal. Tanpa bukti kelayakan, yang bisa membuat kerugian materi oleh pemilik kapal, maka hal ini dihindari oleh pemilik kapal. - Kurangnya transparansi penghematan energi dalam kondisi operasional yang sebenarnya. Kapal berlayar dalam kondisi yang ideal diasumsikan selama perhitungan ESD. Pada kenyataannya, perbedaan terjadi pada kecepatan yang sebenarnya, rancangan (trim), kedalaman air, kecepatan angin dan kondisi gelombang yang umumnya tak diketahui.
13
- Terbatasnya wawasan prinsip detail kerja dari perangkat dan karena kurangnya kemampuan desain pada kapal tertentu. Kita harus memahami dunia sebelum mencoba untuk memperbaikinya! Hal ini terutama berlaku untuk aliran kompleks sekitar kapal, yang meningkatkan kompleksitas bagian yang paling penting yaitu interaksi di buritan kapal antara kapal, perangkat dan sistem propulsi. - Dan hal lain yang terpenting, meskipun alasan ini tak rasional dari sudut ilmiah, adalah kurangnya akuntabilitas kepemilikan. Sifat yang sangat dinamis di industri pelayaran berarti kepemilikan, penggunaan dan pengoperasian baja (kapal) dibagi sedemikian rupa sehingga efisiensi bahan bakar adalah tanggung jawab bersama, dalam hal ini pemilik kapal dan pemerintah. (Jong, 2015)
II.2.1 Hal Terkini Dalam beberapa tahun terakhir kemampuan untuk visualisasi dan, karenanya, interpretasi dari kekuatan fisik yang mempengaruhi tahanan kapal telah meningkat secara signifikan. Alat-alat baru, seperti Computational Fluid Dynamics (CFD), yang menghitung aliran rinci sekitar kapal, cara cepat dan mudah potensi pengurangan hambatan dan / atau peningkatan efisiensi thrust. Pada saat yang sama, sistem pengukuran on-board dan pemantauan sekarang menghasilkan data berlebihan mengenai peristiwa di laut dan kinerja kapal, sehingga berkontribusi untuk pengetahuan tentang profil operasional kapal.Profil operasional merupakan parameter penting dalam pengambilan keputusan di sekitar ESD ini.Baru-baru ini, prosedur baru telah disepakati, visualisasi alat dan metode untuk kinerja uji pengukuran, dalam rangka untuk menghilangkan kesewenang-wenangan. Akhirnya, teknik Analisis Elemen dikombinasikan dengan disepakati kavitasi diterima di propeller, memungkinkan peningkatan perhitungan kekuatan dan kekakuan dari perangkat yang diusulkan. (Jong, 2015)
14
II.2.2 Di Dunia yang Ideal Aplikasi Energy saving devices (ESD) dapat memulihkan kerugian desain asli saat di retrofit atau saat di bangunan baru. Kerugian utamaya adalah: 1. Timbulnya gelombang di tekanan puncak di sepanjang lambung, biasanya sekitar bow, haluan, aft shoulder dan buritan. 2. Timbulnya aliran (kehilangan energi kinetik) karena gesekan lambung dan propeller. 3. Kerugian propulsi karena propeller, dan generasi air yang mengalir (kehilangan energi kinetik). Catatan 1. Desain bulbous bow dengan tuning lebih lanjut dari tekanan puncak lain dengan perubahan posisi bahu biasanya merupakan bagian dari keseluruhan desain bentuk lambung. Gelombang transversal dengan energi tinggi yang dihasilkan di buritan lebih sulit untuk dikeluarkan. Hal ini di sini bahwa beberapa solusi fokus, dengan mengurangi perubahan tekanan tajam di daerah itu. Catatan 2. Banyak langkah-langkah bertujuan menghindari gesekan melalui pelumas, baik melalui udara atau cat khusus atau perawatan lambung / permukaan lainnya.Kategori kedua dari langkah-langkah menggunakan aliran yang dihasilkan belakang kapal untuk mendapatkan kembali sebagian energi kinetik, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui peningkatan bidang tekanan dan / atau hamparan aliran (wake) di belakang kapal. Yang terakhir ini kemudian akan meningkatkan efisiensi propeller. Catatan 3. Propeller adalah perangkat yang paling rumit dalam sistem kapal. Efisiensi maksimum propeller memiliki keterbatasan fisik diberikan prinsip kerjanya. Perangkat dapat mengkondisikan arus aliran masuk ke dalam propeller dan meningkatkan kerja propeller itu sendiri. Lainnya langsung meningkatkan efisiensi atau mengoptimalkan ke perangkat kerja yang lebih luas. Perangkat tetap (pra atau pasca-pusaran stator) diletakkan di belakang atau di depan propeller untuk memulihkan / menyeimbangkan beberapa aliran rotasi yang dihasilkan.
15
Bentuk lambung yang ideal, yang tidak akan mengangkut banyak barang, akan ke tingkat tertentu menghindari kerugian di atas. Tapi desain kapal sangat kompleks. Kapal bermuatan penuh (dengan koefisien blok tinggi) membawa lebih kargo tetapi menciptakan hambatan yang tinggi dan karakteristik penggerak yang kemungkinan buruk. Jendela di atas pintu perendaman sering dibutuhkan untuk mencukupi (tentu saja) stabilitas tetapi secara signifikan dapat meningkatkan ketahanan kapal. Secara umum dapat dikatakan bahwa desain yang lebih baik, maka semakin sedikit retrofit yang diperlukan untuk perbaikan beberapa solusi desain kompleks. Ini juga menjelaskan mengapa tidak ada keuntungan yang pasti bisa diklaim tetapi hanya perkiraan karena mereka dapat berbeda secara substansial (termasuk non-kinerja) dari kapal ke kapal. Kapal yang ideal akan dijalankan pada perdagangan tetap, sehingga desainer akan mengetahui profil operasional yang tepat dalam hal kecepatan kapal, rancangan kapal dan keadaan operasional. Hal ini akan memungkinkan titik pencocokan kondisi desain ini. Dalam kehidupan nyata, data ini bisa beragam dan sulit untuk disaring menjadi profil yang jelas untuk digunakan dalam proses desain awal dan untuk retrofit. Dalam kasus tertentu retrofit bisa dilarang karena operasi tertentu: misalnya pelayaran di daerah pelayaran es atau di negara-negara yang memiliki laut yang ekstrim. (Jong, 2015)
II.2.3 Pendekatan Dalam memilih ESD, tidak mudah dalam menentukan solusinya. Hal ini dikarenakan meskipun bentuk dari ESD sangat dipengaruhi oleh data spesifikasi kapal secara detail yang akan dipasang ESD. Kebanyakan pemasok menyadari hal ini dan menawarkan sebagai bagian dari kesepakatan program desain yang serius termasuk perhitungan dan pengujian model yang mana yang sesuai untuk setiap jenis perangkat.
16
Di bawah ini adalah pendekatan yang disarankan untuk pemilihan dan verifikasi pilihan ESD: - Menggunakan data yang ditunjukkan oleh pemilik / pemasok -
Optimalkan dengan menerapkan CFD & memeriksa kelayakan
-
Uji model untuk memvalidasi ESD yang dipilih
-
Percobaan untuk memvalidasi
-
Menggunakan data yang ditunjukkan oleh pemilik / pemasok
Penggunaan data dari pemilik adalah penting untuk menghindari kegagalan di kemudian hari. Data yang bisa diambil dalam menentukan ESD yang bisa dipilih adalah: -
Jenis dan rincian dari bentuk lambung
-
Kecepatan kapal dinas (Vs)
-
Variasi dalam draft / trim
-
Keadaan operasional yang relevan
Dalam kasus desain berkembang, jenis kapal yang normal dan aspek desain yang lebih spesifik sangat diperhitungkan. Setelah itu prinsip-prinsip pertama yang mengatur kerja dari perangkat yang digunakan untuk menilai kelayakan solusi total. Seringkali pertanyaan tentang desain ulang bentuk lambung lokal, propeller dan / atau pelengkap lain maka dapat dimasukkan. Seperti banyak efek yang terlibat dan aliran (misalnya di buritan kapal) sangat kompleks, penilaian tidak selalu memberikan jawaban akhir, tapi bisa mengesampingkan untuk kapal tertentu atau operasi kapal. -
Optimasi dengan menerapkan CFD & cek kelayakan
Alasan untuk menerapkan CFD dan menggunakan kemampuan yang jauh lebih baik untuk secara maksimal adalah : -
Meyakinkan ESD yang diusulkan bisa menjadi penghemat energi nyata
-
Tuning desain ESD (dan di daerah sekitarnya, termasuk propeller) untuk kapal tertentu dan operasinya
17
-
Mempersiapkan penafsiran prediksi keuntungan efisiensi yang berasal dari model tes.
Hasil ini mengacu pada dimensi dan posisi perangkat berdasarkan perhitungan aliran lokal dan bahkan untuk orientasi dan bentuk profil angkat menghasilkan pada struts, stator, kemudi, saluran, dan lainnya, CFD juga dapat menawarkan pengetahuan terperinci ke aliran yang dihasilkan sekitar propeller, yang dapat digunakan untuk mendesain ulang propeller itu sendiri. Tentu saja, hasilnya juga bisa menjadi untuk menyingkirkan perangkat sama sekali. -
Penggunaan CFD untuk membantu pengujian model aplikasi yang lebih canggih.
Sebagaimana dibahas dalam bagian berikutnya, pengujian model merupakan hal yang masuk akal untuk dilakukan jika hasil awal yang positif. Namun, model pengujian juga menunjukkan kelemahan itu di sini, karena adanya skala efek. Kebanyakan perangkat beroperasi di sekitar buritan kapal, di mana efek skala model pengujian yang paling menonjol. Dalam beberapa contoh, hasil yang diprediksi oleh model kecil hanya setengah dari yang diungkapkan model besar, dan hanya sepertiga dari yang dicapai dalam uji coba laut dalam skala penuh. Namun berhati-hatilah, angka-angka ini dapat menjadi cara putaran lain! Sama halnya dengan fakta ini menjelaskan kebingungan pada era 1970-an akhir dalam penerapan ESD. Program CFD dapat memecahkan masalah ini.CFD menawarkan kemampuan untuk membandingkan hasil model skala dengan hasil skala penuh dengan membuat perhitungan untuk kedua kasus. Perbandingan kemudian memberikan dukungan yang cukup untuk ekstrapolasi dari prediksi uji model dengan kondisi percobaan (lihat diagram di bawah). Fitur ini sangat penting dalam menghindari salah tafsir dan prediksi yang terlalu optimis (atau pesimis). Kedua perhitungan juga dapat menyoroti apakah pemisahan aliran terjadi, yang menghancurkan dalam kehidupan nyata serta untuk keandalan hasil uji model di ekstrapolasi. Singkatnya, penyesuaian perangkat yang relatif kecil di sekitar buritan kapal sangat ditingkatkan oleh CFD model skala dan perhitungan skala penuh. Hal ini
18
bahkan lebih benar jika model pengujian pengalaman dengan perangkat yang kurang. Perhitungan CFD ini relevan untuk semua perangkat geometris.Hasil pilihan tentang aspek pelumasan rinci, yang sering fokus pada aliran lapisan batas, saat ini di luar aplikasi CFD komersial. Dalam studi konfigurasi untuk sistem pelumasan udara, bagaimanapun, CFD bisa relevan.
Gambar2.1 : Diagram CFD memecahkan masalah dalam uji skala 1:2 dan skala penuh 1. Uji model untuk validasi Sampai saat ini, pengujian model dalam kombinasi dengan perhitungan CFD yang diusulkan di atas adalah cara yang paling dapat diandalkan untuk menilai hasil yang diharapkan. Alasan utama untuk pengujian model hanya untuk membuktikan bahwa perangkat tersebut melakukan apa yang harus dilakukan, dan untuk membuat hasil kuantitatif yang tersedia. Pengujian tersebut dapat dengan mudah masuk dengan proses pengujian model yang normal dan dalam beberapa kasus dapat menambah rincian karakteristik propeller dan perangkat itu sendiri. Pada intinya, bahkan jika kedua CFD dan pengujian model yang tidak memberikan jawaban akhir,kedua hasilnya dapat melengkapi satu dengan yang lainnya. (Jong,2015)
19
2. Meningkatkan nilai propulsi Dari yang disampaikan diatas, mulai banyak ketertarikan pada kapal untuk dipasang perangkat penghemat bahan bakar (energy saving devices atau ESD) yang diterapkan pada kapal yang dibangun baru atau kapal yang sudah berlayar untuk meningkatkan nilai efisiensi bahan bakar. Efisiensi pendorong ηD adalah rasio antara kekuatan yang efektif (daya yang diperlukan untuk menarik kapal ke depan dengan tali derek) dan daya yang diserap oleh propulsor tersebut. Efisiensi pendorong ηD dibagi menjadi efisiensi propeller, ηp, dan efisiensi lambung ηH, dengan ηH = (1-t)/(1-w). Efisiensi propeller ηp dibagi menjadi efisiensi propeller perairan terbuka ηpo dan "efisiensi relatif-pemutaran", ηR.Indeks "o" mengacu membuka-air kondisi aliran seragam.
......................(2) Efisiensi putaran relatif adalah perubahan efisiensi propeller ketika berpergian dari kondisi open water di belakang kapal. Dalam kasus terjadinya distribusi radial wake (ditemukan di kapal blok tinggi), efisiensi putaran relatif mengungkapkan sejauh mana distribusi beban radial dari bilah propeller telah disesuaikan dengan distribusi wake radial (pengingat diadaptasi). Nilai ηR juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran hub. Untuk bentuk hub kecil biasa, gaya dorong dihasilkan oleh propeller adalah sama dengan gaya dorong yang ditransfer ke kapal oleh poros propeller. Untuk bentuk hub tebal dengan bilah propeller berangkat, peningkatan nilai propulsi dengan memberi ESD adalah menjadi solusi yang baik untuk meningkatkan kinerja propulsor sendiri, atau dari interaksi lambung-propulsor, atau keduanya. Hal ini membuat desain dan optimalisasi ESD yang cukup rumit. Dari titik propulsor terdiri dari propeller dan pendekatan ESD yang tetap baik untuk membandingkan efisiensi propulsor dengan efisiensi aktuator disc, efisiensi yang ideal ηi.
20
Gambar 2.2 : Efisiensi propeller dalam kaitannya dengan efisiensi disk aktuator (ilustrasi) Dari teori aktuator disk dasar dapat dipelajari bahwa untuk propeller yang ideal, tanpa kehilangan energi, efisiensi tertinggi (ideal) dicapai untuk gaya dorong beban serendah mungkin. Pada kenyataannya diketahui bahwa efisiensi yang dirancang propeller tunggal adalah sekitar 0,155-0,175 dibawah efisiensi ideal (ditunjukkan dengan garis putus-putus). Perbedaan ini terdiri dari daftar terkenal kehilangan energi seperti kehilangan aliran rotasi dan viskositas, pemuatan radial non distribusi optimal dan jumlah bilah propeller yang terbatas.ESD dapat mempengaruhi kehilangan energi ini dan kepentingan relatif mereka dalam desain sistem propulsor. Misalnya jika perangkat mampu mengurangi kehilangan rotasi (panah merah pada grafik di atas) energi ini kehilangan komponen menjadi kurang penting dalam optimalisasi kombinasi propeller-ESD dan karena optimasi akan lebih berkonsentrasi pada meminimalkan kehilangan aliran viskos (panah hijau pada grafik). Hal ini menjelaskan mengapa diameter optimum sistem propeller kontra-rotating adalah lebih kecil dari propeller tunggal. Oleh karena itu, meskipun memuat dorong (KT / J2) akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi yang ideal, keuntungan efisiensi yang mungkin terjadi masih sangat besar. Tentu saja ESD membuat hambatan tambahan (tenaga efektif) dan dapat mempengaruhi interaksi dengan lambung. Namun dalam perbandingan dengan efisiensi yang ideal itu sering dibuat jelas tujuan apa yang ingin dicapai pada desain ESD tertentu.
21
3. Kebisingan bawah air Selain menghemat bahan bakar, ESD juga dapat memenuhi peran yang menarik sebagai perangkat mengurangi kebisingan. Dengan mempengaruhi aliran ke propeller, ESD dapat kemungkinan besar akan dirancang sedemikian rupa sehingga variasi beban dari bilah propeller berkurang. Terkait pengurangan variasi serangan sudut memberikan peningkatan peluang untuk mengurangi kavitasi dan terkait kebisingan di bawah air. Secara khusus ia berpikir bahwa stator prapusaran dapat digunakan untuk menghasilkanbidang inflow yang direkayasa untuk propeller kapal. (Jong, 2015)
II.2.4 Aplikasi Praktis Banyak perangkat yang dapat digunakan yang bekerja sebagai penghemat energy desain kapal suboptimal, atau untuk memperbaiki desain standar sudah optimal atau hampir optimal dengan memanfaatkan fenomena fisik biasanya dianggap sebagai hal sekunder dalam proses desain normal, atau belum sepenuhnya dipahami. Bagian ini mengeksplorasi berbagai perangkat ini, sebagian besar yang secara historis berkonsentrasi pada peningkatan efektivitas balingbaling propulsi. Namun, perkembangan terakhir telah menyebabkan serangkaian perangkat yang bertujuan baik mengurangi tahanan gesek lambung atau mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia, seperti energi sinar matahari dan angin. Beberapa perangkat ini juga diperiksa di bagian ini. Isi bagian ini adalah sebagai berikut: 1. Propulsion Improving Devices (PIDs) -
Wake Equalizing dan Perangkat Pengurangan Pemisahan Aliran.
-
Perangkat Pra-swirl
-
Perangkat Post-swirl
-
Propeller Efisiensi Tinggi
2. Pengurangan Gesekan Lambung Kapal -
Pelumasan Udara
-
Pembentukan Permukaan Lambung
22
3. Menggunakan Energi Terbarukan -
Angin
-
Sinar Matahari
4. Kompatibilitas -
Karakteristik Desain Kapal / Jenis Kapal
-
Kompatibilitas dengan keuntungan
Semua perangkat ini dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar mesin penggerak. Teknologi PID dan Pengurangan gesekan lambung kapal melakukan ini dengan mengurangi hambatan lambung dan / atau meningkatkan efisiensi pendorong. Sumber energi terbarukan dapat menggantikan beberapa bagian dari bahan bakar yang dipakai. Banyak perangkat tidak saling kompatibel atau berlaku untuk semua jenis kapal. Beberapa perangkat dibahas dalam bagian ini, terutama untuk PID, mendorong pengeluaran uang dari keadaan teknologi saat ini dan mungkin tidak siap untuk diimplementasi. Teknologi ini sedang berjuang untuk mendapatkan peran penting dalam industri perkapalan karena dari biaya pelaksanaan tinggi (baik itu karena biaya modal yang tinggi untuk rasio pembangkit energi, atau karena keterbatasan operabilitas intrinsik perangkat) dan integrasi langkah penghematan energi ini masih sulit dalam desain kapal dan operasi. Seringkali, masalah ini telah mencegah pemanfaatan energi terbarukan di kapal, terutama ketika risiko ekonomi tidak dapat langsung diukur, seperti halnya bagi sebagian besar teknologi baru.
23
Propulsion Improving Devices (PIDs) 1. Pemerataan Wake dan Perangkat Pengurangan Pemisahan Aliran
Tabel 2.1 Komparasi perangkat pemerataan wake dan Perangkat pengurangan pemisahan aliran Perangkat
Keterangan
Penghematan
0-5 persen pengurangan konsumsi bahan bakar penggerak
Aplikasi
dikenal cocok untuk memperbaiki masalah hidrodinamika yang ada
Tipe kapal
Semua kapal kecepatan rendah dan menengah
Teknologi baru / sudah ada
Teknologi baru dan retrofit
Biaya
rendah sampai sedang-rendah, tergantung pada perangkat. Biaya pemeliharaan dapat menjadi masalah.
Secara umum, fungsi pemerataan wake dan perangkat pengurangan pemisahan aliran untuk meningkatkan aliran sekitar lambung yang dikembangkan untuk menghindarkan masalah propeller dan / atau ditambahkan tahanan kapal yang disebabkan oleh bentuk-bentuk lambung belakang suboptimal. Dengan demikian, mereka kurang efektif bila geometri kapal telah dirancang dengan benar, dengan mata mengoptimalkan aliran ke baling-baling dan menghindari timbulnya efek hidrodinamika yang merugikan seperti vortisitas lambung kapal. Perangkat yang paling umum dari pemerataan wake dan perangkat pengurangan pemisahan aliran adalah Saluran pemerataan wake (Schneekluth) dan terowongan stern. 2. Saluran pemerataan wake (Schneekluth) Tujuan dari saluran pemerataan wake mirip dengan yang ada pada spoiler Grothues, dalam arti bahwa kedua jenis perangkat mencoba untuk mengarahkan aliran ke bagian atas propeller disk, sehingga terjadi homogenisasi wake dan meningkatkan efisiensi lambung. Namun, tidak seperti spoiler Grothues, saluran Schneekluth juga mempercepat aliran dengan cara mengangkat yang diciptakan
24
oleh bentuk aerofoil dari saluran penampang. Yang terakhir dapat dirancang sehingga lebih baik untuk variasi sudut serang dari spoiler Grothues, sehingga meningkatkan efektivitas perangkat dalam kondisi operasi yang nyata. Juga, bentuk dan dimensi saluran dapat dioptimalkan sesuai kecepatan kapal lebih tinggi dari biasanya cocok untuk spoiler Grothues, sambil memberikan jumlah tambahan pengalihan wake yang diperlukan untuk mendapatkan wake hampir seragam. Akhirnya, daerah tekanan rendah tercipta di depan saluran dapat memiliki efek menguntungkan dari segi melampirkan kembali aliran dipisahkan ke lambung di sekitar saluran. Namun, itu juga mungkin bahwa di mana aliran atas buritan sudah terpasang dan seragam, tekanan rendah ini sama mungkin bukan meningkatkan faktor efisiensi gaya dorong.
Gambar 2.3 Model dari saluran pemerataan wake (Schneekluth)
3. Terowongan Stern Terowongan Stern adalah pelengkap lambung horisontal yang ditempatkan di atas dan di depan propeller disk yang mengalihkan air ke bawah menuju propeller. Dalam kebanyakan kasus, perangkat ini dipasang untuk mengurangi efek wake
25
puncak karena buritan berbentuk V, sehingga mengurangi getaran. Saluran tersebut telah dirancang dan dipasang di kapal justru untuk tujuan ini. Namun, dalam beberapa kasus, mereka telah digunakan untuk memverifikasi bahwa diameter baling-baling yang lebih besar akan benar terendam bahkan ketika di rancangan keadaan ballast. Dalam kasus ini, peningkatan secara keseluruhan efisiensi propulsi dapat diperoleh, namun perlu dicatat bahwa desain yang tidak tepat dari duct buritan dapat mempengaruhi baik gesekan lambung dan gelombang membuat hambatan dan menghasilkan kerugian yang signifikan dari efisiensi lambung terutama dengan trim buritan.
Gambar 2.4 Saluran terowongan buritan sebagian
-
Perangkat pra pusaran (pre-swirl) Tabel 2.2 Komparasi perangkat pra pusaran (pre-swirl) Perangkat
Keterangan
Penghematan
2 sampai 6 persen pengurangan konsumsi bahan bakar penggerak
Aplikasi
dirancang dalam hubungannya dengan propeller dan perangkat post-swirl yang relevan.
Tipe kapal
Semua
Teknologi baru / sudah ada
Teknologi baru dan retrofit
Biaya
Medium-rendah, tergantung pada perangkat
26
Perangkat pra-pusaran yaitu perangkat pelengkap hidrodinamika yang dipasang untuk lambung kapal bertujuan untuk menjaga kondisi aliran wake sehingga rotasi berlawanan dengan propeller dikenakan pada itu, sehingga meningkatkan sudut serang aliran pada bilah propeller atas seluruh disk. Juga, prapusaran berputar aliran melawan arus rotasi disebabkan oleh propeller. Akibatnya, aliran meninggalkan propeller disk dapat dibuat mengandung momentum minimum dalam arah melingkar, sehingga menjadikan lebih sedikit energi kinetik untuk menghasilkan daya dorong. Perangkat pra-pusaran telah dirancang dan dipasang baik sebagai retrofit ke kapal yang ada dan sebagai fitur integral dari bangunan baru. Biasanya, mereka dapat dibuat untuk bekerja di arus non optimal (khususnya tipe menyalurkan) tetapi mereka bekerja terbaik di wake nominal sudah optimal. Dalam hal ini, mereka dapat dianggap sebagai sepenuhnya melengkapi pendekatan optimasi lain dengan pengecualian garis keras simetris. 4. Sirip pra-pusaran dan stator Sirip pra-pusaran dan stator adalah set sirip diatur langsung di depan propeller sekitar sumbu poros. Jumlah dan orientasi sirip ini tidak selalu simetris ke kiri dan kanan, karena distribusi wake vertikal yang tidak merata di depan perangkat yang menggabungkan dengan kebutuhan untuk membuat aliran rotasi belakang perangkat dan bahkan di depan baling-baling. Stator dapat memiliki cincin nozzle kecil terutama untuk memberikan kekuatan yang lebih besar untuk pengaturan dan sedikit meningkatkan efisiensi. Ini semacam desain pra-pusaran paling cocok untuk dipasang pada kapal cepat dengan propeller yang menerima beban cukup berat, seperti pada kapal kontainer. Dalam kasus ini, tidak ada kebutuhan untuk lebih mempercepat aliran ke dalam propeller dan diperlukan rotasi dapat diberikan dengan jumlah minimal sirip (biasanya tiga di satu sisi dan satu di sisi lain) sehingga membatasi tambahan hambatan yang dikenakan oleh sistem. Perlu dicatat bahwa perangkat ini biasanya memerlukan desain baling-baling untuk dioptimalkan untuk bekerja di belakang
27
stator, sehingga pemuatan tambahan yang diciptakan oleh aliran pra-pusaran diterima dengan benar.
Gambar 2.5 Stator pada kapal container
5. Stator pra-pusaran dengan saluran akselerasi Beberapa perangkat termasuk propeller terintegrasi Mitsui menyalurkan saluran akselerasi, Hitachi Zosen Nozzle, Sumitomo Integrated Lammeren Duct dan Becker Mewis Duct menggabungkan stator pra-pusaran dengan saluran akselerasi. Saluran dapat dipasang secara sumbu non-simetris dan salah satu peran ini adalah untuk homogenisasi komponen wake aksial. Namun, saluran juga meningkatkan efisiensi sirip pra-pusaran dengan menyediakan aliran air lebih penting untuk stator. Selain itu, saluran kontribusi untuk gaya dorong total berdasarkan lift diciptakan oleh akselerasi aliran melalui dindingnya. Perangkat stator-duct terintegrasi biasanya dipasang pada kapal bentuk penuh dan desain mereka jauh kompleks karena masing-masing komponen perakitan lambung-duct-stator-propeller berinteraksi satu sama lain. Namun, perlu dicatat bahwa, secara umum, ukuran saluran harus dikurangi dengan meningkatkan kecepatan kapal dan mengurangi Cb sebaliknya konsekuensi dalam hal
28
menambahkan hambatan mungkin lebih besar daripada keuntungan efisiensi propulsi. Salah satu ESD pra-pusaran yang paling populer adalah Becker Mewis Duct, yang merupakan kombinasi dari duct dan stator. Poros tengah saluran lebih tinggi dari garis poros dan dengan diameter lebih kecil dari salah satu baling-baling. Sirip dibangun dengan panjang chord lebih kecil dari saluran chord dan disusun asimetris. Struktur ini mengikuti pola pendistribusian wake secara merata di daerah atas baling-baling dan juga mendistribusikan wake melalui saluran ini lebih luas menuju propulsor. (Mewis, 2009) Mewis duct diterapkan terutama pada kapal kecepatan rendah, dan blok koefisien tinggi. Saluran menawarkan aliran seragam dan dipercepat untuk mengurangi kerugian rotasi di slipstream dan menghasilkan gaya dorong bersih. Sirip terintegrasi menghasilkan pra-pusaran arah counter baling-baling, sehingga meningkatkan daya dorong. Kedua saluran dan sirip bertindak secara sinergis. Gain tergantung pada pemuatan baling-baling dan penghematan bervariasi dari 3% untuk kapal multifungsi yang lebih kecil dan 9% untuk kapal tanker besar dan kapal curah. Teknologi ini cocok untuk retrofit dan bangunan baru dan hampir independen dari rancangan dan kecepatan (Hollenbach, Reinholz, 2011). HSVA dilakukan serangkaian tes model untuk jenis lambung yang berbeda. Hasil untuk sebuah kapal menunjukkan keuntungan kekuatan 6% pada 16 kn, atau peningkatan kecepatan 0,27 kn dalam kondisi desain. Masing-masing, dalam kondisi kosong mendapatkan kekuasaan adalah 5,4% pada 16 kn atau peningkatan kecepatan 0,25 kn, menunjukkan bahwa keuntungan yang sensitif untuk menyusun variasi. Hasil yang sama dicatat oleh Guiard, Leonard, dan Mewis (2013) selama 64 proyek yang dilakukan di 9 towing tank di seluruh dunia. Penghematan rata-rata adalah 5,7% untuk kondisi desain dan 7,4% untuk kondisi ballast.Ketika kapal bergerak, meskipun, untuk kecepatan lebih dari 20 kn dan lambung yang lebih ramping, Mewis Duct menjadi tidak efisien sebagai saluran dan cenderung untuk menambahkan drag di bidang aliran wake. Selain itu, aliran
29
yang lebih tinggi meningkatkan risiko kavitasi dan risiko meningkatkan beban dinamis pada struktur. Oleh karena itu, Becker Twisted Fins dikembangkan dan diterapkan untuk kapal dengan koefisien blok kecil. Struktur mereka mirip dengan Mewis Duct, tapi sirip pra-pusaran cenderung luar saluran dan dilengkapi dengan piring jenis winglet akhir (Guiard, Leonard, Mewis, 2013). Saluran sendiri jauh lebih kecil daripada versi kecepatan lambat dan memiliki profil datar khusus drag lebih rendah. Penggunaan utama dari saluran dalam hal ini adalah untuk dukungan struktural dari sirip. Pitch dan chord bervariasi melingkar untuk memaksimalkan efisiensi. Di atas poros chord disimpan minimal karena wake di ketinggian ini biasanya aksial sejajar.Model tes yang dilakukan setelah tahun 2012 terbukti menghasilkan pembebanan lebih seragam dan pra-pusaran yang dikendalikan dihasilkan oleh sirip bengkok. Penghematan rata-rata tercatat sekitar 3-5%. Salah satu yang pertama dalam aplikasi ini adalah kapal kontainer Hamburg Süd 7.100 TEU. Pengukuran skala penuh menunjukkan penghematan daya 3,8% pada 19 kn. (Mewis, Deichmann, 2013)
Gambar 2.6 Becker Mewis Duct dan Becker Twisted Fins
30
-
Perangkat pasca pusaran (post-swirl) Tabel 2.3 Komparasi perangkat pasca pusaran (post-swirl) Perangkat
Keterangan
Penghematan
2 sampai 6 persen pengurangan konsumsi bahan bakar penggerak
Aplikasi
dirancang dalam hubungannya dengan propeller dan perangkat pre-swirl yang relevan.
Tipe kapal
Semua
Teknologi baru / sudah ada
Teknologi baru dan retrofit
Biaya
Medium-rendah, tergantung pada perangkat. Biaya pemeliharaan dapat menjadi masalah.
Peran perangkat pasca pusaran adalah untuk pengkondisian aliran di ujung belakang dari propeller. Dalam sejumlah kasus, ini berarti berusaha untuk mengubah rotasi komponen aliran yang diciptakan oleh propeller untuk aliran aksial yang berguna. Pada hal lain, itu hanya soal menekan karakteristik baik aliran yang merugikan (seperti pusaran propeller hub) atau mengalihkan aliran untuk meningkatkan efisiensi kemudi. Pada waktunya, ini akan memungkinkan penggunaan kemudi yang lebih kecil, sehingga mengurangi hambatan kapal secara keseluruhan. Karena perangkat ini berusaha untuk membuat kondisi aliran balik propeller, mereka hampir selalu dikaitkan dengan desain kemudi. Bahkan, beberapa tumpang tindih yang cukup besar harus diharapkan antara perbaikan mungkin di gaya dorong propulsi dan manfaat efisiensi kemudi, sehingga perakitan desain harus mengambil kedua aspek menjadi pertimbangan. Karena kinerja perangkat pasca pusaran dan kemudi terkait begitu erat, penting untuk memverifikasi efektivitas kedua bagian dan tidak adanya efek samping merugikan bagi semua kondisi kemudi dan operasi propeller, khususnya dalam hal kekuatan dan kelelahan. Perangkat pasca-pusaran dapat dipasang bersama-sama dengan perangkat prapusaran. Namun, karena perangkat pra pusaran sudah akan mengurangi aliran
31
rotasi masa baling-baling, efektivitas berkurang dari perangkat pasca-pusaran harus diharapkan. Seperti dengan semua PID, efek ini harus dipelajari secara ekstensif menggunakan analisis CFD dan tes model pada tahap desain untuk menghindari mengubah perangkat efisiensi, menjadi sumber tambahan drag yang merugikan, masalah struktural dan getaran, atau keduanya.
Gambar 2.7 Kemudi dengan pinggiran twisting leading pada kapal kontainer
6. Sirip Thrust Rudder, stator Post-pusaran dan kemudi Asymmetric Semua perangkat di atas mencoba untuk membelokkan aliran dari propeller untuk mengubah komponen rotasi ke dalam aliran aksial yang berguna. Ide ini berasal dari stator balik rotor mesin turbin. Konsep bekerja paling baik ketika stator tidak dipasang langsung pada kemudi, karena hal ini membebankan rotasi horizontal untuk stator sirip di wake belakang propeller, sehingga membuat tidak mungkin untuk mengoptimalkan sudut serangan pada sirip stator ketika kemudi sedang digunakan. Efek ini juga meningkatkan kemungkinan masalah struktural karena pemuatan tidak seimbang dari blades bagian portside dan starboard.
32
Gambar 2.8 Sirip dorong HHI Selain itu, sirip dorong dan stator kadang-kadang dipasang pada tanduk kemudi dan dapat dikaitkan dengan cap baling-baling divergen, sebuah Costa bulb atau keduanya. Dalam hal ini, kompresi aliran diciptakan oleh kenaikan bulb (tapi juga rectifies) yang aliran yang menyerang bilah stator, sehingga mengurangi ukuran sirip yang diperlukan.Kemudi asimetris adalah salah satu hal di mana profil aerofoil dari porsi kemudi di atas sumbu propeller dan yang di bawah dioptimalkan untuk bekerja di belakang propeller. Karena itu, kemudi asimetris sering memiliki sisi terdepan yang bengkok, kadang-kadang penggabungan dalam Costa bulb tepat di belakang hub propeller. Jenis kemudi juga memanfaatkan aliran rotasi di belakang propeller tetapi efek ini biasanya digunakan untuk meningkatkan efisiensi kemudi daripada menciptakan gaya dorong tambahan yang signifikan. Karena itu, bagian kemudi dirancang untuk menjadi cukup ramah dalam hal sudut variasi serangan.
33
Gambar 2.9 SHI Port-stator
7. Rudder (Costa) bulbs, Propeller Boss Cap Fin (PBCF) dan Divergent Propeller Caps Keluarga perangkat ini mencoba untuk menjaga kondisi distribusi radial dari aliran balik propeller dekat hub, untuk mengurangi kerugian yang terkait dengan rotasi tinggi dan timbulnya pusaran yang kuat di daerah ini.Namun, sementara kompresi radial dari aliran yang diciptakan oleh perangkat PBCF diabaikan, Costa bulb dapat mempercepat aliran melewati kemudi dan dengan demikian juga mempengaruhi operasinya.Dalam hal ini, mereka sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi kemudi.Jika Costa bulbs dipasang pada kemudi daripada tanduk, penting untuk memperhitungkan efek rotasi kemudi pada efisiensi dan interaksinya dengan propeller.
Gambar 2.10 Kemudi efisiensi tinggi Wartsila Baling-baling efisiensi tinggi
34
Tabel 2.4 Komparasi Baling-baling efisiensi tinggi Perangkat
Keterangan
Penghematan
3 sampai 10 persen pengurangan konsumsi bahan bakar penggerak
Aplikasi
Dirancang untuk memenuhi profil operasional kapal dan karakteristik hidrodinamika buritan.
Tipe kapal
Semua
Teknologi baru / sudah ada
Teknologi baru dan retrofit
Biaya
Medium-rendah, tergantung pada perangkat.
Di bawah payung propeller efisiensi tinggi ada sejumlah perangkat yang berbeda secara signifikan, mengakomodasi kebutuhan yang berbeda pada jenis kapal yang berbeda. 8. Optimasi Propeller Secara umum, propeller berdiameter lebih besar dengan bilah sedikit beroperasi pada RPM rendah lebih efisien daripada yang lebih kecil, lebih cepat berputar, untuk diberikan energi propulsi yang diperlukan. Namun, prinsip umum ini seimbang dengan kebutuhan untuk jarak propeller yang wajar, distribusi wake nominal balik bentuk lambung yang diberikan, dan kebutuhan untuk mencocokkan kinerja terbaik propeller dan mesin. Jenis optimasi dilakukan secara rutin pada tahap desain, ketika karakteristik propeller utama, dan geometri rinci dioptimalkan untuk mencapai kinerja terbaik untuk kecepatan desain dan rancangan. Namun, mungkin ada kepentingan dalam meninjau kembali pilihan propeller dimana mengalir secara lambat dianggap untuk sebuah kapal yang diberikan secara jangka panjang. Dalam hal ini, biaya tambahan yang beroperasi kapal dalam kondisi off-desain untuk jangka waktu yang lama mungkin juga membenarkan re-desain memeriksa propeller kapal. Demikian pula, ketika memeriksa desain bangunan baru, mungkin melunasi untuk mengoptimalkan propeller dan kinerja hidrodinamika lambung bersamaan tidak hanya untuk kecepatan desain dan rancangan, tetapi juga bagi mereka
35
kondisi off-desain kapal yang paling mungkin untuk menghadapi selama hidup kapal. Telah menunjukkan bahwa optimasi sekitar kecepatan desain dan rancangan tidak menjamin optimasi diterima dilakukan secara rutin pada tahap desain, ketika kinerja propeller utama dalam kondisi off-desain. 9. Propeller dengan pitch yang dapat dikontrol (CPP) Propeller tipe CPP tidak sering terlihat sebagai baling-baling efisiensi tinggi. Bahkan, mereka memiliki kinerja secara signifikan lebih rendah dari fixed-pitch propeller (FPP) bila digunakan pada RPM tetap dalam kondisi off-desain. Alasan untuk ini adalah bahwa RPM tinggi dan pitch yang kecil nilai selalu membuat beberapa aliran sub optimal di atas bilah dengan membuat kavitasi di muka dan menghasilkan getaran dan kebisingan tingkat tinggi. Namun, propeller CPP dapat memberikan kinerja yang lebih baik daripada FPPs dalam kondisi off-desain ketika RPM berubah untuk menyesuaikan pengaturan terbaik kinerja lapangan CPP. Hal ini dimungkinkan untuk memprogram ulang pengendali CPP untuk memaksimalkan efisiensi propeller dalam kondisi off-desain tersebut. Ini dapat bermanfaat jika kapal kemungkinan akan dioperasikan dalam mode lambat mengepul untuk bagian dari hidupnya. Bahkan ketika generator dioperasikan oleh mengambil daya dari poros utama, adalah mungkin untuk memvariasikan frekuensi arus yang dihasilkan untuk memungkinkan pengurangan RPM. 10. Propeller dengan duct Propeller dengan duct adalah perangkat yang beroperasi di saluran silinder. Penampang dari saluran adalah profil aerofoil dan memiliki fungsi baik mempercepat atau memperlambat aliran di depan, atas dan belakang balingbaling. Perlambatan saluran yang langka di kapal dan sebagian besar digunakan untuk mengontrol kavitasi. Mempercepat saluran malah biasanya digunakan untuk meningkatkan karakteristik propulsi kapal dengan kecepatan rendah (terutama kapal tunda). Dalam kasus ini, sebagian besar gaya dorong yang dihasilkan oleh lift dibuat pada saluran oleh aliran yang cepat, tetapi efek ini menetral oleh
36
hambatan tambahan yang diciptakan oleh saluran itu sendiri, yang terakhir menjadi lebih penting karena meningkatnya kecepatan kapal. Meskipun penting untuk mencocokkan geometri saluran untuk kecepatan kapal (lebih pendek, saluran kecil yang diharapkan untuk kapal cepat), sangat penting bahwa propeller dioptimalkan untuk beroperasi di aliran yang diciptakan oleh saluran. Secara khusus, telah menunjukkan bahwa jarak ujung propeller dan pemuatan memiliki efek luas pada efisiensi saluran. Sebuah penggunaan lebih lanjut dari teknologi ini adalah bahwa saluran dapat dikendalikan, di mana kemudi diganti dengan saluran yang diputar di sekitar sumbu vertikal sesuai dengan propeller disk. Jenis saluran dibatasi oleh sudut kemudi maksimum di mana saluran dapat dioperasikan secara efisien dan secara umum telah digantikan oleh propeller menyalurkan standar dipasang pada pendorong azimuth. 11. Baling-baling kontra rotasi dan overlap Propeller kontra-rotasi dan propeller overlap memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi propulsi dengan memanfaatkan aliran rotasi baling-baling hulu sebagai cara untuk mengkondisikan wake di depan baling-baling hilir, mirip rotor pra-pusaran. Perbedaan antara propeller kontra-rotasi dan propeller overlap adalah bahwa dalam setup terakhir, dua propeller tidak berbagi sumbu yang sama. Meskipun karakteristik ini menyederhanakan jauh mekanik poros, memaksakan wake secara signifikan tidak seimbang selama baling-baling hilir. Untuk alasan ini, propeller overlap jarang digunakan dalam praktek. Propeller kontra-rotasi secara historis telah digunakan ketika pasukan rotasi baling-baling tunggal perlu keseimbangan seperti halnya untuk torpedo. Namun, karena pengaturan mekanik kompleks poros, propeller kontra-rotasi belum digunakan secara luas di kapal dagang tetapi baru-baru ini mereka telah diterapkan pada beberapa jenis propulsor azimuth dan berbentuk polong. Karena baling-baling hulu dan hilir dalam susunan kontra-rotasi beroperasi di arus yang berbeda secara signifikan, geometri mereka berbeda secara signifikan, termasuk
37
jumlah bilah yang dirancang untuk menghindari efek getaran harmonik yang tidak diinginkan.
Gambar 2.11 Propeller kontra rotasi II.3
Energy Losses Pada saat kapal berlayar pada kecepatan dinasnya, aliran di belakang
propeller (propeller wash / propeller slipstream) mempunyai kecepatan axial yang cukup besar disamping adanya aliran rotasional pada daerah lingkupan ujung daun (tip vortex) dan pusat propeller (hub vortex). Sementara ini, energi aliran Slipstream tersebut hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan kemudi (rudder) pada saat kapal akan berolah gerak (maneouvering) tetapi masih terdapat energi kinetik yang cukup besar di belakangnya yang bersifat merusak lingkungan (scouring) bila kapai balayar pada perairan dangkal ataupun pelabuhan. Kenaikan energi kinetik air yang melewati propeller mempunyai dua komponen yaitu axial dan rotational. Komponen axial sangat dipengaruhi oleh percepatan axial air untuk menghasilkan thrust, sedangkan torsi poros yang diteruskan ke air akan menyebabkan induced rotational velocity dan energi kinetik rotasi terbuang. Drag losses lebih banyak dipengaruhi oleh ukuran dan dimensi propeller serta kekasaran permukaan daun propeller. Besaran energi terbuang akan sangat mempengaruhi efisiensi propeller. Efisiensi propeller
38
bervariasi dan berbanding terbalik terhadap beban gaya dorong (Thrust loading :CTh), yang didefinisikan sebagai : CTh=
.........................................(3)
Dimana T adalah gaya dorong (Newton), D diameter propeller (m), ρ rnassa jenis air (kg/m3), va advance speed rata-rata (m/s). Betz, 1919, menyatakan bahwa induced loss propeller dapat diminimalkan bila propeller Slipstream mempunyai kecepatan konstan dan bila setiap seksi/potongan Slipstream berputar sekitar propeller axis maka ia berputar seperti piringan pejal. Tentu saja idealisasi ini tidak didapatkan di belakang propeller yang jumlah daunnya terbatas. Juga lembaran vortex dari trailing edge daun propeller tidak dapat bergerak seperti benda rigid. Hal int juga ditunjukkan oleh Goldstein. Glauert (1963), pertama kali yang menyelidiki "energy loss" pada propeller. Glauert mcnghitung effisiensi propeller sebagai perkalian effisiensi berkaitan dengan tiga komponen energy losses tcrsebut teori yang di gunakan untuk menghitung effisiensi propeller adalah teori Momentum Glover (1987), memberikan energy losses untuk propeller konvensional sebagai fungsi faktor beban propeller (Thrust loading), Hasil penelitian Glover seperti tertera pada Gambar 2.10, tetapi metode untuk mendapatkannya tidak dijelaskan. Dyne (1993), open water efficiency dihitung sebagai penjumlahan empat energy coefficient yang berkaitan dengan: axial loss, rotational loss, frictional loss dan jumlah daun propeller. Glover (1987), telah memperlihatkan seberapa besar energi terbuang dari bekerjanya sebuah propeller konvensional dan dipresentasikan dalam bentuk hubungan antara efisiensi propeller dengan variasi thrust-loading yang cukup besar (0,56 –5,98).
39
Gambar 2.12 Kurva kehilangan efisiensi pada propeller Dalam perhitungan koefisien energi, hanyalah di fokuskan pada energy loss propeller.Interaksi propeller-lambung yang merupakan faktor penting pada "total propulsive efficiency" tidak di perhitungkan, juga unsteady properties (kavitasi dan vibrasi). Salah satu cara untuk menentukan/membandingkan propeller yang satu lebih baik dari pada lainnya, yaitu menggunakan konstanta Koefisien Olsen (2001), dengan penggunaan koefisien energi, seberapa besar kehilangan energi (energy losses) pada saat bekerjanya propeller dapat diketahui / di perkirakan. Dalam bekerjanya, propeller tidak bisa dilepaskan dengan apa yang dinamakan kehilangan energi yang dapat diuraikan menjadi 3 komponen: axial loss, rotatitonal loss, dan frictional loss. Axial loss lebih disebabkan oleh peningkatan axial momentum oleh air / fluida untuk menimbulkan gaya dorong (Thrust). Untuk mendapatkan propeller yang seefisien mungkin, maka rotational dan frictional loss harus diminimalkan dan ini memperjelas bahwa untuk mendapatkan propeller dengan tingkat efisiensi yang tinggi, maka propeller harus : noslipstream rotation dan no frictional loss. Olsen, dalam menurunkan koefisien – koefisien energi dengan menggunakan asumsi potential flow yang diaplikasikan pada propeller yang dimodelkan sebagai
40
actuator disc. Jika propeller dimodelkan sebagai actuator disk, maka besarnya Thrust dan Torque dapat dihitung dengan rumus: T∞ = 2π
Q∞ =
+ ΔQ fr =
=ΔT fr........................................... (4)
[Ur,0 (r) – U (r)]rdr + ΔQ fr ........... (5)
Dimana ΔQ fr dan ΔQ fr adalah pengurangan dan penambahan akibat gesekan. Torque diasumsikan positif untuk propeller yang berputar searah jarum jam.Indeks menunjukan harga yang berkaitan dengan disk.
Gambar 2.13 Tabung aliran untuk menurunkan koefisien energi Seperti yang ditunjukan pada gambar 2 di atas. Dengan menggunakan hukum Bernoulli di depan dan di belakang disk, berturut-turut di dapatkan : Po +
= P+ (r) +
{[Ua,0+(r) – U (r)]2+Ur,0+2 (r)} ................... (6)
P(r)+ {[Ua,0-(r)–U(r)]2+Ur,0-2(r)+Ut,0-2(r)}=P-∞(r)+ ρ{[Ua,-∞(r)–U(r)]2+Ut,∞2(r)} .......................................................................................................................... (7) Lonjakan tekanan yang melewati Disk didefinisikan sebagai : ΔP(r) = P-(r) - P-(r) ↔ p-(r) = ΔP(r) + P+(r) ................................................ (8) Masukkan persamaan ini ke persamaan (7) :
41
ΔP(r) = P-∞(r) - P+(r) +
Persamaan (6) memberikan ekspresi untuk P+(r), yang dimana dimasukan ke persamaan diatas : ΔP(r) = P-∞(r) - P+(r) +
ΔP(r) = P-∞(r) – P0 + .................................... (9) dimana Ua dan Ut menerus (kontinyu) memasuki disk. Peningkatan total head ditemukan dengan mengurangkan bagian sebelah kiri persamaan (6) dari sebelah kanan persamaan (7) : ΔH(r) = P-∞(r) – P0 + 2
ΔH(r) = ΔP(r) + ρUt,0 (r) ........................................ (10) Disebabkan oleh rotasi slipstream, tekanan pada tabung aliran pada bagian jauh downstream akan menjadi lebih rendah daripada tekanan yang tak terganggu. Tekanan infinitively downstream adalah : P-∞(r) = P0 -
..................................... (11)
Penurunan-penurunan persamaan di atas, memungkinkan untuk menghitung Thrust dan Torque bila kecepatan axial dan tangensial pada disk diketahui.
42
Effisiensi propeller didefinisikan sebagai : η=
..................................................... (12)
Bila persamaan (4) dimasukkan sebagai Thrust, Effisiensi propeller dengan jumlah daun tak terbatas,maka : η∞ =
......................... (13)
Dimana w adalah wake fraction. Dalam rangka untuk menurunkan koefisien energi. Dengan penambahan dan pengurangan kccepatan kapal Vs, dalam term volume aliran,
, bagian inviscid Thrust dapat diekspresikan
sebagai : .............................................. (14) Untuk "Actuator Disk‖,
bila persamaan (11)
dimasukkan ke persamaan, Effisiensi Actuator disk dapat diekspresikan sebagai : η∞ = (1-w) {1 – AXL + AXG- ROTL - FRL} Dimana koefisien energi di definisikan sebagai : AXL =
................(15)
AXG =
.....................(16)
ROTL=
FRL =
.....................................................(17)
43
AXL adalah kehilangan energi akibat "axial induced velocity" apabila adalah benar untuk normal actuator disk, maka "axial loss", maka dapat diekspresikan sebagai : AXL =
........................ (18)
Dengan demiklan, AXL (axial loss) berhubungan erat dengan sisa energi kinetik di slipstream akibat bekerjanya propeller.AXG adalah Axial Gain, dimana terminologi gain digunakan sebagai AXG untuk meningkatkan effsiensi. AXG akan bernilai nol di dalam aliran uniform. ROTL adalah kehilangan energi oleh karena rotasi slipstream. Ini dapat dilihat dalam bentuk : .............................. (19) Yang berhubungan dengan energi kinetik akibat rotasi slipstream. Terminologi memasukkan ΔC adalah kehilangan akibat tekanan rendah/turun di slipstream. FRL adalah "frictional losses". Untuk gaya dorong (Thrust) yang saran, kebutuhan Torque akan lebih tinggi sesuai dengan jumlah daun daripada "Actuator disk", inimerupakan tambahan losses akibat jumlah daun : FBNL = η∞
................................................ (20)
Dimana Qz adalah Torque propeller dengan sejumlah daun. Dengan demikian, effsiensi propeller dengan jumlah daun tertentu sebesar: η∞= (1-w) {1 –AXL+ AXG– ROTL – FRL}- FBNL ...................... (21) Dalam perhitungan koefisien energi, sangatlah diperlukan mengetahui ratarata induced axial dan tangential pada propeller plane dan di belakangnya.
44
II.4 Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan salah satu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode numerik dan algoritma untuk menyelesaikan dan menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan aliran fluida. Tujuan dari CFD adalah untuk memprediksi secara akurat tentang aliran fluida, perpindahan panas, dan reaksi kimia dalam system yang kompleks, yang melibatkan satu atau semua fenomena di atas. Permodelan CFD sendiri didefinisikan sebagai teknik perhitungan untuk memprediksi fenomena dasar aliran yang menggunakan komputer berkemampuan tinggi. Selain itu, CFD juga didefinisikan sebagai suatu analisa terhadap sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan kalor dan kasus sejenis dengan bantuan simulasi komputer. Pada abad ketujuh belas, dasar – dasar fluida eksperimental dikenalkan di negara Inggris dan Prancis. Pada abad kesembilan belas, terlihat pengembangan dinamika fluida secara teoritis. Kemudian sepanjang abad kedua puluh, studi dan praktik dalam dinamika fluida melibatkan penggunaan teori murni disatu sisi dan eksperimen murni di sisi lainnya. Hal ini terjadi hingga tahun 1960-an. Pada akhir tahun 1970, dikembangkan CFD dengan keterbatasan. Namun, seiring perkembangan, CFD modern bisa mengakomodasi semua disiplin ilmu yang menggunakan analisis aliran fluida. Saat ini, banyak perangkat lunak CFD yang digunakan untuk menganalisa aliran fluida yang diantaranya : ICEM CFD-CFX, FLUENT, dan sebagainya. Perangkat lunak ini dapat menganalisa aliran fluida yang terjadi di sekitar propeller kapal. (Putra, 2016)
II.4.1 Persamaan Dinamika Fluida dalam CFD Dasar yang fundamental pada hampir semua masalah CFD adalah persamaan Navier-Stokes (dinamakan dari Claude Louis Navier dan George Gabriel Stokes), yang menjelaskan pergerakan dari suatu fluidaseperti cairan dan gas (Couser, 2002). Dalam persamaan ini, asumsi pertama adalah bahwa fluida incompressible
45
(tidak dapat dimampatkan), yang mengarah ke persamaan lain: kekekalan massa (conservation of mass). Bentuk umum persamaan Navier-Stokes: ..............................(22) di mana : V = Kecepatan aliran = Perpindahan ρ = masa jenis fluida μ = frictional resistance yang merepresentasikan viskositas f
= gaya dari luar, misalnya gaya gravitasi
t
= waktu
II.4.2 Teori Dinamika Fluida Ada beberapa keuntungan dari CFD berdasarkan pendekatan eksperimen untuk desain sistem fluida antara lain: 1. Meminimumkan biaya dan waktu dalam mendesain suatu produk, jika proses desain tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi tinggi. 2. Mempunyai kemampuan sistem studi yang dapat mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen. 3. Mempunyai kemampuan untuk sistem studi di bawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis (termasuk studi keselamatan dan skenario kecelakaan). 4. Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain Aplikasi dari software untuk penyelesaian masalah aliran pada kapal telah mengalami kemajuan cukup pesat pada akhir-akhir ini. Bahkan pada saat ini teknik software merupakan bagian dari proses desain dalam diagram spiral perencanan. Dengan software memungkinkan untuk memprediksi fenomena aliran
46
fluida yang jauh lebih kompleks dengan berbagai tingkat akurasi. Dalam desain kerjanya, problem yang ada perlu dideskripsikan ke dalam software dengan menggambarkan model yang akan dianalisa, sifat-sifat fluida yang ada di sekitar model dan juga penentuan kondisi batasnya. Selanjutnya dalam solver, problem yang ada akan dihitung. Dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil output dari running program. Metode yang biasa digunakan untuk menyelesaikan governing equation di atas adalah metode diskrit. Beberapa metode diskrit yang digunakan adalah: Finite Element Method (FEM) dan Finite Volume Method (FVM). Finite element method (FEM) menggunakan fungsi bentuk sederhana (linear atau kuadrat) pada elemen yang menggambarkan variasi variabel aliran. Persamaan pengendali dapat dipenuhi dengan penyelesaian secara eksak. Jika perkiraan persamaan tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi sisa (residual) yang dapat diukur kesalahannya. Kemudian sisa tersebut diminimumkan dengan cara mengalikannya dengan fungsi berat dan pengintegralan. hasilnya adalah fungsi aljabar untuk koefisien yang tidak diketahui dari fungsi perkiraan. Finite Volume Method (FVM) dikembangkan dengan formulasi khusus metode beda hingga. Secara global, algoritma numerik yang dimiliki oleh metode beda hingga adalah dengan melakukan pengintegralan persamaan pengendali aliran fluida terhadap seluruh kontrol volume dari domain penyelesaian. Kemudian dilanjutkan dengan pendiskritan yang meliputi substitusi berbagai pendekatan beda hingga dari suku-suku persamaan yang diintegrasikan tersebut. Sehingga menggambarkan proses aliran seperti konveksi, difusi dan source. Pada tahap ini setiap persamaan integral akan diubah menjadi persamaan aljabar. Setelah itu persamaan-persamaan aljabar akan diselesaikan dengan metode iterasi. (Ahadyanti, 2014) Computational Fluid Dynamics merupakan analisa sistem yang mencakup aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena yang terkait, seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer (numerik). Teknik ini sangat berguna dan dapat diaplikasikan pada bidang industri dan non-industri. Kode CFD
47
terstruktur
atas
logaritma
numerik,
sehingga
dapat
digunakan
untuk
menyelesaikan problem pada suatu aliran fluida. Kode Computational Fluid Dynamics terdiri dari tiga elemen utama yaitu: 1. Pre Processor 2. Solver Manager 3. Post Processor Pre Processor Pada tahap awal pemrograman ini, terdiri dari input masalah aliran untuk software melalui interface kemudian mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai dengan format yang dikehendaki oleh bagian solver. Perlu dilakukan input permasalahan sesuai dendan aturan pada software yang meliputi : a) Membentuk geometri benda dan daerah di sekeliling benda sebagai domain komputasi b) Membentuk grid generation atau membagi domain yang telah ditentukan menjadi bagian yang lebih kecil (sub domain) c) Penentuan fenomena kimia dan fisika dari model d) Penentuan sifat fluida, seperti harga kekentalan, densitas, temperatur fluida, dan lainnya. e) Penentuan kondisi batas geometri, lokasi pembuatan kondisi batas harus ditentukan baik pada daerah di sekeliling benda, maupun pada aliran yang diperhitungkan f) Penentuan besar kecilnya atau kekasaran grid / mesh Analisa aliran berupa kecepatan, tekanan atau temperatur didefinisikan sebagai suatu daerah yang berupa simpul – simpul tiap cell. Jumlah cell dalam grid/mesh menentukan akurasi penyelesaian software. Semakin banyak cell-nya, maka akan semakin akurat penyelesaiannya. Daerah yang memiliki perubahan bentuk yang sangat tajam biasanya dilakukan meshing secara halus, sedangkan daerah lainnya relatif kasar.
48
Solver Solver dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu finite difference, finite element dan finite volume. Secara umum, metode numerik solver terdiri dari langkah-langkah berikut ini : a) Perkiraan variabel yang tidak diketahui dengan menggunakan fungsi sederhana b) Diskretisasi dengan substansi perkiraan–perkiraan tersebut dengan menggunakan persamaan–persamaan aliran yang berlaku dan berbagai manipulasi matematika c) Penyelesaian dari persamaan aljabar Post Processor Pada tahap ini akan ditampilkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Hasil perhitungan dapat dilihat berupa data numerik dan data visual aliran fluida pada model. Data numerik yang diambil adalah data nilai variabel sifat fluida, dimana data sifat fluida yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Density Eddy viscosity Mach number Pressure gradient Specific capacity heat transfer rate Temperature Entalphy Total pressure Velocity Wall sheer Coordinate Density viscosity Heat Transfer coefficient Pressure Shear strain rate Static entalpy Termal conductivity
49
18. 19. 20. 21.
Total temperature Turbulance kinetic energy Wall heat flux Y plus
Data numerik yang dapat ditampilkan oleh post processor adalah sebagai berikut: 1. 2.
Data export Quantitative calculation
Gambar yang dapat ditampilkan oleh post processor adalah sebagai berikut: 1. Gambar geometri model 2. Gambar surface sifat fluida 3. Animasi aliran fluida 4. Tarnpilan vector kecepatan 5. Arah aliran fluida
II.4.3 Kemampuan CFD versus Metode Eksperimental Kemampuan CFD dan pesatnya perkembangan kecepatan komputasi telah membuat penggunaan CFD sebagai alat untuk mendapatkan solusi dalam dunia engineering. Pengunaanya telah meliputi area yang luas pada industri dan aplikasi-aplikasi keilmuan. CFD dapat digunakan untuk menghasilkan prediksi kualitatif dalam aliran fluida, hal ini banyak dilakukan dengan menggunakan beberapa metode : 1.
Metode matematik
2.
Metode numerik
3.
Perangkat lunak
CFD digunakan oleh para ilmuan dan engineer untuk melakukan sebuah eksperimen numerik dalam sebuah virtual laboratorium. Dalam karakteristik aliran, CFD dapat memperlihatkan pola-pola aliran yang lebih detail dan akurat yang akan sulit dan mahal, bahkan tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan teknik eksperimen. Salah satu contoh aplikasi yang telah dilakukan adalah dalam
50
analisa mendapatkan gaya-gaya dan efek dari sebuah riser yang memiliki ukuran sangat panjang dan berada di laut dalam. Dalam hal prediksi sebuah fenomena aliran, maka CFD dapat digunakan untuk mendapatkan kuantitas yang diinginkan dengan resolusi yang tinggi untuk setiap bagian dari waktu. Pemanfaatan CFD juga digunakan sebagai metode untuk menyederhanakan (secara virtual) permasalahan dengan kondisi-kondisi operasi yang realistis dan tetap pada domain aliran yang aktual. Meskipun demikian, error/kesalahan selalu ada dan biasanya terjadi karena beberapa hal berikut: 1.
Kesalahan dalam memodelkan objek penelitian
2.
Kesalahan dalam diskritasi
3.
Kesalahan dalam melakukan iterasi
4.
Kesalahan dalam implementasi
Dalam hal kemampuan mendiskripsikan secara kuantitatif sebuah fenomena, maka metode pengukuran/eksperimen hanya mendapatkan satu kuantitas dalam satu waktu dan terbatas dalam jumlah titik pengukuran dan waktunya. Selain itu skala yang digunakan terbatas pada skala laboratorium dan meliputi area permasalahan dan kondisi operasi yang terbatas. Dengan demikian error/kesalahan yang mungkin terjadi adalah: 1. Adanya kesalahan dalam pengukuran 2. Adanya gangguan pada probe yang digunakan Sebagai sebuah algoritma, CFD tidak sepenuhnya menggantikan pengukuran secara eksperimen, tetapi jumlah dan biaya eksperimen yang dilakukan dapat ditekan sangat signifikan. Dalam hal ini, perbandingan antara eksperimen dan CFD adalah sebagai berikut : Eksperimen 1. Biaya tinggi 2. Persiapan waktu yang lama 3. Bersifat sekuensial 4. Memiliki tujuan tunggal
51
CFD 1. Biaya lebih rendah 2. Cepat dilakukan 3. Dapat dikerjakan secara paralel 4. Bisa memiliki tujuan lebih dari satu Namun demikian reliabilitas hasil dari simulasi CFD tidak pernah dapat mencapai 100% dikarenakan data input yang digunakan memiliki potensi perkiraan atau kurang presisi. Selain itu terdapat kemungkinan model matematik yang mungkin tidak sesuai serta akurasi yang terbatas tergantung kemampuan kecepatan komputer yang digunakan. Untuk beberapa kasus telah terbukti bahwa simulasi CFD memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu pada : 1. Aliran laminar dengan kecepatan rendah 2. Aliran single phase Dengan berkembangnya penelitian yang menggunakan simulasi CFD sebagai metode memperpendek distance to reality pada banyak kasus dalam multi-disiplin keilmuan kemudian memunculkan kaidah-kaidah yang banyak dilakukan oleh para peneliti dalam memposisikan CFD dan eksperimen. Salah satu kaidah yang banyak dipakai adalah menggunakan CFD sebagai metode prediksi dan eksperiment juga sebagai metode untuk melakukan validasi. Sebuah pemahaman yang baik, diperlukan untuk menyelesaikan algoritma penyelesaian numerik. Terdapat tiga konsep matematika yang berguna dalam menentukan berhasil tidaknya algoritma : 1. Konvergensi, merupakan properti metode numerik untuk menghasilkan solusi yang mendekati solusi eksakta sebagai grid spacing, ukuran kontrol volume atau ukuran elemen dikurangi mendekati nol. 2. Konsisten, merupakan suatu skema numerik yang menghasilkan persamaan aljabar yang dapat diperlihatkan ekivalen dengan persamaan pengendali sebagai grid space mendekati nol. 3. Stabilitas, yaitu penggunaan faktor kesalahan sebagai indikasi metode numerik. Jika sebuah teknik tidak stabil dalam setiap kesalahan
52
pembulatan, bahkan dalam data awal dapat menyebabkan osilasi atau divergensi. Berdasarkan penjelasan pada sub bab ini, maka penulis memakai aplikasi Fluent karena aplikasi tersebut mampu melakukan analisa dengan menggunakan metode moving mesh.
II.5
Becker Mewis Duct
Gambar 2.14 Aplikasi Becker Twisted Fins Becker Marine Systems telah bereaksi terhadap permintaan dari perusahaan pelayaran untuk perangkat hemat energi untuk kapal cepat. Setelah dua tahun penelitian dan didasarkan pada tiga tahun pengalaman operasional dengan Becker Mewis Duct®, perangkat penghematan energi terbaru diciptakan untuk kapal kontainer dan jenis kapal cepat dengan bulbous bow memasuki pasar - Becker Twisted Fin®.
Keuntungan : 1. Penghematan Bahan Bakar hingga 3% 2. Pengurangan NOx dan emisi CO2 3. Pengembalian investasi 6 - 15 bulan 4. Jaminan struktural bertahun-tahun
53
5. Jaminan pengurangan tenaga sebagai diverifikasi oleh uji model 6. Cocok untuk bangunan baru dan retrofits 7. Tidak ada bagian yang bergerak, tidak membutuhkan pemeliharaan 8. Instalasi cepat II.5.1 Pengembangan Dari Duct Untuk Sirip
Gambar 2.15 Uji model propeller dan Becker Twisted Fins Becker Marine Systems telah difokuskan pada penghematan energi dan menyediakan salah satu perangkat hemat energi yang paling efisien untuk pasar maritim dengan Becker Mewis Duct®. Rata-rata, penghematan daya lebih dari 6% dapat dicapai untuk kapal besar dan lambat seperti kapal tanker dan bulkers. Penghematan dari Becker Mewis Duct® berkurang dengan kecepatan di atas kira-kira 20 knot. Becker Marine Systems telah memperkenalkan Becker twisted Fin® untuk kapal cepat dengan kecepatan di atas 18 knot. Seperti Becker Mewis Duct®, Becker Twisted Fin® tidak memiliki bagian yang bergerak, juga dipasang di depan propeller dan menghasilkan pra-pusaran. Sistem ini sehingga memberikan kapal cepat penghematan energi yang nyata. Cincin nozzle secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan Becker Mewis Duct® dan memiliki profil datar khusus dengan drag yang jauh lebih rendah. Sirip yang familiar dari Becker Mewis Duct® di bagian dalam cincin nozzle membentang keluar di luar nozzle. Untuk mencegah terbentuknya pusaran dengan kavitasi di ujung sirip, Becker telah mengembangkan cap khusus untuk sirip. Cincin nozzle yang kecil menghasilkan gaya dorong, memberikan stabilitas sirip dan mengurangi getaran.
54
Tes Computational Fluid Dynamics (CFD), tes Model dan operasi skala penuh telah menunjukkan penghematan bahan bakar rata-rata 3% untuk kapal kontainer. Bahkan hasil yang lebih baik dapat diperoleh dengan kombinasi dari Becker Twisted Fin® dan Becker TLKSR® Twisted Rudder.
Gambar 2.16 Hubungan antara koefisien Thrust dengan kenaikan tenaga dari Becker Twisted Fins Setiap Becker twisted Fin® secara individual dirancang sesuai dengan geometri lambung, desain baling-baling dan data mesin. Desain memperhitungkan kekuatan, kelelahan dan getaran persyaratan terbaru dari badan klasifikasi.
II.5.2 Studi Kasus - Kapal 7100 TEU Setelah tes model yang sukses dari prototipe Becker twisted Fin® pada awal 2012, Becker Marine Systems menandatangani kontrak dengan Hamburg Süd pada bulan Juni 2012. Pemilik kapal yang berbasis di Hamburg memerintahkan perangkat hemat energi baru untuk jenis cepat kapal sebagai retrofits untuk serangkaian sepuluh kapal kontainer 7100 TEU. Potensi penghematan bahan bakar dari Becker Twisted Fin® untuk kapal-kapal tersebut telah diverifikasi dalam tes model dengan penghematan rata-rata 3,5%.
55
Gambar 2.17 Aplikasi Becker Twisted Fins pada kapal kontainer milik Hamburg Sud
56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab Metodologi Penelitian ini akan dibahas langkah-langkah analisis perhitungan, metode yang digunakan, dan model penelitian yang dipakai. Dalam tugas akhir ini penulis akan menghitung efisiensi dari Energy Saving Devices (ESD) yang dipakai oleh PT.Pertamina (Persero) yang digunakan pada kapal tanker 40000 LTDW. Kemudian penulis akan memodelkan ESD tersebut kedalam bentuk tiga dimensi untuk mengetahui cara kerja ESD tersebut. Dibawah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai langkah-langkah pengerjaan tugas akhir ini.
III.1 Langkah-langkah Pengerjaan Tugas Akhir Dalam menghitung bagian stern kapal harus ada urutan pengerjaan dengan alur yang baik untuk memudahkan proses pengerjaan. Hal ini berguna sebagai acuan umum yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum proses menghitung bagian stern kapal dimulai dengan pengambilan data input dilanjutkan dengan pengolahan data input berdasarkan pada perhitungan yang valid sehingga didapat hasil yang diinginkan. Secara terperinci metode pengerjaan terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
III.1.1 Studi Literatur Tahap pertama yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini yaitu studi literatur. Studi literatur adalah teori-teori yang akan digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir serta untuk lebih memahami permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini. Referensi-referensi untuk mengerjakan tugas akhir ini didapat dari buku, jurnal ilmiah, paper, tugas akhir, tesis mahasiswa sebelumnya yang masih berkaitan, serta browsing dari internet.
57
III.1.2 Pengumpulan Data Tahap kedua setelah studi literatur adalah pengumpulan data yang dibutuhkan. Data tersebut harus meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan dan berhubungan dalam pengerjaan perhitungan dan permodelan ESD kapal. Ada beberapa pengelompokan data tersebut, yakni : a. Data Ukuran Kapal Tanker Pertamina 40000 LTDW Data ini sangat dibutuhkan dimana nantinya data ini akan menjadi acuan dalam menghitung efisiensi dari ESD yang dipasang pada kapal. Dari data dapat ditentukan ukuran utama awal sebelum nantinya dilakukan pengoptimalkan ukuran utama awal sehingga didapat efisiensi energi yang dihasilkan ESD. Data ini didapat dengan menggunakan data Tugas Akhir sebelumnya. b. Data gambar ESD, data propeler & linesplan tanker 40000 LTDW Pertamina (PERSERO).Data ini diperlukan untuk memodelkan ESD, propeler dan badan kapal terhadap aliran slipstream yang dilaluinya dengan menggunakan Ansys Fluent.
III.1.3 Penentuan Parameter, Rumus dan Batasan Tahap ketiga dalam pengerjaan tugas akhir ini yaitu pembuatan model optimasi yang diperlukan untuk mendapatkan ukuran utama kapal yang optimal. Langkah awal dalam pembuatan model optimasi adalah menentukan parameter, variabel serta batasan. a.
Parameter
Parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan kecepatan aliran air di belakang propeller sementara diasumsikan sebagai penjumlahan dari daya dorong kapal dan kenaikan dari daya dorong kapal. Thrust total = Thrust kapal + Power gain (KN) ....................... (23) Didalam kedua hitungan tersebut, ada parameter yang berperan dalam kenaikan daya dorong kapal,diantaranya :
58
- Koefisien Thrust Loading (CTh) - Wake (Effective Wake, W) Bila besarnya effective wake tidak diketahui dari data, maka penulis akan menggunakan Teori Dyne untuk mencari besaran dari wake tersebut. b.
Variabel
Variabel adalah nilai yang akan dicari dalam proses perhitungan, yaitu nilai efisiensi dari ESD Tanker. Terdapat berbagai jenis variabel, antara lain: 1. Variabel tak bebas (dependent variables), yaitu variabel yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan yang lainnya. 2. Variabel bebas, yaitu variabel yang dapat berdiri sendiri. 3. Variabel tunggal (uni-variable) 4. Variabel ganda (multi-variables) 5. Variabel kontinyu (continuous variables) yaitu variabel yang dapat mempunyai harga pada daerah yang sudah ditentukan. 6. Variabel tertentu (discrete variables) yaitu variabel yang dihitung untuk kondisi tertentu. c.
Batasan (constraint)
Batasan adalah besaran yang nilainya telah ditentukan oleh owner. Dalam hal ini, penulis akan menguji aliran dalam kondisi dengan menggunakan ESD dan tanpa menggunakan ESD. Sehingga didapat dua kondisi thrust dari pengujian ini.
III.1.4 Perhitungan Teknis Efisiensi dari ESD Tahap selanjutnya setelah mendapatkan nilai dari thrust dan wake adalah menghitung efisiensi dari ESD yang diaplikasikan pada tanker 40000 LTDW milik Pertamina (PERSERO). Dalam perhitungan ini,penulis akan menggunakan Microsoft Excel yang memiliki fungsi untuk melakukan perhitungan dari variabel yang ada.
59
III.1.5 Memodelkan ESD Terhadap Aliran Slipstream Setelah mendapatkan efisiensi ESD kapal tanker 40000 LTDW Pertamina (PERSERO) yang memenuhi dari batasan, maka tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu permodelan ESD terhadap aliran slipstream. Tahap ini dilakukan dengan bantuan software Autodesk AutoCAD trial version untuk memodelkan kapal, propeler dan ESD secara kasar dahulu. Setelah dimodelkan secara kasar, kemudian penulis akan melakukan meshing dari ESD menggunakan software Ansys ICEM CFD yang berfungsi untuk memodelkan kapal, propeler dan ESD sebelum dilakukan simulasi dengan adanya aliran slipstream yang mengenai ESD tersebut. Kemudian untuk simulasi dari ESD terhadap aliran slipstream maka dilakukan dengan software Ansys Post.
III.1.6 Pembuatan Kesimpulan dan Saran Tahap terakhir dari pengerjaan tugas akhir ini yaitu penarikan kesimpulan dari analisa dan perhitungan. Kesimpulan tersebut berupa efisiensi yang dihasilkan dari ESD yang dipakai oleh Pertamina (PERSERO) serta gambaran dari ESD saat terkena aliran air. Saran dapat berupa kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam tugas akhir ini serta hal-hal yang bisa dikembangkan dari tugas akhir ini sehingga dapat dijadikan judul tugas akhir selanjutnya.
60
III.2 Diagram Alir Metodologi Diagram aliran metodologi pada Tugas Akhir ini adalah :
Mulai
Studi Literatur : Text Book Tugas Akhir
Identifikasi Masalah
Menganalisa data kapal dan konstruksi buritan kapal
Menghitung hambatan dan thrust kapal tanker Pertamina tanpa ESD Mengecek perhitungan dan permodelan kembali
Permodelan CFD kapal tanker 40000 LTDW Pertamina (PERSERO) dengan kondisi dengan dan tanpa ESD
Tidak memenuhi
BATASAN :Nilai thrust ESD > 0%, kondisi uji diam, kenaikan thrust setelah ESD dipasang
memenuhi Penyusunan laporan Tugas Akhir Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 3.1 Diagram Metodologi Penelitian
61
Pengumpulan Data : Data kapal tanker 40000 LTDW milik Pertamina Data ESD yang dipilih oleh Pertamina Konstruksi buritan kapal
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
62
BAB IV ANALISA TEKNIS IV.1 Data Kapal & Model Uji Dalam studi kasus penulis, data kapal dan model kapal yang akan dianalisa efisiensi ESD nya mutlak dibutuhkan. Hal ini karena data tersebut akan digunakan untuk perhitungan nilai efisiensi ESD yang digunakan pada kapal, yang memiliki rumus : Eff. Gained =
.................................(24)
Dimana Gain adalah selisih gaya tekan dan service thrust adalah gaya dorong kapal pada kondisi kecepatan servis. Oleh pihak Pertamina (PERSERO), kapal tanker 40000 LTDW yang akan dihitung penulis sudah dilakukan uji model yang dilakukan oleh China Ship Scientific Research Center (CSSRC), yaitu lembaga riset kapal yang berada di Tiongkok, tempat kapal ini dibangun. Dan untuk energy saving devices yang digunakan adalah tipe Becker Twisted Fins. Untuk data kapal dan model ini diuji pada tahun 2015 ini, adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Data Kapal & Model Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW Name
Symbol
Ship
Model
L0A
m
183.000
3.9262
LPP
m
175.500
3.7653
B
m
32.500
0.6973
D
m
17.100
0.3669
Draft
d
m
11.000
0.2360
Displacement
∇
t
51181.000
0.5054
Volume
Δ
m3
49932.683
0.4931
Longitudinalcenter of gravity(fromst.10)
Xg
m
5.413
0.1161
Vertical center ofgravity (frombaseline)
Zg
m
Length overall Length between perpendiculars Breadth Depth
Design draft
Unit
63
10.156
0.2179
CorrectedGM
GM‘
m
3.050
0.06544
Fore draft
df
m
5.085
0.1091
Stern draft
da
m
7.709
0.1654
Draft
d
m
6.397
.0.1372
Displacement
∇
t
27479.000
0.2714
Volume
Δ
m3
26808.780
0.2647
Longitudinalcenter of gravity(fromst.10)
Xg
m
4.000
0.0858
Vertical center ofgravity (frombaseline)
Zg
m
8.097
0.1737
m
8.389
0.1800
Ballast draft
CorrectedGM
GM‘
Selain data kapal dan model uji, dibutuhkan juga data propeller dari kapal ini. Datanya adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Data Propeller Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW Name Diameter
Symbol D
Unit
Ship
Model
m
6.600
0.1412
4
4
Right
Right
P
Number ofthe blades
z
Directionofrotation
—
- -
Selain itu, penulis memasukkan data penambahan hambatan dengan tiga variasi kecepatan dinas kapal dan dalam dua keadaan: keadaan muatan penuh dan keadaan ballast. Penulis melampirkan data lebih lengkap pada Lampiran 1.
64
8
Designdraft Vs= 9.0kn Designdraft, Vs=12.0kn Designdraft, Vs=15.0kn Ballastdraft, Vs= 9.5kn Ballastdraft, Vs=12.0kn Ballastdraft, Vs=15.5kn
KAW
6
4
2
0 0.0
0.5
1.0
1.5
λ / L
2.0
2.5
3.0
P P m
Gambar 4.1 Perbandingan non-dimensional antara kecepatan kapal dengan wave added mass
IV.2 Perhitungan Hambatan Selain data diatas, dibutuhkan juga data hambatan dari kapal. Metode perhitungan yang penulis pakai adalah metode Holtrop. Penulis memilih metode Holtrop dikarenakan : 1) Metode Holtrop termasuk metode yang akurat dalam menghitung nilai hambatan dari kapal. Sehingga metode ini dapat dipakai untuk menghitung hambatan kapal secara umum. 2) Parameter yang diperlukan dalam metode Holtrop mudah didapatkan dari data yang ada di kapal. Seperti data panjang, lebar dan tinggi kapal. 3) Metode Holtrop paling sering diajarkan kepada penulis saat kuliah. Dari metode Holtrop ini, penulis menghitung hambatan pada kecepatan 10 knot, 15 knot dan 18 knot, sesuai batasan penulis yang direkap pada Lampiran 2. Dan hasil dari perhitungan hambatan dengan metode Holtrop ini adalah :
65
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hambatan Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW Item
V = 10 knot
V = 15 knot
V = 18 knot
(Service Speed)
Froude Number (Fn)
0,122
0,182
0,182
Koefisien Gesek (CF)
0,00158
0,00150
0,00147
0,000382111
0,000382111
0,000382111
Wake Fraction (w)
0,158
0,157
0,157
Hambatan Total (RT)
282,098 KN
720,315 KN
1369,776 KN
1972,962 HP
7556,692 HP
17244,089 HP
3284,22 HP
10828,35 HP
24720,04 HP
3351,24 HP
11049,34 HP
25224,53 HP
Brake Horse Power (BHP) 3437,171 HP
11332,65 HP
25871,313 HP
12,64 knot
15,17 knot
Model – Ship Correction Allowance (CA)
Effective Horse Power (EHP) Delivered Horse Power (DHP) Shaft Horse Power (SHP) Speed of Advance (Va)
8,42 knot
Setelah hambatan dicari, penulis kemudian mencari data koefisien propulsi. Tujuan yang ingin penulis cari adalah nilai Thrust dan nilai koefisien Thrust (CTh). Untuk nilai thrust, penulis mencari dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan hambatan total dan hasil dari CFX. Untuk pendekatan hambatan total, rumus yang dipakai adalah : Thrust =
....................................................(25)
Dimana RT adalah hambatan total, dan t adalah thrust reduction. Sedangkan untuk thrust dengan CFX, dianalisa berdasarkan hasil running yang penulis lakukan. Setelah dihitung, diperoleh data koefisien propulsi berikut :
66
Tabel 4.4 Rekapitulasi Koefisien Propulsi Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW V = 10 knot
Item
V = 15 knot
V = 18 knot
(Service Speed)
Jumlah daun Propeler (Z)
4
4
4
Propeler Disc Area (A0)
34,266 m
34,266 m
34,266 m2
Diameter Propeler (D)
6,60 m
6,60 m
6,60 m
Hambatan total (RT)
2
2
282,098 KN
720,315 KN
1369,776 KN
Speed of Advance (Va)
8,42 knot
12,64 knot
15,17 knot
Massa jenis air laut (ρ)
1,025 ton/m3
1,025 ton/m3
1,025 ton/m3
Thrust dari hambatan total (kN)
328,021
837,575
1592,762
Koefisien gaya dorong (CTh)
0,997
1,130
1,491
Berdasarkan hasil koefisien gaya dorong yang penulis dapat, dengan data yang diklaim dari Becker ™ selaku perusahaan yang menyediakan energy saving devices pada kapal tanker Pertamina 40000 LTDW ini, diperkirakan nilai efisiensi dari ESD akan bernilai 3% pada Vs = 10 knot, 3,5% pada Vs = 15 knot dan 4% pada Vs = 18 knot.
1.491
1,130
0.997
Gambar 4.2 Perbandingan antara Koefisien Thrust dengan peningkatan power pada ESD beserta indikator hasil CTh (garis merah)
67
IV.3 Membuat Permodelan Melalui Ansys Workbench Dari hasil perhitungan hambatan yang dikomparasikan dengan data Becker ™, bisa diperkirakan gain yang dihasilkan oleh ESD ini. Namun begitu, penulis juga perlu membuktikan kevalidan dari bentuk model kapal. Maka dari itu, penulis melakukan pengujian dengan metode Computational Fluid Dynamic atau CFD. Metode pengujian ini sangat umum dipakai dalam pengerjaan tugas akhir. Meski hasilnya tidak seakurat pengujian laboratorium, namun hasil yang dikeluarkan mendekati dari hasil uji lab. Langkah yang pertama dilakukan adalah : Menggambar ulang (redraw) lines plan dengan software Autodesk AutoCAD trial version. Fungsinya untuk menbuat wireframe dari kapal yang akan dilakukan proses surface.
Gambar 4.3 Hasil redrawing linesplan dengan Autodesk AutoCAD
Hasil dari redrawing model kapal diekspor ke ekstensi .iges dengan cara File – Export – Disimpan dengan memilih ekstensi .iges pada pilihan output file.
68
Gambar 4.4 Ekspor file AutoCAD menjadi file ekstensi .iges
Mendesain propeler dengan bantuan software Hydrocom PropCAD 2005. Software ini berfungsi untuk mendesain propeler dari kapal desain yang akan diuji di ANSYS nantinya. Dengan memasukan data propeler yang diperoleh dari PT. Pertamina Perkapalan (PERSERO), penulis dapat menghasilkan desain propeler kapal dengan output file .dwg yang dapat diproses dengan AutoCAD.
Gambar 4.5 Model propeler yang dibuat dengan software Hydrocomp PropCAD 2005
69
Mendesain Energy Saving Device (ESD) dengan bantuan software Autodesk AutoCAD trial version dan dibantu juga dengan software SOLIDWORKS 2015 SP 3.0. AutoCAD berfungsi untuk mendesain ESD secara 3 dimensi, sedangkan Solidworks berperan untuk mengecek apakah desain yang dibuat dari AutoCAD dapat terlihat secara pandangan realistik.
Gambar 4.6 Model ESD yang dicek surface nya dengan software SolidWorks 2015 SP 3.0
Kemudian setelah diolah melalui Solidwork item ini diekspor dalam ekstensi .stp untuk kemudian disatukan di dalam software ANSYS Design Modeler. Software tersebut berfungsi untuk mengatur dan memodelkan geometri yang akan diujikan sebelum dilakukan meshing. Pada penelitian penulis, dibuat dua permodelan : kondisi tanpa ESD (kapal + propeler) dan kondisi dengan ESD (kapal + propeler + ESD). Untuk memulai project Ansys Fluent pertama-tama kita buka Ansys Workbench kemudian pada panel project schematic kita klik kanan kemudian pilih new analysis sytems kemudian pilih fluid flow (fluent).
70
Gambar 4.7 Membuat Project Ansys Fluent Melalui Ansys Workbench
Untuk memulai menyusun geometri model, klik geometry untuk masuk ke Design Modeler. Setelah itu import model yang sebelumnya telah kita buat. Sesuaikan ukuran dengan menggunakan fitur scale dan sesuaikan posisi model dengan fitur translate.
Gambar 4.8 Model yang Telah Diimport dan Disusun
71
Setelah selesai menyusun model langkah berikutnya adalah menentukan domain dengan cara mengadakan enclosure. Klik tools kemudian pilih enclosure, pastikan membuat 2 enclosure untuk 2 domain (wall dan rotating domain). Pastikan juga tidak ada kontak antara objek satu dan lainnya.
Gambar 4.9 Pembuatan enclosure sebagai domain Setelah model dan enclosure selesai disusun kemudian kita rubah enclosure tersebut menjadi domain menggunakan Boolean. Untuk Rotating Domain dipilih Substract Boolean kemudian kita tentukan Cylinder Enclosure sebagai Target Bodies dan Propeller sebagai Tool Bodies dan pada pilihan Preserve Tool Bodies kita pilih No. Untuk Wall Domain kita pilih Substract Boolean kemudian kita tentukan Box Enclosure sebagai Target Bodies dan Cylinder Enclosure sebagai Tool Bodies dan pada pilihan Preserve Tool Bodies kita pilih Yes. Langkah selanjutnya adalah meshing. Meshing adalah membuat elemen – elemen kecil dari geometri yang akan dianalisa. Semakin banyak elemen yang terbentuk, maka hasilnya akan bagus, namun proses running akan memakan waktu yang lama bergantung dari komputasi yang dipakai. Untuk penelitian ini, penulis menggunakan komputer dengan spesifikasi : Prosesor AMD FX 8350, RAM 8 GB.Untuk membuat mesh, kita kembali ke Ansys Workbench kemudian klik Mesh. Klik kiri kemudian klik kanan pada bagian depan box enclosure pilih Create Named Selection dan beri nama in untuk menandakan darimana fluida
72
akan masuk, Lalu klik kiri kemudian klik kanan pada bagian belakang cylinder enclosure pilih Create Named Selection dan beri nama out untuk menandakan darimana fluida akan keluar. Pada detail Mesh pilihlah opsi paling tinggi untuk kategori sizing. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan mesh yang paling baik. Kemudian klik kanan pada opsi mesh dan pilih generate mesh. Tabel 4.5 Opsi yang dipilih pada detail sizing pada pilihan mesh
Tunggu hingga proses meshing selesai. Setelah proses meshing selesai makan akan tampak elemen-elemen yang telah dihasilkan. Elemen-elemen inilah yang akan digunakan untuk diuji dengan ANSYS Fluent.
73
Gambar 4.10 Geometri kapal yang telah selesai melalui proses meshing
Setelah selesai melakukan proses Meshing, file ini kemudian siap diekspor ke ANSYS Fluent. Kembali ke Ansys Workbench kemudian klik setup.
Gambar 4.11 Solver Ansys Fluent
Setelah membuka Solver Ansys Fluent kemudian kita pilih setting sesuai dengan kondisi simulasi yang kita harapkan.
74
Gambar 4.12 Setting Ansys Fluent
IV.4 Running dengan ANSYS Fluent Setelah permodelan sudah dilakukan, maka tahap berikutnya adalah running file oleh ANSYS Fluent. Perbedaan Ansys Fluent dan Ansys CFX adalah bahwa Ansys Fluent mampu memodelkan moving mesh.
Gambar 4.13 Tampilan menu untuk pengaturan Moving Mesh padaANSYS Fluent
Pilih Cell Zone Rotating Domain yang telah dibuat pada Design Modeler sebelumnya. Centang Mesh Motion lalu tentukan detail Mesh Motion sesuai keperluan percobaan.
75
Gambar 4.14 Pilihan dalam Run Calculation pada Ansys Fluent
Kemudian masukkan detail pada Run Calculation. Semakin kecil nilai Time Step Size maka hasiil semakin presisi. Penulis menggunakan nilai 0.2 (s) Tahapan berikutnya adalah tahap iterasi atau running. Proses iterasi adalah proses penghitungan case yang dibuat dengan menggunakan perhitungan komputer, sehingga nantinya akan didapat hasil perhitungan yang telah dimasukan pada aplikasi ANSYS Pre. Hasil dari iterasi ini bisa dicari dengan menggunakan aplikasi ANSYS Post. Pada Tugas Akhir ini, penulis ingin mengetahui hasil kenaikan thrust pada masing-masing case. Sehingga yang dicari pada ANSYS Post berupa gaya tekan yang bekerja sesuai kecepatan kapal pada masing-masing case dan pengaruh kenaikan thrust karena adanya energy saving device.
76
Gambar 4.15 Proses iterasi dari permodelan dengan ANSYS Fluent Pada iterasi ini, penulis menggunakan satu komputer sebagai sarana untuk menjalankan proses iterasi ini. Komputer yang penulis pakai memiliki spesifikasi seperti berikut. Tabel 4.6 Data spesifikasi komputer dan proses iterasi yang dilakukan Nama
Case
Spesifikasi
FX 8350 8 GB
ESD & Propeler dengan Vs = 15 RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB knot Jumlah Elemen = 2393609 (Max iteration = 500)
FX 8350 8 GB
ESD & Propeler dengan Vs = 10 RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB knot Jumlah Elemen = 2393609 (Max iteration = 500)
FX 8350 8 GB
ESD & Propeler dengan Vs = 18 RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB knot Jumlah Elemen = 2393609 (Max iteration = 500)
FX 8350 8 GB
Propeler dengan Vs = 18 knot RAM 8 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB (Max iteration = 500) Jumlah Elemen = 1953650
FX 8350 8 GB
Propeler dengan Vs = 15 Knot (Max iteration = 500)
RAM 4 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 1953650
FX 8350 8 GB
Propeler dengan Vs = 10 Knot (Max iteration = 500)
RAM 4 GB, AMD FX 8350, HDD 1 TB Jumlah Elemen = 1953650
77
Dan dibawah ini adalah data mesin dan putaran yang dihasilkan pada masingmasing kondisi. Tabel 4.7 Data mesin induk dan kondisi rpm pada Kapal Tanker Pertamina (PERSERO) 40000 LTDW Data
Keterangan
Tipe Mesin
MAN-B&W 6G50ME-B9.3 Tier II
S.M.C.R
8500kW × 100r/min
Pada penelitian ini, daya mesin yang dipakai adalah kondisi putaran normal atau sebesar 8500 kW. Sedangkan berdasarkan klaim dari PT. Pertamina (PERSERO), kondisi mesin dengan putaran penuh hanya dipakai saat sea trial saja. Hal terpenting yang harus diperhatikan saat running adalah konvergensi. Hal ini menjadi penting karena untuk mencapai hasil validasi yang baik, maka hasil running harus konvergen atau mencapai titik yang ingin dicapai dan percobaan harus berhenti sebelum jatah iterasi maksimum (max iteration) terlampaui. Jika hal ini terjadi, maka data ini bisa dipakai untuk validasi data pada proses setelahnya. Pada kasus penulis, iterasi maksimum yang diberikan adalah 900 dan titik yang ingin dicapai pada konvergensi adalah 1.0e-04.
Gambar 4.16 Konvergensi data pada ANSYS Fluent
78
Setelah proses running dilaksanakan, maka tahap berikutnya adalah mencari gaya tekan pada bagian propeler kapal. Hal ini karena adanya tekanan pada propeler menimbulkan gaya dorong atau thrust, yang membuat kapal dapat bergerak maju. Cara yang dilakukan untuk mencari gaya tekan adalah : Langkah pertama adalah membuka aplikasi ANSYS Post. Lalu buka hasil result dari proses iterasi yang sudah dilakukan. Caranya dengan File – Load Result – Pilih file dengan ekstensi .res yang diinginkan – Open. Maka akan tampil file hasil running yang telah dilakukan.
Gambar 4.17 Tampilan antarmuka dari ANSYS Post
Setelah dibuka, untuk menghitung gaya tekan pada propeler, maka langkah yang dilakukan adalah : Tools – Function Calculator. Pada function calculator, pilih function force dan location di propeler. Kemudian pilih calculate. Maka akan keluar hasil dari gaya tekan yang terjadi di propeler.
79
Gambar 4.18 Hasil perhitungan gaya tekan di propeler dari ANSYS Post
Pada penelitian ini, didapatkan data gaya tekan dari percobaan penulis sebagai berikut. Tabel 4.8 Hasil gaya tekan propeler pada semua kondisi uji model dengan function calculator ANSYS Post Keadaan
Propeler 18 knot
Propeler 15 knot
Propeler 10 knot
Propeler & ESD 18 knot
Propeler & ESD 15 knot
Propeler & ESD 10 knot
Gaya tekan(N)
1601650
1244740
710154
1558300
1207450
688993
Dari data diatas, bisa disimpulkan bahwa pada saat ESD terpasang, gaya tekan pada propeler mengalami penurunan. Hal itu bisa terjadi karena sebagian gaya tekan terdistribusi ke ESD, yang mengarahkan aliran air menjadi teratur, sehingga gaya yang bekerja berkurang. Selisih antara gaya tekan ini dinamakan gain. Dimana rumusnya adalah : 1601650 – 1558300 = 43350 N untuk kecepatan kapal (Vs) = 18 knot dan 1244740 – 1207450 = 37290 N untuk kecepatan kapal (Vs) = 15 knot serta 710154 – 688993 = 21161 N untuk kecepatan kapal (Vs) = 10 knot. Serta berdasarkan perhitungan hambatan yang mendapatkan nilai service
80
thrust pada kapal ini sebesar 837,575 kN, maka berdasarkan rumus di awal, bisa dicari efisiensi dari thrust kapal ini. Eff. Gained =
=
= 2,526 % untuk Vs = 10 knot Eff. Gained =
=
= 4,452 % untuk Vs = 15 knot Eff. Gained =
=
= 5,176 % untuk Vs = 18 knot Dan berdasarkan klaim dari Becker ™ untuk kapal Pertamina (PERSERO) ini, memiliki efisiensi ESD seperti berikut : Tabel 4.9 Presentase efisiensi ESD berdasarkan klaim Becker™ Kecepatan (knot) Persentase efisiensi berdasarkan koefisien thrust (CTh)
10 knot
15 knot
18 knot
3%
3,5%
4%
Dan dibawah ini adalah plot grafik perbandingan antara efisiensi dari perhitungan CFX dan klaim Becker ™.
81
18 knot 15 knot 10 knot
Gambar 4.19 Plot grafik klaim Becker (merah) dan persentase dari CFX (biru) dan Fluent (hitam)
Selain itu penulis juga mencoba menghitung besar gaya dorong yang dihasilkan di belakang propeller dalam kondisi menggunakan ESD maupun tidak menggunakan ESD. Dengan menggunakan function calculator pada Ansys Post setelah menggunakan Ansys Fluent untuk melakukan simulasi maka didapatlah nilai sebagai berikut. Hasil perhitungan menunjukkan adanya peningkatan thrust pada saat kapal menggunakan ESD bila dibandingkan dengan saat kapal tidak menggunakan ESD.
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Gaya Tekan di Depan Propeller dan Thrust di Belakang Propeller Kecepatan Kapal
Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
Tanpa
10 Knot
710154 N
658182 N
Menggunakan ESD
15 Knot
1244740 N
804881 N
18 Knot
1601650 N
1182150 N
10 Knot
688993 N
668186 N
15 Knot
1207450 N
808917 N
18 Knot
1558300 N
1195770 N
Menggunakan ESD
82
Maka, efisiensi thrust yang terjadi pada saat kapal berlayar dengan kecepatan 18 knot adalah 5,176%, pada kecepatan dinasnya memiliki efisiensi sebesar 4,452 %, dan untuk kecepatan 10 knot, efisiensi thrust dihasilkan sebesar 2,526 %. Hasilnya tersebut menunjukkan adanya perbedaan hasil analisa pada Ansys CFX dan Ansys Fluent Meski tak sama dengan klaim dari Becker™, hasil ini sudah cukup membuktikan bahwa Pertamina (PERSERO) melakukan langkah yang tepat dalam berinvestasi memasang ESD pada kapal tanker 40000 LTDW milik mereka. Nilai dari klaim ini bisa berbeda karena penulis hanya memodelkan bagian buritan kapal saja, atas dasar keterbatasan waktu dan komputasi penulis. Selain itu, kecepatan akan mempengaruhi nilai efisiensi dari ESD. Hal ini karena semakin cepat kapal berjalan, maka gaya tekan yang menghantam daun propeler kapal akan besar. Sehingga jika ESD dipasang pada kapal yang berjalan lambat, maka nilainya relatif kecil dan bahkan bisa tidak menghasilkan efisiensi. Maka dari itu, faktor bentuk lambung kapal, dan kecepatan kapal sangat dibutuhkan pada saat memilih ESD yang akan dipasang ke kapal.
83
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari pembahasan tugas akhir ini, penulis menyimpulkan bahwa : 1. PT. Pertamina (PERSERO) melakukan langkah tepat dengan memasang ESD pada kapal tankernya. 2. Permodelan Fluent membuktikan adanya peningkatan efisiensi dari thrust, meski tak sama dengan klaim . 2,526 % untuk kecepatan 10 knot, 4,452 % untuk kecepatan 15 knot, dan 5,176 % untuk kecepatan 18 knot. Berbanding dengan klaim .3 % untuk kecepatan 10 knot, 3,5 % untuk kecepatan 15 knot, dan 4 % untuk kecepatan 18 knot. 3. Analisa menggunakan Fluent membuktikan adanya peningkatan efisiensi dari thrust dibandingkan dengan analisa menggunakan CFX. 2,526 % untuk kecepatan 10 knot, 4,452 % untuk kecepatan 15 knot, dan 5,176 % untuk kecepatan 18 knot. Berbanding dengan analisa CFX .1,26 % untuk kecepatan 10 knot, 2,34 % untuk kecepatan 15 knot, dan 3,39 % untuk kecepatan 18 knot. 4. Analisa menggunakan Fluent membuktikan adanya peningkatan thrust dari 658182 N untuk kecepatan 10 knot, 804881 N untuk kecepatan 15 knot, dan 1182150 N untuk kecepatan 18 knot pada kondisi tanpa menggunakan ESD. Berbanding dengan 668186 N untuk kecepatan 10 knot, 808917 N untuk kecepatan 15 knot, dan 1195770 N untuk kecepatan 18 knot pada saat menggunakan ESD. 5. Kecepatan dinas kapal akan mempengaruhi besar kecilnya efisiensi dari ESD. 6. Nilai efisiensi yang didapat penulis memiliki perbedaan dikarenakan tidak menguji dengan metode towing tank. Penulis hanya menguji dengan iterasi komputer.
85
V.2 Saran Dari penelitian ini, penulis dapat memberikan saran kepada beberapa pihak. Saran untuk PT. Pertamina (PERSERO) Perkapalan adalah : 1. Sejalan dengan kebijakan green ship yang dilakukan IMO, maka PT. Pertamina (PERSERO) bisa memperbanyak kapal yang dipasang ESD. Hal ini nertujuan untuk meningkatkan efisiensi gaya dorong pada kapal. 2. Memvariasikan model ESD dari kapal milik Pertamina (Persero) agar kedepannya dapat menjadi sarana ilmu pengetahuan dan sarana riset di Indonesia.
Sedangkan untuk saran kepada pihak kampus adalah : 1. Memperbanyak riset tentang penggunaan ESD ini, bahkan dimulai untuk mahasiswa tahap Strata 1 (S1). Karena kedepannya, di Indonesia akan banyak kapal menggunakan perangkat ini. 2. Melakukan uji laboratorium dengan membuat model kapal yang dipasang ESD.
Serta untuk saran kepada yang ingin mengembangkan tugas akhir penulis adalah : 1. Dapat memvariasikan kecepatan selain dua kecepatan yang penulis ambil contohnya. 2. Dapat memvariasikan model ESD yang lainnya. Karena model ESD yang berbeda, bisa membuat nilai efisiensi thrust yang ditimbulkan berbedabeda. 3. Jika menggunakan model ESD Becker™ Twisted Fins dapat divariasikan jarak antara propeler dan ESD nya. 4. Menghitung hambatan yang dihasilkan oleh ESD sehingga dapat mempertimbangkan apakah efisiensi yang dihasilkan lebih besar daripada hambatan yang ditimbulkan.
86
DAFTAR PUSTAKA Ahadyanti, G. M. (2014). Modifikasi Bentuk Lambung Pada Shallow Draft Bulk Carrier Untuk Menurunkan Konsumsi Bahan Bakar. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Becker Marine System. (2016) Becker Twisted Fin. Diakses pada 15 September 2016,
dari:
http://www.becker-marine-
systems.com/03_products/products_twisted_fin.html Harvald, Sv., Aa. . (1992). Diktat Tahanan dan Propulsi Kapal, Surabaya. Indonesia: Airlangga University Press Holtrop, J., Mennen, G.G.J. (1982). An Approximate Power Prediction Method, International Shipbuilding Progress: Vol. 29, Netherland Jong, J. H. D. (2015). A Framework for Energy Saving Devices (ESD) Decision Making, Netherland: MARIN Leksono, Setyo. (2014). Disertasi Pemanfaatan Aliran Slipstream Di Belakang Propeller Kapal Sebagai Energi Penggerak Turbin. Surabaya, Indonesia: ITS Lewis, Edward V. (1980). Principles of Naval Architecture Second Revision, Volume II, Resistance, Propulsion and Vibration. Jersey City, NJ : The Society of Naval Architects & Marine Engineers. Munson, B.R. Young, D.F. & Okiishi T.H. (2002). Fluid Mechanics.USA : Departements of Mechanical Engineriing – Iowa State University Pertamina (PERSERO) Shipping. (2015). Data-data Kapal, Propulsi dan ESD. Jakarta, Indonesia. Putra, G. R. (2016). Studi Kasus: Penerapan Energy Saving Device Dalam Rangka Menaikkan Efisiensi Thrust Pada Kapal Tanker Pertamina 40000 LTDW. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Schneekluth, H and V. Bertram. (1998). Ship Design Efficiency and Economy, Second Edition, Oxford, UK: Butterworth Heinemann.
87
“Halaman ini sengaja di kosongkan”
88
LAMPIRAN LAMPIRAN 1:
DATA KAPAL, DATA PROPELER & DATA ESD UNTUK STUDI KASUS OLEH PT.
PERTAMINA
(PERSERO) PERKAPALAN LAMPIRAN 2:
PERHITUNGAN HAMBATAN & THRUST PADA KECEPATAN 10 KNOT, 15 KNOT (KECEPATAN DINAS KAPAL) & 18 KNOT TANKER 40000 LTDW PT. PERTAMINA (PERSERO) PERKAPALAN
LAMPIRAN 3:
GRAFIK HASIL ANALISA ANSYS FLUENT PADA KECEPATAN 10 KNOT, 15 KNOT & 18 KNOT
89
LAMPIRAN 1 : DATA KAPAL, DATA PROPELER, DATA ESD UNTUK STUDI KASUS OLEH PT. PERTAMINA (PERSERO) PERKAPALAN
LAMPIRAN 2 : PERHITUNGAN HAMBATAN & PADA KECEPATAN 10 KNOT, 15 KNOT (KECEPATAN DINAS KAPAL) & 18 KNOT TANKER 40000 LTDW PT. PERTAMINA (PERSERO) PERKAPALAN
TUGAS AKHIR I. UKURAN UTAMA DAN BESARAN LWL = LPP = B= H= T= Vspeed = = Cb = Cp = Cm = Cw = D= WSA = r = = V= LCB = = g=
182.52 175.50 32.50 17.10 11.00 10.0 5.144 0.796 0.801 0.994 0.869 51180.997 8246.300 1025.000 1.025 49932.680 1.955 1.567 9.81
Fn = =
m m m m m knots m/s (block coefficient) (prismatic coefficient) (midship coefficient) (waterplane coefficient) ton m2 kg/m3 ton/m3 m3 m
15
10
18
%
m/s²
vt
g L WL 0.122
1 HP = 0.7355 kW II. PERHITUNGAN HAMBATAN Untuk perhitungan tahanan kapal digunakan metode Holtrop. Referensi: Lewis, Edward V., Principles of Naval Architecture, Volume II Resistance, Propulsion, and Vibration, The Society of Naval Architects and Marine Engineers, NJ, 1988. HAMBATAN TOTAL : R R T = 1 rV 2 Stot C F (1 + k ) + C A + W W 2
[
]
W
A. Perhitungan (Rw / W) Fn = 0.122 Untuk Fn ≤ 0.4 maka ; A.1 Perhitungan Koefisien C 1 C 1 = 2223105C 4 3.7861 (T/B) 1.0796 (90-iE) (-1.3757)
(ref : PNA vol.II, hal.92)
dimana ; B/L = 0.178 Untuk (0.11 ≤ B/L ≤ 0.25), maka C4 = B/L, yaitu : C4 = 0.178 (T/B)1.0796 = 0.338 iE = 125.67(B/L) - 162.25Cp 2 + 234.32Cp 3 + 0.1551(LCB + (6.8(Ta-Tf)/T)) 3 = 39.296 ° (a half angle of entrance of the load waterline)
C1 =
4.529
(ref : PNA vol.II, hal.93)
A.2 Perhitungan Koefisien C 2 C 2 = koefisien pengaruh bulbous bow C 2 = e (-1.89) A BT r B BT(r B +i) C2 = 1.00000 (untuk kapal tanpa bulbous bow)
(ref : PNA vol.II, hal.92)
A.3 Perhitungan Koefisien C 3 C 3 = koefisien pengaruh bentuk transom stern terhadap hambatan C 3 = 1 - 0,8 x A T B x T x Cm dimana ; AT = 0 m² C3 = 1.000
(ref : PNA vol.II, hal.93)
A.4 Parameter d d = -0.9
(ref : PNA vol.II, hal.92) (tetapan untuk Fn ≤ 0.4)
A.5 Perhitungan Koefisien C 5 C5 = koefisien dengan fungsi koefisien prismatik (Cp) dimana ; Cp = 0.801 Untuk (Cp ≤ 0.8), maka C5 dihitung sebagai berikut :
(ref : PNA vol.II, hal.92)
C5 = 8.0798Cp – 13.8673Cp 2 + 6.9844Cp 3 C5 = 1.164 A.6 Perhitungan Koefisien C 6 C6 = koefisien pengaruh terhadap harga L3/V dimana ; L3/V = 121.772 C6 =
(ref : PNA vol.II, hal.92)
Untuk (L3/V ≤ 512), maka C6 adalah : -1.694
A.7 Perhitungan Koefisien m 1
(ref : PNA vol.II, hal.92)
m1 = 0.01404 (L/T) - 1.7525 (V 1/3 /L) - 4.7932 (B/L) - C 5 82.52/11.00) - 1.7525 x ((49932.68^1/3)/182.52) - 4.7932 = x 0.178 - 1.211 = -2.138 A.8 Perhitungan Koefisien m 2 m2 = C 6 x 0.4 x e -0.034 x Fn^(-3.29) = -1.694 x 0.4 x e-0.034 x 0.203^(-3.29) = 0.000000
(ref : PNA vol.II, hal.92)
A.9 Perhitungan Koefisien l l = koefisien pengaruh terhadap harga L/B dimana ; L/B = 5.616 Untuk (L/B < 12), maka l adalah :
(ref : PNA vol.II, hal.92)
l = 1.446C p - 0.03 L/B = (1.446 x 0.801) - (0.03 x 5.616) = 0.990 A.10 Perhitungan W W = ρgV kN = 1.025 x 9.81 x 49932.68 = 502085.58 kN
(ref : PNA vol.II, hal.64 - 65)
Sehingga, harga Rw / W adalah :
RW W
=
C 1C 2C 3 e
m1 x Fn^d + m2 cos (lFn^-2)
= 4.53 x 0.00281 x 1 x e -2.286 x (0.219^0.9) + (-0.00435) cos (0.914 x (0.219^-2))
= 2.946E-06 maka, harga RW adalah : RW = 1.4790 B. Perhitungan (1 + k) B.1 Perhitungan Koefisien 1+k 1
(ref : PNA vol.II, hal.91) 1+k1 = 0.93 + 0.4871c (B/L) 1.0681 (T/L) 0.4611 (L/LR) 0.1216 (L 3 /V) 0.3649 (1-Cp) (-0.6042) dimana ; c = koefisien bentuk afterbody c = 1 + 0.011cstern >> Cstern = 0 c=1 for normal section shape c stern = -25 for pram with gondola c stern = -10 for V-shaped sections c stern = 0 for normal section shape c stern = 10 for U-shaped sections with Hogner stern
B.2 Perhitungan L R /L LR/L = 1 - Cp + 0.06Cp LCB / (4Cp - 1) = 0.233
(ref : PNA vol.II, hal.91)
Sehingga, harga 1+k 1 adalah : 1+k1 = 0.93 + 0.4871c (B/L)1.0681(T/L)0.4611(L/LR)0.1216(L3/V)0.3649(1-Cp)(-0.6042) = 1.3156 B.3 Perhitungan Koefisien 1+k 2 (ref : PNA vol.II, tabel 25, hal.92) Koefisien ini merupakan koefisien akibat pengaruh tonjolan yang terdapat pada lambung kapal di bawah permukaan garis air. 1+k2 = 1.500 (for rudder of single screw ships) = 1.4 (for bilge keels) (1+k2)eff = 1.438 = 1.433041203 B.4 Perhitungan Luas Permukaan Basah (WSA) badan kapal (ref : PNA vol.II, hal.91) WSA = L(2T+B)Cm 0.5 (0.4530+0.4425Cb-0.2863Cm-0.003467(B/T)+0.3696Cwp) + 2.38(A BT /Cb) = 8248.21 m² B.5 Perhitungan Luas Permukaan Basah tonjolan pada kapal Skemudi = luasan daun kemudi = C 1 C 2 C 3 C 4 ((1.75 L T) /100) dimana ; C1 = 1.0 for general C2 = 0.9 for semi spade rudder C3 = 1.0 for NACA profile and plate rudder C4 = 1.0 for rudder in the propeller jet Skemudi = 1.0 x 0.9 x 1.0 x 1.0 x ((1.75 x 182.52 x 11.00)/100) = 63.243 m² Sbilge = luasan bilge keels = 0.6 Cb L (0.18/(Cb-0.2)) = 105.327 m² S app = S kemudi + S bilge = 168.570 m²
(ref : BKI vol.II, sec.14 A.3, hal.14 -1)
dikali 2 karena yang tercelup kanan dan kiri (ref : Practical Ship Design, hal.254)
Maka, total luas permukaan basah kapal adalah : Stotal = WSA + S app = 8248.2 + 168.57 = 8416.779 m² B.6 Perhitungan Koefisien 1+k (ref : PNA vol.II, hal.92) 1+ k = 1+ k 1 + [1+ k 2 - (1+ k 1 )] Sapp/Stot = 1.329 + [(1.425 - 1.329) x (67.451 / 1953.129)] = 1.318 C. Perhitungan Koefisien Gesek, C F (ref : PNA vol.II, hal.90) Untuk perhitungan harga koefisien gesek ini, dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berdasarkan ITTC 1957, yaitu :
CF = 0.075 / (log Rn - 2) 2 dimana ;
Rn = v.Lwl
u
υ = 1.1883 x 10-6 = ( 5.14 x 182.52 )/ 1.1883 x 10-6 = 790099284 CF = 0.075 / [log (790099283.9) - 2 ]^2 = 0.00158 D. Perhitungan model-ship correlation allowance, C A
(ref : PNA vol.II, hal.93)
CA = 0.006 (L WL + 100) -0.16 - 0.00205 dimana ; T/LWL = 0.060 Untuk (T/LWL > 0.04), maka CA adalah : CA = 0.006 (182.520 + 100)^-0.16 - 0.00205 = 0.000382 E. Perhitungan Hambatan Total, R T
(ref : PNA vol.II, hal.93)
R R T = 1 rV 2 Stot [CF (1 + k ) + CA ] + W W 2 W
= 0.5 x 1.025 x(5.14)^2 x 8416.78 x[(1.58E-3 x 1.32)+3.82E-4]+(2.95E-6 x 502085.58) = 282.3020 kN Perhitungan TM1 135.48 kN Koreksi untuk jalur pelayaran di Asia Tenggara sebesar 15% - 20% (ITTC 1957) = 282.302 kN F. Perhitungan Effective Horse Power, EHP (ref : PNA vol.II, hal.153) EHP = R T x V sea = 282.30 x 5.14 = 1452.287 kN m/s2 = 1452.287 / 0.7355 = 1974.557 HP G. Perhitungan Delivery Horse Power, DHP DHP = EHP / hD dimana ; hD = hH x hR x ho hH = Hull efisiensi = (1 - t) / (1- w)
(ref : PNA vol.II, hal.153)
G.1 Perhitungan Thrust deduction, t t=
B 0 , 25014 L
(ref : PNA vol.II, hal.162) 0 , 28956
0 , 2624
+ 0 , 0015 .C STERN BT D
(1 Cp + 0 ,0225 LCB )0 , 01762 D= 7.70 m Cstern = 0 (normal-shaped section) maka, dapat dihitung harga t adalah : t= 0.140 G.2 Perhitungan wake fraction, w
(ref : PNA vol.II, hal.163)
w = 0.3095 Cb+10 Cv Cb - 0.1 dimana; Cv = (1 + k) C F + C A = (1.32 x 1.58E-3) + 3.82E-4 = 0.00246 maka, dapat dihitung harga w adalah : w= 0.158
untuk single screw dan transom stern (ref : PNA vol.II, hal.162)
G.3 Perhitungan efisiensi hull, hH hH = (1 - t) / (1- w) = (1 - 0.140) / (1 - (0.158)) = 1.022
(ref : PNA vol.II, hal.152)
G.4 Perhitungan efisiensi Rotative, hR hR= 0.980
(ref : Ship Resistance and Propulsion, Modul 7, hal.2)
G.5 Perhitungan open water test, ho
(ref : PNA vol.II, hal.153)
h o= 0.50 ≤ η0 ≤ 0.669 =
0.600
G.6 Perhitungan efisiensi propulsif, hD hD = hH x hR x hp = 1.022 x 0.980 x 0.600 = 0.601
(ref : PNA vol.II, hal.153)
Sehingga, harga DHP adalah : DHP = EHP / hD = 1974.557 / 0.601 = 3286.318 HP H. Perhitungan Break Horse Power, BHP SHP = DHP = 3353.39
Untuk mesin diesel, P S = P D (ref : Modul kuliah Pengantar Teknologi Kelautan, oleh : Petrus Eko Panunggal)
HP
H.2 Perhitungan Break Horse Power, BHP BHP = SHP / ht ht = ∏ ( 1-li ) li = li = li =
0.010 0.005 0.010
(ref : Parametric Design chapter 11, hal.11-29) (ref : Parametric Design chapter 11, hal.11-33) for each gear reduction for the trust bearing for a reversing gear path
ht = ( 1 - 0,010 ) x ( 1 - 0,005 ) x ( 1 - 0,010 ) = 0.975 BHP = SHP / 0,975 = 3439.370 HP =
w
2529.657 k
C. Perhitungan Maximum Continues Rating (MCR) MCR = BHP + 15 % BHP = 3955.27598 HP = 2909.105 kw
Ï Menentukan Speed of Advance (Va) Speed of advance (Va) adalah kecepatan air yang menuju baling - baling atau kecepatan maju baling - baling dalam knot. Va = Vs x ( 1 - w ) (ref : PNA vol.II, hal.146) = 10.0 x (1 - 0.1584) = 8.416 knots = 4.329 m/s
Perhitungan efisiensi propeler Menggunakan Kt-Kq-J diagram T (sarat) D Z RT
= = = = =
11.00 0,6 x T 6.60 4 282.30
m (Ref : Tahanan & Propulsi Kapal, Aa Harvald hal.137)
m buah kN
t = 0.140 RT /(1-t) 282.302=/ (1 - 0.140) T
= =
328.258 kN RT /(1-t)
g Va
= = =
328.258 kN 9.81 m/s2 4.33 m/s
r
=
AE/AO
hp
1025 kg/m3
0 .4 0
0 .0 0
Kt JA P/D n Kq AD
0.6528 0.2071 0.5904 0.7000 66.666 0.0298
0.6502 0.2005 0.7174 1.0578 54.8572 0.0352
13.6848
18.8166
Ap/ AD
0.9067
0.8248
AP
12.4080
15.5192
VR
16.6978
13.9584
hgell
0.1851 1.3163
0.2118 1.3163
h'
8.5213
8.5213
1.2747 0.5552 497.3633
1.8240 1.0458 325.9021
tC
s0,7R
tc max T
TUGAS AKHIR I. UKURAN UTAMA DAN BESARAN LWL = LPP = B= H= T= Vspeed = = Cb = Cp = Cm = Cw = D= WSA = r = = V= LCB = = g=
182.52 175.50 32.50 17.10 11.00 15.0 7.717 0.796 0.801 0.994 0.869 51180.997 8246.300 1025.000 1.025 49932.680 1.955 1.567 9.81
Fn = =
m m m m m knots m/s (block coefficient) (prismatic coefficient) (midship coefficient) (waterplane coefficient) ton m2 kg/m3 ton/m3 m3 m
15
10
18
%
m/s²
vt
g L WL 0.182
1 HP = 0.7355 kW II. PERHITUNGAN HAMBATAN Untuk perhitungan tahanan kapal digunakan metode Holtrop. Referensi: Lewis, Edward V., Principles of Naval Architecture, Volume II Resistance, Propulsion, and Vibration, The Society of Naval Architects and Marine Engineers, NJ, 1988. HAMBATAN TOTAL : R R T = 1 rV 2 Stot C F (1 + k ) + C A + W W 2
[
]
W
A. Perhitungan (Rw / W) Fn = 0.182 Untuk Fn ≤ 0.4 maka ; A.1 Perhitungan Koefisien C 1 C 1 = 2223105C 4 3.7861 (T/B) 1.0796 (90-iE) (-1.3757)
(ref : PNA vol.II, hal.92)
dimana ; B/L = 0.178 Untuk (0.11 ≤ B/L ≤ 0.25), maka C4 = B/L, yaitu : C4 = 0.178 (T/B)1.0796 = 0.338 iE = 125.67(B/L) - 162.25Cp 2 + 234.32Cp 3 + 0.1551(LCB + (6.8(Ta-Tf)/T)) 3 = 39.296 ° (a half angle of entrance of the load waterline)
C1 =
4.529
(ref : PNA vol.II, hal.93)
A.2 Perhitungan Koefisien C 2 C 2 = koefisien pengaruh bulbous bow C 2 = e (-1.89) A BT r B BT(r B +i) C2 = 1.00000 (untuk kapal tanpa bulbous bow)
(ref : PNA vol.II, hal.92)
A.3 Perhitungan Koefisien C 3 C 3 = koefisien pengaruh bentuk transom stern terhadap hambatan C 3 = 1 - 0,8 x A T B x T x Cm dimana ; AT = 0 m² C3 = 1.000
(ref : PNA vol.II, hal.93)
A.4 Parameter d d = -0.9
(ref : PNA vol.II, hal.92) (tetapan untuk Fn ≤ 0.4)
A.5 Perhitungan Koefisien C 5 C5 = koefisien dengan fungsi koefisien prismatik (Cp) dimana ; Cp = 0.801 Untuk (Cp ≤ 0.8), maka C5 dihitung sebagai berikut :
(ref : PNA vol.II, hal.92)
C5 = 8.0798Cp – 13.8673Cp 2 + 6.9844Cp 3 C5 = 1.164 A.6 Perhitungan Koefisien C 6 C6 = koefisien pengaruh terhadap harga L3/V dimana ; L3/V = 121.772
(ref : PNA vol.II, hal.92)
Untuk (L3/V ≤ 512), maka C6 adalah : C6 = -1.694 A.7 Perhitungan Koefisien m 1
(ref : PNA vol.II, hal.92)
m1 = 0.01404 (L/T) - 1.7525 (V 1/3 /L) - 4.7932 (B/L) - C 5 182.52/11.00) - 1.7525 x ((49932.68^1/3)/182.52) - 4.7932 = x 0.178 - 1.211 = -2.138 A.8 Perhitungan Koefisien m 2 m2 = C 6 x 0.4 x e -0.034 x Fn^(-3.29) = -1.694 x 0.4 x e-0.034 x 0.203^(-3.29) = -0.000070
(ref : PNA vol.II, hal.92)
A.9 Perhitungan Koefisien l l = koefisien pengaruh terhadap harga L/B dimana ; L/B = 5.616 Untuk (L/B < 12), maka l adalah :
(ref : PNA vol.II, hal.92)
l = 1.446C p - 0.03 L/B = (1.446 x 0.801) - (0.03 x 5.616) = 0.990 A.10 Perhitungan W W = ρgV kN = 1.025 x 9.81 x 49932.68 = 502085.58 kN
(ref : PNA vol.II, hal.64 - 65)
Sehingga, harga Rw / W adalah :
RW W
=
C 1 C 2 C 3 e m1 x Fn^d + m2 cos (lFn^-2) = 4.53 x 0.00281 x 1 x e -2.286 x (0.219^0.9) + (-0.00435) cos (0.914 x (0.219^-2))
= 2.295E-04 maka, harga RW adalah : RW = 115.2237 B. Perhitungan (1 + k) B.1 Perhitungan Koefisien 1+k 1
(ref : PNA vol.II, hal.91) 1+k1 = 0.93 + 0.4871c (B/L) 1.0681 (T/L) 0.4611 (L/LR) 0.1216 (L 3 /V) 0.3649 (1-Cp) (-0.6042) dimana ; c = koefisien bentuk afterbody c = 1 + 0.011cstern >> Cstern = 0 c=1 for normal section shape c stern = -25 for pram with gondola c stern = -10 for V-shaped sections c stern = 0 for normal section shape c stern = 10 for U-shaped sections with Hogner stern
B.2 Perhitungan L R /L LR/L = 1 - Cp + 0.06Cp LCB / (4Cp - 1) = 0.233
(ref : PNA vol.II, hal.91)
Sehingga, harga 1+k 1 adalah : 1+k1 = 0.93 + 0.4871c (B/L)1.0681(T/L)0.4611(L/LR)0.1216(L3/V)0.3649(1-Cp)(-0.6042) = 1.3156 B.3 Perhitungan Koefisien 1+k 2 (ref : PNA vol.II, tabel 25, hal.92) Koefisien ini merupakan koefisien akibat pengaruh tonjolan yang terdapat pada lambung kapal di bawah permukaan garis air. 1+k2 = 1.500 (for rudder of single screw ships) = 1.4 (for bilge keels) (1+k2)eff = 1.438 = 1.433041203 B.4 Perhitungan Luas Permukaan Basah (WSA) badan kapal (ref : PNA vol.II, hal.91) WSA = L(2T+B)Cm 0.5 (0.4530+0.4425Cb-0.2863Cm-0.003467(B/T)+0.3696Cwp) + 2.38(A BT /Cb) = 8248.21 m² B.5 Perhitungan Luas Permukaan Basah tonjolan pada kapal Skemudi = luasan daun kemudi = C 1 C 2 C 3 C 4 ((1.75 L T) /100) dimana ; C1 = 1.0 for general C2 = 0.9 for semi spade rudder C3 = 1.0 for NACA profile and plate rudder C4 = 1.0 for rudder in the propeller jet Skemudi = 1.0 x 0.9 x 1.0 x 1.0 x ((1.75 x 182.52 x 11.00)/100) = 63.243 m² Sbilge = luasan bilge keels = 0.6 Cb L (0.18/(Cb-0.2)) = 105.327 m² S app = S kemudi + S bilge = 168.570 m²
(ref : BKI vol.II, sec.14 A.3, hal.14 -1)
dikali 2 karena yang tercelup kanan dan kiri (ref : Practical Ship Design, hal.254)
Maka, total luas permukaan basah kapal adalah : Stotal = WSA + S app = 8248.2 + 168.57 = 8416.779 m² B.6 Perhitungan Koefisien 1+k (ref : PNA vol.II, hal.92) 1+ k = 1+ k 1 + [1+ k 2 - (1+ k 1 )] Sapp/Stot = 1.329 + [(1.425 - 1.329) x (67.451 / 1953.129)] = 1.318 C. Perhitungan Koefisien Gesek, C F (ref : PNA vol.II, hal.90) Untuk perhitungan harga koefisien gesek ini, dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berdasarkan ITTC 1957, yaitu :
CF = 0.075 / (log Rn - 2) 2 dimana ;
Rn = v.Lwl
u
υ = 1.1883 x 10-6 = ( 7.72 x 182.52 )/ 1.1883 x 10-6 = 790099284 CF = 0.075 / [log (790099283.9) - 2 ]^2 = 0.00158 D. Perhitungan model-ship correlation allowance, C A
(ref : PNA vol.II, hal.93)
CA = 0.006 (L WL + 100) -0.16 - 0.00205 dimana ; T/LWL = 0.060 Untuk (T/LWL > 0.04), maka CA adalah : CA = 0.006 (182.520 + 100)^-0.16 - 0.00205 = 0.000382 E. Perhitungan Hambatan Total, R T
(ref : PNA vol.II, hal.93)
R R T = 1 rV 2 Stot [CF (1 + k ) + CA ] + W W 2 W
= 0.5 x 1.025 x(7.72)^2 x 8416.78 x[(1.58E-3 x 1.32)+3.82E-4]+(2.29E-4 x 502085.58) = 747.0754 kN Perhitungan TM1 135.48 kN Koreksi untuk jalur pelayaran di Asia Tenggara sebesar 15% - 20% (ITTC 1957) = 747.075 kN F. Perhitungan Effective Horse Power, EHP (ref : PNA vol.II, hal.153) EHP = R T x V sea = 747.08 x 7.72 = 5764.932 kN m/s2 = 5764.932 / 0.7355 = 7838.113 HP G. Perhitungan Delivery Horse Power, DHP DHP = EHP / hD dimana ; hD = hH x hR x ho hH = Hull efisiensi = (1 - t) / (1- w)
(ref : PNA vol.II, hal.153)
G.1 Perhitungan Thrust deduction, t t=
B 0 , 25014 L
(ref : PNA vol.II, hal.162) 0 , 28956
0 , 2624
+ 0 , 0015 .C STERN BT D
(1 Cp + 0 ,0225 LCB )0 , 01762 D= 7.70 m Cstern = 0 (normal-shaped section) maka, dapat dihitung harga t adalah : t= 0.140 G.2 Perhitungan wake fraction, w
(ref : PNA vol.II, hal.163)
w = 0.3095 Cb+10 Cv Cb - 0.1 dimana; Cv = (1 + k) C F + C A = (1.32 x 1.58E-3) + 3.82E-4 = 0.00246 maka, dapat dihitung harga w adalah : w= 0.158
untuk single screw dan transom stern (ref : PNA vol.II, hal.162)
G.3 Perhitungan efisiensi hull, hH hH = (1 - t) / (1- w) = (1 - 0.140) / (1 - (0.158)) = 1.022
(ref : PNA vol.II, hal.152)
G.4 Perhitungan efisiensi Rotative, hR hR= 0.980
(ref : Ship Resistance and Propulsion, Modul 7, hal.2)
G.5 Perhitungan open water test, ho
(ref : PNA vol.II, hal.153)
h o= 0.50 ≤ η0 ≤ 0.669 =
0.600
G.6 Perhitungan efisiensi propulsif, hD hD = hH x hR x hp = 1.022 x 0.980 x 0.600 = 0.601
(ref : PNA vol.II, hal.153)
Sehingga, harga DHP adalah : DHP = EHP / hD = 7838.113 / 0.601 = 13045.220 HP H. Perhitungan Break Horse Power, BHP SHP = DHP = 13311.45
Untuk mesin diesel, P S = P D (ref : Modul kuliah Pengantar Teknologi Kelautan, oleh : Petrus Eko Panunggal)
HP
H.2 Perhitungan Break Horse Power, BHP BHP = SHP / ht ht = ∏ ( 1-li ) li = li = li =
0.010 0.005 0.010
(ref : Parametric Design chapter 11, hal.11-29) (ref : Parametric Design chapter 11, hal.11-33) for each gear reduction for the trust bearing for a reversing gear path
ht = ( 1 - 0,010 ) x ( 1 - 0,005 ) x ( 1 - 0,010 ) = 0.975 BHP = SHP / 0,975 = 13652.768 HP =
w
10041.611 k
C. Perhitungan Maximum Continues Rating (MCR) MCR = BHP + 15 % BHP = 15700.6832 HP = 11547.852 kw
Ï Menentukan Speed of Advance (Va) Speed of advance (Va) adalah kecepatan air yang menuju baling - baling atau kecepatan maju baling - baling dalam knot. Va = Vs x ( 1 - w ) (ref : PNA vol.II, hal.146) = 15.0 x (1 - 0.1584) = 12.624 knots = 6.494 m/s
Perhitungan efisiensi propeler Menggunakan Kt-Kq-J diagram T (sarat) D Z RT
= = = = =
11.00 0,6 x T 6.60 4 747.08
m (Ref : Tahanan & Propulsi Kapal, Aa Harvald hal.137)
m buah kN
t = 0.140 RT /(1-t) 747.075=/ (1 - 0.140) T
= =
868.692 kN RT /(1-t)
g Va
= = =
868.692 kN 9.81 m/s2 6.49 m/s
r
=
AE/AO
hp Kt JA P/D n Kq AD
1025 kg/m3
0 .4 0
0 .0 0
0.6528 0.2071 0.5904 0.7000 100.000 0.0298
0.6502 0.2005 0.7174 1.0578 82.2857 0.0352
13.6848
18.8166
Ap/ AD
0.9067
0.8248
AP
12.4080
15.5192
VR
25.0467
20.9377
hgell
0.2178 1.3163
0.2491 1.3163
h'
8.5213
8.5213
0.5665 0.2024 1119.0674
0.8107 0.3405 733.2798
tC
s0,7R
tc max T
TUGAS AKHIR I. UKURAN UTAMA DAN BESARAN LWL = LPP = B= H= T= Vspeed = = Cb = Cp = Cm = Cw = D= WSA = r = = V= LCB = = g=
182.52 175.50 32.50 17.10 11.00 18.0 9.260 0.796 0.801 0.994 0.869 51180.997 8246.300 1025.000 1.025 49932.680 1.955 1.567 9.81
Fn = =
m m m m m knots m/s (block coefficient) (prismatic coefficient) (midship coefficient) (waterplane coefficient) ton m2 kg/m3 ton/m3 m3 m
15
10
18
%
m/s²
vt
g L WL 0.219
1 HP = 0.7355 kW II. PERHITUNGAN HAMBATAN Untuk perhitungan tahanan kapal digunakan metode Holtrop. Referensi: Lewis, Edward V., Principles of Naval Architecture, Volume II Resistance, Propulsion, and Vibration, The Society of Naval Architects and Marine Engineers, NJ, 1988. HAMBATAN TOTAL : R R T = 1 rV 2 Stot C F (1 + k ) + C A + W W 2
[
]
W
A. Perhitungan (Rw / W) Fn = 0.219 Untuk Fn ≤ 0.4 maka ; A.1 Perhitungan Koefisien C 1 C 1 = 2223105C 4 3.7861 (T/B) 1.0796 (90-iE) (-1.3757)
(ref : PNA vol.II, hal.92)
dimana ; B/L = 0.178 Untuk (0.11 ≤ B/L ≤ 0.25), maka C4 = B/L, yaitu : C4 = 0.178 (T/B)1.0796 = 0.338 iE = 125.67(B/L) - 162.25Cp 2 + 234.32Cp 3 + 0.1551(LCB + (6.8(Ta-Tf)/T)) 3 = 39.296 ° (a half angle of entrance of the load waterline)
C1 =
4.529
(ref : PNA vol.II, hal.93)
A.2 Perhitungan Koefisien C 2 C 2 = koefisien pengaruh bulbous bow C 2 = e (-1.89) A BT r B BT(r B +i) C2 = 1.00000 (untuk kapal tanpa bulbous bow)
(ref : PNA vol.II, hal.92)
A.3 Perhitungan Koefisien C 3 C 3 = koefisien pengaruh bentuk transom stern terhadap hambatan C 3 = 1 - 0,8 x A T B x T x Cm dimana ; AT = 0 m² C3 = 1.000
(ref : PNA vol.II, hal.93)
A.4 Parameter d d = -0.9
(ref : PNA vol.II, hal.92) (tetapan untuk Fn ≤ 0.4)
A.5 Perhitungan Koefisien C 5 C5 = koefisien dengan fungsi koefisien prismatik (Cp) dimana ; Cp = 0.801 Untuk (Cp ≤ 0.8), maka C5 dihitung sebagai berikut :
(ref : PNA vol.II, hal.92)
C5 = 8.0798Cp – 13.8673Cp 2 + 6.9844Cp 3 C5 = 1.164 A.6 Perhitungan Koefisien C 6 C6 = koefisien pengaruh terhadap harga L3/V dimana ; L3/V = 121.772
(ref : PNA vol.II, hal.92)
Untuk (L3/V ≤ 512), maka C6 adalah : C6 = -1.694 A.7 Perhitungan Koefisien m 1
(ref : PNA vol.II, hal.92)
m1 = 0.01404 (L/T) - 1.7525 (V 1/3 /L) - 4.7932 (B/L) - C 5 (182.52/11.00) - 1.7525 x ((49932.68^1/3)/182.52) - 4.7932 = x 0.178 - 1.211 = -2.138 A.8 Perhitungan Koefisien m 2 m2 = C 6 x 0.4 x e -0.034 x Fn^(-3.29) = -1.694 x 0.4 x e-0.034 x 0.203^(-3.29) = -0.004384
(ref : PNA vol.II, hal.92)
A.9 Perhitungan Koefisien l l = koefisien pengaruh terhadap harga L/B dimana ; L/B = 5.616 Untuk (L/B < 12), maka l adalah :
(ref : PNA vol.II, hal.92)
l = 1.446C p - 0.03 L/B = (1.446 x 0.801) - (0.03 x 5.616) = 0.990 A.10 Perhitungan W W = ρgV kN = 1.025 x 9.81 x 49932.68 = 502085.58 kN
(ref : PNA vol.II, hal.64 - 65)
Sehingga, harga Rw / W adalah :
RW W
=
C 1 C 2 C 3 e m1 x Fn^d + m2 cos (lFn^-2) = 4.53 x 0.00281 x 1 x e -2.286 x (0.219^0.9) + (-0.00435) cos (0.914 x (0.219^-2))
= 1.021E-03 maka, harga RW adalah : RW = 512.6207 B. Perhitungan (1 + k) B.1 Perhitungan Koefisien 1+k 1
(ref : PNA vol.II, hal.91) 1+k1 = 0.93 + 0.4871c (B/L) 1.0681 (T/L) 0.4611 (L/LR) 0.1216 (L 3 /V) 0.3649 (1-Cp) (-0.6042) dimana ; c = koefisien bentuk afterbody c = 1 + 0.011cstern >> Cstern = 0 c=1 for normal section shape c stern = -25 for pram with gondola c stern = -10 for V-shaped sections c stern = 0 for normal section shape c stern = 10 for U-shaped sections with Hogner stern
B.2 Perhitungan L R /L LR/L = 1 - Cp + 0.06Cp LCB / (4Cp - 1) = 0.233
(ref : PNA vol.II, hal.91)
Sehingga, harga 1+k 1 adalah : 1+k1 = 0.93 + 0.4871c (B/L)1.0681(T/L)0.4611(L/LR)0.1216(L3/V)0.3649(1-Cp)(-0.6042) = 1.3156 B.3 Perhitungan Koefisien 1+k 2 (ref : PNA vol.II, tabel 25, hal.92) Koefisien ini merupakan koefisien akibat pengaruh tonjolan yang terdapat pada lambung kapal di bawah permukaan garis air. 1+k2 = 1.500 (for rudder of single screw ships) = 1.4 (for bilge keels) (1+k2)eff = 1.438 = 1.433041203 B.4 Perhitungan Luas Permukaan Basah (WSA) badan kapal (ref : PNA vol.II, hal.91) WSA = L(2T+B)Cm 0.5 (0.4530+0.4425Cb-0.2863Cm-0.003467(B/T)+0.3696Cwp) + 2.38(A BT /Cb) = 8248.21 m² B.5 Perhitungan Luas Permukaan Basah tonjolan pada kapal Skemudi = luasan daun kemudi = C 1 C 2 C 3 C 4 ((1.75 L T) /100) dimana ; C1 = 1.0 for general C2 = 0.9 for semi spade rudder C3 = 1.0 for NACA profile and plate rudder C4 = 1.0 for rudder in the propeller jet Skemudi = 1.0 x 0.9 x 1.0 x 1.0 x ((1.75 x 182.52 x 11.00)/100) = 63.243 m² Sbilge = luasan bilge keels = 0.6 Cb L (0.18/(Cb-0.2)) = 105.327 m² S app = S kemudi + S bilge = 168.570 m²
(ref : BKI vol.II, sec.14 A.3, hal.14 -1)
dikali 2 karena yang tercelup kanan dan kiri (ref : Practical Ship Design, hal.254)
Maka, total luas permukaan basah kapal adalah : Stotal = WSA + S app = 8248.2 + 168.57 = 8416.779 m² B.6 Perhitungan Koefisien 1+k (ref : PNA vol.II, hal.92) 1+ k = 1+ k 1 + [1+ k 2 - (1+ k 1 )] Sapp/Stot = 1.329 + [(1.425 - 1.329) x (67.451 / 1953.129)] = 1.318 C. Perhitungan Koefisien Gesek, C F (ref : PNA vol.II, hal.90) Untuk perhitungan harga koefisien gesek ini, dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berdasarkan ITTC 1957, yaitu :
CF = 0.075 / (log Rn - 2) 2 dimana ;
Rn = v.Lwl
u
υ = 1.1883 x 10-6 = ( 9.26 x 182.52 )/ 1.1883 x 10-6 = 790099284 CF = 0.075 / [log (790099283.9) - 2 ]^2 = 0.00158 D. Perhitungan model-ship correlation allowance, C A
(ref : PNA vol.II, hal.93)
CA = 0.006 (L WL + 100) -0.16 - 0.00205 dimana ; T/LWL = 0.060 Untuk (T/LWL > 0.04), maka CA adalah : CA = 0.006 (182.520 + 100)^-0.16 - 0.00205 = 0.000382 E. Perhitungan Hambatan Total, R T
(ref : PNA vol.II, hal.93)
R R T = 1 rV 2 Stot [CF (1 + k ) + CA ] + W W 2 W
= 0.5 x 1.025 x(9.26)^2 x 8416.78 x[(1.58E-3 x 1.32)+3.82E-4]+(1.02E-3 x 502085.58) = 1422.4872 kN Perhitungan TM1 135.48 kN Koreksi untuk jalur pelayaran di Asia Tenggara sebesar 15% - 20% (ITTC 1957) = 1422.487 kN F. Perhitungan Effective Horse Power, EHP (ref : PNA vol.II, hal.153) EHP = R T x V sea = 1422.49 x 9.26 = 13172.231 kN m/s2 = 13172.231 / 0.7355 = 17909.220 HP G. Perhitungan Delivery Horse Power, DHP DHP = EHP / hD dimana ; hD = hH x hR x ho hH = Hull efisiensi = (1 - t) / (1- w)
(ref : PNA vol.II, hal.153)
G.1 Perhitungan Thrust deduction, t t=
B 0 , 25014 L
(ref : PNA vol.II, hal.162) 0 , 28956
0 , 2624
+ 0 , 0015 .C STERN BT D
(1 Cp + 0 ,0225 LCB )0 , 01762 D= 7.70 m Cstern = 0 (normal-shaped section) maka, dapat dihitung harga t adalah : t= 0.140 G.2 Perhitungan wake fraction, w
(ref : PNA vol.II, hal.163)
w = 0.3095 Cb+10 Cv Cb - 0.1 dimana; Cv = (1 + k) C F + C A = (1.32 x 1.58E-3) + 3.82E-4 = 0.00246 maka, dapat dihitung harga w adalah : w= 0.158
untuk single screw dan transom stern (ref : PNA vol.II, hal.162)
G.3 Perhitungan efisiensi hull, hH hH = (1 - t) / (1- w) = (1 - 0.140) / (1 - (0.158)) = 1.022
(ref : PNA vol.II, hal.152)
G.4 Perhitungan efisiensi Rotative, hR hR= 0.980
(ref : Ship Resistance and Propulsion, Modul 7, hal.2)
G.5 Perhitungan open water test, ho
(ref : PNA vol.II, hal.153)
h o= 0.50 ≤ η0 ≤ 0.669 =
0.600
G.6 Perhitungan efisiensi propulsif, hD hD = hH x hR x hp = 1.022 x 0.980 x 0.600 = 0.601
(ref : PNA vol.II, hal.153)
Sehingga, harga DHP adalah : DHP = EHP / hD = 17909.220 / 0.601 = 29806.883 HP H. Perhitungan Break Horse Power, BHP SHP = DHP = 30415.19
Untuk mesin diesel, P S = P D (ref : Modul kuliah Pengantar Teknologi Kelautan, oleh : Petrus Eko Panunggal)
HP
H.2 Perhitungan Break Horse Power, BHP BHP = SHP / ht ht = ∏ ( 1-li ) li = li = li =
0.010 0.005 0.010
(ref : Parametric Design chapter 11, hal.11-29) (ref : Parametric Design chapter 11, hal.11-33) for each gear reduction for the trust bearing for a reversing gear path
ht = ( 1 - 0,010 ) x ( 1 - 0,005 ) x ( 1 - 0,010 ) = 0.975 BHP = SHP / 0,975 = 31195.063 HP =
w
22943.969 k
C. Perhitungan Maximum Continues Rating (MCR) MCR = BHP + 15 % BHP = 35874.3224 HP = 26385.564 kw
Ï Menentukan Speed of Advance (Va) Speed of advance (Va) adalah kecepatan air yang menuju baling - baling atau kecepatan maju baling - baling dalam knot. Va = Vs x ( 1 - w ) (ref : PNA vol.II, hal.146) = 18.0 x (1 - 0.1584) = 15.149 knots = 7.793 m/s
Perhitungan efisiensi propeler Menggunakan Kt-Kq-J diagram T (sarat) D Z RT
= = = = =
11.00 0,6 x T 6.60 4 1422.49
m (Ref : Tahanan & Propulsi Kapal, Aa Harvald hal.137)
m buah kN
t = 0.140 RT /(1-t) 1422.487=/ (1 - 0.140) T
= 1654.055 kN = RT /(1-t)
g Va
= 1654.055 kN = 9.81 m/s2 = 7.79 m/s
r
=
AE/AO
hp Kt JA P/D n Kq AD
1025 kg/m3
0 .4 0
0 .0 0
0.6528 0.2071 0.5904 0.7000 120.000 0.0298
0.6502 0.2005 0.7174 1.0578 98.7429 0.0352
13.6848
18.8166
Ap/ AD
0.9067
0.8248
AP
12.4080
15.5192
VR
30.0560
25.1252
hgell
0.2879 1.3163
0.3294 1.3163
h'
8.5213
8.5213
0.3934 0.0652 1611.4571
0.5630 0.2000 1055.9229
tC
s0,7R
tc max T
LAMPIRAN 3 : GRAFIK HASIL ANALISA ANSYS FLUENT PADA KECEPATAN 10 KNOT, 15 KNOT & 18 KNOT
10 Knot Tanpa Menggunakan ESD Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
710154 N
658182 N
10 Knot Dengan Menggunakan ESD Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
688993 N
668186 N
15 Knot Tanpa Menggunakan ESD Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
1244740 N
804881 N
15 Knot Menggunakan ESD Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
1207450 N
808917 N
18 Knot Tanpa Menggunakan ESD Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
1601650 N
1182150 N
18 Knot Menggunakan ESD Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
1558300 N
1195770 N
Hasil Perhitungan Dengan Menggunakan Ansys Fluent
Tanpa Menggunakan ESD
Menggunakan ESD
Kecepatan Kapal
Gaya Tekan di Depan Propeller
Besar Thrust Diukur di Belakang Propeller
10 Knot
710154 N
658182 N
15 Knot
1244740 N
804881 N
18 Knot
1601650 N
1182150 N
10 Knot
688993 N
668186 N
15 Knot
1207450 N
808917 N
18 Knot
1558300 N
1195770 N
BIODATA PENULIS
Penulis bernama Noor Muhammad Ridha dilahirkan di Bandung pada tanggal 10 Oktober 1993. Pria yang biasa dipanggil Rido ini merupakan putra ke-dua dari tiga bersaudara pasangan Mupid Hidayat dan Susi Susiati. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDN Lembang V, SMPN 12 Bandung, SMAN 2 Bandung, dan melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun 2011. Semasa kuliah penulis juga aktif di bidang non-akademik. diantaranya aktif dalam kegiatan pelatihan managerial mahasiswa sebagai pemandu LKMM (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa). Penulis juga sempat menjabat sebagai Kepala Biro Kajian Strategis di Himpunan Mahasiswa Teknik Perkapalan FTK ITS periode 2013/2014 dan menjadi Menteri Kebijakan Publik Badan Eksekutif Mahasiswa ITS periode 2014/2015. Selain itu penulis juga terlibat pada kepanitiaan Semarak Mahasiswa Perkapalan, yaitu SAMPAN 7 sebagai Ketua Pelaksana pada sub-kegiatan LOKARINA (Lomba Karya Cipta Maritim Nasional) dan pada SAMPAN 8 sebagai koordinator SC (Steering Comittee) pada sub-kegiatan LOKARINA. Terakhir penulis aktif dalam kegiatan sosial, pemberdayaan masyarakat Dolly dalam organisasi Gerakan Melukis Harapan sebagai Koordinator Divisi Wanita Harapan. Penulis memiliki harapan besar Pemerintah mampu menghasilkan kebijakan yang pro rakyat dan membawa Indonesia ke masa kejayaannya khususnya di dunia kemaritiman.
Khairunnas Anfa'uhum Linnas.
Contact Person :
[email protected]
1