99
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Teks •
Meyer, M.D. dan Miller, E.J., Urban Transportation Planning, Mc.GrawHill:New York, 1984,6-8.
•
Sukirman,S.,
Dasar-dasar
Perencanaan
Geometrik
Jalan,
Nova:
Bandung, 1994,17-39. •
Tamin,O.Z.,Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, ITB: Bandung, 1997, 20-69.
•
Warpani, S., Rekayasa Lalu Lintas, Bharata: Jakarta, 1969,41-42.
•
Warpani,S., Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB Press: Bandung, 1990,4-148.
B. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir •
Hadi,G.K., Dampak Perubahan Guna Lahan terhadap Kinerja Jaringan Jalan, Lalu Lintas, dan Biaya Perjalanan., Tesis, Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB, 1995.
•
Lestari, Puji, Identifikasi Penyebab Terjadinya Tundaan di Jalan Juanda, Departemen Teknik Planologi ITB, Bandung, 2000.
•
Prihadi, Iman. Penanganan Persoalan Lalu lintas di Jalan Gatot Subroto.Tugas
Akhir
Departemen
Teknik
Planologi
ITB
ITB,
Bandung.1993. •
Nanangwulan, Gina.Penanganan Persoalan Lalu lintas di Jalan Setiabudi melalui Pengelolaan Lalu Lintas. Tugas Akhir, Departemen Teknik Planologi ITB, Bandung.1998.
•
Sam,S.N.,
Analisa
Tingkat
Pelayanan
Jl.Urip
Sumoharjo
dan
Pengaruhnya terhadap Polusi Udara di Perkotaan, Tugas Akhir, Jurusan Planologi.
100
•
Sriwijaya, Aniek Qori’ah, Simulasi Tundaan Pergerakan Moda Pribadi yang Terjadi Ketika Angkutan Umum Berhenti, Tugas Akhir, Departemen Teknik Planologi ITB, Bandung,1999.
C. Jurnal Ilmiah dan Laporan •
Kusbiantoro BS,DR, Sistem Transportasi Perkotaan: Beberapa Catatan, 1987.
•
Tamin, Ofyar Z., dan Nahdalina.Analisis Dampak Lalu Lintas, Jurnal PWK, Vol 9., 1998.
D. Peraturan/Undang-undang/Dokumen •
Anonim, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan.
•
Anonim, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.
•
Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan Nomor 10 Tahun 1990.
101
LAMPIRAN A ISTILAH DAN DEFINISI MENURUT IHCM ( Indonesian Highway Capacity Manual )1997
ISTILAH
DEFINISI
Ukuran Kinerja KAPASITAS (smp/jam)
Arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometrik, distribusi arah dan komposisi lalu lintas, faktor lingkungan.
KECEPATAN TEMPUH
Kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas dihitung dari panjang jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaraan yang melalui suatu ruas jalan.
KECEPATAN ARUS BEBAS
1). Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas pada kerapatan = 0, yaitu tidak ada kendaraan yang lewat 2). Kecepatan yang tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain.
WAKTU TEMPUH
Waktu
rata-rata
yang
digunakan
kendaraan
menempuh ruas jalan dengan panjang tertentu, termasuk semua tundaan waktu berhenti. VOLUME CAPACITY RATIO
Rasio volume lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu.
Ukuran Kondisi Geometrik JALUR GERAK
Bagian jalan yang direncanakan khusus untuk kendaraan bermotor lewat, berhenti dan parkir (termasuk bahu).
JALUR JALAN
Semua bagian dari jalur gerak, median dan pemisah luar.
MEDIAN
Daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada suatu ruas jalan.
LEBAR JALUR LALU LINTAS
Lebar jalur gerak tanpa bahu (m).
LEBAR JALUR EFEKTIF
Lebar rata-rata yang tersedia untuk pergerakan lalu lintas setelah pengurangan akibat parkir tepi jalan.
102
KEREB
Batas yang ditinggikan berupa bahan kaku antara tepi jalur lalu lintas dan trotoar.
TROTOAR
Bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kerb.
JARAK PENGHALANG KERB
Jarak dari kereb ke penghalang di trotoar (misalnya pohon, tiang lampu).
LEBAR BAHU
Lebar bahu di sisi jalur lalu lintas yang direncanakan untuk kendaraan berhenti, pejalan kaki dan kendaraan lambat.
LEBAR BAHU EFEKTIF
Lebar bahu yang sesungguhnya tersedia untuk digunakan, setelah pengurangan akibat penghalang seperti pohon, kios sisi jalan, dsb.
PANJANG JALAN
Panjang
ruas
jalan
yang
diamati
(termasuk
persimpangan jalan). TIPE JALAN
Tipe jalan yang menentukan jumlah lajur dan arah pada suatu ruas jalan, yaitu :
JUMLAH LAJUR
-
2 lajur 1 arah (2/1)
-
2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2 UD)
-
4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2 UD)
-
4 lajur 2 arah terbagi (4/2 UD)
-
6 lajur 2 arah terbagi (6/2 UD)
Jumlah lajur ditentukan dari marka lajur atau lebar jalur efektif untuk suatu ruas jalan.
UKURAN KOTA
Lebar Jalur Efektif (m)
Jumlah Lajur
5 - 10,5 10,5 - 16
2 4
Ukuran kota adalah jumlah penduduk di dalam kota (juta) yang dibagi menjadi 5 kelas, yaitu : Ukuran Kota (juta pend.)
Kelas Ukuran Kota
< 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 1,0 1,0 - 3,0 > 3,0
Sangat Kecil Kecil Sedang Besar Sangat Besar
103
KELAS HAMBATAN SAMPING
Kelas pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu lintas, yaitu : Kelas
Kondisi Khusus
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
D. permukiman, jalan samping tersedia D. permukiman, beberapa angkutan umum D. industri, beberapa toko di sisi jalan D. komersial, akitivitas sisi jalan tinggi D. komersial, aktivitas pasar sisi jalan
Ukuran Faktor Perhitungan KAPASITAS DASAR
Kapasitas ruas jalan pada kondisi geometrik, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya (ideal).
FAKTOR PENYESUAIAN
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar
KAPASITAS UNTUK LEBAR
jalur lalu lintas.
JALUR LALU LINTAS
FAKTOR PENYESUAIAN
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat
KAPASITAS UNTUK
pemisahan arah lalu lintas (hanya untuk jalan dua
PEMISAHAN ARAH
arah tak terbagi).
FAKTOR PENYESUAIAN
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat
KAPASITAS UNTUK
hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu atau
HAMBATAN SAMPING
jarak kerb penghalang.
FAKTOR PENYESUAIAN
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat
KAPASITAS UNTUK
ukuran kota.
UKURAN KOTA
SATUAN MOBIL PENUMPANG
Satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai
(smp)
tipe kendaraan diubah menjadi arus kendaraan ringan, termasuk mobil penumpang.
104
KECEPATAN ARUS BEBAS DASAR
Kecepatan arus bebas ruas jalan pada kondisi ideal tertentu (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan).
PENYESUAIAN KECEPATAN
Penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat
UNTUK LEBAR JALUR
lebar jalur lalu lintas.
LALU LINTAS
PENYESUAIAN KECEPATAN
Penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat
UNTUK HAMBATAN SAMPING
hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kerb-penghalang.
PENYESUAIAN KECEPATAN
Penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat
UNTUK UKURAN KOTA
ukuran kota.
Ukuran Komposisi dan Arus Lalu Lintas
UNSUR LALU LINTAS
Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.
KENDARAAN
Unsur lalu-lintas beroda.
KENDARAAN RINGAN
Kendaraan bermotor dua as beroda 4 dengan jarak as 2-3 m (termasuk mobil penumpang dan pick up).
KENDARAAN BERAT
Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m, biasanya beroda lebih dari 4 (termasuk bis, truk 2 as).
SEPEDA MOTOR
Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda 3).
KENDARAAN TAK BERMOTOR
Kendaraan
beroda
yang
menggunakan
tenaga
manusia atau hewan (termasuk sepeda, becak). ARUS LALU LINTAS
Jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam).
PEMISAHAN ARAH
Distribusi arus lalu lintas pada jalan dua arah (biasanya dinyatakan sebagai presentase dari arus total pada masing-masing arah, mis : 60/40).
105
LAMPIRAN B KLASIFIKASI HIRARKI JARINGAN JALAN
I. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menyelenggarakan pergerakan yang bersifat menerus dan juga menjadi akses bagi guna lahan di sekitarnya. Konsep mengenai penataan hirarki jaringan jalan secara nasional diatur dalam UU no.13 tahun 1980 tentang Jalan. Dalam undang-undang ini, jalan didefinisikan sebagai suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dalam wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. Di dalam pasal 3 undangundang ini sistem jaringan jalan dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu : 1. Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. 2. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota. Menurut UU No.13 tahun 1980 pasal 14, dinyatakan bahwa klasifikasi fungsi jaringan jalan ditentukan berdasarkan hirarki wilayah pelayanannya yaitu lingkup regional atau lokal yang terdiri dari klasifikasi primer dan sekunder yang disesuaikan dengan peranannya, yaitu : • Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. • Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan/atau penyalur dari jalan lokal ke jalan arteri dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Dengan demikian jalan ini mempunyai fungsi mobilitas sekaligus melayani akses ke lahan-lahan sekitarnya. • Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan umum setempat dengan ciriciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi dan memungkinkan untuk jaringan lain yang lebih kecil dan sifatnya hanya melayani kebutuhan pelayanan tertentu atau tidak untuk lalu lintas (jalan buntu atau cul-de-sac). Ketentuan lainnya yang mengatur mengenai fungsi dan kelas jalan ialah Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1985. Peraturan pemerintah ini merupakan turunan dari UU No.13 tahun 1980 dimana dalam peraturan ini ditegaskan bahwa sesuatu hal yang berkaitan dengan kondisi pembagian jaringan jalan tersebut dapat dikategorikan dalam hal yang berkaitan dengan pembagian jaringan jalan dengan karakteristik hambatan samping yang mungkin dapat mnyebabkan tundaan dalam aktivitas lalu lintas. Namun selanjutnya, karakteristik hambatan samping tersebut dibedakan berdasarkan jenis aktivitas tundaan dan lama waktu
106
tundaan yang diakibatkan oleh tiap jenis hambatan tersebut. Diperlukan adanya proses pengamatan akan jenis guna lahan yang terjadi di sekitar ruas Jalan Sukajadi tersebut. Namun hingga saat ini pengamatan hanya bersifat survai primer lapangan dengan melihat secara kasar kondisi dominan guna lahan yang timbul. Sedangkan untuk lebih detailnya diperlukan adanya perhitungan langsung dari peta guna lahan yang tersedia dari Bappeda Kota Bandung. Dengan kata lain diperlukan adanya proses pemetaan dengan skala ketelitian yang lebih besar. Sehingga dalam proses selanjutnya, peta guna lahan akan menjadi suatu elemen penting sebagai suatu input bagi proses penge Ketentuan lainnya yang mengatur mengenai fungsi dan kelas jalan ialah Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1985. Peraturan pemerintah ini merupakan turunan dari UU No.13 tahun 1980. Dalam pasal 4 dan pasal 5 peraturan ini, dijabarkan ketentuan-ketentuan pengaturan dari masing-masing sistem jaringan jalan berdasarkan peranannya, yaitu : a. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi seperti : b. Sistem jaringan jalan sekunder disusum mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke perumahan. Sistem jaringan jalan ini terdiri dari : ¾ Jaringan arteri sekunder, yang menghubungkan kawasan-kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau dengan kawasan sekunder kedua. ¾ Jaringan kolektor sekunder, yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasasan sekunder ketiga. ¾ Jaringan lokal sekunder, yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai perumahan.
107
LAMPIRAN C TRAFFIC COUNTING Traffic counting dilakukan untuk mengetahui volume lalu lintas yang melalui ruas Jalan Sukajadi, dan dilaksanakan secara serentak pada kedua ruas pengamatan. Masing-masing ruas terdiri dari dua orang surveyor. Adapun kedua orang tersebut berada di titik sekitar pintu masuk dan keluar ruas jalan tersebut. Dengan demikian terdapat total empat titik pengamatan di ruas Jalan Sukajadi ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang dianggap mewakili jumlah kendaraan rata-rata yang melalui ruas jalan studi setiap jamnya pada waktu jam-jam puncak. Pengambilan sampel dilakukan empat kali lima menit dalam tiap jamnya, dengan selang waktu antar pengambilan 10 menit. Pengambilan data volume lalu lintas dilakukan selama satu hari kerja dalam seminggu yaitu tepatnya pada Hari Senin dan juga pada waktu libur dalam seminggu yaitu Hari Sabtu dan Minggu. Pemilihan Hari Senin ini yaitu dengan asumsi bahwa Hari Senin merupakan hari kerja terpadat dalam satu minggu, dimana orang banyak melakukan pergerakan untuk memulai aktivitasnya setelah berlibur akhir pekan. Survai tersebut dilakukan pada jam-jam sibuk (peak hours) di pagi hari (pukul 06.00-08.00), siang (pukul 11.00-13.00), dan sore hari (pukul 16.00-18.00). Penentuan interval waktu tersebut berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai jam puncak di Kota Bandung dan juga berdasarkan pengamatan lapangan berupa survai pendahuluan di ruas jalan studi. Untuk mempermudah proses pencatatan dan perhitungan digunakan standar berdasarkan IHCM (Indonesian Highway Capacity Manual) 1997 yang membagi kendaraan ke dalam tiga jenis, yaitu sepeda motor, kendaraan ringan, dan kendaraan berat. Adapun contoh dari form traffic counting yang digunakan dapat dilihat pada Tabel C.1. Sedangkan hasil perhitungan volume kendaraannya dapat dilihat pada Tabel C.2.
TABEL C.1 FORMULIR PERHITUNGAN VOLUME KENDARAAN Ruas pengamatan : Hari/Tanggal :
Waktu 5 menit ke 06.0007.00 07.00Pagi 08.00 08.0009.00 11.0012.00 12.00Siang 13.00 13.0014.00 15.0016.00 16.00Sore 17.00 17.0018.00
Kendaraan Ringan Mobil Penumpang, Minibus, Pik-Up, Truk Kecil, Jeep I II III IV
Surveyor : Arah : 1. U-S 2. S-U Kendaraan Berat Truk, Truk Gandengan, Truk Trailer, Bis I II III IV
Sepeda Motor I
II
III
IV
108
LAMPIRAN D PERHITUNGAN KAPASITAS (SMP/JAM), KECEPATAN ARUS BEBAS (KM/JAM) DAN VOLUME LALU LINTAS (SMP/JAM) A. Kapasitas Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimal yang dapat melewati suatu titik pada ruas jalan pada waktu tertentu. Untuk perhitungan kapasitas ruas jalan kolektor primer Sukajadi, digunakan faktor-faktor penyesuaian berdasarkan standar dari Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997 sebagai berikut : TABEL D.1 KAPASITAS DASAR (Co)
Tipe Jalan Empat lajur terbagi atau
Kapasitas Dasar
Catatan
(smp/jam) 1650
Per lajur
Empat lajur tak terbagi
1500
Per lajur
Dua lajur tak terbagi
2900
Total dua arah
jalan satu arah
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997
TABEL D.2 FAKTOR PENYESUAIAN KAPASITAS UNTUK LEBAR JALUR LALU LINTAS (FCw)
Tipe Jalan Empat lajur terbagi atau Jalan satu arah
Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) (meter) Per lajur
FCw
3,00
0,92
3,25
0,96
109
Empat lajur tak terbagi
Dua lajur tak terbagi
Per lajur
Total dua arah
3,50
1,00
3,75
1,04
4,00
1,08
3,00
0,91
3,25
0,95
3,50
1,00
3,75
1,05
4,00
1,09
5,00
0,56
6,00
0,87
7,00
1,00
8,00
1,14
9,00
1,25
10,00
1,29
11,00
1,34
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997
TABEL D.3 FAKTOR PENYESUAIAN KAPASITAS UNTUK PEMISAHAN ARAH (FCsp) Pemisahan Arah (%) FCsp
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
Dua lajur (2/2)
1,00
0,970
0,94
0,910
0,88
Empat lajur (4/2)
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997
Keterangan : Untuk jalan terbagi dan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan sebaiknya diberi nilai 1.
110
B. Kecepatan Arus Bebas (Free Flow Speed/ FV) Untuk perhitungan kecepatan arus bebas jalan kolektor primer Sukajadi, digunakan faktor-faktor penyesuaian berdasarkan standar dari Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997 sebagai berikut : TABEL D.4 KECEPATAN ARUS BEBAS DASAR (FVo) Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) (km/jam) Kelas Hambatan Samping
Kend.
Sepeda
Rata-
Berat
Motor
Rata
61
52
48
57
57
50
47
55
53
46
43
51
44
40
40
42
Kend.Ringan
Enam lajur terbagi (6/2 D) atau Tiga lajur satu arah (3/1) Empat lajur terbagi (4/2 D) atau Dua lajur satu arah (2/1) Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997
Volume lalu lintas yang telah dikoneversi dalam satuan smp/jam dapat dilihat dalam Tabel D.15 berikut :
111
TABEL D.5 FAKTOR PENYESUAIAN KECEPATAN ARUS BEBAS UNTUK LEBAR JALUR LALU LINTAS (FVw)
Tipe Jalan Empat lajur terbagi atau Jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi
Dua lajur tak terbagi
Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wc) (meter) Per lajur
Per lajur
Total dua arah
FVw
3,00
-4
3,25
-2
3,50
0
3,75
2
4,00
4
3,00
-4
3,25
-2
3,50
0
3,75
2
4,00
4
5,00
-9,5
6,00
3
7,00
0
8,00
3
9,00
4
10,00
6
11,00
7
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual 1997
C. Volume Lalu Lintas Konversi dilakukan berdasarkan nilai ekivalensi mobil penumpang (emp) berdasarkan standar dari Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997, sebagai berikut :
112
TABEL D.6 EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG UNTUK JALAN PERKOTAAN TAK TERBAGI emp
Arus Lalu Tipe
Lintas Total
Jalan
Dua Arah
Sepeda Motor Kendaraan
Lebar Jalur Lalu Lintas Wc
Berat
(meter)
(kendaraan/jam) 2/2 UD 4/2 UD
≤6
>6
0
1,3
0,50
0,40
≥ 1800
1,2
0,35
0,25
0
1,3
0,40
≥ 3700
1,2
0,25
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997
TABEL D.7 EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG UNTUK JALAN PERKOTAAN TERBAGI DAN SATU ARAH Arus Lalu Lintas Tipe Jalan
Per Lajur
Kendaraan Berat
Sepeda Motor
0
1,3
0,40
≥ 1050
1,2
0,25
0
1,3
0,40
≥ 1100
1,2
0,25
(kendaraan/jam) 2/1 dan 4/2 UD 3/1 dan 6/2 UD
emp
Sumber : Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM) 1997
Sehingga nantinya dari hasil konversi dengan menggunakan nilai emp di atas, maka akan didapatkan volume lalu lintas dalam satuan smp/jam.