TUG GAS AKH HIR DIDAKT TIK MET TODIK
“Hasil Pengembangaan Materi Didaktik k Metodik k”
Oleh Hengkii Wijaya, S.TP (Petter Wijayya)
Sekoolah Tingggi Theoloogia Jaffrray M Makassar 2010
1
BAB I PENDAHULUAN Pembahasan masalah didaktik dan metodik tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan masalah pendidikan. Sebab kegiatan belajar mengajar merupakan bagian utama dari proses pendidikan. Komisi Internasional Pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996 : 85) melihat bahwa hakekat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Yang selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 (empat)pilar, yaitu : 1. Learning to know 2. Learning to do 3. Learning to live together, learning to live which others 4. Learning to be Learning to know adalah upaya untuk memahami instrumen-instrumen, baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat, pengetahuan diharapkan untuk memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami hidup, harkat dan martabat dalam rangka mengembangkan ketrampilan dan berkomunikasi dengan pihak yang diperlukan. Sebagai tujuan, dimaksudkan bahwa pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka peningkatan serta pendalaman dari pengetahuan dan penemuan- penemuan di dalam kehidupan seseorang. Learning to do menekankan pada bagaimana mengajarkan anak didik untuk memraktekkan segala sesuatu yang telah dipelajari dan dapat mengadaptasikan pengetahuanpengetahuan yang diperoleh tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan yang dihadapi selanjutnya. Learning to live together, learning to live with others, pada dasarnya kegiatan mengajar, melatih dan membimbing peserta didik, bertujuan agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, kebiasaan untuk mengendalikan diri, dan rasa saling mengasihi. Persaingan yang terjadi harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai keberhasilan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan sesama. Learning to be, bahwa prinsip fundamental pendidikan adalah memberikan kontribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap peserta didik, jiwa dan raga, intelgensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai spiritual. Semua manusia hendaklah diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis. Dalam hal ini pendidikan dan pembelajaran diharapkan dapat memberikan kekuatan, membekali strategi dan cara agar peserta didik mampu memahami 2
dunia sekitarnya serta mengembangkan talenta yang dimiliki untuk dapat hidup secara layak di tengah-tengah berbagai dinamika dan gejolak kehidupan masyarakat. Keempat pilar pendidikan tersebut merupakan misi dan tanggung jawab yang harus diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan pembelajaran secara holistic yang meliputi belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama dan belajar menjadi diri sendiri yang didasari keinginan secara sungguh-sungguh untuk memperdalam dan memperluas wawasan tentang pengetahuan, nilai-nilai positif tentang diri sendiri dan orang lain, serta berbagai dinamika perubahan yang terjadi. Jika upaya-upaya pemberdayaan seperti ini dapat berlangsung secara sadar dan terus menerus pada diri peserta didik, maka pada gilirannya diharapkan akan dapat menerapkan konsep belajar sepanjang hayat. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual yang mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Hakikat PAK (hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999) adalah: Usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas. Penerapan Kurikulum 2006 yang berorientasi pada pencapaian kompetensi di bidang PAK, diharapkan dapat mewujudkan model pembelajaran yang bertujuan mencapai transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan peserta didik. Dengan memberikan ruang yang sama terhadap keunikan yang berbeda dalam pengembangan pemahaman iman kristiani sesuai dengan tingkat kemampuan serta daya kreativitas masing-masing. Didaktik metodik Pendidikan Agama Kristen merupakan disiplin ilmiah yang berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana mengembangkan proses pembelajaran secara holistik, pengembangan Standar Kompetensi PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam kehidupan keseharian peserta didik. 3
BAB II PENGERTIAN BELAJAR Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Hal ini karena melibatkan seluruh mental, seperti ranah kognitif, afektif, dam psikomotorik. Dari segi guru, proses belajar tersebut dapat diamati secara langsung, artinya proses belajar yang merupakan proses internal siswa yang dapat diamati dan dipahami oleh guru. Proses belajar tersebut terlihat banyak melalui perilaku siswa ketika mempelajari bahan belajar. Perilaku belajar tersebut merupakan respon siswa terhadap tindak mengajar atau tindak pembelajaran dari guru (Dimyati dan Mudjiono, 1994:16). Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga domain: 1. Kognitif (kecerdasan berfikir) 2. Afektif (sikap, perasaan, emosi) 3. Psikomotorik (skill atau ketrampilan) Diharapkan siswa memiliki keseimbangan antara ketiga domain tersebut. Beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli yaitu: 1. Belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis. (Morrie L.Bigge dalam Max Darsono,2000:3) 2. Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman, bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem syaraf yang dibawa sejak lahir. (Maskowitz dan Orgel dalam Max Darson, 2000: 3) 3. Belajar adalah proses menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan dan pengalaman. (James O. Whitaker dalam Max Darsono, 2000: 4) 4. Belajar adalah suatu perubahan perilaku hasil pengalaman. (Aaron Q. Sartain dalam Max Darsono, 2000: 4) 5. Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan nilai sikap. (W.S Winkel dalam Max Darsono, 2004: 4). Belajar diartikan sebagai suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang yang berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat (Sadiman, 1996:54). Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pembelajaran (Hamalik, 2002:154) 4
BAB III PRINSIP PEMBELAJARAN Merupakan proses untuk membentuk perilaku mencipta dan berinovasi berdasarkan peluang yang ditemukan / diciptakan melalui : •
Pembetukan pemahaman, karakter dan kecakapan melalui kajian terhadap pola / model yang sudah ada.
•
Mendekatkan siswa dengan realitas-realitas sesuai tema
•
Melibatkan siswa untuk menetapkan target belajar, sehingga mengenali kekuatan-kekuatan yang harus ditingkatkan
•
Membangun rasa percaya diri untuk melakukan tindakan belajar, dengan dasar rasa ingin tahu dan harapan yang tinggi
PAK sebagai pendorong perubahan •
Yesus adalah tokoh teladan guru yang ideal
•
PAK bukan menciptakan penjara kekudusan yang memisahkan dari problematika kehidupan masyarakat
•
Realita kehidupan harus menjadi titik singgung yang harus diangkat dalam PAK
•
PAK harus bersinergi dengan mata pelajaran lainnya, dengan mengambil posisi pada nilainilai etika dan moralnya.
PAK harus mewarnai out put pendidikan sejalan dengan dinamika Out pendidikan :
harus menampakkan ciri sebagai manusia yang memahami, menghayati,
serta menjalankan, nilai-nilai agama secara baik dan benar. Ada lima fokus yang berpengaruh pada anak didik yaitu : 1. Sekolah 2. Perkembangan IPTEK 3. Rohaniawan / gereja 4. Masyarakat 5. Orang tua/ keluarga
5
BAB IV HAKIKAT BELAJAR Penggolongan jenis perilaku : 1. Kognitif 2. Afektif 3. Psikomotorik Tahapan Ranah Kognitik dimulai dari tahap terendah hingga tertinggi (1-6) 1.
Pengetahuan (Mengingat, menghafal,menyebut)
2.
Pemahaman (menerangkan, menjelaskan)
3.
Penerapan (menghitung, membuktikan, menerapkan)
4.
Analisis (memilah, membedakan, membagi)
5.
Sintesis (merangkai,merancang, mengatur)
6.
Evaluasi (mengkritik, menilai, menafsirkan)
Tahapan ranah Afektif dimulai dari tahap terendah hingga tertinggi (1-5) 1.
Menerima (Memilih, mempertanyakan, mengikuti)
2.
Menanggapi (menjawab, membantu, mengajukan)
3.
Menilai (Mengasumsikan, Meyakini, Melengkapi)
4.
Mengelolah (Menata, menganut,Mengubah)
5.
Menghayati ( Melayani, Mempengaruhi, Mendengarkan)
Tahapan Ranah Psikomotor (1-4) 1.
Peniruan (Mengaktifkan, Menyesuaiakan, Menggabungkan)
2.
Manipulasi (Mengoreksi, Merancang, Memilah)
3.
Pengalamiahan (Mengalihkan, Menggantikan, Memutar)
4.
Artikulasi (Mempertajam, membentuk, memadamkan)
A. TEORI BELAJAR Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu : 1. teori belajar aliran behavioristik 2. teori belajar kognitif. Beberapa pandangan khusus tentang belajar 1. Behavorisme 2. Kognitivisme 6
3. Teoori belajar pssikologi sosiial 4. Teoori belajar Gagne G 1.
Teori Beh haviorisme
mennekankan paada pengertiaan belajar merupakan m perubahan tinngkah laku,
sehhingga hasil belajar adallah sesuatu yang y dapat diamati denngan indra manusia m langgsung terttuangkan dallam tingkah laku.
belaajar adalah suatu prosses usaha yang y dilakukkan individuu untuk meemperoleh suatu perrubahan ting gkah laku yaang baru , sebagai hasil pengalam man individuu dalam inteeraksi denngan lingkun ngannya.
Proses S-R ini terdiri dari unsuur : a. Doroongan b. Stim mulus c. Resppon d. Pengguatan
ori belajar beehavior Kritik terhadap teo 1)
p teerhadap binaatang juga daapat diterapkkan pada mannusia? Appakah hasil percobaan
2)
Appakah hasil penelitian p dii Laboratoriuum akan releevan dengan situasi belajjar yang sessungguhnya?
3)
Appakah faktorr sosial juga diperhatikann dalam peneelitian di Labboratorium ?
4)
Baagaimana dengan pengallaman yang diperoleh d sisswa sebelum mnya?
7
2. Teori Belajar Kognitif
lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas. Menurut teori ini belajar adalah :
perubahan dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat dalam bentuk tingkah laku.
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktorfaktor lain.
Proses belajar mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Kesimpulan : Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. 3. Teori Belajar berdasarkan Psikologi Sosial
yaitu teori kepribadian dan psikologi sosial.
Belajar pada dasarnya merupakan sosial alami.
Setiap orang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang merupakan motivator penting untuk proses belajarnya.
belajar merupakan proses yang terjadi melalui interaksi-interaksi 8ocial baik searah maupun dua arah.
Proses belajar dengan mengikutsertakan emosi dan perasaan akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memanipulasi stimuli dari luar saja.
8
4. Teori Belajar Gagne Teori Belajar Gagne merupakan perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori proses informasi. Cara berpikir seseorang tergantung pada : 1) ketrampilan apa yang telah dipunyainya, 2) ketrampilan serta hirarki apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas. Lima macam hasil belajar yaitu : a. Ketrampilan intelektual atau pengetahuan prosedural yang diperoleh melalui materi yang disajikan. b. Strategi kognitif yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah baru dengan jalan mengatur proses internal. c. Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi yang relevan. d. Ketrampilan motorik yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. e. Sikap, yaitu kemampuan intern yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan didasari oleh emosi kepercayaan serta faktor intelektual. Menurut Gagne belajar tidak merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah, tetapi hanya akan terjadi dengan adanya kondisi tertentu, yaitu : (1) internal : menyangkut kesiapan (2) eksternal, yaitu yang merupakan situasi belajar dan penyajian stimuli yang secara sengaja. Kesimpulan : Akibat terjadinya proses belajar , maka perilaku individu dapat dibeladakan menjadi 3 kawasan (ranah), yaitu
Kogntif,
afektif dan
psikomotorik
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar yaitu : 1.
Faktor internal yaitu fisiologi (umur, kesehatan, fisik) dan psikologi (intelektual, emotional)
2.
Faktor lingkungan yaitu lingkungan social (keluarga, teman, pergaulan) dan lingkungan non social ( alat-alat peraga, media visual) 9
BAB V PARADIGMA BARU PAK Latar belakangnya adalah Peran Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan mulia. Perwujudan : •
Peningkatan potensi spritual mencakup : pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilainilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
•
Karakter mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral
Hakikat PAK hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999 adalah usaha
yang
dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki keterpanggilan untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas Penerapan Kurikulum 2006 yang berorientasi pada pencapaian kompetensi di bidang PAK yaitu (1) Mewujudkan model pembelajaran yang bertujuan mencapai transformasi nilainilai kristiani dalam kehidupan (2) Dengan memberikan ruang yang sama terhadap keunikan yang berbeda dalam pengembangan pemahaman iman kristiani sesuai dengan tingkat kemampuan serta daya kreativitas individu Dasar-dasar Alkitabiah Pembelajaran PAK Ul 6 : 4 -9 “ … haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang…, di mana saja,… ketika….. Ef 6 : 4 “… didiklah mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan “ Ams 22: 6 “ Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang ..” II Tim 3 : 16 “Kitab suci bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, mendidik dalam kebenaran “ Implikasi PAK bagi umatNya 10
1.Pendidikan sejak dalam kandungan 2. Pendidikan adalah suatu keharusan (Ams 13 :13) 3. Dasar Firman Tuhan 4. Long life education 5. Oleh pend.,orang tua fungsionaris 6. Multimetode dan students centris 7. Berisi :Nasehat, didikan,ajaran/norma
(Ams 2;6, 3 : 13-15) Tujuan PAK
Mata pelajaran PAK bertujuan: • Memperkenalkan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar peserta didik bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah Tritunggal dalam hidupnya • Menanamkan pemahaman tentang Allah dan karya-Nya kepada peserta didik, sehingga mampu memahami dan menghayatinya • Menghasilkan
manusia
Indonesia
yang
mampu
menghayati
imannya
secara
bertanggungjawab serta berakhlak mulia di tengah masyarakat yang pluralistik. Fungsi PAK • Memampukan peserta didik memahami kasih dan karya Allah dalam kehidupan sehari-hari • Membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan seharihari Ruang lingkup PAK meliputi aspek-aspek 1. Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) dan karya-Nya 2. Nilai-nilai Kristiani. Strategi PAK dalam upaya menjalankan fungsi kontrol moral bagi umat/masyarakat dalam memasuki era global Prinsip-prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi • Menekankan pada proses dan hasil pendidikan (outcomes) • Outcomes merupakan kompetensi yang dapat diukur • Evaluasi keberhasilan mengukur kompetensi • Relevansi dengan konteks kehidupan • Menekankan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi
11
PROSES 1. Membangkitkan KEINGINAN 2. Membangun KEYAKINAN 3. Mempelajari Konsep 4. MENCOBA untuk melakukan 5. MENJADI pelaku PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Sets of Basic Skills, 1. Abstraksi, menemukan pola dan makna 2. Sistem berpikir, menemukan hubungan 3. Eksperimen, menemukan cara melalui proses belajar 4. Sosial, bekerja secara kolaborasi dengan orang lain Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual. PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, DAN MODEL PEMBELAJARAN Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu: 1.
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2.
Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 12
4.
Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1.
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2.
Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4.
Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
13
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya (taktik) pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang samasama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat) Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personalhumanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih
14
jelasnyya, posisi hieerarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiiranya dapatt divisualisaasikan sebagaii berikut:
Dii luar istilah h-istilah terssebut, dalam m proses peembelajaran dikenal jugga istilah deesain pembeelajaran. Jik ka strategi pembelajaran p n lebih berkkenaan dengaan pola umuum dan prosedur umum aktivitas peembelajaran,, sedangkan desain pem mbelajaran leebih menunjjuk kepada caracara merencanaka m an suatu sisstem lingkuungan belajar tertentu setelah dittetapkan strrategi pembellajaran terteentu. Jika diianalogikan dengan pem mbuatan rum mah, strateggi membicarrakan tentangg berbagai kemungkinan k n tipe atau jenis rumahh yang henddak dibanguun (rumah joglo, rumah gadang, rum mah modern,, dan sebagaainya), masinng-masing akan a menam mpilkan kesann dan pesan yang y berbed da dan unik. Sedangkann desain adaalah menetaapkan cetak biru (blue print) p rumah yang akan dibangun beeserta bahann-bahan yanng diperlukann dan urutann-urutan lanngkah konstruuksinya, mau upun kriteriaa penyelesaiiannya, mulai dari tahapp awal samppai dengan tahap t akhir, setelah s ditetaapkan tipe ruumah yang akan a dibanguun. Sumbeer: Abin Syamsuddin Makmun. M 20003. Psikologgi Pendidikaan. Bandungg: Rosda Karrya Remaja. Dedi Suupriawan daan A. Benyam min Surasegga, 1990. Straategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliiah). B Bandung: FP PTK-IKIP Bandung. B Udin S. Winataputrra. 2003. Strrategi Belajaar Mengajarr. Jakarta: Puusat Penerbittan Universittas T Terbuka. Wina Senjaya. S 2008. Strategi Pembelajara P an; Berorientasi Standarr Proses Penndidikan. Jakkarta: K Kencana Preenada Mediaa Group. Beda Strategi, S Mod del, Pendekaatan, Metodee, dan Teknikk Pembelajaaran ( (http://smace epiring.worddpress.com/)) 15
KOMPARASI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK DENGAN KONSTRUKTIVISTIK Dalam satu kesempatan perkuliahan, Prof. Nyoman S. Degeng dari Universitas Negeri Malang menyajikan materi tentang Pergeseran Paradigma Pendidikan dari Behavioristik ke Kontruktivistik, yang tampaknya dalam praktik pendidikan di Indonesia saat ini masih berada di persimpangan jalan. Meski demikian, suka atau tidak suka kita harus mengucapkan “Selamat Tinggal” kepada Behaviorisme yang telah terbukti saat ini tidak lagi bisa diandalkan untuk menghadapi tantangan jaman yang serba kompleks”. Kini waktunya untuk menyambut dan mengucapkan “Selamat Datang” kepada Konstruktivisme yang tampaknya dapat memberikan harapan baru bagi peningkatan mutu pendidikan nasionalMenurut pemikiran beliau terdapat 5 proposisi utama dari pandangan kontruktivisme beserta implikasinya terhadap praktik pembelajaran, yaitu: Proposisi 1: Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru. •
Dorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari
•
Dorong munculnya berpikir divergent, bukan hanya satu jawaban benar
•
Dorong munculnya berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas
•
Tekankan pada keterampilan berpikir kritis
•
Gunakan informasi pada situasi baru
Proposisi 2: Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar •
Sediakan pilihan tugas
•
Sediakan pilihan cara memperlihatkan keberhasilan
•
Sediakan waktu yang cukup memikirkan dan mengerjakan tugas
•
Jangan terlalu banyak menggunakan tes yang telah ditetapkan waktunya
•
Sediakan kesempatan berpikir ulang
•
Libatkan pengalaman konkrit
Proposisi 3: Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajarnya •
Berikan kesempatan untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya 16
•
Berdayakan melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, cara belajar, atau lainnya
Proposisi 4: Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk-kerja •
Motivasilah dengan tugas-tugas riil dalam kehidupan sehari-hari dan kaitkan tugas dengan pengalaman pribadi
•
Dorong untuk memahami kaitan antara usaha dan hasil
Proposisi 5: Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial. Kerja kelompok sangat berharga •
Beri kesempatan untuk melakukan kerja kelompok
•
Dorong untuk memainkan peran yang bervariasi
•
Perhitungkan proses dan hasil kerja kelompok
Berikut ini dikemukakan pula hasil analisis beliau tentang kedua aliran filsafat pendidikan tersebut. Komparasi Pembelajaran Behaviorisme dengan Konstruktivisme BEHAVIORISTIK KONSTRUKTIVISTIK Pandangan Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran Pengetahuan: objektif, pasti, tetap Pengetahuan : non- objektif, temporer, selalu berubah Belajar: perolehan pengetahuan Belajar: pemaknaan pengetahuan Mengajar: memindahkan pengetahuan ke Mengajar: menggali makna orang yang belajar Mind berfungsi sebagai alat penjiplak Mind berfungsi sebagai alat struktur pengetahuan menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik Si pembelajar diharapkan memiliki Si pembelajar bisa memiliki pemahaman pemahaman yang sama dengan pengajar yang berbeda terhadap pengetahuan yang terhadap pengetahuan yang dipelajari dipelajari Segala sesuatu yang ada di alam telah Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, terstruktur, teratur, rapi. dan tidak menentu. Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi Kitalah yang memberi makna terhadap realitas Masalah Belajar dan Pembelajaran Keteraturan Ketidakteraturan Si pembelajar dihadapkan pada aturanSi pembelajar dihadapkan kepada aturan yang jelas yang ditetapkan lebih lingkungan belajar yang bebas dulu secara ketat Pembiasaan (disiplin) sangat esensial Kebebasan merupakan unsur yang sangat esensial Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan menambah pengetahuan dikategorikan atau ketidakmampuan dilihat sebagai 17
sebagai KESALAHAN, HARUS interpretasi yang berbeda yang perlu DIHUKUM DIHARGAI Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH Ketaatan kepada aturan dipandang Kebebasan dipandang sebagai penentu sebagai penentu keberhasilan keberhasilan Kontrol belajar dipegang oleh sistem di Kontrol belajar dipegang oleh si Pembelajar luar diri si Pembelajar Tujuan pembelajaran menekankan pada Tujuan pembelajaran me-nekankan pada penambahan pengetahuan penciptaan pemahaman, yang menuntut Seseorang dikatakan telah belajar apabila aktivitas kreatif-produktif dalam konteks mampu mengungkapkan kembali apa nyata yang telah dipelajari Masalah Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran Keterampilan terisolasi Penggunaan pengetahuan secara bermakna Mengikuti urutan kurikulum ketat Mengikuti pandangan si Pembelajar Aktivitas belajar mengikuti buku teks Aktivitas belajar dalam konteks nyata Menekankan pada hasil Menekankan pada proses Masalah Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi Respon pasif Penyusunan makna secara aktif Menuntut satu jawaban benar Menuntut pemecahan ganda Evaluasi merupakan bagian terpisah dari Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar belajar PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL Oleh : Depdiknas A. Latar belakang Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses 18
pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual B. Pemikiran tentang belajar Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut. 1. Proses belajar •
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
•
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
•
Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
•
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
•
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
•
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
•
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar •
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
•
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit) 19
•
Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar •
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
•
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
•
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
•
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar •
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
•
Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
•
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
•
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual 1.
Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan 20
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. 2.
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional Kontekstual 1. Menyandarkan pada pemahaman makna. 2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa. 3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan. 5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang. 7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok). 8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri. 9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. 10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif. 11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan. 12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik. 13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting. 14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik. Tradisional 1. Menyandarkan pada hapalan 2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru. 3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru. 4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan. 5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan. 21
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu. 7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual). 8. Perilaku dibangun atas kebiasaan. 9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan. 10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor. 11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman. 12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik. 13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas. 14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan. F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya 1.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
2.
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3.
Ciptakan masyarakat belajar.
4.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual 1. Konstruktivisme •
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
•
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry •
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
•
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis 22
3. Questioning (Bertanya) •
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
•
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar) •
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
•
Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
•
Tukar pengalaman.
•
Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan) •
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
•
Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi) •
Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
•
Mencatat apa yang telah dipelajari.
•
Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya) •
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
•
Penilaian produk (kinerja).
•
Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual •
Kerjasama
•
Saling menunjang
•
Menyenangkan, tidak membosankan
•
Belajar dengan bergairah
•
Pembelajaran terintegrasi
•
Menggunakan berbagai sumber
•
Siswa aktif
•
Sharing dengan teman
•
Siswa kritis guru kreatif 23
•
Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
•
Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut. 1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar. 2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya. 3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu 4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa 5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
24
Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) dalam KTSP A. Latar Belakang Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya ratarata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual. Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah. Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, di antaranya: 1. potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya tepat; 2. mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup (life skill); 3. persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil; 4. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga pendidikan; 5. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas mengenai standar kompetensi lulusan. Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya 25
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu kepada bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari. Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya
dengan
menerapkan
jenis-jenis
strategi
pembelajaran
yang
memungkinkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual. Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar. Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan. B. Asumsi Dasar Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik. 26
Pembelajaraan tuntas (mastery learning) dalam d prosses pembellajaran berrbasis kom mpetensi
dimaksudkaan
adalahh
pendekkatan
dalaam
pembbelajaran
yang
mem mpersyaratk kan peserta didik mennguasai secaara tuntas seluruh stanndar kompeetensi mauupun kompeetensi dasar mata pelajaaran tertentuu. Dalam model m yang paling p sederhhana, dikkemukakan bahwa b jika setiap pesserta didik diberikan waktu w sesuuai dengan yang diperlukan untu uk mencapaai suatu tinggkat penguassaan, dan jika dia mengghabiskan waktu w n, maka besaar kemungkiinan peserta didik akan mencapai m tinngkat penguaasaan yanng diperlukan kom mpetensi. Tetapi jika peserta p didikk tidak dibberi cukup waktu w atau dia tidak dapat d mennggunakan waktu w yang diperlukan secara penuuh, maka tinggkat penguaasaan kompeetensi pesserta didik tersebut beelum optimaal. Block (1971) menyyatakan tinggkat penguaasaan kom mpetensi pesserta didik seebagai berikuut :
Model ini menggambar m rkan bahwa tingkat pengguasaan kom mpetensi (deggree of learrning) diteentukan oleh h seberapa banyak b wakttu yang benaar-benar diggunakan (tim me actually spent) sp unttuk belajar dibagi denggan waktu yang diperrlukan (timee needed) untuk u mengguasai kom mpetensi terttentu. Dalam pem mbelajaran konvensiona k al, bakat (aaptitude) peeserta didik tersebar secara norrmal. Jika keepada mereka diberikan pembelajara p an yang samaa dalam jum mlah pembelaajaran dann waktu yang g tersedia unntuk belajar, maka hasil belajar b yangg dicapai akaan tersebar secara norrmal pula. Dalam D hal ini dapat dikkatakan bahhwa hubunggan antara bakat b dan tinngkat pennguasaan adaalah tinggi. Secara skem matis konsep tentang preestasi belajarr sebagai dam mpak pem mbelajaran dengan d pendeekatan konvensional dappat digambarrkan sebagaii berikut :
Sebaliknya,, apabila baakat peserta didik tersebar secara normal, n dann kepada meereka diberi kesempaatan belajar yang y sama untuk u setiap peserta didiik, tetapi dibberikan perlaakuan d kualitas pembelaajarannya, maka m besar kemungkina k an bahwa peeserta yanng berbeda dalam
27
didik yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah: 1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis, 2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback, 3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan, 4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003) C. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari
28
belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik. Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu
prinsip
dasar
dalam
teknologi
pembelajaran
harus
benar-benar
dapat
diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas). Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual. Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel berikut, Tabel 1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Pembelajaran Langkah Aspek Pembeda Tuntas Konvensional A. Persiapan
1.Tingkat ketuntasan
Diukur dari performance Diukur dari performance peserta peserta didik yang didik dalam setiap unit (satuan dilakukan secara acak kompetensi atau kemampuan dasar). Setiap peserta didik 29
Langkah
Aspek Pembeda
Pembelajaran Tuntas
Pembelajaran Konvensional
harus mencapai nilai 75 Dibuat untuk satu minggu 2. Satuan Acara Dibuat untuk satu Pembelajaran minggu pembelajar-an, dan hanya dipakai sebagai pedoman pembelajaran, dan dipakai sebagai guru pedoman guru serta diberikan kepada peserta didik 3. Pandangan terhadap Kemampuan hampir Kemampuan peserta didik kemampuan peserta sama, namun tetap dianggap sama didik saat memasuki ada variasi satuan pembelajaran tertentu B. Pelaksanaan 4. Bentuk Dilaksanakan melalui Dilaksanakan sepenuhnya pembelajaran pembelajaran dalam satu pendekatan klasikal, melalui pendekatan unit kompetensi atau kelompok dan klasikal kemampuan dasar individual 5. Cara pembelajaran Pembelajaran Dilakukan melalui dalam setiap standar dilakukan melalui mendengarkan (lecture), kompetensi atau penjelasan guru tanya jawab, dan membaca kompetensi dasar (lecture), membaca (tidak terkontrol) secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individual 6. Orientasi Pada terminal Pada bahan pembelajaran pembelajaran performance peserta didik (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individual 7. Peranan guru Sebagai pengelola Sebagai pengelola pembelajaran untuk pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan peserta didik secara seluruh peserta didik individual dalam kelas 8. Fokus kegiatan Ditujukan kepada Ditujukan kepada peserta pembelajaran masing-masing didik dengan kemampuan peserta didik secara menengah individual 9. Penentuan Ditentukan oleh Ditentukan sepenuhnya 30
Langkah
C. Umpan Balik
Pembelajaran Tuntas
Aspek Pembeda keputusan mengenai satuan pembelajaran 10. Instrumen umpan balik
11. Cara membantu peserta didik
Pembelajaran Konvensional
peserta didik dengan oleh guru bantuan guru Menggunakan Lebih mengandalkan pada berbagai jenis serta penggunaan tes objektif bentuk tagihan secara untuk penggalan waktu berkelanjutan tertentu oleh guru Menggunakan sistem Dilakukan tutor dalam diskusi dalam bentuk tanya jawab kelompok (smallsecara klasikal group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individual
D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas 1. Metode Pembelajaran Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masingmasing peserta didik secara optimal. Adapun langkah-langkahnya adalah : • mengidentifikasi prasyarat (prerequisite), • membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi, • mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.
Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesionsesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996).
31
2. Peran Guru Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar. Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut: •
Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
•
Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
•
Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
•
Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
•
Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
•
Menggunakan teknik diagnostik
•
Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan
3. Peran Peserta didik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual. 4. Evaluasi Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 32
55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar. Asumsi dasarnya adalah: •
bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
•
standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003) Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:
•
Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
•
Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
•
Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.
•
Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
•
Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb. Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam
pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah. Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sumber: Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
33
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME Oleh: Hamzah*) A. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132). Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7). Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbedabeda berdasarkan kematangan intelektual anak. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) 34
pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi). Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. 35
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. B. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa 36
seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. *) Dr. Hamzah, M.Ed. adalah dosen pada FMIPA Universitas Negeri Makassar
37
10 Megatrend tentang Belajar Dalam
satu
kesempatan
pelatihan
pengawas
sekolah,
Endang
Abutarya
(2007)
mengetengahkan tentang 10 megatrend tentang belajar untuk saat ini dan ke depannya. Kesepuluh trend tersebut adalah: (1) belajar melalui kehidupan kita; (2) belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan; (3) belajar berfokus pada kebutuhan nyata; (4) belajar dengan seluruh kemampuan otak; (5) belajar bersama; (6) belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya; (7) belajar langsung dari berpikir; (8) belajar melalui pengajaran/pembelajaran; (9) belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat untuk membantu belajar sepanjang hayat dan masyarakat belajar; dan (10) belajar bagaimana belajar. Sementara itu, terkait dengan proses pembelajaran, bahwa dalam pembelajaran harus dapat: (1) meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses belajar; (2) mendorong prakarsa belajar siswa; (3) mempreskripsikan strategi yang optimal; (4) kondisi membelajarkan siswa secara simultan; (5) memudahkan proses internal yang belajar; dan (6) menjadikan belajar lebih efektif, efisien, dan menarik. Pada kesempatan pelatihan ini Endang Abutarya menjelaskan pula tentang tiga teori belajar utama: (1) behaviorisme; (2) kognitivisme, dan (3) konstruktivisme.
Multiple Intelelligence
1. Kemampuan memecahkan suatu masalah 2. Kemampuan menciptakan masalah baru untuk dipecahkan 3. Kemampuan menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakatKecerdasan (Menurut Howard Gardner Joward Gardner)
38
I. Kecerdasan lingustik adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kata dan bahasa (orator, penulis, penyiar, dll). II. Kecerdasan logis matematika Memilki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mampu mengamati objek yang ada di lingkungan dan mengerti fungsi objek tersebut 2. Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu, dan prinsip sebab akibat 3. Mempunyai dan menghipotesis yang ada 4. Menggunkan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan objek yang konkret 5. Mampu dan menunjukkan kemampuan dalam dalam pemecahan masalah yang menuntut
pemikiran yang logis
6. Mampu mengamati dan mengenali pola serta hubungan 7. Menikmati pelajaran dan mengenali pola serta hubungan 8. Menikmati pelajaran yang berhubungan dengan operasi yang rumitseperti kalkulus, pemrograman computer atau merode riset 9. Berpikir secara matematis denan mengumpulkan bukti-bukti, membuat hipotesis, merumuskan, dan membangun argumentasi yang kuat. 10. Tertarik dengan karir di bidang akuntasi, teknologi, hokum, mesin, dan teknik III. Kecerdasan Intra personal memiliki ciri-ciri: 1. Mampu menyadari dan mengerti arti emosi diri sendiri dan mosi orang lain 2. Mampu mengungkapkan dan menyalurkan perasaan dan pikiran 3. Mengembangkan konsep diri yang baik dan benar 39
4. Temotivasi untuk menentukan dan mengerjakan suaru tujuan hidup 5. Menetapkan dan hidup dengan system nilai yang sesuai dengan etika 6. Mampu bekerja secara mandiri 7. Sangat tertrik dengan pertnyaan arti hidup, tujuan hidup, dan relevansinya dengan keadaan saat ini 8. Mampu mengembangkan kemmapuan belajar yang berkelanjutan dan menngkatkan diri 9. Tertarik menrjuni karier sebagai pelaith, konselor, filsuf, psikolog, atau memilih jalur spiritual 10. Mampu menyelami dan mngerti kerumitan suatu pribadi dan kondisi manusia pada umumnya. IV. Kecerdasan Interpersonal ciri-ciri sebagai berikut: 1. Membentuk dan mempertahankan suatu hubungan social 2. Mampu berinteraksi dengan orang lain 3. Mengenali dan menggunakan berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain 4. Mampu mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain 5. Turut serta dalam upaya bersama dan mengambil berbagai peran yang sesuai, mulai dari menjadi pengikut hingga menjadi seorang pemimpin 6. Mengamati perasaan, pikiran, motivasi, perilaku, dan gaya hidup orang lain 7. Mengerti dan berkomunikasi dengan efektif baik dalam bentuk verbal maunpun nonverbal 8. Mengembangkan keahlian untuk menjadi penengah dalam suatu konflik, mampu bekerja sama dengan orang yang mempunyai latara belakang yang beragam 9. Tertarik menekuni bidang ynag berorientasi interpersonal seperti menjadi pengajar, konseling, manajemen, atau politik 10. Peka terhadap perasaan, motivasi, dan keadaa mental seseorang V. Kecerdasan Musikal ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mendengarkan dan memberikan respons dengan minat yang besar terhadap berbagai jenis suara 2. Menikmati dan mencari kesempatan untuk bisa mendengarkan music atau suara alam 3. Mengerti nuansa emosi yang terkandung dalam suatu music 40
4. Mengumpulkan music baik dalam bentuk rekaman (kaset, CD) maupun dalam bentuk tulisan/cetak 5. Mampu bernyanyi atau bermain alat music 6. Menggunakan kosakata dan notasi music 7. Senang melakukan improvisasi dan bermain dengan suara 8. Mampu nelakuakna analisis dan kritik terhadap suatu music 9. Tertarik menerjuni karier sebagai panyanyi, pemain music, produser, guru musik, konduktor atau teknisi VI. Kecerdasan Visual- Spasial ciri-ciri sebagai berikut: 1. Belajar dengan cara melihat dan mengamati. Mengenali wajah, objek, bentuk, dan warna 2. Mampu mengenali suatu lokasi dan mencari jalan keluar 3. Mengamati dan membentuk gambaran mental, berpikir dengan menggunakan gambar. Menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat 4. Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual 5. Suka mencoret-coret, menggambar, melukis, membuat patung 6. Suka menyusun dan membangun permaianan tiga dimensi, Mampu secara mental mengubah bentuk suatu objek 7. Mempunyai kemampuan imajinasi yang baik 8. Mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda 9. Mampu menciptakan representasi visual atau nyata dari suatu informasi 10. Tertarik menerjuni karier sebagai arsitek, desainer, pilot, perancang busana, dan karier lain yang banyak menggunakan kemampuan visual VII. Kecerdasan Kinestetik memilki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Suka memegang, menyentuh, atau bermain dengan apa yang sedang dipelajari 2. Mempunyai koordinasi fisik dan ketepatan waktu yang baik. 3. Sangat suka belajar dengan terlibat secara langsung. Ingatannya kuat terhadap apa yang dialami daripada apa yang dikatakan atau dilihat. 4. Menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field-trip, membangun model, role play, permainan, atau olah fisik. 5. Menunjukkan kekuatan dalam bekerja yang membutuhkan gerakan otot kecil 41
maupun otot utama 6. Mempunyai kemampuan untuk meyempurnakan gerakan fisik dengan menggunakan penyatuan pikiran dan tubuh 7. Menciptakan pendekatan baru dengan menggunakan keahlian fisik seperti dalam olahraga , menari, atau aktivitas fisik lainnya 8. Menunjukkan keseimbangan, keindahan, ketahanan, dan ketepatan 9. Mengerti dan hidup sesuai standar kesehatan 10. Menunjukkan minat pada karier sebagai atlit, penari, dokter bedah, atau sebagai tukang VIII. Kecerdasan Naturalis cirri-ciri sebagai berikut: 1. Menjelajahi lingkungan alam dan lingkungan manusia dengan penuh antusiasme 2. Suka mengamati , mengenali , berinteraksi, atau peduli dengan objek, tanaman, atau hewan 3. Mampu menggolongkan objek sesuai dengan karakteristik objek tersebut 4. Mampu mengenali pola diantara spesies atau kelas dari objek 5. Suka menggunakan peralatan seperti mikroskop,binocular, teleskop, dan computer untuk mempelajari suatu org anisme 6. Senang mempelajari siklus kehidupan flora dan fauna 7. Ingin mengerti bagaimana sesuatu itu bekerja 8. Mempelajari taksonomi tanaman dan hewan 9. Tertarik untuk berkarier di bidang biologi, ekologi, kimia, dan botani 10. Senang memelihara tanaman atau hewan
IX. Kecerdasan eksistensial adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas atau kemampuan untuk berfikir kosmis atau hal-hal yang berhubungan dengan keberadaan ; mulai dari keberadaan dan tujuan manusia di alam semesta hingga pada sifat kehidupan itu sendiri seperti kebahagiaan, tragedy, penderitaan, hidup, mati,dan kemana manusia setelah mati Linguistic Verbal—Logical Mathematical-- Visual Spasial—Bodily Kinesthetic—Musical Rhythmic—Interpersonal—Intra Personal—Naturalist—Linguistic Verbal. Alur Melingkar secara berut-urutan. 42
43