TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id Mantra Kidung Jawa: Perangkat Linguistik dan Kemanjuran Wahyu Widodo1, Sumarlam2, Sudaryanto2 1 Mahasiswa Program Linguistik Pascasarjana UNS Surakarta 2 Program Linguistik Pascasarjana UNS Surakarta
[email protected] Abstract This paper describes linguistic elements in Javanese incantory poetry that are support an efficacy. Linguistic elements work on two levels: regularity of aesthetics and efficacy. Element of words consists of meaningless word, taboo word, and alignment of Javanese and Arabic words. Poetic elements use saroja words and alliteration. Saroja words means two word that are synonyms chanted together, as a pair. Repetition elements uses lingual units of form which are repeat in incantation. The function of elements linguistic work to awake cogency. Cogency begins with identification, internalization and implementation. Key words : Javanese incantatory poetry, linguistic element, and efficacy
Pendahuluan
kebutuhan praktis, salah satunya yaitu
Mantra tersusun dari konstruksi kata dan
magico religious incantations Tembang sebagai magico religious
kalimat yang dipercaya memiliki daya magis
bagi
pengamal
pembaca mantra.
(perapal)
didalamnya
terdapat
secara
perpaduan antara sastra dan doa sebagai
leksikal, berarti pembacaan bunyi atau
sarana ritual. Sastra berkaitan dengan
kata sebagai sarana ritual yang memiliki
bentuk tembang yang memiliki ciri khas
daya
kekuatan
keindahan dan keteraturan, sedangkan
supranatural yang hadir melalui praktik
doa sebagai sarana permintaan kepada
Ritual tertentu.
tuhan (panyuwunan).
magis.
Mantra makalah
ini,
Mantra,
incantations
atau
Magis
yaitu
kidung artinya
Jawa
dalam
rangkaian
Makalah
kata
dan
ini akan
menjelaskan
memaparkan
perangkat–perangkat
dalam bahasa Jawa yang mengandung
kebahasaan yang membangun mantra
kekuatan magis yang dapat dilagukan
kidung. Perangkat kebahasaan tersebut
atau disenandungkan dengan titi nada
bekerja pada dua pilar utama yaitu,
tertentu (verse form). Meminjam istilah
keindahan dan kekuatan magis yang
Arps
terkandung
(1996a:47)
disebut
dengan
dalam
mantra.
Perangkat
„incantatory poems’ atau disebut juga
kata yang di dalamnya terdapat kata
dengan
Arps
takbermakna, kata tabu, dan penjajaran
(2000:117) mengatakan bahwa tembang
kata bahasa Jawa dan bahasa Arab.
juga ditulis dalam rangka memenuhi
Perangkat
„mantra
kekidungan‟.
keindahan
dengan
menggunakan alat keindahan kata saroja
36
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id (tembung
saroja)
dan
Kata
kehidupan sehari-hari (pada umumnya).
saroja yaitu dua buah kata yang memiliki
Dengan pemerian dan penjelasan tentang
arti sama yang digunakan secara serentak
perangkat tersebut akan mampu memilah
dan berdekatan dalam posisi. Perangkat
kekhasan bahasa mantra kidung sebagai
repetisi, yaitu penggunaan bentuk-bentuk
register bahasa ritual, khususnya register
pengulangan
bahasa ritual Jawa.
baik
aliterasi.
repetisi
bentuk
maupun repetisi makna. Repetisi bentuk
Kidung (tembang) dalam hal ini
terdiri atas repetisi bunyi dan repetisi
mengacu pada puisi Jawa tradisional
kata, sedangkan repetisi makna yaitu
yang mempunyai jumlah konvensi suku
bentuk-bentuk
makna
kata, jumlah baris dan irama. Dengan
yang
kata lain tembang terdiri atas unsur
dengan
pengulangan
menggunakan
bentuk
berbeda.
fonologis
Pemerian
dan
(konvensi
suku
kata)
dan
penjelasan
intonasi (jumlah baris dan irama). Arps
perangkat kebahasaan bertujuan pada
(1990:3) mengunakan verse form, these
menguak fungsi yang terkandung dalam
verse
perangkat kebahasaan yang digunakan.
phonological and syntactic shape of texts
Fungsi
mencoba
and at the same time comprise melodies
penggunaan
with which the texts are recited. Untuk
kata, penggunaan alat keindahan, dan
itu, tembang memiliki aturan yaitu guru
penggunaan repetisi dalam mewujudkan
wilangan
daya
secara
dalam
memaparkan
ini
keterkaitan
magis
(pembaca
hal
mantra
mantra).
bagi
govern
dan
umum
guru Guru
aspects
lagu.
of
the
Pengertian
wilangan
ialah
keterkaitan
ketentuan jumlah suku kata dalam satu
tersebut akan terkuak fungsi ideologis
baris suatu tembang. Arps (1990:68)
yang terkandung dalam mantra Jawa
mendefinisikan guru wilangan the count
kidung. Fungsi ideologis dalam mantra
in question is the number of syllables in
mempunyai peranan penting karena daya
verse lines. Guru lagu ialah ketentuan
magis
tentang vokal pada akhir tembang. Guru
mantra
Dari
pengamal
form
beroperasi
landasan
kepercayaan
tertentu
sebagai
atas
atau
motor
dasar
lagu
ideologi penggerak
dapat
diiterpretasikan
dua
hal,
pertama, sebagai suara vokal (as vocalic sound) pada akhir baris (the final vowel of
keampuhan mantra. kebahasaan
that verse line). Kedua, sebagai suara
tersebut perlu dihadirkan dan dijelaskan
fonem vokal dan alofon (the term of guru
karena perangkat kebahasaan tersebut
lagu can be characterized in terms of
perangkat
vowel phonemes and allophones) (Arps,
Perangkat-perangkat
yang
penting
yang
membedakanya dengan bahasa dalam
1990:69).
37
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id Tembang
sebagai
verse
form
Tabel 3.
memiliki karakteristik yang khas yaitu
Nama Mantra dan Metrumnya
pola irama-pembeda (distinctive metrical
No
pattern)
1
dan
kekhasan
langgam
2
Ada sebelas bentuk verse form yang terkenal
dan
berlaku
gambuh,
megatruh,
3
mijil,
4 5 6
tembang macapat. Permasalahan utama
Jawa
7
dalam 8
bekerja
dhandanggula
kidung
dhandanggula
kidung
sinom
kidung
kinanthi
kidung
pangkur
warawedha 9
Data Penelitian
10
beredar di masyarakat Jawa makalah ini 11 12
Kitab Primbon Atassadhur Adammakna yang
diterbitkan
Soemodidjojo
Maha
kidung
durma
kidung
durma
saktiwedha
berbentuk tembang yang terdapat dalam Betaljemur),
dhandanggula
ajiwedha
fokus pada mantra Jawa yang
(Sambetanipun
kidung setyawedha
Mengingat banyaknya teks primbon yang
oleh
kidung
yogawedha
menghadirkan kemanjuran?
akan
dhandanggula
reksawedha
dalam makalah ini, yaitu bagaimanakah kidung
kidung
jiwawedha
sering disebut dengan tembang cilik atau
mantra
dhandanggula
japawedha
sinom, dan dhandhanggula. Ihwal ini
linguistik
kidung
mantrawedha
kinanthi, asmaradana, durma, pangkur,
perangkat-perangkat
dhandanggula
darmawedha
dalam
masyarakat Jawa, yaitu maskumambang, pucung,
kidung
Metrum
suksmawedha
(idiosyncratic tunes) (lihat Arps, 1990:57). paling
Nama Mantra
kidung
mijil
bagyawedha
Munculnya kata “wedha” dalam KPAA
Dewa, Ngayagyakarta Hadiningrat dan CV
sebagai penamaan kidung merupakan
Buana Raya (cetakan kelima tahun 1994).
interpretasi
Berikut nama mantra dan metrum yang
baru
karena
penamaan
tersebut belum muncul dalam serat atau
digunakan dalam analisis ini
kitab sebelumnya dan juga tidak ada dalam sumber-sumber lama lainya (lihat Arps, 1996a:107-108).Penamaan kidung masih berdasarkan baris pertama dalam setiap stanza pada kidung.
38
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id dengan
Pembahasan Mantra kidung Jawa tidak hanya dapat
dilantunkan
dengan
bahasa
sehari-hari.
Bahasa
mantra tergolong sebagai bahasa ritual (ritual language) dikatakan seperti itu
melodi
tertentu, tetapi ia juga dapat dianalisis
karena teks mantra
melalui perangkat-perangkat kebahasaan
dibacakan
yang
bersifat religio-magis. Berkaitan dengan
membangun
„Poetic
reading’,
mengeksplorasi (lelangenan),
mantra
yakni
tersebut.
usaha
kenikmatan
yang
tujuan itu, ia (teks mantra) diyakini dapat
tembang
mengoneksikan
pada
kekuatan
adikodrati. Dengan kata lain, teks mantra
reading.
yang lingual dapat menghubungkan pada
Analytical reading, yakni usaha untuk
sesuatu yang transendental (from lingual
memahami teks tembang sebagai bahan
to trancendental). Konstruksi teks mantra
analisis untuk dikupas dan
yang didalamnya ada kekhasan lingual
pada
yang
tujuan-tujuan
kedua
berfokus
sedangkan
untuk
untuk
digunakan dan
analytical
didalami
kandungan dan unsur yang membangun.
dapat
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh
pembentuknya, yaitu kata.
Arps (1990:413)
ditelisik
dari
konstruksi
Kata memegang peranan penting
tembang verse is not always sung. it can
dalam mantra, karena sebagai teks ritual
be spoken as well. but voicing it as song
ia
and voicing it as speech serve different
kata. Suasana
ends. The first can be called poetic and
hadir
the second analytical.
digunakan. Ciri khas diksi mantra itu
Selain
poetical
dan
analytical
tidak
merepresentasikan melalui
dirinya
melalui
magis dan sakral akan pilihan
dimaksudkan
kata
untuk
yang dapat
menutup kemungkinan adanya magical
membangkitkan suasana sakral atau efek
reading,
untuk
magis. Suasana sakral dan efek magis
menyingkap dan menguak kandungan
yang dimaksudkan adalah bahwa mantra
magis
mantra
menunjuk kepada dunia di luar batas-
akan
batas kemampuan wajar manusia, dunia
menggunakan analytical reading yang
diluar kekuasaan hukum alam, alam gaib,
digunakan
sebagai pengaruh dari kekuatan sakral
hal yang
kidung
ini
dilakukan
terdapat
Jawa.
dalam
Makalah untuk
perangkat-perangkat
ini
menganalisis kebahasaan
yang
(Soedjijono,1985:26).
Kata
yang
membangun mantra kidung Jawa.
dihadirkan dan disusun dalam mantra
Kekhasan Bahasa Mantra Kidung Jawa
tidak
sebagaimana
Kekhasan
yang
mudah
disini
mengacu
pada
bahasa
dipahami.
sehari-hari Kata
yang
pengertian bahwa bahasa yang digunakan
tersusun dalam mantra kidung Jawa pada
dalam
KPAA akan diuraikan sebagai berikut.
mantra
kidung
Jawa
berbeda
39
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id Kata Tak Bermakna
the power of ritual language, in other
Sebagaimana dipaparkan oleh Soedjijono,
words, may at times be more directly
dkk (1985:25) bahwa mantra diucapkan
dependent upon the said of ritual speech,
dengan
yang
and other times not. To determine when
kadang-kadang tidak dipahami maknanya
and why this is so, we have to examine the
(misalnya karena menggunakan kata-kata
social context in which ritual speech
asing atau kuno) justru disitulah terletak
functions, and not content ourselves with
terciptanya suasana gaib dan keramat.
the
Selain itu, mantra tidak wajib dimengerti
(1985:212-213).
bahasa dan kalimatnya. Di dalam mantra
Keeler (1987:137-138) mengatakan words,
terkandung banyak kias atau simbolik
as
dari
yang
pronounced secretly and that are (at
dianggap berisi tenaga magis (Soedjijono,
surface level) meaningless, confusing, or
dkk, 1985:26).
pronounced in reverse order convey less
Informasi yang sama datang dari Hefner
immediate sense but more immediate
sewaktu meneliti komunitas Hindu Jawa
effect then every day language. „kata,
di Tengger, Gunung Bromo, Jawa Timur
dalam
ia mengatakan bahwa kata dalam ritual
diucapkan
diyakini
tingkat
menggunakan
unsur-unsur
memiliki
bahasa
kepercayaan
daya
yang
ampuh
formal
in
analysis
rapal,
that
mantra,
of
are
yang
ritual
texts
learned
and
dipelajari
secara
diam-diam
permukaan)
tidak
dan (pada
memiliki
meskipun kata tersebut tidak dimengerti
makna, membingungkan, atau diucapkan
maknanya secara langsung „ritual words
dalam
are accorded power by the faithful even
menyampaikan makna kurang langsung,
when they are not, in any propositional
tetapi meskipun demikian keampuhanya
sense, directly accessible or intelligible‟
melebihi bahasa
(1985:212).
(2004:337)
Meskipun
mereka
tidak
urutan
yang
terbalik,
sehari-hari. Headley
sewaktu
meneliti
mantra
mengerti makna dalam bahasa ritual,
Durga juga menemukan hal yang serupa
mengapa
yang
yaitu penggunaan kata arkaik (kata kuno)
(manjur)?
dan kata yang khusus digunakan dalam
pertanyaan
prosesi ritual, bahkan ada kata yang tidak
keampuhan
diproduksi Berkaitan tersebut,
tetap
bekerja
dengan
hal
Hefner
kemanjuran
kata
doa
menjelaskan ritual
di
bahwa
memiliki makna.
Tengger
Apa
yang
dipaparkan
oleh
tergantung pada aktor (pembaca mantra),
Soedjijono, dkk (1985), Hefner (1985),
situasi, partisipan ritual dan relasi-relasi
Keeler
yang terkait dengan pagelaran ritual.
memperteguh
Berikut kutipan lengkap pernyataannya
bahasa
40
(1987), ritual
dan bahwa adalah
Headley salah
(2004)
satu
opaqueness
ciri of
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id meaning‟
kekaburan
arti‟(Keane,
II baris 10,14, bait III baris 17, 21, dan
2000:53). Ihwal ketakbermaknaan kata ini
bait IV baris 24
muncul dalam mantra kidung Jawa dalam
(1)
(a) kulahu marang bali kul
KPAA. Ketiadaan makna dalam hal ini
(b) kulhu balik bolak balik
mempunyai maksud bahwa makna yang
(c) kulahu barang bali
terdapat dalam kata
(d) kulahu barang bali kun
terpahami
oleh
masyarakat apan
tersebut tidak skemata
penuturnya.
wikuning
wiku
sosial
Misalnya wikan
(1)
Pada contoh di atas penekanannya
liring
pada
penggunaan
kata
kullahu.
Bila
pujasamadi, apabila penutur mengerti
dipisah ia terdiri atas dua bunyi yaitu kul
dan memahami bahasa sanskerta kuno
dan hu, keduanya secara leksikal tidak
data
mempunyai makna.
(1)
secara
leksikal
ia
memiliki
makna, yaitu kata wikan yang berarti „paham‟,
liring
berarti
Ada dua bentuk bunyi “kulhu’ dan
„seperti‟,
“kullahu”
yang
diulang-ulang
dalam
pujasamadi „beribadah‟. Dalam hal ini,
kidung warawedha. Secara leksikal tidak
ketiadaan makna dalam kata mantra
memiliki
kidung
skemata
pada bunyi „kul‟ dan bunyi „hu‟. Bila dua
sosial penuturnya. Jadi, ketiadaan makna
bunyi tersebut dilantunkan dengan terus-
dalam mantra terkait dengan aspek sosial
menerus akan menghadirkan suasana
dan budaya penutur bahasa tersebut.
batin tertentu yang mengantarkan pada
Penyebab
suasana magis dan trance.
terkait
kata
juga dengan
takbermakna
tersebut
makna,
tetapi
penekananya
karena ia termasuk kata arkaik (kata
Repetisi dengan pembalikan bunyi
purba) yang tidak terpahami lagi oleh
atau penyisipan bunyi yang mirip dengan
penutur masyarakat modern. Kepurbaan
pasangan minimal (minimal pairs) terjadi
(archaicness) dan keanehan kata dalam
pada kata marang (2) dan barang (4)
mantra biasanya berupa deretan bunyi
unsur pembedanya yaitu fonem /m/ dan
yang takbermakna (nonsensical words)
/b/. Data
(Taslim, 2007:202).
penambahan fonem konsonan /k/ untuk
Kata-kata
dalam
membentuk variasi bunyi, tetapi tidak
hadir untuk memberikan
mengubah makna. Bentuk reduplikasi
penekanan pada bunyi yang dihadirkan
bunyi terjadi pada kata bolak dan balik
oleh kata tersebut, bukan pada makna
(3) dengan pergantian fonem vokal /o/
leksikalnya. Hal ini ditemukan dalam
dan /a/ pada kata [bolak] dan fonem
contoh kidung warawedha (KW) pada bait
vokal /a/ dan /i/ pada kata kata [balik].
mantra
ini
tak bermakna
bali (2) dan balik (3) terjadi
Kedua kata tersebut dirangkai menjadi
41
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id [bolak]-[balik] sebagai bentuk reduplikasi
hartarti, (2) ni penjari, (3) ki hartarti, (4)
berubah
peran
hyang tegalana (5) rara subaningsih, (6)
(menyangatkan)
ki tarulata, (7) ki mangutara, (8) ki
(keberlanjutan).
reksajiwa, (9) ki balesupi, (10) mbok
bunyi. Ia
semantis atau
mempunyai
intensifikasi kontinuatif
Fenomena ini oleh Sudaryanto (1991:39)
nirbiyah.
disebut
mitologi mitis yang tidak ditemukan jejak
reduplikasi
bervariasi
bunyi.
Penyebutan
nama
tokoh
Bunyi-bunyi tersebut memiliki pengaruh
rekamnya
emotive-expressive yang sangat kuat bagi
mempunyai
pembaca
kemampuan
mitologi mitis tersebut menghubungkan
menghasilkan efek emosional tertentu
pada konsep alam pikiran tertentu yang
terhadap pendengar mantra, ihwal ini
membawa efek magis bagi pengamal
Sudaryanto (1994:52) menyebut dengan
mantra. Selain itu, Margana (2004:31)
kata
menambahkan
informasi
hubungan antara bunyi dan keadaan
kekhasan
Jawa
emosi dari referen sebuah kata.
religio-magis
atau
emotif
memiliki
atau
Bentuk-bentuk
efektif
ada
Jawa
bahwa
tokoh
maksud
sastra
yang
[termasuk
bahwa bersifat
mantra
yang
bersumber dari primbon] adanya unsur
atas menekankan pada hadirnya bunyi-
memasukkan tokoh-tokoh imajinatif yang
bunyi tertentu yang secara leksikal tidak
tidak dikenal dalam sejarah dan elemen-
mempunyai makna, tetapi mempunyai
elemen mistis dari dongeng atau legenda
daya. Hal penting yang perlu ditekankan
rakyat setempat.
menghadirkan makna memang terjadi
Kata Tabu
pada mantra kidung, tetapi ketiadaan
Kekhasan bahasa mantra tidak hanya
makna juga menjadi ciri penting dalam
mengandung
mantra.
tidak dapat dipahami maknanya. Katahanya
takbermakna
yang
contoh
khazanah
di
Tidak
pada
yaitu
dalam
penggunaan menjadi
kata
kata
elemen
kata-kata
yang dipakai di
kadang-kadang
kekhasan dari aspek bahasa, tetapi juga
merupakan
penghadiran atau penyebutan
Tidak
nama-
tertentu
aneh
dalam
mantra
bunyinya,
permainan
jarang
yang
ada
bunyi mantra
atau
belaka. yang
nama tokoh mitologi mitis yang tidak
menggunakan
dikenal dalam khazanah Jawa. Dengan
menyebut alat vital manusia (Soedjijono,
kata
tokoh
1985:26). Kata-kata tabu dalam mantra
dalam
khazanah
pada KPAA ditemukan dalam mantra
tidak
ditemukan
Kidung Ajiwedha. Kata-kata tabu tersebut
lain,
tersebut keilmuan
apabila ditelusur Jawa
ia
nama-nama
kata-kata tabu, seperti
referensinya atau tidak tergolong tokoh
adalah
historis.
organ atau excretory organ) manusia
Sebagai
contoh
(1)
sang
42
penyebutan
alat
vital
(sexual
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id secara langsung. Kata-kata tabu tersebut
(seperti) besi kawat, kemaluan(penis)-ku
sebagai berikut.
besi mentah‟. Kata tabu muncul bukan dilandasi
Tabel 4. Kata Tabu dalam Mantra
keseronokan
ketidaksopanan,
Kidung Jawa
tetapi
atau
lebih
pada
No
Kata-Kata Tabu
Terjemahan
penuntasan pendeskripsian dari anggota
1
bokong
pantat
tubuh yang sejelas-jelasnya.
2
ebol
dubur
3
tinja
veses
4
entut
kentut
5
uyuh
air kencing
6
dhakar
alat vital
dalamnya
laki-laki
(genital), mengandung maksud bahwa
rambut
anggota tubuh tersebut mempunyai daya
kelamin
kekuatan magis secara aspek kultural.
7
jembut
Selain
gantangan
penis
9
walakang
selangkang
penyebutan
simbol
mempunyai
dengan
besi
dan
kalimat dalam mantra. Penjajaran bahasa Arab dan bahasa Jawa, dengan kata lain bisa dikatakan sebagai upaya meminjam elemen bahasa lain, ihwal peminjaman
disamakan
berbagai
elemen bahasa lain menjadi ciri khas
bentuk
register bahasa ritual (Keane, 1997:53).
material besi dalam khazanah Jawa, kata tabu
yang
muncul
tersebut
Hal tersebut mempunyai fungsi bahwa
sewaktu
elemen
menyebutkan bagian organ seksual yang
„rambut
yang
khas
tersebut
pada akhirnya menimbulkan keampuhan
misalnya, jembut kawat gantanganku mentah
bahasa
seolah-olah bersumber dari surga yang
disamakan dengan besi (material padat), wesi
pada
bahasa Arab dan bahasa Jawa dalam satu
digunakan
yang paling atas
manusia
lebih
bahasa Jawa atau menyandingkan kata
(kepala) sampai dengan telapak kaki. tubuh
tetapi
arab digunakan secara sejajar dengan
untuk menyebutkan keseluruhan anggota
Anggota
(word),
Jawa mempunyai arti bahwa kata bahasa
terdapat dalam Kidung Ajiwedha.
bagian
organ
Penjajaran kata bahasa Arab dan
(5) uyuh, dan (7) jembut. Kata tabu hanya
dari
seksual
di
Penjajaran Kata bahasa Arab dan Jawa
langsung seperti kata (1) bokong, (2) ebol,
tubuh
termasuk
yang
referennya (objek tubuh).
walakang, kedua tanpa penghalusan atau
tersebut
tubuh,
Dalam hal ini penekananya bukan pada
tinja, (6) dhakar, (8) gantangan dan (9)
tabu
anggota
disebutkan karena unsur daya magisnya.
penghalusan (eufemisme) seperti kata (3)
Kata
atas,
Maka, bagian tersebut diekspresikan atau
Penggunaan kata tabu terbagi dalam dua pertama
di
pertimbangan berikutnya ialah bahwa
8
kategori
penjelasan
ritual bagi partisipan ritual.
kemaluanku
43
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id (82) Sallahu ngalaihi wa salamu
Penjajaran kata berbahasa Arab dalam
mantra
kidung
dalam
„Sallahu ngalaihi wa
KPAA
terbagi dalam tiga kategori. Pertama,
salamu‟ (83) Wa ngalaekum wa salam
dalam satu bait dominan menggunakan
„Wa ngalaekum wa salam’
bahasa Arab, artinya dalam satu bait beberapa
baris
menggunakan
bahasa
Arab, misalnya, dalam kidung yogawedha
(84) Puniku pupuji mami
(KY) dan kidung warawedha (KW) sebagai
„inilah doaku‟
berikut. kidung yogawedha (KY) bait XI baris 61-66
Data (62) Allahuma adam sarpin (63)
(2)
(61) Mangkana ta donganipun
Cheruhu
„demikianlah doanya‟
ngalaihi, (65) Chaheruhu huwalaha, dan
(62) Allahuma adam sarpin
(66) Warabu chayatullahi merupakan doa
„Allahuma adam sarpin’
berbahasa
(63) Cheruhu chakulaika
dalam bahasa Arab terdiri atas kata ganti
„Cheruhu chakulaika’
(isim dhomir) dan kata benda (isim). Bila
(64) Wajibuhu ngalaihi
dijelaskan dalam gramatika bahasa Arab
„Wajibuhu ngalaihi’
sebagai berikut:
(65) Chaheruhu huwalaha
(62)
‘Chaheruhu huwalaha‟
chakulaika,
(64)
Arab yang secara
(63) ك ي
‘Warabu chayatullahi’
leksikal
adam sarpin Ya Tuhanku Adam
(66) Warabu chayatullahi
Wajibuhu
sarpin
خ يره
Kebaikanya dan
kebenaranya
(64) وج به ع يه kidung warawedha (KW) bait XII baris 78-
Kewajibanya
84
(65) و هللا خ يره Kebaikanya demi Allah
(3)
(78) Sun langgeng amuja mantra
(66) ية هللا
„aku abadi memuja mantra‟
و ه
Tuhan yang meliputi segala
(79) Pas jaswadi putra ing kodrat
kehidupan
(80) Lailah hailahu „Lailah hailahu’
Kata ganti (hu) atau ‘nya‟ merujuk kepada
(81) Muhamad Rasullah
„adam sarpin‟, secara umum makna data
‘Muhamad Rasullah’
di atas adalah doa untuk yang ditujukan untuk jati diri anak (hakikat anak) atau „adam
44
sarpin‟.
Kidung
yogawedha
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id (21) kaping tigane wakutubihi
dikhususukaan untuk anak (bayi) agar selamat
dari
malapetaka
dan
„ketiganya kepada kitab
menanamkan ketauhidan sejak dini serta
Allah‟ (69) Ya Allahuma seksi
mengingat keberadaan eksistensi Allah dalam setiap gerak dan aktivitas sehari-
„Ya Allahuma seksi (56) liwat siratal mustakim
hari. Data
(80)
Lailah
hailahu,
(81)
„melalui siratal mustakim‟
Muhamad Rasullah, (82) Sallahu ngalaihi wa salamu, (83) Wa ngalaekum wa salam
Dalam data (62) yaitu
allahuma
merupakan kalimat yang paling populer
adam sarpin, sedangkan dalam kidung
dalam tradisi Islam. Data 80-81 adalah
yogawedha (KY) bait XII baris 68 terdapat
ikrar syahadat „kesaksian adanya Allah
fenomena
sebagai tuhan yang satu” dan ikrar bahwa
allahuma cacing putih. Dalam kidung
nabi muhammad sebagai utusan (rasul).
setyawedha (Kse) bait I baris yaitu, (1)
Kedua kalimat tersebut lebih dikenal
sipat iman wa mantulilahi, dan baris (21)
dengan syahadatain „dua kalimat syahat‟.
kaping tigane wa kutubihi. Dalam kidung
Data
yang
saktiwedha (KSa) bait XII baris 69 yaitu,
disematkan untuk nabi Muhammad yaitu
ya allahuma seksi, dan dalam kidung
Sallahu ngalaihi wa salamu yang biasa
warawedha (KW) bait X baris 56 terdapat
disingkat dengan (S.A.W). Data 83, yaitu
(56)
jawaban dari salam umat Islam, Wa
siratal mustakim‟.
82
merupakan
ngalaekum wa salam, salam
pembuka,
sebutan
jawaban dari
asalamu
liwat
yang
serupa
siratal
yaitu
mustakim
(68)
„melalui
Data kata berbahasa arab tersebut
alaikum.
mempunyai
arti
allahuma
„Ya
Allah
Kedua, yaitu menggunakan bahasa arab
Tuhanku‟. Kata
dan bahasa Jawa dalam satu baris yang
berbahasa
sejajar. Sebagaimana contoh-contoh di
putih secara leksikal bermakna „cacing‟
bawah ini.
(binatang) berwarna putih, seksi „saksi‟.
(5)
(62) Allahuma adam sarpin
kata berbahasa Arab tersebut mempunyai
„Allahuma adam sarpin‟
arti iman kepada Allah dan iman kepada
(68) Allahuma cacing putih
kitab. Ketiga kata bahasa Arab yang telah
„Allahuma cacing putih‟
diadaptasi ke bahasa Jawa, ada yang
(1) sifat iman wa mantulilahi
sudah diterima dalam bahasa Jawa dan
„sifat iman kepada Allah‟
Jawa
tersebut diikuti adam
kata
sarpin,cacing
ada yang belum diterima dalam bahasa Jawa. Berikut ditemukan dalam kidung
45
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id Japawedha (KJ) bait XII-XIII baris 118-
data 124-127 merupakan nama nafsu
127.
yang terdapat dalam diri manusia yaitu
(6) (118) kulite iku sarengat
supiyah, luamah.
‘kulitnya itu syariat‟ (119) getihipun Tarekat ingkang sejati „darahnya
amarah,
tarekat
Data
mutmaenah,
tersebut
dan
menunjukkan
bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Arab
yang
yang
sudah
diterima
menjadi
leksikon bahasa Jawa.
sejati‟ (120) ototipun kakekat
A. Perangkat Keindahan Sebagaimana
‘ototnya itu hakikat‟ (121)
dagingupun
makripat
sajati
berbentuk
„dagingnya makrifat yang sejati‟ (122)
cucukipun
sajatining
Sadat
kidung
Mantra Jawa,
perangkat
keindahan.
keindahan
tersebut
ia
yang memiliki
Perangkat memperindah
“bangunan mantra”. Alat-alat keindahan tersebut diantaranya, kata saroja dan aliterasi.
‘paruhnya sejatinya syahadat‟ (123) eledan Tokid wastane
Kata saroja Kata saroja berarti dua buah kata yang
„lidahnya tauhid sebutanya‟ (124)
pupusuhe
Supiyah
maknanya sama atau hampir sama yang
nenggih
digunakan bersama-sama. Kata saroja berfungsi
„hatinya supiyah‟
untuk
menyangatkan
(intensitas), memperjelas atau memberi
(125) hamperune amarah
gambaran secara jelas, menyatakan dua „limpanya amarah‟
sifat yang hampir sama yang dimiliki
(126) mutmaenah jantung
oleh seseorang, dan kemerduan bunyi. Berikut contoh kata saroja dalam mantra kidung pada KPAA. Berikut kata saroja
‘mutmainah jantung‟
tersebut
(127) luamah wadukeika
(7)
(1) anirmala waluyajati „selamat dari macam bahaya‟,
„luamah perutnya‟
(2) bubar ambyar Data di atas khususnya baris (118-119)
„hancur berantakan‟,
meru-pakan
(3) rampas tatas atapis
tasawuf
penahapan
dalam
Islam
dalam yaitu
ajaran
„semua terenggut tak terkecuali‟,
syariat,
thariqat, makrifat, dan hakikat (lihat
(4) larut sirna
Widodo, 2011b dan 2012a), sedangkan
„hilang lenyap,
46
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id (5) satru mungsuh
terdapat pada kidung warawedha pada
„musuh yang melawan‟.
stanza 1 sebagai berikut. (8) i
8
a Singgah-singgah kala singgah
Kata saroja diberdayakan dalam mantra
ii 11 i Pan suminggah kala durga
kidung
sumingkir
untuk
mempercantik
mantra
kidung. Dengan kata lain, kata saroja
iii 8 u Singa ama singa wulu
lebih
ini
iv 7 a
Singa suku singa sirah
memang tampak dari keselarasan bunyi
v 12 u
Singa tenggak klawan kala
rima yang ditimbulkan, misalnya, data (2)
singa buntut
bubar ambyar „hancur berantakan‟, (3)
vi 8 a
Padha sira sumingkira
rampas tatas atapis. Rima bunyi akhir
vii 8 i
Muliha asal-ireki
pada
poetic
function.
Hal
yang indah secara ritmis dan harmonis didayagunakan yang semuanya berakhir
bila diikuti vokalnya dan dipilih kerangka
dengan rima yang sama.
konsonannya pengulangan
Data (2) tergolong dalam bunyi
yang bunyi
beraliterasi, konsonan
pada
homorgan, bunyi yang dihasilkan melalui
tembang di atas akan tampak sebagai
organ
berikut. (9)
pengucapan
yang
sama,
yaitu
didominasi oleh bunyi konsonan bilabial
1. [s- g-h] [s- g-h] [ k-l-] [ s- g-h]
(/b/, /p/, /m/) dalam bubar ambyar [b-b-
2. [p-n] [s-m- g-h] [ k-l-] [ d-rg-] [s-m- -k-
r] [-mby-r], sedangkan data (3) rampas
r]
tatas atapis [r-m-p-s] [t-t-s] [-t-p-s] banyak
3. [s- -] [-m-] [s- -] [w-l-]
di dominasi bunyi konsonan apiko dental
4. [s- -] [s-k-] [s- -] [s-r-h]
/t/ dan lamino palatal /s/.
5. [s- -] [ t- g- ] [kl-w-n] [k-l-] [s- -] [b-n-
Aliterasi
t-t]
Aliterasi dalam khazanah Jawa
6. [p- -] [ s-r-] [s-m- -k-r-]
dikenal dengan purwakanthi sastra, yaitu
7. [m-l-h-] [-s-l-r-k-]
Adalah konsonan yang beruntun pada dua atau lebih kata yang berurutan
Aliterasi pada kerangka konsonan di atas
(runtun konsonan). Selain aliterasi ada
nampak jelas pada baris (1) dan (2): [s- g-
asonansi lebih akrab disebut dengan
h] [s- g-h] [ k-l-] [ s- g-h] // .....[s-m- g-h]
purwakanti swara, yaitu bunyi vokal yang
[ k-l-] [ d-rg-] [s-m- -k-r], dan baris (3)
beruntun pada dua atau lebih kata yang
dan (4): [s- -] [-m-] [s- -] [w-l] // [s- -]
berurutan (runtun vokal). Dalam makalah ini
akan
dipaparkan
aliterasi
[s-k-] [s- -] [s-r-h]
yang
Bunyi konsonan yang diulang tersebut membawa dampak fonetik-fonologisnya,
47
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id ketika dilisankan atau dilantunkan teks
Selain
tembang
aliterasi
memberi pernyataan yang sama pada
(purwakanthi)akan mengalir indah-alami
saat mengulas mantra Tantra Hindu ia
mengikuti
mengatakan bahwa Mantras are not only
yang
bunyi
penuh
kesamaan
konsonan
dan
kemiripan
yang
berulang
Gonda,
Yelle
(2003:11)
juga
repeated, but repetitive.
(Kadarisman, 2009:128).
Gonda (1988) dan Yelle (2003) menegaskan bahwa kodrat mantra selalu
B. Penggunaan Repetisi Mantra tergolong sebagai bahasa
lekat dan erat dengan ciri repetisinya.
ritual, maka ia banyak memiliki bentuk-
Lebih-lebih
bentuk
mantra dari tradisi yang sama yaitu
repetisi.
karakteristik
Repetisi
dari
merupakan
bahasa
ritual
keduanya
menggunakan
tradisi Hindu.
sebagaimana dipaparkan oleh Gill (1981)
Bentuk-bentuk
repetisi
mantra
(dalam Keane, 1997:52) bahwa Gill (1981)
kidung Jawa dalam KPAA ditemukan dan
claimed that it is a general characteristic
diklasifikasi atas (1) repetisi gramatikal,
of
its
(2) repetisi leksikal, (3) repetisi unik, dan
repetition and formal elaboration are far
(4) repetisi semantik. Repetisi gramatikal
out
yaitu pengulangan yang terjadi pada
the
language
of
of
proportion
prayer to
that
the
message,
construed as denotation. Becker (1998:84)
mantra
menambahkan dan memperkuat bahwa
menggunakan pola kalimat yang sama
strategi
(pola
pengulangan
telah
menjadi
kidung sintaksis),
Jawa
dengan
sedangkan
repetisi
karakter estetika Jawa dan Asia Tenggara
leksikal yaitu pengulangan yang terjadi
pada umumnya. Gonda (1988:190) pada
pada
saat
menggunakan kategori kata atau frasa
mengulas
mantra
Satapatha-
Brahmana mengatakan bahwa gaya yang mencolok
mantra
kidung
Jawa
dengan
yang sama.
Satapatha-
Repetisi Unik yaitu pengulangan
mengulang-ulang
yang terjadi pada mantra kidung Jawa
penjelasan dengan maksud yang sama
yang pengulangan tersebut terjadi pada
pada posisi akhir dari penjelasan dan
tataran
pada posisi yang lain. Gonda memberi
semantik
penekanan bahwa repetisi dalam mantra
semantik yaitu pengulangan yang terjadi
Satapatha-Brahmana
pada
brahmana
dari
mantra
yaitu
menjadi
stylistic
gramatikal, secara
mantra
leksikal,
serentak.
kidung
Jawa
dan
Repetisi dengan
peculiarities yang mengulang makna dan
menghadirkan makna yang sama dengan
pikiran yang sama melalui gaya repetisi
bentuk
yang khas (Gonda, 1988:264).
makna yang masih dalam jangkauan
yang
berbeda
(sinonim)
medan leksikal yang sama.
48
dan
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id manusia tersebut harus dilatih dengan
Kemanjuran Pembaca
mantra
menjalani
direpresentasikan
laku
asketik
(ascetic
sebagai kata ganti orang pertama (-ku).
preparation), seperti, puasa senin dan
Hal ini diperkuat bahwa satuan lingual
kamis, puasa pati geni, puasa mutih,
yang banyak mengalami
pengulangan
melekan dan lain sebagainya. Inti dari
yaitu kata ganti orang pertama (-ku)
praktik tersebut yaitu untuk mengenali
dengan
nafsu dalam dirinya.
intensitas makna
yang
kuat.
Nama nabi dan sahabat dalam konsepsi
Ketiga penahapan tersebut untuk
Islam mempunyai kecenderungan untuk
memperkuat sugesti pembaca mantra
disandingkan
anggota
yang diperkuat dengan repetisi. Hal yang
tubuh. Hal ini mempunyai pesan bahwa
hampir mirip juga diulas oleh Arps
mengidentifikasikan diri dengan nama
(1996b :402) sewaktu menganalisis lagu
nabi akan memberi sugesti yang kuat
qasidah di Indonesia ia mengatakan “the
bagi pembaca mantra. Pengulangan yang
underlying reasoning runs as follows;
terus menerus dengan satuan lingual
iteration
yang sama akan semakin memperkuat
internalization facilitates understanding,
sugesti tersebut. Proses ini disebut tahap
and understanding is hoped to lead to
identifikasi.
implementation”.
dengan
Setelah
bagian
identifikasi
yaitu
internalisasi (penghayatan), yaitu proses menghayati
dengan
allows
internalization,
Dalam kasus mantra, ia bermula
sungguh-sungguh
dari identifikasi, menuju internalisasi,
„apa yang dibaca‟ diselaraskan dalam
dan implementasi. Ketiganya dalam satu
laku kehidupan sehari-hari. Internalisasi
aksi yang serentak. Dalam hal ini mantra
dalam hal ini melalui pemahaman konsep
kidung Jawa mempunyai kuasa „physico-
inti
ajaran
penahapan
Islam syariat
(thariqat),
hakikat
tasawuf
dengan
magical‟ yang kuat dalam menggerakan
(sarengat),
tarekat
daya
(kakekat)
makrifat(ma’rifat).Keempat
dan
yakin
mantra
tahap
(cogency)
yang
bagi
bersifat
pengamal psikologis
(bandingkan Taslim, 2007:197).
tersebut dilandasi atas keyakinan (tauhid) dan kesaksian (syahadat) (lihat kidung
Simpulan
japawedha dan periksa Widodo, 2011b).
Dari pemaparan fungsi di atas dapat
Langkah selanjutnya yaitu implementasi,
ditarik simpulan bahwa terdapat dua
yaitu praktik dalam tataran lahir dengan
klasifikasi fungsi yaitu fungsi praktis dan
melatih
diri
ideologis. Praktisnya repetisi mempunyai
dalam
dirinya
untuk
mengenali
supiyah,
nafsu
amarah,
fungsi
mutmaenah, luamah. Nafsu dalam diri
tuntutan
kepraktisan
teks
tembang. Dalam artian bahwa untuk
49
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id memenuhi
jumlah
suku
kata
dalam
Daftar Pustaka Arps, Bernard.1992. Tembang in Two
tembang ada satuan lingual yang diulang agar tembang tersebut dapat dilantunkan
Traditions
dengan
Interpretation
irama
yang
selaras.
Fungsi
ideologis repetisi yaitu menumbuhkan
Literature.
keyakinan
Oriental
bagi
pengamal
mantra.
Keyakinan tersebut dipicu dan disentak
:
Performance of
London: and
and
Javanese School
African
of
Studies,
University of London.
melalui pengulangan lingual dalam setiap
______.1996a. “The Song Guarding at
lapis yaitu lapis gramatikal, leksikal,
Night: Grounds for Cogency in a
semantik, dan secara serentak berulang
Javanese Incantation” in Stephen
di setiap lapis. Sehingga repetisi tersebut
C.
menumbuhkan keyakinan pada „apa yang
Anthropology of Prayer: Javanese
diucapkan‟(teks),
tersebut
Ethnolinguistic Studies / Vers une
mengantarkan pada kekuatan adi kodrati.
anthropologie de la prière: études
Pada
ethnolinguistiques javanaises, pp.
keyakinan
akhirnya
kemanjuran.
memunculkan
Dalam
proses
tersebut
Headley
47–113. Publications
mengoneksikan
Provence
hal-hal
yang
transendental. Hal ini seturut dengan arti mantra
yang
sesungguhnya
______.1996b.
yaitu
Towards
an
Aix-en-Provence:
adanya peran-peran lingual yang dapat dengan
(ed.),
de
“To
Through
l‟Université
Propagate
Popular
de
Morals
Music:
The
berputar atau berotasi, putaran tersebut
Indonesian Qasidah Modern” in
pada aspek gramatikal, leksikal, semantik
(Ed). Stefan Sperl and Cristhoper
dan serentak diantara ketiganya. Putaran
shackle, Qasida Poetry In Islamic
tersebut juga menstimulus pusat-pusat
Asia
energi (chakra) dalam tubuh pengamal
Clasical Traditions and Modern
mantra
akhirnya
Meanings.pp.389-409. Leiden-New
kekuatan
York-Koln: E.J. Brill
yang
membangkitkan
pada daya
and
Africa
Volume
One:
(kundalini). Bermula dari repetisi lah
______.2000. “The Regulation of Beauty:
effek magis mantra dapat dibangkitkan
J. Kats and Javanese poetics” in
hal
David Smyth (Ed.), The canon in
itu
selaras
dengan
pendapat
Malinowski (dalam Tambiah, 1968: 186)
Southeast
the
formula
pp.114-133. Curzon Press: London
produced mystical effects „pengulangan
______.2000. “The Regulation of Beauty:
yang benar dari mantra memproduksi
J. Kats and Javanese poetics” in
efek magis‟.
David Smyth (Ed.), The canon in
correct
repetition
of
a
50
Asian
Literatures,
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id Southeast
Asian
Literatures,
Timur: Laporan Penelitian. Malang:
pp.114-133. Curzon Press: London
IKIP Malang.
Hefner, Robert W. 1985. Hindu Javanese :
Tambiah, S.J. 1968. “The Magical Power
Tengger Tradition and Islam. New
of Words” in Man. Vol. 3, pp.175-
York: Princeton University Press
208 1968.
Gonda, J. 1988. Mantra Interpretation in
Taslim, Noriah. 2007. “Mekanisme Kuasa
The Satapatha-Brahmana. Leiden:
dalam Mantera: Satu Analisis dari
E.J. Brill
Pendekatan
Pragmatik”
dalam
Kadarisman, A. Effendi 2009. Mengurai
Roqayah A. Hamid dan Mariyam
Bahasa Menyibak Budaya. Malang :
Salim (Ed.) Pandangan Semesta
UIN-Maliki Press.
Melayu Mantera. Kuala Lumpur:
Keane, Webb. 1997. “Religious Language” in
Annual
Review
Dewan Bahasa dan Pustaka
of
Yelle,
Anthropology volume 26. pp: 47-
A.
2003.
Explaining
Mantras. New York : Routledge
71
Widodo, Wahyu. 2011a.”Analisis Wacana
Keeler, Ward. 1987. Javanese Shadow
Keraf,
Robert.
Mantra
Jawa
(Kajian
Kidung
Plays, Javanese Selves. New York:
Rumeksa Ing Wengi dari Aspek
Princeton University Press.
Leksikal dan Gramatikal” dalam
Gorys.1994. Bahasa.
Diksi
Jakarta
dan :
Gaya
Iqbal Nurul Azhar (Ed), Prosiding
Gramedia
Seminar Nasional Linguistik dan Sastra: Dahulu, Sekarang dan
Pustaka Utama. Margana, S. 2004. Pujangga Jawa dan
Akan
Bayang-Bayang
Hal
:
95-110.
Surabaya : ITS Press.
Kolonial.Yogyakarta:
Pustaka
_____________.2011b.
“Ajaran
Tasawuf
dalam Singir Tanpo Waton dan
Pelajar. Sudaryanto.1992.
Tata
Bahasa
Bahasa
Jawa.
Baku
Kontribusinya
Yogyakarta:
Pembentukan Masyarakat”
Duta Wacana Press. _________.1994.
Datang.
Pemanfaatan
Bahasa.
Potensi
Yogyakarta:
Kongres
UGM
dalam Karakter dalam
Bahasa
di
Proseding Jawa
V.
Surabaya
Press.
_____________.2012a. dalam
Soedjijono, Imam Hanafi & Kusnan Adi
“Kearifan
Mantra
Jawa
Lokal (Local
Wiryawan. 1985. Struktur dan Isi
Wisdom on Javanese Incantatory
Mantra
Poetry)” dalam Irmayanti Meliono
Bahasa
Jawa
di
Jawa
(Ed),
51
Proseding
International
TransLing Journal: Translation and Linguistics Vol 1, No 1 (January 2013) pp 36-52 http://jurnal.pasca.uns.ac.id Conference
on
Indonesian
Institute, National University of
Studies: Diversity, Continuity,and Changes.
Hal:
963-976.
Singapore.
Bali-
_____________.2012c. “Sinonimi Berepitisi Makna
Jakarta : UI Press. _____________.2012b. Incantatory
Poetry:
dalam
Singir
Tanpo
“Javanese
Waton” dalam Sumarlam, dkk
Linguistic
(Ed). Pelangi Nusantara: Kajian
Element and Efficacy” in
7th
Berbagai Variasi Bahasa. Hal.97-
Singapore Graduate Forum on
109. Yogyakarta : Graha Ilmu
Southeast Asia Studies 2012. (16 – 20 July 2012) Asia Research
52