Bagian Ilmu Anastesi
Textbook Reading
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Transplantasi stem sel dan terapi seluler
oleh: Diah Budiarti NIM. 04.45402.00192.09
Pembimbing: dr. Satria, Sp.An
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Anastesi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2010
Transplantasi stem cell dan terapi selular Aleksander Mijovic, Derwood Pamphilon, dan Suzanne Watt
Overview Transplantasi haemopoietic stem cell (HSC) saat ini merupakan pilihan kuratif satu-satunya untuk beberapa kelainan hematologis. Pergeseran paradigm dari eradikasi sel host menjadi manipulasi mekanisme imun, dalam melihat pemanfaatan antitumor potensial dari pencangkokan, telah terjadi. Darah perifer secara luas menggantikan sumsum tulang sebagai sumber HSC; ketersediaan donor telah sangat ditingkatkan dengan pembentukan panel donor sukarela, yang saat ini memiliki donor lebih dari 10 juta di seluruh dunia. Darah plasenta adalah sumber alogenik HCS yang sesuai. Tersedia di seluruh dunia, tidak memberikan risiko ke donor dan berhubungan dengan rendahnya
insidensi
graft-versus-host
disease
(GvHD),
memungkinkan
penggunaan sel-sel dengan sampai dua antigen leukosit utama manusia - antigen ketidaksesuaian. Terapi menggunakan sel subset yang spesifik memungkinkan efek antitumor selektif (cytotoxic T-lymphocytes, natural killer cells) atau memperkecil GvHD dan autoimunitas (sel mesenkim, sel T-regulatory) Sumsum tulang, stem cell darah fetal atau umbilicus dapat menjalani diferensiasi menjadi saraf, otot jantung, hati, sel kulit dan epitel. Terapi berdasarkan stem cell memungkinkan untuk digunakan di masa depan untuk kondisi seperti penyakit Parkinson, diabetes, arthritis, multiplesclerosis, dan penyakit kardiovaskuler.
Transplantasi stem cell haemopoietik
2
Transplantasi stem cell haemopoietik merupakan terapeuitik utama saat ini, dan seringkali pilihan kuratif satu-satunya untuk berbagai gangguan hematologikal (Tabel 19.1). Konsep awal transplantasi stem cell allogenic penggunaan eradikasi host myeloid dan sel limfosit dengan menggunakan obat citotoxic dosis tinggi dan/atau radiasi (‘pengkondisian’) sebelum memasukkan sel haemopoietik donor. Walaupun toxic, ablasi lengkap dari haemopoietic host dan system imun dianggap penting untuk mengobati penyakit dan mengurangi risiko penolakan okulasi. Reaksi imun donor terhadap host, graft-versus-host disease (GvHD), memperrumit transplantasi allogenik HSC dan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Tetapi, kemajuan pada imunologi transplantasi, digabungkan dengan data klinis, telah menyoroti peran sel imun donor dalam membuat pengokulasian dan mencegah berulangnya penyakit melalui efek graftversus-tumour. Keseimbangan dari manfaat dan kerugian efek imunologis dari okulasi menjadi bidang penelitian intens, dari mana pun terjadi konsep transplantasi HSC non-myeloablative (Tabel 19.2) Table 19.1 Indikasi ‘Standar pelayanan’ untuk transplantasi stem cell haematopoietik (modifikasi dari the European Group for Blood and Marrow Transplantation 2005) Allogenic Acute myeloid leukemia: risiko/relapse tinggi Acute lymphoblastic leukemia: risiko/relapse tinggi Chronic myeloid leukemia Sindrom myelodisplastik Anemia aplastik Thalassemia mayor Defisiensi imun primer Autologous Acute myeloid leukemia: risiko/relapse tinggi Non-Hodgkin’s lymphoma: risiko/relapse tinggi Hodgkin’s disease: relapse Multiple myeloma Germs cell cancer: relapse Ewing’s sarcoma: risiko/relapse tinggi Tabel 19.2 Prinsip pengkondisian transplantasi non- myeloablatif (mengurangi intensitas)
Efek imunosupresif kuat (fludarabine, campath 1H, globulin antilimfosit) untuk mencegah
3
penolakan Mengurangi myelosupresi dan toksisitas organ Memperkecil graft-versus-host disease dengan membuat gabungan susunan kimia Mengubah ke susunan kimia donor penuh dengan mengurangi secara perlahan imunosupresi post-transplantasi dan penambahan pemasukkan limfosit donor Transplantasi HSC autologous, dimana donor dan resipien adalah orang
yang sama, berasal dari konsep intensifikasi kemoterapi (‘lebih lebih baik’). Sejak banyak kemoterapi menyebabkan toksisitas sumsum tulang tidak dapat diterima, HSC
dapat
dikumpulkan
sebelumnya,
dan
dimasukkan
setelahnya,
kemo/radioterapi intensif dalam rangka untuk menyelamatkan pasien. Pada keadaan ini, perbedaan imunologis tidak menjadi masalah, tapi memasukkan kembali sel malignant masih menjadi perdebatan. Penelitian gen yang ditandai telah menunjukkan bahwa relapse dapat berasal dari okulasi autologous, tidak hanya dari sel residual dalam tubuh yang bertahan terapi sitotoksik. Terdapat berbagai metode kimia dan imunologis pembersihan okulasi sel tumor (‘pencucian’), namun manfaat klinis masih belum jelas. Selama bertahun-tahun, satu-satunya sumber HSC adalah sumsum tulang, diperoleh dengan aspirasi jarum dari puncak iliaca posterior dengan anastesi umum (Gambar 19.1). Penanaman sumsum tulang adalah prosedur dengan risiko rendah, meskipun efek samping serius telah terjadi; prosedur membutuhkan rawat inap di rumah sakit selama 1-2 hari dan menyebabkan ketidaknyamanan selama sekitar seminggu.
Gambar 19.1 pengambilan sumsum tulang dari donor
4
Pada tahun 1990 telah dibuktikan bahwa HSC dapat ‘dimobilisasi’ dari sumsum tulang kedalam darah dengan kemoterapi dan haemopoietic growth factor (misalnya granulosit dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF). Mobilisasi HSC adalah proses kompleks melibatkan beberapa molekul adhesi yang memegang HSC berhubungan erat dengan stroma sumsum tulang (Gambar 19.2). Ketika stem cell dikeluarkan ke dalam sirkulasi, mereka dapat dikumpulkan dengan cytapheresis, menggunakan pemisah sel. Peripheral blood-derived HSC (PBSC) secara cepat menjadi sumber HSC yang lebih disukai: pada tahun 2003, 97% transplant autologous dan 65% transplant allogenik di Eropa diperoleh dari darah perifer. Perubahan ini disebabkan oleh regenerasi neutrofil dan platelet yang cepat, namun juga kenyamanan koleksi (Tabel 19.3). Masalah pengumpulan PBSC meliputi buruknya akses vena, yang kadang-kadang membutuhkan penempatan kateter vena, dan kebutuhan memasukkan perantara mobilisasi. Pasien sering memiliki kombinasi kemoterapi dan haematopoietic growth factor (hampir selalu G-CSF), namun donor hanya dapat diberikan G-CSF. Obat tersebut memiliki sedikit efek samping serius, meskipun ini kadang menyebabkan nyeri tulang, sakit kepala dan lemas. Ketakutan bahwa G-CSF dapat merangsang klon dormant leukemia belum terwujud sejauh ini. Agen mobilisasi baru (AMD3100) mekanisme mobilisasi target spesifik dan menjanjikan banyak untuk masa depan (Gambar 19.2). Akhirnya, kecuali deplesi limfosit T, transplantasi PBSC meningkatkan risiko GvHD kronik. Table 19.3 Pros dan cons transplantasi stem cell darah perifer dibandingkan dengan transplantasi sumsum tulang Pros Jumlah sel CD34+ lebih tinggi Pembaruan neutrofil dan platelet lebih cepat Lebih mudah dikumpulkan Harganya lebih rendah dibandingkan pemungutan sumsum tulang Tidak perlu rawat inap; tanpa anastesi umum Cons Menggunakan perantara mobilisasi Jalan masuk vena dapat menjadi masalah Risiko tinggi GvHD
5
Yang dipertanyakan Peningkatan kelangsungan hidup Sejumlah penelitian telah menunjukkan hubungan antara kecepatan regenerasi hematologis setelah transplantasi HSC dan dosis sel yang ditanamkan. CD34, sebuah sealomucin terdapat pada sel haemopoietik immature, merupakan pengganti penanda untuk stem cell. Sedikitnya 2 x 106/kg, dan lebih baik 5 x 106/kg sel dibutuhkan untuk mencapai regenerasi neutrofil dan platelet dalam 1014 hari setelah transplantasi PBSC autologous (Gambar 19.3). Pada transplantasi allogenik, kurang dari 2 x 106/kg sel CD34+ berhubungan dengan tingginya transplantasi yang berkaitan dengan mortalitas. Kebanyakan pusat transplantasi membutuhkan 4 x 106/kg sel untuk transplantasi allogenik.
Gambar 19.3 Hubungan dosis sel CD34+ pada pemanenan HSC dengan pemulihan platelet setelah transplantasi autologous. Dosis sel CD34+ diberikan sebagai jutaan per KgBB Terbatasnya kesediaan human leucocyte antigen (HLA) saudara kandung yang cocok mendorong mencari donor alternatif. Sukarelawan, panel donor yang tidak berkaitan dengan cepat berkembang, mencapai lebih dari 10 juta donor di seluruh dunia pada tahun 2006. Sebagai hasilnya, ketersediaan donor meningkat dari 25-40% hingga 70-80%. Bagaimanapun, pengerahan, biaya yang berjalan, pemanenan dan pengiriman sumsum tulang/PBSC telah menambahkan ke dalam keseluruhan biaya transplantasi HSC. Pada pertengahan 1990 darah plasenta muncul sebagai sumber HSC alogenik yang cocok (Gambar 19.4). Darah plasenta dapat diperoleh dari saudara untuk pasien spesifik, atau dari sonor sukarelawan untuk pasien yang tidak berhubungan. Darah plasenta secara universal tersedia di daftar donor, tidak
6
memberikan risiko kepada donor, dan memfasilitasi pengerahan donor etnis minoritas. Hal ini juga pada hakekatnya bebas dari virus yang tersembunyi (misalnya cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr virus (EBV)), dan berhubungan dengan rendahnya insidensi GvHD, memungkinkan penggunaan darah plasenta sampai dengan ketidakcocokan dua antigen HLA. Bagaimanapun, karena rendahnya jumlah absolut stem cell dan akibatnya tertundanya regenerasi imun dan hematologis, penggunaan darah plasenta tetap secara luas dibatasi untuk pasien pediatrik. Dalam beberapa tahun terakhir, transplantasi darah plasenta double dan modalitas transplantasi lainnya menghindari masalah rendahnya dosis stem cell pada orang dewasa, dan pengembangan sel ex vivo dapat memperlebar cakupan transplantasi darah plasenta lebih lanjut. Lebih dari 6000 transplantasi darah plasenta telah dilakukan di seluruh dunia pada akhir tahun 2006 dan hasilnya menggembirakan.
Gambar 19.4 Pengumpulan darah plasenta in utero HSC dapat diberikan ‘segar’, idealnya sampai 48 jam setelah dikumpulkan. Sedangkan ini adalah norma dalan pengaturan allogenik, sel segar jarang digunakan untuk transplantasi autologous karena keterbatasan pilihan kondisi. Cryopreserverasi memungkinkan penyimpanan HSC, yang masih layak dan mampu merepopulasi sumsum tulang untuk waktu yang belum ditentukan, namun pastinya untuk 5-10 tahun, jika disimpan dibawah kondisi penyimpanan yang adekuat. Meskipun penyimpanan pada -80oC untuk sekitar 6 bulan tidak mempengaruhi fungsi, kebanyakan pusat menyimpan HSC pada suhu dibawah -130oC dalam fase uap nitrogen cair (Gambar 19.5). Untuk meminimalisir dehidrasi dan pembentukan es selama pembekuan, sel dibekukan pada tingkat yang dikendalikan, pada adanya cryoprotektan seperti dimetil-sulphoxide. Ketika
7
dibutuhkan untuk ditanamkan kedalam pasien, sel dengan cepat dicairkan pada 37oC dan secepatnya ditanamkan.
Gambar 19.5 Penyimpanan sel hematopoietic dalam tangki dengan nitrogen cair. Produk HSC dapat dibutuhkan untuk manipulasi lebih lanjut untuk menyingkirkan atau memilih beberapa komponen selular. Sebelum pembekuan, sumsum tulang atau darah plasenta diproses menjadi fraksi mononuclear, yang mengandung stem cell. Selain pengurangan volume, hal ini juga menyingkirkan sel darah merah dan sebagian besar plasma dan oleh karena itu dapat digunakan dalam pengaturan ABO incompatibility. Dalam upaya mencegah GvHD, darah perifer atau sumsum tulang dapat mendeplesi limfosit T. Walaupun peran deplesi limfosit T kontroversial, terdapat beberapa metode yang didasarkan pada ‘seleksi negatif ': resetting sel T, antibody monoclonal, imunotoksin, dll. Dan lagi, seleksi sel CD34+ positif oleh antibodi digabungkan dengan partikel magnetik digunakan untuk deplesi sel T, dan memberikan stem cell untuk pengembangan ex vivo. Karena
peningkatan
kebutuhan
dan
perbedaan
produk
selular,
pengembangan kualitas system jaminan menjadi penting untuk menjamin keamanan dan kualitas produk dan pelayanan. Dalam susunan pedoman EU pada jaringan dan sel, dan kode praktek bagi bank jaringan dan the Human Tissue Act di UK, menetapkan bahwa mengumpulkan, memproses dan menyimpan stem cell manusia
harus
berizin
atau
terakreditasi
untuk
fungsi
ini.
Peraturan
memperhatikan semua bagian proses (Tabel 19.4). Tabel 19.4 Komponen kepastian kualitas (dimodifikasi dari Department of Health Code of Practice for Tissue Banks) Fasilitas (gedung, lingkungan, material, peralatan) Personil, tanggung jawab, dan pelatihan
8
Seleksi donor Pengendalian jaringan, material, dan pelayanan (kontrak/persetujuan, penyimpanan, dapat ditelusuri) Pengendalian proses (validasi, pelepasan dan pembuangan jaringan, pemeriksaan, keluhan, ketidaksesuaian) Menyelesaikan pengaturan proses (pemaketan, label, transport) Dokumentasi (standar operasi prosedur, spesifikasi, perekaman)
Terapi seluler Imunoterapi
Dokter dan peneliti telah mengembangkan sejumlah cara untuk mengarahkan sel imun dan antibodi untuk mengenali dan membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus. Imunoterapi dapat dibagi sebagai berikut (Gambar 19.6): 1. Imunoterapi aktif: respon imun pasien sendiri dirangsang, sebagai contoh dengan vaksinasi dengan sel dendritik yang menyajikan antigen atau DNA tumor. 2. Imunoterapi pasif: imunitas disediakan dengan transfer limfosit (imunoterapi selular) atau antibody (imunoterapi humoral) dengan reaktivitas antitumor. Limfosit dapat diaktifkan in vitro oleh sel dendritik yang merangsang respon antitumor.
Gambar 19.6 Imunoterapi selular aktif dan pasif. CTL, cytotoxic T lymphocyte; DC, dendritic cell Pada pengobatan leukemia, dokter awalnya mencoba untuk menstimulus imunitas antikanker pasien sendiri dengan mengimunisasinya dengan sel blast leukemia selama remisi. Pada pengaturan transplanstasi allogenik stem cell, 9
respon dramatis dijelaskan 16 tahun lalu pada 3 pasien dengan chronic myeloid leukaemia (CML) yang mengalami relapse setelah transplantasi namun mencapai remisi ketika limfosit dari sumsum tulang ditransfusikan ke mereka. Ketiga pasien bertahan hidup 13 tahun kemudan sebagai hasil efek graft-versus-leukaemia (GvL). Kemudian terlihat bahwa memasukkan leukosit donor efektif pada 75% pasien CML. Angka respon pada pasien dengan acute myeloid dan lymphoblastic leukaemia (AML dan ALL) lebih rendah (kurang dari 25%). Pasien transplantasi HSC juga dapat digunakan untuk infeksi dengan CMV, EBV dan adenovirus dan respon antivirus yang mengesankan telah dicatat setelah pemasukkan donor limfosit T spesifik virus pada periode setelah transplantasi. Pada pasien dengan tumor padat, prinsip pendekatannya adalah untuk mengimunisasinya dengan tumor autologous yang memuat sel dendritik, yang kemudian menyajikan antigen tumor ke sel T mereka. Hal ini menyebabkan mereka menjadi sitotoksik terhadap sel tumor; mereka kemudian disebut cytotoxic T lymphocytes (CTLs). Limfosit T
Salah satu alasan bahwa leukemia dan kanker lainnya berkembang bahwa mereka terlihat kurang dikenali oleh system imun tubuh. Sel tumor harus memperlihatkan antigen seperti CD80 (Gambar 19.7) dan CD54 – molekul adhesi penting – yang terlibat dalam pengenalan imun sehingga sel efektor (misalnya limfosit T, sel natural killer (NK)) dapat membunuh mereka. Pada beberapa kanker, seperti acute lymphoblastic leukaemia, antigen ini menurunkan regulasi, membantu sel tumor menghindari deteksi. Sel dendritik mengolah tumour-derived peptide dan menyajikannnya berikatan pada antigen HLA pada permukaannya untuk mengaktifkan sel T melalui T cell receptor (TcR). Sinyal kedua atau co-stimulatory diberikan dengan oleh ikatan CD80 dan CD40 pada sel dendritik dengan CD28 dan CD40 berikatan pada sel T. Hal ini mengakibatkan produksi limfokin seperti interleukin (IL) 12 dan IL-2. Sel T melalui perkembangan dan kemudian dapat mengenali sel tumor sebagai benda asing. Hal ini dikenal dengan respon terbatas major
10
histocompatibility (MHC). Jika salah satu sinyal co-stimulatory hilang mka berkembang keadaan toleransi (gambar 19.7).
Gambar 19.7 sel dendritik dan sel T berinteraksi melalui permukaan ligan. Antigen tumor atau virus disajikan pada reseptor sel T (TcR) dalam hubungannya dengan major histocompatibility complex (MHC) II. Sel dendritik (DC) menghasilkan interleukin-12 (IL-12) dan kedua set dendritik dan sel T mensekresi interleukin-2 (IL-2), menyebabkan aktivasi sel T
Natural killer cells
Natural killer cells dapat mengenali tumor dan sel yang terinfeksi virus. Mereka kekurangan TcR namun mengekspresikan reseptor lainnya, seperti inhibitory killer immunoglobulin-like receptors (KIRs) yang berikatan ke molekul HLA class IA dan B dimana terdapat ketidak cocokan KIRs antara donor dan pasien, sel NK dapat membunuh residual leukemia pada pasien – efek GvL. Tes laboratorium telah menunjukkan bahwa semua sel CML dan AML dapat dibunuh dengan alloreaktif sel NK, sebaliknya pada sel ALL hanya sedikit yang terbunuh. Pada transplantasi HSC autologous, aktivitas sel NK dapat distimulasi dengan pengobatan IL-2. Tabal 19.5 Generasi limfosit T sitotoksik dengan spesifisitas leukemia Prinsip Metode Spesifisitas DCs inkubasi dengan apoptosis Kultur dengan limfosit Tidak diketahui sel blast – lysate sel blast allogenik/autologous Fusi normal DCs dengan sel Kultur dengan limfosit Tidak diketahui blast allogenik/autologous disuntikkan langsung ke pasien
11
Kultur sel blast dengan sitokin untuk menghasilkan ‘DCs leukemia’
Kultur dengan limfosit allogenik/autologous disuntikkan langsung ke pasien Menggunakan overekspresi Transfect spesifisitas TcR antigen oleh sel leukemia, dengan WT-1 ke dalam misalnya wilm’s tumor 1 (WT- sel T autologous dan 1) menginjeksikannya ke pasien Allotransplan: pasien positif Stimulasi sel T donor untuk minor untuk memperluas histocompatibility antigen, pengenalan HA-1 dan misalnya HA-1; donor menanamkannya ke adalah negative pasien DC, dendritic cell; TcR, T cell receptor.
Tidak diketahui
WT-1
HA-1
Sel T regulatori
Sel ini berkembang di thymus dan penting untuk toleransi perifer diri. Mereka mengekspresikan CD4, CD25 (penanda aktivasi) dan protein yang disebut Foxp3, dan bekerja melalui hubungan sel-sel. Mereka dapat memungkinkan aktivasi sel T alloreaktif dan oleh sebab itu respon GvL, namun mencegah ekspansi massif sel T yang menyebabkan GvHD. Sesuai dengan hal ini, pasien dengan jumlah sel T regulatori tinggi setelah transplantasi HSC kurang cenderung memiliki GVHD.
Protocol klinis penggunaan immunoterapi Leukemia
Sejumlah metode dikembangkan untuk menghasilkan CTLs dengan aktivitas leukemia (Tabel 19.5) Transplantasi stem cell haemopoietic
Area yang memungkinkan intervensi immunoterapeutik meliputi: 1. Penanaman leukosit donor digunakan pada kasus relapse pada pasien dengan CML, leukemia akut dan multiple myeloma.
12
2. Beberapa kelompok transplant telah menunjukkan bahwa jika sel T positifCD8 dideplesi dari leukosit donor sebelum penanaman, lalu efek GvL dipertahankan namun GvHD sedikit terjadi. 3. Virus-spesifik CTLs dapat ditanamkan ke pasien dengan infeksi post transplantasi, misalnya CMV. 4. Sel T regulatori dapat digunakan untuk mengatur GvHD. Tumor padat
Pasien dengan kanker renal, hati, dan prostat dan melanoma maligna saat ini diberikan sel dendritik pulsasi dengan antigen tumor dan regresi penyakitnya sedang diteliti.
Plastisitas stem cell dan stem cell non-hematopoietik Kemungkinan HSC dewasa untuk memperbarui semua sel darah telah diketahui selama banyak decade dan telah dengan sukses diaplikasikan untuk mengobati berbagai kelainan hematologis. Selain itu, plastisitas stem cell mamalia masih merupakan area kontroversi dan penelitian intensif. Terdapat dua definisi plastisitas stem cell: 1. Stem cell lentur pada kemampuan mereka untuk menyeimbangkan pembaruan diri mereka sebagai sel undifferensiasi dengan kapasitas mereka untuk berdifferensiasi menjadi generasi spesifik. 2. Konsep kedua adalah kemampuan mereka untuk beralih ke generasi yang mereka secara normal tidak terprogram untuk menghasilkan. Kami dapat mengerti konsep ini lebih mudah jika kita mengaplikasikan mereka ke dua kelas stem cell: stem cell embrionik dan stem cell ‘jaringanspisifik’. Stem cell embrionik dapat berasal dari dalam massa sel blastosit setelah fertilisasi dan sebelum implantasi. Sel ini memiliki kapasitas pembaruan diri yang luas dan mampu menimbulkan keturunan identik untuk banyak generasi. Mereka juga memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel matur. Garis sel embrionik yang paling sering digunakan adalah yang memiliki kemapuan untuk berdiferensiasi menjadi tiga lapis benih – endoderm, mesoderm, dan ectoderm dan dengan demikian untuk menghasilkan jaringan yang paling banyak dalam 13
organisme. Sel ini dapat dianggap sebagai benar-benar ‘plastis’ karena mereka tidak hanya memiliki potensi besar untuk menghasilkan stem cell undifferensiasi, namun juga mampu untuk beralih mejadi multiple tipe sel somatic yang ditemukan pada organisme dewasa. Saat ini mereka tidak digunakan untuk transplantasi klinis karena kebutuhan untuk lebih memahami kemampuan diferensias in vitro mereka dan fungsinya baik in vitro dan pada percobaan preklinis, dan untuk meyakinkan keamanan in vivo mereka (misalnya bahwa mereka tidak membentuk teratoma dan bahwa mereka memperantarai perbaikan fungsional yang sesuai jaringan setelah transplantasi). Jaringan-spesifik atau stem cell dewasa dapat multipotent, namun mereka memiliki lebih banyak kemampuan terbatas. Dari mereka, HSC masih tetap karakteristik terbaik tipe stem cell mamalia dewasa. Sifat utama mereka adalah: ▪ Jarang (frekuensi <1 dari 104 hingga 105 sel dalam darah dan jaringan) ▪ Kapasitas proliferasi luas atau kemampuan untuk ‘merperbarui diri’ ▪ Kemampuan untuk menyeimbangkan perbaruan diri dengan diferensiasi, memastikan populasi stem cell berkelanjutan. ▪ Multipotensi, misalnya HSC tunggal dapat menimbulkan hingga 10-11 hemopoietik functional atau generasi sel darah. Konsep terbaru plastisitas stem cell menyatakan secara tidak langsung kemampuan stem cell untuk beralih gerenasi dan memperoleh fenotip stem cell dari jaringan atau organ berbeda dari mana berasal. Sumsum tulang, darah fetal atau plasenta asal HSC telah dilaporkan menjalani berbagai konversi, dimana mereka berdiferensiasi menjadi sel neural, otot jantung, hati, epitel dan kulit, dan bahkan oosit. Penjelasan alternative adalah bahwa kandungan sumsum tulang, darah fetus dan plasenta, selain HSC, tipe stem cell yang berbeda yang memediasi efek dijelaskan. Hal ini meliputi: hemangioblas atau precursor HSC dan stem cell endothelial, stem cell mesenkim dan sel vascular pendukung, dan sel jarang yang menyerupai stem cell embrionik dalam potensi mereka. Disamping kelainan hematologis, terdapat sekelompok penyakit manusia dimana terapi berdasarkan stem cell kemungkinan bermanfaat di masa depan, seperti penyakit Parkinson, diabetes, penyakit tulang dan sendi, multiple sclerosis, penyakit jantung, kanker, dll. Terapi untuk tulang, sendi atau penyakit jantung menggunakan
sel
dari
jaringan
hematopoietic
baik
ada
atau
sedang
14
dikembangkan. Kunci tantangan yang kita hadapi terkait dengan pemahaman rinci keragaman stem cell sendiri. Agar menjadi terapi yang berguna, kita harus tahu konsentrasinya, fungsi dan kemampuan pada garis sel atau jaringan tertentu, tanda atau identitas molekularnya, kemampuannya untuk mengembangkan kelainan, kemudahan untuk dikumpulkan, isolasi, manipulasi, ekspansi, diferensiasi dan reprogramming, dan fungsi in vivo.
Kesimpulan Perluasan basis donor, penggunaan secara luas sel darah perifer yang dimobilisasi dan darah plasenta, dan sebuah transplantasi pengkondisian nonmyeloablative menandai dekade kemajuan penting dalam transplantasi sel haemopoietik, menyebabkan aman dan tersedia untuk banyak pasien. Terdapat pergeseran paradigm dari myeloablasi sel host untuk manipulasi mekanisme imun untuk mendukung okulasi, memanfaatkan kemampuan antitumor okulasi, dan menyediakan sel-sel yang mampu memerangi agen infeksius. Dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang biologi stem cell, memungkinkan untuk menggunakan stem cell yang berasal dari sumsum tulang atau darah untuk memperbaiki jaringan dalam kondisi berbeda dalam waktu dekat.
15