TRANSMISI TRANSGEN (PhGH) DAN PERFORMA PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F-3 Transmission of Transgene (PhGH) and Growth Performance Catfish (Clarias gariepinus) Transgenic F-3 Sultan Akbar Habibullah1), Zulkifli Nasution2), Yunasfi2), Huria Marnis3) 1)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2) Dosen/Staf Pengajar di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan 3) Peneliti di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan, Subang
ABSTRACT Fish increasing in aquaculture production requires the fulfillment of the need to accelerate the productivity. Transgenesis technology with the introduction of transgenes (PhGH) can be performed to produce the fish that grow faster and has better performance. Transgene detection was performed using the PCR (Polymerase Chain Reaction) method and electrophoresis using seed of transgenic catfish F-3. Furthermore, the observation of the performance of catfish transgenic F-3 by measuring the rate of fertilization (the number of fertilized eggs / total eggs), hatchability rate (the number of hatched eggs / number of fertilized eggs), the survival rate (the number of early fish / amount of fish end), the performance of growth (weight average transgenic F-3 / weight average non-transgenic) and feed efficiency (absolute growth rate / daily feed intake). Results indicate that the transmission rate ranged from 5-75% with an average transmission in the female transgenik F-2 by 2.5% (15/600) and 14.4% (75/520) in the male transgenik F-2. Weight growth rate of 1.7 fold compared with non-transgenic. F-3 transgenic catfish has a degree of fertilization 0.37% smaller and has a hatching 4% higher than the non-transgenic. Transgenic catfish feed efficiency higher than non-transgenic This shows that transgenic catfish has better performance compared with non-transgenic. Keywords: Transgenic catfish F-3, transgene (PhGH), transmission, Polymerase Chain Reaction, growth performance PENDAHULUAN Hasil proyeksi yang telah dilakukan oleh FAO (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2030 konsumsi ikan di Asia Tenggara akan meningkat menjadi 29,6 kg/kapita/tahun. Kegiatan akuakultur diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Peningkatan produksi akuakultur dapat dilakukan dengan menggunakan metode transgenesis. Keberhasilan menghasilkan ikan transgenik melalui teknologi biologi molekuler dengan karakter keunggulan tertentu memberikan harapan baru dalam
budidaya ikan khususnya dalam menunjang peningkatan kualitas dan produksi (Kusrini, 2011). Lebih dari 35 spesies ikan yang telah dilakukan penelitian untuk kegiatan transfer gen sejak penelitian pertama ikan transgenesis dimulai (Zhu dkk., 1985). Penggunaan metode transgenesis dapat diaplikasikan salah satuya untuk peningkatan pertumbuhan. Pemanfaatan teknik transfer gen dalam peningkatan laju pertumbuhan menunjukkan bahwa ikan salmon dewasa dapat tumbuh 2-6 kali lebih cepat dibandingkan dengan ikan nontransgenik (Du dkk., 1992; Fletcher dkk.,
2004), 3-10 kali lebih cepat pada ikan salmon coho (Devlin dkk., 1995), 2-7 kali lebih cepat pada ikan rainbow trout (Devlin dkk., 2001), 2-4 kali pada ikan nila (Rahman dkk., 1998; Rahman dan Maclean, 1999) dan pada ikan mas mencapai 3-6 kali (Hinits dan Moav, 1999). Ikan yang telah melalui kegiatan transgenesis kemudian harus dapat mentransmisikan transgen yang telah terintegrasi pada germline ke keturunan selanjutnya. Beberapa penilitian tentang transmisi transgen berhasil dilakukan pada ikan coho salmon (Oncorhynchus kisutch) (Devlin dkk., 1995) dan ikan zebra (Danio rerio) (Culp dkk., 1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi transmisi transgen pada ikan lele transgenik F-3 dan melihat performa yang meliputi derajat pembuahan, derajat penetasan, tingkat kelangsungan hidup, performa pertumbuhan dan efisiensi pakan.
ekor benih lele transgenik F-3, kit ekstraksi DNA (GeneJet Genomic DNA Purification Kit, Thermo Scientific), nuclease free water (NFW) (Thermo Scientific), sodium hipochlorit 1% dan tisu.
METODE PENELITIAN
Alat-alat yang digunakan dalam elektroforesis adalah mini horizontal elektroforesis (Cleaver scientific ltd), timbangan analitik (AND), gel doc (UVP), cetakan agar 30 mL, cetakan agar 60 mL, beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Iwaki Pyrex), aluminium foil, hot plate (Wise Stir), stirrer, micropipette, tubes rack, microtips, chiller on ice, chiller template, laboratory film (Parafilm), gloves, gunting, masker, komputer, kamera digital dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan dalam elektroforesis adalah GelRed Nucleic Acid Strain 10.000x in water (Vivantis), 10X Tris-Acetate-EDTA (TAE) BUFFER (Ultra Pure Grade) (Vivantis), akuades, agarose (vivantis), gel agarose 2%, amplikon, Marker 100-3000 bp (Vivantis), loading dye (Vivantis), tisu.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Februari sampai dengan April 2015 di unit pembenihan, kolam penelitian dan laboratorium Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi, Subang Jawa Barat. Alat dan Bahan Ekstraksi DNA Alat-alat yang digunakan dalam Isolasi DNA adalah micropipette (Thermo scientific), centrifuge HM-150IV (HM), centrifuge sorvall (Thermo), vortex maximix II (Thermoline), inkubator, microtips, microtube, collection tube, GeneJET Genomic DNA Purification Column, chiller on ice (IsoFreeze), chiller template (IsoFreeze), tubes rack (Eppendorf), penggerus, timer, alat bedah, gloves, masker, pinset, spidol, kalkulator. Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi DNA adalah sampel sirip
Amplifikasi PCR Alat-alat yang digunakan dalam amplifikasi PCR adalah mesin thermal cycler (ESCO), thermal cycler (BIO-RAD), micropipette, chiller on ice, chiller template, microtube, microtips, tubes rack, pinset, spidol, gloves, masker. Bahan-bahan yang digunakan adalah DNA template, FastStart PCR Master Mix (Roche), primer forward ACTPhGH-F (5’- GTG TGT GAC GCT GGA CCA ATC -3’), primer reverse ACTPhGH2-R (5’- CGA TAA GCA CGC CGA TGC CCA TTT -3’) (Marnis dkk., 2013), nuclease free water (NFW), sodium hipochlorit 1%, tisu. Elektroforesis
Performa Pertumbuhan Alat-alat yang digunakan dalam pegamatan performa pertumbuhan akuarium ukuran 60x40x40 cm3, aerator,
alat takar, sendok, hand counter, wadah plastik/toples, ember, alat grading, sipon, waring, kolam terpal, penggaris (mistar), timbangan digital, mikroskop, camera digital dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan pada pengamatan performa pertumbuhan adalah pakan ikan, garam, larva ikan lele transgenik F-3 hasil perkawinan induk betina positif pembawa transgen yang memiliki kode tagging 4749 dengan jantan positif kode tagging 1221 dan larva lele non-transgenik didapatkan dari perkawinan indukan non-transgenik. Prosedur Penelitian Transmisi Transgen Deteksi Transgen Hewan Uji Ikan lele transgenik yang diuji merupakan ikan yang membawa konstruksi gen pCcBA-PhGH (Dewi dkk., 2013). Ikan merupakan koleksi dari Balai Penelitian Pemuliaan Sukamandi. Ikan sampel merupakan benih dari indukan betina positif pembawa transgen sebanyak 30 ekor yang disilangkan dengan jantan non-transgenik dan 26 induk jantan pembawa transgen disilangkan dengan betina non-transgenik. Sampel yang digunakan merupakan sirip ekor pada benih ikan lele transgenik F-3 berumur 1 bulan. Transgen dicek pada 20 ekor benih dari setiap indukan yang dipijahkan. Ekstraksi DNA Deteksi gen PhGH dilakukan pada bagian sirip ekor benih ikan lele. DNA masing-masing sampel diekstraksi menggunakan Thermo Scientific GeneJET Genomic DNA Purification Kit dengan prosedur sesuai dengan protokol dari produk tersebut. Amplifikasi PCR Amplifikasi PCR pada DNA genom hasil ekstraksi dilakukan menggunakan FastStart PCR Master Mix
Kit (Roche, Germany) dengan menggunakan mesin thermal cycler. Komposisi bahan yang digunakan untuk amplifikasi PCR yaitu nuclease free water, Master mix (kit fast start PCR) (10 pmol/µL), primer forward (ACTPhGH-R), primer reverse (ACTPhGH2-F) dengan ukuran fragmen 1500-bp. Total volume kemudian dibagi kedalam jumlah total sampel dengan total 20 µL pada tiap tube dan kemudian ditambahkan DNA genom sebanyak 5 µL pada masing-masing tube sampel. Proses PCR dilakukan dengan tahapan persiapan enzim (pradenaturation) pada suhu 95oC selama 3 menit selama 1 siklus, tahap denaturasi (denaturation) pada suhu 94oC selama 30 detik, tahap penepelan primer (annealing) pada suhu 60oC selama 1 menit, tahap pemanjangan rantai DNA (extention) pada suhu 72oC selama 1 menit dengan masingmasing tahapan sebanyak 35 siklus. Tahapan terakhir yaitu final PCR pada suhu 72oC selama 10 menit sebanyak 1 siklus. Elektroforesis Hasil PCR (amplikon) dielektroforesis dengan Marker 100-3000 bp (vivantis) dan volume amplikon sebanyak 10 µL dicampurkan dengan loading dye sebanyak 2 µL, kemudian dirunning menggunakan gel agarose 2 % dalam TAE Buffer 1x yang diberi pewarna DNA yaitu gel red (Nulceid acid strain) dan dirunning selama 50 menit dengan tegangan 100 volt. Kemudian hasil elektroforesis divisualisasi menggunakan Gel Doc (UV Transilluminator). Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan software EOS Utility dan ZoomBrowser aplication dan selanjutnya data diolah menggunakan program Excel MS. Office 2007 untuk mengetahui tingkat transmisi transgen dari lele transgenik F-2 ke lele transgenik F-3. Performa Pertumbuhan
Pemeliharaan Ikan Pemeliharaan ikan dilakukan di kolam penelitian Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Larva hasil pemijahan dipelihara dalam wadah akuarium dengan kepadatan 870 ekor/akuarium pada 20 hari pertama dengan ketinggian efektif air 15 cm (volume air 24 liter). Selanjutnya ikan dipelihara dalam kolam terpal ukuran 1 m2 dengan kepadatan 110 ekor/kolam selama 30 hari masa pemeliharaan. Pakan diberikan pada pagi, sore dan malam hari secara ad libitum (sekenyangnya) menggunakan pakan komersial berbentuk tepung dan remah halus dengan kadar protein 40% (HI-PROVITE PS-P dan BINTANG 581, PT Centralproteina Prima, Mojokerto) pada 20 hari pertama dan berbentuk butiran kasar dengan kadar protein berkisar 38-41% (PF800 dan PF 1000, PT. Matahari Sakti, Margomulyo) pada pemeliharaan selanjutnya. Parameter Pertumbuhan Berikut beberapa parameter pertumbuhan yang diamati selama penelitian: Derajat Pembuahan dan Derajat Penetasan (Wang dkk., 2001) FR =
Jumlah Telur Terbuahi Jumlah Telur Total
x 100%
Telur Menetas
HR = Telur Terbuahi x 100% Keterangan: FR = Fertilisation Rate (%) HR = Hatchability Rate (%) Laju Pertumbuhan Bobot Pertumbuhan Transgenik
LPB = Pertumbuhan Non−transgenik Keterangan: LPB = Laju pertumbuhan bobot
Tingkat Konsumsi Pakan (Yuwono dkk., 2005) KP
RKP = PB
Keterangan: RKP = Rasio konversi pakan KP = Konsumsi pakan (g) PB = Penambahan bobot ikan (g) KP
KPH = JHP Keterangan: KPH = Konsumsi pakan harian (g) KP = Konsumsi pakan (g) JHP = Jumlah hari pemberian pakan (hari) LPM
Efisiensi pakan = KPH Keterangan: LPM = Pertambahan bobot/Jumlah hari pemberian pakan KPH = Konsumsi pakan harian (g) Tingkat Kelangsungan Hidup (Effendie, 1997) Nt
SR = No x 100% Keterangan : SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (ekor) Nt = Jumlah ikan yang idup pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor) Analisis Data Data bobot dan pakan kemudian dianalisi menggunakan program Excel MS. Office 2007 dengan analisis F-Test TwoSample for Variances dan apabila terdapat variasi yang besar selanjutnya dilakukan analisis t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances p<0.05 untuk mengetahui perbedaan dari lele transgenik dan non-transgenik. Pengukuran Kualitas Air Parameter pendukung yang diukur meliputi suhu, pH, DO dan turbiditas (kekeruhan) dengan menggunakan WQC (Water Quality Checker). Uji kadar amonia menggunakan metode fenat spektrofotometri (SNI 66-6989.30-2005) dan nitrit menggunakan metode sulfalinamid spektrofotometri (SNI 066989.9-2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Tabel 3. Kelansungan Hidup 1 Bulan Pemeliharaan Populasi
Derajat Pembuahan, Derajat Penetasan dan Kelangsungan Hidup Hasil menunjukkan bahwa ikan lele transgenik F-3 memiliki derajat pembuahan lebih rendah (99,34%) dibandingkan dengan non-transgenik (99,71%). Derajat pembuahan ikan lele transgenik F-3 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Derajat Pembuahan. Tanda ± menunjukkan Standar Deviasi Populasi Lele transgenik F-3 Lele non-transgenik
Derajat pembuahan (%) 99,34±0,06 99,71±0,46
Ikan lele transgenik F-3 memiliki derajat penetasan ang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lele nontransgenik. Derajat penetasan pada ikan lele transgenik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Derajat Penetasan Populasi Lele transgenik F-3 Lele non-transgenik
Derajat penetasan (%) 80,68 76,68
Tingkat kelangsungan hidup ikan lele transgenik F-3 dapat dilihat pada Tabel 3.
Lele transgenik F-3 Lele non-transgenik
Kelangsungan hidup 1 bulan (%) 47,27 34,55
Transmisi Transgen (PhGH) Populasi lele transgenik F-3 dihasilkan melalui progeni 30 induk betina F-2 dan 26 induk jantan F-2. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan masing-masing 20 sampel benih ikan lele transgenik dari tiap indukan yang dianalisis melalui metode PCR (Polymerase Chain Reaction) didapatkan bahwa transmisi transgen dari F-2 ke F-3 berkisar antara 5%-75% (Tabel 4) pada tiap indukan dengan tingkat transmisi terbesar terdapat pada induk jantan dengan kode 1752 dengan transmisi sebesar 75%. Lele transgenik F-2 memiliki rata-rata transmisi sebesar 2,5% (15/600) pada induk betina transgenik F-2 dan 14,4% (75/520) pada indukan jantan transgenik F2. Persentase induk F-2 yang membawa transgen (PhGH) pada sirip ekor dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa pada induk jantan transgenik F-2 memiliki tingkat transmisi yang lebih besar dibandingkan dengan induk betina transgenik F-2.
Tabel 4. Transmisi Transgen pada Populasi Ikan Lele Transgenik F-3 Hasil PCR (Polymerase Chain Reaction) No Kode induk % transmisi Kode induk % transmisi betina F-2 transgen Jantan F-2 transgen 1 4460 0 (0/20) 4837 0 (0/20) 2. 1120 0 (0/20) 4469 0 (0/20) 3. 4761 0 (0/20) 4479 0 (0/20) 4. 1231 0 (0/20) 1164 0 (0/20) 5. 1139 0 (0/20) 1146 0 (0/20) 6. 1172 0 (0/20) 4458 20 (4/20) 7. 4854 0 (0/20) 4859 40 (8/20) 8. 4461 0 (0/20) 4817 40 (8/20) 9. 4825 0 (0/20) 1159 20 (4/20) 10. 1204 0 (0/20) 4458 20 (4/20) 11. 4770 30 (6/20) 4859 40 (8/20)
% transmisi transgen 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 5 (1/20) 25 (5/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 15 (3/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 0 (0/20)
Persentse induk F-2 membawa transgen (PhGH) pada ekor dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Persentase Induk F-2 Membawa Transgen (PhGH) Sirip Ekor Transgenik F-2 Betina Jantan
yang sirip
Kode induk Jantan F-2 4466 1847 1235 4803 1740 1221 1752 4468 4450 4457 4450 4444 4468 1725 1159
yang pada
Persentase induk F-2 yang membawa transgen di sirip ekor 2,5% (15/600) 14,4% (75/520)
Performa Pertumbuhan Ikan lele transgenik F-3 memiliki laju pertumbuhan bobot 1,7 kali lebih cepat. Grafik laju pertumbuhan bobot ikan lele transgenik F-3 terlihat pada Gambar 1. Pada akhir pemeliharaan dilakukan penggolongan ikan berdasarkan kelas ukuran untuk mengetahui sebaran distribusinya pada tiap kelas ukuran. Berdasarkan hasil penggolongan didapatkan bahwa ikan lele transgenik F-3 memiliki distribusi terbesar pada bobot 6,9-8,2 g dengan jumlah 9 ekor sedangkan ikan non-transgenik memiliki distribusi
% transmisi transgen 0 (0/20) 0 (0/20) 20 (4/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 40 (8/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 30 (6/20) 0 (0/20) 0 (0/20) 30 (6/20) 20 (0/20) 75 (15/20) 0 (0/20)
terbesar pada bobot 2,7-4,0 g dengan jumlah 14 ekor (Gambar 2).
transgenik
8,0 Bobot (g)
Tabel 4. Lanjutan No Kode induk betina F-2 12. 4774 13. 1851 14. 1157 15. 4463 16. 4839 17. 4834 18. 1202 19. 1231 20. 4854 21. 1210 22. 1152 23. 4749 24. 4763 25. 1857 26. 4759 27. 4470 28. 4802 29. 4776 30. 1176
7,2
non-transgenik 6,0
4,1
4,0 2,0 0,0 0
10
20 Hari
35
50
Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ikan Lele Transgenik F-3 Selama 50 Hari Masa Pemeliharaan. T bar Menunjukkan Standar Deviasi (n=24)
Jumlah ikan (ekor)
16 14 12 10 8 6 4 2 0
14
Transgenik transgenik n= 24 ekor non-transgenik 7,216±1,620 9 Non-transgenik 8 7 n= 24 ekor 4,130±0,860 2
3
3 1
1
Bobot (gr)
Tingkat Konsumsi Pakan Nilai konversi pakan ikan lele transgenik F-3 menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan dengan dengan nilai konversi pakan non-transgenik (Tabel 6). Nilai konversi pakan yang lebih kecil menunjukkan tingkat pemanfaatan yang lebih baik selama masa pemeliharaan. Ikan lele transgenik memiliki rasio konversi pakan sebesar 0,69 sedangkan ikan nontransgenik memiliki rasio konversi pakan sebesar 1,42 p<0,05.
Gambar 2. Distribusi Ikan Lele Transgenik F-3 dan Distribusi Ikan Lele Non-transgenik Tabel 6. Jumlah Hari Pemberian Pakan, Konsumsi Pakan, Rasio Konversi Pakan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele Transgenik F-3 dan Non-transgenik Populasi JHP KP RKP KPH Efisiensi (g) (g) Pakan Ikan transgenik F-3 30 147,80 0,69±0,08 4,93 1,46±0,16 Ikan non-transgenik 30 141,00 1,42±0,11 4,70 0,71±0,06 JHP: Jumlah hari pemberian pakan; KP: Konsumsi pakan; RKP: Rasio konversi pakan; KPH: Konsumsi pakan harian; Efisiensi Pakan Parameter Kualitas Air
Pembahasan
Pengukuran terhadap para-meter kualitas air dilakukan untuk melihat apakah kualitas air selama masa pemeliharaan masih layak untuk pemeliharaan benih ikan atau tidak. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Kolam selama Pemeliharaan Benih Lele Transgenik F-3 Parameter Satuan Kolam Pemeliharaan
Derajat Pembuahan, Derajat Penetasan dan Kelangsungan Hidup
Suhu pH DO Turbiditas Amonia Nitrit
(oC) (mg/L) (NTU) (mg/L) (mg/L)
27,6-29,1 8,4-8,9 8,4-12,5 45,1-50,7 0,1492-0,1557 0,0074-0,0186
Ikan lele transgenik memiliki derajat pembuahan dan derajat penetasan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan non-transgenik. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan transgenesis pada ikan dengan mengintroduksikan gen tertentu tidak terlalu mempengaruhi tingkat pembuahan dan penetasan dari ikan tersebut. Penelitian sebelumnya yang pernah dilaporkan pada ikan mud loach (Nam dkk., 2001) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara ikan mud loach transgenik dan non-transgenik dalam hal derajat pembuahan dan derajat penetasan hasil persilangan antara transgenik dengan induk non-transgenik. Hasil penelitian terhadap ikan mas (C. carpio L) (Zhong dkk., 2012) juga menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pembuahan dan penetasan pada ikan
transgenik dengan non-transgenik tidak menunjukkan hasil yang terlalu signifikan yaitu berkisar antara 89,1-86,4% pada tingkat pembuahan dan 80,0-82,3% pada tingkat penetasan. Ikan lele transgenik F-3 memiliki persentase derajat pembuahan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nontransgenik. Derajat pembuahan antara keduanya memiliki selisih 0,37% dan derajat penetasan selisih sebesar 4%. Ikan lele transgenik F-3 dan non-trasgenik masing-masing memiliki derajat pembuahan diatas 90% dan derajat penetasan diatas 70%. Penelitian pada ikan mas (C. carpio L) transgenik F1 didapatkan bahwa pada kualitas telur ikan transgenik sama dengan non-transgenik, keduanya memiliki tingkat pembuahan diatas 80% dan tingkat penetasan diatas 60% dimana diantara keduanya memiliki derajat pembuahan dan derajat penetasan yang tidak signifikan berbeda. Ikan lele trangenik memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan lele nontransgenik. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lele transgenik memiliki tingkat toleransi hidup yang lebih besar dibadingkan dengan non-transgenik. Ikan lele transgenik F-3 memiliki tingkat kelangsungan hidup 12,73% lebih besar dibandingkan dengan ikan non-transgenik. Transmisi Transgen (PhGH) Berdasarkan hasil PCR terhadap 20 sampel benih yang diuji pada masingmasing indukan, didapatkan bahwa keseluruhan indukan menghasilkan populasi heterozigot yang beragam. Rendahnya tingkat transmisi transgen kemungkinan disebabkan oleh rendahnya jumlah kopian transgen yang terintegrasi pada kromosom induk sehingga tidak diturunkan kepada keturunan selanjutnya. Wei dan Zhu (2010) menyatakan bahwa semakin rendah jumlah kopi transgen akan mempengaruhi stabilitas transmisi transgen pada generasi yang berbeda.
Guyomard dkk., (1989) menyatakan bahwa rendahnya tingkat penurunan transgen dapat disebabkan oleh kecilnya bagian dari benih atau keturunan yang mengandung konstruksi plasmid. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya terhadap ikan mud loach (Nam dkk., 2001) dimana tingkat transmisi dari induk F1 pada generasi selanjutnya terjadi penurunan tingkat transmisi yang tidak stabil. Nam dkk., (2001) juga menyebutkan bahwa tidak stabilnya penurunan transgen pada generasi selanjutnya disebabkan oleh hilangnya salinan ekstrakromosom DNA atau gagalnya proses rekombinasi dari induk kegenerasi berikutnya. Hal ini tidak sesuai dengan pola pewarisan sifat mendel dimana hasil persilangan antara indukan transgenik dengan non-transgenik seharusnya menghasilkan frekuensi 50% keturunan transgenik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Nam dkk., (2002) terhadap ikan mud loach dimana tingkat transmisi hasil perkawinan indukan transgenik dengan non-transgenik menghasilkan 50% keturunan transgenik. Penelitian lain yang pernah dilaporkan menurunkan transgen secara stabil pada generasi selanjutya dan menghasilkan generasi sesuai dengan pewarisan sifat mendel diantaranya yaitu pada ikan mas (Zhong dkk., 2012; Moav dkk., 1995), ikan salmon (Atlantic salmon, Cook dkk., 2000; Fletcher dkk., 2004; Yaskowiak dkk., 2006), ikan nila (Oreochromis hornorum, Martinez dkk., 1999), ikan medaka (Kinoshita dkk., 1996), ikan zebra (Culp dkk., 1991). Transmisi transgen pada ikan lele dari F-2 ke F-3 memiliki persentase yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan transmisi transgen dari F0 ke F1 maupun dari F1 ke F-2. Transmisi transgen dari F-0 ke F1 berkisar 8-48% dengan ratarata transmisi sebesar 38,22 % dengan total sampel yag dicek sebanyak 225 sampel (belum dipublikasi) sedangkan transmisi dari F1 ke F-2 dari enam pasang
induk yang dicek berkisar antara 8,11-50% dengan rata-rata transmisi 18,85%. Pada lele transgenik F-2 ke F-3 penurunan berkisar dari 5-75% dengan rata-rata transmisi pada indukan betina sebesar 2,5% dan pada induk jantan sebesar 14,4% Pada Transgenik jantan yang disilangkan dengan betina non-transgenik memiliki potensi penurunan transgen yag lebih besar dibandingkan dengan indukan betina pembawa transgen yang disilangkan dengan jantan non-transgenik. Laju Pertumbuhan Bobot Hasil penelitian ini menunjukkan ikan lele transgenik memiliki laju pertumbuhan bobot yang lebih baik dibandingkan dengan non-transgenik pada tiap pengamatan. Hasil penelitian ini menunjukkan laju pertumbuhan dari ikan lele transgenik F-3 1,7 kali lipat jika dibandingkan dengan ikan non-transgenik. Penelitian pada ikan mas transgenik F-3 menyatakan bahwa laju pertumbuhan awal ikan transgenik F-3 1,6 dn 1,7 kali lebih cepat dibandingkan dengan kontrol nontransgenik (Zhong dkk., 2012). Pada penelitian terhadap ikan nila juga menunjukkan ikan transgenik memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan non-transgenik (Rahman dkk., 1998). Laju pertumbuhan ikan lele transgenik yang lebih cepat diduga akibat penggunaan promotor β-actin pada kontruksi transgen. Pada penelitian sebelumnya yang menggunakan promotor β-actin, laju pertumbuhan ikan mas lebih cepat 1,5-1,6 kali lebih cepat dibanding dengan non-transgenik (Zhong dkk., 2012), 3,6-6,3 kali lebih cepat pada ikan mas (Noh dan Dong, 2012), pertumbuhan 16 kali lebih cepat pada ikan mud loach (Nam dkk., 2002). 67-77% lebih tinggi pada ikan mas “all fish” transgenik dibandingkan dengan kontrol (Fu dkk., 2007). Percepatan pertumbuhan pada ikan lele transgenik juga diakibatkan oleh adanya hormon pertumbuhan ganda pada
ikan tersebut. Dimana ikan lele memiliki hormon endogen yang berasal dari ikan lele itu sendiri dan hormon eksogen yang berasal dari hormon ikan patin siam (PhGH). Tingkat Konsumsi Pakan Ikan lele transgenik F-3 dilakukan perbandingan dengan lele non-transgenik selama 30 hari masa pemeliharaan. Ikan lele transgenik F-3 berumur 20 hari (n=110) dipelihara dalam bak pemeliharaan, begitu juga dengan lele nontransgenik (n=110). Sumber air pada masing-masing bak pemeliharaan berasal dari sumber yang sama. Ikan diberi pakan komersil (38-41% protein) secara ad libitum (sekenyangnya) selama masa pemeliharaan. Berdasarkan hasil perhi-tungan didapatkan bahwa ikan lele transgenik F-3 memiliki tingkat konversi pakan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan non-transgenik walaupun dengan jumlah rata-rata konsumsi pakan harian yang lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan lele transgenik F-3 memiliki daya serap yang lebih tinggi terhadap pakan yang diberikan. Pada ikan mas transgenik F-2 (Cui dkk., 1996) sekitar 6,62% dari total energi pakan dialihkan untuk percepatan pertumbuhan ikan. Fenomena tersebut dinamakan efek cepat tumbuh dan sedikit makan (fast-growing and less-eating). Parameter Kualitas Air Berdasarkan data kualitas air media pemeliharaan (Tabel 7), suhu media berkisar antara 27,6-29,1°C. Suhu optimum untuk pembenihan ikan lele antara 25-30°C (BSN, 1987) dengan suhu terbaik untuk pertumbuhan yaitu pada suhu 30°C. Data tersebut menunjukkan bahwa suhu pada media pemeliharaan masih dalam kisaran optimum untuk pemeliharaan benih ikan lele. Kisaran pH selama penelitian bekisar antara 8,4-8,9. pH pada media pemeliharaan cenderung basa namun masih layak untuk
mendukung pertumbuhan ikan dengan kisaran optimum pH yaitu antara 7-9 (Boyd, 1992). Kandungan oksigen terlarut selama pemeliharaan berkisar antara 8,412,5. Kondisi optimum yang disaranan untuk pertumbuhan ikan lele adalah >4 mg/L (BSN, 2000). Data pengukuran kualitas air menunjukkan bahwa tingkat kelarutan oksigen dalam media pemeliharaan sudah melebihi batas minimum, sehingga layak untuk pemeiharaan benih ikan lele. Turbiditas atau kekeruhanan menggambarkan tingkat padatan tersuspensi dalam media. Kekeruhan selama pemeliharaan berkisar antara 45,150,7 NTU. Kisaran optimum kekeruhan untuk pemeliharaan ikan lele adalah 30-60 NTU (Bappenas, 2000). Kekeruhan dalam media pemeliharan amasih dalam kadar yang dapat mendukung pertumbuhan benih ikan lele secara maksimal. Menurut Lloyd dkk., (1987) bahwa peningkatan nilai turbiditas sebesar 5 NTU dapat menyebabkan penurunan produksi primer pada perairan dangkal dan sungai jernih sebesar 3-13% sedangkan kenaikan sebesar 25 NTU dapat mengurangi tingkat produktivitas perairan sebesar 13-50%. Pengukuran terhadap parameter perairan amonia dan nitrit dianggap sangat perlu dikarenakan amonia dan nitrit berlebih dalam air dapat menghambat pertumbuhan ikan hingga menyebabkan kematian pada kadar yang berlebih. Lin dkk., (2002) menyebutkan bahwa kadar amonia dan nitrit berlebih dalam perairan dapat berbahaya bagi ikan. Amonia selama pemeliharaan berkisar antara 0,14920,1557 mg/L. Kisaran optimum amonia dimedia pemeliharaan harus <0,20 mg/L (Effendi, 2003) untuk mendukung pertumbuhan ikan secara normal. Kadar nitrit di media pemeliharaan berkisar 0,0074-0,0186 mg/L selama pemeliharaan berlangsung dengan nilai optimum menurut Effendi (2003) yaitu <0,001 mg/L.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ikan lele transgenik F-2 berhasil mentransmisikan transgen (PhGH) kepada lele transgenik F-3 dengan tingkat transmisi transgen berkisar antara 5-75% dengan rata-rata transmisi pada induk betina sebesar 2,5% dan 14,4% pada induk jantan. 2. Ikan lele transgenik memiliki tingkat performa yang lebih baik dibandingkan dengan ikan non-transgenik dilihat dari tingkat derajat penetasan yang lebih tinggi, kelangsungan hidup yang lebih tinggi, performa pertumbuhan 1,7 kali lipat dan tingkat efisiensi pakan yang lebih baik. Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik buangan limbah nitrogen serta keamanan pangan dan lingkungannya pada ikan lele transgenik tumbuh cepat untuk menilai keunggulannya. DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional. 2000. SNI 016484.2-2000: Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional. 2004. SNI 066989-9-2004: Air dan Air LimbahBagian 9: Cara Uji Nitrit (NO2-N) Secara Spektrofotometri. Badan Standar Nasional. 2005. SNI 066989-30-2005: Air dan Air Limbah-Bagian 30: Cara Uji Kadar Amonia dengan Spektrofotometer Secara Fenat. Bappenas. 2000. Budidaya Ikan Lele (Clarias). http://ristek.go.id. Boyd
C.E dan A. Fast 1992. R. rhenobacensissp. nov., a New
Nitrate-Reducing Purple nonSulfur Bacterium. Inter-national Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 50: 985-992. Cook,
J.T., M.A. McNiven., G.F. Richardso dan A.M. Sutterlin. 2000. Growth Rate, Body Composition and Feed Digestibility/Conversion of Growth Enhanced/Transgenic Atlantic Salmon (Salmo salar). Aquaculure. 188: 15-32.
Cui Z., Z. Zuoyan., C. Yibo., L. Guohua dan X. Kesheng. 1996. Food Consumption and Eenergy Budget in MThGH Transgenic F-2 Red Carp (Cyprinus carpio L. red var.). Chin. Sci. Bull. 41: 591-596. Culp, P. C.N. Volhard dan N. Hopkins. 1991. High-Frequency Germ-Line Ttransmission of Plasmid DNA Sequences Injected into Fertilized Zebrafish Eeggs. Proc Nati Acad Sci USA. 88: 7953-7957. Dewi, S.P.S., H. Marnis., R. Suprapto dan N. Syawalia. 2013. Produksi Ikan Lele Cepat Tumbuh Generasi F-0 Menggunakan Metode Transgenesis. Jurnal Riset Akuakultur. 8(2): 173-180. Devlin, R.H., C.A. Biagi., T.Y. Yesaki., D.E. Smailus dan J.C. Byatt. 2001. Growth of Domesticated Transgenic Fish A Growthhormone Transgene Boosts the Size of Wild but not Domesticated Trout. Nature. 409: 781-782. Devlin,
R.H., T.Y. Yesaki., E.M. Donaldson dan C.L. Hew. 1995. Transmission and Phenotypic Effects of an Antifreeze/GH Gene Construct in Coho Salmon
(Oncorhynchus kisutch). Aquaculture. 137: 161-169. Devlin,
R.H., T.Y. Yesaki., E.M. Donaldson., S.J. Du dan C.L. Hew. 1995. Production of Germ Line Transgenic Pacific Salmonids with Dramatical Increased Growth Performance. Can J Fish Aquat Sci. 52: 1376-1384.
Du, S.J., Z. Gong, G.L. Fletcher, M.A. Shears, M.J. King, D.R. Idler, dan C.L. Hew. 1992. Growth Enhancement in Transgenic Atlantic Salmon by the Use of an '"All Fish" Chimeric Growth Hormone Gene Construct. Bio/Technology. 10: 176-188. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. FAO. 2013. Fish to 2030 Prospects for Fisheries and Aqua-culture. World Bank Report Number 83177-GLB. The World Bank. Washington DC. Fletcher, G.L., M.A. Shears., E.S. Yaskowiak., M.J. King dan S.V. Goddard. 2004. Gene Transfer: Potential to Enhance the Genome of Atlantic Salmon for Aquaculture. Aust J Exp Agric. 44: 1095–1100. Fu, C., D. Li., W. Hu., C.Y. Wang dan Z. Zhu. 2007. Growth and Energy Budget of F-2 ‘All-Fish’ Growth Hormone Gene Transgenic Common Carp. Journal of Fish Biology. 70: 347-361.
Guyomard, R., D. Chourrout., C. Leroux., L.M. Houdebine dan F. Pourrain. 1989. Integration and germ line transmission of foreign genes microinjected into fertilized trout eggs. Biochimie. 71: 857-863. Hinits, Y dan B. Moav. 1999. Growth Performance in Transgenic Cyprinus carpio. Aquaculture. 173: 285-296. Kinoshita, M., H. Toyohara., M. Sakaguchi., K. Inoue., S. Yamashita., M. Satake., Y. Wakamatsu dan K. Ozato. 1996. A Stable Line of Transgenic Medaka (Oryzias latipes) Carrying the CAT Gene. Aquaculture. 143. 267-276. Kusrini, E. 2011. Peningkatan Mutu Ikan Hias Upside-down Catfish (S. nigriventris) Melalui Rekayasa Genetika dan Pengelolaan Lingkungan untuk Mendukung Populasi. [Laporan Akhir]. Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok. Lin, Y.F., S.R. Jing., D.Y. Lee dan T.W. Wang. 2002. Nutrient Removal from Aquaculture Wastewater Using a Contructed Wetlands Systems. Aquaculture. 209: 169184. Lloyd, D.S., J.P. Koenings dan J.D. Laparriere. 1987. Effects of Turbidity in Fresh Waters of Alaska. North American Journal of Fisheries Management 7:18-33. Marnis, H., B. Iswanto., R. Suprapto dan Imron. 2013. Expression of Growth Hormone (PhGH) Gene and Analysis of Insuline-Like Growth Factor I (IGF-I) Production in African Catfish (Clarias gariepinus) Transgenic F-1. Indonesian Aquaculture Journal. 8(2): 113-119.
Martinez, R., A. Arenal., M.P. Estrada., F. Herrera., V. uerta., J. Vazquez., T. Sanchez dan J. Fuente. 1999. Mendelian Transmission Dosage and Growth Phenotype in Transgenic Tilapia (Oreochromis hornorum) Showing Ectopic Expression of Homologous Growth Hormone. Aquaculture. 173. 271283. Moav, B., Y. Hinits., Y. Groll dan S. Rothbard. 1995. Inheritance of Recombinant Carp β-Actin/GH cDNA Gene in Transgenic Carp. Aquaculture. 137. 179-185. Nam, Y.K., J.K. Noh., Y.S. Cho., H.J. Cho., K.N. Cho., C.G. Kim dan D.S. Kim. 2001. Dramatically Accelerated Growth and Extraordinary Gigantism of Transgenic Mud Loach Misgurnus mizolepis. Transgenic Research. 10: 353-362. Nam, Y.K., Y.S. Cho., H.J. Cho dan D.S. Kim. 2002. Accelerated growth performance and stable germ-line transmission in androgenetically derived homozygous transgenic mud loach, Misgurnus mizolepis. Aquaculture. 209: 257-270. Nong, C.H dan D.S. Kim. 2012. Growth Response to a GHAutotransgenesis in Common Carp Cyprinus carpio. Fish Aquat Sci. 15(1): 37-41. Rahman, M.A dan N. Maclean. 1999. Growth Performance of Transgenic Tilapia Contain-ing an Exogenous Piscine Growth Hormone Gene. Aquaculture. 173: 333-346. Rahman, M.A., R. Mak., H. Ayad., A. Smith., dan N. Maclean. 1998. Expression of a Novel Piscine Growth Hormone Gene Results in
Growth Enhancement in Transgenic Tilapia (Oreochromis niloticus). Transgenic Research. 7: 357-369. Robinette, H.R. 1976. Effect of Sublethal Level of Ammonia on The Growth of Channel Catfish (Ictalarus punctatus R.) Frog Fish Culture. 38(1): 26-29. Wang, Y., H. Wei., W. Gang., S. Yonghua., C. Shangping., Z. Fuying., Z. Zouyan., F. Jianxin dan Z. Xirui. 2001. Genetic Analysis of “All-Fish” Growth Hormone Gene Transferred Carp (Cyprinus carpio L.) and Its F1 Generation. Chin Sci Bull 46: 1174–1177. Wei, H dan Z.Z. Yan. 2010. Integration Mechanisms of Transgenes and Population Fitness of GH Transgenic Fish. Science China Life Science. 53(4): 401-408. Yaskowiak, E.S., M.A. Shears., A.A. Mawal dan G.L. Fletcher. 2006. Characterization and MultiGenerational Stability of the Growth Hormone Transgene (EO1a) Responsible for Enhanced Growth Rates in Atlantic Salmon. Transgenic Research. 15: 465-480. Yuwono, E., P. Sukardi dan I. Sulisyo. 2005. Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Dipuasakan Secara Periodik. Berk. Penel. Hayati. 10: 129-132. Zhong, C., Y. Song., Y. Wang., Y. Li., L. Liao., S. Xie., Z. Zhu dan W. Hu. 2012. Growth Hormone Transgene Effects on Growth Performance are Inconsistent Among Off-spring Derived from Dif-ferent Homozygous Trans-genic Common Carp (Cyprinus carpio
L.). Aqua-culture. 356–357: 404– 411. Zhu, Z., G. Li., L. He dan S. Chen. 1985. Novel Gene Transfer into the Fertilized Eggs of Gold Fish (Carassius auratus). J Appl Ichthyol. 1: 31-34.