Analisis Power Budget Jaringan Komunikasi Serat Optik PT Telkom di STO Jatinegara Auzaiy, Rochmah N.S Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok
[email protected],
[email protected] Abstrak
Dalam suatu sistem komunikasi serat optik, kita tidak akan lepas dari perhatian anggaran daya (power budget). Sistem komunikasi optik berjalan baik dan lancar apabila tidak kekurangan anggaran daya (power Budget) dan anggaran waktu bangkit (Rise Time Budget).Pada skripsi ini hanya akan membahas tentang perhitungan dan analisis power budget. Analisis power budget ini sangat penting dilakukan secara berkala untuk menilai dan mengevaluasi kelayakan suatu jaringan komunikasi optik. Analisis power budget pada skripsi ini akan dilakukan untuk jaringan komunikasi yang berada dalam area cakupan STO Jatinegaran PT TELKOM. Abstract
In a fiber optic communications system, we have to give attention to the importance of power budget. Optic Communications System will be on the best work and condition if there is not lack of Power Budget and Time Rise Budget. This skripsi will only get down the cases about calculation and analysis of power budget. This Power budget analysis is very importance to conduct periodically in order to assess and evaluate eligibility of an optic communications network. On this skripsi, the object of power budget Analysis is communications network in coverage area of PT TELKOM - STO Jatinegara. 1. Pendahuluan Kebutuhan komunikasi berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar dalam bidang telekomunikasi saat ini sangat besar untuk mendukung perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang di era masyarakat modern ini. Kemajuan perekonomian serta berkembangnya teknologi telekomunikasi merupakan titik tolak dan potensi besar untuk dapat meningkatkan dan mewujudkan berbagai jenis pelayanan komunikasi yang lebih canggih dengan akses yang cepat dan murah Penerapan kabel serat optik sebagai media transmisi dalam dunia telekomunikasi merupakan salah satu solusi dari berbagai permasalahan diatas. Serat optik sebagai media transmisi mampu meningkatkan pelayanan sistem komunikasi data, suara, dan video seperti peningkatan
jumlah kanal yang tersedia, tersedianya bandwidth yang besar, kemampuan mentransfer data dengan kecepatan mega bit /second, terjaminnya kerahasiaan data yang dikirimkan, dan tidak terganggu oleh pengaruh gelombang elektromagnetik, petir atau cuaca. Penerapan serat optik sebagai media transmisi dalam bidang telekomuniksi telah memberikan berbagai keuntungan dan mamfaat baik dari segi transfer data maupun dari segi ekonomi karena dapat mengurangi penggunaan banyak kabel. Akan tetapi pada saat serat optik di pilih sebagai media transmisi, maka perlu dilakukan suatu perhitungan dan analisis power budget (anggaran daya) sebelum serat optik digunakan dalam sebuah jaringan telekomunikasi agar suatu sistem komunikasi optik dapat berjalan dengan lancar dan baik, seperti adanya rugi-rugi
transmisi (Loss) pada kabel serat optik yang dapat menurunkan kualitas transmisi. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui kualitas suatu jaringan, biaya, dan prediksi lamanya usia suatu jaringan telekomunikasi serta untuk mengetahui kelayakan suatu jaringan dalam mengirirm informasi. 2.Serat Optik Serat optik (lihat Gambar 2.1) adalah alat optik yang berguna untuk mentransmisikan informasi melalui media cahaya. Teknologi ini melakukan perubahan sinyal listrik kedalam sinyal cahaya yang kemudian disalurkan melalui serat optik dan selanjutnya di konversi kembali menjadi sinyal listrik pada bagian penerima.
Gambar 2.1 Struktur fiber optic[1]
Secara umum struktur serat optik terdiri dari 3 bagian, yaitu 1. Inti (core) Terbuat dari bahan silica (SiO2) atau plastik dan merupakan tempat merambatnya cahaya. Diameternya berkisar antara 8 micron sampai 62,5 micron. 2. Selubung(cladding) Terbuat dari bahan yang sama dengan inti, tapi memiliki indeks bias yang lebih kecil agar cahaya tetap berada pada inti fiber optic. 3. Jaket(coating) Jaket berfungsi sebagai pelindung mekanis yang melindungi fiber optic dari kotoran, goresan, dan kerusakan lainnya 2.1.Komponen Transmisi Serat Optik Suatu transmisi serat optik terdiri dari tiga komponen utama yaitu perangkat pengirim (Tx), perangkat penerima (Rx),
dan media transmisi. Ketiga komponen ini mutlak dimiliki dalam suatu dasar transmisi serat optik.
Gambar 2.2. Skema Transmisi Serat Optik[2] 2.2. Cara Kerja Serat Optik
Prinsip kerja serat optik berdasarkan hukum Snellius yaitu jika seberkas sinar masuk pada suatu ujung serat optik (media yang transparan) dengan sudut kritis dan sinar itu datang dari medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil dari udara menuju inti fiber optik (kuartz murni) yang mempunyai indeks bias yang lebih besar maka seluruh sinar akan merambat sepanjang inti (core) serat optik menuju ujung yang satu. Disini cladding (lihat gambar 2.3) berguna untuk memantulkan kembali cahaya kembali ke core.[3]
Gambar 2.3 Perambatan cahaya pada serat optik yang lurus[4] 2.3. Jenis Serat Optik
Berdasarkan jumlah mode yang dapat dilewatkan, serat optik dibagi menjadi 2 jenis secara umum yaitu serat optik jenis tunggal dan serat optik jenis ganda. Serat optik jenis tunggal berarti hanya mampu melewatkan satu mode saja. Hal ini disebabkan oleh ukuran intinya yang relatif kecil serta kecilnya nilai beda indeks (∆) antara inti dan cladding. Ukuran diameter inti serat optik jenis tunggal berkisar antara 8-10 µm. Dengan hanya melewatkan satu mode saja berarti pada serat optik jenis tunggal ini tidak ditemukan dispersi modal
seperti pada serat optik ganda.Hal ini berdampak positif terhadap penggunaan serat optik jenis tunggal karena juga berarti peningkatan bandwidth. Selain itu, baik dari segi bandwidth maupun jarak transmisi, serat optik jenis tunggal lebih unggul dibandingkan dengan serat optik jenis ganda, karena jarak transmisinya sangat jauh dan bandwidthnya juga besar. Serat optik jenis ganda tidak memiliki keunggulan di segi bandwidth karena ada banyak mode yang dilewatkan oleh suatu serat optik sehingga kemungkinan untuk terjadi dispersi juga semakin besar yang mengakibatkan terjadi pelebaran pulsa. Serat optik jenis ganda memilii dua jenis yaitu step index dan graded index. Perbedaan keduanya terletak pada keseragaman indeks bias. 3. Pelemahan Daya Sinyal dan Power Budget Suatu sinyal optik yang ditransmisikan didalam serat optik tentu akan mendapat pengaruh dari berbagai aspek. Pengaruh tersebut akan mengakibatkan adanya pelemahan daya sinyal sebagai konsekuensi dari adanya daya yang hilang (loss) pada sinyal transmisi tersebut. Rugi-rugi daya ini dapat terjadi baik karena keadaan serat optik tersebut ataupun akibat perlakuan dari luar terhadap serat optik tersebut, terutama pada penyambungan. Rugi-rugi daya secara umum terdiri dari atenuasi kabel (α) dB/km, rugi- rugi akibat penyambungan seperti rugi konektor, maupun splice. Adapun hal-hal yang menyebabkan rugi-rugi daya terutama atenuasi adalah fenomena-fenomena seperti pembelokan, pembengkokan, absorpsi, maupun hamburan. Dengan adanya pelemahan daya ini tentunya akan merubah besar daya yang dikirim dengan data yang diterima. Untuk itu diperlukan perhitungan untuk menghitung besarnya rugi-rugi yang dapat terjadi dalam saluran agar sinyal masih dapat diterima dengan baik. Perhitungan link budget atau power budget menjadi salah satu pertimbangan penting dalam perencanaan jaringan serat optik. Tujuan
dilakukannya perhitungan power budget adalah untuk menentukan apakah komponen dan parameter disain yang dipilih dapat menghasilkan daya sinyal di penerima sesuai dengan tuntutan persyaratan perfomansi yang diinginkan serta untuk melakukan proses evaluasi secara rutin. Perhitungan power budget dilakukan berdasarkan keadaan jaringan seperti : a. Daya minimum transmiitter (PS) (dBm) b. Sensitivitas minimum receiver (PR) (dBm) c. Atenuasi (α) (dB/km) d. Rugi-rugi penyambungan seperti rugi konektor (Lossconn)) dan splice (Losssplice) (dB) e. Margin saluran (Lossmargin)(dB) f. Jarak sambungan (l) (km) g. Jumlah konektor dan splice Perhitung power budget adalah sebagai berikut[8] : System Gain (Gs) = Pt –MRP dB (3.1) Lo = D.Lf + Nc.Lc + Ns.Ls + Lps dB (3.2) M = (Pt-MRP)-Lo dBm (3.3) 4. Jaringan Telekomunikasi Serat Optik Jaringan serat optik merupakan suatu jaringan yang menjadikan serat optik sebagai media penghantarnya. Jaringan serat optik terdiri dari berbagai elemen transmisi serat optik sehingga dapat digunakan untuk aliran berbagai jenis informasi. Dalam jaringan serat optik terdapat berbagai pilihan topologi jaringan yaitu active star, linear bus dan topologi ring. Pemilihan ketiga topologi tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan, geografis dan biaya yang ada. 4. Jaringan Akses STO Jatinegara PT TELKOM Indonesia sebagai salah satu penyelenggara telekomunikasi terbesar di Indonesia telah menggunakan sambungan akses serat optik untuk kebutuhan telekomunikasi yang mulai disebar diseluruh Indonesia seperti yang ada pada STO Jatinegara. Penggunaan jaringan akses serat optik ini sangat diperlukan mengingat berbagai kelebihan yang dimiliki oleh jaringan serat optik yang
tidak dimiliki oleh kabel koaksial biasa atau kabel tembaga. Jaringan akses serat optik ini dikenal dengan nama JARLOKAF (Jaringan Lokal Akses Fiber). Pada dasarnya JARLOKAF ini hanya berupa suatu jaringan akses saja. Berdasarkan modus aplikasinya, JARLOKAF terbagi menjadi FTTH (fiber to the home), FTTZ (fiber to the zone), FTTC (fiber to the curb), dan FTTB (fiber to the building)[11]. Modus-Modus aplikasi ini dibedakan berdasarkan titik konversi optiknya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan titik konversi optik (TKO) adalah titik dimana perangkat opto-elektronik ditempatkan disisi pelanggan. Perangkat opto-elektronik merupakan perangkat yang menjadi antar muka serat optik dengan sistem yang terhubung dengannya, baik itu disisi sentral maupun disisi pelanggan. Pada pembahasan ini, perangkat opto-elektronik yang dimaksudkan adalah perangkat STM1 yang digunakan pada jaringan ring SDH FA-2000 SDT1. STO Jatinegara menyediakan berbagai layanan data. Layanan data yang disediakan antara lain ADSL, SHDSL dan HDSL. 5. Ring SDH STO Jatinegara Synchronous Digital Hierarchy (SDH) merupakan hirarki pemultiplekan yang berbasis pada transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh CCITT (ITU-T). Dalam upaya meningkatkan performansi dan kapasitas jaringan PT. TELKOM telah melakukan pembangunan jaringan Synchronous Digital Hierarchy (SDH) tersebut dengan topologi ring khususnya pada area STO Jatinegara. Jaringan ring ini termasuk dalam kategori ring yang besar dengan jumlah ONU yang banyak. Berikut adalah spesifikasi keadaan ring Jatinegara saat ini seperti yang tertera pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Data kondisi ring SDH Jatinegara PT TELKOM Jakarta Timur[10]
Jumlah ring Standar transmisi Kapasitas OLT
3 buah ring STM-1 2 x 63 E1 = 2 x 63 x 30 kanal suara
= 3780 kanal suara Jenis serat optik Jenis arsitektur ring
Single mode 3 kabel dua arah dengan 3 kabel proteksi
Selain itu, secara spesifik jenis serat optik yang digunakan pada ring ini adalah jenis single mode dengan loose tube yang terdiri dari 8 tube dimana setiap tube-nya berisi 12 core serat optik. Spesifikasi serat optik tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2.Karakteristik serat optik yang digunakan [11]
Panjang Gelombang Atenuasi
1310 nm 0,4 dB/km
Sedangkan standar loss yang lain yang dipakai oleh PT TELKOM untuk jaringan akses ini adalah • Splices loss : 0,24 dB • Connector loss : 0,50 dB Standar tersebut merupakan acuan yang akan digunakan dalam perhitungan dan analisis power budget untuk jaringan akses serat optik yang akan dihitung pada Bab 4. Selain itu standar margin yang baik yang perlu diketahui adalah 38dBm 6. Perangkat SDH SDT1 Synchronous Digital Hierarchy (SDH) telah menyediakan jaringan transmisi dengan sebuah vendor atau pengelola independen dan struktur sinyal yang canggih. Salah satu perangkat yang menyediakan koneksi SDH adalah Modul FA-2000 SDT1. Perangkat ini dihasilkan oleh NEC Corporation dan dapat menyediakan koneksi SDH pada STM-1 dengan rate 155 Mbps. Perangkat ini dapat mendukung beberapa topologi jaringan seperti point to point, ring dan lain lain. Operasi, administrasi dan pemeliharaan FA2000 SDT1 dilakukan oleh sebuah manajemen jaringan yaitu optical transmission network management atau OTMN2000 pada suatu server atau workstation.
Pada FA-2000 SDT1 plug-in card, single stage multiplexing terpenuhi dan ini memudahkan dalam meng-upgrade ke layanan baru yang lebih futuristik seperti ATM, ISDN, Fast Ethernet, ADSL dan lain-lain. Selain itu, akses SDT1 telah memenuhi semua permintaan pasar. Ini merupakan teknologi yang telah menjadi sebuah standar yang melebihi akses PDH(Plesiochronous Digital Hierarchy). Gambar 3.4 berikut ini memperlihatkan perangkat FA-2000 dengan modul SDT1 dan Gambar 3.5 memperlihatkan FA-2000 dengan 2 modul SDT1.
Gambar 3.4 FA-2000 dengan modul SDT1[12]
Gambar 3.5 FA-2000 dengan 2 modul SDT1[12]
Karakteristik kerja dari SDT1(Untuk lebih detail dapat dilihat pada bagian lampiran) adalah sebagai berikut : Temperatur o Temperatur operasi : -5 s/d 50 oC o Temperatur penyimpanan:-40 s/d 70oC Optical interface rate adalah 155.52 Mbps Penggunaan jenis kabel dan panjang gelombang adalah o Single Mode : 1300 nm
o Multimode : 850 nm Daya smber optik single mode adalah 0 dBm Sensitivitas penerima adalah -38 dBm Konektor Optik FC/PC Selain itu, penggunaan SDT1 juga memberikan berbagai keuntungan dan kemudahan diantaranya adalah : • Kapasitas Transpor data yang besar • Arsitektur jaringan lebih fleksibel • Langsung terhubung ke DS-0 • Perbaikan layanan yang lebih baik dan • Membutuhkan biaya yang murah 7.Perhitungan Power Budget Dalam melakukan perhitungan power budget PT. TELKOM memiliki standar untuk membatasi loss yang boleh ada pada suatu link transmisi. Standar tersebut merupakan acuan yang dipergunakan oleh PT. TELKOM pada saat awal perencanaan dan pembangunan jaringan. Standar ini menentukan batas maksimum untuk fiber loss, splice loss dan connector loss yang nilai-nilainya telah disebutkan sebelumnya. Batas maksimum inilah yang dipakai oleh PT. TELKOM pada saat melakukan perencanaan suatu jaringan. Oleh karena itu, loss dari hasil pengukuran harus memiliki nilai di bawah batas maksimum tersebut untuk mendapatkan unjuk kerja yang baik Pengukuran dilakukan dengan mempergunakan alat optical time domain reflectometer (OTDR) dari STO Jatinegara ke ONU (hasil pengukuran dapat dilihat pada bagian lampiran). Sedangkan, untuk melihat perfomansi dari sisi power budget selain membandingkan loss dengan melakukan pengukuran di lapangan, hasil evaluasi juga dapat diperkuat dengan mencari margin sistem melalui perhitungan. Margin diperlukan untuk mengantisipasi adanya perubahan parameter komponen karena usia operasi sehingga menyebabkan degradasi. Margin harus menunjukkan nilai positif. Dengan kata lain gain dari sistem harus lebih besar atau sama dengan total loss.Berikut adalah Gambar 4.1 tentang konfigurasi perhitungan loss.
Gambar 4.1 Konfigurasi perhitungan loss pada STO Tebet antara COT dan RT
Data-data yang dipergunakan untuk mencari nilai margin adalah total loss, daya yang dikopel ke saluran dan daya terima minimum yang diperlukan. PT. TELKOM KANDATEL Jakarta Timur tidak memiliki alat untuk mengukur daya sehingga datadata untuk daya diperoleh dari sumber lain yaitu dari kriteria parameter perangkat yang dipakai. Jaringan akses di STO Tebet memakai perangkat SDH SDT1 yang memiliki kriteria parameter optical interface tertentu. Tabel 4.1 menunjukkan kriteria tersebut yang memuat data-data daya yang diperlukan. Sensitivitas BER Perangkat Daya SDH sumber penerima Terburuk optik (dBm) yang dikopel ke saluran (dBm) SDT1 Optical 0 -38 ≤10-10 interface Dengan mempergunakan Persamaan 3.3 dan 3.2 data-data diatas perhitungan margin dapat dilakukan. Berikut akan diberikan satu contoh perhitungan untuk link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBP – FCLB dengan nomor core 3 (lihat lampiran). M = (Pt – MRP) – Lo dB M = (0 – (-38)) – 0.182 dB M = 38 – 0.182 dB M = 37.818 dBm Dan dengan mempergunakan persamaan diatas, dapat dilakukan perhitungan total loss dari standarisasi PT TELKOM. Berikut adalah contoh perhitungan total loss untuk adalah sebagai berikut: Lo (Total rugi-rugi) = D.Lf + Nc.Lc +Ns.Ls
+ Lps dB = (3,282 . 0,4) + (2.0,5) + (1 . 0,24) dB = 1,3128 + 1 + 0,24 dB = 2,552 dB Data lengkap hasil perhitungan Margin sistem dari data hasil pengukuran untuk beberapa jaringan akses beserta data hasil perhitungan standar loss dari standarisasi PT TELKOM dapat dilihat pada lampiran. Namun, ruang lingkup perhitungan dibatasi hanya untuk sistem 1 (TS1) dan perhitungan dilakukan untuk nomor kabel PF01. 8.Analisis Power Budget Pada saat melakukan evaluasi dan analisis maka yang perlu diperhatikan adalah Margin sistem yang dihasilkan masih positif atau tidak dan perbandingan antara loss hasil pengukuran dan loss perhitungan berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh PT TELKOM. Perbandingan yang baik adalah nilai loss hasil pengukuran harus lebih kecil daripada loss dari hasil perhitungan berdasarkan standarisasi. 8.1 STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBP – FCLB (Link A) Dari data pada Tabel 2.1 (lihat lampiran) dapat terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya berkisar antara 0,999 s/d 1,823 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan standarisasi berkisar antara 2,702 s/d 2,949. Sedangkan Margin sistem ynag didapat berkisar antara 36,177 s/d 37,818. Hal ini menunjukkan bahwa loss hasil pengukuran masih relatif kecil bila dibandingkan dengan loss standarisasi PT TELKOM. Selain itu, margin sistem yang dihasilkan juga masih sangat positif. Dimana nilai margin yang baik adalah 38 dBm. Dari kedua fakta tersebut dapat kita simpulkan bahwa kondisi link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBP – FCLB (Link A) masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil dan margin sistem yang masih sangat positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 8.1 dibawah ini.
8.2 STO JATINEGARA REMOTE
Gambar 8.1 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari Grafik dapat kita lihat bahwa peningkatan nilai loss untuk setiap core tidak terlalu besar dan hampir relatif sama. Untuk loss dari hasil pengukuran nilai loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 5 dengan jarak link 3666 m, sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 3 dengan jarak link 3282 m. Redaman link tersebut menjadi bertambah besar, hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas link. Secara fisik, hal ini disebabkan oleh bertambahnya usia komponen itu sendiri, misalnya redaman konektor yang semakin besar, kepekaan optik yang semakin melemah, dan daya keluaran pengirim yang semakin menurun dan kualitas kabel optik yang banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Akan tetapi, nilai loss yang dihasilkan pada link ini masih relatif kecil. Hal ini disebabkan karena jaringan akses tersebut merupakan jaringan yang baru diinstalasi. Penyebab lainnya adalah konstruksi penggelaran kabel yang ditanam kedalam tanah sesuai standarnya (standar dinas pekerjaan umum adalah 120 cm dibawah permukaan tanah), ditambah dengan perlindungan dari duct pipa PVC sehingga memberikan perlindungan yang ekstra. Selain itu, karakteristik daerah sepanjang link ini merupakan daerah perkotaan yaitu Jakarta yang sudah maju dan tidak pernah terjadi gempa atau longsor.
ONU – RBB – RBD (Link B) Dari data pada Tabel 2.2 terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya berkisar antara 0,684 s/d 1,173 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan standarisasi berkisar antara 2,329 s/d 2,544. Untuk nilai loss yang dihasilkan dari standarisasi PT TELKOM sangat bergantung pada jumlah konektor yang digunakan, jumlah splice, dan panjang kabel optik. Semakin panjang kabel, semakin banyak konektor yang digunakan serta semakin banyak splice maka hasil loss dari standarisasi juga semakin besar. Begitu juga dengan loss yang dihasilkan dari pengukuran sangat bergantung pada ketiga hal tersebut. Pada jaringan akses ini jumlah konektor hanya 2 dan splice yang ada hanya 1 sehingga lossloss yang dihasilkan dari hasil pengukuran relatif kecil seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Sedangkan Margin sistem yang didapat pada link ini berkisar antara 36,827 s/d 37,316. Hal ini menunjukkan bahwa Margin sistem yang dihasilkan masih sangat positif. Dimana nilai margin yang baik adalah 38 dBm. Dari kedua fakta tersebut dapat kita simpulkan bahwa kondisi link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBB – RBD (Link B) masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil dan margin sistem yang masih sangat positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 8.2 dibawah ini. 3,000 Loss hasil pengukuran (dB) Loss dari standarisasi (dB)
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 29982998299829982998299832612826282628262826272428262826
Gambar 8.2 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa peningkatan nilai loss untuk setiap core juga tidak terlalu besar dan hampir relatif sama. Untuk loss dari hasil pengukuran nilai loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 25 dengan jarak link 2998 m, sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 46 dengan jarak link 2826 m. Redaman link tersebut menjadi bertambah besar, hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas link. Secara fisik sebenarnya penyebab ke-empat link ini sam seperti pada bagain 8.1. Akan tetapi, nilai loss yang dihasilkan pada link ini juga masih relatif kecil, dan hanya 3 core yang menunjukkan nilai loss yang besar yaitu core nomor 25, 33, dan 45. Hal ini juga disebabkan karena jaringan akses tersebut merupakan jaringan yang baru digelar.Sedangkan penyebab terjadinya loss yang besar untuk 3 core diatas dapat disebabkan oleh beberapa hal selain faktor fisik diatas seperti kesalahan proses pengukuran , kesalahan pembacaan hasil ukur, kondisi lingkungan ketika dilakukan pengukuran. Selain itu, pada jaringan akses ini juga terdapat 1 core yang tidak terukur pada saat dilakukan proses pengukuran yaitu core 34. Hal ini disebabkan karena core 34 tidak terhubung disisi penerima dengan kata lain core 34 tidak aktif. 8.3 STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBR – RBC (Link C) Dari data pada Tabel 2.3 terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya berkisar antara 0,454 s/d 1,154 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan standarisasi berkisar antara 2,431 s/d 2,743. Untuk nilai loss yang dihasilkan dari standarisasi PT TELKOM sangat bergantung pada jumlah konektor yang digunakan, jumlah splice, dan panjang kabel optik. Semakin panjang kabel, semakin banyak konektor yang digunakan serta semakin banyak splice maka hasil loss dari standarisasi juga semakin besar. Begitu juga dengan loss yang dihasilkan dari pengukuran sangat bergantung pada ketiga hal tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari data hasil perhitungan dan pengukuran. Pada jaringan
akses ini jumlah konektor yang ada juga hanya 2 dan splice yang ada hanya 1 sehingga loss-loss yang dihasilkan dari hasil pengukuran relatif kecil seperti yang terlihat pada Tabel 2.3. Sedangkan Margin sistem yang didapat pada link ini berkisar antara 36,846 s/d 37,546. Hal ini menunjukkan bahwa Margin sistem yang dihasilkan masih sangat positif. Dimana nilai margin yang baik adalah 38 dBm. Dari kedua fakta tersebut dapat kita juga dapat menyimpulkan hal yang sama seperti pada kedua link diatas yaitu kondisi link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBR – RBC (Link C) masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil dan Margin sistem juga masih positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 8.3 berikut ini.
Gambar 8.3 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari Grafik yang dihasilkan diatas dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan selisih antara loss hasil pengukuran dan loss hasil perhitungan berdasarkan standarisasi cukup jauh yaitu berkisar antara 0 dB –s/d 2 dB. Untuk loss dari hasil pengukuran nilai loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 66 dengan jarak link 3727 m, sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 60 dengan jarak link 2978 m. Adanya peningkatan penurunan kualitas link juga disebabkan oleh hal-hal yang telah disebutkan spertiyang telah sisebutkan pada bagian 8.1 Selain itu, Pada grafik diatas juga terdapat 4 core yang memiliki nilai loss yang sedikit lebih besar dari nilai loss secara keseluruhan yaitu core 53, 54, 66,
dan 72. Namun ke-empat nilai loss tersebut masih bernilai 1,000 s/d 1,154 dB dan masih berada jauh dibawah standar loss yang ditetapkan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas jaringan karena jaringan akses ini juga masih tergolong baru. Namun peningkatan loss dapat terjadi dan secara fisik sebenarnya penyebab ke-empat link ini sama seperti pada bagian 8.1. Selain itu, pada jaringan akses ini juga terdapat 1 core yang tidak terukur pada saat dilakukan proses pengukuran yaitu core 65. Hal ini disebabkan karena core 65 tidak terhubung disisi penerima dengan kata lain core 65 tidak aktif. 8.4 STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBS (Link D) Dari data pada Tabel 2.4 terlihat bahwa loss dari hasil pengukuran hanya berkisar antara 0,583 s/d 2,286 dan loss dari hasil perhitungan berdasarkan standarisasi berkisar antara 1,997 s/d 2,487. Untuk nilai loss yang dihasilkan dari standarisasi PT TELKOM sangat bergantung pada jumlah konektor yang digunakan, jumlah splice, dan panjang kabel optik. Semakin panjang kabel, semakin banyak konektor yang digunakan serta semakin banyak splice maka hasil loss dari standarisasi juga semakin besar. Begitu juga dengan loss yang dihasilkan dari pengukuran sangat bergantung pada ketiga hal tersebut. Pada jaringan akses ini jumlah konektor juga hanya 2 dan splice yang ada hanya 1 sehingga loss-loss yang dihasilkan dari hasil pengukuran relatif kecil seperti yang terlihat pada Tabel 2.4 pada lampiran. Sedangkan margin sistem yang didapat pada link ini berkisar antara 35,714 s/d 37,417. Hal ini menunjukkan bahwa Margin sistem yang dihasilkan juga masih sangat positif. Dari kedua fakta tersebut dapat kita simpulkan bahwa kondisi jaringan akses STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBS (Link D) juga masih sangat bagus dengan loss yang masih sangat kecil dan margin sistem yang masih sangat positif. Untuk Lebih jelas lihat Gambar 8.4 dibawah ini.
Gambar 8.4 Perbandingan loss hasil pengukuran dan loss dari standarisasi
Dari grafik yang dihasilkan diatas dapat kita lihat bahwa secara keseluruhan selisih antara loss hasil pengukuran dan loss hasil perhitungan berdasarkan standarisasi cukup jauh yaitu berkisar antara 0 dB –s/d 2 dB. Akan tetapi pada jaringan akses ini terdapat 1 buah core yang memiliki nilai loss hasil pengukuran yang sangat besar yaitu core 75 dengan nilai loss sebesar 2,286 dB. Nilai ini sangat buruk mengingat nilai loss hasil perhitungan standarisasi adalah sebesar 2,487 dB. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi dari core serat optik itu sendiri dimana terjadi cacat pada saat pabrifikasi atau bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkungan dan bisa juga terjadi karena kesalahan pada saat instalasi kabel (misalnya kabelnya ada yang terjepit sehingga core 75 yang berada pada bagian paling luar mengalami retak atau pecah). Penyebab lainnya juga bisa terjadi karena core 75 tidak terhubung dengan baik disisi penerima sehingga ada daya yang hilang. Khusus untuk core 75 ini merupakan kasus spesial dan diprediksikan core 75 ini akan mengalami degradasi yang lebih cepat atau dengan kata lain masa aktif core ini akan lebih cepat habis. Untuk loss dari hasil pengukuran nilai loss yang terbesar hanya terjadi pada core nomor 75 dengan jarak link 3119 m, sedangkan loss terkecil terjadi pada core nomor 96 dengan jarak link 1995 m. Adanya peningkatan penurunan kualitas link juga disebabkan oleh hal-hal yang telah disebutkan pada subbab 4.3.3. Selain core 75, Pada grafik diatas juga terdapat 4 core yang memiliki nilai loss yang sedikit lebih besar dari nilai loss secara keseluruhan yaitu core 76, 77, 78,
dan 82. Namun ke-empat nilai loss tersebut masih bernilai 1,000 s/d 1,154 dB dan masih berada jauh dibawah standar loss yang ditetapkan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas jaringan. Namun peningkatan loss dapat terjadi dan secara fisik sebenarnya penyebab ke-empat link ini sama yaitu disebabkan oleh bertambahnya usia komponen itu sendiri, misalnya redaman konektor yang semakin besar, kepekaan optik yang semakin melemah, dan daya keluaran pengirim yang semakin menurun dan kualitas kabel optik yang banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Selain itu, pada jaringan akses ini juga terdapat 1 core yang tidak terukur pada saat dilakukan proses pengukuran yaitu core 89. Hal ini disebabkan karena core 89 tidak terhubung disisi penerima dengan kata lain core 89 tidak aktif. 8.5 Perbandingan power budget antar link Berdasarkan data-data margin yang didapat untuk ke-empat jaringan akses dapat dihitung berapa nilai margin rata-rata untuk masing-masing jaringan akses. Kemudian dengan melihat dan membandingkan ke-empat nilai margin rata-rata tersebut akan terlihat jaringan akses mana yang memiliki margin yang paling positif atau baik dan jaringan akses mana yang paling rendah. Gambar 8.5 berikut adalah grafik perbandingan margin rata-rata ke-empat jaringan akses atau link diatas.
Gambar 8.5 Perbandingan margin rata-rata sistem
Dari Grafik diatas terlihat bahwa link C (STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBR – RBC) memiliki nilai margin rata yang paling baik yaitu 37,291 dB dan berikutnya adalah link B (STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBB – RBD) yang memiliki nilai margin ratarata 37,121 dB dan selanjutnya adalah link D (STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBS) dengan nilai margin rata-rata sebesar 37,053dB. Sedangkan link yang memiliki nilai margin rata-rata yang paling rendah adalah link A (STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBP – FCLB) dengan nilai margin rata-rata sebesar 36,817 dB. Akan tetapi, walaupun link A memiliki nilai margin rata-rata yang paling rendah dari ke-empat link tersebut, hal ini tidak berarti link A memiliki performansi yang jelek. Gambar perbandingan ke-empat loss dapat dilihat pada lampiran 3. Dari Gambar pada lampiran 3 dapat kita lihat dan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa ke-empat link tersebut memiliki performansi yang sangat baik karena loss yang yang dihasilkan masih bernilai kecil dan masih berada dibawah standar loss yang ditetapkan oleh PT TELKOM. Hal ini juga dapat kita lihat pada bagan 8.1 dimana grafik yang dihasilkan oleh data loss hasil pengukuran masih berada jauh dibawah grafik yang dihasilkan melalui perhitungan berdasarkan standarisasi PT TELKOM kecuali untuk kasus core 75 pada Link D STO JATINEGARA →REMOTE ONU – RBS yang nilai loss hasil pengukurannya memiliki nilai yang mendekati dengan nilai loss hasil perhitungan berdasarkan standarisasi. Dalam hal ini core 75 merupakn special case seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Selain itu, dari Gambar 3 (lihat lampiran) juga dapat dilihat bahwa link B, Link C dan Link D memiliki grafik loss hasil pengukuran yang relatif kecil dan hampir semua nilai loss berada dibawah nol hanya beberapa core yang memiliki nilai loss diatas nol seperti untuk Link B yang meghasilkan nilai loss diatas nol hanya core
25, 33, dan core 45 atau hanya berkisar 20% dari total jumlah core dan Link C hanya core 53, 54, 66, dan 72 atau hanya 33% dari jumlah core total serta untuk Link D hanya untuk core 75, 76, 77, 78 dan 82 atau sekitar 27% dari total jumlah core. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga link tersebut nilai loss yang memiliki nilai yang besar hanya berkisar 3 s/d 5 core atau hanya berkisar antara 27% s/d 33%. Akan tetapi untuk link A berlaku sebaliknya dimana hanya ada 2 core yang memiliki nilai loss yang berada dibawah nol yaitu core 3 dan core 24 atau hanya 11% yang berada dibawah nol dan selebihnya berada diatas nilai 1 (sekitar 89%). Dari data maintenance hasil pengukuran yang dilakukan pada bulan April dapat kita lihat bahwa degradasi atau penurunan kualitas link paling cepat dan paling besar terjadi pada Link A. Berdasarkan data hasil pengukuran tersebut dapat diprediksi bahwa pertumbuhan degradasi kualitas link paling cepat akan terjadi pada link A dimana Link ini akan mengalami penambahan atenuator atau repeater baru yang lebih cepat dari Link lainnya atau bahkan proeses instalasi baru yang lebih cepat. Untuk lebih jelasnya lihat Bagan 8.1 berikut. Loss Hasil Pengukuran 3
Loss Dari Standarisasi
2.5 2 1.5 1 0.5 0 Link A
Link B
Link C
Link D
Bagan 8.1 Perbandingan loss rata-rata hasil pengukuran dan dari standarisasi antar Link
9.Kesimpulan Dari ke-empat data hasil pengukuran loss terlihat bahwa kondisi ke-empat
jaringan komunikasi yang berada dalam cakupan area STO Jatinegara masih menghasilkan nilai loss yang kecil kecuali untuk core 75 yang merupakan special case seperti yang telah dibahas pada bab 4. Dari hasil perhitungan dan analisis power budget juga terlihat bahwa nilai loss hasil pengukuran masih berada dalam batas standarisasi yang ditentukan dan nilai Margin yang dihasilkan oleh ke-empat jaringan akses tersebut masih sangat positif dan masih berada dalam standarisasi. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa berdasarkan hasil analisis power budget ke-empat jaringan akses tersebut masih memiliki performansi yang sangat baik. 10.Daftar Acuan [1] Joseph C, “Fiber Optic Communications”, http://howstuffworks. com, Maret 2008 [2] Introduction to Fiber Optics Part 1 (Including Video Transmission for a/v), http://www.commspecial.com/fiberguide.ht m#advantages, diakses tanggal 12 Februari 2006 [3] “Serat Optik”, http://id.wikipedia.org/ wiki/Serat_optik, Juni 2008 [4] “Fibre Optic”, http://www.datacottage. com/nch/fibre.htm, Juni 2008 [5] lab.binus.ac.id/pk/download/serat optik. pdf, Maret 2008 [6] “Fiber Optics”, http://www.arcelect. com/fibercable.htm, Juni 2008 [7] Witjaksono, Gunawan, Fiber Optic Networking Slide, Departemen Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia:hal 7, 8 [8] Keiser,G., Optical Fiber Communication, 3rd edition, Mc GrawHill, USA, 2000. [9] http://www.fiber-optics.info/glossarys.htm, Mei 2008 [10] TELKOM, Perencanaan Jarkolaf, Jakarta Regional Training Centre, 1999 [11] Materi Pelatihan JAWARA-C OAN, Telkom Training Center AREA-1 Jakarta, hal 63-64 [12] NEC Corporation, “SDT1 User Manual Issue 1.0”.Tokyo
Lampiran 1 : Data Pengukuran Tabel 1.1 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBP – FCLB
No
No. Core
Status
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 21 22 23 3
KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB
Reflecting point TS1 Jarak (km) Loss (dB) 3,282 0,182 3,656 1,432 3,666 1,823 3,666 1,233 3,666 1,211 3,666 1,122 3,666 1,176 3,666 1,243 3,666 1,174 3,666 1,159 3,758 1,258 3,758 1,184 3,758 1,395 3,758 1,319 4,274 1,006 4,274 1,037 4,274 1,022 4,274 0,999
Keterangan
Tabel 1.2 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBR – RBC
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
No. Core
25 26 27 28 29 30 33 34 41 42 43 44 45 46 47
Status
KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSR KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB
Reflecting point TS1 Jarak (km) Loss (dB) 2,998 1,173 2,998 0,813 2,998 0,854 2,998 0,853 2,998 0,893 2,998 0,958 3,261 1,091 2,826 0,763 2,826 0,751 2,826 0,712 2,826 0,712 2,724 1,161 2,826 0,684 2,826 0,886
Keterangan
Tidak terukur
Lampiran 1 : lanjutan Tabel 1.3 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBR – RBC
No
No. Core
Status
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
53 54 57 58 59 60 65 66 69 70 71 72
KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSR KSB KSB KSB KSB KSB
Reflecting point TS1 Jarak (km) Loss (dB) 3,758 1,000 3,758 1,003 2,978 0,506 2,978 0,470 2,978 0,479 2,978 0,454 3,727 1,154 2,978 0,480 2,978 0,572 2,978 0,681 2,978 1,003
Keterangan
Tidak terukur
Tabel 3.6 Data hasil pengukuran link STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBS
No
No. Core
Status
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
75 76 77 78 81 82 83 84 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSR KSB KSB KSB KSB KSB KSB KSB
Reflecting point TS1 Jarak (km) Loss (dB) 3119 2,286 3119 1,299 3119 1,091 3119 1,237 3119 0,826 3119 1,093 3119 0,904 3119 0,847 1894 0,778 1894 0,637 1894 0,717 1955 0,761 1955 0,761 1955 0,723 1955 0,831 1955 0,719 3119 0,583
Keterangan
Tidak terukur
Lampiran 2 : Data hasil Evaluasi
Tabel 2.1 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBP – FCLB No No. Jarak Loss hasil Loss dari Margin sistem (dB) Core (km) pengukuran (dB) standarisasi (dB) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
3 3,282 4 3,656 5 3,666 6 3,666 7 3,666 8 3,666 9 3,666 10 3,666 11 3,666 12 3,666 13 3,758 14 3,758 15 3,758 16 3,758 21 4,274 22 4,274 23 4,274 24 4,274 Rata-rata
0,182 1,432 1,823 1,233 1,211 1,122 1,176 1,243 1,174 1,159 1,258 1,184 1,395 1,319 1,006 1,037 1,022 0,999 1,237
2,552 2,702 2,706 2,706 2,706 2,706 2,706 2,706 2,706 2,706 2,743 2,743 2,743 2,743 2,949 2,949 2,949 2,949 2,759
37,818 36,568 36,177 36,767 36,789 36,878 36,824 36,757 36,828 36,841 36,742 36,816 36,605 36,681 36,994 36,963 36,978 36,681 36,817
Tabel 2.2 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBB – RBD No No. Jarak Loss hasil Loss dari Margin sistem pengukuran (dB) standarisasi (dB) Core (km) (dB) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
25 2,998 26 2,998 27 2,998 28 2,998 29 2,998 30 2,998 33 3,261 34 41 2,826 42 2,826 43 2,826 44 2,826 45 2,724 46 2,826 47 2,826 Rata-rata
1,173 0,813 0,854 0,853 0,893 0,958 1,091 0,763 0,751 0,712 0,712 1,161 0,684 0,886 1,142
2,439 2,439 2,439 2,439 2,439 2,439 2,544 2,370 2,370 2,370 2,370 2,329 2,370 2,370 2,409
36,827 37,187 37,146 37,147 37,107 37,042 36,909 37,237 37,249 37,288 37,288 36,839 37,316 37,114 37,121
Tabel 2.3 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBR – RBC No
No. Core
Jarak (km)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
53 3,758 54 3,758 57 2,978 58 2,978 59 2,978 60 2,978 65 66 3,727 69 2,978 70 2,978 71 2,978 72 2,978 Rata-rata
Loss hasil pengukuran (dB)
Loss dari standarisasi (dB)
Margin sistem (dB)
1,000 1,003 0,506 0,470 0,479 0,454 1,154 0,480 0,572 0,681 1,003 1,040
2,743 2,743 2,431 2,431 2,431 2,431 2,730 2,431 2,431 2,431 2,431 2,515
37,000 36,997 37,494 37,530 37,521 37,546 36,846 37,520 37,428 37,319 36,997 37,291
Tabel 2.4 Data hasil evaluasi power budget STO JATINEGARA REMOTE ONU – RBS No No. Jarak Loss hasil Loss dari Margin sistem Core (km) pengukuran (dB) standarisasi (dB) (dB)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
75 3,119 76 3,119 77 3,119 78 3,119 81 3,119 82 3,119 83 3,119 84 3,119 87 1,894 88 1,894 89 90 1,894 91 1,955 92 1,955 93 1,955 94 1,955 95 1,955 96 1,955 Rata-rata
2,286 1,299 1,091 1,237 0,826 1,093 0,904 0,847 0,778 0,637 0,717 0,761 0,761 0,723 0,831 0,719 0,583 1,401
2,487 2,487 2,487 2,487 2,487 2,487 2,487 2,487 1,997 1,997 1,997 2,022 2,022 2,022 2,022 2,022 2,022 2,236
35,714 36,701 36,909 36,763 37,174 36,907 37,096 37,153 37,222 37,363 37,283 37,239 37,239 37,277 37,169 37,281 37,417 37,053