TUGAS AKHIR Analisis Serat Optik Dalam Teknologi SDH Di PT. INDOSAT Palembang
Oleh Heri Djunaidi 0140211-042
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA 2007
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR
Di Susun Oleh Nama
: Heri Djunaidi
NIM
: 0140211-42
Jurusan
: Teknik Elektro
Peminatan
: Teknik Telekomunikasi
Judul
: Analisis Serat Optik Dalam Teknologi SDH Di PT. INDOSAT Palembang
Disetujui dan Diterima
Pembimbing
Koordinator Tugas Akhir
(Ir. Ahmad Yanuar Syauki, MBAT )
(Yudhi Gunardi, ST. MT)
Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Elektro
(Ir. Budiyanto Husodo.Msc)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Heri Djunaidi
NIM
: 0140211-042
Jurusan
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknologi Industri
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya buat dan susun ini hasil pemikiran serta karya saya seorang. Tugas Akhir ini tidak dibuat oleh pihak lain, kecuali kutipan-kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya.
Jakarta,
Maret 2007
Heri Djunaidi
iii
ABSTRAK
Komunikasi serat optik sangat cepat dikembangkan sehingga subsistem optik terpadu yang mudah dalam penggandengan dan mempunyai rugi – rugi kecil sangat dibutuhkan untuk jaringan masa depan. Dengan karakteristik serat optik tersebut menyebabkan pemakaian serat optik dapat ditingkatkan pada sistem transmisi kecepatan tinggi dan ternyata juga PDH tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik pengendalian dan pemrosesan sinyal untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah peralatan transmisi tertentu umumnya hanya menangani dengan baik satu fungsi tertentu saja dalam jaringan, sementara dalam SDH, ada integrasi dari berbagai tipe peralatan yang berbeda-beda yang mampu memberikan kebebasan baru dalam perancangan jaringan. Sudah bukan merupakan berita baru bahwa SDH dapat dipergunakan untuk transmisi optik kapasitas besar, pengaturan lalu lintas komunikasi dan restorasi jaringan. Hal inilah yang mendasari berkembangnya teknologi transmisi dari sistem PDH ke sistem SDH.
Communication of optic fibre very fast was developed so as the most united optic sub-system that found it easy in the coupling and had the loss – the small loss was really needed for the network of the future. Characteristically this optic fibre caused the use of optic fibre to be able to be increased in the transmission system of the high speed and evidently also PDH like that was not suitable to support the development of the control and the processing of the signal of the technique during now that increasingly often was needed by the provider's companies of the telecommunications service. In PDH A certain transmission equipment generally only handle well one certain function in the network, now in SDH, there was the integration from various types of different equipment that could give the new freedom in network planning. Not has been the news that SDH could be utilised for the transmission of big capacity optics, the regulation and restoration of the network of the communication traffic. This that provided a basis for the expansion of transmission technology from the PDH system to the SDH system.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih yang kasih-Nya tak pernah pilih kasih serta Maha Penyayang yang sayang-Nya tak pernah terbilang. Ucapan syukur kehadirat-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat akhir untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana. Sholawat serta Salam penulis haturkan kepada Pemimpin Umat, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabatnya, dan semua umatnya yang tetap setia menjalankan ajaran Islam. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin. Sudah tentu penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang dalam dan sebesar–besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yaitu kepada : 1. Orang tua penulis yang telah membesarkan, mendidik serta membimbing penulis dalam menjalani kehidupan. 2. Istri dan anak-anak penulis yang telah memberikan inspirasi dan motivasi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini 3. Bapak Ir. Ahmad Yanuar Syauki,MBAT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan yang berguna bagi penulis.
v
4. Bapak Yudhi Gunardi, ST. MT selaku Koordinator Tugas Akhir 5. Bapak
Ir. Budi Yanto Husodo. MSc selaku
Ketua Jurusan Teknik
Elektro Universitas Mercu Buana. 6. Rekan-rekan PT. INDOSAT yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan data data yang dibutuhkan oleh penulis. 7. Semua rekan-rekan dan teman Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana. Penulis sudah mengupayakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik mungkin namun dengan segenap keterbatasan sumber daya (waktu, pengalaman dan wawasan) yang dimiliki, penulis menyadari bahwa hasil yang dicapai masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segenap masukan sangat penulis harapkan demi mencapai hasil yang lebih memuaskan. Akhir kata, semoga Pembaca bisa mendapat serta menyebarkan hal-hal yang bermanfaat pada Laporan Tugas Akhir ini. Apabila ada kesalahan, semata-mata kekhilafan penulis, sedangkan kebenaran semuanya hanyalah milik Allah SWT. Jazza kumullahu khoiron katsiro. Jazza kumullahu khoirun jazza
Jakarta,
Maret 2007
Heri Djunaidi
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
..............1
1.2
Tujuan Penulisan
..............2
1.3
Perumusan Masalah
..............2
1.4
Pembatasan Masalah
..............2
1.5
Metoda Penelitian
..............3
1.6
Sistimatika Penulisan
..............3
LANDASAN TEORI 2.1
Syncronous Digital Hierarcy (SDH)
..............5
2.1.1 Definisi SDH
..............5
2.1.2
Latar Belakang Munculnya SDH
..............5
2.1.3
Evolusi jaringan PDH ke SDH
..............6
2.1.4
Struktur Multiplexing SDH
..............9
2.1.5
Hierarki dan Komponen Pada SDH
............10
vii
2.2
2.1.6
Struktur Frame STM-N
............12
2.1.7
Standar Bit Rate SDH
............12
2.1.8
Elemen Jaringan SDH
............12
Sistem Komunikasi Serat Optik
............13
2.2.1
Komponen sistem komunikasi serat optik
............14
2.2.1.1 Sumber Optik
............14
2.2.1.2 DETEKTOR OPTIK
............16
2.2.2 Jenis – Jenis Serat Optik 2.3
2.4
BAB III 3.1
............17
Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Sistem Komunikasi Serat Optik
............20
2.3.1
Dispersi
............20
2.3.2
Redaman
............21
Parameter Unjuk Kerja Sistem
............21
KONDISI EKSISTING LINK Prabumulih - Palembang Link Balaprabang (Bandar Lampung – Prabumulih – Palembang)
............26
3.2
Elemen Jaringan Yang digunakan
............28
3.3
Sistem Proteksi
............28
3.4
Teknologi Sistem Yang Digunakan
............29
3.4.1 Transmitter
............29
3.4.2 Receiver
............29
viii
3.4.3 Serat Optik
BAB IV
BAB V
............29
ANALISIS UNJUK KERJA SISTIM 4.1
Umum
............32
4.2
Availability
……....32
4.3
Realibility (Keandalan)
………34
4.4
Perhitungan Power Link Budget
............35
4.5
Analisis pengukuran Bit Error Rate (BER)
............37
4.6
Pengukuran dengan OTDR
............37
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
KESIMPULAN
............38
5.2
SARAN
............39
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A LAMPIRAN B
ix
DAFTAR GAMBAR
1.
Gambar 2.1
Struktur multiplexing SDH
..............9
2.
Gambar 2.2
Sisitem pemultiplekan sinyal PDH dan SDH
............11
3.
Gambar 2.3
Struktur Frame STM-1
............11
4.
Gambar 2.4
Sistem komunikasi serat optik
............13
5.
Gambar 2.5
Modus penjalaran cahaya step Indeks
............18
6.
Gambar 2.6
Modus penjalaran cahaya graded index
............18
7.
Gambar 3.1
Konfigurasi SDH Balaprabang
............26
8.
Gambar 3.2
STM-4 terbentuk dari 4 x STM-1 Yang Menghubungkan Prabumulih – Palembang
x
............27
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1
Perbandingan LED dan LASER
............16
2. Tabel 2.2
Perbandingan karakteristik PIN dan APD
............17
3. Tabel 3.1
karakteristik serat optik yang digunakan pada link Balaprabang
............30 ............26
4.
Tabel 4.1
Data Up time dan Down time
5.
Tabel 4.2
Data Jumlah Gangguan Link Prabumulih - Palembang .......27
6. Tabel 4.3
Data Hasil Pengnukuran Menggunakan Bert Test
7.
Data Hasil Pengukuran Menggunakan OTDR dan Perangkat
Tabel 4.4
SDH
.......37
.......38
xi
BAB I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan komunikasi serat optik dari point to point menjadi point to multipoint maka konsep transmisi digital sinkron tampaknya merupakan suatu cara yang efisien untuk transmisi dengan jaringan optik. Konsep fundamental dari transmisi digital sinkron pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1980, dan telah mengalami kematangan selama satu dekade, bersamaan dengan standarisasi SONET dan Synchronous Digital Hierarchy (SDH). Transmisi Digital sinkron mendapatkan dasar yang kuat dalam SDH, dan juga memelihara dengan kompatibilitas dengan titik antarmuka jaringan (network node interface (NNI) dan user network interface (UNI) standar dari BISDN. SDH merupakan suatu struktur transport digital yang beroperasi dengan pengaturan yang tepat terhadap payload dan mengirimnya melalui jaringan transmisi sinkron. Sebelum SDH, hirarki digital yang paling umum digunakan adalah plesiochronous digital hierarchy (PDH), di dunia ada tiga macam versi PDH yaitu versi Amerika, Eropa dan Jepang, ketiga versi tersebut tidak kompatibel satu dengan yang lainnya, sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka munculah teknologi sinkron yang baru yaitu SDH. Selain itu keterbatasan PDH untuk menyediakan kanal yang besar turut pula melatar belakangi munculnya Teknologi SDH yang mampu mengirimkan sinyal informasi dengan kecepatan dan fleksibilitas yang cukup tinggi. Selain itu SDH memiliki struktur yang lebih sederhana dari pada PDH. Dalam SDH, tributary Amerika Utara dan Eropa hanya melalui satu tahapan pemultipleksan, sedangkan dalam PDH
1
BAB I Pendahuluan
pemultipleksan asinkron digunakan saat suatu tributary di multipleks ke dalam suatu tributary yang laju bitnya lebih tinggi.
1.2. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk, •
Memahami sistem kerja teknologi SDH pada sistem komunikasi serat optik
•
Menganalisa unjuk kerja sistem transmisi SDH yang dilewatkan pada sistem komunikasi serat optik
1.3. Perumusan Masalah Keterbatasan kemampuan PDH untuk menyediakan kanal dengan jumlah yang lebih besar dapat di atasi dengan teknologi Syncrhonous Digital Hierarchy (SDH) pada serat optik, sehingga pada tugas akhir ini permasalahannya adalah bagaimana unjuk kerja sistem komunikasi serat optik dengan teknologi SDH
1.4. Pembatasan Masalah Untuk menganalisa unjuk kerja sistem komunikasi serat optik dengan teknologi SDH dipelukan suatu pembatasan masalah yaitu: •
Sistem kerja Syncrhronous Digital Hierarcy (SDH) pada Link Balaprabang ( Bandar Lampung – Prabumulih – Palembang ) segmen Prabumulih - Palembang
•
analisa perhitungan link power budget
2
BAB I Pendahuluan
•
analisis Bit Error Rate (BER)
•
ketersediaan sistem (avaliability)
•
OTDR (Optical Time Domain Reflectometry)
•
link yang digunakan adalah link Prabumulih - Palembang yang merupakan Ring Southern Region.
1.5. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk menganalisa unjuk kerja sistem komunikasi serat opti dengan teknologi SDH adalah : •
Studi Literatur Studi literatur ini dimaksudkan untuk lebih memahami konsep teknologi SDH pada sistem komunikasi serat optik (SKSO). Pengumpulan dan pengolahan data Pengumpulan data dimaksudkan untuk memudahkan analisa unjuk kerja sistem
•
Studi lapangan
•
Diskusi dengan dosen pembimbing
1.6. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan dalam tugas akhir ini adalah : BAB I
:
Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan
penulisan,batasan masalah, metodelogi penelitian, dan sistematka pembahasan
3
BAB I Pendahuluan
BAB II
:
Dasar Teori, yang menjelaskan tentang sistem komunikasi serat optik dan teknologi synchronous digital hierarcy (SDH)
BAB III
:
Konfigurasi SDH link Prabumulih - Palembang Pada bab ini dijelaskan tentang konfigurasi sistem SDH Link Prabumulih - Palembang
BAB IV
:
Analisa kinerja SDH link Prabumulih - Palembang Bab ini menganalisa unjuk kerja dan kehandalan sistem komunikasi serat optik dengan teknologi SDH pada link Prabumulih - Palembang
BAB V
:
Kesimpulan dan saran dari hasil analisa pada tugas akhir ini
4
BAB II Landasan Teori
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Syncronous Digital Hierarcy (SDH) 2.1.1
Definisi SDH
Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada transmisi sinkron dan mempunyai struktur transport yang didesain untuk mengangkut informasi dalam sebuah jaringan transmisi.. Definisi ini merupakan rekomendasi ITU-T G.707 Network Node Interface For The Synchronous Digital Hierarchy (SDH).
2.1.2
Latar Belakang Munculnya SDH
Sebelum kemunculan SDH, standar transmisi yang ada dikenal dengan PDH (Plesiochronous Digital Hierarchi) yang sudah lama ditetapkan oleh ITU-T. Suatu jaringan plesiochronous tidak menyinkronkan jaringan tetapi hanya menggunakan pulsa-pulsa detak (clock) yang sangat akurat di seluruh simpul penyakelarnya (switching node) sehingga laju slip di antara berbagai simpul tersebut cukup kecil dan masih bisa diterima (misalnya plus/minus 50 bit atau 5x10-5 untuk jaringan/kanal 2,048 atau 1,544 Mbps). Mode operasi seperti ini barangkali memang merupakan suatu
implementasi
yang
paling
sederhana
karena
bersifat
menghindari
pendistribusian pewaktuan di seluruh jaringan. Ternyata bahwa PDH tidak begitu cocok untuk mendukung perkembangan teknik pengendalian dan pemrosesan sinyal
5
BAB II Landasan Teori
untuk masa kini yang makin banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Dalam PDH, sebuah peralatan transmisi tertentu umumnya hanya menangani dengan baik satu fungsi tertentu saja dalam jaringan, sementara dalam SDH, ada integrasi dari berbagai tipe peralatan yang berbeda-beda yang mampu memberikan kebebasan baru dalam perancangan jaringan. Sudah bukan merupakan berita baru bahwa SDH dapat dipergunakan untuk transmisi optik kapasitas besar, pengaturan lalu lintas komunikasi dan restorasi jaringan
2.1.3
Evolusi jaringan PDH ke SDH
Karena format transmisi SDH dirancang untuk mengatasi keterbatasan PDH, maka semua perusahaan telekomunikasi memang ditantang untuk memperkenalkan transmisi SDH ke dalam jaringan PDH yang sudah di bangun lebih dulu. Isu yang penting adalah masalah keseimbangan antara keuntungan yang ditawarkan oleh SDH dan hambatan biaya dalam investasi jaringan. Untuk itu diperlukan strategi mengenai evolusi jaringan dari PDH ke SDH. Ada tiga alternatif utama, yang masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian. Perusahaan telekomunikasi mungkin perlu untuk mengadopsi suatu strategi campuran sebagai jawaban yang terbaik bagi kondisi lingkungannya masing-masing. Tiga alternatif tersebut adalah : •
Top-down (metode level atau layer)
•
Bottom-up (metode pulau atau branch)
6
BAB II Landasan Teori
•
Paralel (Metode overlay)
Metode lapisan teristimewa relevan dengan perusahaan layanan telekomunikasi yang masih memperkenalkan digitalisasi pada level trunk dari jaringan yang dimilikinya atau bagi yang membutuhkan untuk mendukung layanan-layanan baru pada lapisanlapisan yang lebih atas dari jaringan-jaringan antar urban (sebagai contoh untuk koneksi MAN to MAN) Tujuan pokoknya adalah penghematan biaya untuk transportasi kapasitas besar dalam menangani pertumbuhan lalu lintas komunikasi. Dalam strategi ini introduksi untuk SDH dimulai pada level tulangpunggung/supernode level dengan sedikit simpulsimpul yang dihubungkan dengan sistem-sistem STM-16 atau STM-4 SDH. Interkoneksi ke suatu jaringan PDH adalah dengan sebuah gateway (gerbang penghubung), umumnya pada port cross connect dan persediaan port cross connect yang memadai untuk mendukung semua fungsionalitas PDH dan SDH yang diperlukan. Ini merupakan suatu aspek yang penting dari perencanaan jaringan. Langkah berikut adalah mengubah lapisan-lapisan berikutnya yang lebih rendah ke SDH, dan memindahkan gateway-nya ke titik dimana keuntungan SDH paling dapat dijamin. Dengan demikian SDH memberikan keuntungan secara penuh bagi lapisanlapisan yang lebih tinggi dan secara selektif pada lapisan-lapisan yang lebih rendah. Strategi dengan metode pulau adalah memasang SDH pada simpul-simpul jaringan pada level tengahan maupun level bawah, yakni menyediakan pulau-pulau SDH
7
BAB II Landasan Teori
untuk komunitas tertentu (sebagai contoh pusat-pusat perdagangan dan finansial). Dengan pendekatan lapisan, dibutuhkan beberapa gateway untuk jaringan PDH. Pada level ini, beberapa cross-connect utamanya akan menjadi produk-produk pitalebar (wideband), menginterkoneksi sistem-sistem transport STM-1 melalui antarmuka-antarmuka 155 Mbps (atau 140 Mbps melalui sebuah antarmuka gateway), dengan menyalurkan dan memadukan fasilitas pada VC level 1, 2 dan 3 yang dibawa dalam kecepatan 2 Mbps atau 1,5 Mbps. Melalui metode paralel, SDH diinstalasi dalam sebuah jaringan overlay (yang ditumpang-tindihkan) di samping jaringan PDH nya dalam beberapa simpul. Tujuannya adalah untuk mengimplementasikan layanan-layanan baru tertentu (seperti videoconferencing dan interkoneksi LAN/LAN) serta memperoleh keuntungan dari semua fungsi SDH sesegera mungkin, dan menyediakan perbaikan-perbaikan dalam hal kualitasnya. Gateway bagi jaringan PDH masih dibutuhkan, meskipun ada segregasi (pemisahan) antara layanan-layanan lama dan baru antara fasilitas-fasilitas SDH dan PDH. Penting juga bahwa semua peralatan yang diperlukan untuk menyediakan fungsionalitas SDH secara penuh dalam SDH yang ditumpang-tindihkan ini sudah dipasang. Strategi ini menarik bagi perusahaan telekomunikasi dengan pertumbuhan lalu lintas komunikasi yang cepat, dan bagi yang berharap untuk menambahkan fungsionalitas SDH (sebagai contoh, untuk menawarkan premium services; yakni pemanggil/penelpon yang ditarik biaya pulsa dengan tarif khusus, yang biasanya
8
BAB II Landasan Teori
diterapkan pada layanan-layanan informasi) selagi mereka menambah kapasitas jaringannya.
2.1.4
Struktur Multiplexing SDH
Multiplexing merupakan gabungan beberapa proses dan elemen yang harus dilalui oleh sinyal sampai ditransmisikan.Struktur multiplexing pada SDH merupakan suatu urutan proses multiplexing dimulai dari tahap tributary sampai membentuk satu frame STM-N seperti ditunjukan pada gambar 2.1 berikut ini. STM-N
AUG
AU-4
VC-4
C-4
TUG-3
TU-3
TUG-2
TU-12
VC-3
VC-12
140 Mbps
C-3
C-12
35 Mbps
2 Mbps
Gambar 2.1 Struktur multiplexing SDH Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan roses multiplexing sebagai berikut : 1. Masukan berupa tributary dimuat ke dalam container (C), untuk tributary 2 Mbps dimuat dalam Container C-12 2. Pada Container ditambahkan Path Overhead (POH) yang berisi byte pengontrol. Container yang dilengkapi POH disebut virtual container (VC). Disini terjadi proses pemetaan (mapping) berupa penyusunan tributary menjadi VC yang sesuai.C-12 dipetakan menjadi VC-12 dengan metode bit sinkron. 3. Pada VC-12 ditambahkan TU pointer sehingga terbentuk Tributary Unit (TU-12). TU pointer disini berfungsi sebagai tanda diawalinya VC-12
9
BAB II Landasan Teori
4. TU menjalani proses multiplex menjadi tributary unit group (TUG) atau high order VC, untuk TU-12 maka yangdiproses adalah 3 buah TU-12 menjadi satu TUG 5. Tujuh buah TUG-12 diproses multiplex menjadi satu TUG-3 6. Pada TUG-12 ditambahkan POH menjadi satu VC-4 7. High order VC-4 membentuk administrative unit (AU), dalam hal ini AU-4.Suatu AU pointer ditambahkan untuk tanda dimulainya High Order VC 8. AU-4 ditempatkan langsung dalam AUG, selanjutnya membentuk STM-1 sesudah mendapat Section Ovrhead (SOH)yang terdiri dari regenerator SOH dan multiplex SOH. SOH berisi informasi pembingkaian blok,informasi untuk pemeliharaan dan fungsi operasional lainnya. 2.1.5
Hierarki dan Komponen Pada SDH
hirarki pemultiplekan sinyal digital untuk Amerika/Kanada, Jepang dan Eropa berbeda-beda. Dengan adanya SDH, hirarkinya diseragamkan menjadi seperti terlihat pada Gambar 2.2
10
BAB II Landasan Teori
Gambar 2.2 Sisitem pemultiplekan sinyal PDH dan SDH Dari gambar 2.2 terlihat bahwa pada level paling tinggi jaringan transport SDH adalah jaringan n x STM-1 (n x 155 Mbps). STM-1 (Synchronous Transport Module) adalah modul transport sinkron level-1 . Sebuah frame tunggal STM-1 dinyatakan dengan sebuah matriks yang terdiri dari sembilan baris dan 270 kolom, terlihat pada Gambar 2.3, Frame ini dibentuk dari 2430 byte, setiap byte terdiri dari 8 bit. Frame STM-1 berisi dua bagian, bagian SOH (Section Overhead) dan bagian VC (Virtual Container) yang merupakan payload-nya. 3 byte
Regeneration Section Overheaad (RSOH)
RUANG PAYLOAD STM-1
AU Pointer
3 byte
Multiplex Section Overhead (MSOH)
9 byte
261 byte 270 kolom
Gambar 2.3 Struktur Frame STM-1
11
BAB II Landasan Teori
2.1.6
Struktur Frame STM-N
Frame STM-N Didapat dengan cara menggabungkan N x STM-1, di mana kecepatan bit dari sinyal multiplikasi STM-N adalah STM-4, STM-16, STM-64 dan memiliki struktur frame yang sama dengan struktur frame STM-1. 2.1.7
Standar Bit Rate SDH
Level pertama untuk SDH adalah sebesar 155,52 Mbps (STM-1). Untuk tingkat multiplikasi yang lebih tinggi besarnya merupakan kelipatan eksak multiplikasi dari kecepatan dasar yaaitu 155,52 Mbps x N, sehingga STM-1 (155,52 Mbps), STM-4 (622,08 Mbps), STM-16 (2,5 Gbps), STM-64 (10 Gbps). 2.1.8
Elemen Jaringan SDH
Dalam Jaringan SDH terdapat beberapa elemen dasar yang didesain sedemikian rupa disesuaikan dengan fungsinya.Spesifikasi dari struktur SDH sangat berpengaruh dalam spesifikasi elemen jaringan SDH dalam aplikasinya. Elemen dasar tersebut antara lain : 1. Terminal Multiplexer (TM) TM berfungsi untuk memultiplikasi sinyal-sinyal tributary ke dalam sinyal SDH, dan juga berfungsi sebagai interface antara sinyal PDH dan SDH. 2. Add Drop Multiplexer (ADM) ADM memiliki fungsi drop and insert, dimana sinyal tributari yang diturunkan dapat dimasukan sinyal tributari yang lain, sehingga kapasitas jalur utama tetap optimum. Jika ADM dihubungkan dengan ADM lain maka akan terbentuk topologi ring. 3. Digital Cross Connect (DXC)
12
BAB II Landasan Teori
DXC berfungsi untuk melakukan cross-connect terhadap sinyal-sinyal tributari dan melakukan switching
tributari dengan bitrate yang berbeda-beda sesuai
dengan jalur yang diinginkan. Jika DXC dihubungkan dengan DXC yang lain maka akan terbentuk topologi ring by ring. 4. Regenerator Regenerator memiliki tiga fungsi, yaitu retiming, regenerating dan reshaping (3R). Regenerator melakukan semua fungsi tersebut pada tingkat elektrik sehingga sinyal optik harus di ubah menjadi sinyal elektrik terlebih dahulu.
2.2 Sistem Komunikasi Serat Optik Sistem komunikasi serat optik secara garis besar terdapat tiga bagian utama, yaitu : pemancar (transmitter), penerima (receiver) dan serat optic sebagai media transmisi. Seperti gambar 2.4 di bawah ini. Sumber informasi
Rangkaian Kendali
Sumber Cahaya
Serat Optik
Detektor Cahaya
Rangkaian Detektor
Gambar 2.4 Sistem komunikasi serat optik
13
Tujuan
BAB II Landasan Teori
2.2.1
Komponen sistem komunikasi serat optik
2.2.1.1 Sumber Optik Sumber optik berfungsi sebagai pengubah besaran sinyal listrik/elektrik menjadi sinyal cahaya (E/O Converter), beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sumber optik yaitu : •
Ukuran dan konfigurasi kompatibel dengan cahaya yang dimasukan ke dalam serat
•
Mempunyai akurasi yang tinggi dalam mengkonversi sinyal listrik masukan untuk mengurangi distorsi dan derau
•
Cahaya yang dihasilkan harus dapat dicouple ke dalam serat dengan efisien agar menghasilkan daya optik yang cukup
•
Menghasilkan cahaya dengan lebar pita frekuensi yang cukup sempit untuk meminimumkan dispersi
•
Cukup stabil dengan pengaruh luar
Ada dua macam sumber optik yang sering diaplikasikan, pemakaian kedua jenis sumber optik ini tergantung pada bit rate data yang akan ditransmisikan, kedua jenis sumber cahaya tersebut adalah : 1. LED (Light Emmiting Diode) Bagian utama dari LED adalah p-n junction yang disebut sebagai daerah aktif. LED memerlukan bias maju agar dapat beroperasi. Proses emisi cahaya pada LED adalah sbb : bila p-n junction mendapatkan bias maju maka electron dan hole diinjeksikan ke daerah p dan n. Masing-masingnya sebagai pembawa minoritas akan dapat bergabung
14
BAB II Landasan Teori
kembali (rekombinasi) dengan melepaskan
energi radiasi
berupa foton
memberikan cahaya keluaran dan energi non radiasi berupa foton didisipasikan sebagai panas. LED mempunyai cirri-ciri seperti di bawah ini : •
LED merupakan diode semikonduktor yang memancarkan cahaya karena mekanisme emisi spontan.
•
LED merubah besaran arus menjadi besaran intensitas cahaya dan karakteristik arus/daya pancaran optik memiliki fungsi yang linier.
2. LASER ( Light Amplification by stimulated Emmission of Radiation ) •
Laser merupakan sumber optik yang koheren. Bahan dasarnya berupa gas, cairan, kristal dan semikonduktor.
•
Spektrum keluaran, keluaran laser bukan frekuensi tunggal namun merupakan range frekuensi. Biasanya daya tidak berubah secara halus dalam range ini tapi merupakan rangkaian puncak dan lembah
•
Pola radiasi, jarak sudut dimana laser mengemisikan cahaya tergantung pada ukuran daerah emisi dan pada mode osilasi dalam laser.
Berikut table perbandingan LED dan LASER
15
BAB II Landasan Teori
Tabel 2.1 Perbandingan LED dan LASER NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Karakteristik Spektrum keluaran Daya optic keluaran Kestabilan operasi terhadap temperature Penguatan cahaya Arah pancaran cahaya Arus pacu Rongga Resonansi optik Disipasi panas Harga Kecepatan (rise time) Kompatibilitas dengan single mode
LED LASER Tidak koheren Koheren Lebih rendah (0,4-4,0 mW) Stabil Kurang stabil Tidak ada Kurang terarah Kecil Tidak ada Kecil Lebih murah Lebih lambat (2-10 ns) Tidak
Ada Sangat terarah Besar Ada Besar Mahal Lebih cepat (0,3-0,7 ns) ya
2.2.1.2 DETEKTOR OPTIK
Detektor optik berfungsi untuk mendeteksi cahaya yang datang dan mengubahnya ke besaran listrik. Karena sinyal optik telah mengalami atenuasi dan dispersi selama penjalarannya dalam serat optik, maka suatu detektor cahaya harus memiliki beberapa syarat. Syarat yang harus dimiliki oleh sebuah detektor optik adalah sebagai berikut : •
Mempunyai sensitivitas tinggi
•
Responnya cepat
•
Derau yang dihasilkan kecil
•
Tersedia cukup bandwidth untuk menyalurkan data rate yang diinginkan
•
Tidak sensitive terhadap suhu
16
BAB II Landasan Teori
•
Secara fisik kompatibel dengan dimensi kabel
•
Mempunyai waktu operasi yang lama
Dari bahan semikonduktor, ada dua tipe detektor optik yaitu : •
Dioda PIN (Positive Intrinsic Negative)
PIN terdiri dari dua daerah P dan N yang disisipi dengan bahan intrinsic dengan doping ringan dengan porsi yang cukup tebal.Photon yang melalui sambungan ini akan diserap pada saat bias mundur, dan menghasilkan electron dan hole yang dapat diubah menjadi arus listrik •
Dioda APD ( Avalance Photo Diode)
Pada APD tegangan bias mundur yang tinggi mengakibatkan intensitas medan intern Dekat daerah sambungan menjadi sangat tinggi. Hal tersebut membangkitkan pasangan electron dan hole sekunder yang makin banyak sesuai dengan intensitas medan, peristiwa tersebut menyebabkan efek avalance. Berikut ini adalah table perbandingan detektor optik Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik PIN dan APD NO 1. 2. 3. 4. 5.
2.2.2
Karakteristik Responsivitas Noise Penguatan Photo current Waktu Jangkit (rise Time)
PIN Kecil Kecil 1 kali Kecil 0,06-0,3
APD Lebih besar Lebih besar 10-250 kali Lebih Besar 0,1-0,3
Jenis-Jenis Serat Optik
Berdasarkan modus penjalarannya serat optik dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu :
17
BAB II Landasan Teori
1. Multimode Dalam serat optik multimode modus penjalaran cahaya lebih dari satu, sedangan berdasarkan profil indeks serat optik multimode dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Multimode step index Modus Penjalaran Cahaya
Core (inti)
Cladding
Gambar 2.5 Modus penjalaran cahaya step indeks
Pada gambar 2.5 di atas diperlihatkan penjalaran 2 berkas cahaya yang berbeda modus di dalam serat optik multimode step indeks. Penjalaran sinar dengan modus yang tinggi memiliki sudut datang yang lebih kecil sehingga mempunyai lintasan yang lebih panjang dibandingkan dengan penjalaran dengan modus lebih rendah. Jika kedua berkas sinar berangkat pada saat yang sama di ujung pertama, maka sinar yang memiliki sudut datang lebih besar akan lebih dahulu tiba diujung lainnya.
18
BAB II Landasan Teori
b. Multimode Graded index Modus Penjalaran Cahaya
Core (inti)
Cladding
Gambar 2.6 Modus penjalaran cahaya graded index
Pada serat optik multimode graded index penjalaran cahayanya terlihat seperti gambar 2.6 di atas, dari gambar di atas terlihat bahwa sinar-sinar yang berangkat serentak dari satu ujung akan tiba serentak di ujung lainnya. Oleh sebab itu pelebaran pulsa seperti dalam kasus serat optik step index dapat direduksi dengan menggunakan serat optik graded index 2. Single Mode Dalam serat optik single mode sinar yang dilewatkan memiliki satu modus saja, yakni modus fundamental. Oleh karena itu pelebaran pulsa yang terjadi karena ketidakserentakan datangnya sinar-sinar yang berbeda modus tidak terjadi.. Serat optik jenis single mode mempunya bandwidth paling besar karena jumlah modenya tunggal (hanya satu). Jika ditinjau dari ukurannya, serat optic jenis ini mempunyai diameter inti 5 – 10 μm dan diameter selubung 125 μm, sehingga seratoptik ini cocok untuk transmisi data dengan bit rate tinggi.
19
BAB II Landasan Teori
2.3 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Sistem Komunikasi Serat Optik 2.3.1
Dispersi
Dispersi disebabkan oleh melebarnya pulsa optik karena merambat sepanjang serat optik. Dispersi akan membatassi bit rate maksimum yang dapat ditransmisikan oleh system. Dalam serat optic terdapat dua macam dispersi yaitu : 1. Dispersi intermodal Dispersi intermodal adalah pelebaran pulsa yang terjadi pada serat multimode sebagai akibat dari perbedaan delay propagasi antara satu mode dengan mode penjalaran lainnya. Gangguan ini tidak terjadi pada serat optic single mode 2. Dispersi intramodal Dispersi intramodal ini disebut juga disperse kromatik yang telah mencakup pengaruh dispersi material yang diakibatkan adanya variasi indeks bias sebagai fungsi yang tidak linier dari panjang gelombang dan dispersi pandu gelombang yang diakibatkan adanya variasi kecepatan group terhadap panjang gelombang suatu modus.pelebaran pulsa akibat dispersi ini didefinisikan sebagai :
.
tin ra mod = D.σλ L Dimana D, σ
λ
(1.1)
,L berturut-turut adalah dispersi kromatik serat optik dalam
ps/nm.km,lebar spektral cahaya sumber dalam nm dan panjang link serat optic dalam km.
20
BAB II Landasan Teori
2.3.2
Redaman
Redaman yang terjadi pada serat optik dapat diakibatkan oleh fenomena aabsorbsi (penyerapan) dan hamburan rayleight, juga dapat diakibatkan
oleh splice dan
konektor. Secara matematis redaman total (Ltot) sepanjang L km pada serat optik dapat dituliskan : ⎡⎧ L ⎫ ⎤ Ltot = (αf .L ) + ⎢⎨ ⎬ − 1⎥ xαs + 2 Lc ⎣⎩ 3 ⎭ ⎦ Keterangan : Ltot
(1.2)
= Redaman total
αf
= Loss
αs
= Loss splice (dB/splice)
Lc
= Loss konector (dB)
serat optic (dB/Km)
2.4 Parameter Unjuk Kerja Sistem Untuk mengetahui unjuk kerja sistem komunikasi serat optik ada beberapa parameter yang harus diketahui yaitu : Perhitungan Link Power Budget Dalam perancangan jaringan,untuk memenuhi performansi yang diinginkan maka dilakukan perhitungan anggaran daya (link power Budget) yang digunakan untuk menentukan jarak terjauh tanpa penguat dengan sensitivitas yang telah ditentukan dan jarak antar penguat dengan menghitung loss system seperti persamaan (1.2).Secara matematis dapaat dituliskan sebagai berikut : Pt(dBm)-Pr (dBm)= Ltot (dB) + Margin (dB)
21
(1.3)
BAB II Landasan Teori
Dimana Pt,Pr adalah daya kirim transmitter, dan daya terima receiver dengan Ltot dihitung seperti persamaan (1.2) di atas dan margin system sebagaai cadangan daya yang terdiri dari ageing margin, splicing margin dan level margin. Availability Availabilitas (ketersediaan) merupakan faktor utama untuk mengetahui ketersediaan suatu system yang dikelola oleh operator. Availabilitas yang dianalisa dalam bab ini adalah availabilitas system kanal transmisi dengan melakukan perhitungan dari data downtime dan uptime yang diperoleh. Uptime adalah waktu dalam kondisi operasi maupun dalam kondisi standby dalam periode satu bulan (dalam satuan menit), sedangkan Downtime adalah rentang waktu suatu system tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, diantaranya disebabkan oleh waktu tunggu untuk melaksanakan perbaikan, dan waktu yang dibutuhkan untuk pengetesan sampai jaringan tersebut siap beroperasi kembali (dalam menit). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
Availability
UPTIME X100% …………..4.1 UPTIME +DOWNTIME
Total waktu operasi adalah jumlah keseluruhan waktu yang ada dalam satu bulan (dalam menit) atau penjumlahan antara Uptime dan Downtime. Realibility (Keandalan)
Realibility (Keandalan ) adalah suatu fungsi tingkat kerusakan/kegagalan komponen dan elemen-elemen fungsi lainnya dalam system. Untuk menghitung Realibilitas dapat kita gunakan persamaan sebagai berikut :
R = 1 − FR
(4.1)
22
BAB II Landasan Teori
FR =
1 1 = MTBF ( Jam) 8760MTBF (Tahun)
MTBF ( Jam) =
WaktuTotalOperasi JumlahKegagalan
Dimana R FR
(4.2)
(4.3)
= Realibilitas
= Failure Rate (Tingkat Kerusakan sepanjang operasi)
MTBF 1 1= Mean Time Between Failure (Probabilitas statistik rata-rata kegagalan untuk suatu komponen atau system.
OTDR OTDR (Optical Time Domain Reflectometry) merupakan sebuah alat yang dapat
mengetahui posisi kerusakan atau gangguan yang dialami oleh serat optik dalam domain waktu. OTDR bersandar pada pada backscattering yang terjadi dalam sebuah serat optik . Cahaya backscattering terjadi akibat scatering rayleigh dan pantulan fresnel. Rayleigh scattering disebabkan oleh pergeseran indeks bias berkaitan dengan variasi kepadatan dan komposisi dalam serat, sedangkan pantulan fresnell terjadi karena perubahan indeks bias pada konektor, splice dan ujung serat Hamburan Rayleigh
Dalam pembuatan
serat
optik,sering
kali
terjadi
ketidaksempurnaan
pada
bahan,seperti tidak homogennya indeks bias,tidak sempurnanya atom pembentuk, dan terbawanya atom-atom lain dalam serat optik.Ketidakhomogenan indeks bias dalam serat optik akan menimbulkan hamburan sinar (berpencarnya sinaar) yang dinamakan
1
http://www.relex.com/resource/mtbf-calculation.asp
23
BAB II Landasan Teori
hamburan rayleigh. Hal ini menyebabkan aadanya signal pantulan/balikan yang kontinu dari setiap titik sepanjang fiber ke OTDR. Pantulan fresnel
Pantulan fresnel pada serat optik terjadi apabila sinar melewati dua media yang mempunyai indeks bias yang berbeda,misalnya antara kaca dan udara. Pada serat optik, perbedaan indeks bias ini sering terjadi akibat ketidaksempurnaan penyambungan, misalnya masih terdapaat celah antara dua serat optik yang disambungkan itu.Biasanya diantara kedua celah tersebut berisi udara. Akibatnya terdapaat dua media yang mempunyai indeks bias yang berbeda, sehingga apabila ada sinyal yang melewati media ini terjadilah paantulan fresnel. Selain terjadi pada penyambungan, pantulan fresnel juga bisa terjadi pada ujung fiber yang terbuka ataupun konektor.
Beberapa fungsi OTDR Mengukur loss persatuan panjang
Loss budget pada saat instalaasi serat optik mengasumsikan redaman serat optik tertentu dalam loss persatuan panjang. OTDR dapat mengukur redaman sebelum dan setelah instalasi, sehingga dapat memeriksa adanya ketidak normalan seperti bengkokan (bending) atau beban yang tak diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara : X(dBm) = A dBm- α.L (dB) dimana : X (dBm) = Besar daya untuk jarak L
24
BAB II Landasan Teori
A (dBm) = Daya awal yang diberikan OTDR ke serat optik, A maks adalah 31 dBm α.
= Redaman dB/km
L
= Jarak (km)
Sehingga dengan membaca X dan L pada grafik OTDR, kita akan mendaapaatkan α.
(redaman), dan dengan membandingkannyaa dengan loss budget akan dapat disimpulkan apakah telah terjadi ketidaknormalan atau tidak Mengevaluasi sambungan dan konektor
Pada saat instalasi serat optik,OTDR dapat memastikan apakah redaman sambungan dan koneektor masih berada pada batas yang diperbolehkan. Fault Location
Fault seperti retaknya serat optik atau sambungan dapat terjadi pada saat atau setelaah
instalasi,
OTDR
dapat
menunjukan
lokasi
adanya
fault
aatau
ketidaknormalan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat jarak end of fiber pada OTDR, jika kurang dari jarak sebenarnya maka pada jarak tersebut terjadi kebocoran.end of fiber pada OTDR ditandai dengan adanya daya < 1 dB yang berfluktuasi. Ber Test Ber
(Bit Error Rate ) dapat di defisinikan sebagai persentase dari bit yang
mempunyai kesalahan dari jumlah total bit yang diterima didalam suatu pentransmisian. Sedangkan BER Test adalah suatu alat parameter monitoring kualitas , indikasi alarm dan status kesalahan bit pada suatu sinyal. Dimana sinyal yang dikirimkan dari transmitter harus sampai di receiver dengan baik, yaitu harus ditekan sekecil mungkin tingkat kesalahan bitnya.
25
BAB II Landasan Teori
26
BAB III Kondisi Eksisting Pada Link Balaprabang
BAB III KONDISI EKSISTING LINK Prabumulih - Palembang
3.1 Link Balaprabang (Bandar Lampung – Prabumulih – Palembang) Link Balaprabang merupakan jaringan backbone yang memanfaatkan teknologi SDH. Link Bandar Lampung - Palembang adalah bagian dari konfigurasi Jaringan SDH single route, yang menghubungkan beberapa daerah seperti ,Jakarta, Bandar Lampung sampai Palembang . Link Balaprabang juga menghubungkan tiga sentral seluler (MSC) secara point to point yaitu Jakarta,Lampung dan Palembang yang mempunyai kapasitas terpasang sebesar STM-16
tetapi saat ini kapasitas
terpakai STM 4, seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini :
BANDAR LAMPUNG
PALEMBAN G SMA 16
Add/Drop :
SMA 16
• 4 x STM-1 • 112 E1
• 4xSTM-1 • 2 x 84 E1
STM-16
STM-16
117 km
93 km
24C / 4T
24C / 4T
PRABUMULIH SMA 16
BATURAJA
Add/Drop :
• 42 E1
SMA 16
STM-16
107 km
Add/Drop :
SMA 16
STM-16
43 km
24C / 4T
BUKIT KEMUNING
MARTAPURA
SMA 16
STM-16
86 km
24C / 4T
Add/Drop :
Add/Drop :
• 42 E1 Gambar 3.1 Konfigurasi SDH Balaprabang
26
SMA 16
STM-16
45 km
24C / 4T
• 42 E1
KOTABUMI
24C / 4T
Add/Drop :
• 42 E1
BAB III Kondisi Eksisting Pada Link Balaprabang
Kondisi Eksisting Link Prabumulih - Palembang Link Prabumulih - Palembang mempunyai kapasitas STM-4 (625 Mbps), STM-4 dibentuk dari 4 x STM-1, dimana STM-1 mempunyai kapasitas 63 E-1 yang mempunyai kecepatan 2 Mbps, Sehingga Link Prabumulih - Palembang mempunyai kanal operasi
maksimum sebesar 4 x 63 E-1 atau sebesar 252 E-1 yang setara
dengan 252 X 30 kanal suara atau 7560 kanal suara, Seperti terlihat dalam gambar 3.2 berikut ini : Fiber
STM-4
STM-4
1
22
43
1
22
43
1
22
43
1
22
43
21
42
63
21
42
63
21
42
63
21
42
63
1
22
43
1
22
43
1
22
43
1
22
43
21
42
63
21
42
63
21
42
63
21
42
63
27
BAB III Kondisi Eksisting Pada Link Balaprabang
Gambar 3.2 STM-4 terbentuk dari 4 x STM-1 Yang Menghubungkan PrabumulihPalembang
3.2 Elemen Jaringan Yang digunakan Elemen jaringan yang digunakan sangat tergantung pada teknologi yang dipakai dan jenis topologi jaringan yang digunakanadalah single network. Link Balaprabang menggunakan perangkat produk siemens sehingga sering disebut juga SDH siemens. Elemen jaringan yang digunakan pada link Balaprabang ini adalah Add Drop Multiplexer (ADM), dalam hal ini tugas ADM sebagai multiplekxer adalah menyisipkan sinyal SDH kedalam ring SDH tempat ia berada. Sebaliknya sebagai demultiplexer ADM melepaskan suatu sinyal tertentu dari ringnya. 3.3 Sistem Proteksi Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa link Balaprabang sebenarnya mempunyai topologi single ring tetapi link Balaprabang ini mempunyai sistem proteksi menggunakan Self Healing Ring (SHR) yang merupakan aplikasi dari Automatic Protection Switch (APS) pada satu alur kabel FO.. Pada prinsipnya sistem SHR ini didesain untuk menjaga agar tingkat kegagalan pada layanan trafik sekecil mungkin. Jenis sistem proteksi SHR yang digunakan adalah Bidirectional Self Healing Ring/Path Protection Switch (BSHR/PPS). Karena link Balaprabang konfigurasinya
28
BAB III Kondisi Eksisting Pada Link Balaprabang
adalah single network maka sistem proteksi yang digunakan tidak berjalan dengan baik jika kegagalan disebabkan kabel FO nya putus total tetapi jika kegagalan disebabkan oleh terputus sebagian maka sistem proteksi akan berjalan.. 3.4 Teknologi Sistem Yang Digunakan 3.4.1
Transmitter
Bagian utama dari perangkat transmitter berupa sumber cahaya yang berfungsi untuk mengubah sinyal elektrik menjadi sinyal optik. Dengan fungsi seperti ini maka sebuah perangkat transmitter harus memiliki sifat monokromatik, dan stabilitas yang tinggi. Dengan pertimbangan ini maka pada link Balaprabang yang termasuk kedalam jaringan backbone Southern Route digunakan sumber cahaya jenis laser diode, yakni Distributed Feed Back (DFB) laser yang memiliki kelebihan antara lain sensitivitas yang rendah terhadap temperatur, lebar spektral yang sempit dan daya pancar yang besar 3.4.2
Receiver
Bagian utama dari receiver berupa detektor optikyang berfungsi untuk mengubah sinyal optik menjadi sinyal elektrik. Link Balaprabang menggunakan Positive Intrinsic Negative (PIN) photodioda sebagai detektor optiknya karena photodioda jenis ini dapat dioperasikan pada tegangan yang rendah, respon yang lebih cepat, dark current yang kecil dan cost yang rendah. 3.4.3
Serat Optik
Serat optik berfungsi sebagai medium yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal optik. Berdasarkan rekomendasi dari ITU-T, terdapat beberapa jenis serat optik single mode yang digunakan yaitu :
29
BAB III Kondisi Eksisting Pada Link Balaprabang
•
Non Dispersion Shifted Fiber/Standar Single Mode Fiber (NDSF/SSMF), G.652
•
Zero Dispersion Shifted Fiber (ZDSF), G.653
•
Non Zero Dispersion Shifted Fiber (NZDSF), G.655
Jaringan backbone Balaprabang menggunakan serat optik G.652 sebanyak 24 core dengan mode serat optik NDSF yang disebut juga Standar Single Mode Fiber (SSMF). SSMF didesain untuk beroperasi didua jendela optik, yaitu dijendela 1330 nm dan 1550 nm. Jika dioperasikan dijendela optik 1310 nm, serat akan memiliki redaman (attenuation) yang cukup besar . Sedangkan dijendela optik 1550 nm serat optik akan memiliki redaman yang kecil . SSMF/NDSF ini pada panjang gelombang operasi 1550 nm memiliki redaman sebesar 0,25 dB/km .
Tabel 3.1 karakteristik serat optik yang digunakan pada link Balaprabang
No. Karakteristik Serat Optik 1 Jenis serat optik 2. Panjang gelombang ( λ ) yang digunakan
Keterangan single mode 1550 nm
3. 4. 5. 6. 7. 8.
NRZ 0,229 dB/km 18 ps/nm.km 0,05 dB/splice 0,5 dB/konektor
9.
Format Modulasi Redaman Serat Optik Dispersi krhomatis Redaman Splicer Redaman Konektor Pengirim (transmitter) • Sumber Cahaya • Rise Time (ttx) • Lebar spektral • Daya Transmit
Laser diode 0,1 ns 1 nm 0 dBm sampai –4 dBm
Penerima (Receiver) • Detektor Cahaya • Rise Time (trx) • Sensitivitas penerima
Menggunakan APD 0,5 ns -28 dBm
30
BAB III Kondisi Eksisting Pada Link Balaprabang
31
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
BAB IV ANALISIS UNJUK KERJA SISTIM 4.1 Umum Dalam bab ini akan diuraikan mengenai analisis unjuk kerja sistem komunikasi serat optik dengan teknologi SDH pada link Prabumulih - Palembang. Adapun parameter unjuk kerja yang dianalisa adalah Availability, perhitungan power link budget, Bit Error Rate (BER)
, dengan menggunakan data hasil pengukuran dari Indosat
Palembang. 4.2 Availability Availabilitas (ketersediaan) merupakan faktor utama untuk mengetahui ketersediaan suatu system yang dikelola oleh operator. Availabilitas yang dianalisa dalam bab ini adalah availabilitas system kanal transmisi dengan melakukan perhitungan dari data downtime dan uptime yang diperoleh. Uptime adalah waktu dalam kondisi operasi maupun dalam kondisi standby dalam periode satu bulan (dalam satuan menit), sedangkan Downtime adalah rentang waktu suatu system tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, diantaranya disebabkan oleh waktu tunggu untuk melaksanakan perbaikan, dan waktu yang dibutuhkan untuk pengetesan sampai jaringan tersebut siap beroperasi kembali (dalam menit). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
Availability
UPTIME X100% …………..4.1 UPTIME +DOWNTIME
32
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
Total waktu operasi adalah jumlah keseluruhan waktu yang ada dalam satu bulan (dalam menit) atau penjumlahan antara Uptime dan Downtime. Berdasarkan data performansi transmisi yang terdapat pada lampiran, maka dapat kita hitung availability system SDH link Prabumulih - Palembang sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Up time dan Down time N0
LINK
BULAN
UPTIME DOWNTIME KTRNGAN GANGGUAN (menit)
(menit)
1 PBM-PLB Pebruari 07
44640
0
2 PBM-PLB Januari 07
44640
0
3 PBM-PLB Desember 06
40320
0
4 PBM-PLB Nopember 06
44640
0
5 PBM-PLB Oktober 06
44200
0
6 PBM-PLB September 06 44640
0
7 PBM-PLB Agustus 06
44200
1440
perangkat
penyebab
SDH Siemens Source Clock
Dari table 4.1 diatas bulan Agustus 06 sampai Pebruari 07 downtime system adalah 0 sedangkan pada bulan Agustus 1440 menit, walaupun ada downtime 1440 menit kerusakan bukan pada perangkat transmisi maka tingkat availability sistem
hal tersebut tidak mengurangi
. Sehingga availabilitas sistem sepanjang bulan Agustus
2006 sampai dengan Pebruari 2007 adalah 100 %.
33
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
4.3 Realibility (Keandalan)
Realibility (Keandalan ) adalah suatu fungsi tingkat kerusakan/kegagalan komponen dan elemen-elemen fungsi lainnya dalam system. Untuk menghitung Realibilitas dapat kita gunakan persamaan sebagai berikut :
R = 1 − FR
FR =
(4.1)
1 1 = MTBF ( Jam) 8760MTBF (Tahun)
MTBF ( Jam) = Dimana R FR
WaktuTotalOperasi JumlahKegagalan
(4.2)
(4.3)
= Realibilitas = Failure Rate (Tingkat Kerusakan sepanjang operasi)
MTBF = Mean Time Between Failure (Probabilitas statistik rata-rata kegagalan untuk suatu komponen atau system.
NO
Tabel 4.2 Data Jumlah Gangguan Link Prabumulih - Palembang UPTIME BULAN LINK (JAM) JUMLAH GANGGUAN
1
Peb 07
PBM - PLB
2
Jan-07
PBM - PLB
3
Des-06
PBM - PLB
4
Nov-06
PBM - PLB
5
Okt-06
PBM - PLB
6
Sep 06
PBM - PLB
7
Ags 06
PBM - PLB TOTAL
744 744 672 744 720 744 720
Tak ada Gangguan Tak ada Gangguan Tak ada Gangguan Tak ada Gangguan Tak ada Gangguan Tak ada Gangguan 1 kali 1 kali
5088
34
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
Dari Tabel 4.2 diatas dapat dihitung Realibilitas system dengan menggunakan persamaan 4.1, 4.2 dan persamaan 4.3 .
MTBF ( Jam) =
5088 = 5088 jam 1
1 = 0,0001965 5088 R = 1 − 0,0001965 = 0,999 FR =
Dari hasil perhitungan nilai realibilitas system 0,999 atau 99,9 % sehingga tingkat keandalan sistem atau realibilitasnya sangat baik.
4.4 Perhitungan Power Link Budget
Untuk menganalisa performansi
link Prabumulih - Palembang maka
dilakukan perhitungan anggaran daya (power link Budget), perhitungan ini dimaksudkan untuk menjamin daya yang cukup di penerima (receiver), daya yang diterima diusahakan tidak kurang dari level daya minimum yang dapat dideteksi oleh penerima. Sehingga informasi yang dikirim dapat diterima dengan baik atau tidak cacat. Sebelum menghitung anggaran dayanya, terlebih dahulu parameternya harus diketahui seperti level daya kirim (Ptx), Level daya terima (Prx), Panjang Serat Optik, Redaman sepanjang serat optik baik yang disebabkan oleh konektor, Splice maupun oleh serat optik itu sendiri, dan yang terakhir adalah margin daya. Perhitungan power link budget untuk link Prabumulih - Palembang
35
yaitu :
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
Perhitungan Power Link Budget Link Prabumulih - Palembang
Dari Persamaan 1.3 pada Bab II
dapat ditentukan Power Link Budget antara
Prabumulih – Palembang yaitu sbb : Jarak = 83 km Jumlah Splicer = 48 Redaman Serat optik =0,25 dB/km Redaman konektor = 0,5 dB/konektor Redaman 48 splice = 1.92 dB/Splice Level daya kirim (Pt) = 4 dBm Sensitivitas penerima (-28 dBm) Dari data di atas dapat di hitung level daya terima di receiver didapat : PR = Pt - (α F.d) – (2. α C ) – (n. α S )-M = 6 dBm–{(0,25 dB/km)(83 km)}–{2. (0.5 dB/konektor)}–{1.92 dB)}- 6 dB = -23.67 dBm Margin (dB) = PR (dBm) – PR min (dBm) = -23.67 dBm – (-28 dBm) = 4.33 dB Dari hasil perhitungan power link budget di atas daya sinyal optik pada sisi penerima (receiver) mencukupi atau dengan kata lain detektor penerima mampu mendeteksi daya yang kirim, hal ini ditunjukkan dari nilai daya terima (PR) yang tidak kurang dari sensitivitas penerima (-28 dBm) dan dari hasil pengukuran di sisi penerima pada perangkat Siemens (SMA16) di kedua sisi didapat level penerimaan +/- – 16 dBm, hal ini menunjukkan (PR) jauh dibawah sensitivitas penerima ,dari hasil analisis di lapangan hal tersebut bisa terjadi dikarenakan pada sistim perangkat SMA16 Siemens menggunakan Optical Booster di setiap Transmitter maka link
36
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
Prabumulih - Palembang layak untuk beroperasi. Begitu pula dari segi margin daya (M) sangat mencukupi. 4.5 Analisis pengukuran Bit Error Rate (BER)
Bit Error Rate (BER) merupakan salah satu parameter yang menentukan apakah sistem komunikasi serat optik tersebut layak atau tidak, layak tidak nya suatu sistem komunikasi serat optik dapat dilihat dari nilai hasil pengukuran, PT Indosat mempunyai acuan atau standar BER yang direkomendasikan yaitu minimal 10 -11 Pengukuran BER Pada link Prabumulih - Palembang dilakukan beberapa kali pada jalur 2 Mbps dan pada level STM 1 yang berarti pengukuraan BER dilakukan setelah sinyal cahaya di ubah terlebih dahulu menjadi sinyal elektrik. Besarnya hasil pengukuran BER pada link Prabumulih – Palembang adalah 10-12, nilai ini berada di atas nilai BER standar untuk informasi yang bernilai 10-11, hal ini menunjukkan bahwa sistem yang ada masih berada dalam sistem yang baik seperti terlihat dari hasil pengukuran pada Tabel 4.3 dan halaman Lampiran B.
Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran menggunakan Bert Test No STM 1 (140 Mb/s) Error 1 2 3
10 -13 10 -13 10 -13
0 0 0
No
E1(2 Mb/s)
Error
1 2
-11
10 10 -12
2 1
3
10 -13
0
37
BAB IV Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik Dengan SDH Link Prabumulih - Palembang
4.6 Pengukuran dengan OTDR OTDR (Optical Time Domain Reflectometry) merupakan sebuah alat yang dapat
mengetahui posisi kerusakan atau gangguan yang dialami oleh serat optik dalam domain waktu. OTDR bersandar pada pada backscattering yang terjadi dalam sebuah serat optik . Cahaya backscattering terjadi akibat scatering rayleigh dan pantulan fresnel. Dari hasil pengukuran menggunakan OTDR dan Perangkat SDH didapat beberapa variasi redaman +/- 26 dBm untuk OTDR dan +/- 16 untuk perangkat SDH -sedangkan senstivitas yang disediakan -28 dBm, hal tersebut menunjukkan bahwa link antara Prabumulih – Palembang layak digunakan seperti pengukuran pada Tabel 4.4 dan halaman lampiran A.
Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran menggunakan OTDR & Perangkat SDH OTDR Perangkat SDH Tube ( dB ) ( dB ) 26.891 16.534 Tube 1 26.864 16.34 26.853 16.312 26.847 16.297 Tube 2 26.853 16.328 26.86 16.335 Tube 3 26.89 16.531 26.855 16.347 26.834 16.273 Tube 4 26.891 16.534
.
38
BAB V PENUTUP
BAB V PENUTUP 5.1.
KESIMPULAN
Dari hasil analisa unjuk kerja system SDH link Prabumulih - Palembang dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1. Availability sistem sepanjang bulan Agustus 2006 sampai Pebruari 2007 adalah 100 % atau sistem dapat menjalankan fungsinya dengan baik 2. Single Network dalam SDH sangat merugikan karena tidak bisa menerapkan Topologi Jaringan sebagai contoh topologi ring karena topologi ring SDH mempunyai keunggulan dalam system proteksinya yaitu Self Healing Ring (SHR) yang bekerja secara otomatis, jika jalur kerja (work line) terganggu maka secara otomatis akan dialihkan kejalur proteksi, sehingga
tingkat
kegagalan dalam penyaluran trafik dapat ditekan sekecil mungkin
3.
Dari perhitungan power link budget daya sinyal optik pada sisi penerima (receiver) mencukupi untuk dideteksi oleh detektor, hal ini ditunjukkan dari nilai daya terima (PR) yang tidak kurang dari sensitivitas penerima (-28 dBm) Begitu pula dari segi margin daya (M) sangat mencukupi, hal ini menunjukkan bahwa Serat Optik pada link Prabumulih - Palembang layak untuk beroperasi..
39
BAB V PENUTUP
4. Begitu Pula dari sisi BER nya berdasarkan hasil pengukuran besarnya 10-12 artinya system yang ada masih berada dalam kondisi yang baik.
5.2.
SARAN
1. Link Balaprabang dengan kapasitas yang besar
sebaiknya dibuat dengan
Topologi Jaringan Ring sehingga akan lebih meningkatkan kehandalan. 2. Karena merupakan single network sebaiknya cepat dibangun jaringan FO baru sehingga jaringan bisa dibentuk menggunakan topologi ring sehingga sistem akan bekerja lebih handal.
40
DAFTAR PUSTAKA Daftar Pustaka
PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 1999. “ Teknologi SDH” Bandung : PT. Telekomunikasi Indonesia Roody, Dennis .Coolen,John. Idis,Kamal. 1986. “ Komunikasi Elektonika”, Jakarta : Penerbit Erlangga. Siemens Mobile Communications S.p.A -20060 Cassina de Pecchi Italy. ”SDH Radio System”, Siemens Training Center. Sterling jr.,Donald J. , “Technician’s Guide to Fibers Optics”, 2nd Ed, Delmar Publisher Inc., 1993 PT. Siemens Indonesia, 2004. “ Handbook SMA 16/4-S4.3 Jakarta : PT. Siemens Indonesia.
Brian Park and Peter Simeons (Tellabs). "SDH for the real World".Communications International Febr. 1994. Christoe C.W. and H.J. Flindsenberg. "Evolving to SDH the next generation". Communications International August 1991.